View
222
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
2. TINJAUAN PUST
2.1. Ikan Gabus Pangan Sumfier Albumin
fkan gabus (Channa striata ,I merupakan jenis ikan perairan umum yang
bemilai ekonomis. Ikan gabus masuk dalam Kingdom Animalia, Filum Chordata,
Kefas Actinopterygii, Order Perciformis, Famili Channidae, Genus Channa, d m
Spesies Channa striata. &an gabus merupakan ikan asli perairan tawar daerah tropis
seperti Asia dm Afiika. Ikan gabus banyak ditemukan di perairan umum dan beIum
dibudidayakan secara Iuas (Rahayu, 1992). Ikan gabus hidup di muara-muara sungai,
danau dm dapat pula hidup di air kotor dengan kadar oksigen rendah, bahkan tahan
terhadap kekeringan, dan dapat ditemukan di berbagai perairan umum di wilayah
Indonesia, di antaranya Jawa, Sumatra, Sulawesi, Bali, Lornbok, Singkep, Flores,
Ambon, dan Maluku dengan nama yang berbeda. Di Palembang ikan gabus dikenal
dengan sebutan ikan deleg, di jawa dikenal dengan sebutan ikan krrtuk, dan di
Kalimantan dikenal dengan ikan ntan atau ha~xan, dan di Sulawesi dikenai dengan
sebutan ikan duluk. Ikan gabus dapat memijah sepanjang tahun dengan jumlah
fekunditas untuk ikan dengan uhran panjang total 18,5- 50,5 cm dan bobot 60 - 1.020 gr berjumiah 2.585 - 12.880 butir.
Ikan gabus bersifat karnivora dengan ciri-ciri fisik memiliki bentuk tubuh
hamgir bulat, panjang dan rnakin ke belakang berbentuk pipih (conpresse~$. Bagian
punggung cembung, perut rata dan kepala pipih seperti ular (head snah). Warna
tubuh pada bagian punggmg hijau kehitaman dan baggian perut benvarna krem atau
putih. Sirip ikan gabus tidak rnerniliki jari-jari yang keras, mempunyai sirip punggung
dm sirip anal yang panjang dan lebar, sirip ekor berbentuk setengah lingkaran, sirip
dada lebar dengan ujung membulat. Xkan gabus dapat mencapai panjang 90 - 110 cm.
Morfologi ikan gabus disajikan pada Gambar 2.
Ikan gabus mempunyai toleransi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan
yang buruk. fkan gabus banyak ditemukan di sungai-sungai dan rawa, kadang-kadang
terdapat di air payau berkadar garam rendah. Masyarakat telah mengenal d m
memanfaat ikan gabus untuk berbagai keperluan, rnisalnya sebagai bahan baku
produk olahan seperti kerupuk dan pempek (Palembang), ikan asin dan ikan asap
(salai) gabus yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi. Di Kalimantan Selatan
ikan gabus (hawan) biasanya digunakan sebagai masakan lauk pauk seperti haruan
bakar, sayur asam haruan dan masakan habang yang bisanya disajikan dengan nasi
kuning.
Gambar 2. Morfologi Ikan Gabus
Ikan gabus diketahui mengandung senyawa-senyawa penting yang berguna
bag8 tubuh, diantaranya protein, dan beberapa mineral (Sediaoetama, 1985). Kadar
protein ikan gabus bias mencapai 25,5 %, yang berarti Iebih tinggi dibanding dengan
protein ikan bandeng (20,O %), ikan emas (16,O %I, ikan kakap (20,O %I, rnaupun
ikan sarden (21,I %). Kadar albumin ikan gabus bisa mencapai 6,22 %, dan daging
ikan gabus mengandung mineral seng dengan kadar 1,74 mg/100 gram (Carvalo,
1998).
lkan gabus telah diknal dan dipercaya oleh masyarakat sebagai rnakanan
yang dapat mempercepat proses penyembtlhan luka. Ibu yang habis melahirkan, anak
yang baru dilrhitan, dm juga pasien pasca operasi biasanya dianjurkan rnengkonsumsi
daging ikan gabus untuk rnempercepat penyembuhan (kering) iuka. Anjuran tersebut
sangat terkait dcngan komponen gizi (protein, albumin) ymg terkandung datam
daging ikan gabus. Di masyarakat telah dikenal berbagai produk berbahan baku ikan
gabus, diantaranya tablet, krim, dan ekstrtik ikan gabus. Komposisi gizi ikan gabus
disajikan pada Tabel I .
Sebagaimana protein ikan urnumnya, ikan gabus mengandung tiga jenis
protein yaitu protein larut (yang mudah dihilangkan dengan cara ekstraksi), protein
stroma jaringan ikat, dan protein kontraktil. Sarkoplasma merupalran cairan yang ada
di antara miofibril (deMan, 1997). Protein sarkoplasma disehut juga miogen,
termasuk dalam protein ini adalah albumin, mioalbumin, mioprotein, globulin-X dan
miostromin. Albumin, mioalbumin dan mioprotein mempunyai sifat mudah larut
dalam air. Globulin dan miastromin sukar larut dalm air tetapi mudah larut dalam
larutan basa atau asam lernah. Protein ini larut. dalam air dan Iamtan garam
berkekuatan ion rendah (konsentrasi garam 4 5 %), dapat digumpalkan dengan suhu
tinggi (90' C).
Romponen Kimia
I I i Sumber: Sediauetarna, 1985
Protein (g) Lemak (g) Besi (mg) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Vit. A (SJ) Vit, B 3 (mg) Air
Kadar protein sarkoplasma berbeda pada setiap jenis ikan bahkan
Jenis
berbeda antara jenis daging rnerah dm daging putih. Ikan berdaging putih
Ikan Gabus Segar
25,2 1,7 Q,9 62 176 150 0,04 69
mengandung protein sarkoplasma yang lebih tinggi dibanding yang merah. Rahayu
Ran Gabus Kering
58,O 4,o 0,7 15 100 I00 0,lO 24
(1992) menjelaskan bahwa proses rigor (kekakuan) dapat menurudmn kadar protein
sarkopiasma. Hal ini disebabkan proses dgormortis akan rnenyebabkan protein
sarkoplasma mengalami perubahan sifat: rnenjadi tidak. larut air. Perbedaan komposisi
fraksi protein ikan disajikan dalam Tabel 2.
Tabei 2. Komposisi fraksi protein beberapa spesies ikan
I Fraksi Protein
Sumber :Rahayu, 1992.
Kod (laut)
Mas (tawar) I
Kadar albumin ikan gabus dapat disebandingkan dengan bahan makanan
sumber albumin lainnya, misainya telur. Kadar albumin ikan gabus dm beberapa
bahan makanan disajikan dalam Tabel 3.
2 1
23-25
76
70-72
3
5
Tabs1 3. Kadsr Albumin beberapa bahan Makanan
2.2. Ebtrak Ikan Gabus dan aplikasinya dalam Diet
Ekstrak ikan gabus merupakan cairan yang didapat dari ekstraksi daging ikan
gabus. Prinsip dasar pernbuatan ekstrak ikan gabus adalah ekstraksi protein plasma
&an gabus. Beberapa metode pengolahan ekstrak ikan gabus telah dikenal oIeh
masyarakat, diantaranya adalah pengepresan langsung hancuran daging ikan gabus,
pengukusan, ekstraksi vakum, dan ekstraksi dengan pengontrolan suhu. Albumin
merupakan protein yang rentan terhadap panas, sehingga. suhu dan mekanisme proses
harus diperhatikan dengan baik dan benar. Dari penelitian diketahui bahwa ekstraksi
pada suhu 70 OC memberikan rendemen terbaik. Proses yang baik akan menghasiikan
ekstrak ikan gabus yang berwarna putih kenuningan, tidak banyak endapan, dan
berarorna khas ikan gabus (tajam), diln tidak amis. Untuk meningkatkan cita rasa
ekstrak ikan gabus sering d i tambean brbagai jenis rempah dalam pengolahnnya.
Hal-ha1 Penting yang harus diperhatikan dalam pembuatan ekstrak ikan gabus,
adalab kualitas daging ikan gabus, ukuran potongan daging ymg diekstraksi, dan suhu
ekstraksi. Ikan gabus sebagai bahan baku pembuatan ekstrak ikan hams mempunyai
kualitas yang baik, j ib memungkinkan berasal dari ikan ymg masih hidup atau
belum mengalami proses rigor. Rahayu (1992) menjelaskan bahwa proses rigor mortis
dapat rnenurunkan kandungan protein plasma, karena sebagian protein yang Iarut
dalam air akan berubah menjadi protein yang tidak larut air. Perubahm kelmtan ini
Bahan Makanan Kadar
Albumin (% TP) Protein (%)
Kedelai
Kacang tanah
Peas
Beras
h3W2
Oats
Gandum
Putih telur (Oval dm Conal)
&an gabus
10
15
21
10.8
4.0
20.2
14.7
73
24
3 9
24.8
25.7
7.4
9.2
12.6
11.2
10,6
25,2
akan berdarnpak pada rendernen. Perubahan protein karena rigor rnortis disajikan
dalam Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi fraksi protein dan keadaan ikan
Jika tidak rnemungkinkan untuk mendapatkan ikan yang masih hidup sebelum
proses, maka hams dipastikan bahwa ikan bermutu baik dengan tanda-tanda
sebagaimana terangkum dalam Tabel 5. Ikan gabus yang telah mengalami kerusakan
akan menghasilkan ekstrak ikan dengan aroma amis. Aroma amis ini relative sulit
dihilangkan atau dinetralisir. Aroma arnis disebablcan kslrena terbentuknya trirnetil
atnin oksida (TMAO). TMAO mempunyai sifat larut air, sehingga daIam proses
ekstrak senyawa ini akan ikut terekstrak.
Keadaan Ikm
Pra rigor
Pasca rigor
Pernotongan daging dimaksudkan untuk: rnernperkecil ukuran sehingga Iuas
permukaan a k a semakin besar. Semakin besar luas permukaan daging yang
bersinggungm dengan panas dnn air, semakin tinggi laju ekstriiksi. Tidak dianjurkan
untuk menghancurkan daging ikan gabus, karena dapat mernpercepat penggumpalan
seiama ekstraksi @emanasan) sehingga rnenghambat pengeluaran plasma dari daging.
Albumin, sebagaimana protein umumnya sangat rentan terhadap pengaruh
suhu, sehingga penerapan suhu yang tepat sangat diperlukan dalam proses untuk
Surnber :Rahayu, 1992
Tipe daging
Merah Putih Merah Putih
Ikan mengalami kerusakan
Keruh dan masuk ke dalam -
Merahicoklat gelap dan busuk
Kental dan aroma busuk
Sisik mudah dicabut dan
kusam
Lembek dan berair
Busuk
Parmeter
Mata
Insang
Lendir
Sisikkulit
KelenturanJkenyal
h m a
Sarkoplasma (%)
29.0 3 7.4 22.5 32.8
Ikan bermutu baik
Jernih dan cembung
Merah dan tidak busuk
Encer dan aroma segar
Sisik kuat dan mengkilat
Lenturkenyal
Segar
Miofibril(%)
62.4 59.2 66.1 61.3
menghasilkan sari ikan yang berhalitas baik. Karena pemanasan akan mempengaruhi
permiabilitas dinding sel sehingga proses pengeluaran plasma dari jaringan bisa lebih
cepat. Penerapan yang terlalu tinggi dapat rnengkoagulasikan protein plasma. Suhu
koagulasi beberapa albumin disajikan dalam Tabel 6. Protein plasma yang
terkoagulasi &an menempel pada protein rniofibril (benang daging), sehingga dapat
menghalangi keluamya protein plasma dari daging, Penerapan suhu proses antara 70
- 80 OC memberikan basil yang baik. Pemanasan pada suhu 90 "C selama 10 menit
telah dapat menggumpalkan sebagain besar protein plasma sehingga tidak bisa
diekstrak.
Tabel 6. Suhu koagulasi beberapa albumin
Sumber albumin I Suhu koagulasi ("C) I I
Albumin telur 56 f Albumin serum (sapi)
Para praktisi gizi-kesehatan telah memanfaatkan ekstrak ikan gabus sebagai
makanan tambahan (menu ekstra) untuk penderita terindikasi hipoalbuminemia, luka
bakar, dan diet setelah operasi. Dari berbagai studi kasus dan penelitian diketahi
bahwa ekstrak ikan gabus secara nyata dapat meningkatkan kadx albumin pada
kasus-kasus alburninernia clan mempercepat proses penyembuhan luka pada kasus
pasca operasi (Asikin, 1999; Sugihastutik, 2002; Nilasanti, 2003). Suprayitno (2003)
telah mengungkapkan pemanfaatan ekstrak &an gabus sebagai pengganti serum
albumin yang biasanya digunakan unhk menyembuhkan luka operasi. Mudjiharto
(2007) rnenjelaskan bahwa ikan gabus merupakan bahan surnber albumin yang
potensial. Albumin ikan gabus dapat digunakan sebagai biofarma dan bahan subtitusi
albumin manusia. Agustini (2006) rnenyebutkan bahwa albumin ikan gabus secm
nyata dapat meningkatkan kadar albumin s e m dm mempercepat penutupan luka
pada tikus percobaan.
Albumin Susu @pi) 72
Sumber : de Man, 1997
2.3. Albumin
Albumin merupaksrn fraksi u t m a protein plasma berbentuk elips dengan
panjang 150 A, mernpmyai berat moIekul dan pH isoelektfk bewariasi tergantung
spesies. Berat molekul albumin plasma manusia 69.000, albumin telor 44.000, dan di
dalam daging mamalia adalah 63.000 (Murray, 1995, Montgomery, 1993). PH
isoelektrik albumin bervariasi antara 4,6 (albumin telor) sampsti 4,9 (albumin serum).
Albumin rnanusia yang matur terdiri dari suatu rantai polipeptida. Albumin kaya
akan asam amino lisin, arginin, asam glutamat, dm asam aspartat diatur dalam serial
a - k l ik dengan 17 jembatan sulfida(Gambar 3). Dengan enzirn protease albumin
dapat: dipecah menjadi 3 domain sebagaimana tersaji pada Gmbar 4.
Gambar 3. Lokasi ikatan -SN dalam molekul albumin
B
Domain
Garnbar 4. Pembagian Domain albumin
Albumin rnempunyai bent& elips, yang berxti protein ini tidak banyak
rneningkatkan viskositas plasma. Albumin mempunyai struktur yang Ientur (karena
adanya perubahan disulfida) dan mudah berubah benhtk sesuai dengan variasi kondisi
lingkungan dm dengan pengikatan Iigan (Murray, et al, 1999 ; Sunatria, 2003). Letak
ikatan -SH dalarn rnolekul albumin yang dikaitkan dengan sifat pengikatan albumin
dengan logam atau radikal (Garnbar 4).
Albumin merupakan protein sederhana, berstruktur globular yang tersusun
dari ikatan polipeptida tunggal dengan susunan asam amino sebagaimana ditunjukan
pada Tabel 7. Albumin mencakup semua protein yang larut dalam air bebas ion, dan
ammonium sulfat 2,03 mol / L, Fraksi protein plasma ini dapat diendapkan dengan
penambahan ammonium sulfat berkonsentrasi tinggi (70 - 100%) atau pengaturan pH
sampai mencapai pH iso elektriknya.
Albumin rnernpunyai Iima karakter penting yaitu lanit dalam 2,03 mol A,
ammonium sulfat, dapat didialisa dengan air destiiat, keeepatan gerak dalam
elektroforesa adalah 6,0 didalam buffer berkekuatan ion 0,l pH 8,6, berat molekulnya
berkisar 66.000 KD, bebas karbohidrat, dan merupakan fraksi protein normal dalam
semm manusia. Kadar aibumin antara suatu spesies dengan spesies lainnya berbcda
sebagaimana ditunjukan pada Tabel 8. Salah satu faktor yang rnenentukan kadar
albumin dalam jaringan adalah nutrisi. Beberapa faktor yang mempengaruhi kadar
albumin adalah nutrisi, lingkungan, harmon dan ada tidaknya suatu penyakit. A s m
amino rnernpunyai peranan yang sangat penting bagi sintesa albumin dalam jasingan.
Tabel 7. Komposisi asam amino albumin
Asam Amino
Glisin Alanin Valin Leusin Isoleusin Serin Treonin Sistein !4 Metionin FeniIalanin Tirosin Prolin Asam Aspartat Asam Glutamat Lisin Arginin Histidin Sumber : de M m (1 997)
Albumin serum (g M I 0 0 g protein)
633 539 12,3 2,6 4,2 538 650 038 0,6 531 438 10,9 16,5 12,9 5,9
Albumin dapat terkoagulasi oleh pmas sebagaimana sifat umum protein
dengan suhu koagulan yang berbeda tergantung dari jenis albuminya sebagai mana
ditunjufian dalam Tabel 6. Perbedaan suhu koagulasi albumin dalam beberapa
sumber albumin tersebut erat kstitannya dengan kandungan asam amino sistin dan
sistein dalam albumin tersebut (Montgomery, 1993; de Man, 1997).
Tabel 8. Kandungan atburnin pada beberapa organisme
Afbwnin mempunyai fungsi yang sangat banyak, di antaranya adalah fungsi
pengikatan dan transport, pengatwan tekanan osmotik, penghambatan pembentukan
flatelet dan anti trombosit, permiabilitas seI dan fungsi sebagai antioksidan (Sunatrio,
2003). Albumin mencakup hampir 50 % dari protein plasma dan bertanggung jawab
atas 75 - 80 % dari tehnan osmotik pada plasma rnanusia (Murray, et al, 1999).
Montgomery (1 993) menjeiaskan bahwa albumin mempunyai dua fungsi utama yaitu
mengangkut molekul-moiekul kecil meIewati plasma dan cairn sel, serta memberi
tekanan osmotik didalam kapiler.
Fungsi pertama albumin sebagai pembawa molekul-molekul kecil erat
kaitannya dengan bahan metaboiisme dm berbagai macam obat yang kurang larut.
Bahan metaboIisrne tersebut adalah asam-asam lemak bebas dan bilirubin. Dua
senyawa kimia tersebut kurang dapat larut dalam air tetapi hams diangkut melalui
dstrah dari organ satu Ice organ lain agar dapat dirnetabolisme atau diekskresi.
Albumin berperan membawa senyawa kimia tersebut, dan perm ini disebut protein
pengangkut non spesifik. Jenis obat-obatan yang tidak mudah larut air yang
memerlukan peran albumin adaiah aspirin, antikaagulan, dan obat-obat tidur. Selain
itu albumin juga berperan sebagai pengikat anion dan kation kecil, diantaranya adalah
kalsium (Ca). Dan sebagian tembaga plasma terikat dengan aIbumin
Fungsi albumin Iainnya adaIah menyediakan 80 % pengaruh osmotik plasma.
Hal ini disebabkan albumin merupakan protein dalam plasma, yang jika dihitung atas
dasar berat rnernpunyai jumlah paling besar dm stibumin memiliki berat molekul
rend& dibanding fraksi protein plasma lainnya Montgomery (19931, dan Murray, et
Organisme
Sapi Kuda Kera Kelinci Anjing Kucing
Albumin (% Protein plasma)
34,3 29,3 5 0,O 63,3 39,6 41,4
al, (1999) menginformasikan bahwa preparat albumin digunakan dalam terapi syok
hemorahgik dan Iuka bakar.
Albumin dapat berperan sebagai antioksidan (Papas, 1998: Turninah 2000).
Albumin mempunyai ikatan sulfhidrii yang dapat berfbngsi sebagai pengikat radikal,
dan struktur ini rnempunyai peranan penting dalam kasus sepsis. Albumin terlibat
daIam pernbersihan radikal bebas oksigen yang diimplikasikan dalam patogenesis
infiamasi. Lamtan fisiologis albumin serum manusia tefah diperlihatkan menghambat
produksi radikal bebas oleh leukosit polimorfonuklear. Kernampuan pengikatan ini
berhubungan dengan rnelirnpahnya gugus sulfhidril (-SH) dalam albumin (Sunatrio,
2003).
Kondisi hipaalbuminemia kerap dijumpai pada sirosis hati. Hal ini disebabkan
oleh penurunan mekanisme sintesis karena disfungsi liver atau diet protein rendah,
peningkatan kataboIisme atburnin, serta adanya asites. Indikasi terapi albumin pada
sirosis hati adalah adanya asites, sindrom hepatorenal, adanya SBP, dan kadar
albumin di bawah 2,5 gYo. fenggunaan albumin dimaksudkan untuk mernelihara
colloid oncotic pressure (COP), mengikat dan menyalurkan obat, dan sebagai
penangkap radikal bebas. Albumin juga memiIiki efek antikoagulan, efek
prokoagulatori, efek pemeabilitas vaskular, serta ekspansi volume plasma, Pungsi
albumin sebagai antioksidan juga disebutkan oleh Chen, et a!, (2001). Chen
menyebutkan bahwa albumin mempunyai efek antioksidan, dan berperan dalam
penangkapan radikal, bebas pada proses pembentukan urolithiasis dan asam sialik.
2.4. Anatorni dan fisiologis Hati
Hati merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian
teratas dalam abdomen sebelah kanan dan di bawah diafragma (Pearce, 1987;
Junqueira, 1988). Hati mempunyai berat sekitar 1,3 kg atau 2 % berat badan orang
dewasa, dengan ukwan 12 - 15 cm (Price, 2006). Hati memiliki pemukaan superior
yang cembung dan terletak dibawah kubah kanan diafragma dan sebstgian kubah kiri.
Bagian bawah hati berbentuk cekung dan merupakan atap dari ginjal kanan, lambung,
pancreas, sebagaimana terlihat pada Gambar 5.
Transuerse Colon
Dcscend~nn Colon
Asutndtng Cdon
Gambar 5. Letak organ hati dalam tubuh
Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi
menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segementalis kanan yang tidak
terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh
ligamenturn falsiformis yang GrIihat dari iuar. Ligamentus falsiformis berjalan dari
hati ke diafiagma dm dinding depan abdomen. Pemukaan hati diliputi oleh
peritoneum viseralis kecuali daerah kecil pada pemukaan posteriar yang melekat:
langsung pada diahgma. Garnbaran anatomi hati disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Anatomi Hati
Secara lebih rinci hati terbagi menjadi empat lobus yang tersusun dari bagian-
bagian berbentvk segi enam yang disebut lobulus. Skema lobulus hati disajikan pada
Gambar 7.
Gambar 7. Lobulus hati
Jika jaringan hati dipotong melintang akan terlihat (dengan pengamatan
mikroskopis) setiap Iobulus berbentuk segi enam. Di tengah lobufus terdapat
pernbuluh darah. Setiap lobus hati terbagi menjadi struktut-struktur yang disebut
dengan bbulus, yang merupakan unit mikroskopis d m hgsional organ. Lobulus hati
membentuk massa poligonal prismatis jaringan hati dengan ukuran sekitar 0,7 x 2
mm (Junqueira, 1988). Lobuius-lobulus tersusun radial rnengetilingi vena sentralis
yang mengalirkan darah dari lobulus. Diantara lempengan sel hati terdapat kapiler-
kapiler yang disebut dengan sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteria
hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel-sei fagositik atau sel kupffer (Price, 2006). Sel
kupffer merupakan sistern monosit mnkrufag yang hngsi utamanya adalah menelan
bakteri atau benda-benda asing. Pada binatang tertentu lobulus-lobulus dipisahkan
satu sama lain dan dibatasi dengan jelas oleh lapism jaringan penyambung. Hal ini
tidak terdapat pada hati manusia. Potongan rnelintztng jaringan hati disajikan pada
Gambar 8.
Gambar 8. Potongan meIintang jaringan hati
Hati rnempunyai dua surnber suplai darah. Dari saluran cerna dan limpa
melalui venaporta hepatika, dan dari aorta melalui arteria hepatika. Sekitar sepertiga
darah yang masuk ke hati adaiah darah Heria, dan dua pertiganya adalah darah vena
dari vena porta. Vena porta di dalarn jslringan hati menempel melingkari lobulus hati,
kemudian mempercabangkan vena-vena interloburafis yang mengalir diantm
lobulus-lobulus hati. Vena-vena lobulus ini selstnjutnya membentuk sinusoid yang
berada diiempengan hepatosit dan bermtlara daiam vena sentralis. Vena sentralis dari
beberapa lobulus bersatu membentuk vena sublobularis yang selanjutnya membentuk
vena hepatika.
2.5. Fungsi hsti dalam tubuh
Hati merupakan pabrik kimia terbesar dalarn tubuh dan mempunyai suplai
darah yang besar (1 - 1,s liter per menit) (Gibson, 2002). Hati rnempunyai hiingsi
yang sangat banyak. Hati sangat penting untuk mernpertahankan hidup dan perperan
dalam hampir setiap fungsi metabolik hbuh yang terutama bertanggung jawab atas
iebih dari 500 aktivitas berbeda. (Price, 2006). Secara garis besar hati berfungsi
dalam aktivitas sintesis, ekskretoris, dan fungsi metabolik (Chandrasoma, 2006).
Hati merupakan sumber albumin plasma, globulin, dan banyak protein.
Protein-protein tersebut disintesis daIam retihlum endoplasma. Berbeda dengan sel-
sel pada kelenjar lain, hepatosit tidak menyimpan protein dalam sitoplasmnya tetapi
secara lambat mengeluarkan protein yang telah disintesisnya ke dalam darah. Sekitar
5 % protein yang dikeluarkan hnti dihasilkan oleh sei-sel sistem makrofag (KupEer),
dan sisanya dihasilkan oleh hepatosit (Junqueira, 1988). Disamping sintesis protein
hati juga berperan dan sekresi empedu, bilirubin, dan transport beberapa mt warna.
Lipid dan karbohidrat disimpan dalam hati &lam bentuk lemak dan glikogen.
Kernampurn menyimpan metabolit-metabolit energitik ini sangat penting karena hati
terkait dengan suplai energi antara selang waktu makan. Hati juga berperan sebagai
tempat penyimpanan utama vitamin-vitamin.
Hati berperan penting dalam berbagsri hngsi metabolik, diantaranya
metabolism lemak, karbohidrat, protein, s e m dalam detoksifikasi. Asam lemak bebas
dari jaringan adiposa dan asam lemak rantai sedang atau pendek yang diserap di usus
diangkut ke hati. Trigliserida, kolesterol, dan fosfolipid disintesis di hati dari asarn
lemak dm berikan secara kompleks dengan protein akseptor Iemak spesifik
mernbentuk lipoprotein berdensitas rendah yang memasuki plasma. Hati juga terlibat
dalarn proses rnetabolisme lipoprotein berdensitas sedang dan rendah.
Dalam rnetabolisrne karbobidrat, hati merupakan sumber utama glukosa
plasma. Setelah makan, glukosa diperoleh dari absorbsi usus. Pada keadmn puasa
glukosa diperoleh dari proses glikogenolisis dan glukoneogenesis di dalam hati. Hati
merupakan tempat penyimpanan glikogen utama dalarn tubuh, jika tubuh mengalami
defisiensi glukosa hati memetabolisme asam lemak rnenjadi badan keton yang
berperan sebagai sumber energi alternatif bagi jaringan.
Daiam metabolisme protein-sebagai tambahan bagi b g s i sintesisnya- hati
adalah organ katabolisme protein. Urea disekresi oleh hati ke dalam plasma untuk
dikeluarkan melalui ginjal, Sebagian besar degradasi asam amino dimulai di dalam
hati melalui proses demninasi. Ammonia yang dihasilkan kemudian disintesis menjadi
urea dan diekskresikan oleh ginjaZ d m usus (Price, 2006; Chandrasoma, 2006).
Dalam rnekanisme detoksifikasi, hati berperan sangat penting. Fungsi
detoksifikasi dilakukan oleh enzim-enzim hati melalui proses oksidasi, reduksi,
hidralisis, dan konjugasi, serta mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak
berbahaya bagi tubuh. Zat-zat endogen (seperti indol, skatol, dn fenol) dan zat-zat
eksogen (obat-obatan) didetoksifikasi oleh hati dengan mekanisme beragam tersebut.
Enzim-enzim yang berperan dalam proses detoksifikasi ini diduga terutama terdapat
dalam retikulum endoplasma, diantaranya adalah Glukoronil tranferase yang berperan
dalam banyak metaboIisme obat. Secara umum metabolisme obat dalam tubuh dibagi
menjadi dua fase, yaitu fase fungsionalisasi yang meliputi reaksi oksidasi, reduksi,
hidrolisis, hidrasi, detioasetilasi, dan isomerasi, serta fase dua yang meliputi reaksi
glukoronidasi, sulfas, metilasi, asetilasi, serta konjugase dan kondensasi (Gibson,
2006; Junqueria, 1998).
2.6. Kerusakan Hati
Hati rnerupakan organ yang potensial, mengalami kerusakan karma merupakan
organ pertama setelah saluran pencemaan yang terpapar oleh bahan-bahan yang
bersifat toksik. Sebagai organ detoksifikasi hati sangat rentan oleh serangan radikal-
radikal bebas. Proses detoksifikasi memungkinkan terbentuknya senyawa-senyawa
yang bersifat lebih toksik dibanding senyawa asalnya @ewi, 2007).
Mekanisme kerusakan diawali dengan pemaparan taksin atau radikal bebas
yang dapat menyebabkan cidera hati. Pada &hap berikutnya akan terjadi inflamasi
hati, fibroblas dan pada akhirnya sirosis hati. Rangkaian kerusakan hati disajikan pada
Gambar 9. Kerusakan hati dapat disebabkan oleh beberapa ha], di antaranya oleh
infeksi oleh virus hepatitis A, B, C, E dan non-A non-B, cytomegalovirus, herpes
simplex virus, Epsteins-Barr), Obat-obatan (parasetamol, isoniazid, monoamin oksida
inhibitor, ekstasi, non steroidal anti inflarnatory), Kelainan rnetabolik seperti penyakit
Wilson, Penyakit kardiavaskuler fiskemik hepatitis), perlemakan hati karena berbagai
faktor.
"fihmcytax"
dmtrucllan
"fihmcytax"
dmtrucllan
Gambar 9. Rangkaian kerusakan Hati
Beberapa toksikan dapat menyebabkan berbagai jenis kerusakan organel
dalam sel hati sebagaimana disajikan dalarn Tabel 9. Kerusakan hati dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa tipe, yaitu perlemakan hati (steatusis), nekrosis
hati, kolestasis, dan sirosis (Lu, 2006). Perlemakan hati adalah keadaan hati yang
rnengandung lemak febih dari 5 %. Beberapa toksikan (seperti tetrasiklin) dapat
menyebabkan banyak butiran lernak dalam sel hati, sedang toksikan lainnya (etanot)
menyebabkan butiran lemak yang besar sehingga menggantikan sel hati. Etanol dapat
menyebabkan kerusakan hati dengan membentuk blebs akibat terganggunya stnbilitas
membrane yang mernpengamhi kestabilan siioskelet. Mekanisrne umum kemsakan
hati tipe perlemakan ini adalah rusaknya pelepasan trigliserida dari hati ke plasma,
sehingga terjadi penimbunan lernak dalam sel hati.
Kematian sel yang bersamaan dengan pecahnya membran plasma dapat
menyebabkan perubahan morfologik antara lain edema sitoplasrna, dilatasi retikulum
endoplasma, dan disagregasi polisom, serta akumulasi trigliserida da lm sel. Bebempa
toksikan yang dapat menyebabkan nekrosis adalah Carbon Tetraklorida (CCb),
dimana CC4 akan berikatan secara kovalen dengan protein dan Iipida tidak jenuh
sehingga menyebabkan peroksidasi lipida.
Nekrosis hati adalah kematian hepatosit. Nekrosis merupakan rnanifestasi
toksik yang sangat berbahaya, tetapi tidak selalu kritis karena sel hati mempunyai
kemmpuan pertumbuhan yang luar biasa (Lu, 2006). Banyak obat-obatan dapat
rnenyebabkan nekrosis hati. Asetaminofen merupakan contoh obat yang dapat
menyebabkan nekrosis hati. Asetaminofen secara normal dimetabolisme oleh sistem
glutation redukase. Pada dosis berlebih glutation menjadi jenuh dan alur metabolism
altematif (sistern PdS0) menghasiIkan bahan toksik. Bahan toksik (NAPQI) inilah yang
dapat menyebabkan nekrosis hati (Candrasoma, 2006).
Kalestasis adalah jenis kerusakan hati yang biasanya bersifat akut.
Menumnnya aktifitas ekskresi empedu pa& membran hal ikuius merupakan
mekanisme utama kolestasis. Kolestasis disebabkan oleh steroid anabolic, kontrasepsi
oral, fenotiazin, dan antidiabetik oral.
Sirosis hati ditandai oleh adanya septa koiagen yang tersebar disebagian besar
Tabel 9. Efek Toksikan pada organel sub sel hati
hati. Kurnpulan hepatosit muncul sebagai nodul yang dipisahkan oleh lapisan berserat:
(kolagen) tersebut, Senyawa toksikan yang bersifat karsinogen seperti CC4 pada
- Contoh Toksikan
Faloidin
Aflatoksin, berilium, dimetil nitrosamin CC14, Dimeti1 nitrosamin, fosfor Berilium, CC14, fosfor
pp
CC14, dimetil nitrosarnin, fosfor
Litokolat, taurokolat
Triclor etiien, lemak tinggi
Organel
Membran sel
Inti sel
Mitokondria
Lisosom
Sumber : Lu, 2006
Fungsi
Pemasukan, sekresi
Kontrol sel
Respirasi sef
Penyimpanan
Efek
Kebocoean enzirn
Mutasi
Bengkak
Akumulasi Degranulasi, prolifemsi
Dilatasi
Proliferasi
Retikulum E.
Kanalikuli Empedu
Peroksisom
-' Sintesa
Sekresi empedu Oksidasi
jangka panjang dapat menyebabkan sirosis pada hewan, dan pada rnanusia
penyebabkan sirosis adanya konsurnsi kronis minuman beralkohol (Lu, 2006).
Wati yang sehat berwarna cokelat kemerahan dengan struktur jaringan
(parenkim) yang rata. Kerusakan jaringan hati akan mengubah penampakan faal dan
jaringm hati sebagaimana divisualisasikan pada Gambar 10.
Gambar 10. Perubahan faal dan struktur hati
2.7. Deteksi disfungsi hati
Hati memerankan berbagai fungsi metabolik, maka banyak pula metode yang
dipergunakan untuk mengetahui normal dan tidaknya fungsi hati. Lebih dari 100 jenis
uji yang diterapkan untuk mengukur faal hati, namum sebenarnya hanya beberapa
jenis uji saja yang benar-benar dapat mengukur faal hati. Diantaranya jenis uji
tersebut tidak ada uji tunggal yang efektif mengukur faal hati secara keseluruhan
(Satyawirawan, 1983). Pada pengujian kemsakan hati, gangguan biokimia ymg
terlihat adalah peningkatan permiabiiitas dinding sel, berkwrangnya kapasitas sintesis,
gangguan ekskresi, penurunan kapasitas penyimpanan, serta gangguan pada fungsi
detoksifikasi.
Penanda biokmia untuk gangguan hngsi hati seperti GOT dan GPT (AST dan
ALT) menunjukkan adanya kerusakan hepatosit (Anonimous, 2002). GOT dan GPT
merupakan enzim-enzim intrstseluler hati, sehingga akan meningkat kadarnya dalam
darah jika terjadi kerusakan hati. Biasanya GPT meningkat lebih tinggi dari GOT
pada kerusakan hati akut, sebaliknya GOT akan meningkat lebih tinggi pada
kerusakan hati yang lanjut. Hal ini disebabkan GPT merupakan enzim yang hanya
terdapat dalam sitoplasma, sedangka GOT terdapat dalam sitoplasma dan mitokondria
(Satyawirawan, 1983). Enzim-enzim ini terdapat dalam konsentrasi tinggi di otot,
hati, dan otak. Kenaikan konsentrasi enzirn-enzim ini di dalam dwah menunjukkan
adanya nekrosis atau kerusakan khususnya pada ketiga organ tersebut, terutama organ
hati (Murray, et al, 1999).
Indikasi gangguan fungsi hati yang Iebih lmjut adalah penurunan kadar
albumin darah. Albumin menrpakan bagian protein plasma yang disintesis di hati.
Sintesis albumin mengalami penekanan pada sejumlah penyakit khususnya penyakit
hati. Plasma darah penderita penyakit hati seringkali memperlihathn penurunan rasio
albumin terhadap globulin. Penurunan albumin juga terjadi pada keadaan malnutrisi,
seperti kwashiorkor (Murray, ef a/, 1999)
Di dalam aplikasi klinik, SherIock menpsufkan pola tes-tes fungsi hati pada
beberapa jenis kelainan hepatobiler. Untuk diagnose iherus diusulkannya uji alkali
fosfatase, elektroforesa protein serum, dan enzirn amino tranferase (GOT dan GPT).
Penilaian berat-ringannya kerusakan hati dilakukan dengan memeriksa secara serial
bilirubin serum, albumin, amino transferase, dan massa protrombin setelah pemberian
vitamin K. kerusakan sel hati yang minimal didiagnosa dengan kenaikan kadar
bilirubin serum dan aktivitas arninitranferase, tetapi jika dikaitkan dengan alkohol
dilakukan dengan analisis GGT. Untuk pemeriksaan penyaring, Schmidt rnengusulkan
perneriksaan tiga macam enzim, yaitu GFT untuk kemsakan hati, GGT untuk
kolestasis, dan kholin esterase untuk fail sintesis hati (Satyawirawan, 1983).
Analisis histologi (hati) sangat rnenunjang adanya dugaan kerusakan jaringan
hati. Secara normal sel merupakan mikrokosmos yang berdenyut tanpa henti, secara
tetap mengubah struktur dan kngsinya untuk memberi reaksi terhadap tantangan dan
tekanan yang selalu berubah. Trauma, panas atau dingin yang luar biasa, perubahan
tekanan atmosfir yang rnendadak, radiasi, listrik, dan senyawfa-senya~va radikal dapat
menyebabhn kerusakan pada sel terlebih lagi sel-sel hati. Radikal bebas dapat
rnenyebabkan peroksidasi lernak daiam selaput organel sampai merusak retikulurn
endoplasma, mitokondria dan komponen lain. Hubungan silang asam amino dengan
senyawa radikal juga dapat menyebabkan kerusakan sel secara Iuas, misalnya
terjadinya inaktiviasi enzim. Interaksi senyawa radikal dengan asam nukleat dapat
rnenyebabkan mutasi pada kode genetik yang jika tidak bisa diperbaiki berakibat
gangguan pada sel Wobbins, 1995).
23. ParasetamoI
Parasetamol atau asetaminofen adalah bentuk aktif dari fenasitin. Perbedam
parasetamol dengan fenasitin adaiah parasetamol tidak menunjukkan sifat
karsinogenik sebaimana fenasitin. Parasetain01 dipergunakan sebagai analgesik dan
antipiretik sebagaimana aspirin, tetapi parasetamot tidak seefektif aspirin dalam hat
penanganan inflamasi. Rumus kimia parasetmol adalah CsH9NU2 dengan berat
molekul 15 1,17 glmol, krdensitas 1,263 glcm3, bertitik didik 169 OC, dan mempunyai
keiarutan daIam air 0,l - 0,5 g/lOO mi pada suhu 20 OC. Parasetam01 memiliki cincin
benzene dengan satu pgus hidroksil dan satu atom nitrogen pada gugus amida.
Struktur kimia parasetamol disajikan pada Gambar 1 f
Gambar I. 2 . Struktur Kirnia Paracetamol
Metabotisrne parasetmol di hati dengan rnekanisme sulfat dan glukoronat
konjugase. Hanya beberapa bagian kecil (5 %) secara normal parasetamol
dietabolisme rnelalui sistem sitokrom Pd50. Konjugase dengan glukoronat dan sulfat
akan menghasilkm asam merkapturat yang dapat diekskresikan rnelalui ginjal.
Metabolism melalui sitokrom P450 &an menghasiIkan N-ace@-p-bemo-qztinone-
imine (NAPQI). NAPQI bersifat iebih reaktif dibandingkan dengan parasetamol.
Gambaran metabolisme parasetamol disajihn pada Gambar 12.
Parasetarnal dosis toksik dapat menyebabkan kerusakan pada hati. Kerusakan
hati teijadi bukan karena reaksi antam parasetamol dengan jaringan hati, tetapi reaksi
antara hasil metabolik parasetamol If.TAPQI) dengan sel-sel hati. Mekanisme
kerusakan hati karena NAPQT diawali dengan penumnan enzim glutation hati.
Penumnan glutation juga berkaitan dengan adanya stress oksidatif yang berhubungan
dengan gangguan produksi ATP. Penurunan glutation menyebabkan NAPQI bereaksi
dengan membran s d yang pada akhirnya menyebabkan kemsakan membran. Dosis
toksik parasetarnol untuk anak adalah 200 mg/kg bbhari, sedangkan untuk manusia
dewasa 150 mg/kg bbkari. Pemberian parasetamol dosis 250 mg/kb BBhari selama 5
minggu per oral secara nyata dapat menyebabkan kerusakan hati yang ditandai
dengan adanya degenerasi hidrofik, degenerasi melernak, dan nekrosis (Suarsana,
2005).
Glucuronld% conjugatr Prsrecdamol
Hz-
C S O ~ O - W a C n a
4" Marcap*u r l c aeld
ccbrrJugrrttax < t 4 9 0 > excreta& In urlna
Gambar 12. Metabolisme Parasetamot
2.9. Antiohidan dan Hepatopratektor
Antioksidan adaIah zat yang mampu memperfatnbat atau mencegah proses
oksidasi, dimana dengan penghambatan proses oksidasi tersebut kerusakan oksidatif
suatu target dapat diicurangi atau dihentikan . Ditinjau dari rnekanisme kerja
antioksidan ddapat dikelornpokkarr rnenjadi antioksidan primer dan antioksidan
sekunder. Antioksidan primer bereaksi dengan senyawa radikal dan atau
mengubahnya rnenjadi produk yang stabil, sedangkan antioksidan sekunder
rnengwangi laju reaksi awal (tahap inisiasi) reaksi oksidasi (Schuler, 1990 ; Gordon,
1990).
Antioksidan dapat berasal dari dalam tubuh (endogen) maupun dari makanan
(eksogen). Antioksidan dengan berat moIekul kecil ditemukan di dalam makanan,
seperti vitamin E, vitamin C, d m karotenoid. Antioksidan dapat disintesis di dahm
sel, seperti glutation dan superoksida dismutase. Zat gizi memerankan peranan
penting dalam menjaga pertahanan enzirn tubuh terhadap radikal bebas. Beberapa
mineral dilibatkan dalam susunan atau aktivitas enzim-enzim antioksidan tubuh.
KaiEan zat gizi dengan antioksidan tubuh disajikan daiam Tabel 10.
Antioksidan mempunyai keterkaitan yang erat dengan kerusakan sel-sel hati.
Fungsi fisioIogis antioksidan adalah mencegah kerusakan komponen seiuier akibat
radikal bebas, sedangkan produksi radikal bebas terjadi secara terus menerus di dalam
sel (Dewi, 2007). Keberadaan antioksidan dapat melindungi sel-sel hati dari
senyawa-senyawa radikal baik yang berasal dari dalam tubuh maupun dari luar tubuh.
Tabel 10. Zat Gizi dan antioksidan tubuh
I Zat Gizi
MI, Cu, Zn
Protein
Riboflavin
Peranan terkait dengan antioksidan tubuh I
Vitamin C
Besi
Cu, Zn- SOD, eaeuropiasmin, stabilisasi strzlktur membran
Sintesis GSN, SOD, kataiase, peroksidase, transport logam
Glutation reduktase, perbaikan fungsi mitokondria, sistesis
FMN dan FAD
Perlindungan terhadap oksidasi lipid, dm stabilisasi IFungsl
Hemoglobin, katalase, dan perbaikan fungsi mitokondria
membran sel
Hidroksilase, pengikatan nitrosamine, daur ulang
I antioksidan vitamin E I ( Pernberih singlet 0, pengikat radikal peroksil, pengharnbat I / peroksidasi lipid I I Sintesis NAD, NADH, NADPH unNk sintesis Glutation (
I reduktase.
Sumber : Tuminah, 2000
Beberapa jenis tanaman secara nyata dapat berfungsi sebagai hepatoprotektor.
Komponen dalam tanaman tersebut dapat memberikan perlindungan jaringan hati
terhadap senyawa-senyawa kimia yang bersifat hepatotoksik, misalnya karbon
tetraklorida (CC14), parasetarnol, dan jamur pada hewan percobaan (Simon, et al.,
2000). Diantara tanaman sumber hepatoprotektor tersebut adalah kunyit (Curcuma
dontestica Vahl), dan temulawak (Curcurnu xanthorrhiza Roxb) dengan komponen
aktifnya bernama kurkuminoid (Kiso et al., 1983 ; Atmaja et al., 1997). Tanaman
suku Zingiberaceae dapat befingsi sebagai hepatoprotektor dengan komponen
aktifnya gingerol, sogaol dan diarilheptanoid (Hikino, 1985). Senyawa lain yang
mempunyai aktifitas hepatoprotektor adalah ekstrak bawang putih (Hidayati, 2003).
Komponen terlarut dalam bawang putih dapat digwakan sebagai hapatoprotektor
dengan cam menetralisir radikal bebas (oksidan) dalam sei tubuh dan melindungi
mikrosom hati tikus dari peroksidasi Iipida. Bawang putih mengandung komponen
organosulhr yang dapat berfungsi sebagai kemopreventif terhadap hepatotoksisitas.
Ekstrak rimpang bangle (Arafah, at al, 2004) dapat befingsi sebagai hepatoprotehor
dan anti inflamasi yang secara nyata dapat mereduksi kerusakan hati tikus yang
diinduksi oIeh CC4. SacogoIotis gabonensis (Maduka, 2005) berfungsi sebagai
hepatoprotektor dengan komponen aktifnya berupa antioksidan j3 - karoten,
purpuragolin, tokoferoi, eugenol, dm berbagai mineral (Fe, Zn, Mn, Cu) yang dapat
rnencegah terjadinya kerusakan sel dan proteksi dari keracunan hati. Lesitin dapat
melindungi terjadinya hepatotoksisitas pa& hati tikus yang diinduksi dengan CC4
dengan mekanisme mencegah terjadinya peroksidasi Iipida /sebagai antioksidan
@ewi, 2007). Dari penulusuran pustaka diketahui bahwa sebagaian besar komponen
yang berfungsi sebagai hepatoprotektor bersifat antioksidan.
Pernanfmtan kurkurnin secara lebih rinci dijelaskan oleh Penelitian Sugiharto
(2003). Dalam penelitian Sugiharto tersebut dijelaskan bahwa infus rimpang
temuiawak mengandung bahan aktif curczrmin, minyak atsiri, flavonoid, serta
beberapa kation (Fe, Ca, Na, K). Inhs rimpang temu fawak dapat menaikkan kembali
kadar hemoglobin, nilai PCV dan MCHC (walaupun peningkatan nilai PCV dan
MCHC menunjukkan hasii tidak berbeda nyata) pada tikus putih yang diberi farutan
timbal. Kandungan bahan aktif inks rimpang temulawak (terutama curcumin) d q a t
meningkatkan aktivitas dm sintesis enzim detoksikasi dalam hati. Timbal yang
diabsorbsi dari saluran pencemaan akan ditransporksikan oleh sistem vena porta
hepatika menuju hati, kemudian dinetralisir atau ditingkatkan ekskresinya sehingga
dapat rnencegah atau menghilangkan efek toksiknya. Curcztmin dapat beperan
sebagai zat anti oksidan dan detoksikasi dengan cam meningkatkan aktivitas enzim
Gluthatione S-tuamferme (GST) serta kelompok enzim Glutharione lain (GS-x)
dalam hati. Curcunzin dapat meningkatkan aktivitas dan sintesis protein haptoglobin
dan hemopexin yang terdapat dalam hati. Sehingga timbal yang berikatan dengan
hemoglobin dapat didestruksi dan dinetralisir di hati. Hemopexin adalah protein yang
berfungsi mengikat heme dan membawa heme bersirkuiasi ke hati, sedangkan protein
haptoglobin berfungsi antara lain untuk mengikat hemoglobin, peningkatan aktivitas
enzim peroksidase, serta reaksi inflamasi. Kurkurni dan ion-ion (Fe, Ca, Na, K) yang
terkandung daiam infus rimpangtemulawak, berperan sebagai agen preventif dengan
cara rneningkatkan kompetisi terhadap timbsti sebab absorbsi timbal &lam saluran
pencernaan melalui jalur y m g sama dengan penyerapan ion yang lain. Peningkatan
kandungan ion (terutama Fe) akan meningkatkan cadangan protein transferin da lm
hati dan sumsum tulang untuk digunakan kembali dalam biosintesis hemoglobin dm
eritrosit.
Mekanisrne proteksi senyawa-senyawa hepatoprotektor adalah dengan cam
melindungi hati dari pengaruh radikal bebas. Toksikan bersifat radikal bebas yang
cenderung mengambil partikel atau menempel pada molekul lain sehingga
rnenyebabkan ketidakstabilan bahkan kenrsakan malekul tersebut. Kerusakan hati
merupakan salah satu akibat dari semngan radikal bebas dalam tubuh. Antioksidan
diperlukan oleh tubuh untuk rnenangkal bahaya radikal bebas yang dihasilkan oleh
metabolisme tubuh maupun dari luar tubuh.
Aktivitas hepatoprotecror suatu senyawa atau kompanen dapat diketahui
dengan rnenpkur perubahan (penurunan) kadar SGOT dan SGPT yang rnerupakan
enzim spesifik didalam jaringan hati, dan perneriksaan histopatofogis hewan
percobaan yang terpapar oleh senyawa hepatotoksik. Peningkatan kadar SGOT dan
SGPT darah menunjukkan adanya kerusakan jaringan hati.
2.10. Degenermi dan Sel Radang
Jaringan tubuh tersusun oleh sei-sel parenkirn yang dikhususkan untuk fimgsi
tertentu pada jaringan, dan unsur jaringan pengikat yang bekerja sebagai kerangka
penopang jaringan tersebut. Berbagai tekanan dapat menyebabkan perubahan
morfologi pada sel, diantaranya karena hipoksi, bahan kirnia dan obat, pengaruh fisik,
mikroorganisrne, mekanisme imun, ketidakseimbangan zat gizi, dan penuaan
(Robbins, 1995). Dijelaskan oleh Chandrasoma (2006) bahwa kerusakan rnernbran
sel dapat disebabkan oleh radikal bebas dalam tubuh, aktivitas sistern komplernen,
lisis oleh enzirn, lisis oleh virus, dan lisis oleh senyawa kimia dm tekanan fisik.
Radihl-radikal bebas dapat berikatan dengan membran seI (lipid) yang menyebabkan
peroksidasi lipid. Peroksidasi iipid menyebabkan kerusakan membmn sel. Rasil
metabolisrne obat (parasetamol) dapat berikatan dengan biomakromolerkuler (protein)
pada membran yang pada akhirnya merusakan memberan sel tersebut.
Kerusakan biokimia - akibat pengamh agen-agen pencedera sel - dapat
menyebabkan perubahan s t m h r dan fungsi sel. Degenerasi sel merupakan tahap
awal perubahan sel akibat pegstruh agen-agen pencedera seI. Degenemsi sel dapat
bersifat reversibel tetapi apabila cedera sel berlanjut dm proses perbaikan tidak baik
dapat menyebabkan nekrosis. Jika sel-sel mengalami cedera tetapi tidak mati, sel-sel
tersebut sering rnenunjukkan manifestasi perubahan morfologik, Bentuk penrbahan
degenerasi sel yang paling sering dijumpai adalah penimbunan air di daIam sel. Hal
ini disebabkan sei mengalami ganggum pengatwan voIurne pada bagian-bagian sel.
Akibat penimbunan air ini adalah pembengkakan seluler (cloudy swelling). Jika aliran
air yang masuk sangat besar dan menyerang organel sitoplasma seperti retikulum
endoplasma, maka pada pemeriksaan mikroskopis akan tampak sitoplasma yang
bervakuola yang disebut dengan perubahan hidrofik. Pembahan selanjutnya adalah
penimbunan Iipid intra seluler di dalam sei-sel yang mengalami degenerasi. Pada
pengamatan mikroskopis sel-sel yang mengalami degenerasi bervakuola dan berisi
minyak. Jenis perubahan ini adalah perubahan berlernak ahu steatosis (Lorraine,
2006).
Respon lain yang terjadi pada sel-sel yang mengalami kerusakan adalah
pengurangan masa sel atau atrofi. Dalam perjalanan menjadi atrofi, sel hams
lnengabsorbsi diri sendiri. Bila organel sitoplasma rusak, organel. tersebut diasingkan
di dalam vakuola sitoplasma dan dicernakan secara enzimatis. Proses ini cenderung
meninggalkan bekas-bekas yang tidak tercerna yang sedikit-demi sedikit tertimbun di
dalam sel.
Jika pengaruh buruk pada sef tidak dapat dihentikan, maka sel akan
mengalami kernatian. Semua sel memiliki enzirn di dalamnya. S e w a h sel hidup,
enzirn-enzim ini tidak menimbulkan kerusakan sel, tetapi pada sel yang mengalami
kerusairan (kematian) enzim-enzim ini dapat menyerang dan melarutkan berbagai
unsur di dalam sel. Kerusalcan (kematian) sel ini akan menyababkan perubahan
biokimia dan memancing adanya respon dari sei-sel hidup diseki&mya. Aktivitas
peradangan merupakan bagian dari respan terhadap cedera (degenerasi) sei ini.
Peradangan adalah reaksi lokal pada vaskuler dan unsur-unsur pendukung
jaringan terhadap cedera. Peradangan mempakan respon protektif sistem imun
nonspesifik yang bekerja untuk melokalisasi, menetralisasi, atau menghancurkan agen
pencedera dalam persiapan untuk proses penyembuhan. Sel-sel yang terlibat dalam
proses peradangan adalah leukosit fagositik (neutrofil, makrofag, eosinofii), trombosit
d m limfosit. Keluarnya sel-sel dari pembuluh darah pada peradangan akut diawali
dengan pengeluaran neutrofil, kemudian makrofag, dan jika berlanjut didominasi oleh
limfosit (Price, 2006).
Penyembuhan sel dad cedera (regenerasi) menrpakan serangkaian langkah
yang dipicu oleh beberapa fitktor, diantaranya adalah suplai darah yang baik ke sel
yang mengalami cedera, usia, ketersediaan zat gizi, dan kngsi leukosit serta respon
peradangan yang normal. Pergantian sel-sel parenkim yang hilang dengan
pembelahan sel parenkirn disekitarnya dapat puia memuIitrkan jaringan yang
mengalami cedera. Kernampuan regenerasi sel ditentukan oleh kemampuan sel untuk
membelah diri, jumlah sel-sel viable yang bertahan, dan keberadaan kerangka
jaringan ikat.
Berkurangnya suplai darah ke sel yang mengalami peradangan sangat
berpengaruh terhadap proses penyembuhan. Individu yang mengalami kerusakan
jaringan, dm tidak mampu memproduksi eksudat seluler akan menyebabkan
terjadinya infeksi yang berat.
Proses penyembuhan sangat bergantung pada proliferasi seluler dan aktivibs
sintetik. Aktivitas sintetik sangat dipengamhi oleh ketersediaan zat-zat gizi. Pada
individu yang mengalami kekurangan gizi penyembuhan luka tidak akan optimal
(Lorraine, 2006). Kekurangan salah satu faktor diet menyebabkan gangguan
metabotisme yang pada akhirnya rnenyebabkan gangguan pada proses penyembuhan
luka.
Recommended