View
15
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
KETERLIBATAN APARATUR SIPIL NEGARA KANTOR
KESEKRETARIATAN DPRD KOTA DEPOK DALAM
PEMILU LEGISLATIF 2019 DI KOTA DEPOK
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.SOS)
Helma Liyani
11151120000014
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1441 H
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
Keterlibatan Aparatur Sipil Negara Kantor Kesekretariatan DPRD Kota Depok
dalam Pemilu Legislatif 2019 di Kota Depok
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 5 November 2019
Helma Liyani
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Helma Liyani
NIM : 11151120000014
Program Studi : Ilmu Politik
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
Keterlibatan Aparatur Sipil Negara Kantor Kesekretariatan DPRD Kota Depok
Dalam Pemilu Legislatif 2019 di Kota Depok.
dan telah diujikan pada tanggal 24 Oktober 2019.
Jakarta, 5 November 2019
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing
Dr. Iding Rosyidin, M.A Dr. Haniah Hanafie, M.Si
NIP: 19701013 200501 1 003 NIP: 19610524 200003 2 002
iv
PENGESAHAN PANITIA SKRIPSI
SKRIPSI
Keterlibatan Aparatur Sipil Negara Kantor Kesekretariatan DPRD Kota Depok
dalam Pemilu Legislatif 2019 di Kota Depok
oleh
Helma Liyani
11151120000014
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24
Oktober 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik.
Ketua Sekretaris
Dr. Iding Rosyidin, M.A Suryani, M.Si
NIP: 19701013 200501 1 003 NIP: 19770424 200710 2 003
Penguji I Penguji II
Dr. Agus Nugraha, M.A Dra. Gefarina Djohan, M.A
NIP: 19680801 200003 1 001 NIP: 196331024 199903 2 001
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 24 Oktober
2019.
Ketua Program Studi Ilmu Politik
FISIP UIN Jakarta
Dr. Iding Rosyidin, M.A
NIP: 19701013 200501 1 003
v
ABSTRAK
Birokrasi dan Politik sangat sulit untuk dipisahkan manakala Aparatur
Sipil Negara telah melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas politik praktis dari
para politisi, baik di tingkat daerah maupun di tingkat pusat. Penelitian kali ini
ingin melihat tentang keterlibatan Aparatur Sipil Negara Kantor Kesekretariatan
DPRD Kota Depok dalam Pemilu Legislatif 2019 di Kota Depok. Tujuan
penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana bentuk-bentuk keterlibatan
Aparatur Sipil Negara Kantor Kesekretariatan DPRD Kota Depok dalam Pemilu
Legislatif 2019 di Kota Depok, serta untuk mengetahui apa saja faktor-faktor
keterlibatan Aparatur Sipil Negara Kantor Kesekretariatan DPRD Kota Depok
dalam aktivitas-aktivitas politik praktis di Pemilu Legislatif.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan teknik pengumpulan
data yang dilakukan melalui studi pustaka dan wawancara dengan pihak-pihak
terkait. Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan teori
politisasi birokrasi, teori kontrol politik birokrasi, dan teori netralitas birokrasi
untuk menjelaskan keterlibatan Aparatur Sipil Negara dalam aktivitas-aktivitas
politik praktis. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis dapat
melihat bahwa birokrasi di Indonesia khususnya ASN Kantor Kesekretariatan
DPRD Kota Depok masih belum ideal. Dalam proses penyelenggaraan Pemilu
Legislatif 2019 di Kota Depok, masih terdapat keterlibatan ASN dalam politik
praktis. Adapun bentuk keterlibatan tersebut adalah membantu pemenangan calon
Legislatif incumbent yaitu membantu kampanye, membantu tim sukses, serta
menyalahgunakan fasilitas daerah berupa mobil dinas. Selain itu, faktor-faktor
keterlibatan ASN Kantor Kesekretariatan DPRD Kota Depok dalam politik
praktis di Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok adalah kerjasama yang saling
menguntungkan antara ASN dengan calon Legislatif incumbent, motif ASN
mendapatkan keuntungan pribadi dan minimnya integritas ASN untuk bersikap
netral.
Kata Kunci: Netralitas Aparatur Sipil Negara, Sekretariat Dewan, Calon Anggota
Dewan Legislatif Incumbent, Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi Rabbil „Alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa juga menuturkan sholawat kepada Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat yang telah membawa umat
manusia kepada zaman yang terang benderang.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian skripsi ini terdapat pihak-
pihak yang telah membantu penulis karena telah memberikan dukungan kepada
penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karena kehendak-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Bapak Ali Munhanif, M.A,
Ph.D., Ketua Program Studi Ilmu Politik Bapak Dr. Iding Rosyidin, M.A,
Sekretaris Program Studi Ilmu Politik Ibu Suryani, M.Si, Dosen
Pembimbing Akademik Bapak A. Bakir Ihsan, M.Si.
3. Dosen Pembimbing Skripsi, Ibu Dr. Haniah Hanafie, M.Si yang telah
meluangkan waktu memberikan banyak ilmu dan saran-saran dalam
membimbing penulis hingga proses penyelesaian skripsi.
vii
4. Segenap dosen Program Studi Ilmu Politik yang telah memberikan banyak
ilmu, serta staff FISIP dan jajarannya yang telah membantu penulis.
5. Keluarga tercinta penulis yang selalu mendampingi, memberikan banyak
dukungan dan do‟a, Ayahanda Aan Hidayat, Ibunda Juariya, Aa Saiful
Malik Ibrahim, Anis Nabila, Bunda Reni Maryani, Aa Lukman Apriana
dan Teteh Siti Nurjannah.
6. Anggota Dewan Legislatif Kota Depok khususnya Bapak Hendrik Tangke
Allo, ASN dan staff Kantor Kesekretariatan DPRD Kota Depok khususnya
Bapak Fajar Adi Putra yang telah memberikan banyak arahan dan
dukungan terhadap penulis, dan Bawaslu Kota Depok khususnya Bu Luli
Barlilini, Bapak Willi Sumarlin dan Bapak Jaka atas kebesaran hatinya
yang telah bersedia menjadi narasumber penulis guna mencari data terkait
sehingga dapat menyelesaikan penelitian skripsi.
7. Sahabat tercinta penulis yang selalu mendampingi, memberi dukungan,
memberikan arahan dan masukan terhadap penyusunan skripsi, Achmad
Zulfani, Audy Saphira, Inaaz Azizah dan Lila Nurbaiti.
8. Sahabat-sahabat Redbull dan teman-teman seperjuangan perkuliahan yang
telah memberi semangat dan berbagi ilmu kepada penulis, Nabila A.R,
Daffa Daud, Adelia Rorianti, Reza Haffiz, Nur Hidayat, Cahya Nugraha,
Dimas R.N, Adnan Z.P.P, Siti Arfiah, Andy Sanjaya, Redidzia Hernandi,
Cherlinda H.C, Wida Pangestika, Sultan Rivandy, Naswah, Ade Tri
Syahputra, Fajar Eko, Kevin Distira, Maulana, dan teman-teman Ilmu
Politik A 2015 lainnya.
viii
9. Sahabat-sahabat SMA yang telah mendukung dan memberi semangat
Amalia Hasnah, Farah Azizah, Risma Fiana, Nadhira Septiana, Tiara,
Azwina Akhyar, Unggul Satriyo, Nandika Widyan Putra, Adib Fardhan,
Khoirul Ahsan Kamal.
10. Teman KKN 110 UNITY 2018, khususnya Dara, Yuanita, Dian dan
Uswah.
Penulis berharap segala dukungan dan doa yang telah diberikan kepada penulis
diberikan imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa
penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran akan
sangat membantu penulis untuk menjadi bahan perbaikan penulisan skripsi ini.
Harapan penulis adalah semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada
pembaca dan sumbangsih terhadap studi Ilmu Politik.
Jakarta, 5 November 2019
Helma Liyani
ix
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................................................ II
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI .................................................... III
PENGESAHAN PANITIA SKRIPSI ................................................................ IV
ABSTRAK ............................................................................................................. V
KATA PENGANTAR ......................................................................................... VI
DAFTAR ISI ........................................................................................................ IX
DAFTAR TABEL ............................................................................................... XI
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... XII
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Penelitian ............................................................................ 1
B. Pertanyaan Penelitian ................................................................................. 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................. 11
D. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 12
E. Kerangka Teoritis ....................................................................................... 16
F. Metode Penelitian....................................................................................... 20
G. Sistematika Penulisan ................................................................................ 23
BAB II .................................................................................................................. 25
KERANGKA TEORETIS .................................................................................. 25
A. Konsep Dasar Birokrasi ............................................................................. 25
A.1 Teori Birokrasi .................................................................................... 25
A.2 Model-Model Birokrasi ...................................................................... 27
B. Politik dan Birokrasi .................................................................................. 31
B.1 Teori Kontrol Politik Birokrasi ........................................................... 32
B.2 Politisasi Birokrasi .............................................................................. 35
C. Netralitas Birokrasi .................................................................................... 38
C.1 Pengertian Netralitas Birokrasi ........................................................... 38
C.2 Kriteria Netralitas Birokrasi................................................................ 39
D. Pemilihan Umum ....................................................................................... 43
x
BAB III ................................................................................................................. 48
GAMBARAN UMUM ........................................................................................ 48
A. Wilayah Kota Depok .................................................................................. 48
B. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Depok ........................................ 52
C. Kantor Kesekretariatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Depok .. 56
D. Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok ........................................................... 60
BAB IV ................................................................................................................. 65
KETERLIBATAN ASN KANTOR KESEKRETARIATAN DPRD KOTA
DEPOK DALAM PEMILU LEGISLATIF 2019 DI KOTA DEPOK .......... 65
A. Bentuk-Bentuk Keterlibatan Aparatur Sipil Negara Kantor Sekwan Kota
Depok dalam Pemilu Legislatif 2019 di Kota Depok ....................................... 65
B. Faktor-Faktor penyebab Keterlibatan ASN Kantor Sekwan Kota Depok
dalam Pemilu Legislatif 2019 di Kota Depok ................................................... 73
C. Analisis Keterlibatan ASN Kantor Kesekretariatan Dewan Dalam Pemilu
Legislatif 2019 Di Kota Depok ........................................................................ 82
BAB V ................................................................................................................... 87
PENUTUP ............................................................................................................ 87
A. Kesimpulan ................................................................................................ 87
B. Saran ........................................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 91
xi
DAFTAR TABEL
Tabel I.1 Regulasi Yang Mengatur Netralitas Aparatur Sipil Negara.............. 3
Tabel III.1 Jumlah Penduduk Setiap Kecamatan Menurut Jenis Kelamin Di Kota
Depok............................................................................................... 45
Tabel III.2 Daftar Nama ASN Kantor Kesekretariatan DPRD Kota Depok..... 52
Tabel III.3 Tahapan Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Legislatif
2019.................................................................................................. 54
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1 Laporan Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam
Pemilu Legislatif 2019 di Berbagai Daerah.................................... 4
Gambar II.1 Pola Hubungan Politik dan Birokrasi............................................ 33
GambarIV.1 Faktor Keterlibatan ASN dalam Pemilihan Umum...................... 71
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Selama lebih dari tiga dekade Orde Baru Era Rezim Soeharto yang
otoriter, birokrasi tidak lain hanya dianggap sebagai mesin politik yang digunakan
untuk melestarikan kekuasaan. Di era Rezim Soeharto, birokrat dapat
dikendalikan dan dimobilisasi untuk melanggengkan Rezim Otoriter Orde Baru.
Setelah itu terjadi Reformasi 1998 dan Pemilihan Umum 1999 yang merupakan
masa transisi dari otoriter menjadi demokrasi. Masa transisi tersebut juga
menghasilkan transisi birokrasi di Indonesia yang semula bertuan, kini tidak ada
satu pun partai politik yang mampu memonopoli dan menjadikannya sebagai
mesin pelanggeng rezim.
Pengertian Birokrasi menurut Yahya Muhaimin adalah keseluruhan aparat
pemerintah, baik sipil maupun militer yang memiliki tugas dan diberi gaji. Tugas
birokrasi adalah memberi pelayanan yang berkualitas terhadap masyarakat tanpa
dibeda-bedakan pelayanannya meskipun pimpinannya berganti-ganti.1
Selain itu menurut Max Weber, untuk menciptakan birokrasi yang ideal
maka individu pejabat secara personal memiliki kebebasan, namun kebebasan
tersebut dibatasi oleh jabatannya.2 Dalam artian, pejabat tidak bebas
menggunakan jabatannya untuk keperluan dan kepentingan pribadi ataupun orang
1 Rini Martini, Birokrasi dan Politik (Semarang: UPT UNDIP Press, 2012), h. 9.
2 Max Weber dalam Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik Di Indonesia (Jakarta: Rajawali
Press, 2007), h 168.
2
lain. Maka dari itu, agar terciptanya birokrasi yang ideal maka seorang birokrat
perlu memisahkan kepentingan pribadi, keluarga dan kepentingan negara.
Dalam melaksanakan tugas administrasi, birokrasi didukung oleh pejabat
birokrat. Birokrat terdiri dari ASN, Militer dan Polisi. Aparatur Sipil Negara
(ASN) merupakan abdi negara yang memiliki tugas dan fungsi memberikan
pelayanan kepada publik atau masyarakat.3
Dalam pelaksanaan tugasnya, seorang ASN harus memiliki sikap yang
profesional, dalam artian tidak mencampuri kepentingan pribadi dengan urusan
negara. Profesionalisme yang melekat pada setiap gerak langkah ASN akan
menopang lahirnya netralitas.
Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Tedi Sudrajat bahwasannya,
profesionalisme yang tinggi harus dimiliki oleh ASN bukan hanya untuk
meningkatkan kompetensi ASN dalam memberikan pelayanan terhadap
masyarakat, tetapi juga untuk meningkatkan kemandirian ASN dalam menghadapi
intervensi politik dan menjaga netralitas dalam tubuh birokrasi.4
Menurut Sri Hartini, netralitas birokrasi adalah dibersihkannya ASN dari
keterlibatannya dalam kepentingan-kepentingan politik.5 Netralitas ASN sangat
dibutuhkan dalam melakukan pelayanannya publik. Ketidaknetralan ASN akan
3 Septiana Dwiputrianti, dkk., “Netralitas ASN Ditengah Intervensi Politik”, Jurnal
Komisi Aparatur Sipil Negara ( September, 2017): h. 1.
4 Tedi Sudrajat dan Sri Hartini, “Rekonstruksi Hukum Atas Pola Penanganan Pelanggaran
Asas Netralitas Pegawai Negeri Sipil”, Jurnal Mimbar Hukum, Vol. 29, No. 3 (Oktober 2017): h.
447. 5 Sri Hartini, “Penegakan Hukum Netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS)”, Jurnal
Dinamika Hukum, Vol 9, No. 3 (September, 2009): h. 264.
3
menimbulkan berbagai konsekuensi terhadap berjalannya roda pemerintahan.
Apabila ASN tidak mampu menjaga sikap netralitas, maka akan timbul pelayanan
dari ASN yang tidak optimal.
Dalam menjaga netralitas ASN, pemerintah telah membuat ragam regulasi
untuk membatasi hubungan ASN dengan aktivitas-aktivitas politik. Hal tersebut
dilakukan agar ASN tidak terlibat dalam politik praktis. Adapun regulasi tersebut
tertuang dalam tabel sebagai berikut:6
Tabel I.1
Regulasi Yang Mengatur Netralitas Aparatur Sipil Negara
No. Peraturan per
Undang-Undangan
Pasal Isi
1. UU No. 5 tahun 2014
tentang Aparatur Sipil
Negara
Pasal 9 Bagian
Ketiga
(Kedudukan),
ayat 2
ASN harus bebas dari pengaruh
dan intervensi semua golongan
dan partai politik
2. PP No. 53 tahun 2010
tentang Disiplin
Aparatur Sipil Negara
Pasal 4 Bagian
Kedua
(Larangan),
poin 12
ASN dilarang ikut serta dalam
kampanye, mengarahkan ASN
lain untuk mendukung calon
tertentu, dan menggunakan
fasilitas negara dalam
kampanye
PP No. 53 tahun 2010
tentang Disiplin
Aparatur Sipil Negara
Pasal 4 Bagian
Kedua
(Larangan),
poin 13a
ASN dilarang memberikan
dukungan kepada salah satu
calon berupa: membuat
keputusan dan tindakan yang
menguntungkan dan merugikan
salah satu calon selama masa
kampanye
6 Artikel diakses pada 10 Oktober 2018 dari https://www.hukumonline.com/
4
No. Peraturan per
Undang-Undangan
Pasal Isi
PP No. 53 tahun 2010
tentang Disiplin
Aparatur Sipil Negara
Pasal 4 Bagian
Kedua
(Larangan),
poin 13b
ASN dilarang mengadakan
kegiatas yang mengarah pada
keberpihakannya terhadap
calon tertentu baik sebelum,
selama dan sesudah masa
kampanye berupa: pertemuan,
ajakan, himbauan, seruan dan
pemberian barang kepada
siapapun
3. PP No. 11 tahun 2017
tentang Manajemen
Aparatur Sipil Negara
Pasal 255
Paragraf 9
(Pemberhentian
karena Menjadi
Anggota
dan/atau
Pengurus Partai
Politik), ayat 1
ASN dilarang menjadi anggota
dan atau pengurus partai
politik
4. SK Menteri
Pendayagunaan
Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi
Republik Indonesia
dengan nomor:
B/71/M.SM.00.00/2017
tentang Pelaksanaan
Netralitas bagi ASN
pada Penyelenggaraan
Pemilihan Kepala
Daerah Serentak tahun
2018, Pemilihan
Legislatif tahun 2019,
dan Pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden
tahun 2019.
Bagian C
(Penegakan,
Pemantauan
dan Evaluasi),
Pasal 11 huruf
c Peraturan
Pemerintah
(PP) Nomor 42
Tahun 2004
tentang
Pembinaan
Jiwa Korps dan
Kode Etik ASN
ASN wajib menghindari
konflik kepentingan pribadi,
kelompok ataupun golongan.
ASN dilarang melakukan
perbuatan yang mengarah dan
mengindikasi keberpihakan
terhadap salah satu calon
berupa:
a. Larangan melakukan
pendekatan terhadap
Partai politik
b. Dilarang memasang
spanduk dan baliho
c. Dilarang
mendeklarasikan
dirinya sebagai calon
d. Dilarang menghadiri
deklarasi menggunakan
atribut partai atau
atribut ASN
Sumber: Portal Hukum Online
5
Terdapat sanksi tegas dan hukuman disiplin yang diberikan apabila ASN
terbukti melibatkan diri dalam politik praktis dan melanggar asas-asas yang telah
dijelaskan dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana yang telah
dijelaskan di atas.
Sanski tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2010
tentang disiplin Aparatur Sipil Negara. Dalam Pasal 7 ayat 1, 2, 3 dan 4 dijelaskan
bahwasannya, terdapat tiga tingkatan hukuman disiplin terhadap ASN yang
melakukan pelanggaran netralitas. Hukuman tersebut adalah: Hukuman Disiplin
Ringan (teguran lisan dan tertulis), Hukuman Disiplin Sedang (penundaan
kenaikan pangkat dan gaji), dan Hukuman Disiplin Berat (penurunan pangkat
selama 3 tahun, pemindahan jabatan, pembebasan dari jabatan, pemberhentian
dengan hormat dan tidak hormat).7
Meskipun pemerintah telah mengeluarkan berbagai aturan dan sanksi
terhadap ASN yang melakukan pelanggaran netralitas, hanya saja dalam
prakteknya seringkali ASN mengabaikan peraturan tersebut dan melibatkan
dirinya dalam berbagai aktivitas politik praktis, baik dalam Pemilihan Umum
maupun dalam Pemilihan Legislatif.
Hal tersebut sebagaimana hasil laporan pemantauan Lembaga Survei
“Pusat Telaah dan Informasi Regional” (PATTIRO) mengenai pelanggaran
netralitas ASN dalam Pemilu Legislatif 2019. Dari hasil survei tersebut, ternyata
terdapat sejumlah ASN di berbagai daerah yang melakukan keterlibatan dalam
7 Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2010 tentang Disiplin Aparatur Sipil Negara.
6
politik praktis di Pemilu Legislatif 2019.8 Adapun laporan pelanggaran netralitas
di berbagai daerah dalam Pemilu Legislatif 2019 tersebut dituangkan dalam
gambar berikut ini:
Gambar I.1
Laporan Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu
Legislatif 2019 di Berbagai Daerah
Sumber: Hasil Pemantauan Lembaga Survei Pusat Telaah dan Informasi
Regional (PATTIRO)
Dari hasil survei di atas, dapat disimpulkan bahwa Jawa Tengah memiliki
jumlah terbanyak ASN yang melakukan pelanggaran netralitas yaitu sebanyak 25
orang. Sedangkan Sulawesi Selatan memiliki jumlah terendah ASN yang
melakukan pelanggaran netralitas yaitu sebanyak 1 orang. Selain itu, Jawa Barat
berada ditingkat ketiga terbanyak ASN yang melakukan pelanggaran netralitas
yaitu sebanyak 15 orang.
8 Lembaga survei PATTIRO, “Laporan Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN
dalam Pemilu 2019”, artikel diakses pada 6 September 2019 dari http://pattiro.org/
7
Tidak hanya itu, Dikutip dari Tempo.co, Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) Jawa Barat telah menerima sejumlah laporan terkait keterlibatan ASN
dalam Pemilu Legislatif 2019. Berdasarkan hasil laporan Pemantau Netralitas
Aparatur Sipil Negara sejak Oktober 2018 hingga Maret 2019, tercatat sepuluh
temuan dugaan pelanggaran netralitas dalam rangka Pemilu Legislatif 2019 di
Jawa Barat. Sejumlah pelanggaran tersebut dilakukan di beberapa daerah yaitu
Bandung, Bogor dan Depok.9
Menurut Bawaslu Jawa Barat, pelanggaran yang dilakukan ASN berupa
pelanggaran kode etik, seperti ikut mendeklarasikan dirinya sebagai pendukung
calon tertentu, menggunakan atribut ASN dalam kampanye, dan mengajak atau
memobilisasi orang lain untuk mendukung salah satu calon di media sosial.
Hanya saja di lain sisi, Sekretaris Daerah Kota Depok menyangkal
adanya ASN Kota Depok yang terlibat dalam politik praktis di Pemilu Legislatif
2019 Kota Depok. Dikutip dari TransNews.co, Sekda Kota Depok menyatakan
bahwa, Pemerintah Kota Depok dapat menjamin dan memastikan bahwa ASN di
Kota Depok netral dan bersih dari keterlibatannya dalam Pemilu Legislatif 2019
di Kota Depok. 10
Menurut Sekda Kota Depok, pihaknya telah berhasil menjaga netralitas
ASN dalam Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok, yaitu dengan melakukan
sosialisasi dan berkoordinasi secara langsung dengan berbagai elemen di
9 Anwar Siswadi, “Pemantau Netralitas ASN Temukan 10 Kasus Pemilu di Jawa Barat”,
artikel diakses pada 10 April 2019 dari https://pemilu.tempo.co/ 10
Penulis Tim Redaksi, “Sekda Kota Depok: ASN Tidak Netral, Pecat”, artikel diakses
pada 9 September 2019 dari Https://Www.Transnews.Co.Id/
8
antaranya adalah instansi pemerintah, Bawaslu Kota Depok, KASN, Wartawan
Kota Depok, dan elemen mayarakat lainnya.
Berbeda dari pernyataan Sekda Kota Depok, Jaka yang merupakan staff
Bawaslu Kota Depok mengatakan bahwa terdapat sejumlah laporan dugaan
keterlibatan dan pelanggaran netralitas ASN dalam Pemilu Legislatif 2019 Kota
Depok yang terlaporkan terhadap Bawaslu Kota Depok.11
Hanya saja laporan
tersebut memiliki berbagai kendala hingga ke tahap pemanggilan dan
pengumpulan bukti-bukti pelanggaran, karena keterlibatan ASN dalam Pemilu
Legislatif 2019 Kota Depok tersebut dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Dalam Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok, terpilihnya anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok masa jabatan 2019-2024
didominasi oleh anggota dewan Legislatif incumbent.
Dikutip dari Tempo.co, dalam Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok,
sebanyak 62% atau sebanyak 31 nama dari 50 kursi DPRD Kota Depok
dimenangkan kembali oleh calon Legislatif incumbent selama dua periode, yaitu
periode 2014-2019 dan periode 2019-2024.12
Adapun calon Legislatif incumbent
tersebut berasal dari partai-partai sebagai berikut: PDIP 7 orang, PKS 6 orang,
Partai Gerindra 6 orang, Partai Golkar 6 orang, PAN 4 orang, Partai Demokrat 3
orang, dan PPP 2 orang.
11
Data diperoleh dari staff Bawaslu Kota Depok pada 9 September 2019, di Kantor
Bawaslu Kota Depok. 12
Ade Ridwan Yandrwiputra, “DPRD Depok Resmi Dilantik, Berikut Nama Wakil
Rakyat Kota Depok”, artikel diakses pada 13 September 2019 dari https://metro.tempo.co/
9
Tidak hanya itu, dalam Pemilu Legislatif di Kota Depok, terdapat
fenomena kemenangan kembali anggota DPRD Kota Depok selama 3 periode
terakhir yaitu 2009-2014, 2014-2019, dan 2019-2024. Kemenangan kembali
anggota DPRD Kota Depok tersebut didominasi oleh para calon Legislatif
incumbent yang berasal dari empat partai terkuat di Kota Depok.13
Adapun nama-nama calon Legislatif incumbent DPRD Kota Depok
selama tiga periode adalah M. Supariyono, Qurtifa Wijaya dan T. Farida
Rachmayanti dari PKS, Yeti Wulandari dan Muhammad HB dari Partai
Gerindra, Mad Arif dari PDIP dan Nurhasyim dari Partai Golkar.
Dari adanya fenomena kemenangan kembali calon Legislatif incumbent
dalam Pemilu Legislatif di Kota Depok selama lebih dari satu periode tersebut
menandakan bahwa, terdapat keberhasilan dari strategi calon Legislatif
incumbent untuk memenangkan kembali kursi DPRD di periode-periode
selanjutnya.
Namun dalam prakteknya, ternyata salah satu faktor keberhasilan dari
calon Legislatif incumbent DPRD Kota Depok untuk meraih kembali
kemenangannya dalam Pemilu Legislatif 2019 diduga telah melibatkan birokrat,
khususnya ASN Kantor Kesekretariatan DPRD Kota Depok untuk memberikan
dukungan dan bantuan terhadap pemenangan calon Legislatif incumbent.
Dugaan tersebut dikarenakan adanya kecenderungan atau interest ASN
untuk melanggengkan kekuasaan dari empat partai pemenang terkuat di Kota
13
Data arsip diambil dari Sekretariat DPRD Kota Depok pada 23 Agustus 2019.
10
Depok.14
Kecenderungan ASN terhadap empat partai penguasa di Kota Depok
tersebut dibangun oleh adanya intensitas hubungan antara calon Legislatif
incumbent dengan ASN Kantor Kesekretariatan DPRD Kota Depok sebagai
pendamping dewan secara langsung.
Dari permasalah sebagaimana yang telah dijelaskan, maka penulis akan
mengkaji lebih lanjut bagaimana bentuk-bentuk keterlibatan ASN Kantor
Kesekretariatan DPRD Kota Depok dalam Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok.
Selain itu penelitian ini juga mengkaji motif atau faktor penyebab ASN Kantor
Kesekretariatan DPRD Kota Depok melibatkan dirinya dalam kepentingan politik
di Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok.
Dalam fokus penelitian ini, penulis hanya fokus pada keterlibatan ASN
Kantor Kesekretariatan DPRD Kota Depok dalam Pemilu Legislatif 2019 Kota
Depok, baik mulai dari masa sebelum waktu kampanye berlangsung hingga ke
tahap akhir pemungutan suara, serta faktor-faktor keterlibatan ASN Kantor
Kesekretariatan DPRD Kota Depok yang berfokus dalam politik praktis di Pemilu
Legislatif 2019 Kota Depok.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang penelitian,
maka pertanyaan penelitian ini adalah:
14
Nibras Nada Nailufar, “Calegnya Melanggar Aturan Kampanye karena Ajak PNS, PKS
Sebut Jadi Pembelajaran”, artikel diakses pada 19 Mei 2019 dari https://megapolitan.kompas.com/
11
1. Bagaimana bentuk-bentuk keterlibatan ASN Kantor Kesekretariatan
DPRD Kota Depok dalam Pemilu Legislatif 2019 di Kota Depok?
2. Apa saja faktor-faktor keterlibatan ASN Kantor Kesekretariatan DPRD
Kota Depok dalam Pemilu Legislatif 2019 di Kota Depok?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk keterlibatan ASN Kantor
Kesekretariatan DPRD Kota Depok dalam Pemilu Legislatif 2019 di
Kota Depok.
2. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor keterlibatan ASN Kantor
Kesekretariatan DPRD Kota Depok dalam Pemilu Legislatif 2019 di
Kota Depok.
Adapun manfaat dari penulisan penelitian ini adalah:
1. Sebagai informasi akademik, penelitian ini diharapkan memperluas
pengetahuan masyarakat tentang Bagaimana Keterlibatan ASN Kantor
Kesekretariatan DPRD Kota Depok dalam Pemilu Legislatif 2019 di kota
Depok.
2. Sebagai informasi akademik, penelitian ini diharapkan memperluas
pengetahuan masyarakat tentang faktor-faktor apa saja yang menyebabkan
keterlibatan ASN kantor Kesekretariatan DPRD Kota Depok dalam
Pemilu Legislatif 2019 di Kota Depok.
12
3. Sebagai pengembangan Ilmu Politik, penelitian ini diharapkan dapat
memperluas pengetahuan ilmu politik khususnya kajian tentang Birokrasi
dan Politik.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, fokus penulis adalah mengkaji mengenai bagaimana
keterlibatan ASN Kantor Kesekretariatan DPRD Kota Depok dalam Pemilu
Legislatif 2019 di Kota Depok dan apa saja faktor-faktor keterlibatan ASN Kantor
Kesekretariatan DPRD Kota Depok dalam Pemilu Legislatif 2019 di Kota Depok.
Untuk menghindari terjadinya pengulangan penelitian maka penulis mengacu
pada penelitian berikut:
Pertama, tesis Santi Hapsari.15
Tesis ini terfokus pada bagaimana kaitan
netralitas ASN dengan good governance dan pelayanan terhadap masyarakat,
serta upaya dalam mewujudkan netralitas ASN dalam birokrasi pemerintah.
Dalam tesis tersebut membahas bagaimana pengaruh netralitas ASN terhadap
pemberian pelayanan terhadap masyarakat. Selain itu pembahasan tesis tersebut
juga berfokus pada netralitas ASN sebagai bentuk perwujudan dari good
governance.
Dalam tesis tersebut, pembahasan ditekankan pada bagaimana
mewujudkan netralitas ASN. Menurut Hapsari, salah satu dari upaya yang dapat
dilakukan demi terwujudnya netralitas ASN dalam tubuh birokrasi adalah, dengan
15
Santi Hapsari Dewi A., “Netralitas Pegawai Negeri Sipil Guna Mewujudkan Good
Governance Di Dalam Negara Hukum Indonesia” (Tesis S2 Fakultas Hukum Program
Pascasarjana, Universitas Indonesia, 2008), h. 122-128.
13
mengembangkan sistem e-government. Pemertintah yang berbasis teknologi
informasi ini akan membawa dampak positif bagi terciptanya pemerintahan yang
baik karena pelayanan akan lebih simpel, efektif, efisien, hemat waktu dan biaya.
Masyarakat dapat mengakses informasi mengenai birokrasi pemerintahan dengan
mudah, sehingga terwujudnya transparansi dalam proses pemerintahan itu sendiri.
Kedua, skripsi Muhammad Halyawan Yamin.16
Skripsi ini terfokus pada
bagaimana bentuk pengawasan yang dilakukan Panitia Pengawas Pemilu
(Panwaslu) dalam menjaga sikap netral ASN di Kabupaten Takalar dalam
Pemilukada. Dalam pemilihan Bupati di kabupaten takalar masih ditemukan
ketidaknetralan Pegawai Negeri sipil. Selain itu fokus skripsi tersebut adalah
upaya Kementerian Pemberdayaan dan Aparatur Negara dalam menciptakan
netralitas ASN dengan pemberian sanksi tegas yang meninggalkan efek jera.
Dalam skripsi tersebut, pembahasan ditekankan pada upaya Panwaslu
dalam melakukan pengawasan terhadap ASN. Yaitu dengan cara pencegahan,
partisipatif dan represif. Menurut Yamin, Panwaslu masih dianggap belum
mampu mencegah keterlibatan ASN dalam politik, karena Panwaslu hanya
melakukan pencegahan dengan sosialisasi yang melibatkan tokoh masyarakat,
tokoh agama, lembaga swadaya masyarakat, aparat desa, mahasiswa dan media
ditingkat Kecamatan, Desa dan Kelurahan. Hanya saja sosialisasi yang dilakukan
oleh Panwaslu tersebut masih belum menyentuh elemen masyarakat yang
berstatus ASN.
16
Muhammad Halwan Yamin, “Netralitas Pegawai Negeri Sipil Dalam Pemilihan Umum
Kepala Daerah Di Kabupaten Takalar”, (Skripsi S1 Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum,
Universitas Hasanuddin Makassar, 2013) h. 65.
14
Ketiga, jurnal Mat Zudi, dkk.17
Jurnal ini berfokus pada sanksi tegas yang
diberikan terhadap ASN yang tidak netral. ASN memiliki tugas memberikan
pelayanan pada masyarakat secara profesional, jujur dan adil. Selain itu fokus
pembahasan lainnya adalah integritas dan profesionalisme kerja ASN.
Dalam Jurnal tersebut, pembahasan ditekankan pada profesionalisme kerja
yang harus dimiliki ASN agar terhindar dari kepentingan politik. Menurut Zudi,
dalam menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, diperlukan ASN yang netral
dari berbagai kepentingan politik termasuk kepentingan bakal calon yang akan
maju di pemilihan umum. Selain itu, ASN yang terbukti memberikan dukungan
politik akan dikenakan sanksi hukuman disiplin, dimulai dari tingkat rendah
hingga tingkat berat yaitu pemecatan.
Keempat, jurnal M. Adian Firnas.18
Jurnal ini berfokus pada budaya
patron client yang mampu mempengaruhi sikap netral ASN. menurut Firnas,
seorang patron atau atasan memiliki kekuasaan terhadap klien atau bawahannya.
Kedudukannya yang tinggi dan terpandang dalam masyarakat dan pemerintahan
digunakan untuk menekan bawahannya dalam perolehan suara. Hubungan
patronase lebih lanjut lagi dapat menciptakan ketergantungan antara “atasan-
bawahan” serta menimbulkan politik balas budi dari loyalitas politik yang
diberikan patron terhadap kliennya.
17
Mat Zudi, dkk., “Netralitas Pegawai Negeri Sipil Dalam Pemilihan Kepala Daerah”
Jurnal Diponegoro Law Review, Vol 1, No. 4 (Februari, 2012): h. 7-8. 18
M. Adian Firnas, “Politik Dan Birokrasi: Masalah Netralitas Birokrasi Di Indonesia Era
Reformasi” Jurnal Review Politik, Vol. 6, No. 01 (Juni, 2016): h. 170.
15
Kelima, jurnal Tedi Sudrajat dan Agus Mulya Karsono.19
Jurnal ini
berfokus pada makna netralitas ASN dalam Undang-Undang No. 5 tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara dan problematika ASN terhadap pemahaman
undang-undang tersebut.
Dalam jurnal tersebut, pembahasan ditekankan pada problematika
netralitas ASN selalu terjadi apabila makna netralitas belum memiliki standar dan
kriteria yang jelas. Menurut Tedi dan Agus, fokus UU Nomor 5 Tahun 2014 hanya
menjadikan ASN sebagai obyek netralitas, terlepas dari dinamisasi kegiatan
politik praktis dan intervensi. Perlu digarisbawahi bahwa peran PNS dalam
pemerintahan selalu berkorelasi dengan banyak pihak yang berkepentingan. Jika
netralitas tidak diimbangi oleh kriteria dan standar pembatasan, maka sangat
dimungkinkan asas netralitas hanya menjadi slogan yang minim implementasi.
Tinjauan pustaka yang telah dijelaksan di atas merupakan referensi yang
relevan terkait dengan judul yang akan penulis bahas dikarenakan memberikan
gambaran mengenai Netralitas Aparatur Sipil Negara. Namun pada penelitian
tersebut sebagian besar hanya berfokus kepada implementasi Undang-Undang
yang mengatur tentang netralitas ASN dan upaya penanggulangan terhadap
netralitas ASN.
Dari tinjauan pustaka di atas, penulis melihat bahwa belum terdapat
literatur yang memfokuskan tentang bagaimana bentuk keterlibatan ASN dalam
19
Tedi Sudrajat dan Agus Mulya Karsona, “Menyoal Makna Netralitas Pegawai Negeri
Sipil dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara”, Jurnal Media
Hukum, Vol. 23, No. 1 (Juni 2016): h. 90.
16
politik praktis Pemilu Legislatif dan faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran
netralitas. Oleh karena itu, penulis akan berfokus pada bagaimana bentuk
keterlibatan ASN Kantor Kesekretariatan DPRD Kota Depok dalam Pemilu
Legislatif 2019 di Kota Depok, serta faktor-faktor penyebab dari keterlibatan
tersebut.
E. Kerangka Teoritis
Dalam menjawab pertanyaan penelitian, maka penulis mencoba
menganalisis penelitian ini menggunakan teori birokrasi dan politik, serta teori
netralitas Aparatur Sipil Negara.
E.1 Birokrasi dan Politik
Birokrasi adalah sebuah tata kelola pemerintahan yang dimaksudkan untuk
menjembatani kepentingan masyarakat dengan kepentingan pemerintah dalam
mencakup tugas administratif. Max Weber seorang ilmuwan politik menjelaskan
bahwa birokrasi atau aparat pemerintah merupakan unsur yang sangat penting
untuk mencapai tujuan tertentu dalam suatu negara.
Menurut Weber birokrasi merupakan sistem yang memiliki struktur, diatur
secara normatif dan memiliki mekanisme agar diperoleh pengelolaan yang efisien,
rasional dan efektif. Menurut Weber, karakteristik birokrasi yang ideal adalah
17
pejabat birokrasi di bawah pengendalian dan pengawasan suatu sistem yang
disiplin, dalam artian pejabat harus bersifat apolitik dan netral.20
Menurut Marx dan Hegel, birokrasi adalah alat bagi kelas yang berkuasa
untuk melaksanakan kekuasaan dominasinya terhadap kelas sosial lainnya.21
Pada
dasarnya birokrasi sudah berada di bawah kontrol politik kekuasaan pemerintahan
karena birokrasi memegang peranan dalam perumusan, pelaksanaan dan
pengawasan berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Pada tingkatan tertentu, birokrasi menjalin hubungan khusus yang erat
dengan kelas dominan dan pemerintah sehingga eksistensinya sangat bergantung
terhadap kelas dominan. Maka dari itu Marx menganggap birokrasi akan sulit
bersifat netral dan berpihak pada kepentingan rakyat.
Wilson dan Goodnow berpendapat bahwa, harus ada garis pemisah di
antara politik dan birokrasi.22
Politik dan birokrasi memiliki tujuan yang berbeda.
Politik melahirkan kebijakan, sedangkan birokrasi adalah pelaksana dari
kebijakan tersebut. Keduanya tidak dapat melakukan intervensi atas tugas yang
dimiliki karena dapat melahirkan ketidaknetralan.
Namun dilain sisi, Kingdom dan Bardach melihat bahwa pada dasarnya
politik dan birokrasi tidak dapat dipisahkan.23
Birokrasi seringkali terlibat dalam
proses pembuatan kebijakan yang dibuat oleh eksekutif, begitupun sebaliknya
20
Miftah Thoha, Birokrasi Pemerintah Indonesia Di Era Reformasi (Jakarta: Kencana,
2008) h. 15. 21
Miftah Thaha, Birokrasi Pemerintah Indonesia Di Era Reformasi, h. 23. 22
Haniah Hanafie, “Reformasi Birokrasi Di Kota Tangerang Selatan”, (Disertasi Program
Pascasarjana, Universitas Brawijawa, 2015), h. 31-32. 23
Haniah Hanafie, “Reformasi Birokrasi Di Kota Tangerang Selatan”, h. 32.
18
pejabat eksekutif seringkali melakukan intervensi terkait pelaksanaan tugas
administrasi yang dilaksanakan oleh birokrasi.
Tidak hanya itu, James H Svara juga menjelaskan bahwa, dalam
prakteknya birokrasi akan melibatkan dirinya dalam aktivitas-aktivitas politik
prakris. Hal tersebut dikarenakan birokrasi sendiri memiliki agenda dan
kepentingan pribadi sehingga birokrasi mendominasi kegiatan-kegiatan politik.24
E.2 Netralitas Birokrasi
Menurut Miftah Thoha, netralitas birokrasi merupakan sistem di mana
birokrasi terbebas atau tidak terlibat dalam campur tangan politik atau politisasi
partai politik.25
Artinya bahwa birokrasi harus tetap berfungsi sebagaimana
mestinya, terlepas dari pengaruh siapapun yang sedang berkuasa, dan
mengutamakan pelayanan sehingga berbagai upaya mencapai tujuan berlangsung
efektif dan efisien.
Menurut Darwin, netralitas birokrasi adalah dibersihkannya birokrasi dari
keterlibatannya dalam permainan politik.26
Birokrasi akan tetap dibutuhkan
kontribusinya dalam membantu pelaksanaan dari perumusan kebijakan, namun
birokrasi tidak dapat digunakan oleh pemimpin eksekutif untuk meraih dan
mempertahankan kekuasaan politik. Tujuan birokrasi yang sesungguhnya adalah
24
Haniah Hanafie, “Reformasi Birokrasi Di Kota Tangerang Selatan”, h. 33. 25
Miftah Thoha, Kepemimpinan dan Manajeman (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2010),
h. 168. 26
Tatang Sudrajat, “Netralitas PNS dan Masa Depan Demokrasi Dalam Pilkada Serentak
2015”, Jurnal Ilmu Administrasi, Vol. XII, No. 3 (Desember, 2015): h. 359.
19
sebagai instrumen negara untuk melayani kepentingan publik, atau memenuhi
tuntutan publik.
Birokrasi harus bersifat netral artinya birokrasi pemerintah harus tetap
berfungsi sebagaimana mestinya, terlepas dari partai politik manapun yang
menang dalam pemilihan umum. Menurut Kacung Marijan, keinginan untuk
membuat birokrasi netral dari politik adalah untuk menghindari adanya
penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) terhadap birokrasi.27
Menurut Kacung Marijan terdapat tiga hal yang dianggap rawan ketika
birokrasi terlibat dalam politik, yaitu:28
,
1. Munculnya intervensi politik di dalam penempatan jabatan-jabatan di
dalam birokrasi. Pada dasarnya, penempatan atau promosi jabatan-jabatan
dari ASN itu sendiri harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan
prestasi (merit system), lepas dari hubungan pribadi (impersonal).
Masuknya intervensi politik bisa merusak proses rekruitmen karena
penempatan jabatan didasarkan oleh relasi politik antara pejabat politik
yang menempatkannya dengan ASN tersebut.
2. Ketika ASN berpolitik maka dikhawatirkan ada penyalahgunaan sumber
keuangan dan fasilitas publik yang dimiliki ASN. Contohnya fasilitas ASN
digunakan untuk menunjang politik praktis misalnya dalam kampanye
politik, ataupun pengalokasian dan distribusi yang dimiliki ASN terhadap
27
Tatang Sudrajat, “Netralitas PNS dan Masa Depan Demokrasi Dalam Pilkada Serentak
2015”, h. 359. 28
Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde-Baru
(Jakarta: Kencana, 2010), h. 219-220.
20
partai politik yang menjadi afiliasi politiknya. Tidak hanya itu, keterlibatan
birokrasi dalam politik juga dikhawatirkan membuat terjadinya pemihakan
terhadap suatu kelompok atau partai politik tertentu yang sealiran dengan
para birokrat tersebut.
F. Metode Penelitian
F.1 Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Penelitian kualitatif pada dasarnya berfokus kepada penjelasan dalam kata-kata.
John Creswell mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah proses penelitian
untuk memahami masalah sosial berdasarkan pada gambaran holistik terkait isu
yang spesifik dan dibentuk dengan kata-kata dalam sebuah latar ilmiah. Dalam
penelitian kualitatif suatu fokus yang diteliti selalu kontekstual dan natural setting,
sehingga bermakna dalam realitas sesungguhnya.29
Penelitian ini disajikan dalam bentuk deskriptif. Dengan demikian
penelitian ini akan menjelaskan secara deskriptif mengenai permasalahan bentuk-
bentuk keterlibatan ASN Kantor Kesekretariatan DPRD kota Depok dalam
Pemilu Legislatif 2019 di Kota Depok dan faktor-faktor dari keterlibatan ASN
Kantor Kesekretariatan DPRD Kota Depok dalam Pemilu Legislatif 2019 di Kota
Depok menggunakan teori-teori yang relevan dengan permasalahan penelitian.
29
Priyono, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: Zifatama Publishing, 2016), h. 36.
21
F.2 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif studi kasus. Studi
kasus merupakan jenis penelitian kualitatif yang mendalam tentang individu,
kelompok, institusi dan sebagainya dalam waktu tertentu. Tujuan studi kasus
adalah berusaha menemukan makna, menyelidiki proses serta memperoleh
pemahaman yang mendalam terhadap individu, kelompok atau sebuah institusi
yang diteliti.30
Dilihat dari jenis penelitiannya, dalam mengumpulkan data, teknik
yang digunakan peneliti adalah wawancara dan studi pustaka.
1. Wawancara: Dalam pengumpulan data melalui wawancara, peneliti
akan mewawancarai Aparatur Sipil Negara Kantor Kesekretariatan
DPRD Kota Depok, Calon Legislatif incumbent DPRD Kota Depok,
dan Badan Pengawas Pemilu Kota Depok.
2. Studi Pustaka: Dalam studi pustaka, penulis mengumpulkan data-data
yang berkaitan dengan permasalahan penelitian dari berbagai literatur
yaitu jurnal, buku, karya ilmiah dan sumber media elektronik.
F.3 Sumber Penelitian
Data yang diperlukan dalam penelitian dibagi ke dalam dua jenis data
yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapat dari
sumbernya secara langsung. Sedangkan data sekunder adalah data yang didapat
30
Eko Sugiarto, Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif: Skripsi dan Tesis (Yogyakarta:
Suaka Media, 2015), h. 12.
22
dari pihak kedua dalam artian seperti melalui buku, koran, skripsi, tesis, jurnal dan
lain-lain yang sifatnya dokumentasi.31
Data primer akan dikumpulkan oleh penulis melalui sumber-sumber
langsung dilapangan yaitu melalui wawancara langsung dengan pihak-pihak
terkait (ASN Kantor Kesekretariatan DPRD Kota Depok, Bawaslu Kota Depok,
Calon Anggota Dewan Legislatif incumbent 2019 Kota Depok). Sedangkan data
sekunder akan dikumpulkan melalui sumber-sumber penelitian terkait
permasalahan penulis yang telah ada sebelumnya dari berbagai literatur yaitu
jurnal, buku, karya ilmiah dan sumber media elektronik.
F.4 Analisis Data Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti
pengolahan data, analisis data, serta pembuatan kesimpulan tentang keadaan
secara nyata dan objektif. Data yang diperoleh baik data primer maupun data
sekunder akan dianalisis lebih lanjut menggunakan teori-teori yang berkaitan
dengan permasalahan penelitian. Teori yang akan digunakan oleh penulis adalah
teori politik birokrasi, netralitas birokrasi, dan regulasi yang telah ditetapkan oleh
pemerintah.
31
Bagja Waluya, Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat (Bandung: Setia Purna
Inves, 2007), h. 79.
23
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi merupakan hal yang sangat penting karena
mempunyai fungsi untuk menyatakan garis-garis besar dari masing-masing bab
yang saling berkaitan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kekeliruan dalam
penyusunannya, sehingga terhindar dari kesalahan. Dalam penelitian ini, penulis
membagi skripsi ini menjadi lima bab, sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan.
Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah yang
menjelaskan bagaimana netralitas ASN dalam Pemilu Legislatif 2019 di Kota
Depok. Diawali dengan mendeskripsikan masalah yang dibahas secara umum ke
khusus dalam pernyataan masalah. Selain itu dalam bab ini akan dijelaskan
mengenai pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika Penulisan.
BAB II: Kerangka Teoretis.
Dalam bab ini diuraikan pembahasan mengenai teori yang dipakai dalam
penelitian ini. Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori birokrasi dan politik,
netralitas aparatur sipil negara, dan regulasi yang mengatur permasalahan
netralitas ASN. Teori ini akan menjawab rumusan masalah dan dijelaskan
relevansinya terhadap penelitian Studi Netralitas Aparatur Sipil Negara Kantor
Kesekretariatan DPRD Kota Depok dalam Pemilu Legislatif 2019 di Kota Depok.
24
BAB III: Gambaran Umum
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang dan gambaran
umum dari objek penelitian, yaitu ASN Kantor Kesekretariatan DPRD Kota
Depok, DPRD Kota Depok, dan Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok.
BAB IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan.
Pada bab ini menguraikan mengenai hasil penelitian yang berupa deskripsi
informan, analisis hasil wawancara dan telaah pustaka dengan beberapa teori yang
relevan dengan penelitian, dan pembahasan naratif mengenai bentuk-bentuk
Keterlibatan Aparatur Sipil Negara Kantor Kesekretariatan DPRD Kota Depok
dalam Pemilu Legislatif tingkat Kota tahun 2019 dan faktor-faktor penyebab dari
keterlibatan tersebut.
BAB V: Penutup.
Meliputi kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang
dibahas. Selain itu, dalam penutup ini penulis juga mencantumkan saran-saran
terhadap hasil temuan dari permasalahan yang dibahas.
25
BAB II
KERANGKA TEORETIS
A. Konsep Dasar Birokrasi
A.1 Teori Birokrasi
Kajian tentang birokrasi berasal dari negara-negara Barat pada awal abad
ke-19. Pada mulanya birokrasi dikenal sebagai Bureaucratie lalu berubah menjadi
Burokratie (Jerman), Burocrazia (Italia) dan pada akhirnya menjadi Bureaucrazy,
Bureaucrat, Bureucratic, Bureaucratism, Bureaucratist dan Bureaucratization
(Inggris).32
Dari aspek etimologi, birokrasi berasal dari bahasa Prancis, „Bureau‟ yang
berarti meja tulisan yang bermakna sebagai tempat para pegawai bekerja, dan
„Cratos‟ berasal dari bahasa Yunani yang berarti kekuasaan atau kepemimpinan.
Maka dari itu birokrasi dapat diartikan sebagai pegawai pemerintah yang
menjalankan sistem pemerintahan berdasarkan hirarki.33
Menurut Miftah Thoha, birokrasi merupakan suatu sistem yang dibuat
untuk mengatur organisasi yang besar agar diperoleh pengelolaan yang efektif,
efisien, dan rasional. Dalam hal ini birokrasi dijalankan oleh adalah aparatur
negara baik sipil maupun militer.34
32
Martin Albrow, Birokrasi (Cetakan Ketiga). Penerjemah M. Rusli Karim dan Totok
Daryanto (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 2004), h. 36-37. 33
Martin Albrow, Birokrasi, h. 36-37. 34
Miftah Thaha dalam Haniah Hanafie dan Ana Sabhana Azmy, Kekuatan-Kekuatan
Politik (Depok: Rajawali Press, 2018), h. 130-131.
26
Menurut Yahya Muhaimin, birokrasi dijalankan oleh suatu biro, badan
eksekutif pemerintah dan keseluruhan pejabat publik dengan sistem hirarki
jabatan dari tingkat tinggi hingga ketingkat rendah, dijalankan oleh birokrat
(Aparatur Sipil Negara) maupun militer yang mendapatkan tugas dari pemerintah
dan diberi digaji sesuai dengan jabatannya.35
Tugas utama birokrat adalah membantu masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan publik yang bersifat administratif. Selain itu, birokrasi memiliki
berbagai fungsi yaitu: melaksanakan pelayanan publik dalam bidang administratif,
melaksanakan pembangunan yang profesional (merit system), sebagai perencana,
pelaksana dan pengawas kebijakan (manajemen pemerintahan), dan sebagai alat
perpanjangan tangan pemerintah untuk melayani kepentingan masyarakat dan
negara.36
Menurut Zainuddin Mustapa, birokrasi pemerintah memiliki sifat yang
berbeda dari organisasi lainnya, yaitu: Pertama, adanya spesialisasi atau
pembagian kerja. Kedua, adanya hirarki yang berkembang. Ketiga, adanya suatu
sistem dari suatu prosedur, aturan-aturan, pembagian jam kerja, diberi gaji,
memiliki hak dan kewajiban. Keempat, adanya hubungan-hubungan kelompok
yang bersifat impersonalitas. Kelima, adanya promosi dan jabatan berdasarkan
keahlian.37
35
Yahya Muhaimin, “Beberapa Segi Birokrasi di Indonesia”, Jurnal Prisma, Vol. 5,
No.10 (Oktober, 1990): h. 21. 36
Feisal Tamin, Reformasi Birokrasi: Analisis Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara
(Jakarta: Belantika, 2004), h. 62. 37
Zainuddin Mustapa, Bunga Rampai Birokrasi: Isu-isu Stratejik Seputar Birokrasi
(TTp: Celebes Media Perkasa, 2017), h. 2-3.
27
A.2 Model-Model Birokrasi
Dalam Haniah Hanafie, terdapat tiga model birokrasi yang dijelaskan oleh
Ledivina Carino yaitu: 38
1. Birokrasi yang dianggap sebagai hasil dari tarik menarik berbagai
golongan yang tidak satupun dominan.
2. Birokrasi yang dianggap sebagai pelayan golongan yang berkuasa
(pemerintah/pemilik modal). Dalam hal ini keputusan yang dibuat
oleh birokrasi akan selalu dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan
elit politik atau pemilik modal.
3. Birokrasi yang dianggap sebagai suatu organisasi yang netral bersifat
otonom-relatif terhadap berbagai elemen masyarakat sehingga tidak
dapat dipengaruhi. Keputusan yang dibuat oleh birokrasi didasarkan
rasionalitas tanpa ada campur tangan politik.
Jika berbicara mengenai model birokrasi, banyak ilmuan politik yang telah
berkontribusi menyumbangkan pemikirannya tentang konsep birokrasi. Terdapat
tiga perbedaan model birokrasi yang dirumuskan oleh para ahli yaitu:39
1. Model Birokrasi Netral
Birokrasi yang bermakna netral diartikan sebagai keseluruhan pejabat
negara baik pada jajaran eksekutif ataupun organisasi berskala besar yang digaji
oleh pemerintah (negara), yang mengerjakan tugas administratif dan melakukan
pelayanan terhadap masyarakat. Tokoh pendukungnya adalah Peter M. Blau.
38
Haniah Hanafie, “Reformasi Birokrasi Di Kota Tangerang Selatan”, h. 28. 39
Rini Martini, Birokrasi dan Politik (Semarang: UPT UNDIP Press, 2012), h. 11-12.
28
Menurut Peter M. Blau dan Mashall W. Meyer, birokrasi adalah tipe
organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif dengan
mengkoordinasi secara sistematis dan teratur pekerjaan dari anggota organisasi
tersebut.40
Birokrasi adalah lembaga yang sangat kuat untuk meningkatkan
kapasitas potensial anggotanya yang memiliki sifat rasional dan netral dalam
menjalankan tugas administratif.
2. Model Birokrasi Positif
Birokrasi yang bermakna positif mengartikan birokrasi sebagai legal-
rasional yang bekerja secara efektif dan efisien. Birokrasi dibutuhkan oleh negara
maupun masyarakat. Tokoh yang mendukungnya adalah Max Weber dan GWF
Hegel.
Weber menyebut birokrasi sebagai “a modern officialdom” (pejabat
modern) baik sipil maupun militer yang secara pribadi bebas dalam melakukan
tugas namun tetap dibatasi sesuai ruang lingkup jabatannya.41
Setiap pejabat
pemerintah tidak mempunyai tanggungjawab publik kecuali pada bidang tugas
yang dibebankan kepadanya dan tidak memiliki kaitan dengan kepentingan
pribadi.
Weber menjelaskan bahwa birokrasi atau aparat pemerintah merupakan
unsur yang sangat penting untuk mencapai tujuan tertentu dalam suatu negara.
Menurut Weber birokrasi merupakan sistem yang memiliki struktur, diatur secara
40
Peter M. Blau dan Marshall W. Meyer, Birokrasi dalam Masyarakat Modern.
Penerjemah Slamet Rijanto (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2000), h. 3-5. 41
Zainuddin Mustapa, Bunga Rampai Birokrasi: Isu-isu Stratejik Seputar Birokrasi, h.
16.
29
normatif dan memiliki mekanisme agar diperoleh pengelolaan yang efisien,
rasional dan efektif. Adapun karakteristik birokrasi yang ideal menurut Weber
adalah sebagai berikut:42
Individu pejabat secara personal bebas namun dibatasi oleh jabatannya,
dalam artian pejabat tidak bebas menggunakan jabatannya untuk
kepentingan pribadi atau seseorang.
Jabatannya disusun dalam tingkat hirarki dengan tugas dan fungsi jabatan
yang jelas.
Memiliki kontrak jabatan yang berisi wewenang dan tanggung jawab yang
harus dijalankan dengan bijaksana.
Setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya.
Memiliki gaji dan tunjangan pensiun sesuai jabatan hirarki dan memiliki
pengembangan karir.
Pejabat dibawah pengendalian dan pengawasan suatu sistem yang disiplin,
dalam artian pejabat harus bersifat apolitik dan netral.
Birokrat tidak mempunyai kepentingan pribadi apapun dalam menjalankan
tugasnya. Tindakan birokrat harus didasarkan pada rationally purposeful
action yang dikendalikan oleh rational understanding.
Namun beberapa ahli menyebutkan bahwa birokrasi Weberian hanya
menekankan bagaimana seharusnya mesin birokrasi itu secara profesional dan
rasional dijalankan. Tipe ideal briokrasi yang dijelaskan oleh weber hanya sebuah
42
M. Adian Firnas, “Politik Dan Birokrasi: Masalah Netralitas Birokrasi Di Indonesia Era
Reformasi”, h. 165-166.
30
konstruksi yang digunakan untuk membandingkan birokrasi antara yang satu
dengan organisasi yang lain.43
Menurut G.W.F Hegel, dalam bukunya yang berjudul “Philosophy of
Right”, birokrasi digambarkan dalam bentuk „sittlichkeit‟, atau diterjemahkan
sebagai tatanan sosial-moral masyarakat. Hegel mengatakan bahwa masyarakat
sebagai sittlickeit dibagi dalam tiga tingkatan yaitu keluarga, masyarakat sipil dan
negara. Birokrasi merupakan bagian dari negara dan masyarakat sipil.44
Selain itu, Hegel menjelaskan bahwa fungsi birokrasi tidak hanya sebagai
pelayanan publik yang bersifat administratif, melainkan sebagai fungsi mediasi
dari kepentingan partikular masyarakat sipil dan kepentingan negara. Dapat
disimpulkan bahwa dalam pandangan Hegel, birokrasi memiliki peran dan fungsi
untuk menjembatani atau penghubung antara kepentingan masyarakat sipil dan
kepentingan negara.
3. Model Birokrasi Negatif
Birokrasi yang bermakna negatif diartikan sebagai patologi birokrasi
(penyakit). Dalam artian birokrasi adalah organisasi yang tidak efektif, tidak
efisien, korupsi dan tidak netral karena hanya akan berpihak pada penguasa.
Tokoh pendukungnya adalah Karl Marx.
43
Irwan Noor, “Birokrasi Weber dalam Perspektif Administrasi Publik”, artikel diakses
pada 14 Juli 2019 dari Http://Irwannoor.Lecture.Ub.Ac.Id/ 44
Irfan Setiawan, Rekonstruksi Birokrasi Pemerintahan Daerah (TTp: Institut
Pemerintahan Dalam Negeri, 2014), h. 39-41.
31
Berbeda dengan teori Weber dan Hegel, Karl Marx menempatkan posisi
birokrasi sebagai suatu kelompok kepentingan. Marx menganggap birokrasi
hanyalah alat bagi kelas yang berkuasa yaitu kaum borjuis dan kapitalis untuk
mengeksploitasi kaum proletar.
Menurut Marx, Birokrasi adalah instrumen negara yang digunakan untuk
melaksanakan kekuasaan dominasinya terhadap kelas sosial lainnya. Negara
dianggap tidak mewakili kepentingan umum melainkan hanya mewakili kelas
dominan. Pada tingkatan tertentu, birokrasi menjalin hubungan khusus yang erat
dengan kelas dominan dan pemerintah. Eksistensinya sangat bergantung terhadap
kelas dominan, maka dari itu Marx menganggap birokrasi akan sulit bersifat netral
dan berpihak pada kepentingan rakyat. 45
B. Politik dan Birokrasi
Selama 32 tahun pemerintahan Orde Baru, birokrasi dibangun untuk
memperkuat kekuasaan penguasa. Pada dasarnya politik erat kaitannya dengan
power (kekuasaan). Saat seseorang telah memperoleh kekuasaan, maka akan
mempengaruhi dan memaksakan keinginan politiknya terhadap orang lain.
Birokrasi pemerintah sangat kuat melebihi kekuatan rakyat sehingga
birokrasi pemerintahan Orde Baru diibaratkan sebagai kerajaan pejabat
(officialdome). Lembaga kontrol rakyat yang dipegang oleh lembaga Legislatif
selama pelaksanaan sistem birokrasi pemerintah orde baru tidak mampu
45
Miftah Thaha, Birokrasi Pemerintah Indonesia Di Era Reformasi, h. 23.
32
melaksanakan fungsinya, sehingga birokrasi pemerintah semakin kuat dan tidak
tertandingi.
B.1 Teori Kontrol Politik Birokrasi
Menurut Frederickson dan Smith, politik birokrasi adalah suatu keadaan di
mana birokrasi mendominasi urusan-urusan politik, atau dengan kata lain
birokrasi sering melakukan keterlibatan dalam pembuatan agenda kebijakan dan
aktivitas-aktivitas politik.46
Dalam teori ini birokrasi dipandang sebagai individu
yang memiliki emosi, tata nilai dan tujuan yang tidak selamanya sesuai atau
sejalan dengan tujuan organisasi, sehingga melibatkan dirinya dalam politik
praktis yang menguntungkan.
Kingdom dan Bardach melihat bahwa pada dasarnya politik dan birokrasi
tidak dapat dipisahkan. Birokrasi seringkali terlibat dalam proses pembuatan
kebijakan yang dibuat oleh eksekutif, begitupun sebaliknya pejabat eksekutif
seringkali melakukan intervensi terkait pelaksanaan tugas administrasi yang
dilaksanakan oleh birokrasi.47
Agar birokrasi terhindar dari kepentingan politik, Wilson dan Goodnow
berpendapat bahwa, perlu ada kontrol politik atas birokrasi. Kontrol tersebut
adalah dengan adanya garis pemisah atau dikotomi di antara kepentingan politik
dengan birokrasi.48
Hal tersebut dikarenakan politik dan birokrasi memiliki tujuan
yang berbeda. Politik memiliki fungsi sebagai pembuat kebijakan, sedangkan
46
Miftah Thoha, dkk., Governance Reformasi Di Indonesia: Mencari Arah Kelembagaan
Politik Yang Demokratis dan Birokrasi Yang Profesional (Yogyakarta: Gava Media, 2009), h. 299. 47
Haniah Hanafie, “Reformasi Birokrasi Di Kota Tangerang Selatan”, h. 32. 48
Haniah Hanafie, “Reformasi Birokrasi Di Kota Tangerang Selatan”, h. 31-32.
33
birokrasi adalah pelaksana dari kebijakan tersebut. Keduanya tidak dapat
melakukan intervensi atas tugas yang dimiliki karena dapat melahirkan
ketidaknetralan.
Terdapat empat model birokrasi dalam teori kontrol politik atas birokrasi
menurut James H Svara yaitu:49
1. Policy Administrator Dichotomy: Dalam model ini dijelaskan bahwa,
terdapat pemisahan dan pembagian kekuasaan antara eksekutif dalam
pembuatan kebijakan (elit politik), dengan pelaksanaan administrasi yang
dilakukan birokrasi.
2. Mixture in Policy: Dalam model ini dijelaskan bahwa, politik dan
administrasi didefinisikan sebagai distribusi nilai, biaya dan manfaat.
Keduanya (politik dan birokrasi) memiliki kontribusi dalam proses
tersebut. Birokrasi memiliki kesempatan untuk membuat usulan kebijakan,
menyusun anggaran, menetapkan pelayanan publik dan merumuskan
kebijakan bersama pejabat eksekutif.
3. Mixture In Administration: Dalam model ini dijelaskan bahwa, terdapat
kontrol pejabat eksekutif terhadap pelaksanaan administrasi yang
dilakukan oleh birokrasi. Pejabat eksekutif memiliki wilayah kekuasaan
yang luas dan mencampuri kegiatan administrasi sehari-hari.
4. Elected Official Administrator As Co-Equal In Policy: Model ini
dianggap terbaik karena merepresentasikan kerjasama yang baik antara
pejabat eksekutif dan birokrasi. Tidak ada pemisahan kekuasaan,
49
Haniah Hanafie, “Reformasi Birokrasi Di Kota Tangerang Selatan”, h. 32-36.
34
melainkan penghargaan atas tugas dan tanggungjawab masing-masing.
Dalam model ini, birokrasi dan politik berdampingan melaksanakan tugas
dan fungsinya tanpa adanya kontrol dari salah satu pihak.
Secara teoritik, birokrasi memiliki kepentingan politik sebagai berikut:50
Pertama, birokrasi cenderung memperbesar anggaran. Kecenderungan ini
membuat birokrasi sering disebut sebagai „budget maximizer‟. Kedua, birokrasi
cenderung menjaga stabilitas karir mereka. Ketiga, birokrasi memiliki
berkepentingan terhadap standard operating procedure (SOP) yang birokratis,
karena memberikan kesempatan kepada birokrasi untuk mempraktekkan perilaku
rent-seeking dalam proses penyampaian pelayanan publik. Kesimpulannya
brokrasi selalu melakukan kalkulasi biaya dan manfaat politik dalam proses
pembuatan kebijakan.
Selain itu dalam Alamsyah, Leonard D. White menjelaskan bahwa
administrasi berkaitan dengan bagaimana memanajemen orang-orang dan barang-
barang material untuk mencapai tujuan tertentu. Goodnow juga menegaskan
bahwa meskipun birokrasi dan politik sama-sama melekat pada government, tetapi
politik dan administrasi merupakan dua fungsi yang berbeda. Politik memiliki
fungsi yang berkaitan dengan masalah “expression the state will”, sedangkan
administrasi memiliki fungsi yang berkenaan soal “the excecution of these
policies”.51
50
Alamsyah, “Politik dan Birokrasi: Reposisi Peran Birokrasi Publik dalam Proses Politik
Lokal”, h. 58-59. 51
Alamsyah, “Politik Dan Birokrasi: Reposisi Peran Birokrasi Publik Dalam Proses
Politik Lokal”, Jurnal Administrasi Publik, Vol. 2, No. 1 (April, 2003): h. 56-57.
35
B.2 Politisasi Birokrasi
Menurut Rini Martini, politisasi birokrasi adalah suatu keadaan di mana
birokrasi menjalankan tugas dan melakukan tindakan berdasarkan kepentingan-
kepentingan politik. Atau dengan kata lain urusan politik telah mendominasi dan
mencampuri tugas administratif.52
Teori politisasi birokrasi menurut Kingdom dan Bardach menjelaskan
bahwa, administrasi dengan politik tidak dapat dipisahkan, karena secara praktek
administrasi bukan hanya aktivitas teknis dan netral dari politik. Teori politisasi
birokrasi juga menjelaskan bahwa keputusan yang dibuat adalah hasil tawar
menawar dan negosiasi antara pejabat eksekutif dengan birokrasi.53
Dalam prakteknya, birokrasi tidak dapat dipisahkan dari pembahasan yang
berkaitan dengan kegiatan politik. Dibentuknya birokrasi dianggap sebagai sarana
bagi penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya, serta sebagai sarana bagi
penguasa untuk mengimplementasikan kekuasaan dan kepentingan mereka. Kuat
lemahnya birokrasi berkaitan dengan peranan kepemimpinan yang kuat dengan
dukungan ekonomi yang kuat. Semakin kuat pengaruh kepemimpinan, semakin
kuat pula birokrasi yang mendukung kepemimpinan itu sendiri.
Menurut Graham Alisson, terdapat model-model yang memberikan
pengaruh terhadap aktor elit politik dalam membuat keputusan dan menciptakan
kebijakan, yaitu:54
52
Rini Martini, Birokrasi dan Politik (Semarang: UPT UNDIP Press, 2012), h. 20. 53
Haniah Hanafie, “Reformasi Birokrasi Di Kota Tangerang Selatan”, h. 39-40. 54
Haniah Hanafie, “Reformasi Birokrasi Di Kota Tangerang Selatan”, h. 40.
36
1. Model Klasik (Model Aktor Rasional): Model ini menjelaskan bahwa
keputusan ditentukan oleh aktor tunggal tanpa melibatkan elemen
masyarakat lain.
2. Model Paradigma Proses Organisasi: Model ini menjelaskan bahwa
proses pembuatan keputusan dilakukan sesuai dengan SOP (Standart
Operational Procedure) yang dilakukan secara formal tanpa keluar dari
ketentuan yang ada.
3. Model Paradigma Politik Birokrasi: Model ini menjelaskan bahwa
sebuah keputusan merupakan produk dari tawar menawar yang dilakukan
oleh pejabat eksekutif dengan berbagai elemen organisasi yang
bersangkutan.
Pola hubungan birokrasi dengan eksekutif sering disebut sebagai
excecutive ascedency. Dalam hal ini peran dan fungsi birokrasi sangat tergantung
pada kekuasaan yang melekat pada jabatan politik pembuat kebijakan publik.
Birokrasi juga dianggap sebagai kekuatan pengimbang dari kekuasaan pejabat
politik.55
Dalam pola excecutife ascedency, hubungan kerja antara pejabat eksekutif
pembuat kebijakan dengan birokrasi pelaksana administratif dianggap belum
berjalan secara sistematik. Hubungan tersebut membawa pengaruh fungsi
birokrasi menjadi mesin politik dan pelengkap dari eksistensi pejabat politik. Hal
tersebut dikarenakan birokrat memiliki posisi sebagai bawahan secara langsung
dari aktor politik, sehingga menimbulkan intervensi dari penguasa.
55
Miftah Thaha, Governance Reformasi Di Indonesia, h. 302-303.
37
Gambar II.1
Pola Hubungan Politik dan Birokrasi
Domain politik
Membuat kebijakan
Domain administrasi
Pelaksana kebijakan
Sumber: Miftah Thaha, 2008: 32.
Pada gambar di atas, pola hubungan dari atas ke bawah menunjukkan
bahwa aktor politik ataupun pejabat eksekutif mendominasi proses pembuatan
keputusan dan dapat mengintervensi birokrasi dalam pelaksanaan kebijakan.
Namun, aktor politik hanya akan bisa terlibat aktif dalam politisasi birokrasi
ketika ia memiliki power. Dominasi kepemimpinan pejabat politik atas birokrasi
dipacu oleh dikotomi antara politik dan administrasi, serta asumsi tentang
superioritas fungsi-fungsi politik atas administrasi.56
56
Miftah Thoha, Reformasi Birokrasi Pemerintah, h. 23.
Pejabat
eksekutif DPR/D
Pejabat
birokrasi
38
Dalam teori politisasi birokrasi, posisi institusi birokrasi sangat dibutuhkan
oleh elit politik dalam rangka menopong pencapaian tujuannya. Posisi birokrasi
dianggap memiliki keuntungan karena memiliki sumber daya yang mampu
membantu elit politik mencapai tujuannya. Adapun sumber daya tersebut adalah:
penguasaan informasi dan keahlian, memiliki masa, mampu memonopoli
legitimasi politik, bersifat permanen dan stabil, memiliki penguasaan resources,
dan berperan sebagai personifikasi negara. Dengan power tersebut, birokrasi dapat
melakukan proses tawar menawar dan membantu elit politik mencapai
tujuannya.57
C. Netralitas Birokrasi
C.1 Pengertian Netralitas Birokrasi
Menurut Miftah Thoha, netralitas birokrasi pada hakikatnya adalah suatu
sistem di mana birokrasi tidak akan berubah memberikan pelayanan terhadap
pemerintah, meskipun pemimpinnya berganti.58
Ketika terjadi pergantian
kekuasaan, hal tersebut tidak akan mengganggu kerja birokrasi yang memberikan
pelayanan kepada publik. Birokrasi akan bekerja secara profesional sesuai dengan
kapasitas dan otoritas yang dimilikinya.
57
Alamsyah, “Politik dan Birokrasi: Reposisi Peran Birokrasi Publik dalam Proses Politik
Lokal”, h. 57-58. 58
Miftah Thoha, Perilaku Organisasi Konsep Dasar Dan Implikasinya (Jakarta: Rajawali
Grafindo Persada, 2013), h. 168
39
Menurut Tatang Sudrajat, netralitas birokrasi adalah dibersihkannya
birokrasi dari keterlibatannya dalam aktivitas politik.59
Birokrasi akan tetap
dibutuhkan kontribusinya dalam membantu pelaksanaan dari perumusan
kebijakan, namun birokrasi tidak dapat digunakan oleh pemimpin eksekutif untuk
meraih dan mempertahankan kekuasaan politik. Tujuan birokrasi yang
sesungguhnya adalah sebagai instrumen negara untuk melayani kepentingan
publik, atau memenuhi tuntutan publik.
Idealnya birokrasi harus bersifat netral, artinya birokrasi pemerintah harus
tetap berfungsi sebagaimana mestinya, terlepas dari partai politik manapun yang
menang dalam pemilihan umum. Menurut Kacung Marijan, keinginan untuk
membuat birokrasi netral dari politik adalah untuk menghindari adanya
penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) terhadap birokrasi.60
C.2 Kriteria Netralitas Birokrasi
Demi terciptanya birokrasi pemerintah yang stabil dan bersih, maka
seorang Aparatur Sipil Negara dilarang menjadi pengurus partai politik atau dan
terlibat dalam politik praktis. Hal tersebut terkandung dalam Undang-Undang No.
5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam Pasal 2 huruf f menyebutkan
bahwa penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN didasarkan pada asas
59
Tatang Sudrajat, “Netralitas PNS dan Masa Depan Demokrasi Dalam Pilkada Serentak
2015”, h. 359. 60
Tatang Sudrajat, “Netralitas PNS dan Masa Depan Demokrasi Dalam Pilkada Serentak
2015”, h. 360.
40
netralitas. Selain itu dalam Pasal 9 ayat 2, pegawai ASN harus bebas dari
pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.61
Terdapat dua indikator yang digunakan untuk mengukur netralitas
Aparatur Sipil Negara:62
Tidak Terlibat. Dalam hal ini birokrasi tidak boleh terlibat menjadi tim
sukses calon kandidat dalam masa kampanye atau menjadi peserta
kampanye baik menggunakan atribut partai ataupun atribut ASN.
Tidak Memihak. Dalam hal ini birokrat tidak membantu keputusan atau
tindakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon, tidak
mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan salah satu
calon yang meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan atau pemberian
barang kepada ASN dalam lingkup unit kerjanya, anggota keluarganya
dan masyarakat, serta tidak membantu menggunakan fasilitas negara
dalam rangka pemenangan salah satu calon pada masa kampanye.
Untuk menjaga netralitas ASN, Kementrian Pemberdayaan Aparatur
Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (MENPAN-RB) telah
mengeluarkan peraturan dengan nomor: B/71/M.SM.00.00/2017 tentang
Pelaksanaan Netralitas bagi ASN pada Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah
Serentak tahun 2018, Pemilihan Legislatif tahun 2019, dan Pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden tahun 2019. Surat edaran yang dikeluarkan oleh MENPAN-
61
Undang-Undang No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. 62
Tedi Sudrajat Dan Agus Mulya Karsona, “Menyoal Makna Netralitas Pegawai Negeri
Sipil dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara”, h. 89.
41
RB tersebut berisikan mengenai apa-apa saja larangan yang dilakukan oleh ASN
selama Pemilu. Adapun larangan tersebut adalah sebagai berikut: 63
Melakukan pendekatan terhadap partai politik.
Memasang atribut yang mempromosikan bakal calon.
Mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon.
Menghadiri kampanye dengan atau tanpa atribut partai.
Mengunggah, menanggapi atau memperluas gambar atau video dan visi
misi calon melalui media sosial, melakukan foto bersama bakal calon, dan
menjadi pembicara dalam pertemuan partai.
Agar terciptanya demokrasi yang jujur dan adil, dibutuhkan ASN yang
netral terhadap segala bentuk kegiatan politik, tidak memihak kubu manapun,
serta bebas dari segala jenis tuntutan politik.
Maka dari itu, untuk menopang lahirnya sikap netral dalam tubuh ASN,
dibutuhkannya profesionalisme yang melekat dalam tubuh ASN. Profesionalisme
yang tinggi perlu dikembangkan bukan hanya untuk meningkatkan kompetensi
tetapi juga meningkatkan kemandirian birokrasi dalam menghadapi tekanan dan
intervensi politik. Hal itu sebagaimana yang dijelaskan oleh Robbins bahwa:
“Selection of members is based on their qualifications rather than on
"who they know"; requirements of the position determine who will be
employed and in what positions; and performance is the criterion for
promotions. Commitment to the organization is maximized and conflicts of
interest eliminated by providing lifetime employment and separating
63
Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Republik Indonesia No: B/71/M.SM.00.00/2017 tentang Pelaksanaan Netralitas bagi ASN pada
Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Serentak tahun 2018, Pemilihan Legislatif tahun 2019,
dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019.
42
members‟ off-the-job roles from those required in fulfilling organizational
responsibilities”64
Jika ASN tidak mampu menjaga sikap netralnya, maka terdapat hal-hal
yang dikhawatirkan yaitu: kepentingan masyarakat terdistorsi, pelayanan tidak
optimal, penempatan jabatan cenderung melihat keterlibatan ASN dalam
pemenangan salah satu calon, serta jabatan di birokrasi diisi oleh ASN yang tidak
kompeten. Menurut Kacung Marijan, terdapat tiga hal yang dianggap rawan
ketika birokrasi terlibat dalam politik:65
1. Munculnya intervensi politik di dalam penempatan jabatan-jabatan di
dalam birokrasi. Pada dasarnya, penempatan atau promosi jabatan-jabatan
dari ASN itu sendiri harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan
prestasi (merit system), lepas dari hubungan pribadi (impersonal).
Masuknya intervensi politik bisa merusak proses rekruitmen karena
penempatan jabatan didasarkan oleh relasi politik antara pejabat politik
yang menempatkannya dengan ASN tersebut.
2. Ketika ASN berpolitik maka dikhawatirkan ada penyalahgunaan sumber
keuangan dan fasilitas publik yang dimiliki ASN. Contohnya fasilitas ASN
digunakan untuk menunjang politik praktis misalnya dalam kampanye
politik, ataupun pengalokasian dan distribusi yang dimiliki ASN terhadap
partai politik yang menjadi afiliasi politiknya.
64
Tatang Sudrajat, “Netralitas PNS dan Masa Depan Demokrasi Dalam Pilkada Serentak
2015”, h. 352. 65
Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde-Baru
(Jakarta: Kencana, 2010), h. 219-220.
43
3. Keterlibatan birokrasi dalam politik juga dikhawatirkan membuat
terjadinya pemihakan terhadap suatu kelompok atau partai politik tertentu
yang sealiran dengan para birokrat tersebut.
D. Pemilihan Umum
Menurut Dahlan Thaib, Pemilihan Umum (Pemilu) adalah suatu proses
pergantian kekuasaan secara damai yang dilakukan secara berkala sesuai dengan
konsitusi yang berlaku.66
Secara konseptual, Pemilu merupakan suatu proses
politik untuk memilih presiden, wakil presiden, wakil rakyat di parlemen, hingga
wakil di pemerintahan daerah masing-masing.
Berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum, dalam Pasal 1, pengertian Pemilu adalah:
“Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana
kedaulatan rakyat untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan untuk
memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan
secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”67
Selain itu, Pemilu merupakan sarana implementasi hak kekuasaan dan
kedaulatan rakyat terhadap wakilnya, baik di parlemen maupun di pemerintahan,
sehingga wakil rakyat harus menjalankan amanat berdasarkan mandat yang telah
diberikan oleh rakyat terhadap dirinya. Maka dari itu, dalam membuat suatu
keputusan, wakil rakyat harus mengedepankan kepentingan dari rakyat.
66
Fajlurrahman Jurdi, Pengantar Hukum Pemilihan Umum (Jakarta: Kencana, 2018), h. 2 67
Undang-Undang No, 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
44
Menurut JJ. Rousseau, dalam melaksanakan kedaulatan rakyat di negara
demokrasi, para wakil rakyat yang duduk di parlemen tersebut harus bertindak
atas nama rakyat melalui kehendak hukum.68
Agar wakil-wakil rakyat tersebut
bertindak atas nama rakyat, maka perlu diadakan suatu pemilihan berdasarkan
mekanisme melalui Pemilihan Umum (general election) berdasarkan kehendak
seluruh rakyat secara politik (volunte de tous).
Di Indonesia, untuk memilih wakil-wakil rakyat secara demokratis, maka
diadakan pemilihan anggota dewan legislatif yang disebut sebagai Pemilu
Legislatif. Pemilu Legislatif adalah pemilihan umum yang diselenggarakan untuk
memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.69
Anggota Legislatif yang terpilih merupakan wakil rakyat yang mewakili aspirasi
dari tiap-tiap masyarakat konstituennya, yang kemudian aspirasi tersebut menjadi
acuan dan landasan untuk membuat sebuah keputusan ataupun kebijakan.
Dalam pelaksanaan tugasnya, para wakil-wakil rakyat yang terpilih
dibantu oleh birokrat yang merupakan Aparatur Sipil Negala dalam lembaga
Kesekretariatan Dewan. Hanya saja tugas dari ASN sebatas tugas administratif
dan tidak diperbolehkan terlibat dalam politik praktis Pemilu. Dalam artian, ASN
memiliki hak suara dalam memilih wakil rakyat, namun tidak diperbolehkan
untuk ikut andil dalam proses-proses politik Pemilu.
68
Jean Jacques Rousseau, Du Contract Social: Perjanjian Sosial, (Jakarta: Visimedia,
2009), h. 46. 69
Fajlurrahman Jurdi, Pengantar Hukum Pemilihan Umum, h. 105.
45
Agar terwujudnya Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil, maka diperlukan adanya suatu lembaga penyelenggara Pemilu agar Pemilu
tersebut dilaksanakan berdasarkan asas pemilihan umum sebagaimana yang
ditentukan dalam peraturan perUndang-Undangan.
Penyelengara Pemilu dibentuk dengan tujuan untuk: memperkuat sistem
ketatanegaraan yang demokratis, mewujudkan Pemilu yang adil, berintegritas,
efektif dan efisien, menjamin konsistensi pengaturan sistem Pemilu, serta
memberikan kepastian hukum dan mencegah duplikasi dalam pengarahan
pemilu.70
Dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,
Pasal 1 angka (7) menjelaskan bahwa, adapun penyelenggara Pemilu adalah:71
“Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan pemilu
yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu dan
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi
Penyelenggara Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan
untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara langsung
oleh rakyat.”
1. Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Komisi Pemilihan Umum adalah Komisi (KPU) adalah lembaga
Penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri dalam
melaksanakan pemilu. KPU terdiri atas: KPU, KPU Provinsi, KPU
kabupaten/Kota, PPK, PPS, PPLN, KPPS, KPPSLN.
70
Indra Pahlevi, “Lembaga Penyelenggara Pemilihan Umum Di Indonesia: Berbagai
Permasalahannya”, Jurnal Politica, Vol. 2 No. 1 (Juni, 2011): h. 56-57. 71
Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
46
Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum Pasal
10 dan Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan
Pemilihan Umum dan Penetapan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat
Umum Komisi Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan
Pemilihan Umum maka tugas dan wewenang KPU adalah sebagai
berikut:72
Merencanakan, mempersiapkan dan memimpin tahapan kegiatan
pelaksanaan Pemilihan Umum.
Menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik yang
berhak sebagai peserta Pemilihan Umum.
Membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut
PPI dan mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai dari
tingkat pusat sampai di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II
untuk setiap daerah pemilihan serta menetapkan keseluruhan hasil
Pemilihan Umum di semua daerah pemilihan untuk DPR, DPRD I
dan DPRD II.
2. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
Pemilu, Pasal 1 angka 15 dan 16, pengertian Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) adalah:
72
Artikel diakses dari portal resmi Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia pada 30
Oktober 2010 dari https://www.kpu.go.id/
47
“Bawaslu adalah badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan
pemilu diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
panitia pengawas Pemilu Provinsi dan Panitia Pengawas Pemilu
kabupaten/Kota adalah Panitia yang dibentuk oleh Bawaslu untuk
mengawasi penyelenggaraan pemilu di wilayah Provinsi dan
Kabupaten /kota.”73
Adapun tugas dari Bawaslu adalah mengawasi pelaksanaan tahapan
Pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran
administrasi, pidana Pemilu dan kode etik.74
3. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)
Berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum, Pasal 1 angka 24, pengertian Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilihan Umum (DKPP) adalah suatu lembaga yang dikhususkan untuk
mengimbangi dan mengawasi kinerja dari KPU dan Bawaslu serta
jajarannya.75
Tugas dan wewenang dari DKPP adalah memeriksa dan memutus aduan
dan/atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan
oleh anggota KPU, provinsi, Kabupaten/Kota, anggota Bawaslu, Provinsi
dan Kabupaten/Kota.76
73
Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. 74
Artikel diakses dari portal resmi Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia pada 30
Oktober 2019 dari https://www.bawaslu.go.id/ 75
Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. 76
Artikel diakses dari Portal Resmi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik
Indonesia pada 30 Oktober 2019 dari http://dkpp.go.id/
48
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Wilayah Kota Depok
Pada mulanya Depok merupakan sebuah Kecamatan yang berada di
lingkungan Kewedanaan (Pembantu Bupati) wilayah Parung Kabupaten Bogor,
kemudian pada tahun 1976 perumahan mulai dibangun baik oleh Perum Perumnas
maupun pengembang. Kota Depok memiliki Visi dan Misi sebagai berikut:77
Visi Kota Depok: “Kota Depok yang Unggul dan Religius”
Misi Kota Depok:
Meningkatkan kualitas pelayanan publik yang profesional dan transparan.
Mengembangkan sumber daya manusia yang religius, kreatif dan berdaya
saing.
Mengembangkan ekonomi yang mandiri, kokoh dan berkeadilan berbasis
ekonomi kreatif.
Membangun infrastruktur dan ruang publik yang merata, berwawasan
lingkungan dan ramah keluarga.
Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melaksanakan nilai-nilai
agama dan menjaga kerukunan antar umat beragama serta meningkatkan
kesadaran hidup berbangsa dan bernegara.
77
Portal Resmi Pemerintah Kota Depok, artikel diakses pada 19 Mei 2019 dari
https://www.depok.go.id/
49
1. Letak Geografis Kota Depok
Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 6o 19‟ 00” – 6o 28‟
00” Lintang Selatan dan 106o 43‟ 00” – 106o 55‟ 30” Bujur Timur. Secara
geografis, Kota Depok memiliki batasan-batasan wilayah sebagai berikut:78
Sebelah Utara: berbatasan dengan Kecamatan Ciputat Kabupaten
Tangerang dan Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Sebelah timur: berbatasan dengan Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi
dan Gunung Putri Kabupaten Bogor.
Sebelah selatan: berbatasan dengan Kecamatan Cibinong dan Kecamatan
Bojonggede Bogor.
Sebelah Barat: berbatasan dengan Kecamatan Parung dan Gunung Sindur
Kabupaten Bogor.
Kabupaten Bogor.
2. Luas Wilayah Kota Depok
Kota Depok memiliki luas wilayah kurang lebih 200,29 KM2. Kota Depok
secara langsung berbatasan dengan DKI Jakarta atau berada dalam lingkungan
wilayah Jabodetabek. Kota Depok awalnya merupakan sebuah kecamatan yang
berada di lingkungan Kewedanan Wilayah Parung Kabupaten Bogor. Kemudian
pada tanggal 1 maret 1982 berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun
78
Portal Resmi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, artikel di akses pada 19 Mei
2019 dari http://www.kelair.bppt.go.id/
50
1981, status pemerintahan Depok yang semula kecamatan menjadi Kota Anggota
Administratif Depok.79
Pada tanggal 27 april 1999, berdasarkan Undang-Undang Nomor 15
Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan
Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon, Depok resmi menjadi Kotamadya yang
meliputi 6 wilayah Kecamatan dengan luas wilayah sebagai berikut: Kecamatan
Pancoran Mas (18,21 KM2), Kecamatan Beiji (14,30 KM2, Kecamatan
Sukmajaya (18,04 KM), Kecamatan Cimanggis (212, 22 KM2), Kecamatan
Sawangan (25,90 KM2) dan Kecamatan Limo (12,32 KM2). Selain itu
Kotamadya Depok juga memiliki 63 Kelurahan.80
Pada perkembangannya, saat ini Kecamatan di Kota Depok telah
bertambah menjadi 11 Kecamatan tambahan dengan luas wilayah sebagai berikut
yaitu: Kecamatan Cipayung (pemekaran dari Kecamatan Pancoran Mas) 11,63
KM2, Kecamatan Cilodong (pemekaran dari Kecamatan Sukmajaya) 16,09 KM2,
Kecamatan Cinere (pemekaran dari Kecamatan Limo) 10,47 KM2 dan Kecamatan
Tapos (pemekaran dari Kecamatan Cimanggis) 32, 33 KM2 dan Kecamatan
Bojongsari (pemekaran dari Kecamatan Sawangan) 19,79 KM2.81
79
Arsip Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Depok, Rencana Tata Ruang dan
Wilayah Kota Depok (Depok: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Depok, 2014), h. 6. 80
Arsip Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Depok, Rencana Tata Ruang dan
Wilayah Kota Depok, h. 8. 81
Arsip Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Depok, Rencana Tata Ruang dan
Wilayah Kota Depok, h. 9.
51
3. Jumlah Penduduk Kota Depok
Berdasarkan hasil survei terakhir badan statistik Kota Depok, Jumlah
penduduk Kota Depok tahun 2017 adalah sebanyak 2.245.513 jiwa, yang terdiri
dari laki-laki sebanyak 1.135.539 jiwa, dan perempuan sebanyak 1.118.974 jiwa.
Kecamatan Cimanggis merupakan Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk
tertinggi di Kota Depok yaitu sebanyak 313.987 jiwa. Sedangkan jumlah
penduduk terendah di Kota Depok adalah Kecamatan Limo yaitu sebanyak
113.684 jiwa. Berikut tabel tersebut:82
Tabel III.1
Jumlah Penduduk Setiap Kecamatan Menurut Jenis Kelamin Di Kota Depok
Kecamatan
Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin (Jiwa)
Laki-laki Perempuan Laki-laki dan Perempuan
2017 2017 2017
Sawangan 81279 78334 159613
Bojongsari 65473 63421 128894
Pancoran Mas 137438 136009 273447
Cipayung 84046 81315 165361
Sukmajaya 149975 152744 302719
Cilodong 81741 80125 161866
Cimanggis 158734 155253 313987
Tapos 140750 139371 280121
Beji 108925 106290 215215
Limo 57550 56134 113684
Cinere 69628 69978 139606
Jumlah
Keseluruhan 1135539 1118974 2254513
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Depok
82
Portal Resmi Badan Pusat Statistik Kota Depok, “Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis
Kelamin Menurut Kecamatan di Kota Depok 2017”, artikel diakses pada 19 Mei 2019 dari
https://depokkota.bps.go.id/
52
Pada tahun 2019, Kota Depok memiliki jumlah Aparatur Sipil Negara
sebanyak 6.212 orang. Saat ini, Pemkot Depok kekurangan sekitar 6.000 ASN.
Idealnya, Kota Depok memiliki 13.184 orang ASN untuk melayani 2 juta
penduduk.
B. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Depok
Sejak Kota Administrasi Depok berubah status menjadi Kotamadya pada
tanggal 27 april 1999, maka diperlukannya pembentukan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kota Depok. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Depok
terbentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun
1999 Tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya
Daerah Tingkat II Cilegon.83
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Depok atau disingkat DPRD Kota
Depok adalah Legislatif Tingkat Kota yang berada di wilayah Kota Depok.
Anggota DPRD Kota Depok dipilih berdasarkan daftar terbuka dari partai dalam
Pemilihan Umum yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali.84
DPRD Kota Depok memiliki Visi dan Misi sebagai berikut:85
1. Visi DPRD Kota Depok: menjadikan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah sebagai lembaga yang terpercaya, kreatif dan produktif.
83
Portal Resmi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, artikel diakses pada 19
Mei 2019 dari http://www.dpr.go.id/ 84
Sekretariat DPRD Kota Depok, Profil DPRD Kota Depok Masa Jabatan 2014-2019
(Depok: Sekretariat DPRD Depok, 2014), h. 2. 85
Portal Resmi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Depok, artikel diakses pada 19
Mei 2019 dari http://dprd.depok.go.id/visi.php
53
2. Misi DPRD Kota Depok:
Menyelenggarakan fungsi secara proaktif untuk kepentingan
masyarakat.
Menyelenggarakan fungsi anggaran dengan berorientasi pada
pengalokasian anggaran daerah untuk pemenuhan kebutuhan
masyarakat.
Menyelenggarakan fungsi pengawasan secara bertanggung jawab.
Meningkatkan kelembagaan DPRD dalam menjalankan tugas, fungsi,
wewenang, hak dan kewajiban lembaga dan anggota DPRD.
Pada tanggal 27 September 1999, DPRD Kota Depok mulai menetapkan
alat kelengkapan Dewan DPRD. Dibentuknya Alat Kelengkapan Dewan bertujuan
untuk membatu DPRD agar mencapai hasil kerja dan membantu kinerja
kelembagaan DPRD dalam setiap pembuatan kebijakan, sebagai prasyarat
legalnya sebuah peraturan daerah.86
Alat Kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Depok terdiri dari: 87
1. Pimpinan DPRD:
Terdiri dari satu ketua dan empat wakil ketua. Pemilihannya didasarkan pada
lima Partai Politik yang memperoleh kursi terbanyak di DPRD. Tugas
86
Gusti Ayu Bunga Dewi dan Ketut Sudiarti, “Fungsi Alat Kelengkapan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali Terhadap Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah”, Jurnal Universitas Udayana (Juli: 2019), h. 1. 87
Laurensius Arliman S, Lembaga-Lembaga Negara: Di Dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Yogyakarta: Deepublish, 2012), h. 84-92.
54
pimpinan DPRD adalah menjalankan keputusan DPRD dalam sidang
paripurna.
2. Komisi-Komisi:
Terdiri dari setiap anggota DPRD kecuali pimpinan dan wakil DPRD.
Tergabung dalam 5 komisi yaitu Komisi A bidang Pemerintahan, Komisi B
bidang Perekonomian, Komisi C bidang Keuangan, Komisi D bidang
Pembangunan, dan Komisi E Bidang Kesejahteraan Rakyat.
Komisi-Komisi memiliki tugas di bidang legislasi yaitu membuat rancangan,
mengkoreksi ulang, memperbaiki, serta melakukan pengawasan terhadap
Peraturan Daerah dan APBD.
3. Badan Kehormatan Dewan (BKD):
Terdiri dari 7 orang yang ditetapkan dalam rapat paripurna. Badan
Kehormatan bertugas mengawasi, menyelidiki dan memproses anggota
DPRD yang melakukan pelanggaran baik kode etik maupun pelanggaran
Peraturan Perundang-Undangan.
4. Badan Pembentukan Peraturan Daerah (BPPD):
Terdiri dari anggota DPRD yang jumlahnya ditetapkan setiap rapat paripurna.
Tugas BLD adalah merancang, mengoreksi, menyempurnakan, dan
memastikan perda yang dibuat sudah layak untuk diajukan ke Pimpinan
DPRD.
55
5. Badan Musyawarah (Bamus):
Terdiri dari Fraksi-Fraksi anggota DPRD. Tugas Badan Musyawarah adalah
mengatur dan mempersiapkan rapat DPRD agar berjalan dengan efektif dan
efisien.
6. Badan Anggaran (Banggar)
Terdiri dari anggota DPRD yang susunan keanggotaannya ditetapkan dengan
keputusan DPRD. Terdiri atas Pimpinan DPRD, Wakil dari setiap Fraksi,
Ketua setiap komisi dan wakil ketua Komisi C. Tugas Banggar adalah
mempersiapkan dan membahas acuan penyusunan rancangan APBD bersama
Pemerintah Daerah, membahas rancangan Perda APBD bersama Gubernur,
melakukan sinkronisasi terhadap hasil pembahasan di Komisi mengenai
rencana kerja dan anggaran SKPD, membahas laporan realisasi dan prognosis
yang berkaitan dengan APBD.
7. Panitia Khusus (Pansus):
Pansus adalah AKD yang bersifat sementara dengan jumlah anggota
berdasarkan kolektif dan kolegial. Panitia khusus bertugas melaksanakan
tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh rapat
paripurna dan dapat diperpanjang oleh Badan Musyawarah apabila panitia
khusus belum dapat menyelesaikan tugasnya. Panitia khusus dibubarkan oleh
DPR setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya
dinyatakan selesai.
56
C. Kantor Kesekretariatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Depok
Sebagai lembaga Legislasi, DPRD didukung oleh sekretariat DPRD dalam
menjalankan tugas administratif dan operasional. Sekretariat DPRD tidak
termasuk anggota DPRD, karena sekretariat DPRD diangkat dan diberhentikan
oleh Gubernur dengan persetujuan DPRD dan berasal dari Aparatur Sipil Negara
yang memenuhi persyaratan. Kedudukan sekretariat DPRD berada di antara dua
pemegang kewenangan yaitu di bawah DPRD dalam kewenangan legislatif dan di
bawah Kepala Daerah dalam kewenangan eksekutif.88
Sebagaimana yang diatur Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, dalam
pasal 123 ayat 3 tugas sekretariat DPRD adalah:89
a. Menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD.
b. Menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD.
c. Mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD.
d. Menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh
DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan
keuangan daerah.
Struktur organisasi Sekretariat DPRD Kota Depok terdiri atas ketua, 4
kepala bagian dan 8 kepala sub bagian yaitu:90
88
Fakhry Zamzam, Good Governance Sekretariat DPRD (Yogyakarta: Deepublish,
2015), h. 2-3. 89
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 90
Data arsip diambil dari Sekretariat DPRD Kota Depok pada 18 Oktober 2018.
57
1. Kepala Bagian Persidangan:
a. Kepala sub bagian persidangan dan risalah
b. Kepala sub bagian persidangan dan per Undang-Undangan
Tugas: mengatur dan mempersiapkan kegiatan dan pelaksanaan rapat
DPRD, mengatur kelengkapan administrasi dan ruangan yang digunakan
untuk rapat DPRD, mengatur kegiatan penyambutan dan penerimaan
tamu-tamu dalam undangan, mengatur dan menyusun kegiatan dan risalah
rapat-rapat DPRD, menyiapkan dan menyusun bahan pidato dan makalah
pimpinan DPRD, menyiapkan dan menyusun surat keputusan dan laporan
hasil penyelenggaraan rapat-rapat DPRD dan melaksanakan tugas-tugas
yang diberikan oleh atasan.
2. Kepala bagian humas dan protokol:
a. Kepala sub bagian humas
b. Kepala sub bagian protokol
Tugas: melaksanakan penyusunan fungsi dan petunjuk teknis pembinaan
dan penyelenggaraan kegiatan kehumasan dan protokoler DPRD,
memantau dan mengikuti semua kegiatan kehumasan dan protokoler
DPRD, menyelenggarakan koordinasi dengan dinas/instansi mengenai
kehumasan DPRD, dan melaksanakan tugas-tugas yang diberikan atasan.
3. Kepala Bagian Keuangan:
a. Kepala Sub Bagian Anggaran
b. Kepala Sub Bagian Pembukuan
58
Tugas: merencanakan, menyusun, dan melaksanakan kegiatan anggaran
pengeluaran keuangan DPRD dan Sekretariat DPRD, mengatur dan
menyiapkan perjalanan Dinas DPRD, menyiapkan konsep yang
berhubungan dengan keuangan DPRD dan Sekretariat DPRD,
melaksanakan pembukuan dan pelaporan keuangan DPRD dan Sekretariat
DPRD, dan melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan.
4. Kepala Bagian Umum:
a. Kepala Sub Bagian Rumah Tangga dan Perlengkapan
b. Kepala Sub Bagian Tata Usaha
Tugas: mengatur pelaksanaan rumah tangga, rumah jabatan dan seluruh
bangunan di lingkungan Sekretariat DPRD, mengatur kegiatan
ketatausahaan di lingkungan Sekretariat DPRD, mengatur urusan
administrasi kepegawaian Sekretariat DPRD, menyiapkan konse-konsep
surat yang berhubungan dengan administrasi Sekretariat DPRD dan
melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh atasan.
Sekretariat DPRD Kota Depok memiliki jumlah ASN sebanyak 49 orang
yang terdiri dari 13 pejabat struktural dan 37 orang staff dan pelaksana. Pejabat
struktural tersebut terdiri dari 1 sekretaris DPRD, 4 kepala bagian, 8 kepala sub
bagian, dan 37 pelaksana dari tiap-tiap bagian. Berikut nama-nama ASN di
Sekretariat DPRD Kota Depok:91
91
Data arsip diambil dari Sekretariat DPRD Kota Depok pada 18 Oktober 2018.
59
Tabel III.2
Daftar Nama ASN sekretariat DPRD Kota Depok
No. Nama Jabatan No. Nama Jabatan
1. Drs. Zamrowi,
MS.i
Sekretaris
Dewan
26. Ririn
Withdiastuti, SE
Pelaksana
2. Drs. Muksit
Hakim, MS.i
Kabag humas
& protokol
27. M. Zein, SE Pelaksana
3. Drs. Oka
Barmara, M.Si
Kabag.
Keuangan
28. Ahmad
Orbawan, S.IP
Pelaksana
4. Yusmanto, SH Kabag
persidangan
29. Roih Soleh, S.IP Pelaksana
5. Agung Sugih
Arti, S.Pd. MM
Kabag umum 30. Ari Basuki. S.IP Pelaksana
6. Enny Hutapea,
SE, M.Si
Kasubag
Anggaran
31. Teguh Purwanto Pelaksana
7. Endang
Nugraha, SE,
MM
Kasubag
Protokol
32. Sebastian Da
Costa, S.AP
Pelaksana
8. Stefanus Mada,
S.Sos
Kasubag
Humas
33. Said, S.AP Pelaksana
9. Dra. Tuti
Setiawati
Kasubag RT &
Perkap
34. Agus Sulaeman,
SH
Pelaksana
10. Ahmad Hilmani.
SE
Kasubag
Persid. perUU
35. Achmad
Djamaludin
Pelaksana
11. Ariana
Sulistiowati,
S.sos
Kasubag TU 36. Ayi Kusniadi Pelaksana
12. Yadi Supriadi,
SE
Kasubag
Pembukuan
37. Sacadiningrat Pelaksana
13. Afreni, SH Kasubag
Persid. &
Risalah
38. Mochamad
Abdullah
Pelaksana
14. Junizal Syariful
Hidayat, SE
Pelaksana 39. Dudi Hendra Pelaksana
15. Majmunah,
S.Sos
Pelaksana 40. Andrih Pelaksana
16. Andreas Gibson,
SH
Pelaksana 41. Andi Sudrajat Pelaksana
17. Melati Dewi
Murni, S.Sos
Pelaksana 42. Arya Penangsan Pelaksana
18. Yayat hidayat Pelaksana 43. Fernando Pelaksana
60
No. Nama Jabatan No. Nama Jabatan
19. Arini Rukmi
Kenita. SE
Pelaksana 44. Dwi Irawan Pelaksana
20. Agus Priatna,
Amd
Pelaksana 45. Tri Yuliadi Pelaksana
21. Irwansyah Pelaksana 46. Machmud Pelaksana
22. Cicih, SH Pelaksana 47. Usup Setiawan Pelaksana
23. Efraim
Panggeso, Amd
Pelaksana 48. Fajar Adi Putra Pelaksana
24. Mini Soegiharto,
SH
Pelaksana 49. Musa Pelaksana
25. Tri Agung
Pamungkas, SH
Pelaksana
Sumber: Arsip Sekretariat DPRD Kota Depok 2018
D. Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok
Pemilu Legislatif Kota Depok diselenggarakan pada 17 April 2019 secara
serentak bersamaan dengan Pemilihan Umum 2019. Berdasarkan catatan resmi
dari KPU Kota Depok, Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok memiliki jumlah
Daftar Penilih Tetap sebanyak 1.309.338 yang terdiri dari 650.283 orang adalah
pemilih laki-laki, dan 659.055 orang adalah pemilih perempuan.92
Dalam pelaksanaan pemilu legislatif 2019, terdapat beberapa tahapan
program dan jadwal penyelanggaraan pemilihan umum 2019. Dikutip dari komisi
Pemilihan Umum, tahapan-tahapan dan jadwal tersebut dijelaskan sebagaimana
dalam tabel berikut ini:93
92
Rido lingga, “DPT Kota Depok Pemilu 2019 sebanyak 1.309.338”, artikel diakses pada
19 Mei 2019 dari http://rri.co.id/ 93
Portal Resmi Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia, artikel diakses pada 20
Mei 2019 dari https://infopemilu.kpu.go.id/
61
Tabel III.3
Tahapan Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Legislatif 2019
No. Tanggal Tahapan
1. 17 Agustus 2017 - 31
Maret 2019
Perencanaan Program Dan Anggaran
2. 1 Agustus 2017 - 28
Februari 2019
Penyusunan Peraturan KPU
3. 17 Agustus 2017 - 14
April 2019
Sosialisasi
4. 3 September 2017 - 20
Februari 2018
Pendaftaran Dan Verifikasi Peserta Pemilu
5. 19 Februari - 17 April
2018
Penyelesaian Sengketa Penetapan Partai Politik
Peserta Pemilu
6. 9 Januari 2018 - 21
Agustus 2019
Pembentukan Badan Penyelenggara
7. 17 Desember 2018 –
18 Maret 2019
Pemutakhiran Data Pemilih Dan Penyusunan
Daftar Pemilih
8. 17 April 2018 – 17
April 2019
Penyusunan Daftar Pemilih Di Luar Negeri
9. 17 Desember 2017 - 6
April 2018
Penataan Dan Penetapan Daerah Pemilihan
(Dapil)
10. 26 Maret 2018 - 21
September 2018
Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD
Provinsi Dan DPRD Kabupaten / Kota Serta
Pencalonan Presiden Dan Wakil Presiden
11. 20 September 2018 -
16 November 2018
Penyelesaian Sengketa Penetapan Pencalonan
Anggota DPR, DPD Dan DPRD Serta
Pencalonan Presiden Dan Wakil Presiden
12. 24 September - 16
April 2019
Logistik
13. 23 September 2018 -
13 April 2019
Kampanye Calon Angota DPR, DPD Dan
DPRD Serta Pasangan Calon Presiden Dan
Wakil Presiden
14. 22 September 2018 - 2
Mei 2019
Laporan Dan Audit Dana Kampanye
15. 14 April 2019 - 16
April 2019
Masa Tenang
16. 8 April 2019 - 17
April 2019
Pemungutan Dan Perhitungan Suara
17. 18 April 2019 - 22
Mei 2019
Rekapitulasi Perhitungan Suara
62
No. Tanggal Tahapan
18. Jadwal Menyusul Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu DPR,
DPD, DPRD, Provinsi Dan DPRD Kabupaten /
Kota
19. 23 Mei 2019 - 15 Juni
2019
Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu Presiden
Dan Wakil Presiden
20. Jadwal Menyusul Pentapan Perolehan Kursi Dan Calon Terpilih
Tanpa Permohonan Perselisihan Hasil Pemilu
21. Paling Lama 3 (Tiga)
Hari Setelah
Penetapan, Putusan
Dismisal Atau
Putusan Makamah
Konstitusi Dibacakan
Penetapan Perolehan Kursi Dan Calon Terpilih
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi
22. Juli - September 2019 Peresmian Keanggotaan
23. Agustus - Oktober
2019
Pengucapan Sumpah /Janji
Sumber: Portal Komisi Pemilihan Umum
Dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif 2019, kota depok memiliki 6 daerah
pilih yang telah disahkan oleh KPU Kota Depok. 6 daerah pilih tersebut meliputi:
Dapil 1 Pancoran Mas 6 kursi, Dapil 2 Beji, Cinere dan Limo 9 kursi, Dapil 3
Cimanggis 6 kursi, Dapil 4 Kecamatan Sukmajaya 7 kursi, Dapil 5 Tapos
Cilodong 11 kursi, Dapil 6 Sawangan Bojongsari dan Cipayung 11 dari 10 kursi.94
Selama kurang lebih 15 tahun, DPRD Kota Depok terus mengalami
perubahan jumlah Fraksi dan susunan kepengurusan Fraksi. Berdasarkan hasil
perhitungan suara KPU, DPRD Kota Depok memiliki jumlah anggota 50 orang
94
Penulis Tim Redaksi, “Sah! Pileg 2019 Enam Dapil”, artikel diakses pada 20 Mei 2019
dari https://www.jurnaldepok.id/
63
dalam masa bakti 2019-2024 telah dilantik. Anggota DPRD Kota Depok dalam
Pemilu Legislatif 2019 terdiri dari 9 Fraksi yaitu:95
1. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 12 orang
2. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) 10 orang
3. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 10 orang
4. Partai Golongan Karya (Golkar) 5 orang
5. Partai Amanat Nasional (PAN) 4 orang
6. Partai Demokrat 3 orang
7. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 3 orang
8. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 2 orang
9. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) 1 orang
Dari 50 nama anggota terpilih, 31 di antaranya merupakan calon Legislatif
incumbent. Adapun nama-nama terpilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kota Depok periode 2019-2024 adalah sebagai berikut:
1. PKS: Hafid Nasir, Teuku Farida Rachmayanti, Sri Utami, Supariyono,
Qurtifa Wijaya, Imam Musanto, TM. Yusufsyah Putra, Ade Supriatna,
Hengky, Ade Firmansyah, Khairuloh, dan Habib Ghasim.
2. Partai Gerindra: Edi Masturo, Hamzah, Yeti Wulandari, Turiman,
Mohamad Habe, Rizki M Noer, Afrizal A. Lana, Priyanti Susilawati,
Iman Yuniawan, dan Irvan Rivai.
95
Ade Ridwan Yandrwiputra, “DPRD Depok Resmi Dilantik, Berikut Nama Wakil
Rakyat Kota Depok”, artikel diakses pada 13 September 2019 dari https://metro.tempo.co/
64
3. PDIP: Hendrik Tangke Allo, Hermanto, Indah Ariani, Veronica Wiwin,
Rudi Kurniawan, Yuni Indriani dan Mad Arif.
4. Partai Golkar: Supriatni, Tajudin Tabri, Juanah Sarmili dan Nurhasim.
5. PAN: Azhari, Igun Sumarno, Nurhasan dan Lahmudin Abdullah.
6. Partai Demokrat: Edi Sitorus, Endah Winarti dan Mochamad Taufik.
7. PKB: Rachmawati, Hamid, dan Babai Suhaimi.
8. PPP: Qonita Luthfiyah dan Mahzab HM.
9. PSI: Oparis Simanjuntak.
65
BAB IV
KETERLIBATAN ASN KANTOR KESEKRETARIATAN DPRD KOTA
DEPOK DALAM PEMILU LEGISLATIF 2019 DI KOTA DEPOK
A. Bentuk-Bentuk Keterlibatan Aparatur Sipil Negara Kantor Sekwan
Kota Depok dalam Pemilu Legislatif 2019 di Kota Depok
Setelah melakukan wawancara dengan narasumber ASN, dalam Pemilu
Legislatif 2019 Kota Depok terdapat keterlibatan ASN Kantor Sekwan dalam
kegiatan-kegiatan politik praktis. Adapun keterlibatan ASN Kantor Sekwan dalam
politik praktis di Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok dilakukan untuk membantu
calon Legislatif incumbent dalam pemenangannya.
Dalam prakteknya, ternyata keterlibatan ASN Kantor Sekwan dalam
Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Keterlibatan tersebut juga dilakukan pada saat persiapan dan pelaksanaan
kampanye. Untuk lebih jelas, berikut kutipan wawancara dengan Ahmad (Nama
Samaran):
“Ya emang ada keterlibatan, tapi gak dilakukan secara terang-terangan
(sembunyi-sembunyi). Beberapa ASN di sini diberi tugas oleh anggota
dewan lama (incumbent) untuk ngejalanin perintah mereka. Tugasnya
banyak, ngurus kepentingan politik pribadi mereka di luar dari tugas
kantor. Salah satunya bantu dewan nyalon lagi, kampanye sama persiapan
sebelum kampanye.”96
Hanya saja, Hendrik TA (calon Legislatif incumbent Kota Depok)
menjelaskan bahwa, tidak ada ASN Kantor Sekwan Kota Depok yang terlibat
96
Wawancara Langsung dengan Ahmad (Nama Samaran), salah satu ASN Kantor
Sekwan DPRD Kota Depok, pada 26 Agustus 2019, di Kantor Kesekretariatan DPRD Kota
Depok.
66
dalam Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok. Menurut Hendrik, hal tersebut
dilarang dalam peraturan Per-Undang-Undangan. Untuk lebih jelas, berikut
kutipan wawancara dengan Hendrik:
“Tidak ada ASN di sini yang terlibat dan berpihak kepada dewan dalam
Pileg 2019, apalagi menjadi Timses. Ada peraturannya, ada sanki tegasnya
jika ASN terbukti melanggar. Meskipun Sekwan tugasnya mendampingi
anggota dewan, tugasnya hanya di bagian administratif saja. Tidak boleh
untuk kepentingan pribadi ASN atau kepentingan anggota dewan.”97
Berbeda dengan pernyataan dari Hendrik, Jaka (Staff Bawaslu Kota
Depok) menjelaskan bahwa, ternyata terdapat dugaan keterlibatan yang dilakukan
oleh ASN Kantor Sekwan Kota Depok. Namun dugaan keterlibatan tersebut tidak
dilaporkan dan tidak menjadi temuan oleh Bawaslu, sehingga Bawaslu tidak
melakukan punishment, karena berita tersebut dianggap simpang siur dan tidak
jelas. Berikut kutipan wawancara dengan Jaka:
“Pelanggarannya ada, tapi gakbisa ditindak lanjuti. untuk memproses
pelanggaran itu sendiri, perlu ada aduan disertai bukti yang kuat. Pernah
denger ada berita ASN di kantor Sekwan yang bantu Caleg kampanye di
Pileg 2019 Depok, tapi keterlibatannya gak dilakukan secara gamblang.
Jadi beritanya simpang siur dan cuma desus-desus, gak ada bukti yang
kuat untuk ditindaklanjuti.”98
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa narasumber ASN, adapun
bentuk-bentuk keterlibatan yang dilakukan oleh ASN Kantor Sekwan Kota Depok
dalam membantu calon Legislatif incumbent di Pemilu Legislatif 2019 Kota
Depok dijelaskan dalam poin-poin sebagai berikut:
97
Wawancara Langsung dengan Hendrik Tangke Alo, Ketua DPRD Kota Depok Masa
Jabatan 2014-2019, pada 23 Agustus 2018 di Gedung DPRD Kota Depok. 98
Wawancara Langsung dengan Jaka, Staff Bagian Pelaporan dan Penindakan Badan
Pengawas Pemilu Kota Depok, pada 9 September 2019, di Kantor Bawaslu Kota Depok.
67
1. Membantu Calon Legislatif Incumbent Melakukan Kampanye
Proses pelaksanaan kampanye Pemilu Legislatif 2019 diselenggarakan
pada 23 September 2018 hingga 13 April 2019. Pada jadwal tersebut, calon
anggota dewan Legislatif diperkenankan melakukan kegiatan kampanye. Dalam
pelaksanaan kampanye terdapat berbagai aturan, salah satunya adalah tidak boleh
melibatkan ASN dalam mengkampanyekan salah satu calon.
Larangan ASN ikut serta dalam kegiatan kampanye tertuang dalam
Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2010 tentang Disiplin Aparatur Sipil Negara.
Dalam Pasal 4 poin 12, 13a, dan 13b dijelaskan bahwa, ASN dilarang ikut serta
dalam kampanye, memberikan dukungan kepada salah satu calon, membuat
keputusan/tindakan yang menguntungkan salah satu calon selama masa
kampanye, serta dilarang melakukan ajakan atau himbauan terhadap siapapun
untuk memilih salah satu calon.99
Hanya saja dalam prakteknya, pelaksanaan kampanye yang dilakukan oleh
calon anggota dewan Legislatif sering kali melibatkan ASN. Hal tersebut juga
terjadi dalam kampanye di Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok. Berdasarkan hasil
wawawancara dengan Ahmad (Nama Samaran), dalam Pemilu Legislatif 2019
Kota Depok, terdapat keterlibatan ASN Kantor Sekwan Kota Depok dalam
membantu calon Legislatif incumbent melakukan kampanye.
Namun, keterlibatan ASN Kantor Sekwan dalam kampanye tersebut tidak
dilakukan secara langsung, melainkan dilakukan secara terselubung, yaitu dalam
99
Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2010 tentang Disiplin Aparatur Sipil Negara.
68
kegiatan masa Reses anggota dewan Legislatif Kota Depok masa jabatan 2014-
2019 di Daerah Pilihnya (Dapil).
Menurut Ahmad (Nama Samaran), adapun bentuk keterlibatan yang
dilakukan ASN Kantor Sekwan Kota Depok dalam mengkampanyekan calon
Legislatif incumbent adalah dengan membuat ajakan dan arahan terhadap
masyarakat agar memilih kembali calon tersebut dalam Pemilu Legislatif 2019
Kota Depok. Untuk lebih jelas, berikut kutipan wawancara dengan Ahmad (Nama
Samaran):
“Ada ASN yang membantu secara tidak langsung anggota dewan lama
(incumbent) kampanye. Gak dilakukan secara terang-terangan memang,
dilakuinnya terselubung di kegiatan masa Reses anggota DPRD. Disitulah
ASN mengajak warga Dapil untuk pilih lagi dewan ini di Pileg 2019 (Kota
Depok)”100
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat dikatakan bahwa ASN
Kantor Sekwan Kota Depok telah terlibat dalam mengkampanyekan calon
Legislatif incumbent, meskipun keterlibatan tersebut dilakukan secara tidak
langsung dalam kampanye yang terjadwal, melainkan dilakukan dalam agenda
kampanye terselubung yaitu pada masa Reses anggota DPRD.
Padahal dalam ketentuannya, pada masa pelaksanaan Reses, anggota
DPRD tidak diperbolehkan untuk melakukan agenda kampanye. Hal tersebut
dijelaskan oleh Bawaslu RI dalam Mediaindonesia.com bahwa, dalam masa Reses
anggota Legislatif dilarang melakukan kampanye politik, menggunakan atribut
100
Wawancara Langsung dengan Ahmad (Nama Samaran), salah satu ASN Kantor
Sekwan DPRD Kota Depok, pada 26 Agustus 2019, di Kantor Kesekretariatan DPRD Kota
Depok.
69
dan lambang partai politik pengusung, memberikan barang benda ataupun uang
kepada masyarakat dengan agenda kampanye, serta peserta Pemilu Legislatif
dilarang melibatkan ASN dalam kegiatan kampanye.101
Idealnya, seorang ASN tidak boleh melibatkan dirinya dalam politik
kepentingan dari calon Legislatif incumbent. Hal tersebut sebaiamana dijelaskan
oleh Tedi Sudrajat dan Sri Hartini bahwa, apabila ASN melibatkan dirinya dalam
kepentingan politik yang menguntungkan salah satu calon, maka akan lahir sikap
ketidak profesionalan sistem kerja dalam diri ASN tersebut. Akibatnya akan
timbul ketidaknetralan dalam tubuh ASN. 102
Untuk menjaga profesionalisme, maka dalam pelaksaan masa Reses
seharusnya ASN Kantor Sekwan Kota Depok hanya mendampingi anggota dewan
Legislatif bertemu dengan masyarakat. Tugas ASN Kantor Sekwan hanya bersifat
administratif, yaitu membantu mencatat dan menampung segala aspirasi dari tiap
warga dapil. Apabila ASN Kantor Sekwan melakukan tindakan di luar dari tugas
pendampingan dan melibatkan diri dalam kepentingan politik, maka ASN tersebut
dapat dikatakan telah melakukan pelanggaran netralitas.
2. Membantu Tim Sukses Calon Legislatif Incumbent
Dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif, ASN dilarang terlibat dalam
kepentingan partai politik dan/atau tim sukses dari salah satu peserta Pemilu. Hal
tersebut sebagaimana tercantum dalam SK Menteri Pendayagunaan Aparatur
101
Liliek Dharmawah, “Bawaslu Larang Caleg Pertahanan Gunakan Masa Reses untuk
Kampanye”, artikel diakses pada 30 September 2019 dari https://mediaindonesia.com/ 102
Tedi Sudrajat Dan Sri Hartini, “Rekonstruksi Hukum Atas Pola Penanganan
Pelanggaran Asas Netralitas Pegawai Negeri Sipil”, Jurnal Mimbar Hukum, Vol. 29, No. 3
(Oktober, 2017): h. 454.
70
Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia dengan nomor:
B/71/M.SM.00.00/2017 tentang Pelaksanaan Netralitas bagi ASN pada
Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Serentak tahun 2018, Pemilihan
Legislatif tahun 2019, dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019.
Dalam Pasal 11 bagian C dijelaskan bahwa ASN dilarang melakukan pendekatan
terhadap partai politik/timsukses.103
Namun dalam realitasnya, seringkali ASN membantu menukseskan calon
tertentu dalam Pemilu Legislatif. Hal tersebut sebagaimana dalam Pemilu
Legislatif 2019 Kota Depok bahwa terdapat ASN Kantor Sekwan Kota Depok
terlibat membantu tim sukses dari calon Legislatif incumbent.
Menurut hasil wawancara dengan Ahmad (Nama Samaran), terdapat ASN
Kantor Sekwan Kota Depok secara langsung membantu tim sukses dari calon
Legislatif incumbent dalam Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok. Adapun bentuk
keterlibatan yang dilakukan oleh ASN Kantor Sekwan Kota Depok dalam
membantu tim sukses tersebut adalah dengan menjadi penasihat politik dari tim
sukses dan calon Legislatif incumbent, membantu penyusunan materi visi misi
kampanye, serta membantu mengatur strategi kampanye dan penyusunan program
calon Legislatif incumbent yang didukungnya.104
103
SK Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia dengan nomor: B/71/M.SM.00.00/2017 tentang Pelaksanaan Netralitas bagi ASN pada
Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Serentak tahun 2018, Pemilihan Legislatif tahun 2019,
dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019. 104
Wawancara Langsung dengan Ahmad (Nama Samaran), salah satu ASN Kantor
Sekwan DPRD Kota Depok, pada 26 Agustus 2019, di Kantor Kesekretariatan DPRD Kota
Depok.
71
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, maka dapat dikatakan bahwa ASN
Kantor Sekwan Kota Depok telah berpihak dan terlibat mensukseskan calon
Legislatif incumbent dalam Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok, yaitu dengan
membantu Tim Sukses dari calon Legislatif incumbent untuk pemenangannya.
Menurut Ikhwani Ratna dijelaskan bahwa, idealnya pejabat birokrasi dapat
melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dengan melakukan pelayanan secara
adil dan menyeluruh, tanpa dibeda-bedakan ataupun berpihak dan membantu
mensukseskan salah satu calon tertentu. 105
Keberpihakan yang dilakukan oleh ASN Kantor Sekwan Kota Depok
terhadap calon Legislatif incumbent yang didukungnya akan menyebabkan
berkurangnya pemberian kinerja yang baik, karena hanya memikirkan keuntungan
dalam menjalankan tugas-tugasnya. Apabila ASN berpihak pada salah satu calon
tertentu, maka akan timbul politik balas budi yang mengakibatkan ketidaknetralan
dalam ASN.
3. Menggunakan Fasilitas Daerah Berupa Mobil Dinas
Dalam menunjang ASN melaksanakan tugas administratif, ASN diberikan
fasilitas berupa mobil dinas dari pemerintah setempat. Dalam pelaksanaanya,
mobil dinas tersebut tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan pribadi ASN,
termasuk digunakan dalam kegiatan politik apalagi kegiatan yang mengarah pada
kampanye.
105
Ikhwani Ratna, “Reformasi Birokrasi Terhadap Penataan Pola Hubungan Jabatan
Politik dan Karir Dalam Birokrasi”, Jurnal Sosial Budaya, Vol 9, No. 1 (Januari-Juli 2012): h. 15.
72
Hal tersebut telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2010
tentang Disiplin Aparatur Sipil Negara pasal 4 poin 12 dijelaskan bahwa baik
peserta pemilu ataupun ASN dilarang menggunakan fasilitas negara/daerah untuk
menunjang kegiatan kampanye.106
Namun dalam pelaksanaannya, ASN seringkali menggunakan mobil dinas
untuk menunjang kepentingan pribadinya. Sebagaiamana dalam wawancara
dengan Budi (Nama Samaran) menjelaskan bahwa, terdapat penggunaan mobil
dinas yang dilakukan oleh ASN Kantor Sekwan Kota Depok dalam menunjang
kepentingan politik, khususnya dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif 2019 Kota
Depok.
Menurut Budi (Nama Samaran), mobil dinas tersebut digunakan sebagai
sarana ASN melakukan pertemuan dengan tim sukses, tokoh masyarakat dan
warga Dapil dari calon Legislatif incumbent yang didukungnya untuk melakukan
konsolidasi dan lobi politik dalam rangka pemenangan calon tersebut.107
Dari hasil wawancara di atas dapat dikatakan bahwa fasiltias yang
diberikan oleh pemerintah setempat seringkali disalahgunakan penggunaannya
oleh ASN. Dalam prakteknya, fasilitas yang seharusnya digunakan sebagai
penunjang tugas administratif, malah digunakan sebagai fasilitas penunjang ASN
untuk melakukan konsolidasi politik dengan tokoh-tokoh tertentu dalam
mensukseskan pemilihan calon yang didukungnya.
Padahal dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Republik
Indonesia No. 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum. Dalam Pasal
106
Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2010 tentang Disiplin Aparatur Sipil Negara. 107
Wawancara Langsung dengan Budi (Nama Samaran), salah satu ASN Kantor Sekwan
DPRD Kota Depok, pada 26 Agustus 2019, di Kantor Kesekretariatan DPRD Kota Depok.
73
64 PKPU ayat 2 dijelaskan bahwa, baik peserta pemilu maupun ASN dilarang
menggunakan fasilitas negara/daerah meliputi: kendaraan dinas pejabat negara
dan kendaraan dinas pegawai, serta alat transportasi lainnya untuk kepentingan
pencalonan.108
Dalam Gema Perdana, fenomena keterlibatan ASN dalam serangkaian
kegiatan-kegiatan politik pemenangan calon incumbent menandakan bahwa,
peraturan Perundang-Undangan terkait netralitas ASN belum mampu ditegakkan
untuk mencegah penyelewengan pada birokrasi. Idealnya seorang ASN mampu
menerapkan segala prinsip dan asas peraturan netralitas yang telah terkandung
dalam Undang-Undang sehingga tidak terlibat dalam politik praktis di Pemilu. 109
B. Faktor-Faktor penyebab Keterlibatan ASN Kantor Sekwan Kota Depok
dalam Pemilu Legislatif 2019 di Kota Depok
Menurut Tatang Sudrajat, alasan mengapa elit politik sering melibatkan
ASN dalam pencalonannya disebabkan oleh minimnya kemampuan elit dalam
memahami dan menguasai permasalahan politik di Dapilnya.110
ASN dianggap memiliki kualitas penguasaan teknis yang cukup baik.
Karena dalam pelaksanaan tugasnya, ASN berhadapan langsung dengan
masyarakat, sehingga lebih mengetahui setiap permasalahan dan kebutuhan dari
108
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia No. 23 Tahun 2018 tentang
Kampanye Pemilihan Umum. 109
Gema Perdana, “Menjaga Netralitas ASN Dari Politisasi Birokrasi”, Jurnal Negara
Hukum, Vol 10, No. 1 (Juni, 2019): h. 111. 110
Tatang Sudrajat, “Netralitas PNS dan Masa Depan Demokrasi Dalam Pilkada Serentak
2015”, h. 359-360.
74
masyarakat. Maka dari itu elit politik membutuhkan dukungan dan bantuan
birokrat dalam menyusun strategi politik pemenangannya.
Selain itu, menurut Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), terdapat
beberapa faktor yang menyebabkan ASN terlibat dalam politik praktis di
Pemilihan Umum. Faktor tersebut di antaranya adalah: motif mempertahankan
jabatan ASN, kuatnya relasi ASN dengan calon, kurangnya pemahaman ASN
terhadap regulasi, adanya intervensi dari atasan, kurangnya integritas ASN, dan
lemahnya sanksi yang diberikan terhadap ASN yang melakukan pelanggaran
netralitas. Untuk lebih lengkapnya, dituangkan dalam diagram sebagai berikut:111
Gambar IV.1
Faktor Keterlibatan ASN dalam Pemilihan Umum
Sumber: Hasil Survei Bidang Pengkajian dan Pengembangan Sistem, KASN
2018.
111
Komisi Aparatur Sipil Negara, “Urgensi Penegakan Netralitas Aparatur Sipil Negara
(ASN)”, Jurnal Policy Brief , Vol. 1, No. 1 (Desember, 2018): h. 3.
43%
15%
12%
8%
7%
5% 5% 3% 2%
motif mendapatkan/mempertahankan
jabatanhubungan kekeluargaan/kekerabatan
kurangnya pemahaman regulasi tentang
netralitas ASNadanya intervensi/tekanan dari atasan
tidak menjawab
kurangnya integrasi ASN untuk bersikap
netralketidaknetralan dianggap sebagai hal
lumrah bagi ASNsanksi yang lemah dan tidak menimbulkan
efek jeralainnya
75
Dari diagram tersebut, dapat dikatakan bahwa faktor tertinggi penyebab
ASN melibatkan dirinya dalam kegiatan politik Pemilu adalah motif ASN untuk
mendapatkan atau mempertahankan jabatan. Dalam mempertahankan jabatan,
ASN akan bekerjasama dengan salah satu calon agar mendapat keuntungan
tersebut. Bentuk balas jasa yang diberikan terhadap calon yang didukungnya
adalah berupa sikap loyalitas ASN, meskipun harus melaksanakan tindakan di
luar dari batasan regulasi yang mengarah pada pelanggaran netralitas.
Dalam Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok, sosok calon Legislatif
incumbent memiliki pengaruh yang kuat terhadap keterlibatan ASN dalam
mensukseskan pencalonannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa
narasumber, adapun faktor-faktor penyebab keterlibatan yang dilakukan oleh
ASN Kantor Sekwan Kota Depok dalam membantu calon Legislatif incumbent di
Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok dijelaskan dalam poin-poin berikut ini:
1. Kerjasama yang Saling Menguntungkan
Salah satu tantangan terbesar netralitas ASN dalam Pemilu Legislatif
adalah kuatnya pengaruh dari salah satu calon incumbent yang merupakan seorang
patron atau sebagai atasan secara langsung, terhadap ASN yang merupakan
bagian dari pemeritahannya. Hubungan kerjasama yang saling menguntungkan
antara atasan dan bawahan biasa disebut sebagai patron client. Dalam hubungan
76
tersebut terdapat seorang patron atau penguasa yang kuat dan mampu
mengintervensi bawahannya.112
Dalam Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok, Ahmad (Nama Samaran)
menjelaskan bahwa, salah satu faktor penyebab ASN Kantor Sekwan Kota Depok
melakukan keterlibatan dalam Pemilu Legislatif 2019 adalah adanya hubungan
kerjasama antara atasan dengan bawahan yaitu calon Legislatif incumbent dengan
ASN yang saling menguntungkan. Hubungan tersebut menimbulkan adanya
intervensi dari calon Legislatif incumbent terhadap ASN Kantor Sekwan selaku
bawahannya secara langsung.
Menurut Ahmad (Nama Samaran), calon Legislatif incumbent dapat
membantu kelancaran sistem karir ASN, baik dalam mempertahankan jabatan,
maupun dalam membantu pendanaan kegiatan ASN di luar dari tugas
administratif. Untuk lebih jelas, berikut kutipan wawancara dengan Ahmad
(Nama Samaran):
“Alesannya ya karena ada kerjasama saling nguntungin sama dewan.
Anggota dewan bantu pendanaan untuk kegiatan ASN, ASN balas budi
bantu pencalonannya di Pileg. Mau gamau ya harus diturutin kalo ada
perintah dari dewan untuk bantu-bentu beliau pas nyaleg lagi.”113
Dari hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa, pola hubungan atasan
bawahan antara calon Legislatif incumbent dengan ASN Kantor Sekwan Kota
Depok, menyebabkan adanya kerjasama antara calon Legislatif incumbent dengan
112
Adi Putra Utama, “Tradisi Patron-Klien Di Partai Politik Pasca Orde Baru”, artikel
diakses pada 13 September 2019 dari https://geotimes.co.id/ 113
Wawancara Langsung dengan Ahmad (Nama Samaran), salah satu ASN Kantor
Sekwan DPRD Kota Depok, pada 26 Agustus 2019, di Kantor Kesekretariatan DPRD Kota
Depok.
77
ASN yang menimbulkan hubungan timbal balik atau budaya patron client.
Akibatnya, terjadi politik balas budi yang mengarah pada sikap tidak netral ASN,
sehingga ASN terlibat membantu calon Legislatif incumbent dalam
pencalonannya di Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok.
Dina Fadiyah menjelaskan bahwa, hubungan patron client memposisikan
seorang atasan atau patron sebagai penunjang karir jabatan dan pendadaan
kegiatan terhadap client yang mendukungnya.114 Sebagai bentuk balas jasa,
seorang client atau bawahannya harus memberikan loyalitas. Seorang patron
biasanya memiliki sumber daya cukup besar, misalnya perlindungan, rasa aman,
fasilitas, kedudukan, lisensi, keuangan/dana, dan lain sebagainya. Sementara itu
seorang client membalas jasanya dengan menyediakan dukungan, dan tenaga
ataupun keahlian.
Kuatnya hubungan patron client di antara calon Legislatif incumbent
dengan ASN Kantor Sekwan, menyebabkan adanya penyalahgunaan kekuasaan
oleh calon tersebut. Hal itu menimbulkan adanya intervensi dari seorang patron,
yaitu calon Legislatif incumbent terhadap ASN Kantor Sekwan Kota Depok,
untuk terlibat mendukung calon tersebut dalam Pemilu Legislatif Kota Depok
2019.
Seorang patron yang kuat, dalam hal ini adalah calon Legislatif incumbent,
mampu memberikan intervensi terhadap bawahannya sehingga bawahannya harus
menjalankan segala perintah dari atasan tersebut. Di lain sisi, dalam menstabilkan
114
Dina Fadiyah dan Ummi Zakiyah, “Menguatnya Ikatan Patronase dalam Perpolitikan
Indonesia”, Jurnal Madani, Vol 10, No. 2 (Januari, 2018): h. 78.
78
jabatan karirnya, ASN sebagai client akan melakukan kerjasama dengan seorang
patron, dengan memberikan jasa berupa loyalitas. Pola hubungan patron dan
client tersebut akan menimbulkan politik balas budi ASN terhadap elit, yang
mengarah pada penyelewengan netralitas.
Idealnya ASN tidak boleh memihak salah satu calon anggota dewan
Legislatif, meskipun calon tersebut adalah atasannya secara langsung. Agar tidak
terjadi hubungan patron client yang menimbulkan politik balas budi, maka ASN
tidak boleh melibatkan dirinya dalam politik kepentingan.
Untuk itu ASN harus menjalankan tugas sesuai dengan batasan yang telah
ditentukan. Hubungan di antara ASN dengan calon legislatif incumbent dengan
ASN Kantor Sekwan harus dibatasi hanya sebagai hubungan kerja dilingkungan
sekretariatan.
2. Untuk Mendapatkan Keuntungan Pribadi
Aktivitas politik yang sering terjadi di lingkungan birokrasi dapat
mempengaruhi ASN terlibat dalam urusan politik. Hal tersebut dikarenakan
terbentuknya pola fikir ASN menyesuaikan dengan lingkungan birokrasi yang
bersinggungan dengan urusan politik. Akibatnya ASN akan terlibat aktif dalam
kepentingan politik yang dapat memberikan keuntungan pribadi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Budi (Nama Samaran), dalam
Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok, salah satu penyebab ASN Kantor Sekwan
Kota Depok terlibat dalam politik praktis adalah motif ASN untuk mendapatkan
keuntungan pribadi dari calon Legislatif incumbent yang didukungnya.
79
Menurut Budi (Nama Samaran), keuntungan yang didapatkan ASN dari
calon Legislatif incumbent yang didukungnya adalah berupa pendanaan kegiatan
pribadi ASN dan menstabilkan jabatan karirnya. Untuk mendapatkan keuntungan
tersebut, ASN melakukan kerjasama dengan calon tersebut dan terlibat politik
praktis secara tidak langsung dalam Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok untuk
membantu mempersiapkan anggota dewan Legislatif incumbent dalam
pencalonannya.115
Dari hasil wawancara tersebut, dapat dikatakan bahwa ASN Kantor
Sekwan Kota Depok tidak dapat memisahkan tugas administratifnya dengan
kegiatan politik. Pencampuradukan tugas administratif dengan kegiatan politik
menyebabkan ASN terlibat dalam urusan politik kepentingan. Hal tersebut dapat
melahirkan sikap ketidaknetralan dalam ASN.
Menurut Alamsyah, alasan ASN melibatkan diri dalam kegiatan politik
adalah untuk menjaga stabilitas karir dan kecenderungan memperbesar anggaran
(budget maximizer) demi keuntungan pribadi.116 Hal tersebut menyebabkan ASN
melakukan kerjasama dengan elit politik yang dapat memberikan keuntungan
terhadap kepentingan pribadinya.
Idealnya, seorang ASN mampu menjalankan tugas dan fungsinya
sebagaimana yang telah ditentukan. ASN harus terhindar dari keterlibatannya
dalam kepentingan politik yang menguntungkan pribadi ataupun seseorang.
115
Wawancara Langsung dengan Budi (Nama Samaran), salah satu ASN Kantor Sekwan
DPRD Kota Depok, pada 26 Agustus 2019, di Kantor Kesekretariatan DPRD Kota Depok. 116
Alamsyah, “Politik dan Birokrasi: Reposisi Peran Birokrasi Publik dalam Proses
Politik Lokal”, h.58-59.
80
Karena apabila tugas administratif ASN digabungkan dengan kepentingan politik,
maka akan lahir keberpihakan dan ketidaknetralan dalam pelaksanaan tugas yang
dilakukan oleh ASN.
3. Minimnya Integritas ASN
Menurut Weber, salah satu poin birokrasi ideal adalah pejabat birokrat di
bawah suatu pengendalian atau pengawasan sistem yang disiplin, profesional,
bebas namun dibatasi jabatannya sehingga ASN harus bersifat apolitik dan netral
dari berbagai kepentingan politik. Demi terciptanya birokrasi yang ideal, maka
dibutuhkan intergritas ASN agar bersikap netral.117
Hanya saja dalam prakteknya, ternyata masih terdapat ASN yang bersikap
tidak netral dan terlibat dalam berbagai kepentingan politik praktis. Berdasarkan
hasil wawancara dengan Ahmad (Nama Samaran), salah satu penyebab dari ASN
Kantor Sekwan terlibat dalam Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok adalah
minimnya integritas ASN untuk bersikap netral.
Menurut Ahmad (Nama Samaran), pada dasarnya ASN paham akan
regulasi yang mengatur tentang sikap netral yang harus dimiliki ASN. Hanya saja
ASN memilih untuk terlibat dalam urusan politik demi keuntungan pribadi. Untuk
lebih jelas, berikut kutipan wawancara dengan Ahmad (Nama Samaran):
“Alasan lain ASN terlibat di Pileg ya karena kurang kesadaran. Padahal
ASN tahu betul aturan undang-undangnya kalo ASN gak boleh terlibat
politik. Cuma ya banyak kepentingan pribadi ASN, jadinya ikut terlibat
117
M. Adian Firnas, “Politik Dan Birokrasi: Masalah Netralitas Birokrasi Di Indonesia
Era Reformasi”, h. 165-166.
81
bantu pencalonan dewan yang kira-kira bakal memenuhi kebutuhan
pribadinya.”118
Dari hasil wawancara tersebut, dapat dikatakan bahwa penyebab dari ASN
Kantor Sekwan Kota Depok terlibat dalam kegiatan politik di Pemilu Legislatif
2019 Kota Depok adalah minimnya integritas ASN untuk bersikap netral. Hal
tersebut disebabkan karena ASN memiliki kepentingan-kepentingan pribadi,
sehingga mengabaikan netralitas dan profesionalisme yang seharusnya dijalankan.
Menurut Wawanudin, untuk meningkatkan profesionalisme kerja ASN,
maka dibutuhkan merit system dalam rekrutmen ASN yang dilaksanakan secara
adil dan kompetitif serta bebas dari pengaruh politik.
Merit sytem adalah sistem di mana rekrutmen pegawai dilaksanakan
berdasarkan kemampuan profesionalitas dalam melaksanakan tugas, bukan
dikarenakan oleh koneksi politik.119 Merit system juga dapat meningkatkan
integritas ASN dan melindungi ASN dari pengaruh politik. Apabila merit system
diterapkan dengan baik, maka akan melahirkan birokrasi yang ideal, profesional
dan netral.
118
Wawancara Langsung dengan Ahmad (Nama Samaran), salah satu ASN Kantor
Sekwan DPRD Kota Depok, pada 26 Agustus 2019, di Kantor Kesekretariatan DPRD Kota
Depok. 119
Wawanudin dan Rohidin Sudarno, “Pelaksanaan sistem Merit Dalam UU ASN,
Wewenang KASN dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan yang Berpengaruh Terhadap
Wewenang KASN”, Jurnal Mozaik, Vol. 10, No. 1 (Juli, 2018): h. 35.
82
C. Analisis Keterlibatan ASN Kantor Kesekretariatan Dewan Dalam
Pemilu Legislatif 2019 Di Kota Depok
Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok diselenggarakan pada 17 April 2019
secara serentak bersamaan dengan Pemilihan Umum, Pemilihan DPR, DPD,
maupun DPRD Provinsi/Kota/Kabupaten. Dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif
2019, posisi ASN sebagai abdi negara adalah netral, tanpa ikut terlibat dalam
kegiatan-kegiatan politik dan tidak diperkenankan memihak kepada salah satu
calon anggota dewan legislatif.
Hanya saja dalam Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok terdapat
keterlibatan ASN Kantor Kesekretariatan Dewan (Sekwan) DPRD Kota Depok
dalam berbagai kegiatan politik praktis yang dilakukan secara sembunyi-
sembunyi. Bentuk-bentuk keterlibatan tersebut adalah membantu calon Legislatif
incumbent dalam kampanye, membantu Tim sukses dari calon Legislatif
incumbent, serta menyalahgunakan fasilitas daerah berupa mobil dinas untuk
melakukan konsolidasi politik dengan tokoh masyarakat dalam rangka
pemenangan dari calon legislatif incumbent yang didukungnya.
Dari adanya keterlibatan ASN Kantor Sekretariat Dewan DPRD Kota
Depok dalam Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok, maka dapat dikatakan ASN
telah melakukan pelanggaran netralitas atau bersikap tidak netral. Karena menurut
83
Kacung Marijan, netralitas birokrasi adalah dibersihkannya Aparatur Sipil Negara
dari keterlibatan dalam permainan politik.120
Hal tersebut berarti bahwa, ASN sebagai seorang abdi negara harus
bersikap netral dan tidak melibatkan diri dalam politik praktis, agar dapat
terhindar dari penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Tujuan birokrasi yang
sesungguhnya adalah sebagai instrumen negara untuk melayani kepentingan
publik.
Sejalan dengan teori politik birokrasi, Frederickson dan Smith yang
menjelaskan bahwa, birokrasi seringkali mendominasi urusan-urusan politik, atau
dengan kata lain birokrasi melibatkan diri dalam pembuatan agenda kebijakan dan
aktivitas-aktivitas politik.121
Dalam teori tersebut, birokrasi dipandang sebagai
individu yang memiliki emosi, tata nilai dan tujuan yang tidak selamanya sesuai
atau sejalan dengan tujuan organisasi, sehingga melibatkan dirinya dalam politik
praktis yang menguntungkan.
Idealnya, masyarakat mampu mengawasi dan melaporkan keterlibatan
ASN dalam berbagai aktivitas politik praktis di Pemilu Legislatif 2019 Kota
Depok, sehingga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Depok dapat
menindaklanjuti dengan diberikan punishment terhadap ASN yang telah terlibat
dan melakukan pelanggaran netralitas.
120
Tatang Sudrajat, “Netralitas PNS dan Masa Depan Demokrasi Dalam Pilkada Serentak
2015”, Jurnal Ilmu Administrasi, h. 359-360. 121
Miftah Thoha, dkk., Governance Reformasi Di Indonesia: Mencari Arah
Kelembagaan Politik Yang Demokratis dan Birokrasi Yang Profesional (Yogyakarta: Gava Media,
2009), h. 299.
84
Hal tersebut, sebagaimana yang telah digariskan dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam Pasal 93 dijelaskan
bahwa tugas, kewajiban dan wewenang dari adalah mengawasi netralitas ASN,
melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran Pemilu yang
dilakukan oleh ASN.122
Selain itu, Wilson dan Goodnow dalam teori kontrol politik atas birokrasi
menjelaskan bahwa, agar birokrasi tidak terlibat dalam urusan-urusan politik,
maka perlu adanya garis pemisah atau dikotomi di antara kepentingan politik
dengan tugas administratif dari birokrasi.123
Hal tersebut dikarenakan politik dan
birokrasi memiliki tujuan yang berbeda. Politik memiliki fungsi sebagai pembuat
kebijakan, sedangkan birokrasi adalah pelaksana dari kebijakan tersebut.
Keduanya tidak dapat melakukan intervensi atas tugas yang dimiliki karena dapat
melahirkan ketidaknetralan.
Dalam prakteknya, keterlibatan ASN dalam aktivitas-aktivitas politik
praktis disebabkan oleh berbagai faktor. Adapun faktor-faktor keterlibatan ASN
Kantor Sekwan Kota Depok dalam Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok
disebabkan oleh adanya hubungan kerjasama yang saling menguntungkan antara
kedua belah pihak yaitu ASN dengan calon Legislatif incumbent, motif ASN
untuk mendapatkan keuntungan pribadi, serta minimnya intergritas ASN untuk
bersikap netral.
122
Portal Resmi Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia, artikel diakes pada 3
September 2019 dari https://www.bawaslu.go.id/ 123
Haniah Hanafie, “Reformasi Birokrasi Di Kota Tangerang Selatan”, h. 31-32.
85
Berdasarkan fenomena faktor-faktor keterlibatan ASN Kantor Sekwan
dalam Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
terdapat politisasi dalam tubuh birokrasi atau dengan kata lain kepentingan-
kepentingan politik telah mencampuri birokrasi.
Hal tersebut sejalan dengan teori Politisasi Birokrasi yang dijelaskan oleh
Rini Martini bahwasannya, seringkali birokrasi menjalankan tugas dan melakukan
tindakan berdasarkan kepentingan-kepentingan politik. Dengan kata lain urusan
politik telah mendominasi dan mencampuri tugas administratif.124
Selain itu Kingdom dan Bardach menjelaskan bahwa, administrasi
(birokrasi) dengan kepentingan-kepentingan politik akan sulit dipisahkan, karena
secara praktek tugas administrasi dari birokrasi bukan hanya aktivitas teknis dan
netral dari politik.125
Akan ada keputusan yang dibuat dari hasil proses tawar
menawar dan negosiasi antara pejabat eksekutif dengan birokrasi yang akan saling
menguntungkan kedua belah pihak, sehingga birokrasi melibatkan dirinya dalam
aktivitas politik praktis yang menguntungkan.
Padahal dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara. Dalam pasal 9, ayat 2 dijelaskan bahwa: “Penyelenggaraan kebijakan dan
manajemen ASN harus bebas dari pengaruh kepentingan politik, intervensi semua
golongan dan partai politik serta didasarkan pada asas netralitas”.126
124
Rini Martini, Birokrasi dan Politik (Semarang: UPT UNDIP Press, 2012), h. 20. 125
Haniah Hanafie, “Reformasi Birokrasi Di Kota Tangerang Selatan”, h. 39-40. 126
Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
86
Keberpihakan yang dilakukan oleh beberapa ASN Kantor Sekwan
terhadap calon legislatif incumbent yang dianggap mampu memberikan
keuntungan terhadap dirinya akan melahirkan ketidak profesionalan dalam tubuh
ASN. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya pemberian kinerja yang baik,
karena ASN hanya akan memikirkan berbagai keuntungan yang didapatkan dalam
menjalankan tugas-tugasnya, sehingga akan muncul politik balas budi terhadap
salah satu calon yang mengakibatkan ketidaknetralan dalam tubuh ASN.
87
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana yang telah
dikemukakan, penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam Pemilu Legislatif 2019
Kota Depok, ASN Sekretariat Dewan kota Depok belum menempatkan dirinya
dalam posisi netral. Hal tersebut dikarenakan masih adanya ASN yang terlibat
secara tidak langsung dalam beberapa kegiatan politik di Pemilu Legislatif 2019
Kota Depok.
Bentuk keterlibatan yang dilakukan oleh ASN Kantor Sekwan Kota Depok
dalam Pemilu Legislatif 2019 di antaranya adalah membantu calon anggota dewan
legislatif melakukan kampanye, membantu tim sukses dari calon Legislatif
incumbent, serta menyalahgunakan fasilitas daerah berupa mobil dinas untuk
kepentingan politik pencalonan dari calon Legislatif incumbent.
Dari adanya bentuk-bentuk keterlibatan yang dilakukan oleh ASN Kantor
Sekretariat Dewan Kota Depok dalam Pemilu legislatif 2019 menjadi bukti bahwa
birokrasi di Indonesia masih belum bisa dikategorikan dalam birokrasi yang ideal.
Karena pada realitasnya Sekwan belum mampu membatasi kepentingan politik
dengan tugas yang seharusnya dijalankan sebagai seorang abdi negara.
88
Sayangnya bentuk keterlibatan yang dilakukan oleh ASN di Sekretariat
Dewan dalam Pemilu Legislatif Kota Depok 2019 dilakukan secara sembunyi-
sembunyi. Hal tersebut menyebabkan pelanggaran netralitas dan keterlibatan yang
dilakukan oleh ASN dalam politik praktis tidak terblow-up dan tidak terlaporkan
kepada Bawaslu Kota Depok, serta tidak memiliki bukti yang kuat, sehingga
Bawaslu tidak dapat melakukan punishment terhadap ASN yang telah melanggar
asas-asas netralitas.
Secara garis besar adapun faktor-faktor keterlibatan ASN dalam politik
praktis di pemilu legislatif 2019 kota depok adalah adanya kerjasama yang saling
menguntungkan antara ASN dengan calon Legislatif incumbent yang
didukungnya, atau biasa disebut sebagai budaya patron client, untuk mendapatkan
keuntungan pribadi, serta minimnya integritas ASN untuk bersikap netral.
Hal tersebut dikarenakan calon anggota dewan legislatif incumbent
memiliki sumber daya cukup besar, misalnya perlindungan, fasilitas, kedudukan,
lisensi, keuangan/dana, dan lain sebagainya. Pada akhirnya timbul sikap balas jasa
yang dilakukan oleh ASN dengan menyediakan dukungan, dan tenaga keahlian.
Budaya patron client di antara anggota dewan legislatif incumbent dan
ASN di Sekretariat Dewan DPRD Kota Depok disebabkan oleh terjalinnya
intensnya hubungan kekerabatan yang terjalin pada periode masa jabatan
sebelumnya. Akibatnya ada rasa keseganan yang timbul sehingga melaksanakan
perintah dari atasannya secara langsung meskipun tugas tersebut diluar dari tugas
administratif.
89
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas maka penulis dapat memberi saran
sebagai berikut:
B.1 Akademis
1. Hasil pembahasan dan analisa dalam penelitian ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu perlu adanya penelitian lanjutan secara mendalam
mengenai keterlibatan Aparatur Sipil Negara dalam berbagai politik
praktis di Pemilu Legislatif, serta faktor-faktor penyebab dari
keterlibatan ASN dalam politik praktis di Pemilu Legislatif.
B.2 Praktis
1. Sebagai seorang abdi negara, ASN Kantor Sekwan DPRD Kota Depok
perlu membatasi dirinya dari keterlibatan politik dengan menjunjung
tinggi integritas, dan mengoptimalkan profesionalisme kerja ASN,
agar dapat meminimalisir penyalahgunaan kekuasaan oleh anggota
dewan legislatif.
2. Dalam menjaga netralitas ASN, dibutuhkan upaya preventif dari
pemerintah dengan mengoptimalkan pengawasan internal Sekretariat
DPRD Kota Depok, yaitu setiap jenjang jabatan melakukan
pengawasan terhadap bawahannya sebelum, selama dan sesudah masa
kampanye Pemilu Legislatif 2019 Kota Depok berlangsung.
90
3. Dibutuhkan upaya memperkuat fungsi kordinasi dan pengawasan dari
Bawaslu, KASN dan Instansi terkait. Hal tersebut ditujukan agar ASN
yang teridentifikasi melakukan keterlibatan dalam politik dapat
ditindaklanjuti dengan mengidentifikasi kasus pelanggarannya oleh
lembaga tersebut, sehingga dapat diberikan sanksi tegas yang
menimbulkan efek jera sesuai dengan PP No. 53 tahun 2015 tentang
kode etik ASN dan peraturan lain yang berlaku.
91
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Albrow, Martin, Birokrasi. Penerjemah Karim, M. Rusli dan Daryanto, Totok.
Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 2004.
Blau, Peter M. dan Meyer, Marshall W. Birokrasi dalam Masyarakat Modern.
Penerjemah Rijanto, Slamet. Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2000.
Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Depok. Rencana Tata Ruang dan
Wilayah Kota Depok. Depok: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota
Depok, 2014.
Hanafie, Haniah dan Azmy, Ana Sabhana. Kekuatan-Kekuatan Politik. Depok:
Rajawali Press, 2018.
Hollyson, Rahmat. Pilkada: Penuh euforia, miskin makna . Jakarta: Bestari, 2014.
Jurdi, Fajlurrahman. Pengantar Hukum Pemilihan Umum. Jakarta: Kencana,
2018.
Marijan, Kacung. Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde-
Baru. Jakarta: Kencana, 2010.
Martini, Rini. Birokrasi dan Politik. Semarang: UPT UNDIP Press, 2012.
Mustapa, Zainuddin. Bunga Rampai Birokrasi: Isu-isu Stratejik Seputar
Birokrasi. TTp: Celebes Media Perkasa, 2017.
Priyono. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Zifatama Publishing, 2016.
Sekretariat DPRD Kota Depok. Profil DPRD Kota Depok Masa Jabatan 2014-
2019. Depok: Sekretariat DPRD Depok, 2014.
Setiawan, Irfan. Rekonstruksi Birokrasi Pemerintahan Daerah. TTp: Institut
Pemerintahan Dalam Negeri, 2014.
Sugiarto, Eko. Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif: Skripsi dan Tesis.
Yogyakarta: Suaka Media, 2015.
Tamin, Feisal. Reformasi Birokrasi: Analisis Pendayagunaan Aparatur Sipil
Negara. Jakarta: Belantika, 2004.
Thoha, Miftah. Birokrasi dan Politik Di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press, 2007.
Thoha, Miftah. Birokrasi Pemerintah Indonesia Di Era Reformasi. Jakarta:
Kencana, 2008.
92
Thoha, Miftah dkk. Governance Reformasi Di Indonesia: Mencari Arah
Kelembagaan Politik Yang Demokratis dan Birokrasi Yang Profesional.
Yogyakarta: Gava Media, 2009.
Thoha, Miftah. Kepemimpinan dan Manajeman. Jakarta: PT Grafindo Persada,
2010.
Thoha, Miftah. Perilaku Organisasi Konsep Dasar Dan Implikasinya. Jakarta:
Rajawali Grafindo Persada, 2013.
Waluya, Bagja. Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Bandung: Setia
Purna Inves, 2007.
Zamzam, Fakhry. Good Governance Sekretariat DPRD. Yogyakarta: Deepublish,
2015.
Jurnal
Alamsyah. “Politik Dan Birokrasi: Reposisi Peran Birokrasi Publik Dalam Proses
Politik Lokal”. Jurnal Administrasi Publik. Vol. 2, No. 1. April, 2003.
Dwiputrianti, Septiana dkk., “Netralitas ASN Ditengah Intervensi Politik”. Jurnal
Komisi Aparatur Sipil Negara. 2 September, 2017.
Fadiyah, Dina dan Zakiyah, Ummi. “Menguatnya Ikatan Patronase dalam
Perpolitikan Indonesia”. Jurnal Madani. Vol 10, No. 2. Januari, 2018.
Firnas, M. Adian. “Politik Dan Birokrasi: Masalah Netralitas Birokrasi Di
Indonesia Era Reformasi”. Jurnal Review Politik. Vol. 6, No. 01. Juni,
2016.
Hartini, Sri dkk. “Kebijakan Netralitas Politik Pegawai Negeri Sipil Dalam
Pemilukada”. Jurnal Ilmu Hukum Padjajara . Vol. 1, No. 3. Oktober,
2014.
Hartini, Sri. “Penegakan Hukum Netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS)”. Jurnal
Dinamika Hukum. Vol 9, No. 3. September, 2009.
Komisi Aparatur Sipil Negara. “Urgensi Penegakan Netralitas Aparatur Sipil
Negara (ASN)”. Jurnal Policy Brief . Vol. 1, No. 1. Desember, 2018.
Muhaimin, Yahya. “Beberapa Segi Birokrasi di Indonesia”. Jurnal Prisma. Vol.
5, No.10. Oktober, 1990.
Perdana, Gema. “Menjaga Netralitas ASN Dari Politisasi Birokrasi”. Jurnal
Negara Hukum. Vol 10, No. 1. Juni, 2019.
Pahlevi, Indra. “Lembaga Penyelenggara Pemilihan Umum Di Indonesia:
Berbagai Permasalahannya”. Jurnal Politica. Vol. 2 No. 1. Juni, 2011.
93
Ratna, Ikhwani. “Reformasi Birokrasi Terhadap Penataan Pola Hubungan Jabatan
Politik dan Karir Dalam Birokrasi”. Jurnal Sosial Budaya. Vol 9, No. 1.
Januari-Juli 2012.
Sudrajat, Tedi Sudrajat dan Mulya Karsona, Agus. “Menyoal Makna Netralitas
Pegawai Negeri Sipil dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
Tentang Aparatur Sipil Negara”. Jurnal Media Hukum. Vol. 23, No. 1.
Juni 2016.
Sudrajat, Tedi Dan Hartini, Sri. “Rekonstruksi Hukum Atas Pola Penanganan
Pelanggaran Asas Netralitas Pegawai Negeri Sipil”. Jurnal Mimbar
Hukum. Vol. 29, No. 3. Oktober, 2017
Sudrajat, Tatang. “Netralitas PNS dan Masa Depan Demokrasi Dalam Pilkada
Serentak 2015”. Jurnal Ilmu Administrasi. Vol. XII, No. 3. Desember,
2015.
Wawanudin dan Sudarno, Rohidin. “Pelaksanaansistem Merit Dalam UU ASN,
Wewenang KASN dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan yang
Berpengaruh Terhadap Wewenang KASN”. Jurnal Mozaik. Vol. 10, No.
1. Juli, 2018.
Zudi, Mat, dkk. “Netralitas Pegawai Negeri Sipil Dalam Pemilihan Kepala
Daerah”. Jurnal Diponegoro Law Review. Vol 1, No. 4. Februari, 2012.
Karya Ilmiah
Hanafie, Haniah. “Reformasi Birokrasi Di Kota Tangerang Selatan”. Disertasi
Program Pascasarjana, Universitas Brawijawa, 2015.
Dewi A, Santi Hapsari. “Netralitas Pegawai Negeri Sipil Guna Mewujudkan Good
Governance Di Dalam Negara Hukum Indonesia”. Tesis S2 Fakultas
Hukum Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, 2008.
Yamin, Muhammad Halwan. “Netralitas Pegawai Negeri Sipil Dalam Pemilihan
Umum Kepala Daerah Di Kabupaten Takalar”. Skripsi S1 Hukum Tata
Negara, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin Makassar, 2013.
Artikel Internet
Dharmawah, Liliek. “Bawaslu Larang Caleg Pertahanan Gunakan Masa Reses
untuk Kampanye”. Artikel diakses pada 30 September 2019 dari
https://mediaindonesia.com/
94
Lembaga survei PATTIRO. “Laporan Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas
ASN dalam Pemilu 2019”. Artikel diakses pada 6 September 2019 dari
http://pattiro.org/
Lingga, Rido. “DPT Kota Depok Pemilu 2019 sebanyak 1.309.338”. Artikel
diakses pada 19 Mei 2019 dari http://rri.co.id/
Noor, Irwan. “Birokrasi Weber dalam Perspektif Administrasi Publik”. Artikel
diakses pada 14 Juli 2019 dari Http://Irwannoor.Lecture.Ub.Ac.Id/Siswadi,
Anwar. “Pemantau Netralitas ASN Temukan 10 Kasus Pemilu di Jawa
Barat”. Artikel diakses pada 10 April 2019 dari https://pemilu.tempo.co/
Penulis Tim Redaksi. “Sah! Pileg 2019 Enam Dapil”. Artikel diakses pada 20 Mei
2019 dari https://www.jurnaldepok.id/
Penulis Tim Redaksi. “Sekda Kota Depok: ASN Tidak Netral, Pecat”. Artikel
diakses pada 9 September 2019 dari Https://Www.Transnews.Co.Id/
Portal Resmi Pemerintah Kota Depok. Artikel diakses pada 19 Mei 2019 dari
https://www.depok.go.id/
Portal Resmi Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi. Artikel di akses pada
19 Mei 2019 dari http://www.kelair.bppt.go.id/
Portal Resmi Badan Pusat Statistik Kota Depok. “Jumlah Penduduk dan Rasio
Jenis Kelamin Menurut Kecamatan di Kota Depok 2017”. Artikel diakses
pada 19 Mei 2019 dari https://depokkota.bps.go.id/
Portal Resmi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Artikel diakses pada
19 Mei 2019 dari http://www.dpr.go.id/
Portal Resmi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Depok. Artikel diakses pada
19 Mei 2019 dari http://dprd.depok.go.id/visi.php
Portal Resmi Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia. Artikel diakses pada
20 Mei 2019 dari https://infopemilu.kpu.go.id/
Portal Resmi Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia. Artikel diakes pada 3
September 2019 dari https://www.bawaslu.go.id/
Portal Resmi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia.
Artikel diakses pada 30 Oktober 2019 dari http://dkpp.go.id/
Yandrwiputra, Ade Ridwan. “DPRD Depok Resmi Dilantik, Berikut Nama Wakil
Rakyat Kota Depok”. Artikel diakses pada 13 September 2019 dari
https://metro.tempo.co/
95
Undang-Undang dan Peraturan
Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Undang-Undang No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu.
Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2010 tentang Disiplin Aparatur Sipil Negara.
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia No. 23 Tahun 2018
tentang Kampanye Pemilihan Umum.
Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia No: B/71/M.SM.00.00/2017 tentang
Pelaksanaan Netralitas bagi ASN pada Penyelenggaraan Pemilihan Kepala
Daerah Serentak tahun 2018, Pemilihan Legislatif tahun 2019, dan
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019.
Wawancara
Wawancara Langsung dengan Ahmad (Nama Samaran), ASN Kantor Sekwan
DPRD Kota Depok. 26 Agustus 2019 di Kantor Kesekretariatan DPRD
Kota Depok.
Wawancara Langsung dengan Budi (Nama Samaran), ASN Kantor Sekwan
DPRD Kota Depok. 26 Agustus 2019 di Kantor Kesekretariatan DPRD
Kota Depok.
Wawancara Langsung dengan Hendrik Tangke Alo, Ketua DPRD Kota Depok
Masa Jabatan 2014-2019. 23 Agustus 2018 di Gedung DPRD Kota Depok.
Wawancara Langsung dengan Jaka, Staff Badan Pengawas Pemilu Kota Depok. 9
September 2019 di Kantor Bawaslu Kota Depok.
Recommended