View
225
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
Kecap Ikan = ikan, kecap ikan, kecap asin
Citation preview
Acara V
KECAP IKAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Nama : Monica Andreina K
NIM : 13.70.0009
Kelompok : D5
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
Enzim papain ditambahkan ke dalam toples dengan konsentrasi 0,2% (kelompok D1), konsentrasi 0,4% (kelompok D2), konsentrasi 0,6% (kelompok D3),
konsentrasi 0,8% (kelompok D4); konsentrasi 1% (kelompok D5)
1. MATERI DAN METODE
1.1. Materi
1.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, pisau, botol, toples kaca, kain
saring, pengaduk kayu, dan selotip.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tulang dan kepala ikan, enzim
papain komersial, garam, gula kelapa, dan bawang putih.
1.2. Metode
1
Tulang dan kepala ikan dihancurkan dan dimasukkan ke dalam toples sebanyak 50 gram
Toples diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari
Hasil fermentasi disaring menggunakan kain saring
2
Hasil fermentasi ditambahkan dengan air sebanyak 300 ml
Filtrat ditambahkan dengan 50 gram bawang putih, 50 gram garam, dan 50 gram gula kelapa.
Filtrat direbus sampai mendidih sambil diaduk selama 30 menit
Setelah dingin hasil perebusan disaring
Kecap diambil sebanyak 1 ml dan diencerkan dengan aquades sebanyak 9 ml (pengenceran 10-1)
3
Dilakukan uji salinitas kecap dengan menggunakan hand refractometer
4
Salinitas kecap ikan dihitung dengan menggunakan rumus:
Salinitas=hasil refraksi1000
x 100 %
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil Pengamatan Kecap Ikan dengan Penambahan Enzim Papain dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Kecap Ikan dengan Penambahan Enzim Papain
Kel. Perlakuan Warna Rasa Aroma Penampakan Salinitas (%) D1 Enzim papain 0,2% ++++ +++++ ++ +++++ 4,00
D2 Enzim papain 0,4% +++++ ++++ ++ ++++ 3,00D3 Enzim papain 0,6% +++ ++++ ++ +++ 3,00D4 Enzim papain 0,8% +++ ++ ++++ + 2,50D5 Enzim papain 1% +++ +++++ +++ + 3,50
Keterangan:Warna : Aroma + : tidak coklat gelap + : sangat tidak tajam++ : kurang coklat gelap ++ : kurang tajam +++ : agak coklat gelap +++ : agak tajam ++++ : coklat gelap ++++ : tajam+++++ : sangat coklat gelap +++++ : sangat tajamRasa Penampakan + : sangat tidak asin + : sangat cair++ : kurang asin ++ : cair+++ : agak asin +++ : agak kental++++ : asin ++++ : kental+++++ : sangat asin +++++ : sangat kental
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa warna kecap ikan yang paling coklat adalah kelompok
D2 dengan penambahan enzim papain 0,4%. Sedangkan rasa yang sangat asin ada [ada
kelompok D1 dan D5. Sedangkan aroma yang paling tajam ada pada kelompok D4.
Lalu penampakan yang sangat kental adalah kelompok D1. Kemudian salinitas tertinggi
ada pada kelompok D1 yaitu sebesar 4%.
5
3. PEMBAHASAN
Pada praktikum teknologi hasil laut ini akan membahas mengenai kecap ikan. Tujuan
dari praktikum kecap ikan ini adalah untuk mengetahui proses pembuatan kecap ikan
dengan cara enzimatis. Pada pembuatan kecap ikan ini juga digunakan enzim proteolitik
yaitu berupa papain dengan berbagai konsentrasi untuk mengetahui pengaruh terhadap
karakteristik kecap ikan yang dilihat dari segi rasa, aroma, dan warna.
Ikan merupakan bahan pangan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat karena tinggi
protein dan memiliki harga yang murah. Pengolahan ikan dengan baik dapat
memperbaiki bau, cita rasa, tekstur, maupun penampakan dan umur simpan pada ikan.
Namun, ikan ini tetap dapat mengalami pembusukan. Dan tidak semua bagian tubuh
ikan ini dapat digunakan, terdapat beberapa bagian-bagian tubuh yang tidak bisa
dikonsumsi oleh manusia, seperti kepala, ekor, sirip, dll. Sehingga diperlukan suatu
pengolahan dimana bahan yang tidak dapat digunakan ini diolah menjadi suatu produk
yang bermanfaat (Irawan, 1995). Salah satu pengolahan yang dapat dilakukan adalah
dengan membuat produk kecap ikan. Kecap ikan merupakan salah satu produk
perikanan yang pengolahannya dilakukan dengan fermentasi (Afrianto & Liviawaty,
1989). Kecap ikan ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan jenis kecap lainnya.
Kecap ikan cenderung berwarna coklat, memiliki karakteristik aroma yang khas karena
adanya proses hidrolisis ikan yang bergaram (Rachmi et al., 2008). Selain itu, kecap
ikan memiliki rasa asin dan banyak mengandung nitrogen bebas. Parameter yang
menunjukkan kualitas kecap ikan itu baik adalah berdasarkan jumlah garam yang
ditambahkan dan lamanya proses fermentasi (Afrianto & Liviawaty, 1989). Sedangkan
bahan baku yang digunakan pun harus masih dalam keadaan segar sehingga kecap ikan
yang dihasilkan juga berkualitas baik.
Tahap pertama dalam pembuatan kecap ikan ialah menghancurkan tulang dan kepala
ikan bawal lalu diambil sebanyak 50 gram dan dimasukkan ke dalam toples. Proses
penghancuran tulang dan kepala ikan ini berfungsi untuk mempermudah proses
pencampuran bahan satu dengan bahan lainnya sehingga akan terbentuk adonan yang
homogen (Lay, 1994). Sedangkan menurut Saleh et al., (1996), proses penghancuran
6
7
dapat meningkatkan keefektifan ekstraksi karena sel-sel bahan akan rusak. Selanjutnya
ditambahkan enzim papain dengan 5 konsentrasi berbeda, yaitu 0,2%. 0,4%, 0,6%,
0,8%, dan 1%. Enzim papain yang ditambahkan bertujuan untuk memecah protein pada
bahan karena enzim papain termasuk dalam enzim protease yang mampu memecah
protein dan lemak menjadi komponen yang lebih sederhana (Winarno, 1995).
Penambahan enzim papain dalam pembuatan kecap ikan ini memiliki beberapa
keuntungan maupun kerugian. Penggunaan enzim papain dapat mempercepat proses
fermentasi. Selain itu, penambahan enzim ini juga dapat mempercepat proses
penguraian protein (Afrianto & Liviawaty, 1989). Sedangkan kekurangan dari
pembuatan kecap ikan menggunakan fermentasi ini adalah mutu yang dihasilkan tidak
sebaik dengan mutu kecap ikan yang dibuat secara tradisional (Sjaifullah, 1996).
Lalu diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari. Proses inkubasi dilakukan di dalam
toples yang tertutup rapat dengan tujuan menciptakan suasana anaerob sehingga proses
fermentasi berjalan lebih cepat dan mencegah kontaminasi terjadi Setelah diinkubasi,
hasil fermentasi ditambahkan air sebanyak 250 ml dan disaring. Proses penyaringan
bertujuan memisahkan filtrat dengan endapan yang terbentuk. Selanjutnya, filtrat yang
didapatkan direbus sampai mendidih dimana selama perebusan ditambahkan bumbu-
bumbu yang telah dihaluskan, yaitu 50 gram bawang putih, 50 gram garam, dan 50
gram gula merah. Proses pemasakan betujuan untuk mengentalkan larutan karena
adanya proses evaporasi. Selain itu dengan pemasakan akan membunuh
mikroorganisme yang ada serta mengaktifkan enzim protease (Fellows, 1990). Selama
pemasakan ini juga ditambahkan 3 bahan tambahan, yaitu bawang putih, garam, dan
gula merah. Ketiga bahan ini ditambahkan untuk meningkatkan rasa serta aroma dari
kecap ikan (Fachruddin, 1997). Bawang putih berfungsi sebagai zat antimikroba karena
di dalam bawang putih mengandung zat allicin yang dapat membunuh bakteri. Selain
itu, bawang putih juga dapat menyedapkan bahan (Santosa, 1994). Sedangkan,
penambahan garam bertujuan memberikan rasa asin, menguatkan rasa, dan menjadi
bahan pengawet karena garam dapat menurunkan Aw (Desrosier & Desrosier, 1997).
Kemudian, penambahan gula merah bertujuan untuk menciptakan flavor khas serta
menghasilkan warna coklat karamel dan meningkatkan viskositas dari kecap ikan
(Kasmidjo, 1990). Setelah mendidih, dilakukan penyaringan kedua dan hasil filtrat yang
8
didapat diamati secara sensoris , meliputi warna, rasa, aroma, penampakan, dan
salinitas-nya menggunakan Hand Refractometer.
Dari hasil pengamatan diperoleh data bahwa warna kecap ikan yang dihasilkan pada
kelompok D1 dengan penambahan enzim papain sebesar 0,2% adalah sangat gelap.
Sedangkan kelompok D2 dengan penambahan enzim papain sebesar 0,4%
menghasilkan warna sangat coklat gelap. Kemudian kelompok D3, D4 dan D5 dengan
perlakuan penambahan enzim papain sebesar 0,6%, 0,8%, dan 1% menghasilkan warna
agak coklat gelap. Menurut Lees & Jackson (1973), semakin tinggi penambahan enzim
yang ditambahkan maka akan menghasilkan warna kecap ikan yang semakin gelap pula.
Hal ini disebabkan protein pada bahan , yaitu tulang dan kepala ikan ini akan
terhidrolisis menjadi asam amino. Apabila asam amino bereaksi dengan gula pereduksi
dari gula merah maka akan terjadi reaksi Maillard yang akan menghasilkan warna
coklat. Selain itu, warna kecap juga dipengaruhi suhu pemasakan dan waktu pemasakan.
Dari teori ini bisa dilihat bahwa seharusnya yang memiliki warna paling gelap adalah
kelompok D5 dengan penambahan enzim papain 1% sedangkan warna yang tidak coklat
seharusnya ada pada kelompok D1. Ketidaksesuaian teori ini dengan praktikum bisa
diakibatkan suhu dan waktu pemasakan yang berbeda-beda dari setiap kelompok
dimana selama proses pemasakan tidak ada kontrol suhu serta acuan untuk waktu
pemasakan.
Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan rasa dapat dilihat bahwa kelompok D1 dan
D5 dengan perlakuan penambahan enzim papain sebesar 0,2% dan 1% memiliki rasa
paling asin. Sedangkan kelompok D2 dan D3 memiliki rasa yang asin dan kelompok D4
memiliki rasa kurang asin. Semakin banyak enzim yang ditambahkan makan
kemampuan enzim untuk memecah kandungan protein pada ikan akan semakin besar
pula. Akibatnya, proses fermentasi akan berjalan baik dan menghasilkan kecap ikan
dengan rasa yang kuat.
Aroma kecap ikan yang dihasilkan pada tiap kelompok juga berbeda-beda dimana
aroma paling tajam ada pada kelompok D4 dengan penambahan enzim papain 0,8%.
Sedangkan kelompok D1, D2, dan D3 memiliki aroma yang kurang tajam dan
9
kelompok D5 memiliki aroma agak tajam. Aroma pada kecap ditentukan oleh
kandungan nitrogen (Tortora et al., 1995). Menurut Kasmidjo (1990), semakin banyak
protease yang ditambahkan maka protein yang terhidrolisis menjadi senyawa sederhana
yang mengandung N akan semakin banyak sehingga aroma kuat pada kecap ikan akan
terbentuk. Selain itu faktor yang dapat menentukan aroma dari kecap ikan adalaj jenis
bumbu yang digunakan. Dari teori ini dapat dilihat bahwa seharusnya yang memiliki
aroma paling tajam adalah kelompok D5 dengan perlakuan enzim papain 1%.
Ketidaksesuain ini bisa disebabkan karena ketidaktelitian penimbangan enzim.
Kecap ikan yang dihasilkan pada kelompok D1 dengan penambahan enzim papain 0,2%
memiliki penampakan yang sangat kental. Sedangkan kelompok D2 menghasilkan
kecap ikan yang kental, kelompok D3 menghasilkan kecap ikan yang agak kental. Dan
kelompok D4 dan D5 menghasilkan kecap ikan yang sangat cair. Kekentalan dari kecap
ikan ditentukan oleh penambahan gula jawa. Semakin banyak gula jawa yang
ditambahkan maka kecap ikan yang terbentuk akan semakin kental (Fellows, 1990).
Namun, pada kasus ini penambahan gula jawa dari setiap kelompok sama sehingga
faktor penambahan gula jawa ini tidak terlalu menentukan dari kekentalan kecap ikan.
Namun, seharusnya semakin banyak enzim papain yang ditambahkan maka kecap ikan
yang dihasilkan akan semakin encer atau cair karena enzim papain menguraikan protein
pada ikan. Seharusnya kecap ikan yang menghasilkan struktur paling cair adalah
kelompok D1 dan paling kental adalah D5.
Berdasarkan dari data hasil pengamatan dapat dilihat bahwa salinitas tertinggi ada pada
kecap ikan D1 dengan penambahan enzim papain 0,2% dan salinitas terendah ada pada
kelompok D4 dengan penambahan enzim papain 0,8%. Menurut Boyd (1982), semakin
tinggi enzim yang ditambahkan makan salinitas yang dihasilkan akan semakin tinggi
pula. Dari sini dapat dilihat bahwa salinitas tertinggi seharusnya ada pada kelompok D5.
Ketidaksesuaian ini bisa diakibatkan karena kesalahan dalam penimbangan enzim serta
bahan-bahan yang ditambahkan.
Menurut jurnal yang disusun oleh Zaman et al., (2010), kecap ikan merupakan produk
fermentasi yang sering digunakan sebagai salah satu bumbu utama pada masyarakat di
10
Asia Tenggara. Menurut Jiang et al., (2008) kecap ikan dianggap sebagai sumber
protein dan asam amino. Kecap ikan memiliki bau khas yang tidak dimiliki oleh jenis
kecap lainnya. Bau kecap ikan ditandai sebagai hasil percampuran antara amonia,
cheesy, dan meaty yang berasal dari proses hidrolisis protein dan oksidasi lipid.
Sedangkan jurnal yang disusun oleh Akolkar et al., (2007), menjelaskan bahwa kecap
ikan dibuat dengan cara mencampurkan ikan dengan konsentrasi garam tinggi (20-30%)
dan disimpan dalam suatu tanki pada suhu kamar dalam waktu 6 hingga 18 bulan.
Menurut Udomsil et al., (2010), selama proses inkubasi atau fermentasi ini akan muncul
beberapa bakteri, terutama bakteri Halophilic LAB yang mampu hidup dalam
konsentrasi garam tinggi. Halophilic LAB ini terbentuk ketika semua parameter pada
kecap ikan, meliputi warna, aroma, dan rasa sudah terbentuk. Halophilic LAB ini sangat
dominan di kecap ikan dimana bakteri ini memegang kendali atas rasa dan aroma yang
dihasilkan dari kecap ikan. Sedangkan menurut Hezayen et al., (2010), bakteri halofilik
merupakan bakteri yang dapat hidup pada kisaran konsentrasi NaCl sebesar (0-32%,
w/v).
4. KESIMPULAN
Kecap ikan adalah produk perikanan yang pengolahannya dilakukan dengan
fermentasi.
Proses penghancuran tulang dan kepala ikan ini berfungsi untuk mempermudah
proses pencampuran bahan satu dengan bahan lainnya.
Enzim papain berfungsi untuk memecah protein dan lemak menjadi komponen
yang lebih sederhana
Bawang putih berfungsi sebagai zat antimikroba karena di dalam bawang putih
mengandung zat allicin yang dapat membunuh bakteri
Garam bertujuan memberikan rasa asin, menguatkan rasa, dan menjadi bahan
pengawet karena garam dapat menurunkan Aw
Gula merah bertujuan untuk menciptakan flavor khas serta menghasilkan warna
coklat karamel dan meningkatkan viskositas
Semakin tinggi penambahan enzim maka akan menghasilkan warna kecap ikan
yang semakin gelap.
Semakin banyak enzim yang ditambahkan maka kemampuan enzim untuk
memecah kandungan protein pada ikan akan semakin besar pula sehingga akan
menghasilkan kecap ikan dengan rasa dan aroma yang kuat.
Semakin banyak enzim papain yang ditambahkan maka kecap ikan yang
dihasilkan akan semakin encer
Semakin tinggi enzim yang ditambahkan makan salinitas yang dihasilkan akan
semakin tinggi.
Semarang, 30 Oktober 2015Praktikan Asisten Dosen
Monica Andreina K -Michelle Darmawan (13.70.0009)
11
5. DAFTAR ISI
Afrianto, E. & Liviawaty. (1989). Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Akolkar, A. V., Durai, D., A. J. Desai. (2010). Halobacterium sp. SP1(1) as a starter culture for accelerating fish sauce fermentation. Journal of Applied Microbiology 109 (2010) 44–53.
Boyd, R. F. (1982). General Microbiology. Times Mirror. Morgy College Publishing. New York
Desrosier, N. W. & Desrosier. (1977). Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Dendeng. Kanisius. Yogyakarta.
Fellows, P. (1990). Food Processing Technology: Principles and Practise. Ellis Horwood Limited. New York.
Hezayen, F. F., Magdi, A. M., Noura, S. A., Shaheb, M. S., (2010). Oceanobacillus aswanensis Strain FS10 sp. nov., an Extremly Halotolerant Bacterium Isolated From Salted Fish Sauce in Aswan City, Egypt. Global Journla of Molecular Science 5 (1): 01-06,2010.
Irawan, A. (1995). Pengolahan Hasil Perikanan Home Industri dan Usaha Perikanan dan Mengomersilkan Hasil Sampingnya. Penerbit Aneka. Solo.
Jiang, J., Qing, X. Z., Zhi, W. Z. (2008).Analysis of Volatile Compounds in Traditional Chinese Fish Sauce (Yu Lu). Food Bioprocess Technology.
Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.
Lay, B. W. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Lees, R., Jackson, EB. (1973). Sugar Confectionary and Chocolate Manufacture. Glasgow: Leonard Hill
12
13
Rachmi, A., N. Ekantari. & S.A. Budhiyanti. (2008). Penggunaan Papain pada Pembuatan Kecap Ikan dari Limbah Fillet Nila. http://www.bbrp2b.kkp.go.id/publikasi/prosiding/2008/ugm/Pasca%20Panen/PP-08.pdf. Diakses tanggal 26 Oktober 2015.
Saleh, M ; A. Ahyar ; Murdinah ; dan N. Haq. (1996). Ekstraksi Kepala Udang Menjadi Flavor Udang Cair. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. II, No.1, hal 60-68.
Santosa, H.B. (1994). Kecap dan Taoco Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.
Sjaifullah. (1996). Petunjuk Memilih Buah Segar. PT Penebar Swadaya.Jakarta.
Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.
Udomsil, N., Sureelak, R., Somboon, T., Jirawat, Y. (2010). Proteinase-Producing Halophilic Lactic Acid Bacteria Isolated From Fish Sauce Fermentation and Their Ability to Produce Volatile. International Journal of Food Microbiology 141 (2010) 186-194.
Winarno, F.G. (1995). Enzim Pangan. Gramedia. Jakarta.
Zaman, M. Z., Fatimah, A. B., Jinap, S., Jamilah, B. (2010). Occurrence of Biogenic Amines and Amines Degrading Bacteria in Fish Sauce. Vol. 28, 2010, No. 5: 440–449 Czech J. Food Sci.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus:
Salinitas (% )=hasil pengukuran1000
x 100 %
Kelompok D1
Hasil pengukuran = 40
Salinitas (% )= 401000
x100 %=4 %
Gram Papain :
0,2 %= 0,2100
x50=0,1 gram
Kelompok C2
Hasil pengukuran = 30
Salinitas (% )= 301000
x100 %=3 %
Gram Papain :
0,4 %= 0,4100
x50=0,2 gram
Kelompok C3
Hasil pengukuran = 30
Salinitas (% )= 301000
x100 %=3 %
Gram Papain :
0,6 %= 0,6100
x 50=0,3 gram
Kelompok C4
Hasil pengukuran = 25
Salinitas (% )= 251000
x100 %=2,5 %
Gram Papain :
0,8 %= 0,8100
x 50=0,4 gram
Kelompok C5
Hasil pengukuran = 35
Salinitas (% )= 351000
x100 %=3,5 %
Gram Papain :
1 %= 1100
x50=0,5 gram
6.2. Diagram Alir
6.3. Abstrak Jurnal
6.4. Laporan Sementara
14
Recommended