View
319
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
KETIDAKLANGSUNGAN EKPRESI DALAM KUMPULAN PUISI O AMUK KAPAKKARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI DAN IMPLIKASINYA DALAM
PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS X
(Skripsi)
Oleh
IRMA OKTAVIANI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
Irma Oktaviani
ABSTRAK
KETIDAKLANGSUNGAN EKSPRESI DALAM KUMPULAN PUISIO AMUK KAPAK KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMAKELAS X
Oleh
IRMA OKTAVIANI
Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah ketidaklangsungan ekspresi
dalam kumpulan puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri dan
implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA kelas X. Tujuan penelitian ini
untuk mendeskripsikan ketidaklangsungan ekspresi dalam kumpulan puisi O
Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri dan implikasinya terhadap
pembelajaran sastra di SMA kelas X.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian
adalah kumpulan puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri yang
berjumlah dua puluh puisi. Tenik analisis data dalam penelitian ini menggunakan
teknik analisis teks.
Berdasarkan hasil analisis terhadap puisi dalam kumpulan puisi O Amuk Kapak
karya Sutardji Calzoum Bachri, penulis menyimpulkan bahwa ketidaklangsungan
ekpresi dalam kumpulan puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri
Irma Oktaviani
meliputi penggantian arti yang disebabkan penggunaan metafora dan metonimi,
penyimpangan arti yang disebabkan oleh ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense,
penciptaan arti yang disebabkan oleh rima, enjambement, dan tipografi yakni
sebanyak enam puluh delapan penggunaan. Ketidaklangsungan ekspresi dalam
kumpulan puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri digunakan untuk
mencari makna di dalamnya sebab untuk memahami pesan sebuah puisi
diperlukan pemahaman mengenai ketidaklangsungan ekspresi.
Hasil penilitian ketidaklangsungan ekspresi dalam puisi-puisi karya Sutardji
Calzoum Bachri berimplikasi terhadap pembelajaran sastra di SMA.
Pembelajaran yang berkaitan dengan ketidaklangsungan ekspresi terdapat di kelas
X dengan Kompetensi Dasar (KD) 3.17 Menganalisis unsur pembangun puisi.
Kata kunci: ketidaklangsungan ekspresi, O Amuk Kapak, Sutardji Calzoum
Bachri, puisi
KETIDAKLANGSUNGAN EKPRESI DALAM KUMPULAN PUISI
O AMUK KAPAK KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA
KELAS X
Oleh
IRMA OKTAVIANI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 9
Oktober 1994 sebagai anak pertama dari dua bersaudara,
putri dari pasangan Hasan Sumantri dan Sumarni (almh).
Penulis memulai pendidikan di TK Fransiskus 1 Bandar
Lampung yang diselesaikan pada tahun 2001.
Pendidikan Sekolah Dasar Fransiskus 1 Bandar Lampung yang diselesaikan pada
tahun 2008. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 20 Bandar Lampung
yang diselesaikan pada tahun 2011. Pendidikan Sekolah Menengah Atas YP Unila
Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2014.
Pada tahun 2014 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN.
Pada tahun 2017 penulis melakukan PPL di SMP Negeri 3 Sumberjaya yang
terletak di jalan Lintas Basungan Pekon Sindang Pagar, Kecamatan Sumberjaya,
Kabupaten Lampung barat dan KKN di desa Pekon Sindang Pagar, Kecamatan
Sumberjaya, Kabupaten Lampung barat.
MOTO
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum merekamengubah keadaan mereka sendiri
(QS. Ar-Ra’d : 11)
Allah tidak membebani seseorang malainkan sesuai dengan kesanggupannya(QS. Al-Baqarah : 286)
Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan(QS. Al-Insyirah : 6)
viii
PERSEMBAHAN
Ya Allah ya Tuhanku, Tuhan semesta alam. Maha suci engkau yang telah
menurunkan Islam yang dengannya mengangkat dan meninggikan derajat wanita
sama dengan kaum laki-laki di sisi-Mu. Terima kasih Tuhan atas segala nikmat-
Mu, perlindungan, dan keselamatan bagi jiwa ragaku, atas segala keindahan dan
kebahagiaan dalam hidupku, atas kelebihan maupun kekuranganku. Dengan
segala kerendahan hati, dan atas rasa hormat, serta baktiku, kupersembahkan
karya ini kepada orang-orang tersayang.
1. Kedua orang tuaku tercinta bapak Hasan Sumantri dan ibu Sumarni (almh)
juga pamanku Saptono, bulekku Puji Winanti, dan budeku Suminah yang
dianggap sebagai orang tuaku sendiri yang telah membesarkanku,
mendidikku, mendoakanku, mencintaiku, selalu mendukung setiap
pilihanku, selalu menanti keberhasilanku hingga detik ini dan yang selalu
mengingatkan akan pentingnya pendidikan untuk mencapai kesuksesan.
2. Bapak dan Ibu dosen serta staf Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia;
3. Almamater tercinta Universitas Lampung yang telah mendewasakan dan
mengiringi keberhasilanku.
SANWACANA
Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Ketidaklangsungan Ekspresi dalam Kumpulan Puisi O Amuk Kapak Karya
Sutardji Calzoum Bachri dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA
Kelas X” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Lampung.
Pada penyusunan skripsi, penulis banyak menerima masukan, arahan, bimbingan,
motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak. sehubung dengan hal itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.
1. Dr. Munaris, M.Pd., selaku pembimbing I dan pembimbing akademik yang
memberikan bimbingan, saran, arahan, dan motivasi selama penyusunan
skripsi serta selaku ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Universitas Lampung.
2. Bambang Riadi, S.Pd., M.Pd., selaku pembimbing II yang dengan
kesabarannya membimbing, memberikan saran, dan motivasi selama
penyusunan skripsi.
3. Drs. Kahfie Nazaruddin, M.Hum., selaku dosen pembahas yang selalu
memberikan saran dan perbaikan skripsi penulis.
4. Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
5. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung.
6. Bapak dan ibu dosen serta staf Progran Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia dan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni.
7. Orang tuaku tercinta, Bapak Hasan Sumantri dan Ibu Sumarni (almh) serta
adik tunggalku Yoga Yudistianto yang selalu menjadi penyemangat untuk
keberhasilanku.
8. Keluarga besarku terutama pamanku Saptono, bulekku Puji Winanti, dan
budeku Suminah yang dianggap sebagai orang tuaku sendiri yang tak pernah
berhenti memberikan kasih sayang, mendidik dengan penuh kesabaran, serta
berdoa dengan ketulusan hati untuk keberhasilan dan cita-citaku.
9. Teman terbaik dan seperjuanganku Miftahul Jannah, Ristama Damayanti, dan
Dina Maryana yang senantiasa menjadi penyemangat dan saling mendoakan
untuk kesuksesan kita.
10. Satria Septa Wijaya yang banyak memberikan motivasi dan semangat dalam
penyusunan karya tulis ini.
11. Teman- teman di Batrasia 2014 kelas A dan B yang selalu memberikan
semangat, pengertian, bantuan, serta doa yang senantiasa mengiringi
kelancaran dan keberhasilan penyusunan skripsi ini.
12. Kakak dan adik tingkat Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia yang memberikan semangat dan doa dalam menyelesaikan
skripsiku.
13. Teman-teman KKN-KT 2017 di desa Pekon Sindang Pagar dan PPL di SMP
Negeri 3 Sumberjaya, Retno, Putri Mei, Puteri, Sandy, Arip, dan Imam.
14. Almamater tercinta Universitas Lampung.
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Tuhan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk
kemajuan dunia pendidikan, khususnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Amin.
Bandar Lampung, Mei 2018
Irma Oktaviani
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL………………………………………………………….vii
DAFTAR ISTILAH…………………………………………………….….viii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 8
E. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 9
II. LANDASAN TEORI
A. Ketidaklangsungan Ekspresi ....................................................................... 10
1. Penggantian Arti (displacing of meaning) .............................................. 11
a. Metafora .............................................................................................. 11
b. Metonimia ........................................................................................... 12
2. Penyimpangan Arti (distorting of meaning) ........................................... 14
a. Ambiguitas .......................................................................................... 14
b. Kontradiksi .......................................................................................... 15
1. Paradoks .......................................................................................... 15
2. Ironi ................................................................................................. 16
c. Nonsense ............................................................................................. 17
3. Penciptaan Arti (creating of meaning) .................................................... 19
a. Tipografi .............................................................................................. 19
b. Enjabement .......................................................................................... 20
c. Rima .................................................................................................... 20
B. Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA) ............................ 22
III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ........................................................................................ 30
B. Data dan Sumber Data ................................................................................. 31
C. Teknis Pengumpulan dan Analisis Data ...................................................... 31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Ketidaklangsungan Ekspresi dalam Kumpulan
Puisi O Amuk Kapak .................................................................................... 35
B. I. Pembahasan Ketidaklangsungan Ekspresi dalam Puisi-Puisi
Sutardji Calzoum Bachri ............................................................................ 38
1. Ketidaklangsungan Ekpresi Puisi Ah .................................................. 38
2. Ketidaklangsungan Ekpresi Puisi Batu ............................................... 46
3. Ketidaklangsungan Ekpresi Puisi Colonnes San Fin .......................... 52
4. Ketidaklangsungan Ekpresi Puisi Mari ............................................... 56
5. Ketidaklangsungan Ekpresi Puisi Jadi ................................................ 62
6. Ketidaklangsungan Ekpresi Puisi Tapi ............................................... 66
7. Ketidaklangsungan Ekpresi Puisi Tengah Malam Jam ........................ 69
8. Ketidaklangsungan Ekpresi Puisi Sepisaupi ........................................ 72
9. Ketidaklangsungan Ekpresi Puisi Solitude .......................................... 75
10. Ketidaklangsungan Ekpresi Puisi Kakekkakek & Bocahbocah ............ 78
11. Ketidaklangsungan Ekpresi Puisi Tragedi Winka & Sihka .................. 83
12. Ketidaklangsungan Ekpresi Puisi Bayangkan ...................................... 86
13. Ketidaklangsungan Ekpresi Puisi Sejak ............................................... 89
14. Ketidaklangsungan Ekpresi Puisi Silakan Judul .................................. 92
15. Ketidaklangsungan Ekpresi Puisi Denyut ........................................... 94
16. Ketidaklangsungan Ekpresi Puisi Warisan ......................................... 97
17. Ketidaklangsungan Ekpresi Puisi Tangan ............................................ 101
18. Ketidaklangsungan Ekpresi Puisi Hemat ............................................. 103
19. Ketidaklangsungan Ekpresi Puisi Lalat .............................................. 105
20. Ketidaklangsungan Ekpresi Puisi TAK ............................................... 109
B. II. Pembahasan Berdasarkan Indikator dalam Puisi-Puisi
Sutardji Calzoum Bachri ............................................................................ 111
1. Penggantian Arti dalam Puisi-Puisi Sutardji Calzoum Bachri ............. 111
a. Metafora........................................................................................... 111
b. Metonimi ......................................................................................... 114
2. Penyimpangan Arti dalam Puisi-Puisi Sutardji Calzoum Bachri ......... 121
a. Ambiguitas ...................................................................................... 121
b. Kontradiksi ...................................................................................... 125
c. Nonsense .......................................................................................... 126
3. Penciptaan Arti dalam Puisi-Puisi Sutardji Calzoum Bachri ............... 134
a. Rima ................................................................................................ 135
b. Enjambement ................................................................................... 144
c. Tipografi .......................................................................................... 150
C. Implikasi Penelitian Ketidaklangsungan Ekspresi Terhadap
Pembelajaran Sastra di SMA Kelas X ........................................................ 169
1. Komponen Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran ............................... 169
a. Identitas Mata Pelajaran .................................................................... 170
b. Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) .......................... 171
c. Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) ........................................... 174
d. Tujuan Pembelajaran ........................................................................ 175
e. Materi Pelajaran ................................................................................ 176
f. Alokasi Waktu .................................................................................. 178
g. Model Pembelajaran ......................................................................... 178
h. Media dan Sumber Pembelajaran ..................................................... 180
i. Kegiatan Pembelajaran ..................................................................... 181
j. Penilaian Pembelajaran ..................................................................... 187
2. Kesesuaian Puisi-Puisi Karya Sutardji Calzoum Bachri Sebagai
Bahan Ajar SMA Kelas X ..................................................................... 194
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ...................................................................................................... 199
B. Saran ............................................................................................................ 201
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Tabel 3.1 IntrumenPenelitian……………………………………………………………... 33
2. Tabel 4.1 Pengelompokkan Data Ketidaklangsungan Ekspresidalam Kumpulan Puisi O Amuk Kapak KaryaSutardji Calzoum Bachri……………………………………………... 36
3. Tabel 4.2 Pengelompokkan Data Berdasarkan Kategori dalamKumpulan Puisi O Amuk Kapak KaryaSutardji Calzoum Bachri …………………………………………….. 37
4. Tabel 4.3 Langkah-langkah Model DiscoveryLearning……………………………………………………………..... 180
DAFTAR ISTILAH
PgA (Penggantian Arti)PyA (Penyimpangan Arti)PcA (Penciptaan Art)Mf (Metafora)Mn (Metonimi)Abg (Ambiguitas)Ktrd (Kontradiksi)Ns (Nonsense)Rm (Rima)Ejb (Enjabement)Tgf (Tipografi)Bt (Bait)Lr (Larik)A (Ah)Bt (Batu)CSF (Colonnes San Fin)Mr (Mari)Jd (Jadi)Tp (Tapi)TMJ (Tengah Malam Jam)Ss (Sepisaupi)St (Solitude)KB (Kakekkakek & Bocahbocah)TWS (Tragedi Winka & Sihka)Bk (Bayangkan)Sk (Sejak)SJ (Silakan Judul)Dt (Denyut)Wr (Warisan)Tgn (Tangan)Ht (Hemat)Lt (Lalat)T (TAK)
DAFTAR LAMPIRAN
1. Sampul Depan dan Belakang Buku Kumpulan Puisi O Amuk Kapak karya
Sutardji Calzoum Bachri
2. Biografi Sutardji Calzoum Bachri
3. Puisi
4. Silabus
5. RPP
6. Bahan ajar
7. Tabel Data Ketidaklangsungan Ekspresi dalam Kumpulan puisi O Amuk
Kapak Karya Sutardji Calzoum Bachri
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Puisi merupakan bentuk karya sastra yang mengungkapkan pemikiran dan
perasaan penyair dalam bentuk susunan kata-kata yang berirama dengan
makna di dalamnya. Makna dalam puisi dihasilkan oleh ungkapan
tidaklangsung yang ditulis oleh penyair. Ungkapan tidaklangsung dalam
puisi menimbulkan efek puitis lewat diksi, bahasa kias, rima, tipografi,
enjabement, dan lainnya. Kepuitisan menurut (Pradopo dalam Hasanuddin,
2002: 10) adalah sesuatu yang dapat membangkitkan perasaan, menarik
perhatian, menimbulkan tanggapan yang jelas, atau secara umum dapat
menimbulkan keharuan.
Bahasa dalam puisi senantiasa mengungkapkan sesuatu secara tidak langsung
dengan menyembunyikan ke dalam suatu tanda yang memiliki makna di
dalamnya sehingga bahasa puisi sangat berbeda dengan bahasa sehari-hari.
Ungkapan tidaklangsung biasa disebut dengan ketidaklangsungan ekspresi.
Menurut (Riffaterre dalam Rina Ratih, 2016: 5) ketidaklangsungan ekspresi
2
tersebut disebabkan oleh tiga bagaian, yaitu penggantian arti, penyimpangan
arti, dan penciptaan arti.
Penelitian ini akan memfokuskan pokok permasalahan pada tiga bagian
ketidaklangsungan ekspresi untuk menentukan makna dalam puisi. Tiga
bagian ketidaklangsungan ekspresi ini mencangkup penggantian arti yang
disebabkan oleh metafora dan metonimi. Metafora dan metonimi adalah
bahasa kiasan pada umunya, yaitu metafora, personifikasi, sinekdoki, dan
metonimi. Penyimpangan arti disebabkan oleh ambiguitas, kontradiksi, dan
nonsense. Penciptaan arti disebabkan oleh pengorganisasian di ruang teks,
yaitu enjabement, persajakkan (rima), tipografi, dan homologues.
Puisi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah buku kumpulan puisi O
Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri. Pemilihan kumpulan puisi
tersebut didasarkan pada tinjauan peneliti bahwa (1) kumpulan puisi
mengindikasikan penggunaan unsur ketidaklangsungan ekspresi, (2) puisi-
puisi karya Sutardji Calzoum Bachri memiliki keunikan dan ciri khas yang
berbeda dari penyair lainnya. Setiap penyair memiliki ciri khas atau gaya
tersendiri dalam menggunakan ungkapan ketidaklangsungan pada puisi, salah
satunya adalah Sutardji Calzoum Bachri.
Sutardji Calzoum Bachri merupakan penyair yang memperlihatkan dirinya
sebagai pembaharu perpuisian Indonesia modern. Terutama karena
konsepsinya tentang kata yang hendak dibebaskan dari kungkungan
pengertian dan dikembalikannya pada fungsi kata seperti dalam mantra.
3
O Amuk Kapak merupakan penerbitan yang lengkap sajak-sajak Sutardji
Calzoum Bachri dari periode penulisan 1966 sampai 1977. Tiga kumpulan
sajak ini menunjukkan penggunaan unsur ketidaklangsungan ekpresi, salah
satu contohnya yakni bentuk tipografi dalam sajak Tragedi Winka & Sihka,
Kawinkawin
kawinkawin
kawinka
winka
winka
winka
winka
winkawinka
winkasihka
sihkasihka
sihka
sihka
sihka
sihka
sihka
sihsih
sihsih
sihsih
sihKu
Contoh tersebut menunjukkan ketidaklangsungan ekspresi berupa
penggantian arti yang disebabkan bentuk visual sajak atau yang disebut
dengan tipografi. Pada sajak tersebut penyair sengaja memutuskan dan
membalikkan kata Kawin menjadi kata Winka, juga kata Kasih menjadi kata
Sihka. Kata-kata tersebut disusun menyerupai bentuk tangga yang berliku-
liku atau lebih tepatnya seperti jalan yang berliku. Melalui bentuk tipografi
seperti jalan yang berliku dalam sajak, tentu memiliki makna yang ingin
disampaikan penyair kepada pembaca bahwa sebuah perkawinan yang
4
dijalani oleh sepasang suami dan istri tidak selalu hidup dengan penuh
kebahagiaan tentu terdapat konflik didalamnya.
Selain bentuk tipografi dari sajak Tragedi Winka & Sihka, terdapat pula unsur
ketidaklangsungan ekspresi lain dari sajak tersebut yakni nonsense. Terdapat
pada kata Winka dan Sihka yang secara linguistik kata tersebut tidak memiliki
arti sebab tidak terdapat dalam kamus. Kata Winka dan Sihka merupakan kata
Kawin dan Kasih yang sengaja ditulis oleh penyair dengan cara membalikkan
kata tersebut menjadi kata Winka dan Sihka. Melalui kata Kawin dan Kasih
memberikan makna kepada pembaca bahwa hubungan keluarga antara suami
dan istri ataupun antara orangtua dan anak harus terjalin secara harmonis
dengan penuh rasa kasih sayang.
Melalui makna yang tersirat dalam contoh sajak tersebut, terdapat nilai
pembelajaran yang dapat dibelajarkan oleh pendidik di sekolah. Hal ini
masuk kedalam kajian mengapresiasi karya sastra. Apresiasi berarti
penghargaan atau kesadaran akan adanya nilai pada sesuatu. Dengan
demikian apresiasi sastra berarti penghargaan terhadap sastra atau kesadaran
akan adanya sesuatu yang berharga pada sastra. Seseorang yang memiliki
apresiasi sastra adalah yang memiliki penghargaan dan kesadaran tersebut.
Dalam penghargaan tersirat pengertian dan kesadaran tersebut (Sapardi Djoko
Damono, 2017: 1).
Puisi-puisi karya Sutardji Calzoum Bachri dalam buku kumpulan puisi O
Amuk Kapak dapat dijadikan bahan ajar untuk rancangan pembelajaran pada
5
kurikulum 2013 revisi 2016 mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk jenjang
Sekolah Menengah Atas (SMA) dan ruang lingkup materi pembelajaran
sastra mengenai puisi terdapat di kelas X. Pada silabus Bahasa Indonesia
SMA/MA kelas X semester genap kurikulum 2013 revisi 2016, terdapat
kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dicapai oleh
peserta didik.
Kompetensi Inti (KI) yang harus dicapai oleh peserta didik yang menempuh
mata pelajaran bahasa Indonesia yaitu, sebagai berikut KI 1. Menghayati dan
mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. KI 2. Memahami, menerapkan,
menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa
ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora dengan wawasan kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan pada
bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah. KI 3. Memahami, menerapkan, menganalisis
pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya
tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan
wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural
pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah. KI 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah
konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda
sesuai kaidah keilmuan.
6
Penelitian ini menganalisis kata-kata atau ungkapan yang mengandung unsur
ketidaklangsungan ekspresi pada puisi-puisi yang tedapat dalam buku
kumpulan puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri. Kompetensi
Inti (KI) yang sesuai dengan penelitian yakni KI 3. Memahami, menerapkan,
menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa
ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan
peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat
dan minatnya untuk memecahkan masalah. Selain itu terdapat Kompetensi
Dasar (KD) mata pelajaran Bahasa Indonesia yang mempertegas keterkaitan
penelitian ini dengan pembelajaran sastra di SMA, yakni terdapat pada KD
3.17 Menganalisis unsur pembangun puisi.
Berdasarkan latar belakang inilah penulis akan mengadakan penelitian
dengan judul “Ketidaklangsungan Ekpresi Dalam Kumpulan Puisi O Amuk
Kapak Karya Sutardji Calzoum Bachri dan Implikasinya Terhadap
Pembelajaran Sastra Di SMA Kelas X”.
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan masalah pada penelitian ini
adalah “Bagaimanakah Ketidaklangsungan Ekspresi dalam kumpulan puisi O
Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri dan Implikasinya Terhadap
Pembelajaran Sastra di SMA Kelas X?”.
Adapun rincian masalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah Penggantian Arti pada puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri
dalam kumpulan puisi O Amuk Kapak?
2. Bagaimanakah Penyimpangan Arti pada puisi-puisi Sutardji Calzoum
Bachri dalam kumpulan puisi O Amuk Kapak?
3. Bagaimanakah Penciptaan Arti pada puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri
dalam kumpulan puisi O Amuk Kapak?
4. Bagaimana implikasi penelitian ketidaklangsungan ekspresi pada puisi-
puisi Sutardji Calzoum Bachri dalam kumpulan puisi O Amuk Kapak
terhadap pembelajaran sastra di SMA kelas X?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan ketidaklangsungan ekspresi
dalam kumpulan puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri dan
Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA Kelas X. Adapun rincian
dari tujuan tersebut aebagai berikut.
8
1. Mendeskripsikan makna berdasarkan metafora dan metonimi dalam
kumpulan puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri, yang
merupakan ketidaklangsungan ekspresi puisi yang disebabkan oleh
penggantian arti.
2. Mendeskripsikan makna berdasarkan keambiguitasan, kontradiksi, dan
nonsense dalam kumpulan puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum
Bachri, yang merupakan ketidaklangsungan ekspresi puisi yang
disebabkan oleh penyimpangan arti.
3. Mendeskripsikan makna berdasarkan persajakan (rima), enjabement, dan
tipografi dalam kumpulan puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum
Bachri, yang merupakan ketidaklangsungan ekspresi puisi yang
disebabkan oleh penciptaan arti.
4. Mendeskripsikan implikasi penelitian ketidaklangsungan ekspresi pada
puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri dalam kumpulan puisi O Amuk Kapak
terhadap pembelajaran sastra di SMA kelas X.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Manfaat teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai (1)
mengembangkan ilmu bahasa yang berkaitan dengan karya sastra
khususnya puisi pada ketidaklangsungan ekspresi dan (2) bermanfaat
untuk menambah referensi di bidang sastra mengenai unsur
9
ketidaklangsungan ekspresi dalam kumpulan puisi O Amuk Kapak karya
Sutardji Calzoum Bachri sehingga dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi peneliti selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai (1) bahan
bacaan yang bermanfaat bagi pembaca agar berbagi ilmu mengenai unsur-
unsur ketidaklangsungan ekspresi di dalam puisi, (2) membantu di bidang
pendidikan mengenai pemilihan bahan ajar, (3) membantu guru dalam
mengapresiasi karya sastra khususnya puisi.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah ketidaklangsungan ekpresi dalam
kumpulan puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri dan
implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA kelas X. Adapun rincian
dari ruang lingkup tersebut sebagai berikut.
1. Unsur-unsur ketidaklangsungan ekspresi dalam puisi yang meliputi
a. penggantian arti (displacing of meaning)
b. penyimpangan arti (distorting of meaning)
c. penciptaan arti (creating of meaning)
2. Implikasikan pada pembelajaran sastra di SMA kelas X yang meliputi
perancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
II. LANDASAN TEORI
Landasan teori berisikan teori-teori yang menjadi landasan dalam penelitian.
Dengan adanya teori-teori akan memperkokoh pemahamn sebelum melakukan
penelitian. Dalam bab ini terdapat tentang penggantian arti (displacing of
meaning), penyimpangan arti (distorting of meaning), penciptaan arti (creating of
meaning), dan pembelajaran sastra di SMA.
A. Ketidaklangsungan Ekpresi
Menurut (Riffaterre dalam Jabrohim, 2015: 95) mengemukakan bahwa puisi itu
dari dulu hingga sekarang selalu berubah karena evolusi selera dan konsep estetik
yang selalu berubah dari peroide ke periode. Kaitannya dengan puisi bahwa
bahasa puisi itu memberikan makna lain dari bahasa biasa. Jadi, dapat simpulkan
bahwa puisi merupakan ketidaklangsungan ekspresi yaitu menyatakan pikiran
atau gagasan secara tidak langsung dengan cara lain. Ketidaklangsungan ekpresi
yang disebabkan oleh tiga bagaian, yaitu penggantian arti (displacing of
meaning), penyimpangan arti (distorting of meaning), dan penciptaan arti
(creating of meaning) (Riffaterre dalam Jabrohim, 2015: 95).
11
1. Penggantian Arti (displacing of meaning)
Penggantian arti menurut Riffaterre dalam Jabrohim (2015: 96) disebabkan oleh
penggunaan metafora dan metonimi dalam karya sastra. Penggantian arti terjadi
kalau arti kata-kata diubah dari arti pertama menjadi arti lain, seperti terdapat
metafora dan metonimi (Atmazaki, 1993: 49). Metafora dan metonimi ini dalam
arti luasnya untuk menyebut bahasa kiasan pada umumnya. Hal ini disebabkan
oleh metafora dan metonimi ini merupakan bahasa kiasan yang sangat penting
untuk mengganti bahasa kiasan lainnya (Prdopo, 2013: 124). Di samping itu juga
terdapat bahasa kiasan lainnya yaitu simile (perbandingan), personifikasi,
sinekdoke, perbandingan epos dan alegori.
a. Metafora
Metafora berasal dari bahasa Yunani methapora yang berarti ‘memindahkan’:
dari meta ’di atas; melebihi’ + pherein ‘membawa’. Metafora membuat
perbandingan antara dua hal atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental
yang hidup walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit dengan penggunaan kata-
kata seperti, ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, penaka, serupa seperti pada
perumpamaan (Dale [et al] dalam Tarigan, 1985: 15).
Menurut Suyanto (2012: 52) mengatakan metafora merupakan perbandingan
yang bersifat tidak langsung/implisit, hubungan antar sesuatu yang dinyatakan
pertama dengan kedua hanya bersifat sugesti, tidak ada kata-kata penunjuk
12
perbandingan eksplisit. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa metafora
merupakan majas perbandingan yang bersifat tidak langsung tanpa menggunakan
kata seperti atau sebagai di antara dua hal yang berbeda.
Contoh:
(1) Pemuda adalah bunga bangsa.
(2) Orang itu seperti buaya darat.
(3) Perpustakaan gudang ilmu.
Dari ke tiga contoh di atas dapat diketahui bahawa kata yang bergaris miring
merupakan perbandingan yang bersifat implisit antara kata pertama yang
dinyatakan. Seperti kata pemuda-bunga bangsa, orang itu-buaya darat, dan
perpustakaan-gudang ilmu. Hubungan kata pertama dengan kata kedua bersifat
sugesti, artinya adanya keterkaitan dari kata pertama seperti kata orang itu yang
secara tidak langsung merujuk pada kata kedua yaitu buaya darat.
b. Metonimia
Metonimia diturunkan dari kata Yunani Meta yang berarti menunjukkan
perubahan dan onoma yang berarti nama. Dengan demikian metonimia adalah
suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu
hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat (Keraf, 2002: 142).
Hubungan itu dapat berupa penemuan untuk hasil penemuan, pemilik untuk
13
barang yang dimiliki, akibat untuk sebab, sebab untuk akibat, isi untuk
menyatakn kulitnya, dan sebaginya.
Metonimia adalah majas yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan
dengan nama orang, barang, atau hal sebagai penggantinya (Moeliono dalam
Tarigan, 1985: 123). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa metonimia
adalah gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata (nama atau sesuatu hal)
untuk ditautkan dengan sesuatu yang lainnya sebagai penggantinya.
Contoh:
(1) Terkadang lidah justru lebih tajam daripada pisau.
(2) Parker jauh lebih mahal daripada pilot.
Berdasarkan kedua contoh diatas merupakan majas yang memakai nama ciri
seperti pada contoh 1 dan 2 yaitu dari kata lidah dan parker yang ditautkan
dengan kata pisau dan pilot. Kata lidah yang merupakan alat ucap manusia
ditautkan dengan pisau yang merupakan benda tajam yang berbahaya dan dapat
melukai. Sehingga pada contoh pertama memiliki arti bahawa terkadang apa
yang diucapkan oleh manusia itu menusuk dan melukai perasaan orang lian.
Sedangkan pada contoh kedua merupakan pertautan yang membandingkan harga
sebuah merk pena parker yang lebih mahal dari pena merk pilot.
14
2. Penyimpangan Arti (distorting of meaning)
Dikemukkan Riffaterre dalam Jabrohim (2015: 97) bahwa penyimpangan arti itu
disebabkan oleh tiga hal, yaitu ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense.
a. Ambiguitas
Ambiguitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008: 49) memiliki
arti kemungkinan adanya makna lebih dari satu dalam sebuah kata, gabungan
kata, atau kalimat. Ambiguitas sering diartikan ‘bermakna ganda’ atau ‘mendua
arti’ yang berasal dari frasa atau kalimat yang terjadi sebagai akibat penafsiran
struktur gramatikal yang berbeda (Chaer, 1986: 7.33). Menurut (Riffaterre dalam
Jabrohim, 2015: 97) amabiguitas disebabkan bahasa sastra itu berarti ganda
(polyinterpretable) lebih-lebih bahasa puisi. Kegandaan itu dapat berarti
kegandaan arti sebuah kata, frasa, ataupun kalimat. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa ambiguitas dilihat sebagai sebuah bentuk dengan makna
lebih dari satu yang berasal dari frasa atau kalimat.
ContohChairil Anwar “Doa”
TuhankuAku hilang bentuk
remuk
TuhankuAku mengembara di negeri asing
TuhankuDi pintumu mengetuk
Aku tak bisa Berpaling.
15
Kata hilang bentuk berarti ganda meski arti pokonya itu penderita, yaitu
menderita, sedih, dan penderitaannya tidak dapat digambarkan lagi, dan
sebagainya.
Kata remuk berarti hancur luluh hidupnya, dalam arti hidupnya tanpa harapan,
penuh penderitaan, malang, dan sebagainya.
Kata mengembara di negeri asing berarti sangat bingung, tidak tahu arah,
terasing, kesunyian, dan sebagainya.
Kata tidak bisa berpaling dalam arti tidak dapat pergi lagi, tidak ada pilihan lain
lagi, tidak mungkin meninggalkan-Nya lagi (Paradopo dalam Jabrohim, 2015:
97).
b. Kontradiksi
Kontradiksi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008: 729) memiliki
arti pertentangan antara dua hal yang sangat berlawanan atau bertentangan.
Menurut (Riffaterre dalam Jabrohim, 2015: 97) kontradiksi berarti mengandung
pertentangan, disebabkan oleh paradoks dan ironi.
1. Paradoks
Paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang
nyata dengan fakta-fakta yang ada. Paradoks dapat juga berarti semua hal yang
menarik perhatian karena kebenarannya (Keraf, 2002: 136). Paradoks adalah
suatu pernyataan yang bagaimanapun diartikan selalu berakhir dengan
16
pertentangan (Tarigan, 1985: 77). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
paradoks adalah gaya bahasa yang mengandung pertentang dengan fakta-fakta
yang nyata.
Contoh
Aku kesepian ditengah keramaian.
Berdasarkan contoh diatas dapat diketahui bahwa pernyataan tersebut merupakan
pernyataan yang bertentangan. Pada tokoh aku merasa dirinya hampa dan tidak
ada teman yang menemaninya sehingga dirinya merasa sepi padahal faktanya
tokoh si aku berada di tempat yang ramai seperti di alaun-alun kota ataupun di
pasar. Dalam hal ini apa yang dirasakan si tokoh aku sangat bertentangan dengan
keberadaannya.
2. Ironi
Ironi diturunkan dari kata eironeia yang berarti penipuan atau pura-pura.
Sebagai bahasa kiasan ironi adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu
dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkain
kata-kata (Keraf, 2002: 143). Ironi adalah majas yang menyatakan makna yang
bertentangan, dengan maksud berolok-olok. Maksud itu dapat dicapai dengan
mengemukakan:
a) makna yang berlawanan dengan makna yang sebenarnya;
17
b) ketaksesuaian antara suasana yang diketengahkan dan kenyataan yang
mendasarinya;
c) ketaksesuaian antara harapan dan kenyataan (Moeliono dalam Tarigan, 1985:
61).
Menurut Tarigan (1985: 61) ironi adalah sejenis gaya bahasa yang
mengiplikasikan sesuatu yang nyata berbeda, bahkan ada kalanya bertentangan
dengan yang sebenarnya dikatakan itu. Ironi dapat dibedakan menjadi dua yaitu
ironi ringan merupakan suatu bentuk humor sedangkan ironi berat atau ironi
keras merupakan bentuk sarkasme atau satire. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa ironi merupakan gaya bahasa yang memiliki makna yang
berlainan dengan makna yang sebenarnya.
Contoh:
(1) Bagusnya rapot kau ini, banyak benar angka merahnya.
(2) Saya percaya benar kepadamu, tak pernah janjimu kau tepati.
Berdasarkan kedua contoh di atas dapat dikatakan apa yang dinyatakan dalam
pernyataan tersebut sangat berlainan dengan apa yang dimaksud, dalam hal ini
memiliki makna lain. Seperti pada contoh pertama yaitu Bagusnya rapot kau ini,
banyak benar angka merahnya. Pada pernyataan tersebut bukan merupakan
sebuah pujian tetapi merupakan sebuah sindiri yang halus sehingga tidak terlalu
menyatiki perasan seseorang sama halnya pada contoh yang kedua.
18
c. Nonsense
Nonsense adalah kata-kata yang secara linguistik tidak mempunyai arti sebab
hanya berupa rangkaian bunyi tidak terdapat dalam kamus. Akan tetapi, dalam
puisi nonsense itu mempunyai makna, yaitu arti sastra karena konvensi sastra,
misalnya konvensi mantra. Nonsense itu untuk menimbulkan kekuatan gaib atau
magis, untuk mempengaruhi dunia gaib. Nonsense banyak terdapat dalam puisi
mantra atau puisi bergaya mantra (Pradopo, 2013: 128).
Contoh
Satu bait puisi Sutardji Calzoum Bachri “Amuk” (1981: 68).
………aku bukan penyairaku depandepan yang memburumembebaskan katamemanggil-Mu
pot pot potpot pot
kalau pot tak mau potbiar pot semau pot
mencari potpot
hei kaudengar-manterakukau dengar kucing memanggil-Muizukalizu
mapakazaba itasatalitutulita
papaliko arukabazaku kodega zuzukalibututukaliba dekodega zamzam lagotokocozukuzangga zegezegeze zukuzangga zegezegezege zukuzangga zegezegeze zukuzangga zegezegeze zukuzangga zegezegeze zukuzangga zegezegeze aahh!nama kalian bebascarilah tuhan semaumu
19
Berdasarkan contoh di atas sesungguhnya kata-kata dalam puisi “Amuk” karya
Sutardji Calzoum Bachri secara linguistik tidak mempunyai arti sebab hanya
berupa rangkaian bunyi tidak terdapat dalam kamus. Akan tetapi, kaitannya
dalam puisi contoh puisi di atas memiliki makna yaitu arti sastra karena konvensi
sastra yaitu konvensi mantra. Yang berhubungan dengan dunia gaib, bersifat
mistik, atau sering juga disebut puisi sufistik.
3. Penciptaan Arti (creating of meaning)
Penciptaan arti ini merupakan konvensi keputisan yang berupa bentuk visual
yang secara linguistik tidak mempunyai arti, tetapi menimbulkan makna dalam
sajak (karya sastra). Jadi, penciptaan arti ini merupakan organisasi teks di luar
linguistik. diantaranya adalah enjambment, persajakan (rima), dan tipografi
(Pradopo, 2013: 129).
a. Tipografi
Topografi sajak adalah penyusunan baris atau bait sajak. Yang menonjol adalah
bentuk visualnya. Tipografi sering juga disebut sebagai ukiran bentuk, yang
didalamnya tersusun kata, frase, baris, bait, dan akhirnya menjadi sebuah sajak.
Sebuah tipografi dibedakan dengan sebuah paragraf karena tipografi disusun
mengikuti ritmik sajak, tidak mengikuti sintaktik kalimat (Atmazaki, 1993: 24).
20
Dapat disimpulkan bahwa tipografi sebenarnya adalah penggorganisasian ruang
tertentu untuk tujuan tertentu. Dikatakan tujuan tertentu karena ia diciptakan
secara sadar.
ContohKucing meronta dalam darahku meraungmerambah barah darahku di alapr O alangkah lapar ngiau beberapa juta hari dia tak makan berapa ribu waktu diatak kenyang berapa juta lapar lapar kucingku berapa abad dia mencari mencakar menunggu(Bachri, 1981: 57).
Berdasarkan contoh tersebut hampir setiap ujung baris pada puisi ada
pemotongan seperti pada kata yang miring dan bergaris bawah. puisi tersebut
merupakan bentuk tipografi yang secara linguistik tidak memiliki arti tetapi
dalam sastra khusunya puisi tentu memiliki makna di dalamnya.
b. Enjambement
Enjambemen adalah pemutusan kata atau frase di ujung baris dan meletakkan
sambungannya pada baris berikutnya (Atmazaki, 1993: 28). Penciptaan
enjambemen, selain untuk memperkuat kesan karena menimbulkan tipografi
tertentu, juga untuk memberikan penekanan terhadap sebuah unsur (suku kata
atau kata).
21
Contoh…………………………………………………..Kita memang bersandar pada apa yang mungkinkekal, mungkin pula tak kekal.Kita memang bersandar pada mungkin.Kita bersandar pada angin.…………………………………………………..
Berdasarkan puisi tersebut penekanan terhadap kata mungkin pada baris satu
sajak bertujuan untuk memberikan kesan yang sama dengan kata angin, padahal
frase itu sebenarnya adalah mungkin kekal. Angin dan mungkin memang identik.
Keduanya memperlihatkan ketidakpastian: munhkin kekal-mungkin tidak kekal,
mungkin ya-mungkin tidak. Begitu juga angin. Angin tidak pernah tetap. Angin
hanya bisa diramalkan, tidak bisa ditetapkan (Atmazaki, 1993:28).
c. Rima
Rima adalah persamaan bunyi kata baik pada akhir baris atau dalam baris kalimat
itu sendiri. Pada dasarnya ada dua macam persamaan bunyi, yakni rima jantan
(kalau kata berakhir dengan huruf-huruf mati) dan rima betina (kalau kata
berakhir dengan huruf hidup) (Jakob, 1983: 90). Rima adalah persamaan bunyi
akhir kata. Bunyi itu berulang secara terpola dan biasanya terdapat diakhir baris
sajak, tetapi terkadang juga terdapat di awal atau di tengah baris. Rima biasanya
ditandai dengan abjad, misalnya: ab-ab, cde-cde, a-a; b-b dan lain-lain
(Atmazaki, 1993: 80).
22
Contoh
SAJAK PUTIH
Bersandar pada warna pelangi aKau depanku bertudung sutra senja bDi hitam matamu kembang mawar dan melati aHarum rambutmu mengalun bergelut senda b
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba bMeriak muka air kolam jiwa bDan dalam dadaku memerdu lagu cMenarik menari seluruh aku c
Hidup dari hidupku, pintu terbuka bSelama matamu bagiku menengadah dSelama kau darah mengalir dari luka bAntar kita mati datang tidak membelah d
(Anwar 1986; dalam Atmazaki, 1993: 81)
Menurut Abrams (dalam Atmazaki, 1993: 81) mengatakan bahwa rima
menyangkut bunyi vokal – huruf hidup – yang diberi tekanan dan bunyi yang
mengikuti vokal itu. Ia juga menyebutkan rima akhir ‘end rhymes’ adalah rima
yang terdapat diakhir baris sajak sedangkan rima dalam ‘internal rhymes’ adalah
rima yang terdapat di dalam baris sajak. Selanjutnya disebutkan rima jantan
‘masculine rhymes’ yaitu rima yang terdiri atas satu suku kata yang mendapatkan
satu tekanan. Di dalam bahasa Indonesia rima jantan hampir tidak ditemukan
karena kata bersuku satu tidak banyak sedangkan dalam bahasa Inggris,
misalnya: still-hill, late-fate, bore-more, dan lain-lain. Rima betina ‘feminine
rhyme’ adalah rima yang terdapat pada kata yang terdiri atas dua suku kata atau
lebih, suku kata pertama mendapat tekanan sedangkan suku kata berikutnya tidak
mendapat tekanan. Rima betina yang terdapat pada kata bersuku dua disebut
23
‘double rhymes’ misalnya: senja-senda dan kata bersuku tiga disebut ‘triple
rhymes’ misalnya: pelangi-melati. Selain itu, menurut Abrams (dalam Atmazaki,
1993: 82) mengatakan masih ada beberapa macam rima lainnya. Umpanya rima
berpeluk (pola a-b-b-a), rima bersilang (a-b-a-b), rima rangkai (a-a-a-a-b-b-b-b),
rima kembar (a-a-b-b-c-c-d-d).
B. Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA)
Pembelajaran sastra di SMA sangat diperlukan. Melalui pembelajaran sastra
peserta didik dapat mengembangkan cipta dan rasa terhadap karya sastra dalam
pembelajaran sastra. Hal ini dapat terwujud apabila pendidik memberikan
kesempatan kepada peserta didik (siswa) untuk mengembangkan kecakapan dan
kreativitas yang dimilikinya. Kecakapan tersebut berupa penalaran kognitif,
sikap/sosial, dan religius sehingga pembelajaran sastra mampu mengembangkan
kualitas pribadi siswa.
Menurut Robert E. Probest (dalam Emzir dan Rohman, 2015: 224) pengajaran
sastra haruslah memampukan siswa menemukan hubungan antara
pengalamannya dengan karya sastra yang bersangkutan. Rosenblatt (dalam Emzir
dan Rohman, 2015: 223) menegaskan bahwa pengajaran sastra melibatkan
peneguhan kesadaran tentang sikap etik. Hampir mustahil membicarakan cipta
sastra seperti novel, puisi atau drama tanpa menghadapi masalah etik dan tanpa
menyentuhnya dalam konteks filosofi sosial.
24
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya pengajaran
sastra di kelas sama halnya menghadapkan siswa dengan kehidupan nyata. Hal
itu karena karya sastra sering mengungkapkan peristiwa yang terjadi di
kehidupan sosial masyarakat. Oleh karena itu, hal yang harus dilakukan seorang
guru adalah memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk menanggapi dan
mengapresiasikan sastra sesuai kemampuan. Untuk mencapai hasil dalam
pembelajaran sastra khususnya pengajaran puisi di sekolah, tugas guru yaitu
membimbing siswanya dalam memahami puisi dan siswalah yang aktif untuk
menafsirkan dan memahami puisi yang diajarkan tersebut
Menurut Emzir dan Rohman (2015: 249) menyebutkan secara umum, langkah-
langkah yang dapat ditempuh dalam mengajarkan puisi antara lain:
1. Tahap pemahaman strktur global puisi.
2. Tahap pemahaman penyair dan kenyataan sejarah.
3. Tahapan telaah unusr-unsur puisi yang meliputi struktur fidik dan struk batin
puisi.
4. Tahap sintesis dan intepretasi.
Selain langkah-langkah di atas yang harus ditempuh guru dalam mengajarkan
sastra khususnya puisi kepada peserta didik, guru juga harus mampu memilih
jenis puisi. Menurut Endraswara (dalam Emzir dan Rohman, 2015: 248)
menjelaskan bahwa sewaktu pengajar memilih bahan, sebaliknya memperhatikan
25
pemilihan jenis puisi. Sebab pemilihan jenis puisi menjadi keharusan yang sesuai
dengan situasi dan kondisi subjek didik.
Pemilihan bahan ajar khususnya puisi hendaknya dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek bahasa, kematangan atau perkembangan jiwa siswa
dan latar belakang budaya. Sebab jika pendidik memberikan bahan ajar
khususnya puisi dengan tepat, maka peserta didik akan senang terhadap puisi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Emzir dan Rohman (2015: 248) tujuan
pengajaran puisi kepada siswa yaitu agar siswa memperoleh kesenangan dari
pembaca dan mempelajari puisi sehingga akan tumbuh keinginan membaca dan
mempelajari puisi pada waktu senangnya.
Ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan bahan pengajaran
sastra (Rahmanto, 1988: 27-31) sebagai berikut:
1. Bahasa
Penguasaan suatu bahasa sebenarnya tumbuh dan berkembang melalui tahap-
tahap yang nampak jelas pada setiap individu. Sementara perkembangan karya
sastra melewati tahap-tahap yang meliputi banyak aspek kebahasaan. Aspek
kebahasaan dalam sastra tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah yang
dibahas, tetapi juga faktor-faktor lain seperti cara penulisan yang dipakai
26
si pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan karya itu, dan
kelompok pembaca yang ingin dijangkau pengarang.
2. Psikologi
Perkembangan psikologis dari taraf anak menuju kedewasaan ini melewati
tahap-tahap tertentu yang cukup jelas untuk dipelajari. Dalam memilih bahan
pengajaran sastra, tahap-tahap perkembangan psikologi ini hendaknya
diperhatikan karena tahap-tahap ini nsangat besar pengaruhnya terhadap minat
dan kesenangan anak didik dalam banyak hal. Tahap perkembangan
psikologis ini juga sangat besar pengaruhnya terhadap daya ingat, kemauan
mengerjakan tugas, kesiapan kerja sama, dan kemungkinan pemahaman
situasi atau pemecahan problem yang dihadapi. Karya sastra yang terpilih
untuk diajarkan hendaknya sesuai dengan tahap psikologis pada umumnya
dalam suatu kelas yang secara psikologis dapat menarik minat sebagian beasr
siswa di dalam kelas itu.
3. Latar Belakang Budaya
Latar belakang karya sastra meliputi hampir setiap faktor kehidupan manusia
dan lingkungannya, seperti: geografi, sejarah, tipografi, iklim, mitologi,
legenda, pekerjaan, kepercayaan, cara berfikir, nilai-nilai masyarakat,
olahraga, hiburan, moral, etika, dan sebagainya. Biasanya siswa akan mudah
tertarik pada karya-karya sastra dengan latar belakang yang erat hubungannya
dengan latar belakang kehidupan mereka, terutama bila karya sastra itu
27
menghadirkan tokoh yang berasal dari lingkungan mereka dan mempunyai
kesamaan dengan mereka atau dengan orang-orang disekitar mereka. Dengan
demikian, secara umum, guru sastra hendaknya memilih bahan pengajarannya
dengan menggunakan prinsip mengutamakan karya-karya sastra yang latar
ceritanya dikenal oleh para siswa. Guru sastra hendaklah memahami apa yang
diminati oleh para siswanya sehingga dapat menyajikan suatu karya sastra
yang tidak terlalu menuntut gambaran diluar jangkauan kemampuan
pembayangan yang dimiliki oleh para siswa. Selain itu, dalam membuat
desain pembelajaran guru juga harus mengetahui dan memahami kurikulum
yang berlaku pada saat itu. Sebab, melalui kurikulum tersebut guru dapat
mengetahui indikator dari segi apa saja yang harus dicapai oleh siswa.
Sesuai dengan tujuan kurikulum yang berlaku saat ini di sekolah menengah atas
(SMA) adalah kurikulum 2013 revisi 2016 yang menegaskan dalam
pembentukan karakter serta moral dalam diri siswa. Pembelajaran Bahasa
Indonesia dalam kurikulum 2013 revisi 2016 menggunakan proses pembelajaran
melibatkan siswa secara langsung dan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Proses
pembelajaran yang menuntut siswa untuk lebih aktif, karena hal ini tujuan
pembelajaran yang menuntut siswa untuk dapat memahami makna yang terdapat
dalam karya sastra yang diajarkan. Berkaitan dengan kurikulum 2013 revisi 2016
bidang studi bahasa dan sastra Indonesia, pembelajaran sastra dimaksudkan
untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasi karya sastra. Kegiatan
mengapresiasi karya sastra berkaitan
28
dengan mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal, kepekaan terhadap
masyarakat, budaya, dan lingkungan.
Tujuan pembelajaran sastra yaitu agar siswa menikmati dan memanfaatkan karya
sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Puisi merupakan salah
satu karya sastra yang diajarkan di SMA kelas X semester genap. Agar tujuan
pembelajaran sastra dapat tersampaikan dengan baik oleh peserta didik, puisi
merupakan media yang baik untuk bahan ajar. Guru dapat menggunakan puisi
sebagai bahan ajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran sastra. Salah satu
kemampuan yang harus dimilki siswa yakni mengenai unsur pembangun puisi.
Hal tersebut tertuang dalam silabus bahasa Indonesia kurikulum 2013 revisi 2016
kelas X semester Genap dengan kompetensi dasar yaitu (KD) 3.17 menganalisis
unsur pembangun puisi dan indikator pencapaian kompetensi (1) Mendata kata-
kata yang menunjukkan diksi, imaji, kata konkret, gaya bahasa, rima/irama,
tipografi, tema/makna (sense); rasa (feeling), nada (tone), dan
amanat/tujuan/maksud (intention) dalam puisi, (2) Menulis puisi dengan
memperhatikan diksi, imaji, kata konkret, gaya bahasa, rima/irama, tipofrafi,
tema/makna (sense); rasa (feeling), nada (tone), dan amant/tujuan/maksud
(intention), (3) Mempresentasikan, menanggapi, dan merevisi puisi yang telah
ditulis. Ketidaklangsungan ekspresi puisi yang berkaitan dengan unsur
29
pembangun puisi dapat dimanfaatkan untuk memperluas wawasan siswa,
memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan, dan kemampuan
berbahasa. Diharapkan setelah melaksanakan pembelajaran KD 3.17 peserta
didik dapat memahami struktur fisik (tipografi, diksi, imaji, kata konkret, bahasa
figuratif, verifikasi: rima, ritme, dan metrum) dan struktur batin puisi (tema,
feeling, nada, dan amanat) yang ada di dalam unsur ketidaklangsungan ekspresi.
30
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode desktiptif
kualitatif. Untuk penelitian yang menggunakan metode kualitatif, biasanya
menggunakan penelitian yang bersifat deskriptif. Metode deskriptif dapat
diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan atau melukiaskan keadaan subjek atau objek penelitian
(novel, drama, cerita pendek, puisi) pada saat sekarang berdasarkan fakta-
fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi dalam Siswantoro,
2016: 56).
Lebih lanjut Ratna (2015: 46-47) mengatakan metode kualitatif pada dasarnya
sama dengan metode hermeneutika. Artinya, baik hermeneutika, kualitatif,
dan analisis isi secara khusus memanfaatkan cara-cara penafsirandengan
menyajikan dalam bentuk deskriptif. Metode kualitatif memberikan perhatian
terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks
keberdaannya. Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena
data terkumpul dalam bentuk kata-kata. Metode ini digunakan sesuai dengan
31
tujuan penelitian yaitu mengkaji makna yang terkandung dalam unsur-unsur
ketidaklangsungan ekspresi dari beberapa puisi dalam kumpulan puisi O
Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri dan implikasinya terhadap
pembelajaran sastra di SMA kelas X. Dengan metode ini, data akan
dipaparkan secara rinci menggunakan kata-kata secara deskriptif.
B. Data dan Sumber Data
Data penelitian ini adalah kata-kata atau ungkapan dalam beberapa puisi pada
buku kumpulan puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri yang
mengandung ketidaklangsungan ekspresi. Sumber data penelitian ini adalah
kumpulan puisi pada buku puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum
Bachri yang diterbitkan Sinar Harapan tahun 1981 dengan tebal 133 halaman.
Berdasarkan pemilihan kriteria puisi sebagai alternatif bahan ajar, peneliti
memilih dua puluh puisi. Pemilihan ini berdasarkan tiga aspek yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan bahan pengajaran sastra yaitu aspek
bahasa, psikologi, dan latar belakang siswa (Rahmanto, 1988: 27-31). Judul-
judul puisi yang digunakan sebagai sumber data yakni Ah, Batu, Colonnes
San Fin, Mari, Jadi, Tapi, Tengah Malam Jam, Sepisaupi, Solitude,
Kakekakek & Bocahbocah, Tragedi Winka & Sihka. Bayangkan, Sejak,
Silakan Judul, Denyut, Warisan, Tangan, Hemat, Lalat, TAK.
C. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Teknik pengumpulan dan analisis data dalam penelitian ini adalah teknik
analisis teks. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
32
adalah penelitian kepustakaan yang difokuskan pada teks karya sastra berupa
puisi. Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data pada penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Membaca secara keseluruhan pada buku kumpulan puisi O Amuk Kapak
karya Sutardji Calzoum Bachri dengan cermat.
2. Memilih puisi yang mengandung ketidaklangsungan ekspresi dan layak
digunakan sebagai bahan ajar di SMA.
3. Mengidentifikasi data berdasarkan unsur ketidaklangsungan ekspresi yang
terdapat dalam puisi yang digunakan sebagai sumber data yang terdapat
pada buku kumpulan puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri.
4. Mengelompokkan atau mengklasifikasikan data berdasarkan indikator
ketidaklangsungan ekspresi.
5. Mengidentifikasi dan mengklasifikasi berdasarkan indikator yang
ditemukan pada data.
6. Menganalisis data berdasarkan instrument penelitian.
7. Mendeskripsikan rancangan pembelajaran puisi karya Sutardji Calzoum
Bachri dalam pembelajaran sastra di SMA.
8. Menyimpulkan hasil deskripsi mengenai ketidaklangsungan eksprsi dalam
kumpulan puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri.
33
3.1 Instrumen Penelitian
No Indikator Deskriptor
1. Metafora Metafora adalah analogi yang
menyatakan perbandingan secara
langsung antara yang dibandingkan
(tenor) dan pembandingnya (vhicle)
dalam bentuk singkat.
2. Metonimi Metonimia adalah gaya bahasa
yang mempergunakan nama ciri
atau hal yang ditautkan dengan
nama orang, barang, atau hal
sebagai penggantinya untuk
menyatakan suatu hal lain karena
mempunyai pertalian yang sangat
dekat. Hubungan itu dapat berupa
penemu untuk hasil penemuan,
pemilik untuk barang yang dimiliki,
akibat untuk sebab, sebab untuk
akibat, isi untuk menyatakan
kulitnya, dan sebagainya.
3. Ambiguitas Ambiguitas adalah memiliki arti
kemungkinan adanya makna lebih
dari satu dalam sebuah kata atau
sering diartikan bermakna ganda
yang berasal dari frasa atau kalimat
yang terjadi sebagai akibat
penafsiran struktur fonetik,
gramatikal, dan leksikal yang
berbeda.
4. Kontradiksi Kontradiksi adalah pertentangan
antara dua hal yang sangat
berlawanan atau bertentangan,
disebabkan oleh paradoks dan ironi.
Paradoks adalah semacam gaya
bahasa yang mengandung
pertentangan yang nyata dengan
fakta-fakta yang ada sedangkan
ironi adalah majas yang
menyatakan makna yang
bertentangan dengan yang
sebenarnya dikatakan itu.
34
5. Nonsense Nonsense adalah gabungan huruf
yang secara linguistik tidak
mempunyai arti sebab hanya berupa
rangkaian bunyi tidak terdapat
dalam kamus.
6. Rima Rima adalah persamaan bunyi akhir
kata. Bunyi itu berulang secara
terpola dan biasanya terdapat
diakhir baris sajak, tetapi terkadang
juga terdapat di awal atau di tengah
baris.
7. Enjambement Enjambement adalah pemutusan
kata atau frase di ujung baris dan
meletakkan sambungannya pada
baris berikutnya, selain untuk
memperkuat juga untuk
memberikan penekanan terhadap
sebuah unsur (suku kata atau kata).
8. Tipografi Tipografi adalah penyusunan baris
atau bait sajak atau ukiran bentuk,
yang didalamnya tersusun kata,
frase, baris, bait, dan akhirnya
menjadi sebuah sajak. Sebuah
tipografi dibedakan dengan sebuah
paragraf karena tipografi disusun
mengikuti ritmik sajak tidak
mengikuti sintaktik kalimat.
199
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada beberapa puisi yang termuat dalam buku
kumpulan puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri, peneliti
menyimpulkan sebagai berikut.
1. Penggantian arti dalam puisi-puisi karya Sutardji Calzoum Bachri
diketahui melalui penggunaan bahasa kiasan pada umunya yakni metafora
yang ditemukan dalam data berdasarkan kategori makhluk hidup, alam
semesta, benda/objek, dan keadaan yang ditemukan dalam data.
Sedangkan penggunaan metonimi ditemukan dalam data berdasarkan
kategori unsur sebagian untuk seluruh, sebab untuk akibat, waktu untuk
peristiwa, pemilik untuk barang yang dimiliki, keseluruhan untuk
sebagian, dan alat untuk produk. Hal ini digunakan untuk menentukan
makna yang ada di dalamnya.
2. Penyimpangan arti dalam puisi-puisi karya Sutardji Calzoum Bachri yang
disebabkan oleh ambiguitas, kontrakdiksi, dan nonsense. Ambiguitas dapat
terjadi pada kata, frasa, kalimat, maupun wacana yang disebabkan oleh
munculnya penafsiran yang berbeda-beda menurut konteksnya
berdasarkan kategori fonetik, gramatikal, dan leksikal . Kontradiksi
200
muncul karena adanya penggunaan ironi dan paradoks. Akan tetapi dalam
data tidak ditemukan penggunaan kontradiksi yang disebabkan munculnya
ironi, sedangkan nonsense berupa banyaknya kata-kata dalam data yang
tidak memiliki arti berdasarkan kategori gabungan kata dan pembalikkan
kata. Penggunaan penyimpangan arti yang ditemukan dalam puisi secara
tidak langsung digunakan untuk menentukan makna dalamnya.
3. Penciptaan arti dalam puisi-puisi karya Sutardji Calzoum Bachri terjadi
karena pengorganisasian ruang teks yang dipakai penyair merupakan
konvensi kepuitisan berupa bentuk visual yang secara linguistik tidak
memiliki arti akan tetapi menimbulkan makna dalam puisi yang
disebabkan oleh rima, ditemukan dalam data berdasarkan letak bunyi kata
dalam baris serta letak kata dan pasangannya dalam bait. Penggunaan
enjambement dalam data ditemukan berdasarkan kategori penggunaan
tanda baca hubung (-), sedangkan penggunaan tipografi dalam data
ditemukan berdasarkan kategori bentuk penulisan puisi dan bentuk bunyi
dalam puisi.
4. Secara keseluruhan puisi-puisi karya Sutardji Calzoum Bachri yang dipilih
dalam penelitian ini telah menggunakan tiga bagian ketidaklangsungan
ekspresi. Bagian ketidaklangsungan ekspresi yang sering digunakan
Sutardji Calzoum Bachri dalam puisinya yakni penyimpangan arti yang
berkategori nonsense dan penciptaan arti yang berkatgori rima sedangkan
yang tidak ditemukan pada data yakni penggunaan kontradiksi yang
disebabkan oleh ironi. Hasil penelitian ketidaklangsungan ekpresi dalam
kumpulan puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri ini
201
berimplikasi terhadap materi pembelajaran bahasa Indonesia di SMA kelas
X dengan Kompetensi Dasar (KD) 3.17 menganalisis unsur pembangun
puisi.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis terhadap beberapa puisi dalam buku kumpulan
puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri, peneliti menyarankan
sebagai berikut.
1. Guru bidang studi mata pelajaran bahasa Indonesia dapat menggunakan
Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah peneliti buat guna
membantu guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas.
Beberapa puisi yang dianalisis dalam buku kumpulan puisi O Amuk Kapak
karya Sutardji Calzoum Bachri dapat digunakan sebagai contoh dalam
pembelajaran sastra mengenai unsur pembangun puisi hal ini disebabkan
beberapa puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri yang dipilih
dan dianalisis dalam penelitian ini layak dijadikan salah satu alternatif
bahan ajar berdasarkan kriteria pemilihan bahan ajar sastra.
2. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti ketidaklangsungan
ekpresi, hendaknya melakukan penelitian tersebut dengan objek yang lain
agar khasanah penelitian mengenai puisi semakin beragam.
DAFTAR PUSTAKA
Atmazaki. 1993. Analisis Sajak: Teori, Metodologi, dan Aplikasi. Bandung:Angkasa.
Bachri, Sutardji Calzoum. 1981. O Amuk Kapak. Jakarta: Sinar Harapan.
Damono, Sapardi Djoko. 2017. Bilang Begini Maksudnya Begitu. Jakarta: PTGramedia.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)Edisi ke empat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Emzir, dan Saifur Rohman. 2015. Teori Dan Pengajaran Sastra. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Fathurrohman, Muhammad. 2015. Model-model Pembelajaran Inovatif.Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Jabrohim. 2015. Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Keraf, Gorys. 2010. Diksi Dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.
Kurniasih, Imas. 2014. Implementasi Kurikulum 2013 (Konsep danPenerapannya). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mad’ie, Abdul Chaer. 1986. Buku Materi Pokok Kebahasaan II. Jakarta:Universitas Terbuka.
Narwati, Sri. 2011. Creative Learning (Kiat menjadi Guru Kreatif dan favorit).Yogyakarta: Familia.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2013. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik Sastra,Dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ratih, Rina. 2016. Teori Dan Aplikasi Semiotik Michael Riffaterre. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Rusman. 2014. Model-model Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Siswantoro. 2016. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumardjo, Jakob. 1983. Memahami Kesusastraan. Bandung: Alumni.
Suyanto, Edi. 2012. Perilaku Tokoh Dalam Cerpen Indonesia. Bandar Lampung:Universitas Lampung.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: AngkasaBandung.
Universitas Lampung. 2017. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung:Universitas Lampung.
Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
WS, Hasanuddin. 2012. Membaca Dan Menilai Sajak. Bandung: Angkasa.
https://id.wikipedia.org/wiki/Sutardji_Calzoum_Bachri (Bandar Lampung diaksespada tanggal 7 Februari 2018).
Recommended