View
3
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS
TRAFFICKING DI KAWASAN SEGITIGA EMAS
(MYANMAR, THAILAND, LAOS) PERIODE 2013 - 2016
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Nurul Isnaini
1112113000112
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
v
ABSTRAK
Semakin maraknya arus globalisasi di Asia Tenggara telah menyebabkan
berbagai tindak kejahatan lintas batas yang salah satunya adalah drugs trafficking.
Asia Tenggara memiliki kawasan yang tingkat produksi narkotika dan obat-obat
terlarangnya tinggi yaitu kawasan segitiga emas yang terdiri dari tiga negara
seperti Myanmar, Thailand dan Laos. ASEAN sebagai organisasi kawasan
memiliki peran dalam menyelesaikan masalah peredaran narkotika dan obat-obat
terlarang di kawasannya. Dengan kondisi tersebut, maka dalam skripsi ini penulis
menganalisis kebijakan ASEAN dalam penanganan drugs trafficking di kawasan
segitiga emas (Myanmar, Thailand, Laos) periode 2013-2016. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kebijakan ASEAN dalam
penanganan drugs trafficking di kawasan segitiga emas dan mengetahui
hambatan-hambatan ASEAN dalam penanganan drugs trafficking itu sendiri.
Dalam skripsi ini, penulis menggunakan teori Neoliberal Institusionalisme dan
konsep organisasi internasinal untuk menganalisa kebijakan ASEAN dalam
penanganan drugs trafficking di kawasan segitiga emas (Myanmar, Thailand,
Laos) periode 2013-2016. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif
dengan mengumpulkan data secara data sekunder yang pengumpulan datanya
bersumber dari studi pustaka, e-book, jurnal dan internet sources melalui Google
store. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan hasil dari
kebijakan ASEAN yaitu menerapkan tiga program dasar yaitu Demand Reduction,
Law Enforcement, dan Alternative Development ke negara-negara yang termasuk
dalam segitiga emas seperti Myanmar, Thailand dan Laos. Melalui badan khusus
yang dibentuk ASEAN untuk menangani perdagangan narkoba yaitu ASOD
(ASEAN Senior Officials on Drugs Matters), ASEAN melakukan kerjasama
dengan negara anggota dan ngara di luar anggota. Kerjasama tersebut memiliki
kelemahan yaitu keterbatasan sumber daya manusia, adanya benturan kepentingan
nasional antara negara kawasan segitiga emas dengan otoritas ASEAN, serta
sumber dana yang tidak mencukupi.
Kata kunci: drugs trafficking, ASEAN, ASOD, kawasan segitiga emas
vi
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
kemudahan yang diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah dan terlimpah kepada
Nabi Muhammad saw.
Selama penyusunan skripsi ini penulis banyak menerima saran dan semangat
dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Ahmad Alfajri, M.A selaku ketua Program Studi Hubungan
Internasional yang telah memotivasi penulis untuk menyelesaikan
penulisan skripsi hingga akhir.
2. Jajaran dosen dan staf Program Studi Hubungan Internasional, atas segala
upaya dalam membantu penulis dari awal perkuliahan.
3. Ibu Inggrid Galuh Mustikawati, M.HSPS selaku dosen pembimbing yang
telah bersedia meluangkan waktu dan pemikirannya selama membimbing
penulis dalam menyelesaikan skripsi.
4. Kedua orang tua ku tersayang Ayahanda Marji Saali, S.Pd dan Ibunda
Nurhayati yang selalu setia mendukung serta sabar selama penulis
menjalankan perkuliahan hingga penulisan skripsi ini diselesaikan.
5. Kakakku Dini Pramudita, SE., adik-adikku Nasya Tikalisti dan M. Rakha
Firdiansyah yang selalu memberikan semangat agar penulis tidak
menyerah untuk menyelesaikan skripsi ini.
6. Teman seperjuanganku Santi Puspita Dewi yang sama-sama berjuang
menulis skripsi dan saling mengingatkan untuk terus semangat
mengerjakan skripsi hingga selesai.
vii
7. Teman terbaikku Athini Mardlatika El Hassan dan Nurul Minchah yang
tidak pernah berhenti memberikan semangat, saran, serta bantuan selama
penulis menyelesaikan skripsi.
8. Teman-temanku semasa SD dan SMP sampai sekarang Vina Dwi Ardianti,
Rahma Riani, Dwi Dianti, Maemunah dan Sunnu yang selalu mendukung
dan memotivasi penulis untuk terus semangat menyelesaikan studi.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
memberikan bantuan selama proses penulisan skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, maka
penulis menyadari mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat
menulis lebih baik lagi dikemudian hari.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 8
1.4 Tinjauan Pustaka ............................................................................ 8
1.5 Kerangka Pemikiran ..................................................................... 10
1.5.1 Neeoliberalisme Institusional .................................................... 10
1.5.2 Konsep Organisasi Internasional .............................................. 12
1.6 Metodologi Penelitian .................................................................. 14
1.7 Sistematika Penulisan ................................................................... 16
BAB II GAMBARAN UMUM ASSOCIATION OF SOUTH EAST ASIA
NATIONS (ASEAN) DAN ASEAN SENIOR OFFICIAL ON DRUGS
MATTERS (ASOD)
2.1 Sejarah Terbentuknya ASEAN .................................................... 18
2.2 Sejarah Terbentuknya ASOD ....................................................... 23
BAB III DRUGS TRAFFICKING DI KAWASAN SEGITIGA EMAS
3.1 Drugs Trafficking di Kawasan Segitiga Emas ............................. 28
3.2 Jenis Narkotika dan Obat-Obatan Terlarang di Kawasan Segitiga
Emas ................................................................................................... 32
3.2.1 Jenis Obat-Obatan di Myanmar............................................ 33
3.2.2 Jenis Obat-Obatan di Laos dan Thailand.............................. 35
3.3 Jalur Peredaran Drugs Trafficking di Kawasan Segitiga Emas.... 36
3.4 Faktor-Faktor Penyebab Drugs Trafficking di Asia Tenggara … 38
3.4.1 Faktor Globalisasi ………………………………..……….. 38
ix
3.4.1 Faktor Imigran Gelap ………………………...………….. 39
3.4.1 Faktor Ekonomi ……………………………...…………...40
3.4.1 Faktor Letak Geografis ………………………………….. 41
BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS
TRAFFICKING DI KAWASAN SEGITIGA EMAS (MYANMAR,
THAILAND, DAN LAOS PERIODE 2013-2016
4.1 Kebijakan ASEAN dalam Penanganan Drugs TRafficking ......... 43
4.1.1 Peranan ASOD di Kawasan Segitiga Emas .................. ..... 49
4.2.2 Implementasi ASOD di Negara Kawasan Segitiga Emas.... 51
4.2 Hambatan ASEAN dalam Penanganan Drugs TRafficking ........ 56
4.2.1 Keterbatasan Sumber Daya Manusia .................................... 57
4.2.2 Benturan Kepentingan Nasional antara Negara-Negara
Segitiga Emas dengan Otoritas ASEAN........................... 59
4.2.1 Keterbatasan Sumber Dana .................................................. 60
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 64
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel III.1 Jenis-jenis Narkoba yang Beredar di Negara Anggota ASEAN
tahun 2017 .............................................................................. 32
Tabel IV.1 Jumlah Personel Pertahanan-Keamanan Negara-Neagara
ASEAN…………………..…………………………..……. 58
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1 Budidaya Opium di Asia Tenggara, 1998-2013 …………... 6
Gambar II.1 Struktur Organisasi ASEAN ...................……………..… 21
Gambar III.1 Jaringan Obat-Obatan di Segitiga Emas ...…………….…...30
Gambar III.2 Rute Perdagangan Heroin yang Mempengaruhi Asia Timur
dan Asia Tenggara ...……………..............................….. 37
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Struktur Organisasi ASEAN .................................................. xiv
xiii
DAFTAR SINGKATAN
ACCORD : ASEAN and China Cooperative Operation in Response to
Dangerous Drugs
AMM : ASEAN Ministerial Meeting
AMMTC : ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime
ASA : Association of Southeast Asia
ASEAN : Association of South East Asia Nations
ASOD : ASEAN Senior Officials on Drugs Matters
ICT : Information Comunication Technology
KTT : Konferensi Tingkat Tinggi
MEF : Minimum Essential Force
PBB : Persatuan Bangsa-Bangsa
SEATO : Southeast Asia Treaty Organization
SOMTC : Senior Official Meeting on Transnational Crime
TOC : Transnational Organized Crime
UNDCP : United Nations International Drug Control Programme
UNODC : United Nations Office on Drugs and Crime
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Skripsi ini membahas tentang kebijakan ASEAN (Association of
South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan
narkoba) di Kawasan Segitiga Emas yaitu Myanmar, Thailand dan Laos
periode 2013-2016. Berkembanganya kejahatan lintas batas yaitu drugs
trafficking harus diatasi dengan baik, untuk mengatasinya sebuah wilayah
memerlukan suatu organisasi. ASEAN merupakan organisasi regional yang
dijadikan sebagai wadah untuk mengatasi fenomena drugs trafficking di
kawasan Asia Tenggara. Dalam menghadapi kejahatan transnasional seperti
peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang, ASEAN mencoba untuk
berperan secara aktif dengan mengadakan pertemuan untuk para negara
anggotanya.
Menghadapi isu kejahatan lintas batas yang salah satunya adalah
perdagangan narkoba, ASEAN mengadakan pertemuan di Manila pada 26
Juni 1976. Pertemuan tersebut berupa sidang ASEAN Ministerial Meeting
(AMM) . Dalam sidang tersebut, para anggota ASEAN sepakat untuk
menandatangani ASEAN Declaration of Principles to Combat the Abuse of
Narcotic Drugs yang dijadikan sebagai langkah awal ASEAN dalam
2
upaya mengatasi kasus narkoba.1 Sebagai organisasi kawasan, ASEAN
membentuk Asean Senior Official on Drugs Matters (ASOD) pada 1984.
ASOD dibentuk bersama untuk mencegah dan menindaklanjuti kejahatan
peredaran obat-obatan terlarang di kawasannya yang saat itu terdiri dari
enam negara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Singapura dan
Brunei Darussalam. Asean Declaration of Principles to Combat the Abuse
of Narcotics Drugs dilaksanakan oleh ASOD sebagai salah satu tugasnya
sebagai badan hukum dari ASEAN yang menangani masalah narkotika.2
Selain itu, ASOD juga bertugas untuk menyelaraskan pandangan,
pendekatan, dan strategi dalam menanggulangi masalah narkotika, serta
cara memberantas peredarannya di wilayah ASEAN. Selain ASOD juga
terdapat ASEAN and China Cooperative Operation in Response to
Dangerous Drugs (ACCORD), dan ASEAN-EU sub Committee on
Narcotics.3
Pembentukan ASOD serta kerjasama lainnya dilakukan ASEAN
karena kejahatan atau tindakan kriminal yang dilakukan para aktor non-
negara semakin berkembang. Pesatnya perkembangan kejahatan lintas
batas tersebut menjadi ancaman bagi dunia global. Kejahatan ini disebut
sebagai transnational crime. Perdagangan obat-obatan terlarang atau drugs
trafficking merupakan salah satu dari isu transnational crime (kejahatan
1 ASEAN Sekretariat, ASEAN Plan of Action (Jakarta, 1994), 7.
2 ASEAN Selayang Payang 2000. Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen
Luar Negeri RI. Jakarta 2000. hal 117-118. 3 ASEAN Selayang Pandang, edisi 2008. Direktorat Jendral ASEAN Departemen Luar
Negeri Republik Indonesia 2008, hal. 79.
3
lintas negara) yang menjadi bagian dari bentuk ancaman bagi dunia
global.4
Kejahatan perdagangan narkotika memiliki ciri-ciri yaitu
terorganisir, bersindikat, memiliki pasokan dana yang banyak, serta
menggunakan teknologi canggih dalam aksi mengedarkan narkotikanya.
Transnational crime tidak hanya berupa perdagangan obat-obatan, tetapi
juga meliputi penyelundupan dan perdagangan manusia.. Kelompok teroris
memanfaatkan kejahatan tersebut karena kontrol wilayah perbatasan
negara-negara anggota ASEAN yang masih lemah. Salah satu kawasan
yang memiliki kontrol wilayah perbatasannya lemah yaitu kawasan Asia
Tenggara, dimana masalah kejahatan lintas batas sangat rentan dan
berkembang cukup pesat.
Salah satu kawasan penghasil obat-obatan terlarang di Asia
Tenggara yaitu Myanmar, Thailand, dan Laos. Ketiga negara tersebut
memiliki istilah Golden Triangle atau dikenal dengan segitiga emas.
Kawasan segitiga emas merupakan kawasan penghasil obat tertinggi kedua
setelah Golden Crescent. Kawasan ini terdiri dari tiga negara yaitu,
Afganistan, Pakistan, dan Iran. Menurut perwakilan Persatuan Bangsa-
Bangsa (PBB) untuk urusan Narkoba dan kejahatan UNODC, Jeremy
Douglas, jaringan perdagangan narkoba internasional yang kompleks
secara aktif meningkat di wilayah Asia Tenggara yang merupakan salah
satu wilayah tersibuk dalam perdagangan narkotika.
4 Matthew S. Janner, Handbook of Transnational Crime and Justice (The United State of
America, 2013), 65.
4
Aktivitas perdagangan narkotika di Asia Tenggara diawali dengan
adanya penyelundupan ke perbatasan-perbatasan negara oleh pengedar
narkoba dari Myanmar. Perdagangan narkoba di Myanmar didukung oleh
Tatmadaw yang merupakan Angkatan Bersenjata Myanmar. Pengedar
narkoba di Thailand juga berperan dalam aktivitas perdagangan dan
aktivitas penanaman opium yang terkenal di bagian utara Thailand. Di
Laos para petani juga melakukan aktivitas penanaman opium terutama di
bagian utara dan bagian barat negaranya. Selain memproduksi opium,
pengedar narkoba di Laos berperan dalam penyelundupan heroin ke
Thailand melalui perbatasan Laos.
Berkaitan dengan perdagangan narkotika ilegal, ada tiga elemen
penting di dalamnya yaitu daerah yang menjadi pemasok, orang atau
organisasi yang mendistribusikan narkotika, serta pengguna atau pemakai
narkotika. Jumlah penduduk Asia Tenggara yang hampir 500 juta jiwa
menjadikan wilayah ini bukan saja sebagai produksi terbesar obat-obatan
berbahaya, namun juga sebagai pasar yang potensial bagi para produsen
dan pengedar narkotika.
Kawasan segitiga emas memproduksi narkotika, heroin, dan
amphetamine yang kemudian disebarkan ke seluruh penjuru dunia.5 Letak
Thailand yang strategis sering digunakan sebagai jalur transit bagi
penyelundupan narkotika dan obat-obatan terlarang. Para pelaku
perdagangan obatan terlarang mendatangkan barang ilegal tersebut dari
5 B. Bosu, Sendi-Sendi Kriminologi (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), 68.
5
Laos atau Myanmar jika permintaan konsumen tidak terpenuhi oleh
produsen di Thailand.6
Setiap negara anggota ASEAN memiliki data statistik yang
digunakan untuk melihat perkembangan dari kasus-kasus peredaran
narkotika yang terjadi di kawasan negara anggota ASEAN itu sendiri.
Salah satu contoh dari hasil data statistik tersebut yaitu adanya
peningkatan kasus narkotika di Thailand pada tahun 1998 sebesar 167.039
kasus yang awalnya hanya 122.119 kasus yang terjadi di tahun 1994, tidak
hanya di Thailand tetapi peningkatan tersebut juga terjadi di Malaysia
yang mengalami peningkatan menjadi 21.073 kasus yang pada awalnya
hanya 11.672 kasus yang terjadi pada tahun 1994.7
Kartel narkoba di Thailand memiliki peran sebagai produsen
narkotika dan obat-obatan terlarang jenis opium. Selain jenis opium,
sindikat ini juga membudidayakan narkoba jenis lain seperti ganja dan
kratom dengan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan opium. Dalam
perannya sebagai produsen obat-obat terlarang, jenis metamfetamin juga
diproduksi di Thailand. Jenis metamfetamin ini termasuk jenis obat yang
6 Ralf Emmers. 2003. The Threat of Transnational Crime in Souteast Asia : Drug
Trafficking, Human Smuggling and Trafficking, and Sea Piracy, (discussion paper, Institute of
Defence and Strategic Studies Singapore, 2003), tersedia di
http://www.redalyc.org/pdf/767/76711296006.pdf, diunduh pada 5 April 2017. 7 Data himpunan dari hasil Workshop on ASEAN Community ness: The Drug Problem in
the Region. Bandung. 24-27 Oktober 1999. Diselenggarakan oleh Departemen Penerangan RI.
Jakarta, 6-8 April 1999.
6
difavoritkan. Pada tahun 2011 terdapat 1,4 juta pecandu yang diantaranya
terdapat 1,1 juta merupakan pengguna jenis metamfetamin.8
Gambar I.1 Budidaya Opium di Asia Tenggara, 1998-2013
Sumber: UNODC SEA Opium Survey 2013
Produksi opium di Segitiga Emas mengalami peningkatan yang
terus berlanjut hingga 2013. Berdasarkan sumber dari UNODC (United
Nations Office on Drugs and Crime), peningkatan 2,7 kali terjadi di
kawasan Segitiga Emas selama delapan tahun yang mengindikasikan
bahwa masyarakat Thailand, Laos, dan Myanmar masih menggantungkan
8 Anggia Wulansari. Upaya dan Tantangan Thailand dalam Penanggulangan Narkotika
dan Obat Terlaranf Menuju Drug-Free ASEAN 2015, diunduh dari http://journal.unair.ac.id
diakses pada 15 Juni 2017.
7
perekonomian pada budidaya opium. Jumlah perdagangan obat-obatan
terlarang di Segitiga Emas tersebut mencapai 16,3 miliar dolar.
Perkembangan peredaran narkotika dan obat bius di Asia Tenggara
terus meningkat setiap tahunnya. Melihat masalah drugs trafficking yang
terus-menerus mengalami peningkatan, ASEAN mendeklarasikan Drug-
Free ASEAN 2020. Akan tetapi, anggota ASEAN sepakat untuk
mempercepat penerapan Drug-Free ASEAN yang awalnya tahun 2020
diubah menjadi 2015, hal ini telah disepakati oleh semua anggota ASEAN.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menulis skripsi
ini dengan judul “Kebijakan ASEAN dalam Penanganan Drugs
Trafficking di Kawasan Segitiga Emas (Myanmar, Thailand, Laos)
Periode 2013 - 2016”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dijabarkan,
“Kebijakan ASEAN dalam Penanganan Drugs Trafficking di Kawasan
Segitiga Emas (Myanmar, Thailand, Laos) Periode 2013-2016” akan
dibahas oleh penulis di dalam skripsi ini, maka rumusan masalahnya
sebagai berikut :
1. Bagaimana Kebijakan ASEAN dalam Penanganan Drugs
Trafficking di kawasan Segitiga Emas (Myanmar, Thailand, Laos)
Periode 2013-2016 ?
8
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui bagaimana kebijakan ASEAN dalam
penanganan drugs trafficking di kawasan segitiga emas.
2. Mengetahui hambatan-hambatan ASEAN dalam
penanganan drugs trafficking.
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menambah wawasan para pembaca mengenai kebijakan
ASEAN dalam penanganan drugs trafficking di kawasan
Segitiga Emas.
2. Memberikan gambaran mengenai beberapa jenis obat-
obatan terlarang di kawasan Segitiga Emas.
1.4 Tinjauan Pustaka
Sebelum skripsi ini ditulis, ada beberapa ahli yang membuat tulisan
mengenai permasalahan drugs trafficking. Pertama, Zarina Othman dengan
tulisannya yang berjudul “Myanmar, Illicit Drug and Security
Implication”.9 Dari tulisan ini diketahui bahwa drugs trafficking di
Myanmar berkembang pesat dan mengancam keamanan negara. Ancaman
terhadap manusia selalu berpotensi mengancam stabilitas negara. Pada
1998, masalah perdagangan dan peredaran narkoba dijadikan sebagai
ancaman keamanan regional dan stabilitas kawasan oleh ASEAN.
9 Zarina Othman, Illicit Drug Trafficking and Security Implication. Akademika 65 : 2004
h. 27.
9
Dalam tulisan Zarina Othman, penulis membahas peredaran
narkoba di kawasan Asia Tenggara, akan tetapi hanya fokus pada satu
negara yaitu Myanmar yang merupakan negara penghasil opium. Berbeda
dengan skripsi yang penulis buat, disini penulis membahas peredaran
narkotika tidak hanya di Myanmar saja tetapi juga di negara yang
termasuk ke dalam kawasan segitiga emas yaitu Thailand dan Laos.
Kedua, “Kebijakan ASEAN dalam Menangani Masalah Drugs
Trafficking di Indonesia 2003-2008” yang ditulis oleh Natiqoh. Dalam
tulisannya dijelaskan bagaimana ASEAN mengambil sebuah kebijakan
dalam mengatasi masalah peredaran narkoba di kawasan Asia Tenggara
khususnya Indonesia yang berpusat di Nangro Aceh Darussalam (NAD).
Terdapat perbedaan antara penulis dengan peneliti Natiqoh dimana
Natiqoh menjabarkan kebijakan ASEAN untuk menangani masalah
perdagangan narkoba yang difokuskan di Indonesia periode 2003-2008.
Sementara itu, dalam skripsi ini penulis mencoba untuk mengambil sebuah
studi kasus di kawasan Asia Tenggara yaitu The Golden Triangle yang
terkenal sebagai kawasan produksi narkotika terbesar kedua di dunia
dengan menggunakan teori neoliberalisme institusional.
Ketiga, Yunus Husein yang meneliti tentang Major Laundering
Countries.10
Menurutnya, masyarakat internasional menjadi frustasi dalam
upaya pemberantasan kasus narkotika, sehingga terlahirlah sebuah rezim
10
Yunus Husein, Hubungan Antara Peredaran Gelap Narkoba dan Tindak Pidana
Pencucian Uang. Artikel Hukum Pidana, 3 Maret 2006.
10
hukum internasional.11
Saat itu, penyitaan dan perampasan harta kekayaan
hasil dari perdagangan narkotika menjadi fokus utama dibandingkan upaya
penangkapan pelaku kejahtannya. Keberhasilan perang melawan kejahatan
narkoba di suatu negara sangat ditentukan oleh efektifitas rezim anti
pencucian uang di negara tersebut, hal ini merupakan asumi dari Yunus
Husein di dalam tulisannya.12
Penelitian Yunus Husein berbeda dengan penelitian skripsi ini,
penelitian ini lebih memfokuskan bagaimana ASEAN mengeluarkan
kebijakannya untuk menangani drugs trafficking di kawasan Asia
Tenggara khususnya di The Golden Triangle, sementara itu penelitian
Yunus Husein cenderung ke arah persoalan drugs trafficking secara umum
atau global.
1.5 Kerangka Pemikiran
1.5.1 Neoliberalisme Institusional
Neoliberalisme institusional merupakan teori dalam hubungan
internasional yang dilahirkan dari pemikiran Robert O Keohane. Teori ini
muncul untuk mengkritik pemikiran realis dan neorealis yang memandang
Hubungan Internasional merupakan sesuatu yang konfliktual.
Neoliberalisme institusional berpendapat bahwa konflik yang ada di
Hubungan Internasional dapat menjadi sesuatu yang lebih menguntungkan.
11
Yunus Husein, Hubungan Antara Peredaran Gelap Narkoba dan Tindak Pidana
Pencucian Uang. Artikel Hukum Pidana, 3 Maret 2006. 12
Yunus Husein, Hubungan Antara Peredaran Gelap Narkoba dan Tindak Pidana
Pencucian Uang. Artikel Hukum Pidana, 3 Maret 2006.
11
Liberalisme melihat institusi merupakan salah satu entitas yang
dapat menciptakan perdamaian melalui kerjasama antar negara.13
Kondisi
hubungan antar negara yang anarki dapat menciptakan suatu kerjasama,
maka dari itu teori neoliberalisme institusional menganggap bahwa
kerjasama lebih menguntungkan daripada berkonflik. Suatu kerjasama
terjadi jika terdapat interdependence antar aktor-aktor di dalamnya.
Konsep interdependence ini dikembangkan oleh Keohane dan Nye,
mengenai dua unit yang saling bergantung antara satu dengan lainnya.14
Keohane mendefinisikan institusi sebagai seperangkat aturan dan
praktik-praktik yang menentukan peran, memaksakan tindakan, dan
membentuk harapan.15
Neoliberal institusional berpandangan bahwa
institusi dapat menentukan perilaku aktor. Institusi tersebut menurut
Keohane dapat berbentuk Organization, Rules, dan Convention. Jadi, teori
ini menekankan adanya institusi dalam Hubungan Internasional.
Teori neoliberal institusional dan neorealis masih sama-sama
beranggapan bahwa negara merupakan aktor utama dalam Hubungan
Internasional, akan tetapi Keohane berpendapat bahwa aktor non-state
juga merupakan aktor dalam Hubungan Internasional. Menurutnya, aktor
non-state juga bisa melakukan kerjasama lintas batas negara.
13
Stephen M. Walt, International Relation: One World, Many Theories, Foreign Policy,
No. 110, special edition: Frontiers of Knowledge (Spring, 1998), 32. 14
Robert O. Keohane dan Joseph S. Nye, Power and Interdependence:World Politics in
Transtition (Boston: Little Brown, 1977), 8. 15
Robert O. Keohane, „Neoliberal Institutionalism: a Perspective on World Politic,‟ in
International Institution and State Power (Boulder: Westview Pres, 1989), 3.
12
1.5.2 Konsep Organisasi Internasional
Sebagai anggota masyarakat internasional, suatu negara tidak dapat
hidup sendiri dalam hubungannya dengan negara lain. Ketergantungan
antar negara ini menyebabkan keberadaan sebuah organisasi sangat
diperlukan. Organisasi tersebut berfungsi sebagai wadah negara-negara
dalam menyalurkan aspirasi, kepentingan, dan pengaruh mereka. Dengan
dibentuknya organisasi maka negara-negara akan berusaha mencapai
tujuan yang menjadi kepentingan bersama.
Menurut Daniel S. Cheever dan H. Field Haviland Jr, organisasi
internasional merupakan sebuah bentuk kerjasama internasional yang di
dalamnya terdapat peraturan yang melembaga antar negara-negara.
Kerjasama tersebut biasanya berdasarkan pada suatu persetujuan dan
kerjasama tersebut mengadakan pertemuan-pertemuan serta kegiatan-
kegiatan staf secara berkala.
Sebuah organisasi dapat disebut sebagai organisasi internasional
jika memiliki syarat-syarat sebagai berikut;16
1. Harus memiliki tujuan internasional.
2. Terdapat anggota di dalamnya yang masing-masing anggota
memiliki hak suara.
16
Clive Archer, International Organizations; Third Edition (New York: Routledge,
2001), 24.
13
3. Untuk melangsungkan kegiatan sebuah organisasi harus
memiliki sebuah markas besar.
4. Pembagian tugas para pejabat dalam menjalankan organisasi
harus dibagi rata yang terdiri dari berbagai bangsa/negara.
5. Para anggota harus membiayai organisasi.
6. Organisasi harus aktif, jika lebih dari lima tahun tidak aktif
maka organisasi tersebut tidak diakui lagi.
Menurut A Le Roy Bannet, sebuah organisasi internasional
memiliki fungsi sebagai berikut:17
1. Keuntungan yang besar dihasilkan dari sebuah kerjasama antar
negara, maka dari itu organisasi internasional harus
menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan negara
anggotanya dalam melakukan kerjasama agar mencapai
tujuannya.
2. Organisasi internasional menjadi wadah bagi negara anggotanya
dalam memecahkan permasalahan yang terjadi, sehingga saluran
komunikasi antar pemerinta negara anggota harus diperbanyak
Organisasi internasional memiliki klasifikasi untuk melihat apa
yang seharusnya dilakukan berdasarkan pada tujuan dan aktivitasnya.
pertama, organisasi yang bertujuan mndorong hubungan co-operative di
17
Le Roy A. Bannet, International Organizations: Principles and Issues (New Jersey:
Prentice Hall Inc, 1997), 2-4.
14
antara anggotanya yang tidak sedang dalam konflik negara. Kedua,
organisasi yang bertujuan untuk menurunkan tingkat konflik di antara
negara anggotanya. Ketiga, organisasi bertujuan untuk menciptakan
confrontation di antara anggota dimana negara anggota tersebut memiliki
perbedaan pendapat. Untuk mempermudah melakukan klasifikasi
terhadap sebuah organisasi internasional, maka klasifikasi organisasi
internasional didasarkan pada tujuan organisasi dan keanggotaan
organisasi tersebut.18
Dalam penelitian ini, penulis akan memfokuskan organisasi
internasional yang diklasifikasikan berdasarkan keanggotaan yaitu
ASEAN yang merupakan organisasi regional di Asia Tenggara. Konsep
organisasi internasional akan dijadikan alat analisa penulis dalam skripsi
ini. Negara menjadi satu kerjasama dalam kerangka ASEAN untuk
menumbas drugs trafficking.
1.6 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, tipe penelitian yang digunakan penulis adalah
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
menggunakan bahasa kasus dan konteks, mempekerjakan bahasa,
memeriksa proses sosial dan kasus dalam konteks sosial mereka, dan
melihat interpretasi atau penciptaan makna dalam pengaturan tertentu.19
18
Robert Jackson dan George Sorensen, Intriduction to International Relations: Theories
and Approaches 3rd edition (New York: Oxford University Press, 2007), 109. 19
William Lawrence Neuman, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative
Approaches (Pearson,2006), 157.
15
Penelitian yang digunakan penulis bersifat deskriptif untuk
menggambarkan, mencatat, menganalisis, dan menjabarkan masalah yang
akan diteliti.
Penelitian kualitatif deskriptif bertujuan untuk mempermudah
pembaca dalam memahami isi skripsi dengan cara menggambarkan
permasalahan menggunakan kata-kata dan angka dan menjawaban sebuah
persoalan dengan pertanyaan seperti siapa, kapan, dimana, dan
bagaimana.20
Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan,
browsing data baik jurnal maupun buku online melalui jaringan internet.
Penulis mencari data-data di perpustakaan FISIP UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, browsing melalui google store untuk mendapatkan E-Book, serta
memperoleh berbagai data dari buku-buku mengenai Ilmu Hubungan
Internasional.
Salah satu kendala dalam melakukan penelitian ini adalah
memperkecil cakupan masalah, sehingga menjadikan penelitian bersifat
umum dan deskriptif. Metode ini digunakan karena lebih mudah dalam
mendapatkan informasi. Dengan menggunakan metode ini, penulis tidak
harus melakukan penghitungan untuk menhasilkan data. Metode penelitian
kualitatif mempermudah penulis untuk menyelesaikan skripsi ini karena
tidak dibutuhkan waktu yang lama dalam pengolahan data dengan kata lain
menghemat waktu.
20
William Lawrence Neuman, Metodologi Penelitian Sosial: Kualitatif dan Kuantitatif
(Jakarta: PT. Indeks, 2015), 44.
16
1.7 Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab. Setiap bab akan membahas hal-
hal yang berbeda. adanya sistematika penulisan ini memudahkan pembaca
dalam memahami skripsi ini. Penulis menyusun skripsi ini dalam
sistematika sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan penggambaran skripsi secara umum yang terdiri
dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II GAMBARAN UMUM ASSOCIATION OF SOUTH EAST
ASIA NATIONS (ASEAN) DAN ASEAN SENIOR
OFFICIAL ON DRUGS MATTERS (ASOD)
Bab ini berisikan uraian tentang sejarah terbentuknya ASEAN dan
ASOD, fungsi dan tujuan dibentuknya ASEAN dan ASOD, menjabarkan
tindakan apa yang sudah ASEAN lakukan dalam menangani drugs
trafficking di periode sebelumnya.
17
BAB III DRUGS TRAFFICKING DI KAWASAN SEGITIGA
EMAS
Bab ini berisikan uraian tentang drugs trafficking di kawasan
Segitiga Emas (Myanmar, Thailand, Laos), jenis-jenis narkotika dan obat-
obatan terlarang, jalur peredaran drugs trafficking di kawasan Segitiga
Emas, serta menjabarkan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan
terjadinya perdagangan narkotika di Asia Tenggara khususnya kawasan
Segitiga Emas.
BAB IV KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN
DRUGS TRAFFICKING DI KAWASAN SEGITIGA
EMAS
Bab ini berisikan analisis terhadap kebijakan yang dikeluarkan
ASEAN untuk menangani peredaran narkotika di kawasan segitiga emas
dan hambatan dalam penanganan peredaran narkotika tersebut.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan penelitian kebijakan ASEAN dalam
penanganan Drugs Trafficking di kawasan segitiga emas.
18
BAB II
GAMBARAN UMUM ASSOCIATION OF SOUTH EAST ASIA
NATIONS (ASEAN) DAN ASEAN SENIOR OFFICIAL ON DRUGS
MATTERS (ASOD)
1.8 Sejarah Terbentuknya ASEAN (Association of South East Asia
Nations)
Pada abad ke-19, Malaysia, Kalimantan Utara, Singapura, dan
Myanmar dikuasai oleh Imperialis Inggris, sedangkan Perancis menguasai
Filipina hingga akhir abad ke-19. Hubungan Internasional setelah Perang
Dunia II ditandai dengan terjadinya Perang Vietnam ke Kamboja serta
upaya pembentukan organisasi regional. SEATO (Southeast Asia Treaty
Organization) merupakan organisasi regional pertama yang dibentuk
dalam upaya membendung pengaruh komunis di kawasan Asia oleh
Amerika, akan tetapi organisasi ini gagal mencapai tujuannya dan
dibubarkan.
Pada tahun 1961, negara-negara Asia Tenggara membentuk
organisasi kawasan yaitu Association of Southeast Asia (ASA). Organisasi
tersebut terdiri dari Malaysia, Philipina, dan Thailand. Pecahnya konflik
Philipina dan Malaysia menyebabkan ASA tidak bertahan lama. Konflik
tersebut terjadi karena Philipina mengklaim daerah Sabah sebagai bagian
dari negaranya.
19
Kegagalan dari beberapa organisasi yang sudah dibentuk
menimbulkan kesadaran bahwa harus ada upaya yang lebih untuk
mewujudkan integrasi kawasan. Pada Agustus 1967, lima Meneteri Luar
Negeri sebagai perwakilan dari masing-masing negara yaitu Adam Malik
(Indonesia), Tun Abdul Razak (Malaysia), Narciso Rueca Ramos
(Filipina), Sinnathamby Rajaratnam (Singapura) dan Thanat Khoman
(Thailand) mengadakan pertemuan di kota Bang Saen, Bangkok. Dalam
pertemuan ini, lima wakil-wakil tersebut sepakat untuk membentuk sebuah
organisasi kawasan yang baru. Pertemuan para wakil dari lima negara
diadakan selama empat hari di aula utama gedung Departemen Luar
Negeri di Bangkok ibu kota Thailand. Pada 8 Agustus 1967 melalui
Deklarasi Bangkok, lahirlah sebuah organisasi yaitu ASEAN.21
Terdapat
empat bidang yang akan difokuskan oleh organisasi ini dalam
kerjasamanya, bidang politik dan keamanan, ekonomi, serta sosial dan
budaya.
Organisasi ASEAN ini bersifat terbuka, dimana setiap negara-
negara di kawasan Asia Tenggara bisa berpartisipasi dan mengikuti prinsip
serta tujuan dari dibentuknya organisasi tersebut. Pada tahun 1984,
anggota ASEAN bertambah dengan masuknya Brunei Darussalam,
kemudian pada 1995 Vietnam bergabung juga ke dalam ASEAN. Laos dan
Myanmar ikut bergabung pada tahun 1997. Negara anggota terakhir yang
21
Association of Southeast Asian Nations, “ The Founding of ASEAN”, tersedia di
https://asean.org/asean/about-asean/history/ diakses pada 12 Oktober 2018.
20
bergabung ke dalam ASEAN adalah Kamboja pada tahun 1999. Setalah
sepuluh negara bergabung, pada tahun 2008 disepakati ASEAN Charter.
Dalam periode awal (1967-1976), ASEAN dipandang sebelah mata
sebagai sebuah organisasi regional. Akan tetapi, ASEAN berhasil
menunjukkan perkembangannya yang berangsur-angsur. ASEAN berhasil
membuat negara anggotanya belajar memahami satu sama lain, berdiskusi
bersama-sama di dalam forum untuk menentukan masalah bersama baik
secara berkelompok atau sendiri-sendiri.22
Sebagai organisasi regional, ASEAN memiliki prinsip yang
dipegang teguh oleh negara-negara anggotanya, yakni:23
1.9 Negara-negara anggota memiliki kedaulatan dan kesetaraan
yang harus dihormati seluruh anggota.
1.10 Untuk mencapai perdamaian dan keamanan, maka harus ada
komitmen dan tanggung jawab bagi seluruh anggota.
1.11 Adanya agresi, ancaman, serta penggunaan kekuatan harus
ditolak oleh setiap anggota jika perbuatan tersebut
melanggar hukum internasional.
1.12 Jika terjadi persengketaan antar anggota, harus diselesaikan
dengan cara damai. Urusan dalam negeri masing-masing
anggota tidak boleh dicampuri oleh anggota negara yang
22
M. Sabir, ASEAN: Harapan dan Kenyataan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1992),
58-59. 23
Sekretariat Nasional ASEAN-Indonesia, “Tentang ASEAN” tersedia di http://setnas-
asean.id/tentang-asean diakses pada 12 Oktober 2018.
21
lainnya. Serta harus menghormati adanya perlindungan hak
asasi manusia.
Gambar II.1 Struktur Organisasi ASEAN
Sumber: Sekretariat Nasional ASEAN – Indonesia24
Kejahatan lintas negara menjadi perhatian para anggota ASEAN.
Organisasi ASEAN mengintensifkan kerjasama melalui berbagai
mekanisme, inisiatif dan instrumen hukum untuk mencegah dan
memberantas kejahatan lintas negara.25
Badan pengambil kebijakan
tertinggi dalam kerjasama ASEAN untuk menangani kejahatan lintas
24
Untuk mengetahui lebih terperinci mengenai struktur organisasi ASEAN bisa dilihat
pada lampiran 1. 25
Kementerian Luar Negeri Republik Indoneisa, “Masyarakat Politik-Keamanan
ASEAN”, tersedia di https://kemlu.go.id/portal/id/read/121/halaman_list_lainnya/masyarakat-
politik-keamanan-asean, diakses pada 13 Oktober 2018.
22
negara adalah ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime
(AMMTC). Badan ini mengkoordinasikan berbagai kerjasama badan-
badan ASEAN yang terkait dengan pemberantasan kejahatan lintas negara,
salah satunya yaitu ASOD.
Selain Dewan Masyarakat Politik-Keamanan ASEAN, struktur
organisasi yang menyangkut peredaran narkotika dan obat-obatan
terlarang adalah Dewan Masyarakat Sosial Budaya ASEAN. Dewan
Masyarakat ini bersifat terbuka serta mencakup kerjasama yang luas dan
multisektor. Salah satu perkembangan dari kerjasama bidang di pilar sosial
budaya yaitu pengendalian penyebarluasan penyalahgunaan narkoba.26
Negara-negara anggota ASEAN sepakat untuk saling bertukar informasi
dan pengalaman terkait dengan upaya penanggulangan penyalahgunaan
narkotika,
Struktur organisasi sangat penting dan harus ada di dalam sebuah
organisasi karena dengan adanya struktur, maka ada kejelasan dalam
pembagian tugas dan tanggung jawab setiap anggotanya. Dengan adanya
struktur organisasi di ASEAN, maka akan terlihat jelas kegiatan pekerjaan
antara satu anggota dengan yang lainnya bisa dibatasi sesuai dengan
bagiannya masing-masing.
26
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, “Masyarakat Sosial Budaya ASEAN”,
tersedia di https://kemlu.go.id/portal/id/read/115/halaman_list_lainnya/masyarakat-sosial-budaya-
asean, diakses pada 13 Oktober 2018.
23
1.13 Sejarah Terbentuknya ASOD (Asean Senior Official on Drugs
Matters)
Kejahatan lintas negara di yang berkembang di kawasan ASEAN
meliputi terorisme, perdagangan senjata, perdagangan manusia dan
permasalahn narkotika. Perkembangan transnational crime khususnya
permasalahan narkotika dan obat-obatan terlarang membuat ASEAN
memiliki tekad untuk menangani kejahatan tersebut yang tertuang di
dalam tujuan serta prinsip dari ASEAN, yaitu menanggapi secara efektif
segala bentuk ancaman baik kejahatan lintas negara maupun tantangan
lintas batas.27
Upaya ASEAN dalam menangani permasalahan narkotika
dimulai pada tahun 1972 dengan diadakannya ASEAN Expert Group
Meeting on the Prevention and Control of Drug Abuse. Hal tersebut
diadakan dengan harapan ASEAN dapat memerangi drugs trafficking di
kawasannya. Pada sidang ASEAN Ministerial Meeting (AMM) di Manila
26 Juni 1976, ditandatangani ASEAN Declaration of Principles to Combat
the Abuse of Narcitocs Drugs yang merupakan langkah awal ASEAN
untuk menghadapi kasus narkotika.28
Dalam upaya mengatasi drugs tarfficking, ASEAN Senior Officials
on Drugs Matters (ASOD) disepakati oleh negara-negara anggota ASEAN
dengan tujuan untuk meningkatkan kerjasama. ASOD ditugaskan untuk
memutus mata rantai peredaran gelap narkoba serta pencucian uang hasil
27
Association of Southeast Asian Nations, 2012, “The ASEAN Charter In English and
ASEAN Languages”, Jakarta: ASEAN Sekretariat, hal. 121. 28
ASEAN Sekretariat, ASEAN Plan of Action (Jakarta, 1994), 7.
24
dari perdagangan narkotika. Pada tahun 1984 ASOD diresmikan dan
menghasilkan Rencana Aksi ASEAN terhadap pengendalian narkotika.
Rencana Aksi ASEAN tersebut difokuskan ke dalam empat bidang yaitu
pendidikan pencegahan, terapi dan rehabilitasi, penegakan hukum, dan
penelitian.29
Sebagai badan khusus ASEAN dalam penanganan drugs
trafficking, terdapat tugas-tugas yang dimiliki ASOD sebagai berikut:30
a. Pandangan, pendekatan dan strategi diselaraskan oleh ASOD untuk
menangani drugs trafficking di wilayah ASEAN.
b. Menegakkan hukum, menyusun undang-undang. Memberikan
pemahaman dengan cara pendidikan, serta memberikan penjelasan
kepada masyarakat.
c. Dalam pertemuan ASEAN Drug Expert ke-8 di Jakarta tahun 1984.
Maka terdapat kesepakatan bahwa ASEAN Policy and Strategies on
Drug Abuse Control dijalankan oleh ASOD.
d. International Conference on Drug Abuse and Illicit Trafficking telah
menetapkan pedoman menyangkut bahayanya narkotika dan pedoman
tersebut harus dilaksanakan.
e. Mengevaluasi dan memonitor semua program yang dirancang dalam
penanganan masalah narkotika di kawasan negara anggota ASEAN
29
Badan Narkotika Nasional RI, 2010, “Pertemuan ASEAN Senior Officials on Drug
Matters (ASOD) dalam hal Kerjasama Pengendalian Narkoba dan Obat-obatan”, tersedia di
https://bnn.go.id/blog/siaranpers/pertemuan_asean_senior_officials_on_drug_matters_asod_dalam
_hal_kerjasama_pengendalian_narkoba_dan_obat-obatan_/ diakses pada 12 Oktober 2018. 30
Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, 2000, “Kerjasama ASEAN dalam
Menanggulangi Kejahatan Transnasional” Deplu RI, hal. 173-174.
25
f. Berusaha untuk mendorong pihak ke tiga untuk melakukan kerjasama
dalam upaya memberantas peredaran narkotika dan obat-obat
terlarang.
g. Melakukan peningkatan upaya untuk mencapai ratifikasi, pelaksanaan
semua ketentuan PBB yang saling terkait dengan perdagangan
narkotika.
Secara umum, peran ASOD tertuang dalam “ASEAN Regional
Policy and Strategy in the Prevention and Control of Drug and Illicit
Trafficking” yang berisikan tiga variabel utama yaitu kebijakan,
pendekatan, dan strategi. Peran ASOD hanya sebatas membangun
kerjasama eksternal, memfasilitaskan, serta memberikan saran terkait
penanggulangan peredaran narkotika.
ASOD berperan sebagai badan informasi negara anggota dalam
mendapatkan informasi terkait dengan kondisi drugs trafficking di luar
kawasan. Hal ini dikarenakan ASEAN memiliki hubungan kerjasama
dengan organisasi internasional lain seperti kerjasama dengan badan yang
menangani masalah drugs trafficking di Persatuan Bangsa Bangsa (PBB)
yaitu United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC). Dengan
adanya kerjasama tersebut, informasi ini dapat memperkecil terjadinya
perkembangan drugs trafficking.
Pada tanggal 25-26 Agustus 2008, ASOD mengadakan pertemuan
ke-29 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam. Pada pertemuan yang
26
dilakukan telah menghasilkan beberapa rekomendasi dari kelompok kerja
(Working Groups) sebagai berikut:31
a. Alternative Development
b. Preventive Education
c. Treatment and Rehabilitation
d. Law Enforcement
e. Research.
Pada pertemuan ke-30 ASOD di Phnom Penh, Kamboja tahun
2009, telah menghasilkan rencana kerja ASOD Terkait Usaha Memerangi
Pembuatan Ilegal dan Penyalahgunaan Narkoba (ASOD Work Plan on
Combating Illicit Drug Manufacturing Trafficking and Abuse (2009-
2015)) sebagai suatu komitmen kuat ASEAN dalam memerangi bahaya
Narkoba. Rencana kerja ini dibuat dengan tujuan mewujudkan Drug-Free
ASEAN 2015.
Secara umum, mekanisme kerja ASOD adalah badan yang
dibentuk untuk membuat agenda pertemuan, merencanakan proyek
kerjasama terkait penanggulangan masalah drugs trafficking, serta
menghasilkan rekomendasi rekomendasi dari hasil working group yang
diwadahi oleh ASOD sendiri. Maka, tugas ASOD adalah menyelaraskan
pandangan, pendekatan dan strategi dalam menanggulangi masalah
narkoba, melalui konsolidasi.
31
ASEAN. ASEAN Selayang Pandang Edisi ke-19 (Jakarta, 2010), 153.
27
Amerika Serikat, Tiongkok, Australia dan Pakistan telah
melakukan kerjasama bilateral dengan ASEAN melalui salah satu badan
ASEAN yaitu ASOD. Sedangkan kerjasama UNDCP (United Nations
International Drug Control Programme) dan Uni Eropa dibangun ASEAN
sebagai salah satu kerangka kerjasama inter regional dari organisasi
kawasan tersebut. Kerjasama yang dilakukan bertujuan untuk memperoleh
beberapa keuntungan. Keuntungan ini meliputi pertukaran informasi dan
keahlian sehingga melalui kerjasama eksternal, ASEAN mampu menutupi
dana yang selama ini menjadi faktor penghambat program ASOD.
28
BAB III
DRUGS TRAFFICKING DI KAWASAN SEGITIGA EMAS
3.1 Drugs Trafficking di Kawasan Segitiga Emas
Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang tinggi akan
tingkat kejahatan transnasionalnya seperti perdagangan narkotika. Pada
abad ke-19, bahan-bahan coccain dan heroin yang memiliki kandungan
yang sangat kuat digunakan oleh masyarakat. Dalam ilmu kedokteran,
psychoactive adalah bahan yang digunakan untuk keperluan pengobatan.
Semakin maju zaman, maka semakin maju pula masyarakatnya.
Masyarakat mengguanakan alat suntik (hypodermic syringe), obat-oabatan
disuntikkan ke tubuh manusia dengan efek yang kuat dan menimbulkan
ketergantungan yang akut.32
Drugs trafficking telah menjadi sebuah fenomena global yang
dampaknya menyebar ke semua negara. Asia Tenggara memiliki kawasan
yang terkenal akan produksi obat-obatan terlarangnya yaitu kawasan
segitiga emas. Kawasan ini meliputi tiga negara diantaranya Myanmar,
Thailand dan Laos. Ketiga negara tersebut memproduksi dan menyebarkan
heroin dan amphetamin ke seluruh penjuru dunia.33
Perdagangan obat-
32
Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Deplu RI “Kerjasama ASEAN dalam
Menanggulangi Kejahatan Transnational” 2000. h. 21. 33
Bambang Cipto, Hubungan Internasional di Asia Tenggara “Teropong Terhadap
Dinamika, Kondisi Riil dan Masa Depan” (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 228.
29
obatan terlarang merupakan salah satu bisnis yang besar keuntungannya
sehingga para pelaku utamanya sangat sulit untuk ditaklukan.
Myanmar menyalurkan obat-obatan terlarang ke Thailand. Selain
Thailand, jalur lain yang digunakan untuk menyebarkan narkotika dan obat
terlarang yaitu melalui Yunan, Guang Dong, Hongkong, dan Macao.
Bukan hanya Thailand, Vietnam juga merupakan jalur transit beserta
Kamboja dan Philipina. Pelaku perdagangan narkotika dan obat-obatan
terlarang menggunakan jalur-jalur tersebut yang kemudian dikirim ke
seluruh dunia.
Terdapat tiga bagian yang saling berkaitan dalam masalah narkotika
dan obat-obatan terlarang:34
pertama obat-obatan diproduksi secara ilegal,
kedua adanya transaksi perdagangan ilegal yang dilakukan, ketiga
penyalahgunaan obat-obat terlarang. Obat-obatan terlarang diproduksi
secara ilegal dengan proses pembudidayaan tanaman yang menjadi bahan
baku dari obat tersebut. Bahan baku coccain, opium poppies merupakan
bahan baku dari heroin sedangkan ganja merupakan bahan baku dari
marijuana. Semua bahan baku tersebut diproses hingga siap untuk
diperdagangkan dan dikonsumsi.
Perdagangan ilegal merupakan kegiatan atau aktivitas yang berupa
penyelundupan dan perdagangan obat-obatan terlarang. Obat-obatan
berbahaya yang digunakan tidak sesuai dengan dosis kesehatan akan
berdampak serius terhadap kesehatan tubuh, yang kemudian menyebabkan
34
Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Deplu RI “Kerjasama ASEAN dalam
Menanggulangi Kejahatan Transnational” 2000. h. 21.
30
peningkatan pada maraknya kejahatan dan tindakan kekerasan serta
memburuknya kondisi kesehatan.
United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) pada tahun
2014 melaporkan adanya peningkatan dalam budidaya Bunga Candu dan
Opium di Myanmar dan Laos hingga mencapai 63.800 ha yang
sebelumnya hanya 61.200 ha pada tahun 2013. Dari laporan tersebut
menunjukkan bahwa adanya peningkatan dari tahun 2006 hingga mencapai
tiga kali lipat. Myanmar dan Laos bersama-sama memproduksi 762 ton
(mt) opium bahan kimia prekursor seperti acetyl anhidride yang telah
dimurnikan menjadi 76 mt heroin yang kemudian diperdagangkan ke
negara-negara tetangga dan ke luar wilayah Asia Tenggara.35
Gambar III.1. Jaringan Obat-Obatan di Segitiga Emas
Sumber : Office of The Narcotic Control Board (ONCB)
35
UNODC, “Southeast Asia Opium Survey,” 2014, tersedia di http://unodc.org diakses
pada 15 Oktober 2018.
31
Pada tahun 2014 antara bulan April hingga Oktober, terdapat 74 juta
pil yaba, serta 2 ton kristal metamfetamin dan 320 kg heroin yang disita
Thailand. Dapat diketahui bahwa pil kualitas tertinggi yang mengandung
15-20 persen metamfetamin murni berasal dari pabrik-pabrik di Utara dan
Selatan Wa yang diproduksi oleh suku bukit Lahu di Myanmar. Produksi
obat-obatan terlarang di kawasan segitiga emas semakin meningkat.
Peningkatan tersebut dapat dilihat dari gambar di atas yang menunjukkan
adanya kenaikan penyitaan produksi obat-obatan terlarang sejak 2006
hingga 2015 di daerah Mekong. Dalam penyitaan pil metamfetamin di
Mekong, Thailand, dari 39,2 juta pil tahun 2006 menjadi 286,2 juta pil di
tahun 2015. Jenis crystal meth juga mengalami peningkatan dari 6,1 ton
menjadi 27,2 ton tahun 2015. Selain kedua jenis obat di atas, heroin yang
disita juga meningkat dari tahun 2006 sebanyak 6,4 ton menjadi 10,8 ton
pada tahun 2015.
Perkembangan Drugs Trafficking yang semakin pesat dimana
Kawasan Segitiga Emas dijadikan sebagai pusat geografis untuk
mengembangkan hubungan transportasi dan melonggarkan rintangan
perdagangan dan pengendalian perbatasan. Hal tersebut membuat jaringan
terorganisir yang memperoleh keuntungan dari perdagangan narkotika di
Asia Tenggara berada pada posisi yang menguntungkan atas integrasi
regional. Maka dari itu, bisnis dan perdagangan opium mengancam tujuan
baik integrasi regional dan rencana pembangunan.
32
3.2 Jenis Narkotika dan Obat-obatan Terlarang di Kawasan
Segitiga Emas
Wilayah Asia Tenggara memiliki perkembangan peredaran narkotika
yang terbilang pesat perkembangannya. Semua negara di wilayah Asia
Tenggara mengalami masalah yang sama yaitu peredaran narkotika dan
obat-obatan terlarang. Jenis-jenis narkotika yang beredar di wilayah ini
beragam. Beberapa negara memiliki jenis obat yang sama, tetapi ada juga
yang berbeda jenisnya.
Tabel III.1 Jenis-jenis Narkoba yang Beredar di Negara Anggota
ASEAN
Negara
Anggota
Jenis Narkoba
Meth Ectasy Heroin Cocaine Opium
Brunei
Darussalam - -
Filipina -
Indonesia -
Kamboja -
Laos -
Malaysia
Myanmar -
Singapura -
Thailand
Vietnam - -
33
Sumber: UNODC, The Challenge of Synthetic Drugs in East and South-
East Asia yang diolah oleh penulis, 2017.
Dari sumber tersebut menunjukkan bahwa negara-negsra di wilayah
Asia Tenggara memiliki masalah yang sama terkait drugs trafficking.
Akan tetapi, negara-negara yang termasuk ke dalam kawasan segitiga
emas cenderung memiliki jenis narkotika yang lebih banyak. Dapat dilihat
Thailand memiliki jenis narkotika yang lebih banyak dibandingkan
Myanmar dan Laos. Akan tetapi, Myanmar lebih mendominasi jumlah
produksi opiumnya dibandingkan dengan kedua negara tersebut.
3.2.1 Jenis Obat-Obatan di Myanmar
Myanmar merupakan negara penghasil salah satu jenis narkotika
yaitu opium yang terbesar di Asia Tenggara dan terbesar kedua di dunia
setelah Afghanistan. Myanmar berperan sebagai aktor utama perdagangan
dan peredaran narkotika dalam kawasan golden triangle (segitiga emas).
Hal tersebut dikarenakan hasil produksi opium Myanmar yang begitu
besar. Jika dilihat dari letak geografis dan iklimnya, iklim yang dimiliki
Myanmar sangat cocok untuk pembudidayaan opium. Opium tumbuh di
tempat dengan tingkat temperatur yang cocok dan berada di dataran tinggi
sekitar 800 meter di atas permukaan laut. Pemeliharaan opium tidak
memerlukan irigasi, fertilisasi serta penyemprotan insektisida, sehingga
opium ini sangat mudah untuk dibudidayakan oleh para produsen.
34
Provinsi Shan terutama di daerah Wa dan Kokang banyak
ditemukannya pembudidayaan opium. Selain itu, Provinsi Kachin, dan
bagian Utara Myanmar juga memperoduksi obat yang sama. Terdapat 90
persen heroin yang beredar di kawasan segitiga yang diproduksi oleh
episentrum penanaman opium di perbukitan Shan. Produksi heroin
mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 1987 sampai
1997, awalnya hanya memproduksi 835 ton (1987) hingga mengalami
kenaikan menjadi 2.365 ton (1997).36
Selain memproduksi opium, di
Myanmar juga tersebar narkotika jenis metamfetamin, heroin, dan ekstasi.
Namun, di negara ini obat jenis opium lebih mendominasi produksinya.
Dalam upaya untuk mengurangi permintaan narkoba, United Nation
Office on Drugs and Crime (UNODC) memberikan sebuah program yaitu
berupa perawatan dan detoksifikasi. Program ini diberikan bagi para
pecandu narkoba yang berada di lima wilayah kota Mong Pawk dan
Distrik Wein Kao. Dari program tersebut, pembudidayaan ilegal di
Myanmar seluas 108.700 hektar turun menjadi 21.500 hektar pada tahun
2006. Produksi opium di Myanmar tetap stabil pada tahun 2015. Menurut
UNODC, meskipun jumlah opium yang diproduksi di Asia Tenggara
umumnya stabil, tetapi tingkat produksinya tiga kali lipat lebih besar
dibanding tahun 2006.
36
Fredy B. L. Tobing, “Aktifitas Drugs Trafficking Sebagai Isu Keamanan yang
Mengancam Stabilitas Negara”, dalam Jurnal Global Politik Internasional, Vol. 5 No. 1.
November 2002. h. 79.
35
3.2.2 Jenis Obat-Obatan di Laos dan Thailand
Laos merupakan salah satu negara yang termasuk ke dalam kawasan
segitiga emas. Tidak jauh berbeda dengan Myanmar, negara ini juga
menghasilkan atau memproduksi narkotika jenis opium. Jika Myanmar
merupakan negara terbesar kedua penghasil opium, maka sampai saat ini
Laos berada di posisi terbesar ketiga setelah Myanmar dan Afghanistan.
Menurut hasil survey UNODC, pembudidayaan bunga candu opium
terdapat di tiga provinsi bagian utara Laos yaitu Phongsali, Xiangkhoang
dan Houaphan.37
Selain opium, di Laos juga beredar narkotika jenis
metamfetamin, heroin dan kokain.
Negara-negara anggota ASEAN sepakat untuk menciptakan kawasan
ASEAN bebas narkoba di tahun 2015, Thailand merupakan salah satu
negara yang berupaya menanggulangi permasalahan narkotika dan obat-
obatan terlarang menuju Drug-Free ASEAN 2015. Upaya yang dilakukan
pemerintah Thailand ini dikarenakan sejarah keterkaitan negaranya dengan
obat-obatan terlarang. Pada dasarnya, Thailand tidak hanya terjun dalam
perdagangan opium melainkan ikut berperan dalam aktivitas penanaman
opium. Daerah Thailand bagian Utara merupakan salah satu bagian dari
kawasan Segitiga Emas dan menjadi salah satu sumber utama penghasil
obat-obatan terlarang di dunia.
37
United Nation Office on Drugs and Crime, tersedia di
https://www.unodc.org/documents/southeastasiaandpacific/2014/12/opium-
survey/2014_11_28_Opium_PR_2014_Final_Translated_Indonesian_rev.pdf diakses pada 15
Oktober 2018.
36
Dalam pembudidayaan obat-obatan terlarang, Thailand tidak hanya
membudidayakan jenis opium saja. Negara ini juga membudidayakan
obat-oabatan terlarang jenis ganja dan kratom dalam skala yang lebih kecil
dibandingkan opium. Selain obat-obatan jenis opium, ganja, dan kratom,
Thailand juga menjadi produsen narkotika dan obat-obatan terlarang yang
terbuat dari bahan kimia seperti jenis metamfetamin. Jenis metamfetamin
ini menjadi jenis obat terlarang yang favorit bagi kalangan pengguna
narkotika di Thailand. Pemerintah Thailand sedang mempertimbangkan
obat jenis metamfetamin atau sabu-sabu untuk dilegalkan. Alasan
pemerintah ingin melegalkan jenis obat tersebut karena dianggap kurang
berbahaya dibandingkan alkohol dan rokok.
3.3 Jalur Peredaran Drugs Trafficking Di Kawasan Segitiga Emas
Letak geografis kawasan yang strategis mempermudah para sindikat
narkotika untuk mengedarkan barang terlarang tersebut ke berbagai
negara. Perkembangan teknologi akibat dari globalisasi semakin
memperlancar cara kerja pengedar narkotika di Asia Tenggara khususnya
kawasan segitiga emas yang menjadi pusat dari perdagangan narkotika dan
obat-obatan terlarang.
Berbagai jenis obat-obatan terlarang dengan cepat menyebar ke
negara-negara konsumen. Lemahnya pengamanan di perbatasan membuat
para drugs trafficker dengan leluasa mendistribusikan narkotika dengan
37
berbagai jenis ke penjuru dunia. Di kawasan segitiga emas ini para
produsen mendistribusikan narkotika dan obat-obatan terlarang melalui
jalur laut.
Gambar III.2 Rute Perdagangan Heroin yang Mempengaruhi
Asia Timur dan Asia Tenggara
Sumber: United Nation On Drugs and Crime, 2014.
Berdasarkan gambar di atas, heroin didistribusikan ke negara-negara
tetangga bahkan ke luar wilayah Asia Tenggara oleh Myanmar. Di kawasan
segitiga emas, heroin didistribusikan ke Thailand melalui jalur khusus
perdagangan gelap narkotika. Narkotika jenis lainnya masuk ke Tiongkok yaitu
provinsi Yunnan. Provinsi tersebut dijadikan daerah transit di Tiongkok yang
akhirnya didistribusikan ke Guangdong, Hongkong, dan Makau.
38
3.4 Faktor-Faktor Penyebab Drugs Trafficking di Asia Tenggara
Kejahatan transnasional merupakan kejahatan lintas batas negara
yang salah satunya adalah drugs trafficking. kejahatan ini biasanya
menargetkan para generasi muda meskipun pada kenyataannya tidak hanya
anak muda melainkan orang dewasa juga termasuk ke dalamnya. Efek dari
adanya perdagangan narkotika ini merugikan masa depan generasi muda
sebagai penerus bangsa. Sindikat perdagangan narkotika sengan mudah
masuk ke perbatasan-perbatasan negara di Asia Tenggara karena teknologi
yang semain canggih. Kejahatan seperti ini tidak luput dari adanya faktor-
faktor yang mendorong terjadinya drugs tafficking.
3.4.1 Faktor Globalisasi
Globalisasi merupakan salah satu dari faktor yang mendorong
perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang. Menurut Scholte dalam
bukunya yang berjudul “Globalization: a Critical Introduction”
menjelaskan bahwa globalisasi adalah suatu proses meningkatnya jalinan
internasional. Peningkatan dan kemajuan teknologi membawa seluruh
bangsa dan negara di dunia semakin terikat satu sama lain, serta
mewujudkan satu tatanan kondisi kehidupan baru dengan sedikit demi
sedikit menghilangkan batas geografis, ekonomi dan sosial budaya
masyarakat menuju ke arah yang lebih terintegrasi.38
38
Manfred B. Stegger, Globalization: A Very Short Introduction (New York: Oxford
University Press, 2003), 10.
39
Globalisasi melahirkan berbagai dampak positif dan juga negatif di
kehidupan masyarakat. Kemudahan masyarakat dalam mengakses
informasi dan komunikasi baik di dalam maupun luar negeri merupakan
salah satu contoh dampak positif dari globalisasi. Kemajuan Information
Communication Technology ( ICT) sangat mengindikasikan komunikasi
global yang terjadi demikian cepatnya dan menjadi sebuah gaya hidup
serta kebutuhan masyarakat modern.39
Munculnya globalisasi tidak hanya berdampak positif tetapi juga
melahirkan dampak negatif untuk masyarakat. Perkembangan ICT yang
pesat disalahgunakan oleh kelompok-kelompok yang memanfaatkan arus
globalisasi. Keterbukaan antar negara membuat para sindikat perdagangan
narkotika semakin melebarkan wilayah jangkauannya. Berbagai cara
dilakukan para pengedar narkotika untuk meloloskan diri dari penjagaan
aparat negara. Para sindikat tersebut memanfaatkan media sosial untuk
berkomunikasi dengan bandar narkotika di masing-masing negara.
3.4.2 Faktor Imigran Gelap
Imigrasi adalah perpindahan seseorang dari suatu negara ke negara
lain. Orang yang melakukan imigrasi disebut sebagai imigran. Jika
seseorang memasuki wilayah negara lain, maka orang tersebut harus
memberikan dokumen identitas dirinya yang sah. Jika imigran tersebut
tidak melengkapi persyaratan administrasi lainnya, maka imigran tersebut
39
Tyler Cowen, Creative Destruction: how globalization is changing the world‟s culture
(New Jersey: Princeton University Press, 2002), 21.
40
akan dianggap sebagai imigran gelap.40
Akses transportasi yang memadai
memudahkan imigran masuk ke suatu negara tujuannya.
Sebagian dari imigran gelap masuk ke suatu negara hanya untuk
menjadikan negara tersebut sebagai transit state sebelum mereka sampai
ke negara yang dituju. Sebagai contoh yaitu imigran gelap asal Tiongkok
yang membawa tanaman jenis opium ke wilayah Asia Tenggara seperti
Thailand, Laos, dan Myanmar. Para produsen mengambil kesempatan
untuk menanam tanaman opium di negara masing-masing.
3.4.3 Faktor Ekonomi
Perekonomian negara produsen narkotika menjadi salah satu faktor
penyebab terjadinya perdagangan narkotika di wilayah Asia Tenggara.
Harga narkotika yang relatif mahal dan keuntungan yang berlipat ganda
menjadikan bisnis ini sangat menguntungkan. Semakin jauh produsen
mendistribusikan narkotika, maka semakin besar pula keuntungannya. Jika
mengirim obat jenis heroin dari Myanmar ke Bangkok, maka harga per
kilogram obat tersebut akan dua kali lipat lebih mahal dari harga awal di
Myanmar dan akan meningkat tiga kali lipat jika menuju kawasan di luar
Asia Tenggara.
Thailand dijadikan rute utama perdagangan opium dari Myanmar.
Obat jenis heroin juga masuk ke Thailand melalui perbatasan Laos.
40
David Bacon, Illegal People: how globalization creates migration and criminalized
immigrants (United States of America: Beacon Press Books, 2008), 203.
41
Thailand mendapatkan keuntungan yang besar karena dijadikan sebagai
negara transit oleh para sindikat narkotika di Asia Tenggara. Meskipun
negara-negara tersebut memiliki kontribusi dalam perdagangan narkotika,
bukan berarti pemerintah masing-masing negara melegalkan pengunaan
narkotika untuk dikonsumi oleh masyarakat. Negara-negara produsen
narkotika ini memiliki hukuman bagi pengguna narkotika dan obat-obatan
terlarang, akan tetapi negara-negara tersebut tetap menjadikan
perdagangan narkotika sebagai salah satu aset devisa yang menjanjikan.
Desakan faktor ekonomi menjadi alasan kuat bagi setiap negara penghasil
narkotika. Menurut survei dari UNODC, kemiskinan dan konflik
merupakan pendorong utama penanaman poppy yang kemudian
dihasilakan menjadi opium di Myanmar dan Laos.
Terdapat dua alasan utama mengapa Myanmar dan Laos
memproduksi narkotika jenis opium. Pertama, pertanian poppy merupakan
sumber pendapatan yang lebih tinggi sehingga lebih menguntungkan para
produsen. Kedua, kemiskinan menjadi sebuah alasan untuk hidup lebih
layak, karena itulah mereka menanam poppy untuk dijadikan opium.
Selain itu, perkembangan opium di Myanmar diandalkan oleh militer
separatis untuk membiayai perjuangan militer dan politik mereka.
3.4.4 Faktor Letak Geografis
Asia Tenggara memiliki letak strategis yang mempermudah para
sindikat narkotika dan obat-obatan terlarang melakukan peredaran dan
42
perdagangan narkotika. Para pengedar narkotika dan obat-obatan terlarang
menjadikan Asia Tenggara sebagai wilayah transit yang strategis dalam
mendistribusikan narkotika ke negara lain seperti Jepang, Australia, dan
kawasan Asia Timur. Para pelaku sindikat narkotika dan obat-obatan
terlarang memanfaatkan negara-negara Asia Tenggara karena lemahnya
jalur perbatasan di kawasan tersebut.
43
BAB IV
ANALISIS KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN
DRUGS TRAFFICKING DI KAWASAN SEGITIGA EMAS
PERIODE 2013-2016
4.1 Kebijakan ASEAN dalam Penanganan Drugs Trafficking
Kerjasama ASEAN dalam menangani drugs trafficking bertujuan
untuk menciptakan kawasan yang bebas narkoba tahun 2020. Kerjasama
ASEAN dalam penanganan drugs trafficking tercantum dalam ASEAN
Declaration of Principles to Combat the Abuse of Narcotic Drug yang
diadakan di Manila. Deklarasi tersebut dipandang sebagai langkah awal
dari kerjasama ASEAN.41
Menyadari adanya potensi ancaman akibat
aktivitas produksi dan perdagangan narkotika, negara-negara anggota
ASEAN menyepakati Drug-Free ASEAN 2020.
Dalam merealisasikan Drug-Free ASEAN 2020, negara-negara
anggota ASEAN mengadakan pertemuan-pertemuan dan menghasilkan
deklarasi. Salah satu deklarasi awal yang dicetuskan yaitu Joint
Declaration for a Drug-Free ASEAN di Manila pada 25 Juli 1998.
Deklarasi tersebut dicetuskan dalam upaya melawan kejahatan lintas
negara. Deklarasi tersebut menghasilakan sebuah kesepakatan anggota
41
ASEAN Declaration on Transnational Crime, The First ASEAN Conference on
Transnational Crime Manila on 18-20 December 1997.
44
ASEAN untuk menguatkan kerjasama antar negara dalam upaya
mencapai tujuan ASEAN sebagai kawasan yang bebas dari narkoba.
Komitmen untuk menciptakan kawasan ASEAN bebas narkotika
2020 direvisi tenggang waktunya menjadi tahun 2015. Komitmen politik
terbaru tersebut dihasilkan oleh kongres internasional yang dilaksanakan di
Bangkok ibu kota Thailand pada tahun 2000. ASEAN membentuk
kerangka kerja untuk mewujudkan kawasan yang bebas dari narkoba.
ASEAN menuju Drug-Free ASEAN 2015 memiliki kerangka kerja yaitu
ASOD dan ACCORD (ASEAN-China Cooperative Operation in Response
to Dangerous Drugs).
ASOD sebagai badan ASEAN yang menangani masalah narkotika
berusaha semaksimal mungkin dalam penanganan drugs trafficking. Usaha
ASOD tersebut dapat dilihat dari setiap pertemuan para perwakilan negara
anggota ASEAN dan badan-badan yang terkait dalam usaha penanganan
masalah tersebut. ASOD mengadakan pertemuan setahun sekali di tempat
yang sudah disepakati pada pertemuan sebelumnya.
Pada pertemuan ASOD terdapat beberapa agenda yang dilakukan
terkait pembahasan kesepakatan yang telah disepakati sebelumnya, ialah:
1. Presentasi mengenai Country Report
Setiap pertemuan ASOD, semua negara anggota harus memberikan
laporan sebelum dilaksanakannya pertemuan. Hal ini bertujuan untuk
memaksimalkan pertemuan agar lebih terarah. Selain itu, pihak ASEAN
45
juga dapat meninjau hal-hal apa saja yang perlu dibahas saat pertemuan.
Laporan yang diserahkan juga harus dipresentasikan di dalam pertemuan
agar setiap negara mampu mengambil poin penting untuk membantu
penanganan masalah narkotika di negara mereka.
2. Mengkaji kembali implementasi terkait rekomendasi
Pada agenda ini seiap negara menjelaskan hasil dari implementasi
rekomendasi pada pertemuan ASOD sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk
terus diadakannya perbaikan apabila rekomendasi tersebut mayoritas tidak
mencapai hasil yang diinginkan. Rekomendasi tersebut merupakan bentuk
dari hasil diskusi setiap Working Group. Agenda ini seperti halnya pada
pertemuan ASOD ke-30 di Kamboja yang disepakati bahwa diperlukannya
kerjasama dengan pihak eksternal salah satunya ASEAN mengusulkan
suatu mekanisme konsultasi dengan Tiongkok.
Maka dari itu, diharapkan setiap pertemuan semua mengirimkan daftar
pihak di luar negara anggota yang telah setuju menghadiri pertemuan
selanjutnya.42
Hal-hal tersebut akan dibahas pada agenda ini dan
diharapkan dapat membantu setiap negara anggota mengetahui
perekembangan dan saling memberikan efektifitas dari rekomendasi yang
telah diberikan.
42
Direktorat Kerja Sama Deputi Hukum dan Kerja Sama, Laporan Pertemuan ASEAN
Senior Official on Drug Matters (ASOD) ke-31, BNN, Arsip, 2010, hal. 6.
46
3. Diskusi mengenai projek proposal yang diajukan
Dalam agenda ini, setiap negara anggota berhak untuk mengajukan
proposal projek yang akan dibentuk oleh ASEAN. Seperti Thailand yang
mengusulkan Linkage of ASEAN Airport Interdiction Task Force (AIFT)
dengan tujuan memperkuat kerjasama antar pelabuhan udara dan laut di
seluruh kawasan ASEAN.43
4. Kelompok Kerja (Working Group)
Pada agenda ini setiap negara anggota telah melakukan sharing mengenai
pengalaman dan praktik terbaik di masing-masing negara yang masih
terkait dengan ASOD Work Plan. Kelompok Kerja akan melakukan
diskusi dan menghasilkan rekomendasi yang akan disepakati dan
diterapkan oleh setiap negara anggota. Tujuannya yaitu untuk mencapai
visi ASEAN bebas narkoba. Adapun beberapa rekomendasi yang
dihasilkan dalam beberapa pertemuan ASOD dari setiap kelompok ialah;
a. Pengembangan Alternatif (Alternative Development)
Pada diskusi kelompok ini lebih fokus pada metode peningkatan
negara pada bidang lain, pengembangan Sumber Daya Alam, Sumber
Daya Manusia atau pada sistem perekonomian. Hal ini bertujuan
untuk menekan jumlah produksi, penjualan ataupun penggunaan
narkotika.
43
Direktorat Kerja Sama Deputi Hukum dan Kerja Sama, Laporan Pertemuan ASEAN
Senior Official on Drug Matters (ASOD) ke-31, BNN, Arsip, 2010, hal. 9.
47
b. Pendidikan Pencegahan (Preventive Education)
Pada diskusi Kelompok Kerja ini leboh difokuskan pada sisi
pendidikan dan pelatihan, upaya untuk mencegah peningkatan jumlah
pengguna narkotika. Sasaran utama dalam kelompok ini adalah
generasi muda dengan tujuan untuk menanamkan pengetahuan dan
pandangan tentang bahaya mengkonsumsi narkotika. Salah satu
rekomendasi yang diberikan yaitu pertimbangan untuk menggunakan
standar internasional UNODC terkait pencegahan pengguanaan
narkotika, membuat website untuk berbagi informasi tentang
perkembangan ide, tindakan terbaik yang dilakukan oleh negara
anggota dalam upaya pencegahan.44
c. Penanganan dan Rehabilitasi (Treatment and Rehabilitation)
Dalam diskusi kelompok ini, penanganan dan pengobatan terhadap
pengguna narkotika lebih difokuskan. Kelompok Kerja ini akan
mendiskusikan bagaiman metode yang tepat untuk menangani para
pemakai narkotika agar tidak lagi menggunakan dan memintanya
kembali. Salah satu rekomendasi yang dikemukakan yaitu membentuk
kelompok ahli di bidang Treatment and Rehabilitation.45
44
Direktorat Kerja Sama Deputi Hukum dan Kerja Sama, Laporan Pertemuan The 35th
ASEAN Senior Official on Drug Matters (ASOD) Meeting & 9th Senior Officials Meeting on
Transnational Crime (SOMTC) + 3, BNN, Arsip, 2014, hal. 6. 45
Direktorat Kerja Sama Deputi Hukum dan Kerja Sama, Laporan Pertemuan ASEAN
Senior Official on Drug Matters (ASOD) ke-33, BNN, Arsip, 2012, hal. 6.
48
d. Penerapan Hukum (Law Enforcement)
Kelompok Kerja ini akan mendiskusikan hal-hal mengenai perumusan
hukum dan peningkatan keamanan untuk semua negara anggota.
Selain itu, Kelompok Kerja ini juga akan membahas metode
pengawasan terhadap penyebaran dan penggunaan narkotika.
Beberapa rekomendasi yang dihasilkan yaitu mengkontrol secara ketat
produk farmasi, memperkuat intersepsi perdagangan narkotika melalui
inisiatif regional seperti AITF.46
e. Penelitian (Research)
Dalam Kelompok Kerja ini akan membahas tentang cara
pengumpulan data, survei, dan membuat suatu metodologi dalam
upaya penanganan masalah peredaran narkotika dan pengurangan
peredarannya. Rekomendasi yang telah dihasilkan salah satunya
adalah meningkatkan metodologi dan metode pengumpulan data,
mengadaptasi pendekatan yang lebih ditargetkan dan berbagai aspek
yang berbeda dari penelitian selain penelitian sosial, dalam upaya
untuk lebih memahami berbagai aspek penegakan obat.47
46
Direktorat Kerja Sama Deputi Hukum dan Kerja Sama, Laporan Pertemuan ASEAN
Senior Official on Drug Matters (ASOD) ke-33, BNN, Arsip, 2012, hal. 6.
47
Direktorat Kerja Sama Deputi Hukum dan Kerja Sama, Laporan Pertemuan The 35th
ASEAN Senior Official on Drug Matters (ASOD) Meeting & 9th Senior Officials Meeting on
Transnational Crime (SOMTC) + 3, BNN, Arsip, 2014, hal. 6.
49
Pada setiap pertemuan ASOD, agenda-agenda tersebut akan selalu
dilaksanakan. Adapun agenda yang harus tetap dibahas yaitu country
report agar setiap negara anggota mengetahui perkembangan dari masing-
masing negara. Oleh sebab itu partisipasi dan kontribusi setiap negara
anggota sangat penting dalam pertemuan yang dilakukan oleh ASOD.
4.1.1 Peranan ASOD di Kawasan Segitiga Emas
ASOD merupakan elemen utama dari kerangka ASEAN yang
dibentuk khusus untuk menangani masalah kejahatan transnasional drugs
trafficking. Misi paling penting ASOD adalah untuk mewujudkan kawasan
ASEAN bebas narkoba 2015 yaitu bebas dari obat-obatan terlarang dalam
hal produksi budidaya opium, manufaktur, perdagangan dan
penyalahgunaan narkotika. Misi tersebut merupakan bentuk upaya ASOD
untuk mencapai tujuan serta untuk melihat tantangan-tantangan ditingkat
regional maupun tingkat nasional. Upaya ini dilakukan untu mengawasi
dan mengendalikan secara intensif budidaya opium penggunaan obat-
obatan terlarang serta mengurangi dampaknya terhadap masyarakat.
Dalam upaya tersebut, ASOD melaksanakan program secara
berkelanjutan. Adapun program-program tersebut yakni:
1. Pemberantasan tanaman penghasil narkotika seperti opium dan
ganja.
2. Pemberantasan produksi, perdagangan narkoba dan kejahatan
terkait.
50
3. Pravelansi pengguna obat-obatan terlarang.
Tekait dengan pemberantasan dan penanggulangan narkotika di
Asia Tenggara, kawasan segitiga emas menjadi perhatian khusus bagi para
pemimpin ASEAN. Oleh karena itu, untuk mewujudkan kawasan ASEAN
bebas narkotika 2015 perlu dilakukan kerjasama ditingkat regional negara-
negara anggota ASEAN, tingkat nasional maupun kerjasama dengan
negara di luar anggota ASEAN.
A. Pemberantasan Opium di Tingkat Nasional
Dalam upaya menangani masalah peredaran narkotika di kawasan segitiga
emas, ASOD bekerjasama dengan UNODC dan badan narkotika di tiga
negara segitiga emas. ASOD dan UNODC beserta badan narkotika Laos,
LCDC (National Commision for Drug Control and supervision), ONCB
(Office of the Narcotics Control Board) Thailand, dan CCDAC (Central
Comite for Drug Abuse Control) Myanmar bersama-sama
mengembangkan program pembangunan alternatif (alternative
development) di kawasan segitiga emas. Hal ini bertujuan untuk
memberantas budidaya opium yang ditanam oleh para petani. UNODC
berpartisipasi dengan tujuan untuk memantau perkembangan wilayah
segitiga emas.
B. Kerjasama dengan Tiongkok
ASEAN melakukan kerjasama dengan Tiongkok yang menghasilkan
ACCORD. ASEAN menganggap Tiongkok sebagai negara yang memiliki
51
peran penting dalam memberantas peredaran narkotika. Tiongkok
dipandang sebagai negara superpower yang diperhitungkan secara global.
Tiongkok memiliki strategi yang dinilai cukup efektif dalam
mengembangkan pengaruhnya ke berbagai pasar di seluruh dunia. Dari
kerjasama tersebut dihasilkan ACCORD Plan of Action.48
ASEAN dan
Tiongkok fokus pada empat pilar utama. Pertama, membangun kesadaran
masyarakat tentang bahaya narkotika. Kedua, mengurangi tingkat
konsumsi narkotika melalui pembentukan konsensus serta peningkatan
penegakkan hukum. Ketiga, bekerjasama dalam memperbarui penegakan
hukum untuk memerangi produksi narkotika dan obat-obatan terlarang.
keempat, memberantas penanaman ilegal melalui program-program
pembangunan alternatif dan partisipasi dari berbagai kelompok
masyarakat.
Kerjasama ini dikembangkan untuk berbagi informasi tentang kegiatan dan
data dari sindikat narkotika di wilayah ini dan untuk menindak lanjutkan
operasi bersama dalam memberantas narkoba di kawasan Asia Tenggara
dan Tiongkok.
4.1.2 Implementasi ASOD di Negara Kawasan Segitiga Emas
ASEAN membentuk sebuah badan komite ASOD yang difokuskan
untuk menanggulangi masalah peredaran narkotika di kawasannya. Dalam
48
Devi Anggraeni, “Kebijakan ASEAN dalam Menanggulangi Penyalahgunaan
Narkotika dan Obat-obatan Berbahaya di Asia Tenggara”, Jurnal Analisis Hubungan
Internasional, vol. 5 No. 3 (Oktober 2016) tersedia di http://www.journal.unair.ac.id/download-
fullpapers-jahia4c94d642efull.pdf diakses pada 10 November 2018.
52
upaya penanggulangan drugs trafficking, ASOD memiliki empat langkah
penting. Langkah yang pertama yaitu membentuk training centre yang
didirikan di negara-negara anggota ASEAN seperti ASEAN Training
Centre for Narcotics Law Enforcement di Bangkok, Thailand; ASEAN
Training Centre for Preventive Drug Education di Manila, Filipina;
ASEAN Training Centre for Treatment and Rehabilitation di Kuala
Lumpur, Malaysia; ASEAN Training Centre for Detection of Drugs in
Body di Singapura.49
Langkah kedua ASOD yaitu melakukan kerjasama dengan pihak-
pihak terkait seperti UNODC dan Tiongkok. Kerjasama yang dilakukan
ASOD dengan pihak tersebut hanya sebatas mengundang dan diundang
dalam pertemuan rutin masing-masing pihak. Selanjutnya langkah ketiga
ASOD yaitu menyarankan tiga program dasar bagi negara-negara Asia
Tenggara dalam upaya penanganan drugs trafficking. Tiga program dasar
tersebut yaitu Demand Reduction, Law Enforcement, dan Alternative
Development.50
Berikut penerapan tiga program dasar ASOD di negara
kawasan segitiga emas:
a. Myanmar
ASOD memberikan saran kepada Myanmar untuk
menjalankan tiga program dasar yaitu Demand Reduction,
49
ASEAN, ASEAN Plan of Action To Combat Transnational Crime, tersedia di
http://www.asean.org/communities/asean-political-security-community/item/asean-plan-of-action-
to-combat-transnational-crime, diakses pada 10 November 2018. 50
ASEAN, ASEAN Plan of Action To Combat Transnational Crime, tersedia di
http://www.asean.org/communities/asean-political-security-community/item/asean-plan-of-action-
to-combat-transnational-crime, diakses pada 10 November 2018.
53
Law Enforcement, dan Alternative Development. Upaya
Demand Reduction dengan melakukan penghapusan ladang
opium di Myanmar. Penghapusan ladang opium dilakukan
dengan cara penebangan dan penutupan lahan. Upaya
pemerintah ini dibuktikan dengan adanya program 15 Year
Narcotics Elimination Plan 1999-2014 yang terdiri dari tiga
bagian yaitu First Five years Plan 1999-2004, Second Five
years Plan 2005-2009 dan Third Five years Plan 2010-
2014.51
Program ini dibentuk untuk menanggulangi opium
di Myanmar.
Program Law Enforcement sendiri berkaitan dengan hukum
yang berada di masing-masing negara kawasan segitiga
emas itu sendiri. Myanmar teah memiliki Undang-Undang
tentang narkotika khususnya jenis opium seperti Opium
Dens Suppresion Act tahun 1950 dan The Narcotic Drugs
and Psychotropic Subtance Law Section 16 tahun 1993.
Pemerintah Myanmar memperketat pengamanan di
perbatasan dengan menambah pasukan di daerah rawan
seperti Shan dan Kachin. Pemerintah Myanmar juga
mengeluarkan dana yang ditujukan untuk program pelatihan
pasukan dalam upaya penangkapan dan penyitaan.52
51
ASEAN, Report of The ASEAN Inter-Parliamentary Assembly AIPA Activities on the
Fight against Narcotic Drugs in Myanmar Policy and strategies on Narcotic Drugs, 2013. 52
ASEAN, Report of The ASEAN Inter-Parliamentary Assembly AIPA Activities on the
Fight against Narcotic Drugs in Myanmar Policy and strategies on Narcotic Drugs, 2013.
54
Program Alternative Development ini dibentuk dengan
tujuan untuk menanggapi dampak yang ada setelah
melakukan pemusnahan ladang opium di Myanmar.
Pemeritah memberikan dana bantuan ke para mantan petani
opium untuk mendapatkan standar hidup yang lebih baik.53
Myanmar juga melakukan pelatihan dan pendekatan bagi
para petani seperti mengadakan basic agricultural training,
farmer field school, identification of suistainable alternative
crop varieties and crop substitution.54
b. Laos
Upaya pemerintah Laos dalam melaksanakan program
Demand Reduction dilakukan dengan cara mengurangi
lahan opium yang ada di negara itu sendiri. Kemudian
pemerintah Laos mengeluarkan program National Drugs
Control Programme dan The Balanced Approach to Opium
Elimination. Program dasar ASOD yang dijalankan oleh
pemerintah Laos bertujuan untuk mengurangi penggunaan
narkotika khususnya jenis opium dan mengurangi
penyebaran HIV karena jarum suntik.
53
ASEAN, Report of The ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) Country
Progress Report of Myanmar Activities on the Fight against Narcotic Drugs in Myanmar, 12 Juli
2012. 54
Ohnmar Khaing, Suistainable Agricultural Part of an Alternative Livelihood for Ex-
Poppy Farmers in Myanmaran Example of the Wa Special Region2 (rsity Press, 2012), 3.
55
Untuk menjalankan program Alternative Development,
pemerintah Laos mengadakan National Programme
Strategy for the Post-Opium Scenario and The Action Plan.
Dana bantuan yang diberikan oleh pemerintah Laos
berjumlah US$ 72 juta. Dana tersebut kemudian
dianggarkan ke delapan program yaitu Trend Analysis and
Risk Assessment, Alternative Development and Poverty
Reduction, Drug Demand Reduction and HIV & AIDS
Prevention, Civic Awareness and Community Mobilization,
Law Enforcement, Chemical Precursor Control and
Forensics Capacity, International and National
Cooperation, dan Institutional Capacity Building.
Pada program Law Enforcement, pemerintah Laos melalui
program Alternative Development telah memberikan dana
sebesar US$ 8 juta untuk melaksanakan peningkatan
pengawasan di daerah rawan dan melakukan upaya
penyitaan yang merupakan perwujudan dari program Law
Enforcement.
c. Thailand
Pemerintah Thailand juga melaksanakan program dasar
yang diberikan ASOD. Salah satu upaya Demand Reduction
Thailand dalam menangani peredaran narkotika yaitu
memusnahkan lahan opium. Pemusnahan ini berawal saat
56
Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawata menyatakan
statement “War on Drugs” pada tahun 2005. Program “War
on Drugs” merupakan sebuah program yang dijalankan
untuk memusnahkan lahan opium di Thailand. Program
tersebut terus berjalan setiap tahunnya.55
Dalam upaya menjalankan program Alternative
Development, Thailand memberikan mata pencaharian
alternatif bagi para petani opium, meningkatkan kesehatan,
mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan
keterampilan masyarakatdi Thailand. Program dasar ketiga
dari ASOD yaitu Law Enforcement dilakukan oleh Thailand
dengan membentuk ASEAN Training Centre for Narcotics
Law Enforcement di Bangkok. Dalam melaksanakan
program ini, Thailand merealisasikannya dengan melakukan
pennagkapan dan penitaan di daerah perbatasan.56
4.2 Hambatan ASEAN dalam penanganan Drugs Trafficking
Peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang menarik perhatian
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang kemudian menindaklanjuti
masalah tersebut dengan membentuk UNODC. Hal ini menunjukkan
55
Mapinc, “Anti-Narcotics Campaign: PM Launches New Round in War on Drugs”,
tersedia di http://www.mapinc.org/newscsdp/v05/n601/a06.html, diakses pada 12 November 2018. 56
ASEAN, Report of The AIPA Fact Finding Committtee (AIFOCOM) Thailand
Country Report 2008.
57
bahwa persoalan narkotika menjadi persoalan keamanan internasional
yang berkembang.
Sebagai organisasi kawasan, ASEAN memiliki peran sebagai
wadah dalam menangani peredaran anrkotika dan obat-obatan terlarang.
Dalam pelaksanaan kerjasamanya, ASEAN memiliki hambatan dalam
penanganan peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang. Berikut akan
dijabarkan hambatan-hambatan ASEAN dalam penanganan drugs
trafficking.
4.2.1 Keterbatasan Sumber Daya Manusia
Sumber daya memiliki peranan penting dalam menyelesaikan
berbagai persoalan yang terjadi di suatu negara. Hal tersebut dikarenakan
sumber daya manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau
usaha. Mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang ekonmis,
yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan kinerja untuk memenuhi
kebutuhan atau masyarakat.57
Wilayah Asia Tenggara memiliki sumber
daya manusia yang berbeda-beda. Terdapat negara dengan jumlah sumber
daya yang banyak, akan tetapi juga terdapat negara dengan jumlah sumber
dayanya sedikit. Jumlah personel pengamanan dan pengawasan yang
belum memadai dan tidak sepadan dengan wilayah yang harus diamankan.
57
“What is Human Resources”, tersedia di http://www.humanresourcesedu.org/what-is-
human-resources/, diakses pada 11 November 2018.
58
Tabel IV.1 Jumlah Personel Pertahanan-Keamanan Negara-
Negara ASEAN
No. Negara Jumlah Personel Aktif
1. Indonesia 395.500
2. Malaysia 110.000
3. Singapura 71.600
4. Thailand 190.000
5. Brunei Darussalam 92.500
6. Filipina 220.000
7. Laos 130.000
8. Myanmar 30.000
9. Kamboja 125.000
10. Vietnam 42.000
Sumber: GFP Strengh in Number, “Active Military Manpower By
Countries”, 2016.58
Melalui tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa jumlah personel
dari masing-masing negara berbeda. Jumlah ini tidak terlalu banyak
dibandingkan dengan wilayah lain seperti Asia Selatan dan Asia Timur.
Hal ini menjadi kendala bagi ASEAN dalam penanganan peredaran
narkotika dan obat-obatan terlarang di kawasannya.
58
GFP Strengh in Number, “Active Military Manpower By Countries”, tersedia di
http://www.globalfirepower.com/active-military-manpower.asp, diakses pada 12 November 2018.
59
4.2.2 Benturan Kepentingan Nasional di antara Negara-
Negara Segitiga Emas dengan Otoritas ASEAN
Kepentingan nasional merupakan bagian penting dari upaya sebuah
negara mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Kerjasama dalam bidang
keamanan menimbulkan benturan kepentingan karena beberapa alasan,
pertama, setiap negara memiliki prioritas bidang keamanan yang berbeda-
beda, kedua, hubungan antar negara ternyata tidak selalu berjalan secara
harmonis, ketiga, konstelasi keamanan regional sangat mudah berubah
sehingga akan sulit untuk diakomodasikan oleh kebijakan organisasi
regional karena berarti masalah yang dihadapi oleh setiap negara tentunya
akan berbeda-beda.59
Benturan kepentingan negara-negara segitiga emas
terjadi karena peranan ASOD yang belum efektif.
ASOD memiliki tugas untuk menigkatkan implementasi ASEAN
Declaration of Principles to Combat the Drugs Problrm of 1976,
mengkonsolidasi usaha kolaboratif dalam mencegah permasalahan
narkotika dan obat-obatan terlarang di kawasan. Dengan terus
berkembangnya kondisi dunia dan menyelaraskan prinsip-prinsip negara-
negara anggota, maka tugas ASOD menjadi lebih umum. Setiap negara
memiliki cara pengimplementasian yang berbeda-beda tanpa terpaku pada
hasil yang dikeluarkan ASOD. Negara-negara anggota memiliki hak untuk
59
Keith R. Krause, Culture and Security: Multilateralism, Arms Control and Security
Building (Portland and London: Frankas Publishing, 2012), 66.
60
mengimplementasikan setiap hasil keputusan yang dikeluarkan saat
pertemuan ASOD. Sehingga ASOD hanya menjadi wadah bagi negara-
negara ASEAN membahas masalah narkotika tetapi ASOD tidak terjun
langsung untuk menanganinya. Hal ini yang menyebabkan peran ASOD
belum bisa efektif.
Sebagai faktor penghambat penangan narkotika regional, ternyata
juga tertuang di dalam agenda Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang
tidak membahas masalah narkotika secara khusus. Masalah human
security juga hampir tidak pernah dibahas oleh para pemimpin ASEAN.
Hal ini yang menyebabkan peredaran narkotika di kawasan negara-negara
segitiga emas kurang mendapat dukungan secara politik untuk memotivasi
para penegak hukum dan rezim penanggulangan peredaran narkotika
regional ASEAN.
4.2.3 Keterbatasan Sumber Dana
Salah satu faktor yang menghambat ASEAN dalam mengatasi
peredaran narkotika dan obat-obat terlarang di kawasannya adalah
kurangnya dana. ASEAN memiliki banyak program dalam upaya
memberantas sindikat narkotika di kawasannya. Semakin banyak program
yang dibuat, maka semakin banyak pula dana yang dibutuhkan demi
berlangsungnya kelancaran program-program tersebut.
ASEAN membutuhkan dana untuk menjalankan program serta
melengkapi peralatan pertahanan yang canggih. Salah satu teknologi yang
61
belum dimiliki oleh negara-negara anggota ASEAN adalah body scanner
yaitu sebuah alat pemindai yang dapat menembus lapisan pakaian
seseorang, mendeteksi bahan-bahan berbahaya seperti narkotika secara
akurat dalam hitungan detik. Keterbatasan sumber dana menjadi faktor
terhambatnya pembelian alat-alat pertahanan dan keamanan dalam
penanganan peredaran narkotika. Dari seluruh negara anggota ASEAN,
hanya satu negara yang telah memenuhi MEF (Minimum Essential Force)
yaitu Singapura. Oleh sebab itu, ASEAN melakukan kerjasama dengan
negara di luar keanggotaanya guna membantu ASEAN dalam hal
keuangan serta informasi.
62
BAB V
KESIMPULAN
Kejahatan transnasional yang terjadi di Asia Tenggara mengalami
perkembangan yang cepat. Salah satu kejahatan tersebut adalah drugs
trafficking. Masalah peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang terjadi
di Asia Tenggara khususnya di tiga negara yaitu Myanmar, Thailand, dan
Laos. Ketiga negara ini memiliki istilah The Golden Triangle (segitiga
emas) yang dikenal sebagai kawasan produksi tertinggi kedua setelah The
Golden Crescent (Afganistan, Pakistan, Iran).
ASEAN merupakan organisasi kawasan Asia Tenggara yang
berperan sebagai wadah bagi negara-negara anggotanya, sehingga ASEAN
membentuk sebuah badan yang akan fokus terhadap masalah narkotika.
Badan tersebut adalah Asean Senior Official on Drugs Matters (ASOD).
Badan yang dibentuk ASEAN ini didasarkan pada kekhawatiran para
negara anggota terhadap masalah peredaran narkotika dan obat-obat
terlarang yang dapat mengancam integritas negara.
Negara-negara anggota ASEAN sepakat untuk mencetuskan
program Drug-Free ASEAN 2015 guna menjadikan kawasan ASEAN yang
bebas dari masalah narkotika dan obat-obatan terlarang. ASOD merupakan
salah satu dari kerangka kerja ASEAN dalam mencetuskan Drug-Free
ASEAN 2015. ASOD bertugas untuk menyelaraskan pandangan,
63
pendekatan, dan strategi dalam menangani drugs trafficking, serta cara
memberantas peredarannya di kawasan ASEAN.
ASOD memiliki tiga program dasar yaitu Demand Reduction, Law
Enforcement, dan Alternative Development. Tiga program ini
diimplementasikan ke negara yang termasuk ke dalam kawasan segitiga
emas yaitu Myanmar, Thailand dan Laos. Program tersebut bertujuan
untuk menanggulangi masalah drugs trafficking di kawasan. Dalam
pelaksanaan program tersebut, ASEAN memiliki hambatan dalam
penangaanan narkotika dan obat-obatan terlarang. Sumber Daya Manusia
yang terbatas, sumber dana yang kurang memadai, serta adanya benturan
kepentingan nasional negara-negara segitiga emas dengan otoritas
ASEAN, merupakan faktor penghambat ASEAN dalam menangani drugs
trafficking di kawasan.
64
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Archer, Clive. Internastional Organization; Third Edition. New York:
Routledge, 2001.
ASEAN Sekretariat. ASEAN Plan of Action. Jakarta, 1994.
ASEAN Selayang Pandang edisi ke-19. Direktorat Jendral Kerjasama
ASEAN Departemen Luar Negeri. Jakarta 2010.
ASEAN Selayang Pandang 2000. Direktorat Jendral Kerjasama
ASEAN Departemen Luar Negeri. Jakarta 2008.
ASEAN Selayang Pandang 2008. Direktorat Jendral Kerjasama
ASEAN Departemen Luar Negeri. Jakarta 2008.
Association of Southeast Asian Nations. The ASEAN Charter In
English and ASEAN Languages. Jakarta: ASEAN Sekretariat,
2012.
Bacon, David. Illegal People: how globalization creates migration
and criminalized immigrants. United States of America:
Beacon Press Books, 2008.
Bannet, Le Roy A. International Organizations: Principles and
Issues. New Jersey: Prentice Hall Inc, 1997.
Bosu B. Sendi-Sendi Kriminologi. Surabaya: Usaha Nasional, 1982.
Buzan, Barry, Ole Waever, and Jaap de Wilde. 1998. Security: A New
Framework for Analysis. London: Boulder.
Cipto, Bambang. Hubungan Internasional di Asia Tenggara
“Teropong Terhadap Dinamika, Kondisi Riil dan Masa
Depan”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Cowen, Tyler. Creative Destruction: how globalization is changing
the world‟s culture. New Jersey: Princeton University Press,
2002.
Craig A. Synder. 1968. Contemporary Security and Strategy.
Palgrave: Little Brown & CO.
65
Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri RI.
2001. Kerjasama ASEAN dalam Menanggulangi Kejahatan
Lintas Negara.
G. Madsen, Frank. 2009. Transnational Organized Crime.
Jackson, Robert, dan Sorensen George. Intriduction to International
Relations: Theories and Approaches 3rd edition. New York:
Oxford University Press, 2007.
Keohane, Robert O. Neoliberal Institutionalism: a Perspective on
World Politic, in International Institution and State Power.
Boulder: Westview Pres, 1989.
Keohane, Robert O., dan S. Nye Joseph. Power and Interdependence:
World Politics in Transtition. Boston: Little Brown, 1977.
Khaing, Ohnmar. Suistainable Agricultural Part of an Alternative
Livelihood for Ex-Poppy Farmers in Myanmaran Example of
the Wa Special Region. rsity Press, 2012.
Krause, Keith R. Culture and Security: Multilateralism, Arms Control
and Security Building. Portland and London: Frankas
Publishing, 2012.
Matthew S. Jenner. 2013. Handbook of Transnational Crime and
Justice. USA.
Mochtan, A. K. P. 1999. ASEAN dan Agenda Keamanan
Nonkonvensional. Jakarta: CSIS.
Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Neuman, William Lawrence. Metodologi Penelitian Sosial: Kualitatif
dan Kuantitatif. Jakarta: PT. Indeks, 2015.
Neuman, William Lawrence. Social Research Methods: Qualitative
and Quantitative Approaches. Pearson, 2006.
Othman, Zarina. Myanmar Illicit Drug Trafficking and Security
Implication. Akademika 65. 2004.
Sabir, M. 1992. ASEAN Harapan dan Kenyataan. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
S. Nye, Joseph Jr (ed.). 1968. International Regionalism. Boston:
Little Brown & CO.
66
Stegger, Manfred B. Globalization: A Very Short Introduction. New
York: Oxford University Press, 2003.
Walt, Stephen M. International Relation: One World, Many Theories.
Foreign Policy, No. 110, special edition: Frontiers of
Knowledge. Spring, 1998.
ARTIKEL DAN JURNAL
Anggraeni, Devi. “Kebijakan ASEAN dalam Menanggulangi
Penyalahgunaan Narkotika dan Obat-obatan Berbahaya di Asia
Tenggara”, Jurnal Analisis Hubungan Internasional, vol. 5 No. 3.
Oktober 2016, tersedia di http://www.journal.unair.ac.id/download-
fullpapers-jahia4c94d642efull.pdf diakses pada 10 November
2018.
Tobing, Fredy B. L. “Aktifitas Drugs Trafficking Sebagai Isu Keamanan
yang Mengancam Stabilitas Negara”, dalam Jurnal Global Politik
Internasional, Vol 5 No 1. November 2002.
Husein, Yunus. 2006. “ Hubungan Antara Peredaran Gelap Narkoba
dan Tindak Pidana Pencucian Uang”. Artikel Hukum
Pidana.
Wulansari, Anggia. “Upaya dan Tantangan Thailand dalam
Penanggulangan Narkotika dan Obat Terlaranf Menuju Drug-Free
ASEAN 2015”, diunduh dari http://journal.unair.ac.id diakses pada
15 Juni 2017.
INTERNET
ASEAN, ASEAN Plan of Action To Combat Transnational Crime,
tersedia di http://www.asean.org/communities/asean-
67
political-security-community/item/asean-plan-of-action-to-
combat-transnational-crime, diakses pada 10 November
2018.
ASEAN secretariat website, diunduh pada 18 Oktober 2018, tersedia
di http://www.aseansec.org
ASEAN Secretariat website, diunduh pada 18 Oktober 2018, tersedia
di http://www.asean.org/communities/asean-political-
security-community/item/joint-declaration-for-a-drug-free-
asean
Association of Southeast Asian Nations, “ The Founding of ASEAN”,
tersedia di https://asean.org/asean/about-asean/history/
diakses pada 12 Oktober 2018.
Badan Narkotika Nasional RI, 2010, “Pertemuan ASEAN Senior
Officials on Drug Matters (ASOD) dalam hal Kerjasama
Pengendalian Narkoba dan Obat-obatan”, tersedia di
https://bnn.go.id/blog/siaranpers/pertemuan_asean_senior_off
icials_on_drug_matters_asod_dalam_hal_kerjasama_pengen
dalian_narkoba_dan_obat-obatan_/ diakses pada 12 Oktober
2018.
Emmers, Ralf. “The Threat of Transnational Crime in Souteast Asia :
Drug Trafficking, Human Smuggling and Trafficking, and
Sea Piracy”, (discussion paper, Institute of Defence and
Strategic Studies Singapore, 2003), tersedia di
http://www.redalyc.org/pdf/767/76711296006.pdf, diunduh
pada 5 April 2017.
E. Siregar, Riduan.”Upaya Thailand dalam Penanggulangan Drugs
Trafficking Menuju Drug-Free ASEAN 2015”. Diunduh pada
5 April 2018, tersedia di
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=187316
&val=6444&title=UPAYA%20THAILAND%20DALAM%2
0PENANGGULANGAN%20DRUGS%20TRAFFICKING%
20MENUJU%20DRUG-FREE%20ASEAN%202015.
F. Palimbongan, Elvira. “Upaya ASEAN dalam Menanggulangi
Perdagangan dan Peredaran Narkotika Ilegal di Kawasan
Asia Tenggara”. Diunduh pada 5 April 2018, tersedia di
http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-
content/uploads/2013/09/ejournal%20file%20%2809-04-13-
03-31-17%29.pdf.
68
GFP Strengh in Number. “Active Military Manpower By Countries”
tersedia di http://www.globalfirepower.com/active-military-
manpower.asp diakses pada 12 November 2018.
Mapinc. “Anti-Narcotics Campaign: PM Launches New Round in
War on Drugs” tersedia di
http://www.mapinc.org/newscsdp/v05/n601/a06.html, diakses
pada 12 November 2018.
Sekretariat Nasional ASEAN-Indonesia. “Tentang ASEAN” tersedia di
http://setnas-asean.id/tentang-asean diakses pada 12 Oktober
2018.
United Nation Office on Drugs and Crime, tersedia di
https://www.unodc.org/documents/southeastasiaandpacific/2
014/12/opium-
survey/2014_11_28_Opium_PR_2014_Final_Translated_Ind
onesian_rev.pdf diakses pada 15 Oktober 2018.
UNODC. “Southeast Asia Opium Survey,” 2014, tersedia di
http://unodc.org diakses pada 15 Oktober 2018.
“What is Human Resources”, tersedia di
http://www.humanresourcesedu.org/what-is-human-resources/,
diakses pada 11 November 2018.
Recommended