View
231
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
xxx
Citation preview
Kematian Maternal
Kematian wanita dengan eklampsia antepartum dan Intracerebral hematom + Intra ventrikel hematom bilateral
+ CVD Hemoragik
PenyajiDr. Samsul Arifin
PembimbingDR. dr. H. , SpOG(K)
dr. H. , SpSdr. , SpAn, M.Si.Med
Pemandu dr. H. , SpOG(K)
Pembahasdr. dr. dr.
BAGIAN/DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP Dr. MOHAMAD HOESIN PALEMBANG Dipresentasikan pada Rabu, pukul 11.00 WIB
1
I. REKAM MEDIS
A. Anamnesis
1. Identifikasi :
Nama : Ny. E
Umur : 23 tahun
MR/Reg : 908252/RI15021859
Alamat : Jl. Raa Mongonsidi no 32 Palembang
MRS : 19 Agustus 2015 pukul 18.47 WIB
2. Riwayat perkawinan :
Menikah 1x, lamanya 1 th
3. Riwayat Persalinan :
1. Hamil ini
4. Riwayat reproduksi :
Tidak ada data (tidak bisa dinilai dari allo dan autoanamnesis)
5. Riwayat penyakit dahulu:
Disangkal
6. Riwayat sosio ekonomi/gizi: sedang
7. Anamnesis khusus (alloanamnesa)
Keluhan utama : Hamil cukup bulan dengan penurunan kesadaran dan
kejang - kejang
Riwayat perjalanan penyakit:
Sejak ± 4 jam SMRS os tidak sadar dan mendadak kejang. Os kiriman dari RS
Pusri tanpa infusan, oksigen, dan ambulans, kejang > 3 kali lamanya kuranag leih 5
menit. R/ perut mules menjalar ke pinggang hilang timbul (-), R/ keluar darah lendir
(-), R/ keluar air-air (-). R/ darah tinggi sebelum hamil (+), R/ darah tinggi selama
hamil ini (+), R/ darah tinggi hamil sebelumnya (+), R/ darah tinggi dalam keluarga
(+). Menurut keluarga os hamil cukup bulan.
.
B. Pemeriksaan Fisik
2
1. Status present
KU: sakit berat TD : 165/104 mmHgT T : 38,5 C
Sens: koma Nadi : 138 x/m
RR : 18 x/m on bagging ( jackson rees )
Skala Koma Glassgow : E1M1Vx, STV: 8
Skor tanda vital :
2. Status general
Kepala : Konjungtiva Palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), stomatitis (-/-)
Leher: JVP (5+2) cm H2O, pembesaran KBG (-)
Thoraks : Cor : I : ictus cordis terlihat
P : ictus cordis teraba
P :batas jantung ICS II, batas kanan CS dextra, batas kiri ICS IV
LMCsinistra
A : Hr : 96 x/m murmur (-), gallop (-)
Pulmo : I : Statis dinamis ka-ki
P : Sternofremitus ka-ki
P : Sonor
A : Ventrikular (+/+) N. ronkhi (+/+), Wheezing (-/-)
3. Status obstetrik
Tanggal 19 Agustus 2015 pkl. 18.18 WIB
Pemeriksaan Luar :
Tinggi fundus uteri 3 jari bawah pusat (30 cm), memanjang, punggung
kanan, Kepala, Penurunan 5/5, his (-), DJJ: 175x/m, TBJ: g
Inspekulo : tidak dilakukan
Vaginal Toucher : porsio lunak, posterior, eff 0%, kuncup, kepala,
ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai
3
Indeks Gestosis: Bishop Score
Edema : 0 Dilatasi : 0
Proteinuria : 2 Pendataran : 0
TD sistolik : 2 Konsistensi : 2
TD diastolik : 2 Posisi : 0
Total 6 Penurunan : 0
Total : 2
C. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium 19 Agustus 2015 (pkl.19.22)
Darah rutin:
Hb: 13,7 g/dl, Eritrosit: 4,94 106/mm3, Leukosit: 22.000/mm3, DC:
0/0/0/92/5/3, Trombosit: 301.000 /mm3
Kimia Klinik:
LDH : 774 U/l, SGOT : 25 U/l, SGPT: 8 U/l, BSS 125 mg/dl, Ureum: 12
mg/dl, Kreatinin: 0,74 mg/dl ,Ca: 8.7 mg/dl, Mg: 5.82 mg/dl, Na: 143
mmol/dl, K: 3,1 mmol/dl, Cl: 8,7 mmol/dl
D. Diagnosa:
G1P0A0 hamil 37 minggu belum inpartu dengan penurunan kesadaran ec
eklampsia antepartum + sindroma HELLP partial JTH presentasi kepala +
Gawat janin
E. Terapi
- Obs TVI
- Intubasi + O2
- IVFD RL gtt xx/mnt
- Kateter menetap, catat I/O
- Cek Lab DR, UR, KD, CM
4
- Konsul bag Mata, PDL, Neurologi
- Inj. MgSo4 20 % 4g (IV)
- Inj. MgSO4 40% Sesuai protokol
- Inj. Dexamethasone 2 x 10mg IV
- R/ Terminasi perabdominal setelah stabilisasi
- Perawatan P1
Konsul P1 :
Kesan : D/ G1P0A0 Hamil 38 minggu belum inpartu dengan eklampsia antepartum
janin tunggal hidup presentasi kepala + gawat janin
Setuju tindakan anestesi dengan kesan status fisik ASA IIIC
P/
Intake oral dihentikan
Cegah kejang
Intubasi ETT 6,5, Midazolam, Fentanyl, propofol atrakurium
Atasi hipertensi --> NTG 1 mcg/KgBB/ menit
Head up 300
Konsul Neurologi (tgl 13Mei 2014 pkl.14.10) :
O/ Status generalisata
Sens : GCS E1M1Vt
TD : 110/70 mmHg ( sebelumnya 165/110 mmHg)
N : 140 x/m
RR : 15 x/m ( bagging ETT)
T : 36,9 C
BSS : 90 mg/dl
SpO2 : 99%
Status lokalisata
5
Extremitas inf edema prepitabial bilateraal (+/+)
Status neurologis
NIII : Pupil bulat, isokor, 4 mm, RC /
Fungsi
motorik
Lka Lki Tka Tki
Gerakan
kekuatan
lateralisasi (-) ---> belum dapat dinilai
Tonus
Belum bisa dinilai
Klonus
Reflek
fisiologi
Reflek
patologis
- - - -
Fungsi sensorium : BDD
Fungsi lut : BDD
Fungsi vegetatif : terpasang kateter
GRM : (-) BDD
Gert/Kes : BDD
Ggr – Abn : (-)
Kesan : Observasi penurunan kesadaran + Observasi kejang umum tonik klonik ec
DD Eklampsia DD/ Lesi struktural intrakranial
Saran :
- CT scan kepala
6
- EEG
- Anti kejang sesuai TS Obgyn
- Inj Neurobion 1 x 1 amp IM
- Konsul ulang jika ada hasil
Hasil Konsul PDL (tgl 13 Mei 2014 pukul 21.03) :
ECG: SR aksis kiri, HR: 71x/m, gelombang P normal, PR interval 0.12 detik,
R/S komplek 0.06 detik, R/S di V1< 1, S di V1+R di V5/V6< 35, ST-T change (-)
Kesan: LAD (left axist defiasi)
Kesan :saat ini didapatkan kondisi pasien EklampsiaSaran : Non Farmakologis O2 10 L/m via ETT Pasang NGT Pasang Kateter Monitor TDFarmakologis Metildopa 3 x 250mg
7
F. FOLLOW UP
Tanggal/jam Subjektif/Objektif/Assesment Plan19 – 08 -201520.30 WIB
Laporan operasi lengkap (riwayat perjalanan operasi yang terperinci dan lengkap)Pukul 20:30 WIB Operasi dimulai. Penderita dalam posisi terlentang dalam keadaan general anestesi. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada daerah operasi dan sekitarnya. Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril. Dilakukan insisi mediana 2 jari di atas simfisis sepanjang ± 10 cm sampai 2 jari dibawah pusat. Kemudian insisi diperdalam secara tajam dan tumpul sampai menembus peritoneum, tampak uterus sebesar kehamilan 36 minggu. Diputuskan untuk melakukan SSTP dengan cara:
Membuka plika vesikouterina, lalu vesika urinaria disisihkan dan dilindungi dengan hak besar
Insisi semilunar ± 5 cm secara tajam sampai menembus cavum uteri kemudian diperlebar ke lateral secara tumpul dengan jari. Ketuban cukup, jernih, bau (-)
Bayi dilahirkan dengan cara meluksir kepalaPukul 20:35 WIB Lahir neonatus hidup laki-laki, BB 3400 g, PB 51 cm, AS 5/7 FTAGA Pukul 20:40 WIB Plasenta lahir lengkap, BP 580 g, PTP 50 cm, ukuran Ø 20x21 cm.
Dilakukan penjahitan SBR satu lapis secara jelujur feston dengan PGA no. 1
Dilakukan retroperitonealisasiPerdarahan dirawat sebagaimana mestinyaDilakukan pencucian kavum abdomen dengan NaCl 0.9%.
Setelah kavum abdomen diyakini bersih dan tidak ada perdarahan, dilanjutkan penutupan dinding abdomen lapis demi lapis dengan cara sebagai berikut :
Peritoneum dijahit secara jelujur dengan Plain cat gut no 2.0. Otot dijahit secara jelujur dengan Plain cat gut no.2.0. Fascia dijahit secara jelujur dengan PGA no.1. Subkutis dijahit secara jelujur dengan Plain cat gut no. 2.0. Kutis dijahit secara jelujur subkutikuler dengan PGA no. 3.0 Luka operasi ditutup dengan sofratulle dan opsite.
Pukul 21:30 WIB Operasi selesai.Cairan masuk
:Cairan Keluar
:
RL : 1000 Cc Urine : 300 CcDarah : Cc Darah 300 CcTotal : 1000 Cc Total : 600 cc
Diagnosis pra bedah : G1P0A0 hamil 37 minggu belum inpartu dengan penurunan kesadaran ec Eklampsia antepartum + partial HELLP sindrom janin tunggal hidup presentasi kepala + gawat janin
Diagnosis pasca bedah : P1A0 post SSTP a.i Gawat janin dengan Eklampsia antepartum + partikel HELLP sindrom
Tindakan : Seksio sesaria transperitonealis profunda
8
19-08-201522.00 WIB
Post operatif pasien pindah HCUS:Kel : Habis operasi melahirkan
O:St present :Sens :DPO E1M1VtTD: 93/74 mmHgT : 36,8 CRR: 18x/m O2 ventilator SpO2 : 100%Nadi: 140 x/m VentilasiL P3: 8 PEEP: 5 FiO2: 50%St.Obstetri:PL: FUT 2 jbpst kontraksi baik, perdarahn aktif (-), vulva tenang, luka operasi tertutup opsite
A:P1A0 post SSTP ai eklampsia antepartum H-0
- Obs TVI, perdarahan- Inj Ceftriaxone 2x1 - Inj. MgSO4 sesuai protokol- Inj. Asam Tranexsamat 3 x 250mg- Tx lain sesuai TS Anestesi, PDL- Rencana transfusi PRC 3 kolf- Lapor DPJP
20-08-201501.25 WIB
Darah rutin:
Hb: 7,2 g/dl, Eritrosit: 2,54 106/mm3, Leukosit: 16.000/mm3, DC:
0/0/92/5/3, Trombosit: 147.000 /mm3
Analisa gas darah:
Ph : 7,417 Kpa, PO2 :169,5 mmHg ( 83 – 108 mmHg ), PCO2:
32,1 mmHg ( 35 – 45 ), HCO3 : 20,9 mmol/L ( 21-28) ,
saturasi :99 %
Kimia Klinik:
Bilirubin total : 0,40 mg/dl, Bilirubin direk : 0,35 mg/dl, Bilirubin
indirek : 0,05 mg/dl, LDH : 592 U/l, SGOT : 18 U/l, SGPT: 4
U/l, BSS 139 mg/dl, Ureum: 13 mg/dl, Kreatinin: 0,78 mg/dl,
Asam urat : 4,70 mg/dl ,Ca: 7,2 mg/dl, Mg: 4,68 mg/dl, Na: 142
mmol/dl, K: 3,7 mmol/dl, Cl: 114 mmol/dl
9
20-08-201506.00 WIB
S:Kel : Habis operasi melahirkan, kejang (+)
O:St present :Sens :DPO E1M1Vt, pupil isokor, midriasis maksimalTD: 110/74 mmHgT : 36,3 CRR: 14x/m O2 ventilator SpO2 : 100%Nadi: 140 x/m Ventilator P3: 8 PEEP: 5 FiO2: 50%St.Obstetri:PL: FUT 2 jbpst kontraksi baik, perdarahan aktif (-), vulva tenang, luka operasi tertutup opsite
A:P1A0 post SSTP ai eklampsia antepartum dengan penurunan kesadaran + Anemia sedang H-1
P/ Obs TVI,
perdarahan Inj
Ceftriaxone 2x1
Inj. MgSO4 sesuai protokol
- Inj. Asam Tranexsamat 3 x 250mg- Tx lain sesuai TS Anestesi, PDL- Rencana transfusi PRC 3 kolf
Lapor DPJP Konsul
fetomaternal20-08-201508.00 WIB
SOFA skor 5S : -O : CNS : E1M1Vt pupil isokor, midrisis 4/4 mm , RC l CVS : TD: 123/73 N : 124x/mSupport dobutamin 3mg/KgBBVent : PS 8 Peeps FiO2 50%TV : 300 – 350 cc Saturasi 99%Ventrikuler +/+ Rh -/-GIT : BU , Distensi –OUT : Urine cukup ≥ 0,5 cc/KgBB
A: P1A0 Post SSTP ai Eklampsia antepartum + anemiaP:F : ter Feeding D10 + Diet cair BG 5 x 100 KkalA: Morfin 10mg/KgBBS: Midazolam intermittenT: Mika – mikiH: Head up 30U: Omeprazole 1 x 40mgG: Cek BSS berkala
Weuning support
10
Tranfusi PRC sampai HB ≥ 10 g% Observasi kejang Kultur darah dan urine Konsul ICU stop Magnesium
Hasil Konsul fetomaternal- Inj MgSO4 bileh dihentikanObservasi tanda – tanda intoksikasiObat anti kejang sesuai TS anestesi
21-08-201504:58 WIB
Analisa gas darah:
Ph : 7,286 Kpa, PO2 :221,2 mmHg ( 83
– 108 mmHg ), PCO2: 67,2 mmHg ( 35
– 45 ), HCO3 : 32,3 mmol/L ( 21-28) ,
saturasi :99 %
Kimia Klinik:
Albumin : 2,0 g/dl, GDS : 76 mg/dl,
Ureum : 22 mg/dl, kreatinin : 0,67 mg/dl
Ca : 8,6 mg/dl, Na : 145 mEq/L, K : 5,5
mEq/L
11
21-08-201506.00 WIB
S:Kel : tidak bisa dinilai
O:St present :Sens :DPO E1M1Vt, pupil isokor, midriasis maksimalTD: 110/74 mmHgT : 36,3 CRR: 14x/m O2 ventilator SpO2 : 100%Nadi: 140 x/m VentilasiL P3: 8 PEEP: 5 FiO2: 50%St.Obstetri:PL: FUT 2 jbpst kontraksi baik, perdarahn aktif (-), vulva tenang, luka operasi tertutup opsite
A:P1A0 post SSTP ai eklampsia antepartum H-2
Lab:Hb: 8,4 WBC: 14.300 PLT: 112.000Alb: 1,9 Ca: 8,0 Mg: 3,02 Na: 138K: 3,9
P/ - Obs TVI,
perdarahan- Inj Ceftriaxone
2x1 g- Inj. Omeprazole 1
x 40 mg- Inj.Ca glukonas 1
g ( extra )- Inj. Neurobion 1x
1 IM- R/ transfusi PRC
2 kolf- Rontsen thorax- CT – Scan kepala- Lapor DPJP (Dr. H. Firmansyah Basir, SpOG(K) alih rawat DPJP Dr. Hadrians Kesuma Putra, SpOG- Lapor Chief
21-08-201508.00 WIB
SOFA skor 5S : -O : CNS : E1M1Vt pupil isokor, midrisis 4/4 mm , RC l CVS : TD: 123/73 N : 124x/mSupport dobutamin 3mg/KgBBVent : PS 8 Peeps FiO2 50%TV : 300 – 350 cc Saturasi 99%Ventrikuler +/+ Rh -/-GIT : BU , Distensi –OUT : Urine cukup ≥ 0,5 cc/KgBB
A: P1A0 Post SSTP ai Eklampsia antepartum + anemiaP:F : ter Feeding D10 + Diet cair BG 5 x 100 KkalA: Morfin 10mg/KgBBS: Midazolam intermitten
12
T: Mika – mikiH: Head up 30U: Omeprazole 1 x 40mgG: Cek BSS berkala
Weuning support Tranfusi PRC sampai HB ≥ 10 g% Observasi kejang Kultur darah dan urine Konsul ICU
Neurologi21-08-201511.00 WIB
CT scan kepala :- tampak lesi hiperdense pada lobus frontoparientalis dextra, ventrikel lateral dextra, ventrikel lateral sinistrahidrochepalus obstruktif, midline shift (+)taksiran jumlah perdarahan :4,4 x 6,6 x 5,5 = 43,56 cc 2
Kesan:CVD Hemoragic
Saran:- asam traneksamat 3 x 500 mg IV- Omeprazole 1 x 40 mg IV- Manitol awal 20cc (dalam 30 ment) dilanjutkan dengan 4 x 125 cc- Citicolin 2 x 500 IV --> bila TD > 110- Neurobion 1 x 5000 IM- Koreksi metabolik sesuai TS- Maintenence TD maksimal TD sistolik 140 mmHg- Konsul Bedah Syaraf- RB dengan bagian neurologi bila TS setuju
13
21-08-201513.30 WIBBedah syaraf
O/Sens : GCS : E1M1Vt, pupil midriasis bilateral, RC (-)/(-)TD : 153/110 mmHgN: 100x/mRR: 21 x/m ( Ps 10 peeps FiO2: 40%)T : 37 CCT scan kepala:Soft tissue swellingFraktus (-)Gyrus : melebarSulfi : menyempitVentrikel : IVH ventrikel lateral dextra et sinistraCystena menghilangMidline ditengahKesanICH temporapariental dextraIVH bilateralEdema cerebri
A:P1A0 post SSTP ai eklampsia antepartumCVD HemoragicICH temporo parietal dekstraIVHVentrikulomegali
R:Saat ini tidak ada tatalaksana dari bidang bedah syaraf. Terapi lain sesuai TS Bagian obgyn dan neurologi
14
22-08-201506.00 WIB
S:Kel : tidak bisa dinilai
O:St present :Sens :DPO E1M1Vt pupil isokor, midriasis maksimalTD: 138/78 mmHgT : 36,3 CRR: 20x/m O2 ventilator SpO2 : 98%Nadi: 98 x/m Ventilasi: P3: 8 PEEP: 5 FiO2: 50%St.Obstetri:PL: FUT 2 jbpst kontraksi baik, perdarahn aktif (-), vulva tenang, luka operasi tertutup opsite
A:P1A0 post SSTP ai eklampsia antepartum H-3 + ICH + IVH bilateral + CVD Hemoragic + edema cerebri
- Obs TVI, perdarahan
- Inj Ceftriaxone 2x1 g
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg
- Inj.Ca glukonas 1 g
- Inj. Neurobion 1x 1 IM
- Inj. Bisolvon 3 x 1
- Inj. Asam Traneksamat 3 x 500 mg
- Inj. Citicolin 2 x 500 mg
- PCT 4 x 750po- Lapor DPJP, Chief,
Hb: 11,1 WBC: 9.500 PLT: 93.000PT: 18,4 INR: 1,56 APTTL 51,8
AGDFIO2: 60,0 pH: 7,466 pCO2: 38,7 pO2: 88,6 HCO3 28,2 BEecf: 4,3
Alb: 2,0 GDS: 111 Ur: 28 Cr: 0,50 Ca: 8,9 P: 2,0 Mg: 2,13 Na: 142 K: 4,0 Cl: 115
-
15
22-08-201508.00 WIB
SOFA skor 15S : -O : CNS : E1M1Vt pupil isokor, RC + I +CVS : TD: 132/87 N : 100x/mSupport dobutamin 10 mg/KgBBVent : SIMV 8 Peep 5 PS 12 FiO2 40%TV : 450 cc Saturasi 99%Ventrikuler +/+ Rh -/-GIT : Distensi –OUT : Urine cukup ≥ 0,5 cc/KgBB
A: P1A0 Post SSTP ai Eklampsia antepartum + hipoalbumini + ICH + Alkalosis metabolik with secondary alkolisis respiratorikP:F : Diet cair 5 x 100 KkalA: Paracetamol 3 x 1000 mgS: tidak adaT: Mika – mikiH: Head up 30U: Omeprazole 1 x 40mgG: Cek BSS berkala
Hindari penggunaan Nacl maintenence dengan RF
Koreksi albumin dengan albumin 25 % dilanjutkan
VAP Bundle Posisi Head up 30 Peptic ulcer profilaksis 1 40mg Trombofilaksis : tidak diberikan Oral hygiene : chlorhrxadine 2%
-
16
23-08-201506.00 WIB
S:Kel : tidak bisa dinilai
O:St present :Sens :DPO E1M1Vt, pupil isokor, midriasis maksimalTD: 110/74 mmHgT : 36,3 CRR: 14x/m O2 ventilator SpO2 : 100%Nadi: 140 x/m VentilasiL P3: 8 PEEP: 5 FiO2: 50%St.Obstetri:PL: FUT 2 jbpst kontraksi baik, perdarahn aktif (-), vulva tenang, luka operasi tertutup opsite
A:P1A0 post SSTP ai eklampsia antepartum H-4 + ICH + IVH bilateral + CVD Hemoragic + edema cerebri
P- Obs TVI,
perdarahan- Inj Ceftriaxone
2x1 g- Inj. Omeprazole 1
x 40 mg- Inj.Ca glukonas 1
g- Inj. Neurobion 1x
1 IM- Inj. Bisolvon 3 x
1- Inj. Asam
Traneksamat 3 x 500 mg
- Inj. Citicolin 2 x 500 mg
- PCT 4 x 750po- - Lapor DPJP,
Chief,23-08-201508.00 WIB
SOFA skor 15S : -O : CNS : E1M1Vt pupil midriasis, maksimal RC + / + CVS : TD: 90/40 N : 147x/mSupport dobutamin 10 mg/KgBBVent : SIMV 18 Peep 8 PS 10 FiO2 99%TV : 450 cc Saturasi 87 - 88%Ventrikuler +/+ Rh -/-GIT : Distensi –OUT : urine output dibuang 200cc
A: P1A0 Post SSTP ai Eklampsia antepartum + hipoalbumin+ ICH + IVH + Edema serebri + trombositopeniaP:F : Diet cair 5 x 200 KkalA: Paracetamol 3 x 1000 mgS: tidak adaT: Mika – mikiH: Head up 30
17
U: Omeprazole 1 x 40mgG: Cek BSS berkala
cek LDH Metylprednisolon 3 x 125mg Tranfusi trombosit sampai > 150.000 Koreksi hipoalbumin 25% Support NE Cek AGD Suction tiap 4 jam Inform konsent keluarga
24-08-201506.00 WIB
S:Kel : tidak bisa dinilai
O:St present :Sens :DPO E1M1Vt, pupil isokor, midriasis maksimalTD: 110/74 mmHgT : 36,3 CRR: 14x/m O2 ventilator SpO2 : 100%Nadi: 140 x/m VentilasiL P3: 8 PEEP: 5 FiO2: 50%St.Obstetri:PL: FUT 2 jbpst kontraksi baik, perdarahn aktif (-), vulva tenang, luka operasi tertutup opsite
A:P1A0 post SSTP ai eklampsia antepartum H-5 + ICH + IVH bilateral + CVD Hemoragic + edema cerebri
P:- Obs TVI,
perdarahan- Inj Ceftriaxone
2x1 g- Inj. Omeprazole 1
x 40 mg- Inj.Ca glukonas 1
g- Inj. Neurobion 1x
1 IM- Inj. Bisolvon 3 x
1- Inj. Asam
Traneksamat 3 x 500 mg
- Inj. Citicolin 2 x 500 mg
- PCT 4 x 750po- Drip norepineprin
0,6 mg/kgBB/menit
- Lapor DPJP, Chief,
18
Hb: 10,3 WBC: 10.700 PLT: 92.000 Alb: 2,9 Ur: 21 Cr: 0,5Ca: 9,2 K: 2,8 Cl: 114
24-08-201508.00 WIB
SOFA skor 15S : -O : CNS : E1M1Vt pupil midriasis, maksimal RC - / -CVS : hemodinamik tidak stabil dengan support NE 0,2ug/KGBB/menit, Support dobutamin 10 mg/KgBBTD: 136/96 N : 125 x/mVent : SIMV 12 Peep 5 PS 10 FiO2 99%TV : 450 cc Saturasi 100%Ventrikuler +/+ Rh -/-GIT : Distensi –OUT : urine output 1 cc/KgBB/ jam
A: P1A0 Post SSTP ai Eklampsia antepartum + ICH + IVH + Edema serebri + trombositopeniaP:
Konfirmasi hasil kultur Metylprednisolon 3 x 125mg Nebulizer dan suction berkala Tranfusi trombosit sampai > 150.000 Koreksi hipoalbumin 25% Koreksi kalium Suction tiap 4 jam
19
Inform konsent keluarga Konsul neurologi
Neurologi14.00 WIB
O/Status generalisSens : E1M1VtTD : 112/60 mmHg --> support NE dan DobuN : 130 x/mRR : 22 x/m ventStatus neurologiNIII : pupil bulat, isokor, RC (-)/(-) 6cmA: CVD Hemoragik
P:- Inj. Asam traneksamat 3 x 500 ml IV (hari
terakhir)- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg IV- Inj. Manitol 4 x 125 cc (hari ke 3)- Inj. Citicolin 2 x 500 mg IV- Inj. Neurobion 1 x 5000 IMABC sesuai TSS:Kel : tidak bisa dinilai
O:St present :Sens :DPO E1M1Vt, pupil isokor, midriasis maksimalTD: 110/74 mmHgT : 36,3 CRR: 14x/m O2 ventilator SpO2 : 100%Nadi: 140 x/m VentilasiL P3: 8 PEEP: 5 FiO2: 50%
A:P1A0 post SSTP ai eklampsia antepartum H-5 + ICH + IVH bilateral + CVD Hemoragic + edema cerebri
- P/- Terapi dilanjutkanLapor Dr. Hadrians Kesuma Putra, SpOG informed consent keluarga
20
Follow Up
Tgl/jam SensTD
(mmHg)N
(x/mnt)RR
(x/mnt)T
(ºC) SpO2Input Output
Tindakan,cairan,obat-obatan
21.30 WIBE1M1
Vt97/65 126 Ventilator 38,3
86 Lapor DPJP → Informed consent
keluarga Keluarga
mendampingi pasien.
22.00 WIBE1M1
Vt80/59 120
8, Ventilator
37,062 Adrenalin 0,7
mikrogram/KgBB/menit
22.30 WIBE1M1
Vt80/59 120
8, Ventilator
36,062
23.00 WIBE1M1
Vt74/40 110
8, Ventilator
35,0
51 Informed consent keluarga
keluarga tidak stuju RJP
23.15 WIBE1M1
Vt62/30 89
8, Ventilator
35,049 Adrenalin 0,8
mikrogram/KgBB/menit
23.30 WIBE1M1
Vt54/28 69
8, Ventilator
35,039
23.45 WIBE1M1
VtTidak
terukurTak
terukur8,
Ventilator35,0
0
00.05 WIB
Os Meninggal di hadapan dokter, bidan, dan keluarga
II. PERMASALAHAN
A. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?
B. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?
C. Apakah penyebab kematian pada kasus ini?
III. ANALISIS KASUS
A. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah adekuat?
21
Sampai saat ini penyebab primer dari eklampsia masih belum diketahui,
sehingga penanganannya masih tetap sulit dan pengobatan yang diberikan
hanya bersifat simptomatik, guna menanggulangi komplikasi-komplikasinya
dengan usaha menghentikan kejang, mengurangi vasospasme, dan
meningkatkan diuresis.1-3 Perjalanan penyakit preeklampsia-eklampsia
amat bervariasi dari satu penderita ke penderita lain. Hampir seluruh organ
tubuh yang penting dapat terkena dengan berbagai derajat gangguan yang
berbeda serta memberikan kontribusi gejala yang beragam pula, sehingga
tidak ada satupun teori yang dapat menjelaskan dengan memuaskan
patogenesis dan patofisiologi dari penyakit ini.3-6
Untuk memenuhi kriteria eklampsia, kejang yang timbul haruslah terjadi
pada penderita yang sebelumnya memperlihatkan gejala-gejala preeklampsia
baik ringan ataupun berat. Preeklampsia berat adalah suatu keadaan dimana
timbulnya hipertensi disertai proteinuria, edema atau kedua-duanya yang
disebabkan oleh kehamilan setelah minggu ke-20. Kriteria preeklampsia berat
adalah bila terdapat satu atau lebih gejala-gejala tekanan darah sistolik lebih
dari 160 mmHg dan diastolik sama atau labih dari 110 mmHg, proteinuria
lebih dari 5 g/24 jam atau secara kualitatif +4, oliguria, gangguan visus,
gangguan serebral, nyeri epigastrium, edema paru, sianosis, PJT dan adanya
sindroma HELLP.3,7,9
Sindrom HELLP adalah preeklampsia/eklampsia yang disertai dengan
hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia.
Diagnosis sindrom HELLP ditegakkan berdasarkan hasil laboratorium
trombosit, bilirubin total, SGOT, SGPT, dan LDH. Klasifikasi Tennese
membagi sindrom HELLP menjadi komplit dan parsial. Sindrom HELLP
komplit bila ditemukan kadar trombosit kurang dari 100.000/mm3, LDH ≥
600 IU/L, SGOT ≥ 70 IU/L. Dan disebut sindrom HELLP parsial jika
ditemukan salah satu dari kedua tanda-tanda diatas.1,9-11
22
Berdasarkan alloanamnese pada pasien ini didapatkan adanya riwayat
kejang 4 x lamanya 5 menit dan disertai penurunan kesadaran setelah kejang
terhenti. Pada kehamilan sebelumnya (tahun 2009) seksio sesaria dilakukan
dikarenakan os mengalami kejang-kejang yang serupa. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan os dalam kondisi koma dengan GCS 2x (terintubasi), tekanan
darah 170/130 mmHg, disertai edema pretibia. Pada pemeriksaan obstetri
didapatkan FUT 3 jari bawah pusat (20 cm), memanjang, punggung kanan,
bokong, W, his (-), DJJ: (-), TBJ: 1185 g. Pada pasien dari hasil pemeriksaan
penunjang didapatkan hasil laboratorium trombosit 46.000/mm3, LDH : 1561
U/l, SGOT : 2556 U/l, SGPT: 976 U/l , yang menunjukkan sudah terjadinya
komplikasi sindrom HELLP.
Kematian otak merupakan kehilangan semua fungsi otak termasuk batang
otak yang irreversible. Tiga hal penting pada kematian otak adalah koma,
hilangnya refleks batang otak, dan apnea. Evaluasi untuk kematian otak harus
dipertimbangkan pada pasien yang mengalami cedera otak yang masif,
irreversible dari penyebab yang jelas. Pasien yang telah disimpulkan mati
otak, maka secara legal dan secara klinis telah meninggal.4,5
Diagnosis kematian otak terutama secara klinis. Tidak ada pemeriksaan
lain yang dibutuhkan apabila pemeriksaan klinis lengkap seperti pemeriksaan
refleks batang otak dan test apnea telah dilakukan. Gambaran klinik yang
tidak sesuai dengan kematian otak ataupun test-test yang dilakukan tidak
menunjukkan kematian otak, kematian otak tidak dapat didiagnosis.
Konsep ‘kematian otak’ dan kriteria diagnosisnya dikemukakan oleh
konferensi Medical Royal College pada tahun 1976 dan kemudian diterima
sebagai ketetapan oleh pengadilan England dan Northern Ireland.
Hilangnya refleks batang otak yang terlihat pada pemeriksaan klinis yang
dilakukan pada pasien dengan penurunan kesadaran dan apnoe yang
menggunakan ventilasi mekanik sudah cukup untuk menegakkan diagnosis
kematian batang otak. Kebingungan terkadang muncul karena kriteria
23
diagnostik dan peraturan pemerintah mengenai pemeriksaan klinis berbeda
antara suatu negara dengan negara yang lain. Namun pedoman diagnosis ini
dibuat untuk melindungi pasien dan dokter.
Pedoman mengenai pemeriksaan batang otak direvisi pada tahun 1998.
Variasi interpretasi dari pedoman ini dan penatalaksanaannya memerlukan
pedoman yang lebih tepat. Peraturan pelaksanaan yang terakhir diproduksi
pada tahun 2008 oleh sebagian besar anggota Academy of Royal Medical
Collage memberikan pendekatan diagnosis yang berbeda dan konfirmasi
kematian di semua situasi isolasi dari isu mengenai donasi organ.
Saat ini kematian dianggap sebagai hilangnya karakteristik penting untuk
menopang kehidupaan yang bersifat irreversible, termasuk kemampuan untuk
bernapas dan kesadaran. Fungsi batang otak dalam mengintegrasi fungsi vital
(kontrol respirasi, tekanan darah, dan denyut jantung) dan transmisi Reticular
Activity System (RAS). Di Ingggris, kematian batang otak sama dengan
kematian individu dan kematian cardiorespiratory. Yang termasuk batang
otak adalah medulla oblongata, pons, thalamus, hipothalamus, RAS, basal
ganglia, limbik system tetapi yang utama adalah medulla oblongata dan pons
dimana terletak pusat pernafasan dan sirkulasi, kesadaran dan nukleus syaraf
kranial.4,5,16
Pemeriksaan klinis dari reflex batang otak memerlukan peralatan khusus
yang minimal dan hanya perlu beberapa menit untuk diselesaikan. Semua
pemeriksaan ini mudah dilakukan sekalipun pada keadaan saraf-saraf tidak
berfungsi, sehingga tidak akan terjadi ambiguitas.
Pupil yang tidak respon terhadap perubahan intensitas cahaya
Pupil tidak perlu didilatasi maksimal. Diameter 4-6 mm paling umum tapi
bulat, oval taupun bentuk pupil yang irregular juga bisa masuk dalam
diagnosis mati batang otak. Obat-obat tertentu bisa mempengaruhi ukuran
pupil, tapi beda halnya dengan respon terhadap cahaya. Obat-obat topikal
dan trauma kornea bisa mengganggu kedua ukuran pupil dan reaktivitas.
24
Mirip dengan gangguan anatomi iris atau efek operasi yang pernah
dilakukan sebelumnya, sehingga perlu dieksklusi.
Tidak adanya refleks kornea
Kerusakan pada kornea harus dihindari sehingga nantinya kornea tersebut
bisa digunakan untuk transplantasi.
Tidak adanya refleks oculo-vestibular
Tidak boleh ada pergerakan okuler apapun, termasuk nistagmus.
Pemeriksaan kalori sebaiknya dilakukan dengan kepala yang ditinggikan
30º terhadap garis horizontal dan akses untuk membrane timpani
dikonfirmasi dengan inspeksi langsung. Irigasi membran timpani dengan
50 ml air es (40C) harus di lakukan observasi pergerakan kedua mata setiap
menitnya. Rangsangan dingin menyebabkan sedimentasi endolymph dan
stimulasi sel-sel rambut pada bagian pertengahan telinga. Respon normal
terhadap stimulus dingin pada pasien koma adalah deviasi lambat pada
mata, tetapi hal ini tidak terjadi pada mati batang otak. Tidak adanya
respon motor dalam hal distribusi nervus cranial pada respon terhadap
stimulasi adekuat berbagai area somatis.
Miokymias fasial dapat terjadi akibat kontraksi otot pada jaringan
denervasi tetapi suatu respon motor termasuk meringis pada distribusi
nervus cranial tidak akan terjadi sebagai respon terhadap stimulus noxious
adekuat pada berbagai area somatik. Tekanan yang dalam dengan
menggunakan objek tumpul pada bantalan kuku atau tekanan pada nervus
supraorbital harus adekuat untuk mendapatkan respon untuk menunjukkan
fungsi batang otak masih baik.
Tidak adanya refleks batuk dan muntah
Refelks batuk dapat diperoleh dengan menstimulasi cairan dengan cara
merangsang trakea dengan suction catheter. Stimulasi pada dinding
posterior faringeal dilakukan dengan menggunakan spatula. Stimulasi yang
25
diberikan harus adekuat agar meninbulkan reflex muntah untuk
menunjukkan batang otak masih berfungsi.
B. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?
Diagnosis pada awal masuk adalah G1P0A0 hamil 37 minggu belum inpartu
dengan penurunan kesadaran ec eklampsia antepartum + sindroma HELLP
partial JTH presentasi kepala + Gawat janin. Pasien koma dengan tekanan
darah 174/114 mmHg, nadi 138 x/menit, RR 18 x/menit Bagging Jackson -
reese dan suhu 38,5 °C, ditatalaksana dengan pemasangan ETT dan bagging,
pemberian medikamentosa, stabilisasi 3-6 jam, resusitasi intrauterin.
Pemberian cairan kristaloid dan pemasangan kateter, medikamentosa yang
dipakai adalah pemberian antihipertensi nifedipin; pasien dirawat langsung di
ruang intensif (P1), konsul ke bagian penyakit dalam, bagian mata, bagian
neurologi. Pemeriksaan laboratorium darah rutin, kimia darah, urin rutin,
observasi tanda vital ibu, monitoring denyut jantung janin dengan CTG.
Prioritas utama penatalaksanaan eklampsia adalah mencegah cedera ibu dan
menyokong fungsi respirasi dan kardiovaskuler. Selama atau segera setelah
episode konvulsi akut, bantuan harus diberikan untuk mencegah cedera ibu
dan aspisrasi, menilai dan memastikan potensi jalan napas, dan okisgenasi ibu.
Tempat tidur pasien harus ditinggikan, dilakukan pemasangan goedel untuk
mencegah gag reflex. Untuk meminimalisir aspirasi, pasien harus diposisikan
lateral dekubitus serta muntah dan sekresi oral harus dibersihkan. Selama
episode konvulsi, hipoventilasi dan asidosis respiratorik seringkali terjadi.
Hipoksemia maternal dan asidosis dapat muncul pada wanita dengan konvulsi
berulang dan pada wanita dengan pneumonia aspirasi, edem pulmoner, atau
keduanya. Pencegahan kejang berulang dapat diberikan magnesium sulfat
dengan dosis awal 6 gram selama 15-20 menit dan diikuti dosis awitan 2
gram/jam dalam infus. Langkah selanjutnya adalah mengurangi tekanan darah
sampai kedalam kisaran aman yaitu 140/90 mmHg.1-3,6,13
26
Sikap dasar pengelolaan eklampsia adalah semua kehamilan. Sikap dasar
pengelolaan eklampsia adalah semua kehamilan dengan eklampsia harus
diakhiri (diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
Berarti sikap terhadap kehamilannya adalah aktif. Saat pengakhiran kehamilan
ialah bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan
metabolisme ibu. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya : 4-8 jam, setelah
salah satu atau lebih keadaan, yaitu setelah :
Pemberian obat anti kejang terakhir
Kejang terakhir
Pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir
Penderita mulai sadar (dapat dinilai dari Glasgow-Coma-Scale yang
meningkat)
Adanya eklampsia bukanlah indikasi untuk persalinan perabdominam.
Keputusan untuk melakukan seksio sesarea harus berdasarkan pada usia
kehamilan, kondisi janin, inpartu, dan skor Bishop. Seksio sesarea dilkaukan
jika eklampsia sebelum usia 30 minggu dan belum inpartu dan skor Bishop
kurang dari 5. Pasien dengan pecah ketuban diusahakan pervaginam tanpa
adanya komplikasi obstetrik. Seketika ada indikasi persalinan, dapat diinisiasi
persalinan dengan infus oksitosin atau prostaglandin pada pasein diatas usia
kehamilan 30 minggu.7-9,12,17 Weiss dkk menemukan seksio sesarea
meningkatkan risiko kematian maternal pada pasien dengan penyakit vaskulo
pulmoner. Oron dkk menyatakan induksi lebih aman dan persalinan
pervaginam lebih dipilih, kecuali terdapat indikasi obstetrik. Bila sudah
diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap kehamilannya, maka
dipilih cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat tersebut. Pada pasien
ini dengan riwayat operasi seksio sesaria 2 kali tentu saja cara terminasi
kehamilan yang memungkinkan adalah perabdominam. Akan tetapi
berdasarkan etik kedokteran pada kasus ini kita memegang prinsip autonomi,
berbuat baik (beneficence), tidak berbuat yang merugikan (maleficence) dan
27
keadilan (justice). Pada sisi autonomi telah dilakukan informed consent yang
jelas keadaan ibu sudah dalam kondisi mati batang otak (MBO), janin,
kehamilan dan komplikasi kehamilan serta kemungkinan terburuk yang terjadi
pada ibu, janin atau keduanya pada keluarga pasien.
Terapi pada sindroma HELLP berupa pemberian volume plasma (dengan
kristaloid), agen imunosupresif (kortikosteroid). Magan dkk melaporkan
pemberian deksametason pada sindroma HELLP secara signifikan
meningkatkan jumlah hitung trombosit ibu, menurunkan kadar serum alanin
aminotransferase dan LDH serta meningkatkan pengeluaran urin.
Deksametason juga dilaporkan lebih efektif dibandingkan dengan
betametasondalam terapi sindroma HELLP.17
Pada kasus ini penatalaksanaan setelah dilakukan survey primer dengan
keadaan ibu yang tidak stabil selama perawatan di ICU/P1, maka dilakukan
langkah resusitasi airways, breathing, circulation dan drugs. Penatalaksanaan
penderita di ruangan intensif ICU/P1 telah dilakukan sesuai standar
operasional prosedur RS. Mohammad Hoesin dimana dilakukan intubasi
untuk mengamankan jalan nafas dikarenakan terjadi apneu pada pasien ini,
kemudian dilakukan ventilasi mekanik untuk proses bernafas, pemasangan
Central Venous Pressure (CVP) namun keluarga pasien menolak. CVP ini
dilakukan untuk memantau keseimbangan cairan, pemberian cairan dan obat-
obat medisinalis untuk mengatasi komplikasi kegagalan fungsi respirasi pada
pasien ini. Pada pasien ini dilakukan tatalaksana terminasi kehamilan dengan
seksio sesaria setelah stabilisasi. Lahir neonatus hidup laki-laki, BB 3400 g,
PB 51 cm, AS 5/7 FTAGA.
C. Apakah penyebab kematian pada kasus ini?
Dari alloanamnesis didapati bahwa penderita merupakan seseorang yang
belum menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan, dimana selama
kehamilan ini, ia hanya memeriksakan diri sebanyak 2 kali di bidan. Hal ini
28
mungkin disebabkan oleh pendidikan penderita yang kurang serta keadaan
sosial ekonomi yang rendah pula. Menurut Suradji, pemeriksaan kehamilan
yang baik dilakukan sebanyak 6 kali yaitu pada usia kehamilan 38 dan 40
minggu serta harus lebih sering pada keadaan-keadaan kehamilan dengan
komplikasi. Hal ini merupakan faktor nonmedis yang dapat mempengaruhi
kondisi umum ibu selama kehamilan, persalinan dan nifas, selanjutnya dapat
memberikan ancaman terhadap kesehatan serta jiwa ibu maupun janin yang
dikandungnya.
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda
dini komplikasi penyakit dalam kehamilan. Pada kasus ini dengan anamnesis
dan pemeriksaan yang baik, petugas kesehatan, dalam hal ini bidan dapat
memberikan penyuluhan dan perhatian yang lebih pada penderita ini,
sehingga tidak seharusnya dia datang berobat dalam keadaan yang telah
berat. Karena berdasarkan riwayat sebelumnya, dan pada alloanamnesis
didapati riwayat penyakit hipertensi. Penyebab kematian yang paling sering
pada eklampsia adalah antara lain; perdarahan intrasereberal, miokard infark,
congestive heart failure, cardirespiratory arrest, aritmia, edema paru dan
ruptur hepar. Sedangkan penyebab kematian pada kasus eklampsia dengan
edema paru yang terbanyak adalah perdarahan intrakranial dan gagal ginjal
akut akibat solusio plasenta.
Pada preeklampsia dan eklampsia biasanya terjadi pada pasien usia muda
tanpa riwayat penyakit jantung sebelumnya, pemeriksaan EKG normal, tidak
dijumpai kardiomegali pada foto thorak dan ekokardiografi, dan
penyembuhannya lambat memberikan respon terhadap terapi.
Perdarahan intraserebral merupakan salah satu penyebab kematian pada
kasus eklampsia. Angka kejadiannya sekitar 50-65% dari kasus eklampsia.
Hasil autopsi dari wanita yang meninggal dengan eklampsia didapatkan
adanya serebral edema, mikroinvasi, ptechiae, nekrosis fibrinoid arteri
serebral, perdarahan subkortikal, perdarahan kecil subarakhnoid. Pasien-
29
pasien dengan lesi ini jarang meninggal di bawah 6 jam setelah kejang
pertama. Tetapi pada wanita, biasanya di atas 30 tahun dapat tiba-tiba
menjadi koma dan meninggal dalam 3-24 jam akibat perdarahan masif pada
ganglia basalis, pons atau lobus sereberal (jarang). Dengan pemeriksaan EEG
dapat menunjukkan gambaran epilepsi abnormal, sedangkan dengan CT scan
dan MRI bisa didapatkan gambaran normal atau edema difus pada area fokal
perdarahan atau infark. Adanya peningkatan temperatur tubuh sampai 390 C
atau lebih adalah konsekuensi dari perdarahan intrakranial. Kematian
mendadak dapat terjadi bersamaan dengan kejang atau beberapa saat setelah
kejang akibat perdarahan yang masif. Protein cairan sereberospinal pada
preeklampsia adalah normal dan meningkat sedang pada eklampsia (60-100
mg/dl). Pada cairan sereberospinal pasien eklampsia umumnya didapatkan
sejumlah sel darah merah (dibawah 5000 sel/mm3) dan berwarna blood-
tinged. Cairan sereberospinalis yang berdarah sering dihubungkan dengan
perdarahan intraserebral. Pada pasien ini dengan penurunan kesadaran,
perdarahan intraserebral belum dapat disingkirkan karena untuk pemeriksaan
penunjang CT scan belum dilakukan mengingat kondisi pasien yang
meburuk dengan sesak nafas dan terpasang ventilator.
Selama kehamilan akan terjadi perubahan-perubahan kardiovaskuler yang
meliputi tekanan darah, nadi, curah jantung (cardiac output), volume plasma.
Perubahan ini akan lebih memberatkan faal jantung pada kelainan/penyakit
jantung yang menyertai kehamilan, misalnya setelah terbentuknya plasenta
terjadi semacam hubungan A-V yang semuanya membebani kerja jantung
(high output state) pada kehamilan. Demikian pula vasodilatasi dan
menurunnya resistensi perifer pada trimester pertama yang harus
diperhitungkan dalam evaluasi tekanan darah penderita hamil.
Kehamilan merupakan suatu keadaan hiperkinetik dan pada wanita tanpa
kelainan jantung akan terdapat penyesuaian fisiologis. Beban terberat adalah
bertambahnya volume plasma darah, mulai dari minggu ke-13 hingga
30
minggu ke-32 dan kemudian menurun lagi. Selain peningkatan curah jantung
mengikuti bertambahnya volume cairan, terdapat pula kenaikan mutlak dari
natrium sebanyak 20 mEq/minggu atau sekitar total 500 mEq natrium selama
trimester kedua dan ketiga. Penimbunan natrium ini karena sekresi
aldosteron dan akan kembali lagi normal setelah persalinan. Fungsi plasenta
sebagai shunt A-V juga memberatkan faal jantung dengan curah jantung
maksimal sekitar kehamilan minggu ke-30 sampai minggu ke-32 dan
meningkat sekitar 30-50% dari normal, kemudian agak menurun dan sesuai
lagi dengan keadaan sebelum hamil setelah 2 minggu paskapersalinan.
Dengan bertambah besarnya uterus akan terjadi penekanan pada vena kava
inferior, sehingga mengurangi aliran balik vena dan mempengaruhi curah
jantung. Pembesaran uterus ini juga akan mendorong diafragma ke arah atas
sehingga mempengaruhi pernafasan.
Sejak publikasi Schauta pada tahun 1881 dan baru-baru ini oleh penelitian
yang dilakukan oleh Govan et al, telah diketahui bahwa pendarahan otak
adalah penyebab penting kematian pada pasien dengan eklampsia. Apa yang
telah kurang ditekankan dalam literatur kebidanan terbaru adalah bahwa
pendarahan otak juga merupakan penyebab terbanyak morbiditas ibu dan
mortalitas pada pasien dengan preeklamsia berat.
Pada pasien - pasien dengan preeklamsia berat dan eklamsia, terutama
dengan hipertensi sistolik berat lebih dari 160 mm Hg atau hipertensi
diastolic seharusnya dapat juga sdikatakan sebagai darurat hipertensi. Pasien-
pasien ini tampaknya telah layak status ini meskipun kebanyakan dari
mereka (80%) tidak menunjukkan tekanan diastolik berkelanjutan atau lebih
dari 105 mm Hg sebelum stroke.
Pada tahun 1978 teks klasik, Chesley menulis bahwa "salah satu tujuan
utama dari pengelolaan preeklampsia berat dan eklampsia adalah untuk
mengurangi risiko perdarahan pada otak. Selain itu, ia termasuk di antara
tujuan utamanya dari manajemen untuk pasien dengan preeklamsia tidak
31
hanya untul mencegah kejang, tetapi juga untuk mencegah perdarahan
serebrovaskular. Untuk laki-laki dewasa dan pasien wanita secara umum
risiko stroke hemoragik berkorelasi langsung dengan tingkat elevasi tekanan
darah sistolik dan kurang terkait dengan, tetapi tidak terlepas dari tekanan
diastolic. Persis bagaimana menggunakan epidemiologi ini data untuk wanita
hamil.
Ketika autoregulasi cerebral terganggu, ekstravasasi interstitial protein dan
cairan akan diharapkan untuk menyebabkan edema vasogenik vascular bed,
dapat pecah dan perdarahan.
Pasien yang terkena akan mengekspresikan tanda-tanda progresif cepat dan
gejala dari sindrom neurologis yang dikenal sebagai ensefalopati hipertensif
yang ditandai dengan sakit kepala, mual, gangguan penglihatan, gangguan
sensorium, tanda-tanda neurologis fokal dan kejang. Labetalol di tangan kita
adalah antihipertensi yang disukai karena telah terbukti mengurangi secara
efektif tekanan perfusi serebral tanpa mengorbankan perfusi serebral,
terutama dengan menurunkan tekanan darah sistemik. Sangat mungkin
bahwa tekanan darah saja, apakah sistolik atau diastolik atau turunan, bukan
satu-satunya atau bahkan faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian
stroke pada pasien dengan preeklampsia berat atau eklampsia. Setidaknya 2
garis penalaran memberikan dukungan bagi pendapat ini. Satu adalah bahwa
dalam pengalaman kita dan perdarahan otak relatif jarang terjadi pada wanita
dengan eklampsia, bahkan dengan hipertensi berat yang berkelanjutan.
Stroke juga terjadi jarang dalam total populasi ibu hamil yang tekanan
sistolik melebihi 160 mm Hg setiap saat selama antepartum, intrapartum,
atau manajemen postpartum. Yang kedua adalah temuan menarik dari
karakteristik cepat memburuk sindrom HELLP di banyak pasien yang
diteliti. Patofisiologi yang dapat melukai pelindung yang normal sistem
penghalang darah-otak di otak sementara juga menyebabkan atau
berkontribusi terhadap tekanan darah tinggi. Sebuah angka dari laporan kasus
32
konsisten dengan kemungkinan ini telah diterbitkan baru-baru
menggambarkan sistem saraf pusat kelainan pada pasien dengan HELLP
syndrome. Subpopulasi tertentu pasien mungkin sangat rentan dengan ICH ,
seperti remaja, ibu hamil tua atau pasien akut berkembang sindrom HELLP.
Pengunaan deksametason intravena agresif pada pasien mengembangkan
sindrom HELLP dapat menghindari morbiditas pada pasien.
Cedera otak biasanya terjadi oleh perdarahan daripada trombosis, di setiap
contoh diduga melibatkan arteri daripada pembuluh vena. Stroke memiliki
kecenderungan untuk situs tertentu dari otak, mempengaruhi daerah baik
kortikal dan basal. Selain itu, sering ada beberapa situs yang terlibat.
Meskipun posterior sirkulasi serebral basal atau "centrencephalon" memiliki
telah dilaporkan yang paling umum terpengaruh oleh pelanggaran hipertensi
yang diinduksi di autoregulasi cerebral pasien nonobstetric. Wanita yang
memiliki preeklamsia berat atau eklampsia dan hipertensi sistolik (> 160 mm
Hg) berada pada risiko khusus untuk stroke hemoragik. Pasien-pasien ini
layak langsung dan perhatian khusus, perawatan intensif, dan antihipertensi
terapi untuk mengurangi risiko stroke tersebut.
Recommended