View
287
Download
7
Category
Preview:
Citation preview
Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan
dalam Perspektif Hadis
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Bekti Rahmasari
1113034000002
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam skripsi ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Agustus 2017
Bekti Rahmasari
Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan dalam Perspektif Hadis
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Bekti Rahmasari
1113034000002
Pembimbing
Dr. Bustamin, SE, M.Si
NIP. 19630701 199803 1 003
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan dalam
Perspektif Hadis” telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 13
September 2017, skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu al-Qur‟an dan
Tafsir.
Jakarta,13 September 2017
Sidang Munaqasyah
PEDOMAN TRANSLITERASI
q = ق Z = ز tidak dilambangkan = ا
k = ك S = س b = ب
l = ل Sy = ش t = ت
m = م S = ص ts = ث
n = ن D = ض J = ج
w = و T = ط H = ح
h = ه Z = ظ Kh = خ
„ = ء = ع d = د
y = ي Gh = غ Dz = ذ
F = ف R = ر
Keterangan
1. Vokal panjang untuk فتحة = Āā , كسرة = Īī , ضمة = Ūū.
2. Huruf yang ber-tasydid ( ) ditulis dengan dua huruf yang serupa secara
berturut-turut, seperti السنة = al-Sunnah.
3. Huruf ta marbutah (ة), baik hidup maupun mati atau di-waqaf-kan ditulis
dengan huruf h, seperti أبو هريرة = Abū Hurairah.
ABSTRAK
BEKTI RAHMASARI
Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan dalam Perspektif Hadis
Lingkungan merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan dari manusia
sehingga secara alamiah manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Terkadang
manusia yang memengaruhi lingkungan dan terkadang lingkungan yang
memengaruhi manusia. Manusia sebagai khalifah di bumi tentunya memiliki
kewajiban menjaga dan mengelola lingkungan agar tercipta lingkungan yang
bersih dan sehat sehingga lingkungan dapat mendukung kehidupan manusia.
Pengaruh lingkungan terhadap manusia lebih bersifat pasif, sedangkan pengaruh
manusia terhadap lingkungan lebih bersifat aktif. Manusia memiliki kemampuan
ekploitatif terhadap lingkungan, sehingga mampu mengubahnya sesuai dengan
yang dikehendakinya. Meskipun lingkungan tidak memiliki keinginan dan
kemampuan aktif-ekploitatif terhadap manusia, namun pelan tapi pasti, apa yang
terjadi pada lingkungan, langsung ataupun tidak langsung akan terasa
pengaruhnya bagi kehidupan manusia. Hadis sebagai sumber ajaran Islam yang
kedua tentunya menerangkan bagaimana manusia harus menjaga kebersihan dan
kesehatan lingkungan.
Skripsi ini merupakan penelitian tentang hadis-hadis kebersihan dan
kesehatan lingkungan. Hadis-hadis yang diteliti adalah hadis-hadis yang terdapat
dalam al-kutub al-sittah. Adapun metode pembahasan yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu metode maudu‟i (tematik). Untuk memperoleh data dan
informasi terkait hadis kebersihan dan kesehatan lingkungan, penulis
menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) dan metode
takhrīj al-hadīts.
Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa konsep kebersihan dan kesehatan
lingkungan dalam hadis sama dengan konsep etika lingkungan biosentrisme yaitu
teori yang memandang setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan
berharga sehingga manusia memiliki kewajiban moral terhadap lingkungan. Oleh
karena itu manusia harus selalu menjaga kebersihan sumber air, kebersihan
rumah, kebersihan tempat umum dan tidak menebang pohon dan tanaman di
tempat-tempat umum tanpa tujuan yang tidak jelas.
Kata Kunci: Kebersihan, Kesehatan, Etika Manusia, Lingkungan
ABSTRACT
BEKTI RAHMASARI
Cleanliness and Environmental Health in Perspective Hadith
Environment is something that is inseparable from humans so that human
nature interacts with its environment. Sometimes humans affect the environment
and sometimes the environment that affects people. Humans as khalifah on earth
must have the obligation to maintain and manage the environment in order to
create a clean and healthy environment so that environment can support human
life. The influence of the environment on humans is more passive, while the
human influence on the environment is more active. Humans have the ability to
exploit the environment, so as to change it in accordance with what it wants.
Although the environment does not have human-exploitative desires and
capabilities, but slowly but surely, what happens to the environment, directly or
indirectly, will have an impact on human life. Hadith as the second source of the
teachings of Islam must explain how humans should maintain cleanliness and
environmental health.
This thesis is a study of the hadiths of hygiene and environmental health.
The hadiths that investigate are the hadiths contained in al-kutub al-sittah. The
method of discussion used in this research is maudu'i (thematic) method. To
obtain data and information related to the Hadith of Hygiene and Environmental
Health, the author uses the method of library research and methods of takhrīj al-
hadīts.
So that the conclusion that the concept of hygiene and environmental
health in the hadis the same with the environmental ethic concept of biocentrism
is a theory that views every life and living beings have value and valuable so that
humans have a moral obligation to the environment. Therefore humans should
always maintain the cleanliness of water sources, hygiene, cleanliness of public
places and not cut down trees and plants in public places without an obscure
purpose.
Keywords: Cleanliness, Health, Human Ethics, Environment
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt, Tuhan semesta alam yang selalu melimpahkan
karunia dan kasih sayang-Nya kepada kita semua. Salawat serta salam semoga
selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad saw, kepada keluarganya,
sahabatnya, dan para pengikutnya.
Alhamdulillah, atas karunia yang telah Allah berikan kepada saya,
sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Kebersihan dan
Kesehatan Lingkungan dalam Perspektif Hadis”.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bimbingan,
bantuan, arahan, motivasi dan kontribusi banyak pihak. Ucapan terima kasih yang
tulus dan tidak terbilang penulis haturkan kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin.
3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA. selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan
Tafsir dan Dra. Banun Binaningrum, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu
Al-Qur‟an dan Tafsir yang selalu membantu dan memberikan kemudahan
baik dalam hal administrasi dan lainnya.
4. Dr. Bustamin, SE, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi, yang selalu
meluangkan waktu untuk membimbing dan dengan penuh kesabaran
mengarahkan penulis dalam penulisan skripsi ini hingga selesai.
5. Dr. Abdul Moqsith, MA. Selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis dari semester satu hingga selesai.
6. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin khususnya dosen Jurusan Ilmu Al-
Qur‟an dan Tafsir atas segala ilmu, wawasan, bimbingan dan pengalaman
yang telah diberikan.
ix
7. Pimpinan dan segenap karyawan Perpustakaan Utama Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin
yang selalu memberikan pelayanan yang baik.
8. Kedua orang tua yang tidak pernah lelah mendoakan, memotivasi,
memberikan nasihat, membiayai dan mendidik penulis.
9. Keluarga besar ATHA (TH A 2013) Rahman, Faris, Zia, Aini, Nida,
Arme, Rizqa, Aulia, Evi, Yuni, Ana, Iqbal Firdaus, Mukhlis, Andrian,
Rino, Halim, Iqbal Sahid, Muslih, Afif, Vijay, Faruq, Fatih, Fadhil dan
Khususnya untuk Ica, Nelfi, Ira, Dedeh, Gizda, Kak Hafidzoh dan Salman
yang selalu memberikan semangat dan membantu dalam penulisan skripsi
ini.
10. Keluarga besar KSR PMI Unit UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
teman-teman Angkatan Fajar, Hana, Alia, Chintiya, Iffa, Dedes, Elma,
Kak Ita, Kak Rizqi, Kak Tian dan Kak Akmal yang selalu mengingatkan
untuk segera menyelesaikan skripsi dan selalu menghibur ketika penulis
jenuh.
11. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang
telah membantu penulisan skripsi ini.
Selanjutnya penulis menyadari bahwa segala sesuatu yang dibuat manusia
tidak ada yang sempurna. Oleh karena itu, bila ada saran dan kritik akan diterima
dengan terbuka.
Jakarta, Agustus 2017
Bekti Rahmasari
x
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................. 6
C. Batasan Masalah ........................................................................ 7
D. Rumusan Masalah ..................................................................... 7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 7
F. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 8
G. Metodologi Penelitian ............................................................. 10
H. Sistematika Penulisan .............................................................. 11
BAB II TINJAUAN UMUM KEBERSIHAN DAN KESEHATAN
LINGKUNGAN .................................................................................. 13
A. Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan .................................. 13
B. Kebersihan Lingkungan dalam Islam ...................................... 18
C. Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan dalam Pandangan Ilmu
Kesehatan ....................................................................................... 22
D. Etika Lingkungan .................................................................... 25
E. Prinsip Etika Lingkungan ........................................................ 32
xi
BAB III KAJIAN HADIS KEBERSIHAN DAN KESEHATAN
LINGKUNGAN .................................................................................. 35
A. Hadis Kebersihan Sumber Air ................................................. 35
1. Takhrīj al-Hadīts ............................................................... 36
2. Fiqh al-Hadīts ................................................................... 38
3. Perspektif Ilmu Kesehatan ................................................. 43
B. Hadis Menjaga Kebersihan Tempat Umum ............................ 45
1. Takhrīj al-Hadīts .............................................................. 45
2. Fiqh al-Hadīts .................................................................. 46
3. Perspektif Ilmu Kesehatan ............................................... 52
C. Hadis Kebersihan Rumah ........................................................ 53
1. Takhrīj al-Hadīts ............................................................... 54
2. Fiqh al-Hadīts ................................................................... 54
3. Perspektif Ilmu Kesehatan ................................................. 56
D. Hadis Larangan Menebang Pohon .......................................... 58
1. Takhrīj al-Hadīts ............................................................... 59
2. Fiqh al-Hadīts ................................................................... 60
3. Perspektif Ilmu Kesehatan ................................................. 63
BAB IV PENUTUP ............................................................................................ 65
A. Kesimpulan .............................................................................. 65
B. Saran ........................................................................................ 65
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bagi manusia, lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitarnya,
baik berupa benda hidup, benda mati, benda nyata, dan termasuk manusia lainnya.
Secara ilmiah manusia berinteraksi dengan lingkungannya.1 Manusia terkadang
memengaruhi lingkungan, dan terkadang lingkungan yang memengaruhi manusia.
Pentingnya lingkungan dalam mendukung kehidupan di bumi ini, menghendaki
dilakukannya perilaku menjaga kebersihan dan pengelolaan secara berkelanjutan
agar lingkungan tetap sehat.
Dewasa ini masalah lingkungan telah menjadi isu global karena menyangkut
berbagai sektor dan berbagai kepentingan umat manusia. Hal ini terbukti dengan
munculnya isu-isu kerusakan lingkungan. Masalah lingkungan yang terjadi saat
ini sebenarnya bersumber pada kesalahan fundamentalis-filosofis dalam
pemahaman atau cara pandang manusia terhadap dirinya, alam, dan tempat
manusia dalam keseluruhan ekosistem. Kesalahan itu menyebabkan kesalahan
pola perilaku manusia, terutama dalam hubungannya dengan lingkungan.2
Perilaku manusia yang kurang atau tidak bertanggungjawab terhadap lingkungan
telah mengakibatkan terjadinya berbagai macam kerusakan lingkungan.
Kebanyakan dari mereka berfikir secara parsial dan hanya ingin menguntungkan
diri sendiri seperti masalah pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya,
1 Juli Soemirat, Kesehatan Lingkungan, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2011),
h. 43 2 Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h.
264
2
polusi udara, pencemaran air, dan lainnya. Islam juga mengajarkan bahwa
manusia harus bertanggungjawab terhadap alam semesta yang dihadiahkan
kepadanya untuk menjamin kelangsungan hidupnya.3 Sebagaimana telah kita
ketahui bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi, maka sudah
sepatutnya manusia bertindak secara arif dan bijaksana untuk menjaga dan
mengatur lingkungan yang baik dan tertata.
Islam merupakan agama yang mengatur semua aspek kehidupan di muka
bumi, termasuk mengenai bagaimana manusia menjaga kebersihan lingkungan.
Dalam sumber ajaran islam yaitu al-Qur‟an dan al-Sunnah diterangkan bagaimana
ajaran Islam menyoroti masalah kebersihan dan kesehatan lingkungan. Hal ini
menunjukkan bahwa anjuran-anjuran untuk menjaga kebersihan dan kesehatan
lingkungan bukanlah hal baru dalam Islam, karena sebagai agama yang menjadi
rahmat bagi sekalian alam, Islam tidak akan membiarkan manusia merusak atau
mengotori lingkungan sekitarnya. Kebersihan lingkungan itu sendiri akan sangat
berpengaruh terhadap keselamatan manusia yang ada di sekitarnya, oleh sebab itu
menjaga kebersihan lingkungan sama pentingnya dengan menjaga kebersihan diri.
Kebersihan yaitu bebas dari kotoran atau keadaan yang menurut akal dan
pengetahuan manusia dianggap tidak mengandung noda atau kotoran. Ahmad
Syauqi al-Fanjari mendefinisikan kebersihan dan kesehatan lingkungan sebagai
kegiatan menciptakan lingkungan yang sehat dan bebas dari penyakit dengan cara
menjaga kebersihan lingkungan.4 Islam merupakan akidah pertama bahkan norma
ilmiah pertama yang memperkenalkan dan memerintahkan prinsip steril yang
3 Daud Efendy, Manusia, Lingkungan dan Pembangunan Perspektif Islam, (Ciputat:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 83 4 Ahmad Syauqi Al-Fanjari, Nilai Kesehatan Dalam Syariat Islam, (Jakarta: BUMI
AKSARA, 1996), h. 9
3
diidentikkan dengan bersuci (Tahārah). Yang dimaksud dengan istilah bersuci
yaitu membersihkan dan membebaskan sesuatu dari bakteri atau benda yang
mengandung kotoran. Sedangkan sesuatu yang kotor atau mengandung jamur
diidentikan dengan najis.5
Menurut Yusuf al-Qardhawi kebersihan adalah salah satu unsur penting
dalam perilaku beradab. Islam menganggap kebersihan sebagai suatu sistem
peradaban dan ibadah. Karena itu, kebersihan menjadi bagian dari kehidupan
sehari-hari seorang muslim.6 Contoh konkritnya yaitu dalam hal salat, seorang
muslim tidak sah salatnya jika ia malaksanakan salat dalam keadaan berhadas dan
di tempat yang kotor. Islam sangat memperhatikan kebersihan karena
sesungguhnya Allah menyukai kebersihan sebagaimana firman Allah dalam Q.S
al-Baqarah (2): 222:
.. الله
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri.”
Hidup bersih dan sehat merupakan salah satu cara untuk menjaga kesehatan.
Sebagaimana kesehatan merupakan nikmat Allah yang senantiasa harus kita
syukuri, sebab dengan kesehatan kita dapat menikmati kebahagiaan hidup yaitu
melakukan rutinitas dan beribadah dengan baik. Karena itu kebersihan dianggap
sebagai salah satu bukti keimanan, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
5 Ahmad Syauqi Al-Fanjari, Nilai Kesehatan Dalam Syariat Islam, h. 10
6 Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Peradaban: Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan.
Penerjemah Faizah Firdaus. (Surabaya: Dunia Ilmu, 1997), h. 361
4
و ث د ا ح د ي ز ن أ ي ي ان ث د ح ان ب أ ان ث د ح ل ل ى ن ب ان ب ح ان ث د ح ر و ص ن م ن ب اق ح س ا إ ن ث د ح ر و ه الط م ل س و يو ل ع ى الل ل ص الل ل و س ر ال ق ال ي ق ر ع ش ال ك ال م ب أ ن ع و ث د ح م ل ا س ب أ ن أ
.7اني ال ر ط ش
“Kebersihan sebagian dari iman”. (HR. Muslim)
Ajaran Islam untuk menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan
dibuktikan dengan adanya perhatian Rasulullah saw pada lingkungan sekitarnya,
misalnya kebersihan jalan, beliau memberikan ancaman kepada siapa saja yang
membuang sesuatu yang membahayakan dan membuang kotoran di jalan,
sebagaimana sabda Nabi saw:
ث نا بن سعيد أن أت وحديثو حفص أبو الط اب بن وعمر الر ملي سويد بن ق اإسح حد ث هم الكم ثن يزيد بن نافع أخب رنا قال حد وة حد الميي سعيد أبا أن شريح بن حي ثو الث لثة الملعن ات قوا وسل م عليو الل صل ى الل رسول قال قال جبل بن معاذ عن حد 8.والظل الط ريق وقارعة الموارد ف الب راز
“Rasulullah saw bersabda: “Takutlah kamu dengan tiga hal terkutuk, yaitu
buang hajat pada sumber air, tempat berlalunya manusia dan pada tempat
berteduh” (HR. Abū Dāwud).
Demikian juga perhatian Rasulullah saw terhadap kebersihan rumah dan
halaman. Sebagaimana sabdanya:
ث نا خالد بن إلياس , و ي قال : ابن ث نا أبو عامر العقدي حد ث نا مم د بن بش ار حد حد عت سعيد بن املسي ب يقول إن الل و طيب يب إباس عن صالح ابن أب حس ان قال س
يب الن ظافة ، كرمي يب الكرم ، جواد يب اجلود ، ف نظفوا أفنيتكم وال الط يب ، نظيف 9 تشب هوا بالي هود
7 Abi al-Husain Muslim bin al-Hajjāj, Sahīh Muslim, (Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyah,
1991), h. 203 8 Abi Dāwud Sulaimān bin al-Asy‟ats, Sunan Abī Dāwud, (Riyadh: Bait al-Afkar), h. 28
9 Abi „Isa Muhammad bin 'Isa bin Saurah al-Tirmidzī, Jami‟ Tirmidzī, (Riyadh: Bait al-
Afkar), h. 449
5
“sesunguhnya Allah itu baik, menyukai sesuatu yang baik, Allah itu suci
(bersih) dan menyukai sesuatu yang bersih, Allah itu mulia dan menyukai
kemuliaan, Allah itu penderma dan menyukai kedermawanan maka
bersihkanlah teras rumahmu dan janganlah menyerupai kaum Yahudi (HR.
Tirmidzi)
Al-Sunnah memiliki kekayaan fakta-fakta ilmiah yang jika dikembangkan
dengan pola sains modern akan muncul berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang
bermanfaat, khususnya dalam bidang kesehatan. Salah satunya yaitu dalam bidang
kesehatan lingkungan, yang dewasa ini dikenal dengan ilmu sanitasi atau ekologi.
Ilmu sanitasi atau ekologi yakni ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan
organisme dengan lingkungannya. Arif Sumantri dalam bukunya yang berjudul
“Kesehatan Lingkungan” memaparkan bahwa ilmu kesehatan lingkungan
memiliki misi yaitu meningkatkan kemampuan manusia untuk hidup serasi
dengan lingkungannya dan mewujudkan hak asasinya untuk mencapai kualitas
hidup yang optimal yang memiliki kesalehan sosial dan kesalehan lingkungan,
memengaruhi cara interaksi manusia dengan lingkungannya sehingga dapat
melindungi dan meningkatkan kesehatan mereka.10
Akan tetapi masih banyak individu yang tidak menyadari akan pentingnya
kebersihan dan kesehatan lingkungan. Permasalahan lingkungan masih banyak
kita lihat, tidak sedikit sungai dan laut yang rusak dan tercemar, sampah
berserakan di jalan bahkan disekitar lingkungan rumah. Dalam kaitan ini, sangat
ironis apabila hubungan manusia dengan lingkungannya berjalan secara tidak
sehat, sehingga menimbulkan situasi yang mengkhawatirkan bagi kelangsungan
hidup manusia dan lingkungannya. Situasi inilah yang lebih dikenal dengan istilah
“krisis lingkungan hidup” yang sekarang menjadi isu global.
10
Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010),
h. 10
6
Berdasarkan uraian di atas maka perlu kajian tematik, sehingga ditemukan
prinsip-prinsip dan bagaimana konsep kebersihan dan kesehatan lingkungan
tersebut. Oleh karena itu penulis ingin mengkaji lebih lanjut hadis-hadis mengenai
kebersihan dan kesehatan lingkungan. Bagaimana konsep kebersihan dan
kesehatan lingkungan dalam tinjauan hadis dan apakah hadis-hadis kebrsihan dan
kesehatan lingkungan masih relevan untuk diterapkan di zaman sekarang.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas,
permasalahan penelitian yang penulis ajukan ini dapat diidentifikasi
permasalahannya sebagai berikut:
1. Permasalahan kebersihan lingkungan masih banyak terlihat, tidak sedikit
sungai dan laut yang rusak dan tercemar, sampah berserakan di jalan
bahkan disekitar lingkungan rumah, polusi udara, penebangan pohon tanpa
tujuan yang jelas.
2. Banyak individu yang tidak menyadari akan pentingnya kebersihan dan
kesehatan lingkungan, hal ini disebabkan minimnya kesadaran masyarakat
untuk menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan. Mereka tidak
memahami konsep kebersihan dan kesehatan lingkungan dalam ilmu
kesehatan dan sumber ajaran Islam yang kedua (al-Sunnah).
3. Banyak buku-buku yang mengutip hadis terkait kebersihan dan kesehatan
lingkungan dengan redaksi yang kurang tepat dan tidak menyebutkan
periwayat hadis.
4. Kuantitas dan kualitas hadis-hadis kebersihan dan kesehatan lingkungan
belum diketahui.
7
5. Bagaimana pesan kesehatan dan pemahaman dalam hadis kebersihan dan
kesehatan lingkungan.
C. Batasan dan Masalah
Untuk membatasi luasnya pembahasan maka pembahasan pada penelitian
ini dibatasi pada al-Kutub al-Sittah dan hanya dikaji mengenai kuantitas hadis
serta fiqh al-hadīts (pemahaman) hadis-hadis kebersihan dan kesehatan
lingkungan. Adapun yang dimaksud lingkungan dalam penelitian ini yakni segala
sesuatu yang berada di sekitar manusia yang berpengaruh pada kehidupan
manusia.
Hadis-hadis yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada ruang lingkup
kajian ilmu kesehatan lingkungan yaitu kebersihan dan kesehatan rumah,
pembuangan tinja, air dan sanitasi tempat umum.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, perumusan masalah dalam
penelitian ini yakni bagaimana konsep kebersihan dan kesehatan lingkungan
dalam perspektif hadis?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penulisan penelitian ini yakni untuk mendapatkan
pemahaman yang kontekstual dan tepat mengenai hadis kebersihan dan kesehatan
lingkungan. Disamping itu, pemahaman kontekstual tersebut diharapkan dapat
terimplementasikan dalam upaya menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan
sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan manusia. Penelitian ini juga
diharapkan dapat mendeskripsikan konsep hadis tentang kebersihan dan kesehatan
8
lingkungan serta relevansinya terhadap upaya pelestarian lingkungan di zaman
modern ini.
Secara akademis dapat bermanfaat bagi pengembangan kajian hadis
khususnya yang berkaitan dengan kebersihan lingkungan sehingga penelitian ini
mampu menjawab persoalan yang terjadi di masyarakat dan membuktikan bahwa
persoalan yang disentuh hadis bukan bersifat teoritis semata akan tetapi dapat
diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Di sisi lain, penulis mengharapkan
penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan dan acuan dalam memberikan
gambaran tentang permasalahan lingkungan hidup dan solusinya, khususnya dari
sudut pandang agama dalam rangka memberikan penyadaran terhadap masyarakat
akan pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan.
F. Tinjauan Pustaka
Untuk menghindari terjadinya kesamaan pembahasan pada skripsi ini
dengan skripsi yang lain, terlebih dahulu penulis menelusuri kajian-kajian yang
pernah dilakukan atau memiliki kesamaan. Selanjutnya hasil penelusuran ini akan
menjadi acuan penulis untuk tidak menggunakan pendekatan yang sama, sehingga
kajian yang dilakukan tidak terkesan plagiat dari kajian yang telah ada.
Berdasarkan pencarian dan pengamatan yang penulis lakukan, penulis
belum menemukan skripsi yang secara khusus membahas tentang kebersihan dan
kesehatan lingkungan dalam perspektif hadis. Secara umum terdapat tiga skripsi
yang membahas tema mengenai kebersihan.
9
Pertama, Skripsi yang ditulis oleh Ahmad Erwan yang berjudul “Higeinitas
dalam Perspektif Hadis”11
, dalam skripsi tersebut menjelaskan hadis tentang
kebersihan tidak terfokus pada kebersihan lingkungan.
Kedua, skripsi yang ditulis oleh Mahdi dengan judul “Konsep Kebersihan
dalam al-Qur‟an: Studi Kasus di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta”.12
Secara umum skripsi tersebut membahas mengenai ayat-ayat yang
menjelaskan konsep kebersihan dalam al-Qur‟an dan bagaimana penerepan serta
pemahaman mahasiswa Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terhadap ayat-ayat kebersihan.
Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Yuli Elisah dengan judul “Ekologi dalam
Perspektif Hadis”.13
Dalam skripsi ini pembahasan yang dilakukan yaitu
pemahaman terhadap hadis ekologi, kemudian dipaparkan pula bagaimana cara
memelihara dan mencegah kerusakan ekologi dalam hadis.
Kajian yang penulis lakukan dalam skripsi ini berbeda dengan yang
dilakukan Ahmad Erwan, Mahdi dan Yuli Elisah, skripsi ini lebih fokus dalam
kajian hadis dan mendalami satu tema yakni hadis-hadis yang berkaitan dengan
kebersihan dan kesehatan lingkungan dan bagaimana hadis-hadis tersebut
menjadi landasan konsep kebersihan dan kesehatan lingkungan dalam kehidupan
masyarakat.
11
Ahmad Erwan, Higeinitas Dalam Perspektif Hadis, (Skripsi S1 Program Studi Tafsir
Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2008) 12
Mahdi, Konsep Kebersihan dalam al-Qur‟an: Studi Kasus di Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta (Skripsi S1 Program Studi Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013) 13
Yuli Elisah, Ekologi dalam Perspektif Hadis, (Skripsi S1 Program Studi Ilmu Al-Qur‟an
dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2016)
10
G. Metodologi Penelitian
1. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dan informasi, penulis menggunakan metode
takhrīj al-hadīts melalui kitab Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-
Nabawiyyah, Miftāh al-Kunūz al-Sunnah dan Mausu‟ah Atraf al-Hadīts al-
Nabawiyyah al-Syarīf. Takhrīj al-hadīts yang dimaksud dalam penelitian ini
yaitu mengeluarkan hadis dari sumbernya (kitab induk hadis)14
yang dalam
penilitian ini bertujuan untuk menentukan kuantitas hadis dan mengetahui
para periwayat hadis kebersihan dan kesehatan lingkungan, penulis juga
menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library research) yaitu
dengan cara mengumpulkan data dari buku-buku dan tulisan yang memiliki
kaitan secara langsung maupun secara tidak langsung. 15
Dengan merujuk
dari sumber primer yakni al-Kutub al-Sittah. Dan sumber skunder merujuk
pada buku dan data-data yang didapat dari jurnal dan artikel yang relevan
dan ada kaitannya dengan masalah kebersihan dan kesehatan lingkungan.
2. Metode Pembahasan
Adapun metode pembahasan dalam penelitian ini penulis menggunakan
metode maudu‟i (tematik) yakni melakukan pembahasan hadis dengan tema
tertentu yang dikeluarkan dari kitab-kitab hadis.16
Yang mana pada
penelitian ini penulis mengambil tema mengenai hadis-hadis kebersihan dan
kesehatan lingkungan yang terdapat dalam al-Kutub al-Sittah.
14
Abdul Majid Khon, Takhrij & Metode Memahami Hadis (Jakarta: Amzah, 2014), h. 3 15
Hamka Hasan, Metodologi Penelitian Tafsir Hadis, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah, 2008), h. 40 16
Abdul Majid Khon, Takhrij & Metode Memahami Hadis, h. 141
11
Selanjutnya pembahasan dalam penelitian ini menggunakan metode
deskriptif analisis, yaitu melalui pengumpulam data, fakta dan beberapa
pendapat ulama dan pakar untuk kemudian diklasifikasikan dan dianalisis
menjadi sebuah kesimpulan.
3. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan dalam penelitian ini mengacu pada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta”.17
H. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan penelitian ini disusun secara bab perbab
untuk mempermudah pemahaman terkait bahasan yang dikaji dan memperoleh
gambaran yang utuh, penulis akan membagi penelitian ini dalam empat bab,
sebagai berikut:
Bab pertama yakni pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua berisi tentang tinjauan umum kebersihan dan kesehatan
lingkungan, pengertian kebersihan dan kesehatan lingkungan, kebersihan dan
kesehatan lingkungan dalam pandangan Islam dan ilmu kesehatan, etika
lingkungan dan prinsip etika lingkungan.
Bab ketiga membahas tentang analisa hadis kebersihan dan kesehatan
lingkungan. Pada bab ini dibahas mengenai takhrīj al-hadīts, fiqh al-hadīts, dan
perspektif ilmu kesehatan terkait hadis kebersihan dan kesehatan lingkungan.
17
Bustamin, dkk, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
12
Bab keempat yang merupakan bab terakhir dalam penelitian ini berisi
penutup. Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan terkait kebersihan
dan kesehatan lingkungan dalam perspektif hadis dan kemudian penulis akan
memberikan saran agar penelitian ini bisa berlanjut dan lebih bermanfaat pada
akhirnya.
13
BAB II
TINJAUAN UMUM KEBERSIHAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN
A. Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan
Kata bersih sering digunakan untuk menyatakan keadaan lahiriah suatu
benda, seperti air itu bersih, lingkungan bersih, tangan bersih dan sebagainya.
Terkadang, kata bersih memberikan pengertian suci, seperti air itu suci, tetapi
biasanya kata bersih digunakan untuk ungkapan sifat lahiriah sedangkan kata suci
untuk ungkapan sifat batiniah, seperti jiwanya suci. Tidak semuanya yang bersih
adalah suci.1 Suci yaitu bersih dalam arti keagamaan, seperti tidak terkena najis,
bebas dari dosa, atau bebas dari suatu barang dari mutanajis, najis dan hadas.
Sedangkan bersih berarti terbebasnya manusia atau suatu barang dari kotoran.
Alat utama untuk bersuci dari najis dan bersuci dari hadas adalah air. Dalam fikih
disebutkan bahwa tidak semua yang suci dapat menyucikan contohnya yaitu air.
Air yang suci dan menyucikan yaitu air yang masih asli belum berubah warnanya,
baunya atau rasanya (seperti air hujan, air sumur dan sebagainya), air yang suci
tetapi tidak menyucikan yaitu air bersih yang telah tercampur dengan suatu zat
sehingga warnanya atau baunya atau rasanya sudah tida dapat lagi disebut air
biasa atau air mutlak (seperti air teh, air kopi, dan sebagainya), air seperti itu,
walaupun suci namun tidak menyucikan.2
1 Tim Lembaga Penelitian Universitas Islam Jakarta, Konsep Agama Islam tentang Bersih
dan Implikasinya dalam Kehidupan Masyarakat, (Jakarta: Universitas Islam Jakarta 1993), h. 12 2 Muhammad Bagir, Fiqih Praktis I: Menurut Al-Qur‟an, As-Sunnah dan Pendapat Para
Ulama, (Bandung: Penerbit Karisma, 2008), h. 48
14
Kebersihan berasal dari kata bersih yang artinya yaitu bebas dari kotoran,3
sedangkan kebersihan yaitu keadaan yang menurut akal dan pengetahuan
manusia dianggap tidak mengandung noda atau kotoran. Kata bersih sering
digunakan untuk menyatakan keadaan lahiriah suatu benda, seperti air bersih,
lingkungan bersih, rumah bersih dan lain sebagainya. Terkadang bersih juga
digunakan untuk ungkapan sifat batiniah seperti jiwa suci. Dalam membahas
perkara kebersihan dalam agama Islam digunakan tiga macam istilah, yaitu:
1. Nazāfah (nazīf) secara bahasa yaitu kebersihan lawan dari kata kotor.
Berasal dari kata Nazufa-yanzufu-nazāfatan.4 Nazāfah yaitu kebersihan
tingkat pertama, yang meliputi bersih dari kotoran dan noda secara lahiriah5,
dengan alat pembersihnya benda yang bersih, antara lain air.
2. Tahārah secara bahasa yaitu menyucikan atau membersihkan. Berasal dari
kata Tahara-yathuru-tuhran wa tahāratan.6 Tahārah mengandung
pengertian yang lebih luas yakni meliputi kebersihan lahiriah dan batiniah7,
sedangkan nazāfah hanya menitik beratkan pada kebersihan lahiriah saja.
Pada kitab-kitab klasik khusunya bab al-tahārah biasanya disandingkan
dengan bab al-najasah yang selanjutnya juga dibahas masalah air dan tanah,
wudhu dan mandi, tayamum dan lainnya. Namun demikian, ketika Allah,
menerangkan tentang penggunaan air untuk tahārah (mensucikan)
disandingkan pula dengan kesucian secara maknawiah, dimaksud dengan
3 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa KEMENDIKBUD,
Kamus Besar Bahasa Indonesis, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 109 4 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997),
h.1435 5 Bersih lahiriah (sesuatu yang tampak) yaitu meliputi kebersihan tubuh, benda dan
lingkungan 6 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 868
7 Bersih secara bathiniah (bersifat batin yakni dalam) yaitu bersih dalam arti kejiwaan.
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 93
15
maknawiah karena kesucian dari hadas, baik hadas besar maupun hadas
kecil, sehingga dapat melaksanan ibadah, seperti salat dan tawaf.8
3. Tazkiyah secara bahasa yaitu tumbuh atau membersihkan, berasal dari kata
zakka-yuzakki-tazkiyah.9 Tazkiyah mengandung arti ganda, yaitu
membersihkan diri dari sifat-sifat (perbuatan) tercela dan menumbuhkan
serta memperbaiki jiwa dengan sifat-sifat terpuji.10
Kata Tazkiyah juga
digunakan untuk mengungkapkan aspek kebersihan harta dan jiwa. Sebagai
contoh, ungkapan Allah dalam al-Qur‟an ketika menyebut zakat yang seakar
dengan tazkiyah, memang maksudnya untuk membersihkan harta, sehingga
harta yang dizakati adalah bersih dan yang tidak dizakati dinilai kotor.11
Kebersihan sangat erat hubungannya dengan kesehatan. Karenanya dengan
kebersihan dan kesehatan dapat terwujud individu dan masyarakat yang sehat
jasmani, rohani, dan sosial, sehingga mampu menjadi umat pilihan dan khalifah
Allah untuk memakmurkan bumi. Kesehatan merupakan salah satu rahmat dan
karunia Allah yang sangat besar yang diberikan kepada umat manusia, karena
kesehatan adalah modal pertama dan utama dalam kehidupan manusia. Tanpa
kesehatan manusia tidak dapat melakukan kegiatan yang menjadi tugas serta
kewajibannya yang menyangkut kepentingan diri sendiri, keluarga dan
masyarakat maupun tugas dan kewajiban melaksanakan ibadah kepada Allah swt.
Kesehatan berasal dari kata sehat, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
sehat yaitu suatu keadaan baik segenap badan serta bagian-bagiannya bebas dari
8 Abdurrahman, Memelihara Lingkungan Dalam Ajaran Islam, (Bandung: 2012), h. 64
9 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 577
10 Tim Lembaga Penelitian Universitas Islam Jakarta, Konsep Agama Islam tentang Bersih
dan Implikasinya dalam Kehidupan Masyarakat, h. 12-13 11
Abdurrahman, Memelihara Lingkungan Dalam Ajaran Islam, h. 65
16
sakit.12
Definisi kesehatan dalam Undang-undang No. 9 Tahun 1960, tentang
pokok-pokok kesehatan, Bab 1 Pasal 2 sangat mirip dengan definisi yang dianut
oleh Organisasi Kesehatan Sedunia atau World Health Organization (WHO) yaitu
“keadaan yang meliputi kesehatan badan, rohani dan sosial dan bukan hanya
keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan lemah”.13
Akan tetapi definisi
tersebut telah sedikit berubah dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan Bab 1 Pasal 1, yakni “kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial ekonomi”.14
Kebersihan lingkungan menjadi salah satu faktor utama terwujudnya hidup
yang bersih, sehat, dan nyaman. Terhindar dari berbagai macam penyakit sangat
diinginkan oleh setiap orang. Istilah lingkungan, sebagai ungkapan singkat dari
lingkungan hidup merupakan alih bahasa dari istilah asing environment (Inggris)
dan al-bi‟ah (Arab). Ilmu yang mengkaji tentang lingkungan hidup ini disebut
ekologi.15
Lingkungan16
yaitu segala sesuatu yang ada disekitar baik berupa benda
hidup, benda mati, benda nyata atau abstrak, termasuk manusia serta suasana yang
terbentuk karena terjadinya interaksi diantara elemen-elemen yang ada di alam.17
Menurut Otto Soemarwoto, lingkungan adalah jumlah semua benda dan kondisi
12
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa KEMENDIKBUD,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 794 13
Giri Wiarto, Budaya Hidup Sehat, (Yogyakarta: Gosyen Publishing, 2013), h. 2 14
Juli Soemirat, Kesehatan Lingkungan, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2011),
h. 6-7 15
Kata ekologi, pertama kali diusulkan oleh Ernst Haeckel (jerman) pada tahun 1869,
berasal dari bahasa Yunani oikos, berarti “rumah” atau “tempat untuk hidup”. Secara harfiah,
ekologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan antara organisme dan lingkungnnya
yang bersifat organik maupun anorganik. Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2010), h. 3 16
Menurut Soerianegara, segala sesuatu yang berada di sekitar kita disebut dengan
lingkungan. Sedangkan jika unsur-unsur lingkungan tersebut memberi manfaat kepada manusia,
maka unsur lingkungan tersebut disebut dengan sumber daya alam. Ulfah Utami, Konservasi
Sumber Daya Alam Perspektif Islam dan Sains, (Malang, UIN-Malang Press, 2008), h. 6 17
Cecep Triwibowo, Etika dan Hukum Kesehatan, (Yogyakarta: Nuha medika, 2014), h. 83
17
yang ada dalam ruang yang kita tempati yang memengaruhi kehidupan kita.18
Jadi
ilmu lingkungan hidup adalah ilmu yang mempelajari tentang kenyataan
lingkungan hidup, dan bagaimana mengelolanya untuk menjaga kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Menurut UU No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan
Lingkungan Hidup, lingkungan didefinisikan sebagai suatu kesatuan ruang
dengan benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia
dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Secara sederhana, lingkungan
manusia didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berada di sekitar manusia yang
berpengaruh pada kehidupan manusia itu sendiri.19
Sedangkan yang dimaksud dengan kesehatan lingkungan20
yaitu kajian yang
mempelajari hubungan interaktif antara sekelompok manusia dan berbagai
perubahan komponen lingkungan hidup manusia yang diduga dapat menimbulkan
gangguan kesehatan.21
Kesehatan lingkungan juga dapat disebut dengan suatu
kondisi atau keadaan lingkungan yang optimal sehingga berpengaruh positif
terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal pula.22
Menurut Himpunan
Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI), kesehatan lingkungan adalah
suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologis yang
18
Arif Zulkifli, Dasar-Dasar Ilmu Lingkungan, (Jakarta: Salemba Teknika, 2014), h. 11 19
Arif Zulkifli, Dasar-Dasar Ilmu Lingkungan, h. 11 20
Kesehatan lingkungan mulai dikaji sejak tahun 1832, ketika itu terjadi wabah penyakit
kolera yang dahsyat di Inggris yang menelan banyak korban jiwa. Kemudian john Snow
melakukan penelitian terhadap wabah kolera yang kemudian membuktikan bahwa penularan
penyakit kolera disebabkan oleh pencemaran sumber air bersih. sejak saat itu kajian terhadap
lingkungan hidup dilakukan dan berkembang menjadi ilmu kesehatan lingkungan. Lihat Budiman
Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005), h. 1 21
Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan, h. 5 22
Soekidjo Notoadmodjo, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, (Jakarta: Rineka Cipta,
2007), h. 165
18
dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas
hidup manusia yang sehat dan bahagia.23
Kesehatan lingkungan termasuk dalam
upaya pencegahan primer yang dimaksudkan untuk menghambat
perkembangbiakan, penularan, dan faktor risiko yang berhubungan dengan
penyakit.
Ruang lingkup kesehatan lingkungan mencakup perumahan, pembuangan
kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan
air limbah, dan sanitasi tempat-tempat umum.24
Maka dapat disimpulkan bahwa kebersihan dan kesehatan lingkungan yaitu
upaya menciptakan atau mewujudkan suatu lingkungan yang bersih dan sehat
yang berlandaskan pada etika lingkungan sehingga dapat mendukung kehidupan
manusia. Menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan merupakan cara yang
lebih efektif dalam mencegah timbulnya berbagai penyakit daripada mencegah
atau memberantas suatu penyakit yang telah berkembang menjadi wabah.
B. Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan dalam Islam
Islam merupakan akidah pertama, bahkan norma ilmiah pertama yang
memperkenalkan dan memerintahkan prinsip kebersihan yang diidentikkan
dengan bersuci (tahārah). Salah satu cara yang dianjurkan oleh Islam dalam
memelihara kesehatan adalah menjaga kebersihan. Sikap Islam terhadap
kebersihan sangat jelas dan didalamnya terkandung nilai ibadah kepada Allah swt.
Sesungguhnya kitab-kitab syariat Islam selalu diawali dengan bab al-tahārah
(bersuci), yang merupakan kunci ibadah sehari-hari. Sebagai contoh salat seorang
23
Cecep Triwibowo, Etika dan Hukum Kesehatan, h. 84 24
Wahid Iqbal Mubarak dan Nurul Chayatin, Ilmu Kesehatan Mayarakat: Teori dan
aplikasi, (Jakarta: Salemba Medika, 2009), h. 274
19
muslim tidak sah jika tidak suci dari hadas, karena kebersihan (kesucian) pakaian,
badan dan tempat dari najis merupakan salah satu syarat sahnya salat.25
Lebih jauh, tak hanya kebersihan, Islam mengajarkan pula tentang kesucian.
Bersih dan suci adalah dua hal yang tidak dapat di pisahkan, keduannya sangat
erat berhubungan dengan kesehatan, meskipun arti katanya tak persis sama.
Bersih merupakan kata sifat yang menunjukkan keadaan bebas dari kotoran.
Kebersihan bersifat umum dan tidak terkait langsung dengan tata cara
peribadatan. Namun demikian, tetap saja merupakan keharusan bagi setiap
muslim untuk melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Sementara, suci
dalam ajaran Islam ialah terhindar dari najis dan hadas. Agar menjadi suci,
seorang muslim harus mejalankan aturan berupa tata cara tahārah (bersuci).
Setelah bersuci, baru dapat menjalankan ibadah-ibadah khusus, terutama salat.
Kebersihan sangat diperhatikan dalam Islam baik secara fisik maupun jiwa,
baik secara tampak maupun tidak tampak. Dianjurkan pula agar memelihara dan
menjaga sekeliling lingkungan dari kotoran agar tetap bersih. Dalam pandangan
Yusuf al-Qardhawi ia menyebutkan bahwa perhatian al-sunnah al-nabawiyyah
terhadap kebersihan muncul dikarenakan beberapa sebab, yaitu:
Pertama, sesungguhnya kebersihan adalah sesuatu yang disukai Allah swt.
Sebagaiana dalam firmannya dalam Q.S al-Baqarah ayat 222:
.... الله
“...Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
25
Departemen Agama, Pelestarian Lingkungan Hidup: Tafsir Al-Qur‟an Tematik, (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2009), h. 183
20
Kedua, kebersihan adalah cara untuk menuju kepada kesehatan badan dan
kekuatan. Sebab hal itu merupakan bekal bagi tiap individu. Disamping itu, badan
adalah amanat bagi setiap muslim. Dia tidak boleh menyianyiakan dan
meremehkan manfaatnya, jangan sampai dia membiarkan badannya diserang oleh
penyakit.
Ketiga, kebersihan itu adalah syarat untuk memperbaiki atau menampakkan
diri dengan penampilan yang indah yang dicintai oleh Allah swt dan Rasul-Nya.
Keempat, kebersihan dan penampilan yang baik merupakan salah satu
penyebab eratnya hubungan seseorang dengan orang lain. Ini karena orang sehat
dengan fitrahnya tidak menyukai sesuatu yang kotor dan tidak suka melihat orang
yang tidak bersih.26
Banyak ayat al-Qur‟an dan hadis yang menjelaskan, menganjurkan bahkan
mewajibkan setiap manusia untuk menjaga lingkungan dan kelangsungan
kehidupan makhluk lain di bumi. Konsep yang berkaitan dengan penyelamatan
dan konservasi lingkungan menyatu dengan konsep keesaan Tuhan (tauhid),
syariah, dan akhlak. Setiap tindakan atau perilaku manusia yang berhubungan
dengan orang lain atau makhluk lain atau lingkungan hidupnya harus dilandasi
keyakinan tentang keesaan dan kekuasaan Allah swt yang mutlak. Manusia juga
harus bertanggungjawab kepada-Nya untuk semua tindakan yang dilakukannya.
Hal ini juga menyiratkan bahwa pengesaan Tuhan merupakan satu-satunya
sumber nilai dalam etika.27
Hubungan manusia dengan lingkungan merupakan hubungan yang
dibingkai dengan konsep akidah, yakni konsep kemakhlukan yang sama-sama
26
Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Peradaban: Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan.
Penerjemah Faizah Firdaus. (Surabaya: Dunia Ilmu, 1997), h. 365-367 27
Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan, h. 267
21
tunduk dan patuh pada aturan Allah swt yang pada akhirnya semua kembali
kepada-Nya. Dalam konsep kemakhlukan ini manusia memperoleh izin dari Allah
swt untuk memperlakukan lingkungan dengan dua macam tujuan. Pertama,
pendayagunaan, baik dalam arti konsumsi langsung maupun dalam arti
memproduksi. Kedua, mengambil pelajaran (i‟tibar) terhadap fenomena yang
terjadi dari hubungan antara manusia dengan lingkungan sekitarnya, maupun
hubungan anatara lingkungan itu sendiri (ekosistem), baik yang berakibat
konstruktif (ishlah) maupun yang berakibat destruktif (ifsad).28
Islam menjadikan
kebersihan sebagai akidah dengan sistem yang kokoh bagi seorang muslim, bukan
semata-mata takut kepada penyakit, akan tetapi sebagaimana telah kita ketahui
bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati.
Lingkungan hidup manusia dapat berubah, bergantung kepada sifat dan niat
pengelolanya. Kehidupan rohaniah didalam Islam harus berlangsung atas dasar
tujuan yang baik dan berguna bagi kehidupan manusia. Kebersihan batiniah
seseorang mengambil peran menentukan atas kebersihan lingkungan. Bila
manusia ingin hidup bersih, maka tidak cukup baginya hanya membersihkan diri,
lebih daripada itu diharuskan membersihkan lingkungan tempat tinggalnya.
Menjaga dan memelihara lingkungan merupakan tanggungjawab bersama antara
masyarakat dan pemerintah. Islam telah menjamin hak-hak manusia dengan tidak
memperkenankan seseorang membuang kotoran tubuhnya ke dalam air yang
digunakan oleh orang banyak, seperti di sungai atau di pinggir jalan.29
28
Muhammad Tholhah Hasan, Islam dalam Perspektif Sosio Kultural, (Jakarta: Lantabora
Press, 2005), h. 321-322 29
Tim Lembaga Penelitian Universitas Islam Jakarta, Konsep Agama Islam tentang Bersih
dan Implikasinya dalam Kehidupan Masyarakat, h. 69
22
Dalam ilmu pencegahan penyakit (preventif disease) dan ilmu pengetahuan
alam diketahui bahwa membiarkan lingkungan kotor atau tidak membersihkannya
dari najis, kotoran atau semua perantara yang menyebabkan penyebaran wabah,
tentu akan memberi dampak buruk yang sangat besar terhadap manusia, hewan
dan tumbuhan. Karenanya pemeliharaan lingkungan menjadi prioritas yang wajib
dipenuhi dalam syari‟at. Melanggar atau membiarkannya juga akan terhitung
sebagai dosa.30
C. Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan dalam Pandangan Ilmu
Kesehatan
Manusia dan lingkungan memiliki hubungan yang sangat erat. Keduanya
saling memberi dan menerima pengaruh besar satu sama lain. Pengaruh
lingkungan terhadap manusia lebih bersifat pasif, sedangkan pengaruh manusia
terhadap lingkungan lebih bersifat aktif. Manusia memiliki kemampuan
ekploitatif terhadap alam, sehingga mampu mengubahnya sesuai dengan yang
dikehendakinya. Meskipun lingkungan tidak memiliki keinginan dan kemampuan
aktif-ekploitatif terhadap manusia, namun pelan tapi pasti, apa yang terjadi pada
lingkungan, langsung ataupun tidak langsung akan terasa pengaruhnya bagi
kehidupan manusia. Lingkungan yang indah dan lestari akan membawa pengaruh
positif bagi kesehatan dan bahkan keselamatan manusia. Sebaliknya lingkungan
yang rusak akan membawa pengaruh buruk bagi kehidupan manusia.31
Secara alamiah manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia
bernafas dengan udara sekitarnya pada setiap detik. Makanan manusia diambil
30
Mahir Hasan Mahmud, Terapi Air: Keampuhan Air dalam Mengatasi Aneka Penyakit
Berdasarkan Wahyu dan Sains, (jakarta: Qultum Media, 2008), h. 58-59 31
Antonius Atosakhi Gea dan Antonina Panca Yuni Wulandari, Relasi dengan Dunia:
Alam, Iptek, Kerja, (Jakarta: PT Alex Media Komputindo), h. 39
23
dari sekitarnya, demikian pula minuman, pakaian, dan lain sebagainya. Interaksi
manusia dengan lingkungannya merupakan suatu proses yang wajar dan
terlaksana sejak manusia dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Didalam
lingkungan terdapat faktor-faktor yang dapat menguntungkan manusia dan ada
pula yang merugikan manusia.32
Manusia mendapat keuntungan ketika
lingkungan dapat mendukung dan memenuhi kebutuhannya, tetapi terkadang
manusia mendapat kerugian, yakni ketika lingkungan menjadi pengaruh
terjadinya suatu penyakit. Usaha-usaha dibidang kesehatan lingkungan ditujukan
untuk meningkatkan dayaguna faktor yang menguntungkan dan mengurangi atau
mengendalikan faktor yang merugikan.33
Sekalipun penemuan sains modern berkembang begitu pesat dan bahkan
mengantarkan ilmu medis kepada puncak penemuannya, sehingga mampu
mendiaknosa berbagai penyakit, tetapi menjaga kesehatan dan kebersihan diri
serta lingkungan tetap lebih baik daripada mengobati suatu penyakit yang timbul
akibat melalaikan kebersihan dan kesehatan.34
Masalah kesehatan adalah suatu
masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah
lain. Banyak faktor yang memengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu
maupun kesehatan lingkungan.35
Kondisi lingkungan merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh terhadap drajat kesehatan masyarakat, sebagai contoh tercermin
dari akses mayarakat terhadap air bersih. Jika sumber air yang merupakan
32
Juli Soemirat, Kesehatan Lingkungan, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2011),
h. 18 33
Cecep Triwibowo, Etika dan Hukum Kesehatan, h. 85 34
Ahmad Syauqi al-Fanjari, Nilai Kesehatan dalam Syariat Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
1996), h. 201 35
Soekidjo Notoadmodjo, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, h. 165
24
kebutuhan pokok tercemar maka dapat memengaruhi kesehatan masyarakat.36
Pengaruh lingkungan terhadap kesehatan telah dibuktikan oleh WHO yang
melakukan penyelidikkan diseluruh dunia dan didapatkan hasil bahwa angka
kematian dan angka terjangkit penyakit yang tinggi serta sering terjadinya
penyakit menular, terdapat di lingkungan yang buruk yaitu tempat dimana
terdapat banyak lalat, nyamuk, pembuangan kotoran dan sampah yang tidak
teratur, air rumah tangga dan perumahan yang buruk. Sebaliknya, di tempat yang
kondisi lingkungannya baik, angka kematian dan terjangkit penyakit juga
rendah.37
Faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap status kesehatan.
Faktor lingkungan terdiri dari 3 bagian besar:
1. Lingkungan fisik, terdiri dari benda mati yang dapat dilihat, diraba,
dirasakan (bangunan, jalan, jembatan, kendaraan, gunung, air, tanah). Benda
mati yang dapat dilihat dan dirasakan, tetapi tidak dapat diraba (api, asap,
kabut, dll). Benda mati yang tidak dapat diraba, tidak dapat dilihat, namun
dapat dirasakan (udara, angin, gas, bau‐bauan, bunyi‐bunyian/suara, dll).
2. Lingkungan biologis, yaitu lingkungan yang meliputi segala sesuatu di
sekitar kita yang tergolong organisme hidup seperti tumbuhan dan hewan.
terdiri dari makhluk hidup yang bergerak, baik yang dapat dilihat maupun
yang tidak dapat dilihat (manusia, hewan, kehidupan akua‐tik, amuba, virus,
plangton). Makhluk hidup yang tidak bergerak (tumbuhan, karang laut,
bakteri, dll.).
36
Wiku Adisasmito, Sistem Kesehatan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 15 37
Cecep Triwibowo, Etika dan Hukum Kesehatan, h. 85
25
3. Lingkungan sosial. Lingkungan sosial adalah bentuk lain selain fisik dan
biologis di atas. Lingkungan sosial tidak berbentuk nyata, namun ada dalam
kehidupan di bumi ini. Lingkungan sosial terdiri dari sosio‐ekonomi, sosio‐
budaya, adat istiadat, agama/kepercayaan, organisasi kemasyarakatan, dll.
Melalui lingkungan sosial manusia melakukan interaksi dalam bentuk
pengelolaan hubungan dengan alam dan buatannya melalui pengembangan
perangkat nilai, ideologi, sosial dan budaya sehingga dapat menentukan arah
pembangunan lingkungan yang selaras dan sesuai dengan daya dukung
lingkungan.38
Kebersihan lingkungan merupakan dasar ilmu kedokteran modern. Jika
kuman penyebab penyakit menemukan lingkungan yang cocok untuk bersarang,
ia akan tumbuh dan berkembang biak. Dunia sekarang sedang menghadapi
pencemaran lingkungan.39
Oleh karena itu kebersihan dan kesehatan lingkungan
dalam ilmu kesehatan memiliki misi yaitu pertama, meningkatkan kemampuan
manusia untuk hidup serasi dengan lingkungannya dan mewujudkan hak asasinya
untuk mencapai kualitas hidup yang optimal yang memiliki kesalehan sosial dan
kesalehan lingkungan. Kedua, Memengaruhi cara interaksi manusia dengan
lingkungannya sehingga dapat melindungi dan meningkatkan kesehatan mereka.40
D. Etika Lingkungan
Secara etimologi, etika berasal dari kata Yunani ethos yang berarti “adat
istiadat” atau “kebiasaan”. Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata
cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang atau masyarakat. Etika dipahami
38
Soekidjo Notoadmodjo, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, h. 166 39
Abdul Basith Muhammad Sayyid, Rasulullah Sang Dokter, (Solo: Tiga Serangkai, 2006),
h. 80 40
Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan, h. 10
26
sebagai ajaran yang berisikan perintah dan larangan tentang baik-buruknya
perilaku manusia, yaitu perintah yang harus dipatuhi dan larangan yang harus
dihindari. Etika secara lebih luas dipahami sebagai pedoman bagaimana manusia
harus hidup, dan bertindak sebagai orang yang baik.41
Etika lingkungan merupakan pedoman tentang cara berpikir, bersikap, dan
bertindak yang didasari atas nilai-nilai positif untuk mempertahankan fungsi dan
kelestarian lingkungan. Nilai-nilai positif dapat berasal dari berbagai hal, seperti
nilai agama, budaya, dan moral yang menjadi petunjuk manusia dalam
memandang dan memperlakukan lingkungan. Sebagai sebuah pedoman etika
lingkungan juga berfungsi sebagai kritik atas etika yang selama ini dianut oleh
manusia, yang dibatasi pada komunitas sosial manusia. Etika lingkungan hidup
menuntut agar etika dan moralitas tersebut diberlakukan juga bagi komunitas
biotis dan komunitas ekologis.42
Lingkungan pada prinsipnya merupakan suatu sistem yang saling
berhubungan satu dengan yang lainnya, sehingga pengertian lingkungan hampir
mencakup semua unsur ciptaan Allah swt. Itulah sebabnya lingkungan hidup
termasuk manusia dan perilakunya merupakan unsur lingkungan yang sangat
menentukan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa lingkungan saat ini oleh
sebagian kalangan dianggap tidak bernilai, karena mereka memandang bahwa
lingkungan hanyalah benda mati yang diperuntukkan untuk manusia. Dengan kata
lain, manusia merupakan penguasa sehingga lingkungan hanya dipandang sebagai
suatu objek bukan sebagai subjek. Oleh karena itu, untuk mengatasi krisis
41
Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010), h.
14-15 42
Tim MKU PLH, Pendidikan Lingkungan Hidup, (Semarang: Universitas Negeri
Semarang, 2014), h. 62
27
lingkungan, diperlukan pendekatan yang bersifat penyadaran diri dalam bentuk
perilaku yang bermoral terhadap lingkungan.43
Sikap dan perilaku seseorang terhadap lingkungan sangat ditentukan oleh
bagaimana pandangan seseorang terhadap lingkungan. Jika suatu hal dipandang
sebagai sesuatu yang penting dan berguna, maka sikap dan perilaku seseorang
terhadap sesuatu itu lebih bersifat menghargai. Akan tetapi sebaliknya, jika suatu
hal dipandang dan dipahami sebagai sesuatu yang tidak berguna dan tidak
penting, maka sikap dan perilaku yang muncul bersifat mengabaikan bahkan
merusak.44
Dalam ilmu kesehatan lingkungan, pandangan seseorang terhadap
lingkungan disebut dengan etika lingkungan. Etika lingkungan merupakan
kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan lingkungannya. Etika
lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan
dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga.
Adapun etika lingkungan tersebut yaitu:
1. Antroposentrisme yaitu teori etika lingkungan hidup yang memandang
manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan
kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem
dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Dalam teori ini nilai dan prinsip moral
hanya berlaku bagi manusia, kebutuhan dan kepentingan manusia
merupakan hal yang paling tinggi dan paling penting. 45
Antroposentrisme
dikenal sebagai pandangan yang bersifat human centered, artinya manusia
43
Abdurrahman, Memelihara Lingkungan Dalam Ajaran Islam, h. 72 44
Antonius Atosakhi Gea dan Antonina Panca Yuni Wulandari, Relasi dengan Dunia:
Alam, Iptek, Kerja, h. 43 45
Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, h. 45
28
sebagai pusat pertimbangan terhadap lingkungan. Pandangan ini disebut
pula sebagai shallow environmental ethics (etika lingkungan yang dangkal).
Atroposentrisme terbagi atas egosentrime (kepentingan pribadi sebagai
pijakan nilai) dan homosentrisme (kepentingan kelompok sebagai pijakan
nilai).46
2. Biosentrisme yaitu teori yang menolak paham antroposentrisme yang
menganggap hanya manusia yang memiliki nilai, biosentrisme merupkan
teori yang memandang setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai
nilai dan berharga. Teori ini juga dikenal sebagai teori lingkungan hidup
yang berpusat pada kehidupan. Manusia memiliki kewajiban moral terhadap
alam.47
Kewajiban ini tidak bersumber dari kewajiban manusia terhadap
sesama. Kewajiban ini bersumber dan berdasarkan pada pertimbangan
bahwa kehidupan adalah sesuatu yang benilai, baik kehidupan manusia
maupun kehidupan makhluk lainnya. Dengan demikian teori biosentrisme
bukanlah salah satu cabang dari etika manusia, tetapi etika lingkungan yang
memperluas etika manusia agar berlaku bijaksana terhadap semua makhluk
hidup.48
Biosentrisme juga dikenal dengan teori life-centered ethics.
Artinya, konsep etika berpusat pada komunitas hidup, meliputi manusia,
flora, dan fauna. Dalam hal ini manusia adalah anggota dari komunitas
kehidupan. Dalam pandangan ini, manusia dan makhluk hidup adalah
kesatuan ekosistem yang saling berada dalam ketergantungan. Tiap makhluk
hidup memiliki hidupnya sendiri dan memiliki sifat serta kemampuan yang
46
Tim MKU PLH, Pendidikan Lingkungan Hidup, h. 64 47
Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, h. 66 48
Abdurrahman, Memelihara Lingkungan Dalam Ajaran Islam, h. 74-75
29
tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Dengan demikian, perlu adanya upaya
saling dukung dan saling melengkapi antar makhluk hidup.49
3. Ekosentrisme merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan hidup
biosentrisme. Berbeda dengan biosentrisme yang hanya memusatkan etika
pada kehidupan seluruhnya. Teori ekosentrisme memusatkan etika pada
seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun tidak.50
Secara
ekologis, makhluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu
sama lain. Oleh karena itu, kewajiban dan tanggungjawab moral tidak hanya
dibatasi pada makhluk hidup. Salah satu bentuk etika ekosentrisme ini
adalah etika lingkungan yang sekarang ini dikenal sebagai deep ecology.
Sebagai istilah, deep ecology pertama kali diperkenalkan Arne Naess, filsuf
Norwegia, pada 1973, dimana prinsip moral yang dikembangkan adalah
menyangkut seluruh komunitas ekologis. Dengan demikian, deep ecology
dipahami sebuah gerakan diantara orang-orang yang sama, mendukung
suatu gaya hidup yang selaras dengan alam, dan sama-sama
memperjuangkan isu lingkungan dan politik. Dalam pandangan ini, semua
spesies memiliki kedudukan yang setara.51
Untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan islami, Islam juga memiliki
etika terhadap lingkungan yang berdasarkan pada kerangka konseptual yang
meliputi:
49
Tim MKU PLH, Pendidikan Lingkungan Hidup, h. 64 50
Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, h. 92 51
Tim MKU PLH, Pendidikan Lingkungan Hidup, h. 64-65
30
1. Tauhid
Etika lingkungan berbasis tauhid yaitu kesadaran secara spiritual yang
terwujud dalam interaksi antar sistem ekologi yang ada. Lingkungan
dioptimalkan sebagai sarana untuk sampai pada Allah swt. Lingkungan sebagai
sarana mengingat Allah, karena segala yang ada di bumi temasuk didalamnya
lingkungan merupakan ciptaan Allah swt yang merupakan manifestasi Allah
swt. Dengan kesadaran ini, seseorang akan memperlakukan lingkungan dengan
arif dan bijaksana, melihat alam sebagai partner bukan musuh. Semua unsur
lingkungan memiliki nilai dan manfaat sehingga menuntut kita untuk berbuat
baik kepada lingkungan.52
Tauhid tidak dapat dipisahkan dengan aspek lain
yang mendorong manusia mempertanggungjawabkan segala perilakunya.
Manusia dilahirkan sebagai khalifah di muka bumi, maka ia harus mampu
memelihara dan melestarikan lingkungan.53
2. Ibadah
Manusia diciptakan oleh Allah swt itu beribadah kepada-Nya, sebagaimana
firman Allah dalam QS. Al-Dzariyat: 56:
“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku.”
Segala sesuatu dinilai ibadah dengan syarat memulainya dengan niat yang
ikhlas oleh karena itu kegiatan memelihara lingkungan harus dilandasi dengan
tujuan beribadah kepada Allah swt. 54
52
Ahmad Munji. 2014. Tauhid dan Etika Lingkungan. Teologia, 523, 515-539 53
Abdurrahman, Memelihara Lingkungan Dalam Ajaran Islam, h. 76 54
Abdurrahman, Memelihara Lingkungan Dalam Ajaran Islam, h. 76
31
3. Pengetahuan („ilm)
Islam menempatkan ilmu pada tempat yang tinggi dan orang yang berilmu
akan selalu ditinggikan oleh Allah swt. Konsep ilmu yang dimaksud dalam
etika lingkungan Islam yaitu tanda-tanda alam yang harus dikaji dengan
menggunakan ilmu pengetahuan. Sehingga dapat dilakukan pemeliharaan
lingkungan dan pencegahan kerusakan lingkungan dengan perilaku yang
tepat.55
4. Memanfaatkan dan Memelihara
Manusia sebagai khalifah di muka bumi memiliki tanggungjawab untuk
mengolah, memanfaatkan dan melestarikan lingkungan. Pengaturan lingkungan
yang dilakukan manusia akan berpengaruh terhadap masa depan generasi yang
akan datang. 56
5. Amanah dan Keseimbangan
Allah swt telah memberikan informasi spiritual kepada manusia untuk
bersikap ramah terhadap lingkungan. Manusia harus selalu menjaga
lingkungan agar tidak rusak, tercemar bahkan menjadi punah, sebab apa yang
Allah swt berikan kepada manusia semata-mata merupakan suatu amanah.57
Manusia harus memperlakukan lingkungan sebagai amanah dari Allah swt dan
mendayagunakannya dengan seimbang.
6. Keindahan
Dalam kegiatan mengolah, memanfaatkan dan melestarikan lingkungan
manusia harus memperhatikan estetika dan keindahan. Gunung yang hijau, air
laut yang tampak indah membiru dan sungai yang jernih jangan sampai
55
Abdurrahman, Memelihara Lingkungan Dalam Ajaran Islam, h. 77 56
Abdurrahman, Memelihara Lingkungan Dalam Ajaran Islam, h. 78 57
Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan, h. 285
32
terkontaminasi oleh berbagai macam polusi yang dapat merusak dan
membahayakan manusia dan habitat flora dan fauna yang hidup di dalamnya.58
7. Halal dan haram
Lingkungan harus dikontrol oleh dua konsep yaitu halal (menguntungkan)
dan haram (membahayakan). Jika diteliti secara cermat, haram mencakup
segala sesuatu yang bersifat merusak bagi manusia dan lingkungan. Dan segala
sesuatu yang menguntungkan bagi manusia dan lingkungannya tanpa
menimbulkan keburukan adalah halal.59
E. Prinsip Etika Lingkungan
Prinsip etika lingkungan hidup dirumuskan dengan tujuan untuk dapat
dipakai sebagai pegangan dan tuntunan bagi perilaku manusia dalam berhadapan
dengan lingkungan, baik perilaku terhadap lingkungan secara langsung maupun
perilaku terhadap sesama manusia yang berakibat tertentu terhadap lingkungan.
Terdapat sembilan poin dalam prinsip etika lingkungan, yaitu:
1. Sikap hormat terhadap alam atau respect for nature, alam mempunyai hak
untuk dihormati, tidak saja karena kehidupan manusia bergantung pada
alam. Tetapi terutama karena kenyataan bahwa manusia adalah bagian
integral dari alam. Manusia anggota komunitas ekologis. Manusia
merupakan makhluk yang mempunyai kedudukan paling tinggi, mempunyai
kewajiban menghargai hak semua makhluk hidup untuk berada, hidup,
tumbuh, dan berkembang secara alamiah sesuai dengan tujuan penciptanya.
Maka sebagai perwujudan nyata dari penghargaan itu, manusia perlu
memelihara, merawat, menjaga, melindungi, dan melestarikan alam beserta
58
Abdurrahman, Memelihara Lingkungan Dalam Ajaran Islam, h. 78 59
Abdurrahman, Memelihara Lingkungan Dalam Ajaran Islam, h. 78
33
seluruh isinya. Manusia tidak diperbolehkan merusak, menghancurkan, dan
sejenisnya bagi alam beserta seluruh isinya tanpa alasan yang dapat
dibenarkan secara moral.60
2. Tanggungjawab atau moral responsibility for nature, untuk prinsip
tanggungjawab bukan hanya untuk individu tetapi juga secara berkelompok
atau kolektif, untuk setiap orang dituntut untuk bertanggungjawab
memelihara alam semesta ini sebagai milik bersama dan bukan hanya milik
pribadi, maka dari itu rasa tanggungjawab akan muncul dengan sendirinya
dalam diri manusia kendati yang dihadapi merupakan milik bersama bukan
milik pribadi.
3. Solidaritas kosmis atau cosmic solidarity, merupakan sebuah solidaritas
kosmis yang mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan,
menyelamatkan semua kehidupan di alam, solidaritas ini juga mencegah
manusia untuk tidak merusak dan mencemari alam dan seluruh kehidupan
didalamnya, solidaritas kosmis juga berfungsi untuk mengontrol perilaku
manusia dalam batas-batas keseimbangan kosmis, serta mendorong manusia
untuk mengambil kebijakan yang pro-alam, pro-lingkungan atau tidak setuju
jika ada tindakan yang merusak alam.
4. Kasih sayang dan kepedulian terhadap alam atau caring for
nature, merupakan sebuah prinsip moral satu arah artinya tanpa
mengharapkan imbalan atau balasan. Prinsip ini diharapkan untuk semakin
mencintai dan peduli terhadap alam dan manusia semakin berkembang
menjadi manusia yang matang atau sebagai pribadi yang kuat.
60
Tim MKU PLH, Pendidikan Lingkungan Hidup, h. 65
34
5. Tidak merugikan atau no harm, prinsip yang tidak merugikan alam secara
tidak perlu. Bentuk minimal berupa tidak perlu melakukan tindakan yang
merugikan atau mengancam eksistensi makhluk hidup lain di alam semesta.
6. Sederhana dan selaras dengan alam, prinsip ini menekan pada sebuah nilai,
kualitas, cara hidup, dan bukan kekayaan, sarana, dan standar material.
Tidak mengeksploitasi alam secara berlebihan.61
7. Keadilan, prinsip ini lebih ditekankan pada bagaimana manusia harus
berperilaku satu dengan yang lainnya dalam keterkaitan dengan alam
semesta dan bagaimana sistem sosial harus diatur agar berdampak positif
pada kelestarian lingkungan hidup.
8. Demokrasi, prinsip yang sangat terkait dengan hakikat alam yang
memberikan tempat seluas-luasnya bagi sebuah perbedaan dan
keanekaragaman.
9. Integritas moral yaitu prinsip moral yang mengamankan kepentingan publik,
seperti mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan terutama
kepentingan masyarakat. Prinsip integritas moral terutama dimaksudkan
untuk pejabat publik. Dituntut berperilaku sedemikian rupa sebagai orang
yang bersih dan disegani oleh publik karena mempunyai kepedulian yang
tinggi terhadap lingkungan.62
61
Tim MKU PLH, Pendidikan Lingkungan Hidup, h. 66 62
Tim MKU PLH, Pendidikan Lingkungan Hidup, h. 67
35
BAB III
KAJIAN HADIS KEBERSIHAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Secara ideal, agama Islam sebagai landasan ideologis masyarakat muslim,
diyakini memiliki nilai-nilai yang cukup intens dalam permasalahan lingkungan.
Nabi Muhammad saw telah memberi perhatian sangat besar terhadap kebersihan
dan kesehatan lingkungan seperti tanah, udara, cuaca dan air. Beliau telah
meletakkan pedoman dasar lingkungan dan kebersihannya. Hal itu mendahului
deklarasi maupun komitmen-komitmen kebersihan lingkungan berbagai
organisasi dunia dan juga pesan-pesan sebagai riset ilmiah modern mengenai
tekanan terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Beberapa poin
pedoman dasar yang diajarkan Nabi saw antara lain:
1. Tidak mengotori sumber-sumber air.
2. Membersihkan halaman dan rumah.
3. Menghilangkan halangan yang merintangi atau mengusik pengguna jalan,
pasar dan tempat umum lainnya.
4. Mengharamkan memotong pohon dan tanaman di tempat-tempat umum.
Terdapat beberapa hadis Rasulullah saw yang berbicara mengenai
lingkungan, baik dengan ungkapan langsung, tidak langsung, ataupun dengan
contoh kasus yang bermuatan ekologis.
A. Hadis Kebersihan Air
Air adalah asal kehidupan dan menjaga sumber-sumbernya adalah
kewajiban, karena air yang tercemar dapat menyebabkan tersebarnya berbagai
penyakit. Islam sungguh-sungguh menganjurkan agar tidak mengotori air, karena
36
air merupakan salah satu sumber kebutuhan pokok manusia.1 Oleh karena itu
Islam melarang membuang kotoran, najis dan kencing ke dalam air. Sebagaimana
sabda Rasulullah saw:
ز م ر ى ن ب ن ح الر د ب ع ن أ :اد ن و الز ب ا أ ن ر ب خ أ :ال ق ب ي ع ا ش ن ر ب خ أ :ال ق ان م و الي ب ا أ ن ث د ح ال ي بولن أحدكم عليو وسل م الل صل ى لل ال و س ر ع س و ن أ 2ة ر ي ر ا ى ب أ ع س و ن أ و ث د ح ج ر ع ال
ائم 3و ي ف ل س ت غ ي ث ال ذي ال يري ف الماء الد Dari Abi Hurairah ra dari Nabi saw: “Janganlah kalian kencing pada
tempat air tenang yang tidak mengalir kemudian mandi di dalamnya”.
(HR. Bukhari)
1. Takhrīj al-Hadīts
Secara etimologi takhrīj berasal dari kata يرج -خر ج yang artinya
mengeluarkan, menampakkan dan menyelesaikan. Sedangkan takhrīj
secara terminologi yaitu mencari atau mengeluarkan hadis dari
persembunyiannya yang terdapat dalam kitab induk hadis.4
Sebagaimana telah disinggung pada bab sebelumnya bahwa
metode takhrīj al-hadīts dalam penelitian ini menggunakan tiga metode
yaitu menggunakan kitab Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-
Nabawiyyah, Miftāh al-Kunūz al-Sunnah dan Mausu‟ah Atraf al-Hadīts
al-Nabawiyyah al-Syarīf .
1 Abdul Basith Muhammad Sayyid, Rasulullah Sang Dokter, (Solo: Tiga Serangkai, 2006),
h. 81 2 Hadis ini bersambung sanadnya sampai kepada Rasulullah saw dan dilihat dari kuantitas
rawi tergolong dalam hadis ahad yakni hadis aziz (hadis yang diriwayatkan oleh dua orang perawi
pada seluruh tingkatan (tabaqat) sanad atau walaupun dalam satu tingkatan sanad saja). 3 Abū Abdullāh Muhammad bin Ismā‟īl bin Ibrāhīm bin al-Mughīrah al-Bukhārī, Sahīh al-
Bukhārī, (Riyad: Maktabah al-Rasyad, 2006), h. 40-41 4 Bustamin, Dasar-Dasar Ilmu Hadis, Jakarta: Ushul Press, 2009), h. 180
37
Setelah penulis menelusuri hadis kebersihan sumber air dengan
menggunakan tiga metode tersebut maka data yang diperoleh adalah
sebagai berikut:5
Pertama, melalui kitab Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts
al-Nabawiyyah dengan menelusuri kata ال ب dan غتسل ي :
Mu’jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah
ال ب 6 1. Sahīh al-Bukhārī kitāb al-wudhu bab 68
2. Sahīh Muslim kitāb al-tahārah bab 94-96
3. Sunan Abū Dāwud kitāb al-tahārah bab 36
4. Sunan al-Tirmidzī kitāb al-tahārah bab 51
5. Sunan al-Nasā‟ī kitāb al-tahārah bab 45
6. Sunan Ibnu Mājah kitāb al-tahārah bab 25
خ: وضوء -م: طهارة د: طهارة
ت: : طهارة ن: : طهارة
مج: : طهارة
7غتسل ي 1. Sahīh al-Bukhārī kitāb al-wudhu bab 68
2. Sahīh Muslim kitāb al-tahārah bab 98
3. Sunan Abū Dāwud kitāb al-tahārah bab 36
4. Sunan al-Tirmidzī kitāb al-tahārah bab 51
5. Sunan al-Nasā‟ī kitāb al-tahārah bab 45, 139,
kitāb ghuslun bab 1
خ: وضوء م: طهارة د: طهارة
ت: طهارة , غسل ,ن: طهارة
5 Lampiran 1, h. 71-74
6 A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah, v.1 (Madinah:
Maktabah Bril, 1936), h. 233 7 A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah, v.4, h. 506
38
Kedua, melalui kitab Miftāh al-Kunūz al-Sunnah melalui tema البول :
Miftāh al-Kunūz al-Sunnah
8فيو ال ي بولن أحدكم ف الماء الراكد و ي غتسل البول: 1. Sunan Abū Dāwud, kitab 1 bab 15
2. Sunan al-Tirmidzī, kitab 1 bab 51
3. Sunan al-Nasā‟ī, kitab 1 bab 31, 139, kitab 4
bab 1
4. Sunan Ibnu Mājah, kitab 1 bab 12
ب ك -بد ب ك -تر
ب , ك , ب ك -نس
ب ك -مج
Ketiga melalui kitab Mausu‟ah Atraf al-Hadīts al-Nabawiyyah al-
Syarīf yaitu melalui awal kata pada matan hadis:
Mausu’ah Atraf al-Hadīts al-Nabawiyyah al-Syarīf
ائم ال ي بولن أحدكم ف الماء 9 و ن م ل س ت غ ي ال و الد Sunan Abū Dāwud, hadis ke 70 د-
2. Fiqh al-Hadīts
Fiqh al-hadīts terdiri dari dua kata yaitu fiqh dan al-hadīts. Kata fiqh
berasal dari kata fiqhun yang secara etimologi (bahasa) berarti mengerti dan
memahami juga diartikan pengetahuan, pemahaman atau pengertian.
Sedangkan kata al-hadīts secara etimologi (bahasa) berarti baru dan berita.
Adapun secara terminologi (istilah) al-hadīts adalah sesuatu yang
diriwayatkan Nabi Muhammad saw. Sebelum dan setelah kenabian, baik itu
8 A.J. Wensinck, Miftāh al-Kunūz al-Sunnah, (Lahore: Idarah Tarjaman Al-Sunnah, 1978),
h. 83 9 Abu Hājir Muhammad al-Sa‟id Bin Basyuni Zaghlul, Mausu‟ah Atraf al-Hadīts al-
Nabawiyyah al-Syarīf, v. 7 (Beirut: Dar al-Kitab al-„Ilmiyyah, t.t), h. 325
39
perkataan, perbuatan, ketetapan, dan sifat beliau.10
Dengan demikian, maka
fiqh al-hadīts dapat dikatakan sebagai salah satu aspek ilmu hadis yang
mempelajari dan berupaya memahami hadis-hadis Nabi dengan baik.11
Hadis diatas menunjukan kemuliaan dan keluhuran syariat Islam dari
sisi kebersihan dan usahanya menjauhi kotoran serta mengingatkan orang-
orang terhadap sesuatu yang dapat membahayakan badan, agama, dan akhlak
mereka. Hadis diatas juga memberi gambaran tentang universalitas Islam.
Islam tidak membiarkan suatu kebaikan kecuali mengajak melakukannya dan
tidak pula membiarkan keburukan kecuali mengajak meninggalkannya.
Termasuk kaitannya dengan tempat-tempat tersebut, Islam menerangkan
kepada manusia tempat buang air yang selayaknya dan tempat-tempat yang
harus dijauhi mereka.12
Adapun yang dimaksud air yang tak mengalir ialah air atau sungai
yang mungkin masih dipakai atau mengenai orang lainnya. Tentu saja,
biarpun air sungai itu mengalir tetapi air limbah tersebut mengenai orang lain,
maka najis, polusi, dan bahayanya akan mengancam kesehatan dan kesucian
jasmani. Sementara diketahui air dan fungsinya adalah bersih dan
membersihkan.13
Hadis diatas menunjukkan tentang larangan buang hajat di air tenang
seperti kolam dan semisalnya. Larangan ini menunjukkan hukum makruh
tahrim melakukannya. Menurut al-Nawawi, pemahaman hadis secara
10
Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005), h.
22 11
M. Taberani, Pengertian Fiqh al-Hadīts, 2016, artikel diakses pada 9 Agustus 2017 dari
idr.iain-antasari.ac.id/5606/5/BAB%20II.pdf 12
Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam, Syarah Bulughul Maram, vol. I (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2010), h. 350 13
Abujamin Rohan, Peranan Masjid Pada Lingkungan Hidup (Jakarta: Media Da‟wah,
1998), h. 63-64
40
tekstual, maka dapat diambil masalah yakni tidak apa-apa jika buang hajat di
air yang banyak dan mengalir. Akan tetapi yang lebih utama adalah
menjauhinya meskipun air itu sedikit dan mengalir. Al-Nawawi
menambahkan, jika ada air banyak dan tenang sebagian ulama ada yang
memakruhkan dan tidak mengharamkan meskipun sebagian lain berpendapat
haram.
Menurut ahli Usūl, bentuk nahi atau larangan menuntut kepada
keharaman dan didalamnya terdapat alasan yaitu perbuatan tersebut dapat
mengotori dan boleh jadi membuat air itu menjadi najis. Apabila air itu
sedikit dan tenang para ulama mutlak mengharamkan buang hajat di
dalamnya karena dapat membuat air suci tersebut berubah menjadi najis
sehingga tidak dapat digunakan lagi.14
Larangan membuang hajat di air yang tidak mengalir, meskipun air
tersebut banyak, karena hal tersebut merusak air untuk dirinya dan orang lain.
Serta makruhnya buang air besar di air yang tidak mengalir lebih berat karena
dianggap sebagai perbuatan yang jorok dan menjijikkan. Dikatakan, adapun
di waktu malam larangannya lebih kuat karena itu merupakan tempat
kembalinya (tempat tinggal) jin.15
Para ulama fikih berpendapat mengenai membuang hajat di air yang
tidak mengalir:
a. Madzhab Hanafi, buang air di air yang sedikit dan tidak mengalir itu
haram hukumnya. Jika air itu banyak maka hukumnya makruh tahrim
14
An-Nawawi, Shahih Muslim Bisyrh al-Nawawi, vol. 3, (Beirut: Darl al-Fikr, 1981), h.
178-179 15
Imam an-Nawawi, Syarah Ringkas Riyadhus Shalihin, v.2, (Jakarta: Pustaka as-Sunnah,
2013), h. 873-874
41
dengan pengertian bahwa keharamannya itu lebih ringan karena
banyaknya air tersebut. Sedangan apabila air itu mengalir, maka
buang air di tempat itu hukumnya makruh tanzih kecuali apabila air
itu milik orang lain dan ia tidak mengizinkan kencing di dalamnya,
maka kencing di dalamnya itu haram walaupun air itu banyak.16
b. Madzhab Maliki berpendapat bahwa buang air (berhajat) di dalam air
yang tidak mengalir itu haram yaitu apabila air itu hanya sedikit. Akan
tetapi, jika air itu banyak seperti air yang berada di danau, taman yang
besar atau kolam-kolam yang luas maka hukumnya tidak haram,
kecuali jika air itu milik orang lain dan ia tidak mengizinkan untuk
dipakai. Dengan demikian, buang air di tempat tersebut haram
hukumnya. 17
c. Madzhab Syafi‟i berpendapat bahwa buang air (berhajat) di air itu
tidak haram hukumnya, baik air tersebut sedikit ataupun banyak, akan
tetapi hanya dimakruhkan saja, kecuali apabila air itu milik orang lain
dan ia tidak mengizinkan untuk digunakan atau air itu dialirkan akan
tetapi tidak banyak, maka dalam kedua hal tersebut hukumnya adalah
haram. Hanya saja mereka membedakan antara siang dan malam
dalam kemakruhannya. Mereka mengatakan bahwa berhajat di waktu
siang di air yang sedikit hukumnya adalah makruh. Tidak ada
perbedaan apakah air itu tergenang atau mengalir. Sedangkan di waktu
16
Al Juzairi, Fiqh Empat Madzhab, Penerjemah Chatibul Umam dan Abu Hurairah. v. 1,
(Jakarta: Darul Ulum Press, 1996), h.201 17
Al Juzairi, Fiqh Empat Madzhab, Penerjemah Chatibul Umam dan Abu Hurairah. v. 1,
h.200
42
malam, mereka berpendapat bahwa kencing di air itu makruh, baik air
itu sedikit ataupun banyak.18
d. Madzhab Hanbali mengatakan bahwa buang air besar di air tenang
atau yang mengalir itu haram hukumnya, baik air itu sedikit maupun
banyak, kecuali air laut. Adapun buang air kecil di air yang tergenang
hukumnya makruh dan tidak haram serta tidak dimakruhkan kencing
di air sedikit yang mengalir.19
Air adalah sarana utama untuk kebersihan dan kesucian. Salah satu
manfaat dan kegunaan air adalah sarana untuk bersuci dan membersihkan
diri lahir dan batin. Bagi manusia pada umumnya, air digunakan untuk
mencuci, memasak, mandi dan lainnya. Secara lahir, penggunaan air
memiliki korelasi dengan tata cara ibadah (batin) lain seperti al-ghuslu
(mandi), berwudhu bahkan al-khala‟ (WC), sebagaimana firman Allah swt:
dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan
kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-
gangguan syaitan (QS. Al-Anfal: 11)20
18
Al Juzairi, Fiqh Empat Madzhab, Penerjemah Chatibul Umam dan Abu Hurairah. v. 1,
h.202 19
Al Juzairi, Fiqh Empat Madzhab, Penerjemah Chatibul Umam dan Abu Hurairah. v. 1, h.
201 20
Disebutkan bahwa tujuan Allah swt menurunkan hujan dari langit pada waktu perang
Badar, untuk memberikan kemungkinan kaum muslim agar mereka dapat bersuci dari hadas dan
junub, sehingga mereka dapat beribadah dalam keadaan suci lahir dan batin. (Kementrian Agama
RI, Tafsir al-Qur‟an Tematik: Kesehatan Dalam Perspektif Al-Qur‟an, (Jakarta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2012), h.319. Quraish Shihab menafsirkan Dia menurunkan
kamu hujan dari langit sehingga kamu dapat memenuhi kebutuhan minum kamu di padang pasir,
dan untuk menyucikan kamu dengannya yakni dengan menggunakannya untuk berwudhu atau
mandi wajib dan sunnah, dan juga hujan itu menghilangkan dari kamu kotoran yang dilakukan
setan yakni hadas besar. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, v.5 (Jakarta: Penerbit Lentera Hati,
2002), h. 393
43
3. Perspektif Ilmu Kesehatan
Air yang diperuntukan bagi kebutuhan konsumsi manusia harus
berasal dari sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan air yang bersih
dan aman tersebut, antara lain bebas dari kontaminasi kuman atau bibit
penyakit, bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun, tidak
berasa dan berbau, memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO
(World Health Organization) dan Departemen Kesehatan RI, air dinyatakan
tercemar bila mengandung bibit penyakit, parasit, bahan-bahan kimia dan
sampah.21
Ternyata sabda Nabi saw mengenai larangan membuang hajat pada
sumber air memiliki fakta ilmiah, kebanyakan wabah seperti kolera22
,
thypoied23
, poliomyelitis24
, infeksi pada usus besar, kebanyakan menularnya
melalui air dan hidup di dalamnya. Sedangkan bakteri penyakit kuning
berpindah melalui air kencing yang masuk ke dalam air dan berkembang
biak di dalamnya kemudian menular lagi kepada orang yang mandi atau
minum darinya. Adapun ankylostoma25
, ia berkembang melalui tinja dan
hidup di dalam tanah kemudian menular pada manusia yang sehat. Teori
ilmiah menetapkan bahwa pada umumnya bakteri dan telur cacing tidak
mampu hidup lama atau berkembang biak pada air yang mengalir seperti
21
Budiman Chandra, Kesehatan Lingkungan (Jakarta: EGC, 2006), h 40 22
Kolera yaitu penyakit akibat bakteri yang biasanya menyebar melalui air yang
terkontaminasi. Penyakit ini dapat menyebabjan dehidrasi dari diare yang parah 23
Thypoi yaitu Infeksi sistemik akut yang disebabkan salmonella Thypi, atau dapat disebetu
juga suatu penyakit infeksi usus halus 24
Yaitu penyakit lumpuh akibat virus 25
Cacing tambang
44
sungai. Adapun air yang tergenang atau tidak mengalir seperti sumur akan
menjadi pusat berkembang biaknya bakteri secara baik.26
Menurut Mahmud Ahmad Nadjib, orang Islam janganlah buang hajat
di tempat-tempat sumber air dan yang tergenang. Hal ini mencegah
penyebaran penyakit bilharziasis (schistosomiasis) yang menyebabkan
kanker kandung kemih. Kerusakan hati berjangkit karena bilharziasis yang
mengakibatkan pembengkakan hati, limpa dan bisa menjadi kanker hati,
demikian pula wabah korela dan radang hati.27
Pada hakikatnya, air adalah kekayaan yang mahal dan berharga. Akan
tetapi, karena Allah menyediakannya di laut, sungai, bahkan hujan secara
gratis, dan kondisi air dapat terjadi secara tetap karena adanya proses
hidrologi, maka manusia seringkali tidak menghargai air sebagaimana
mestinya. Kegiatan industri, pertanian, tronsportasi, energi, dan pemukiman,
yang membuang limbahnya ke sungai, tanah dan laut, menyebabkan
meningkatnya kadar pencemaran air. Jika sebelumnya air yang mengalir di
sungai-sungai ataupun danau-danau aman untuk dikonsumsi, sekarang
manusiapun enggan dan khawatir untuk mengkonsumsinya, sehingga air
bersih semakin lama terasa semakin berkurang.28
Rasulullah saw menasehati agar tidak membuang hajat dalam air yang
tergenang. Tindakan ini menyerupai apa yang kita kenal sekarang sebagai
26
Ahmad Syauqi Al-Fanjari, Nilai Kesehatan Dalam Syariat Islam, (Jakarta: BUMI
AKSARA, 1996), h. 27-29 27
Mahmud Ahmad Nadjib, Pemeliharaan Kesehatan dalam Islam (Jakarta: CV: Pustaka
Mantiq, 1994) cet. IV, h. 63 28
Maizer Said Nahdi dan Aziz Ghufron, “Etika Lingkungan Dalam perspektif Yusuf
Qardhawi”, (jurnal al-Jami‟ah vol. 44 No, 1, 2006) , h. 16
45
sanitasi29
atau kesehatan lingkungan yang berpangkal dari kebersihan
rumah.30
B. Hadis Menjaga Kebersihan Tempat Umum
Tempat umum atau tempat-tempat yang biasa dikunjungi dan dimanfaatkan
oleh masyarakat umum merupakan milik bersama bukan milik pribadi sehingga
kewajiban untuk menjaga kebersihan dan kelestariaannya merupakan tanggung
jawab bersama. Rasullullah saw bersabda:
بن سعيد أن أت وحديثو حفص أبو الط اب بن وعمر الر ملي سويد بن ق اإسح ث ناحد ث هم الكم ثن يزيد بن نافع أخب رنا قال حد وة حد ثو الميي سعيد أبا أن شريح بن حي حد
ف الب راز الث لثة الملعن ات قوا وسل م عليو الل صل ى الل رسول قال قال 31جبل بن معاذ عن 32.والظل الط ريق وقارعة الموارد
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Suwaid al-Ramliy dan Umar bin
Khaththāb dan hadisnya lebih sempurna; bahwasannya Sa‟īd bin al-Hakam
menceritakan kepada mereka, katanya: Nāfi‟ bin Yazīd mencerita kepada
kami. Haywah bin Syuraih tela menceritakan kepadaku bahwa Abā Sa‟īd al-
Himyariy menceritakannya dari Mu‟ādz bin Jabal, seraya berkata:
Rasulullah saw bersabda: “Takutlah kamu dengan tiga hal terkutuk, yaitu
buang hajat pada sumber air, tempat berlalunya manusia dan pada tempat
berteduh” (HR. Abū Dāwud).
1. Takhrīj al-Hadīts
Dari matan hadis di atas, penulis menelusuri hadis menjaga
kebersihan tempat umum melalui kitab Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-
29
Sanitasi adalah pencegahan penyakit dengan menghilangkan atau mengendalikan faktor-
faktor lingkungan yang membentuk mata rantai penularan penyakit, atau dapat dipahami juga
dengan pengendalian semua faktor lingkungan dalam lingkungan fisik manusia yang dapat
menimbulkan dampak buruk terhadap perkembangan fisik, kesehatan dan daya hidup manusia.
Eryati Darwin, dkk, Etika Profesi Kesehatan, (Yogyakarta: Deepublish, 2014), h. 109 30
Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h.
292 31
Hadis ini bersambung sampai kepada Rasulullah saw dan dilihat dari kuantitas rawi
tergolong dalam hadis Ahad yakni hadis gharib (hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi
pada seluruh tingkatan (tabaqat) sanad atau walaupun dalam satu tingkatan sanad saja). 32
Abī Dāwud Sulaimān bin al-Asy‟ats, Sunan Abī Dāwud, (Riyadh: Bait al-Afkar), h. 28.
46
Hadīts al-Nabawiyyah dan Mausu‟ah Atraf al-Hadīts al-Nabawiyyah al-
Syarīf maka ditemukan data sebagai berikut:
33
Mu’jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah
34 وقى1. Sahīh Muslim kitāb al-tahārah bab 68
2. Sunan Abū Dāwud kitāb al-tahārah bab 47
3. Sunan Ibnu Mājah kitāb al-tahārah bab 24
م: طهارة د: طهارة
طهارة : جو الب راز35
1. Sunan Abū Dāwud kitāb al-tahārah bab 47
2. Sunan Ibnu Mājah kitāb al-tahārah bab 24 د: طهارة
طهارة :جو
لعن36 1. Sunan Abū Dāwud kitāb al-tahārah bab 47
2. Sunan Ibnu Mājah kitāb al-tahārah bab 24 د: طهارة
طهارة :جو
Mausu’ah Atraf al-Hadīts al-Nabawiyyah al-Syarīf
37طريق الناساللعنني, الذي يتخلى ف ات قوا Sunan Abī Dāwud, hadis ke 58 د-
2. Fiqh al-Hadīts
Hadis diatas juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Sahih Muslim
dengan matan sebagai berikut:
ث نا عا عن إساعيل بن جعفر. قال ابن أيوب: حد ي يي بن أي وب و ق ت يبة وابن حجر. جث نا وسل م عليو الل صل ى الل رسول إساعيل. أخب رن العلء عن أبيو عن أب ىري رة: أن حد
33
Lampiran 2, h.77-78 34
AJ. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah, v. 7, h. 298 35
AJ. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah, v. 1, h. 170 36
AJ. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah, v.6, h. 129 37
Abu Hājir Muhammad al-Sa‟id Bin Basyuni Zaghlul, Mausu‟ah Atraf al-Hadīts al-
Nabawiyyah al-Syarīf, v. 1, h. 161
47
( ات قوا)قال الل و؟ قال )ال ذى ي تخل ى ف الط ريق الن اس اللع انان يا رسول قالوا: وما اللع ان ني 38أو ف ظلهم.
Telah menceritakan kepada kam Yahya bin Ayub dan Qutaibah dan
Ibnu Hujrin. Semuanya dari Ismail bin Ja‟far. Ibnu Ayub berkata: telah
menceritakan kepada kami Ismail, telah mengabarkan kepadaku al-
Mula‟ dari Ayahnya dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah saw
bersabda: “Takutlah kamu dengan dua hal terkutuk, mereka berkata:
Apa dua hal terkutuk tersebut ya Rasulullah?, Rasulullah menjawab
yaitu orang yang buang hajat di tempat berlalunya manusia dan pada
tempat berteduh”.
Dilihat dari matan hadis mengenai kebersihan tempat umum terdapat
perbedaan antara periwayatan Abu Dawud dan Imam Muslim. Pada kedua
hadis diatas terjadi perbedaan mengenai hal-hal yang terkutuk, dalam
periwayatan Abu Dawud disebutkan الث لثة( الملعن ات قوا ) terdapat tiga hal yang
terkutuk yaitu buang hajat pada sumber air, tempat berlalunya manusia dan
pada tempat berteduh, sedangkan dalam periwayat Imam Muslim hanya
disebutkan dua hal terkutuk اللع ان ني( )ات قوا yaitu buang hajat di tempat
berlalunya manusia dan pada tempat berteduh.
Meskipun terlihat berbeda, dua hadis diatas tidaklah tergolong dalam
hadis yang kontradiktif (mukhtalif) karena hadis periwayatan Abū Dāwud
dan Imam Muslim memiliki makna yang sama. sebagaimana diketahui
bahwa yang dimaksud hadis kontradiktif yaitu hadis yang bertentangan
maknanya antara satu dan lainnya.39
38
Abū al-Husain Muslim bin al-Hajjāj, Sahīh Muslim, h. 226 39
Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis, (Jakarta: AMZAH, 2014), h.
195
48
ت قواا اللعنني (takutlah kalian pada dua hal yang dilaknat). Al-Hafidz
al-Khaththib berkata, “Beliau menghendaki dua hal yang menimbulkan
laknat, yang membawa manusia kepada laknat itu, dan menyeru mereka
kepada laknat. Orang yang melakukan keduanya akan mendapatkan laknat
dan cacian”. Yakni secara adat manusia pasti melaknat yang demikian itu.
Ketika dua hal itu menjadi sebab munculnya laknat, maka perbuatan itu
dihubungkan kepada laknat dan kedua perbuatan itu seakan-akan menjadi
pelaknat.40
Dengan kata lain, laknat disandarkan kepada keduanya sebagai
sebuah majaz aqli. Kadang-kadang pelaknat artinya adalah yang dilaknat,
fā‟il (subjek) yang artinya maf‟ūl (objek). Sebagaimana ungkapan mereka: مر
.(telah berlalu orang yang dikekang) مر مكتوم yang artinya adalah كات
Dengan demikian maka aslinya adalah: مللعون فاعلوإتقوا المرين ا (jauhilah oleh
kalian dua perkara yang terlaknat pelaku keduanya). الذي يتخلى ف طريق الناس
(orang yang buang hajat di tengah jalan orang banyak), dengan kata lain:
buang air besar atau buang air kecil di tempat berlalunya orang banyak. Di
dalam kitab at-Tawassuth syarh Sunan Abi Daud, ia berkata, “yang
dimaksud dengan التخلى adalah menyendiri untuk buang hajat, baik air besar
maupun air kecil, karena najis dan kotor ada pada kedua perbuatan itu”.
Maka tidak sah tafsir al-Nawawi; bahwa hal itu adalah buang air besar. Jika
itu benar maka buang air kecil ditambahkan kepadanya dengan landasan
40
Abu Ath-Thayib Muhammad Syamsul Haq Al Azhim Abadi, Aunul Ma‟bud: Syarh
Sunan Abu Dawud, Penerjemah Asmuni. v. 1, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 72
49
qiyas. Yang dimaksud dengan jalan adalah jalan yang digunakan untuk
berlalu dan bukan jalan yang jarang dilalui.41 (hal-hal yang terlaknat) لعنامل
adalah bentuk jamak dari kata ملعنة yang artinya tempat laknat berada.
داملوار (sumber-sumber air). Yang dimaksud sumber-sumber adalah
aliran-aliran dan jalur-jalur menuju ke tempat air.
dengan kata lain, tempat (atau di tempat berteduh mereka) أو ظلهم
berteduh orang banyak yang digunakan untuk tiduran dan persinggahan
dimana mereka singgah dan duduk di dalamnya, dan bukan setiap keteduhan
haram untuk buang hajat di bawah serumpun pohon. Dan tidak diragukan
bahwa rumpun pohon pasti memiliki keteduhan. Hadis ini menunjukkan
pengharaman buang hajat di tengah jalan orang banyak atau di bawah
tempat teduh mereka, karena perbuatan yang demikian itu menyakiti kaum
muslimin dengan meletakkan najis dan sesuatu yang menjijikkan.42
di) والظل
bawah naungan), dengan kata lain: keteduhan di bawah pohon rindang dan
lain-lain sebagaimana telah disebutkan di muka.43
al-Khaththabi dan
selainnya dari kalangan ulama berkata bahwa yang dimaksud dengan الظل
adalah tempat yang dijadikan manusia untuk berteduh, tempat singgah dan
tempat mengistirahatkan unta, atau tempat berkumpul. Dalam hal ini, bukan
41
Abu Ath-Thayib Muhammad Syamsul Haq Al Azhim Abadi, Aunul Ma‟bud: Syarh
Sunan Abu Dawud, v. 1, h. 73 42
Abu Ath-Thayib Muhammad Syamsul Haq Al Azhim Abadi, Aunul Ma‟bud: Syarh
Sunan Abu Dawud, h. 73 43
Abu Ath-Thayib Muhammad Syamsul Haq Al Azhim Abadi, Aunul Ma‟bud: Syarh
Sunan Abu Dawud, h. 74-75
50
berarti setiap tempat berteduh diharamkan untuk buang air dibawahnya,
sabda Nabi saw juga pernah melakukan buang air di bawah pohon kurma.
Yusuf al-Qardhawi berpendapat bahwa Rasulullah saw telah
menghimbau agar jangan sekali-kali melakukan perbuatan yang biasanya
dikerjakan oleh orang-orang bodoh, orang-orang yang tidak
memperhitungkan akibatnya. Kebiasaan mereka ini merupakan penyakit
menular yang berbahaya dan merupakan fenomena yang dapat mencemari
lingkungan dan perbuatan tersebut bertentangan dengan cita rasa yang sehat
dan tidak mencerminkan ciri-ciri manusia maju. Diantara perbuatan-
perbuatan itu ialah kencing dalam air –khususnya air yang keruh- dalam
tempat mandi, buang air di tempat teduh, di jalan tempat orang lewat atau di
sumber tempat mengalirnya air, Rasulullah menyebut hal ini sebagai “Tiga
perbuatan yang dilaknat”. Ketiganya dapat mendatangkan laknat Allah,
para malaikat dan laknat orang-orang saleh.44
Jumhur ulama memahami larangan ini sebagai penyucian diri, dan
dikatakan pula harus diharamkan karena hal itu mengganggu kaum muslim.
Secara zahir hadis tentang larangan buang hajat sembarangan telah jelas
pengharamannya. Akan tetapi kita mengatakan bahwa itu termasuk dosa-
dosa besar karena adanya laknat bagi pelakunya.45
Menurut Ahmad Syauqi al-Fanjari, maksud dari sumber air adalah
mata air, sungai dan sumur, termasuk juga air laut yang sering digunakan
untuk memenuhi kebutuhan hidup walaupun hanya untuk mencuci. Dan
44
Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban: Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan.
Penerjemah Faizah Firdaus, (Surabaya: dunia ilmu, 1997), h. 193 45
Imam an-Nawawi, Syarah Ringkas Riyadhus Shalihin, v.2, h. 872
51
yang dimaksud dengan tempat berteduh pada masa sekarang adalah tembok
rumah, trotoar, dan di bawah pohon.46
Bagian dari cinta kebersihan adalah menghilangkan berbagai halangan
dan rintangan di jalan. Menjaga kebersihan tempat yang banyak dilalui
orang sangat penting karena jika saja tempat itu kotor dan menjadi sarang
penyakit, maka akan sangat mudah menular pada banyak orang dalam
waktu yang bersamaan.
Tentang kebersihan jalan, Islam menjamin orang-orang yang
menggunakan jalan memperoleh keselamatan, kenyamanan dan
ketentraman. Oleh karena itu bagi orang yang menyingkirkan suatu kotoran
yang mengganggu para pengguna jalan maka balasan baginya seperti
balasan orang yang bersedekah. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
ث نا يي بن يي قال ق رأت على مالك عن سي عن أب صالح عن أب ىري رة أن حد نما رجل يشي بطريق و الل صل ى الل رسول جد غصن شوك على عليو وسل م قال ب ي
47لو ف غفر لو الل الط ريق فأخ ره فشكر Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata; saya
bacakan di hadapan Malik; dari Sumaiy dari Abu Shalih dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Ketika laki-laki sedang berjalan dan menemukan ranting berduri di
tengah jalan, kemudian dia menyingkirkan ranting tersebut hingga
Allah pun bersyukur kepadanya lalu mengampuni dosa-dosanya”.
(HR. Muslim) 48
46
Ahmad Syauqi Al-Fanjari, Nilai Kesehatan Dalam Syariat Islam, h. 32 47
Abī al-Husain Muslim bin al-Hajjāj, Sahīh Muslim, h. 1521 48
Hadis di atas menjelaskan keutamaan menghilangkan hal-hal yang berbahaya dari jalan,
baik berupa pohon yang membahayakan, menghilangkan duri dan paku, menyingkirkan batu,
kotoran, bangkai dan lainnya. Menyingkirkan hal-hal berbahaya ini dari jalan termasuk salah satu
cabang-cabang keimanan. Hadis ini juga mengingatkan kembali akan keutamaan melakukan hal-
hal yang bermanfaat bagi kaum muslimin, dan menghilangkan hal-hal yang dapat membahayakan
kaum muslimin. Imam an-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, v. 11 (Jakarta: Darus Sunnah, 2014),
h. 771
52
3. Perspektif Ilmu Kesehatan
Untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat serta tempat umum
yang bersih, indah dan nyaman perlu adanya penanganan sampah yang serius di
jalan-jalan, tempat-tempat umum dan ruang terbuka hijau sehingga
pengendalian kebersihan dan keindahan lingkungan dapat terlaksana dengan
efektif. Sehingga tidak mengganggu kesehatan masyarakat, seperti polusi
(baik polusi air dan udara) lingkungan kotor, kumuh, limbah (baik limbah
pabrik, rumah tangga). Untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat,
indah dan nyaman tentu perlu kepedulian semua pihak mulai dari masyarakat
hingga Pemerintah Daerah.
Dalam ilmu pencegahan penyakit (preventif disease) dan ilmu
pengetahuan alam diketahui bahwa membiarkan lingkungan kotor atau tidak
membersihkannya dari najis, kotoran atau semua perantara yang
menyebabkan penyebaran wabah, tentu akan memberi dampak buruk yang
sangat besar terhadap manusia.49
Sekitar 55% sumber penularan penyakit demam berdarah terjadi di
tempat-tempat umum, oleh karena itu tempat-tempat umum perlu menjadi
perhatian utama dalam pemberantasan penyakit. Terjadinya penyakit-
penyakit tersebut disebabkan lingkungan yang buruk dan perilaku yang
tidak sehat seperti tidak menggunakan air bersih, membuang sampah
sembarangan, membiarkan air tergenang dan kebiasaan merokok di tempat
49
Mahir Hasan Mahmud, Terapi Air: Keampuhan Air dalam Mengatasi Aneka Penyakit
Berdasarkan Wahyu dan Sains, (jakarta: Qultum Media, 2008), h. 58-59
53
umum. Kondisi lingkungan yang buruk dan perilaku yang tidak sehat di
tempat-tempat umum dapat menimbulkan berbagai penyakit.50
C. Hadis Kebersihan Rumah
Rumah merupakan tempat tinggal, tempat berteduh, beristirahat dan
berkumpul bersama keluarga. Oleh karena itu kebersihan dan kesehatan
lingkungan sekitar rumah tidak boleh diabaikan begitu saja, karena lingkungan
rumah yang kotor dapat mengganggu dan menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
Rasulullah saw bersabda:
ث نا خالد ب ث نا أبو عامر العقدي حد د بن بش ار حد ث نا مم اس يإلياس , و ي قال : ابن إ ن حد عت سعيد بن املسي ب عن صالح ابن أب حس ان قال و طيب يب الط يب قول إن الل ي 51س
هوا ، نظيف يب الن ظافة ، كرمي يب الكرم ، جواد يب اجلود ، ف نظفوا أفنيتكم وال تشب 52 بالي هود
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyār, telah
menceritakan kepada kami Abu „Āmir al-„Aqadiy, telah menceritakan
kepada kami Khālid bin Ilyās, dan dia berkata; Ibnu Ibās dari Sālih ibnu Abi
Hassān berkata, aku telah mendengar Sa‟id bin al-Musayyab berkata:
Sesunguhnya Allah itu baik, menyukai sesuatu yang baik, Allah itu suci
(bersih) dan menyukai sesuatu yang bersih, Allah itu mulia dan menyukai
kemuliaan, Allah itu penderma dan menyukai kedermawanan maka
50
Dinas Kesehatan Provinsi Bali, PHBS di Tempat Umum, artikel diakses pada Rabu, 23
Agustus 2017 dari http://www.diskes.baliprov.go.id/id/PERILAKU-HIDUP-BERSIH-DAN-
SEHAT--PHBS--DI-TEMPAT-TEMPAT-UMUM 51
Hadis ini diriwayatkan hanya sampai pada tingkatan tabi‟in (Maqthu‟) dan dilihat dari
kuantitas rawi tergolong dalam hadis ahad yakni hadis gharib (hadis yang diriwayatkan oleh
seorang perawi pada seluruh tingkatan (tabaqat) sanad atau walaupun dalam satu tingkatan sanad
saja).
Manna‟ al-Qaththan mengatakan bahwa hadis maqthu‟ yaitu perkataan dan perbuatan yang
disandarkan kepada tabi‟in atau orang yang di bawahnya, baik bersambung sanadnya ataupun
tidak, Jika dilihat dari pengertian yang dipaparkan oleh Manna‟ al-Qaththan maka hadis maqthu‟
sama dengan atsar. Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis,Penerjemah Mifdhol
Abdurrahman (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 174
Adapun kehujahan hadis maqthu‟ yaitu tidak dapat dijadikan hujjah dalam hukum syara‟
karena ia tidak datang dari Nabi saw. Akan tetapi, jika di sana ada bukti-bukti yang menunjukkan
ke-marfu‟-annya, maka dihukumi marfu‟ mursal. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta:
Amzah, 2012), h. 263 52
Abī „Isa Muhammad bin 'Isa bin Saurah al-Tirmidzī, Jami‟ Tirmidzī, (Riyadh: Bait al-
Afkar), h. 449
54
bersihkanlah teras rumahmu dan janganlah menyerupai kaum Yahudi (HR.
Tirmidzi)
1. Takhrīj al-Hadīts
Dari matan hadis di atas, penulis menelusuri hadis kebersihan rumah
melalui kitab Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah
dengan menelusuri kata ف ظ ن dan طيب maka ditemukan data sebagai
berikut:53
Mu’jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah
54ظفنSunan al-Tirmidzī kitāb adab bab 41 :ادب ت
55طيب Sunan al-Tirmidzī kitāb adab bab 41 :ادب ت
2. Fiqh al-Hadīts
Rumah sebagai kebutuhan pokok manusia merupakan tempat
membangun kehidupan keluarga, disanalah manusia berteduh, beristirahat
dan berkumpul bersama keluarga. Lingkungan yang bersih akan
memberikan dampak positif bagi kesehatan manusia dan sebaliknya
lingkungan yang tidak bersih akan memberikan dampak negatif bagi
kesehatan manusia. Dalam teks hadis diatas terdapat perintah untuk
membersihkan halaman rumah, meskipun hanya disebutkan dengan redaksi
halaman rumah, tentunya seluruh bagian rumah pun harus dibersihkan. Oleh
53
Lampiran 3, h. 80 54
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah, v.6, h. 483 55
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah, v.4 h. 68
55
karena itu kebersihan dan kesehatan lingkungan sekitar rumah tidak boleh
diabaikan begitu saja, karena lingkungan rumah yang kotor dapat
mengganggu dan menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
Imam al-Mubarakfuri berpendapat, jika kita telah teguh bahwa Allah
itu Mulia, maha Pemurah, dan menyukai kebersihan, maka manusia sebagai
hamba Allah memiliki kewajiban memperindah dan memperbaiki segala
sesuatu yang memungkinkan dapat diperindah dan diperbaiki, dan juga
bersihkanlah segala sesuatu yang mudah bagi kalian membersihkannya
hingga halamam atau pekarangan rumah. Hal tersebut merupakan kinayah
(kata kiasan) dari semulia-mulia-Nya dan benar-benar kemurahan-Nya,
karena sesungguhnya halaman atau pekarangan rumah jika luas dan bersih
adalah suatu keindahan. Menurutnya, janganlah kita menyerupai kaum
Yahudi yang tidak menerapkan kesucian dan kebersihan (lahir dan batin),
sedikit wangi, bakhil, jorok, hina, dan rendah.56
Menurut Yusuf al-Qardhawi, orang Arab dahulu adalah masyarakat
yang cenderung mengikuti perilaku masyarakat Badui. Mereka pada
umumnya tidak memperhatikan masalah kesehatan dan kebersihan badan,
pakaian, rumah sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat kota pada
masa itu.57
Abdul Basith Muhammad Sayyid mengatakan bahwa maksud halaman
di sini adalah tempat-tempat dan sudut dalam rumah yang jarang tersentuh
tangan ketika membersihkannya dan tempat lapang di depan rumah.
56
Ahmad Erwan, “Higeinitas Perspektif Hadis,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin: UIN
Syarif Hidayatullah, 2008), h. 53 57
Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban: Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan.
Peneremah Faizah Firdaus, h. 368
56
Biasanya halaman di sudut rumah jarang dibersihkan, sedangkan yang
berada di tempat lapang sering menjadi tempat untuk membuang sampah
sembarangan sehingga mengundang banyak serangga dan bakteri.58
3. Perspektif Ilmu Kesehatan
Rumah yaitu suatu bangunan untuk tempat tinggal, dalam pengertian
yang luas rumah bukan hanya sebuah bangunan struktural, melainkan
tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan layak dipandang
dari berbagai segi kehidupan masyarakat.59
Rumah yang ideal adalah rumah yang terletak di lingkungan
pemukiman yang bersih dan sehat, antara lain mencakup cukup cahaya,
udara, air, sanitasi kamar mandi, tempat pembuangan sampah, halaman yang
bersih dan tanaman. 60
Kemajuan dibidang teknologi dan ilmu kesehatan telah memberikan
pengertian dan kesadaran kepada manusia bahwa rumah yang tidak sehat
adalah penyebab rendahnya taraf kesehatan jasmani dan rohani. Hal ini
memudahkan terjangkitnya penyakit dan mengurangi daya kerja atau daya
prodkusi seseorang.61
58
Abdul Basith Muhammad Sayyid, Rasulullah Sang Dokter, (Solo: Tiga Serangkai, 2006),
h. 86 59
Heinz Frick dan Tri Hesti Mulyani, Arsitektur ekologis, (Yogyakarta: PENERBIT
KANSIUS, 2006), h. 1 60
Departemen Agama, Pelestarian Lingkungan Hidup: Tafsir Al-Qur‟an Tematik, (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2009), h. 197 61
Rudy Gunawan, Rencana Rumah Sehat, (Yogyakarta: PENERBIT KANSIUS, 2009), h.
9
57
Menurut al-Kailani, tumpukan sampah hasil sapuan di rumah menjadi
penyebab banyaknya serangga, seperti lalat,62
lipas dan nyamuk63
serta
membantu berkembangnya kuman-kuman dan memindahkan penyakit-
penyakit yang bersumber dari jamur dan parasit kepada orang sehat.64
Para ilmuwan telah menetapkan beberapa karakteristik rumah yang
sehat yang pada prinsipnya tidak keluar dari kerangka yang ditetapkan
sunnah Nabi saw yang mulia. Semuanya itu dimaksudkan untuk
menghindari dari berbagai jenis penyakit menular.
Dalam pengertian rumah sebagai susunan ruang kediaman yang
tertutup dan terpisah dari pengaruh lingkungan luar, rumah harus dapat
menjauhkan manusia dari gangguan kesehatan yang disebabkan epidemi
penyakit menular.65
Sedangkan rumah dalam pengertian sebagai tempat
tinggal yang dapat memenuhi kebutuhan jasmani manusia maka rumah
harus memenuhi beberapa kriteria, adapun kriteria rumah sehat menurut
WHO diantaranya:66
1. Harus dapat terlindungi dari hujan, panas, dingin dan berfungsi sebagai
tempat beristirahat.
2. Memiliki ruang terpisah, ruangan yang harus ada yaitu kamar tidur,
dapur, kamar mandi dan ruang tamu.
62
Lalat merupakan serangga yang sangat berbahaya. Sebab berkembang biaknya jenis ini
ditempat yang kotor, lalat memindahkan bibit penyakit melalui sayap dan kakinya dari satu orang
yang sakit kepada orang yang sehat, atau kotoran kepada makanan dan minuman. Diantara
penyakit yang dipindahkan oleh lalat yaitu Thypoid (suatu golongan bakteri yang di dalamnya
termasuk bakteri thypus), Desentri, bakteri yang meracuni makanan, polimyeletis, kolera dan
cacar. 63
Nyamuk hidup di daerah-daerah yang airnya tidak mengalir atau rumah yang kotor.
Serangga ini memindahkan penyakit malaria, filarial. 64
Ahmad Erwan, “Higeinitas Perspektif Hadis,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin: UIN
Syarif Hidayatullah, 2008), h. 54 65
Rudy Gunawan, Rencana Rumah Sehat, h. 11 66
Andie A. Wicaksono, Menciptakan Rumah Sehat, (Jakarta: Penebar Swadaya, 2009), h. 4
58
3. Memiliki ventilasi yang baik sehingga mendapat cahaya matahari.
4. Memiliki sumber air bersih dan saluran pembuangan air.
5. Memiliki tempat pembuangan sampah dan bebas dari pencemaran.
6. Bebas dari bahan bangunan yang berbahaya.
7. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat melindungi dari
penyakit menular.
8. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang serasi.
Kriteria rumah menurut Winslow diantaranya:
1. Dapat memenuhi kebutuhan kehidupan.
2. Dapat memenuhi kebutuhan psikologis.
3. Dapat terhindar dari kecelakan.
4. Dapat terhindar dari penularan penyakit.
D. Hadis Larangan Menebang Pohon
Larangan menebang pohon sembarangan merupakan tuntutan untuk
menjaga kelestarian pepohonan yang memiliki manfaat besar bagi lingkungan,
karena itu manusia dilarang menebang pohon sembarangan kecuali dengan kadar
dan perhitungan yang baik, dan sebisa mungkin menanam pohon lain sebagai
penggantinya. Rasulullah saw bersabda:
ث نا نصر بن علي أخب رنا أبو أسامة عن ابن جريج عن عثمان بن أب سليمان عن سع يد حد عليو الل صل ى الل قال رسول : قال 67بن مم د بن جب ي بن مطعم عن عبد الل و بن حبشي
سئل أبو داود عن معن ىذا الديث ف قال رأسو ف الن ار الل وسل م من قطع سدرة صو ب
67
Hadis ini muttashil sampai kepada Rasulullah saw dan dilihat dari kuantitas rawi
tergolong dalam hadis ahad yakni hadis gharib (hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi pada
seluruh tingkatan (tabaqat) sanad atau walaupun dalam satu tingkatan sanad saja).
59
م عبثا وظلما ىذا الديث متصر ي عن من قطع سدرة ف فلة يستظل با ابن الس بيل والب هائ ث نا ملد بن خالد وسلمة ي عن ابن بغي حق يكون لو فيها صو ب الل و رأسو ف الن ار حد
ث نا عبد الر ز اق أخب رنا معمر عن عثمان بن أب سليمان عن رجل من ثقيف شبيب قاال حد 68.عليو وسل م نوه الل عن عروة بن الز ب ي ي رفع الديث إل الن ب صل ى
Telah menceritakan kepada kami Nashr bin Ali berkata, telah mengabarkan
kepada kami Abu Usamah dari Ibnu Juraij dari Utsman bin Abu Sulaiman
dari Sa'id bin Muhammad bin Jubair bin Muth'im dari Abdullah bin Hubsyi
ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa
menebang pohon bidara maka Allah akan membenamkan kepalanya dalam
api neraka." Abu Dawud pernah ditanya tentang hadits tersebut, lalu ia
menjawab, "Secara ringkas, makna hadits ini adalah bahwa barangsiapa
menebang pohon bidara di padang bidara dengan sia-sia dan zhalim;
padahal itu adalah tempat untuk berteduh para musafir dan hewan-hewan
ternak, maka Allah akan membenamkan kepalanya di neraka." Telah
menceritakan kepada kami Makhlad bin Khalid dan Salamah -maksudnya
Salamah bin Syabib- keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami
Abdurrazaq berkata, telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Utsman
bin Abu Sulaiman dari seorang laki-laki penduduk Tsaqif dari Urwah bin
Az Zubair dan ia memarfu'kannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
seperti hadits tersebut."
1. Takhrīj al-Hadīts
Dari matan hadis diatas, penulis menelusuri hadis larangan menebang
pohon melalui kitab Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah
dan Mausu‟ah Atraf al-Hadīts al-Nabawiyyah al-Syarīf maka ditemukan data
sebagai berikut:69
68
Abū Dāwud Sulaimān bin al-Asy‟ats, Sunan Abī Dāwud, h. 562 69
Lampiran 4, h. 82
60
Mu’jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah
70 قطع Sunan Abī Dāwud kitāb Adab bab 159 :ادبد
71سدرSunan Abī Dāud kitāb Adab bab 159 :ادبد
72رأس Sunan Abī Dāwud kitāb Adab bab 159 :ادبد
Kemudian penulis menelusuri hadis melalui kitab Mausu‟ah Atraf al-
Hadīts al-Nabawiyyah al-Syarīf yaitu melalui awal kata pada matan hadis:
Mausu’ah Atraf al-Hadīts al-Nabawiyyah al-Syarīf
73 رأسو ف الن ار من قطع سدرة صو ب الل و Sunan Abī Dāwud, hadis ke 8569 د-
2. Fiqh al-Hadīts
Teks hadis diatas menjelaskan tentang larangan panebangan pohon
secara sia-sia. Sebagaimana maksud dari teks hadis yang dijelaskan oleh Abu
Dawud yaitu bahwa maksud dari hadis diatas adalah barang siapa menebang
pohon bidara di padang sahara yang tandus dengan sia-sia & zhalim, padahal
pohon itu adalah tempat untuk berteduh para musafir dan hewan-hewan ternak,
maka Allah akan membenamkan kepalanya di neraka.
70
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah, v.5, h. 421 71
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah, v.5, h. 775 72
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah, v.2, h. 198 73
Abu Hājir Muhammad al-Sa‟id Bin Basyuni Zaghlul, Mausu‟ah Atraf al-Hadīts al-
Nabawiyyah al-Syarīf, v.8, h. 787
61
Menurut Yusuf Al-Qardhawi ancaman neraka bagi orang yang
menebang pohon sidrah74
menunjukkan bahwa pentingnya menjaga
kelestarian dan kesehatan lingkungan agar tercipta suatu keharmonisan.
Karena keharmonisan antar makhluk hidup harus dijaga, sedangkan menebang
pohon sidrah merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dapat mengancam
unsur-usur ekosistem yang sangat penting untuk keselamatan seluruh makhluk
di muka bumi.75
Dari hadis diatas dapat dipahami bahwa al-sunnah juga menyerukan
perlindungan dan pelestarian lingkungan yakni dengan melarang menebang
pohon tanpa tujuan kemaslahatan. Dalam al-Qur‟an juga dijelaskan bahwa
kerusakan yang dilakukan manusia di muka bumi ini adalah merusak
tumbuhan sebagaimana firman Allah swt:
dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk
mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan
binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan. (QS. Al-
Baqarah: 205).76
74
Pohon sidrah adalah pohon yang terkenal dengan sebutan al-Sidr. Pohon ini tumbuh di
padang pasir, tahan terhadap panas dan tidak memerlukan banyak air. Pohon sidrah digunakan
sebagai tempat berteduh para musafir, orang yang mencari lahan peternakan, pengembala dan juga
orang yang mempunyai tujuan tertentu,. Disamping itu, buah pohon tersebut juga bisa dimakan. 75
Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban: Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan,
Penerjemah Faizah Firdaus, h. 181 76
Dijelaskan dalam tafsir at-thabari bahwa kehancuran yang dilakukan oleh kaum munafik
yaitu merusak tanaman dan binatang ternak, mereka membakar tanaman kaum muslimin dan
membunuh ternak. (Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Tafsir ath-Thabari, V.3 (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2008), H. 500
62
Hadis larangan menebang pohon juga didukung oleh hadis anjuran
untuk menanam pohon dan segala apa yang dapat bermanfaat bagi makhluk
hidup. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
ث نا أبو ث نا ق ت يبة بن سعيد حد ث نا حد ثن عبد الر حن بن المبارك حد عوانة ح و حد الل صل ى الل قال رسول أبو عوانة عن ق تادة عن أنس بن مالك رضي الل و عنو قال
ر أو إنسان أو عليو وسل م ما من مسلم ي غرس غرسا أو ي زرع زرعا ف يأكل منو طي 77 بيمة إال كان لو بو صدقة
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah
menceritakan kepada kami Abu 'Awanah. Dan diriwayatkan pula telah
menceritakan kepada saya 'Abdurrahman bin Al Mubarak telah
menceritakan kepada kami Abu 'Awanah dari Qatadah dari Anas bin
Malik radliallahu 'anhu berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Tidaklah seorang muslimpun yang bercocok
tanam atau menanam satu tanaman lalu tanaman itu dimakan oleh
burung atau menusia atau hewan melainkan itu menjadi shadaqah
baginya".
Penanaman pohon di suatu lahan akan sangat bermanfaat terhadap
alam, seperti menjadi sumber makanan bagi manusia dan hewan,
membersihkan dan menyejukkan udara, keberadaan air dalam tanah dan
menjaga siklus oksigen, pembangunan secara besar-besaran yang terjadi
mengakibatkan ruang hijau semakin sempit sehingga perubahan iklim
semakin tidak menentu. Hal ini tentunya akan memicu pemanasan global
dan percemaran udara yang terdapat di lingkungan juga tidak dapat
diturunkan. 78
77
Abū Abdullāh Muhammad bin Ismā‟īl bin Ibrāhīm bin al-Mughīrah al-Bukhārī, Sahīh al-
Bukhārī, h. 306 78
Ulfah Utami, Konservasi Sumber Daya Alam: Persektif Islam dan Sains, (Malang, UIN
Malang Press, 2008), h. 169
63
3. Perspektif Ilmu Kesehatan
Bencana alam yang terjadi seperti banjir, tanah longsor, cadangan air
dalam tanah berkurang dan pemanasan global, dikarenakan hutan-hutan mulai
gundul. Manusia sering menebang pohon secara sembarangan dan tidak
menanam pohon kembali. Hutan yang seharusnya ditumbuhi tanaman dan
pepohonan yang merupakan produsen oksigen dan peresap air berubah
menjadi perumahan, mall, pabrik, jalan tol, dan lain sebagainya.
Pohon sangat berfungsi dalam kesehatan, dan rumusan kesehatan yang
diperoleh dari pohon tersebut ialah:
1. Manfaat orologis, akar pohon dan tanah merupakan satu kesatuan
yang kuat, sehingga mampu mencegah erosi atau pengikisan tanah.
2. Manfaat hidrologis, dalam hal ini di maksudkan bahwa tanaman pada
dasarnya akan menyerap air hujan.79
3. Manfaat klimatologis, dengan banyaknya pohon, akan menurunkan
suhu setempat, sehingga udara sekitarnya akan menjadi sejuk dan
nyaman. Maka, kehadiran kelompok pohon-pohon pelindung sangat
besar artinya.
4. Manfaat edaphis, ini manfaat dalam kaitan tempat hidup binatang. Di
lingkungan yang penuh dengan pohon, satwa akan hidup dengan
tenang karena lingkungan demikian memang sangat mendukung.80
5. Manfaat ekologis, lingkungan yang baik adalah seimbang antara
struktur buatan manusia dan struktur alam.
79
Mattulada, Lingkungan Hidup Manusia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994), h. 9 80
Tresna Sastrawijaya, Pencemaran Lingkungan (Jakarta: Rineka Cipta 2000), h. 7
64
6. Manfaat protektif, yaitu manfaat karena pohon dapat memberikan
perlindungan, misalnya terhadap terik sinar matahari, angin kencang,
penahan debu, serta peredam suara. Disamping juga melindungi mata
dari silau.
7. Manfaat hygienis, adalah sudah menjadi sifat pohon pada siang hari
menghasilkan O2 (oksigen) yang sangat di perlukan oleh manusia, dan
sebaliknya dapat menyerap CO2 (karbondioksida) yaitu udara kotor
hasil gas buangan sisa pembakaran.
65
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis pada al-kutub al-sittah,
konsep kebersihan dan kesehatan lingkungan dalam hadis sama dengan konsep
etika lingkungan biosentrisme yaitu teori yang memandang setiap kehidupan dan
makhluk hidup mempunyai nilai dan berharga sehingga manusia memiliki
kewajiban moral terhadap lingkungan. Oleh karena itu manusia harus selalu
menjaga kebersihan sumber air, kebersihan rumah, kebersihan tempat umum dan
tidak menebang pohon dan tanaman di tempat-tempat umum tanpa tujuan yang
tidak jelas.
Anjuran hadis untuk mejaga kebersihan dan kesehatan lingkungan tidak
hanya terkait pada etika tetapi juga bernilai ibadah. Sehingga dengan
mengamalkan hadis-hadis tersebut niscaya dapat terwujud lingkungan yang bersih
dan sehat.
B. Saran
Setelah penulis melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi
ini, maka penulis menyampaikan saran-saran sebagai berikut:
1. Sebagai seorang muslim kita memiliki kewajiban untuk memperhatikan dan
menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan.
2. Kepada lembaga keilmuan khusunya lembaga keilmuan keagamaan agar
lebih memperkaya kajian-kajian islam mengenai kebersihan dan kesehatan
66
lingkungan yang berwawaskan al-Qur‟an dan hadis guna memperkaya
khazanah kajian hadis.
3. Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Fakultas Ushuluddin
disarankan untuk menambahkan bahan bacaan islam mengenai kebersihan
dan kesehatan lingkungan yang berwawaskan al-Qur‟an dan hadis.
4. Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah diharapkan untuk meningkatkan
kesadaraan tentang pentingnya budaya hidup sehat khususnya menjaga
kebersihan lingkungan kampus.
67
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, Abu Ath-Thayib Muhammad Syamsul Haq Al Azhim, Aunul Ma‟bud:
Syarh Sunan Abu Daud, Penerjemah Asmuni, Jakarta: Pustaka Azzam,
2007
Abdurrahman, Memelihara Lingkungan Dalam Ajaran Islam, Bandung: 2012
Adisasmito, Wiku, Sistem Kesehatan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007
Antonius Atosakhi Gea dan Antonina Panca Yuni Wulandari, Relasi dengan
Dunia: Alam, Iptek, Kerja, Jakarta: PT Alex Media Komputindo
al-Asy‟ats, Abī Dāwud Sulaimān, Sunan Abī Dāud, Riyadh: Bait al-Afkar, t.t
Bagir, Muhammad, Fiqih Praktis I: Menurut Al-Qur‟an, As-Sunnah dan Pendapat
Para Ulama, Bandung: Penerbit Karisma, 2008
al-Bassam, Abdullah bin Abdurrahman, Syarah Bulughul Maram, Jakarta:
Pustaka Azzam, 2010
al-Bukhārī, Abū Abdullāh Muhammad bin Ismā‟īl bin Ibrāhīm bin al-Mughīrah,
Sahīh al-Bukhārī, Riyad: Maktabah al-Rasyad, 2006
Bustamin, Dasar-Dasar Ilmu Hadis, Jakarta: Ushul Press, 2009
Bustamin, dkk, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Chandra, Budiman, Kesehatan Lingkungan, Jakarta: EGC, 2006
Darwin, Eryati dkk, Etika Profesi Kesehatan, Yogyakarta: Deepublish, 2014
Departemen Agama, Pelestarian Lingkungan Hidup: Tafsir Al-Qur‟an Tematik,
Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2009
Dinas Kesehatan Provinsi Bali, PHBS di Tempat Umum, artikel diakses pada
Rabu 23 Agustus 2017 dari
http://www.diskes.baliprov.go.id/id/PERILAKU-HIDUP-BERSIH-
DAN-SEHAT--PHBS--DI-TEMPAT-TEMPAT-UMUM
Efendy, Daud, Manusia, Lingkungan dan Pembangunan Perspektif Islam,
Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008
68
Erwan, Ahmad, Higenitas Dalam Perspektif Hadis, Skripsi Program Studi Tafsir
Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2008
Al-Fanjari, Ahmad Syauqi, Nilai Kesehatan Dalam Syariat Islam, Jakarta: BUMI
AKSARA, 1996
Frick, Heinz dan Tri Hesti Mulyani, Arsitektur ekologis, Yogyakarta: PENERBIT
KANSIUS, 2006
Gunawan, Rudy, Rencana Rumah Sehat, Yogyakarta: PENERBIT KANSIUS,
2009
al-Hajjāj, Abi al-Husain Muslim, Sahīh Muslim, Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyah,
1991
Hasan, Hamka, Metodologi Penelitian Tafsir Hadis, Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah, 2008
Hasan, Muhammad Tholhah, Islam dalam Perspektif Sosio Kultural, Jakarta:
Lantabora Press, 2005
Ibnu Mājah, Abi „Abdillah Muhammad bin Yazīd, Sunan Ibnu Mājah, Riyadh:
Bait al-Afkar, tt
Al-Juzairi, Fiqih Empat Madzhab, Penerjemah Chatibul Umam dan Abu
Hurairah, Jakarta: Darul Ulum Press, 1996
Keraf, Sonny, Etika Lingkungan Hidup, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara,
2010
Khon, Abdul Majid, Takhrij & Metode Memahami Hadis, Jakarta: Amzah, 2014
Al-Kirmani, Sahīh al-Bukhārī Bisyarh al-Kirmani, Beirut: Dar al-Fikr,t.t
Mahdi, Konsep Kebersihan dalam al-Qur‟an: Studi Kasus di Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Skripsi Program Studi Tafsir Hadis
Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
Maizer Said Nahdi dan Aziz Ghufron, “Etika Lingkungan Dalam perspektif Yusuf
Qardhawi”, jurnal al-Jami‟ah vol. 44 No, 1, 2006
Mattulada, Lingkungan Hidup Manusia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994
69
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progressif,
1997
Munji, Ahmad. 2014. Tauhid dan Etika Lingkungan. Teologia, 523, 515-539
Nadjib, Mahmud Ahmad Pemeliharaan Kesehatan dalam Islam, Jakarta: CV:
Pustaka Mantiq, 1994
Al-Nasā‟ī, Abi Abdurrahman bin Ahmad bin Syu‟aib bin Ali al-Syuhair, Sunan
al-Nasā‟ī, Beirut: Dar el-Fikr, 2005
An-Nawawi, Shahih Muslim Bisyrh al-Nawawi, Beirut: Darl al-Fikr, 1981
-------, Syarah Shahih Muslim, Jakarta: Darus Sunnah, 2014
-------, Syarah Ringkas Riyadhus Shalihin, Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2013
Notoadmodjo, Soekidjo, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Jakarta: Rineka
Cipta, 2007
Al-Qaradhawi, Yusuf, Fiqih Peradaban: Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu
Pengetahuan, Penerjemah Faizah Firdaus. Surabaya: Dunia Ilmu, 1997
Al-Qaththan, Manna‟, Pengantar Studi Ilmu Hadis, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar,
2005
Rohan, Abujamin, Peranan Masjid Pada Lingkungan Hidup Jakarta: Media
Da‟wah, 1998
Sastrawijaya, Tresna, Pencemaran Lingkungan, Jakarta: Rineka Cipta 2000
Sayyid, Abdul Basith Muhammad, Rasulullah Sang Dokter, Solo: Tiga Serangkai,
2006
Shihab, Quraish, Tafsir al-Misbah, Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2002
Soemirat, Juli, Kesehatan Lingkungan, Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
2011
Sumantri, Arif, Kesehatan Lingkungan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2010
Taberani, M, Pengertian Fiqh al-Hadīt, 2016, artikel diakses pada 9 Agustus 2017
dari idr.iain-antasari.ac.id/5606/5/BAB%20II.pdf
70
ath-Thabari, Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir, Tafsir ath-Thabari, Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008
Tim Lembaga Penelitian Universitas Islam Jakarta, Konsep Agama Islam tentang
Bersih dan Implikasinya dalam Kehidupan Masyarakat, Jakarta:
Universitas Islam Jakarta 1993
Tim MKU PLH, Pendidikan Lingkungan Hidup, Semarang: Universitas Negeri
Semarang, 2014
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
KEMENDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesis, Jakarta: Balai
Pustaka, 1990
al-Tirmidzi, Abi „Isa Muhammad bin 'Isa bin Saurah, Jami‟ Tirmizī, Riyadh: Bait
al-Afkar, t.t
Triwibowo, Cecep, Etika dan Hukum Kesehatan, Yogyakarta: Nuha medika, 2014
Utami, Ulfah, Konservasi Sumber Daya Alam Perspektif Islam dan Sains,
Malang: UIN-Malang Press, 2008
Wahid Iqbal Mubarak dan Nurul Chayatin, Ilmu Kesehatan Mayarakat: Teori dan
aplikasi, Jakarta: Salemba Medika, 2009
Wensinck, A.J, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah,
Madinah: Maktabah Bril, 1936
-------, Miftāh al-Kunūz al-Sunnah, Lahore: Idarah Tarjaman Al-Sunnah, 1978
Wicaksono, Andie A, Menciptakan Rumah Sehat, Jakarta: Penebar Swadaya,
2009
Yuli Elisah, Ekologi dalam Perspektif Hadis, Skripsi Program Studi Ilmu Al-
Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2016
Zaghlul, Abu Hājir Muhammad al-Sa‟id Bin Basyuni, Mausu‟ah Atraf al-Hadīts
al-Nabawiyyah al-Syarīf, Beirut: Dar al-Kitab al-„Ilmiyyah, t.t
Zulkifli, Arif, Dasar-Dasar Ilmu Lingkungan, Jakarta: Salemba Teknika, 2014
71
Lampiran 1
Hadis Kebersihan Sumber Air
a. Sahīh al-Bukhārī
ز م ر ى ن ب ن ح الر د ب ع ن أ :اد ن و الز ب ا أ ن ر ب خ أ :ال ق ب ي ع ا ش ن ر ب خ أ :ال ق ان م و الي ب ا أ ن ث د ح ال ي بولن أحدكم عليو وسل م الل صل ى الل ل و س ر ع س و ن أ ة ر ي ر ا ى ب أ ع س و ن أ و ث د ح ج ر ع ال
ائم 1و ن م ل س ت غ ي ث ال ذي ال يري ف الماء الد Telah menceritakan kepada kami Abū al-Yamān, ia berkata: telah
mengabarkan kepada kami Syu‟aib, seraya berkata: telah mengabarkan
kepada kami Abū al-Zinād bahwa „Abdurrahman bin Hurmuz al-A‟raj
menceritakan kepadanya, sungguh dia telah mendengar Abū Hurairah,
bahwasannya dia telah mendengar Rasulullah saw bersabda: “janganlah
seorang diantara kalian kencing pada tempat air tenang yang tidak
mengalir kemudian mandi di dalamnya”
b. Sahīh Muslim
ثن ر حد ث نا حرب بن زىي الن ب عن ىري رة أب عن سيين ابن عن ىشام عن جرير حد ائم الماء ف أحدكم ي بولن ال قال وسل م عليو الل صل ى 2 منو ي غتسل ث الد
Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb: telah menceritakan
kepada kam Jārir dari Hisyām dari Ibnu Sirin dari Abū Hurairah dari
Nabi saw bersabda: “janganlah seorang di antara kalian buang air di air
yang diam kemudian mandi di air tersebut”.
ن ع ث ي ا الل ن ث د ح ة ب ي ت ا ق ن ث د ح ح و ث ي ا الل ن ر ب خ أ اال ق ح م ر ن ب د م م و ي ي ن ب ي ا ي ن ث د ح و املاء ف ال ب ي ن ى أ ه ن و ن * أ وسل م عليو الل صل ى الل ل و س ر ن ع ر اب ج ن ع ي ب الز ب أ
3د اك الر
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dan Muhammad bin
Rumhi mereka berkata bahwa al-Laits telah mengabarkan kepada
mereka, dan telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah
menceritakan kepada kami al-Laits dari Abī al-Zubair dari Jābir
1Abū Abdullāh Muhammad bin Ismā‟īl bin Ibrāhīm bin al-Mughīrah al-Bukhārī, Sahīh al-
Bukhārī, (Riyad: Maktabah al-Rasyad, 2006), h. 40-41 2 Abū al-Husain Muslim bin al-Hajjāj, Sahīh Muslim, (Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyah,
1991), h. 235 3 Abū al-Husain Muslim bin al-Hajjāj, Sahīh Muslim, h. 235
72
dariRasulullah saw bahwa beliau melarang mengkencingi air yang diam
(tidak mengalir)".
ا ا م ذ ى ال ق و ب ن م ن ب ام ه ن ع ر م ع م حدث نا اق ز الر د ب ع حدث نا ع اف ر ن ب د م م ان ث د ح و ا وقال ه ن م ث ي اد ح أ ر ك ذ ف وسل م عليو الل صل ى الل رسول د م م ن ع ة ر ي ر ى و ب أ حدث ناائم الماء ف ل ب ت ال وسل م عليو الل صل ى الل رسول مم د ت غتسل ث يري ال ال ذي الد
4 منو
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rāfi‟i, telah
menceritakan kepada kami Abdurrazaq, telah menceritakan kepada kami
Ma‟mar dari Hammām bin Munabbih berkata, telah menceritakan kepada
kami Abū Hurairah dari Muhammad Rasulullah saw kemudian ia
menyebutkan hadis dan berkata Muhammad Rasulullah saw: janganlah
kalian kencing pada tempat air tenang yang tidak mengalir kemudian
mandi di dalamnya.
c. Sunan Abī Dāwud
ث نا ث نا يونس بن أحد حد الن ب عن ىري رة أب عن مم د عن ىشام حديث ف زائدة حد ائم الماء ف أحدكم ي بولن ال قال وسل م عليو الل صل ى 5 منو ي غتسل ث الد
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yūnus, telah menceritakan
kepada kami Zāidah dalam sanad hadis Hisyām dari Muhammad dari
Abu Hurairah dari Nabi saw. Bersabda: “janganlah seorang di antara
kalian buang air di air yang diam kemudian mandi di air tersebut”.
d. Sunan al-Tirmidzī
ث نا ث نا غيلن بن ممود حد عن ىري رة أب عن منبو بن ه ام عن معمر عن الر ز اق عبد حد ائم الماء ف أحدكم ي بولن ال قال وسل م عليو الل صل ى الن ب 6 منو ي ت وض أ ث الد
Telah menceritakan kepada kami Mahmūd bin Ghailān, telah
menceritakan kepada kami Abdurrazzaq dari Ma‟mar dari Hammām bin
Munabbih dari Abī Hurairah dari Nabi saw bersabda: “janganlah seorang
di antara kalian buang air di air yang diam kemudian berwudhu di air
tersebut”.
4 Abū al-Husain Muslim bin al-Hajjāj, Sahīh Muslim, h. 235
5 Abū Dāwud Sulaimān bin al-Asy‟ats, Sunan Abī Dāwud, (Riyadh: Bait al-Afkar, tt), h. 65
6 Abī „Isa Muhammad bin 'Isa bin Saurah al-Tirmidzī, Jami‟ Tirmidzi, (Riyadh: Bait al-
Afkar), h. 63
73
e. Sunan al-Nasā‟ī
ث نا قال يونس بن عيسى أن بأنا قال إب راىيم بن إسحق أخب رنا أب عن مم د عن عوف حد ائم الماء ف أحدكم ي بولن ال قال وسل م عليو الل صل ى الل رسول عن ىري رة ي ت وض أ ث الد
7منو Telah mengabarkan kepada kami Ishāq bin Ibrahīm, dia berkata telah
menceritakan kepada kami „Īsa bin Yūnus, dia berkata telah
menceritakan kepada kami „Auf dari Muhammad dari Abi Hurairah dari
Nabi saw bersabda: “janganlah seorang di antara kalian buang air di air
yang diam kemudian berwudhu di air tersebut”.
موسى بن أب بن يزيد المقري عن سفيان عن أب الزناد عن الل خب رنا مم د بن عبد أ عليو وسل م قال ال ي بولن أحدكم ف الل صل ى الل عثمان عن أبيو عن أب ىري رة أن رسول
8الماء الر اكد ث ي غتسل منو
Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Yazid Al
Muqri dari Sufyan dari Abu Zinad dari Musa bin Abu Utsman dari
Ayahnya dari Abu Hurairah dia berkata; bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, " Janganlah salah seorang dari kalian buang
air kecil dalam air yang diam (tergenang), kemudian mandi di air
tersebut."
ث نا حب ان قال: أخب رنا مم د بن قال: حد ث نا عبد الل عن معمر عن هام بن منبو حات حد
ائم الماء ف أحدكم ي بولن ال :وسل م عليو الل صل ى الن ب عن ىري رة عن أب ي غتسل ث الد 9.ي ت وض أ أو منو
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hatim bahwa ia berkata:
Telah menceritakan kepada kami Hibban bahwa ia berkata: Telah
menceritakan kepada kami Abdullah dari Ma‟mar dari Hammam bin
Munabbih dari Abi Hurairah dari Nabi saw: “janganlah seorang di antara
kalian buang air di air yang diam kemudian mandi di air tersebut atau
berwudhu”.
7 Imām Nasā‟ī , Sunan al-Nasā‟ī, )Beirut: Dar el-Fikr, 2005), h. 24
8 Imām Nasā‟ī , Sunan al-Nasā‟ī, h. 64
9 Imām Nasā‟ī , Sunan al-Nasā‟ī, h. 435
74
f. Sunan Ibnu Mājah
ث نا ث نا شيبة أب بن بكر أبو حد أب عن أبيو عن عجلن ابن عن الحر خالد أبو حد 10الر اكد الماء ف أحدكم ي بولن ال وسل م عليو الل صل ى الل رسول قال قال ىري رة
Telah menceritakan kepada kami Abū Bakar bin Abī Syaibah, telah
menceritakan kepada kami Abū Khālid al-Ahmar, dari Ibn „Ajlān dari
Ayahnya dari Abū Hurairah, Rasulullah saw bersabda: “janganlah
seorang diantara kalian buang air di air yang tenang”.
10
Abu „Abdillāh Muhammad bin Yazīd Ibnu Mājah, Sunan Ibnu Mājah, (Riyadh: Bait al-
Afkar), h. 52
75
رسول صل ى الل و عليو وسل م
أبا ىري رة
أبيو
ابن عجلن
أبو خالد الحر
أبو بكر بن أب شيبة
ابن ماجه
ىشام
زائدة
أحد بن يونس
أبو داود
ه ام بن منبو
معمر
عبد الر زاق
ممود بن غيلن
الترمزى
ممد بن رافع
م
عبد الل
حب ان
د بن حات مم
ن
عبد الر حن بن ىرمز
أبو الزناد
شعيب
أبو اليمان
البخارى
أبيو
موسى بن أب عثمان
أب الزناد
سفيان
د بن عبد الل و بن يزيد مم
ن
مم د
عيسى بن يونس
إسحق بن إب راىيم
النسائ
ابن سيين
عوف
زائدة
أحد بن يونس
أبو داود
ىشام
جرير
ر بن حرب زىي
م
جابر
أب الز ب ي
الليث
ق ت يبة
مسلم
د بن رمح مم
يي بن يي
مسلم
76
Keterangan:
Sahīh Bukhārī
1. Abu Zinad : Abdullah bin Dzakwan
2. Syu‟aib : Syu‟aib bin Abi Hamzah
3. Abu al-Yaman : Abu al-Yaman al-Hakam bin Nafi‟
Sahīh Muslim
1. Ibnu Sirin : Muhammad bin Sirin
2. Hisyam : Hisyam bin Hassan
3. Jarir : Jarir bin Abdul Hamid
4. Jabir : Jabir bin Abdullah bin Amru
5. Abi Zubair : Muhammad bin Muslim
6. Al-Laits : al-Laits bin Sa‟d
7. Qutaibah : Qutaibah bin Sa‟id
8. Ma‟mar : Ma‟mar bin Rasyd
Sunan Abū Dāwud
1. Muhammad : Muhammad bin Sirin
2. Hisyam : Hisyam bin Hassan
3. Zaidah : Zaidah Ibnu Qudamah
Sunan al-Tirmidzī
1. Ma‟mar : Ma‟mar bin Rasyd
Sunan al-Nasā‟i
1. Muhammad : Muhammad bin Sirin
2. „Auf : „Auf bin Abi Jamilah al-„Abdi
3. Abihi : Utsman Asyammas
4. Abi Zinad : Abdullah bin Dzakwan
5. Sufyan : Sufyan bin Uyainah
6. Ma‟mar : Ma‟mar bin Rasyd
7. Andullah : Abdullah bin al-Mubarak
8. Hibban : Hibban bin Musa bin Sawwar
Sunan Ibnu Mājah
1. Abihi : „Ajlan Maula Fatimah binti Utbah
2. Ibnu „Ajlan : Muhammad bin „Ajlan
3. Abu Khalid : Sulaiman bin Hayyan
77
Lampiran 2
Hadis Menjaga Kebersihan Tempat Umum
a. Sahīh Muslim
ث نا عا عن إساعيل بن جعفر. قال ابن أيوب: حد ي يي بن أي وب و ق ت يبة وابن حجر. جث نا قال وسل م عليو الل صل ى الل رسول إساعيل. أخب رن العلء عن أبيو عن أب ىري رة: أن حد
( ات قوا) ؟ قال )ال ذى ي تخل ى ف الط ريق الن اس أو ف الل اللع انان يا رسول قالوا: وما اللع ان ني 1ظلهم.
Telah menceritakan kepada kam Yahya bin Ayub dan Qutaibah dan Ibnu
Hujrin. Semuanya dari Ismail bin Ja‟far. Ibnu Ayub berkata: telah
menceritakan kepada kami Ismail, telah mengabarkan kepadaku al-Mula‟ dari
Ayahnya dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Takutlah kamu
dengan dua hal terkutuk, mereka berkata: Apa dua hal terkutuk tersebut ya
Rasulullah?, Rasulullah menjawab yaitu orang yang buang hajat di tempat
berlalunya manusia dan pada tempat berteduh”.
b. Sunan Abū Dāwud
ث نا بن سعيد أن أت وحديثو حفص أبو الط اب بن عمر و الر ملي سويد بن ق اإسح حد ث هم الكم ثن يزيد بن نافع أخب رنا قال حد وة حد ثو الميي سعيد أبا أن شريح بن حي حد
ف الب راز الث لثة الملعن ات قوا وسل م عليو الل صل ى الل رسول قال قال جبل بن معاذ عن 2 .والظل الط ريق وقارعة الموارد
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Suwaid al-Ramliy dan Umar bin
Khaththāb dan hadisnya lebih sempurna; bahwasannya Sa‟īd bin al-Hakam
menceritakan kepada mereka, katanya: Nāfi‟ bin Yazīd mencerita kepada
kami. Haywah bin Syuraih tela menceritakan kepadaku bahwa Abā Sa‟īd al-
Himyariy menceritakannya dari Mu‟ādz bin Jabal, seraya berkata: Rasulullah
saw bersabda: “Takutlah kamu dengan tiga hal terkutuk, yaitu buang hajat
pada sumber air, tempat berlalunya manusia dan pada tempat berteduh”.
c. Sunan Ibnu Mājah
ث نا ث نا يي بن حرملة حد وة عن يزيد بن نافع أخب رن وىب بن الل و عبد حد أن شريح بن حي ثو الميي سعيد أبا الل رسول أصحاب يسمع ل با ي تحد ث جبل بن معاذ كان قال حد
1 Abū al-Husain Muslim bin al-Hajjāj, Sahīh Muslim, h. 226
2 Abī Dāwud Sulaimān bin al-Asy‟ats, Sunan Abī Dāwud, h. 28.
78
ما والل و ف قال بو ي تحد ث ما عمرو بن الل عبد ف ب لغ سعوا عم ا ويسكت وسل م عليو الل صل ى ف ب لغ اللء ف ي فتنكم أن معاذ وأوشك ىذا ي قول وسل م عليو الل صل ى الل رسول سعت صل ى الل رسول عن بديث الت كذيب إن عمرو بن الل عبد يا معاذ ف قال ف لقيو معاذا ذلك
ا نفاق وسل م عليو الل ي قول وسل م عليو الل صل ى الل رسول سعت لقد قالو من على إثو وإن 3 الط ريق وقارعة والظل الموارد ف الب راز الث لث الملعن ات قوا
Telah menceritakan kepada kami Harmalah bin Yahya; Telah menceritakan
kepada kami Abdullah Ibn Wahb; telah mengabarkan kepadaku Nāi‟ bin
Yazīd dari Haywah bin Syuraih bahwa Abā sa‟īd al-himyarī
menceritakannya, katanya: Mu‟ādz bin Jabal menceritakan sesuatu yang
belum didengar oleh para sahabat dan dia diam terhadap apa yang diceritakan
lalu dia (Ibn Amr) berkata: Demi Allah, saya telah mendengar Rasulullah
mengatakan demikian ini. Mu‟ādz hampir menyesatkan kalian tentang
lapangan (tempat buang air) maka sampaikanlah berita tersebut kepada
Mu‟ādz. Maka Mu‟ādz berkata: “Wahai Abdullah bin Amr, sesungguhnya
dusta dari hadis Rasulullah saw. Adalah perbuatan munafik dan berdosa bagi
yang mengatakannya. Sungguh saya telah mendengar Rasulullah bersabda:
“Takutlah kamu dengan tiga hal terkutuk, yaitu buang hajat pada sumber air,
pada tempat berteduh dan tempat berlalunya manusia”.
3 Abi „Abdillah Muhammad bin Yazīd Ibnu Mājah, Sunan Ibnu Mājah, h. 84
79
Skema Hadis Menjaga Kebersihan Tempat Umum
رسول الل و صل ى الل و عليو وسل م
أب ىري رة
أبيو
العلء
إساعيل بن جعفر
يي بن أي وب ق ت يبة
مسلم
ابن حجر
مسلم
معاذ بن جبل
أبا سعيد الميي
وة بن شريح حي
نافع بن يزيد
ط اب أبو حفص إسحق بن سويد الر ملي سعيد بن الكم عمر بن ال
بو داودأ
عبد الل و بن وىب
حرملة بن يي
ماجه ابن Keterangan:
1. Abihi : Abdurrahman bin Ya’qub
2. Al-‘Ala’ : al-‘Ala’ bin Abdurrahman bin Ya’qub
3. Qutaibah : Qutaibah bin Sa’id
4. Ibnu Hujr : Ali bin Hujri al-Sa’d
80
Lampiran 3
Hadis Kebersihan Rumah
ث نا خالد ب ث نا أبو عامر العقدي حد د بن بش ار حد ث نا مم ن إلياس , و ي قال : ابن إباس حد عت سعيد بن املسي ب يقول إن الل و طيب يب الط يب ، عن صالح ابن أب حس ان قال س
ا ظيف يب الن ظافة ، كرمي يب الكرم ، جواد يب اجلود ، ف نظفوا أفنيتكم وال تشب هو ن 1 بالي هود
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyār, telah
menceritakan kepada kami Abu „Āmir al-„Aqadiy, telah menceritakan
kepada kami Khālid bin Ilyās, dan dia berkata; Ibnu Ibās dari Sālih ibnu Abi
Hassān berkata, aku telah mendengar Sa‟id bin al-Musayyab berkata:
Sesunguhnya Allah itu baik, menyukai sesuatu yang baik, Allah itu suci
(bersih) dan menyukai sesuatu yang bersih, Allah itu mulia dan menyukai
kemuliaan, Allah itu penderma dan menyukai kedermawanan maka
bersihkanlah teras rumahmu dan janganlah menyerupai kaum Yahudi (HR.
Tirmidzi)
1 Abi „Isa Muhammad bin 'Isa bin Saurah al-Tirmidzī, Jami‟ Tirmidzī, (Riyadh: Bait al-
Afkar), h. 449
81
Skema Hadis Kebersihan Rumah
سعيد بن املسي ب
صالح ابن أب حس ان
خالد بن إلياس
أبو عامر العقدي
مم د بن بش ار
الترمذي
Keterangan:
1. Abu ‘Amir al-‘Aqadi : Abdul Malik bin ‘Amru al-Qaisy
82
Lampiran 4
Hadis Larangan Menebang Pohon
ث نا نصر بن علي أخب رنا أبو أسامة عن ابن جريج عن عثمان بن أب سليمان عن سع يد بن حد سل م من قطع عليو و الل صل ى الل قال رسول : بن حبشي قال الل مم د بن جب ي بن مطعم عن عبد
1رأسو ف الن ار الل سدرة صو ب
Telah menceritakan kepada kami Nashr bin Ali berkata, telah mengabarkan
kepada kami Abu Usamah dari Ibnu Juraij dari Utsman bin Abu Sulaiman dari
Sa'id bin Muhammad bin Jubair bin Muth'im dari Abdullah bin Hubsyi ia berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa menebang pohon
bidara maka Allah akan membenamkan kepalanya dalam api neraka."
1 Abū Dāwud Sulaimān bin al-Asy‟ats, Sunan Abī Dāwud, h. 562
83
83
Skema Hadis Larangan Menebang Pohon
رسول الل و صل ى الل و عليو وسل م
عبد الل و بن حبشي
سعيد بن مم د بن جب ي بن مطعم
عثمان بن أب سليمان
ابن جريج
أبو أسامة
نصر بن علي
أبو داود
Keterangan:
1. Abu Usamah : Hammad bin Usamah bin Zaid al-Qurasyi
2. Ibnu Juraij : Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij
BIODATA
Nama : Bekti Rahmasari
Tempat, tanggal lahir : Way Mili, 16 Januari 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Kebangsaan : Indonesia
Email : bektirahmasari13@mhs.uinjkt.ac.id
bektirahmasari@gmail.com
Alamat : RT. 001/RW.004 Dusun IV, Desa Raman Aji,
Kecamatan Raman Utara, Lampung Timur
Riwayat Pendidikan :
1999-2001 : TK Pertiwi Kota Raman, Lampung Timur
2001-2007 : SDN 3 Kota Raman, Lampung Timur
2007-2010 : SMP Raudlatul Qur‟an Metro, Lampung
2010-2013 : MAN 1 MODEL Bandar Lampung
2013-2017 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Recommended