View
17
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
KONSEP PENCIPTAAN ALAM SEMESTA
(Studi Komparatif Antara Teori-M Stephen Hawking
dengan Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya, Kementrian Agama RI)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S. Th. I)
Oleh
Nidaa UlKhusna
Nim: 109034000062
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
KONSEP PENCIPTAAN ALAM SEMESTA
(Studi Komparatif Antara Teori-M Stephen Hawking
dengan Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya, Kementrian Agama RI)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S. Th. I)
Oleh
Nidaa UlKhusna
Nim: 109034000062
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 12 Mei 2014
Nidaa UlKhusna
KONSEP PENCIPTAAN ALAM SEMESTA
(Studi Komparatif Antara Teori-M Stephen Hawking
dengan Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya, Kementrian Agama RI)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)
Oleh
Nidaa UlKhusna
109034000062
Pembimbing,
Moh. Anwar Syarifuddin, S.Ag, MA.
NIP. 197205181998031003
PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS
FAKULTAS USHULUDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
i
ABSTRAK
Nidaa UlKhusna
Konsep Penciptaan Alam Semesta (Studi Komparatif antara Teori-M
Stephen Hawking dengan Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian
Agama RI)
Pertanyaan terkait siapa pencipta alam semesta dan usaha untuk
mengetahui bagaimana proses penciptaannya sudah sangat lama
diperbincangkan dan diperdebatkan. Antara pendukung materialisme maupun
yang mengakui adanya pencipta, sampai pada akhirnya dimenangkan oleh
agama, bahwa alam semesta ini mau tidak mau diciptakan oleh Tuhan. Karna
usaha materialis memiliki satu kekurangan serius, yaitu singularitas, kapan
tepatnya penciptaan alam semesta ini terjadi? waktu nol. Bahkan sampai hari
inipun ilmu pengetahuan tidak dapat menemukan titik awal penciptaan alam
semesta. Maka diterapkanlah teori Kuantum, untuk menjawab awal semesta.
Bermula dengan usaha menggabungkan empat partikel pembawa gaya (gravitasi,
elektromagnetik, gaya nuklir lemah dan gaya nuklir kuat). Maka dihasilkan
berturut-turut dimulai dari, teori elektrodinamika kuantum (quantum
electrodynamics, QED), kromodinamika kuantum (quantum chromodynamics,
QCD), teori terpadu agung (grand unified theory, GUT), teori dawai (string
theory), hingga ditemukan Teori-M merupakan teori gravitasi supersimetris yang
paling umum dan merupakan satu-satunya kandidat teori alam semesta yang
lengkap. Teori yang dipercaya menjadi model alam semesta yang menciptakan
dirinya sendiri, walaupun belum dibuktikan. Di sini akan dibandingkan antara
teori-M Stephen Hawking dengan, konsep penciptaan yang ditawarkan Tafsir Ilmi
ii
Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI. Akan sangat menarik, karna
dalam tafsir Ilmi pun melibatkan ilmuwan dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia).
iii
KATA PENGANTAR
ثسم هللا الس حمه السحيم
Alhamdulillāhirabbil „ālamīn puji syukur yang tak terhingga kepada Allah
Swt. Dzat yang memiliki cinta abadi dan dzat yang Maha Berkehendak. Atas
kehendak dan ketentuan-Nya skripsi ini bisa terwujud, meski melalui perjalanan
yang sangat panjang dan banyak liku-liku kehidupan yang memberikan pelajaran
yang sangat berarti.
Shalawat dan salam senantiasa penulis haturkan kepada tauladan sempurna
pemimpin yang sangat cinta kepada tauladan sempurna pemimpin yang sangat
cinta kepada umatnya Nabi Muhammad Saw., juga untukk keluarga dan sahabat
beliau. Semoga syafā‟at beliau sampai kepada kita. Āmīn
Tersusunnya skripsi yang berjudul “Konsep Penciptaan Alam Semesta
(Studi Komparatif antara Teori-M Stephen Hawking dengan Tafsir Ilmi
Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI)” tidaklah berarti apa-apa tanpa
adanya bantuan dan do‟a dari orang-orang yang tercinta, dan akhirnya ribuan
terimakasih penulis ucapkan kepada:
1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor), Prof. Dr. Zainun Kamaluddin
Fakih, MA (Dekan Fakultas Ushuluddin), Dr. Bustamin, M. Si (Ketua
Jurusan Tafsir Hadis), dan Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA (Sekjur Tafsir
Hadis).
2. Bapak Moh. Anwar Syarifuddin, S. Ag., MA. Selaku dosen pembimbing
yang dengan ikhlas membimbing dan mengarahkan penulis hingga selesai
skripsi ini.
iv
3. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin, khususnya dosen-dosen di Jurusan
Tafsir Hadis yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis.
4. Yang tercinta Ayahanda Noviono dan Ibunda Futikhati yang senantiasa
mencurahkan kasih saying dan perhatian dengan segenap hati dan selalu
mendo‟akan ananda untuk mencapai kesuksesan di masa depan, semoga
penulis selalu mendapat ridha mereka dan berbakti kepadanya.
5. Yang Tersayang suamiku Prayoga Permana yang senantiasa membantu,
membimbing, dan tak henti-hentinya memotivasi penulis di setiap
keadaan.
6. Kakanda Fadli Bahtian Saputra dan Yudistira Adi Saputra, serta adinda
Furqon Abdillah, yang selalu men-support penulis hingga selesainya
skripsi ini.
7. Sepupu, Rahmatika Akmalia. Yang telah menemani dan membantu
penulis selama di jogja, sehingga mendapatkan referensi yang sangat
dibutuhkan untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Paman, Afuqoha dan yayu‟ yang selalu memotivasi, mengarahkan dan
membantu penulis. Serta om Raharjo yang sudah mencari dan memberikan
referensi utama dalam skripsi ini dengan suka rela.
9. Untuk teman-teman UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Ria, salina, farida,
mahfudoh, sarah dll) yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini.
Serta teman-teman dumay yang tergabung dalam komunitas Sains dan
Teknologi, (Om Pembawa kabar, Zainun Neo Aja dll) sehingga penulis
mendapatkan banyak informasi dalam perkembangan sains dan menuntun
penulis cara mengkonter pemahaman yang salah.
v
10. Perpustakaan Umum, Perpustakaan Fakultas Ushuludin dan Saintek,
Perpustakaan Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, serta Pusat Studi Al-Qur‟ān. Yang
darinyalah penulis mendapatkan referensi.
Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, mudah-
mudahan bantuan bimbingan, arahan, motivasi dan do‟a yang telah kalian berikan
menjadi amal sholih serta mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah Swt.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan umumnya. Āmīn.
Akhir kata penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi
ini masih terdapat kekurangan dan bahkan tidak menutup kemungkinan di
dalamnya terdapat kekeliruan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan sarannya untuk penulisan yang lebih baik serta untuk
pengembangan kajian ke depan.
Jakarta, 13 November 2013
Ttd,
Nidaa UlKhusna
Penulis
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ..................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 9
E. Kajian Pustaka/Studi Review ................................................................ 9
F. Metodologi Penelitian ............................................................................ 11
G. Sistematika Penulisan ............................................................................ 12
BAB II PANDANGAN STEPHEN HAWKING TENTANG KONSEP
PENCIPTAAN ALAM SEMESTA
A. Biografi Stephen Hawking .................................................................... 14
a. Riwayat Hidup Stephen Hawking ................................................... 14
b. Karya-karya Stephen Hawking ....................................................... 20
B. Gagasan Hawking tentang Big Bang .................................................... 22
C. Teori Segalanya ..................................................................................... 27
D. Gagasan Hawking tentang Teori-M ...................................................... 37
vii
BAB III PENAFSIRAN TAFSIR „ILMI PENCIPTAAN JAGAT RAYA
KEMENTRIAN AGAMA RI TENTANG KONSEP
PENCIPTAAN ALAM SEMESTA
A. Mengenal Kitab Tafsir Ilmi Kementrian Agama RI ............................ 52
1. Sejarah Singkat Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI .......................... 52
2. Tafsir „Ilmi Penciptaan Jagat Raya, Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Qur‟ān Badan Litbang dan Diklat Kementrian
Agama RI ......................................................................................... 54
B. Penciptaan Alam Semesta Menurut Tafsir „Ilmi Penciptaan
Jagat Raya Kementrian Agama RI ........................................................ 60
1. Asal Mula Penciptaan Alam Semesta ............................................... 60
2. Proses Penciptaan Alam Semesta...................................................... 73
C. Peran Tuhan dalam Penciptaan Alam Semesta ..................................... 102
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 115
B. Saran ..................................................................................................... 118
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 119
viii
PEDOMAN TRANSLITRASI
q = ق z = ش Tidak dilambangkan = ا
k = ك s = س b = ة
l = ل sy = ش t = ت
m = م s = ص ts = ث
n = ن d = ض j = ج
w = و t = ط h = ح
h = ه z = ظ kh = خ
ʼ = ء „ = ع d = د
y = ي g = غ dz = ذ
f = ف r = ز
A. Vokal
Vokal Tunggal : كتت : kataba
su‟ila : سئل
yadzhabu : يرهت
Vokal Panjang : قبل : qāla
qīla : قيل
yaqūlu : يقول
Vokal Rangkap : او/اي : ai/au
kaifa : كيف
haula : حول
ix
B. Lain-lain
- Transliterasi syaddah atau tasydid ( ۜ ) dilakukan dengan menggandakan
huruf yang sama
- Transliterasi ta’ marbutah ( ة ) adalah “h”, termasuk ketika ia diikuti oleh
kata sandang “al” ( ال ), kecuali transliterasi ayat al-Qur‟ān.
- Kata sandang “ال” ditransliterasikan dengan “al” diikuti dengan kata
penghubung “-“, baik ketika bertemu dengan huruf qamariyyah maupun
huruf syamsiyyah, kecuali dalam transliterasi ayat al-Qur‟ān.
- Transliterasi ayat al-Qur‟ān dilakukan sesuai dengan bacaan aslinya dengan
mengabaikan pemisahan antar kata.
Contoh:
dibaca Ihdinās-siratal-mustaqīm, bukan اهدوب الصسط المستقيم
Ihdinā al-sirat al-mustaqīm
- Transliterasi kata “هللا” dilakukan sesuai dengan bacaan aslinya dengan
mengabaikan pemisahan antar kata.
Contoh:
dibaca Kitābullah, bukan كتبة هللا
Kitab Allah
- Nama-nama dan kata-kata yang telah ada versi populernya dalam tulisan
latin, secara umum dituliskan berdasarkan versi populrenya, kecuali tidak
ada keseragamannya, seperti macam-macam bacaan dalam tajwid tetap
ditulis berdasarkan transliterasi, contoh mad, izhar, dan lainnya.
x
- Terjemahan al-Qur‟ān mengutip dari al-Qur’ān dan terjemah Departemen
Agama, sedangkan penulisan al-Qur’ān di atas merupakan terjemahan dari
Qira’at ‘Asim.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap ilmu, konsep atau teori, pasti merupakan produk dari masyarakat,
atau bangsa yang memiliki peradaban dan pandangan hidup (worldview).
Pandangan hidup suatu masyarakat adalah cara pandang mereka terhadap alam
dan kehidupan.1 Ada beberapa faktor penyang membuat pandangan hidup
manusia, dan yang terpenting adalah faktor kepercayaan terhadap Tuhan. Faktor
ini penting karena mempunyai implikasi konseptual. Masyarakat atau bangsa yang
percaya pada wujud Tuhan akan memiliki pandangan hidup berbeda dari yang
tidak percaya pada Tuhan. Bagi masyarakat atau bangsa yang tidak percaya pada
Tuhan menganggap bahwa nilai moralitas adalah kesepakatan manusia (human
convention), yang standarnya adalah kebiasaan, adat, norma atau sekedar
kepantasan. Demikian pula realitas hanyalah fakta-fakta yang bersifat empiris
yang dapat diindera atau difahami oleh akal sebagai kebenaran. Kekuatan
disebalik realitas empiris, bagi mereka, tidak riil dan tidak dapat difahami dan
dibuktikan kebenarannya meskipun sejatinya akal dapat memahaminya.
Pandangan hidup dalam Islam tidak hanya sebatas pandangan terhadap alam dan
kehidupan nyata, tapi keseluruhan realitas wujud. Karena wujud Tuhan adalah
wujud yang mutlak dan tertinggi sedangkan alam semesta seisinya adalah bagian
1Para pengkaji peradaban, filsafat, sains, dan agama telah banyak menggunakan
worldview sebagai matrik atau framework. Ninian Smart menggunakannya untuk mengkaji agama.
Syed Muhammad Naquib al-Attas, al-Mawdudi, Sayyid Qutb, memakainya untuk menjelaskan
bangunan konsep dalam islam. Alparslan Acikgence memakainya untuk mengkaji sains.Atif Zayn
memakainya untuk perbandingan ideologi.Thomas F. Wall untuk kajian filsafat.Dan, Thomas S.
Khun dengan konsep paradigma sejatinya menggunakan worldview bagi kajian sains.Lihat, Dr.
Hamid Fahmi Zarkasyi, Membangun Peradaban Dengan Ilmu. (Jakarta: Kalam Indonesia, 2010)
h. 142-144.
2
dari wujud itu, maka konsep Tuhan sangat sentral dalam pandangan hidup Islam
dan sudah tentu memiliki konsekuensi konseptualnya. Namun tidak semua
masyarakat yang percaya pada Tuhan memiliki worldview yang sama. Sebab
konsep dan pengertian Tuhan berbeda antara satu agama dengan agama lain.2 Jadi
pihak yang mengakui adanya Sang Pencipta yang menciptakan serta mengatur
kehidupan, pasti berbeda dengan pihak yang tidak mengakuinya, yaitu dalam
memahami konsep asal-muasal penciptaan alam semesta, namun tidak berarti
berbeda dalam hal proses penciptaannya. Seperti dalam islam, tidak ada dikotomi
antara al-Qur‟ān dan Sains. Keduanya berhubungan erat dan saling bersinergi.
Kalaupun terjadi perbedaan bukan al-Qur‟ānnya yang salah, namun penemuan
sains itulah yang keliru. Karna al-Qur‟ān bersifat mutlak kebenarannya, berasal
dari Sang Pencipta.
Penulis membandingkan dua konsep tentang penciptaan alam semesta yang
berangkat dari worldview yang berbeda. Yaitu konsep yang ditawarkan al-Qur‟ān
dengan konsep salah satu Ilmuwan Barat. Al-Qur‟ān yang dimaksud di sini adalah
kitab suci umat islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. dengan
perantaraan Malaikat Jibril.3 Di mana penulis mengkonsentrasikan pembahasan
pada Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI. Dan ilmuan Barat
yaitu Stephen Hawking4 adalah seorang ahli fisika teoritis yang menawarkan
teori-M.5
2Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi. Menguak Nilai Dibalik Hermeneutika. Jurnal ISLAMIA, thn
1 No. 1/Muharram 125. Hlm. 17. 3Lihat: QS. al-Najm/53: 4-5; al-A‟raf/7: 52 dan al-Ra‟d/13: 37.
4Stephen William Hawking, CH, CBE, FRS (lahir di Oxford, Britania Raya, 8
Januari1942; umur 71 tahun), adalah seorang ahli fisika teoretis. Ia adalah seorang profesor
Lucasian dalam bidang matematika di Universitas Cambridge dan anggota dari Gonville and Caius
College, Cambridge. Ia dikenal akan sumbangannya di bidang fisika kuantum, terutama karena
teori-teorinya mengenai teori kosmologi, gravitasi kuantum, lubang hitam, dan radiasi Hawking.
3
Penafsiran ayat-ayat al-Qur‟ān tentang penciptaan alam raya masih belum
memberikan titik temu. Perbedaan itu, ada yang berkisar pada prosesnya,6
sebagaimana terjadinya perbedaan pada asal-usulnya. Lalu disempurnakan dengan
membahas tentang keduanya, yakni proses dan asal-usul alam raya berdasarkan
metode tafsir ayat-ayat sains (al-manhaj fit tafsīr al-‘ilmi al-kaunī) yang
memperhatikan hubungan dua sudut pandang, yaitu paradigma ilmu dengan
paradigma tafsir al-Qur‟ān, selanjutnya mengemukakan tentang sintesa
kosmologis atas tema tersebut.7
Sedangkan dalam Tafsir „Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama
RI, berkisar pada proses.
Dalam Ilmu pengetahuan kosmologi yang bersifat empiris,8 ditemukan
konsep penciptaan alam semesta yang berubah-ubah. Perubahan ini tergantung
Salah satu tulisannya adalah A Brief History of Time, yang tercantum dalam daftar bestseller di
Sunday Times London selama 237 minggu berturut-turut Pada tahun 2010 Hawking bersama
Leonard Mladinow menyusun buku The Grand
Design.http://id.wikipedia.org/wiki/Stephen_Hawking, diakses pada tanggal 28 November 2012. 5Teori-M (M-theory) yang dianggap sebagai calon teori segalanya. Maksud teori
segalanya adalah teori yang mampu mengungkap awal-mula penciptaan banyak alam semesta
yang kompleks. Teori ini bukan merupakan teori tunggal, melainkan kumpulan aneka teori yang
masing-masing menjabarkan pengamatan dalam kisaran situasi fisik tertentu. Meskipun masing-
masing teori tersebut berbeda satu dengan yang lain, bisa jadi semuanya memiliki aspek-aspek
teori dasar yang sama. Mengenai huruf M pada Teori-M, belum ada yang tahu apa
kepanjangannya. Ada yang menganggapnya sebagai master (majikan), miracle (mukjizat), dan
mystery(misteri). http://erlanggaad.blogspot.com/2011/03/teori-stephen-hawking-tuhan-
bukanlah.html. diakses pada tanggal 28 November 2012. 6Sirajuddin Zar misalnya, ia menyususn proses penciptaan alam semesta menurut Al-
Qur‟ān dengan susunan ayat-ayat berikut: proses penciptaan alam semesta yang pertama dengan
berdasarkan kepada analisis ayat-ayat al-Qur‟ān yang memuat lafal khalaqa, bada‟a atau fathara,
kemudian berturut-turut Surah al-Anbiya‟ (21): 31, Fussilat (41): 9-12, Adz-Dzariyāt (51): 47, Hūd
(11): 7, As-Sajdah (32): 4. Lihat Sirajuddin Zar, Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam,
Sains, dan Alqur’an, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994, Cet.1, hlm. 134-139. Sedangkan
menurut Abu Abdullah Zanjani, sebagaimana dinukil oleh Sirajuddin Zar, bahwa proses
penciptaan alam adalah sesuai dengan susunan ayat berikut: Hūd (11): 7, Al-Anbiya‟ (21): 30, As-
Sajdah (32): 4, Adz-Dzāriyāt (51): 47, Fussilat (41): 9-12, dan Surah At-Talāq (65): 12. Abu
Abdillah Al-Zanjani, Tarikh Al-Qur’ān, Mizan, Bandung, 1986, terj. Oleh: Marzuki Anwar, hlm.
70-78. 7Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-ayat Sains dan Sosial. (Jakarta: Amzah, Cet. 1,
2007) hlm. 196-221. 8Sirajuddin Zar. Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains dan Al-Qur’ān.
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994) h. 7-8
4
pada tingkat kecanggihan alat-alat atau sarana observasinya dan kemajuan ilmu
pengetahuan itu sendiri. Pergeseran konsep tersebut dapat disarikan menjadi dua:
1. Konsep Kosmologi pra abad ke-20 cenderung berkesimpulan bahwa alam
semesta ini kadim dan langgeng, tidak diciptakan (steady state universe).
Menurut pandangan mereka, jagat raya selain tak terbatas dan besarnya tak
terhingga, juga tidak berubah keadaannya semenjak waktu tak terhingga
lamanya yang telah lampau sampai waktu tak terhingga lamanya yang akan
datang. Ketetapan ini didasarkan atas pengamatan mereka di laboraturium
bahwa materi kekal adanya. Konsep ini berasal dari Newton, kemudian
dipertegas oleh Lavoisier dengan kekekalan massa dan selanjutnya diperluas
oleh Einstein, pakar kawakan Yahudi, menjadi kekekalan massa dan energy
atau secara singkat kekekalan materi.
2. Konsep kosmologi abad ke-20 cenderung berkesimpulan bahwa alam semesta
diciptakan. Perubahan konsep secara radikal ini dilahirkan oleh observasi
Hubble pada tahun 1929 dengan teropong raksasanya melihat bahwa galaksi-
galaksi di sekitar Bima Sakti berada dalam keadaan menjauhi kita dengan
kelajuan yang sebanding dengan jauhnya dari bumi; yang lebih jauh
kecepatannya lebih besar. Keseluruhan alam semesta berekspansi (expanding
universe). Observasi inilah yang mengharuskan para kosmolog berkesimpulan
bahwa jagat raya bertambah setiap saat. Dari perhitungan perbandingan jarak
dan kelajuan gerak masing-masing galaksi mati para pakar sains menarik
kesimpulan bahwa alam semesta ini semula teremas (terkerut) menjadi sangat
kecil, yang disebut dengan singularitas. Karena goncangan kevakuman dan
tekanan gravitasi negative menimbulkan suatu dorongan eksplosif keluar dari
5
singularitas, yang mengakibatkan terjadinya ledakan yang maha dahsyat
sekitar 15 milyar tahun yang lalu; peristiwa ini terkenal sebagai “dentuman
besar” (Big Bang). Kesimpulan ini diperkuat oleh hasil observasi radio
astronomi Arno Penzias dan Robert Wilson (pemenang hadiah nobel 1978)
pada tahun 1964 mengungkapkan keberadaan gelombang mikro yang
mendatangi bumi dari segala penjuru alam secara uniform sebagai kilatan
alam semesta yang tersisa dari peristiwa Big Bang. Peninggalan era Big Bang
ini pada dasarnya dapat diamati melalui radiasi gelombang mikro bersuhu 3 K
(-270 ) yang sampai sekarang membanjiri kosmos.
Fisika yang berkembang sampai ahir abad ke-19 dikenal sebagai fisika
klasik dan mempunyai dua cabang utama yaitu mekanika klasik Newtonian dan
teori medan elektromagnetik Maxwellian. Ciri utama fisika klasik adalah sifatnya
yang common sense dan deterministik.9 Fisika klasik terdiri atas bidang-bidang
teori mekanika Newton dan gejala-gejala yang dapat dijelaskan dengan teori
tersebut, teori Maxwell tentang elektromagnetik dan penggunaannya,
termodinamika, dan teori kinetik gas.10
Fisika quantum, yang muncul setelahnya. Tepatnya lahir pada seperempat
pertama abad ini, mendominasi fisika modern dewasa ini. Ia berasal dari suatu
upaya untuk menjelaskan sejumlah besar fakta yang diamati secara experimental
mengenai atom-atom dan radiasi, fakta-fakta yang tidak sanggup dijelaskan oleh
9Agus Purwanto, DSc. Fisika Kuantum. (Jogjakarta: Gava Media, Cet. 1, 2006) h. 1
10 Prof. Drs. Kusminarto, Ph. D. Esensi Fisika Modern. (Yogyakarta: CV. Andi Offset,
2011) h. 2
6
fisika Newtonian. Tetapi keberhasilan ini dibarengi implikasi-implikasi
konseptual revolusioner atas persepsi kita mengenai dunia fisik.11
Jadi, fisika klasik dan fisika modern bukan terkait dengan masalah zaman.
Kapanpun zaman berjalan, fisika klasik akan tetap fisika klasik dan fisika modern
tetap fisika modern. Fisika klasik dan fisika modern terkait dengan objek yang
kita pelajari. Objek yang dipelajari dalam fisika klasik adalah objek yang
ukurannya sedang-sedang saja dan kecepatannya juga sedang-sedang saja.
Sedangkan objek yang dipelajari dalam fisika modern, ukurannya sangat-sangat
kecil dan kecepatannya sangat-sangat cepat (mungkin mendekati kecepatan
cahaya 300.000 km per detik).12
Inti dari perdebatan di kalangan Ilmuwan Barat yaitu apakah alam ini
diciptakan atau ada dengan sendirinya. Sampai muncullah teori dentuman besar,
sehingga mereka berkesimpulan bahwa alam semesta ini diciptakan. Jika
diciptakan, lalu siapa yang menciptakan? Ilmuan kondang Abad ini, Stephen
Hawking melontarkan teori yang kontroversial dalam buku terbarunya yang
diselesaikan bersama dengan Leonard Mlodinow, berjudul “The Grand Design”.
Ia menganggap hukum alam sebagai penyebab alam semesta terbentuk, bukan
Tuhan. Di sini Hawking menjabarkan proses penciptaan alam dengan
menggunakan fisika quantum. Pemaparan Hawking ini terbilang mencengangkan
dan tampak bertolak belakang dengan karya sebelumnya maupun berdasarkan
pemaparan ilmuwan lain. Dalam buku sebelumnya, “A Brief History of Time.”
11
Pervez Hoodbhoy, Islam dan Sains; Pertarungan Menegakkan Rasionalitas, terj. Islam
and Science Religion Orthodoxy and the Battle for Rationality, oleh Luqman, (Bandung: Pustaka,
1997) H. 21 12
Agus Mulyono dan Ahmad Abtokhi. Fisika dan Al-Qur‟an. (Malang: UIN Malang
Press) h. 14
7
Hawking pun tidak mengesampingkan kemungkinan itu. Para Ilmuan seperti
Newton, yang menciptakan teori gravitasi, pernah mengatakan bahwa penjelasan
ilmiahnya itu hanya bisa menerangkan perilaku jagat raya, bukan pada
penciptanya.“Gravitasi menjelaskan pergerakan planet-planet, namun tidak bisa
menjelaskan siapa yang menggerakkan planet-planet itu,” tulis Newton.13
Berdasarkan pemikirannya ini, sudah bisa dipastikan bahwa rancangan
agung yang dimaksud Hawking adalah suatu rancang yang terlepas dari kuasa
Tuhan. Maka dari itu, teori-Mnya ini bisa saja mempengaruhi pemikiran
seseorang supaya tidak yakin lagi bahwa alam semesta ini bukan diciptakan oleh
Tuhan, melainkan terbentuk karena adanya hukum fisika yang sejak awal sudah
ada. Kalau pun tetap meyakini Tuhan, bisa jadi yang dimaksud adalah Tuhan
sains. Di sini penulis tertarik membandingkan teori Stephen Hawking dengan
Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI. Berkaitan dengan hal
itu, penulis menganggap perlu melakukan penelitian untuk membandingkan antara
konsep penciptaan alam semesta menurut Tafsir „Ilmi Penciptaan Jagat Raya
Kementrian Agama RI dan menurut Stephen Hawking. Karena itu, pada skripsi ini
penulis mengambil judul:
“KONSEP PENCIPTAAN ALAM SEMESTA
(Study Komparatif Antara Teori-M Stephen Hawking dengan Tafsir „Ilmi
Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI).”
13
http://erlanggaad.blogspot.com/2011/03/teori-stephen-hawking-tuhan-bukanlah.html.
Diakses pada tanggal 28 November 2012.
8
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk lebih memperjelas dan memberi arah yang tepat dalam pembahasan
skripsi ini, maka penulis membatasi masalah dengan pembahasan yang hanya
akan difokuskan pada konsep penciptaan alam semesta menurut seorang scientis
fisikawan dan salah satu tafsir al-Qur‟ān serta kajian studi komparatif terhadap
pandangan keduanya.
Judul penelitian ini didukung oleh dua pembahasan yang perlu dibatasi
sebagai pegangan dalam kajian lebih lanjut. Kedua pembahasan tersebut adalah
penciptaan alam semesta menurut Teori-M Stephen Hawking dan Tafsir Ilmi
Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI.
Penelitian Ilmiah yang khusus mengkaji masalah penciptaan alam semesta
sudah banyak dilakukan baik dalam al-Qur‟ān maupun yang dilakukan para
ilmuan-ilmuan, atau membandingkan antara keduanya. Namun penulis belum
menemukan penelitian yang membandingkan antara Ilmuan modern abad ini yaitu
Stephen Hawking, penulis memfokuskan pada karyanya yang berjudul “The
Grand Design” dengan teori-Mnya. Dengan Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya
Kementrian Agama RI.
Maka dirumuskan persoalan sebagai berikut: Bagaimana Perbandingan
Konsep Penciptaan Alam Semesta Menurut Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya
Kementrian Agama RI dengan Teori-M Stephen Hawking?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan utama yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk menjelaskan awal terjadinya semesta menurut Tafsir Ilmi Penciptaan
Jagat Raya Kementrian Agama RI
9
2. Untuk menjelaskan awal terjadinya semesta menurut Stephen Hawking.
3. Untuk menganalisis perbandingan tentang konsep penciptaan alam semesta
menurut Stephen Hawking dan Tafsir „Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian
Agama RI.
D. Manfaat Penenlitian
Berdasarkan rumusan/pembatasan masalah yang telah diuraikan diatas, maka
dapat diketahui manfaat dari penulisan skripsi ini antara lain:
1. Menambah keyakinan kita kepada Sang Pencipta atas keagungan ciptaan-Nya.
2. Menambah wawasan mengenai proses terjadinya alam semesta.
3. Menambah informasi kepada pembaca tentang sebagain kecil ilmu
pengetahuan dalam al-Qur‟ān.
E. Kajian Pustaka/Study Review
Dalam lingkup akademisi kampus, kajian dan penelitian terkait konsep
dasar penciptaan alam semesta yang membandingkan konsep islam dan konsep
barat cukup banyak diangkat sebagai sebuah tema/topic utama. Dari UIN Syarif
Hidayatullah sendiri, khususnya dari fakultas Ushuludin, Tafsir Hadis, penulis
dapat menghimpun dua skripsi terdahulu yang sejalan dengan yang diteliti penulis
pada skripsi ini dan satu skripsi penulis temukan dari UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Skripsi terdahul tersebut dijadikan sebagai referensi bagi penulis agar
dapat membedakan masalah yang diangkat, objek, dan tujuan penelitian. Berikut
ini table skripsi yang berhubungan dengan topic yang penulis angkat dalam
skripsi ini:
10
No Nama Peneliti Judul Ket/Hasil Penelitian
1. Mu‟adz D. Fahmi
Skripsi S1Tafsir
Hadis Ushuludin
dan Filsafat, UIN
Jkt,2011
The Qur‟ān and The
Big Bang Teory: A
Comparative Study
On The Creation.
Membandingkan penciptaan
alam semesta antara teori Big
Bang dengan Al-Qur‟ān.
2. Abdul Hamid
Skripsi S1Tafsir
Hadis Ushuludin,
UIN Jkt
2010
Studi Komparatif
Antara Teori Big
Bang George
Gamow dengan
Tafsir al-Maraghi.
Membandingkan teori Big
Bang menurut George Gamo
dengan Tasir al-Maraghi
3. Fitri Kurniati
Skripsi S1 Tadris
Pendidikan Fisika,
Tarbiyah, UIN
Jogja
2003
Studi Analisis
Pandangan Stephen
Hawking Tentang
Berawalnya Semesta
dalam Tinjauan
Islam.
Membandingkan pandangan
Stephen Hawking dengan
pandangan Islam tentang alam
semesta. (Penulis
memfokuskan penelitian pada
pemikiran Hawking tentang
Big Bang dan Lubang Hitam)
Dan berikut ini adalah table yang menunjukan skripsi penulis sebagai penjelas
perbedaan beberapa skripsi di atas dan skripsi karya penulis:
11
Nama Penulis Judul Keterangan
Nidaa UlHusna
Skripsi S1 Tafsir
Hadis
Ushludin,
UIN Jkt 2013
Konsep Penciptaan Alam
Semesta (Study Komparatif
Antara Tafsir Ilmi
Penciptaan Jagat Raya
Kementrian Agama RI
dengan Teori-M Stephen
Hawking).
Membandingkan
penciptaan Alam semesta
menurut Teori-M-
Stephen Hawking dengan
Tafsir Ilmi Penciptaan
Jagat Raya Kementrian
Agama RI.
Dengan adanya table skripsi terdahulu dan table skripsi karya penulis di
atas maka dapat dilihat jelas perbadaan dan keunikan skripsi penulis dari skripsi-
skripsi yang telah selesai di tahun-tahun sebelumnya. Studi review diatas juga
dapat menjadi informasi tambahan bagi penulis judul serupa selanjutnya untuk
membedakan skripsinya dengan karya-karya yang telah ada.
F. Metodologi Penelitian
Dalam menyusun skripsi ini penulis menggunakan metodologi komparatif,
yaitu pemecahan masalah yang menekankan pada data-data dan informasi
sebanyak-banyaknya dari dua persepektif yang diteliti, untuk kemudian
membandingkan kedua pendapat tersebut. Adapun jenis penelitian yang penulis
gunakan adalah penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat normative
yang di-combine dengan data dan fakta yang bersifat empiris, Pada studi
12
kepustakaan ini mengharuskan penulis mencari data-data dari literature-literatur
dan referensi yang berhubungan dengan judul skripsi diatas.
Pada skripsi ini, sumber data yang digunakan adalah data primer juga data
skunder, dimana data akan dibawa pada penelitan kualitatif. Sedangkan teknik
pengumpulan datanya berwujud studi dokumentasi naskah (studi pustaka).
Dalam mengolah dan menganalisis data penulis menggunakan metode
kualitatif untuk mendistribusikan permasalahan yang dibahas dengan mengambil
materi-materi yang relevan dengan permasalahan, lalu dikomparasikan untuk
mendapatkan hasil/kesimpulan sebagaimana yang terdapat dalam rumusan
masalah.
Adapun metode penulisan dalam skripsi ini, penulis menggunakan buku
Pedoman penulisan Skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas Ushuludin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
G. Sistemtika Penulisan
Agar skripsi yang disusun tersusun rapi, sistematis, dan akhirnya mudah
dipahami, penulis membuat sistematika penulisan sesuai dengan masing-masing
bab. Penulis membaginya menjadi 5 (Lima) bab, yang masing-masing bab terdiri
dari beberapa sub bab yang merupakan penjelasan dari bab tersebut. Adapun
sistematika penulisan tersebut adalah sebagai berikut :
Bab I yang terdiri dari pendahuluan berisi tentang uraian tentang Latar
Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
13
Penelitian, Kajian Pustaka/ Review Terdahulu, Metodologi Penelitian dan
Sistematika Penulisan.
Bab II yang terdiri dari biografi Stephen Hawking, dilanjutkan dengan
penjabaran tentang penciptaan alam menurut teori-M Stephen Hawking, dimana
dijelaskan pandangan Hawking tentang Big Bang, Teori Segalanya, dan Gagasan
Teori-Mnya. Sehingga tergambar tentang konsep penciptaan alam semesta
menurut pandangan Stephen Hawking.
Bab III yang terdiri dari profil Tafsir „Ilmi Penciptaan Jagat Raya
Kementrian Agama RI, dilanjutkan dengan penjabaran tentang asal mula
penciptaan alam semesta, proses penciptaan alam semesta menurut tafsir
Kementrian Agama RI dan diakhiri dengan Peran Tuhan dalam Penciptaan Jagat
Raya.
BAB IV merupakan akhir dari seluruh rangkaian pembahasan dalam
skripsi. Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran dari penulis mengenai hal-hal
yang dibahas dalam skripsi ini
14
BAB II
PANDANGAN STEPHEN HAWKING
TENTANG KONSEP PENCIPTAAN ALAM SEMESTA
A. Biografi Stephen Hawking
1. Riwayat Hidup Stephen Hawking
Stephen William Hawking, CH, CBE, FRS (lahir di Oxford, Britania
Raya, 8 Januari 1942; umur 71 tahun, adalah seorang ahli fisika teoretis. Ia
adalah seorang profesor Lucasian dalam bidang matematika di Universitas
Cambridge dan anggota dari Gonville and Caius College, Cambridge. Ia
dikenal akan sumbangannya di bidang fisika kuantum, terutama karena
teori-teorinya mengenai teori kosmologi, gravitasi kuantum, lubang hitam,
dan radiasi Hawking. Salah satu tulisannya adalah A Brief History of Time,
yang tercantum dalam daftar bestseller di Sunday Times London selama
237 minggu berturut-turut. Pada tahun 2010 Hawking bersama Leonard
Mladinow menyusun buku The Grand Design.1 Ia menjadi Lucasian
Profesor of Mathematics di University of Cambridge selama tiga puluh
tahun, dan telah menerima banyak penghargaan, yang paling baru adalah
Presidential Medal of Freedom. Buku-bukunya untuk pembaca umum
antara lain buku klasik A Brief History of Time, kumpulan esai Black Holes
and Baby Universes, The Universe in a Nutshell, A Briefer History of Time,
dan The Grand Design (Rancangan Agung, GPU, 2011).2
1 http://id.wikipedia.org/wiki/Stephen_Hawking. Diakses pada tanggal 16 Mei 2013
2Stephen Hawking. “Tentang Penulis” dalam A Brief History of Time. Terj. Zia Anshor.
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013).
15
Stephen Hawking lahir pada 8 Januari 1942 dari pasangan Dr. Frank
Hawking, seorang biolog, dan Isobel Hawking. Ia memiliki dua saudara
kandung, yaitu Philippa dan Mary, dan saudara adopsi, Edward.3 Ayah
Hawking berasal dari Yorkshire. Ia bersekolah di Kedokteran Universitas
Oxford, dan sesudah lulus terjun ke penelitian penyakit-penyakit tropis.
Sedangkan ibunya lahir di Glasgow, Skotlandia, anak kedua dari tujuh
bersaudara dari pasangan yang berprofesi dokter. Ia juga bersekolah di
Oxford ia mencoba terjun ke bermacam-macam pekerjaan, termasuk
menjadi petugas pajak. Setelah itu ia menjadi seorang sekertaris. Di situlah
ia bertemu dengan Frank dan kemudian menikah dengannya.
Kelauarga Hawking tinggal di Highgate, sebelah utara London.
Mary, adik perempuannya lahir delapan belas bulan sesudah kelahirannya,
yang kemudian menjadi seorang dokter. Adik perempuannya yang lain,
Philippa, lahir ketika usia Hawking hampir lima tahun. Edward, adik laki-
lakinya lahir ketika Hawking berusia empat belas tahun.4
Kelahiran Stephen Hawking datang pada saat yang tidak tepat bagi
orang tuanya, yang tidak memiliki banyak uang. Iklim politik juga tegang,
seperti Inggris berurusan dengan Perang Dunia II dan serangan bom
Jerman. Dalam upaya untuk mencari tempat yang lebih aman untuk
memiliki anak pertama mereka, Frank memindahkan istrinya yang sedang
hamil dari rumah mereka di London ke Oxford.5 Tentara Jerman setuju
untuk tidak membom Oxford dan Cambridge, karena kedua tempat tersebut
3 http://id.wikipedia.org/wiki/Stephen_Hawking. Diakses pada tanggal 16 Mei 2013
4 Stephen Hawking, Lubang Hitam dan Jagat Bayi, dan Esai-esai lain, (Jakarta:
Gramedia, 1995) h. 2 5 http://www.biography.com/people/stephen-hawking-9331710. Diakses pada tanggal 16
Mei 2013
16
memiliki kekayaan arsitektur yang tak ternilai; sebagai gantinya pasukan
Sekutu setuju untuk tidak membom kota-kota historis Jerman: Heidelberg
dan Gottingen. Hawking lahir bertepatan dengan hari kematian Galileo,
yang terjadi tepat tiga ratus tahun sebelumnya yaitu tahun 1642. Pertanda
astrologi semacam ini bagi seorang astronom dianggap sangat baik.6
Setelah Hawking lahir, keluarga mereka kembali ke London.
Ayahnya lalu mengepalai divisi parasitologi di National Institute for
Medical Research. Pada tahun 1950, Hawking dan keluarganya pindah ke
St Albans, Hertfordshire. Di sana ia bersekolah di St Albans High School
for Girls dari tahun 1950 hingga 1953 (pada masa itu, laki-laki dapat masuk
ke sekolah perempuan hingga usia sepuluh tahun).7 Namun baru satu
semester, ayahnya bertugas ke Afrika dan diperkifrakan sampai empat
bulan. Kemudian Isobel Hawking mengajak anak-anaknya mengunjungi
temannya di Deya, sebuah pulau milik Spanyol. Mereka tinggal di sana dan
Hawking belajar pada William, seorang guru privat.
Setelah kembali dari Deya, Frank menginginkan Stephen masuk ke
sekolah Wetminster, salah satu sekolah “negeri” yang terkemuka. Di
sekolah ini Stephen berada pada tingkat sedang, tetapi teman-teman
kelasnya menjulukinya sebagai Einstein. Ketika tinggal dua tahun lagi, ia
mengambil spesialisasi matematika dan fisika, yang didukung Mr. Tahta,
seorang guru matematika. Namun ayahnya sangat menentang dan
menginginkannya masuk kedokteran.8
6 Paul Stratheren, Stephen Hawking dan Lubang Hitam, (Surabaya: Ikon Teralitera, 2004)
h. 7 7 http://id.wikipedia.org/wiki/Stephen_Hawking. Diakses pada tanggal 16 Mei 2013
8 Stephen Hawking, Lubang Hitam........h. 10-11
17
Hawking selalu tertarik pada ilmu pengetahuan. Ia terinspirasi dari
guru matematikanya yang bernama Dikran Tahta untuk mempelajari
matematika di universitas. Ayahnya ingin agar Hawking masuk ke
University College, Oxford, tempat ayahnya dulu bersekolah. Hawking lalu
mempelajari ilmu pengetahuan alam. Ia mendapat beasiswa, dan lalu
berspesialisasi dalam fisika.9
Pada ujian akhir Stephen kurang belajar, maka dia berencana hanya
akan mengerjakan soal-soal fisika teoritis dan melepaskan pertanyaan-
pertanyaan yang menyangkut masalah-masalah praktis. Dia tidak bisa tidur
pada malam sebelum ujian karena tegang, dan akibatnya tidak dapat
menjalaninya dengan baik. Nilainya terletak di batas nilai antara first dan
second degree, sehingga harus diwawancarai oleh para penguji untuk
menentukan ia termasuk dalam golongan mana. Dalam wawancara itu
mereka menanyakan rencana-rencana Stephen di masa mendatang. Stephen
menjawab bahwa dia ingin terjun ke penelitian. Jika mereka
memasukkannya ke first degree, ia akan melanjutkan ke Cambridge.
Sedangkan bila hanya mendapat second degree, akan tetap di Oxford.
Ternyata mereka memberinya first degree.
Stephen merasa bahwa ada dua bidang fisika teoritis fundamental
yang dapat dijadikan pilihan dalam penelitian, yaitu kosmologi dan partikel
elementer. Pada waktu itu belum ada penelitian tentang kosmologi di
Oxford. Sedangkan di Cambridge ada Fred Hoyle, astronom Inggris yang
terkenal pada masa itu. Oleh karena itu Hawking mendaftar untuk meraih
9 http://id.wikipedia.org/wiki/Stephen_Hawking. Diakses pada tanggal 16 Mei 2013
18
Ph. D di Cambridge dengan Hoyle sebagai pembimbing. Permohonannya
untuk melakukan penelitian di Cambridge diterima karena ia mendapatkan
first degree di Oxford, namun harus kecewa karena pembimbingnya bukan
Hoyle, melainkan Denis Sciama yang tidak seterrkenal Hoyle. Dan itulah
yang terbaik baginya, karena Hoyle sering pergi ke luar negeri, sebaliknya
Denis selalu di tempat dan selalu bersemangat dalam membimbingnya,
walaupun gagasan-gagasannya sering tidak sesuai dengan Stephen.10
Segera setelah tiba di Cambridge, gejala sklerosis lateral amiotrofik
(ALS) yang akan membuatnya kehilangan hampir seluruh kendali
neuromuskularnya mulai muncul. Pada tahun 1974, ia tidak mampu makan
atau bangun tidur sendiri. Suaranya menjadi tidak jelas sehingga hanya
dapat dimengerti oleh orang yang mengenalnya dengan baik. Pada tahun
1985, ia terkena penyakit pneumonia dan harus dilakukan trakeostomi
sehingga ia tidak dapat berbicara sama sekali. Seorang ilmuwan Cambridge
membuat alat yang memperbolehkan Hawking menulis apa yang ingin ia
katakan pada sebuah komputer, lalu akan dilafalkan melalui sebuah voice
synthesizer'.11
Stephen Hawking disebut sebagai seorang kosmologi relativistik,
karena dia mempelajari alam semesta sebagai suatu sistem terpadu
(kosmologis) dengan menggunakan teori relativitas (relativistik) sebagai
basis utama. Stephen Hawking menghabiskan seluruh kariernya awal 1960-
10
Stephen Hawking, Lubang Hitam dan....., h. 15 11
http://id.wikipedia.org/wiki/Stephen_Hawking. Diakses pada tanggal 16 Mei 2013
19
an hingga pertengahan 1990-an sebagai seorang fisikawan teoretis yang
berkutat dengan relativitas umum Einstein.12
Pada awal tahun 1960-an, saat Hawking masuk Cambridge, “ajaran”
yang masih diyakini adalah teori tentang jagat raya yang masih berada
dalam keadaan tetap (steady state theory), tidak berubah, yang diusulkan
oleh Hoyle, yang menyatakan bahwa jagat raya tidak memiliki awal dan
tidak memiliki akhir, tetapi akan selalu ada.13
Saat ketenaran Hawking mulai tersebar, dia membentuk sebuah
kelompok yang terdiri dari sejumlah penelitian berbakat, dan mereka
bekerja sama dalam melekukan penyelidikan dalam lubang hitam. Pada
tahun 1971, Hawking memperoleh gagasan bahwa setelah peristiwa Big
Bang, sejumlah “lubang hitam berukuran mini” terbentuk.14
Pada tahun 1973, Hawking memutuskan untuk berbalik 180 derajat
dan memandang lubang hitam lewat kacamata mekanika kuantum. Itulah
usaha pertama yang serius dan berhadil yang pernah dilakukan orang untuk
menggabungkan teori besar abad ke-20: relativitas dan mekanika kuantum.
Penggabungan itu merupakan rintangan yang sangat sulit untuk
mendapatkan teori segala sesuatu.15
Pada tahun 1974, Hawking dan
kelompoknya berhasil membuktikan “teorema tanpa rambut” yang
dikemukakan oleh Wheeler.16
12
J.P McEvoy dan Oscar Zarate. Mengenal Hawking For Beginners. Terj. Ahmad
Baiquni (Bandung: Mizan, Cet. 2, 1999) h. 10 13
Paul Strathern, Op. Cit, h. 34 14
Paul Strathern, Op. Cit, h. 42 15
Kitty Ferguson, Op. Cit, h. 92 16
Menurut teorema ini sebuah lubang hitam dengan cepat memasuki keadaan stasioner,
dimana hanya tiga parameter yang berlaku, yaitu: masa, pergerakan siku-siku dan muatan listrik.
Apapun yang masuk kedalam lubang hitam, hanya ketiga parameter tersebut yang masih tetap
bertahan. Michael Harwood, the Universe and Dr. Hawking, dalam Kitty Ferguson, Op. Cit, h. 114
20
Pada tahun 1974, Hawking dilantik menjadi anggota Royal
Society.17
Saat itu usianya tiga puluh dua tahun, dan termasuk paling muda
untuk menerima kehormatan itu. Reputasi Hawking berkembang di dunia
Internasional. Ia diundang untuk tinggal selama satu tahun di Institute
Teknologi California sebagai penerima beasiswa Sherman Fairchild
Distinguished Scholar. Penghargaan terus berdatangan: enam hadiah
internasional utama dan enam gelar doktor kehormatan pada akhir 1970-an
dan awal tahun 1980-an, antara lain: Albert Einsttein Award di Amerika,
gelar kehormatan dari Oxford, CBE (Commander of the British Empire)
yang dianugrahkan oleh Ratu Elizabeth. Dan pada tahun 1979 Hawking
memperoleh gelar Mahaguru Lukasian di bidang Matematika dari
Universitas Cambridge.18
2. Karya-Karya Stephen Hawking
Sebagai seorang ilmuwan, Stephen Hawking telah menghasilkan
banyak karya, baik yang berupa buku, yang diterbitkan maupun yang tidak
diterbitkan, dan makalah-makalah; baik yang disampaikan dalam seminar-
seminar di Universitas Cambridge maupun tingkat Internasional. Diantara
karya-karya tersebut antara lain:
A Brief History of A Brief History, Popular Science, Agustus, 1989
A Brief History of Time; From The Big Bang To Black Hole, London:
Bantam Press, 1988
A Short History, Tanpa tanggal, Tidak diterbitkan
17
Salah satu organisasi ilmuwan paling bergengsi di dunia. Newton juga salah satu
ilmuwan yang menjadi anggota dalam organisasi tersebut, bahkan tanda tangannya ada di halaman
pertama. 18
Kitty Ferguson, Op. Cit, h. 115
21
Baby Universe II, Modern Physics Latter, 1990
Black Hole and Their Children, Baby Universe, tanpa tanggal. Tidak
diterbitkan
The Edge of Spacetime, Cambridge University Press
Is Everything Determined?, Tidak diterbitkan, 1990
Is The End in Sight for Theoritical Physics? Makalah dalam pidato
pelantikan sebagai Mahaguru Lukasian di bidang Matematika, April,
1980
My Experience with Motor Neurone Disease, Tidak diterbitkan. Tanpa
tanggal
The Quantum Mekanics of Black Hole, Scientific American, January,
1977
Wormholes in Spacetime, Tidak diterbitkan. Tanpa tanggal
Black Hole and Baby Universe, and Other Essays, Bantam: 1993
The Theory of Everything: The Origin and Fate of the Universe, New
Millenium Press, 2002.
The Illustrated Brief History of Time, Updated and Expended Edition,
Bantam: 1996
The Universe in A Nutshell, Bantam: 2001
The Future of Space Time, Pricenton University Press, 2000.19
A Brief History of Time, USE: Bantam Books, 2005
The Grand Design, Unitetd States: Bantam Books. 2010
19
Fitri Kurniati, “Studi Analisis Pandangan Stephen Hawking tentang Berawalnya
Semesta dalam Tinjauan Islam”. 2005, Skripsi S1 Fakultas Tarbiyah, UIN Sunan Kalijaga,
Yogyakarta.
22
B. Gagasan Hawking tentang Big Bang
Gagasan Ledakan Besar tak disukai semua orang. Malah, istilah “big
bang” (“Ledakan Besar”) sendiri diciptakan pada tahun 1949 oleh ahli
astrofisika asal Universitas Cambridge Fred Hoyle yang tidak percaya
dengan teori ini. Hoyle bahkan percaya bahwa alam semesta terus
mengembang selamanya dan ia membuat istilah “big bang” untuk
mengejek.20
Pengamatan langsung pertama yang mendukung gagasan
tentang ledakan besar belum ada sampai 1965, ketika didapati penemuan
latar gelombang mikro samar di seantero antariksa. Radiasi latar gelombang
mikro kosmik (cosmic microwave background radiation, CMBR)21
ini
sama dengan yang ada di dalam oven gelombang mikro, tapi jauh lebih
lemah. Radiasi itu ditemukan secara kebetulan oleh Arno Penzias dan
Robert Wilson, ilmuwan Bell Labs22
yang mencoba melenyapkan statik
dari antena gelombang mikro mereka. Awalnya mereka menganggap statik
20
Dengan teori “steady-state”-nya, Hoyle menerima bahwa alam semesta mengalami
perluasan, tetapi tetap berkeras bahwa alam semesta tidak terbatas dalam skalanya dan tanpa awal
maupun akhir. Menurut model ini, ketika alam semesta meluas, materi muncul secara spontan dan
dalam kuantitas sebesar yang dibutuhkan. Teori ini, yang berlandasakan pada premis-premis yang
sangat tidak praktis atau sulit, dan yang diajukan dengan kepentingan tunggal untuk mendukung
gagasana “alam semesta tak terbatas tanpa awal atau akhir”, bertolak belakang dengan teori Big
Bang. Padahal teori Big Bang secara ilmiah telah terbukti dengan sejumlah besar pengamatan.
Hoyle dan yang Selainnya terus mengingkarinya, namun semua perkembangan ilmu alam
menyatakan sebaliknya. Harun Yahya, Keajaiban Pada Atom, (Bandung: Dzikra, Cet. I, 2003) h.
6 21
CMBR adalah radiasi sisa alam semesta awal yang amat panas dan mampat, tak lama
sesudah Ledakan Besar. Lihat
http://id.wikipedia.org/wiki/Radiasi_latar_belakang_gelombang_mikro_kosmis,
http://en.wikipedia.org/wiki/Cmbr 22
Bell Labs itu kepanjangan dari Bell Laboratory yang cikal bakalnya digagas oleh
Alexander Graham Bell penemu telepon di Washington DC sekitar 1880. Namanya berubah-ubah,
hingga kemudian secara formal dibangun pada 1925 di lokasinya sekarang di New York City dan
sebagian di New Jersey, dikenal dengan nama Bell Labs sekarang. Lihat di sini perkembangannya.
http://en.wikipedia.org/wiki/Bell_Labs. diakses pada tanggal 27 Oktober 2013.
23
itu mungkin datang dari kotoran merpati yang bersarang di alat mereka, tapi
ternyata aasal usul masalah mereka lebih menarik.23
Gambaran awal dari tahap dini yang panas dari jagat raya ini
dikemukakan oleh ilmuwan George Gamow pada tahun 1948 dalam sebuah
makalah yang ditulis bersama muridnya, Ralph Alpher dan seorang
ilmuwan nuklir Hans Bethe.24
Dalam makalah ini mereka mengemukakan
ramalan bahwa radiasi (dalam bentuk foton) dari tahap dini jagat raya yang
sangat panas masih ada sampai sekarang, namun temperaturnya telah
menurun menjadi hanya beberapa derajat di atas nol mutlak (-273ºC)
karena pemuaian jagat raya.25
Para ahli astronomi juga telah menemukan jejak-jejak lain yang
mendukung gambaran alam semesta awal yang panas dan kecil setelah
Ledakan Besar. Contohnya, pada sekitar satu menit pertama, alam semesta
kiranya lebih panas daripada pusat bintang biasa. Sepanjang masa itu
keseluruhan alam semesta kiranya bertindak sebagai reaktor fusi nuklir.
Reaksi-reaksinya kiranya ketika alam semesta sudah cukup mengembang
dan mendingin, dan teori memprediksi bahwa masa itu akan menghasilkan
alam semesta yang tersusun atas sebagian besar hidrogen dan 23 persen
helium dan segelintir lithium (semua unsur yang lebih berat terbentuk
sesudahnya, di dalam bintang-bintang).26
23
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 137 24
Dengan demikian penulis makalah itu menjadi “Alpher, Bethe, Gamow” yang mirip
dengan tiga huruf pertama Yunani; alfa, beta dan gama. 25
Ini merupakan penjelasan radiasi latar gelombang mikro yang ditemukan Penzias dan
Wilson pada tahun 1965. Stephen Hawking, A Brief History....hlm. 125 26
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 138
24
Pada Ledakan Besar, alam semesta dianggap berukuran nol, dan luar
biasa panas. Tapi selagi alam semesta mengembang, suhu radiasinya
berkurang. Satu detik sesudah Ledakan Besar, suhu alam semesta turun
menjadi sepuluh miliar derajat. Pada waktu itu alam semesta itu alam
semesta berisi sebagian besar foton, elektron, dan neutrino27
berikut
antizarahnya, juga beberapa proton dan neutron. Kemudian energi diubah
menjadi partikel dalam unsur yang akan menjadi bahan dasar pembentukan
bintang, planet dan galaksi.28
Sekitar seratus detik sesudah Ledakan Besar, suhu alam semesta
kiranya turun sampai satu miliar derajat, suhu di dalam bintang-bintang
terpanas. Pada suhu setinggi itu, proton dan neutron bakal tak lagi punya
cukup energi untuk lepas dari tarikan gaya nuklir kuat, dan mulai
bergabung membentuk inti atom deutrerium (hidrogen berat) yang
mengandung satu proton dan satu neutron. Inti deuterium kemudian
bergabung dengan makin banyak proton dan neutron untuk membentuk inti
helium, yang mengandung dua proton dan dua neutron, juga sejumlah kecil
unsur-unsur lebih berat, lithium dan beryllium. Bisa dihitung bahwa dalam
model Ledakan Besar panas, sekitar seperempat proton dan neutron
menjadi inti helium, bersama sejumlah kecil hidrogen berat dan unsur-
unsur lain. Sisa neutron meluruh menjadi proton, yang merupakan inti atom
hidrogen biasa.29
27
Zarah sangat ringan yang hanya diperlukan oleh gaya nuklir lemah dan gravitasi. 28
Stephen Hawking. A Brief History of Time. Terj. Zia Anshor (Jakarta: PT. Gramedia,
2013) h. 115 29
Stephen Hawking. A Brief History of Time. Terj. Zia Anshor (Jakarta: PT. Gramedia,
2013) h. 116
25
Pengukuran kelimpahan helium dan CMBR menyediakan bukti
meyakinkan yang mendukung gambaran awal alam semesta menurut teori
Ledakan Besar, tapi walau gambaran Ledakan Besar bisa dianggap
penjabaran yang shahih atas awal alam semesta; teori Einstein menganggap
Ledakan Besar yang memberi gambaran sejati asal-usul alam semesta
adalah hal yang keliru. Alasannya, relativitas umum memprediksi ada suatu
saat ketika suhu, kerapatan, dan kelengkungan alam semesta semuanya
bernilai tak terhingga, situasi yang oleh ahli matematika disebut singularitas
(singularity). Bagi ahli fisika, hal itu berarti bahwa teori Einstein buyar
pada titik itu, dan karena itu tak bisa digunakan untuk memprediksi
bagaimana alam semesta berawal, sebaliknya hanya bisa dipakai untuk
memprediksi bagaimana alam semesta berkembang sesudahnya. Jadi walau
kita bisa menggunakan persamaan-persamaan relativitas umum dan
pengamatan kita atas alam semesta untuk mempelajari alam semesta pada
umur sangat muda, gambaran Ledakan Besar tak boleh dipegang terus
sampai awal.30
Untuk meramalkan bagaimana jagat raya itu seharusnya bermula,
diperlukan hukum-hukum yang berlaku pada awal waktu. Jika teori klasik
relativitas umum itu benar, teorema singularitas31
yang dibuktikan Hawking
dan Roger Penrose menunjukan bahwa awal waktu itu merupakan titik
rapatan tak terhingga dan kelengkungan ruang-waktu yang tak terhingga
30
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 138 31
Teorema singularitas itu adalah kondisi batas jagat raya, bahwa jagat raya itu tidak
mempunyai tapal batas. Jika jagat raya dalam keadaan tanpa tapal batas (n0-boundary-state),
hukum-hukum sains secara murni menentukan kemungkinan-kemungkinan setiap sejarah yang
mungkin terjadi, dan pada prinsipnya kita dapat menentukan dengan pasti bagaimana jagat raya
semestinya berperilaku, hingga batas-batas yang diperbolehkan oleh asas ketidakpastian. (Stephen
Hawking, Lubang Hitam...hlm. 93)
26
besarnya. Semua hukum sains yang dikenal akan runtuh pada titik semacam
itu.
Sebenarnya, apa yang dinyatakan oleh teorema singularitas adalah
bahwa medan gravitasi menjadi begitu kuat sehingga efek gravitasi kuantum
menjadi penting: teori klasik tidak lagi merupakan pemerian yang baik
mengenai jagat raya. Jadi harus digunakan suatu teori kuantum gravitasi
untuk membahas tahapan-tahapan saat awal dari jagat raya. Sebagaimana
dalam teori kuantum,32
hukum-hukum sains dapat dimungkinkan berlaku
dimana-mana, termasuk pada awal waktu: tidak perlu untuk
mempostulatkan hukum-hukum baru untuk singularitas, karena dalam teori
kuantum tidak diperlukan singularitas apapun.33
Sebenarnya Big Bang tidak sesederhana itu. Jagat raya mulai
mengembang dalam rangkaian sangat teratur dengan sekelompok konstanta
dan hukum matematis yang mengatur perkembangan berikutnya, menjadi
jagat raya yang kita lihat sekarang. Di dalamnya sudah ada rangkaian
hukum-hukum kuantum yang sangat kompleks, yang mengatur berbagai
kemungkinan interaksi partikel-partikel elementer, dan jagat raya dibentuk
oleh hukum-hukum tersebut. Terdapat kemungkinan untuk mencapai “teori
segala sesuatu” (theory of everything), yang merupakan hukum-hukum
umum yang mencakup seluruh proses fisis. Namun seandainya memang
mungkin, maka hukum itu akan mencakup ratusan hukum turunannya,
mengatur gerakan zarah elementer yang mungkin ada dipelbagai tahapan
dalam perkembangan kosmos.
32
Teori Kuantum (kuantum theory) adalah teori yang menyatakan benda tak punya
sejarah tunggal. 33
Stephen Haking, Abrief History...hlm. 141
27
Hukum-hukum itu meliputi seluruh kemungkinan dalam seluruh
partikularitasnya yang sangat kompleks. Dan hukum itu benar-benar ada
pada titik awal waktu semesta, maka seseorang akan mendapat hipotesis
yang sama rumitnya bahwa hukum-hukum itu mengada dalam waktu,
namun seluruhnya terpadu secara menakjubkan untuk menghasilkan jagat
raya yang koheren.34
C. Teori Segalanya
Hawking mulai bekerja secara serius tentang alam semesta awal,
masalah yang terus digelutinya hingga kini. Dalam makalah yang disajikan
di Vatican, dia memperkenalkan Model Tanpa Ujung, gagasan terakhirnya
dan paling radikal. Inilah upaya untuk menerapkan mekanika kuantum35
dalam persoalan singularitas pada permulaan alam semesta.
Dalam model dentuman besar alam semesta, teori relativitas umum
memberikan gambaran meyakinkan tentang evolusi alam semesta dari
beberapa saat setelah t=0 hingga hari ini. Namun, Hawking bisa
menunjukan bahwa pada titik mula itu relativitas umum meramalkan suatu
titik singularitas dan di titik itu teori relativitas umum menjadi runtuh. Ini
merupakan teori klasik. Ruang dan waktu tidak dapat digambarkan lagi
dengan persamaan Einstein ketika materi runtuh dengan kerapatan tak
berhingga. Bagaimana mungkin fisika dapat meramalkan alam semesta jika
34
Hukum-hukum itu merupakan ide dasar pembentukan sistem yang saling
mengandalkan, sehingga jika hukum-hukum itu dilepaskan hubungannya satu dari yang lain, tidak
mempunyai makna (Riswanto, Sistem-sistem Metafisika Barat Dari Aristoteles Sampai Derrida,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, hlm. 149) 35
Mekanika Kuantum adalah cabang fisika yang sesuai dengan fenomena sub
mikroskopik seperti gerak partikel tunggal dalam foton, (William J Kaufirmann, Universe, thirh
edition, New York: Freemen and Company, 1991, hlm. 576-577)
28
semua hukum fisika runtuh pada saat dentuman besar? Teori kuantum harus
diterapkan.36
Berpijak dari persoalan ini, Hawking dan rekannya, Jim Hartle dari
Universitas California menggunakan Model Tanpa Ujung untuk
membangun suatu gagasan baru dalam Kosmologi Kuantum. Berbeda
dengan pendekatan terdahulu, Hawking dan Hartle menggunakan variable
waktu imajiner37
untuk mempelajari singularitas dentuman besar.
Pada saat lahir, seluruh alam semesta dalam keadaan kuantum. Jadi
Hawking dan Hartle memperlakukan alam semesta sebagai suatu sistem
kuantum tunggal untuk menentukan fungsi gelombangnya. Dengan kata
lain, mereka menerapkan prinsip mekanika kuantum standar pada seluruh
alam semesta “sebelum” dentuman besar terjadi. Pencarian ini disebut
gravitasi kuantum atau TOE, theory of everything.38
Sehingga muncul
gagasan teori-M sebagai calon teori segalanya, yang baru digagas dengan
Leonard Mlodinow, dalam bukunya “The Grand Design”. Yang akan
menjadi pembahasan utama di sini.
Di awal pembahasan terkait Teori segalanya, Hawking memulai
dengan pernyataan sekaligus pertanyaan bahwa alam semesta dapat
dimengerti karena diatur hukum-hukum sains; artinya, perilakunya dapat
digambarkan dengan model. Tapi apa sebenarnya hukum atau model?
36
J.P McEvoy dan Oscar Zarate. Mengenal Hawking For Beginners. Terj. Ahmad
Baiquni (Bandung: Mizan, Cet. 2, 1999) h. 152-153 37
Waktu dibagi menjadi dua komponen terpisah: waktu imajiner dan waktu real. Berbeda
dengan waktu real, waktu imajiner tidak hilang ketika dentuman besar terjadi. Dengan demikian,
teori ini bisa diterapkan di titik singularitas. (J.P McEvoy dan Oscar Zarate. Mengenal Hawking
For Beginners. Terj. Ahmad Baiquni (Bandung: Mizan, Cet. 2, 1999) h. 157) 38
J.P McEvoy dan Oscar Zarate. Mengenal Hawking For Beginners. Terj. Ahmad
Baiquni (Bandung: Mizan, Cet. 2, 1999) h. 154
29
Dijelaskan perjalanan hukum fisika, dimulai dari hukum gravitasi
Newton, gaya elektromagnetisme Orsted, medan gaya (force field) Faraday,
cahaya gelombang elektromagnetik Maxwell, sampai pada teori relativitas
Einstein.
Walau sama-sama merevolusi fisika, teori elektromagnetisme
Maxwell dan teori gravitasi Einstein –relativitas umum- sama-sama teori
klasik seperti fisika Newton. Artinya, kedua teori itu merupakan model
yang menganggap alam semesta punya sejarah tunggal dan pada tingkat
atom dan sub-atom model-model tersebut tak cocok dengan pengamatan.
Sebaliknya, harus digunakan teori kuantum yang menyatakan alam semesta
bisa memiliki sejarah apapun yang mungkin, masing-masing dengan
intensitas atau amplitudo probabilitas sendiri-sendiri. Untuk perhitungan
praktis yang melibatkan dunia sehari-hari, kita bisa terus menggunakan
teori klasik, tapi jika ingin mengerti perilaku atom dan molekul, kita perlu
versi kuantum teori elektromagnetisme Maxwell; dan jika ingin mengerti
awal alam semesta, ketika segala zat dan energi di alam semesta
termampatkan dalam volume kecil, maka kita harus punya versi kuantum
teori relativitas umum.39
Untuk benda-benda yang bergerak sangat cepat
dan memiliki ukuran yang kecil (yang sesuai dengan fisika partikel
modern) maka menggunakan kombinasi dua buah teori yaitu teori
relativitas yang dikombinasikan dengan prinsip-prinsip kuantum, ini adalah
mekanika kuantum relativistik yang saat ini dikenal dengan nama teori
39
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 110
30
medan kuantum, yang ditemukan pada tahun 30 dan 40-an, tetapi hingga
saat ini teori tersebut belum bisa dianggap sebagai teori yang sempurna.40
Gaya-gaya yang sudah dikenal di alam bisa dibagi menjadi empat
kelas:
1. Gravitasi. Inilah gaya terlemah diantara empat kelas gaya, tapi
berjangkauan jauh dan berlaku sebagai gaya tarik bagi segala hal di
alam semesta. Artinya bagi benda-benda besar gaya gravitasi
menumpuk dan bisa mengalahkan semua gaya lain.
2. Elektromagnetisme. Gaya ini juga berjangkauan jauh dan jauh lebih
kuat daripada gravitasi, tapi hanya berlaku bagi zarah bermuatan listrik,
bersifat tolak menolak bagi muatan sejenis dan tarik menarik bagi
muatan berlainan jenis. Artinya gaya listrik antara benda-benda besar
saling meniadakan, tapi mendominasi pada skala atom dan molekul.
Gaya elektromagnetik bertanggungjawab atas segenap kimia dan
biologi.
3. Gaya nuklir lemah (weak nuclear force). Gaya ini menyebabkan
radioaktivitas dan berperan penting pada pembentukan unsur-unsur di
bintang-bintang dan awal alam semesta. Tapi kita tak menemui gaya ini
dalam kehidupan sehari-hari.
4. Gaya nuklir kuat (strong nuclear force). Gaya ini menyatukan proton
dan neutron dalam inti atom. Gaya ini juga menjaga keutuhan proton
dan neutron sendiri, yang diperlukan karena keduanya terbuat dari
zarah-zarah yang lebih kecil lagi, kuark. Gaya kuat adalah sumber
40
http://kurniafisika.wordpress.com/2009/08/20/apakah-elektrodinamika-itu-dan-
bagaimana-letaknya-dalam-fisika. Diakses pada tanggal, 23 September 2013
31
energi matahari dan nuklir, tapi sebagaimana gaya lemah, kita tak
berhubungan langsung dengannya.41
Gaya pertama yang mendapat versi kuantum adalah
elektromagnetisme. Teori kuantum medan elektromagnetik, disebut
elektrodinamika kuantum (quantum electrodynamics, QED) adalah teori
medan kuantum relativistik tentang elektrodinamika. Teori ini menjelaskan
bagaimana cahaya dan materi berinteraksi dan merupakan teori pertama
yang mencapai kesesuaian antara mekanika kuantum dan relativitas khusus.
QED menggambarkan secara matematis semua fenomena yang melibatkan
partikel bermuatan listrik. Salah satu pendiri teori QED, Richard
Feynman,42
yang dikembangkan pada tahun 1940-an.
Memang Feynman menyediakan bantuan amat besar bagi para ahli
fisika untuk menggambarkan dan menghitung peluang proses-proses yang
dijabarkan QED. Tapi diagram Feynman tak mengatasi satu kekurangan
penting teorinya: Kalau sumbangan dari beraneka sejarah yang tak
terhingga dijumlahkan, hasilnya tak terhingga juga. (jika nilai
sumbangannya mengecil cukup pesat, mungkin saja hasil penjumlahannya
terhingga, tapi sayangnya itu tak berlaku di sini.) kalau diagram-diagram
Feynman dijumlahkan, jawabannya seolah menyiratkan bahwa elektron
punya massa dan muatan tak terhingga. Itu absurd karena kita bisa
41
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 111 42
http://id.wikipedia.org/wiki/Elektrodinamika_kuantum. Diakses pada tanggal, 23
September 2013
32
mengukur massa dan muatannya, dan nilainya terhingga. Untuk mengatasi
ketakterhinggaan, dikembangkan prosedur yang disebut renormalisasi.43
Keberhasilan renormalisasi dalam QED menggalakkan upaya
mencari teori medan kuantum yang menjabarkan tiga gaya lain di alam.
Tapi pembagian gaya-gaya alam menjadi empat kelas barangkali bersifat
artifisial dan disebabkan ketidakpahaman kita. Oleh karena itu orang telah
mencari-cari teori segalanya (theory of everything) yang akan
mempersatukan empat kelas itu dalam satu hukum yang cocok dengan teori
kuantum. Kiranya itulah yang paling dicari-cari dalam fisika.44
Satu tanda bahwa pemersatuan adalah pendekatan yang benar
berasal dari teori gaya lemah. Teori medan kuantum yang menjabarkan
gaya lemah saja tak bisa direnormalisasi; artinya, dalam teori itu ada nilai
tak terhingga yang tak bisa ditiadakan dengan mengurangi sejumlah
terhingga besaran seperti massa dan muatan. Namun pada tahun 1967
Abdus Salam dan Steven Weinberg secara terpisah mengajukan satu teori
yang mempersatukan elektromagnetisme dan gaya lemah, dan mendapati
bahwa pemersatuan itu membereskan masalah masalah nilai tak terhingga.
Gaya hasil pemersatuan itu disebut gaya elektrolemah (elektroweak force).
Teorinya dapat direnormalisasi, dan memprediksi tiga zarah baru yang
disebut , , dan . Gaya kuat bisa direnormalisasi sendiri dalam
teori yang disebut kromodinamika kuantum (quantum chromodynamics,
43 Proses renormalisasi melibatkan pengurangan besar-besaran yang didefinisikan
terhingga dan ngatif dengan cara sedemikian, sehingga dengan perhitungan matematis saksama,
hasil penjumlahan nilai-nilai tak terhingga negatif dan positif yang muncul dalam teori nyaris
saling meniadakan, menyisakan selisih kecil, nilai massa dan muatan yang terhingga dan teramati.
(Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia
Pustaka, 2010) h. 115-116 44
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 117
33
QCD). Menurut QCD, proton, neutron, dan banyak zarah dasar zat lain
terbuat dari quark, yang punya sifat menakjubkan yang oleh para ahli fisika
disebut warna.45
Sesudah mempersatukan gaya lemah dan elektromagnetik, ahli-ahli
fisika pada tahun 1970-an mencari cara memasukkan gaya kuat ke dalam
teori itu. Ada sejumlah teori terpadu agung (grand unified theory, GUT)
yang mempersatukan gaya kuat dengan gaya lemah dan elektromagnetisme,
tapi kebanyakannya memprediksi bahwa proton, bahan pembangun kita,
seharusnya meluruh (decay) sesudah rata-rata tahun. Itu masa hidup
yang panjang sekali, mengingat alam semesta saja baru berumur
tahun. Tapi dalam fisika kuantum, ketika kita berkata rata-rata masa hidup
zarah adalah tahun, artinya bukanlah sebagian besar zarah ada selama
sekitar tahun, serta sebagian lebih panjang dan sebagian lebih pendek
umurnya. Sebaliknya, yang dimaksudkan adalah bahwa tiap tahun tiap
zarah punya peluang meluruh 1 per .46
Karena bukti pengamatan terdahulu juga telah gagal menyokong
GUT, maka sebagian besar ahli fisika menggunakan teori sementara yang
disebut model standar (standard model), yang terdiri atas teori
elektromagnetik dan gaya lemah yang sudah dipersatukan dan QCD
sebagai teori gaya kuat. Tapi dalam model standar, gaya elektrolemah dan
gaya kuat bertindak terpisah dan tak benar-benar dipersatukan. Model
standar amat berhasil dan cocok dengan semua bukti pengamatan yang ada
45
Color maknanya diistilahkan “kromodinamika”, walau “warna” kuark hanyalah label
praktis tak ada hubungan dengan warna yang bisa dilihat. Stephen Hawking, Leonard Mlodinow.
The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 117 46
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 119-120
34
sekarang, tapi pada akhirnya tak memuaskan karena, selain belum
menyatukan gaya elektromagnetik dan gaya kuat, model itu juga belum
mencakup gravitasi.47
Boleh jadi memadukan gaya kuat dengan gaya elektromagnetik dan
gaya lemah itu terbukti sukar, tapi perkara barusan tidak ada apa-apanya
dibanding perkara menggabungkan gravitasi dengan ketiga gaya lain, atau
menciptakan teori gravitasi kuantum yang berdiri sendiri. Pada 1976
ditemukanlah satu kemungkinan cara pemecahan masalah itu. Namanya
supergravitasi (supergravity).48
Gagasan supersimetri adalah kunci penemuan supergravitasi, tapi
konsep itu sebenarnya berawal bertahun-tahun sebelumnya ketika para ahli
teori mempelajari teori baru bernama teori dawai (string theory). Menurut
teori dawai, zarah bukan berupa titik, melainkan pola getaran yang punya
panjang tapi tak punya tinggi dan lebar, seperti utas dawai yang tak
terhingga tipisnya, teori dawai juga mengarah kepada ketakterhinggaan,
tapi dipercaya bahwa dalam versi tepatnya ketakterhinggaan dalam teori
tersebut akan saling meniadakan. Ada lagi satu sifat luar biasa
ketakterhinggaan dalam teori dawai: hanya konsisten apabila ruang-waktu
punya sepuluh dimensi, bukan hanya empat. Jika sepuluh dimensi benar
47
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 120-121 48
Awalan “super” bukan ditambahkan karena para ahli fisika menganggap teori gravitasi
kuantum tersebut “super” dan ampuh. “Super” merujuk kepada jenis simetri yang ada dalam teori
itu disebut supersimetri (supersymetry). (Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand
Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 123)
35
ada, maka mengapa kita tak melihatnya? Menurut teori dawai, sepuluh
dimensi melengkung menjadi ruang berukuran amat kecil.49
Selain persoalan dimensi, teori dawai diganggu persoalan
merepotkan lain. Tampaknya ada minimal lima teori berbeda dan jutaan
cara dimensi ekstra bisa tergulung, terlalu banyak kemungkinan bagi
mereka yang menyatakan bahwa teori dawai adalah teori segalanya yang
unik. Lalu, sekitar tahun 1994, orang mulai menemukan dualitas, bahwa
berbagai teori dawai, dan berbagai cara menjabarkan fenomena yang sama
dalam empat dimensi. Selain itu, mereka menemukan bahwa supergravitasi
juga berhubungan dengan cara demikian dengan teori-teori lain. Para
pemikir teori dawai sekarang yakin bahwa lima teori dawai yang berbeda
dengan supergravitasi hanyalah pendekatan yang berbeda-beda terhadap
satu teori yang lebih mendasar, dan masing-masingnya sah dalam situasi
berbeda.50
Teori dawai menyatakan bahwa quark dan lepton51
bekerja karena
adanya dawai energi yang menjadi struktur internal penghubung keduanya.
Dawai energi tersebut berosilasi dengan frekuensi tertentu dan menurut
teori ini perbedaan frekuensi itulah yang menyebabkan adanya karakter
unik pada partikel-partikel fundamental. Massa dan muatan dari partikel
juga termasuk dalam kategori karakter yang unik yang diatur oleh frekuensi
osilasi dawai.
49
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 124-125 50
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 126 51
Quark adalah partikel fundamental yang memiliki muatan listrik kelipatan pecahan dari
muatan listrik elektron. Lepton adalah merupakan salah satu golongan partikel fundamental yang
terdiri dari elektron, muon, dan tau, serta tiga jenis neutrino. Lihat http://www.fisikanet.lipi.go.id,
diakses pada tanggal 30 Oktober 2013.
36
Target utama teori dawai adalah penyatuan fenomena mikro dan
makroskopik. Meskipun teori ini sempat berkembang pesat dengan adanya
pembuktian matematis dari beberapa fisikawan pada tahun 1980an,
sekarang teori ini mengalami banyak kemunduran usai keluarnya teori M
yang mengoreksi begitu banyak kontroversi dalam teori dawai.
Yang pertama adalah teori ini membutuhkan begitu banyak dimensi
untuk dipahami. Teori dawai membutuhkan 10 dimensi untuk dapat
dipahami. Yakni, dimensi ruang–waktu dan enam dimensi tambahan.
Sedangkan teori M membutuhkan 11 dimensi untuk menjelaskan
matematikanya. Memang sulit untuk memahaminya dalam realita
kehidupan sehari-hari. Masalahnya adalah dimensi itu sendiri dibuat
melalui pengolahan matematis yang rumit dan juga sampai saat ini belum
ada alat yang membantu kita meneropong cakrawala dimensi tambahan
tersebut. Jadi hanya manipulasi matematis yang mengintegrasikan seluruh
dimensi yang diperlukan dalam memahami teori dawai energi ini.
Yang kedua, dengan skala kerja 10-33
meter, teori ini menjadi
sesuatu yang sangat sulit dibuktikan. Pasalnya, daerah jarak kerja fisika
partikel hanya mencapai orde femto -yakni sekitar 10-15
meter. Skala ini
merupakan subatomik terkecil yang mampu diaplikasikan dan
diorientasikan dengan komputer supercanggih yang memiliki flop orde tera
sekalipun.52
Kasus terakhir adalah Superconducting Super Collider (SSC) yang
merupakan laboratorium tumpuan bagi pembuktian prediksi teori
52
http://visitfisika.wordpress.com/2008/02/25/teori-segalanya-part-1-teori-dawai. Diakses
pada tanggal 23 September 2013
37
superdawai. Pada 1993, kongres Amerika membuat keputusan untuk
menghentukan SSC tersebut sehingga pupuslah harapan untuk menguji
kebenaran teori superdawai. Meskipun demikian, sebagian ahli masih terus
mengembangkan teori yang sangat indah secara matematis ini, dan teori
superdawai menjadi teori teori kuasi keyakinan. Artinya, setiap ahli dapat
mempunyai rumusan sendiri dan masing-masing boleh bertahan dan merasa
benar dengan gagasannya sepanjang lgika matematisnya dipenuhi karena
memang tidak ada hakim berupa laboratorium yang memutuskan gagasan
mana yang sesungguhnya benar.53
D. Gagasan Hawking Tentang Teori-M
Tak seorangpun yang tampaknya tahu apa arti “M”, tapi bisa saja
“master” (majikan), “miracle” (mukjizat), atau “mystery” (misteri).
Mungkin tiga-tiganya sekaligus. Orang-orang masih mencoba menguraikan
hakikat teori-M, tapi boleh jadi itu juga mustahil. Bisa saja harapan
tradisional ahli fisika akan suatu teori tunggal bagi alam tak dapat terwujud,
dan tidak ada rumusan tunggal. Boleh jadi untuk menjabarkan alam
semesta kita harus menggunakan teori yang berbeda-beda dalam berbagai
situasi. Tiap teori mungkin punya realitas versi sendiri, yang bisa diterima
sepanjang prediksi teori-teorinya seragam bila saling tumpang tindih, yaitu
ketika beberapa teori bisa diterapkan sekaligus.54
Oleh karena itu, hukum-hukum teori-M memperkenankan adanya
berbagai alam semesta dengan berbagai hukum yang bisa diketahui,
53
Agus Purwanto, D.Sc. Nalar Ayat-ayat Semesta. (Bandung: Mizan, 2012) h. 56 54
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 126-127
38
tergantung bagaimana kelengkungan ruang internal. Teori-M punya solusi
yang memungkinkan berbagai ruang internal, barangkali sampai
alam semesta yang berbeda, masing-masing dengan hukum-hukumnya
sendiri.55
Baik teori-M ada sebagai rumusan tunggal maupun sekedar jejaring,
kita sudah tahu beberapa sifatnya. Pertama, teori-M punya sebelas dimensi
ruang-waktu, bukan sepuluh. Para pemikir teori dawai sudah lama menduga
bahwa prediksi sepuluh dimensi mungkin harus disesuaikan, dan penelitian
terkini menunjukan bahwa satu dimensi memang selama ini terlewatkan.
Selain itu, teori-M tak hanya bisa berisi dawai bergetar tapi juga zarah titik,
lembar dua dimensi, gumpalan tiga dimensi, dan benda-benda lain yang
lebih sukar dibayangkan dan menempati makin banyak dimensi ruang,
sampai sembilan. Benda-benda itu disebut p-brane (dengan p berkisar
antara nol sampai sembilan).56
Menurut teori-M, ruang-waktu punya sepuluh dimensi ruang dan
dimensi waktu. Tujuh dimensi ruang dianggap tergulung amat kecil
sehingga tak diperhatikan oleh kita, sehingga kita melihat ilusi bahwa yang
ada hanya tiga dimensi besar yang akrab dengan kita. Satu pernyataan
penting yang belum terjawab dalam teori-M adalah: Mengapa, di alam
55
untuk mendapat gambaran akan banyaknya, pikirkan begini: jika ada makhluk yang
dapat menganalisis hukum-hukum yang diprediksi bagi tiap alam semesta dalam satu milidetik
saja dan mulai bekerja pada saat Ledakan Besar, maka sekarang makhluk itu bakal
barumenyelesaikan dan itu tanpa istirahat. (Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The
Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 128) 56
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 127
39
semesta kita, tidak ada lebih banyak dimensi besar, dan mengapa dimensi
lainnya tergulung?57
Kosmologi dari atas ke bawah justru (top down)58
memprediksi
bahwa jumlah dimensi ruang yang besar tidak ditetapkan kaidah fisika
apapun. Akan ada amplitudo peluang kuantum untuk tiap jumlah dimensi
ruang besar dari nol sampai sepuluh.
Jumlahan Feynman memperkenankan semua itu, untuk semua
kemungkinan sejarah alam semesta, tapi pengamatan bahwa alam semesta
kita punya tiga dimensi ruang besar memilih kelompok sejarah yang punya
sifat seperti yang kita amati. Dengan kata lain, peluang kuantum alam
semesta punya lebih banyak atau lebih sedikit daripada tiga dimensi ruang
besar tak relevan karena kita sudah menentukan bahwa kita ada dalam alam
semesta dengan tiga dimensi ruang besar. Jadi sepanjang amplitudo
probabilitas59
tiga dimensi ruang besar tidak tepat nol, tidak penting
seberapa kecilnya itu dibanding amplitudo probabilitas jumlah dimensi
lain.60
Bagaimana dengan dimensi-dimensi yang tergulung? Ingat bahwa
dalam teori-M bentuk persis dimensi-dimensi lain yang tergulung, ruang
internal, menentukan nilai besaran fisik seperti muatan elektron dan hakikat
interaksi antar zarah dasar, yaitu gaya-gaya di alam. Kiranya urusan kita
lebih singkat jika teori-M hanya memperkenankan satu atau sedikit bentuk
57
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 150 58
Pendekatan dari atas ke bawah (top down) dalam kosmologi, pendekatan penelusuran
sejarah dari “atas ke bawah”, yaitu mundur dari zaman sekarang. 59
Amplitudo probabilitas (probability amplitude), dalam teori kuantum, angka kompleks
yang kuadrat nilai absolutnya memberi nilai peluang. 60
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 151
40
untuk dimensi-dimensi tergulung, yang bisa disisihkan satu per satu
sehingga tinggal tersisa satu kemungkinan hukum alam yang diketahui.
Justru ada amplitudo probabilitas untuk mungkin hingga ruang
internal yang berbeda, masing-masing menghasilkan hukum-hukum dan
nilai-nilai konstanta fisik yang berbeda.61
Asumsi biasa dalam kosmologi adalah bahwa alam semesta punya
sejarah tunggal dan pasti. Hukum fisika bisa digunakan untuk menghitung
bagaimana sejarah itu berjalan seiring waktu. Kita sebut itu pendekatan
“bawah ke atas” (bottom up)62
terhadap kosmologi. Tapi karena kita harus
pertimbangkan sifat kuantum alam semesta sebagaimana dinyatakan
jumlahan sejarah Feynman, amplitudo probabilitas alam semesta berada
dalam keadaan tertentu sekarang dicapai dengan menjumlahkan kontribusi
semua sejarah yang memenuhi syarat kondisi tanpa perbatasan dan
mencapai keadaan yang sedang dipertimbangkan. Tapi akan ada berbagai
sejarah bagi berbagai kemungkinan keadaan alam semesta pada waktu
sekarang. Akibatnya muncul pandangan yang amat beda atas kosmologi,
serta hubungan antara sebab dan akibat. Semua sejarah yang berkontribusi
kepada jumlahan Feynman bukan ada secara independen, melainkan
bergantung kepada apa yang diukur. Kita menciptakan sejarah lewat
pengamatan, bukan sejarah yang menciptakan kita.63
61
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 152 62
Pendekatan dari bawah ke atas (Bottom upproach ) dalam kosmologi, gagasan yang
berdasar asumsi bahwa sejarah alam semesta itu tunggal dengan titik awal yang jelas dan keadaan
alam semesta hari ini adalah hasil perkembangan dari titik awal itu. 63
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 149
41
Satu dampak penting pendekatan dari atas ke bawah (top down)
adalah bahwa hukum-hukum alam yang diketahui bergantung kepada
sejarah alam semesta. Banyak ilmuwan percaya bahwa ada teori tunggal
yang menjelaskan hukum-hukum itu berikut berbagai konstanta fisik
alam64
, seperti massa elektron atau dimensi-dimensi ruang-waktu. Tapi
kosmologi dari atas ke bawah menuntut bahwa hukum alam yang diketahui
akan berbeda-beda untuk sejarah yang berbeda-beda.65
Jika sejarah dibangun dari bawah ke atas, maka tak ada alasan alam
semesta harus memiliki ruang internal untuk interaksi zarah yang benar-
benar kita amati, model standar (interaksi zarah dasar). Tapi pada
pendekatan dari atas ke bawah kita menerima bahwa ada segala alam
semesta dengan segala kemungkinan ruang internal. Di beberapa alam
semesta, berat elektron setara dengan berat bola golf dan gaya gravitasi
lebih kuat daripada magnetisme. Di alam semesta kita, berlaku model
standar dengan segala parameternya. Bisa dihitung amplitudo probabilitas
untuk ruang internal yang mengarah kepada model standar berdasarkan
kondisi tanpa perbatasan. Sedangkan mengenai peluang adanya alam
semesta dengan tiga dimensi ruang besar, tidak penting seberapa kecil
amplitudo probabilitasnya dibanding kemungkinan-kemungkinan lain
karena kita sudah mengamati bahwa model standar menjabarkan alam
semesta kita.66
64
Konstanta kosmologis (cosmological constant) merupakan satu parameter dalam
persamaan Einstein yang memberi kecenderungan inheren ruang-waktu untuk mengembang. 65
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h.150 66
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 152
42
Di alam semesta awal waktu alam semesta cukup kecil untuk bisa
diatur relativitas umum dan teori kuantum sekaligus secara efektif ada
empat dimensi ruang dan belum ada dimensi waktu. Artinya ketika kita
bicara mengenai “awal” alam semesta, kita menghindari perkara sulit
bahwa ketika kita menerawang balik menuju awal alam semesta, waktu
sebagaimana kita ketahui belum ada! Harus kita terima bahwa gagasan
biasa kita mengenai ruang dan waktu tak berlaku bagi alam semesta awal.
Keadaan ketika itu berada di luar pengalaman kita, tapi tak di luar imajinasi
atau matematika kita. Jika pada awal alam semesta keempat dimensi
berperilaku seperti ruang, maka apa yang terjadi pada awal waktu?67
Kesadaran bahwa waktu bisa berperilaku seperti arah baru dalam
ruang berarti bisa kita singkirkan masalah awal waktu sebagaimana kita
menyingkirkan gagasan ujung dunia. Anggap awal alam semesta ibarat
Kutub Selatan Bumi, dan derajat lintang berperan sebagai waktu. Selagi
bergerak ke utara, lingkaran-lingkaran lintang, yang mewakili ukuran alam
semesta, bakal melebar. Alam semesta bakal bermula sebagai titik di Kutub
Selatan, tapi Kutub Selatan sama saja dengan semua titik lain. Menanyakan
apa yang terjadi sebelum awal alam semesta jadi tak bermakna, karena
tidak ada yang berada di sebelah selatan Kutub Selatan. Dalam gambaran
itu ruang-waktu tak punya batas, hukum alam yang sama berlaku di Kutub
Selatan dan semua tempat lain. Begitu pula, bila teori relativitas umum
dipadukan dengan teori kuantum, pertanyaan apa yang terjadi sebelum
permulaan alam semesta menjadi tak bermakna. Gagasan bahwa sejarah
67
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 144
43
mesti berupa permukaan tertutup tanpa batas disebut kondisi tanpa
perbatasan (no-boundary condition). Kesadaran bahwa waktu berperilaku
seperti ruang menyajikan alternatif baru. Gagasan itu menghilangkan
penolakan lama terhadap awal alam semesta, tetapi juga berarti awal alam
semesta diatur hukum-hukum sains dan tidak perlu diawali geraknya oleh
suatu anggapan yang bersifat ilahi.68
Kesimpulan inilah yang membedakan
Hawking dari kelompok fisikawan dalam tim mufassir Departemen Agama
yang mendukung teori big bang sebagai penjabaran dari proses penciptaan
alam semesta dari tiada menjadi ada.
Meskipun begitu, hal di atas menurut hemat penulis bukanlah
penolakan terhadap teori big bang itu sendiri. Jadi, bukan seperti Hoyle
yang menciptakan istilah big bang, tapi menolak teori ini menulis, “Saya
tak percaya ilmuwan manapun yang memeriksa buktinya bakal tidak
menyimpulkan bahwa hukum-hukum fisika nuklir sengaja dirancang
dengan mempertimbangkan konsekuensi yang dihasilkannya dalam
bintang-bintang.” Ketika itu belum ada orang yang cukup paham fisika
nuklir untuk memahami banyaknya kebetulan yang menghasilkan hukum-
hukum fisika yang tepat demikian. Tapi selagi menyelediki keabsahan
kaidah antropik kuat, baru-baru ini para ahli fisika mulai bertanya kepada
diri sendiri, seperti apa kiranya alam semesta jika hukum alam berbeda.
Kini kita bisa membuat model komputer yang memberitahu kita bagaimana
hubungan laju reaksi tripel alfa dengan kekuatan gaya-gaya dasar alam.
Perhitungan menunjukkan bahwa perubahan sekecil 0,5 persen pada
68
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 144-145
44
kekuatan gaya nuklir kuat, atau 4 persen pada gaya listrik, bakal
memusnahkan hampir semua karbon atau semua oksigen di semua bintang,
sehingga musnah pula peluang adanya kehidupan sebagaimana kita kenal.
Ubah aturan alam semesta kita sedikit saja, dan kondisi di mana kita bisa
adapun sirna!69
Menurut hawking, kemunculan struktur-struktur rumit yang mampu
menopang pengamat cerdas tampaknya sangat rapuh. Hukum alam
membentuk sistem yang tersetel sangat pas, dan hanya sedikit hukum fisika
yang bisa diotak-atik tanpa memusnahkan peluang perkembangan
kehidupan sebagaimana kita ketahui. Tampaknya, andai bukan karena
serangkaian kebetulan mengejutkan dalam rincian hukum fisika, manusia
dan bentuk-bentuk kehidupan menyerupainya tak bakal ada.70
Penemuan penyetelan sangat pas dengan banyak sekali hukum alam
bisa membuat setidaknya sebagain di antara kita kembali ke gagasan tua
bahwa rancang agung ini merupakan karya suatu Perancang Agung. Di
Amerika Serikat, karena Konstitusi melarang pengajaran agama di sekolah,
tipe gagasan itu disebut rancangan cerdas (intelligent design), dengan
pemahaman tak dinyatakan, namun tersirat bahwa sang perancang ialah
Tuhan.71
Tapi, menurut Hawking, bukan itu jawaban sains modern. Bahwa
alam semesta kita tampaknya hanya satu di antara banyak alam semesta
69
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 170 70
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 172 71
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 176
45
yang masing-masing memiliki hukum yang berbeda. Gagasan banyak alam
semesta bukan gagasan yang dibuat untuk menjelaskan mukjizat penyetelan
pas. Gagasan tersebut merupakan konsekuensi kondisi tanpa perbatasan dan
banyak teori kosmologi modern lain. Tapi jika gagasan banyak alam
semesta itu benar, maka kaidah antropik kuat bisa dianggap efektif setara
dengan kaidah antropik lemah, menyamakan penyetelan pas hukum fisika
dengan faktor lingkungan, sehingga berarti habitat kosmik kita, seluruh
alam semesta yang bisa diamati sekarang, hanyalah satu di antara banyak,
sebagaimana tata surya kita hanyalah satu di antara banyak. Artinya
sebagaimana kebetulan keadaan lingkungan tata surya kita jadi tak
istimewa karena ada miliaran tata surya lain di luar sana, penyetelan pas
pada hukum alam bisa dijelaskan dengan keberadaan banyak alam semesta.
Banyak orang sepanjang zaman telah menghubungkan keindahan dan
kerumitan alam, yang pada zaman mereka tampak tak punya penjelasan
ilmiah, dengan Tuhan. Tapi sebagaimana Darwin dan Wallace menjelaskan
bagaimana rancang bentuk kehidupan yang terlihat seperti mukjizat bisa
muncul tanpa campur tangan sosok mahakuasa, konsep banyak alam
semesta bisa menjelaskan penyetelan pas tanpa memerlukan Pencipta Maha
Pengasih yang membuat alam semesta untuk kita.72
Sejak Newton, dan khususnya sejak Einstein, tujuan fisika adalah
menemukan kaidah-kaidah matematis sederhana seperti yang dibayangkan
Kepler, dan menggunakan kaidah-kaidah itu untuk menciptakan teori
segalanya yang utuh dan bakal menjelaskan tiap perincian zat dan gaya
72
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 177
46
yang kita amati di alam. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20,
Maxwell dan Einstein mempersatukan teori listrik, magnetisme, dan
cahaya. Pada tahun 1970-an diciptakan model standar, teori tunggal gaya
nuklir kuat, lemah, dan elektromagnetik. Teori dawai dan teori-M lantas
muncul dalam upaya melibatkan gaya yang belum disatukan, gravitasi.
Tujuannya bukan hanya menemukan satu teori yang menjelaskan segala
gaya, tapi juga teori yang menjelaskan angka-angka fundamental yang telah
kita bicarakan, seperti kekuatan masing-masing gaya dan massa serta
muatan zarah dasar. Seperti kata Einstein, harapannya adalah supaya bisa
menyatakan “alam tersusun sedemikian sehingga secara logis mungkin
menetapkan hukum-hukum sangat terdeterminasi sehingga dalam hukum
itu, hanya ada konstanta-konstanta yang sepenuhnya ditentukan secara
rasional (artinya bukan konstanta yang nilainya bisa diubah tanpa
menghancurkan teori).” Teori yang unik kiranya mustahil punya penyetelan
pas yang memperkenankan kita ada. Tapi jika dengan mempertimbangkan
kemajuan terkini kita tafsirkan impian Einstein sebagai teori unik yang
menjelaskan alam semesta ini dan yang lainnya, dengan berbagai macam
hukum, maka teori-M bisa menjadi teori itu. Tapi apakah teor-M unik, atau
dituntut oleh kaidah logis sederhana apapun? Bisakah kita menjawab
pertanyaan, mengapa teori-M?73
Perilaku benda-benda di Bumi amat rumit dan terkena banyak
pengaruh sehingga peradaban-peradaban awal tak mampu menangkap pola
atau hukum yang mengatur fenomenanya. Namun berangsur-angsur
73
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 178.
47
hukum-hukum baru ditemukan dibidang-bidang selain astronomi, dan
akibatnya muncullah gagasan determinisme sains74
. Hukum-hukum itu
harus berlaku di mana saja dan kapan saja; kalau tidak, tak pantas disebut
hukum. Tak mungkin ada pengecualian atau mukjizat. Dewa atau iblis tak
dapat campur tangan dalam jalannya alam semesta. Waktu determinisme
sains pertama kali diajukan, hukum yang sudah diketahui baru hukum
gerak dan gravitasi Newton. Kemudian kedua hukum itu diperluas oleh
Einstein dalam teori relativitas umumnya, dan bagaimana hukum-hukum
lain ditemukan mengatur aspek lain alam semesta.75
Hukum-hukum alam memberitahu kita bagaimana alam semesta
berperilaku, tapi tak menjawab pertanyaan-pertanyaan:
Mengapa ada sesuatu, bukan ketiadaan?
Mengapa kita ada?
Mengapa ada set hukum alam tertentu, bukan yang lain?
Beberapa orang akan mengklaim bahwa jawaban pertanyaan-
pertanyaan itu adalah keberadaan Tuhan yang memilih menciptakan alam
semesta dengan cara demikian. Menanyakan siapa atau apa yang
menciptakan alam semesta itu masuk akal, tapi jika jawabannya adalah
Tuhan, maka pertanyaannya sekedar bergeser menjadi siapa yang
menciptakan Tuhan. Dalam pandangan demikian diakui bahwa ada sesuatu
yang tak perlu pencipta, dan sesuatu itu disebut Tuhan. Argumen demikian
dikenal dengan argumen sebab pertama (first cause) yang mendukung
74
Determinisme sains maksudnya, pasti ada set hukum lengkap, yang dengan mengetahui
keadaan alam semesta pada waktu tertentu, bakal menetapkan bagaimana alam semesta akan
berjalan sesudah waktu itu. 75
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 181
48
keberadaan Tuhan. Tapi Hawking nyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan
itu semuanya bisa dijawab dalam ranah sains saja, tanpa perlu membawa-
bawa sosok Ilahi.76
Menurut gagasan realisme bergantung model,77
otak kita
menafsirkan masukan dari organ indera dengan membuat model dunia luar.
Kita membentuk konsep-konsep mental atas rumah kita, pepohonan, orang
lain, listrik yang mengalir dari stop kontak di dinding, atom, molekul, dan
alam-alam semesta lain. Konsep-konsep mental itulah satu-satunya realitas
yang bisa kita ketahui. Tidak ada uji realitas yang bebas model. Artinya
juga, suatu model yang dibangun dengan baik menciptakan realitasnya
sendiri.78
Set hukum apa pun yang menjabarkan dunia sinambung seperti
dunia kita akan punya konsep energi, yang merupakan besaran kekal,
artinya tak berubah sepanjang waktu. Energi ruang hampa akan konstan,
tanpa terpengaruh waktu dan posisi. Energi vakum yang konstan itu bisa
disisihkan dengan mengukur energi volume ruang apapun relatif terhadap
ruang hampa bervolume sama, jadi konstanta itu boleh dianggap nol. Satu
syarat yang mesti dipenuhi hukum alam apa pun adalah bahwa energi
badan terisolasi yang dikelilingi ruang hampa bersifat positif, artinya harus
dilakukan kerja untuk menyusun badan tersebut. Itu karena jika energi
76
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 182 77
Realisme bergantung model (model-dependent realism): gagasan bahwa suatu teori
fisika atau gambaran terhadap dunia adalah suatu model (biasanya bersifat matematis) dan set
aturan yang menghubungkan unsur-unsur model dengan pengamatan. Pandangan itu memberi
kerangka untuk menafsirkan sains modern. Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand
Design.....h. 45. 78
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 182-183
49
suatu badan terisolasi bersifat negatif, maka ia bisa diciptakan dalam
keadaan bergerak sehingga energi negatifnya diimbangi energi positif dari
gerak. Jika demikian, maka kiranya tak ada alasan benda tak bisa muncul di
mana saja dan di mana-mana. Karena itu ruang hampa bakal tak stabil. Tapi
jika untuk menciptakan badan terisolasi diperlukan energi, maka
ketidakstabilan tak bisa terjadi, karena, seperti telah kita katakan, energi
alam semesta harus tetap konstan. Itulah yang diperlukan agar alam
semesta setabil pada tingkat lokal agar benda tidak mendadak muncul dari
ketiadaan di mana-mana.79
Jika total energi alam semesta harus selalu tetap nol, dan diperlukan
energi untuk menciptakan benda, maka bagaimana cara alam semesta
tercipta dari ketiadaan? Itulah sebabnya mesti ada hukum seperti gravitasi.
Karena gravitasi bersifat menarik, maka energi gravitasi itu negatif: Harus
dilakukan kerja untuk memecah suatu sistem yang terikat gravitasi, seperti
Bumi dan Bulan. Energi negatif itu bisa mengimbangi energi positif yang
diperlukan untuk menciptakan zat, tapi tak sesederhana itu. Contohnya,
energi gravitasi negatif Bumi kurang daripada sepersemiliar energi positif
zarah zat yang menyusun Bumi. Benda seperti bintang akan punya energi
gravitasi negatif lebih besar, dan makin kecil ukurannya (makin dekat
berbagai bagiannya satu sama lain), maka akan makin besarlah energi
gravitasi negatifnya. Tapi sebelum energi negatif itu bisa menjadi lebih
besar daripada energi positif zat, bintang keburu runtuh menjadi lubang
hitam, dan lubang hitam punya energi positif. Itulah sebabnya ruang hampa
79
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 192
50
stabil. Benda seperti bintang atau lubang hitam tak bisa mendadak muncul
dari ketiadaan. Tapi alam semesta utuh bisa.80
Karena gravitasi membentuk ruang dan waktu, maka gravitasi
memperkenankan ruang-waktu stabil secara global. Pada skala keseluruhan
alam semesta, energi positif zat bisa diimbangi oleh energi negatif gravitasi,
jadi tak ada pembatasan pada penciptaan alam semesta utuh. Karena ada
hukum seperti gravitasi, alam semesta bisa dan akan menciptakan dirinya
sendiri dari ketiadaan. Penciptaan spontan adalah alasan ada sesuatu, bukan
ketiadaan, alasan alam semesta ada, alasan kita ada. Tak perlu
menghadirkan Tuhan untuk memulai alam semesta.81
Mengapa hukum-hukum dasar berupa seperti yang kita jabarkan?
Teori pamungkas mesti konsisten dan mesti memprediksi hasil terhingga
bagi besaran-besaran yang bisa kita ukur. Telah kita lihat bahwa harus ada
hukum seperti gravitasi, supaya teori gravitasi memprediksi besaran
terhingga, teori itu harus punya apa yang disebut supersimetri antara gaya-
gaya di alam dan zat yang dipengaruhinya. Teori-M adalah teori gravitasi
supersimetri yang paling umum. Berdasarkan alasan-alasan itu, teori-M
adalah satu-satunya kandidat teori alam semesta yang lengkap. Jika teori-M
terhingga, dan ini belum dibuktikan, maka teori tersebut akan menjadi
model alam semesta yang menciptakan dirinya sendiri. Menurut Hawking,
80
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 192 81
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 193
51
kita harus menjadi bagian alam semesta itu karena tak ada lagi model lain
yang konsisten.82
Teori-M adalah teori pemersatu yang Einstein ingin temukan. Fakta
bahwa kita sebagai manusia, yang berupa kumpulan zarah dasar alam, telah
mampu sampai sedekat itu dengan pemahaman akan hukum-hukum yang
mengatur kita dan alam semesta kita merupakan prestasi hebat. Tapi
barangkali keajaiban sebenarnya adalah pertimbangan logis abstrak bisa
mengarah ke teori unik yang memprediksi dan menjabarkan alam semesta
nan luas penuh aneka ragam yang kita saksikan. Jika telah dibuktikan
kebenarannya lewat pengamatan, maka teori itu akan menjadi akhir
gemilang pencarian yang telah berlangsung selama 3.000 tahun lebih. Kita
akan berhasil menemukan rancang agung.83
82
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 193 83
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010) h. 194
52
BAB III
PENAFSIRAN TAFSIR DEPARTEMEN AGAMA RI
TENTANG PENCIPTAAN ALAM SEMESTA
A. Mengenal Kitab Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama
Republik Indonesia
1. Sejarah Singkat Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’ān Badan Litbang
dan Diklat Kementrian Agama RI
Sebagai wujud perhatian pemerintah untuk menjamin kesucian teks
al-Qur‟ān dari berbagai kesalahan dan kekurangan dalam penulisan al-
Qur‟ān tersebut, pada tahun 1957 dibentuk suatu lembaga kepanitiaan yang
bertugas mentashih (memeriksa/mengoreksi) setiap mushaf al-Qur‟ān yang
akan dicetak dan diedarkan kepada masyarakat Indonesia. Lembaga tersebut
diberi nama Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟ān. Namun keberadaan
lembaga ini tidak muncul dalam struktur tersendiri, dan hanya merupakan
semacam panitia adhoc. Lembaga tersebut menjadi bagian dari Puslitbang
Lektur Keagamaan, bahkan dalam PMA no. 3 tahun 2006 tentang organisasi
dan Tata Kerja Departemen Agama Nomenklatur Lajnah tidak disebut sama
sekali, meskipun tugasnya terurai dalam tugas pokok dan fungsi (tupoksi).
Padahal Lajnah mengemban tugas yang berat dan penting dengan volume
dan cakupan pekerjaan yang luas, serta tanggung jawab yang besar, karena
terkait dengan kajian dan pemeliharaan kitab suci Al-Qur‟ān.
Tugas-tugas Lajnah semakin berkembang sejalan dengan
perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan. Pada tahun 1982 keluar
53
Peraturan Menteri Agama Nomor 1 tahun 1982, yang isinya antara lain
menyebut tugas-tugas Lajnah Pentashih, yaitu (1) meneliti dan menjaga
mushaf Al-Qur‟ān, rekaman bacaan Al-Qur‟an, terjemah dan tafsir Al-
Qur‟ān secara preventif dan represif; (2) mempelajari dan meneliti
kebenaran mushaf Al-Qur‟ān, Al-Qur‟ān untuk tunanetra (Al-Qur‟ān
Braille), bacaan Al-Qur‟ān dalam kaset, piringan hitam dan penemuan
elektronik lainnya yang beredar di Indonesia; dan (3) Menyetop peredaran
Mushaf Al-Qur‟ān yang belum ditashih oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-
Qur‟ān.1
Hingga tahun 2007, tugas-tugas Lajnah masih sebatas mentashih
Al-Qur‟ān dengan segala macam produknya. Namun belakangan ini tugas-
tugas Lajnah menjadi semakin luas. Sehubungan dengan itu, sebagai tindak
lanjut pelaksanaan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama dan
untuk meningkatkan dayaguna dan hasil-guna pelaksanaan tugas di bidang
pentashihan dan pengkajian Al-Qur‟ān terbitlah Peraturan Menteri Agama
RI Nomor 3 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān.
1 Drs. H. Muhammad Shohib, MA., (DKK.). Profil Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia. (Jakarta: Perpustakaan
Nasional RI, Cet. 1, 2013) h. 2-3
54
Di dalam peraturan Menteri Agama RI Nomor 3 Tahun 2007 Bab 1
pasal 1, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān adalah Unit Pelaksanaan
Teknis Badan Penelitian dan Pengembangan serta Pendidikan dan
Pelatihan, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan
Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI.
Sejak terbitnya PMA tersebut, Organisasi dan Tata Kerja Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān turut berubah sesuai dengan tugas dan
fungsi Lajnah dalam dictum tersebut, sehingga organisasi ini mencakup 3
bidang, yaitu (1) Bidang Pentashihan, (2) Bidang Pengkajian Al-Qur‟ān,
dan (3) Bidang Bayt Al-Qur‟ān dan Dokumentasi.2
2. Tafsir ‘Ilmi Penciptaan Jagat Raya, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-
Qur’ān Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI.
Berdasarkan fungsi Lajnah, Tafsir „Ilmi termasuk pada bidang
pengkajian Al-Qur‟ān yang muncul karena masyarakat islam Indonesia
tidak saja memerlukan mushaf Al-Qur‟ān yang shahih dan benar dari sisi
penulisannya, tetapi juga shahih dan benar dari sisi pemahamannya. Bidang
pengkajian Al-Qur‟ān bertugas menyusun rencana dan program,
melaksanakan program; melaksanakan pengembangan dan pengkajian Al-
2 Drs. H. Muhammad Shohib, MA., (DKK.). Profil Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia. (Jakarta: Perpustakaan
Nasional RI, Cet. 1, 2013) h. 4
55
Qur‟ān, penerbitan mushaf, terjemah, dan tafsir Al-Qur‟ān, serta melakukan
sosialisasi dan pelaporan hasil pengkajian Al-Qur‟ān.3
Kegiatan Bidang Pengkajian Al-Qur‟ān, selain menyusun Tafsir
Tematik yang membahas tema-tema social, politik, budaya, dan ekonomi,
Bidang Pengkajian Al-Qur‟ān juga melakukan kegiatan Kajian dan
Penyusunan Tafsir Ayat-ayat Kauniyah, yang juga dikenal dengan sebutan
Tafsir „Ilmi. Tafsir ini mengeksplorasi ayat-ayat AL-Qur‟ān yang
berbicara mengenai alam dan fenomenanya, diantaranya penciptaan jagat
raya, bumi, dan semisalnya.
Metode yang diterapkan dalam kajian ini hampir sama dengan
yang digunakan dalam tafsir tematik, yaitu dengan menghimpun ayat-ayat
yang terkait dengan sebuah persoalan dan menganalisisnya sehingga dapat
ditemukan pandangan Al-Qur‟ān yang utuh menyangkut persoalan
tersebut. Bedanya, tafsir tematik yang sedang dikembangkan oleh
kementrian agama saat ini lebih fokus pada persoalan akidah, akhlak,
ibadah dan social, sementara tafsir „ilmi fokus pada kajian saintifik
terhadap ayat-ayat kauniyah.
Dalam beberapa tahun terakhir telah terwujud kerjasma yang baik
antara Kementrian Agama dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) dalam upaya menjelaskan ayat-ayat kauniyah dalam rangka
penyempurnaan buku Al-Qur‟ān dan Tafsirnya, (Kementrian Agama RI.
Al-Qur‟ān dan Tafsirnya, Edisi yang disempurnakan. Jakarta: Kementrian
3 Drs. H. Muhammad Shohib, MA., (DKK.). Profil Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia. (Jakarta: Perpustakaan
Nasional RI, Cet. 1, 2013) h. 42
56
Agama RI, 2012) . Hasil kajian ayat-ayat kauniyah itu dimasukkan ke
dalam tafsir tersebut sesuai tempatnya sebagai tambahan penjelasan atas
tafsir yang ada, yang disusun berdasarkan urutan mushaf.4
Yang menghasilkan beberapa hasil kajian terhadap ayat-ayat
kauniyah yang disusun secara tematik, dengan cara menghimpun ayat-ayat
yang terkait dengan satu persoalan dan mengkajinya secara komprehensif
dengan pendekatan ilmiah. Tema-tema tersebut yaitu:
a. penciptaan jagat raya dalam perspektif Al-Qur‟ān dan Sains,
dengan pembahasan: 1) Enam Hari Penciptaan; 2) Tujuh Langit:
Mengungkap Struktur Alam Semesta; 3) Fenomena Alam; 4) Akhir Alam
Semesta
b. penciptaan bumi dalam perspektif Al-Qur‟ān dan sains, dengan
pembahasan: 1) pendahuluan ; 2) awal penciptaan Bumi; 3) Anatomi
Bumi; 4) Proses Geologi; 5) Bumi yang dinamis; 6) Laut dan Samudra.
c. penciptaan manusia dalam perspektif al-Qur‟ān dan sains,
dengan pembahasan: 1) asal muasal kehidupan; 2) Asal muasal manusia;
3) Catatan Al-Qur‟ān tentang Evolusi kesadaran Insani Manusia; 4)
Penciptaan Adam; 5) Al-Qur‟ān, Reproduksi, dan kehidupan manusia; 6)
Manusia sebagai Khalifah.5
4 Drs. H. Muhammad Shohib, M. A., “Kata Pengantar” dalam Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat
Raya dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān,
2010) h. xi 5 Drs. H. Muhammad Shohib, M. A., “Kata Pengantar” dalam Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat
Raya dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān,
2010) h. xii
57
Dalam melakukan kegiatan ini Lajnah Pentashihan Mushaf Al-
Qur‟ān bekerja sama dengan tim dari lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) yang memiliki kapasitas ilmu yang memadai dalam
mengeksplorasi tema-tema yang dikaji. Mereka ini biasa disebut sebagai
Tim Kauni. Sementara itu, untuk menggali arti kosakata dan makna Al-
Qur‟ān yang berhubungan dengan tema yang dibahas, Lajnah menyertakan
tim penafsir atau dikenal dengan sebutan Tim Syar‟i yang bertugas
mengungkap kosakata dan makna ayat yang memiliki kesesuaian dengan
tema yang dibahas. Keduannya bersinergi dalam membentuk ijtihad
jama‟i (ijtihad kolektif) untuk menjelaskan ayat-ayat kauniyah dalam Al-
Qur‟ān.6
Kegiatan yang diinisiasi sejak tahun 2009 tersebut hingga kini
sudah melahirkan 10 judul buku, yaitu:
Tahun 2010:
1. Penciptaan Jagat Raya dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains
2. Penciptaan Bumi dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains
3. Penciptaan Manusia dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sians
Tahun 2011:
1. Air dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains
2. Tumbuhan dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains
6 Drs. H. Muhammad Shohib, MA., (DKK.). Profil Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia. (Jakarta: Perpustakaan
Nasional RI, Cet. 1, 2013) h. 52
58
3. Kiamat dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains
Tahun 2012:
1. Kisah para Nabi Pra-Ibrahim dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains
2. Seksualitas dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains
3. Hewan dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains
4. Manfaat Benda-benda Langit dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains.7
Adapun yang menjadi rujukan utama dalam skripsi ini adalah
“Tafsir „Ilmi, Penciptaan Jagat Raya dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan
Sains”.
Tim kajian ayat-ayat kauniyah terdiri dari para pakar dengan latar
belakang keilmuan yang berbeda dan dapat dibedakan dalam dua kategori
besar. Pertama, mereka yang menguasai persoalan kebahasaan Al-Qur‟ān
dan hal-hal lain yang terkait dengan penafsiran, seperti asbabun nuzul,
munassabatul ayat, riwayat-riwayat dalam penafsiran, dan ilmu-ilmu
keislaman lainnya. Kedua, mereka yang menguasai persoalan saintifik
seperti fisika, kimia, biologi, geologi, astronomi, dan lainnya. Kelompok
pertama dapat disebut sebagai Tim Syar‟i, dan kelompok kedua dapat
disebut sebagai Tim Kauni. Keduanya bersinergi dalam bentuk ijtihad
jama‟i (ijtihad kolektif) untuk menjelaskan ayat-ayat kauniyah dalam Al-
Qur‟ān.
7 Drs. H. Muhammad Shohib, MA., (DKK.). Profil Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia. (Jakarta: Perpustakaan
Nasional RI, Cet. 1, 2013) h. 54-55
59
Tim penyusun tafsir „ilmi tahun 2009 terdiri dari:
1. Kepala badan litbang dan Diklat Kementrian Agama RI.
Pengarah
2. Kepala lajnah pentashihan mushaf al-Qur‟ān
Pengarah
3. Prof. Dr. H. Hery Harjono
Ketua
4. Dr. H. Muchlis M. Hanafi, MA.
Wakil Ketua
5. Dr. H. Muhammad Hisyam
Sekretaris
6. Prof. Dr. Arie Budiman
Anggota
7. Prof. Dr. H. Syamsul Farid Ruskanda
Anggota
8. Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, MA.
Anggota
9. Prof. Dr. H. Salim Umar, MA.
Anggota
10. Prof. Dr. Thomas Djamaluddin
Anggota
11. Prof. Dr. H. Sibli Sardjaya, LML.
Anggota
12. Dr. H. Hoemam Rozie Sahil
60
Anggota
13. Dr. H. A. Rahman Djuwansyah
Anggota
14. Ir. H. Dudi Hidayat, M.Sc.
Anggota
15. Abdul Aziz Sidqi, M. Ag.
Anggota
STAF SEKRETARIAT:
1. Dra. Endang Tjempakasari, M. Lib.
2. Muhammad Musadad, S.Th.I
3. Zarkasi, MA.
Bertindak sebagai narasumber tetap dalam kajian tersebut adalah
Prof. Dr. H. Umar Anggara Jenie, Apt., M.Sc.; Dr. H. Ahsin Sakho
Muhammad, MA.; Dr. H. Mudji Raharto, dan Dr. H. Sumanto Imam
Hasani.8
B. Penciptaan Alam Semesta Menurut Tafsir ‘Ilmi Penciptaan Jagat Raya
Kementrian Agama RI
1. Asal Mula Penciptaan Alam Semesta
Al-Qur‟ān adalah pedoman yang bukan hanya ditujukan kepada
manusia, tetapi juga ditujukan kepada seluruh ciptaan Allah SWT. Dalam
banyak ayat Allah sendiri bersumpah atas nama berbagai ciptaan-Nya.
8 Drs. H. Muhammad Shohib, M. A., “Kata Pengantar” dalam Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat
Raya dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an,
2010) h. xii
61
Seperti matahari, bulan, dan bermacam-macam buah-buahan, sehingga Alah
menyuruh manusia agar melihat “kebijaksanaan luar biasa” yang terdapat
dalam ciptaan-Nya. Itulah sebabnya, baik ayat-ayat al-Qur‟ān maupun
fenomena alam yang ada dalam jiwa manusia maupun ciptaan-Nya sebagai
tanda atau isyarat yang mengabarkan hakekat atau realitas Allah.
Sebagaimana firman Allah yang berbunyi:
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami
di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi
mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa
Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (QS.
Fushshilat: 53)
Dalam al-Qur‟ān terdapat 750 ayat yang merujuk kepada fenomena
alam. Hampir seluruh ayat ini memerintahkan manusia untuk mempelajari
kitab (hal-hal yang berhubungan) dengan penciptaan dan merenungkan
isinya.9
Penulis akan mengungkapkan pengertian bermulanya penciptaan
alam semesta dalam al-Qur‟ān, dengan menjelaskan makna lafal khalaqa
yang terdapat dalam beberapa ayat yang berhubungan dengan penciptaan
jagat raya, kemudian dilanjutkan dengan tafsiran lafad “kun fa yakun“ dan
makna rataqa yang ada dalam surat QS. Al-Anbiya‟: 30.
9Abdul Rahman Abdullah, Aktualisasi Konsep Dasar Pendidikan Islam (Rekonstruksi
Pemikiran dalam Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam), UII Press, Yogyakarta, 2002. H. 153
62
Kata khalaqa merupakan bentuk kata kerja lampau yang berarti
„telah menciptakan‟. Dari kata ini, kita dapati pula kata khalq (penciptaan),
khaliq (pencipta), dan makhluq (ciptaan). Para ulama kalam (teolog islam)
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan penciptaan dalam kata ini
merupakan af‟al (perbuatan) khusus hanya untuk Allah saja, dan tidak untuk
yang lain. lihat surah Al-A‟raf/7: 5410
(……Ingatlah! Segala penciptaan dan
urusan menjadi hak-Nya. Maha suci Allah, Tuhan seluruh alam)
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia
menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan
(diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-
masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan
memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam.”
(Al-A‟rāf: 54).
10
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama
RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya
Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H.
3
63
Proses penciptaan ini, menurut mereka, dari sesuatu yang
sebelumnya tidak ada, seperti yang termaktub dalam kalimat Al-Qur‟ān :
kun fayakun (“Jadilah, maka terjadilah”).11
Lafal كن di dalam al-Qur‟ān yang ditujukan dengan konteks
penciptaan alam – secara umum – disebut sebnayak 6 (enam) kali, yaitu Al-
Baqarah: 117, Ali Imrān: 47, Al-An‟ām: 73, An-Nahl: 40, Mu‟mīn: 68, dan
Yāsīn: 82. Sebagaimana dapat terbaca pada ayat-ayat berikut.
“Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk
menciptakan) sesuatu, Maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya:
"Jadilah!" lalu jadilah ia.” (Al-Baqarah: 117)
“Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. dan
benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: "Jadilah, lalu
terjadilah", dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di waktu sangkakala
ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. dan Dialah yang
Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui.” (Al-An‟ām: 73)
11
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama
RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya
Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H.
3
64
“Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak,
Padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun." Allah
berfirman (dengan perantaraan Jibril): "Demikianlah Allah menciptakan
apa yang dikehendaki-Nya. apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu,
Maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: "Jadilah", lalu jadilah Dia”.
(Ali Imrān: 47)
“Sesungguhnya Perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami
menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "kun (jadilah)",
Maka jadilah ia.” (An-Nahl: 40)
“Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan, Maka apabila Dia
menetapkan sesuatu urusan, Dia hanya bekata kepadanya: "Jadilah", Maka
jadilah ia.” (Al-Mu‟mīn: 68)
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah
berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia.” (Yāsīn: 82).
Allah adalah Maha pencipta. Dia menciptakan sesuatu dengan tidak
mencontoh kepada apa yang telah ada, tidak menggunakan suatu bahan atau
alat yang telah ada. Allah menciptakan dari yang tidak ada. Demikianlah
Allah menciptakan langit dan bumi, dari semula tidak ada menjadi ada.
65
Dengan kalimat ini, yang menurut hemat penulis menjadi inti dari
pandangan para mufassir Depag tentang kosmogoni dan proses penciptaan
alam semesta, maka secara umum dapat dikatakan bahwa Tafsir Kementrin
Agama menganut Teori Kreasi. Menurut bunyi ayat, Allah menciptakan
sesuatu dengan perkataan “Kun” (jadilah), ungkapan ini adalah simplikasi
atau penyederhanaan tentang Maha besarnya kekuasaan Allah, apa saja yang
dikehendaki untuk ditetapkan semua terjadi dengan mudah. Sedang yang
dimaksud dengan menciptakan hanyalah sekedar misal saja, agar mudah
dipahami oleh hamba-hamba-Nya. Tentang cara Allah mengadakan sesuatu
dan bagaimana proses terjadinya sesuatu, hanya Allah Yang Maha
Mengetahui. Kata “fa yakūn”, yang berarti “maka jadilah” di sini tidak mesti
diartikan bahwa sesuatu itu terjadi seketika itu juga, melainkan melalui
tahapan proses yang memerlukan waktu. Setiap tahapan proses yang
berlangsung dalam alam ini pasti akan berlaku hukum alam yakni ketentuan-
ketentuan Allah atas sunatullah.12
Perintah kun bukanlah perintah tanpa
hikmah. Perintah kun selalu diikuti fi‟il mudōri‟ yakūn setelah dijeda fa.
Sebagai fi‟il mudōri‟, yakūn dapat dipandang sebagai proses yang mungkin
rumit atau sebaliknya sangat sederhana.13
Pada keenam ayat tersebut juga,
terdapat penggunaan lafal qāla dengan berbagai derivasinya yang masing-
masing dapat bermakna: “perintah berproses” (amara bil kaif). Makna
“perintah berproses” untuk lafal qāla tersebut dipilih karena berbagai kata
kerja sebelum lafal qāla pada keenam ayat di atas dapat bermakna sama pula
12
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta:
Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 1. h. 183 13
Agus Purwanto. Nalar Ayat-ayat Semesta, Menjadikan Al-Qur‟ān Sebagai Basis
Konstruksi Ilmu Pengetahuan. Bandung: Mizan. Cet. 1. 2012. H. 220
66
sesuai dengan konteksnya, yaitu makna “menghendaki terjadinya” (arāda
bil sairūrah).14
Tafsiran yang terdapat pada surat al-Baqarah: 117 dan surat Al-
An‟ām: 73, di mana yang dibicarakan adalah penciptaan langit dan bumi.
Sedangkan pada surat lainnya, seperti pada surat Ali-Imrān: 47, pada ayat ini
Allah membicarakan tentang penciptaan anak tanpa ayah yaitu melalui
Maryam. Allah menjelaskan bahwa kelahiran demikian akan terjadi
bilamana Allah menghendaki-Nya, Allah menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya. Jika Allah berkehendak menetapkan sesuatu maka hanya
cukup berkata kepadanya “jadilah engkau”, lalu jadilah dia.15
Begitupun
pada surat an-Nahl: 40, Yāsīn: 82, al-Mu‟mīn: 68. Ketiga ayat ini
membicarakan tentang penciptaan mahluk, dalam konteks menghidupkan
atau mematikan. Dalam tafsirannya diterangkan,16
Allah swt menerangkan
bahwa terwujudnya sesuatu yang dikehendaki itu tidaklah memerlukan
waktu yang lama, akan tetapi cukup dalam waktu yang singkat. Allah swt
berfirman:
“Dan perintah Kami hanyalah satu Perkataan seperti kejapan mata.” (al-
Qamar: 50)
14
Rosadisastra, Andi. Metode Tafsir Ayat-ayat Sains dan Sosial. Jakarta: Amzah. 2007. H.
210 15
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta:
Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 1. h. 508 16
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta:
Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 5. h. 322-323
67
Allah juga menjelaskan bahwa membangkitkan orang-orang yang
telah mati bagi-Nya sama halnya dengan menciptakan satu jiwa. Allah swt
berfirman:
“Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur)
itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa
saja. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha melihat.”(An-Nahl:
28).
Jika dilihat terdapat pertentangan antara tafsiran satu ayat dan yang
lainnya. Di satu ayat menyatakan bahwa makna “kun fa yakūn” berarti
memerlukan proses, tidak serta merta jadi. Namun di ayat lainnya
menegaskan ketiadaan proses. Penulis menyimpulkan dari pemaparan di
atas, bahwa adanya proses yang memerlukan waktu itu pada ayat-ayat yang
berkaitan dengan penciptaan langit dan bumi, namun ketika membicarakan
mahluk-makhluk-Nya cukup atau setelah penciptaan langit dan bumi, cukup
berfirman, “jadilah” maka dengan serta merta terwujudlah makhluk itu.
Karna dimaklumi, menciptakan dan mengatur alam raya (makrokosmos) ini
jauh lebih rumit dan kompleks daripada menciptakan manusia yang hanya
disebut mikrokosmos. Dan yang terpenting dari penjabaran di atas pula
dapat disimpulkan bahwa tafsir Kementrian Agama RI mendukung teori
kreasi, yaitu bahwa Allah menciptakan sesuatu dari tiada menjadi ada,
terlepas melalui proses ataupun langsung.
68
Sementara para filosof muslim, mempunyai pendapatyang berbeda.
Menurut mereka, sesuai dengan informasi Al-Qur‟an, penciptaan
merupakan proses menjadikan sesuatu dari materi yang sudah ada. Pendapat
ini didasarkan pada Surah Fussilat/41: 11 (Kemudian Dia menuju ke langit,
dan (langit) itu masih berupa asap….).17
“Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih
merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi:
"Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau
terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".
(Fusshilat: 11)
Kata khalq yang berarti penciptaan dalam al-Qur‟ān. Kata khalq
merupakan bentuk dan tafsiran dalam kumpulan wahyu Allah (Al-Qur‟ān).
Kata khalq disebut dalam al-Qur‟an sebanyak 261 kali yang terdapat dalam
75 surat. Kata tersebut apabila obyeknya selain alam semesta, seperti
manusia, jin, atau iblis dan hewan disebutkan secara eksplisit bahwa ia
diciptakan dari materi yang sudah ada. Tapi bila obyeknya alam semesta,
maka al-Qur‟an tidak menjelaskan secara rinci. Apakah tercipta dari materi
17
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama
RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya
Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H.
3
69
yang sudah ada atau dari ketiadaan, pada dasarnya pemakaian kata ini
menunjukkan ada kehebatan ciptaan Allah yang sulit di nalar sebab-
sebabnya oleh manusia. Selain itu, kata khalq ini mengandung maksud
penciptaan fisika atau materi, bukan non fisik.18
Masa pertama menjelaskan awal pembentukan alam semesta dengan
ungkapan “apakah penciptaanmu lebih hebat ataukah langit yang telah
dibangun-Nya” (lihat Surat an-Nazi‟at: 27). Berdasarkan analisis astronomi
kosmologi, ledakan besar terjadi sekitar 13,7 miliar tahun yang lalu.
Ledakan dimana dimulainya tercipta ruang dan waktu, dari kondisi
singularitas yang belum ada apa-apa, termasuk belum ada hukum-hukum
fisika. Ruang alam semesta tercipta demikian cepatnya sehingga disebut
sebagai ledakan. Penciptaan pertama kali adalah energy dan partikel foton.
Dari partikel foton terbentuk proton, netron, dan electron, serta partikel lain
yang tidak dikenal (sains menggolongkannya sebagai materi gelap). Dari
proton dan elektron terbentuk hydrogen sebagai unsur pertama pembentuk
bintang. Unsur-unsur lainnya terbentuk dari proses fusi nuklir di dalam
bintang.
Berbagai hasil pengamatan dianalisis dengan dukungan teori-teori
fisika untuk mengungkapkan asal-usul alam semesta. Teori yang kini
diyakini bukti-buktinya menyatakan bahwa alam semesta ini bermula dari
ledakan besar (Big Bang). Semua materi dan energi yang kini ada di alam
terkumpul dalam satu titik tak berdimensi yang berkerapatan tak berhingga.
18
Sirajuddin Zar, Menafsirkan Kosmologi al-Qur‟an, Ulumul Qur‟ān, Jakarta, No.
3, Vol. 5, 1995, h. 51
70
Tetapi ini jangan dibayangkan seolah-olah titik itu berada di suatu tempat di
alam yang kita kenal sekarang ini. Yang benar, baik materi, energy, maupun
ruang yang ditempatinya seluruhnya bervolume amat kecil, hanya satu titik
tak berdimensi.
Tidak ada suatu titk pun di alam semesta yang dapat dianggap
sebagai pusat ledakan. Dengan kata lain ledakan besar alam semesta tidak
seperti ledakan bom yang meledak dari satu titik ke segenap penjuru. Hal ini
karena pada hakekatnya seluruh alam turut serta dalam ledakan itu. Lebih
tepatnya, seluruh alam semesta mengembang tiba-tiba secara serentak .
ketika itulah mulainya terbentuk materi, ruang, dan waktu.
Materi alam semesta yang pertama terbentuk adalah hydrogen yang
menjadi bahan dasar bintang dan galaksi generasi pertama. Dari reaksi fusi
nuklir di dalam bintang terbentuklah unsur-unsur berat seperti karbon,
oksigen, nitrogen, dan besi. Kandungan unsur-unsur berat dalam komposisi
materi bintang merupakan salah satu “akte” lahir bintang. Bintang-bintang
yang mengandung banyak unsur berat berarti bintang itu “generasi muda”
yang memanfaatkan materi-materi sisa ledakan bintang-bintang tua. Materi
pembentuk bumi pun diyakini berasal dari debu dan gas antar bintang yang
berasal dari ledakan bintang di masa lalu. Jadi, seisi alam ini memang
berasal dari satu kesatuan.
Alam semesta kemudian mulai terisi bintang-bintang yang
terkelompok dalam galaksi-galaksi. Perkembangan selanjutnya terbentuk
nebula, planet, dan benda-benda langit lainnya. Dalam bahasa Al-Qur‟ān
71
asal usul langit dan bumi dari satu kesatuan materi dan prose situ
diungkapkan dalam Surah Al-Anbiya‟/21: 3019
sebagai berikut:
“Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit
dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami
pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang
hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?” (Al-Anbiyā‟: 30)
Ratqan adalah bentuk masdar dari lafal rataqa yang berarti
menyatukan atau menggabungkan. Ar-Ratqa artinya adalah ”perempuan
yang memiliki bibir kemaluan yang rapat.” Ayat ini menjelaskan bahwa
langit dan bumi pada awalnya merupakan sesuatu yang padu dan menyatu,
kemudian Allah pecahkan menjadi langit dan bumi. Beberapa ulama
membuat penafsiran tentang rataqa ini. Sebagian berpendapat bahwa
awalnya langit dan bumi menyatu, kemudian Allah mengangkat langit ke
atas dan membiarkan bumi seperti apa adanya. Sebagian berpendapat bahwa
awalnya langit dan bumi menyatu, kemudian Allah mengangkat langit ke
atas dan membiarkan bumi seperti apa adanya. Sebagian berpendapat bahwa
pemisahan antara keduanya melalui penciptaan angin. Sebagian berpendapat
pemisahan langit dengan hujan dan bumi dengan tumbuh-tumbuhan. Yang
19
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama
RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya
Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H.
22-23
72
pasti, hampir semuanya sepakat bahwa langit dan bumi awalnya bersatu. Ini
sejalan dengan teori big bang (ledakan besar) yang menyatakan bahwa
dahulu sebelum ada langit dan bumi, alam ini merupakan suatu gumpalan
yang padu, kemudian meledak dan berpisah menjadi planet dan bintang-
bintang.20
Waktu dentuman diambil sebagai titik awal waktu, titik waktu nol.
Para ahli kemudian membuat keadaan awal yang mampu dibanyangkan dan
dipikirkan. Energy tertinggi partikel yang dapat kita pikirkan adalah energy
ketika gravitasi sekuat gaya lemah, gaya elektromegnetik, dan gaya kuat.
Energy ini dikenal sebagai energy Planck, besarnya 2,33 x (23 miliar
300 juta triliun triliun) GeV yang setara dengan (sepuluh juta triliun)
massa proton. Pada saat temperatur jagat raya ini (seratus juta triliun
triliun) Kelvin, gaya gravitasi memisah dari ketiga gaya lainnya. Kejadian
ini berlangsung pada 5,38 x (538 per seratus juta triliun triliun triliun)
detik setelah Dentuman Besar. Ruang-waktu terus mengalir, mengembang,
dan membesar. Sejalan dengan pengembangan ini temperature jagat raya
pun menurun. Gaya kuat yang sebelumnya bersatu dengan dua gaya lainnya,
gaya elektromagnetik dan gaya lemah, kemudian terpisah pada energy
(sepuluh ribu triliun) GeV atau temperature (seratus ribu triliun triliun)
Kelvin. Peristiwa terpisahnya gaya kuat ini terjadi pada waktu (satu
per seratus triliun triliun triliun) detik setelah The Big Bang.21
20
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta:
Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 6. h. 250 21
Agus Purwanto. Nalar Ayat-ayat Semesta, Menjadikan Al-Qur‟ān Sebagai Basis
Konstruksi Ilmu Pengetahuan. Bandung: Mizan. Cet. 1. 2012. H. 221
73
Dan dari penjabaran di atas dapat terlihat jelas bahwa Tafsir Ilmi
Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI menganut Creatio Ex
Nihilo.22
Yaitu ditandai dengan pernyataannya bahwa alam semesta ini
bermula dari dentuman besar (Big Bang) dan alam semesta ini terus
mengalami pengembangan.
2. Proses Penciptaan Alam Semesta
Allah menciptakan langit, bumi dan isinya yang merupakan bagian
dari jagat raya selama enam masa. Hal ini dijelaskan di dalam al-Qur‟ān,
dan ternyata penjelasan tentang masalah ini beragam dan terdapat dalam
berbagai ayat yang tersebar dalam beberapa surah. Ada di antara ayat itu
yang menyatakan bahwa penciptaan selama enam masa itu meliputi langit,
bumi, dan isinya. Namun, ada juga ayat yang menerangkan tentang
penciptaan langit saja yang berlangsung selama dua masa, dan penciptaan
bumi saja yang juga berlangsung selama dua masa. Kemudian dijelaskan
22
Penciptaan alam semesta ditinjau dari sudut asal-usulnya:
a. Creatio Ex Nihilo; pandangan kosmologi modern (abad ke-20), cenderung berkesimpulan
bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan. Hal ini dimulai dari hasil observasi Hubble pada
tahun 1929. Perkembangan tersebut diperkuat lagi dengan observasi yang dilakukan Edward
Tryon pada tahun 1973 dan Stephen W. Hawking pada tahun 1974 yang menghasilkan pandangan
bahwa alam semesta muncul dari ketiadaan. Pandangan ini juga pernah dikemukakan kalangan
theology dari Al-Asy‟ariyah yang juga berkesimpulan bahwa alam semesta dicipta dari ketiadaan,
berbeda dengan Mu‟tazilah yang menganggap alam semesta dari materi yang sudah ada.
b. Emanasi; Konsep kosmologi (penciptaan alam) kaum filosof islam dapat dicari dari
filsafat emanasi (al-Faidh). Kaum filosof berpegang pada pendapat yang diwarisi dari masa
Yunani bahwa alam adalah kadim sebagaimana didukung oleh pendapat Aristoteles (384-322 SM).
Sementara Plato (427-347 SM) dengan kurang Tuhanlah yang mengaturnya.
c. Evolusi; Pemikiran tentang asal muasal alam raya bahwa asal mula alam raya ini terdiri
dari empat unsure yaitu udara, api, air, dan tanah yang masing-masing memiliki sifat dingin,
panas, basah dan kering. Pikiran ini diungkapkan oleh Empedokles (490-430 SM). Dan Charles
Darwin (1809-1882 SM) dengan teori-evolusinya yang sangat terkenal. NN, “Studi Komparatif
Tentang Penciptaan Alam dalam Perjanjian Lama dan Al-Qur‟an.” Skripsi S1 Fakultas
Ushuludin dan Filsafat, IAIN Walisongo Semarang, 2004.
74
pula bahwa penciptaan bumi dan isinya selama empat masa. Sehingga bila
disatukan, maka akan dapat disimpulkan bahwa waktu penciptaan langit,
bumi, dan isinya adalah enam masa.
Al-Qur‟ān menyebutkan bahwa penciptaan langit dan bumi terjadi
selama enam masa. Informasi demikian diungkapkan sebanyak tujuh kali
dalam Kitab Suci ini. Di antara ayat yang menjelaskan hal ini adalah Surah
Yunus/10: 3, yaitu:
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur
segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali
sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu,
Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?
(Yunus: 3)
Pada permulaan ayat ini, Allah menegaskan bahwa Dialah yang
menciptakan langit dan bumi dalam enam hari (masa). Hari yang dimaksud
sebagai rentang waktu penciptaan, bukan seperti hari yang dipahami
manusia saat ini, yaitu hari sesudah terciptanya langit dan bumi. Dengan
75
demikian yang dimaksud dengan hari pada ayat ini adalah masa sebelum itu.
Hari atau masa yang disebut dalam ayat ini, dalam tuntunan agama, hanya
Allah saja yang mengetahuiberapa lamanya.
Sedangkan di dalam tafsir Depag RI menafsirkan, dari surat al-
Furqān: 59, ”yaum” yang diterjemahkan sebagai “hari”, tetapi “hari” dalam
ayat ini bukanlah hari yang lamanya 24 jam, tetapi yaum diartikan sebagai
“masa”.23
Dalam surat Fushshilat: 9, yang dimaksud dengan “hari atau
masa” dalam ayat ini adalah waktu, karena hari dan malam belum ada di
saat langit dan bumi diciptakan.24
Sedang dalam surat as-Sajdah: 4, maksud
enam masa dalam ayat ini bukanlah hari (masa) yang dikenal seperti
sekarang ini, tetapi adalah hari sebelum adanya langit dan bumi.25
Jadi
makna yaum adalah masa dalam bentuk waktu dan terjadi sebelum adanya
langit dan bumi. Adapun mengenai lamanya sehari menurut agama hanya
Allah yang mengetahui, sebab dalam Al-Qur‟ān sendiri ada yang
diterangkan bahwa sehari di sisi Allah sama dengan seribu tahun, dalam
firman-Nya yang disebutkan:
23
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta:
Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 7. h. 41 24
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta:
Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 8. h. 595 25
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta:
Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 7. h. 582
76
“Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, Padahal
Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari
disisi Tuhanmu adalah seperti seribu menurut perhitunganmu.” (al-Hajj:
47)
Dan ada pula yang diterangkan lima puluh ribu tahun seperti dalam
firman-Nya:
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan
dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahdan un.” (al-Ma‟ārij: 4).26
Lebih sempurna dijelaskan pada tafsiran surat Al-A‟rāf: 54 yang
mengambil pendapat Marconi (2003) penjelasan keenam masa tersebut
sebagai berikut: Masa Pertama, yakni masa sejak „Dentuman Besar‟ (Big
Bang) dari Singularity, sampai terpisahnya Gaya Gravitasi dari Gaya
Tunggal (Superforce), ruang-waktu mulai memisah. Namun Komitmen
Ruang-Waktu yang lahir masih berujud samar-samar, dimana energi-materi
dan ruang-waktu tidak jelas bedanya. Masa Kedua, masa terbentuknya
inflasi Jagad Raya, namun Jagad Raya ini masih belum jelas bentuknya, dan
disebut sebagai Cosmic Soup (Sup Kosmos). Gaya Nuklir-Kuat memisahkan
diri dari Gaya Elektro-Lemah, serta mulai terbentuknya materi-materi
fundamental: quarks, antiquarks, dan sebagainya. Jagad Raya mulai
mengembang. Masa Ketiga, masa terbentuknya inti-inti atom di Jagad Raya
ini. Gaya Nuklir-Lemah mulai terpisah dengan Gaya Elektromagnetik. Inti-
26
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta:
Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 3. h. 358-359
77
inti atom seperti proton, netron, dan meson tersusun dari quark-quark ini.
Masa ini dikenal sebagai masa pembentukan inti-inti atom
(Nucleosyntheses). Ruang, waktu serta materi dan energi, mulai terlihat
terpisah. Masa Keempat, elektron-elektron mulai terbentuk, namun masih
dalam keadaan bebas, belum terikat oleh inti-atom untuk membentuk atom
yang stabil. Masa Kelima, terbentuknya atom-atom yang stabil, memisahnya
materi dan radiasi, dan Jagad Raya, terus mengembang dan mulai nampak
transparan. Masa Keenam, Jagad Raya terus mengembang, atom-atom mulai
membentuk aggregat menjadi molekul-molekul, molekul-molekul,
kemudian membentuk proto-galaksi, galaksi-galaksi, bintang-bintang, tata-
surya tata surya, dan planet-planet.27
Dan di bawah ini adalah penggabungan
dari periode yang diilustrasikan Stephen Hawking (The Universe in The
Nutshell, 2001) tentang terbentuknya Jagat Raya (bumi dan langit) yang
terdiri dari sembilan periode.
Periode I: Era Plank (t = 0 sampai dengan 10-43 detik), yaitu sejak
terjadinya Dentuman Besar (Big Bang) dari Singularity sampai waktu 10-43
detik. Absolute Unknown Era, exotic law of physics.
Periode II: Era Grand Unified Theory (10-43-35 detik). Dimulai
ketika umur jagat raya baru sekitar 10-43 detik. Pada Era ini, keseimbangan
materi dan anti-materi akan dimenangkan oleh materi.
Periode-III: Era Gaya Nuklir-Lemah (Electro-weak Era) (10-35 – 10-
10 detik). Dimulai ketika umur jagat raya 10-35 detik. Pada Era ini mulai
terbentuk materi-materi fundamental: quarks dan antiquarks.
27
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta:
Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 3. h. 357-358
78
Periode IV: Era Hadron-Lepton (10-10 – 1 detik). Diawali ketika jagat
raya berumur 10-10 detik. Quark mengalami aggregasi sesamanya
membentuk materi penyusun inti-atom: proton, netron, meson dan barysons.
Periode-V: Era Nucleosyntheses (1 detik – 3 menit). Dimulai ketika
jagat raya berumur 1 detik. Dimana proton, netron saling bergabung
membentuk inti-inti atom (atomic nuclei).
Periode VI: (3 menit – 300.000 tahun) dimulai ketika jagat raya
berumur 3 mennit. Pada periode ini, terbentuklah untuk pertama kalinya inti
atom yang stabil: serta terjadinya kopling materi dan radiasi.
Periode VII: (300.000 tahun-1000 juta tahun). Dimulai ketika jagat
raya berumur 300.000 tahun. Pada periode ini terjadi pemisahan materi dan
energi. Jagat raya menjadi transparan untuk radiasi kosmis.
Periode VIII: (1000 juta – 15.000 juta tahun). Dimulai ketika umur
jagat raya mencapai 1000 juta tahun. Klaster-klaster materi membentuk
quarsar, bintang-bintang, serta proto-Galaksi. Bintang-bintang mulai
mensintesis materi-materi berat.
Periode-IX: Dimulai ketika umur jagat raya mencapai 15.000 juta
tahun. Galaksi-galaksi baru mulai membentuk tata-surya tata-surya. Atom-
atom bergabung membentuk molekul-molekul kompleks, sebagai awal
kehidupan.
Dari sini Marconi menggabungkan periode-I dan II dari Hawking
sebagai Masa Pertama. Dan Periode-IV, V, dan VI sebagai Masa Ketiga.28
28
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama RI
dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya Dalam
Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H. 12-13
79
Sebagaimana yang dijabarkan di atas. Maka dapat disimpulkan bahwa
Markoni di dalam penjabarannya terkait periode setelah Big Bang juga
merujuk Hawking, terdapat elemen-elemen penjelasan Hawking dalam
Tafsir ‟Ilmi Kementrian Agama RI. Meskipun kemudian pendapat itu
dimodifikasi agar sesuai dengan tuntunan al-Qur‟ān, terutama terkait dengan
proses penciptaan yang dikonsepsikan sebagai 6 masa, bukan 9 periode
seperti kata Hawking. Dengan bukti ini, terlihat bahwa kedua pendapat itu
sama saja, hanya kemudian Markoni “mengislamkannya”.
Sedangkan dalam Surah an-Nāzi‟āt: 27-32 diungkapkan secara
kronologis enam masa penciptaan tersebut sebagai berikut:
1. Masa pertama: apakah penciptaan kamu yang lebih hebat
ataukah langit yang telah dibangun-Nya? (ayat 27). Ayat ini menjelaskan
tentang penciptaan alam semesta dengan peristiwa “Big Bang”, ledakan
besar sebagai awal lahirnya ruang dan waktu, termasuk materi.
2. Masa kedua: Dia telah meninggikan bangunannya lalu
menyempurnakannya (ayat 28). Ayat ini menjelaskan tentang
pengembangan alam semesta, sehingga benda-benda langit makin berjauhan
yang dalam bahasa awam berarti langit makin tinggi. Lalu
menyempurnakannya, dalam arti pembentukan benda langit bukanlah proses
sekali jadi, tetapi proses evolutif (perubahan bertahap) dari awan antar
bintang, menjadi bintang, lalu nanti akhirnya mati dan digantikan generasi
bintang-bintang baru.
3. Masa ketiga: dan Dia menjadikan malamnya (gelap gulita), dan
menjadikan siangnya (terang benderang) (ayat 29). Ayat ini bercerita khusus
80
tentang tata surya yang juga berlaku pada bintang-bintang lain. Masa ini
adalah masa penciptaan matahari yang bersinar dan bumi (serta planet-
planet lainnya) yang berotasi sehingga ada fenomena malam dan siang.
Adanya matahari sebagai sumber cahaya, bumi berotasi menjadikan malam
dan siang.
4. Masa keempat: Dan setelah itu bumi Dia hamparkan (ayat 30).
Ayat ini menjelaskan proses evolusi di planet bumi. Setelah bulan terbentuk
dari lontaran sebagai kulit bumi karena tumbukan benda langit lainnya,
lempeng benua besar (Pangea) kemudian “dihamparkan” yang menjadikan
benua-benua mulai terpisah membentuk 5 benua plus Antariksa.
5. Masa kelima: Darinya Dia pancarkan mata air, dan
(ditumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya (ayat 31). Ayat ini menjelaskan awal
penciptaan kehidupan di bumi (mungkin juga di planet lain yang disiapkan
untuk kehidupan) dengan menyediakan air.
6. Masa keenam: Dan gunung-gunung Dia pancangkan dengan
teguh. (Semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu
(ayat 32 dan 33). Ayat ini menjelaskan lahirnya gunung-gunung akibat
evolusi geologi dan mulai diciptakannya hewan dan kemudian manusia.29
Mengenai surat an-Nāzi‟āt: 27-33 Bucaille berpendapat. Ada dua hal
yang dibicarakan: kelompok kejadian-kejadian samawi, dan kelompok
kejadian-kejadian di bumi yang diterangkan dengan waktu. Menyebutkan
hal-hal tersebut mengandung arti bahwa bumi harus sudah ada ketika
29
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama
RI DENGAN Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya
Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H.
20-21
81
sebelum digelar dan bahwa bumi itu sudah ada ketika Tuhan membentuk
langit. Dapat kita simpulkan bahwa evolusi langit dan bumi terjadi pada
waktu yang sama, dengan kait mengait antara fenomena-fenomena. Oleh
karena itu tak perlu member arti khusus mengenai disebutkannya bumi
sebelum langit atau langit sebelum bumi dalam penciptaan alam. Tempat
kata-kata tidak menunjukkan urutan penciptaan, jika memang tak ada
penentuan dalam hal ini pada ayat-ayat lain.30
Penciptaan langit dan bumi dalam enam masa ini juga
disebutkan dalam beberapa ayat lain, seperti yang terdapat pada surah
Hud/11: 7, sebagai berikut:
“Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan
adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji
siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata
(kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan
sesudah mati", niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini tidak
lain hanyalah sihir yang nyata". (Hūd: 7)
30
Maurice Bucaille. Bibel, Qur‟ān dan Sains Modern. Terj. H. M. Rasjidi. (Jakarta: Bulan
Bintang, 2001) H.165
82
Bila diperhatikan, ungkapan penciptaan langit dan bumi dalam enam
masa pada ayat ini, dikaitkan dengan informasi bahwa „Arsy Allah berada di
atas air. Artinya, air ternyata sudah ada ketika langit dan bumi diciptakan.
Dengan kata lain, air telah ada pada saat awal penciptaan. Keterangan ini
merupakan isyarat bahwa air adalah unsur pokok dalam penciptaan makhluk
hidup. Karena dalam kenyataannya, semua makhluk hidup memang
memerlukan air. Selanjutnya diterangkan pula bahwa tujuan dari semua
penjelasan itu adalah untuk menguji siapa di antara manusia yang lebih baik
perbuatannya.31
Selanjutnya Allah menerangkan bahwa Dia adalah Pemilik dan
Pengatur seluruh alam dan isinya. Hal ini merupakan ungkapan yang logis.
Pencipta sesuatu adalah pemilik dan pengaturnya, dan ini pula yang hendak
ditegaskan Allah tentang masalah yang terkait dengan alam semesta ini.
Selain itu, penegasan ini juga untuk menunjukkan bahwa Dialah yang
Mahakuasa. Karena itu, hanya Dia yang berhak disembah oleh semua
makhluk di alam ini.
Ketika Rasulullah SAW ditanya tentang „Arsy, beliau mengatakan:
Bersabda Rasulullah, “Dahulu, Allah telah ada, dan belum ada
sesuatupun sebelum-Nya dan adalah „Arsy-Nya di atas air, kemudian Dia
menciptakan langit dan bumi, dan menulis segala sesuatu di Lauh Mahfūz.”
(Riwayat al-Bukhari dalam Kitab at-Tauhid).32
31
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama
RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya
Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H.
5 32
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta:
Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 4. h. 252
83
Namun Ahmad Baiquni berpendapat bahwa makna “ma‟” tidak
sesederhana memaknainya dengan air, namun “ma‟” bermakna fluida,
dengan alasan berangkat dari makna “‟Arsy”. “‟Arsy” tak akan ditafsirkan
sebagai singgasana, untuk menghindarkan gambaran yang bukan-bukan,
melainkan dapat kita beri pengertian yang lebih luas yaitu: Kerajaan atau
Pemerintahan; sebab, singgasana adalah lambang kekuasaan dan
pemerintahan. Seorang raja yang turun tahta dalam realitas melepaskan
seluruh kekuasaannya. Suhu dan kerapatan materi dan radiasi yang sangat
tinggi yang ada waktu itu, memungkinkan mereka saling berinteraksi , dan
berubah yang satu menjadi yang lain, dan bersifat sebagai zat alir yang
sangat panas; para fisikawan menamakannya “sop kosmos”. Dalam kondisi
seperti tersebut di atas tidaklah mungkin kata “ma‟” diartikan sebagai air;
lebih tepat bila ia dipahami sebagai “suatu bentuk fluida” saja, zat alir yang
amat panas. Jadi, bila dikatakan bahwa Tahta-Nya tegak di atas “ma‟”, maka
pernyataan itu mengandung makna bahwa Pemerintahan-Nya ditegakkan
pada seluruh isi alam yang pada waktu itu masih berbentuk fluida; zat alir.
Semua peraturan yang ditetapkan-Nya, yang mengatur sifat dan kelakuan
alam semesta, seawal itu telah diberlakukan terhadap apa yang dinamakan
“sop kosmos”; bentuk alam semesta pada suhu yang amat tinggi sekali. 33
Ayat yang membicarakan pula tentang air yaitu pada surat al-Anbiya‟:
30
33
Prof. Achfmad Baiqunu, Msc. Phd. Al-Qur‟ān dan Ilmu Pengetahuan Kealaman.
(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997) h. 231-232.
84
“Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya
langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian
Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu
yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?” (Al-Anbiyā‟:
30)
Bumi sebelum menjadi tempat hidupnya berbagai makhluk hidup
adalah sebuah satelit yaitu benda angkasa yang mengitari matahari. Satelit
bumi yang semula panas sekali ini karena berputar terus menerus maka lama
kelamaan menjadi dingin dan berembun. Embun yang lama menjadi
gumpalan air. Inilah yang menjadi sumber kehidupan makhluk.
Menurut para ilmuan sains dan teknologi, ada tiga pendapat yang
terkait dengan kehidupan yang dimulai dari air, yaitu: Pertama, kehidupan
dimulai dari air, dalam hal ini laut. Teori modern tentang asal mula
kehidupan belum secara mantap disetujui sampai sekitar dua atau tiga abad
yang lalu. Sebelum itu, teori yang mengemuka mengenai asal mula
kehidupan adalah suatu konsep yang diberi nama “generasi spontan”. Dalam
konsep ini disetujui bahwa makhluk hidup ada dengan spontan ada dari
ketidakadaan. Teori ini kemudian ditentang oleh beberapa ahli di sekitar
tahun 1850-an, antara lain oleh Louis Pasteur. Dimulai dengan penelitian
85
yang dilakukan oleh Huxley dan sampai penelitian masa kini, teori lain
ditawarkan sebagai alternatif.
Teori ini percaya bahwa kehidupan muncul dari rantai reaksi kimia
yang panjang dan kompleks. Rantai kimia ini dipercaya dimulai dari dalam
air laut, karena kondisi atmosfer saat itu belum berkembang menjadi
kawasan yang dapat dihuni makhluk hidup karena radiasi ultraviolet yang
terlalu kuat. Diperkirakan, kehidupan bergerak menuju daratan pada 425
juta tahun yang lalu saat lapisan ozon mulai ada untuk melindungi
permukaan bumi dari radiasi ultraviolet.
Kedua, peran air bagi kehidupan dapat juga diekspresikan dalam
bentuk bahwa semua benda hidup, terutama kelompok hewan, berasal dari
cairan sperma. Diindikasikan bahwa keanekaragaman binatang “datangnya”
dari air tertentu (sperma) yang khusus dan menghasilkan yang sesuai
dengan ciri masing-masing binatang yang dicontohkan.
Ketiga, pengertian ketiga adalah bahwa air merupakan bagian yang
penting agar makhluk dapat hidup. Pada kenyataannya, memang sebagian
besar bagian tubuh makhluk hidup terdiri dari air. Misalnya saja pada
manusia, 70% bagian berat tubuhnya terdiri dari air. Manusia tidak dapat
bertahan lama apabila 20% saja dari sediaan air yang ada di tubuhnya
hilang. Manusia dapat bertahan hidup selama 60 hari tanpa makan, akan
tetapi mereka akan segera mati dalm waktu 3-10 hari tanpa minum. Juga
diketahui bahwa air merupakan bahan pokok dalam pembentukan darah,
86
cairan limpa, kencing, air mata, cairan susu dan semua organ lain yang ada
di dalam tubuh manusia.34
Menurut terminology sains, makna air merupakan; kumpulan unsure
kimiawi berupa oksigen (O) dan hydrogen (H). Unsure pertama yaitu
oksigen dibutuhkan oleh umat manusia dan makhluk hidup lainnya, sedang
hydrogen (H) dapat memunculkan atau mengakibatkan terjadinya ledakan
besar.35
Dalam surat Hud: 7 makna al-ma‟ yang lebih tepat diartikan dengan
zat alir atau sop kosmos karena pembicaraannya dikaitkan dengan fase
penciptaan alam semesta. Sedangkan dalam surat al-Anbiya‟: 30
pembicaraan tentang al-ma‟ titik tekannya pada sangat sentralnya ia
diperlukan oleh kehidupan. Ini berarti al-ma‟ yang dimaksud oleh surat al-
Anbiya‟: 30 adalah yang terdiri dari atom oksigen dan atom-atom hitrogen.
Karenanya al-ma‟ di sini berbeda dengan al-ma‟ dalam surat Hud: 7, lebih
tepat diartikan dengan air. Hal ini sesuai dengan isyarat ayat yang
menghubungkan pembicaraan al-ma‟ dengan telah sempurnanya proses
penciptaan alam semesta.36
Dalam surah al-Hadid/57: 4 disebutkan bahwa penciptaan langit dan
bumi dalam enam masa ini dikaitkan dengan pengetahuan Allah tentang hal-
hal lain. Ayat itu adalah sebagai berikut:
34
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta:
Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 6. h. 251-252 35
Rosadisastra, Andi. Metode Tafsir Ayat-ayat Sains dan Sosial. Jakarta: Amzah. 2007. H.
205 36
Sirajuddin Zar. Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains dan Al-Qur‟ān.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1994. H. 128-129
87
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa:
kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk
ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari
langit dan apa yang naik kepada-Nya. dan Dia bersama kamu di mama saja
kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (Al-
Hadid: 4)
Keterangan yang ditambahkan setelah pernyataan penciptaan langit
dan bumi dalam enam masa adalah bahwa Allah mengetahui apa yang
masuk dan keluar dari bumi serta apa yang turun dan naik ke langit. Selain
itu, Allah juga mengetahui secara rinci apa yang diperbuat manusia.
Penjelasan ini untuk menegaskan bahwa sebagai Pencipta, Allah
mengetahui segala apa yang terjadi pada ciptaan-Nya. Tidak satupun
peristiwa yang luput dari pengetahuan-Nya.37
Dalam surah al-Furqon/25: 59 disebutkan bahwa penciptaan langit dan
bumi dalam enam masa ini dikaitkan dengan penjelasan tentang sifat Allah.
Perhatikan bunyi ayat berikut:
37
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama
RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya
Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H.
5
88
“Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara
keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy,
(Dialah) yang Maha pemurah, Maka Tanyakanlah (tentang Allah) kepada
yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia.” (Furqaan: 59)
Ayat ini mengaitkan penciptaan langit dan bumi dalam enam masa
dengan salah satu sifat Allah, yaitu Maha Pengasih. Ungkapan ini
menjelaskan bahwa Allah Sang Pencipta sangat kasih kepada semua
makhluk yang telah diciptakan-Nya. Penciptaan itu sendiri telah
menunjukkan bahwa Dia memang Mahakasih. Selanjutnya, Dia pula yang
akan selalu memiliki, menjaga, dan memelihara semua ciptaan-Nya.38
Penciptaan langit dan bumi dalam enam masa juga dikaitkan dengan
sifat Allah yang lain, yaitu pelindung dan penolong. Perhatikan Surah as-
Sajadah/32: 4 berikut ini:
38
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama RI
dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya Dalam
Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H. 6
89
“Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di
antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas
'Arsy[1188]. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun
dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka Apakah kamu tidak
memperhatikan?” ('as-Sajdah: 4)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa setelah menciptakan semua yang ada,
maka Allah juga yang akan selalu melindungi dan menolong para makhluk.
Inilah bentuk kasih saying Allah kepada makhluknya. Dia tidak akan
meninggalkan ciptaan-Nya dalam satu kesulitan. Karena itu, bila ada
makhluk yang mengalami kekurangan atau hal lain, Dia menganjurkan
untuk meminta atau memohon kepada-Nya, dan Dia pasti akan
mengabulkan (lihat juga surah Gafir/40: 60 dan Surah al-Baqarah/2: 186).39
Dalam ayat lain, penciptaan langit dan bumi dalam enam masa juga
dikaitkan dengan sifat Allah yang tidak pernah letih, meski telah mencipta
sedemikian banyak makhluk. Hal ini disebutkan dalam surah Qaf/50: 38
berikut:
39
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama
RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya
Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H.
6
90
“Dan Sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada
antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa
keletihan.” (Qaf: 38)
Ayat ini menginformasikan bagaimana keperkasaan Allah yang tidak
pernah ditimpa keletihan atau kelelahan. Walaupun telah melakukan
kegiatan yang sangat hebat, yaitu mencipta tujuh langit, bumi, dan segala
isinya, namun Dia tetap perkasa. Inilah salah satu hal yang membedakan
Allah dari manusia yang selalu merasa letih atau lelah setelah bekerja berat.
Penting untuk diperhatikan, meski yang disebut dalam ayat-ayat di
atas hanya langit dan bumi, tetapi yang dimaksud adalah semua yang ada di
ala mini. Sebab, yang dimaksud dengan langit adalah semua hal yang ada di
atas, dan yang dimaksud dengan bumi adalah semua hal yang di bawah.
Dalam kaitan ini, termasuk pula seluruh makhluk yang ada di antara
keduanya. Makna demikian sebagaimana dijelaskan dalam Surah al-
Furqan/25: 59.40
Pada beberapa surat yang disebutkan di atas terdapat penyebutan
kata khalaqa dan khalaqna. Menjadi pertanyaan, mengapa al-Qur‟an
menggunakan bentuk plural yaitu kami untuk Allah.
Perlu diketahui bahwa diantara uslub (metode) bahasa Arab adalah
bahwa seseorang dapat menyatakan tentang dirinya dengan kata ganti
'nahnu' (kami) untuk menunjukkan penghormatan. Atau dia menyebut
40
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama
RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya
Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H.
6-7
91
dirinya dengan dhamir (kata ganti) 'أنا' (saya) atau dengan kata ganti ketiga
seperti هو' (dia). Ketiga metode ini terdapat dalam Al-Qurān dan Allah
Ta'ala menyampaikan kepada bangsa Arab apa yang dipahami dalam bahasa
mereka.41
Allah SWT terkadang menyebutkan dirinya dengan sighah mufrad (sendiri)
secara nampak atau mudhmar (tersembunyi). Tekadang dengan shigah
jama‟. Seperti firman-Nya. Dan tidak pernah menyebutkan nana-Nya
dengan shighoh tatsniyah (bentuk dua). Karena shigoh jama‟ mengandung
pengagungan yang layak bagi-Nya. Terkadang menunjukkan makna nama-
nama-Nya. Sementara sighah tatsniyah (bentuk dua) menunjukkan bilangan
tertentu. Dan Dia tersucikan dari itu.42
Lafaz ( إنا ) dan ( نحن ) atau selainnya termasuk bentuk jamak, tapi
dapat diucapkan untuk menunjukkan seseorang yang mewakili
kelompoknya, atau dapat pula disampikan mewakili seseorang yang agung.
Sebagaimana dilakukan oleh sebagian raja apabila mereka mengeluarkan
keputusan atau ketetapan, maka dia berkata, "Kami tetapkan…" atau
semacamnya, padahal dia yang menetapkan itu hanyalah satu orang. Akan
tetapi diungkapkan demikian untuk menunjukkan keagungan. Maka yang
paling berhak diagungkan oleh setiap orang adalah Allah Azza wa Jalla.
Maka jika Allah mengatakan dalam Kitab-Nya, ( إنا ), sesungguhnya Kami,
atau ( نحن ), kami, itu adalah bentuk pengagungan, bukan menunjukkan
bilangan.
41
Fatawa Lajnah Daimah, 4/143. 42
Ibnu Taymiyah. „Al-Aqidah At-Tadmuriyah. hal. 75.
92
Bermakna juga kata “Kami” bahwa dalam mengerjakan tindakan
tersebut, melibatkan unsur-unsur makhluk (selain diri-Nya sendiri). Dalam
kasus nuzulnya al-Qur‟ān, makhluk-makhluk yang terlibat dalam
pewahyuan dan pelestarian keasliannya adalah sejumlah malaikat, terutama
Jibril; kedua Nabi sendiri; ketiga para pencatat/penulis wahyu; keempat,
para huffadz (penghafal) dll.43
Dan yang terakhir bias juga bermakna bahwa yat yang menggunakan
kata Kami biasanya menceritakan sebuah peristiwabesar yang berada di luar
kemampuan jangkauan nalar manusia, seperti penciptaan Adam, penciptaan
bumi, dan langit. Di sini, selain peristiwa itu sendiri yang bernilai besar,
Allah sendiri ingin menokohkan/member kesan “Kemahaan-Nya” kepada
manusia, agar manusia dapat menerima/mengimani segala sesuatu yang
berada di luar jangkauan nalar/rasio manusia.44
Setelah mengetahui makna yaum dan hakikat enam masa, muncul
pertanyaan, apakah langit, bumi dan segala isinya diciptakan secara
bersamaan atau terpisah? Hasil telaah dan penelitian menyimpulkan bahwa
proses penciptaan langit dan bumi terjadi secara terpisah. Enam masa
terbagi menjadi tiga tahapan, seperti yang diterangkan dalm surat Fussilat:
43
http://bin99.wordpress.com/about/penggunaan-kata-kami-dalam-al-quran/. Diakses pada
tanggal 12 Mei 2014. 44
http://bin99.wordpress.com/about/penggunaan-kata-kami-dalam-al-quran/. Diakses pada
tanggal 12 Mei 2014.
93
9-12. Langit dua masa, bumi dua masa, dan segala isi bumi dua masa.45
Yaitu sebagai berikut:
a. Penciptaan Tujuh Langit dalam Dua Masa
Uraian di atas menjelaskan bahwa enam masa itu meliputi
penciptaan langit, bumi dan isinya. Pertanyaannya, apakah langit, bumi
dan segala isinya diciptakan secara bersamaan atau terpisah? Hasil telaah
dan penelitian menyimpulkan bahwa proses penciptaan langit dan bumi
terjadi secara terpisah. Berikut penjelasan dari masing-masing
penciptaan.
Penciptaan tujuh langit itu terjadi dalam dua masa. Allah
memberikan informasi yang demikian, sebagaimana yang disebutkan
dalam surah Fussilat/41: 12, yaitu:
“Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia
mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan Kami hiasi langit
yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami
memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang
Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.” (Fusshilat: 12)
45
Ringkasnya secara urut sebagai berikut: penciptaan bumi 2 hari, penciptaan isi bumi dan
makanan penduduknya 2 hari (dari dua proses tersebut di atas: penciptaan bumi 2 hari dan
penciptaan isinya 2 hari, maka total proses penciptaan bumi + isinya adalah 4 hari) penciptaan
langit 2 hari sehingga, 2+2+2 = 6.
94
Ayat ini menerangkan bahwa Allah menyempurnakan kejadian
langit dan menjadikannya tujuh lapis dalam dua masa. Masa yang
dimaksud, sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, adalah dua periode
yang rentang waktunya sangat panjang. Pada awalnya, Allah
menciptakan langit pertama, dan kemudian disempurnakan menjadi tujuh
lagit yang berlapis-lapis. Dalam surah al-Baqarah/2: 29 disebutkan:
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya
tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (AL-Baqarah:
29).
Setiap langit memiliki fungsi dan keadaan yang berbeda. Masing-
masing langit mempunyai kegunaan yang berbeda untuk kepentingan
makhluk yang ada di bawahnya, misalnya: langit yang berfungsi
memperkuat gaya tarik planet-planet sehingga benda-benda tetap
bergerak pada orbitnya, tidak oleng, atau menyimpang yang mungkin
bisa menyebabkan tabrakan antara satu dengan lainnya.
Langit yang terdekat dengan bumi, dihiasi dengan bintang-bintang
yang gemerlapan. Ada bintang yang bercahaya sendiri, dan ada pula yang
hanya memantulkan cahaya sinar matahari atau bintang lainnya. Karena
itu, cahayanya terlihat berbeda antara bintang yang satu dengan lainnya.
Dan ketidaksamaan cahaya ini menimbulkan keindahan yang tiada
taranya.
95
Semua ini merupakan ciptaan Allah Yang Maha kuasa, dan tunduk
pada ketetapan-Nya. Tidak ada satupun yang menyimpang dari ketentuan
yang telah digariskan. Inilah kekuasaan Dia Yang Mahakuasa.46
b. Penciptaan Bumi dalam Dua Masa
Penciptaan bumi sebagaimana penciptaan langit, terjadi dalam dua
masa pula. Allah mengisyaratkan hal ini dalam surah Fussilat/41: 9
sebagai berikut:
“Katakanlah: "Sesungguhnya Patutkah kamu kafir kepada yang
menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu
bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam".
(Fussilat: 9)
Ayat ini memberikan informasi tentang penciptaan bumi dalam dua
periode. Sebagian ahli tafsir berpendapat, maksud penciptaan bumi pada
ayat ini adalah menciptakan wujudnya dalam dua masa. Disimpulkan
demikian, karena pada waktu diciptakan langit dan bumi, hari atau siang
dan malam seperti yang diketahui sekarang belum ada. Sedang menurut
pandangan ilmiah, maksudnya adalah pembentukan bumi dalam dua
46
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama
RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya
Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H.
7-8
96
masa. Ini berarti bahwa pembentukan bumi dari awal sampai pada
keadaannya seperti sekarang mengalami proses dalam dua periode.
Hari atau periode pertama dari masa penciptaan bumi, adalah
rentang waktu sekitar miliaran tahun yang lalu, adalah rentang waktu
sekitar miliaran tahun yang lalu, yaitu ketika yang ada hanya awan debu
dan gas yang mengapung di angkasa yang mulai mengecil. Materi pada
pusat awan itu mengumpul menjadi matahari. Sedang sisa gas dan
debunya memipih berbentuk cakram di sekitar matahari. Kemudian butir-
butir debu dalam awan itu saling melekat dan membentuk planetisimal
yang kemudian saling bertabrakan membentuk planet. Di antara planet-
planet itu adalah bumi.
Hari atau periode kedua diawali ketika proses pemanasan akibat
peluruhan radioaktif menyebabkan proto bumi meleleh, dan bahan-bahan
yang berat seperti besi tenggelam ke perut bumi, sedang yang ringan
seperti air dan karbondioksida beralih keluar. Planet bumi kemudian
mendingin. Kemudian sekitar 2,5 miliar tahun, bumi mulai terlihat
seperti yang kita temukan saat ini.47
Makna pembentukan bumi dalam waktu dua hari, dapat
ditafsirkan secara ilmiah bahwa pembentukan bumi ini terjadi pada dua
periode atau dua masa. Hari pertama adalah masa ketiga sekitar 4,6
miliar yang lampau, awan debu dan gas yang mengapung di ruang
angkasa mulai mengecil. Materi pada pusat awan itu mengumpul menjadi
47
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama
RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya
Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H.
9
97
matahari dan sisa gas dan debunya memipih berbentuk cakram di sekitar
matahari. Kemudian butir-butir debu dalam awan itu saling melekat dan
membentuk planetisimal yang kemudian saling bertabrakan membentuk
planet, di antaranya adalah bumi. Hari kedua diawali ketika proses
pemanasan akibat peluruhan radioaktif menyebabkan proto bumi
meleleh, dan bahan-bahan yang berat seperti besi tenggelam ke pusat
bumi sedangkan yang ringan seperti air dan karbondioksida beralih ke
luar. Planet bumi kemudian mendingin dan sekitar 2,5 miliar tahun yang
lampau bumi terlihat seperti apa yang kita lihat sekarang ini.48
c. Penciptaan Isi Bumi dalam Dua Masa
Setelah Allah menciptakan langit dalam dua masa, dan bumi dalam
dua masa pula, selanjutnya diciptakan makhluk-makhluk lain yang akan
mengisi bumi dan langit atau ruang yang terdapat di atas bumi. Proses ini
merupakan penyempurnaan dari ciptaan-Nya. Tujuannya, memperindah
bumi ini dengan gunung-gunung, beragam tumbuhan, dan hal-hal yang
diperlukan bagi kehidupan manusia serta makhluk lain. Dalam surah
Fussilat/41: 10, dijelaskan sebagai berikut:
“Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di
atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar
makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu
sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.”(Fussilat: 10)
48
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta:
Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 8. h. 596
98
Allah menciptakan bumi dan gunung-gunung yang ada dalam dua
masa. Tujuannya, memperlihatkan keindahan penciptaan dan hukum
yang berlaku pada bumi. Dengan adanya gunung-gunung, permukaan
bumi menjadi indah, tidak monoton, dan tidak membosankan.
Keberadaan gunung menjadi sebagian bumi dataran tinggi, sedang
lainnya sebagai lembah dan dataran rendah. Kesemuanya membentuk
keharmonisan hamparan bumi ciptaan Allah.
Allah juga melingkupi bumi seisinya dengan keberkahan bagi
makhluk-Nya, termasuk manusia. Bumi diisi dengan segala keperluan
makhluk, dari makanan yang berupa tumbuhan dan hewan, udara untuk
bernafas, lautan yang luas dengan segala isinya, barang tambang yang
terpendam di perut bumi, dan lain sebagainya.
Penciptaan bumi dengan segala isinya ini terjadi dalam empat masa.
Jika pada ayat sebelumnya (lihat Fussilat/41: 9) dijelaskan bahwa bumi
diciptakan dalam dua masa, maka bisa dipahami bahwa penciptaan isi
bumi terjadi dalam dua masa pula. Dengan demikian, empat masa dalam
ayat ini merupakan rentang waktu penciptaan bumi dan semua yang ada
padanya, baik yang ada di atas permukaan, maupun yang ada di dalam
perutnya.49
Allah menerangkan bahwa Dia menciptakan bumi dan gunung-
gunung yang ada padanya dalam dua masa dan menciptakan keperluan-
keperluan, makanan, dan sebagainya dalam dua masa pula. Semuanya
49
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama
RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya
Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H.
10-11
99
dilakukan dalam empat masa. Dalam waktu empat masa itu, terciptalah
semuanya dan dasar-dasar dari segala sesuatu yang ada di ala mini,
sesuai dengan masa dan keadaan dalam perkembangan selanjutnya.
Tafsiran ilmiah empat hari, bisa jadi tercermin empat masa dalam
kurun waktu geologi yakni: Proterozoikum, dimana kehidupan masih
sangat tidak jelas; Paleozoikum di mana kehidupan mulai jelas yang
ditandai antara lain oleh amfibi, reptile, ikan-ikan besar, dan tumbuhan
paku; Mesozoikum, kehidupan pertengahan yang ditandai dengan
berlimpahnya vegetasi dan binatang laut, antara lain hewan laut, komodo,
pohon daun lebar; dan Kenozoikum, kehidupan baru, dimana ditandai
oleh banyaknya kehidupan di zaman Kenozoikum yang punah. Pada
masa Kenozoikum ditandai oleh munculnya gajah, dan pepohonan
semakin berkembang dan paling penting adalah kemunculan manusia.50
Menurut teori ilmu pengetahuan, ayat di atas (Fussilat: 11)
menggambarkan mengenai permulaan alam semesta. ilmu kosmologi
modern, baik dari pengamatan maupun teori, secara jelas
mengindikasikan bahwa pada suatu saat, seluruh alam semesta terdiri
hanya dari awan dari “asap” yang terdiri atas komposisi gas yang padat
dan sangat panas. Kumpulan ini terdiri atas sejumlah besar kekuatan
atom yang saling berkaitan dan berada di bawah tekanan yang sangat
kuat. Jari-jari kumpulan yang berbentuk bola ini diperkirakan sekitar 5
juta kilometer. Cairan atom pertamanya berupa ledakan dahsyat (yang
biasa disebut Big Bang), dan mengakibatkan terbentuk dan terpencarnya
50
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta:
Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 8. h. 597
100
berbagai benda langit. Hal ini sudah menjadi prinsip yang teruji dan
menjadi dasar dalam kosmologi modern. Karena bumi dan langit di
atasnya (matahari, bulan, bintang, planet, galaksi, dan sebagainya)
terbentuk dari “asap” yang sama, maka para pakar menyimpulkan bahwa
bumi dan isi langit seluruhnya adalah satu kesatuan sebelumnya. Dari
material “asap” yang sama ini, kemudian mereka terpisah satu sama lain.
Seolah-olah Allah menerangkan bahwa bumi lebih dahulu diciptakan dari
langit dengan segala isinya, termasuk di dalamnya matahari, bulan, dan
bintang-bintang. Ayat yang lain menerangkan bahwa Allah menciptakan
langit lebih dahulu dari menciptakan bumi. Oleh karena itu, ada sebagian
mufassir yang mencoba mengompromikan kedua ayat ini. Menurut
mereka, dalam perencanaan, Allah lebih dahulu merencanakan bumi
dengan segala isinya. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, Allah
menciptakan langit dengan segala isinya lebih dahulu, kemudian sesudah
itu baru menciptakan bumi dengan segala isinya.51
Kemudian Allah
menyempurnakan kejadian langit itu dengan menjadikan tujuh langit
dalam dua masa yang dijelaskan dalam surat Fussilat: 12.
Dari pembahasan di atas, dimulai dengan asal mula alam semesta
dibuktikan dalam makna lafal khalaqa, kun fa yakūn, pemisahan langit
dan bumi, meluasnya alam semesta sampai pada proses penciptaannya.
Semua tidak bertentangan dengan sains yang berkembang di Barat,
malah saling melengkapi. Namun yang perlu diperhatikan untuk melihat
perbandingan antara dua konsep ini, yaitu usaha Hawking untuk
menemukan teori segalanya adalah berangkat dari partikel yang sangat
51
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta:
Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 8. h. 598
101
kecil yang dikenal dengan quark. Dalam al-Qur‟ān telah disebutkan
tentang konsep atom dan konsep bahwa ada yang lebih kecil dari atom
seperti disebutkan dalam al-Qur‟ān surat an-Nisā‟: 40.
“Sesungguhnya Allah tidak Menganiaya seseorang walaupun sebesar
zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan
melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang
besar.” (an-Nisā‟: 40)
“Kamu tidak berada dalam suatu Keadaan dan tidak membaca suatu
ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan,
melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya.
tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom)
di bumi ataupun di langit. tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula)
yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang
nyata (Lauh Mahfuzh).” (Yunus: 61)
102
Terdapat beberapa jenis quark, dan sedikitnya ada enam flavor,
yang disebut up, down, stange, charmed, bottom, dan top. Setiap flavor
terdiri dari tiga warna, yakni merah, hijau dan biru. Perlu ditekankan
bahwa istilah-istilah seperti flavor dan khususnya warna hanya
merupakan label atau pengenal saja. Quark jauh lebih kecil dari panjang
gelombang cahaya tampak sehingga tidak akan memiliki warna dalam
keadaan yang sebenarnya. Proton dan netron terdiri dari tiga quark
dengan warna yang berbeda. Proton tersusun atas dua quark up dan satu
quark down, sedangkan netron tersusun dari dua quark down dan satu
quark up.
Kalau ternyata proton dan netron dapat dibagi menjadi partikel-
partikel yang lebih elementer, maka partikel elementer apakah yang
merupakan penyusun dasar semua benda di semesta? Oleh karenanya
pencarian partikel elementer ini akan terus berlangsung.52
Dan usaha
pencarian itupun sampai pada teori-Mnya Hawking yang sudah di bahas
di bab sebelumnya.
C. Peran Tuhan dalam Penciptaan Alam Semesta
Stephen Hawking termasuk salah satu ilmuwan yang percaya bahwa
jagat raya ini diciptakan dari suatu ketiadaan, yang ditandai dengan suatu
peristiwa yang menakjubkan yang disebut sebagai Big Bang. Ia adalah
seorang saintis yang paling kontemporer yang bisa disejajarkan dengan nama-
52
Agus Mulyono dan Ahmad Abtokhi. Fisika dan Al-Qur‟ān. (Malang: UIN Malang Press,
2006) h. 110
103
nama seperti Einstein maupun Newton, dalam tulisannya A Brief History of
Time (1988) memberikan kesaksian mengenai hal itu.53
Hawking juga percaya
dengan temuan terkini tentang pemuaiaan jagat raya yang dikemukakan oleh
Hubble, yang sekaligus menggugurkan pandangan tentang jagat raya statis
(Steady State Theory).
Secara logis, pertanyaan apakah waktu semesta ini memang ada titik
awalnya tidaklah relevan dengan pertanyaan apakah semesta diciptakan, atau
ada tanpa pencipta. Pertanyaan tetap sama, entah waktu memang punya titik
awal atau waktu selalu ada. Pertanyaannya adalah, apa yang dapat
menjelaskan keberadaan ruang dan waktu, atau tidak ada penjelasan sama
sekali?
Stephen Hawking, tidak biasanya, agak naif ketika dia mengatakan,
“Sejauh semesta ada titik awalnya, kita dapat mengira ada penciptanya.
Namun, seandainya semesta benar-benar sepenuhnya mencukupi pada dirinya
sendiri, tidak memiliki batas atau titik ujung, semesta tidak memiliki baik titik
awal maupun akhir: semesta hanya sekedar ada. Kalau begitu di mana tempat
bagi Sang Pencipta?” Dia menyajikan gambaran tentang semesta tanpa ruang
bagi Tuhan, yang telah didepak ke luar dari alam semesta oleh hukum-hukum
alam universal. Hawking kemudian menyarankan bahwa mungkin Tuhan
memiliki pijakan kaki terakhir pada realitas: mungkin Dia dibutuhkan untuk
memulai seluruh proses itu. Namun, kata Hawking, jika alam semesta tidak
53
Berdasarkan Hawking, A Brief History of Time. From Big Bang to Black Holes, London,
Bantam Press, 1988, h. 50. Dalam keseluruhan tulisan yang menjadi best-seller itu Hawking
dengan sangat meyakinkan menguraikan adanya awal dan akhir dari alam semesta, tetapi di sini
Hawking tidak membahas implikasi filosofis dan metafisis realitas dalam sains tersebut, yaitu
mengenai kemungkinan penciptaan dan eksistensi Allah. Agaknya dia secara ketat ingin tetap
berdiri dalam posisinya sebagai seorang saintis.
104
memiliki titik awal, Tuhan sudah diusir dari tempat persembunyian-Nya yang
terakhir, dan karena itu gagasan tentang Tuhan mubazir.54
Hawking mengambil posisi agnostik dalam masalah agama. Ia telah
menggunakan kata “Tuhan” (secara metaforis) untuk menggambarkan poin
dalam buku-buku dan pidatonya. Mantan istrinya, Jane, menyatakan saat
proses perceraian bahwa Hawking adalah seorang ateis. Hawking menyatakan
bahwa ia “tidak religius secara akal sehat” dan ia percaya bahwa “alam
semesta diatur oleh hukum ilmu pengetahuan. Hukum tersebut mungkin
dibuat oleh Tuhan, tetapi Tuhan tidak melakukan intervensi untuk melanggar
hukum.” Hawking membandingkan agama dan ilmu pengetahuan pada tahun
2010, menyatakan: “Terdapat perbedaan mendasar antara agama, yang
berdasarkan pada kewenangan, [dan] ilmu pengetahuan, yang berdasarkan
pada observasi dan alasan. Ilmu pengetahuan akan menang karena memang
bekerja.”55
Bermula dari serangan terhadap teori Big Bang, yaitu adanya
singularitas. Dimana hukum fisika runtuh pada saat dentuman besar. Maka
Hawking menerapkan teori Kuantum, untuk menjawab awal semesta.
Sehingga muncul teorinya yang sangat fenomenal, yaitu Teori-M adalah teori
gravitasi supersimetris yang paling umum dan merupakan satu-satunya
kandidat teori alam semesta yang lengkap. Teori yang dipercaya menjadi
model alam semesta yang menciptakan dirinya sendiri, walaupun belum
dibuktikan.
54
Keith Ward. Dan Tuhan Tidak Bermain Dadu. Terj. Larasmoyo. (Bandung: Mizan, 2002)
h. 40 55
http://id.wikipedia.org/wiki/Stephen_Hawking. Diakses pada tanggal 16 Mei 2013
105
Namun, pernyataan Keith Ward terkait pada teori kuantum, yaitu
bahwa ia tidak bermaksud menggantungkan realitas kebebasan pada
ketidakpastian kuantum. Apa yang disyaratkan kebebasan adalah,
sederhananya, bahwa tidak seluruh peristiwa fisik ditentukan secara memadai
sebelumnya. Ada alasan-alasan lain selain ketidakpastian kuantum. Misalnya,
karena banyak hukum fisika berlaku lebih sebagai batas-batas kendala
ketimbang hukum-hukum yang secara memadai menentukan segalanya. Bisa
juga karena tidak seluruh peristiwa fisik terjadi seturut proses-proses yang
dapat diukur dan keteraturan universal, seperti yang digambarkan secara ideal
dalam hukum-hukum fisika. Ada alasan yang baik bagi keberadaan
ketidakpastian kuantum sehingga ketidak pastian itu tidak bertentangan
dengan postulat ilmiah bahwa ada penjelasan mengapa segalanya ada seperti
adanya sekarang.
Argumen ini menunjukan bahwa tidak ada alasan, misalnya, mengapa
atom radium tertentu meluruh pada waktu tertentu, bukan pada waktu yang
lain, itulah salah satu artikel ketidakpastian. Walau begitu, suatu penjelasan
dapat diberikan mengapa ada proses-proses yang tak tentu, dan dibatasi oleh
suatu himpunan probabilitas yang jelas dan tertentu. Ada alasan mengapa
sesuatu itu seperti itu, walau ini tidak berarti ada alasan bagi setiap peristiwa
tertentu. Itulah hakikat semesta yang penuh dengan kemungkinan, semesta
yang tampaknya kita diami. Ini sama sekali berbeda dengan semesta yang
sepenuhnya acak, atau semesta tempat tidak ada alasan sama sekali.56
Sains
didasarkan pada postulat bahwa seseorang harus senantiasa mencari alasan
56
Keith Ward. Dan Tuhan Tidak Bermain Dadu. Terj. Larasmoyo. (Bandung: Mizan, 2002)
h. 47
106
mengapa segala hal ada sebagaimana adanya. Seandainya, suatu waktu,
sesuatu begitu saja terjadi tanpa alasan sama sekali, termasuk alasan-alasan
probabilistik, sains akan mencapai titik akhirnya.57
Kaum theis akan
berkebaratan pada penegasan bahwa segala sesuatu dapat dipahami oleh
pikiran manusia. Realitas, seorang theis dapat mengatakan, secara intrinsik
dapat dipahami, namun hanya dapat dipahami secara utuh oleh akal yang
maha sempurna dari Tuhan. Boleh jadi pemahaman total atas segala sesuatu
terlalu berlebihan bagi otak manusia yang kecil.58
Sains modern berawal dari pemahaman bahwa seseorang dapat
melakukan abstraksi dari rangkaian elemen-elemen partikular yang unik ini,
dan mengonstruksikan rumusan umum yang mencerminkan relasi antara
kelompok elemen-elemen yang dialami. Misalnya, rumus matematika
sederhana, seperti E=m (energi setara dengan massa dikalikan kuadrat
kecepatan cahaya) dapat menampilkan relasi abstrak yang berlaku bagi
seluruh kasus yang tercakup dalam simbol E dan m (yakni, segala hal yang
memiliki energi dan massa). Abstraksi seperti itu sangat penting bagi
pemahaman manusia, dan telah membuka pemahaman atas proses-proses
alamiah secara menakjubkan. Namun jangan lupa, itu hanyalah abstraksi.
Artinya itu hanya benar sejauh seseorang dapat membedakan dan memisahkan
secara persis elemen-elemen khusus dalam pengalaman, dan menemukan
relasi-relasi umum di antara elemen-elemen itu.
57
Keith Ward. Dan Tuhan Tidak Bermain Dadu. Terj. Larasmoyo. (Bandung: Mizan, 2002)
h. 49 58
Keith Ward. Dan Tuhan Tidak Bermain Dadu. Terj. Larasmoyo. (Bandung: Mizan, 2002)
h. 53
107
Tugas ilmiah pertama adalah memisahkan elemen-elemen itu hingga
dapat dikuantifikasi dan dihubung-hubungkan, dalam fisika Newton, elemen-
elemennya adalah massa, posisi, dan waktu. Alam sangat baik pada kita,
karena mengandung elemen-elemen yang saling terhubung dalam relasi-relasi
konstan dan secara matematis dapat dikuantifikasikan. Ini memampukan kita
mencapai kemampuan prediksi dan kontrol atas proses-proses fisik. Ketika
seseorang menegaskan relasi-relasi seperti itu, misalnya dalam persamaan
fundamental fisika, ia sesungguhnya sedang mengabstraksikan elemen-elemen
tertentu, demi tujuan tertentu pula (misalnya, “melihat bagaimana cara kerja
sesuatu, lalu bagaimana memanipulasinya”). Khususnya dalam konstruksi
matematika canggih seperti teori medan kuantum, memang mungkin untuk
mengonstruksikan skema-skema matematis yang benar-benar abstrak, yang
memiliki nilai prediksi tinggi bagi situasi eksperimental yang sangat khusus
dan dikontrol ketat. Namun, seorang filosof dan matematikawan, A. N.
Whitehead menunjukkan, bahwa hal ini gampang tergelincir ke dalam apa
yang disebutnya fallacy of misplaced concreteness.59
Ini ironi terbesar sains
modern, yang bermula dari upaya untuk menjelaskan dan memahami dunia
konkret yang kaya dan partikular seperti yang dialami manusia, namun
berakhir dengan melihat dunia fenomenal itu sebagai ilusi. Realitas-
sebenarnya lalu menjadi dunia entitas-entitas abstrak.60
59
Fallacy of misplaced concreteness, maksudnya yaitu seseorang dapat begitu terkesan
dengan keanggunan matematis dan kemampuan prediksi konstruksinya sehingga ia memandang
bahwa hal itu sebagai realitas yang sesungguhnya, sementara gejala-gejala pengalaman yang
darinya konstruksi tersebut dibangun dipandang sebagai sekedar ilusi subjektif. 60
Keith Ward. Dan Tuhan Tidak Bermain Dadu. Terj. Larasmoyo. (Bandung: Mizan, 2002)
h. 54-55
108
Pada model Hartle/Hawking, ruang-waktu klasik menjadi ranah
semesta tempat banyak tiga-ruang dapat dengan halus disatukan, yakni kondisi
fungsi “Y” maksimal. Ada banyak ranah tempat waktu yang kita kenal tidak
ada. Namun, apakah ini berarti, seperti diklaim Hawking, “Semesta akan
sepenuhnya berisi dirinya sendiri dan tidak dipengaruhi oleh apapun di
luarnya. Semesta tidak akan pernah diciptakan atau dihancurkan?” jelas tidak.
Pertanyaannya tetap sama: apa yang menyebabkan himpunan kompleks tiga-
ruang dan seluruh interelasinya ini, tempat ruang-waktu yang ada sekarang
hanya menjadi bagiannya? Hanya karena Hawking mengasumsikan bahwa
“penciptaan” berarti “titik awal waktu” yang menyebabkan dia mengatakan
bahwa semesta tidak diciptakan. Hanya karena dia tidak bertanya mengapa
hukum-hukum kuantum ada sebagaimana adanya sekarang, hingga dia dapat
mengatakan bahwa semesta tidak dipengaruhi oleh apa pun di luar
parameternya. Kita sama sekali tidak mungkin membayangkan berapa banyak
dan masing-masing berbeda, himpunan hukum-hukum kuantum yang
mungkin ada selain yang kita kenal sekarang. Dan bahkan dengan himpunan
hukum-hukum kuantum yang telah kita kenal, eksistensi aktual ruang-waktu
ini tampaknya mewujud bukan secara pasti, cepat atau lambat, tetapi tetap
suatu kemungkinan. Eksistensi fisik semesta ini, sekalipun menurut teori
gravitasi kuantum seperti yang diajukan Hawking yang masih hangat
diperdebatkan, terjadi entah karena kebetulan yang luar biasa atau pilihan dari
kemungkinan struktur-struktur matematis yang sangat persis. Keniscayaan
kuasimatematis tidak dapat pada dirinya sendiri melahirkan semesta yang
aktual. Hipotesis kebetulan membawa orang kembali pada hipotesis pertama
109
tentang asal-muasal semesta yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sekali
lagi, argumen yang ada sesungguhnya lebih menunjukkan pada pilihan yang
cerdas ketimbang keniscayaan buta, pada keberadaan akal yang merancang
semesta ketimbang realitas kuasimatematis yang entah bagaimana membentuk
tubuh fisiknya. Hipotesis keniscayaan, sekali lagi, perlu ditambah dengan
hipotesis teistik, tentang keberadaan wujud yang niscaya, Tuhan, yang dengan
bebas menciptakan semesta bagi tujuan tertentu.61
Abstraksi merupakan kemampuan menakjubkan dari pikiran manusia,
yang telah melahirkan bahasa dan sains modern. Namun, hal ini perlu
diseimbangkan dengan perhatian pada partikularitas dan kekonkretan yang
didorong oleh seni dan, yang paling baik, oleh agama. Jika tidak, abstraksi
dapat menjadi penghalang dalam pencarian kebenaran utuh segala hal, dan
dalam arti itu membatasi pikiran manusia.
Keterbatasan manusia yang sangat penting adalah bahwa intelek
bekerja secara diskursif. Maksudnya, intelek tidak dapat menangkap hal-hal
dalam satu pengalaman yang melingkupi segalanya. Intelek harus
mempertimbangkan satu demi satu, membuat kaitan dengan menarik
kesimpulan dan ekstrapolasi, serta bergerak secara teratur dari satu unsur ke
unsur lainnya. Suatu intelek yang komprehensif, seperti milik Tuhan, mampu
memahami segala hal dalam satu tindakan intuitif, non diskursif. Tuhan tidak
perlu menarik kesimpulan atau membuat ekstrapolasi, karena Dia mengetahui
segalanya dalam partikularitas penuhnya melalui pemahaman langsung.
Pengetahuan seperti itu tidak mungkin bagi manusia. Jadi, inilah aspek lain
61
Keith Ward. Dan Tuhan Tidak Bermain Dadu. Terj. Larasmoyo. (Bandung: Mizan, 2002)
h. 73-74
110
ketika pikiran manusia tidak akan pernah mampu memahami segalanya secara
utuh, dalam seluruh kepenuhannya, seperti yang sesungguhnya.
Akhirnya tampak jelas bahwa mungkin ada banyak semesta, artinya
ruang-waktu terbatas, dan bentuk-bentuk eksistensi selain yang ada dalam
ruang-waktu ini. Jika Tuhan tidak terbatas, dapat ditebak ada banyak hal yang
harus dipahami sebelum segalanya dapat dimengerti. Tak mungkin ada cara
ketika kita dapat memperoleh pengetahuan tentang semesta lain (karena, per
definisi, semesta lain itu tidak memiliki kaitan spesial maupun temporal
dengan kita, yang berarti menutup segala bentuk pengetahuan), dan tidak
mungkin ada cara ketika pikiran manusia yang terbatas mampu melingkupi
sekelompok data yang tak terbatas (kecuali, kalau dapat diketahui bahwa itu
merupakan pengulangan tak terbatas dari kelas data yang terbatas, yang
memang tidak mungkin). Jadi, tampaknya setelah semua pertimbangan itu,
jika segala hal mau dipahami, hanya Tuhan yang mampu memahaminya.62
Apabila penemu listrik telah berusaha agar seluruh dunia mengenal
dirinya, nama, riwayat hidup, dan kisah penemuannya, apakah pencipta
matahari lalai sehingga tidak memberitahukan kepada kita bahwa Dia-lah
penciptanya? Dan apakah ada kekuatan lain (di luar manusia) yang
menciptakannya, tidak logiskah apabila Dia mengumumkan tentang jati
dirinya? Kenyataannya sampai sekarang tidak ada seorangpun (makhluk) yang
mengaku sebagai pencipta langit, bumi, dan manusia, kecuali Allah Swt.
Berikut ini firman Allah Swt dengan nada menentang:
62
Keith Ward. Dan Tuhan Tidak Bermain Dadu. Terj. Larasmoyo. (Bandung: Mizan, 2002)
h. 60-61
111
“Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, Maka dengarkanlah olehmu
perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-
kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu
menciptakannya. dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, Tiadalah
mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang
menyembah dan Amat lemah (pulalah) yang disembah.” (Al-Hajj: 73)
Tantangan Allah ini akan terus dan tetap berlaku sampai hari kiamat.
Meskipun pakar-pakar ilmiah seluruh dunia berkumpul dan bekerjasama,
mereka tidak akan mampu untuk menciptakan seekor lalatpun. Manusia telah
sampai ke bulan, Mars, dan beberapa waktu kemudian mungkin jauh
melampauinya; akan tetapi mereka tetap tidak akan mampu untuk
menciptakan seekor lalat. Firman Allah Swt:
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang
menciptakan (diri mereka sendiri)?” (Ath-Thūr: 35).
Apabila segala sesuatu dalam ala mini ciptaan Allah Swt, maka secara
otomatis hokum dan peraturan alam yang berlaku juga ketetapan Allah,
112
kecuali yang Allah berikan kuasa kepada manusia untuk dapat dilakukan
pilihan.63
Al-Qur‟ān mengajak manusia untuk menyaksikan eksistensi Tuhan
melalui ciptaan-Nya, menyingkap tabir kegaiban-Nya melalui perhatian
mendalam akan realitas konkret yang terhampar luas di langit dan di bumi.
Inilah apa yang seharusnya dilakukan oleh ilmu pengetahuan, yakni
melakukan observasi untuk kemudian menarik dan menemukan hukum-
hukum alam yang diperoleh dari hasil observasi dan eksperimen. Dengan kata
lain, ilmu pengetahuan dapat menggapai Sang Pencipta melalui observasi
yang teliti dan tepat tentang hukum-hukum yang mengatur fenomena alam itu.
Dan dalam hal ini, Al-Qur‟ān menunjukkan adanya Realitas Intelektual Yang
Agung, yakni Allah Swt. Lewat penelitian yang cermat dan mendalam akan
semua ciptaan-Nya.64
Semua proses penciptaan alam semesta ini sepenuhnya berada dalam
kendali dan perintah Sang Khalik yang telah memberikannya sebuah bentuk
yang sempurna. Hukum-hukum dan fenomenanya menunjukan keteraturan
dan presisi yang meliputi baik ruang angkasa yang sedemikian luas maupun
partikel-partikel renik dalam alam semesta. Semuanya diatur sedemikian tepat,
cermat dan mengikuti sebuah susunan dan pola yang sama. Sungguh, Allah-
lah yang menciptakan alam semesta ini dengan berjuta-juta galaksi yang
terdiri atas bintang-bintang dan planet-planet yang tunduk pada aturan yang
telah ditetapkan-Nya untuk mereka secara sempurna. Kestabilan dan
63
Prof. Dr. M. Mutawalli Asy-Sya‟rawi. Bukti-bukti Adanya Allah. (Jakarta: Gema Insani
Press, 1993) h. 21 64
Afzalur Rahman, Ensiklopediana Ilmu dalam Al-Qur‟ān: Rujukan Terlengkap Isyarat-
isyarat Ilmiah dalam Al-Qur‟ān. (Bandung: Mizan, 2007) hlm. 21-22
113
kesempurnaan ini, menurut al-Qur‟ān, merupakan refleksi dari sifat-sifat Allah
seperti yang disebutkan dalam firman-Nya:
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali
tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak
seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu Lihat sesuatu yang
tidak seimbang? kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu
akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan
penglihatanmu itupun dalam Keadaan payah”. (Al-Mulk: 3-4).
Tidak sebatas menciptakan, namun Allah SWT jugalah yang
memeliharanya, lihat firman-Nya:
“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.”
(Az-Zumar: 62)
Dari uraian di atas, dapat terlihat bagaimana kebenaran sains ternyata
tidak tunggal, mutlak dan abadi. Kebenaran-kebenaran dalam sains ternyata
terus berdialektis. Jika semua ini dilihat dalam perspektif historis maka
tampak bahwa sejarah sains ternyata tidak statis, melainkan sangat dinamis.
Dan yang tidak pernah sepi dalam sains adalah kandungan dan muatan
114
problematika filosofis yang ada di dalamnya. Maka ternyata sains merupakan
sumber pikiran filosofis. Sains memang tidak membuktikan eksistensi Allah
lewat metodologinya, namun sains dengan jelas mengorientasikan penegasan
akan Allah. Perkembangan sains juga telah membantu kita untuk
menempatkan Kitab Suci sebagai wahyu dalam proporsinya. Kitab suci tidak
berpretensi menjadi “buku pintar” yang hendak menjawab segala persoalan
yang ada di dunia ini. Kitab suci bukan sumber jawaban atas berbagai
persoalan ilmu alam, sejarah, dan lingkungan masa sekarang. Kesadaran juga
semakin tumbuh bahwa unsur wahyu Ilahi tentang Allah dan kehendak Allah
mengenai manusia dalam Kitab Suci merupakan rimba mahalebat yang tidak
akan dapat diketahui secara tuntas oleh manusia itu sendiri. Kemajuan sains
memberikan arti positif dalam eksegese dengan mempertajam interpretasi
Kitab Suci dalam tingkat signifikasi religius.65
65
Greg Soetomo. Sains dan Problem Ketuhanan. (Yogyakarta: Kanisius, 1995) h. 131-132
115
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah penulis sampaikan pada bab-bab terdahulu maka
penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil observasi para Ilmuwan kealaman menunjukan bahwa alam semesta
diciptakan dari ketiadaan (creation ex nihilo), tidak ada ruang dan waktu,
tidak ada energy dan materi. Karena goncangan kevakuman melahirkan
singularitas yang kemudian meledak dalam ledakan yang sangat dahsyat
yang disebut Big Bang. Singularitas, dimana hukum fisika runtuh pada
saat dentuman besar. Maka diterapkanlah teori Kuantum, untuk menjawab
awal semesta. Bermula dengan usaha menggabungkan empat partikel
pembawa gaya (gravitasi, elektromagnetik, gaya nuklir lemah dan gaya
nuklir kuat). Maka dihasilkan berturut-turut dimulai dari, teori
elektrodinamika kuantum (quantum electrodynamics, QED),
kromodinamika kuantum (quantum chromodynamics, QCD), teori terpadu
agung (grand unified theory, GUT), teori dawai (string theory), hingga
ditemukan Teori-M merupakan teori gravitasi supersimetris yang paling
umum dan merupakan satu-satunya kandidat teori alam semesta yang
lengkap. Teori yang dipercaya menjadi model alam semesta yang
menciptakan dirinya sendiri, walaupun belum dibuktikan. Maka Stephen
Hawking dengan teori-Mnya ini, menganggap bermulanya alam semesta
116
dari ketiadaan, yang menciptakan dirinya sendiri tanpa menghadirkan
Tuhan.
2. Al-Qur‟ān menjelaskan proses penciptaan alam semesta dengan
menjelaskan bahwa Allah menciptakan sesuatu yang padu, kemudian
memisahkannya dan terjadilah ruang alam (al-sama’) dan materi (al-ārdh)
beserta alam-alam lainnya, yang kemudian memuai. Al-Qur‟ān secara
eksplisit membagi proses penciptaan alam semesta dengan enam tahapan
atau periode: dua periode penciptaan bumi, dua periode penciptaan isi
bumi dan dua periode penciptaan langit. Al-Qur‟ān juga menyebutkan
dalam penciptaan alam dilengkapi dengan hukum-hukumnya (sunnatullāh)
yang tidak mengalami perubahan dan penyimpangan. Dan Tafsir Ilmi
Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI menganut teori kreasi,
bahwa Allah Swt yang telah menciptakan semua kejadian di alam semesta
ini.
3. Perbandingan antara teori-M Stephen Hawking dan Tafsir Ilmi Penciptaan
Jagat Raya Kementrian Agama RI, sama-sama penganut creation exnihilo
yaitu menciptakan tanpa menggunakan sesuatu, menciptakan dari yang
tidak ada. Dibuktikan dengan sama-sama mendukung teori Big Bang,
yaitu bermulanya alam semesta ini dari ledakan yang sangat besar. Namun
berbeda dalam hal siapa pencipta alam semesta, jika Tafsir Ilmi meyakini
bahwa Allah SWT lah yang menciptakan alam semesta, sedangkan
Hawking menganggap alam semesta menciptakan dirinya sendiri karna
adanya hukum Fisika yang bekerja, yaitu dengan teori-Mnya yang
dipercaya sebagai satu-satunya kandidat teori alam semesta yang lengkap.
117
Jika dilihat dari pembahasan dalam skripsi ini, konsep penciptaan alam
semesta yang dihasilkan oleh sains tidak bertentangan dengan apa yang
disebutkan dalam al-Qur‟ān. Perlu digaris bawahi perbedaan antara siapa
pencipta alam semesta dengan bermulanya alam semesta dan proses
penciptaannya. Jika melihat siapa pencipta alam semesta pasti terdapat
perbedaan, namun jika melihat bermulanya alam semesta dan proses
penciptaannya terdapat kesesuaian antara informasi Tuhan dan penjelasan
yang diberikan para ilmuwan melalui telaah dan penelitiannya.
Keberhasilan sains tersebut tidak terlepas dari adanya hukum alam ciptaan
Allah tanpa mengalami perubahan dan penyimpangan yang disebutkan
dalam al-Qur‟ān. Keniscayaan hukum alam yang disebut al-Qur‟ān dengan
sunnatullah, dapat diketahui sains dengan menelitinya secara berulang-
ulang.
B. SARAN
Dari pembahasan dan kesimpulan yang telah penulis uraikan di depan, maka
penulis mengemukakan beberapa saran:
1. Mengkaji sains dari sudut pandang islam, bukan berarti „memaksa‟ untuk
mendapatkan hasil bahwa apa yang ditemukan sains ternyata telah
dinyatakan dalam Al-Qur‟ān jauh sebelum sains dapat mengungkapnya.
Agama dan Ilmu Pengetahuan (sains) saling melengkapi. Peran masing-
masing tidak dapat digantikan yang lain. Maka untuk bias memahami
agama kita perlu sains, begitu juga sebaliknya.
118
2. Al-Qur‟ān adalah sumber ilmu pengetahuan, melalui al-Qur‟ān, Allah
telah menerangkan banyak hal, meskipun hanya secara garis besar.
Berangkat dari situ, manusia diharapkan dapat mengkaji lebih terperinci
dengan menggunakan akal fikiran yang telah dimilikinya, dengan harapan
dapat menambah tingkat keimanan, tidak lantas menjadi bangga dan lupa
diri. Karena sikap yang demikian akan dapat mengantarkan kita kepada
kemusyrikan, yang tidak lagi mengakui bahwa Allah Kuasa Atas Segala
Sesuatu.
3. Rumus-rumus dalam fisika klasik tidak akan dapat mendiskripsikan atau
menjelaskan fenomena yang ada dalam fisika modern. Lebih jelasnya
kalau ada fenomena yang objeknya sangat-sangat kecil, maka dengan
menggunakan rumus-rumus yang ada dalam lingkup fisika modern masih
memungkinkan untuk mendiskripsikan dan atau menjelaskan fenomena
yang objeknya ada dalam fisika klasik. Jadi tidak cukup kita hanya belajar
fisika klasik tapi sangat perlu juga mempelajari fisika modern untuk lebih
dapat memahami fenomena alam, serta sebagai sikap untuk lebih membuat
bijaksana.
119
DAFTAR PUSTAKA
Baiquni, Achmad Baiqunu. Al-Qur’ān dan Ilmu Pengetahuan Kealaman.
Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa. 1997.
Bucaille, Maurice. Bibel, Qur’ān dan Sains Modern. Terj. H. M. Rasjidi. Jakarta:
Bulan Bintang. 2001.
Ferguson, Kitty. Stephen Hawking; Pencarian Teori Segala Sesuatu, Jakarta:
Pustaka Utama Graifiti. 1995.
Hambali, Slamet. 2012. Pengantar Ilmu Falak, Menyimak Proses Pembentukan
Alam Semesta. Banyuwangi: Bismilah Publisher.
Harwood, Michael. the Universe and Dr. Hawking, dalam Kitty Ferguson, Op.
Cit.
Hawking, Stephen dan Mlodinow, Leonard. The Grand Design, terj. Zia Ansor.
Jakarta: Gramedia Pustaka. 2010.
, Lubang Hitam dan Jagat Bayi, dan Esai-esai lain. Jakarta:
Gramedia. 1995.
, A Brief History of Time. Terj. Zia Anshor. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama. 2013.
Hoodbhoy, Pervez Hoodbhoy. Islam dan Sains; Pertarungan Menegakkan
Rasionalitas, terj. Islam and Science Religion Orthodoxy and the Battle for
Rationality, oleh Luqman. Bandung: Pustaka. 1997.
Kaufirman J, William, Universe, thirh edition, New York: Freemen and
Company. 1991.
Kementrian Agama RI. Al-Qur’ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan).
Jakarta: Kementrian Agama RI. 2012.
Kurniati, Fitri. “Studi Analisis Pandangan Stephen Hawking tentang Berawalnya
Semesta dalam Tinjauan Islam.” 2005, Skripsi S1 Fakultas Tarbiyah, UIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarta. 2005.
Kusminarto. Esensi Fisika Modern. Yogyakarta: CV. Andi Offset. 2011.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian
Agama RI DENGAN Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir
120
Ilmi, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur’ān dan Sains.
Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010.
Muhammad, Ahsin Sakho. Jurnal Studi Al-Qur’ān. Volume 1, No. 3. 2006
Mulyono, Agus. Abtokhi, Ahmad. Fisika dan Al-Qur’an. Malang: UIN Malang
Press. 2006.
Purwanto, Agus. DSc. Fisika Kuantum. Jogjakarta: Gava Media. 2006.
Rahman, Afzalur, Ensiklopediana Ilmu dalam Al-Qur’ān: Rujukan Terlengkap
Isyarat-isyarat Ilmiah dalam Al-Qur’ān. Bandung: Mizan. 2007.
Riswanto, Sistem-sistem Metafisika Barat Dari Aristoteles Sampai Derrida,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1998.
Rosadisastra, Andi. Metode Tafsir Ayat-ayat Sains dan Sosial. Jakarta: Amzah.
2007.
Soetomo, Greg. Sains dan Problem Ketuhanan. Yogyakarta: Kanisius. 1995.
Stratheren, Paul Stratheren. Stephen Hawking dan Lubang Hitam, Surabaya: Ikon
Teralitera. 2004.
Asy-Sya‟rawi, Prof. Dr. M. Mutawalli. Bukti-bukti Adanya Allah. Jakarta: Gema
Insani Press. 1993.
Shohib, Muhammad, (DKK.). Profil Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia.
Jakarta: Perpustakaan Nasional RI. 2013.
Taymiyah, Ibnu. ‘Al-Aqidah At-Tadmuriyah.
Ward, Keith. Dan Tuhan Tidak Bermain Dadu; Argumen Bagi Keterciptaan
Alam Semesta. Terj: God, Chance, and Necessity, oleh: Larasmoyo.
Bandung: Mizan. 2002.
Yahya, Harun. Keajaiban Pada Atom, Bandung: Dzikra. 2003.
Al-Zanjani, Abu Abdillah. Tarikh Al-Qur’ān. terj. Oleh: Marzuki Anwar.
Bandung: Mizan. 1986.
Zar, Sirajuddin. Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains, dan
Alqur’an. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1994.
Zarate, Oscar dan J.P McEvoy. Mengenal Hawking For Beginners. Terj. Ahmad
Baiquni. Bandung: Mizan. 1999.
Zarkasy, Dr. Hamid Fahmi. Membangun Peradaban Dengan Ilmu. Jakarta: Kalam
Indonesia. 2010.
121
, Menguak Nilai Dibalik Hermeneutika. Jurnal
ISLAMIA, thn 1 No. 1/Muharram 125.
http://id.wikipedia.org/wiki/Stephen_Hawking,
http://erlanggaad.blogspot.com/2011/03/teori-stephen-hawking-tuhan-
bukanlah.html.
http://www.biography.com/people/stephen-hawking-9331710.
http://id.wikipedia.org/wiki/Radiasi_latar_belakang_gelombang_mikro_kosmis,
http://en.wikipedia.org/wiki/Cmbr
http://en.wikipedia.org/wiki/Bell_Labs.
http://id.wikipedia.org/wiki/Stephen_Hawking.
http://id.wikipedia.org/wiki/Elektrodinamika_kuantum.
http://www.fisikanet.lipi.go.id,
http://visitfisika.wordpress.com/2008/02/25/teori-segalanya-part-1-teori-dawai.
http://kurniafisika.wordpress.com/2009/08/20/apakah-elektrodinamika-itu-dan-
bagaimana-letaknya-dalam-fisika.
http://bin99.wordpress.com/about/penggunaan-kata-kami-dalam-al-quran.
Recommended