Konflik Dan Negosiasi p.10

Preview:

DESCRIPTION

ppt konflik dan negosiasi

Citation preview

Pertemuan ke 10

Konon konflik merupakan tema yang sejak awal sudah ada dalam kehidupan manusia, salain tema Tuhan dan cinta. Dan akhir-akhir ini tema konflik menjadi minat utama penelitian bagi mahasiswa yang mempelajari perilaku organisasi . Bahwa ketertarikan itu sangat beralasan karena jenis dan itensitas konflik sungguh sangat mempengaruhi perilaku kelompok.

Banyak sekali definisi tentang konflik. Meskipun memiliki arti yang luas , istilah konflik memiliki kesamaan tema yang mendasari hampir semua definisi. Konflik harus dirasakan oleh pihak-pihak yang berkonflik. Keberadaan konflik hanyalah merupakan masalah persepsi.

Jika tidak seorangpun menganggap bahwa konflik itu ada, maka telah menjadi suatu kesepakatan bahwa konflik menjadi tidak ada.

Kesamaan laian hampir pada semua definisi, konflik adalah adanya kosep oposisi, keterbatasan sumber daya, hambatan, serta asumsi adanya ketidak sesuaian kepentingan dan tujuan antara dua kelompok atau lebih.

Sumberdaya seperti uang, pekerjaan, harga diri, prestise dan kekuasaan adalah sangat terbatas, dan keterbatasan itulah yang mendorong perilaku yang saling menghambat dan konflik muncul.

Perbedaan definisi cenderung terpusat pada apakah istilah konflik terbatas pada niat atau juga pada tindakan yang nyata. Artinya apakah perilaku yang menghambat hanya merupakan suatu rencana tindakan ataukah muncul begitu saja sebagai akibat lingkungan yang secara kebetulan. Beberapa definisi yang percaya bahwa konflik hanya mengacu pada tindakan yang nyata atau pertarungan terbuka.

Definisi kami mengakui adanya unsur persepsi, pertentangan, kelangkaan sumberdaya, dan hambatan. Konfli merupakan ssuatu rencana tindakan ( niat) yang dapat muncul baik secara lahiriyah atau tersembunyi.

Konflik adalah suatu proses dimana upaya secara sengaja dilakukan oleh si A untuk mengimbangi si B dengan berbagai bentuk hambatan yang akan mengakibatkan si B frustasi dalam mencapai tujuan dan kepentingannya.

Tepat dan jelas bahwa telah terjadi konflik atau perbedaan pendapat mengenai peran konflik dalam kelompok dan organisasi. Salah satu aliran yaitu pandangan tradisional menyatakan bahwa konflik mesti dihindari karena menandakan adanya kesalahan fungsi dalam kelompok. Aliran lain menyatakan bahwa konflik dalam hubungan kemanusia merupakan hal yang alamiah dan tidak dapat dielakkan dalam kelompok manapun.

Konflik tidak harus menjadi pengganggu, namun lebih memiliki potensi untuk menjadi kekuatan positif dalam menentukan kinerja kelompok.

Pendekatan awal konflik dipandang secara negatif, disamakan dengan istilah kekerasan, perusakan, dan ketidakrasionalan, oleh karena itu mesti dihindari. Pandangan ini sesuai dengan hasil penelitian perilaku kelompok antara tahun 1930-an sampai dengan 1940-an. Hasil temua menyatakan bahwa konflik merupakan kondisi tidak berjalannya suatu fungsi yang merupakan akibat dari komunikasi yang buruk, kurangnya keterbukaan dan kepercayaan diantara individu, dan kegagalan para manajer untuk menanggapi kebutuhan dan aspirasi para karyawannya.

Pandangan bahwa konflik itu buruk merupakan kajian yang menyederhanakan masalah yang sebenarnya kalau dilihat dari individu yang melatarinya sangat kompleks. Akibatnya konflik mesti dihindari dan dicari apa penyebabnya dan mengoreksi dimana kesalahan fungsinya dalam rangka memper-baiki kinerja kelompok dan organisasi. Walau ada yang menyangkal bahwa pengurangan konflik dapat menghasilkan kinerja kelompok yang tinggi.

Pandangan ini menyatakan bahwa konflik merupakan kejadian alamiah dalam seluruh kelompok dan organisasi. Karena konflik tak mungkin dihindari, untuk itu mesti diterima, konflik mesti dirasionalkan agar mendatangkan manfaat bagi kinerja kelompok tergantung bagaimana pengelolaannya. Pandangan ini mendominasi pendapat tentang konflik dari tahun 1940-an sampai dengan tahun 1970-an.

Pandangan ini bukan hanya menerima konflik bahkan mendorong konflik dengan alasan bahwa suatu kelompok yang harmonis, damai, tenang dan kooperatif dapat menjadi kelompok yang statis, apatis dan tidak tanggap pada kebutuhan untuk melakukan perubahan dan inovasi.

Kontribusi utama dari pendekatan interaksionis adalah mendorong pemimpin kelompok untuk mempertahankan konflik yang sedang terjadi dengan tingkat yang minimal – sekedar untuk mempertahankan agar kelompok tetap hidup , dapat mengkritik diri dan kreatif.

Interaksional memandang tidak semua konflik itu baik, namun ada konflik yang

mendukung tujuan kelompok dan memperbaiki kinerjanya, itulah bentuk

konflik yang fungsional dan konstruktif. Ada konflik yang menghalangi kinerja

kelompok, itulah konflik yang disfungsional dan destruktif. Antara keduanya

batasannya tidak jelas. Karena tidak jelas batasannya, keteria yang penting ada pada

kinerja kelompok. Kerena kelompok dibentuk untuk mencapai suatu tujuan, dampak konflik adalah pada kelompok

bukan pada individu tunggal .

Dampak konflik pada individu dan dampak terhadap kelompok jarang sekali saling bertentangan, jadi cara individu memandang suatu konflik dapat secara signifikan mempengaruhi efek konflik tersebut terhadap kelompok. Namun , persepsi individu tidak terlalu berpengaruh, maka orientasi kita mengarah pada kelompok.

Dalam suatu penilaian dampak fungsional dan disfungsional dari konflik terhadap perilaku kelompok hasilnya adalah diukur dari menghambat atau memperlancar tujuan kelompok tersebut.

Proses konflik dapat berkembang melalui empat tahapan: oposisi potensial, kognisi dan personalisasi, perilaku dan hasil seperti tergambar dalan diagram pada peraga.

Tahap pertama adanya kondisi yang menciptakan kesempatan timbulnya sebuah konflik. Secara sederhana kondisi ini (yang juga dapat dipandang sebagai penyebab atau sumber konflik) telah dipadatkan menjadi tiga kategori umum yakni, kumonikasi, struktur dan faktor pribadi.

Kumunikasi menjadi penyebab atau sumber konflik karena kesalahpahaman, dan hambatan dalam saluran komunikasi., intinya karena kamunikasi yang buruk merupakan alasan munculnya konflik.

Struktur dalam konteks ini meliputi variabel ukuran; tingkat kerutinan, spesialisasi, dan standarisasi tugas yang dibebankan pada anggota kelompok; keheterogenan kelompok; gaya kepemimpinan; sistem penghargaan; dan tingkat ketergantungan kelompok.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan spesialisasi berperan sebagai kekuatan pendorong bagi terjadinya konflik. Kelompok yang lebih besar dan memiliki aktifitas yang lebih terspesialisai, memiliki peluang konflik yang lebih besar. Dan potensi terbesar timbulnya konflik cenderung terjadi pada anggota kelompok berusia lebih muda dimana perputarannya tinggi.

Gaya kepemimpinan yang tertutup, yaitu observasi yang ketat, pengendalian yang sangat membatasi perilaku anggota, dapat meningkatkan potensi konflik dan terlalu mengandalkan pada partisipasi anggota juga rawan menimbulkan konflik. Partisipasi dan konflik memiliki korelasi yang tinggi karena partisipasi mendorong munculnya perbedaan.

Faktor pribadi yang paling penting adalah keistimewaan dan perbedaan sistim nilai individu. Bukti menunjukan bahwa tipe kpribadian tertentu- contohnya, individu yang otoritarian, dogmatik dan rendah diri memiliki potensi konflik. Variabel yang paling banyak dilupakan utamanya dalam konflik sosial adalah dugaan adanya sistim nilai yang berbeda yang diyakini oleh individu dalam kelompok.

Kondisi awal dapat mengarah pada terjadinya konflik hanya jika satu pihak atau lebih dipengaruhi dan dikognisikan oleh konflik tersebut.

Konflik baru dirasakan ketika para individu terlibat secara emosional, dan pihak-pihak tersebut mengalami kekhawatiran, ketegangan, frustasi, atau permusuhan.

Konflik telah muncul dan terbuka ketika ada fihak yang secara sengaja dengan usaha-uasaha yang jelas untuk membuat pihak lain merasa frustasi, atau dengan cara lebih jauh mencegah dan menghalang-halangi kelompok tersebut mencapai tujuan-tujuannya.

Pada tingkat rendah diilustrasikan seperti seorang murid yang menanyakan sesuatu yang sudah diterangkan oleh guru atau instrukturnya. Pada tingkat tinggi, terjadi pemogokan, kerusuan dan peperangan.

Pada tahap tiga inilah biasanya penanganan konflik dimulai dengan menggunakan pendekatan : kompetisi, kolaborasi, penghindaran, akomodasi dan kompromi.

Kompetisi, jika konflik terjadi karena salah satu fihak mencoba mencapai tujuan tertentu, itu berarti dia sedang berkompetisi dan mendominasi. Pertarungan kalah dan menang ini dalam kelompok formal sering kali memanfaatkan otoritas formalnya untuk saling berkuasa menjadi kekuatan yang dominan dan masing-masing menggunakan kekuasaannya untuk mencapai kemenangan.

Kolaborasi: Bila masing-masing ada niat memuaskan kepentingan semua pihak, maka solusinya adalah bekerjasama mencari hasil yang saling menguntungkan.

Dalam kolaborasi bertujuan untuk memecahkan masalah dan mengklasifikasikan perbedaan bukan mengakomodasi berbagai pandangan.

Penghindaran: Merasakan ada konflik salah satu pihak menarik diri atau mendiamkan konflik dengan cara masing-masing pihak memisahkan diri secara fisik dan mempertahankan masing-masing wilayah kekuasaann/kewenangannya.

Akomodasi: Menempatkan kepentingan lawannya diatas kepentingan mereka sendiri, demi mempertahankan hubungan , satu pihak melakukan pengorbanan diri.

Kompromi: Jika masing-masing pihak harus melepaskan sesuatu, dengan saling bertukar pendapat yang menghasilkan kompromi, sehingga tidak ada pemenang dan pecundang.

Karakteristik yang khas dalam kompromi adalah adanya syarat bahwa masing-masing pihak menyerahkan sesuatu.

Hasil fungsional: Konflik merupakan hal yang kontruktif jika dapat menigkatkan kualitas keputusan, memicu kreativitas dan inovasi, memotivasi minat dan keingin tahuan antar anggota kelompok, menyediakan media sehingga masalah dapat diatasi dan ketegangan dapat dilepaskan, dan memelihara suatu lingkungan untuk melakukan evaluasi diri dan pengembangan diri.

Konflik disfungsional: Oposisi yang tak terkendali melahirkan ketidaksenangan, yang melarutkan ikatan umum dan akhirnya menimbulkan perusakan terhadap kelompok tersebut.

Akibatnya konflik disfungsional dapat mengurangi efektivitas kelompok. Konsekuensi yang tidak diharapkan adalah; lambatnya komunikasi, kurangnya kekom-pakan dalam kelompok , dan penangguhan tujuan-tujuan kelompok karena lebih mendahulukan perkelaian antar anggota. Pada tingkat yang ektrim menyebabkan kelompok berhenti fungsinya.

Negosiasi banyak digunakan dihampir seluruh organisasi. Ada yang terlihat nyata, seperti tawar menawar antara pekerja dengan pihak manajer, ada yang tak nyata, misalnya negosiasi manajer dengan bawahannya.

Negosiasi adalah suatu proses dimana dua pihak atau lebih saling tukar menukar barang dan jasa dan berupaya untuk menyepakati angka pertukaran bagi mereka.

Ada dua pendekatan umum negosiasi: tawar-menawar distributif dan integratif.

Tawar-menawar distributif, hakekatnya adalah bernegosiasi terhadap siapa yang menda-patkan bagian apa dari suatu obyek tertentu.

Ciri-ciri yang paling menunjukkan adalah tawar-menawar itu berlangsung dengan kondisi kalah menang. Artinya keuntungan yang saya dapatkan merupakan kerugian anda, dan sebaliknya.

Adalah bernegosiasi yang berlangung dengan menciptakan jwin-win solution

Negosiasi ini meliputi pihak-pihak yang terbuka dengan informasi, dan jujur terhadap kepentingan kedua pihak, saling mempercayai dan adanya keinginan kedua belah pihak untuk mempertahankan fleksibilitas.

1. Eskalasi komitmen yang tidak rasional.adanya kecenderungan meneruskan tindakan yang dipilih sebelumnya, tanpa mempedulikan analisis rasional yang direkomendasikan.berakibat: dapat membuang waktu, energi, dan uang yang telah diinvestasikan sebagai “biaya yang hilang”.

2. Anggapan Umumkesalahan membuat keputusan para negosiator disini adanya anggapan bahwa kemenangan di pihak mereka dapat dicapai dengan kerugian pihak lainnya.

Dengan mengasumsikan permainan kalah menang akan menghilangkan kesempatan adanya kemungkinan win-win solution, kemenangan bersama

3. Penilaian awal dan penyesuaianKecenderungan mendasarkan penilaian pada informasi yang tidak relevan karena menarik kesimpulan lebih dini terhadap penawaran awal lawan dalam suatu negosiasi.

4. Penyajian dalam negosiasiIndividu cenderung sangat dipengaruhi oleh cara penyajian informasi kepada mereka.

5. Ketersediaan informasi.Para negosiator terlalu tergantung pada informasi yang telah tersedia sehingga mengabaikan data yang relevan.

6. Penyesalan si pemenangPenyesalan yang dirasakan oleh seseorang setelah menutup negosiasi karena merasa telah melakukan penawaran terlalu tinggi.

7. Terlalu percaya diri

Terlalu percaya diri dapat berakibat pada kecenderungan mengabaikan informasi dan mengurangi kompromi. Kesalahan ini bisa diminimalisir dengan mencari penilaian yang obyektif dari pihak yang netral.

Recommended