View
87
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
BAB 2
TINJAUAN KHUSUS
2.1 Batasan
Batasan judul dalam KTI (Karya Tulis Ilmiah) ini adalah :
2.1.1 Asuhan keperawatan adalah tindakan yang berurutan dilakukan secara
sistematis untuk menentukan masalah pasien, membuat perencanaan untuk
mengatasinya, melaksanakan rencana itu, menugaskan orang lain untuk
melakukan dan mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah
yang diatasinya (Effendi Nasrul, 1995 : 3).
2.1.2 Neonatus adalah bayi berusia kurang dari 1 bulan (Prawirohardjo Sarwono,
2000)
2.1.3 Premature atau preterm adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan < 37
minggu, dengan berat badan yang sesuai (Mochtar Rustam, 1998).
Sejak tahun 1961, WHO telah mengganti istilah prematur dengan BBLR,
BBLR sendiri dikelompokkan menjadi 2 :
Sesuai masa kehamilan (SMK) yaitu berat badan bayi sesuai masa
kehamilan.
Kecil masa kehamilan (SMK) yaitu berat badan bayi kecil dibandingkan
dengan usia kehamilan.
Pada karya tulis ini penulis mengambil BBLR yang sesuai masa kehamilan,
yaitu bayi yang lahir usia kehamilan < 37 minggu dengan berat lahir <2500
gram.
2.1.4 Post Asfiksia berat adalah masa sesudah bayi baru lahir tidak dapat bernafas
secara spontan dan adekuat dengan AS (0-3)(Wirjoatmodjo, 1994).
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Bayi Post Asfiksia Berat
2.2.1 Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-
faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro
Hardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa
bernafas secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo,1994).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang
tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan
7
ini biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperkapneu serta
sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut
yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa
faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.
2.2.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi Asfiksiaa
Menurut pedoman Depkes RI Santoso NI, 1995. Ada beberapa faktor
etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksiaa, antara lain sebagai berikut:
2.2.2.1 Faktor Ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika
atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena
pendarahan, hipertensi karena eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain.
2.2.2.2 Faktor Placenta
Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa, plasenta
tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.
2.2.2.3 Faktor Janin dan Neonatus
Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali
pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan kongenital dan
lain-lain.
2.2.2.4 Faktor Persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain (Ilyas Jumiarni, 1995).
2.2.3 Patofisiologi
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam
pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat
CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara,
sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga
paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini
sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi
darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk
kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali
(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli
akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli
8
akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol
paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat
secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan
dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari
jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam
Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole
paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk
sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan
diperlukan untuk membantu mengeluarkan cairan tersebut dari alveoli dan
alveoli mengembang untuk pertama kali. Pada kenyataannya memang
beberapa tarikan nafas yang pertama sangat diperlukan untuk mengawali dan
menjamin keberhasilan pernafasan bayi selanjutnya. Proses persalinan
normal (pervaginam) mempunyai peran yang sangat penting untuk
mempercepat proses keluarnya cairan yang ada dalam alveoli melalui ruang
perivaskuler dan absorbsi kedalam aliran darah atau limfe. Gangguan pada
pernafasan pada keadaan ini adalah apabila paru tidak mengembang dengan
sempurna (memadai) pada beberapa tarikan nafas yang pertama. Apnea saat
lahir, pada keadaan ini bayi tidak mampu menarik nafas yang pertama
setelah lahir oleh karena alveoli tidak mampu mengembang atau alveoli
masih berisi cairan dan gerakan pernafasan yang lemah, pada keadaan ini
janin mampu menarik nafas yang pertama akan tetapi sangat dangkal dan
tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan O2 tubuh. keadaan tersebut bisa
terjadi pada bayi kurang bulan, asfiksia intrauterin, pengaruh obat yang
dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh obat-obat anesthesi pada operasi sesar.
Dalam hal respirasi selain mengembangnya alveoli dan masuknya udara
kedalam alveoli masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni sirkulasi
dalam paru yang berperan dalam pertukaran gas. Gangguan tersebut antara
lain vasokonstriksi pembuluh darah paru yang berakibat menurunkan perfusi
paru. Pada bayi asfiksia penurunan perfusi paru seringkali disebabkan oleh
vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga oksigen akan menurun dan
terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteriol akan tetap tertutup dan Duktus
Arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas dalam paru tidak terjadi.
Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan tubuh
tidak mungkin terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan
tergantung dari berat dan lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat reversible atau
menetap, sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi, gejala sisa, ataupun
9
kematian penderita. Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan oksigen dan
pengeluaran CO2 tubuh ini mungkin hanya menimbulkan asidosis
respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan terjadi
metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang
terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya gangguan
keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ini akan
mengganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi perubahan
sirkulasi kardiovaskular yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan
frekuensi denyut jantung. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pada
penderita asfiksia akan terlihat tahapan proses kejadian yaitu menurunnya
kadar PaO2 tubuh, meningkat PCO2, menurunnya pH darah dipakainya
sumber glikogen tubuh dan gangguan sirkulasi darah. Perubahan inilah yang
biasanya menimbulkan masalah dan menyebabkan terjadinya gangguan pada
bayi saat lahir atau mungkin berakibat lanjut pada masa neonatus dan masa
pasca neonatus.
Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan
penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan
terjadi konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga
penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak akan
meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi
miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen
pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic
Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan gangguan yang menetap
pada bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru
lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara
cepat dan tepat (Aliyah Anna, 1997).
2.2.4 Gejala Klinik
Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :
2.2.4.1 Pernafasan terganggu
2.2.4.2 Detik jantung berkurang
2.2.4.3 Reflek / respon bayi melemah
2.2.4.4 Tonus otot menurun
2.2.4.5 Warna kulit biru atau pucat
2.2.5 Diagnosis
Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau
hipoksia janin. Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam persalinan
dengan ditemukan tanda-tanda gawat janin untuk menentukan bayi yang
10
akan dilahirkan terjadi asfiksia, maka ada beberapa hal yang perlu
mendapatkan perhatikan.
2.2.5.1 Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 denyutan per menit, selama his
frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan
semula. Peningkatan kecepatan denyutan jantung umumnya tidak banyak
artinya, akan tetapi apabila frekuensinya turun sampai dibawah 100/menit,
dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
2.2.5.2 Mekanisme Dalam Air Ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada
prosentase kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan terus
timbul kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada prosentase
kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu
dapat dilakukan dengan mudah.
2.2.5.3 Pemeriksaan PH Pada Janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah
ini diperiksa pH-nya adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila
pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya.
Dengan penilaian pH darah janin dapat ditemukan derajat asfiksia yaitu :
Tabel 2.1. Penilaian pH Darah Janin
NO Hasil Sikor Apgar Derajat Asfiksiaa Nilai pH
1. 0 – 3 Berat < 7,2
2. 4 – 6 Sedang 7,1 – 7,2
3. 7 – 10 Ringan > 7,2
Sumber : Wiroatmodjo, 1994
2.2.5.4 Dengan Menilai Apgar Skor
Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksiaa yaitu dengan
penilaian APGAR. Apgar mengambil batas waktu 1 menit karena dari hasil
penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir mempunyai apgar terendah pada
umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk melakukan tindakan
resusitasi aktif. Sedangkan nilai apgar lima menit untuk menentukan
prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan terjadinya gangguan
11
neurologik di kemudian hari. Ada lima tanda (sign) yang dinilai oleh Apgar,
yaitu :
Tabel 2.2 Penilaian Apgar
Tanda-tanda Vital Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2
1. Appearance
(warna kulit)
Seluruh tubuh
biru atau putih
Badan merah,
kaki biru
Seluruh tubuh
kemerah-merahan
2. Pulse
(bunyi jantung)
Tidak ada Kurang dari
100 x/ menit Lebih dari
150 x/ menit
3. Grimance
(reflek)
Tidak ada
Lunglai
Menyeringai
Fleksi ekstremitas
Batuk dan bersin
4. Activity
(tonus otot)
Tidak ada
Fleksi kuat, gerak
aktif
5. Respirotary
effort
(usaha bernafas)
Lambat atau
tidak ada Menangis kuat
atau keras
Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena
peninggian frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan
akan memburuk bila frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun
paru-paru telah berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung harus dilakukan.
Usaha nafas adalah nomor dua. Bila apnea berlangsung lama dan ventilasi
yang dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang
diikuti asidosis metabolik yang hebat. Sedang ketiga tanda lain tergantung
dari dua tanda penting tersebut.
Ada 3 derajat Asfiksiaa dari hasil Apgar diatas yaitu :
1. Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.
12
Bayi dalam keadaan baik sekali. Tonus otot baik, seluruh tubuh kemerah-
merahan. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan
tindakan istimewa.
2. Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.
Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali
permenit, tonus otot kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Nilai Apgar 0-3, asfiksia Berat
Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali
permenit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat,
reflek iritabilitas tidak ada.
2.2.6 Pelaksanaan Resusitasi
Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal
secara cepat supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau
tidak. Tindakan ini merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir.
Tujuannya supaya intervensi yang diberikan bisa dilaksanakan secara tepat
dan cepat (tidak terlambat).
2.2.6.1 Membuka Jalan Nifas
1. Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.
2. Metode :
Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
Letakkan bayi secara terlentang atau miring dengan leher agak eksentensi/
tengadah. Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami ekstensi yang
berlebihan atau kurang. Ekstensi karena keduanya akan menyebabkan udara
yang masuk ke paru-paru terhalangi.
Letakkan selimut atau handuk yang digulug dibawah bahu sehingga
terangkat 2-3 cm diatas matras.
Apabila cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala bayi
dimiringkan supaya lendir berkumpul di mulut (tidak berkumpul di farings
bagian belakang) sehingga mudah disingkirkan.
Membersihkan Jalan Nafas
Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium hisap cairan dari mulut dan
hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung.
Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari trakea,
sebaiknya menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET).
Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik, penghisapan
terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang benar, pembersihan
jalan nafas pada semua bayi yang sudah mengeluarkan mekoneum, segera
13
setelah lahir (sebelum baru dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan
keteter penghisap no 10 F atau lebih. Cara pembersihannya dengan
menghisap mulut, farings dan hidung.
2.2.6.2 Mencegah Kehilangan Suhu Tubuh / Panas
1. Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.
2. Metode
Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant warmer)
dengan temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi preterm 35°C.
Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan
selimut hangat, keuntungannya bayi bersih dari air ketuban, mencegah
kehilangan suhu tubuh melalui evaporosi serta dapat pula sebagai pemberian
rangsangan taktik yang dapat menimbulkan atau mempertahankan
pernafasan.
Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau apabila
suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik
tipis yang tembus pandang.
2.2.6.3 Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
1. Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.
2. Metode :
Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
Agar VTP efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan tekanan
ventilasi harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kail/menit.
Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut :
Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H2O.
Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O.
Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat turunnya
compliance membutuhkan 20-40 cm H2O.
Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan balon yang
mempunyai pengukur tekanan.
Observasi gerak dada bayi
Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa sungkup
terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik
nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas
14
panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan
diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumotorax.
Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif.
Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam lambung.
Penilaian suara nafas bilateral
Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di
kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang
benar.
Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi
meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh
salah satu sebab berikut :
Perlekatan sungkup kurang sempurna.
Arus udara terhambat.
Tidak cukup tekanan (Prawirohardjo Sarwono, 2000; 351-254).
2.2.6.4 Pemberian Obat-Obatan Penunjang
Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per menit
walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%) dan
kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung nol.
Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksiaa :
1. Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat
badan, apabila bayi mengalami bradikardia menetap diberikan sublingual
atau diberikan intravena, sementara NaHCO3 tetap diberikan, disertai
pernafasan buatan.
2. Natrium bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg berat
badan (cairan 7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam
perbandingan 1 : 1 disuntikkan perlahan-lahan kedalam Vena umbilikus
dalam waktu 5 menit.
3. Infus NaCL 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat badan.
2.2.6.5 Sedangkan Untuk Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor
Adalah Sebagai Berikut :
1. Apgar skor menit I : 0-3
Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis
dengan segala akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil, jangan diberi
obat perangsang nafas lekukan resusitasi.
15
Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator to
tube ventilasi. Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth
respiration kemudian dibawa ke ICU.
Ventilasi Biokemial
Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan
Natrium Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas tidak ada, berikan Natrium
Bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2-4 mcg/kg BB, maksimum 8
meg/kg BB / 24 jam. Ventilasi tetap dilakukan. Pada detik jantung kurang
dari 100/menit lakukan pijat jantung 120/menit, ventilasi diteruskan 40 x
menit. Cara 3-4 x pijat jantung disusul 1 x ventilasi (Lab./UPF Ilmu
Kesehatan Anak, 1994 : 167).
2. Apgar skor menit I : 4-6
Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas.
Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15-
30 detik.
Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik O2 yang
dihangatkan).
Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali permenit
lakukan bag dan mask ventilation dan pijat jantung.
3. Apgar skor menit I : 7-10
Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu (karena
bayi adalah bernafas dengan hidung) sambil melihat adakah atresia
choane, kemudian mulut, jangan terlalu dalam hanya sampai fasofaring.
Kecuali pada bayi asfiksia dengan ketuban mengandung mekonium,
suction dilakukan dari mulut kemudian hidung karena untuk menghindari
aspirasi paru.
Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan, termasuk
rambut kepala, karena kehilangan panas paling besar terutama daerah
kepala.
Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam.
2.2.7 Komplikasi
2.2.7.1. Sembab Otak
2.2.7.2. Pendarahan Otak
2.2.7.3. Anuria atau Oliguria
2.2.7.4. Hyperbilirubinemia
2.2.7.5. Obstruksi usus yang fungsional
2.2.7.6. Kejang sampai koma
16
2.2.7.7. Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumonthorax
(Wirjoatmodjo, 1994 : 168)
2.2.8 Prognosa
2.2.8.1 Asfiksia ringan / normal : Baik
2.2.8.2 Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat prognosa
baik.
2.2.8.3 Asfiksia berat badan dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama,
atau kelainan syaraf permanen. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan
kejang sampai koma dan kelainan neurologis yang permanent misalnya
cerebal palsy, mental retardation (Wirjoatmodjo, 1994 : 68).
2.3. Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah tindakan yang berurutan dilakukan
sistematis untuk menentukan masalah pasien, membuat perencanaan untuk
mengatasinya, melaksanakan rencana itu / menugaskan orang lain untuk
melakukan dan mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah
yang diatasinya (Efendi. Nasrul, 1995 ; 3).
2.3.1 Tahap pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar
dapat mengidentifikasi, mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Efendi nasrul,
1995 : 18).
Dalam tahap pengkajian ini dibagi menjadi tiga meliputi pengumpulan data,
pengelompokan data dan perumusan masalah.
2.3.1.1 Pengumpulan Data
1. Data Subyektif
Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah
kesehatan (Allen Carol V. 1993 : 28).
Data subyektif terdiri dari
Biodata atau identitas pasien :
Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin
Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau
kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat (Talbott
Laura A, 1997 : 6).
Riwayat kesehatan
Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal
pada kasus asfiksia berat yaitu :
17
Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk,
merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti
diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.
Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran
multiple, inkompetensia serviks, hidramnion, kelainan kongenital,
riwayat persalinan preterm.
Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa tetapi tidak
teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan.
Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin menurun.
Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan
(kehamilan postdate atau preterm).
Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat
erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu dikaji :
Kala I : ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan antepartum baik
solusio plasenta maupun plasenta previa.
Kala II : persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu kelelahan,
persalinan dengan tindakan (vacum ekstraksi, forcep ektraksi).
Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu sistem pernafasan.
Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena pemakaian obat
penenang (narkose) yang dapat menekan sistem pusat pernafasan.
Riwayat post natal
Yang perlu dikaji antara lain :
Agar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS (0-3)
asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia ringan.
Berat badan lGahir : kurang atau lebih dari normal (2500-4000 gram).
Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm 2500 gram lingkar kepala
kurang atau lebih dari normal (34-36 cm).
Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus anetrecial
aesofagal.
Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat gangguan
absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap
sehingga perlu diberikan cairan parentral atau personde sesuai dengan
kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan
juga untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi
disamping untuk pemberian obat intravena.
Kebutuhan parenteral
18
Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5%
Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%
Kebutuhan nutrisi enteral
BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam
BB 1250-< 2000 gram = 12 kali per 24 jam
BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam
Kebutuhan minum pada neonatus :
Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari
Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari
Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari
Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari
Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg BB/hari
(Iskandar Wahidiyat, 1991 :1)
Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah
BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi.
BAK : frekwensi, jumlah
Latar belakang sosial budaya
Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia
Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama
jenis psikotropika
Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan ibu
melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu.
Hubungan psikologis
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat gabung dengan
ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna sekali dimana bayi
akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta dapat mempererat
hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan asfiksia
karena memerlukan perawatan yang intensif
2. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan
pemeriksaan dengan menggunakan standart yang diakui atau berlaku
(Effendi Nasrul, 1995)
Keadaan umum
Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan hanya merintih.
Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan
19
menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya
terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai
dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan
kondisi neonatus yang baik.
Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan
asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya
hipothermi bila suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila
suhu tubuh < 37 C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C –
37,5C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal
antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat
pernafasan belum teratur (Potter Patricia A, 1996 : 87).
Pemeriksaan fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik pasien untuk
menentukan kesehatan pasien (Effendi Nasrul, 1995).
Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada
bayi preterm terdapat lanogo dan verniks.
Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom,
ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya
peningkatan tekanan intrakranial.
Mata
Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding
conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi
terhadap cahaya.
Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan
lendir.
Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing
dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
20
Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae
pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya
asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus
timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi
karena GI Tract belum sempurna.
Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda –
tanda infeksi pada tali pusat.
Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara
uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor
dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
Anus
Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta
warna dari faeses.
Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang
atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta
jumlahnya.
Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah.
Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf
pusat atau adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan
Potter Patricia A, 1996 : 109-356).
3. Data Penunjang
Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam
menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat
memberikan obat yang tepat pula.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung
turun karena O2 dalam darah sedikit.
Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena
bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
21
Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun karena
sering terjadi hipoglikemi.
Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis
metabolik.
PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia
cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung
turun karena terjadi hipoksia progresif.
HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
Natrium (normal 134-150 mEq/L)
Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
Photo thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
2.3.1.2 Analisa data dan perumusan masalah
Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan
menghubungkan data tersebut dalam konsep, teori dan prinsip yang
relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah
kesehatan dan keperawatan pasien (Effendi Nasrul,1995 : 23).
Tabel 2.3 Analisa Data dan Perumusan Masalah
Sign / SymptornKemungkinan
PenyebabMasalah
1. Pernafasan tidak
teratur,
pernafasan
cuping hidung,
cyanosis, ada
lendir pada
hidung dan
mulut, tarikan
inter-costal,
abnormalitas gas
darah arteri.
- Riwayat partus lama
- Pendarahan peng-
obatan.
- Obstruksi pulmonary
- Prematuritas
Gangguan pemenuhan
kebutuhan O2
2. Akral dingin, - lapisan lemak dalam Resiko terjadinya
22
cyanosis pada
ekstremmitas, keadaan
umum lemah, suhu
tubuh dibawah
normal
kulit tipis hipotermia
3. Keadaan umum
lemah, reflek
menghisap lemah,
masih terdapat retensi
pada sonde
- Reflek menghisap
lemah
Resiko gangguan
pemenuhan kebutuhan
nutrisi.
4. Suhu tubuh diatas
normal, tali pusat
layu, ada tanda-tanda
infeksi, abnormal
kadar leukosit, kulit
kuning, riwayat
persalinan dengan
ketuban mekoncal
- Sistem Imunitas yang
belum sempurna
- Ketuban mekoncal
- Tindakan yang tidak
aseptik
Resiko terjadinya infeksi
5. Akral dingin
Ekstremitas pucat,
cyanosis, hipotermi,
distrostik rendah atau
dibawah harga
normal.
- Metabolisme
meningkat
- Intake yang kurang.
- Obstruksi pulmonary
Resiko terjadinya
hipoglikemia
6. Bayi dirawat di dalam
inkubator di ruang
intensif, belum ada
kontak antara ibu dan
bayi
- Perawatan Intensif Gangguan hubungan
interpersonal antara ibu
dan bayi.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang respon individu,
keluarga atau komunitas terhadap masalah-masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang aktual atau potensial (Allen carol vestal, 1998 : 67).
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien post asfiksiaa berat
antara lain:
2.2.2.1 Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia berat.
23
2.2.2.2 Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek
menghisap lemah.
2.2.2.3 Resiko terjadinya hipoglikemia
2.2.2.4 Resiko terjadinya hipotermia
2.2.2.5 Resiko terjadinya infeksi
2.2.2.6 Gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi sehubungan dengan
rawat terpisah.
2.3.3 Rencana Perawatan
Rencana perawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan
yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya
kebutuhan pasien (Santoso NI,1993 : 20). Langkah-langkah penyusunan
rencana perawatan terdiri dari 3 kegiatan yaitu menetapkan urutan prioritas
masalah, merumuskan tujuan perawatan yang akan dicapai, menentukan
rencana tindakan perawatan.
Prioritas masalah
Penentuan prioritas berdasarkan diagnosa keperawatan, dimana prioritas
tertinggi diberikan kepada masalah yang mengancam kehidupan atau
keselamatan pasien. Masalah nyata diberikan perhatian / prioritas terlebih
dahulu dari pada masalah potensial. Penentuan prioritas dilakukan karena
tidak semua masalah dapat diatasi pada waktu yang sama (Syahlan, 2000).
24
Tabel 2.4. Perencanaan / Intervensi
No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
1 Gangguan pemenuhan
kebutuhan O2
sehubungan dengan post
asfiksiaa berat
Tujuan:
Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
Kriteria:
- Pernafasan normal 40-60 kali
permenit.
- Pernafasan teratur.
- Tidak cyanosis.
- Wajah dan seluruh tubuh
1. Letakkan bayi terlentang
dengan alas yang data,
kepala lurus, dan leher
sedikit tengadah/ekstensi
dengan meletakkan
bantal atau selimut diatas
bahu bayi sehingga bahu
terangkat 2-3 cm
1. Memberi rasa nyaman
dan mengantisipasi flexi
leher yang dapat
mengurangi kelancaran
jalan nafas.
Berwarna kemerahan (pink
variable).
- Gas darah normal
PH = 7,35 – 7,45
PCO2 = 35 mm Hg
PO2 = 50 – 90 mmHg
2. Bersihkan jalan nafas,
mulut, hidung bila perlu.
2. Jalan nafas harus tetap
dipertahankan bebas
dari lendir untuk
menjamin pertukaran
gas yang sempurna.
3. Observasi gejala kardinal
dan tanda-tanda cyanosis
tiap 4 jam
3. Deteksi dini adanya
kelainan.
Tabel 2.4. Perencanaan / Intervensi36
25
No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
4. Kolaborasi dengan team
medis dalam pemberian
O2 dan pemeriksaan
kadar gas darah arteri.
4. Menjamin oksigenasi
jaringan yang adekuat
terutama untuk jantung
dan otak. Dan
peningkatan pada kadar
PCO2 menunjukkan
hypoventilasi
2. Resiko terjadinya
hipotermi sehubungan
dengan adanya roses
persalinan yang lama
dengan ditandai akral
Tujuan
Tidak terjadi hipotermia
Kriteria
Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C
Akral hangat
1. Letakkan bayi terlentang
diatas pemancar panas
(infant warmer)
1. Mengurangi kehilangan
panas pada suhu
lingkungan sehingga
meletakkan bayi
menjadi hangat
dingin suhu tubuh
dibawah 36° C
Warna seluruh tubuh
kemerahan
2. Singkirkan kain yang
sudah dipakai untuk
mengeringkan tubuh,
letakkan bayi diatas
handuk / kain yang
kering dan hangat.
2. Mencegah kehilangan
tubuh melalui konduksi.
26
Tabel 2.4. Perencanaan / Intervensi
No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
3. Observasi suhu bayi tiap
6 jam.
3. Perubahan suhu tubuh
bayi dapat menentukan
tingkat hipotermia
4. Kolaborasi dengan team
medis untuk pemberian
Infus Glukosa 5% bila
ASI tidak mungkin
diberikan.
4. Mencegah terjadinya
hipoglikemia
3. Resiko gangguan
penemuan kebutuhan
nutrisi sehubungan
dengan reflek
menghisap lemah.
Tujuan
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria
- Bayi dapat minum pespeen /
personde dengan baik.
1. Lakukan observasi BAB
dan BAK jumlah dan
frekuensi serta
konsistensi.
1. Deteksi adanya kelainan
pada eliminasi bayi dan
segera mendapat
tindakan / perawatan
yang tepat.
- Berat badan tidak turun lebih
dari 10%.
- Retensi tidak ada.
2. Monitor turgor dan
mukosa mulut.
2. Menentukan derajat
dehidrasi dari turgor
dan mukosa mulut.
Tabel 2.4. Perencanaan / Intervensi
27
No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
3. Monitor intake dan out
put.
3. Mengetahui
keseimbangan cairan
tubuh (balance)
4. Beri ASI/PASI sesuai
kebutuhan.
4. Kebutuhan nutrisi
terpenuhi secara
adekuat.
5. Lakukan control berat
badan setiap hari.
5. Penambahan dan
penurunan berat badan
dapat di monito
4. Resiko terjadinya
infeksi
Tujuan:
Selama perawatan tidak terjadi
komplikasi (infeksi)
Kriteria
1. Lakukan teknik aseptik
dan antiseptik dalam
memberikan asuhan
keperawatan
1. Pada bayi baru lahir
daya tahan tubuhnya
kurang / rendah.
- Tidak ada tanda-tanda
infeksi.
- Tidak ada gangguan fungsi
tubuh.
2. Cuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan
tindakan.
2. Mencegah penyebaran
infeksi nosokomial.
Tabel 2.4 Perencanaan / Intervensi
28
No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
3. Pakai baju khusus/ short
waktu masuk ruang
isolasi (kamar bayi)
3. Mencegah masuknya
bakteri dari baju
petugas ke bayi
4. Lakukan perawatan tali
pusat dengan triple dye 2
kali sehari.
4. Mencegah terjadinya
infeksi dan memper-
cepat pengeringan tali
pusat karena mengan-
dung anti biotik, anti
jamur, desinfektan.
5. Jaga kebersihan (badan,
pakaian) dan lingkungan
bayi.
5. Mengurangi media
untuk pertumbuhan
kuman.
6. Observasi tanda-tanda
infeksi dan gejala
kardinal
6. Deteksi dini adanya
kelainan
Tabel 2.4. Perencanaan / Intervensi
29
No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
7. Hindarkan bayi kontak
dengan sakit.
7. Mencegah terjadinya
penularan infeksi.
8. Kolaborasi dengan team
medis untuk pemberian
antibiotik.
8. Mencegah infeksi dari
pneumonia
9. Siapkan pemeriksaan
laboratorat sesuai advis
dokter yaitu pemeriksaan
DL, CRP.
9. Sebagai pemeriksaan
penunjang.
5. Resiko terjadinya
hipoglikemia
sehubungan dengan
metabolisme yang
meningkat
Tujuan:
Tidak terjadi hipoglikemia
selama masa perawatan.
Kriteria
- Akral hangat
- Tidak cyanosis
- Tidak apnea
- Suhu normal (36,5°C -
37,5°C)
1. Berikan nutrisi secara
adekuat dan catat serta
monitor setiap pemberian
nutrisi.
1. Mencega pembakaran
glikogen dalam tubuh
dan untuk pemantauan
intake dan out put.
Tabel 2.4. Perencanaan / Intervensi
30
No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
- Distrostik normal
(> 40 mg)
2. beri selimut dan bungkus
bayi serta perhatikan
suhu lingkungan
2. Menjaga kehangatan
agar tidak terjadi proses
pengeluaran suhu yang
berlebihan sedangkan
suhu lingkungan
berpengaruh pada suhu
bayi.
3. Observasi gejala kardinal
(suhu, nadi, respirasi)
3. Deteksi dini adanya
kelainan.
4. Kolaborasi dengan team
medis untuk pemeriksaan
laborat yaitu distrostik.
4. Untuk mencegah
terjadinya hipoglikemia
lebih lanjut dan kompli-
kasi yang ditimbulkan
pada organ - organ
tubuh yang lain.
Tabel 2.4 Perencanaan / Intervensi
31
No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
6. Gangguan hubungan
interpersonal antara
bayi dan ibu
sehubungan dengan
perawatan intensif.
Tujuan :
Terjadinya hubungan batin
antara bayi dan ibu.
1. Jelaskan para ibu /
keluarga tentang keadaan
bayinya sekarang.
1. Ibu mengerti keadaan
bayinya dan mengura-
ngi kecemasan serta
untuk kooperatifan
ibu/keluarga.
Kriteria:
- Ibu dapat segera
menggendong dan meneteki
bayi.
2. Bantu orang tua / ibu
mengungkapkan
perasaannya.
2. Membantu memecah-
kan permasalahan yang
dihadapi.
- Bayi segera pulang dan ibu
dapat merawat bayinya
sendiri.
3. Orientasi ibu pada
lingkungan rumah sakit.
3. Ketidaktahuan
memperbesar stressor.
4. Tunjukkan bayi pada saat
ibu berkunjung (batasi
oleh kaca pembatas).
4. Menjalin kontak batin
antara ibu dan bayi
walaupun hanya melalui
kaca pembatas.
5. Lakukan rawat gabung
jika keadaan ibu dan bayi
jika keadaan bayi
5. Rawat gabung
merupakan upaya
mempererat hubungan
32
memungkinkan. ibu dan bayi/setelah
bayi diperbolehkan
pulang.
33
2.3.4 Tahap Pelaksanaan Tindakan
Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan keperawatan yang
merupakan realisasi rencana tindakan yang telah ditentukan dalam tahap
perencanaan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal
(Santosa NI, 1995).
2.3.5 Tahap Evaluasi
Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan
yaitu proses penilaian pencapaian tujuan dalam rencana perawatan, tercapai
atau tidak serta untuk pengkajian ulang rencana keperawatan (Santosa NI,
1995). Evaluasi dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien,
perawat dan petugas kesehatan yang lain. Dalam menentukan tercapainya
suatu tujuan asuhan keperawatan pada bayi dengan post Asfiksia sedang,
disesuaikan dengan kriteria evaluasi yang telah ditentukan. Tujuan asuhan
keperawatan dikatakan berhasil bila diagnosa keperawatan didapatkan hasil
yang sesuai dengan kriteria evaluasi.
34
DAFTAR PUSTAKA
Allen Carol Vestal, 1998, Memahami Proses Keperawatan, EGC : Jakarta
Aminullah Asril,1994, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina pustaka Sarwono
Prawirohardjo: Jakarta.
Aliyah Anna, dkk. 1997, Resusitasi Neonatal, Perkumpulan perinatologi Indonesia
(Perinasia): Jakarta
Effendi Nasrul, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC : Jakarta
Hasan Rusepno, dkk 1981, Penata Laksanaan Kegawat Daruratan Pediatrik,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.
Ilyas Jumlarni, 1995, Diagnosa Keperawatan, EGC : Jakarta.
Margareth. G.M, 1998, Intrudcutory Pediatric Nursing,Lippincott : New York
Rustam Mochtar, 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi, EGC : Jakarta.
Tucher Martin Susan, 1999, Standart Perawatan Pasien, Proses keperawatan,
Diagnosa dan Evaluasi, EGC : Jakarta.
Talbot Laura A. 1997, Pengkajian Keperawatan, EGC : Jakarta.
Tueng Yoseph, 1994, Prinsip-Prinsip Merawat Berdasarkan Pendekatan Proses
Keperawatan, EGC : Jakarta.
Wahidiyat Iskandar, dkk. 1991, Diagnosis Fisik Pada Anak, Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta.
, 1993, Asuhan Kesehatan Pada Anak Dalam Konteks
Keluarga,Pusat pendidikan tenaga kesehatan Depkes RI : Jakarta.
, 1999, Pelayanan Kesehatan Neonatal Essensial, Depkes RI: Jakarta.
, 1994, Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF, Ilmu Kesehatan
Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga: Surabaya.
, 2000, Pelayanan Kesehatan Maternas dan Neonatal, Yayasan Bina
Pustaka prawirohardjo:Jakarta.
35
Recommended