View
241
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
KONSEP PERJANJIAN KERJA DAN UPAH MENURUT HUKUM ISLAM
DAN HUKUM POSITIF (Analisis Kasus Perbudakan di Pabrik CV. Cahaya
Logam di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi
Salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)
oleh :
HASAN AZIZ
NIM: 108043100024
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436 H/2015 M
ii
KONSEP PERJANJIAN KERJA DAN UPAH MENURUT HUKUM ISLAM
DAN HUKUM POSITIF (ANALISIS KASUS PERBUDAKAN DI PABRIK CV.
CAHAYA LOGAM DI DAERAH KEC. SEPATAN TIMUR KAB.
TANGERANG)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
HASAN AZIZ
NIM : 108043100024
Di bawah bimbingan :
Drs. H. Ahmad Yani, M. Ag.
NIP : 196404121994031004
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436H / 2015M
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul KONSEP PERJANJIAN KERJA DAN UPAH MENURUT
HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Analisis Kasus Perbudakan di
Pabrik CV. Cahaya Logam di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang)
telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 4 Juni 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada
Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum (S. Sy).
Jakarta, 4 Juni 2015
Dekan,
Dr. Asep Saepudin Jahar, MA.
NIP. 196912161996031001
Panitian Ujian Munaqasah
Ketua : Fahmi Muhammad Ahmadi M. Si.
Nip. 197412132003121002
(…………………………….)
Sekertaris : Hj. Siti Hanna, S. Ag, Lc., MA.
Nip. 1974021620080120131
(…………………………….)
Pembimbing : Drs. H. Ahmad Yani, M. Ag.
NIP : 196404121994031004
(……………………….……)
Penguji I : Dr. A. Sudirman Abbas, M. Ag.
Nip. 196912011999031003
(…………………………….)
Penguji II : Dedy Nursamsi, SH, M. Hum.
Nip. 196111011993031002
(…………………………….)
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari saya terbukti bahwa ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 9 Juni 2015 M
21 Sya’ban 1436 H
Hasan Aziz
v
ABSTRAK
HASAN AZIZ, 108043100024, “KONSEP PERJANJIAN KERJA DAN UPAH
MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Analisis Kasus
Perbudakan di Pabrik CV. Cahaya Logam di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab.
Tangerang)
Problematika ketenagakerjaan sepanjang sejarah selalu memunculkan
permasalahan baru, dari masalah perjanjian kerja, pengupahan, perlindungan,
kesejahteraan, dan pengawasan ketenagakerjaan. Di antara masalah tersebut salah
satu yang sangat krusial adalah masalah perjanjian kerja dan pengupahan. Perjanjian
kerja yang tidak jelas dan jumlah upah yang diinginkan para pekerja/buruh sering kali
bertentangan dengan kehendak perusahaan, seandainya pemerintah tidak campur
tangan pasti sebuah tatanan masyarakat terutama dalam bidang ekonomi akan
dikuasai oleh kapitalis. Dalam islam memandang upah adalah hal yang sangat penting
karena masuk dalam ranah daruriyat. Islam selalu menjunjung tinggi akad atau
kesepakatan antara pekerja/buruh dan majikan, namun sebagai pihak yang lebih kuat
majikan dilarang melakukan tindakan semena-mena serta memberikan upah yang
tidak dapat mencukupi minimal kebutuhan pokoknya. Untuk itu perlu adanya
pembahasan yang komprehensif dalam menjelaskan perjanjian kerja dan upah yang
layak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep perjanjian kerja dan konsep
upah buruh menurut hukum islam dan hukum positif. Dan juga untuk mengetahui
kedudukan hukum perjanjian kerja dan upah buruh terkhusus di Pabrik CV. Cahaya
Logam di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang menurut hukum Islam dan
hukum Positif.
Metode penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif dengan
menggunakan instumen penelitian lapangan (field research). Dan penelitian
kepustakaan yang didasarkan pada suatu pembahasan dengan menggunakan metode
studi kepustakaan (library research). Adapun pendekatan yang dilakukan dalam
penyusunan skripsi ini menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach).
Sedangkan tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan cara dokumentasi,
wawancara, dan observasi.
Kata Kunci: Konsep Perjanjian Kerja dan Upah, Hukum Islam, Positif
Pembimbing: Drs. H. Ahmad Yani, M. Ag. Dosen Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan nikmat sehat wal’afiyat sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada sang penyampai wahyu
al-Qur’an suci, penebar rahmat bagi insani, dialah junjungan alam Nabi besar
kita Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat dan pengikut beliau seluruh
umat manusia yang setia kepada ajarannya hingga akhir zaman.
Penulis menyadari bahwasanya terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak, baik secara moril maupun materiil. Karena itu, seraya
memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT., dengan penuh ketulusan hati, penulis
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang
terhormat:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
3. Bapak Dr. Khamami, MA. selaku Ketua Program Study Perbandingan
Mazhab dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Hj. Siti Hanna, S. Ag, Lc., MA. selaku Sekertaris Program Study
Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. H. Asrorun Ni’am Sholeh. selaku Pembimbing Akademik Jurusan
Perbandingan Mazhab dan Fiqih Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Drs. H. Ahmad Yani, M. Ag. selaku Dosen Pembimbing yang telah
berkenan memberikan arahan serta meluangkan waktu ditengah-tengah
kesibukan. Memberikan kritik dan saran demi terciptanya kesempurnaan
skripsi penulis. Terimakasih atas kebaikan dan perhatiannya.
7. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, terima kasih atas ilmu pengetahuan
yang telah diberikan, semoga penulis senantiasa dapat memanfaatkan dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat.
8. Terima kasih terucap kepada Ibu Siti Zubaedah (Kepala Desa), Bapak Salmin
(Ketua Rt) selaku Pemerintah Desa Sepatan Timur Kabupaten Tangerang,
dan Bpk. Basri (Warga/pekerja) yang telah berkenan untuk di wawancarai
hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda H. Enjum Junaedi dan
Ibunda Hj. Siti Bahriah yang telah memberikan banyak hal yang berarti
viii
dalam kehidupan penulis. Cinta dan kasih sayang serta doa yang semua itu
tak akan bisa tergantikan dengan apapun, semoga Allah selalu menjaga
kalian dalam kebahagiaan dan keberkahan.
10. Teruntuk kakak tercinta: H. Sidiq Fauzi, Yayah Zumriyah, dan Ahmad
Taufik yang selalu menghibur penulis baik suka maupun duka, memberikan
dukungan dan motivasi kepada penulis untuk bisa meraih cita-cita.
11. Untuk paman Habib Hamzah al-Haddar beserta keluarga, terima kasih atas
Do’a dan Wejangannya setiap malam. Para sohib “Darul Daqom” bang sony,
bang acan, bang ayi al-oye, bang didi, bang amid syam, bang aai, bang
bayong, Ky dahlan, dan yang lainnya, terima kasih atas tempat bersandar dan
segelas kopinya.
12. Salam santun untuk Tuan Guru Muhammad Daerobi, yang telah banyak
membantu dan memberikan semangat kepada penulis agar tetap semangat
untuk menjalani hidup, begitupun dengan kang Seto, kang Asef dan kang Eto
el-Bor. Matur suhunnya atas kebaikannya.
13. Teman-teman “The Kostan” faiz abdul, rosadi ahmad, saeful bahri el-BGL,
ridwan DK, ujang FR, ali bekam, achonk KRD, ardi BRK, dan rahman
GBR. Terima kasih atas setiap tawa canda yang telah diberikan disaat penulis
sudah mulai lelah dengan keadaan, kalian menjadi obat pelipur lara.
14. Teman-teman seperjuangan, terkhusus “My Best Friend” Suhendra, Fauzan,
Khumaidah, dan seluruh penghuni PMF angkatan tahun 2008, yang telah
ix
memberikan dukungan serta semangat kepada penulis. Dan seluruh pihak yang telah
membantu penulis yang mungkin tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima
kasih atas semuanya. Tanpa kalian penulis bukanlah apa-apa.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan,, oleh karena itu, kritik dan saran konstruktif senantiasa penulis
harapkan untuk kesempurnaan karya ilmiah ini, namun penulis berharap semoga
skripsi ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Jakarta, 9 Juni 2015 M
21 Sya’ban 1436 H
Hasan Aziz
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………….. i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING…………………………………… ii
LEMBAR PENGESAHAN MUNAQOSYAH ................................................. iii
HALAMAN KEASLIAN SKRIPSI…………………. ....................................... iv
ABSTRAK............................................................... ............................................. v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................ 8
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 9
E. Metodelogi Penelitian ................................................................... 10
F. Riview Terdahulu .......................................................................... 14
G. Sistematika Penulisan ................................................................... 16
xi
BAB II LANDASAN TEORITIS PERJANJIAN KERJA DAN
UPAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM
POSITIF
A. Perjanjian Kerja Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif ........ 18
1. Pengertian Perjanjian Kerja ....................................................... 18
2. Jenis Perjanjian Kerja ................................................................ 21
3. Kententuan Hukum Perjanjian Kerja ......................................... 23
B. Upah Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif .......................... 25
1. Pengertian Upah ......................................................................... 25
2. Macam-macam Upah ................................................................. 28
3. Sistem Pengupahan .................................................................... 29
BAB III KRONOLOGIS KASUS PERBUDAKAN DI PABRIK CV. CAHAYA
LOGAM KEC. SEPATAN TIMUR KAB. TANGERANG
A. Profil Perusahaan ............................................................................ 33
B. Kronologis Kasus ........................................................................... 34
C. Duduk Permasalahan ..................................................................... 36
BAB IV ANALISIS KASUS PERBUDAKAN DI PABRIK CV. CAHAYA
LOGAM KEC. SEPATAN TIMUR KAB. TANGERANG
MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
xii
A. Analisis Perjanjian Kerja Menurut Hukum Islam
dan Hukum Positif .......................................................................... 42
B. Analisis Upah Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif ............ 55
C. Analisis Kasus ................................................................................ 70
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 77
B. Saran-saran .................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 82
LAMPIRAN-LAMPIRAN:
i. Surat Wawancara ....................................................................................... I
1. Hasil Wawancara Wawancara I ..................................................... III
2. Hasil Wawancara Wawancara II .................................................... VII
3. Hasil Wawancara Wawancara III ................................................... XI
1
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Masalah
Beberapa waktu lalu tepatnya sekitar bulan Mei 2013 terkuaknya
kasus yang menghancurkan martabat kemanusiaan yaitu kasus perburuhan di
daerah Desa Lebak Wangi Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang. Kasus
ini seolah tak berlogika dengan sisi kemanusiaan yang terus dijunjung tinggi
di Indonesia. Tragedi dehumanisasi pada pabrik panci alumunium CV.
Cahaya Logam yang memperlakukan buruhnya secara tidak manusiawi.
Pabrik ini dilaporkan telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia seperti
menyiksa dan menyekap karyawan, mempekerjakan karyawan di bawah
umur, dan para karyawan tersebut tidak diberi upah yang standar.
Seperti yang diberitakan dari beberapa media, mereka diperlakukan
seperti budak. Berdasarkan beberapa kesaksian mengatakan bahwa para
buruh dipaksa bekerja dengan waktu tak terbatas, mulai bekerja dinihari dan
berakhir tengah malam, mereka tidak bisa beribadah dan disiksa kalau bekerja
tidak giat.1 Selain perampasan hak atas buruh di atas, hak lain dari buruh juga
dirampas seperti ditempatkan pada tempat yang tidak layak berupa ruang
tertutup 8 x 6 meter, tanpa ranjang tidur, hanya ada alas tikar, kondisi pengap,
lembab, gelap, terdapat fasilitas kamar mandi yang jorok dan tidak terawat.
1 Buruh Pabrik Panci Dipaksa Kerja Seperti Budak,
http://www.tempo.co/read/news/2013/05/04/064477938/Buruh-Pabrik-Panci-Dipaksa-Kerja-
Seperti-Budak. diakses pada tanggal 04 Mei 2013 Pukul 17:50 WIB
2
Dan rata-rata dari mereka tidak mandi serta tidak berganti baju selama tiga
bulan.2
Dari hasil pemeriksaan, didapatkan bahwa industri tersebut tak
memiliki izin industri dari instansi terkait di Pemerintah Kabupaten
Tangerang. Usaha itu hanya mengantongi Surat Keterangan usaha dari
Kecamatan Cikupa. Petugas kepolisian pun menemukan beragam temuan
mengejutkan. Berikut temuan-temuan itu:
a) Tempat istirahat buruh berupa ruang tertutup sekitar 8m x 6m, tanpa
ranjang tidur, hanya alas tikar, kondisi pengap, lembab, gelap, kamar
mandi jorok dan tidak terawat.
b) Telepon genggam, dompet, uang, dan pakaian yang dibawa buruh
ketika pertama kali datang bekerja di tempat itu disita lalu disimpan
JK dan istrinya tanpa argumentasi yang jelas.
c) Gaji tidak diberikan, sementara buruh sudah bekerja lebih dari 2
bulan, dijanjikan Rp 600 ribu per bulan.
d) Terdapat 6 buruh yang disekap, dengan kondisi dikunci dari luar.
e) Pakaian yang digunakan buruh cenderung kumal, tidak diganti
berbulan-bulan, robek dan jorok.
f) Kondisi badan buruh juga tidak terawat, rambut coklat, kelopak mata
gelap, berpenyakit kulit kurap atau gatal-gatal, tampak tidak sehat.
g) Buruh diperlakukan kasar dan tidak manusiawi. Hak-hak terkait
kesehatan dan berkomunikasi tida diberikan oleh pemilik usaha.
2 http://www.tempo.co/read/news/2013/05/04/064477938/Buruh-Pabrik-Panci-
Dipaksa-Kerja-Seperti-Budak. diakses pada tanggal 04 Mei 2013 Pukul 17:50 WIB
3
h) Ada 4 buruh yang masih berumur di bawah 17 tahun, status anak.3
Dari data yang didapat oleh penulis, hal itu terjadi berawal dari
ketidakjelasannya hubungan kerja dan pembagian kerja antara pengusaha
pabrik dengan para buruh CV. Cahaya Logam. Diperparah dengan perjanjian
kerja yang tidak jelas sekaligus tidak tertulis, hal ini menyebabkan para buruh
tidak bisa menolak perjanjian kerja yang tidak sesuai peraturan perundang-
undangan manakala perjanjian kerja tersebut tidak tertulis. Hal demikianlah
yang menyebabkan antara buruh dengan majikan (pengusaha) tidak seimbang
baik hubungan kerja maupun pembagian kerjanya.
Pada dasarnya hubungan maupun pembagian kerja merupakan aspek
terpenting dalam suatu perusahaan, karena dalam suatu perusahan haruslah
jelas hubungan kerja serta pembagian kerja antara pekerja satu dengan yang
lainnya atau bahkan hubungan pekerja dengan pengusaha/atasannya. Jika
hubungan dan pembagian kerja tidak jelas maka akan terjadi penyimpangan
di sana-sini. Kasus ini merupakan salah satu contoh dari hubungan kerja dan
pembagian kerja yang tidak Jelas yang tidak melakukan perjanjian-perjanjian
sebelumnya sehingga pengusaha atau pemilik pabrik kuali dalam hal ini CV.
Cahaya Logam melakukan tindakan semena-mena kepada para pekerja
layaknya seorang budak dan tidak sesuai dengan prikemanusiaan.
Disamping karena perjanjian yang tidak jelas menjadi pemicu awal,
upah yang diberikan oleh CV. Cahaya Logam juga tidak berdasarkan
3http://megapolitan.kompas.com/read/2013/05/04/04215157/Parah.Puluhan.Buruh.D
isekap.BarangDisita.dan.Hak.Tak.Dipenuhi.di.Tangerang?utm_source=WP&utm_medium=
Ktpidx&utm_campaign=%20Perbudakan%20Di%20Tangerang. Diakses pada tanggal 18
Oktober 2013 Pukul 14.30 WIB
4
Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan
Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, sebagaimana di tulis dalam
pasal 8 “Upah minimum yang ditetapkan oleh Gubernur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja
kurang dari 1 (satu) tahun”. Jadi seharusnya buruh pada waktu itu
mendapatkan upah sesuai UMK (upah minimum kabupaten/kota) dalam hal
Ini Kab. Tangerang sebesar Rp 2.200.000/perbulan,4 bukan Rp.
600.000/perbulan.
Baik ketidakjelasan perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha
dan problem pemberian upah di bawah UMP, ternyata bila dilihat lebih jauh
dalam hukum positif terkait perburuhan memberikan kelonggaran dalam
perjanjian kerja yang tidak tertulis, secara jelas ketentuan Pasal 51 ayat 1 UU
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa Perjanjian
Kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan.5 Pasal ini memberikan
penjelasan bahwa Perjanjian Kerja tidak diwajibkan untuk dituangkan dalam
wujud tertulis, bisa saja dalam bentuk lisan. Menurut Agusmidah mengatakan
bahwa perjanjian merupakan buah perlindungan antara pekerja/buruh dengan
pengusaha, untuk itu seharusnya perjanjian kerja tertulis tidak secara lisan.6
Karena hal itu berpotensi pada tidak terlindunginya hak-hak para buruh ketika
terjadi persengketaan antara pekerja dan pengusaha. Hal ini pula yang
4 http://fspmiptbi.org/daftar-umr-ump-umk-tahun-2013, pada tanggal 22 November
2013 pukul 19. 40 WB. 5 Pasal 51 ayat 1 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
6 Agusmidah, dkk, Bab-Bab Tentang Hukum Perburuhan Indonesia, (Jakarta: UI
Press, 2012), hal. 26
5
memungkinkan para buruh/pekerja CV. Cahaya Logam di Kab. Tangerang
tidak bisa berbuat apa-apa akan hak-haknya.
Jika kita melihat lebih jauh, menurut hukum Islam bahwa perjanjian
kerja mensyarat tertulis, hal demikian mengacu pada praktek muamalah yang
saling menguntungkan serta melindungi satu sama lain. Spirit tersebut bisa
dilihat dari al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 282, yang mana isinya Allah
berfirman “apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis
di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia
menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang
akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan
janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya”.
Ayat ini secara spesifik berisi perintah untuk melakukan pencatatan
dalam persoalan hutang piutang (muamalah). Seperti yang kita ketahui bahwa
hutang piutang (muamalah) termasuk bagian dari hukum privat
(keperdataan). Tujuan pencatatan dalam hubungan hukum keperdataan adalah
untuk menjaga agar masing-masing pihak yang terikat dengan hubungan
hukum tersebut dapat menjalankan hak dan kewajibannya secara baik dan
bertanggung jawab. Dalam konteks ini pencatatan menjadi faktor penting
sebagai bukti adanya hubungan keperdataan tersebut. Selain itu juga
pencatatan perjanjian kerja sering kali tidak diindahkan oleh para pengusaha,
6
maka hal itu sangat riskan terhadap kezaliman, hal demikian bukan termasuk
prinsip hukum Islam yang mengandung pada kemaslahatan umat.7
Perbedaan pandangan lain dari hukum Islam dalam konteks ini adalah
mengenai upah pekerja atau buruh. seperti yang dijelaskan di atas, bahwa
menurut hukum positif upah pekerja harus dibayarkan sesuai dengan hidup
layak di setiap daerah. Hal itu mengacu pada UU No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan yang menjelaskan bahwa Pasal 88 ayat 4: “Pemerintah
menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan
memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.8 Frasa ini membuat
jelas bahwa dalam penetapan upah minimum titik tolak yang digunakan
mengacu pada kebutuhan hidup layak yang diputuskan oleh Gubernur.9
Selanjutnya bagaimana dengan hukum Islam meninjau upah pekerja? Atas
dasar apakah upah yang diberikan menurut hukum Islam.
Secara normatif, istilah upah ditemukan dengan padanan ijarah yang
berasal dari kata “al-Ajru” yang berarti “al-Iwadlu (ganti)” yang berarti
upah atau imbalan.10
Istilah ini ditemukan dalam surat at-Thalaq ayat 6, yang
mana di dalam ayat itu dikatakan: “jika mereka menyusukan (anak-anak)mu
untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah
7 Hamka Haq, Falsafah Ushul Fiqh, (Ujung Pandang: Yayasan al-Ahkam, 1998), 47
8 Pasal 88 ayat 4 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
9 Lihat Pasal 8 Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan
Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. 10
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Beirut: Daar al-Tsaqafah al-Islamiyyah, t.Th), Juz.
III, hal. 138, lihat juga Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Rajagrafindo, 2008),
hal.113
7
di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui
kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.
Dalam hadits juga terdapat banyak menyinggung mengenai upah,
salah satunya adalah hadits yang diiriwatkan oleh Ibnu Majah, dari Abdullah
bin Umar, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: “Berikan kepada seorang
pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.”11
Dari beberapa dalil di atas, maka beberapa prinsip upah (al-Ujrah)
yang berbeda dalam hukum Islam dengan hukum positif yaitu upah
ditentukan dengan cara yang paling bijaksana tanpa merugikan kedua belah
pihak, seperti dilarang menangguhkan upah pada pekerja atau buruh, hal
demikian mengacu pada pendapat al-Munawi yang berkata: “Di haramkan
menunda pemberian gaji padahal mampu menunaikannya tepat waktu. Yang
dimaksud memberikan gaji sebelum keringat si pekerja kering adalah
ungkapan untuk menunjukkan diperintahkannya memberikan gaji setelah
pekerjaan itu selesai ketika si pekerja meminta walau keringatnya tidak
kering atau keringatnya telah kering.”12
Pendapat itu sebetulnya sesuai dalam riwayat Bukhari-Muslim yang
menjelaskan bahwa Nabi Saw bersabda: “Menunda penunaian kewajiban (bagi
yang mampu) termasuk kezholiman.” 13
11
Muhammad ibn Yazid Abu Abdullah al-Quzwaini, Sunan Ibn Majah, (Beirut: Dar al-Fikr, T. th.), Juz II, hal. 817
12 Al-Munawi, Faidhul Qodir, (Tt: Tp,T.th), Juz. I, hal. 718
13 HR. Bukhari no. 2400 dan Muslim no. 1564
8
Setelah mencermati beberapa perbedaan antara Hukum Positif dengan
Hukum Islam secara prinsipil, dalam hal ini mengenai perjanjian kerja maupun
tentang upah. Oleh sebab itu sangat diperlukan penelahaan konseptual antara
hukum positif dengan Hukum Islam guna melihat peristiwa perbudakan di Daerah
Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang. Yang mana terdapat beberapa ketimpangan
dalam kasus tersebut yaitu ketidak-jelasannya perjanjian kerja, pemberian upah
dibawah UMK sekaligus penangguhan upah beberapa bulan oleh pihak pengusaha
Panci CV. Cahaya Logam. Untuk itu penulis akan hadirkan dengan judul skripsi
“Konsep Perjanjian Kerja Dan Upah Menurut Hukum Islam Dan Hukum
Positif” (Analisis Kasus Perbudakan Di Pabrik CV. Cahaya Logam Di Daerah
Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang).
b. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dari beberapa persoalan yang ada, perlunya pembatasan dalam skripsi
ini yaitu penulis hanya menelaah konsepsi perjanjian kerja tertulis dan tidak
tertulis, kemudian pembatasan kedua yaitu upah buruh yang dibayarkan di
bawah upah minimum dan penangguhan upah seperti yang terjadi pada kasus
Perbudakan di Daerah Kec. Sepatan Timur.
2. Perumusan Masalah
Seperti yang dijelaskan dalam pembatasan masalah, perlunya
penelahaan lanjutan pada kasus di atas mengenai Konsepsi perjanjian kerja
dan Upah buruh yang dibayarkan di bawah upah Minimum seperti pada kasus
9
perbudakan di Daerah Kec. Sepatan Timur. Untuk itu, sesuai dengan
pembatasan masalah, maka rumusannya adalah:
1. Bagaimanakah konsep perjanjian kerja menurut Hukum Islam dan
Hukum Positif?
2. Bagaimanakah Upah Buruh Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif?
3. Bagaimanakah kedudukan hukum perjanjian kerja dan upah buruh di
Pabrik CV. Cahaya Logam di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab.
Tangerang menurut Hukum Islam dan Hukum Positif?
c. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Untuk mengetahui konsep perjanjian kerja menurut Hukum Positif dan
Hukum Islam.
2. Mengatahui konsep Upah Buruh Menurut Hukum Positif dan Hukum
Islam.
3. Mengetahui kedudukan hukum perjanjian kerja dan upah buruh CV.
Cahaya Logam di Daerah Kec. Sepatan Timur menurut Hukum Positif
dan Hukum Islam?
d. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Penelitian ini sebagai upaya perluasan wawasan keilmuan hukum Islam
terlebih dalam bidang hukum perburuhan menurut hukum Islam dan Hukum
Positif. Manfaat yang lain juga yaitu dalam rangka mengembangkan ilmu
10
pengetahuan hukum Islam dengan hukum positif indonesia, khususunya
masalah hukum ketenagakerjaan.
2. Praksis
Penelitian ini bermanfaat bagi ulama, akademisi, legal drafter,
mahasiswa, santri dan khususnya para penggiat kajian keilmuan hukum
Islam, sebagai acuan dalam mengembangkan serta memahami hukum Islam.
Sebagai sumbangan pikiran dari peneliti bagi kerangka pembangunan hukum
Islam yang berkarakter Indonesia yang sesuai dengan zaman dan tempat.
e. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian
kualitatif dengan menggunakan instumen penelitian lapangan (field
research). Dan penelitian kepustakaan yang didasarkan pada suatu
pembahasan dengaan menggunakan metode studi kepustakaan (library
research), yaitu metode yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data dan
bahan-bahan penelitian melalui studi kepustakaan yang di peroleh melalui
kajian undang-undang dan peraturan-peraturan yang ada di bawahnya serta
bahan-bahan yang lainnya yang berhubungan dengan data-data penelitian.14
a. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah
14
Suharsimi Arikunto, Perosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2006). Lihat pula Afifi Fauzi Abbas, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Adelina
Offset, 2010), h.158.
11
1) Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk
mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum
baik hukum Islam (fiqh) maupun hukum positif.15
2) Penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang
dilakukan dengan cara mengkaji, menganalisa serta merumuskan
buku-buku, literatur dan yang lainnya yang ada relevansinya dengan
judul skripsi ini.
Sedangkan pendekatan yang dilakukan dalam penyusunan skripsi ini
menggunakan: Pendekatan konseptual16
(conseptual approach). Pendekatan
ini beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang
dalam hukum Islam. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan dokrtin-
doktrin hukum Islam, peneliti akan menemukan serta menganalis kasus
perbudakan di Pabrik CV. Cahaya Logam di daerah Kec. Sepatan Timur Kab.
Tangerang.
b. Sumber Data
Sumber Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data
primer yaitu bahan-bahan mengikat yakni data-data yang berkaitan erat
dengan kasus Perbudakan di daerah Sepatan baik diperoleh dari media
maupun dari hasil wawancara. Selain dari Data Primer juga dapat diperoleh
dari analis buku-buku terkait hukum perburuhan. Adapun sumber data
15
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, (Malang:
Bayumedia Publishing, 2008), hal. 294. 16
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta, Kencana, 2011), cet. 7, hal.
137.
12
sekunder lainnya yaitu bahan-bahan hukum islam (fiqh) serta peraturan
perundang-undangan yang memberikan penjelasan mengenai bahan primer
seperti UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Permenakertrans
No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian
Kebutuhan Hidup Layak dan UU Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
Bagitu juga bahan lainnya yang terdiri dari buku-buku para ahli hukum
Islam yang berpengaruh, maupun ahli hukum positif, jurnal-jurnal hukum
Islam, pendapat para sarjana.17
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum
yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder seperti Kamus, encyclopedia, dan lain-lain.18
c. Teknik Pengumpulan Data
Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan, maka digunakan
metode sebagai berikut:
1. Metode Dokumentasi
Metode Dokumentasi adalah mencari hal-hal atau variabel berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, media online, majalah, prasasti,
notulen, rapat, agenda, dan sebagainya.19
2. Metode Interview
Wawancara atau interview merupakan Tanya jawab secara lisan dimana
dua orang atau lebih berhadapan secara lansung. Dalam proses interview
17
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan
singkat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 13. 18
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, hal. 296. 19
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan
singkat, hal. 201.
13
ada dua pihak yang menempati kedudukan yang berbeda. Satu pihak
sebagai berfungsi sebagai pencari informasi atau interviewer sedangkan
pihak lain berfungsi sebagai pemberi informasi atau informan
(responden).20
Proses wawancara ini akan diajukan kepada pihak yang
terkait dalam skripsi ini, seperti langsung kepada narasumber, saksi-saksi
dan lain-lain.
3. Observasi
Adapun Observasi adalah merupakan sebuah proses penelitian secara
mendalam untuk mengetahui kasus perbudakan di Kampung Bayur Opak,
Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang.
d. Teknik Analisis Data
Adapun analisis bahan terkait judul skripsi merupakan langkah-langkah
yang berkaitan dengan pengelolahan terhadap bahan-bahan yang telah
dikumpulkan untuk menjawab isu yang telah dirumuskan dalam rumusan
masalah.
Pada penelitian ini, pengelolahan bahan studi analisis hakikatnya
merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan
yang telah ada. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-
bahan tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi
maupun hipotesa.
20
Soemitro Romy H. Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1990), hal. 71.
14
e. Teknik Penulisan
Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis berpedoman
pada prinsip-prinsip yang telah diatur dan dibukukan dalam buku pedoman
penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
f. Review Terdahulu
No
Nama
Judul
Persamaan
Perbedaan
1
Tasbih21
KONSEP ISLAM
DALAM
MENGHAPUSKAN
PERBUDAKAN:
Analisis Tematik
Terhadaap Hadits-
Hadits Perbudakan.
Menjelaskan
beberapa
masalah yaitu
antara konsep
perbudakan
dalam islam
seperti terlihat di
legalkan
menurut
beberapa
riwayat hadits,
namun dengan
semangat al-
Qur’an yang
menjunjung
tinggi nilai-nilai
anti perbudakan
seolah hilang
secara implisit
dengan riwayat
tentang
perbudakan.
Objek
penelitian
yang
digunakan
lebih bersifat
analisis
kepustakaan
semata,
sedangkan
skripsi yang
penulis buat
lebih terfokus
pada konsep
perbudakan
dalam islam
melihat kasus
perbudakan
di Pabrik CV
Cahaya
Logam di
daerah Kec.
Sepatan
Timur Kab.
Tangerang.
21
Tasbih, Konsep Islam dalam Menghapuskan Perbudakan: analisis tematik terhadap hadits-
hadits Perbudakan, (Tesis, 2008)
15
2
Zulheldi22
PERBUDAKAN
MENURUT AL-
QUR’AN: Suatu
Kajian Tafsir
Tematik.
Secara sepintas
al-Qur’an
mengakui
perbudakan, tapi
dalam banyak
indikasi
sebenarnya al-
Qur’an
menginginkan
penghapusan
sistem sosial
yang tidak
manusiawi
tersebut.
Penelitian
menggunakan
pendekatan
tematik
terhadap
hadits-hadits
mengenai
perbudakan.
Sedangkan
penelitian
dalam skripsi
penulis
menggunakan
pendekatan
kualitatif,
yaitu
menelusuri
bahan
kepustakaan
dengan studi
empirisme
data kasus
dilapangan.
3
Alfi Jazulin
Azwar23
PERBUDAKAN
DALAM SEJARAH
ISLAM.
Mengungkapkan
dalam
perjalanan
sejarah islam,
perbudakan
yang seharusnya
lenyap dengan
mengacu kepada
pokok ajaran
islam kembali
melembaga.
Kelembagaan
yang diteliti
bersifat
umum,
sedangkan
objek
penelitian
skripsi
penulis lebih
terfokus
kepada
perbudakan
yang terjadi
di Pabrik CV.
Cahaya
Logam di
Daerah Kec.
22
Zulheldi, Perbudakan Menurut Al-Qur’an: suatu kajian tafsir tematik, (Tesis, 1991). 23
Alfi Jazulin Azwar, Perbudakan Dalam Sejarah Islam, (Tesis, 1998).
16
Sepatan
Timur.
g. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab.
Masing-masing bab terdiri atas beberapa sub-bab guna lebih memperjelas
ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan
tata letak masing-masing bab serta pokok pembahasannya adalah sebagai
berikut.
Bab I Pendahuluan, seperti biasanya diawali dengan pembahasan
Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan Dan
Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Review Terdahulu dan terakhir
Sistematika Penulisan.
Pada bab II menjelaskan tentang Landasan Teoritis yang terdiri dari
dua point, poin A tentang Pengertian Perjanjian Kerja, Jenis-jenis Perjanjian
Kerja dan Ketentuan Hukum Perjanjian Kerja. Adapun poin B tentang
Pengertian Upah, Macam-Macam Upah dan Peraturan perundang-undangan
Indonesia terkait Hukum Ketenagakerjaan.
Pada bab III menjelaskan tinjauan Kronologis Kasus Perbudakan di
Pabrik CV. Cahaya Logam Kec. Sepatan Timur Kabupaten Tangerang terdiri
dari tiga point, yaitu Profil Perusahaan, Kronologis Kasus, dan Duduk
Permasalahan.
Pada bab IV Analisis Kasus Perbudakan di Pabrik CV. Cahaya Logam
Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang Menurut Menurut Hukum Islam dan
17
Hukum Positif, terdiri dari tiga pembahasan yaitu Analisis Perjanjian Kerja
Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif, Analisis Upah Buruh Menurut
Hukum Islam dan Hukum Positif, dan terakhir Analisis Kasus.
Pada bab V Penutup, seperti biasa pembahasan terdiri dari kesimpulan
dari skripsi ini dan yang kedua yaitu saran.
18
BAB II
LANDASAN TEORITIS PERJANJIAN KERJA DAN UPAH MENURUT
HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A. Perjanjian Kerja Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif
1. Pengertian Perjanjian Kerja
Jika dilihat dari ketentuan Pasal 50 Undang-undang No. 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan menetapkan bahwa hubungan kerja terjadi karena
adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh.1 Adanya
perjanjian demikian sangatlah esensial. Pemahaman di atas pada prinsipnya
serupa dengan apa yang ada di Eropa. Di kebanyakan Negara di Eropa dasar atau
landasan hukum perburuhan dapat ditemukan di dalam „perjanjian kerja‟. Di
Negara-negara di Eropa (baik di dalam peraturan perundang-undangan maupun
dalam yurisprudensi), perjanjian kerja dipahami mencakup tiga elemen inti:
pekerjaan, upah dan otoritas/kewenangan. Ini berarti bahwa perjanjian kerja
adalah suatu kesepakatan dengan mana buruh/pekerja mengikatkan diri sendiri
untuk bekerja di bawah otoritas/kewenangan majikan dengan menerima
pembayaran upah.2
Hal di atas juga senada dengan definisi perjanjian kerja menurut Undang-
undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa
perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau
1 Pasal 50 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
2 Agusmidah, dkk, Bab-Bab Tentang Hukum Perburuhan Indonesia, (Jakarta: UI Press,
2012), hal. 13
19
pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.3
Sementara dalam pasal 1601 A KUH Perdata, perjanjian kerja merupakan suatu
perjanjian dimana pihak yang satu, pekerja mengikatkan diri untuk bekerja pada
pihak pengusaha selama waktu tertentu, dengan menerima upah. Dari rumusan
tersebut, perjanjian kerja harus memenuhi persyarat-persyaratan sebagai berikut:
a) Adanya pekerjaan
b) Adanya upah yang dibayarkan
c) Adanya perintah
d) Adanya waktu tertentu dan waktu tidak tertentu untuk perjanjiannya.4
Setelah menjelaskan pandangan hukum positif terkait perjanjian kerja
perburuhan. di bawah ini akan dijelaskan pembahasan perjanjian kerja menurut
hukum Islam.
Perjanjian atau akad dalam hukum Islam dipandang sah jika rukun dan
syaratnya terpenuhi. Rukun yang dimaksud adalah unsur-unsur yang membentuk
perjanjian tersebut seperti menurut jumhur ulama terdiri dari tiga aspek yaitu
subyek akad, obyek akad dan sighat akad. Adapun di antara syarat-syarat
akadnya sendiri yaitu ahliyatul „ada dan ahliyatul wujub.
3 Hadi Setia Tunggal, Seluk-Beluk Hukum Ketenagakerjaan, (Tt: Harvarindo, 2014), hal.
48 4 Lebih jelas lihat Hadi Setia Tunggal, Seluk-Beluk Hukum Ketenagakerjaan, (Tt:
Harvarindo, 2014), hal. 48-49
20
Dalam Islam sendiri ketika perjanjian atau waktu ijab-kabul tidak ada
keharusan menggunakan kata-kata khusus karena ketentuan hukumnya ada pada
akad dengan tujuan dan makna bukan dengan kata-kata dan bentuk kata itu
sendiri, yang diperlukan adalah saling rela („antaradin), direalisasikan dalam
bentuk mengambil dan memberi atau cara lain yang dapat menunjukkan keridaan
makna pemilikan dan mempermilikkan.5
Perjanjian kerja dalam hukum Islam juga membenarkan tertulis tidaknya
perjanjian kerja, namun sebuah keharusan perjanjian kerja tertulis, karena
berdasarkan sebuah potongan ayat dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 282
yang berbunyi:
...
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. (Al-Baqarah:282)
Dan terdapat pula dalam sebuah kaidah al-Kitabah ka al-Khitab (adapun
tulisan dalam perjanjian sama seperti sebuah ucapan.
Selain itu juga dalam hukum Islam, kontrak dalam perjanjian kerja
dipandang sah harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a) tidak menyalahi
aturan atau prinsip syariah yang ditetapkan; b) harus sama-sama rida dan ada
5 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, alih bahasa Kamaluddin A . Marzuki, (Bandung: al-
Ma‟arif, 1996), hal. 49
21
pilihan, c) harus jelas dan gamblang.6 Prinsip lain dari perjanjian kerja harus
saling jujur dan tidak mengkhianati perjanjian kerja, hal itu sesuai dalam al-
Qur‟an surat al-Baqarah ayat 279 dan al-Maidah ayat 1.
2. Jenis Perjanjian Kerja
Dilihat dari segi jangka waktu pembuatan perjanjian kerja, dapat dibagi 2
(dua) jenis, yaitu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT)dan Perjanjian kerja
waktu tidak tertentu (PKWTT) sebagai berikut:
a) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara
pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu
tertentu dan untuk pekerjaan tertentu.7
Tidak semua jenis pekerjaan dapat dibuat dengan perjanjian kerja waktu
tertentu. Pasal 57 Ayat 1 UU 13/2003 mensyaratkan bentuk PKWT harus tertulis
dan mempunyai 2 kualifikasi yang didasarkan pada jangka waktu dan PKWT
yang didasarkan pada selesainya suatu pekerjaan tertentu (Pasal 56 Ayat (2)UU
13/2003). Secara limitatif, Pasal 59 juga menyebutkan bahwa PKWT hanya
dapat diterapkan untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis, sifat dan kegiatan
pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu pekerjaan yang sekali
selesai atau yang sementara sifatnya, pekerjaan yang diperkirakan
6 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 2-3 7 F.X. Djulmiaji, Perjanjian Kerja Edisi Revisi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 67
22
penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama, paling lama 3 tahun,
pekerjaan yang bersifat musiman dan pekerjaan yang berhubungan dengan
produk baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau
penjajagan.8
b) Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), yaitu perjanjian kerja
antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja tetap.
Masa berlakunya PKWTT berakhir sampai pekerja memasuki usia pensiun,
pekerja diputus hubungan kerjanya, pekerja meninggal dunia. Bentuk PKWTT
adalah fakultatif yaitu diserahkan kepada para pihak untuk merumuskan bentuk
perjanjian baik tertulis maupun tidak tertulis. Hanya saja berdasarkan Pasal 63
Ayat (1) ditetapkan bahwa apabila PKWTT dibuat secara lisan, ada kewajiban
pengusaha untuk membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang
bersangkutan. PKWTT dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3
(tiga) bulan dan dalam hal demikian, pengusaha dilarang untuk membayar upah
di bawah upah minimum yang berlaku. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 60 Ayat
(1) dan (2) UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.9
8 Lihat juga YLBHI, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta: YLBHI, 2014),
hal. 156 9 Lihat juga YLBHI, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta: YLBHI, 2014),
hal. 157-158
23
3. Ketentuan Hukum Perjanjian Kerja
Suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu bisa
dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah dan sebagai akibatnya perjanjian
akan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh
karena itu agar keberadaan suatu perjanjian diakui oleh undang-undang (legally
concluded contract) haruslah sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan
oleh undang-undang.
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat (pasal 1320 KUH
perdata) yaitu:
a) Sepakat merekat yang mengikatkan diri,
b) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian,
c) Suatu hal tertentu
d) Suatu sebab yang halal.
Kesepakatan kedua belah pihak yang melakukan perjanjian haruslah
bersepakat setuju dengan tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak lain.
Tidak adanya kekeliruan atau penipuan oleh salah satu pihak. Oleh karena itu
kesepakatan adalah unsur utama. Kecakapan membuat suatu perjanjian
maksudnya mereka yang dikategorikan sebagai pendukung hak dan kewajiban
adalah orang atau badan hukum. Sedangkan suatu sebab yang halal maksudnya
ialah tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan
dan ketertiban umum.
24
Ketentuan Pasal 51 (1) UUK menyatakan bahwa Perjanjian Kerja dapat
dibuat secara tertulis maupun lisan. Meskipun demikian, ketentuan Pasal 54 (1)
UUK setidak-tidaknya harus mencakup:
a) Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
b) Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh;
c) Jabatan atau jenis pekerjaan;
d) Tempat pekerjaan;
e) Besarnya upah dan cara pembayarannya;
f) Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan
pekerja/buruh;
g) Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h) Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
i) Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Ketentuan tentang syarat-syarat di atas tidak diperlengkapi secara
memadai dengan sanksi yang memaksakan pentaatan. Sekalipun begitu, ketentuan
perundang-undangan di atas setidak-tidaknya mengindikasikan apa yang
diharapkan termuat dalam perjanjian kerja yang dibuat tertulis. Fakta bahwa tidak
disyaratkan perjanjian kerja dibuat tertulis dilandaskan pemikiran praktikal,
karena dalam banyak kasus para pihak tidak menuliskan kesepakatan yang dibuat
antara mereka. Jika perjanjian lisan demikian dinyatakan cacat hukum, maka
artinya pekerja/buruh tidak akan dapat mendapat perlindungan yang layak.
25
B. Upah Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif
1. Pengertian Upah
Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja (perjanjian
kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja bekerja pada
pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak ada unsur upah,
maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja. Menurut
beberapa ahli, Upah merupakan bentuk penghargaan yang diberikan oleh
pengusaha setelah buruh menyerahkan tenaga dan pikirannya dalam proses
produksi. Buruh bersedia untuk bekerja menyerahkan tenaga dan pikirannya
untuk mendapatkan upah. 10
Upah harus diberikan dalam bentuk uang sebagai
imbalan dari pengusaha kepada buruh yang besarnya ditetapkan sebelumnya
seperti dalam bentuk tertulis atau tidak. Ditinjau dari beberapa komponen, bentuk
upah ada banyak macamnya, yaitu:
a) Upah Pokok, yaitu upah dasar yang dibayarkan kepaa pekerja menurut
tingkat atau jenis pekerjaan, dan besarnya ditetapkan berdasarkan
kesepakatan;
b) Tunjangan Tetap, yaitu tunjangan yang diberikan bersamaan dengan upah
tiap bulannya. Tunjangan ini diberikan dengan tidak dipengaruhi dengan
jumlah ketidak hadiran;
10
YLBHI, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta: YLBHI, 2014), hal. 161
26
c) Tunjangan Tidak Tetap, yaitu tunjangan yang diberikan bersamaan dengan
upah tiap bulannya. Tunjangan ini hanya diberikan bila buruh masuk
kerja.
Upah dibayarkan bila buruh melakukan pekerjaan. Prinsip ini dikenal
engan istilah No Work No Pay (“tak ada kerja, tak ada upah”). Meskipun begitu,
ada pengecualian dalam hal ini. Yaitu bila buruh cuti, mogok yang sah, buruh
sakit, menjalankan kewajiban terhadap negara, menjalankan ibadah,
melaksanakan tugas serikat, dan melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.
Dalam keadaaan buruh sakit sehingga tidak dapat melaksanakan pekerjaaan,
upah buruh tetap dibayar dengan besaran yang ditentukan dan wajib dibayarkan
oleh pengusaha.
Adapun istilah upah dalam islam ditemukan dengan padanan ijarah yang
berasal dari kata “al-Ajru” yang berarti “al-Iwadlu (ganti)” yang berarti upah
atau imbalan.11
Istilah ini ditemukan dalam surat at-Thalaq ayat 6, yang mana di
dalam ayat itu dikatakan:
… …
“Apabila mereka (wanita-wanita) menyusukan (anak) kalian, Maka
berikanlah kepada mereka upah-upahnya” (QS at-Thalaq 65: 6)
11
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Beirut: Daar al-Tsaqafah al-Islamiyyah, t.Th), Juz. III,
hal. 138, lihat juga Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Rajagrafindo, 2008), hal.113
27
Dalam hadits juga terdapat banyak menyinggung mengenai upah, salah
satunya adalah hadits yang diiriwatkan oleh Ibnu Majah, dari „Abdullah ibn
„Umar berkata, Rasulullah Saw Bersabda:
أعطوا األجير أجره قبل أن يجف عرقه
“Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” 12
Hadits di atas menawarkan kepada seluruh pnyedia jasa (pengusaha)
untuk memberikan upah kepada buruh sesuai dengan berakhirya kerja itu sendiri.
Dalam hukum Islam juga telah menawarkan suatu penyelesaian yang sangat
tepat, baik mengenai masalah upah maupun, masalah perlindungan kepentingan-
kepentingan terhadap pekerja maupun pengusaha. Upah ditentukan dengan cara
yang paling bijaksana tanpa merugikan kedua belah pihak. Buruh mendapat upah
yang telah dijanjikan tanpa merampas hak majikan yang sah. Begitu pula
majikan tidak dibenarkan menindas golongan pekerja, dengan mengambil hak
mereka yang sah. Dalam al-Quran diperintahkan dengan jelas agar para
pengusaha membayar upah pekerja selaras dengan tugas yang mereka lakukan
dan pada saat yang sama juga menjaga kepentingan mereka sendiri.
12
Muhammad ibn Yazid Abu Abdullah al-Quzwaini, Sunan Ibn Majah, (Beirut: Daar al-
FIkr, t.th), Juz. II, hal. 817
28
2. Macam-Macam Upah
Prinsip yang melandasi peraturan perundang-undangan berkenaan dengan
pengupahan ialah bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan
yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 UUK).
Berlandaskan pada ketentuan itu, maka pemerintah mewajibkan diri sendiri
untuk mengembangkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.
Dalam penjelasan ketentuan di atas, upah wajib (necessary income)
diterjemahkan sebagai upah yang memungkinkan buruh/pekerja memenuhi
penghidupan yang layak. Beranjak dari ketentuan itu pula, buruh/pekerja dengan
pekerjaan yang mereka lakukan harus dapat memperoleh upah dalam jumlah
tertentu yang memungkinkan mereka untuk secara masuk akal memenuhi
penghidupan diri sendiri dan keluarga mereka. Tercakup ke dalam itu ialah
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, sansang, papan, pendidikan,
pemeliharaan kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua. Kiranya jelas bahwa
penguraian pengertian upah seperti ini mencerminkan program masa depan
daripada situasi kondisi aktual Indonesia.
Di dalam ketentuan yang sama ditetapkan pula bahwa kebijakan
pengupahan yang dikembangkan pemerintah harus mencakup 6 pokok hal
sebagai berikut:
a) Upah Minimum;
b) Upah kerja lembur;
29
c) Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d) Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan di luar pekerjaannya;
e) Upah karena menjalankan waktu istirahat kerjanya;
f) Bentuk dan cara pembayaran upah;
3. Sistem Pengupahan
Sistem upah merupakan kerangka pengelolaan prihal bagaimana upah
diatur dan ditetapan. Sistem upah di Indonesia pada umunya didasarkan pada tiga
fungsi, yaitu:
a. Menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluaraga.
b. Mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang
c. Menyediakan insentif untuk mendorng meningkatkan produktivitas kerja.
Untuk mengatur sistem pengupahan di Indonesia, pemerintah sudah
membuat membuat rambu-rambunya dalam UU No 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan. Selain itu, sudah dibuat pula Keputusan Presiden No 107 tahun
2004 tentang Dewan Pengupahan, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi NoKEP-231/MEN/2003.13
Dewan pengupahan adalah suatu lembaga nonstruktural yang bersifat
tripartit. Secara struktural terdiri atas:
a) Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) yang dibentuk oleh Preside
b) Dewan Pengupahan Provinsi (Depeprov) yang dibentuk oleh Gubernur
13
Keputusan Presiden No 107 tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan
30
c) Dewan Pengupahan Kota/Kabuptan (Depekab/Depeko) yang dibentuk oleh
Bupati/Walikota.
Tugas dari Dewan Pengupahan adalah memberikan saran dan
pertimbangan kepada pemerintah dalam rangka perumusan kebijakan
pengupahan dan pengembangan sistem pengupahan
nasional/provinsi/kabupaten/kota. Seperti dalam penentuan Upah Minimum
Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK).
Upah Minimum Provinsi dan Upah Minimum Kabupaten/Kota
Untuk mengatur tentang ketentuan upah minimum provinsi dan upah minimum
kabupaten/kota, pemerintah membuat peraturan yaitu Peraturan Menteri Tenaga
Kerja No Per-01/MEN/1999 dan diperbaharui pada tahun 2000 menjadi
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No Per-226/MEN/2000 tentang Upah
Minimum.
Upah minimum menurut peraturan tersebut adalah upah minimum
terendah yang terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap. Upah minimum terdiri
atas Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMS
Provinsi), Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK), Upah Minimum Sektoral
Kabupaten/Kota.
Upah minimum provinsi adalah upah minimum yang berlaku untuk
seluruh kabupaten/kota di suatu provinsi, sedangkan Upah minimum sektoral
31
provinsi adalah upah minimum yang berlaku secara sektoral diseluruh
kabupaten/kota di suatu provinsi.
Adapun upah minimum kabupaten/kota adalah upah minimum yang
berlaku di daerah kabupaten/kota. Sedangkan upah minimum sektoral
kabupaten/kota adalah upah minimum yang berlaku secara sektroal di daerah
kabupaten/kota.
Adapun Ketentuan tentang struktur dan skala upah di Idonesia sudah di
atur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
KEP.49/MEN/IV/2004 tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah.
Struktur upah adalah susunan tingkat upah dari yang terendah sampai
yang tertinggi atau dari yang tertinggi sampai yang terendah. Adapun skala upah
adalah kisaran nilai nominal upah untuk setiap kelompok jabatan.
Dasar pertimbangan untuk menyusun struktur upah terdiri atas:
1. Struktur organisasi
2. Rasio perbedaan bobot pekerjaan antar jabatan
3. Kemampuan perusahaan.
4. Biaya keseluruhan tenaga kerja.
5. Upah minimum
32
6. Kondisi pasar
Sedangkan dalam penyusunan skala upah dapat dilakukan melalui dua
pendekatan yaitu:
1. Skala tunggal, yaitu skala upah dengan ketentuan setiap jabatan pada golongan
jabatan yang sama mempunyai upah yang sama
2. Skala ganda, yaitu skala upah dengan ketentuan setia golongan jabatan
mempunyai nilai upah nominal terendah dan tertinggi.
33
BAB III
KRONOLOGIS KASUS PERBUDAKAN DI PABRIK CV. CAHAYA LOGAM
DI DAERAH KEC. SEPATAN TIMUR KAB. TANGERANG
A. Profil Perusahaan
Di desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang,
Yuki Irawan (41) pemilik CV. Cahaya Logam adalah seorang pendatang. Sekitar
15 tahun lalu yuki pernah mengontrak di tanah petak dekat dengan rumah
gedongnya kini. Yuki berbisnis mengolah limbah alumunium foil jadi alumunium
batangan. Usahanya itu sukses.1
Yuki kemudian membeli rumah bertingkat yang kini dijadikan pabrik
percetakan wajan atau kuali. Namun di balik keberhasilan itu rupanya menyimpan
borok. Yuki diketahui menyekap buruh di pabriknya selama berbulan-bulan,
praktik penyekapan di pabrik kuali di Tangerang itu terkuak setelah dua buruh
yang bekerja di pabrik itu berhasil melarikan diri setelah 3 bulan dipekerjakan
dengan tidak layak.
Yuki irawan, dikenal warga sebagai sosok berduit. Pemilik CV. Cahaya
Logam itu dekat dengan aparat desa, polisi hingga tentara.
1 Wawancara Pribadi dengan Ketua Rt Bayur Opak, Desa Lebak Wangi, Kecamatan
Sepatan Timur, Bapak Salmin., 5 Mei 2015
34
Banyaknya aparat yang datang di tempat pembuatan panci yang dikelola
oleh Yuki Irawan tersebut, membuat warga sekitar beranggapan bahwa
perusahaan itu legal. ” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang
Heri Heryanto.
Polres Kota Tangerang, pada hari Sabtu (3/5) menggerebek Pabrik CV.
Cahaya Logam, produsen alumunium batangan dan panci di Kampung Bayur
Opak Rt03/06, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten
Tangerang dan terdapat 35 pekerja pabrik diduga mendapatkan perlakuan kasar
dari majikan dan orang suruhannya. Dari hasil pengecekan, tempat usaha industri
itu tidak mempunyai izin Industri dari Dinas Pemda Kabupaten Tangerang,
namun hanya ada Surat Keterangan Usaha dari Kecamatan Cikupa tetapi lokasi
usaha di Kecamatan Sepatan.
Saat ini, kepolisian telah menahan lima orang yang dijadikan tersangka
terkait kasus itu yakni Yuki Irawan (41) sebagai pemilik pabrik serta empat anak
buahnya yakni Tedi Sukarno (35), Sudirman (34), Nurdin alias Umar (25), dan
Jaya (30).
B. Kronologis Kasus
Kurang lebih 1 tahun lalu tragedi pelecehan martabat manusia terjadi di
bumi negeri tercinta ini, tepatnya di Kampung Bayur Opak RT 03/06, Desa
Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, terkuak setelah
35
dua buruh yang bekerja di pabrik itu berhasil melarikan diri. Andi Gunawan (20
tahun) dan Junaidi (22) kabur setelah tiga bulan dipekerjakan dengan tidak
layak.2 Dalam waktu enam bulan dia bekerja di pabrik milik Yuki Irawan itu,
tidak sepeser pun uang yang diterima para buruh. Setiap hari, para buruh harus
bekerja lebih dari 12 jam untuk membuat 200 panci. Jika tidak mencapai target,
lanjutnya, para pekerja akan disiksa dan dipukul. Mereka bekerja mulai jam 5.30
pagi hingga jam 1 malam, hanya . mereka hanya diberi makan nasi putih, tahu
dan tempe.Usai bekerja, para pekerja tinggal di sebuah ruangan berukuran 4
meter x 6 meter yang berada di belakang pabrik. Di dalam ruangan kecil itu
terdapat kamar mandi, namun tidak ada ventilasi udara, dan mereka hanya diberi
dua tikar yang sudah rusak untuk tidur. Ruangan itu kemudian dikunci dari luar.
Para pekerja yang rata-rata berumur 17 hingga 24 tahun ini hanya
memiliki satu baju yang melekat di tubuh, karena menurutnya baju, ponsel dan
uang yang mereka bawa dari kampung disita oleh sang majikan ketika baru tiba
di pabrik tersebut. Para pekerja diiming-imingi mendapat gaji Rp 600 ribu per
bulannya.3 Kondisi di sana sangat memprihatinkan, tidak layak untuk ditiduri.
Para pekerja sering diancam oleh mandor-mandor dan bos Yuki, akan dipukuli
sampai mati, mayatnya langsung mau dibuang di laut kalau jika macam-macam
di sana. Tindakan tidak manusiawi yang diberikan kepada para buruh di pabrik
panci itu membuat sejumlah pekerja berusaha untuk melarikan diri tapi gagal.
2 Wawancara Pribadi dengan Kepala Desa Lebak Wangi Kecamatan Sepatan Timur, Ibu
Siti Zubaedah., 4 Mei 2015 3 Wawancara Pribadi dengan Ibu Siti Zubaedah, 4 Mei 2015
36
Berikut pernyataan dari salah satu buruh bernama Darmin, “Itu ada yang kejar,
tentara itu, saya langsung lari tapi ketangkap juga. Ditarik langsung dipukuli
sebentar terus saya diteriakin maling sama tentara itu, terus warga pada kumpul
lalu saya bilang saya bukan maling. Saya pekerja tidak betah, lalu warga pergi.
Terus saya diikat sama tentara terus dibawa ke mes. Saya ditelanjangi, dipukuli,
ditendang, ditampar, dikurung di WC satu malam terus besokannya kerja lagi.4
C. Duduk Permasalahan
Seperti yang diberitakan di beberapa media dan hasil analis wawancara
narasumber, kronologis kasus terkuaknya kasus diawali dari laporan seorang
buruh ke Kepala Desa Jamali, Cece Rusmana, yang kemudian ditindaklanjuti
dengan mendatangi lokasi pabrik di Tangerang didampingi personel
Bhanbinkamtibmas.
Dikutip dari media, saat itu kami mendapatkan laporan dari salah seorang
korban yang berasal dari Mande dan Lampung. Mereka melaporkan
mendapatkan penyiksaan selama bekerja di pabrik itu. Sekitar tanggal 23
Februari kita datang ke lokasi pabrik. Kita bertemu langsung dengan bosnya dan
para buruh. Tapi kedatangan kita yang pertama, para buruh mengaku tidak ada
masalah apa-apa. Rupanya sudah di-setting sama bosnya," terang Cece kepada
INILAH di Kantor P2TP2A Kabupaten Cianjur, Minggu (5/5/2013).
4 http://sylhadisaputri.blogspot.com/2013/06/makalah-perbudakan-di-tanggerang.html
37
Cece kemudian berkoordinasi dengan Camat Blambangan Lampung
karena salah seorang korbannya berasal dari Lampung. Rupanya, aksi
perbudakan disertai penyekapan dan penyiksaan sudah terendus aparat kepolisian
yang langsung melakukan penggerebekan.
Pada Jumat malam kita datang ke lokasi pabrik. Ternyata memang sudah
digerebek aparat polisi. Kita langsung mendata di lokasi pabrik. Ternyata ada 22
orang di antara buruh itu merupakan warga Kabupaten Cianjur. Setelah
menyelesaikan pendataan, seluruh korban yang berasal dari Cianjur, termasuk 1
orang dari Bandung, dipulangkan pada Minggu (5/5/2013) dinihari.5
Dari beberapa kesaksian juga mengatakan bahwa para buruh dipaksa
bekerja dengan waktu tak terbatas, mulai bekerja dinihari dan berakhir tengah
malam, mereka tidak bisa beribadah dan disiksa kalau bekerja tidak giat.6 Selain
perampasan hak atas buruh di atas, hak lain dari buruh juga dirampas seperti
ditempatkan pada tempat yang tidak layak berupa ruang tertutup 8 x 6 meter,
tanpa ranjang tidur, hanya ada alas tikar, kondisi pengap, lembab, gelap, terdapat
fasilitas kamar mandi yang jorok dan tidak terawat. Dan rata-rata dari mereka
tidak mandi serta tidak berganti baju selama tiga bulan.7
5 http://m.inilah.com/read/detail/1985826/inilah-kronologis-terbongkarnya-perbudakan-
buruh. diakses pada tanggal Minggu, 5 Mei 2013 pada pukul 12:26 WIB
6 http://www.tempo.co/read/news/2013/05/04/064477938/Buruh-Pabrik-Panci-Dipaksa-
Kerja-Seperti-Budak. diakses pada tanggal 04 Mei 2013 Pukul 17:50 WIB
7 http://www.tempo.co/read/news/2013/05/04/064477938/Buruh-Pabrik-Panci-Dipaksa-
Kerja-Seperti-Budak. diakses pada tanggal 04 Mei 2013 Pukul 17:50 WIB
38
Dari hasil pemeriksaan, didapatkan bahwa industri tersebut tak memiliki
izin industri dari instansi terkait di Pemerintah Kabupaten Tangerang. Usaha itu
hanya mengantongi Surat Keterangan usaha dari Kecamatan Cikupa. Petugas
kepolisian pun menemukan beragam temuan mengejutkan. Berikut temuan-
temuan itu:
a) Tempat istirahat buruh berupa ruang tertutup sekitar 8m x 6m, tanpa
ranjang tidur, hanya alas tikar, kondisi pengap, lembab, gelap, kamar
mandi jorok dan tidak terawat. 8
b) Telepon genggam, dompet, uang, dan pakaian yang dibawa buruh ketika
pertama kali datang bekerja di tempat itu disita lalu disimpan JK dan
istrinya tanpa argumentasi yang jelas.
c) Gaji tidak diberikan, sementara buruh sudah bekerja lebih dari 2 bulan,
dijanjikan Rp 600 ribu per bulan.
d) Terdapat 6 buruh yang disekap, dengan kondisi dikunci dari luar.
e) Pakaian yang digunakan buruh cenderung kumal, tidak diganti berbulan-
bulan, robek dan jorok.
f) Kondisi badan buruh juga tidak terawat, rambut coklat, kelopak mata
gelap, berpenyakit kulit kurap atau gatal-gatal, tampak tidak sehat.
g) Buruh diperlakukan kasar dan tidak manusiawi. Hak-hak terkait
kesehatan dan berkomunikasi tida diberikan oleh pemilik usaha.
8 Wawancara Pribadi dengan Warga/Pekerja CV. Cahaya Logam Kp. Bayur, Desa
Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Bapak Basri., 8 Mei 2015
39
h) Ada 4 buruh yang masih berumur di bawah 17 tahun, status anak.9
Dari data yang didapat oleh penulis, hal itu terjadi berawal dari
ketidakjelasannya hubungan kerja dan pembagian kerja antara pengusaha pabrik
dengan para buruh CV. Cahaya Logam. Diperparah dengan perjanjian kerja yang
tidak jelas sekaligus tidak tertulis, hal ini menyebabkan para buruh tidak bisa
menolak perjanjian kerja yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan
manakala perjanjian kerja tersebut tidak tertulis. Hal demikianlah yang
menyebabkan antara buruh dengan majikan (pengusaha) tidak seimbang baik
hubungan kerja maupun pembagian kerjanya.
Pada dasarnya hubungan maupun pembagian kerja merupakan aspek
terpenting dalam suatu perusahaan, karena dalam suatu perusahan haruslah jelas
hubungan kerja serta pembagian kerja antara pekerja satu dengan yang lainnya
atau bahkan hubungan pekerja dengan pengusaha/atasannya. Jika hubungan dan
pembagian kerja tidak jelas maka akan terjadi penyimpangan di sana-sini. Kasus
ini merupakan salah satu contoh dari hubungan kerja dan pembagian kerja yang
tidak Jelas yang tidak melakukan perjanjian-perjanjian sebelumnya sehingga
pengusaha atau pemilik pabrik kuali dalam hal ini CV. Cahaya Logam
9
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/05/04/04215157/Parah.Puluhan.Buruh.Disekap.Baran
gDisita.dan.Hak.Tak.Dipenuhi.di.Tangerang?utm_source=WP&utm_medium=Ktpidx&utm_cam
paign=%20Perbudakan%20Di%20Tangerang. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 Pukul
14.30 WIB
40
melakukan tindakan semena-mena kepada para pekerja layaknya seorang budak
dan tidak sesuai dengan prikemanusiaan.10
Disamping karena perjanjian yang tidak jelas menjadi pemicu awal, upah
yang diberikan oleh CV. Cahaya Logam juga tidak berdasarkan Permenakertrans
No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian
Kebutuhan Hidup Layak, sebagaimana di tulis dalam pasal 8 “Upah minimum
yang ditetapkan oleh Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 berlaku
bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun”. Jadi
seharusnya buruh pada waktu itu mendapatkan upah sesuai UMK (upah
minimum kabupaten/kota) dalam hal Ini Kab. Tangerang sebesar Rp
2.200.000/perbulan,11
bukan Rp. 600.000/perbulan.
Baik ketidakjelasan perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha dan
problem pemberian upah di bawah UMP, ternyata bila dilihat lebih jauh dalam
hukum positif terkait perburuhan memberikan kelonggaran dalam perjanjian
kerja yang tidak tertulis, secara jelas ketentuan Pasal 51 ayat 1 UU No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa Perjanjian Kerja dapat dibuat
secara tertulis maupun lisan.12
Pasal ini memberikan penjelasan bahwa Perjanjian
Kerja tidak diwajibkan untuk dituangkan dalam wujud tertulis, bisa saja dalam
bentuk lisan. Menurut Agusmidah mengatakan bahwa perjanjian merupakan
10
Wawancara Pribadi dengan Bapak Salmin., 5 Mei 2015
11
http://fspmiptbi.org/daftar-umr-ump-umk-tahun-2013, pada tanggal 22 November
2013 pukul 19. 40 WB. 12
Pasal 51 ayat 1 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
41
buah perlindungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha, untuk itu seharusnya
perjanjian kerja tertulis tidak secara lisan.13
Karena hal itu berpotensi pada tidak
terlindunginya hak-hak para buruh ketika terjadi persengketaan antara pekerja
dan pengusaha. Hal ini pula yang memungkinkan para buruh/pekerja CV.
Cahaya Logam di Kab. Tangerang tidak bisa berbuat apa-apa akan hak-haknya.
Kementerian tenaga kerja dan transmigrasi (kemnakertrans) mempercepat
proses penyidikan dan penyusunan penuntutan pidana terhadap para pelaku
penyekapan buruh di Tangerang. Para pelaku dijerat dengan 6 (Enam) tuntutan
pidana karena melanggar peraturan ketenagakerjaan dengan ancaman hukuman
penjara berat dan sanksi denda. Pada hari Selasa, tanggal 25 Maret 2014 di
Pengadilan Negeri Tangerang. Dalam putusannya, Majlis Hakim yang diketuai
Asiadi Sembiring menyatakan terdakwa Yuki Irawan terbukti secara sah
melanggar Pasal 24 UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, Pasal 2 ayat (1)
UU No. 21 Tahun 2007 tentang tindak pidana Perdagangan Orang, Pasal 88 UU
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 372 KUHP tentang
Penggelapan, Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan, dan Pasal 333 KUHP
tentang Perampasan Kemerdekaan, serta menjatuhkan pidana penjara selama 11
(Sebelas) tahun ditambah denda sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan.
13
Agusmidah, dkk, Bab-Bab Tentang Hukum Perburuhan Indonesia, (Jakarta: UI Press,
2012), hal. 26
42
BAB IV
ANALISIS KASUS PERBUDAKAN DI PABRIK CV. CAHAYA LOGAM DI
KEC. SEPATAN TIMUR KAB. TANGERANG MENURUT HUKUM ISLAM
DAN HUKUM POSITIF
A. Analisis Perjanjian Kerja Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif
Maraknya kasus perburuhan di Indonesia terjadi diakibatkan kurangnya
kepastian hukum mengenai perjanjian kerja itu sendiri. Potret buramnya kasus
perburuhan di Indonesia bahkan terlihat seperti kembali kepada zaman feodal. Di
mana seorang majikan seenaknya memperlakukan seorang buruh sebagai
budaknya, dengan tanpa upah, tanpa kejelasan waktu kerja, tanpa keselamatan
kerja/kesehatan dan tanpa hak-hak lainnya. Hubungan kerja yang terlahir dari
ketidakjelasan perjanjian menjadi alat eksploitasi pihak buruh oleh majikannya.
Jika kita lihat, pada dasarnya hubungan kerja terlahir dari hubungan
antara pekerja dan pengusaha setelah diadakan perjanjian oleh pekerja dengan
pengusaha di mana pekerja menyatakan kesanggupannya untuk menerima upah
dan pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja
dengan membayar upah.1 Di dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa hubungan kerja terjadi karena
adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja.2
1 Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta: Djambatan, 1999), hal. 88
2 Pasal 50 Undang-undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan
43
Konsep perjanjian kerja diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, dalam Pasal 1601 a KUH Perdata disebutkan kualifikasi agar suatu
perjanjian dapat disebut perjanjian kerja. Kualifikasi yang dimaksud adalah
adanya pekerjaan, di bawah perintah, waktu tertentu dan adanya upah.3
Kualifikasi mengenai adanya pekerjaan dan di bawah perintah orang lain
menunjukkan hubungan sub-ordinasi atau juga sering dikatakan sebagai
hubungan diperatas (dienstverhouding), yaitu pekerjaan yang dilaksanakan
pekerja didasarkan pada perintah yang diberikan oleh pengusaha.
Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan
definisi tentang perjanjian kerja dalam Pasal 1 Ayat (14) yaitu : perjanjian kerja
adalah perjanjian antara pekerja dengan pengusaha atau pemberi kerja yang
memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.
Di dalam perjanjian kerja ada 4 unsur yang harus dipenuhi yaitu adanya
unsure work atau pekerjaan, adanya servis atau pelayanan, adanya unsur time
atau waktu tertentu, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Sedangkan
perjanjian kerja akan menjadi sah jika memenuhi ketentuan yang diatur dalam
KUH Perdata yaitu: a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, b) Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan,4 c) Suatu hal tertentu dan Sebab yang halal.
3 R. Goenawan Oetomo, Pengantar Hukum Perburuhan dan Hukum Perburuhan di
Indonesia, (Jakarta: Grhadika Binangkit Press, 2004), hal. 15
4 Pasal 1330 KUH Perdata
44
Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, maka perjanjian kerja
harus memenuhi syarat sahnya perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya
perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Ketentuan secara
khusus yang mengatur tentang perjanjian kerja adalah dalam Pasal 52 Ayat (1)
UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaaan, yaitu:5
a. Kesepakatan kedua belah pihak
b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hokum
c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
d. Obyek perjanjian harus halal
Dalam melakukan kepastian pekerjaan, baik pihak pemberi kerja
(pengusaha) dan buruh memastikannya dalam perjanjian kerja. Yang mana,
dalam hukum positif Indonesia dikatakan perjanjian kerja memberikan dua
pilihan bagi kedua belah pihak, yaitu melakukan perjanjian kerja secara tertulis
maupun tidak tertulis. hal itu bisa dilihat dalam Pasal 51 Ayat 1 Undang-Undang
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan:
1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.
2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.6
Penjelasan Pasal 51 Ayat (1) di atas pada prinsipnya perjanjian kerja
dibuat secara tertulis, namun melihat kondisi masyarakat yang beragam
5 Pasal 52 Ayat (1) Undang-undang No 13/2003 tentang Ketenagakerjaaan
6 Pasal 51 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
45
dimungkinkan perjanjian kerja secara lisan.7 Untuk Ayat (2) maksudnya adalah
perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis harus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, antara lain perjanjian kerja waktu tertentu,
antar kerja, antar daerah, antar kerja, antar negara, dan perjanjian kerja laut.8
Sebetulnya perjanjian kerja dalam bentuk tertulis menjamin kepastian hak
dan kewajiban para pihak, sehingga jika terjadi perselisihan akan sangat
membantu proses pembuktian. Namun tidak dapat dipungkiri masih banyak
perusahaan-perusahaan yang tidak atau belum membuat perjanjian kerja secara
tertulis disebabkan karena ketidakmampuan sumber daya manusia maupun
karena kelaziman, sehingga atas dasar kepercayaan membuat perjanjian kerja
secara lisan.9
Memang, perjanjian kerja pada umumnya secara tertulis, tetapi masih ada
juga perjanjian kerja yang disampaikan secara lisan. Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) membolehkan perjanjian kerja
dilakukan secara lisan, dengan syarat pengusaha wajib membuat surat
pengangkatan bagi pekerja, yang berisi:10
a) Nama dan alamat pekerja
b) Tanggal mulai bekerja
7 Penjelasan Pasal 51 Ayat (1) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan 8 Penjelasan Pasal 51 Ayat (2) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan 9 R. Goenawan Oetomo, Pengantar Hukum Perburuhan dan Hukum Perburuhan di
Indonesia, (Jakarta: Grhadika Binangkit Press, 2004), hal. 59 10
Pasal 63 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
46
c) Jenis pekerjaan
d) Besarnya upah
Adapun ketentuan untuk perjanjian kerja Secara tertulis harus memuat
tentang jenis pekerjaan yang akan dilakukan, besarnya upah yang akan diterima
dan berbagai hak serta kewajiban lainnya bagi masing-masing pihak. Perjanjian
kerja tertulis harus secara jelas menyebutkan apakah perjanjian kerja itu
termasuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT/Pekerja Kontrak) atau
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT/Pekerja Permanen/Tetap).11
Dalam Pasal 54 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis
sekurang-kurangnya memuat keterangan:
a. Nama, alamat, perusahaan, dan jenis usaha;
b. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
c. Jabatan atau jenis pekerjaan;
d. Tempat pekerjaan;
e. Besarnya upah dan cara pembayaran;
f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan
pekerja/buruh;
g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat;
i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
11
Libertus Jihani, Hak-Hak Pekerja Bila di PHK, (Jakarta: Visimedia, 2006), hal. 3
47
Jangka waktu perjanjian kerja dapat dibuat untuk waktu tertentu bagi
hubungan kerja yang dibatasi jangka waktu berlakunya, dan waktu tidak tertentu
bagi hubungan kerja yang tidak dibatasi jangka waktu berlakunya atau selesainya
pekerjaan tertentu.
Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu lazimnya disebut
dengan perjanjian kerja kontrak atau perjanjian kerja tidak tetap. Status
pekerjanya adalah pekerja tidak tetap atau pekerja kontrak. Sedangkan untuk
perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tidak tertentu biasanya disebut dengan
perjanjian kerja tetap dan status pekerjanya adalah pekerja tetap.
Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu harus dibuat secara
tertulis hal itu sesuai dengan Pasal 57 Ayat 1 Undang-Undang No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau
menjaga hal-hal yang tidak diinginkan sehubungan dengan berakhirnya kontrak
kerja.
Setelah menjelaskan pandangan hukum positif terkait perjanjian kerja
perburuhan. Dalam literatur Islam ditemukan sejumlah konsepsi perjanjian kerja.
Untuk membahas itu di bawah ini konsep pembahasan perjanjian kerja menurut
hukum Islam.
Sebelum menjelaskan konsep perjanjian dalam hukum Islam, secara
prinsipil Islam mendorong individual untuk kiat bekerja, karena bekerja itu
ibadah. Islam sangat mendorong dan menghargai seseorang yang bekerja untuk
48
dirinya sendiri dan menafkahi tanggungannya. Dalam sebuah hadits Rasulullah
Saw, bersabda:
قال: عي خالذ بي هعذاى عي الوقذام رضي هللا عنو عي رسل هللا صلي هللا عليو سلن
أكل أحذ طعاها قط خيرا هي اى ياكل هي عول يذه" )راه البخاري(ا"ه
Dari Khalid ibn Ma‟dan, dari al-Miqdam R.a. bahwasanya Rasulullah Saw.
telah bersabda: “Tidak ada suatu makananpun yang dimakan seseorang itu
lebih baik dari pada makanan hasil usaha sendiri.” (HR. Bukhori) 12
Dorongan ibadah kepada Allah sewaktu bekerja merupakan potensi yang
besar bagi roda perekonomian suatu bangsa. Dorongan nuriyah inilah yang
menjadi etos kerja kaum muslimin yang tidak tertandingi oleh etos kerja
manapun. Dorongan kerja adalah untuk mendapatkan nilai pahala dari Allah Swt,
dan ini adalah tujuan tertinggi disamping tujuan yang lain atau materi (upah). jadi
semakin tinggi tingkat pemahaman dan penerapan islam seseorang, maka
semakin tinggi semangatnya dalam bekerja. Ringkasnya, sistem perburuhan
Islam mencakup beberapa hal:
Dalam Islam, problem perburuhan diatur diatur oleh hukum-hukum
“kontrak kerja” (al-Ijarah). Secara definisi. al-Ijarah adalah transaksi
(aqad/kontrak) atas jasa manfaat tertentu dengan suatu kompensasi atau upah.13
Syarat tercapainya kontrak kerja tersebut adalah kelayakan dari orang-orang yang
melakukan kontrak, yaitu si penyewa tenaga atau majikan (disebut musta‟jir)
12
Al-Bukhari Abu Abdillah Muhammad bin Isma‟il bin Ibrahim bin al-Mugirah bin al-
Bardizbah, Shahih al-Bukhari. (Bairut: Dar Ibn Katsir, `1407H/1987M) cet. III, Juz II, hal. 730 13
Edgi sudjana, Nasib dan Perjuangan Buruh di Indonesia, hal. 68
49
dengan orang yang dikontrak atau pemberi jasa/tenaga (disebut ajiir). Dan
beberapa kriteria kelayakan tersebut meliputi:
a) Kerelaan dua pihak yang bertransaksi;
b) Berakal dan mumayyiz (mampu memilih);
c) Jelas upah dan manfaat yang akan diperoleh (meski tidak diberikan
nominalnya).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan maka kontrak kerja dalam
Islam meliputi 3 jenis, yaitu:
1. Manfaat yang diperoleh seseorang atas kerja/amal seseorang (manfaa‟tul
a‟yan). Misalnya seseorang menyewa rumah, kendaraan, computer, dan
sejenisnya.
2. Manfaat yang diperoleh dari seseorang atas kerja/amal seseorang (manfaa‟tul
amal). Misalnya, arsitek, tukang kebun, buruh pabrik, dan sejenisnya.
3. Manfaat yang diperoleh seseorang atas pribadi atau diri seseorang (manfaa‟tul
syakhs). Misalnya, mengontrak kerja atau menyewa seorang pembantu,
satpam, dan sejenisnya.
Islam memperbolehkan seseorang memanfaatkan tenaga orang
lain/buruh, agar mereka bekerja untuk orang tersebut, firman Allah:
50
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? kami Telah menentukan
antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami Telah
meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat
Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (QS al-Zukhrufi: 32)
Ibnu shihab meriwayatkan bahwa “aku diberitahukan oleh Urwah bin
Zubair bahwa Aisyah R.a berkata: Rasulullah Saw dan Abu Bakar pernah
mengontrak (tenaga) orang Bani Dail sebagai penunjuk jalan, sedangkan orang
tersebut beragama seperti agamanya orang kafir quraisy. Beliau kemudian
memberikan kedua kendaraan beliau kepada orang tersebut. Beliau lalu
mengambil janji dari orang tersebut (agar berada) di Gua Tsur setelah tiga
malam, dengan membawa kedua kendaraan beliau pada waktu shubuh di hari
yang ketiga.14
Allah Swt berfirman:
… …
“Apabila mereka (wanita-wanita) menyusukan (anak) kalian, Maka
berikanlah kepada mereka upah-upahnya”. (QS at-Thalaq 65: 6)
14
Edgi sudjana, Nasib dan Perjuangan Buruh di Indonesia, hal. 69
51
Pernyataan ini jelas memberikan gambaran bahwa setiap umat yang
memakai jasa orang lain hendaklah membayarkan atau mengganti jasa yang telah
dikeluarkannya.
Dalam sistem Islam, hubungan antara pengusaha dan pekerja diatur
dengan jelas dan adil. Di mana pengusaha sebagai pengontrak akan
memanfaatkan jasa, sedangkan orang yang dikontrak akan menerima imbalan
upah sebagai ganti atas jasa yang dikeluarkan. Harus dijelaskan juga apa yang
menjadi pekerjaan dan tanggung jawab serta konsekuensi yang diterimanya
apabila melanggar kesepakatan. Selain itu, upah atau gajinya juga harus
diberitahukan secara transparan sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan. Bila
semua syarat ini tidak dilakukan, maka perjanjian kontrak akan menjadi rusak.
Karena secara prinsip kontrak kerja adalah memanfaatkan jasa sesuatu
yang dikontrak dengan imbalan upah, maka seorang dikontrak (ajiir) haruslah
dijelaskan bentuk kerjanya (job description), batas waktunya (timing), besar
gaji/upahnya (take home pay) serta berapa besar tenaga/keterampilannya harus
dikeluarkan (skill). Bila keempat hal pokok dalam kontrak kerja ini tidak
dijelaskan sebelumnya, maka transaksinya menjadi fasid (rusak).15
15
Edgi sudjana, Nasib dan Perjuangan Buruh di Indonesia, hal. 70
52
Dari hadits lain Nabi berkata:
عي إبراىين عي األ سد عي أبي ىريرة رضي هللا عنو عي النبي صلي هللا عليو سلن:
هي استأ جرأجيرا فليعلوو أجره )راه البييقي(
Dari Ibrahim dari al-Aswad, dari Abu Hurarirah ra. Bahwasannya Rasulullah
Saw bersabda: apabila salah seorang dari kamu memperkerjakan seorang
pekerja, maka hendaklah dia beritahukan upahnya (HR. al-Baihaqi)16
Termasuk yang harus ditentukan adalah tenaga yang harus dicurahkan
oleh pekerja, sehingga para pekerja tersebut tidak dibebani dengan pekerjaan
diluar kapasitasnya. Allah Swt berfirman:
...
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya
(QS. al-Baqarah 2: 286)
Maka tidak diperbolehkan untuk menuntut seorang pekerja agar
mencurahkan tenaga, kecuali sesuai dengan kapasitasnya yang wajar. Karena
tenaga tidak mungkin dibatasi dengan takaran yang baku, membatasi jam kerja
dalam seharian adalah takaran yang lebih ideal. Sehingga pembatasan jam kerja
bisa mencakup pembatasan tenaga yang harus dikeluarkan. Misalnya buruh
harian, mingguan, atau bulanan.
Perjanjian atau akad dalam hukum Islam dipandang sah jika rukun dan
syaratnya terpenuhi. Rukun yang dimaksud adalah unsur-unsur yang membentuk
perjanjian tersebut seperti menurut jumhur ulama terdiri dari tiga aspek yaitu
16
Al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqi al-Kubra, Juz. VI, hal. 120
53
subyek akad, obyek akad dan sighat akad. Adapun di antara syarat-syarat
akadnya sendiri yaitu ahliyatul „ada dan ahliyatul wujub.
Dalam Islam sendiri ketika perjanjian atau waktu ijab-kabul tidak ada
keharusan menggunakan kata-kata khusus karena ketentuan hukumnya ada pada
akad dengan tujuan dan makna bukan dengan kata-kata dan bentuk kata itu
sendiri, yang diperlukan adalah saling rela („antaradin), direalisasikan dalam
bentuk mengambil dan memberi atau cara lain yang dapat menunjukkan keridaan
makna pemilikan dan mempermilikkan.17
Perjanjian kerja dalam hukum Islam juga membenarkan tertulis tidaknya
perjanjian kerja, namun sebuah keharusan perjanjian kerja tertulis, karena
berdasarkan sebuah kaidah dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 282 yang
berbunyi: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan
terdapat pula dalam sebuah kaidah al-Kitabah ka al-Khitab (adapun tulisan
dalam perjanjian sama seperti sebuah ucapan.
Selain itu juga dalam hukum Islam, kontrak dalam perjanjian kerja
dipandang sah harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a) tidak menyalahi
aturan atau prinsip syariah yang ditetapkan; b) harus sama-sama rida dan ada
17
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, alih bahasa Kamaluddin A . Marzuki, (Bandung: al-
Ma‟arif, 1996), hal. 49
54
pilihan, c) harus jelas dan gamblang.18
Prinsip lain dari perjanjian kerja harus
saling jujur dan tidak mengkhianati perjanjian kerja, hal itu sesuai dalam al-
Qur‟an surat al-Baqarah ayat 279 dan al-Maidah ayat 1.
Dari semua penjelasan di atas, perbandingan perjanjian kerja antara
hukum positif Indonesia dan hukum Islam adalah:19
a. Dalam hukum positif, perjanjian kerja ada dua bentuk yaitu perjanjian kerja
waktu tertentu (PKWT) dan Perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Sedangkan
dalam Islam tidak mengenal istilah dua jenis waktu ini.
b. Perjanjian kerja dalam hukum positif bisa dilakukan melalui lisan atau tulisan,
sedangkan dalam hokum islam, secara prinsip mensyaratkan pada bidang
muamalah (perjanjian) untuk menuliskan perjanjian kerja, karena bisa
melindungi para pihak ketika terjadi sengketa nanti.
c. Dalam pandangan hukum Islam, akad itu harus ada sebuah ungkapan tentang
adanya ijab dan kabul (serah terima), sendangkan hukum konvensional tidak
terlalu memperhatikan hal tersebut.
d. Adanya pernyataan tentang ijab dan kabul oleh Islam dipandang sebagai
sesuatu yang harus dilaksanakan demi sahnya sebuah akad, namun dalam
hukum konvensional syarat sah sebuah akad itu harus mengacu kepada
undang-undang yang berlaku.
18
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 2-3 19
Asmuni Mth, Beberapa Catatan Tentang Akad, (Yogyakarta: FIAI-UII, 2009, hal. 14
55
e. Persyaratan sah dan tidak sebuah akad (perjanjian) sesuai dengan yang
diperintahkan oleh syariat Islam, bukan hasil dari pemikiran seseorang.
f. Syarat sahnya sebuah akad dalam Islam tercipta atas dasar kemaslahatan,
sehingga hasil akhir dari sebuah Akad (apakah nantinya ia bermanfaat atau
tidak) sangat diperhatikan oleh hukum Islam.
B. Analisis Upah Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif
Kewajiban dari perusahaan sebagai akibat dari timbulnya hubungan kerja
adalah membayar upah. secara umum upah adalah pembayaran yang diterima
buruh selama ia melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan pekerjaan. 20
Nurimansyah Haribuan mengatakan: “upah adalah segala macam bentuk
penghasilan (carning), yang diterima buruh/pegawai (tenaga kerja) baik berupa
uang ataupun barang dalam jangka waktu tertentu pada suatu kegiatan
ekonomi.21
Dengan demikian, menurut Undang-Undang No. 13 tahun 2003, upah
merupakan hak dari pekerja/buruh yang harus ditentukan sedemikian rupa
sehingga merupakan salah satu bentuk kebijakan perlindungan begi
pekerja/buruh.22
Agar tenaga kerja dapat hidup dengan layak maka di atur perlindungan
hukum mengenai upah sesuai dengan Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Dasar
20
Zainal Asikin. Agusfian Wahab, Dasar-Dasar Hokum Perburuhan, (Jakarta: Raja
Grafindo, 1993), hal. 86 21
Haribuan Nurimansyah, Upah Tenaga Kerja Dan Konsentrasi Pada Sector Industry,
(Prisma, No. 5 Th. X Mei 1981), hal. 3 22
Zaeni asyhadie, Hokum Kerja: Hokum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, hal.
67
56
1945 yaitu “Setiap warga Negara berhak atas pekerjaan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan.” Pasal ini dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang No.
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu pada pasal 88 Ayat (1): “Setiap
pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.” Yang dimaksud dengan penghasilan yang
memenuhi penghidupan yang layak adalah jumlah penerimaan atau pendapatan
pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya mampu memenuhi kebutuhan hidup
pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan
minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan, jaminan
hari tua.
Menurut Pasal 28D UUD 1945 menyebutkan setiap orang berhak untuk
bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja. Dalam menetapkan upah, pengusaha tidak boleh melakukan
diskriminasi antara buruh laki-laki dan buruh perempuan untuk pekerjaan yang
sama nilainya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republic
Indonesia (Permenakertrans) Nomor 7 Tahun 2013 tentang upah minimum
adalah upah bulanan terendah yang terdiri atas upah pokok termasuk tunjangan
tetap yang ditetapkan oleh gubernur sebagai jaring pengaman.
Upah minimum provinsi ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan
rekomendasi dewan pengupahan provinsi, sementara dalam menetapkan upah
57
minimum kota/kabupaten, gubernur harus memperhatikan rekomendasi dewan
pengupahan propinsi dan rekomendasi bupati/walikota.
Penetapan upah minimum didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak
(KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Definisi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dijabarkan lebih lanjut dalam
Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan
Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(pasal 88) ditegaskan bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh
penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam
pengertian bahwa jumlah upah yang diterima oleh pekerja/buruh dari hasil
pekerjaannya mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh beserta
keluarganya secara wajar, antara lain meliputi sandang, pangan, papan,
pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua.23
Menurut Permenakertrans Nomor 7 Tahun 2013 pengusaha dilarang
membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Upah minimum sebenarnya
ditujukan terutama bagi buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari satu
tahun. Sedangkan bagi buruh yang sudah bekerja lebih dari satu tahun, perlu ada
kenaikan upah berjenjang sesuai dengan masa kerjanya. Namun hal ini harus
diupayakan oleh serikat buruh melalui perundingan bersama dengan majikan
yang dituangkan dalam peninjauan besarnya upah bagi buruh yang telah bekerja
23
Adrian Sutedi, Hokum Perburuhan (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 144
58
diatas satu tahun dilakukan melalui kesepakatan tertulis antara serikat buruh dan
pengusaha. Upah minimum dibagi menjadi:24
1) Upah Minimum Provinsi (UMP)
2) Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK)
3) upah minimum Sektoral Provinsi (UMSP) adalah upah minimum yang
berlaku secara sektoral di satu provinsi.
4) Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) adalah upah
minimum yang berlaku secara sektoral di wilayah kabupaten/kota.
Upah minimum ditinjau satu tahun sekali. Upah minimum ditetapkan
dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini:
a) Nilai KHL yang diperoleh dan ditetapkan dari hasil survey;
b) Produktivitas makro yang merupakan hasil perbandingan antara jumlah
Produk Domestic Regional Bruto (PDRB) dengan jumlah tenaga kerja pada
periode yang sama;
c) Pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan nilai PDRB (Produk
Domestik Regional Bruto);
d) Kondisi pasar kerja, yakni perbandingan jumlah kesempatan kerja dengan
jumlah pencari kerja di daerah tertentu pada periode yang sama;
e) Kondisi usaha yang paling tidak mampu (marjinal) yang ditujukan oleh
perkembangan keberadaan jumlah usaha marjinal di daerah tertentu pada
periode tertentu.
24
Lalu Husni, Pengantar Hokum Ketenagakerjaan Indonesia, hal. 147
59
Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem pengupahan di Indonesia
didasarkan melalui mekanisme konsultansi tripartit dalam menetapkan upah
minimum antara wakil pengusaha, wakil pekerja dan wakil dari pemerintahan
dengan mempertimbangkan Nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan
perhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Dan perlu diingat bahwa
upah yang diberikan oleh pengusaha dilarang membayarkannya lebih rendah dari
upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 UU No. 13 Tentang
Ketenagakerjaan.
Berbeda dengan pendapat hukum Islam, bahwa konsep upah jauh lebih
komprehensif daripada hukum Positif. Dalam al-Qur‟an dinyatakan sebagai
berikut:
“Dan katakanlah : “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-
orang mu‟min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada Allah Yang Mengetahui akan ghaib dan yang nyata, lalu diberikan-Nya
kepada kamu apa yang kamu kerjakan.” (at-Taubah : 105)
Dalam menafsirkan Surat at-Taubah ayat 105 ini, Quraish Shihab
menjelaskan dalam kitabnya Tafsir Al-Misbah sebagai berikut:
“Bekerjalah Kamu, karena Allah semata dengan aneka amal yang saleh dan
bermanfaat, baik untuk diri kamu maupun untuk masyarakat umum, maka Allah
akan melihat yakni menilai dan memberi ganjaran amal kamu itu”25
25
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, hal. 134
60
Tafsir dari melihat dalam keterangan di atas adalah menilai dan memberi
ganjaran terhadap amal-amal itu. Sebutan lain dari pada ganjaran adalah imbalan
atau upah atau compensation. Dalam al-Qur‟an dijelaskan:
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik apa yang telah mereka kerjakan.” (An-
Nahl : 97)
Lebih jauh dalam surat an-Nahl: 97 menjelaskan bahwa tidak ada
perbedaan gender dalam menerima upah / balasan dari Allah. Ayat ini
menegaskan bahwa tidak ada diskriminasi upah dalam Islam, jika mereka
mengerjakan pekerjaan yang sama. Hal yang menarik dari ayat ini, adalah
balasan Allah langsung di dunia (kehidupan yang baik/rezeki yang halal) dan
balasan di akherat (dalam bentuk pahala).
Sementara itu, Surat Al-Kahfi : 30 menegaskan bahwa balasan terhadap
pekerjaan yang telah dilakukan manusia, pasti Allah balas dengan adil. Allah
tidak akan berlaku zalim dengan cara menyia-nyiakan amal hamba-Nya. Konsep
keadilan dalam upah inilah yang sangat mendominasi dalam setiap praktek yang
pernah terjadi di negeri Islam.
61
Lebih lanjut kalau kita lihat hadits Rasulullah Saw tentang upah yang
diriwayatkan oleh Abu Dzar bahwa Rasulullah Saw, bersabda: “Mereka (para
budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah menempatkan mereka di bawah
asuhanmu; sehingga barang siapa mempunyai saudara di bawah asuhannya maka
harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi
pakaian seperti apa yang dipakainya (sendiri); dan tidak membebankan pada
mereka dengan tugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan
tugas seperti itu, maka hendaklah membantu mereka (mengerjakannya).” (HR.
Muslim).
Dari hadits ini dapat didefenisikan bahwa upah yang sifatnya materi
(upah di dunia) mestilah terkait dengan keterjaminan dan ketercukupan pangan
dan sandang. Perkataan : “harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya
(sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya (sendiri)”, bermakna
bahwa upah yang diterima harus menjamin makan dan pakaian karyawan yang
menerima upah.
Adapun landasan ijma mengenai disyariatkannya upah, semua ulama
sepakat, tak seorang pun yang membantah ijma‟ ini. Upah disyariatkan karena
manusia membutuhkannya. Mereka membutuhkan rumah untuk tempat tinggal,
sebagian mereka membutuhkan sebagian yang lain, mereka butuh binatang atau
62
angkutan untuk kendaraan, mereka membutuhkan berbagai peralatan untuk
digunakan dalam kebutuhan hidup dan lain sebagainya.26
Secara koseptual dalam hukum Islam, keabsahan upah mengupah sangat
berkaitan dengan aqid (orang yang berakad), ma‟qud „alaihi (barang yang
menjadi obyek akad), ujrah (upah), dan zat akad (nafs al-„akad), yaitu:27
a. Kerelaan kedua belah pihak yang berakad. Apabila salah seorang diantaranya
terpaksa melakukan akad itu, maka akadnya tidaklah sah. Hal ini berdasarkan
pada firman Allah SWT:
Hai orang-rang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. (QS. An-Nisa‟/4:29)
b. Manfaat yang menjadi akad harus diketahui secara sempurna sehingga tidak
muncul masalah dikemudian hari.
c. Objek akad itu sesuatu yang halal atau tidak diharamkan.
26
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Juz III, (Beirut: Daar al-Tsaqafah, t.th), hal. 139 27
Ahmad Falih, Pengaruh Besarnya Upah Buruh Tani terhadap Perilaku Kerja dan
Konsumsi, (Jakarta: Pasca Sarjana Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah, 2007), hal. 28
63
d. Objek akad bukan suatu kewajiban bagi penyewa/pemberi upah. Misalnya,
mengupah orang untuk melakukan shalatdan mengerjakan puasa. Karena hal
tersebut merupakan kewajiban perorangan (wajib „aini).
e. Upah harus jelas, tertentu dan sesuatu yang bernilai harta. Oleh sebab itu, para
ulama sepakat bahwa khamar dan babi tidak boleh menjadi upah, karena
kedua benda itu tidak bernilai harta dalam islam.
Upah dapat dipandang dari dua segi yaitu, moneter dan non-moneter.
Jumlah uang yang diperoleh seorang pekerja selama jangka waktu yang
ditentukan, katakanlah, sebulan seminggu atau sehari, mengacu pada upah
nominal tenaga kerja. Upah sesungguhnya dari seorang pekerja tergantung dari
berbagai faktor, seperti, jumlah upah berupa uang, daya beli uang dan
seterusnya, dapat dikatakan terdiri dari jumlah kebutuhan hidup yang sebenarnya
diterima oleh seorang pekerja karena pekerjaannya. “pekerja kaya atau miskin,
diberi imbalan baik atau buruk sebanding dengan harta nyata, bukan harga
nominal atas jerih payah.
Karena tidak ada pekerjaan yang tanpa upah, dan upah merupakan hak da
bukan pemberiaan sebagai hadiah. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat
al-Jasiyah yang berbunyi:
64
Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan agar
dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan
dirugikan. (QS. Al-Jasiyah 45: 22)
Dari gambaran diatas, terlihat bahwa kerja hendaklah profesional,
sesuai dengan ukuran kerja dalam proses produksi dan dilarang adanya
kecurangan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ibnu majah,
bahwasanya menceritakan kepada kami „Abbas ibn Walid, al-Dimasqy,
menceritakan kepada kami Wahbu ibn Sa‟id ibn „Athiyyah al-Salamy
menceritakan kepada kami Abdurrahman ibn Zaid ibn Aslam, dari „Abdullah ibn
„Umar berkata, Rasulullah Saw Bersabda:
أعطا األجير أجره قبل أى يجف عرقو
“Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering”. 28
Hadits di atas menawarkan kepada seluruh punyedia jasa (pengusaha)
untuk memberikan upah kepada buruh sesuai dengan berakhirya kerja itu sendiri.
Dalam hukum Islam juga telah menawarkan suatu penyelesaian yang sangat
tepat, baik mengenai masalah upah maupun, masalah perlindungan kepentingan-
kepentingan terhadap pekerja maupun pengusaha. Upah ditentukan dengan cara
yang paling bijaksana tanpa merugikan kedua belah pihak. Buruh mendapat upah
28
Muhammad ibn Yazid Abu Abdullah al-Quzwaini, Sunan Ibn Majah, (Beirut: Daar al-
FIkr, t.th), Juz. II, hal. 817
65
yang telah dijanjikan tanpa merampas hak majikan yang sah. Begitu pula
majikan tidak dibenarkan menindas golongan pekerja, dengan mengambil hak
mereka yang sah. Dalam al-Quran diperintahkan dengan jelas agar para
pengusaha membayar upah pekerja selaras dengan tugas yang mereka lakukan
dan pada saat yang sama juga menjaga kepentingan mereka sendiri.
Prinsip dasar inilah yang mengawali segala kegiatan manusia karena
mereka akan diberi balasan di dunia dan akhirat. Setiap pekerja akan dibayar
upahnya menurut apa yang mereka usahakan dan tidak ada siapapun yang
dirugikan. Hal demikian menjamin upah yang adil kepada setiap pekerja
berdasarkan pekerjaan mereka. Ayat tersebut menjelaskan bahwa, upah setiap
pekerja ditentukan oleh pekerjaan mereka dan usaha mereka dalam memberikan
keuntungan bersama. Prinsip dasar tersebut, dapat pula digunakan untuk
menyatakan tentang upah yang sewajarnya diperoleh manusia di dunia ini. Setiap
pekerja harus diberi bayaran yang sepadan dengan pekerjaan mereka dan tidak
ada seorangpun yang dirugikan.29
Karena di dunia ini tidak ada manusia yang mau mengerahkan tenaga
atau jasanya untuk mengerjakan sesuatu secara terus menerus atau dalam jangka
waktu tertentu untuk kepentingan orang lain tanpa dibarengi dengan upah atau
29
Ahmad Falih, Pengaruh Besarnya Upah Buruh Tani terhadap Perilaku Kerja dan
Konsumsi, (Jakarta: Pasca Sarjana Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah, 2007), hal. 45
66
imbalan yang memadai. Oleh karena itu diharapkan para pengusaha mau
memberi upah kepada pekerja sesuai ketentuan yang berlaku.
Dalam kehidupan, banyak kita jumpai perbedaan tingkat upah. Hal ini
sering mengacu pada adanya kelompok yag tidak bersaing dikalangan kerja.
Terdapat suatu perbedaan suatu perbedaan besar antara pekerja intelektual dan
pekerja kasar, antara pekerja-pekerja terampil dan pekerja tidak terampil. Sangat
sedikit mobiliitas kerja diantara golongan pekerja ini. Akibatnya adalah tingkat
keseimbangan upah bagi masing-masing kelompok yang tidak bersaing akan
ditentukan oleh rencana permintaan dari masing-masing kelompok.
Ada kalanya perbedaan upah itu sangat mencolok sekali. Ada yang
upahnya hanya cukup untuk hidup, ada yang memungkinkan suatu kehidupan
yang menyenangkan dan ada pula yang memungkinkan suatu kehidupan yang
sangat mewah. Sebagai contoh bandingkan saja bayaran pemain bola bayaran
terkemuka di dunia dengan pemain bola bayaran yang tidak terkenal. Tentunya
diantara mereka terdapat perbedaan upah yang sangat besar sekali. Contoh-
contoh lain tentang perbedaan upah yang sangat mencolok di antara para pekerja
dengan mudah dapat dicari lebih lanjut. Yang penting untuk dianalisa disini
adalah faktor-faktor yang menyebabkan adanya perbedaan upah tersebut, berikut
ini diuraikan faktor-faktor penting yang menjadi sumber dari perbedaan upah.30
30
Sadono Sukirno, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, hal. 310
67
Dalam Islam sendiri, perbedaan tingkat upah juga bisa ditimbulkan
karena perbedaan keuntungan yang tidak berupa uang, beberapa jenis pekerjaan
lebih menyenangkan dari pada pekerjaan lainnya. Dalam hukum Islam mengakui
adanya perbedaan upah diantara tingkatan pekerjaan, karena adanya perbedaan
kemampuan serta bakat yang mengakibatkan perbedaan penghasilan dan hasil
material. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam surat an-Nisa‟ ayat 32
yang berbunyi:
dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang
laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para
wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
segala sesuatu. (An-Nisa: 32)
Pendekatan al-Quran dalam hal penentuan upah berdasarkan
pertimbangan kemampuan dan bakat ini, merupakan salah satu sumbangan
terpenting, artinya bagi kemajuan peradaban manusia. Dalam al-Qur‟an maupun
al-Hadits syarat-syarat mengenai hal ini adalah para majikan harus memberikan
upah para pekerja atas jasa yang telahdiberikan, sedangkan para pekerja harus
melakukan pekerjaan mereka dengan sebaik-baiknya. Setiap kegagalan dalam
68
memenuhi syarat-syarat ini akan dianggap sebagai kegagalan moral baik dipihak
majikan maupun pihak pekerja, dan ini harus dipertanggungwabkan kepada
Tuhan.
Begitu juga dalam transaksi setiap kerja, upah harus diberikan dalam
perjanjian yang jelas dengan bukti dan ciri yang bisa dipertanggungjawabkan
nanti. Hal itu senada dengan hadits Nabi yaitu:
عي إبراىين عي األ سد عي أبي ىريرة رضي هللا عنو عي النبي صلي هللا عليو سلن:
هي استأ جرأجيرا فليعلوو أجره )راه البييقي(
Dari Ibrahim dari al-Aswad, dari Abu Hurarirah ra. Bahwasannya Rasulullah
Saw bersabda: apabila salah seorang dari kamu memperkerjakan seorang
pekerja, maka hendaklah dia beritahukan upahnya (HR. al-Baihaqi)31
Dalam menanggapi masalah UMR, menurut hukum Islam bahwa UMR
sendiri jika dilihat dari aspek ekonominya harus dibuat mernurut perjajian awal
atas dasar keadilan dan tanggung jawab, baik pihak perusahaan atau pihak
pekerja. Seorang buruh harus bertanggung jawab baik kepada majikannya
maupun kepada Tuhan untuk menyelesaikan pekerjaan yang sudah ditentukan
oleh kedua belah pihak sesuai dengan kemampuannya. Hanya dengan begitulah
maka upah yang diperoleh menjadi halal, sesuai dengan prinsip Ekonomi Islam
yaitu prinsip thoyyibah atau al-halal.32
31
Al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqi al-Kubra, Juz. VI, hal. 120 32
Ahmad Falih, Pengaruh Besarnya Upah Buruh Tani terhadap Perilaku Kerja dan
Konsumsi, (Jakarta: Pasca Sarjana Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah, 2007), hal. 45
69
Hukum Islam juga menghendaki dalam penerapan upah itu senantiasa
diperhatikan ketentuan-ketentuan yang bisa mejadi pelaksanaannya dan tidak
merugikan para pihak. Upah juga harusnya ditetapkan dengan cara yang paling
layak tanpa tekanan yang tidak pantas terhadap pihak manapun. Kedua belah
pihak yang melakukan kontrak perjanjian (upah) dalam konteks ini diperingatkan
agar bersikap adil terhadap semua orang dalam bertransaksi, agar tidak
merugikan orang lain. Menurut Afzalurrahman, pekerja seharusnya mendapat
gaji tidak kurang dan tidak lebih dari apa yang dikerjakannya. Dengan
mempertimbangkan upah pada: a) upah minimum haruslah mencukupi
kebutuhan dasar pekerja; b) kebutuhan jumlah anggota kerluarga dan c)
pemberian upah harus berdasarkan prinsip-prinsip yang wajar.33
Dari uraian diatas, paling tidak terdapat Perbedaan konsep Upah antara
hukum positif dengan hukum Islam: pertama, Islam melihat Upah sangat besar
kaitannya dengan konsep Moral, sementara hukum positif tidak. Kedua, Upah
dalam Islam tidak hanya sebatas materi (kebendaan atau keduniaan) tetapi
menembus batas kehidupan, yakni berdimensi akherat yang disebut dengan
Pahala, sementara hukum positif tergantung pada nilai kebutuhan hidup layak
pertahunnya. Adapun persamaan kedua konsep Upah antarahukum positif dan
Islam adalah; pertama, prinsip keadilan (justice), dan kedua, prinsip kelayakan
(kecukupan).
33
Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, (Jakarta: Yayasan Swarna
Bumi, 1997), cet. II, hal . 296
70
Berdasarkan hasil penelitian penulis melalui literatur, dapat disimpulkan
bahwa perbandingan upah antara hukum positif dan hukum Islam sebagai
berikut:
No Aspek Hukum Positif Hukum Islam
1 keterkaitan yang erat antara
upah dengan moral Tidak Ya
2 Upah memiliki dua dimensi
Dunia dan akherat Tidak Ya
3 Upah diberikan berdasarkan
Prinsip Keadilan (justice) Ya Ya
4 Upah diberikan berdasarkan
prinsip Kelayakan (KHL) Ya Ya
5 Upah ditentukan jumlah
nominalnya Ya
Tidak/berdasarkan
keridoan diawal
Tabel 1. Perbandingan Konsep Upah antara Hukum Islam dan Hukum Positif
C. Analisis Kasus
Seperti yang diberitakan pada beberapa media, mereka diperlakukan
seperti budak, dari beberapa kesaksian mengatakan bahwa para buruh dipaksa
bekerja dengan waktu tak terbatas, mulai bekerja dinihari dan berakhir tengah
71
malam, mereka tidak bisa beribadah dan disiksa kalau bekerja tidak giat.34
Selain
perampasan hak atas buruh di atas, hak lain dari buruh juga dirampas seperti
ditempatkan pada tempat yang tidak layak berupa ruang tertutup 8 x 6 meter,
tanpa ranjang tidur, hanya ada alas tikar, kondisi pengap, lembab, gelap, terdapat
fasilitas kamar mandi yang jorok dan tidak terawat. Dan rata-rata dari mereka
tidak mandi serta tidak berganti baju selama tiga bulan.35
Dari hasil pemeriksaan, didapatkan bahwa industri tersebut tak memiliki
izin industri dari instansi terkait di Pemerintah Kabupaten Tangerang. Usaha itu
hanya mengantongi Surat Keterangan usaha dari Kecamatan Cikupa. Petugas
kepolisian pun menemukan beragam temuan mengejutkan. Berikut temuan-
temuan itu:
a) Tempat istirahat buruh berupa ruang tertutup sekitar 8m x 6m, tanpa
ranjang tidur, hanya alas tikar, kondisi pengap, lembab, gelap, kamar
mandi jorok dan tidak terawat.
b) Telepon genggam, dompet, uang, dan pakaian yang dibawa buruh ketika
pertama kali datang bekerja di tempat itu disita lalu disimpan YK dan
istrinya tanpa argumentasi yang jelas.
c) Gaji tidak diberikan, sementara buruh sudah bekerja lebih dari 2 bulan,
dijanjikan Rp 600 ribu per bulan.
34
http://www.tempo.co/read/news/2013/05/04/064477938/Buruh-Pabrik-Panci-Dipaksa-
Kerja-Seperti-Budak. diakses pada tanggal 04 Mei 2013 Pukul 17:50 WIB
35
http://www.tempo.co/read/news/2013/05/04/064477938/Buruh-Pabrik-Panci-Dipaksa-
Kerja-Seperti-Budak. diakses pada tanggal 04 Mei 2013 Pukul 17:50 WIB
72
d) Terdapat 6 buruh yang disekap, dengan kondisi dikunci dari luar.
e) Pakaian yang digunakan buruh cenderung kumal, tidak diganti berbulan-
bulan, robek dan jorok.
f) Kondisi badan buruh juga tidak terawat, rambut coklat, kelopak mata
gelap, berpenyakit kulit kurap atau gatal-gatal, tampak tidak sehat.
g) Buruh diperlakukan kasar dan tidak manusiawi. Hak-hak terkait
kesehatan dan berkomunikasi tida diberikan oleh pemilik usaha.
h) Ada 4 buruh yang masih berumur di bawah 17 tahun, status anak.36
Dari data yang didapat oleh penulis, hal itu terjadi berawal dari
ketidakjelasannya hubungan kerja dan pembagian kerja antara pengusaha pabrik
dengan para buruh CV. Cahaya Logam. Diperparah dengan perjanjian kerja yang
tidak jelas sekaligus tidak tertulis, hal ini menyebabkan para buruh tidak bisa
menolak perjanjian kerja yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan
manakala perjanjian kerja tersebut tidak tertulis. Hal demikianlah yang
menyebabkan antara buruh dengan majikan (pengusaha) tidak seimbang baik
hubungan kerja maupun pembagian kerjanya.
Pada dasarnya hubungan maupun pembagian kerja merupakan aspek
terpenting dalam suatu perusahaan, karena dalam suatu perusahan haruslah jelas
hubungan kerja serta pembagian kerja antara pekerja satu dengan yang lainnya
36
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/05/04/04215157/Parah.Puluhan.Buruh.Dise
kap.BarangDisita.dan.Hak.Tak.Dipenuhi.di.Tangerang?utm_source=WP&utm_medium=Ktpidx
&utm_campaign=%20Perbudakan%20Di%20Tangerang. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2013
Pukul 14.30 WIB
73
atau bahkan hubungan pekerja dengan pengusaha/atasannya. Jika hubungan dan
pembagian kerja tidak jelas maka akan terjadi penyimpangan di sana-sini. Kasus
ini merupakan salah satu contoh dari hubungan kerja dan pembagian kerja yang
tidak Jelas yang tidak melakukan perjanjian-perjanjian sebelumnya sehingga
pengusaha atau pemilik pabrik kuali dalam hal ini CV. Cahaya Logam
melakukan tindakan semena-mena kepada para pekerja layaknya seorang budak
dan tidak sesuai dengan prikemanusiaan.
Disamping karena perjanjian yang tidak jelas menjadi pemicu awal, upah
yang diberikan oleh CV. Cahaya Logam juga tidak berdasarkan Permenakertrans
No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian
Kebutuhan Hidup Layak, sebagaimana di tulis dalam pasal 8 “Upah minimum
yang ditetapkan oleh Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 berlaku
bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun”. Jadi
seharusnya buruh pada waktu itu mendapatkan upah sesuai dengan UMR (Upah
Minimum Regional) pada Tahun 2013 Banten sebesar Rp. 1.187.500, sedangkan
UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) dalam hal Ini Kab. Tangerang sebesar
Rp 2.200.000/perbulan,37
bukan Rp. 600.000/perbulan.
Baik ketidakjelasan perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha dan
problem pemberian upah di bawah UMP (Upah Minimum Provinsi), ternyata
bila dilihat lebih jauh dalam hukum positif terkait perburuhan memberikan
37
http://fspmiptbi.org/daftar-umr-ump-umk-tahun-2013, pada tanggal 22 November
2013 pukul 19. 40 WB.
74
kelonggaran dalam perjanjian kerja yang tidak tertulis, secara jelas ketentuan
Pasal 51 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan
bahwa Perjanjian Kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan.38
Pasal ini
memberikan penjelasan bahwa Perjanjian Kerja tidak diwajibkan untuk
dituangkan dalam wujud tertulis, bisa saja dalam bentuk lisan. Menurut
Agusmidah mengatakan bahwa perjanjian merupakan buah perlindungan antara
pekerja/buruh dengan pengusaha, untuk itu seharusnya perjanjian kerja tertulis,
tidak secara lisan.39
Karena hal itu berpotensi pada tidak terlindunginya hak-hak
para buruh ketika terjadi persengketaan antara pekerja dan pengusaha. Hal ini
pula yang memungkinkan para buruh/pekerja CV. Cahaya Logam di Kab.
Tangerang tidak bisa berbuat apa-apa akan hak-haknya.
Dari pokok permasalahan pertama terkait perjanjian kerja CV. Cahaya
Logam tidak tertulis dan hanya lisan saja dari orang ke orang. Dimana dalam
paradigma hukum positif memberikan kebebasan berkontrak terhadap penyedia
kerja (perusahaan) dan pekerja. Sedangkan dalam prinsip Islam, sesuai bahwa
perjanjian kerja tertulis merupakan sebuah keharusan susuai dengan Surat al-
Baqarah ayat 282, dimana dalam muamalah (termasuk perjanjian kerja) harus
dicatatkan dan disaksikan sesuai yang telah dijelaskan pada bab di atas.
Adapun permasalahan kedua dalam kasus perbudakan di daerah Sepatan
Timur Kab. Tangerang yaitu terkait upah yang diberikan oleh CV. Cahaya
38
Pasal 51 ayat 1 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan 39
Agusmidah, dkk, Bab-Bab Tentang Hukum Perburuhan Indonesia, (Jakarta: UI Press,
2012), hal. 26
75
Logam tidak berdasarkan kesepakan kedua belah pihak sebelumnya yaitu sebesar
Rp. 1.500.000, dan tidak sesuai dengan UMP daerah Kab. Tangerang kala itu
yaitu sebesar Rp. 1.187.500, namun memberikannya sebesar Rp. 600.000. hal ini
secara hukum positif tidak dibenarkan karena diluar batas kebutuhan hidup layak
(KHL), Hal itu sesuai dengan pasal 88 ayat (4) Undang-undang No. 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menjelaskan bahwa: “Pemerintah
menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan
memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.40
Frasa ini membuat
jelas bahwa dalam penetapan upah minimum titik tolak yang digunakan mengacu
pada kebutuhan hidup layak yang diputuskan oleh Gubernur.41
Yang mana UMR
Banten yang putuskan pada tahun 2013 yaitu sebesar Rp. 1.187.500, sedangkan
UMK (upah minimum kabupaten/kota) dalam hal Ini Kab. Tangerang sebesar Rp
2.200.000/perbulan,42
bukan Rp. 600.000/perbulan. Sangat jelas Praktek CV.
Cahaya Logam terhadap para buruhnya tidak sesuai dengan hukum positif
Indonesia.
Berbeda dengan hukum Islam, pemberian upah di bawah UMR sendiri
boleh-boleh saja, namun yang terpenting harus memperhatikan beberapa prinsip
seperti mempertimbangkan upah pada: a) haruslah mencukupi kebutuhan dasar
pekerja; b) kebutuhan jumlah anggota keluarga c) pemberian upah harus
40
Pasal 88 ayat 4 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan 41
Lihat Pasal 8 Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan
Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. 42
http://fspmiptbi.org/daftar-umr-ump-umk-tahun-2013, pada tanggal 22 November
2013 pukul 19. 40 WB.
76
berdasarkan prinsip-prinsip yang wajar,43
dan, d) harus sesuai dengan akad di
awal, jika terjadi kesepakatan kedua belah pihak. Artinya CV. Cahaya Logam
berhak saja memberikan upah dibawah UMR, namun praktek yang dilakukannya
telah mencederai perjanjian kerja di awal yaitu upah sebesar Rp. 600.000. Dan
perlu diingat bahwa konsep keabsahan upah dalam hukum Islam dilihat dari
dengan aqid (orang yang berakad), ma‟qud „alaihi (barang yang menjadi obyek
akad), ujrah (upah), dan zat akad (nafs al-„akad).44
43
Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, (Jakarta: Yayasan Swarna
Bumi, 1997), cet. II, hal . 296 44
Ahmad Falih, Pengaruh Besarnya Upah Buruh Tani terhadap Perilaku Kerja dan
Konsumsi, (Jakarta: Pasca Sarjana Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah, 2007), hal. 28
77
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah beberapa uraian dan penjelasan dari skripsi ini, penulis
menemukan beberapa kesimpulan yang didapat sesuai dengan rumusan masalah
adalah:
1. Menurut hukum positif perjanjian kerja merupakan dasar hukum yang paling
utama dalam hubungan kerja. Perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis atau
lisan sesuai dengan Pasal 51 (1) UUK yang menyatakan bahwa Perjanjian
Kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan. Meskipun demikian,
ketentuan pasal 54 (1) UUK setidak-tidaknya harus mencakup: a) nama,
alamat perusahaan, dan jenis usaha; b) nama, jenis kelamin, umur, dan alamat
pekerja/buruh; c) jabatan atau jenis pekerjaan; d) tempat pekerjaan; e)
besarnya upah dan cara pembayarannya; f) syarat-syarat kerja yang memuat
hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh; g) mulai dan jangka waktu
berlakunya perjanjian kerja; h) tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
i) tanda tanggan para pihak dalam perjanjian kerja. Dalam pembuatan
perjanjian kerja pengusaha bertanggung jawab atas segala hal atau biaya yang
diperlukan. Sesuai dengan peraturan perundangan-undangan di Indonesia
bahwa dasar dari perjanjian kerja adalah: a) adanya kesepakatan kedua belah
87
pihak; b) adanya kemampuan atau kecakapan para pihak untuk melakukan
perbuatan hukum; c) adanya pekerjaan yang diperjanjikan oleh pengusaha; d)
Bahwa pekerjaan yang diperjanjikan tersebut tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan yang berlaku. Dalam hukum
Islam perjanjian kerja dikenal dengan istilah al-aqd (perjanjian), dimana ia
merupakan sebuah perikatan ijab dan kabul yang dibenarkan sesuai dengan
syari’i yang menetapkan keridhoan kedua belah pihak. Disamping itu
perjanjian kerja menurut hukum islam harus memenuhi kriteria syarat dan
rukun secara syari’i. Hukum Islam juga membenarkan dalam tertulis tidaknya
perjanjian kerja, namun sebuah keharusan perjanjian kerja tertulis, karena
berdasarkan sebuah ayat dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 282 yang
berbunyi: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
Dan terdapat pula dalam sebuah kaidah al-kitabah ka al-khitab (adapun
tulisan dalam perjanjian sama seperti sebuah ucapan.
2. Sistem pengupahan di Indonesia didasarkan melalui mekanisme konsultasi
tripartit dalam menetapkan upah minimum antara wakil pengusaha, wakil
pekerja dan wakil dari pemerintahan dengan mempertimbangkan Nilai
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi. Dan perlu diingat bahwa upah yang diberikan oleh
pengusaha dilarang membayarkannya lebih rendah dari upah minimum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 UU No. 13 Tentang Ketenagakerjaan.
87
Sedangkan dalam hukum Islam, upah berkaitan dengan konsep Moral,
sementara hukum positif tidak. Kedua, Upah dalam Islam tidak hanya sebatas
materi (kebendaan atau keduniaan) tetapi menembus batas kehidupan, yakni
berdimensi akherat yang disebut dengan Pahala, sementara hukum positif
tergantung pada nilai kebutuhan hidup layak pertahunnya. Adapun persamaan
kedua konsep Upah antara hukum positif dan Islam adalah; pertama, prinsip
keadilan (justice), dan kedua, prinsip kelayakan (kecukupan).
3. Kasus yang terjadi pada CV. Cahaya Logam Kec. Sepatan Timur Kab.
Tangerang bermasalah pada tidak tertulisnya perjanjian kerja (hanya melalui
lisan saja dari orang ke orang dan pemberian upah di bawah UMR. Untuk
perjanjian kerjanya, diperbolehkan menggunanakan lisan atau tulisan hal itu
sesuai dengan pasal 51 undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, sedangkan dalam hukum Islam melihat kasus CV. Cahaya
Logam, bahwa perjanjian kerja tidak tertulis merupakan sebuah kelalaian
karena sesuai dengan surat al-Baqarah ayat 282, pada prinsip muamalah
(termasuk perjanjian kerja) harus dicatatkan dan disaksikan guna membuktian
jika dikemudian hari terjadi persengketaan. Mengenai praktik upah yang
diberikan oleh CV. Cahaya Logam kepada buruh di bawah UMR, serta
merampas hak-hak kebebasan buruh dan lain-lain, hukum positif melarang hal
itu dan bisa dipidana. Tidak berbeda jauh dengan pandangan hukum Positif,
bahwa hukum Islam melihat kasus perbudakan di daerah Kec. Sepatan Timur
Kab. Tangerang, yang memberikan upah di bawah UMR diperkenankan.
78
Diperbolehkan dengan mempertimbangkan yang lainnya dan harus sesuai
dengan akad di awal. Adapun hukum positif melarang praktik upah yang
diberikan oleh CV. Cahaya Logam sebesar Rp. 600.000, karena tidak sesuai
dengan UMP daerah Kab. Tangerang kala itu yaitu sebesar Rp. 1.187.500.
B. Saran-saran
Setelah memperhatikan beberapa kesimpulan hasil analisis yang didapat
menurut penulis dirasa perlu memberikan beberapa saran terkait analisis kasus
perburuhan di daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang, yaitu:
1. Sudah seyogyanya undang-undang perburuhan dilakukan revisi terkait pasal
51 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yang
membenarkan perjanjian kerja bisa dibuat lisan dan tulisan, hal itu memicu
ketidakpastian hukum. Disamping itu, memberikan celah kepada pihak
pengusaha untuk merampas hak-hak buruh seperti yang terjadi Sepatan Timur
Kab. Tangerang. Hal itu juga tidak sesuai dengan prinsip yang digariskan oleh
Islam.
2. Terkait upah sendiri, disarankan upah dalam hukum positif memperhatikan
lebih komprehensif terhadap pihak keluarga pekerja dan kebutuhan lainnya.
Hal itu sesuai dengan prinsip Islam.
3. Selain masalah perjanjian kerja dan upah, sudah selayaknya upaya
pengawasan terhadap pengusaha dalam memperlakukan buruh di Indoensia
menjadi prioritas utama. Kasus perbudakan yang terjadi di daerah Kec.
78
Sepatan Timur Kab. Tangerang membuat pemerintah, DPR, dan masyarakat
seharusnya bekerja sama untuk saling megawasi sistem perbudakan gaya baru
di era modern.
82
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku:
Abbas, Afifi Fauzi. Metodologi Penelitian. Jakarta: Adelina Offset. 2010.
Agusmidah, dkk. Bab-Bab Tentang Hukum Perburuhan Indonesia. Jakarta:
UI Press. 2012.
Afzalurrahman. Muhammad Sebagai Seorang Pedagang. Jakarta: Yayasan
Swarna Bumi. 1997.
Asikin, Zainal. Agusfian Wahab. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta:
Raja Grafindo. 1993.
Asyhadie, Zaeni. Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan
Kerja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007.
Baihaqi, Sunan al-Baihaqi al-Kubra. Juz. VI
Bukhari Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mugirah
bin al-Bardizbah, Shahih al-Bukhari. Bairut: Dar Ibn Katsir,
`1407H/1987M
Amrullah, Ahmad SF, Dkk. Dimensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum
Nasional. Jakarta: Gema Insani Press. 1966
Arikunto, Suharsimi. Perosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta. 2006.
Ash Shiddieqy, T.M. Hasbi. Filsafat Hukum Islam, cet III. Jakarta: Bulan
Bintang. 1988.
Boisard, Marcel A. Humanisme dalam Islam, edisi terj. Jakarta: Bulan
Bintang. 1980.
Dahlan, M. Abdullah Ahmed an-Naim: Epistimologi Hukum Islam. Indonesia:
Pustaka Pelajar. 2009.
Djulmiaji, F.X. Perjanjian Kerja Edisi Revisi. Jakarta: Sinar Grafika. 2008.
Falih, Ahmad. Pengaruh Besarnya Upah Buruh Tani terhadap Perilaku
Kerja dan Konsumsi. Jakarta: Pasca Sarjana Ekonomi Islam UIN Syarif
Hidayatullah. 2007.
Goenawan, R. Oetomo. Pengantar Hukum Perburuhan dan Hukum
Perburuhan di Indonesia. Jakarta: Grhadika Binangkit Press. 2004
83
Haq, Hamka. Falsafah Ushul Fiqh. Ujung Pandang: Yayasan al-Ahkam.
1998.
Husni, Lalu. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT
Grafindo Persada. 2003.
Ibrahim, Johnny. Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif. Malang:
Bayumedia Publishing. 2008.
Lopa, Baharuddin. Hak-Hak Asasi Manusia dalam al-Qur’an. Yogyakarta:
Dana Bakti Prima. 1996.
Mahmasani, Sobhi. Falsafah al-Tasyri al-Islami, terj. Ahmad Sudjono, SH.,
Bandung, Al-Ma’rif. 1981.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana. 2011
Mth, Asmuni. Beberapa Catatan Tentang Akad. Yogyakarta: FIAI-UII. 2009.
Mukhtar, Yahya dan Fathurrahman. Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh
Islam. Bandung: PT Al-Maarif. 1986.
Munawi, Faidhul Qodir. Tt: Tp.T.th. Juz. I
Na’im, Abdullah A. Toward and Islamic Reformation: Civil Libertes, Human
Right and International Law. Syracuse: SyracuseUniversity Press.
1990.
Nurimansyah, Haribuan. Upah Tenaga Kerja Dan Konsentrasi Pada Sektor
Industry. Prisma: No. 5 Th. X Mei 1981.
Quzwaini, Muhammad ibn Yazid Abu Abdullah. Sunan Ibn Majah. Beirut:
Daar al-FIkr. t.th. Juz. II
Romy, Soemitro. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia.
1990.
Royen, Ilmu Uti, Perlindungan Hukum terhadap Pekerja atau Buruh
Outsourcing; studi kasus di Kab. Kepatang. Semarang: Program
Magister Ilmu Hukum. 2009.
Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah. Beirut: Daar al-Tsaqafah al-Islamiyyah. T.th.
Juz. III
84
Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah 12, alih bahasa Kamaluddin A . Marzuki.
Bandung: al-Ma’arif. 1996
Setia, Tunggal Hadi. Seluk-Beluk Hukum Ketenagakerjaan, (Tt: Harvarindo,
2014)
Sudjana, Edgi. Nasib dan Perjuangan Buruh di Indonesia. Jakarta: Renaisan.
2005.
Sutedi, Adrian. Hukum Perburuhan. Jakarta: Sinar Grafika. 2009.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif suatu
Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2003.
Soepomo, Imam. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan. 1999.
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. Rajagrafindo. 2008.
Tasbih. Konsep Islam dalam Menghapuskan Perbudakan: analisis tematik
terhadap hadits-hadits Perbudakan. Jakarta: Sekolah Pasca Sarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2008
Warassih, Esni. Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis. Semarang: PT.
Suryandaru Utama. 2005.
YLBHI. Panduan Bantuan Hukum di Indonesia. Jakarta: YLBHI. 2014.
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan
Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak
Keputusan Presiden No 107 tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan
Internet:
http://www.tempo.co/read/news/2013/05/04/064477938/Buruh-Pabrik-Panci-
Dipaksa-Kerja-Seperti-Budak. diakses pada tanggal 04 Mei 2013 Pukul
17:50 WIB
85
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/05/04/04215157/Parah.Puluhan.Bu
ruh.Disekap.BarangDisita.dan.Hak.Tak.Dipenuhi.di.Tangerang?utm_source=
WP&utm_medium=Ktpidx&utm_campaign=%20Perbudakan%20Di%20Tan
gerang. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 Pukul 14.30 WIB
http://kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=1861. Diakses pada tanggal
29 Juli 2013, pukul 14:00 WIB.
http://m.inilah.com/read/detail/1985826/inilah-kronologis-terbongkarnya-
perbudakan-buruh. Diakses pada tanggal Minggu, 5 Mei 2013 pada pukul
12:26 WIB.
I
II
PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG SEPATAN TIMUR Jl. Manungggal 29-31 No. 124 Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang Provinsi Banten
Kode Pos 15520
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan dibawah ini Kepala Desa Lebak Wangi Kecamatan Sepatan Timur
Kabupaten Tangerang menerangkan bahwa:
Nama : Hasan Aziz
Nim : 108043100024
Fakultas : Syariah dan Hukum
Jurusan : Perbandingan Mazhab Fiqih
Tahun akademik : 2014/2015
Telah melakukan penelitian sehubungan dengan penyusunan skripsi dengan judul:
“PERLINDUNGAN TENAGA KERJA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM
POSITIF” (Analisis Kasus Perbudakan di Pabrik Kuali CV. Cahaya Logam di Daerah
Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang)
Demikian surat keterangan ini dibuat dengan sebenarnya untuk digunakan sebagaimana
semestinya.
Tangerang, 3 Mei 2015
Kepala Desa Lebak Wangi
III
Wawancara I
Kronologis Tentang Kasus Perbudakan Di Pabrik CV. Cahaya Logam Di Daerah Kec.
Sepatan Timur Kab. Tangerang
Interviewer : Hasan Aziz
Narasumber : Kepala Desa Lebak Wangi
Hari/Tanggal : Senin, 4 Mei 2015
Waktu dan Tempat : 10.00 WIB s/d Selesai
Kp. Bayur Ds. Lebak Wangi Kec. Sepatan Timur Kab.
Tangerang
1. Sepengetahuan bapak / ibu, bagaimana awal mula korban untuk mendapat pekerjaan di
CV. Cahaya Logam?
Yang saya tahu, kerja disitu gak pake lowongan kerja, si Yuki (pemilik usaha) nyuruh
temannya nyari orang untuk jadi pekerja dipabriknya. Jadi si yuki nyebar anak buahnya
kepelosok daerah dan menawarkan pekerjaan kepada warga kampung. Sesuai dengan
perintah si yuki, jika yang dibutuhkan 5 orang, maka anak buahnya harus cari 5 orang
untuk dipekerjakan dipabriknya, kan bukan cuma 1 orang dia nyebar anak buahnya, kalo
yang disebar 4 orang, terus masing-masing suruh bawa 5 kan udah 20.
2. Apakah bapak / ibu tahu bentuk kerja / jenis pekerjaan di CV. Cahaya Logam?
Kerjaan mereka membakar dan melebur alumunium oil, terus dijadiin batangan buat
bahan pembuatan peralatan dapur, seperti panci dan kekenceng.
3. Sepengetahun bapak / ibu, berapakah jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan di CV.
Cahaya Logam?
Kabar yang beredar Simpang siur, ada yang bilang 25, 32, dan juga 34, tapi yang
pastinya waktu ada penggerebegan jumlah mereka ada 33, kan yang 2 lagi kabur buat
laporan ke kepolisian bahwa ada penyiksaan buruh di daerah lebak wangi tangerang.
IV
Mereka berasal dari daerah sekitar Banten, Pandeglang, Cianjur dan Lampung. Tapi
kebanyakan dari mereka berasal dari Lampung Utara.
4. Menurut bapak / ibu, apa alasan mereka bekerja di CV. Cahaya Logam?
Semua alasan orang bekerja pasti buat menutupi kebutuhan hidupnya, begitupun para
buruh yang bekerja di pabrik kekenceng, mereka rata-rata orang gak mampu dan
sebagian lagi dari mereka anak-anak yang putus sekolah, jadi ketika ada orang yang
mengajak mereka untuk bekerja di daerah kawasan industri Tangerang dengan gaji yang
lumayan, tanpa pikir panjang mereka pun menyanggupinya. Apalagi namanya orang
pasti butuh duit buat melangsungkan hidup, mangkanya mereka mau kerja disitu.
5. Pada tahun berapakah mereka mendapat penawaran atau kontrak kerja di CV. Cahaya
Logam?
Perkiraan Sekitar tahun 2011 mereka kerja disitu, tapi tidak berbarengan datangnya,
ada yang datang di awal bulan, ada lagi yang datang di pertengahan dan akhir bulan,
ada juga yang datang di bulan selanjutnya, tergantung tangan kanan yuki bawa orang-
orang desanya.
6. Apakah hubungan kerja yang disepakati antara CV. Cahaya Logam dengan pihak pekerja
(buruh) dilakukan dengan perjanjian kerja tertulis atau tidak?
Kayanya disitu mah gak pake perjanjian kerja tertulis de, dari mulut ke mulut aja. Asal
tahu gajinya berapa dan kerjanya apa, ya udah deal, mereka langsung kerja.
7. Apakah CV. Cahaya Logam memberikan ketentuan hak dan kewajiban kepada pihak
pekerja?
Awalnya sih diberikan, tapi kesininya katanya para atasan makin semena-mena, gak
boleh lihat pekerja lelah sedikit, tangan langsung main kasar, sampai mereka takut dan
akhirnya jadi budak tanpa gaji.
8. Sepengetahuan bapak, apakah CV. Cahaya Logam memberikan perlindungan,
pengupahan dan kesejahteraan menurut perundangan Indonesia (hukum
ketenagakerjaan)?
Layaknya pengusaha yang memiliki karyawan, mereka kasih angin syurga dulu bagi
para pekerja, yaaa… sesuai dengan ketentuan perusahaan yang wajib memberikan
V
perlindungan dan upah hasil kerja usaha pekerjanya, pertama diberikan sesuai omongan
ketika perekrutan, terhitung sampai para pekerja merasa nyaman, baru sedikit demi
sedikit mereka press dengan hardikan dan main tangan ketika terjadi kesalahan atau
kelalaian, sampai mereka takut dan akhirnya tunduk.
9. Berapakah besaran upah yang dijanjikan oleh CV. Cahaya Logam untuk para pekerja
(buruh)? Apakah mendapatkan di atas UMR/UMK/ atau di bawah itu?
Sepengetahuan saya, mereka di gaji 1 bulan kurang lebih 600 ribu, disitu juga kena
potongan gantungan sebesar kurang lebih 20 ribu, dan jika ditanya gajinya diatas atau
dibawah UMR, itu sudah jelas-jelas dibawah UMR.
10. Bagaimanakah cara pembayaran upah CV. Cahaya Logam kepada pihak pekerja (buruh)?
Mereka digaji setiap bulannya dengan pembayaran secara langsung. Makan, rokok, dan
segala macam jajanan diambil dari gaji pokok, dari sisa gajinya pun ada potongan
dengan alasan tabungan, itu bisa diambil ketika mereka mau pulang kerumah. Biasanya
mereka pulang waktu lebaran idul fitri atau semisalnya ada dari pihak keluarga yang
tertimpa musibah, atau ada saudara yang hajat dikampung.
11. Seperti yang kita tahu, CV. Cahaya Logam memperlakukan para pekerja (buruh) di luar
sisi kemanusiaan, seperti apa saja bentuk perlakuan tersebut?
Kalau melihat tempat yang dijadikan mes (tempat istirahat) para buruh memang tidak
layak, rumah dia (Yuki) itu megah dan tingkat, di sampingnya ada gudang yang
ukurannya kurang lebih 8x6, bekas tempat rongsokan yang ditumpukkan untuk didaur
ulang sebagai bahan pembuatan panci dan kekenceng, tempat itulah yang dijadikan
tempat istirahat untuk para buruh. Karena bangunan yang tak terurus, kamar mandinya
pun kumuh dan saluran airnya pun tersendat, mungkin itu yang menyebabkan gatal-gatal
dan penyakit kulit pada buruh, karena para buruh gak pernah mandi dikarenakan sanyo
rusak, adapun kekerasan fisik yang dilakukan para mandor (pengawas dan penjaga)
dikarenakan melihat kerja buruh yang lambat dan alasan karena kelelahan, di antara
mereka pun ada yang sempat melakukan perlawanan hingga akhirnya di gebukin oleh
para teman mandor lainnya.
12. Setelah mengetahui perlakukan buruk seperti perbudakan dari pihak CV. Cahaya Logam,
apakah korban tidak melaporkan kepada yang berwenang?
Katanya sih si korban kabur dan sempat lapor ke kepolisian Sepatan, akan tetapi
sikorban malah dibawa lagi ke tempat asal-muasal dia bekerja, karna sebelumnya si
pemilik pabrik sudah telepon “kalau ada orang yang laporan ke kepolisian dari pekerja
VI
kekenceng, tolong bawa lagi ke tempat kerja”. Ya mungkin mereka sudah saling kenal,
karna banyak sih dari wargapun tahu kalau setiap malamnya ada aja polisi yang patroli
kesitu, pada akhirnya ada pekerja yang kabur terus balik ke kampung dan membongkar
kasus perbudakan yang terjadi di Sepatan Timur Tangerang, hingga akhirnya lurah
kampung sana yang dibantu dengan kepolisian disana datang dan menggerebek tempat
itu.
Mengetahui,
Tangerang, 4 Mei 2015
VII
Wawancara II
Kronologis Tentang Kasus Perbudakan Di Pabrik CV. Cahaya Logam
Di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang
Interviewer : Hasan Aziz
Narasumber : Ketua RT Bayur Opak
Hari/Tanggal : Rabu, 5 Mei 2015
Waktu dan Tempat : 14.00 WIB s/d Selesai
Kp. Bayur Opak Ds. Lebak Wangi Kec. Sepatan
Timur Kab. Tangerang
1. Sepengetahuan bapak / ibu, bagaimana awal mula korban untuk mendapat pekerjaan di
CV. Cahaya Logam?
Pihak dari CV. Cahaya Logam mencari pekerja keluar daerah, dapat 2 atau 3 orang
lalu dipekerjakan, dan nanti disuruh ngajak teman-temannya untuk ikut bekerja.
2. Apakah bapak / ibu tahu bentuk kerja / jenis pekerjaan di CV. Cahaya Logam?
Mereka berangkat pagi pulang sore untuk melakukan pembakaran alumunium
dilapangan yang ada tidak jauh dari pabrik, yang nanti dilebur untuk dijadikan bahan
panci, kuali, kekenceng dll.
3. Sepengetahun bapak / ibu, berapakah jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan di CV.
Cahaya Logam?
Saya agak kurang tau, karna mereka tidak ada laporan terlebih dahulu ke pihak Rt kalau
memang mau kerja dan menetap disini, biar nanti kalau ada permasalahan saya bisa ikut
membantu. Tapi menurut laporan yang saya terima, jumlah pekerja yang ada disitu ada
27 orang, ditambah 6 orang pekerja yang sakit yang di sekap dalam kamar, dan 2 orang
lagi yang melarikan diri.
4. Menurut bapak / ibu, apa alasan mereka bekerja di CV. Cahaya Logam?
VIII
Pertama memang posisi yang pengangguran dan keadaan yang memperihatinkan
masalah ekonomi hidup membuat mereka harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan
keluarganya, di waktu yang bersamaan datang utusan yang di sebar yuki untuk mencari
orang agar bisa bekerja dipabriknya, dengan iming-iming gaji yang cukup lumayan,
akhirnya mereka mau ikut kerja di Tangerang.
5. Pada tahun berapakah mereka mendapat penawaran atau kontrak kerja di CV. Cahaya
Logam?
CV. Cahaya Logam membuka usaha sekitar tahun 1999, pemilik usaha mengontrak
tanah kosong yang cukup luas di daerah bayur opak selama 8 tahun untuk usahanya,
baru tahun 2007/2008 ia memindahkan usahanya itu disekitar rumahnya, dan orang-
orang yang menjadi korban kemarin diperkirakan masuk kerja sekitar pertengahan tahun
2011.
6. Apakah hubungan kerja yang disepakati antara CV. Cahaya Logam dengan pihak pekerja
(buruh) dilakukan dengan perjanjian kerja tertulis atau tidak?
Di situ mah Cuma lewat omongan aja, gak pake perjanjian tertulis, soalnya disini juga
pernah ada yang kerja disitu, Cuma ngajak kerja disebutin gajinya berapa, ya udah
langsung kerja aja. Tapi dulu mah sistemnya borongan, kerja tergantung adanya
pesanan.
7. Apakah CV. Cahaya Logam memberikan ketentuan hak dan kewajiban kepada pihak
pekerja?
Diberikan, memang pabriknya begitu ketat begitupun atasannya tegas dan galak, jadi
ketika ada yang hendak melaksanakan shalat atau gak masuk kerja karna gak enak
badan mereka takut untuk meminta izin dan terpaksa meneruskan pekerjaan.
8. Sepengetahuan bapak, apakah CV. Cahaya Logam memberikan perlindungan,
pengupahan dan kesejahteraan menurut perundangan Indonesia (hukum
ketenagakerjaan)?
Semua yang diperlukan karyawan diberikan, tapi hanya diawal. Mula-mula bekerja gaji
itu turun, bahkan katanya mereka diperlakukan baik, mereka ditatar bagaimana cara
peleburan bahan dan cara membentuknya menjadin sebuah kuali, sampai akhirnya
seiring berjalannya waktu mungkin keluar sifat aslinya, sampai akhirnya terjadilah
kejadian ini.
IX
9. Berapakah besaran upah yang dijanjikan oleh CV. Cahaya Logam untuk para pekerja
(buruh)? Apakah mendapatkan di atas UMR/UMK/ atau di bawah itu?
Menurut laporan, mereka digaji 600 ribu. Pastinya itu dibawah UMR.
10. Bagaimanakah cara pembayaran upah CV. Cahaya Logam kepada pihak pekerja (buruh)?
CV. Cahaya Logam memakai sistem kontrak, dan setiap bulan pekerja terima gaji dan
sebagian gajinya dipotong untuk gantungan. Gantungan itu baru turun ketika pekerja
hendak pulang atau berhenti bekerja.
11. Seperti yang kita tahu, CV. Cahaya Logam memperlakukan para pekerja (buruh) di luar
sisi kemanusiaan, seperti apa saja bentuk perlakuan tersebut?
Nah itu yang disayangkan, awal meraka datang pun tak ada laporan ke Rt, namanya
orang jauh datang ke kampung orang seharusnya ada laporan, itu juga kan buat
keselamatan dia. Jadi sekiranya ada hal-hal yang tak diinginkan terjadi Rt bisa bantu.
Seperti yang ramai diperbincangkan, para buruh diperlakukan semau mandor. Disiksa
mungkin karna ada sebabnya, seperti barang banyak akan tetapi pekerjanya malas-
malasan, terkadang pekerjanya ngeyel (susah diatur) dan ada juga yang ketika dimarahi
melakukan perlawanan, mungkin itu yang memicu terjadinya penyiksaan
12. Setelah mengetahui perlakukan buruk seperti perbudakan dari pihak CV. Cahaya Logam,
apakah korban tidak melaporkan kepada yang berwenang?
Seperti tadi apa yang sudah saya bilang, pabrik itu ketat begitu juga atasannya tegas
dan galak, sampai ada yang sakitpun mereka dikunci di dalam ruangan, mungkin korban
yang kabur dan laporan kemarin nekat karna gak kuat kerja di pabrik itu, dan dia juga
merasa kasihan dengan teman-temannya yang lain, mangkanya dilaporin kepihak yang
berwajib.
X
Mengetahui,
Tangerang, 5 Mei 2015
XI
Wawancara III
Kronologis Tentang Kasus Perbudakan Di Pabrik CV. Cahaya Logam
Di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang
Interviewer : Hasan Aziz
Narasumber : Warga/Pekerja
Hari/Tanggal : Jum’at, 8 Mei 2015
Waktu dan Tempat : 16.30 WIB s/d Selesai
Kp. Bayur Ds. Lebak Wangi Kec. Sepatan Timur Kab.
Tangerang
1. Sepengetahuan bapak / ibu, bagaimana awal mula korban untuk mendapat pekerjaan di CV.
Cahaya Logam?
Bos yuki nyuruh saudaranya cariin Orang buat jadi karyawan dipabriknya, dan nanti
saudaranya nyuruh anak buahnya nyari orang ke daerah pedalaman, dengan dijanjikan
kalau bisa dapat banyak rekrutan, nanti bakal dikasih duit lebih, orang jauh gak boleh
harus orang deket. Mungkin dia berpikir kalo orang sini udah tahu duit mangkanya dia
suruh cari yang jauh.
2. Apakah bapak / ibu tahu bentuk kerja / jenis pekerjaan di CV. Cahaya Logam?
Dulu tugas kami mengumpulkan rongsokan berupa besi, tembaga, stainless dan alumunium
untuk kemudian kami lebur dan dijadikan bahan baku produksi, setelah itu kami panaskan
dengan suhu perkiraan diatas 2000 derajat, dan kalau sudah mencair buru-buru kami
tuangkan ke dalam cetakan kuali, kekenceng dan panci, terus ditutup pake tanah, selang
beberapa saat, cetakan diangkat dan dilakukan penghalusan, buat proses terakhir dilakukan
finishing biar keliatan bagus dan menyempurnakan bentuk barang. Dalam sehari kami
biasa melakukan dua kali pengecoran yakni pada pagi dan siang, kalo lembur dan banyak
pesanan, biasanya kami lakukan pengecoran sampe malam.
3. Sepengetahun bapak / ibu, berapakah jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan di CV. Cahaya
Logam?
XII
Disitu mah gak banyak, pas waktu saya kerja aja Cuma ada 21 orang. 13 0rang sebagai
pengolah bahan, sisanya di bagian pembentukan. Kalo ngeliat korban kemarin sih agak
cukup banyak, kalo gak salah semuanya ada 35 orang.
4. Menurut bapak / ibu, apa alasan mereka bekerja di CV. Cahaya Logam?
Yaaa… buat nutupin segala kebutuhan hidup kan pake duit, nyari kerjaan susah bang, ya
mumpung ada yang ngajak ikut aja, lumayanlah buat makan ngeroko mah.
5. Pada tahun berapakah mereka mendapat penawaran atau kontrak kerja di CV. Cahaya
Logam?
Saya kerja dari tahun 2009, di situ mah harus kuat mental, kerjanya extra dan gak kenal
lelah, istirahat Cuma cukup buat makan sama ngeroko sebatang, sisanya kerja. Lembur
kerja ada dihari jum’at dan sabtu, sedangkan minggu libur, saya gak tinggal di mes (tempat
peristirahatan yang disediakan pihak pabrik), jadi saya berangkat jam 7 pulang jam 7,
kadang sampai jam 10 kalo lagi lembur. Waktu itu tahun 2010-an akhir ada pengurangan
karyawan, dan saya masuk daftar pengurangan itu, termasuk 2 teman saya orang bayur
bambu, Waktu saya mau cabut dari itu pabrik, memang pesanan lagi banyak, mungkin bos
yuki udah nyiapin tenaga baru kali buat ngurusin pesanan diluaran. Ya mungkin itu korban-
korban yang kemarin.
6. Apakah hubungan kerja yang disepakati antara CV. Cahaya Logam dengan pihak pekerja
(buruh) dilakukan dengan perjanjian kerja tertulis atau tidak?
Waktu zamanan saya mah kaga bang, di omong udah siap kerja, saya jawab siap, dibilangin
gaji 350/2 minggu dan dipotong 50 ribu untuk uang makan saya jawab siap, tapi pas waktu
itu saya bilang kalo rumah saya deket, saya makan dirumah aja, jadi saya minta dibayar
full. Yang orang sini kerja disitu bisa di hitung jari, sisanya tau orang mana.
7. Apakah CV. Cahaya Logam memberikan ketentuan hak dan kewajiban kepada pihak
pekerja?
Dikasih ya di kasih, tapi kadang waktu pembayaran hasil kerja sering kurang, tak sesuai
dengan pembicaraan di awal. Kalau komplen pasti dibentak dengan alasan nanti bakal
dibayar
.
8. Sepengetahuan bapak, apakah CV. Cahaya Logam memberikan perlindungan, pengupahan
dan kesejahteraan menurut perundangan Indonesia (hukum ketenagakerjaan)?
XIII
Diberikan sih, buat yang mau tidur di sediakan mes, emang agak kumuh sih tempatnya,
kotor dan jember juga. Itu jadi alasan kedua saya kenapa gak mau tidur di mes, ya yang
pertama karna rumah saya dekat dan yang kedua mesnya emang gak layak. Kalo gajian
juga antri dibayarnya juga, gak kaya zaman sekarang, pabrik-pabrik kalo ngegaji lewat
ATM, udah pada kaya bos aja “hahahaha”.
9. Berapakah besaran upah yang dijanjikan oleh CV. Cahaya Logam untuk para pekerja
(buruh)? Apakah mendapatkan di atas UMR/UMK/ atau di bawah itu?
Kalo zamanan saya bersihnya 400 ribu, Cuma kalo yang korban kemarin sih katanya 600
ribu, ya pasti dibawah UMR bang.
10. Bagaimanakah cara pembayaran upah CV. Cahaya Logam kepada pihak pekerja (buruh)?
Manual aja, tiap bulan pekerja digaji lewat cara absen.
11. Seperti yang kita tahu, CV. Cahaya Logam memperlakukan para pekerja (buruh) di luar sisi
kemanusiaan, seperti apa saja bentuk perlakuan tersebut?
Kalo ada kesalahan paling diomelin dan gentak, kalo kelihatan lagi kerja ada yang ngobrol
biasanya ditimpah pake sisa bahan, cuma gak tahu deh kalo yang kemarin, katanya sih
ditampar, ditendang, disundut pake rokok, dan ada juga yang dikurung. Mungkin zaman
kerja mereka lebih parah kali dibanding zamanan saya, untungnya saya gak ngerasain.
12. Setelah mengetahui perlakukan buruk seperti perbudakan dari pihak CV. Cahaya Logam,
apakah korban tidak melaporkan kepada yang berwenang?
Kalo waktu saya sih gak ada yang lapor, karena menurut saya wajar dia marah, mereka
kesal karna kerjanya gak beres, kadang ada panci yang udah selesai, tapi pas diperiksa
bagian bawahnya keropos karna digetoknya terlalu kencang ketika pembuatan. Ada juga
yang kulit dasar alumuniumnya pecah karna suhu pembakarannya terlalu tinggi. Tapi waktu
kemarin mungkin sudah terlalu parah penyiksaan yang diberikan para mandor kepada para
buruh, hingga akhirnya korban ada yang lapor ke kepolisian dan akhirnya digerebek.
XIV
Mengetahui,
Tangerang, 8 Mei 2015
Recommended