View
221
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
KEBIJAKAN TEKNIS KONSERVASI IN SITU DAN EK SITU
Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati
Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Mandat Pengelolaan Kehati UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati dan Ekosistemnya Pasal 5,11-13,20-28,36,40.
UU No. 41 Tahun 1999 sebagaimana diubah dg UU 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan Pasal 6-7, 46-48,50-51
PP No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam
• Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
• Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar
• Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 57 Tahun 2008 tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional
• Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 19 Tahun 2005 Jo Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 63 Tahun 2013 tentang Penangkaran Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar
• Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 31 Tahun 2012 tentang Lembaga Konservasi
• Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 54 Tahun 2013 tentang Startegi dan Rencana Aksi Konservasi Anoa (Bubalus depressicornis dan Bubalus quarlesi)
• Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 355/Kpts-II/2003
tentang Penandaan Spesimen Tumbuhan dan Satwa Liar
• Keputusan Direktur Jenderal PHKA Nomor 35/IV-
KKH/2004 tentang Penandaan Jenis Tumbuhan dan
Satwa Liar Dilindungi
SK No. 447/Kpts-II/2003 tentang Tata Usaha
Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran
Tumbuhan dan Satwa Liar
Permenhut No. P. 85/ Menhut-II/2014 tentang Tata Cara
Kerjasama Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam
Pengawetan
Pengawetan adalah upaya untuk menjaga keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya baik di dalam maupun di luar habitatnya tidak punah.
Tujuan Pengawetan • Menghindarkan jenis tumbuhan dan satwa
dari bahaya kepunahan
• Menjaga kemurnian genetik dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa
• Memelihara keseimbangan dan kemantapan ekosistem yang ada; agar dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia secara berkelanjutan.
Pengelolaan Tumbuhan dan Satwa
a. Pengelolaan tumbuhan dan satwa di habitatnya (insitu)
b. Pengelolaan tumbuhan dan satwa di luar habitatnya (ex situ)
Pengelolaan Tumbuhan dan Satwa
• Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa di dalam habitatnya (in situ) dilakukan dalam bentuk kegiatan :
a. Identifikasi
b. Inventarisasi
c. Pemantauan
d. Pembinaan habitat dan populasinya
e. Penyelamatan jenis
f. Pengkajian, penelitian dan pengembangannya
IKK Konservasi Genetik
• Populasi 25 satwa prioritas terancam punah meningkat sebesar 10 %.
• Terbentuknya pusat pengembangbiakan satwa liar terancam punah dan suaka satwa (sanctuary) semi alami sebanyak 50 unit.
25 Satwa prioritas 1. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) 2. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatrensis) 3. Badak (Rhinoceros sondaicus, Dicherorhinus sumatrensis) 4. Banteng (Bos javanicus) 5. Owa (Hylobates moloch, Hylobates klosii, Hylobates agilis) 6. Orangutan (Pongo pygmaeus, Pongo abelii) 7. Bekantan (Nasalis larvatus) 8. Komodo (Varanus komodoensis) 9. Jalak / Curik Bali (Leucopsar rothschildi) 10. Maleo (Macrocephalon maleo) 11. Babi Rusa (Babyrousa babirussa) 12. Anoa (Bubalus quarlesi, Bubalus depressicornis) 13. Elang (Nisaetus bartelsi, Nisaetus floris) 14. Kakatua (Cacatua sulphurea, C. mollucensis, C. alba, dan C.
galerita triton)
25 satwa prioritas (lanjutan)
15. Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas)
16. Rusa Bawean (Axis kuhlii)
17. Cenderawasih (Macgregoria pulchra, Paradisaea raggiana, Paradisaea apoda, Cicinnurus regius, Seleucidis melanoleuca, Paradisaea rubra)
18. Surili (Presbytis fredericae, Presbytis comata)
19. Tarsius (Tarsius fuscus)
20. Monyet hitam Sulawesi (Macaca nigra, Macaca maura)
21. Julang sumba (Rhyticeros everetii)
22. Nuri kepala hitam (Lorius domicella, Lorius lory)
23. Penyu (Chelonia mydas, Eretmochelys imbricata)
24. Kanguru pohon (Dendrolagus mbaiso)
25. Celepuk Rinjani (Otus jolanodea)
Baseline data populasi Anoa
No UPT Site Monitoring Baseline
1 BBKSDA Sulawesi Selatan site Pongko, cagar alam Faruhumpenai (luas 300Ha) 162
2 BBKSDA Sulawesi Selatan site Balabba, cagar alam Faruhumpenai (luas 300 Ha) 32
3 BTN Lore Lindu Kulawi, Napu, Tongoa, Toro 45
4 BKSDA Sulawesi Tenggara Blok Hutan Eelahaji SM Buton Utara 75
5 BKSDA Sulawesi Tenggara Blok Hutan Betau Ronta SM Buton Utara 44
6 BKSDA Sulawesi Tenggara Blok Hutan Tj Gomo SM Tj Peropa 38
7 BKSDA Sulawesi Tenggara Blok Hutan Tambeanga SM Tj Peropa 24
8 BKSDA Sulawesi Utara SM Nantu (site Adudu, Hatibi) 32
9 BKSDA Sulawesi Utara Gunung Ambang (site sinsingon, temboan, pomoman) 141
10 BTN Rawa Aopa Watumohai Rawa mandu-Mandula (4,3 Ha);Laea (4,1 Ha);Lahalo (4,2 Ha);Boolo (4,1 Ha);Rawa Lampopala (4,2 Ha)
10
11 BTN Boganinani Wartabone Gunung Imandi/SPTN Wilayah III Maelang 19
12 BTN Boganinani Wartabone lereng poniki/SPTN Wilayah II Doloduo 25
13 BTN Boganinani Wartabone Pinogu/SPTN Wilayah I Suwawa 15
PETA SITE MONITORING
Pengelolaan di luar habitatnya • Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa di luar
habitatnya (ex situ) dilakukan dalam bentuk kegiatan :
a. Pemeliharaan
b. Pengembangbiakan
c. Pengkajian, penelitian dan pengembangan
d. Rehabilitasi satwa
e. Penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa
Persyaratan pemeliharaan dan pengembangbiakan di luar habitat
• Pemeliharaan wajib memenuhi syarat :
a. Memenuhi standar kesehatan tumbuhan dan satwa
b. Menyediakan tempat yang cukup luas, aman dan nyaman
c. Mempunyai dan mempekerjakan tenaga ahli dalam bidang medis dan pemeliharaan
Pengembangbiakan wajib memenuhi persyaratan :
a. Menjaga kemurnian jenis
b. Menjaga keanekaragaman genetik
c. Melakukan penandaan dan sertifikasi
d. Membuat buku daftar silsilah (studbook)
Bentuk pengelolaan TSL di luar habitat
A. Penangkaran : upaya perbanyakan melalui pengembangbiakan dan pembesaran tumbuhan dan satwa liar dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya
B. Lembaga Konservasi : lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan/atau satwa liar di luar habitatnya (ek situ) baik oleh lembaga pemerintah maupun non pemerintah
Sesuai dengan Pasal 3 ayat 1 dan 2 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2005,
Sesuai PP 8/1999
Anoa termasuk dalam jenis yang belum bisa dilakukan penangkaran
Lembaga Konservasi Dasar pengelolaannya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.31/Menhut-II/2012 tentang lembaga konservasi.
Lembaga Konservasi :
a. Lembaga konservasi untuk kepentingan umum
b. Lembaga konservasi untuk kepentingan khusus
Koleksi Anoa di Lembaga Konservasi
a. Ragunan (1:3)
b. Taman Safari Indonesia I (2:6)
c. Taman Safari Indonesia III ( 2)
d. Kebun Binatang Surabaya (2:3)
e. Bali Zoo (1:3)
f. Gowa Discovery Park (1)
Perolehan TSL bagi lembaga konservasi (Permenhut P.63/Menhut-II/2013)
Perolehan spesimen tumbuhan dan satwa liar Asli Indonesia untuk LK umum dapat dilakukan dengan cara: a. penyerahan; (sitaan/rampasan;penyerahan
masyarakat;konflik/bencana alam) b. hibah, pemberian atau sumbangan; c. tukar menukar; d. peminjaman; e. pengambilan; f. pembelian; dan/atau g. pengambilan atau penangkapan dari alam.
Perolehan spesies satwa liar asli Indonesia bagi
lembaga konservasi untuk kepentingan khusus
dapat dilakukan dengan cara:
a. penyerahan;
b. hibah, pemberian atau sumbangan; atau
c. pemulangan kembali (repatriasi).
Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar koleksi LK Umum dapat dimanfaatkan untuk kepentingan :
a. Pengembangan terkontrol
b. Penelitian dan pendidikan
c. Pertukaran
d. Peminjaman jenis satwa liar dilindungi untuk kepentingan pengembangbiakan
e. Peragaan
f. Pelepasliaran ke habitat alam
Jenis tumbuhan dan satwa liar koleksi LK khusus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan :
a. Penelitian dan pendidikan
b. Pelepasliaran ke habitat alam
c. Bagi satwa liar yang tidak bisa dilepasliarkan, dapat disalurkan ke LK umum sebagai sumber indukan atau koleksi
PKBSI dan EAZA-IUCN membuat nota kesepahaman mengenai kontribusi Kegiatan Internasional Ek situ untuk perlindungan anoa, banteng dan babi rusa dan habitatnya di Indonesia
Recommended