View
236
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
1
KINERJA REKSADANA SAHAM DAN REKSADANA OBLIGASI UNTUK
MENGETAHUI KELAYAKAN SUATU REKSADANA DI BURSA EFEK
INDONESIA
Nani Purwasih
Retno Endah Supeni
Bayu Wijayantini
ABSTRACT
This study evaluated the performance of mutual funds of stocks and mutual funds
to determine the feasibility of a bond mutual funds in Indonesia Stock Exchange. This
study aims to quantify and analyze the profitability and level of risk and analyze the
performance of stock mutual funds and bond mutual funds.
The design of the research conducted using secondary data from Net Asset
Value (NAV) of mutual fund shares and bonds, the interest rate of Bank Indonesia
Certificates (SBI), LQ-45 index, average bank deposit rate 12-month period, and the
Composite Stock Price Index (CSPI). This research method by direct comparison
(Average of Return) and use the index to include an element of risk (Sharpe, Jensen,
and Treynor performance index). Comparison of the LQ-45 is used for mutual fund
shares and average bank deposit rate for the 12 month period bond mutual funds.
These results indicate that the return to the top mutual fund shares is the
Portfolio Panin Dana Maxima but not followed by the risks of beta and standard
deviation, and the highest return for bond mutual funds are Lautandhana Fixed Income
is also followed by the risks of beta and standard deviation. Meanwhile, according to
the proper performance of mutual fund shares have two mutual fund is considered to be
feasible in select mutual funds and bonds for which there are 8 decent bond mutual
funds in select.
Keyword :Risk, Return, Equity Funds and Fixed Income Funds
ABSTRAK
Penelitian ini mengevaluasi dari kinerja reksadana saham dan reksadana obligasi
untuk mengetahui kelayakan suatu reksadana di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini
bertujuan untuk menghitung dan menganalisis tingkat keuntungan dan tingkat risiko
serta menganalisis kinerja dari reksadana saham dan reksadana obligasi.
Rancangan penelitian yang dilakukan menggunakan data sekunder berupa Nilai
Aktiva Bersih (NAB) dari reksadana saham dan reksadana obligasi, suku bunga
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Indeks LQ-45, Rata-rata bunga deposito perbankan
periode 12 bulan, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Metode penelitian ini
dengan cara perbandingan secara langsung(Average of Return) dan menggunakan
Indeks yang memasukkan unsur risiko (indeks kinerja Sharpe, indeks kinerja Treynor
dan indeks kinerja Jensen). Pembanding yang digunakan yaitu LQ-45 untuk reksadana
saham dan Rata-rata bunga deposito perbankan periode 12 bulan untuk reksadana
obligasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa return untuk reksadana saham yang
tertinggi adalah Portofolio Panin Dana Maxima namun tidak diikuti oleh risiko yang
2
berupa beta dan deviasi standar, dan untuk reksadana obligasi return tertinggi adalah
Lautandhana Fixed Income yang juga diikuti oleh risiko yang berupa beta dan deviasi
standar. Sedangkan menurut kinerja reksadana saham yang layak terdapat 2 reksadana
yang di nyatakan layak di pilih dan untuk reksadana obligasi terdapat 8 reksadana
obligasi yang layak di pilih.
Kata kunci : Risk, Return, Reksadana Saham , Reksadana Obligasi
PENDAHULUAN
Portofolio investasi reksadana dapat dibedakan menjadi 4 (empat) yaitu
reksadana pasar uang, reksadana pendapatan tetap (obligasi), reksadana saham dan
reksadana campuran. Dari keempat macam reksadana ini 2 (dua) yang dipilih oleh
peneliti yaitu reksadana saham dan reksadana obligasi, hal ini dikarenakan kedua
reksadana tersebut memiliki risiko yang relatif tinggi namun menghasilkan tingkat
pengembalian (return) yang tinggi pula. serta memiliki jumlah NAB yang tinggi dari ke
dua reksadana lainya (reksadana pasar uang dan reksadana campuran), Sehingga sangat
diperlukan untuk melakukan penilaian dalam kinerjanya untuk mengetahui kelayakan
dari reksadana yang dilakukan oleh menejer investasi. Darmadji (2011 : 169).
Analisis portofolio sangatlah penting karena investor selalu mengharapkan
pencapaian tingkat keuntungan atau return yang maksimal pada tingkat risiko tertentu,
Sehingga manajer investasi reksadana selalu berusaha untuk mencari jalan dalam
memaksimalkan return harapan dan mengurangi risiko portofolionya.
Penelitian mengenai penilaian kinerja reksadana telah dilakukan oleh beberapa
peneliti, diantaranya oleh Fathul Mubin (2001) yang melakukan evaluasi kinerja
reksadana saham terhadap pasar, penelitian ini menggunakan sampel 20 reksadana pada
periode Januari 1997- Juni 2001. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa, berdasarkan
average of return terdapat 15 reksadana yang layak dipilih tanpa memasukkan unsure
risiko. Berdasarkan uji Sharpe ada 14 reksadana dengan average of return -0,0799,
dengan uji Terynor ada 7 reksadana dengan average of return -0,0039, dan dengan uji
Jensen ada 8 reksadana dengan average of return -0,0065.
Evaluasi kinerja reksadana menjadi salah satu parameter bagi investor pasif
dalam menempatkan investasinya pada masa mendatang. Dan sebagai investor tentunya
lebih menyukai untuk mampu mengidentifikasikan reksadana yang mampu
menghasilkan return yang tinggi. Dari evaluasi kinerja reksadana saham dan reksadana
obligasi suatu kelayakan sangatlah penting dalam mengukur kinerja reksadana. Kinerja
3
bisa dikatakan layak apabila kinerja tersebut mampu memberikan kinerja yang efektif
dan efisien, dimana kinerja tersebut fungsi utamanya adalah berusaha menentukan
apakah kinerja masa lalu tergolong superior atau inferior. Dikatakan superior atau layak
apabila reksadana tersebut mampu memberikan kinerja diatas kinerja tolok ukur dan
sebaliknya, sehingga para investor bisa mengukur investasi manakah yang akan mereka
pilih untuk masa yang akan datang. Sedangkan untuk para manajer investasi bisa
memperbaiki kinerja dari masing-masing reksadana saham maupun reksadana obligasi.
Husnan (2003 : 445)
Meskipun berinvestasi dalam reksadana pada awalnya memberikan kemudahan
bagi para investor kecil dan menengah, namun adanya sarana tersebut tidak menjamin
berinvestai dalam reksadana aman terhadap risiko. Investor selalu mengharapkan
pencapaian tingkat keuntungan atau return yang maksimal pada tingkat risiko tertentu.
Oleh karena itu untuk dapat menentukan pilihan investasi yang efisien maka diperlukan
pengukuran kinerja pada reksadana saham dan reksadana obligasi.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana tingkat keuntungan (Return) dan tingkat risiko (Risk) reksadana saham
dan reksadana obligasi di Bursa Efek Indonesia ?
2. Bagaimana kelayakan dari kinerja reksadana saham dan reksadana obligasi di
Bursa Efek Indonesia ?
TUJUAN
1. Untuk mengetahui tingkat keuntungan (Return) dan tingkat risiko (Risk) pada
reksadana saham dan reksadana obligasi.
2. Untuk mengetahui kelayakan dari kinerja reksadana saham dan reksadana
obligasi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini didesain untuk mengetahui kinerja reksadana saham dan reksadana
obligasi untuk mengetahui kelayakan (performance) suatu reksadana di Bursa Efek
Indonesia. Untuk analisis dititik beratkan pada tingkat kelayakan (performance) suatu
reksadana dan mempertahankan return-nya terhadap portofolio tolok ukur (benchmark
4
portofolio), sehingga diharapkan kesimpulan melalui analisis perhitungan untuk
menentukan reksadana yang mempunyai kinerja diatas kinerja portofolio tolok ukur.
Husnan (2003 : 445)
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa Nilai Aktiva Bersih (NAB) per
Unit Penyertaan (UP) dan Indeks LQ-45 yang diperoleh dari internet, rata-rata bunga
deposito perbankan periode 12 bulan dari internet serta tingkat suku bunga sertifikat
bank Indonesia (SBI) dari internet.
Untuk menganalisis Kinerja Reksadana Saham dan Reksadana Obligasi untuk
Mengetahui Kelayakan suatu reksadana di Bursa Efek Indonesia, maka dapat dilakukan
tahapan analisis sebagai berikut :
Menghitung Tingkat Keuntungan dan Tingkat Risiko Reksadana saham dan
reksadana obligasi.
Teknik yang digunakan dalam menghitung tingkat keuntungan dan tingkat risiko
reksadana adalah sebagai berikut :
a. Menghitung tingkat keuntungan reksadana dengan rumus sebagai berikut
(Jogiyanto, 2000 : 108) :
Capital Gain (Loss) =
Yield =
Return = Capital Gain (Loss) + Yield
= + Yield
Dimana :
= Return atau tingkat keuntungan portofolio
= Nilai pasar portofolio pada akhir periode
= Nilai pasar portofolio pada awal periode
= Pembagian kas pada akhir periode (deviden yield)
Keuntungan portofolio ( ) seringkali disebut keuntungan selama periode / historis
(Fabozzi, 1999: 65). Return realisasi dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi
penting karena digunakan sebagau salah satu pengukur kinerja perusahaan dan juga
sebagai dasar pembentukan return harapan portofolio E( dan risiko mendatang.
5
Untuk menghitung tingkat keuntungan dalam persamaan tersebut ada 3 (tiga) asumsi
yang harus diperhatikan yaitu :
1. Keuntungan yang tidak dibagikan (diinvestasikan pada portofolio selama periode
evaluasi).
2. Pembayaran kas atau dividen dihitung pada akhir periode evaluasi umumnya per
kwartal atau per tahun.
3. Tidak adanya dana yang masuk selama periode evaluasi.
b. Menghitung Tingkat Risiko berupa Beta dan Deviasi Standar masing-masing
reksadana saham dan reksadana obligasi.
Risiko sistematis (beta) adalah koefisien regresi antara dua variabel yaitu
kelebihan tingkat keuntungan pasar (excess return of market portofolio) dan kelebihan
keuntungan suatu portofolio (excess return of portofolio) (Husnan, 2003 : 162). Risiko
sistematis dapat diketahui dengan menggunakan analisis CAPM (Capital Asset Priccing
Model) sebagai berikut :
= ∑{( )( )} )( )}
{∑( }
Dimana :
= risiko sistematis pada portofolio
= return untuk portofolio pasar pada periode pengamatan
= return investasi bebas risiko
( ) = excess return of market portofolio
( ) = excess return of portofolio
( ) = rata-rata dari excess return of market portofolio
( ) = rata-rata dari excess return of portofolio
n = jumlah dari observasi
Return portofolio pasar ( ) dihitung dengan rumus :
=
Dimana :
= return untuk portofolio pasar
= Indeks Harga Saham Gabungan pada periode t
6
= Indeks Harga Saham Gabungan pada periode sebelum t
Deviasi standar sebagai pengukuran risiko unsistematis selain juga risiko sistematis dari
suatu sekuritas / portofolio yang dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut
(Jogiyanto, 1998 :124)
n - 1
Dimana :
= Deviasi Standar (risiko total)
= return portofolio
= return rata-rata portofolio
n = jumlah dari observasi
Menganalisis Kelayakan dari Kinerja Reksadana Saham dan Reksadana Obligasi.
Teknik yang digunakan dalam menganalisis kelayakan kinerja portofolio adalah
sebagai berikut : Husnan (2003 : 445)
a. Penilaian Kelayakan Kinerja Reksadana Saham dan Reksadana Obligasi
dengan menggunakan Perbandingan Secara Langsung tanpa memasukan unsur
risiko.
1. Tolok ukur kinerja yang dipilih untuk kelompok reksadana saham adalah LQ-45
karena indeks tersebut dapat mewakili harga pasar saham dibursa efek dan
memiliki tingkat perdagangan (likuiditas yang tinggi).
2. Sedangkan untuk kelompok reksadana obligasi adalah rata-rata suku bunga
deposito perbankan periode 12 bulan tahun 2009-2011 karena perubahaan yang
terjadi dalam obligasi cenderung stabil dan adanya persamaan periode obligasi
yaitu selama 12 bulan. Portofolio tolok ukur (benchmark portofolio) digunakan
untuk mencerminkan kinerja pasar. Perbandingan secara langsung dapat
dilakukan dengan membandingkan average of return reksadana saham dan
reksadana obligasi dengan benchmark portofolio tersebut.
3. Berdasarkan perbandingan tersebut reksadana saham dan reksadana obligasi
yang layak untuk dipilih adalah reksadana saham dan reksadana obligasi yang
mampu mempertahankan kinerja diatas kinerja benchmark portofolio secara
konsisten. Konsistensi diperhatikan dari frekwensi kontinuitas kinerja reksadana
7
saham dan reksadana obligasi lebih tinggi positif daripada portofolio tolok ukur
selama periode penelitian.
b. Penilaian Kelayakan Kinerja Reksadana Menggunakan Alat Ukur Tertentu
(One Parameter Performance Measure) dengan menggunakan unsur risiko.
1. Indeks Kinerja Sharpe (Sharpe’s Performance Index)
Indeks Sharpe merupakan alat ukur dari kelebihan pengembalian relatif terhadap
total perbedaan portofolio (Fabozzi, 2000 : 799). Indeks kinerja Sharpe
menggunakan penyimpangan standar sebagai pengukur risiko. Indeks ini sebagai
indeks kinerja yang tepat apabila investor memiliki portofolio bukan sekuritas
individual dan portofolio ini merupakan satu-satunya yang dimiliki. Indeks Sharpe
ini secara sistematis dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
= Pengembalian portofolio – suku bunga bebas risiko
Deviasi standar portofolio
=
Dimana :
= return rata-rata portofolio selama waktu pengukuran
= return rata-rata investasi bebas risiko selama jangka waktu pengukuran
= deviasi standar portofolio selama waktu penelitian
2. Indeks Kinerja Treynor (Treynor’s Preformance Index)
Umumnya Indeks Treynor menyarankan untuk menggunakan Security Market
Line (SML) sebagai dasar penilaian kinerja. Indeks Treynor merupakan alat ukur
kelebihan pengembalian per unit risiko (risiko sistematis) (Fabozzi, 2000 : 798).
Indeks Treynor secara sistematis dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai
berikut :
= Penembalian portofolio – suku bunga bebas risiko
Beta portofolio
=
Dimana :
= return rata-rata portofolio selama waktu pengukuran
8
= return rata-rata investasi bebas risiko selama jangka waktu pengukuran
= risiko sistematis portofolio
Jika reksadana memiliki garis SML dengan slope (differential return) lebih tinggi,
maka dikatakan reksadana tersebut mengungguli portofolio yang tidak dikelola
(portofolio pasar).
3. Indeks Kinerja Jensen (Jensen’s Performance Index)
Indeks Jensen menguji perbedaan antara return nyata yang diperoleh selama
periode evaluasi dan return harapan dengan menggunakan model harga aset
(Capital Asset Pricing Model – CAPM). Portofolio di difersifikasi penuh sehingga
satu-satunya risiko pada portofolio adalah risiko sistematis. Sebagai alat ukur
kinerja manajer investasi menurut Jensen adalah beta dan alpha (Fabozzi, 2000 :
799). Jika alpha secara statistik sama dengan nol, maka tidak terdapat
pengembalian unik (abnormal return).
Namun apabila alpha bernilai positif (a > 0), berarti manajer investasi
menghasilkan kinerja yang lebih baik daripada indeks pasar dan sebaliknya.
= ) ]
Indeks Jensen secara matematis dapat dinyatakaan dalam persamaan berikut :
= ) ]
Bila dinyatakan dalam bentuk harapan, maka indeks Jensen berupa model sebagai
berikut :
= ] }
Dimana :
= return rata-rata portofolio
= return rata-rata investasi bebas risiko selama waktu pengukuran
= return untuk portofolio pasar pada periode pengamatan
= risiko sistematis portofolio
= pengembalian unik (abnormal return) portofolio
Indeks Jensen memungkinkan investor untuk menetapkan seberapa besar sebuah
reksadana mengungguli atau justru lebih jelek daripada reksadana lain.
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah dilakukan berbagai analisis kinerja portofolio, maka analisis lebih lanjut
dapat dijelaskan sebagai berikut :
Tingkat Keuntungan dan Tingkat Risiko Reksadana Saham dan Reksadana
Obligasi
Berdasarkan perhitungan return dan risiko reksadana saham dan reksadana
obligasi pada periode 2009-2011, diketahui untuk reksadana saham. Portofolio Panin
Dana Maxima memiliki rata-rata return tertinggi sebesar 78,4608 % dan yang memiliki
risiko berupa beta tertinggi sebesar 1414,679 % adalah Prulink Rupiah Equity Fund.
Sedangkan yang memiliki risiko deviasi standar tertinggi sebesar 88,6982 % adalah
Prulink Rupiak Equity Fund. Hal ini menyimpang dari teori karena hasil perhitungan
tersebut mampu membuktikan tidak semua reksadana yang mampu menghasilkan
return besar tidak selalu memiliki risiko yang besar pula. hal ini juga dapat disebabkan
karena keahlian seoarang Manajer Investasi sebagai pengelola dan faktor keberuntungan
(luck factor). Serta terjadi karena adanya kondisi atau event yang sifatnya explosion
(ledakan) dimana lebih bersifat sementara yang bisa mempengaruhi harga saham pada
periode tersebut. selain itu alasan terjadinya high return low risk bisa disebabkan
dengan strategi swing (buy rendah-sell tinggi). reksadana ini sewaktu-waktu bisa
mengalami perubahan karena adanya kondisi atau mengalami suatu periode yang bisa
menyebabkan perubahan dari periode sebelumnya, misalnya high risk high return.
Untuk reksadana obligasi pada periode 2009-2011, Lautandhana Fixed Income
memiliki return tertinggi sebesar 373,534 % dan memiliki risiko berupa deviasi standar
tertinggi sebesar 974,8267 % serta memiliki risiko berupa beta tertinggi sebesar 2579,91
%. Hal ini sesuai dalam teori yang menyebutkan return dan risiko mempunyai
hubungan yang positif, dimana semakin besar risiko yang ditanggung maka semakin
besar pula return yang harus dikompensasikan.
Dari hasil perhitungan return dan risiko tersebut, terlihat bahwa reksadana yang
memiliki beta tertinggi dan deviasi standar yang tinggi tidak selalu menghasilkan return
yang lebih baik. Begitu pula sebaliknya. Investor tidak dapat menilai kinerja reksadana,
baik reksadana saham maupun reksadana obligasi hanya dari hasil tingkat return dan
risk nya saja, maka dari itu untuk menentukan reksdana mana yang mempunyai kinerja
terbaik akan ditunjukkan oleh indeks kinerja ( Performance Index ).
10
Kinerja Portofolio Reksadana Saham dan Reksadana Obligasi
Berdasarkan hasil evaluasi kinerja reksadana terhadap portofolio tolok ukur per
3 (tiga) tahun, akan ditentukan reksadana mana yang layak dan tidak layak untuk
dipilih. Benchmark portofolio untuk reksadana saham menggunakan Indeks LQ-45,
dipilih karena Indeks tersebut dapat mewakili harga pasar saham di Bursa Efek dan
memiliki tingkat perdagangan yang tinggi (memiliki likuiditas yang tinggi). Sedangkan
untuk reksadana obligasi menggunakan rata-rata bunga deposito perbankan (Bank
Pemerintah dan Bank Swasta Nasional) periode 12 bulan, digunakan sebagai tolok ukur
dari reksadana obligasi karena perubahan yang terjadi dalam obligasi cenderung stabil
dan adanya persamaan periode dalam obligasi yaitu selama 12 bulan. Diketahui ternyata
ada beberapa reksadana yang mampu menghasilkan kinerja superior yang layak dipilih
sebagai pertimbangan untuk investasi di masa mendatang. Hasil kinerja historis bukan
satu-satunya jaminan atau kepastian yang menunjukkan kinerja di masa mendatang.
Sesuai peraturan, BAPEPAM melarang Manajer Investasi untuk memberikan janji suatu
hasil tertentu atas pengelolaan dana yang dilakukan. Akan tetapi, paling tidak
konsistensi jangka panjang atas kinerja masa lalu merupakan petunjuk bagi potensi
reksadana tersebut di masa mendatang dan isi dari portofolio serta kinerja historis akan
menjadi panduan utama bagi calon investor dalam memilih reksadana.
Evaluasi terhadap reksadana yang mampu menghasilkan kinerja superior secara
konsisten akan mengindikasikan bahwa Manajer Investasi pada reksadana tersebut
memang benar-benar mempunyai keahlian dalam mengambil keputusan investasi pada
pasar modal dan pasar uang serta aktif mengamati fluktuasi yang terjadi, baik dala pasar
modal maupun pasar uang. Jadi, Manajer Investasi pada reksadana tidak hanya
mengikuti pergerakan suatu indeks tertentu (Indeks LQ-45) saja namun juga Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) sebagai return market.
Dari hasil evaluasi, reksadana yang mampu menunjukkan kinerja diatas kinerja
portofolio tolok ukur yaitu dengan total frekuensi kinerja superior lebih tinggi dari
kinerja inferior, maka reksadana tersebut dinyatakan layak untuk dipilih. Hal ini terjadi
pada Manajer Investasi reksadana yang mampu menghasilkan kinerja superior dengan
pembanding kinerja reksadana yaitu Indeks LQ-45 untuk reksadana saham dan rata-rata
bunga deposito perbankan untuk reksadana obligasi dapat konsisten karena benar-benar
mempunyai keahlian memanfaatkan fluktuasi pasar sehingga dapat diharapkan
11
mempunyai dampak positif bagi kinerja portofolio di masa mendatang. Sebaliknya, jika
suatu reksadana menghasilkan dibawah kinerja tolok ukur yaitu total frekuensi kinerja
superior lebih rendah dari kinerja inferior, maka reksadana tersebut tidak layak untuk
dipilih, hal ini terjadi karena Manajer Investasi pada reksadana tersebut kurang mampu
mengelola portofolio.
Pada periode penelitian, dapat diketahui bahwa tidak semua reksadana saham
dan reksadana obligasi yang dijadikan sampel menunjukkan kinerja yang superior
terhadap portofolio tolok ukur, baik menggunakan Indeks Sharpe, Indeks Treynor dan
Indeks Jensen karena masing-masing Manajer Investasi mempunyai strategi atau gaya
investasi yang berbeda dalam mencermati pasar dan keahlian dalam mengambil
keputusan, meskipun tujuannya sama yaitu untuk memperoleh keuntungan dalam
berinvestasi. Perbedaan-perbadaan tersebut dapat berpengaruh pada return dan risk
reksadana yang dikelola, sehingga suatu reksadana berkinerja superior menurut Indeks
Sharpe belum tentu juga berkinerja superior menurut Indeks Treynor atau Indeks
Jensen.
Berdasarkan hasil evaluasi kinerja reksadana dengan perbandingan secara
langsung tanpa memasukkan unsur risiko, rata-rata return antara reksadana saham
dengan Indeks LQ-45 menunjukkan 44 (empat puluh empat) reksadana saham yang
layak dipilih dan 15 (lima belas) reksadana saham yang dinyatakan tidak layak untuk
dipilih. Portofolio Panin Dana Saham Maxima memiliki rata-rata return tertinggi
sebesar 78,4608% pada periode penelitian tahun 2009-2011. Sedangkan untuk
perbandingan rata-rata return antara reksadana obligasi dengan rata-rata bunga deposito
perbankan menunjukkan 79 (tujuh puluh sembilan) reksadana obligasi yang dinyatakan
layak untuk dipilih dan 26 (dua puluh enam) reksadana obligasi yang dinyatakan tidak
layak untuk dipilih. Lautandhana Fixed Income memiliki rata-rata return tertinggi
sebesar 373,534%.
Hasil evaluasi kinerja reksadana dengan menggunakan Indeks Kinerja Sharpe
menyimpulkan apabila nilai indeks kinerja yang dihasilkan semakin besar dan positif
maka semakin menarik reksadana tersebut. dari hasil analisis yang dilakukan, terdapat
25 (dua puluh lima) reksadana saham yang dinyatakan layak untuk dipilih dan 34 (tiga
puluh empat) reksadana saham yang dinyatakan tidak layak dipilih. Batavia Dana
Saham Agro memiliki rata-rata return tertinggi sebesar 290,647% dari keseluruhan
12
reksadana saham. Sedangkan untuk reksadana obligasi terdapat 72 (tujuh puluh dua)
reksadana yang dinyatakan layak untuk dipilih dan 32 (tiga puluh dua) reksadana
obligasi yang dinyatakan tidak layak untuk dipilih. Reksadana Schroder Dana Mantap
Plus adalah reksadana yang memiliki rata-rata return tertinggi sebesar 76, 412 %
menurut indeks kinerja Sharpe.
Hasil analisis yang menggunakan Indeks Kinerja Treynor terdapat 16 (enam
belas) reksadana saham yang dinyatakan layak dipilih dan 43 (empat puluh tiga)
reksadana saham yang dinyatakan tidak layak dipilih. Menurut indeks Treynor
reksadana Allisya Rupiah Equity Fund sebesar 31,06732%, dimana reksadana tersebut
mampu menghasilkan total freukensi kinerja superior lebih tinggi dari frekuensi
inferior. Sedangkan untuk reksadana obligasi terdapat 35 (tiga puluh lima) reksadana
yang layak dipilih dan 79 (tujuh puluh sembilan) reksadana obligasi yang tidak layak
dipilih. Kresna Graha Sekurindo-Prestasi Alokasi Portofolio Investra adalah reksadana
obligasi yang memilki rata-rata return tertinggi sebesar 138,1864% dari periode
penelitian tahun 2009-2011. Hasil evaluasi indeks kinerja Treynor menyimpulkan,
apabila nilai indeks kinerja yang dihasilkan semakin besar dan positif pada rasio excess
return terhadap beta (risiko sistematis) maka semakin menarik reksadana tersebut untuk
dipilih.
Berdasarkan hasil evaluasi kinerja reksadana dengan menggunakan indeks
kinerja Jensen menyimpulkan semakin tinggi nilai indeks kinerja positif maka semakin
baik kinerja reksadana tersebut untuk menghasilkan abnormal return. Menurut indek
kinerja ini terdapat 13 (tiga belas) reksadana saham yang dinyatakan layak untuk dipilih
dan 46 (empat puluh enam) reksadana saham yang tidak layak dipilih. BNP Paribas
Equitas adalah reksadana yang memiliki rata-rata return tertinggi sebesar 89,43566%
dari keseluruhan reksadana pada periode 2009-2011. Sedangkan untuk reksadana
obligasi terdapat 44 (empat puluh empat) reksadana yang dinyatakan layak dipilih dan
60 (enam puluh) reksadana yang tidak layak dipilih. Lautandhana Fixed Income adalah
reksadana obligasi yang memiliki rata-rata return tertinggi sebesar 462,6112%.
Hasil nilai indeks Jensen pada periode 2009-2011 untuk reksadana saham
menunjukkan nilai indeks sebagian besar bernilai negatif. Hal ini juga berlaku pada
hasil indeks kinerja Treynor untuk reksadana obligasi yang sebagian bernilai negatif.
Sedangkan untuk indeks kinerja Sharpe dan Treynor untuk reksadana saham memiliki
13
nilai indeks positif. Nilai rata-rata indeks kinerja negatif baik dari nilai reksadana
maupun portofolio tolok ukur yang menunjukkan secara rata-rata mengalami kerugian
(loss). Meskipun evaluasi kinerja reksadana menunjukkan nilai negatif, tetapi nilai
negatif tersebut berada di atas portofolio tolok ukur maka reksadana tersebut dinyatakan
layak untuk dipilih. Demikian pula sebaliknya, apabila nilai yang dihasilkan positif
namun berada di bawah nilai rata-rata kinerja portofolio tolok ukur maka reksadana
tersebut tidak layak untuk dipilih.
Analisis kinerja manapun yang dipilih oleh Manajer Investasi memberikan hasil
yang relatif sama, namun dari tiap-tiap kinerja menghasilkan jumlah reksadana yang
berbeda. Kinerja dengan perbandingan langsung berupa return menghasilkan reksadana
yang lebih banyak daripada kinerja lainnya, meskipun hanya mempertimbangkan
tingkat pengembaliannya saja. Indeks Kinerja Sharpe dan Indeks Kinerja Jensen
menghasilkan reksadana yang lebih banyak untuk dipilih bila dibandingkan dengan
Indeks Kinerja Treynor. Selain return, indeks Sharpe juga memasukkan risiko yang
berupa risiko total (deviasi standar) sedangkan indeks Treynor memasukkan risiko
berupa sistematis (beta) dan untuk indeks Jensen, selain return juga memasukkan risiko
berupa risiko sistematis (beta), return market (IHSG) dan portofolio bebas risiko (SBI).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata return dan tingkat risiko berupa
beta dan deviasi standar reksadana saham dan reksadana obligasi yang diperoleh
dari rata-rata per tiga tahun.
2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa reksadana saham yang layak dipilih
berdasarkan evaluasi kinerja rata-rata return, evaluasi kinerja indeks Sharpe,
evaluasi kinerja indeks Treynor dan evaluasi kinerja indeks Jensen diperoleh 2
(dua) reksadana saham yaitu : Portofolio Panin Dana Maxima dan Panin Dana
Prima. Sedangkan untuk reksadana obligasi diperoleh 8 (delapan) reksadana yang
layak dipilih yaitu : AIA Financial IDR Equity Fund, Bahana TCW ABF Indonesia
Bond Index Fund, Bahana TCW Optima Pendapatan Abadi, Frist State Indonesian
Bond Fund, Kresna Graha Sekurindo-Prestasi Alokasi Portofolio Investasi,
Manulife Link Pendapatan Tetap Negara, Mega Dana Obligasi Republik Indonesia
14
dan Sun Life Financial Indonesia-Brilliance Xtra Aggressive. Reksadana yang
layak dipilih adalah reksadana yang mampu menghasilkan nilai rata-rata return
lebih tinggi dari benchmark portofolio, selain itu Manajer Investasi bisa dikatakan
mampu mengolah portofolio reksadana sehingga menghasilkan return tinggi
dengan risiko tertentu sehingga reksadana yang layak dipilih tersebut bisa di
jadikan bahan pertimbangan untuk investasi di masa mendatang.
Saran
a. Bagi Peneliti Selanjutnya
- Diharapkan peneliti selanjutnya menggunakan populasi jenis lain serta rentang
waktu peneliti lebih panjang.
- Peneliti selanjutnya diharapkan tidak hanya meneliti pada Reksadana yang
bersifat konvensional saja melainkan mampu menekankan pada Reksadana
syariah atau Reksadana yang secara keseluruhan, baik itu reksadana syariah
ataupun reksadana konvensional sehingga bisa mendapatkan hasil akhir yang
berbeda dan lebih luas.
- Tidak hanya menggunakan nilai satuan IDR, melainkan bisa lebih kepada
valuta lainnya misalnya US dollar.
- Serta mampu memasukkan dengan adanya perubahan Manajer Investasi dalam
fungsi sebagai pengambil keputusan terhadap kompesisi investasi suatu jenis
reksadana.
b. Bagi perusahaan reksadana
Dari sampel yang diteliti oleh peneliti tidak semua sampel yang digunakan
mempunyai kinerja superior lebih tinggi dari portofolio pasar (Benchmark
Portofolio) maka diharapkan bagi perusahaan mampu memperbaiki kinerjanya
sehingga sampel yang ada memiliki kinerja superior lebih tinggi dari benchmark
portofolio akan lebih banyak lagi sehingga mampu menarik minat para calon
investor untuk berinvestasi di masa mendatang.
Selain itu untuk pengelola reksadana di harapkan mampu mempertahankan
kinerjanya dalam suatu periode, sebab berdasarkan penelitian, ada beberapa
reksadana yang kinerjanya belum bisa dipertahankan, dimana reksadana tersebut
masih menghasilkan return tinggi tetapi memiliki risiko yang rendah atau
sebaliknya. Di samping itu pengelola reksadana diharapkan mampu menghadapi
15
perubahan kondisi atau event yang mungkin akan terjadi sehingga mampu menekan
perubahan-perubahan yang bisa mempengaruhi harga saham, sebab dari penelitian
disebutkan reaksi saham atau kondisi-kondisi tersebut mampu menyebabkan
perubahan keadaan suatu perusahaan.
c. Bagi Investor
Investor haruslah memilih reksadana saham maupun reksadana obligasi yang
dinyatakan layak dipilih sesuai dengan perhitungan yang sudah diteliti dan tidak
memilih reksadana yang dinyatakan tidak layak untuk dipilih baik itu dengan tanpa
memasukkan unsur risiko ataupun dengan memasukkan unsur risiko atau dengan
Indeks Kinerja serta investor juga perlu menela’ah lebih lanjut sebelum mengambil
keputusan investasi, apakah kinerja reksadana tersebut sudah sesuai dengan profil
risiko ataupun return serta tujuan dan batasan investasi dari masing-masing
individu investor.
Di samping itu untuk para investor tidak lah selalu berpedoman bahwa reksadana
yang ada bersifat high risk high return, sebab berdasarkan penelitian yang
dilakukan ada beberapa reksadana yang memiliki return tinggi namun mempunyai
risk yang rendah meskipun pada dasarnya penelitian ini mempunyai beberapa
batasan namun dengan perhitungan return, risk serta tingkat kelayakan yang
menggunakan Indeks Kinerja secara teliti dan terperinci menyebutkan ada beberapa
reksadana yang mampu menghasilkan return tinggi denga risk yang rendah, atau
sebaliknya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Andrian Saputra. 2005. Evaluasi Kinerja Saham untuk Mengetahui Kelayakan
Reksadana.Fakultas Ekonomi Universitas Jember.
Dev Group on Research & Util. Posted on January 30,2008. Belajar Reksadana &
Mengenali Obligasi.
Fabozzi, F.J 2000. Manajemen investasi II. Salemba Empat. Jakarta.
Fathul Mubin. 2001. Evaluasi Kinerja Reksadana terhadap Pasar. Skripsi tidak
dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Universitas Jember.
Husnan, Suad. 2003. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan. Edisi ke
Empat.Yogyakarta.
Jogiyanto. 2000. Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi ke tiga.Yogyakarta.
Universitas Muhammadiyah Jember. Pedoman Penyusunan Skripsi & Buku Konsultasi
Fakultas Ekonomi UNMUH Jember. 2011. be a smart virtuous economist.
Puji Fitriana. January 05, 2009. Pembentukan Portofolio Saham yang Optimal dengan
Menggunakan Beberapa Model Analisis. Jurnal Ekonomi Akuntansi UNS.
Ria Purnama Sari. 2008. Perkembangan Pasar Modal Indonesia, 13-Jan-2008, 21:00:27
WIB. Bandung.
Safir Senduk. Berkenalan dengan Reksadana. Kutipan dari tabloid NOVA No.666/XIII.
Silitonga, Desmon. 2010. Memilih Investasi Reksadana tahun 2010 Analisis PT.
Millenium Danatama Indonesia. Indonesia.
Sumbayak, Bernhard. Founder & Vibizconsulting Chairman. Jumat, 29 Juli 2011 23.00
WIB. Reksa Dana Pilihan Investasi yang Saat ini Makin Diminati. Jakarta.
Gumanti, Tatang Ary. 2011. Manajemen Investasi. Edisi pertama. Mitra Wacana Media.
Jakarta.
Tjiptono Darmadji.2011. Pasar Modal Indonesia. Edisi ketiga. Salemba Empat. Jakarta.
http://Bisniskeuangan. Kompas.com/read/xmi/2011/06/06/16093013 /
www.bapepam.go.id//jakarta//APIndonesia.com//monday//11Agust
17
ANALISIS PENGARUH DAY OF THE WEEK TERHADAP IMBAL HASIL
(RETURN) HARIAN IHSG
Khawas Aus Karni Muhyidin
A.Suharto
Trias Setyowati
ABSTRACT
This study tests the presence of the Day of the Week Effect on market return in
the case of the Jakarta Stock Exchange and covers the periode begin January 2, 2011
until Desember 28, 2011 by using the daily return of Jakarta Composite Index (JCI).
This study want to find is there phenomenon of Day of the Week Effect on market return
of Indonesia. The study uses regression test by using dummy variable. The result of test
find that Wednesday influence significantly on daily stock return. The average return of
Wednesday is biggest from the others day, namely 0,008. In other hand, at the others
day nothing significant. It imply that the days does not influence the daily stock return
of JCI. Further, conclused that presence of Day of the Week Effect was there in
Indonesian market stock, where on Wednesday, its return higher of the others day.
Keywords: Market Anomaly, Day of the week effect, daily return.
ABSTRAK
Penelitian ini menguji keberadaan Day of the Week Effect pada imbal hasil
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Penelitian ini ingin mengetahui apakah ada
fenomena Day of the Week Effect di pasar saham Indonesia. Penelitian ini menggunakan
uji regresi dengan variabel dummy. Hasil test menemukan bahwa hari Rabu berpengaruh
secara signifikan pada imbal hasil harian. Rata-rata imbal hasil pada hari perdagangan
Rabu adalah yang tertinggi dari hari perdagangan lainnya, yaitu sebesar 0008. Di sisi
lain, pada hari-hari lainnya (selain hari perdagangan Rabu) menunjukkan hasil yang
tidak signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa hari-hari perdagangan selain hari
Rabu tidak berpengaruh terhadap imbal hasil harian IHSG. Sehingga, dapat disimpulkan
bahwa telah terjadi fenomena Day of the Week Effect di pasar saham Indonesia, dimana
pada hari Rabu menunjukkan imbal hasil yang lebih besar dari hari-hari perdagangan
lainnya.
Kata kunci : Anomali pasar, Day of the Week Effect, hari perdagangan.
PENDAHULUAN
Pasar modal merupakan satu sarana untuk meningkatkan investasi di suatu
Negara. Hal yang perlu diperhatikan dari pasar modal adalah kinerja pasar modal. Minat
investor mencerminkan apakah suatu bursa telah bekerja secara efisien atau sebaliknya,
demikian pula perkembangan kinerja emiten mengalami peningkatan atau sebaliknya
(David dan Christian, 2009 : 174). Suatu bursa disebut efisien kalau bursa tersebut dapat
18
menyediakan jasa-jasa yang diperlukan oleh para pemodal dengan biaya yang minimal.
Pasar modal yang efisien juga diartikan sebagai pasar yang berada dalam keadaan
seimbang sehingga keputusan perdagangan saham berdasarkan atas informasi yang
tersedia di pasar tidak dapat memberikan keuntungan di atas tingkat keuntungan
seimbang, atau yang disebut external efficiency (Su’ad, 1996).
Hal ini terkait dengan hipotesis Fama (1970) yang dikenal dengan Hipotesis
Pasar Efisien ( Efficient Market Hypothesis), yang menyatakan bahwa harga suatu
saham telah mencerminkan semua informasi yang tersedia di dalam pasar. Menurut
Bodie dalam Dwita (2009), makna dari teori itu adalah tidak memungkinkan bagi
investor untuk melakukan prediksi harga saham dan tingkat pengembalian di masa yang
akan datang dengan menggunakan harga saham masa lalu. Efficiency Market
Hypothesis pada dasarnya berkenaan dengan reaksi pasar (yang tercermin pada
penyesuaian harga) terhadap munculnya informasi baru. Namun, beberapa penelitian
menemukan bahwa harga saham menunjukkan suatu pola tertentu pada tiap-tiap hari
perdagangan. Keberadaan fenomena ini kemudian memungkinkan para investor dapat
memprediksi return saham di masa yang akan datang berdasarkan data historis.
Kondisi ini lebih dikenal dengan Market Anomaly.
Menurut Dwita (2009), terdapat beberapa jenis anomali yang mungkin terjadi di
pasar modal. Salah satunya adalah Calender Anomalies atau Seasonality yang
merupakan penyimpangan yang berhubungan dengan serial waktu tertentu. Fenomena
yang termasuk ke dalam Calender Anomalies diantaranya adalah January Effect, Turn
of the Month. Effect, Monday Effect, Weekend Effect ( Day of the Week Effect). Tidak
semua anomali yang terjadi di pasar modal terkait oleh serial waktu tertentu. Beberapa
terkait dengan adanya pengumuman atau informasi mengenai perusahaan seperti stock
split (stock split effect) atau pun informasi mengenai merger atau akuisisi (merger
arbitrage).
Menurut Muhammad dan Rahman (2010), telah banyak penelitian (seperti
Aggarwal dan Rivoli (1989); Cross (1973); French (1980); Keim dan Stambaugh
(1984); Rogalski (1984)) telah mendokumentasikan bahwa distribusi dari imbal hasil
saham bervariasi menurut hari-hari dalam seminggu (Day of the Week). Sementara itu,
di pasar modal Indonesia juga telah ada penelitian mengenai Day of the Week Effect,
misalnya: Iramani dan Ansyori (2006) menemukan adanya fenomena Day of the Week
19
Effect di pasar modal Indonesia, dalam hasil penelitiannya ditemukan imbal hasil
terendah pada hari Senin dan imbal hasil tertinggi pada hari Selasa. Wrendhi ( 2008)
menemukan bahwa Day of the Week Effect benar-benar terjadi di BEI. Hal ini dapat
dilihat pada rata-rata imbal hasil pada hari Selasa, Rabu, Kamis, dan Jumat yang secara
statistik signifikan Dwita (2009) menunjukkan terjadinya Day of the Week Effect pada
imbal hasil IHSG dengan hari Senin menunjukkan imbal hasil terendah dan Jumat
menunjukkan imbal hasil tertinggi.
Namun, di lain pihak ada sebagian penelitian yang tidak menemukan terjadinya
Day of the Week Effect. Misalnya pada penelitian Suwarni membuktikan bahwa tidak
ditemukan adanya Day of the Week Effect pada imbal hasil IHSG di Bursa Efek Jakata
(Rr. Iramani dan Ansyori, 2006). Gunadi 1994 dalam Ida (2001) menyimpulkan tidak
ada perbedaan imbal hasil saham pada masing-masing hari perdagangan. Dengan kata
lain tidak terjadi fenomena Day of the Week Effect di pasar modal Indonesia. Sun dan
Tong (2002) menemukan adanya fenomena Day of the Week Effect secara signifikan
hanya terjadi pada minggu ke empat saja. Penelitian ini sekaligus menguatkan penelitian
sebelumnya yang dilakukan Wang dan Erickson (1997) menemukan adanya fenomena
day of the week effect (Iraman dan Ansyori, 2006). Selanjutnya, Rogalski (1984) dalam
Ida (2001) menemukan adanya hubungan antara Day of the Week Effect dengan January
Effect. Hasil temuannya menunjukkan bahwa rata-rata imbal hasil hari Senin dalam
bulan Januari adalah positif sementara imbal hasil selain hari Senin selain bulan Januari
adalah negatif.
Temuan-temuan di atas memperlihatkan kepada kita beragamnya kesimpulan
mengenai keberadaan fenomena Day of the Week Effect di pasar modal Indonesia.
Kesimpulan yang didapat dari masing-masih penelitian di atas masih saling kontradiktif,
sehingga akan membuat bingung para pihak yang berkepentingan seperti investor,
akandemisi, dan pihak-pihak lainnya.
RUMUSAN MASALAH
Apakah terjadi seasonality dalam bentuk Day of the Week Effect pada imbal
hasil IHSG selama rentang waktu 2 Januari hingga 28 Desember 2011?
20
TUJUAN PENELITIAN
Menganalisis keberadaan seasonality yang mengacu pada Day of the Week
Effect dalam imbal hasil IHSG.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data harga saham penutupan (close price) dari
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
hari-hari perdagangan selama satu minggu (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Jumat),
yang merupakan data nominal (kualitatif). Sedangkan variabel terikatnya adalah imbal
hasil harian saham IHSG yang bersifat kuantitatif. Sedangkan berdasarkan cara
memperoleh data, penelitian ini akan menggunakan data sekunder berupa imbal hasil
saham harian IHSG.
Penelitian ini menggunakan keseluruhan data imbal hasil harian saham IHSG
selama interval waktu 2 Januari 2011 hingga 28 Desember 2011. Dengan demikian
teknik penarikan sampel yang dipakai adalah sensus.
Dalam melakukan analisis data, beberapa tahap yang akan dilakukan yaitu :
1. Menghitung imbal hasil harian dari saham gabungan.
2. Uji permodelan
a. Uji autokorelasi
b. Uji normalitas residual
c. Uji Heterokedastisitas dan Stasioneritas
3. Analisis regresi
4. Uji hipotesis
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Uji Autokorelasi
Hasil uji autokorelasi dengan uji Box-Pierce dan Ljung Box tampak bahwa
enam belas lag (16) ternyata semuanya tidak ada yang signifikan. Kriteria ada tidaknya
autokorelasi adalah jika jumlah lag yang signifikan lebih dari dua, maka dikatakan
terjadi autokorelasi. Jika lag yang signifikan dua atau kurang dari dua, maka dikatakan
tidak ada autokorelasi (Gazhali, 2009: 87). Dari hasil pengujian di atas dapat
21
disimpulkan bahwa tidak terjadi permasalahan autokorelasi pada data time series yang
dipakai.
2. Uji Normalitias Residual
Yang pertama akan diuji dengan menggunaka metode grafik, yaitu dengan
melihat histogram dan P-P Plot. Kemudian akan dilanjutkan dengan menggunakan
metode statistik melalui Uji Kolmogorov-Smirnov (KS), dengan hipotesis:
H0 : Data terdistribusi normal.
H1 : Data tidak terdistribusi secara normal
a. Metode Grafik
Gambar 1.Histogram Uji Normalitas Residual Data Time Series Imbal Hasil
Saham Selama Periode 2 Januari – 28 Desember 2011
Gambar 2 Grafik Normal Plot
Dengan melihat tampilan grafik histogram yang agak meceng, dapat
disimpulkan bahwa grafik histogram memberikan pola distribusi yang tidak normal.
22
Sedangkan pada grafik normal plot terlihat titik-titik menyebar jauh disekitar garis
diagonal, serta penyebarannya tidak mengikuti arah garis diagonal. Kedua grafik ini
menunjukkan bahwa residual tidak terdistribusi secara normal.
3. Uji Kolmogorov-Smirnov
Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan menghasilkan nilai Kolmogorov-
Smirnov 1,607 dan asymptonoc signifikan sebesar 0,011. Disini tampak bahwa nilai
Kolmogorov-Smirnov lebih besar dari nilai asymptonic signifikannnya, yang berarti
residual tidak terdistribusi secara normal, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima.
Namun menurut Sugiono (2009), Uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai
residual mengikuti distribusi normal, kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik
menjadi tidak valid untuk jumlah sample kecil (≤ 30). Maka dapat disimpulkan bahwa
jika data ≥ 100 sebenarnya tidak perlu uji normalitas. Penelitian ini menggunakan 245
observasi, maka dengan mengacu pada pernyataan di atas, tidak dibutuhkan uji
normalitas, dan hasil uji normalitas di atas tidak perlu diindahkan.
4. Uji Heteroskedastisitas
Hasil uji Glejser menujukkan variabel independen Dsel (Selasa), Drab (Rabu),
Dkam (Kamis) dan Djum (Jumat) memiliki nilai signifikan yang lebih besar dari 5%,
yang artinya tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai residual atau tidak
terjadi permasalahan heteroskedastisitas.
5. Uji Regresi dengan ANOVA
Pengujian akan menggunakan hari Senin sebagai acuan, yang akan dilakukan
untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh hari perdagangan dalam seminggu (day of
the week effect) terhadap imbal hasil (return) harian pada pada pasar modal Indonesia
selama kurun waktu 2 Januari 2011 hingga 28 Desember 2011. Pengujian dilakukan
dengan metode regresi Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan software
SPSS 16.
23
Tabel 1. Hasil Uji Regresi Day of the Week Effect terhadap Imbal Hasil IHSG
Dari hasil analisis di atas dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut :
Rt = -0,002 + 0,002Dsel + 0,008Drab + 0,001Dkam + 0,002Djum + μt
Dalam hal ini kategori hari Senin digunakan dianggap sebagai kategori excluded
dan kategori ini digunakan sebagai referensi untuk membandingkan kategori hari
lainnya. Nilai konstanta -0,002 merupakan nilai rata-rata imbal hasil (return) hari Senin
(excluded kategori). Jadi imbal hasil rata-rata pada hari Senin sebesar -0,002.
Sedangkan koefisien pada dummy variabel sering disebut dengan differential intercept
coefficients oleh karena koefisien ini menjelaskan seberapa besar nilai intercept yang
mendapatkan nilai1 (included dummy) berbeda dari koefisien intercept excluded dummy
(Imam, 2009 : 184).
6. Uji Hipotesis Day of the Week Effect terhadap Imbal hasil Harian IHSG
H0 = Tidak terdapat Day of the Week Effect pada imbal hasil IHSG selama kurun
waktu 2 Januari 2011 hingga 28 Desember 2011.
H1 = Terdapat Day of the Week Effect pada imbal hasil IHSG selama kurun waktu
2 Januari 2011 hingga 28 Desember 2011
Dari tabel ANOVA di atas dapat dilihat bahwa hari perdagangan yang
berpengaruh secara signifikan terhadap imbal hasil IHSG adalah hari Rabu saja. Hari
Rabu berpengaruh secara signifikan pada tingkat 5%, untuk hari lainnya tidak
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -.002 .002 -.954 .341
Variabel Dummy Hari
Selasa .002 .003 .045 .562 .574
Variabel Dummy Hari
Rabu .008 .003 .209 2.614 .010
Variabel Dummy Hari
Kamis .001 .003 .015 .191 .849
Variabel Dummy Hari
Jumat .002 .003 .051 .635 .526
a. Dependent Variable: return_harian
24
berpengaruh secara signifikan. Hari Rabu mempunyai pengaruh positif terbesar
dibandingkan dengan hari-hari lainnya, yaitu sebesar 0,08.
Dengan begitu, maka H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkah bahwa,
terjadi fenomena Day of the Week Effect atas imbal hasil IHSG yang dibuktikan dengan
adanya adanya hari yang berpengaruh secara signifikan, yaitu hari Rabu yang
menunjukkan bahwa tidak semua hari perdagangan memiliki imbal hasil yang sama.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Hasil penelitian menunjukkan ditemukan adanya keberadaan fenomena Day of the
Week Effect pada pasar modal Indonesia selama periode orbservasi. Hal ini
ditunjukkan pada hasil pengujian dimana Rabu memiliki imbal hasil tertinggi bila
dibandingkan dengan hari-hari lainnya dalam satu minggu. Selain hari Rabu, imbal
hasil positif juga ditunjukkan pada hari Selasa (0,02), Kamis (0,01) dan Jumat (0,02).
Senin merupakan satu-satunya hari perdagangan yang menunjukkan imbal hasil
negatif, yaitu sebesar (-0,02). Hanya hari Rabu saja yang menunjukkan rata-rata
imbal hasil yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa hanya hari Rabu yang
berpengaruh terhadap imbal hasil saham.
2. Tingginya imbal hasil hari Rabu kemungkinan disebabkan karena pada hari
perdagangan rabu para investor sudah melakukan transaksi menggunakan
perencanaan strategis berdasarkan informasi yang dibuat pada hari perdagangan
Senin dan diselasa. Para pelaku pasar tampak cukup optimis pada hari Rabu. Hal ini
dapat dilihat pada data volume perdagangan saham, dimana rata-rata volume
perdagangan pada hari Rabu merupakan yang terbesar.
3. Ditemukannya fenomena Day of the Week Effect pada pasar modal Indonesia selama
periode observasi mengindikasikan adanya penyebaran informasi yang tidak efisien
di dalam pasar dimana investor dapat menggunakan data masa lalu untuk melakukan
prediksi imbal saham di masa yang akan datang.
Saran
Dengan ditemukannya pengaruh hari dalam setiap minggu, para investor dapat
melakukan strategi investasi, seperti membeli saham pada hari yang mempunyai imbal
hasil terendah dan selanjutnya menjualnya kembali pada hari yang memiliki imbal hasil
25
tertinggi pada hari perdagangan yang telah terbukti signifikan secara statistik (hari
Rabu).
Oleh karena itu, bagi investor yang berorientasi jangka pendek dengan
mengharapkan capital gain, adanya fenomenya Day of the Week di pasar modal
Indonesia khususnya pada hari-hari perdagangan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam melakukan keputusan investasi beli (buy), jual (sell), maupun tahan
(hold). Strategi perdagangan ini dikenal dengan strategi perdagangan aktif dimana akan
memberikan keuntungan jika keputusan yang akan diambil tepat.
26
DAFTAR PUSTAKA
Affie Sofyan Adibuddien. 2008. Analisis Imbal Hasil Harian Dalam Setiap Minggu
Pada Periode Perdagangan dan Non Perdagangan (studi empitis pada Bursa
Efek Indonesia Tahun 2000-2007). Skripsi, FE UI Jakarta.
Aggarwal, R dan P. Rivoli.1989. Anomalies Or Illusions? Evidence from Stock Markets
in Eighteen Countries. Journal of International Money and Finance, 13, 83-106.
Balaban, E.1995. “Day of the Week Effect : New Evidence from an Emerging Market.”
Applied Economics Letters, 2 : 139-143.
Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah.2009. Metode Penelitian Kuantitatif:
Teori dan praktek. Cetakan Ke-6, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Wong, K.T. Hui dan C. Chan.1992.Day Of The Week Effects: Evidence from
Developing Stock Markets. Applied Financial Economics, 2 :49-56.
Cross F.1973. The Behavior Of Stock Prices On Friday And Mondays. Financial
Analysts Journal, 29:67-69.
David Sukardi Kodrat dan Christian Hendanata. 2009. Manajemen Keuangan : based
on Empirical Research. Edisi Pertama, Graha Ilmu, Yokyakarta.
Dwita Amelia Fitriani. 2009. Analisis Day Of The Week Effect Terhadap Imbal Hasil
IHSG Serta Kaitannya Dengan Resiko Pasar Modakl Periode 2003-2007.
Skripsi, FE UI Jakarta.
Fama, E.F.1965. The Behavior Of Stock Market Prices. Journal of Business, 28, 34-105.
Fitria Indah Gayatri.2007. Efek Seasonality Terhadap Imbal Hasil Saham Di Bursa Efek
Jakarta: Studi Empiris pada Indeks Harga Saham Gabungan periode 2003-
2005. Skripsi, Fisip UI, Jakarta.
French.K.R.1980. Stock Returns And The Weekend Effect. Journal of Finance and
Economics, 8:55-70.
Gibbons, M dan Hess, Pattrick.1981.Day Of The Week Effects And Assets Returns.
Journal of Business, 54, 579-596.
Gujarati, Damodar N.2004. Dasar-Dasar Ekonometrika. Erlangga, Jakarta.
Helen.1999. Pengujian Day Of The Week Effect Pada Bursa Efek Jakarta Periode 1
Juli 1997 – 31 Juli 1998. Skripsi, Universitas Kristen Petra Surabaya.
Ida Nurhayati. 2001. Pengaruh Hari Perdagangan Saham Terhadap Return Saham
Harian Di Bursa Efek Jakarta. Tesis, Program Pasca Sarjana Undip Semarang.
27
Ikhsan Binarto.2006. Day Of The Week Effect Terhadap Daily Market Return. Thesis,
MM FE UI, Jakarta.
Imam Ghazali. 2009. Ekonometrika :Teori, Konsep dan Aplikasi dengan SPSS 17.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Johannes Soepranto.1997. Metode Riset : Aplikasinya dalam Pemasaran. Rineka Cipta,
Jakarta.
Keim, D. B dan R. Stambaugh.1984. A Further Investigation Of The Week End Effect In
Stock Return. Journal of Finance And Economics, 39: 819-835.
Muhammad, N. Maheran Nik dan Rahman, Nik Muhd N. Abd. 2010. Efficient Market
Hypothesis and Market Anomaly : Evidence from Day-of-the Week Effect of
Malaysian Exchange. International Journal of Economics and Finance, Vol. 2,
No. 2, Canada.
Nachrowi Jalal. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis
Ekonomi dan Keuangan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Jakarta.
Ndu, Chiaku Chukwuogor.2005. Post Asian Financial Crisis Day Of The Week Effect.
Departement of Business and Administration, hal 1-2.
Rogalski, Richard J.1984. New Findings Regarding Day Of The Week Returns Over
Trading And Non Trading Periods. Journal of Finance and Economies, 39 :
1603-1614.
Rr. Iramani, Ansyori Mahdi. 2006. Studi Tentang Pengaruh Hari Perdagangan
Terhadap Return Saham pada BEJ. Jurnal Akuntasi Dan Keuangan, Vol 8, No.
2,. Surabaya.
Su’ad Husnan.1996. Dasar- Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi
Ketiga, UUP AMP YKPN, Yokyakarta.
Sugiono.2009. Metode Penelitian Kombinasi.Alfa Beta, Jakarta.
Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin. 2011. Pasar Modal Di Indonesia. Edisi
Ketiga, Salemba Empat, Jakarta.
Wang dan Erickson.1997. A New Look At Monday Effect. The Journal of Finance.
Vol.52, No.5, Hal. 2171-2186.
Wredhi Prabawati.2008. Anomali Musiman : Day of the Week Effect, Monday Effect,
dan Holliday Effect pada Bursa Efek Indonesia, pada Indeks LQ45 periode
2003-2007, Skripsi, Fisip UI, Jakarta.
28
PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN KONSUMEN
Budi Santoso
ABSTRACT This study aimed to determine the effect of the four marketing mix variable
service companies, namely: promotion, place, price, and the physical evidence of the
consumer's decision on Hotel Panorama Jember.
The design of a study conducted receipts of primary data in the form of
questionnaires distributed to respondents who used services Jember inn Hotel
Panorama during the period July to August 2012.The sampling method used was
purposive sampling using the criteria include: (1) Respondents who stayed at Hotel
Panorama Jember between July to August 2012 (2) Respondent is not a single family
ties.The analysis tools include: a qualitative analysis of coding and tabulating, test
validity, test reliability of multiple linear regression, the coefficient of determination,
test F-test, and test the assumptions of classical (test multicollinearity, autocorrelation
test, test heteroskedatisitas).
From the results of test-F can be seen that the promotion variable (X1), place
(X2), price (X3), and the physical evidence (X4) together (simulthan) influence consumer
decisions (Y) in hotel Panorama Jember.All four variables are shown to have a partial
influence on consumer decision where the values held by the dominant influence of the
variable price (X3).
Keywords: marketing mix, services, consumer decisions.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara empat variable marketing
mix perusahaan jasa yaitu : promotion, place, price, dan physical evidence terhadap keputusan
konsumen pada Hotel Panorama Jember.
Rancangan penelitian yang dilakukan meggunakan data primer berupa kuesioner yang
disebarkan kepada responden yang menggunakan jasa penginapan Hotel Panorama Jember
selama periode bulan Juli sampai dengan Agustus 2012. Metode sampling yang digunakan
adalah dengan menggunakan metode purposive sampling yang kriterianya antara lain : (1)
Responden yang menginap di Hotel Panorama Jember antara bulan Juli sampai dengan Agustus
2012 (2) Responden tidak dalam satu ikatan keluarga. Alat analisis yang digunakan meliputi:
analisa kualitatif dengan koding dan tabulating, uji validitas, uji realibilitas regresi linier
berganda, koefisien determinasi, uji F, uji-, dan uji asumsi klasik (uji multikolinearitas, uji
autokorelasi, uji heteroskedatisitas).
Dari hasil Uji-F dapat diketahui bahwa variabel promotion (X1), place (X2), price
(X3), dan physical evidence (X4) secara bersama-sama (simulthan) berpengaruh
terhadap Keputusan Konsumen (Y) pada Hotel Panorama Jember. Ke-empat variable
tersebut terbukti memiliki pengaruh secara partial terhadap keputusan konsumen
dimana nilai pengaruh paling dominan dimiliki oleh variable price (X3).
Kata Kunci : marketing mix, jasa, keputusan konsumen.
29
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu pusat pariwisata dunia,pada akhirnya Indonesia
dituntut untuk memberikan sesuatu yang berkualitas dalam segala hal,khususnya
pelayanan yang memadai dan yang dapat memberikan kepuasan terhadap konsumen
untuk menadapatkan hasil yang optimal serta berdampak baik bagi pelaku pariwisata
secara umum di dunia internasional. Salah satu sektor yang bergerak dibidang jasa
pelayanan dan sangat erat kaitannya dengan dunia pariwisata adalah di bidang
perhotelan.Pelayanan dibidang perhotelan menjadi kunci pokok ramai tidaknya
konsumen yang membutuhkan pelayanan.Dalam hal ini peran bauran pemasaran sangat
berpengaruh,para pelaku bisnis jasa perhotelan dituntut untuk lebih berkreasi dalam hal
bauran pemasaran agar bisnis mereka berkembang dengan baik dan tidak terpuruk
dalam persaingan yang semakin ketat.
Bisnis perhotelan saat ini berkembang dengan pesat,hal ini menjadi daya tarik
tersendiri,karena tidak saja memenuhi kebutuhan pelaku bisnis tetapi juga berkaitan
dengan peranan hotel dalam menunjang sektor pariwisata,akibatnya secara kuantitatif
meningkatkan jumlah hotel-hotel yang ada di Indonesia.Setiap perusahaan jasa
dihadapkan pada tingkat persaingan yang sangat ketat dalam meraih pelanggan. Para
produsen bersaing untuk menawarkan berbagai keunggulan, kenyamanan fasilitas,
kelengkapan prasarana, dan masih banyak hal lain yang mereka tawarkan kepada
konsumen untuk mempertahankan kontinuitas dan citra produsen. Persaingan diatas
tidak hanya merambah perusahaan-perusahaan atau produsen-produsen perhotelan yang
ada di Indonesia, akan tetapi juga mulai merambah perusahaan-perusahaan perhotelan
yang ada di kota kecil, seperti juga yang terjadi di Jember.
Kabupaten Jember adalah salah satu kabupaten yang terletak di Jawa Timur
yang memiliki program Bulan Berkunjung Jember (BBJ) untuk memperkenalkan
potensi alam dan budaya di Kabupaten Jember yang dirasa layak untuk dijadikan
sorotan wisata baik domestic maupun internasional. Jember Fashion Carnival (JFC)
adalah salah satu acara tahunan dalam rangkaian program Bulan Berkunjung Jember
yang mampu menjaring ribuan wisatawan dalam dan luar negeri sekaligus menjadi role
model dahsyatnya multiplier effect pariwisata bagi perekonomian daerah (M.Faried at
www.bisnis.com).JFC dapat dibilang pelopor fashion carnaval di Indonesia, bahkan
berada di urutan ke empat karnaval fantastik dan spektakuler dunia setelah Mardi Grass
30
New Orleans, AS, Rio De Jeneiro & Fastnatch Koln Jerman, National Costume di
Taiwan serta event sejenis di Republik Domika, Korea Selatan dan Thailand.
Sebagai efek dari trend tersebut, Jember dianggap sebagai lahan exclusive bagi
para pengembang di bidang perhotelan. Hingga kini di kota Jember banyak berdiri
hotel-hotel baru dengan beragam fasilitas yang di tawarkan. Dari sekian banyak hotel
yang ada di Jember, Hotel Panorama juga ikut meramaikan pasar pariwisata yang kini
penuh dengan persaingan dan tantangan. Menyadari akan tantangan tersebut Hotel
Panorama berusaha menawarkan kepada konsumen tentang jati diri pelayanan mereka
dengan berbagai cara termasuk dengan menerapkan bauran pemasaran jasa yang
meliputi produk, price, place, promosi, participant, proses, dan physical evidence untuk
menarik para konsumen.
RUMUSAN MASALAH
Dari uraian pada latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini dapat
dijabarkan sebagai berikut :
a. Apakah variabel promotion, place, price, dan physical evidence erpengaruh secara
simultan dan partial terhadap keputusan konsumen pada Hotel Panorama Jember ?
b. Variabel manakah yang berpengaruh secara dominan terhadap keputusan konsumen
dalam memilih jasa Hotel Panorama Jember
c. Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan maka peneliti dibatasi pada:
d. Variabel yang diteliti terbatas pada 4 variabel bauran pemasaran jasa yaitu:
promotion, place, price, dan physical evidence.
e. Konsumen yang memilih services Hotel Panorama Jember dalam jangka waktu satu
bulan menjelang dan setelah event Jember Fashion Carnival (JFC).
TUJUAN PENELITIAN
a. Untuk mengetahui pengaruh variabel promotion, place, price, dan physical
evidence secara simultan dan partial terhadap keputusan konsumen pada Hotel
Panorama Jember
b. Untuk mengetahui variabel mana yang berpengaruh secara dominan terhadap
keputusan konsumen dalam memilih jasa Hotel Panorama Jember.
31
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Tujuan penelitian deskriptif adalah
memperoleh jawaban dari pertanyaan tentang siapa, apakah, kapan, dimana, dan
bagaimana dari suatu topik penelitian. Jadi, penelitian berupaya mendeskripsikan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen yang menginap di Hotel
Panorama pada bulan Juli hingga Agustus 2012. Sampel penelitian adalah sebagian atau
wakil populasi yang akan diteliti. Menurut Sugiono (2001:13), jumlah anggota sampel
minimal adalah 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti. Berdasarkan pernyataan
tersebut, dalam penelitian ini diambil sampel sebanyak 50 responden, karena jumlah
variabel yang diteliti adalah sebanyak 4 variabel bebas dan 1 variabel terikat. Analisis
regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel
promotion, place, price, dan physical evidence erpengaruh secara simultan dan partial
terhadap keputusan konsumen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh promotion (X1), place (X2), price (X3), dan physical evidence (X4) terhadap
keputusan konsumen dalam memilih jasa Hotel Panorama Jember. Berdasarkan hasil
perhitungan dengan SPSS versi 20 diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Collinearity
Statistics
B Std.
Error
Beta Tolerance VIF
1
(Constant) -1.846 .406 -
4.551 .000
Promotion .325 .080 .288 4.058 .000 .281 3.555
Place .317 .075 .269 4.219 .000 .349 2.865
Price .386 .089 .310 4.340 .000 .277 3.607
Physical
Evidence .238 .062 .216 3.835 .000 .446 2.240
a. Dependent Variable: Keputusan Konsumen
32
Dari hasil analisis regresi linier berganda pada tabel di atas maka diperoleh
model persamaan regresi linier berganda sebagai berikut :
Y = -1,846 + 0,325X1 + 0,317X2 + 0,386X3+ 0,238X4 + e
Model persamaan regresi diatas (kolom B) menunjukkan bahwa konstanta
regresi adalah -1,846. Nilai tersebut artinya jika variabel bebas dalam keadaan tetap
maka Y akan berkurang sebesar -1,846.
Nilai koefisien regresi variabel Promotion (X1) adalah sebesar 0,325 artinya jika
X1 bertambah sebesar satu satuan dan variabel bebas lainnya tetap maka Y akan
bertambah sebesar 0,325. Sedangkan tanda positif pada koefisien regresi tersebut
menunjukkan antara variabel X1dan Y menunjukkan hubungan searah. Jika Promosi
yang ditawarkan semakin menarik akan meningkat pula keputusan konsumen.
Nilai koefisien regresi variabel Place (X2) adalah sebesar 0,317 artinya jika
X2bertambah sebesar satu satuan dan variabel bebas lainnya tetap maka Y akan
bertambah sebesar 0,317. Koefisien regresi X2 positif menunjukkan antara variabel X2
dan Y menunjukkan hubungan searah. Jika tempat semakin strategis akan meningkatlah
keputusan konsumen.
Nilai koefisien regresi variabel Price (X3) adalah sebesar 0,386 artinya jika X3
bertambah sebesar satu satuan dan variabel bebas lainnya tetap maka Y akan bertambah
sebesar 0,386. Koefisien regresi X3 positif menunjukkan antara variabel X3 dan Y
menunjukkan hubungan searah. Jika harga semakin murah akan meningkatlah
keputusan konsumen.
Nilai koefisien regresi variabel Physical Evidence (X4) adalah sebesar 0,238
artinya jika X4 bertambah sebesar satu satuan dan variabel bebas lainnya tetap maka Y
akan bertambah sebesar 0,238. Koefisien regresi X4 positif menunjukkan antara variabel
X4 dan Y menunjukkan hubungan searah. Jika tempat semakin strategis akan
meningkatlah keputusan konsumen.
Koefisien Determinasi
Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi variabel Promotion (X1), Place
(X2), Price (X3), dan Physical Evidence (X4) terhadap keputusan konsumen (Y) secara
simulthan, maka dilakukan analisis koefisien determinasi. Analisis tersebut dalam SPSS
versi 20 adalah sebagai berikut :
33
Tabel 2. Tabel Koefisien Determinasi Berganda
Model Summaryb
Model R R
Square
Adjusted
R Square
Std.
Error of
the
Estimate
Change Statistics Durbin-
Watson R
Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 .968a .936 .931 .453 .936 165.206 4 45 .000 1.798
a. Predictors: (Constant), Physical Evidence, Place, Promotion, Price
b. Dependent Variable: Keputusan Konsumen
Nilai R square (R2) sebesar 0,931 artinya dari asumsi nilai maksimal sebesar
100%. Variabel bebas berupa promotion, place, price, dan physical evidence memiliki
pengaruh sebesar 93,1% terhadap keputusan konsumen. Nilai ini terbilang tinggi (nilai
skala 1-100%) yang artinya pengaruh yang diberikan ke-empat variabel tersebut
terbilang tinggi terhadap keputusan konsumen. Jika ke-empat variabel tersebut dapat
dimaksimalkan oleh perusahaan, maka keputusan konsumen dalam memilih jasa
penginapan Hotel Panorama Jember akan semakin maksimal pula.
Uji F
Setelah model dari persamaan regresi diperoleh, selanjutnya dilakukan
pengujian hipotesis pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara simulthan.
Untuk melakukan pengujian tersebut digunakan Uji F, Jika diketahui bahwa nilai
Fhitunglebih besar daripada Ftabelmaka H0ditolak dan Haditerima, artinya variabel bebas
berpengaruh secara simulthan terhadap variabel terikat.
Nilai Ftabel dalam penelitian ini adalah F(4;45; 5%) = 2,8115 (Nilai F tabel dapat
dilihat pada tabel distribusi F kolom ke-4, baris ke 45 pada level of signifikant 5%)
sedangkan Nilai Fhitung adalah 165,206. Sehingga dapat dibandingkan bahwa Fhitung >
Ftabel maka Ha diterima dan H0 ditolak yang berarti hipotesis pertama yang menyatakan
bahwa Diduga vaiabel bebas berupa promotion, place, price dan physical evidence
berpengaruh secara simultan.terhadap variabel keputusan konsumen terbukti
kebenarannya.
Dari hasil uji F yang menyatakan bahwa variabel promotion, place, price, dan
physical evidence berpengaruh secara simulthan terhadap keputusan konsumen pada
Hotel Panorama Jember, maka berarti ke-empat variabel tersebut secara bersama-sama
bila ditingkatkan efektifitasnya maka akan membawa dampak positif bagi perusahaan
jasa yang dalam ini adalah Hotel Panorama Jember dimana keputusan konsumen dalam
memilih jasa penginapan Hotel Panorama Jember akan meningkat pula.
34
Uji t
Pengujian ini digunakan untuk menguji pengaruh maisng-masing variabel secara
parsial terhadap variabel terikat, yaitu dengan membandingkan nilai thitung dengan nilai
ttabelpada tingkat signifikasi 5% untuk uji t dua arah, atau dengan membandingkan
probabilitas dengan tingkat signifikasi yang digunakan. Jika probabilitas lebih kecil dari
tingkat signifikasi yang digunakan yaitu 0,05 (df = n- 2, dimana n =50 sehingga
df = 48, pada tabel distribusi t dapat dilihat pada baris ke-48 kolom ke-4), maka variabel
bebas tersebut memiliki pengaruh secara signifikan atau nyata terhadap variabel terikat.
Hasil analisis ini disajikan pada tabel berikut :
Tabel 3. Hasil Perhitungan Uji t
Variabel thitung ttabel Signifikasi
Promotion (X1) 4,058 2,01063 0,000
Place (X2) 4,219 2,01063 0,000
Price (X3) 4,340 2,01063 0,000
Physical Evidence (X4) 3,835 2,01063 0,000
Berdasarkan tabel 3 dapat dijelaskan pengaruh masing-masing variabel secara
individu sebagai berikut :
a) Besarnya pengaruh variabel promotion (X1) terhadap keputusan konsumen dalam
memilih jasa Hotel Panorama Jember (Y).
Pada tabel 4.19 diketahui thitung> ttabelyaitu 4,058 > 2,01063 dengan probabilitas
signifikan sebesar 0,000. Pada pengujian ini digunakan uji dua arah sehingga
thitungberada pada daerah H0ditolak.Hal ini berarti variabel promotion (X1)
berpengaruh secara parsial terhadap keputusan konsumen dalam memilih jasa Hotel
Panorama Jember (Y).
b) Besarnya pengaruh variabel place (X2) terhadap keputusan konsumen dalam
memilih jasa Hotel Panorama Jember (Y).
Pada tabel 4.19 diketahui thitung> ttabelyaitu 4,219 > 2,01063 dengan probabilitas
signifikan sebesar 0,000. Pada pengujian ini digunakan uji dua arah sehingga
thitungberada pada daerah H0 ditolak.Hal ini menunjukkan bahwa variabel place (X2)
berpengaruh secara parsial terhadap keputusan konsumen dalam memilih jasa Hotel
Panorama Jember.
c) Besarnya pengaruh variabel price (X3) terhadap keputusan konsumen dalam
memilih jasa Hotel Panorama Jember (Y).
35
Pada tabel 4.19 diketahui thitung> ttabelyaitu 4,340 > 2,01063 dengan probabilitas
signifikan sebesar 0,000. Pada pengujianini digunakan uji dua arah sehingga
thitungberada pada daerah H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa variabel price (X3)
berpengaruh secara parsial terhadap keputusan konsumen dalam memilih jasa Hotel
Panorama Jember
d) Besarnya pengaruh variable physical evidence (X4) terhadap keputusan konsumen
dalam memilih jasa Hotel Panorama Jember
Pada tabel 4.19 diketahui thitung > ttabel yaitu 3,835> 2,01063 dengan probabilitas
signifikan sebesar 0,000. Pada pengujian ini digunakan uji dua arah sehingga thitung
berada pada daerah H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa variabel physical
evidence (X4) berpengaruh secara parsial terhadap keputusan konsumen dalam
memilih jasa Hotel Panorama Jember
Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa hipotesis yang ketiga yang
menyatakan bahwa Diduga variabel price (X3) secara partial mempunyai pengaruh
dominan terhadap keputusan konsumen (Y) pada Hotel Panorama Jember terbukti
kebenarannya.
Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk memperoleh persamaan regresi linier
berganda yang tepat dan memenuhi standar dimana pendugaan bagi parameter koefisien
regresi harus memenuhi syarat BLUE (best linier unbiased estimator)yaitu memenuhi
asumsi uji multikolinearitas, autokorelasi, heteroskedasitas dan normalitas.
a) Uji Multikolinearitas
Berdasarkan perhitungan pada SPSS versi 20, dapat dilihat hasil dari nilai
variance inflation factor (VIF) sebagaimana terdapat pada lampiran. Berdasarkan hasil
pengujian VIF pada lampiran menunjukkan bahwa model regresi linier berganda yang
ada bebas dari multikolinearitas dengan indikator jika nilai berada pada kisaran 0,10
sampai 10. Selain itu multikolinearitas terjadi apabila angka tolerance (TOL) menjauhi
1 (Gujarati,2001). Nilai VIF dapat dilihat pada tabel berikut.
36
Tabel 4. Nilai VIF
No Variabel VIF
1 X1 3,555
2 X2 2,865
3 X3 3,607
4 X4 2,240
Dari tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa nilai VIF dari masing-masing variabel
bebas kurang dari 10 bahkan nilai-nya masih dibawah 5. Berdasarkan pedoman, maka
ke-empat varibel tersebut dapat dinyatakan bebas multikolinearitas.
b) Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah keadaan dimana variabel pengganggu (e) dengan variabel
(Y) terjadi korelasi.Untuk mengetahui adanya autokorelasi pada model regresi
dilakukan pengujian Durbin – Watson(Uji DW) dengan melihat nilai d1dan dupada tabel
Durbin – Watson.
Tabel 5. Uji Durbin-Watson
Model Summaryb
Model R R
Square
Adjusted
R
Square
Std.
Error of
the
Estimate
Change Statistics Durbin-
Watson R
Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 .968a .936 .931 .453 .936 165.206 4 45 .000 1.798
a. Predictors: (Constant), Physical Evidence, Place, Promotion, Price
b. Dependent Variable: Keputusan Konsumen
Berdasarkan hasil uji DW pada sebesar 1,798 dan dari tabel Durbin-Watson
pada lampiran diketahui bahwa dl = 1,3779 dan dU= 1,7214 (baris 50 kolom k’ = 4).
Sesuai dengan kriteria pengambilan keputusan untuk Durbin-Watson seperti diatas
maka nilai DW dapat dikategorikan ke dalam poin c dimana : jika du < d < (4 – du)
atau 1,7214 < 1,798 < 2,2786), maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam model
regresi tersebut tidak ada autokorelasi.
c) Uji Heteroskedasitas
Dari hasil uji atau perhitungan model persamaan regresi linier berganda dengan
menggunakan program SPSS versi 20, hasilnya dapat dilihat pada grafik Scatterplot
bahwa titik-titik yang ada pada model persamaan regresi linier berganda tidak
membentuk pola yang teratur dan jelas, hal ini dapat diartikan bahwa tidak terjadi
heterokedasitas.
37
Gambar 1. Grafik Scatterplot
d) Uji Normalitas
Dari hasil uji atau perhitungan model persamaan regresi linier berganda dengan
menggunakan program SPSS versi 20, hasilnya dapat dilihat pada grafik Normal P-Plot bahwa
titik-titik yang ada pada model persamaan regresi berganda membentuk pola yang teratur dan
jelas pada garis diagonal, hal ini dapat diartikan bahwa variabel-variabel bebas memiliki
pengaruh terhadap variabel terikat, sehingga layak dipakai untuk memprediksi variabel bebas
dan sebaliknya.
Gambar 2. Grafik Normal P-Plot of Regression Standarized
Pembahasan
Hasil analisis regresi linier berganda secara detail menunjukkan bahwa koefisien
variabel bebas adalah sebagai berikut : variabel promotion (X1) dengan koefisien 0,325;
variabel place (X2) dengan koefisien sebesar 0,317; variabel price (X3) dengan koefisien
0,386 dan variable physical evidence (X4) dengan koefisien 0,238. Sedangkan konstanta
38
berdasarkan hasil analisis regresi adalah -1,846; sehingga diperoleh model
persamaan regresi sebagai berikut :
Y = -1,846 + 0,325X1 + 0,317X2 + 0,386X3+ 0,238X4 + e
Nilai koefisien regresi semua variabel bebas adalah positif yang menandakan
adanya hubungan searah antara variabel bebas dengan variabel bebas dengan variabel
terikat. Artinya peningkatan dari kualitas variabel bebas sebagai strategi pemasaran
akan meningkatkan pula kepuasan pelanggan. Berdasarkan pengujian hipotesis Uji t
yang menguji pengaruh variabel bebas secara parsial, menunjukkan nilai t variabel X3
yaitu price memiliki nilai paling besar, hal ini menunjukkan bahwa variabel harga
adalah variabel dominan pengaruhnya terhadap keputusan konsumen. Ke-empat
variabel bebas tersebut merupakan ke-empat variabel yang berpengaruh terhadap
perkembangan dan kemajuan usaha Hotel Panorama Jember. Dengan meningkatkan ke-
empat variabel tersebut, maka akan meningkat pula jumlah konsumen yang
memutuskan untuk menggunakan jasa penginapan Hotel Panorama Jember
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil analisa data dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Variabel promotion (X1), place (X2), price (X3), dan physical evidence (X4) secara
bersama-sama (simulthan) berpengaruh terhadap Keputusan Konsumen (Y) pada
Hotel Panorama Jember.
2. Variabel promotion (X1), place (X2), price (X3), dan physical evidence (X4) secara
partial berpengaruh terhadap Keputusan Konsumen (Y) pada Hotel Panorama
Jember.
3. Variabel bebas (X) yang secara partial berpengaruh dominan terhadap Keputusan
Konsumen (Y) pada Hotel Panorama Jember adalah price (X3)
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas beberapa saran yang dapat disampaikan adalah
sebagai berikut :
1. Bagi peneliti selanjutnya
Mengingat dalam penelitian ini variabel marketing mix perusahaan jasa yang
digunakan terbatas menjadi 4 variabel yaitu promotion (X1), place (X2), price (X3),
39
dan physical evidence (X4), maka disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk
melengkapi variabel bebas penelitian dengan variabel marketing mix perusahaan
jasa yang lain.
2. Bagi perusahaan jasa
Bagi Hotel Panorama Jember disarankan untuk lebih memperhatikan variabel-
variabel marketing mix agar usaha jasa dapat berjalan secara maksimal dan
menghasilkan income yang maksimal pula.
40
DAFTAR PUSTAKA
Agus Widarjono. 2005. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis.
Yogyakarta: Ekonosia.
Arik Fitriani. 2002. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Penjulan Kecap
pada Perusahaan Kecap ”Jeruk Pecel” di Surabaya. Skripsi. Fakultas
Ekonomi Universitas Muhammadiyah Jember.
Basu Swastha. 2001. Azas-Azas Marketing. Yogyakarta: Liberty.
Basu Swastha dan Irawan. 2002. Manajemen Pemasaran Modern. Edisi Kesepuluh.
Yogyakarta: Liberty.
Basu Swastha dan T.Handoko.2002. Manajemen Pemasaran dan Analisa Perilaku
Konsumen. Yogyakarta: Liberty.
Cravens. et al. 1997. Marketing Principle. California: Goodyear Publ.Co.Inc.
Engel, James F, Roger D Blackwell, Paul W Miniard. 1994. Perilaku Konsumen. Jilid I
Terjemahan Edisi Ke Enam. Jakarta: Bina Aksara.
Freddy Rangkuti. 2001. Practicial Data Analalysis & Interpretation: Marketing &
Behaviour. Jakarta: PT Elex Media Computindo.
Gujarati, Damodar. 1997. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga.
-----------. 2000. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Heru Pudjo Prasetya. 2008. Analisis Pengaruh Marketing Mix terhadap Keputusan
Konsumen untuk Membeli Produk Cap Mobil di Daerah Situbondo. Skripsi.
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Jember.
Imam Ghozali. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
J. Supranto. 2000. Metode Ramalan Kuantitatif Untuk Perencanaan. Jakarta: Rineka
Cipta.
-----------.2001. Statistik dan Teori Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
Kotler, Philip. 2000. Marketing Management, Analysis, Planning, and Control. 9th
Edition. Englewood Cliffs, New Jersey: Printice Hall Inc.
-----------. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Sembilan. Jakarta: Prenhallindo.
Kotler, Philip dan Garry Amstrong. 1997. Dasar-Dasar Pemasaran/Principles of
Marketing. Jilid II. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Prenhalindo Indonesia.
M. Singarimbun dan Sofyan Effendi. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.
Maholtra. 1999. Marketing Research an Applied Orientation. Third Condition, New
Jersey: Prentice Hall Saddle River.
41
Murni Sumarni. 2003. Pengantar Bisnis. Edisi Kelima. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Nur Indriantoro dan Bambang Supomo.2001. Metodologi Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE UGM.
Paul, J. Peter, Jerry C. Olson. 1999. Consumer Behavior, Perilaku Konsumen dan
Strategi Pemasaran. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Singgih Santoso. 2001. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: PT Elex
Media Computindo.
Stanton, William J dan Furel. 1997. Fundamental of Marketing. Boston: Mc Graw-Hill.
Suharsini Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sugiyono. 2001. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
42
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KONSUMEN
DALAM PEMBELIAN ROKOK TALI JAGAT
Imroatin Hasanah
Anwar
Hisyam Zaini
ABSTRACT
The purpose of this study is (1) To determine whether the taste factor, brand,
package, price, place and promotion simultaneously and partially influence the
consumer decision to purchase cigarettes in sub Tiris Tali Jagat Proobolinggo (2) To
determine which of the taste factor, branding, packaging, price, place and promotion
are the dominant influence on consumer decisions in purchasing cigarettes at Tali
Jagat Tiris district Proobolinggo. Results of this research are (1) note that the
calculated F is greater than F table (9.286> 2.88) so that it can be concluded that all
independent variables simultaneously affect the dependent variable (2) dominant
variable is the price the consumer terhadapkeputusan. This can be seen from the
calculation of t t the biggest among other variables, it can be concluded that the
dominant influence on the price variable Y (customer decision).
Key words : taste, brand, package, price, place, promotion, consumer decision
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui apakah faktor rasa, merek,
kemasan, harga, tempat dan promosi berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap
keputusan konsumen dalam pembelian rokok Tali Jagat di kecamatan Tiris
Proobolinggo (2) Untuk mengetahui faktor mana diantara rasa, merek, kemasan, harga,
tempat dan promosi yang berpengaruh dominan terhadap keputusan konsumen dalam
pembelian rokok Tali Jagat di kecamatan Tiris Probolinggo. Hasil penelitian ini adalah
(1) diketahui bahwa F hitung lebih besar dari F tabel (9,286 > 2,88) sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa seluruh variabel bebas secara serentak berpengaruh terhadap
variabel terikat (2) variabel yang berpengaruh dominan terhadapkeputusan konsumen
adalah harga. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil perhitungan t hitung yang terbesar
diantara t hitung variabel lain, maka dapat diambil kesimpulan bahwa harga
berpengaruh dominan terhadap variabel Y (keputusan konsumen).
Kata kunci : rasa, merek, kemasan, harga, tempat, promosi, keputusan konsumen
PENDAHULUAN
Rokok sebagai salah satu barang konvenien yaitu barang yang mudah
didapat dan dibeli oleh konsumen dengan usaha yang minimal pada toko-toko atau
warung terdekat. Biasanya produk ini dibeli dengan jumlah unit yang kecil, tetapi
43
frekuensi pembelian yang sering. Satu hal yang menarik dari produk rokok ini
adalah asumsi umum yang logis bahwa rokok, sebagai suatu produk yang memiliki
konotasi atau makna yang negative dalam kontek kesehatan. Kendati rokok
berbahaya bagi kesehatan namun permintaan akan rokok cenderung meningkat.
Semakin gencarnya kampanye gerakan anti asap rokok hingga pemberlakuan
lokasi bebas asap rokok yang dicanangkan pemerintah baru-baru ini, bahkan
sampai dikeluarkannya fatwa haram merokok oleh MUI tidak menyurutkan
permintaan produk ini. Dari tahun ketahun permintaan rokok semakin meningkat,
sejak tahun 2007 permintaan produk rokok mengalami peningkatan sebesar 14%
pertahun (www.wikipedia.com).
Faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam pembelian produk
terutama produk rokok, pada umumnya dipengaruhi oleh produk, diantaranya rasa,
merek dan kemasan. Rasa merupakan sesuatu yang dikecap oleh indera perasa:
lidah, kulit, dan saraf. (Yulius S, 1984:200). Sedangkan merek merupakan nama,
istilah, tanda, simbol/lambang, desain, warna, gerak atau kombinasi atribut-atribut
produk lainnya yang diharapkan dapat memberikan identitas dan diferensiasi
terhadap produk pesaing (Fandi Tjiptono,1997:102). Selain rasa dan merek
konsumen juga ingin produk yang di komsumsinya merupakan produk yang
kemasannya mudah dibuka dan mudah dibawa. Harga yang terjangkau serta
kemudahan mendapatkan atau memperoleh produk menjadi pertimbangan bagi
konsumen untuk mengkomsumsi produk-produk tertentu. Hal tersebut memberikan
dampak positif bagi konsumen yang diharapkan melakukan pembelian ulang.
Faktor lain yang mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen adalah
promosi. Promosi yaitu berbagai kegiatan perusahaan untuk mengkomunikasikan
dan memperkenalkan produk pada pasar sasaran. promosi meliputi periklanan,
penjualan perorangan, promosi penjualan, dan hubungan masyarakat. Iklan yang
sesuai dengan produk yang ditawarkan dan mempunyai daya tarik akan
mempengaruhi konsumen. Disini perusahan dituntut untuk mengembangkan
produknya dengan memperhatikan keinginan konsumen, dimana faktor-faktor
tersebut memiliki peranan penting dalam pemasaran dan kelangsungan hidup
perusahaan.
44
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah faktor rasa, merek, kemasan, harga, tempat dan promosi berpengaruh secara
simultan dan parsial terhadap keputusan konsumen dalam pembelian rokok Tali
Jagat di Kecamatan Tiris Proobolinggo?
2. Faktor manakah yang berpengaruh dominan terhadap keputusan konsumen dalam
pembelian rokok Tali Jagat di Kecamatan Tiris Proobolinggo?
TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui besarnya pengaruh secara simultan dan parsial dari faktor rasa,
merek, kemasan, harga, tempat dan promosi terhadap keputusan konsumen dalam
pembelian rokok Tali Jagat di Kecamatan Tiris Probolinggo.
2. Untuk mengetahui faktor yang berpengaruh dominan terhadap keputusan konsumen
dalam pembelian rokok Tali Jagat di Kecamatan Tiris Probolinggo.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatori yang akan mencari pengaruh
rasa, merek, kemasan, harga, tempat dan promosi terhadap keputusan konsumen dalam
pembelian rokok Tali Jagat di Kecamatan Tiris Probolinggo. Data yang digunakan
dalam penelitian ini data primer yang digali dari responden yang terdiri dari konsumen
yang melakukan pembelian rokok Tali Jagat di kecamatan Tiris.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel dengan pertimbangan atau kriteria
tertentu dari responden. Kriteria sampel dalam penelitian ini antara lain :
1. Konsumen yang membeli rokok Tali Jagat lebih dari 3x
2. Konsumen laki-laki yang berusia diatas 17 tahun.
Populasi penelitian ini tidak di ketahui jumlahnya (unlimited) sehingga
penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan standart sampel ≤ 30 sampel kecil,
sampel ≥ 120 sampel besar yang di ambil.(J.Supranto, 2001:25). Maka dalam penelitian
ini sampel yang diambil sebanyak 60 responden yaitu konsumen yang membeli rokok
Tali Jagat di Kecamatan Tiris Probolinggo.
45
Analisis regresi linier berganda digunakan dalam penelitian ini untuk melihat pengaruh
rasa, merek, kemasan, harga, tempat dan promosi terhadap keputusan konsumen dalam
pembelian rokok Tali Jagat di Kecamatan Tiris Probolinggo.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor – faktor bebas yaitu rasa,
merek, kemasan, harga, tempat dan promosi terhadap faktor terikat keputusan
konsumen dalam membeli rokok Tali Jagat di Kecamatan Tiris digunakan Analisis
Regresi Linier Berganda. Berdasarkan data responden pada faktor (rasa, merek,
kemasan, harga, tempat dan promosi) yang dijawab oleh responden, serta hasil
perhitungan komputer dengan menggunakan SPSS ver. 14, diperoleh persamaan Regresi
Linier Berganda sebagai berikut :
Y = -2,347+ 0,167X1 + 0,129X2 + 0,132X3 + 0,441X4 +0,124X5+0,409X6
Konstanta sebesar -2,347 dapat diartikan bahwa keputusan konsumen apabila
tidak di pengaruhi oleh faktor rasa, merek, kemasan, harga, tempat dan promosi. Lebih
jauh lagi dapat diartikan bahwa jika rasa, merek, kemasan, harga, tempat dan promosi
nilainya nol atau tidak ada maka keputusan konsumen negatif atau pembelian konsumen
mengalami penurunan.
Persamaan regresi rasa (X1) berdasarkan kesesuaian rasa dengan selera dan
keunikan rasa bernilai positif sebesar 0,167 di artikan bahwa jika rasa (X1) mengalami
perubahan maka keputusan konsumen akan meningkat sebesar 0,167 dikali satu-satuan
dengan asumsi faktor-faktor bebas lainnya dianggap konstan. Arti lebih lanjut jika
merek, kemasan, harga, tempat dan promosi tidak mengalami perubahan maka rasa
berpengaruh positif terhadap keputusan konsumen.
Persamaan regresi faktor merek (X2) berdasarkan kemudahan mengingat merek
dan prestise bernilai positif sebesar 0,129 diartikan bahwa jika merek (X2) mengalami
perubahan maka keputusan konsumen akan meningkat sebesar 0,129 dikali satu-satuan
dengan asumsi faktor-faktor bebas lainnya dianggap konstan. Arti lebih lanjut jika rasa,
kemasan, harga, tempat dan promosi tidak mengalami perubahan maka merek
berpengaruh positif terhadap keputusan konsumen..
Persamaan regresi faktor kemasan (X3) dilihat dari daya tarik warna dan gambar
serta perlindungan terhadap isi produk bernilai positif sebesar 0,132 diartikan bahwa
46
jika kemasan (X3) mengalami perubahan maka keputusan konsumen akan berubah
sebesar 0,132 dikali satu-satuan dengan asumsi faktor-faktor bebas lainnya dianggap
konstan. Arti lebih lanjut jika rasa, merek, harga, tempat dan promosi tidak mengalami
perubahan maka kemasan berpengaruh positif terhadap keputusan konsumen..
Persamaan regresi faktor harga (X4) dilihat dari penilaian tentang harga serta
kesesuaian harga dengan daya beli bernilai positif sebesar 0,441 diartikan bahwa jika
harga (X4) mengalami perubahan maka keputusan konsumen akan meningkat sebesar
0,441 dikali satu-satuan dengan asumsi faktor-faktor bebas lainnya dianggap konstan.
Arti lebih lanjut jika rasa, merek, kemasan, tempat dan promosi tidak mengalami
perubahan maka harga berpengaruh kuat positif terhadap keputusan konsumen.
Persamaan regresi faktor tempat (X5) berdasarkan kemudahan memperoleh dan
ketersediaan produk bernilai positif sebesar 0,124 diartikan bahwa jika tempat (X5)
mengalami perubahan maka keputusan konsumen akan meningkat sebesar 0,124 dikali
satu-satuan dengan asumsi faktor-faktor bebas lainnya dianggap konstan. Arti lebih
lanjut jika rasa, merek, kemasan, harga dan promosi tidak mengalami perubahan maka
tempat berpengaruh positif terhadap keputusan konsumen..
Persamaan regresi faktor promosi (X6) berdasarkan kemudahan memperoleh dan
ketersediaan produk bernilai positif sebesar 0,409 diartikan bahwa jika promosi (X6)
mengalami perubahan maka keputusan konsumen akan meningkat sebesar 0,409 dikali
satu–satuan dengan asumsi faktor-faktor bebas lainnya dianggap konstan. Arti lebih
lanjut jika rasa, merek, kemasan, harga dan tempat tidak mengalami perubahan maka
promosi berpengaruh kuat positif ternadap keputusan konsumen..
Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Hasil pengujian F test dapat dilihat pada gambar 1 berikut:
Gambar 1. Kriteria Uji F
2,28 9,286
Ho diterima Ho ditolak
47
Dari gambar 1. di atas diketahui bahwa F hitung sebesar 9,286, dan F tabel sebesar
2,28, F hitung berada pada daerah arsiran yang berarti Ho1 ditolak dan Ha1 diterima,
yaitu F hitung > F tabel, yang menyatakan bahwa faktor rasa, merek, kemasan, harga,
tempat dan promosi sebagai faktor independen berpengaruh secara simultan atau
bersama-sama terhadap keputusan konsumen.
Dari hasil pengujian di atas diketahui hipotesis pertama yang menyatakan bahwa
faktor rasa, merek, kemasan, harga, tempat dan promosi sebagai faktor independen
berpengaruh secara simultan atau bersama-sama terhadap keputusan konsumen terbukti.
Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual (Ujt)
Uji statistik t pada penelitian ini untuk menunjukkan secara partial atau
individual antara faktor rasa, merek, kemasan, harga, tempat dan promosi sebagai faktor
independen terhadap keputusan konsumen (Y).
Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t) pengaruh rasa (X1) terhadap
keputusan konsumen (Y)
Hasil analisis menunjukkan nilai t-hitung dari faktor rasa (X1) sebesar 1,673
dengan nilai signifikan sebesar 0,100 (>0,05) berarti Ho diterima dan Ha ditolak yang
mengindikasikan bahwa faktor rasa (X1) tidak berpengaruh signifikan terhadap
keputusan konsumen (Y). Hasil keputusan uji dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2. Kriteria Uji t faktor rasa (X1)
Dari gambar 2 di atas diketahui bahwa t hitung sebesar 1,673, dan t tabel sebesar
2,00, t hitung berada pada daerah Ho diterima dan Ha ditolak, yaitu t hitung < t tabel,
dengan demikian faktor rasa (X1) tidak berpengaruh signifikan terhadap Keputusan
konsumen.
Ho ditolak
1,673 2,00 -2,00
Ho ditolak
Ho diterima
48
Hasil Uji signifikansi parameter individual (Uji t) pengaruh merek (X2) terhadap
keputusan konsumen (Y)
Coefficient nilai t-hitung dari faktor merek (X2) sebesar 1,026 dengan nilai
signifikan sebesar 0,310(>0,05) berarti Ho diterima dan Ha ditolak yang
mengindikasikan bahwa faktor merek (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap
keputusan konsumen. Hasil keputusan uji dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3. Kriteria Uji t faktor merek (X2)
Dari gambar 3 di atas diketahui bahwa t hitung sebesar 1,026, t tabel sebesar
2,00, t hitung berada pada daerah Ho diterima dan Ha ditolak, yaitu t hitung < t tabel,
dengan demikian faktor merek (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan
konsumen.
Hasil Uji signifikansi parameter individual (Uji t) pengaruh kemasan (X3)
terhadap keputusan konsumen (Y)
Berdasarkan hasil analisis nilai t-hitung dari faktor kemasan (X3) sebesar 1,203
dengan nilai signifikan sebesar 0,234 (>0,05) berarti Ho diterima dan Ha ditolak yang
mengindikasikan bahwa faktor kemasan (X3) tidak berpengaruh signifikan terhadap
keputusan konsumen (Y). Hasil keputusan uji dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4. Kriteria Uji t faktor kemasan (X3)
1,203 2,00 -2,00
Ho ditolak
Ho diterima
Ho ditolak
1,026 2,00
Ho ditolak Ho ditolak
Ho diterima
-2,00
49
Dari gambar 4 di atas diketahui bahwa t hitung sebesar 1,203 dan t tabel sebesar
2,00, t hitung berada pada daerah Ho diterima dan Ha ditolak, yaitu t hitung < t tabel,
dengan demikian faktor kemasan (X3) tidak berpengaruh terhadap keputusan konsumen.
Hasil Uji Signifikansi parameter individual (Uji t) pengaruh harga (X4) terhadap
keputusan konsumen (Y)
Dari hasil analisis nilai t-hitung dari faktor harga (X4) sebesar 4,039 dengan nilai
signifikan sebesar 0,000 (<0,05) berarti Ho ditolak dan Ha diterima yang
mengindikasikan bahwa faktor harga (X4) berpengaruh signifikan terhadap keputusan
konsumen (Y). Hasil keputusan uji dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 5. Kriteria Uji t faktor harga (X4)
Dari gambar 5 di atas diketahui bahwa t hitung sebesar 4,039, t tabel sebesar
2,00, t hitung berada pada daerah Ho ditolak dan Ha diterima, yaitu t hitung > t tabel,
dengan demikian faktor harga (X4) berpengaruh signifikan terhadap keputusan
konsumen.
Hasil Uji signifikansi parameter individual (Uji t) pengaruh tempat (X5) terhadap
keputusan konsumen (Y)
Hasil analisis menunjukkan nilai t-hitung dari faktor tempat (X5) sebesar 0,973
dengan nilai signifikan sebesar 0,335 (>0,05) berarti Ho diterima dan Ha ditolak yang
mengindikasikan bahwa faktor tempat (X5) tidak berpengaruh signifikan terhadap
keputusan konsumen (Y). Hasil keputusan uji dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 6. Kriteria Uji t faktor tempat (X5)
2,00 4,039 -2,00
Ho ditolak
Ho diterima
Ho ditolak
0,973 2,00 -2,00
Ho ditolak
Ho diterima
Ho ditolak
50
Dari gambar 6 di atas diketahui bahwa t hitung sebesar 0,973, t tabel sebesar
2,00, t hitung berada pada daerah Ho diterima dan Ha ditolak, yaitu t hitung < t tabel,
dengan demikian faktor tempat (X5) tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan
konsumen.
Hasil Uji signifikansi parameter individual (Uji t) pengaruh promosi (X6) terhadap
keputusan konsumen (Y)
Hasil analisis menunjukkan nilai t-hitung dari faktor promosi (X6) sebesar 3,652
dengan nilai signifikan sebesar 0,001 (<0,05) berarti Ho ditolak dan Ha diterima yang
mengindikasikan bahwa faktor promosi (X6) berpengaruh signifikan terhadap keputusan
konsumen (Y). Hasil keputusan uji dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 7. Kriteria uji t faktor promosi (X6)
Dari gambar 7 di atas diketahui bahwa t hitung sebesar 3,652, t tabel sebesar
2,00, t hitung berada pada daerah Ho ditolak dan Ha diterima, yaitu t hitung > t tabel,
dengan demikian faktor promosi (X6) berpengaruh signifikan terhadap keputusan
konsumen.
Berdasarkan hasil uji t diketahui faktor harga (X4), mempunyai nilai thitung paling
besar dibanding thitung faktor rasa (X1), merek (X2), kemasan (X3), tempat (X5) dan
promosi (X6), ini menunjukkan bahwa faktor harga (X4) berpengaruh dominan terhadap
keputusan konsumen, jadi hipotesis kedua yang menyatakan faktor harga sebagai faktor
yang dominan mempengaruhi keputusan konsumen terbukti.
Hasil Uji Koefisien Determinansi (R2)
Koefisien determinan R2 digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan
model menerangkan variasi faktor dependen. Dari olah data output SPSS v.14.00 pada
Model Summary diperoleh nilai R Square sebesar 0,512 (51,2%). Hal ini menunjukkan
bahwa faktor rasa, merek, kemasan, harga, tempat dan promosi dapat menjelaskan
2,00 3,652
Ho ditolak
Ho diterima
Ho ditolak
-2,00
51
keputusan konsumen sebesar 51,2% dan sisanya 48,8 % dijelaskan oleh faktor lain di
luar model ini.
Hasil Uji asumsi Klasik
Hasil Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar faktor bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya
tidak terjadi korelasi diantara faktor bebas. Hasil pengujian gejala multikolonearitas
terlihat pada tabel 4.5 berikut :
Tabel 1. Uji Multikolinearitas
Faktor Independen
Collinearity Statistics Keterangan
Tolerance VIF
Rasa 0,953 1,049 Tidak ada Multikolinearitas
Merek 0,762 1,313 Tidak ada Multikolinearitas
Kemasa
n 0,856 1,168 Tidak ada Multikolinearitas
Harga 0,856 1,168 Tidak ada Multikolinearitas
Tempat 0,926 1,080 Tidak ada Multikolinearitas
Promosi 0,927 1,079 Tidak ada Multikolinearitas
Hasil output SPSS untuk VIF dan Tolerance mengindikasikan tidak terdapat
multikolearitas yang serius. Hal ini diindikasikan oleh Nilai VIF tidak ada yang
melebihi 10 dan nilai Tolerance tidak ada yang kurang dari 0,10. Hal ini juga
ditunjukkan oleh koefisien korelasi antar faktor independen tidak ada korelasi yang
cukup serius.
Hasil Uji Autokorelasi
Auto korelasi adalah keadaan dimana faktor pengganggu (e) dengan faktor (Y)
terjadi kolerasi. Untuk mengetahui adanya autokolerasi pada model regresi dilakukan
pengujian Durbin – Watson (Uji DW). Berdasarkan hasil perhitungan uji DW sebesar
2,144. maka diambil kesimpulan bahwa dalam model regresi tersebut tidak terjadi
Autokorelasi (Bilson Simamora, 2005:64).
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Berdasarkan grafik scatterplots terlihat bahwa titik-titik tidak membentuk pola tertentu,
dalam hal ini titik-titik menyebar secara acak (random) serta tersebar baik di atas
52
maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
heteroskedastisitas pada model regresi.
20-2
Regression Standardized Predicted Value
2
0
-2
Re
gre
ss
ion
Stu
de
nti
zed
Re
sid
ua
l
Scatterplot
Dependent Variable: Keputusan Konsumen
Gambar 8. Scatterplot
Hasil Uji Normalitas Data
Pada grafik normal probability plots diketahui bahwa titik-titik menyebar
berhimpit di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Sedangkan pada
grafik histogram tampak bahwa residual terdistribusi secara normal dan berbentuk
simetris, maka berdasarkan analisa grafik normal probability plots dan histogram, dapat
disimpulkan bahwa residual terdistribusi secara normal.
1.00.80.60.40.20.0
Observed Cum Prob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Expe
cted
Cum
Pro
b
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Keputusan Konsumen
Gambar 9. Normal P Plot
53
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa faktor rasa yang diukur dari
kesesuaian rasa dengan selera serta keunikan rasa, faktor merek yang diukur dari nama
merek dan prestise, faktor kemasan yang diukur dari daya tarik warna dan gambar pada
bungkus serta perlindungan isi produk, faktor tempat yang dilihat dari kemudahan
memperoleh serta ketersediaan produk, diketahui ketiga faktor tersebut tidak
berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen, yang berarti ketiga faktor
tersebut tidak banyak merubah keputusan konsumen untuk membeli rokok Tali Jagat
Kecamatan Tiris.
Dari Analisis data diatas diketahui bahwa faktor harga yang diukur dari tingkat
harga dan kesesuaian dengan daya beli, faktor promosi yang dilihat dari periklanan dan
pemberian hadiah, diketahui berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen,
berarti ketika ada harga serta sesuai dengan daya beli konsumen dan iklan yang menarik
serta pemberian hadiah akan memberikan perubahan signifikan pada keputusan
konsumen rokok Tali Jagat di Kecamatan Tiris.
Penelitian yang dilakukan pada konsumen rokok Tali Jagat di Kecamatan Tiris
membuktikan bahwa rasa, merek, kemasan, harga, tempat dan promosi berpengaruh
signifikan secara simultan terhadap keputusan konsumen, dan harga dominan
mempengaruhi keputusan konsumen.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang dilakukan Bahtiar
Rivai (2005) pada konsumen rokok Djarum 76 di Kecamatan Yosowilangun, dimana
faktor merek dominan mempengaruhi keputusan konsumen. Begitupun dengan
penelitian Fajar Priyanto (2005) pada konsumen rokok Gudang Garam di Fakultas
Ekonomi Unmuh Jember yang menyimpulkan faktor iklan dominan mempengaruhi
keputusan konsumen. Perbedaan faktor dominan yang mempengaruhi keputusan
konsumen lebih karena disebabkan produk yang diteliti dalam penelitian ini merupakan
produk untuk kelas menengah kebawah yang sesuai dengan wilayahnya yang rata-rata
penduduk Kecamatan Tiris merupakan kelas menengah ke bawah sehingga faktor harga
menjadi pertimbangan untuk melakukan pembelian produk.
54
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Hipotesis pertama yang menyatakan terdapat pengaruh signifikan antara faktor rasa,
merek, kemasan, harga, tempat dan promosi secara simultan terhadap keputusan
konsumen terbukti. Hal tersebut dapat diketahui dengan melihat perbandingan antara
F hitung dengan F tabel pada bab sebelumnya diketahui bahwa F hitung lebih besar
dari F tabel (9,286 > 2.28). Selain itu diketahui bahwa probabilitas F hitung adalah
sebesar 0,000. Nilai tersebut masih dibawah nilai (0,001 < 0,05). Sehingga
disimpulkan bahwa variabel bebas secara bersama – sama berpengaruh signifikan
terhadap variabel terikat. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan uji t
(t-test) diketahui faktor rasa, merek, kemasan dan tempat tidak berpengaruh secara
parsial terhadap keputusan konsumen, sedangkan faktor harga dan promosi
berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen.
2. Berdasarkan hasil uji t dapat dilihat bahwa faktor harga (X4) mempunyai nilai t
hitung paling besar dengan taraf signifikansi paling kecil, hal ini menunjukkan
bahwa faktor harga berpengaruh dominan terhadap keputusan konsumen.
Saran
1. Pihak manajemen hendaknya melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan
penjualan produk dengan melakukan perubahan seperti meningkatkan kualitas rasa,
merubah kemasan menjadi lebih menarik, melakukan promosi lebih gencar hingga
merek banyak dikenal masyarakat dan pendistribusian yang lebih merata dan lebih
lancar sehingga konsumen tidak kesulitan untuk mendapatkan produk. Diharapkan
dengan pelaksanaan kegiatan tersebut dapat mempengaruhi keputusan konsumen
untuk membeli rokok Tali Jagat. Selain itu karena faktor harga dan promosi
merupakan faktor yang signifikan dalam mempengaruhi konsumen untuk membeli
rokok Tali Jagat, maka pihak menajemen dituntut untuk berhati-hati dalam
menetapkan kebijakan harga serta kegiatan promosi yang lebih di tingkatkan lagi,
karena kedua faktor ini signifikan mempengaruhi keputusan konsumen.
2. Untuk peneliti yang akan datang dengan obyek dan topik yang sama hendaknya
menambah variabel bebas karena dalam penelitian ini masih ada 48,8% dipengaruhi
oleh variabel lain.
55
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto ,2003, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Renika Cipta Karya,
Jakarta.
Bahtiar Rivai, 2006, Pengaruh Merk, Harga, dan Rasa Terhadap Keputusan
Konsumen Dalam Mengkomsumsi Rokok Merek Djarum 76 Di Kecamatan
Yosowilangun Lumajang, Skripsi Universitas Muhammadiyah Jember.
Basu Swasta DH dan T.Hani Handoko, 2000, Manajemen Pemasaran “ Analisis
Perilaku Konsumen”, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.
Buchri Alma, 2004, Manajemen Pemasaran Dan Pemasaran Jasa, Alfabeta, Bandung.
Bilson Simamora, 2002, Analisis Multivariat Pemasaran, Gramedia Utama Jakarta.
Fajar Priyanto, 2005, Analisis Beberapa Variabel Yang Mempengaruhi Keputusan
Konsumen Rokok Merek Gudang Garam Di Fakultas Ekonomi Universitas
Muhammadiyah Jember. Skripsi Universitas Muhammadiyah Jember.
Fandi Tjiptono, 1997, Strategi Pemasaran, Andi, Yogyakarta.
Http://id.wikipedia.org/wiki/Talijagat/
Imam Ghazali, 2005, Amplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi
Tiga, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
J.Supranto, 2001, Statistik : Teori dan Aplikasi, Edisi Ke Lima, Jilid Dua, Erlangga,
Jakarta.
M. Iqbal Hasan, 1999, Statistik I : Statistik Deskriptif, Bumi Aksara, Jakarta
Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 1999, Metodologi Penelitian Bisnis, Edisi
Pertama, BPFE, Yogyakarta.
Philip Kotler dan Gary Amstrong, 1997, Dasar-dasar Pemasaran, Jillid I, Prehalindo,
Jakarta.
Riduwan, 2003, Dasar-dasar Statistika, Edisi Kedua, Bandung, Alfabeta.
Rudi Wibowo, 2000, Ekonometrika Analisis Data Parametrik, Fakultas Pertanian,
Universitas Jember.
Sugiono, 2000, Metode Penelitian Bisnis, Cetakan Kedua, Penerbit Alfabeta, Bandung.
Yulius.S, 1984, Kamus Baru Bahasa Indonesia, Usaha Nasional, Surabaya.
56
PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP
PRAKTIK MANAJEMEN LABA DI INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA
Nurhayati Andikasari
Arik Susbiyani
Norita Citra Y
ABSTRACT
This study aims to give empirical evidence about influence of Managerial
Ownership, Institutional Ownership, Size of Directors Council and Audit Committee
simultaneously and partially to eraning management at banking company in Indonesian
Stock Exchange (BEI). For the analyze, this research use Multiple linear regression.
The result of examination of hypothesis can be expressed that Managerial
Ownership, Institutional Ownership, Size of Directors Council and Audit Committee
have an simultaneously effect to earning management at banking company in BEI. In
addition, the result also express that partialyl the Managerial Ownership and Size of
Directors Council have an effect to earning management at banking company in BEI.
While Institutional Ownership and Audit Committee partially not have significantly
effect to earning management at banking company in BEI.
Keywords : Earning Management, Managerial Ownership, Institutional Ownership,
Size of Directors Council and Audit Committee
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh
Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Direksi dan Komite
Audit baik secara simultan maupun parsial terhadap manajemen laba pada perusahaan
perbankan di BEI. Untuk analisis data, penulis menggunakan analisis regresi linier
berganda.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat dinyatakan bahwa Kepemilikan
Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Direksi dan Komite Audit
berpengaruh secara simultan terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan di
BEI. Selain itu, hasil pengujian juga menyatakan bahwa secara parsial Kepemilikan
Manajerial dan Ukuran Dewan Direksi berpengaruh terhadap manajemen laba pada
perusahaan perbankan di BEI. Sedangkan Kepemilikan Institusional dan Komite Audit
secara parsial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan
di BEI.
Kata Kunci : Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran
Dewan Direksi, Komite Audit, dan Manajemen Laba
PENDAHULUAN
Manajemen laba merupakan salah satu masalah keagenan (agency problem)
yang terjadi karena adanya pemisahan antara pemilik (pemegang saham) dengan
manajemen perusahaan (pengelola). Pemisahan fungsi antara pemilik (principal) dan
manajemen (agent) dapat memiliki dampak negatif yaitu akanmengarah pada proses
57
memaksimalkan kepentingan manajemen sendiri dengan biaya yang harus ditanggung
oleh pemilik perusahaan. Kondisi ini terjadi karena asymetry information antara
manajemen dan pihak lain yang tidak memiliki sumber dan akses yang memadai untuk
memonitor tindakan manajemen (Richardson; DuCharme et al. dalam Hastuti, 2005).
Penelitian Watts dan Zimmerman (dalam Widyaningdyah, 2001) secara empiris
membuktikan bahwa hubungan principal dan agent sering ditentukan oleh angka
akuntansi. Hal ini memacu agent untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi
tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya.Salah
satu bentuk tindakan agent tersebut adalah yang disebut sebagai manajemen laba
(earnings management).
Terjadinya pemisahan antara fungsi kepemilikan (ownership) dan fungsi
pengendalian (control) perusahaan memunculkan isu corporate governance.Corporate
governance merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan
melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas
manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan.Konsep
corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih
transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Bila konsep ini diterapkan dengan
baik maka diharapkan pertumbuhan ekonomi akan terus menanjak seiring dengan
transparansi pengelolaan perusahaan yang makin baik dan nantinya menguntungkan
banyak pihak. Sistem corporate governance memberikan perlindungan efektif bagi
pemegang saham dan kreditor sehingga mereka yakin akan memperoleh return atas
investasinya dengan benar. Corporate governance juga membantu menciptakan
lingkungan kondusif demi terciptanya pertumbuhan yang efisien dan sustainable di
sektor korporat (Nasution, 2007).
Bahamrt, dan Rosenstein (1998) dalam Midiastuty dan Machfoedz (2003)
mengemukakan mekanisme corporate governance meliputi mekanismeinternal, seperti
struktur dewan direksi, kepemilikan manajerial, dan kompensasi eksekutif, dan
mekanisme eksternal, seperti pasar untuk kontrol perusahaan, kepemilikan institusional,
dan tingkat pendanaan dengan hutang (debt financing), sedangkan menurut Veronica
dan Bachtiar (2004), beberapa mekanisme corporate governance antara lain dewan
direksi, komite audit, kualitas audit, dan kepemilikan institusional.
58
Menurut agency theory salah satu cara untuk mengatasi adanya agency conflict
adalah dengan melakukan pengawasan sendiri melalui good corporate governance.
Seperti diungkapkan oleh Midiastuty dan Machfoez (2003) bahwa praktik manajemen
laba yang dilakukan oleh manajer dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme
monitoring untuk menyelaraskan (aligment) ketidaksejajaran kepentingan tersebut
yaitu: pertama, dengan memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen
(manajerial ownership), sehingga kepentingan pemilik atau pemegang saham dan
kepentingan manajer dapat disejajarkan. Kedua, dengan kepemilikan saham oleh
investor institusional.Investor institusional merupakan pihak yang dapat memonitor
kinerja agen dengan kepemilikannya yang besar.Sehingga investor institusional tidak
dengan mudah dapat “dibodohi” oleh tindakan manajer.Ketiga, melalui peran
monitoring yang dilakukan oleh dewan direksi (board of directors).
Beberapa penelitian empiris tentang hubungan mekanismecorporate governance
dengan manajemen laba telah dilakukan baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan telah ditemukan hasil yang berbada-beda,
seperti penelitian Gabrielsen et al (1997) dalam Midiastuty dan Machfoez (2003)
menemukan hubungan yang positif tetapi tidak signifikan akan kepemilikan manajerial
dengan manajemen laba dimana penelitian ini menggunakan data pasar modal
Denmark. Berdasarkan teori keagenan, hubungan antara manajer dengan pemegang
saham rawan untuk terjadinya masalah keagenan. Untuk mengurangi masalah keagenan
tersebut salah satunya adalah dengan adanya kepemilikan manajerial dan kebijakan
hutang. Dengan kepemilikan tersebut, manajemen akan merasakan langsung dampak
dari setiap keputusannya termasuk dalam menentukan kebijakan hutang perusahaan
(Atmadja, I. C, 2005).Veronica dan Bachtiar (2004) menemukan bahwa kepemilikan
institusional tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap manajemen laba.
Widyaningdyah (2001) menemukan bahwa ukuran dewan direksi sebagai mekanisme
corporate governance tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap manajemen
laba. Warfield et al (1995) dalam Fidyati (2004) menemukan bahwa kepemilikan
manajerial sebagai mekanisme corporate governance berhubungan negatif dengan
manajemen laba dimana penelitian ini menggunakan data pasar modal
Amerika.Sedangkan Wedari (2004) menemukan bahwa kepemilikan manajerial
berhubungan positif dan signifikan terhadap manajemen laba, dimana penelitian ini
59
menggunakan data pasar modal Indonesia. Rajgofao et al (1999) dalam Fidyati (2004)
menemukan hubungan negatif antara kepemilikan institusional sebagai mekanisme
corporate governance dengan manajemen laba.Menurut teori keagenan (agency theory),
adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dapat menimbulkan
masalah keagenan (agency problem), yaitu ketidaksejajaran kepentingan antara
principal dan agent.Hal ini memicu terjadinya manajemen laba.Sedangkan penelitian di
Indonesia, yaitu Wedari (2004) menemukan bahwa kepemilikan institusional
mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap manajemen laba. Midiastuty
dan Machfoez (2003) menemukan bahwa ukuran dewan direksi mempunyai pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap manajemen laba.Dewan direksi bisa berhubungan
dengan komposisi maupun ukurannya. Hubungan antara komposisi dewan direksi
dengan kemungkinan dilakukannya manajemen laba merupakan suatu hal yang penting
diperhatikan dalam disiplin akuntansi. Hal tersebut berarti makin besar ukuran dewan
komisaris maka makin banyak manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan.
Darmawati (2003) menemukan bahwa komite audit sebagai mekanisme corporate
governance tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap manajemen laba.
Tugas yang diemban oleh komite audit ini akan sangat bermanfaat untuk mengantisipasi
adanya praktik manajemen laba. Hal ini akan tercapai hanya apabila komite audit
bekerja dengan baik dan penuh tanggung jawab. Untuk melaksanakan tugas-tugasnya
dengan baik, menurut The Business of Roundtable (2002) anggota komite audit
memiliki sedikitnya satu orang anggotanya yang memiliki keahlian dalam bidang
akuntansi dan manajemen keuangan. Sedangkan Atmadja, I. C (2005) menemukan
bahwa komite audit mempunyai hubungan yang signifikan terhadap manajemen laba.
Berdasarkan ketidakkonsistenan hasil di atas, peneliti termotivasi untuk
melakukan penelitian ulang tentang pengaruh mekanisme corporate governance
terhadap keberadaan praktik manajemen laba.Penelitian ini merupakan replikasi dari
penelitian Atmadja, I. C (2005) yang meneliti tentang pengaruh corporate governance
terhadap praktik manajemen laba pada perusahaan go-public di Bursa Efek
Jakarta.Perbedaan dengan peneliti sebelumnya terletak pada populasi dan tahun
pengamatan penelitian. Jika populasi peneliti sebelumnya adalah pada perusahaan
manufaktur yang telah go-public di Bursa Efek Jakarta sampai dengan tahun 2003,
maka populasi penelitian ini adalah pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa
60
Efek Indonesia selama periode 2007-2008 agar diperoleh gambaran mengenai kondisi
terkini (up to date).
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Direksi
dan Komite Audit berpengaruh secara simultan terhadap manajemen laba pada
perusahaan perbankan di BEI?
2. Apakah Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Direksi
dan Komite Audit berpengaruh secara parsial terhadap manajemen laba pada
perusahaan perbankan di BEI?
TUJUAN PENELITIAN
1. untuk memperoleh bukti empiris tentang pengaruh Kepemilikan Manajerial,
Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Direksi dan Komite Audit secara simultan
terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan di BEI
2. untuk memperoleh bukti empiris tentang pengaruh Kepemilikan Manajerial,
Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Direksi dan Komite Audit secara parsial
terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan di BEI
HIPOTESIS
H1 : Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Direksi
dan Komite Audit berpengaruh secara simultan terhadap manajemen laba pada
perusahaan perbankan di BEI.
H2 : Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Direksi
dan Komite Audit berpengaruh secara parsial terhadap manajemen laba pada
perusahaan perbankan di BEI.
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diambil
dari laporan keuangan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
selama periode tahun 2007 sampai tahun 2008 yang bisa dilihat dalam Indonesia
Capital Market Directory (ICMD) yang diterbitkan BEI, Pojok BEIUniversitas Jember,
dari situs masing-masing perusahaan sampel, maupun dalam situs www.jsx.co.id. Dan
61
alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda untuk mengukur
tingkat pengaruh dari faktor variabel bebas (kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, dewan direksi, dan komite audit) terhadap variabel terikat manajemen
laba. Adapun formulasi dari persamaan regresi yang digunakan adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
Dimana:
Y = Manajemen Laba
a = Konstanta
b1, b2, b3, b4 = Koefisien regresi variabel X1, X2, X3, X4
X1 = Kepemilikan Manajerial
X2 = Kepemilikan Institusional
X3 = Dewan Direksi
X4 = Komite Audit
e = error term
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Regresi Linier Berganda
Pengujian regresi linear berganda berguna untuk mengetahui tingkat pengaruh
variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan direksi, dan komite
audit terhadap variabel manajemen laba. Berdasarkan pengujian diperoleh hasil yang
dapat disajikan dalam Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Ringkasan Hasil Perhitungan Regresi Linier Berganda
Keterangan Koef. Regresi thitung Sig.
Konstanta 865.826.887.151,38 2,614 0,012
Kepemilikan Manajerial -22.271.410.366,10 -2,068 0,045
Kepemilikan Institusional -855.274.292,40 -0,203 0,840
Dewan Direksi -398.591.717.240,32 -2,886 0,006
Komite Audit -56.529.772.262,87 -0,438 0,663
R
R Square
Standar Error
Fhitung
Fsig
N
= 0,573
= 0,328
= 4,15 . 1011
= 5,258
= 0,002
= 48
62
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat angka R square atau koefisen determinasi (R2)
adalah 0,328 (32,8%). Hal ini berarti variasi manajemen laba yang bisa dijelaskan oleh
variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan direksi, dan komite
audit adalah 32,8%. Sedangkan sisanya 67,2% dijelaskan oleh variabel-variabel yang
lain di luar penelitian. Berdasarkan hasil analisis didapat persamaan regresi sebagai
berikut:
Y = 865.826.887.151,38 – 22.271.410.366,10 X1 – 855.274.292,40 X2 –
398.591.717.240,32 X3 – 56.529.772.262,87 X4 + e
Nilai konstanta sebesar 865.826.887.151,38 berarti pada saat kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, dewan direksi, dan komite audit sama dengan nol,
maka besarnya manajmen laba adalah sebesar Rp. 865.826.887.151,38. Koefisien
regresi untuk kepemilikan manajerial adalah sebesar – 22.271.410.366,10. Hal ini
berarti apabila variabel kepemilikan institusional, dewan direksi, dan komite audit
konstan, maka kenaikan kepemilikan manjerial sebesar 1% akan menurunkan
manajemen laba sebesar Rp. 22.271.410.366,10. Koefisien regresi untuk kepemilikan
institusional adalah sebesar – 855.274.292,40. Hal ini berarti apabila variabel
kepemilikan manajerial, dewan direksi, dan komite audit konstan, maka kenaikan
kepemilikan institusional sebesar 1% akan menurunkan manajemen laba sebesar Rp.
855.274.292,40.
Koefisien regresi dewan direksi untuk adalah sebesar – 398.591.717.240,32. Hal
ini berarti apabila variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan
komite audit konstan, maka perusahaan dengan komposisi dewan direksi antara 1-7
orang (kode dummy 1) memiliki manajemen laba yang lebih rendah dibandingkan
perusahaan dengan komposisi dewan direksi lebih dari 7 orang (kode dummy 0) sebesar
Rp. 398.591.717.240,32. Koefisien regresi komite audit untuk adalah sebesar –
56.529.772.262,87. Hal ini berarti apabila variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, dan dewan direksi konstan, maka perusahaan yang memiliki komite audit
(kode dummy 1) memiliki manajemen laba yang lebih rendah dibandingkan perusahaan
yang tidak mimiliki komite audit (kode dummy 0) sebesar Rp. 56.529.772.262,87.
63
Uji Hipotesis
Uji F
Hipotesis yang menyatakan bahwa Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan
Institusional, Ukuran Dewan Direksi dan Komite Audit berpengaruh secara simultan
terhadap manajemen laba diuji dengan uji F. Uji F digunakan untuk melihat signifikansi
pengaruh variabel-variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat. Adapun
kriteria dalam pengambilan keputusan adalah apabila tingkat signifikansi F hitung
berdasarkan hasil perhitungan regresi linier berganda lebih besar dari = 0,05 maka H0
diterima. Sedangkan bila tingkat signifikansi F hitung berdasarkan hasil perhitungan
regresi linier berganda lebih kecil dari = 0,05 maka H0 ditolak.
Tabel 2. Hasil Perhitungan Uji F
Dependent
Variable
Independent
Variable
R Square Fhitung Ftabel Sig.
Y X1, X2, X3, X4 0,328 5,258 2,61 0,002
Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa nilai yaitu Fhitung sebesar
5,258 dan Ftabel sebesar 2,61 dan probabilitas sebesar 0,002. Karena nilai Fhitung lebih
besar dari Ftabel dan probabilitas lebih kecil dari nilai = 0,05 maka dapat diambil
kesimpulan bahwa H0 ditolak, yang berarti bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa
Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Direksi dan Komite
Audit berpengaruh secara simultan terhadap manajemen laba terbukti kebenarannya (H1
diterima).
Uji t
Uji t ini dilakukan untuk melihat pengaruh antara masing-masing variabel bebas
yaitu Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Direksi dan
Komite Audit secara parsial terhadap variabel terikat (manajemen laba) dan apakah
pengaruh tersebut signifikan atau tidak. Pengambilan keputusan dalam uji t ini
dilakukan dengan cara membandingkan nilai probabilitas dengan besarnya nilai alpha
(). H0 ditolak jika nilai probabilitas lebih kecil dari nilai (0,05). Adapun ringkasan
hasil uji t dapat dilihat pada tabel berikut:
64
Tabel 3. Hasil Perhitungan Uji t
Variabel thitung ttabel Sig.
Kepemilikan Manajemen -2,068
-2,021 0,045
Kepemilikan Institusional -0,203
-2,021 0,840
Ukuran Dewan Direksi -2,886
-2,021 0,006
Komite Audit -0,438
-2,021 0,663
Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa variabel Kepemilikan Manajerial memiliki -
thitung yang lebih kecil dari -ttabel (-2,068 < -2,021) dan nilai probabilitas lebih kecil
daripada probabilitas yang disyaratkan (0,045 < 0,05). Hal ini berarti secara parsial
terbukti bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap manajemen
laba. Sehingga hipotesis yang menyatakan kepemilikan manajerial berpengaruh
signifikan terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan di BEI terbukti
kebenarannya (Ha diterima). Sedangkan variabel Kepemilikan Institusional memiliki -
thitung yang lebih besar dari -ttabel (-0,203 > -2,021) dan nilai probabilitas lebih besar
daripada probabilitas yang disyaratkan (0,840 > 0,05). Hal ini berarti secara parsial
terbukti bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba. Sehingga hipotesis yang menyatakan kepemilikan institusional
berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan di BEI
tidak terbukti kebenarannya (Ha ditolak). Variabel Ukuran Dewan Direksi memiliki -
thitung yang lebih kecil dari -ttabel (-2,886 < -2,021) dan nilai probabilitas lebih kecil
daripada probabilitas yang disyaratkan (0,006 < 0,05). Hal ini berarti secara parsial
terbukti bahwa ukuran dewan direksi berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Sehingga hipotesis yang menyatakan ukuran dewan direksi berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan di BEI terbukti kebenarannya (Ha
diterima).
Pembahasan
Berdasarkan teori keagenan, hubungan antara manajer dengan pemegang saham
rawan untuik terjadinya masalah keagenan. Untuk mengurangi masalah keagenan
tersebut salah satunya adalah dengan adanya kepemilikan manajerial dan kebijakan
hutang. Dengan kepemilikan tersebut, manajemen akan merasakan langsung dampak
65
dari setiap keputusannya termasuk dalam menentukan kebijakan hutang perusahaan
(Atmadja, I. C, 2005).
Hasil penelitian ini sesuai dan mendukung temuan dari Jensen dan Mecklin
(1976) dalam Fidyati (2004) yang menemukan bukti bahwa kepemilikan manajerial
berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dari manajer dengan
menyelaraskan kepentingan-kepentingan manajer dengan pemegang saham. Penelitian
ini menemukan bahwa kepentingan manajer dengan pemegang saham eksternal dapat
disatukan dengan jika kepemilikan saham oleh manajer diperbesar sehingga manajer
tidak akan memanipulasi laba untuk kepentingannya. Wedari (2004) juga menemukan
hasil dimana kepemilikan manajerial secara signifikan terhadap manajemen laba. Hasil
ini menunjukkan bahwa di Indonesia kepemilikan manajerial mampu menjadi
mekanisme corporate governance yang dapat mengurangi masalah ketidakselarasan
kepentingan antara manajer dengan pemilik atau pemegang saham.
Di sisi lain, secara teori kepemilikan saham oleh investor institusional atas
saham perusahaan berperan untuk memonitoring manajemen perusahaan dengan lebih
efektif dan mempengaruhi manajer dalam pengambilan keputusan agar manajemen
perusahaan tidak seenaknya bertindak untuk kepentingannya sendiri, dalam hal ini
melakukan praktik manajemen laba. Temuan penelitian ini mendukung teori tersebut,
bahwa kepemilikan institusional akan menurunkan parktik manajemen laba. Penentuan
arah hubungan antara kepemilikan institusional dan discretionary accrual merupakan
suatu hal yang sulit, karena adanya berbagai penjelasan yang saling berlawanan. Di satu
sisi, terdapat anggapan bahwa investor institusional menekan manajemen untuk
mencapai tujuan laba yang dihasilkan oleh manajemen laba. Di sisi lain, investor
institusional memiliki keunggulan dalam perolehan dan pemrosesan informasi
dibandingkan investor individual.
Dewan direksi bisa berhubungan dengan komposisi maupun ukurannya.
Hubungan antara komposisi dewan direksi dengan kemungkinan dilakukannya
manajemen laba merupakan suatu hal yang penting diperhatikan dalam disiplin
akuntansi. Menurut Jensen (1993) sebagaimana yang dikutip oleh Atmadja, I. C (2005),
jumlah dewan direksi yang relatif kecil dapat membantu meningkatkan kinerja mereka
dalam memonitor manajer. Jumlah dewan direksi yang terlalu besar (dalam hal ini
Jensen menyebutkan lebih dari tujuh orang) tidak dapat berfungsi secara optimal dan
66
akan lebih dikontrol oleh manajer, karena dewan direksi disibukkan oleh masalah
koordinasi. Jika manajer dapat mengontrol dewan direksi maka akan lebih mudah bagi
manajer untuk melakukan manajemen laba.
Sementara tugas yang diemban oleh komite audit akan sangat bermanfaat untuk
mengantisipasi adanya praktik manajemen laba. Hal ini akan tercapai hanya apabila
komite audit bekerja dengan baik dan penuh tanggung jawab. Untuk melaksanakan
tugas-tugasnya dengan baik, menurut The Business of Roundtable (2002) anggota
komite audit memiliki sedikitnya satu orang anggotanya yang memiliki keahlian dalam
bidang akuntansi dan manajemen keuangan. Selanjutnya dalam pelaksanaan tugasnya,
komite audit dengan proporsi anggota eksternal yang cukup besar dan dengan
pengetahuan dan pengalaman berkaitan dengan perusahaan dan keuangannya,
diharapkan dapat mengurangi praktik manajemen laba dalam perusahaan.
Arah hubungan dari temuan penelitian ini sesuai dengan teori tersebut. Yaitu
keberadaan komite audit dapat mengurangi praktik manajemen laba dalam perusahaan.
Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien regresi untuk variabel komite audit yang
bertanda negatif. Dalam hal ini, tugas yang diemban oleh komite audit ini akan sangat
bermanfaat untuk mengantisipasi adanya praktik manajemen laba.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Dari hasil uji F diperoleh nilai Fhitung yang lebih besar dari Ftabel (5,258 > 2,61),
sehingga dapat dinyatakan bahwa Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan
Institusional, Ukuran Dewan Direksi dan Komite Audit berpengaruh secara
simultan terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan di BEI.
2. Dari hasil uji t, diperoleh hasil yang dapat dinyatakan bahwa Kepemilikan
Manajerial dan Ukuran Dewan Direksi yang secara parsial berpengaruh terhadap
manajemen laba pada perusahaan perbankan di BEI. Sedangkan Kepemilikan
Institusional dan Komite Audit secara parsial tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba pada perusahaan perbankan di BEI.
3. Adapun besarnya koefisien regresi untuk variabel Kepemilikan Manajerial adalah
sebesar –22.271.410.366,10, Kepemilikan Institusional sebesar –855.274.292,40,
67
Ukuran Dewan Direksi sebesar –398.591.717.240,32, dan Komite Audit sebesar –
56.529.772.262,87.
Saran
1. Bagi investor, diharapkan tidak hanya melihat dari perkembangan harga saham
dalam menanamkan modalnya tetapi juga memperhatikan laporan keuangannya
khususnya berkaitan dengan kemungkinan adanya manajemen laba. Hal ini
mengingat perusahaan yang go public manajamen labanya dilakukan pada
prospektus laporan keuangannya dengan tujuan agar investor tertarik
menanamkan modalnya.
2. Penelitian ini hanya menggunakan penelitian yang relatif pendek, model
perhitungan discretionary accruals dan total accruals yang masih sederhana, dan
faktor-faktor yang diteliti bersifat kuantitatif. Sehingga, masih diperlukan
perbaikan dimasa yang akan datang dalam penelitian-penelitian selanjutnya
3. Untuk penelitian yang akan datang dengan tema sejenis diharapkan untuk dapat
menambahkan objek penelitian (sektor industri lain) sehingga hasil temuannya
lebih mewakili perilaku pasar modal yang lebih luas, serta menambah variabel
yang digunakan sehingga diperoleh hasil yang lebih baik dalam menjelaskan
manajemen laba.
68
DAFTAR PUSTAKA
Atmadja, I. C. 2005. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Praktik
Manajemen Laba (Study Kasus pada Perusahaan Go Publik yang List di BEJ).
Skripsi (S1) Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang.
Boediono, Gideon.2005. KualitasLaba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate
Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis
Jalur. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VIII Solo.
Darmawati, Deni. 2003. Corporate Governance danManajemenLaba: suatu study
empiris. JurnalBisnisdanAkuntansi, 5(1), 47-68.
Fanani, Hadri. 2006. Dampak Manajemen Laba terhadap Relevansi Informasi
Akuntansi: Bukti Empiris dari Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.
8, No. 1, Mei 2008.Hal.1-12.
Fidyati, Nisa. 2001. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Earnings
Management pada Perusahaan Seasoned Equity Offering (SEO).Kompetensi,
2(1), 1-23.
Ghozali,Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Gujarati,Damodar. 1997. EkonometrikaDasar. Erlangga. Jakarta.
Indrayani, Mei. 2001. PersepsiManajemen Perusahaan terhadap Prinsip-prinsip Good
Corporate Governance. Skripsi (S1). Akuntansi,
FakultasEkonomiUniversitasBrawijaya Malang.
Indriantoro, Nur dan BambangSupomo. 2002. Metode Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. Cetakan Kedua. Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta.
Nasution, Hamonangan. 2007. Mekanisme Corporate Governance,
KualitasLabadanNilai Perusahaan.SimposiumNasionalAkuntansi (SNA) IX
Padang.
Madiastuty, P. P dan M. Machfoedz. 2003. Analisis Hubungan Mekanisme Corporate
Governance dan Indikasi Manajemen Laba. Makalah Simposium Nasional
Akuntansi VI, Universitas Airlangga, Surabaya, 176-199.
Pramuka, Agus B. 2007. Mekanisme Corporate Governance, Manajemen laba, dan
Kinerja keuangan. Makalah Simposuim Nasional Akuntansi X, Universitas
Hasanudin, Makasar, 2-9.
69
Qomariyah, Nurul. 2006. Pengaruh Asimetri Informasi terhadap Praktik Manajemen
Laba pada Perusahaan Perbankan Publik yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
Makalah Simposuim Nasional Akuntansi IX, Padang, 4-8.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Edisi Kelima. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. 2001. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta. Bandung.
Supranto,J. 1993. MetodeRamalanKuantitatifUntukPerencanaan. RinekaCipta. Jakarta.
Ulum, Ikhyaul MD. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Malang: Katalog Dalam Terbitan
(KTD) Universitas Muhammadiyah Malang.
Ummah, S. 2005. Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kepemilikan
Manajerial: Sebuah Perspektif Agensi Teori. Skripsi: Universitas Brawijaya.
(Skripsi sarjana yang tidak dipublikasikan)
Wahidahwati. 2001. Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional
pada Kebijakan Hutang Perusahaan: sebuah perspektif theory agency. Makalah
Simposium Nasional Akuntansi VII, Bandung, 1084-1107.
Widyaningdyah, Agnes U. 2001. Analisis Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
Earning Management pada Perusahaan GO Public di Indonesia. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan, 3 (2), 89-101.
Wedari, Linda K. 2004. Analisis Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris dan Keberadaan
Komite Audit tehadap Aktivitas Manajemen Laba. Makalah symposium
NasionalAkuntansi VII, UniversitasUdayana, Denpasar, 963-974.
http:// www.jsx.co.id.
70
EVALUASI PERLAKUAN AKUNTANSI AKTIVA TETAP DAN
PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN LABA RUGI DAN NERACA
Ari Novianto Sukarno Putra
Norita Citra Y
Ade Puspito
ABSTRACT
The purpose of this study was to find out how the accounting treatment of fixed
assets and depreciation costs in the determination of PT. KAI DAOP Jember IX and to
determine if the accounting treatment of fixed assets and depreciation expense on the
determination of PT. KAI is in accordance with SFAS No. 16. Data analysis was done
by way of acquisition of fixed assets, fixed assets financing, evaluation, calculation,
recording of tangible fixed assets in 2010. The analysis of data on the PT. Indonesia
Railways (Limited) DAOP IX Jember straight-line method and this method is in
accordance with SFAS no. 16.
Key words: Accounting Treatment of Fixed Assets
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlakuan
akuntansi aktiva tetap dan penentuan biaya penyusutannya pada PT. KAI DAOP IX
Jember dan untuk mengetahui apakah perlakuan akuntansi aktiva tetap dan penentuan
biaya penyusutan pada PT. KAI sudah sesuai dengan PSAK No. 16. Analisis data
dilakukan dengan cara perolehan aktiva tetap, pembiayaan aktiva tetap, evaluasi
perhitungan, pencatatan aktiva tetap berwujud tahun 2010. Hasil analisis data pada PT.
Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP IX Jember menggunakan metode garis lurus dan
metode ini sudah sesuai dengan PSAK no. 16.
Kata kunci :Perlakuan Akuntansi Aktiva Tetap
PENDAHULUAN
Perusahaan sebagai salah satu nadi perekonomian nasional memiliki peran
kompleks. Bukan hanya berperan dalam intern perusahaan saja tetapi perusahaan
mengemban peran yang sangat penting bagi kepentingan ekstern perusahaan yaitu
memenuhi atau menyediakan kebutuhan akan barang atau jasa masyarakat. Dalam
menjalankan kedua peran tersebut perusahaan didirikan bertujuan untuk memperoleh
laba yang optimal yaitu dengan pengorbanan sekecil-kecilnya diharapkan dapat
diperoleh hasil tertentu. Dengan kata lain perusahaan mempergunakan semua jenis
sumber dayanya secara efisien dan efektif demi kontinuitas dan kelancaran aktivitas
perusahaan, baik dalam bidang pemasaran keuangan dan produksi.
71
Peran suatu akuntansi tidak hanya mencatat dan mengklasifikasikan data
keuangan perusahaan saja, melainkan menjadi alat informasi yang penting dan
bermanfaat bagi perusahaan dan pihak lain yang berkepentingan atau membutuhkan.
Semua jenis perusahaan, dagang atau industri yang menghasilkan produksi dalam skala
besar maupun kecil menggunakan aktiva tetap untuk menjalankan usahanya. Wujud dari
aktiva tetap pada dasarnya adalah barang-barang fisik yang dimiliki perusahaan untuk
memperlancar proses produksi atau untuk menyediakan jasa bagi perusahaan dalam
kegiatan normal perusahaan yang mempunyai manfaat lebih dari satu tahun. Kedudukan
aktiva tetap bagi perusahaan merupakan aset yang terpenting. Karena langsung
digunakan dalam proses produksi atau untuk menunjang kelancaran proses produksi.
Selain itu jumlah investasi yang ditanam didalamnya cukup besar dan mempunyai masa
manfaat atau nilai ekonomis lebih dari satu tahun. Untuk itu diperlukan suatu perlakuan
yang tepat terhadap aktiva tetap serta pengaruhnya terhadap kelayakan penyajian
laporan keuangan perusahaan juga dalam hal pengambilan keputusan dengan
berdasarkan perlakuan aktiva-aktiva tetapnya. Aktiva tetap sangat berarti terhadap
kelayakan laporan keuangan. Kesalahan dalam menilai aktiva tetap berwujud dapat
mengakibatkan kesalahan yang cukup material terhadap perusahaan, karena nilai
investasi yang ditanamkan pada aktiva tetap relative besar. Mengingat pentingnya
akuntansi aktiva tetap dalam laporan keuangan (PSAK No. 16) oleh karena itu perlu
melakukan perbaikan pada akuntansi aktiva tetapnya.
PT. KAI DAOP IX JEMBER merupakan Badan Usaha Milik Negara yang
bergerak di bidang transportasi. Dalam penelitian ini akan meneliti tentang perhitungan
pengalokasian biaya penyusutan serta pengaruhnya terhadap laporan laba rugi dan
neraca. Masalah pengalokasian biaya merupakan masalah yang penting, karena
mempengaruhi laba yang dihasilkan suatu perusahaan. Bagaimanapun telitinya suatu
perusahaan memperkirakan atau membuat perkiraan proyeksi rugi laba, realisasinya
sering berbeda dari semula yang diperkirakan. Demikian pula mungkin terjadi
perbedaan biaya penyusutan sangat penting untuk mengetahui sebab-sebab perubahan
yang terjadi baik yang menguntungkan maupun yang merugikan sehingga dapat diambil
tindakan seperlunya. Dengan demikian, PT. Kereta Api Daop IX Jember dapat
menggunakan berbagai metode penyusutan untuk mengalokasikan jumlah yang
disusutkan secara sistematis dari suatu aset selama umur manfaatnya. Metode tersebut
72
antara lain, metode garis lurus (straight line method), metode saldo menurun
(diminishing balance method) dan metode jumlah unit produksi (sum of the unit
method). Metode garis lurus menghasilkan pembebanan yang tetap selama umur
manfaat aset jika nilai residunya tidak berubah. Metode saldo menurun menghasilkan
pembebanan yang menurun selama umur manfaat aset. Metode jumlah unit produksi
menghasilkan pembebanan berdasarkan pada penggunaan atau output yang diharapkan
dari suatu aset. Metode penyusutan aset dapat dipilih berdasarkan ekspetasi pola
konsumsi manfaat ekonomis masa depan dari aset dan diterapkan secara konsisten dari
periode ke periode kecuali ada perubahan dalam ekspetasi pola konsumsi manfaat
ekonomis masa depan dari aset tersebut. Pada umumnya, nilai ekonomis suatu aktiva
tetap akan mengalami penurunan yang disebabkan pemakaian dan kerusakan,
keusangan karena faktor ekonomis dan teknis. Dalam hal ini perusahaan harus
memperhatikan masalah pada biaya reparasi, dan pemeliharaan apakah relative konstan
sepanjang umur aktiva atau semakin meningkat.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perlakuan akuntansi aktiva tetap dan penentuan biaya penyusutannya
pada PT. KAI DAOP IX Jember?
2. Apakah perlakuan akuntansi aktiva tetap dan penentuan biaya penyusutan pada PT.
KAI sudah sesuai dengan PSAK No. 16?
TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui bagaimana perlakuan akuntansi aktiva tetap dan penentuan biaya
penyusutannya pada PT. KAI DAOP IX Jember.
2. Untuk mengetahui apakah perlakuan akuntansi aktiva tetap dan penentuan biaya
penyusutan pada PT. KAI sudah sesuai dengan PSAK No. 16.
METODE PENELITIAN
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang digali
dengan metode interview,observasi dan dokumentasi. Selanjutnya data yang diperoleh
akan dilakukan evaluasi terhadap perlakuan akuntansi atas aktiva tetap baik dalam hal
pencatatannya serta perhitungannya dengan langkah-langkah sebagai berkut :
73
1. Mengungkapkan perlakuan akuntansi aktiva tetap yang ada pada PT. Kereta Api
Indonesia DAOP IX Jember.
2. Menghitung besarnya biaya penyusutan menggunakan metode garis lurus menurut
PSAK Nomor 16 yang diterapkan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP IX
Jember..
3. Penghentian aktiva tetap di PT. Kereta Api Indonesia DAOP IX Jember.
4. Mengetahui pengaruh biaya penyusutan terhadap laporan laba rugi dan neraca
dengan cara menyusun laporan laba rugi dan neraca berdasarkan metode garis lurus
yang diterapkan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP IX Jember.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan dengan perlakuan akuntansi atas aktiva tetap, maka berdasarkan
penelitian yang telah kami lakukan di PT. Kereta Api Indonesia DAOP IX Jember dapat
disampaikan hal-hal berikut:
1. Pencatatan atau pengakuan atas perolehan aktiva tetap sebesar harga beli ditambah
biaya-biaya yang dikeluarkan. Sampai aktiva tersebut siap pakai dan pembiayaan-
pembiayaan yang dikeluarkan juga dinilai sebagai biaya (pengeluaran dan
pendapatan).
2. Kebijaksanaan perusahaan mengenai penyusutan aktiva tetap menggunakan metode
garis lurus, metode yang digunakan oleh perusahaan tidak pernah berubah sampai
saat ini, dan selama ini PT. KAI DAOP IX Jember tidak pernah mengestimasi nilai
sisa.
Perlakuan Aktiva Tetap yang ada pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP
IX Jember
1. Perlakuan akuntansi atas pengakuan aktiva tetap yang diperoleh PT. Kereta Api
Indonesia DAOP IX Jember dicatat sebesar biaya perolehannya yaitu meliputi
semua pengeluaran-pengeluaran yang diperlukan untuk mendapatkan aktiva
tersebut dan pengeluaran-pengeluaran lain sampai aktiva siap digunakan.
2. Harga perolehan tersebut diukur dengan kas yang dibayarkan pada suatu transaksi
secara tunai. Jika aktiva tetap tidak dibayar secara kas, maka harga perolehan
ditetapkan sebesar nilai wajar dari aset yang diperoleh atau aktiva tetap yang
diserahkan, yang mana lebih layak berdasarkan bukti atau data yang tersedia.
74
Apabila biaya perolehan telah ditetapkan, maka harga perolehan tersebut akan
menjadi dasar untuk akuntansi selama pemakaian aktiva tetap yang bersangkutan.
Akuntansi tidak mengakui pemakaian harga pasar atau harga pengganti suatu aktiva
tetap.
3. Dari uraian diatas menunjukkan bahwa PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP
IX Jember dalam melakukan perlakuan akuntansi atas pengakuan aktiva tetap yang
dilakukan selama ini telah memenuhi Standar Akuntansi Keuangan. Sebagai
contoh:
4. Harga perolehan computer dan printer PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP
IX Jember adalah sebesar Rp. 22.496.000,-
5. Berikut adalah rincian pencatatan pengakuan harga perolehan computer dan printer
PT. Kereta Api Indonesia Indonesia (Persero) DAOP IX Jember :
6. Harga tunai computer dan printer Rp. 22.346.000,-
7. Biaya angkut Rp. 150.000,-
8. Harga perolehan Rp. 22.496.000,-
9. Jurnal yang harus dibuat sebagai berikut :
Peralatan Rp. 22.496.000,-
Kas Rp. 22.496.000,-
10. Demikian juga terhadap aktiva tetap yang lain, yaitu tanah, bangunan, kendaraan
dan inventaris.
Menghitung Besarnya Biaya Penyusutan Menggunakan Metode Garis Lurus
Perhitungan penyusutan aktiva tetap pada PT. Kereta Api Indonesia DAOP IX
Jember menggunakan metode garis lurus (Straigh Line Methode). Biaya penyusutan
dengan metode garis lurus jumlah setiap periodenya tetap, tidak menghiraukan kegiatan
dalam periode tersebut. dengan prosentase Tanah, Bangunan, kendaraan dan barang
inventaris. Untuk rumus yang digunakan oleh perusahaan adalah sebagai berikut :
Penyusutan = HP x Biaya Prosentase (%)
Computer dan printer (2008) = Rp. 22.496.000 x 25%
= Rp. 5.624.000
Disini peneliti juga akan menganalisis tarif penyusutannya, apakah sesuai dan benar
dengan nilai biaya penyusutannya untuk tiap tahunnya. Contoh:
Computer dan printer = HP = Rp. 22.496.000 P (pertahun) = Rp. 5.624.000
75
Tarif (%) = Rp. 5.624.000 = 0,25 = 25%
Rp. 22.496.000
Dari contoh diatas, umur ekonomis dari computer dan printer adalah selama 4
tahun dan periode penyusutannya adalah 2 tahun. Di PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
DAOP IX Jember memakai nilai residu. Namun, ada sebagian dari aktiva tetap yang ada
di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP IX Jember yang tidak memakai nilai
residu. Contohnya: barang inventaris.
Pemberhentian Aktiva Tetap PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP IX
Jember
Pemberhentian aktiva tetap di PT. Kereta Api Indonesia, yaitu pada kendaraan
ternyata tidak dilakukan pencatatan-pencatatan sebagaimana mestinya berkenaan
dengan masalah pemberhentian aktiva tetap ini. Berikut adalah beberapa kejadian
pemberhentian aset beserta pencatatan yang seharusnya dilakukan perusahaan yang
terjadi selama peneliti melakukan penelitian di PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
DAOP IX Jember.
1. 1 unit Computer acer diberhentikan karena rusak. Harga perolehannya adalah
sebesar Rp. 7.746.500,00 dan diperoleh pada tahun 2007. jurnal yang dibuat
adalah sebagai berikut:
Kas Rp. 1.000.000
Akumulasi penyusutan Rp. 5.809.500
Rugi atas pemberhentian Rp. 936.500
Aset tetap-computer acer Rp. 7.746.500
Perhitungan :
Harga perolehan Rp. 7.746.500
Akumulasi penyusutan- computer acer Rp. 5.809.500 _
Nilai buku Rp. 1.936.500
2. 1 unit mobil Kijang Super diberhentikan karena rusak akibat kecelakaan.
Diperoleh tahun 2006 dengan harga perolehan Rp. 45.000.000. jurnal yang dibuat
adalah sebagai berikut:
Kas Rp. 8.000.000
Akumulasi penyusutan Rp. 36.000.000
Rugi atas pemberhentian Rp. 1.000.000
76
Aset tetap-Kijang Super Rp. 45.000.000
Perhitungan :
Harga perolehan Rp. 45.000.000
Akumulasi penyusutan- Kijang Super Rp. 36.000.000
Nilai buku Rp. 9.000.000
Mengetahui Pengaruh Biaya Penyusutan Terhadap Laporan Laba Rugi dan
Neraca
Setelah dilakukan penelitian di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP IX
Jember ternyata perlakuan akuntansi atas pengakuan dan harga perolehan serta penilaian
dan nilai buku aset tetap tidak berpengaruh terhadap laporan laba rugi dan neraca karena
sudah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. Sedangkan peristiwa pemberhentian
aktiva tetap terhadap laporan laba rugi dan neraca perusahaan, untuk lebih jelasnya
dapat diperhatikan tabel-tabel berikut:
77
Tabel 1. Keadaan Neraca Sebelum Terjadi Pemberhentian Aktiva Tetap
AKTIVA TAHUN 2010 PASIVA TAHUN 2010
Aktiva lancar :
1. Kas
2. Piutang
3. Persediaan
Jumlah Aktiva Lancar
Aktiva Tetap
1. Tanah
2. Gedung Dinas
Ak. Penyusutannya
3. Rumah Dinas
Ak. Penyusutannya
4. Kendaraan
Ak. Penyusutannya
5. Barang Inventaris
Ak. Penyusutannya
6. Mesin Dipo Lokomotif
Ak. Penyusutannya
7. Mesin Dipo KA
Ak. Penyusutannya
8. Mekanik Ringan
Ak. Penyusutannya
9. Lokomotif
Ak. Penyusutannya
10. Kereta Raya
Ak. Penyusutannya
Jumlah Aktiva Tetap
Rp. 3.807.911.000
Rp. 448.612.000
Rp. 114.862.000
Rp. 4.371.385.000
Rp. 3.552.963.000
Rp. 1.608.097.000
Rp. (330.731.440)
Rp. 438.682.000
Rp. (89.736.400)
Rp. 773.450.000
Rp. (401.224.000)
Rp. 73.569.000
Rp. (38.671.750)
Rp. 75.905.500
Rp. (26.929.125)
Rp. 863.859.000
Rp. (433.032.500)
Rp. 177.617.500
Rp. (69.302.500)
Rp. 4.670.741.000
Rp. 1.071.601.620
Rp. 4.564.198.000
Rp. 833.290.520
Rp. 13.548.561.445
Kewajiban Jangka Pendek:
1. Hutang pada Rekanan
a. Pihak Ketiga
b. Pihak yg mempunyai
hubungan istimewa
Jumlah kewajiban Jangka
Pendek
2. Hutang Pajak
3. Hutang yang masih
harus dibayar
4. Hutang Lain-lain
Jumlah Kewajiban Jangka
Pendek
Kewajiban Jangka Panjang
1. Dana Iuran Pensiun
2. Pinjaman Bank
3. Hutang Subsidiari
Jumlah Kewajiban Jangka
Panjang
Bantuan Pemerintah yang
belum ditentukan statusnya
Ekuitas
1. Modal Saham
2. Selisih Likuidasi
3. Laba (Rugi) Tahun
berjalan
Jumlah Ekuitas
Rp. 1.504.257.000
Rp. 1.504.257.000
Rp. 105.763.000
Rp. 1.500.787.000
Rp. 371.446.000
Rp. 1.977.996.000
-
-
-
-
-
-
-
Rp. 14.438.993.445
Total Aktiva
Rp. 17.920.246.445 Total Pasiva Rp. 17.920.246.445
78
Tabel 2. Keadaan Neraca Setelah Terjadi Pemberhentian Aktiva Tetap
AKTIVA TAHUN 2010 PASIVA TAHUN 2010
Aktiva lancar :
1. Kas
2. Piutang
3. Persediaan
Jumlah Aktiva Lancar
Aktiva Tetap
1. Tanah
2. Gedung Dinas
Ak. Penyusutannya
3. Rumah Dinas
Ak. Penyusutannya
4. Kendaraan
Ak. Penyusutannya
5. Barang Inventaris
Ak. Penyusutannya
6. Mesin Dipo Lokomotif
Ak. Penyusutannya
7. Mesin Dipo KA
Ak. Penyusutannya
8. Mekanik Ringan
Ak. Penyusutannya
9. Lokomotif
Ak. Penyusutannya
10. Kereta Raya
Ak. Penyusutannya
Jumlah Aktiva Tetap
Rp. 3.807.911.000
Rp. 448.612.000
Rp. 114.862.000
Rp. 4.371.385.000
Rp. 3.552.963.000
Rp. 1.608.097.000
Rp. (330.731.440)
Rp. 438.682.000
Rp. (89.736.400)
Rp. 728.450.000
Rp. (365.224.000)
Rp. 65.822.500
Rp. (32.862.250)
Rp. 75.905.500
Rp. (26.929.125)
Rp. 863.859.000
Rp. (433.032.500)
Rp. 177.617.500
Rp. (69.302.500)
Rp. 4.670.741.000
Rp. 1.017.601.620
Rp. 4.564.198.000
Rp. 833.290.520
Rp. 13.422.764.545
Kewajiban Jangka Pendek:
1. Hutang pada Rekanan
a. Pihak Ketiga
b. Pihak yg mempunyai
hubungan istimewa
Jumlah kewajiban Jangka
Pendek
2. Hutang Pajak
3. Hutang yang masih
harus dibayar
4. Hutang Lain-lain
Jumlah Kewajiban Jangka
Pendek
Kewajiban Jangka Panjang
1. Dana Iuran Pensiun
2. Pinjaman Bank
3. Hutang Subsidiari
Jumlah Kewajiban Jangka
Panjang
Bantuan Pemerintah yang
belum ditentukan
statusnya
Ekuitas
1. Modal Saham
2. Selisih Likuidasi
3. Laba (Rugi) Tahun
berjalan
Jumlah Ekuitas
Rp. 1.504.257.000
Rp. 1.504.257.000
Rp. 105.763.000
Rp. 1.500.787.000
Rp. 371.446.000
Rp. 1.977.996.000
-
-
-
-
-
-
-
Rp. 14.311.896.545
Total Aktiva
Rp. 17.794.149.545 Total Pasiva Rp. 17.794.149.545
Dari kedua tabel diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya pemberhentian
aktiva tetap kendaraan dan barang inventaris, maka hal tersebut juga dapat
mempengaruhi jumlah neraca. Setelah terjadi pemberhentian aktiva tetap kendaraan dan
79
barang inventaris, jumlah kendaraan yang semula Rp. 773.450.000,- menjadi Rp.
728.450.000,-, maka terjadi selisih sebesar Rp. 45.000.000,- dan jumlah akumulasi
penyusutan kendaraan sebelum terjadinya pemberhentian aktiva tetap sebesar Rp.
401.224.000,- dan setelah terjadi pemberhentian aktiva tetap menjadi Rp. 365.224.000,-,
maka terjadi selisih sebear Rp. 36.000.000,-. Sedangkan untuk jumlah barang inventaris
yang semula Rp. 73.569.000,- menjadi Rp. 65.882.500,-, maka terjadi selisih sebesar
Rp. 7.746.500,- dan jumlah akumulasi penyusutan sebelum terjadinya pemberhentian
aktiva tetap sebesar Rp. 38.671.750,- dan setelah terjadi pemberhentian aktiva tetap
menjadi Rp. 32.862.250,-, maka terjadi selisih sebesar Rp. 5.809.500,-. Dari kesimpulan
diatas, tentu saja berpengaruh terhadap jumlah aktiva tetap Rp. 5.954.328.185,- menjadi
Rp. 5.828.531.285,-, maka terjadi selisih sebesar Rp. 126.796.900,-. Hal ini juga
berpengaruh terhadap jumlah aktiva yang semula Rp. 17.920.246.445,- menjadi Rp.
17.794.149.545,-,maka terjadi selisih sebesar Rp. 126.096.500,-.
Sedangkan akibat dari pemberhentian aktiva tetap tersebut tentu saja
berpengaruh pada jumlah laba berjalan, yaitu yang semula Rp. 14.438.993.445,-
menjadi Rp. 14.311.896.545,-. Jadi, dapat dikatakan bahwa peristiwa pemberhentian
aktiva tetap yaitu kendaraan dan barang inventaris pada PT. Kereta Api Indonesia
(Persero) DAOP IX Jember berpengaruh terhadap keadaan neraca periode yang berakhir
31 Desember 2010. Hal yang sama juga terjadi pada laporan laba rugi PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) DAOP IX Jember untuk periode yang berakhir pada 31 Desember
2010. Untuk lebih jelasnya bisa diperhatikan tabel-tabel berikut:
80
Tabel 3. Keadaan Laporan Laba Rugi Sebelum Terjadi Pemberhentian Aktiva
Tetap
KETERANGAN
Penjualan Jasa Angkut :
1. Angkutan Penumpang
2. Angkutan Barang
3. Subsidi Pemerintah
Jumlah Jasa Angkut
Beban Pokok Penjualan :
1. Beban Operasi Langsung
2. Beban Operasi tidak Langsung
Jumlah Beban Pokok Penjualan
Laba Kotor Usaha Jasa Angkutan
Pendapatan Operasi Lainnya
Beban Usaha :
1. Beban Penjualan
2. Beban Umum dan Administrasi
Jumlah Beban Usaha
Laba (Rugi) Usaha
Pendapatan Lain-lain
Biaya Lain-lain
Kerugian luar biasa
Beban pajak penghasilan :
1. Pajak Kini
2. Pajak Tangguhan
Jumlah Pajak Penghasilan
Rp. 21.115.421.400
Rp. 396.117.080
-
Rp. 21.511.538.480
Rp. 26.942.171.924
Rp. 32.651.856.891
Rp. 59.594.037.815
Rp. (38.082.449.335)
Rp. 19.721.570
Rp. 214.022.890
Rp. 7.270.694.067
Rp. 7.484.716.957
Rp. (45.547.494.722)
Rp. 323.089.192
-
-
-
-
-
Laba (Rugi) Bersih Rp. 13.787.876.914
81
Tabel 4. Keadaan Laporan Laba Rugi Setelah Terjadi Pemberhentian Aktiva
Tetap
KETERANGAN
Penjualan Jasa Angkut :
1. Angkutan Penumpang
2. Angkutan Barang
3. Subsidi Pemerintah
Jumlah Jasa Angkut
Beban Pokok Penjualan :
1. Beban Operasi Langsung
2. Beban Operasi tidak Langsung
Jumlah Beban Pokok Penjualan
Laba Kotor Usaha Jasa Angkutan
Pendapatan Operasi Lainnya
Beban Usaha :
1. Beban Penjualan
2. Beban Umum dan Administrasi
Jumlah Beban Usaha
Laba (Rugi) Usaha
Pendapatan Lain-lain
Biaya Lain-lain
Kerugian luar biasa
Beban pajak penghasilan :
1. Pajak Kini
2. Pajak Tangguhan
Jumlah Pajak Penghasilan
Rp. 21.115.421.400
Rp. 396.117.080
-
Rp. 21.511.538.480
Rp. 26.942.171.924
Rp. 32.651.856.891
Rp. 59.594.037.815
Rp. (38.082.449.335)
Rp. 19.721.570
Rp. 214.022.890
Rp. 7.270.694.067
Rp. 7.484.716.957
Rp. (45.547.494.722)
Rp. 323.089.192
Rp. (126.096.500)
-
-
-
-
Laba (Rugi) Bersih Rp. 13.661.780.414
Dari kedua tabel diatas dapat diketahui bahwa adanya pemberhentian aktiva tetap
kendaraan dan barang inventaris, maka hal tersebut juga dapat mempengaruhi lapora
laba rugi. Setelah terjadinya pemberhentian aktiva tetap tersebut, terjadi perubahan pada
biaya lain-lain sebesar Rp. 126.096.500,-. Penambahan biaya lain-lain ini disebabkan
adanya pemberhentian 1 unit mobil kijang super dan 1 unit computer accer yang sudah
rusak (kerugian yang timbul Rp. 126.096.500,-). Dengan kata lain jumlah laba bersih
yang semula Rp. 13.787.876.914,- menjadi Rp. Rp. 13.661.780.414,-. Jadi sacara
ringkas dapat dikatakan bahwa peristiwa pemberhentian aktiva tetap kendaraan dan
barang inventaris yang terjadi di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP IX Jember
juga berpengaruh terhadap laporan laba rugi di PT. Kereta Api Indoneisia (Persero)
DAOP IX Jember. Disini perusahaan mengalami penurunan laba, tetapi hasil dari
82
evaluasi ini membantu perusahaan memperoleh laporan keuangan yang sesuai dengan
SAK (Standar Akuntansi Keuangan).
KESIMPULAN & SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil evaluasi dan pembahasan yang diuraikan dalam setiap bab
sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Perlakuan akuntansi atas pengakuan aktiva tetap yang diperoleh PT. Kereta Api
Indonesia DAOP IX Jember dicatat sebesar biaya perolehannya yaitu meliputi
semua pengeluaran-pengeluaran yang diperlukan untuk mendapatkan aktiva
tersebut dan pengeluaran-pengeluaran lain sampai aktiva siap digunakan.
Perhitungan penyusutan aset tetap pada PT. Kereta Api Indonesia DAOP IX
Jember menggunakan metode garis lurus (Straigh Line Methode). Biaya
penyusutan dengan metode garis lurus jumlah setiap periodenya tetap, tidak
menghiraukan kegiatan dalam periode tersebut. dengan prosentase Tanah ,
Bangunan , kendaraan dan barang inventaris.
2. Perlakuan akuntansi aktiva tetap dan penentuan biaya penyusutan pada PT. Kereta
Api Indonesia (Persero) DAOP IX Jember yang dilakukan selama ini telah
memenuhi Standar Akuntansi Keuangan. Penentuan biaya penyusutan pada PT.
Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP IX Jember dengan menggunakan metode
garis lurus.
Saran
Sesuai dengan pembahasan dan kesimpulan yang ditulis oleh peneliti, maka
sebagai saran bagi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP IX Jember adalah:
1. Perusahaan harus memperbaiki sistem akuntansi yang selama ini diterapkan,
karena ada beberapa bagian sistem akuntansi yang selama ini diterapkan ternyata
tidak sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku, seperti tidak
dicatatnya pemberhentian aktiva tetap kendaraan dan barang inventaris.
2. Perusahaan hendaknya mempertimbangkan nilai residu dari aktiva tetap. Karena
ada beberapa aktiva tetap yang tidak menggunakan nilai residu. Hal ini harus
diperhatikan karena meskipun masa ekonomis aktiva tetap telah habis tetapi
aktiva tetap tersebut masih dapat dimanfaatkan lagi dengan cara dijual.
83
DAFTAR PUSTAKA
Al Haryanto Jusup, Drs, 2008. Dasar-Dasar Akuntansi, Jilid Dua Edisi lima, penerbit
Liberty, Yogyakarta.
Al Haryanto Jusup, Drs, 2005. Dasar-Dasar Akuntansi, Jilid Pertama Edisi ke enam,
penerbit STIE YKPN, Yogyakarta
Bambang Supomo dan Nur Indriantoro, Metodologi Penelitian, BPFE UGM
Yogyakarta
Drs. Sofyan Syafri Harahap, 1994, Akuntansi Aktiva Tetap, penerbit PT. Raja grafindo
Persada
Dwi Setyo rini, 1999, Evaluasi Kebijakan Aktiva Tetap dan Sistem Pengalokasian
Biaya Serta Pengaruhnya Terhadap Perhitungan Rugi-Laba Hotel Pinang Sari,
Skripsi, Fakultas Ekonomi, Univertas Muhammadiyah Jember
Hadori Yunus Harnanto, 1981, Akuntansi Keuangan Lanjutan, Edisi Pertama, BPFE
UGM, Yogyakarta
Hendriksen, Eldon. S, dialih bahasakan oleh Nugroho W., 1991, Teori Akuntansi edisi
keempat, jilid dua, Jakarta; Erlangga.
Ikatan Akuntansi Indonesia, 2007, Standart Akuntansi Keuangan, penerbit Salemba
Empat Yogyakarta
Kholmi, Masiyah. 2000. Akuntansi Biaya, penerbit Citra Mentari Group
Rini Sri Rahayu, 2003, Evaluasi Kebijakan Aktiva Tetap dan Sistem Pengalokasian
Biaya Serta Pengaruhnya Terhadap Perhitungan Rugi-Laba PT. (Persero) Cipta
niaga, Skripsi, Fakultas Ekonomi, Univertas Muhammadiyah Jember
Suad Husnan, 2006, Akuntansi Aktiva Tetap, BPFE UGM, Yogyakarta
Zaki Baridwan, 1992, Intermediate Accounting, Edisi tujuh, BPFE UGM, Yogyakarta.
Recommended