View
33
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
LAPORAN AKHIR
HIBAH PENELITIAN DOSEN MUDA
TANTANGAN YANG DIHADAPI TENAGA KERJA WANITA
ASAL BALI YANG BEKERJA DI JEPANG
TIM PENGUSUL
1. Ni Luh Putu Ari Sulatri,S.S.,M.Si.
(0010018602)
2. Ni Made Andry Anita Dewi
(0024108003)
PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG
FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA
NOPEMBER 2015
3
RINGKASAN
Guna memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja pada perusahaan skala kecil
dan menengah yang ada di Jepang maka pemerintah Jepang memberikan
kesempatan kepada para pekerja migran masuk ke Jepang dengan menggunakan
visa sebagai tenaga kerja magang. Kebutuhan akan tenaga kerja magang
dimanfaatkan oleh para tenaga kerja asing, termasuk tenaga kerja wanita yang
berasal dari Bali untuk bekerja di Jepang.
Bekerja di negara dengan latas belakang bahasa dan budaya yang berbeda
sudah barang tentu akan memberikan berbagai tantangan, diantaranya adalah 1)
kendala yang disebabkan kurangnya penguasaan bahasa Jepang; 2) kendala dalam
berinteraksi dengan rekan kerja yang memiliki latar belakang budaya yang
berbeda; dan 3) kendala terkait dengan sistem kerja dan budaya kerja.
4
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa /
Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerahNya penelitian yang berjudul
Tantangan yang Dihadapi Tenaga Kerja Wanita Asal Bali yang Bekerja di
Jepang dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penelitian ini disusun dalam rangka melaksanakan Tri Dharma Perguruan
Tinggi, khususnya dalam bidang penelitian, pada Program Studi Sastra Jepang,
Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana. Selain itu, penelitian ini juga
dilaksanakan untuk mengetahui kondisi, motivasi, dan tantangan yang dihadapi
tenaga kerja wanita asal Bali yang bekerja di Jepang.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, demi kesempurnaan penelitian ini maka kritik yang
membangun sangat penulis harapkan. Kepada semua pihak yang telah membantu
terlaksananya penelitian ini, penulis haturkan terima kasih. Semoga penelitian ini
dapat bermanfaat.
Denpasar, Nopember 2015
Ni Luh Putu Ari Sulatri
Ni Made Andry Anita Dewi
5
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ……………………………………………………. i
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………. ii
RINGKASAN ………………………………………………………………. iii
PRAKATA ………………………………………………………………….. iv
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. v
I. PENDAHULUAN …………………………………………………….. 1
II. TINJAUAN PUSTAKA………………………….. ………………….. 5
III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN …………………………… 12
IV. METODE PENELITIAN ……………………………………………….. 14
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………. 15
VI. SIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………. 21
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 22
LAMPIRAN
6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan ekonomi Jepang yang pesat pada tahun 1970-an hingga
tahun 1980-an atau yang dikenal dengan istilah economic boom telah membuat
Jepang menjadi salah satu negara adidaya ekonomi. Dengan menguatnya
perekonomian Jepang sebagian besar orang Jepang, khususnya generasi muda,
lebih memilih pekerjaan yang masuk kategori white collar (pekerja kantoran) dan
mulai meninggalkan pekerjaan yang masuk kategori blue collar (pekerja kasar)
(Ishikawa, 1996). Selain menghindari pekerjaan yang masuk kategori blue collar,
generasi muda Jepang juga cenderung menghindari untuk bekerja di perusahaan
dan pabrik skala kecil dan menengah karena gaji yang rendah dan dipandang
kurang bergengsi. Oleh karena itu, pada tahun 1980-an, Jepang mulai mengalami
kekurangan tenaga kerja, khususnya untuk mengerjakan pekerjaan blue collar dan
bekerja di perusahaan dan pabrik skala kecil dan menengah.
Pada tahun 1980-an, kekurangan tenaga kerja di Jepang, khususnya terjadi
pada kawasan industri di sekitaran daerah metropolitan Tokyo. Perusahaan dan
pabrik skala kecil di wilayah tersebut menggantungkan operasionalnya kepada
tenaga kerja yang sudah tua dan mulai tidak produktif karena generasi muda
Jepang lebih memilih untuk bekerja di perusahaan dan pabrik skala besar. Selain
itu, terjadi juga kekurangan tenaga kerja blue collar atau pekerjaan yang tergolong
ke dalam 3K, yaitu kitsui ‘berat’, kitanai ‘kotor’, dan kiken ‘berbahaya’, seperti
bekerja sebagai buruh bangunan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut mulai
didatangkan tenaga kerja asing dari Asia, termasuk Indonesia, ke Jepang untuk
bekerja di perusahaan dan pabrik skala kecil dan mengerjakan pekerjaan blue
collar (Lie, 2001:10).
7
Terjadinya kekurangan tenaga kerja di Jepang menjadikan Jepang sebagai
salah satu negara tujuan bekerja bagi para tenaga kerja Indonesia, termasuk tenaga
kerja wanita, yang ingin bekerja di luar negeri. Ditambah dengan keberhasilan
ekonomi Jepang yang menciptakan citra Jepang sebagai negara yang kaya dan
makmur sehingga menjadi salah satu faktor pendorong tenaga kerja Indonesia
untuk bekerja di Jepang. Jumlah tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Jepang
sepanjang tahun 2006 hingga 2012 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Indonesia yang Bekerja di Jepang Tahun
2006-2012
TAHUN TENAGA KERJA
LAKI-LAKI
TENAGA KERJA
WANITA
JUMLAH
2006 36 orang - 36 orang
2007 96 orang - 96 orang
2008 103 orang 129 orang 232 orang
2009 60 orang 302 orang 362 orang
2010 55 orang 178 orang 233 orang
2011 2.401 orang 107 orang 2.508 orang
2012 1.349 orang 92 orang 1.441 orang
Sumber: www.bnp2tki.go.id
Walaupun belum sebanyak di negara lainnya, seperti Arab Saudi dan
Malaysia, Jepang mulai menjadi tujuan bekerja bagi tenaga kerja wanita asal
Indonesia, termasuk Bali. Bagi wanita Bali, bekerja ke luar negeri memang belum
menjadi kecenderungan yang tinggi. Hal ini salah satunya dilatarbelakangi oleh
berbagai tradisi serta tanggung jawab adat dan menyama braya yang
menyebabkan wanita Bali lebih memilih untuk tidak bekerja di luar Bali. Akan
tetapi, dewasa ini jumlah tenaga kerja wanita asal Bali yang bekerja di luar negeri,
khususnya dalam hal ini Jepang mulai meningkat. Tenaga kerja wanita asal Bali
yang bekerja di Jepang pada umumnya diberangkatkan melalui broker serta agen
tenaga kerja.
Program penempatan tenaga kerja wanita asal Bali ke luar negeri,
termasuk Jepang tentu akan mampu mengurangi tingkat pengangguran di Propinsi
Bali. Akan tetapi, karena bekerja di negara dengan budaya dan kebiasaan yang
berbeda dapat menimbulkan berbagai macam permasalahan. Selain karena faktor
bahasa, permasalahan para tenaga kerja wanita asal Bali salah satunya dipicu
karena adanya kesalahan persepsi yang berkembang selama ini, yaitu Jepang
8
adalah negara yang didominasi oleh perusahaan skala besar, seperti Toyata,
Mitsubishi, dan NEC, sehingga para calon tenaga kerja Indonesia asal Bali yang
akan bekerja di Jepang memiliki bayangan akan bekerja di perusahaan dan pabrik
skala besar dengan gaji yang besar. Padahal pada kenyataannya, Jepang
menyandarkan ekonominya pada perusahaan skala kecil dan menengah (chuushou
kigyou) dan para tenaga kerja asing pada umumnya akan bekerja di perusahaan
skala kecil dan menengah yang memiliki karakteristik 1) jam kerja panjang; 2)
level gaji yang rendah; dan 3) latar belakang pendidikan para pekerja rendah
(Sugimoto, 2003:86-87).
Berbagai tantangan yang dihadapi oleh tenaga kerja wanita asal Bali perlu
diteliti secara lebih mendalam untuk semakin meningkatkan produktivitas tenaga
kerja wanita asal Bali ketika bekerja di Jepang. Selain itu, penelitian mengenai
permasalahan tenaga kerja wanita asal Bali yang bekerja di Jepang dapat dijadikan
bahan kajian oleh pihak-pihak yang terlibat dalam penempatan tenaga kerja di
Jepang, seperti BPN2TKI dan pemerintah kabupaten di Propinsi Bali yang
memiliki kerjasama penempatan tenaga kerja di Jepang sehingga pada masa
mendatang sistem penempatan tenaga kerja wanita asal Bali di Jepang dapat
semakin baik.
1.2 Perumusan Masalah
Sesuai dengan pemaparan yang telah diuraikan pada latar belakang,
penelitian ini akan meneliti mengenai tantangan yang dihadapi tenaga kerja
wanita asal Bali yang bekerja di Jepang. Untuk membahas hal tersebut penelitian
ini melihat permasalahan dalam beberapa poin, yaitu
1. Bagaimanakah tipologi tenaga kerja wanita asal Bali yang bekerja di
Jepang?
2. Apa motivasi tenaga kerja wanita asal Bali bekerja di Jepang?
3. Apa tantangan yang dihadapi oleh tenaga kerja wanita asal Bali yang
bekerja di Jepang?
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka yang terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
2.1.1 Tenaga Kerja Asing di Jepang
Permasalahan mengenai tenaga kerja asing atau migran merupakan kajian
yang banyak dikaji di Jepang karena Jepang menghadapi berbagai permasalahan
terkait dengan tenaga kerja migran, seperti tingginya angka tenaga kerja asing
ilegal hingga persoalan diskriminasi terhadap tenaga kerja asing. Salah satu kajian
mengenai tenaga kerja migran di Jepang telah dilakukan oleh Koyama Kaoru dan
Okamoto Masataka (2010) dalam artikelnya yang berjudul Migrants, Migrants
Worker, Refugees, and Japan’s Immigration Policy yang membahas mengenai
semakin meningkatnya tenaga kerja migran di Jepang.
Pada tahun 2008 diperkirakan terdapat 925.000 orang tenaga kerja migran
dari berbagai negara yang bekerja di Jepang. Tingginya angka tenaga kerja migran
menimbulkan berbagai macam permasalahan karena tidak semuan tenaga kerja
migran ini bekerja di Jepang secara legal. Untuk mengatasi permasalahan ini
berbagai kebijakan diambil oleh pemerintah Jepang, seperti memberikan hukuman
penjara hingga 3 tahun dan denda hingga 2 juta yen kepada majikan yang
diketahui mempekerjakan tenaga kerja asing ilegal. Selain itu, tenaga kerja migran
yang bekerja di Jepang secara ilegal akan mendapatkan ancaman hukuman mulai
dari denda hingga ancaman deportasi.
2.1.2 Tenaga Kerja Indonesia di Jepang
Tenaga kerja asal Indonesia juga telah lama turut mengisi bursa tenaga
kerja asing di Jepang. Kajian mengenai tipologi tenaga kerja migran asal
Indonesia yang bekerja di Jepang telah dilakukan oleh Romdiati (2003). Para
pekerja migran Indonesia di Jepang dapat dikategorikan ke dalam empat
kelompok, yaitu:
1. Para pekerja fulltime dengan dengan dokumen kerja yang legal
2. Peserta magang/pelatihan
10
3. Mahasiswa yang bekerja paruh waktu
4. Pekerja ilegal.
Tenaga kerja Indonesia yang bekerja secara legal di Jepang pada
umumnya bekerja d restoran, pubs, café sebagai juru masak, manajer, staf
administrasi, atau staf pelayanan internasional. Sebagai tenaga kerja fulltime yang
legal mereka menerima gaji dan bonus serta mendapatkan asuransi kesehatan dan
pensiunan. Ada juga tenaga kerja Indonesia yang legal dengan keahlian yang
rendah, biasanya mereka adalah suami atau istri dari warganegara Jepang yang
bekerja secara paruh waktu. Status mereka yang memiliki pasangan warganegara
Jepang memberikan kemudahan dan fleksibilitas untuk bekerja. Mereka biasanya
mengerjakan pekerjaan kasar pada perusahaan skala kecil dan menengah. Tenaga
kerja Indonesia yang legal dengan keahlian yang rendah pada umumnya
terkonsentrasi di daerah industri Osaka dan wilayah Shizuoka dan Nagoya.
Dengan rata-rata pendapatan per-jam 1.700 yen. Terdapat juga tenaga kerja
Indonesia yang bekerja di restoran, karaoke bar, dan pubs. Para tenaga kerja yang
bekerja di bidang hiburan ini masuk ke Jepang dengan visa budaya yang berlaku
selama enam bulan dan setelah enam bulan berikutnya mereka akan digantikan
oleh kelompok yang baru. Mereka menerima gaji, asuransi kesehatan, dan garansi
biaya pesawat ke Indonesia.
Selain pekerja tetap, terdapat juga pekerja magang asal Indonesia yang
pada umumnya magang di wilayah Osaka, Nagano, dan Kanto. Para peserta
magang asal Indonesia rata-rata berusia 20 tahun hingga awal 30 tahun, dengan
tingkat pendidikan minimal SMA, dan berjenis kelamin laki-laki. Para peserta
magang pada umumnya bekerja di sektor manufaktur. Tenaga kerja asal Indonesia
yang bekerja secara ilegal di Jepang diperkiran jumlahnya juga cukup tinggi
walaupun tidak ada data yang spesifik. Tenaga kerja ilegal asal Indonesia dapat
dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
1. Pekerja yang masuk ke Jepang dengan menggunakan visa turis atau
budaya tetapi melanggar ketentuan visa mereka dengan bekerja.
2. Pekerja yang izin kerjanya telah berakhir tetapi tetap bekerja di
Jepang.
11
3. Peserta magang yang meninggalkan tempat kerja mereka dan bekerja
di pabrik dengan gaji dan kondisi kerja yang lebih baik.
Kajian mengenai tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Jepang juga telah
dilakukan oleh Hamzali (2011) dalam artikel yang berjudul The Concern and
Motivation of Indonesian Nurses and Care Workers in Japan in the Frame of IJ-
EPA (Indonesian-Japan Economic Partnership Agreement). Kajian ini lebih
memfokuskan kepada tenaga kerja Indonesia yang bekerja magang di Jepang
sebagai perawat dan care workers dalam kerangka Indonesian-Japan Economic
Partnership Agreement (IJ-EPA). Faktor pendorong tenaga kerja perawat dan
care workers asal Indonesia bekerja di Jepang adalah 1) standar hidup Indonesia
yang lebih rendah dibandingkan dengan Jepang dan 2) kesempatan kerja di
Indonesia yang rendah. Faktor penarik tenaga kerja perawat dan care workers asal
Indonesia bekerja di Jepang adalah 1) standar dan kualitas hidup di Jepang yang
lebih tinggi; 2) citra Jepang sebagai negara yang maju, modern, dan memiliki
teknologi yang canggih; dan 3) peluang kerja yang lebih baik di Jepang.
2.1.3 Kebijakan Keimigrasian dan Ketenagakerjaan di Jepang
Pada tahun 1990 Jepang melaksanakan revisi terhadap Undang-Undang
Keimigrasian. Hal ini dilakukan untuk mencegah masuknya tenaga kerja asing
yang tidak memiliki keahlian ke Jepang dan membuka pintu yang luas bagi tenaga
kerja asing yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang tinggi untuk masuk ke
Jepang. Ada empat hal dasar yang direvisi dalam undang-undang ini, yaitu:
1. Memodernisasi, mempercepat, dan memenuhi pelayanan administrasi
yang lebih baik dalam hal pemeriksaan keimigrasian.
2. Untuk menerima tenaga kerja asing yang memiliki keahlian teknis dan
khusus yang tinggi.
3. Untuk memperluas sistem pelatihan tenaga kerja sehingga memperbesar
kontribusi bagi masyarakat internasional dan mempromosikan kerjasama
internasional.
4. Untuk mencegah masuknya orang asing yang sengaja datang ke Jepang
untuk bekerja secara ilegal.
12
Hal yang perlu diperhatikan dalam revisi undang-undang ini adalah
adanya upaya untuk mengelompokan tenaga kerja migran menjadi tenaga kerja
yang diizinkan untuk bekerja dan yang tidak diizinkan untuk bekerja. Untuk dapat
bekerja di Jepang tenaga kerja asing harus memiliki izin untuk bekerja dan
memiliki kategori keahlian tertentu.
Amandemen Undang-Undang Keimigrasian juga menggantikan sistem
pelatihan tenaga kerja yang lama dengan Technical Intern Training Program.
Melalui program ini, Jepang dapat membagikan keahlian teknisnya kepada
negara-negara yang berkembang. Pada saat yang bersamaan, perusahaan skala
kecil dan menengah yang ada di Jepang yang mendapatkan tekanan besar dalam
persaingan secara internasional akan mendapatkan akses tenaga kerja melalui
tenaga kerja migran. Program pelatihan ini dikelola oleh The Japan International
Training Cooperation Organization (JITCO). JITCO bertanggung jawab untuk
mendistribusikan tenaga kerja kepada perusahaan-perusahaan skala kecil dan
menengah yang ada di Jepang. Melalui program pelatihan yang baru ini, tenaga
kerja asing masuk ke Jepang dengan menggunakan visa sebagai peserta magang
yang berlaku selama satu tahun. Setelah satu tahun para tenaga kerja asing ini
akan diklasifikasikan kembali sebagai intern technical dan masa kerja mereka di
Jepang akan diperpanjang hingga kurun waktu 3 tahun. Para peserta magang ini
harus meluangkan 9 bulan pertama mereka untuk mempelajari “keahlian baru”
yang selanjutnya diikuti oleh “on the job training”.
Akan tetapi, peserta magang mendapatkan perlakuan yang berbeda dengan
tenaga kerja tetap, khususnya dalam hal gaji dan hak-hak ketenagakerjaan.
Mereka hanya mendapatkan tunjanga magang, bukan gaji seperti para pekerja
tetap, dan hal ini tentu saja akan menguntungkan bagi perusahaan yang
mempekerjakan mereka. Selain itu, karena pemerintah Jepang tidak memiliki
sistem kontrol yang resmi terhadap program magang ini sehingga sangat terbuka
peluang perusahaan menyalahgunakan program ini demi keuntungan mereka
dengan menggunakan tenaga kerja asing yang dapat dibayar secara murah melalui
pelaksaan on the job training yang semu. Tenaga kerja asing yang tidak memiliki
keahlian yang khusus ini biasanya bekerja sebagai tenaga kerja tidak tetap di
pabrik dan konstruksi mereka melaksanakan pekerjaan yang berat dan berbahaya
13
yang biasanya dihindari oleh para pekerja Jepang. Pekerjaan semacam ini
biasanya memiliki gaji yang rendah tanpa perlindungan asuransi kerja.
2.2 Kerangka Teori
Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
2.2.1 Teori Migrasi Ekonomi
Untuk mengkaji motivasi tenaga kerja wanita asal Bali bekerja di Jepang
digunakan teori migrasi, khususnya teori migrasi tenaga kerja. Teori migrasi
paling awal dikemukan oleh Ernest Ravenstein yang menyebutkan bahwa migrasi
terkait erat dengan faktor penarik dan faktor pendorong. Salah satu dasar orang
untuk melakukan migrasi adalah untuk mendapatkan kesempatan ekonomi yang
lebih baik. Salah satu teori yang menjelaskan migrasi internasional, khususnya
migrasi tenaga kerja adalah teori ekonomi neoklasik yang menyebutkan bahwa
(Harris J.R. dan Todaro M.P., 1970) :
1. Penyebab utama migrasi tenaga kerja adalah adanya perbedaan upah
antara negara pengirim tenaga kerja dengan negara penerima tenaga kerja.
2. Migrasi tenaga kerja internasional dipengaruhi oleh mekanisme pasar
tenaga kerja.
3. Migrasi tenaga kerja internasional dapat dikontrol oleh pemerintah melalui
regulasi pasar tenaga kerja, baik oleh negara pengirim maupun penerima
tenaga kerja.
2.2.2 Teori Motivasi
Selain teori migrasi, untuk mengkaji motivasi tenaga kerja wanita asal Bali
bekerja di Jepang digunakan teori motivasi dari Abraham H. Maslow. Manusia
bekerja pada dasarnya adalah untuk memenuhi beragam kebutuhan. Maslow
mengambarkan hirarki kebutuhan manusia ke dalam piramida yang terdiri dari
lima tingkat yang terdiri dari 1) kebutuhan fisiologis; 2) kebutuhan akan rasa
aman; 3) kebutuhan sosial; 4) kebutuhan akan penghargaan; dan 5) kebutuhan
akan aktualiasi diri (Miller, F.P., et al. 2009:19).
14
2.2.3 Teori Konflik
Untuk mengkaji mengenai tantangan yang dihadapi tenaga kerja wanita
asal Bali yang bekerja di Jepang digunakan teori konflik. Salah satu teori konflik
dikemukan oleh Randall Collins. Teori konflik yang dikemukan oleh Collins
bersifat interegatif karena berorientasi mikro. Dalam teorinya Collins memusatkan
kepada stratifikasi sosial karena stratifikasi sosial menyentuh berbagai cirri
kehidupan. Individu dipandang memiliki sifat sosial tetapi sangat mudah
berkonflik dalam hubungan sosial mereka. Setiap individu berupaya untuk
memaksimalkan status subjektif mereka dan hal itu dapat menimbulkan konflik
karena kepentingan yang saling bertentangan. Pendekatan konflik terhadap
stratifikasi dapat dilihat melalui prinsip (Ritzer, G. dan Goodman, D.J. 2011: 160-
164):
1. Setiap individu hidup di dalam dunia subjektif yang dibangun sendiri.
2. Individu lain mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi atau
mengontrol pengalaman subjektif seorang individu.
3. Individu lain berupaya untuk mengontrol individu yang menentang meraka
15
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini dikelompokan menjadi dua,
yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Masing-masing tujuan akan dijabarkan
sebagai berikut.
3.1.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi,
permasalahan, serta tantangan yang dihadapi oleh tenaga kerja wanita asal Bali
yang bekerja di luar negeri.
3.1.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui tipologi tenaga kerja wanita asal Bali yang bekerja di Jepang.
2. Mengetahui motivasi tenaga kerja wanita asal Bali bekerja di Jepang.
3. Mengetahui tantangan yang dihadapi tenaga kerja wanita asal Bali yang
bekerja di Jepang.
3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dibagi menjadi manfaat umum
dan manfaat khusus yang akan dijabarkan berikut ini.
3.2.1 Manfaat Umum
Secara umum penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
mengetahui kondisi, permasalahan, serta tantangan yang dihadapi oleh tenaga
kerja wanita asal Bali yang bekerja di luar negeri, khususnya yang bekerja di
Jepang. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi
bagi calon tenaga kerja wanita asal Bali, pihak penyalur tenaga kerja, serta
pemerintah guna meningkatkan kuantitas, kualitas, dan produktifitas calon tenaga
kerja wanita asal Bali yang akan bekerja di luar negeri.
16
3.2.2 Manfaat Khusus
Secara khusus penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk
1. Memberikan informasi terkait dengan tipologi tenaga kerja wanita asal
Bali yang bekerja di Jepang.
2. Memberikan informasi mengenai motivasi yang mendorong tenaga kerja
wanita asal Bali untuk bekerja di Jepang.
3. Memberikan informasi mengenai tantangan yang dihadapi tenaga kerja
wanita asal Bali yang bekerja di Jepang.
17
BAB IV
METODE PENELITIAN
Penelitian mengenai tantangan yang dihadapi tenaga kerja wanita asal Bali
yang bekerja di Jepang ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
disebut sebagai participant-observation karena peneliti yang harus menjadi
instrumen utama dalam pengumpulan data dengan cara mengobservasi langsung
objek yang ditelitinya. Penelitian kualitatif disebut juga verstehen (pemahaman
mendalam) karena mempertanyakan makna suatu objek secara mendalam dan
tuntas (Irawan, 2007:4).
Metodologi memegang peranan yang sangat penting dalam penelitian
kualitatif. Kesalahan dalam penentuan metodologi akan mempengaruhi seluruh
proses penelitian (Irawan, 2007:49). Metodologi kualitatif merupakan prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari perilaku dan orang-orang yang diamati. Metode penelitian kualitatif
mengarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh) (Bodgan dan Taylor
via Basrowi dan Suwandi, 2008:21).
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode
wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara sebagai pemberi pertanyaan dengan
yang diwawancarai sebagai pemberi jawaban (Basrowi dan Suwandi, 2008:127).
Informan yang diwawancarai adalah tenaga kerja wanita asal Bali yang saat ini
(tahun 2015) tengah bekerja di Jepang. Informan yang diwawancarai berjumlah
14 orang tenaga kerja wanita asal Bali.
Metode wawancara dilakukan dengan wawancara baku terbuka, yaitu
wawancara dengan menggunakan seperangkat pertanyaan baku (Basrowi dan
Suwandi, 2008:128). Wawancara kepada informan yang sedang bekerja di Jepang
akan diawali dengan pengiriman pertanyaan melalui email dan dilanjutkan dengan
wawancara menggunakan media yahoo messager atau skype.
18
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Tipologi Tenaga Kerja Wanita Asal Bali yang Bekerja di Jepang
Di dalam penelitian ini terdapat empat belas (14) informan yang telah
diwawancarai. Berikut ini akan disajikan data terkait dengan tipologi informan
yang merupakan tenaga kerja wanita asal Bali yang saat ini (tahun 2015) tengah
bekerja di Jepang.
Tabel 2. Usia, Daerah Asal, Pendidikan Terakhir, dan Status
Perkawinan
NO INFORMAN USIA DAERAH
ASAL
PENDIDIKAN
TERAKHIR
STATUS
PERKAWINAN
1. I.1 26 Mendoyo,
Jembrana
S1 Belum Kawin
2. I.2 23 Klungkung S1 Belum Kawin
3. I.3 23 Tabanan S1 Belum Kawin
4. I.4 22 Tabanan SMA Belum Kawin
5. I.5 25 Denpasar S1 Belum Kawin
6. I.6 23 Badung S1 Belum Kawin
7. I.7 24 Jembrana S1 Belum Kawin
8. I.8 24 Denpasar S1 Belum Kawin
9. I.9 26 Abiansemal,
Badung
S1 Belum Kawin
10. I.10 25 Gianyar D3 Belum Kawin
11. I.11 26 Tabanan S1 Belum Kawin
12. I.12 23 Denpasar S1 Belum Kawin
13. I.13 25 Badung S1 Belum Kawin
14. I.14 23 Gianyar D3 Belum Kawin
Berdasarkan data pada tabel 2 dapat diketahui bahwa rentang usia dari
informan yang merupakan tenaga kerja wanita asal Bali yang saat ini tengah
bekerja di Jepang > 20 tahun < 30 tahun. Para tenaga kerja wanita tersebut berasal
dari berbagai kabupaten yang ada di propinsi Bali, yaitu Jembrana (2 orang),
Klungkung (1 orang), Tabanan (3 orang), Denpasar (3 orang), Badung (3 orang),
dan Gianyar (2 orang). Dari latar belakang pendidikan dapat diketahui bahwa
tenaga kerja wanita asal Bali yang bekerja di Jepang memiliki kualifikasi
pendidikan yang tinggi karena dari total 14 orang informan, 11 orang merupakan
19
lulusan strata satu, 2 orang merupakan lulusan program diploma tiga, dan hanya
satu orang yang merupakan lulusan sekolah menengah atas. Berikut ini akan
dibahas mengenai jenis perkerjaan serta status pekerjaan dari 14 orang informan
pada penelitian ini.
Tabel 3. Jenis Pekerjaan dan Status Pekerjaan
NO INFORMAN JENIS PEKERJAAN STATUS PEKERJAAN
1. I.1 Pegawai perusahaan
laundry
Pegawai magang
2. I.2 Front Office Staff Pegawai paruh waktu
3. I.3 Pegawai toko bunga Pegawai paruh waktu
4. I.4 Pegawai perusahaan
laundry
Pegawai magang
5. I.5 Pelayan restoran Pegawai paruh waktu
6. I.6 House keeping Pegawai paruh waktu
7. I.7 Asisten koki Pegawai magang
8. I.8 Pegawai perusahaan
pengolahan makanan
Pegawai magang
9. I.9 Pegawai perusahaan
laundry
Pegawai magang
10. I.10 Pegawai perusahaan
pengolahan makanan
Pegawai magang
11. I.11 House keeping Pegawai paruh waktu
12. I.12 Pelayan restoran Pegawai paruh waktu
13. I.13 Pegawai perusahaan
laundry
Pegawai magang
14. I.14 Pegawai perusahaan
pengolahan makanan
Pegawai magang
Berdasarkan data pada tabel 3 dapat diketahui bahwa tenaga kerja wanita
asal Bali yang bekerja di Jepang pada umumnya bekerja pada perusahaan skala
kecil dan menengah. Status pekerjaan dari para tenaga kerja wanita adalah
pegawai magang dan juga pegawai paruh waktu
Tabel 4. Daerah Tempat Bekerja dan Lama Bekerja
NO INFORMAN DAERAH TEMPAT BEKERJA LAMA
BEKERJA
1. I.1 Odawarashi, Prefecture Kanagawa 2 tahun 10 bulan
2. I.2 Kinugawa Onsen Ohara, Nikko,
Prefecture Tochigi
8 bulan
3. I.3 Sendai 3 bulan
20
4. I.4 Odawarashi, Prefecture Kanagawa 2 tahun
5. I.5 Nagoya 2 tahun
6. I.6 Shiabara, Tochigi Perfecture 7 bulan
7. I.7 Tochigi Perfecture 3 bulan
8. I.8 Chiba 1 tahun 6 bulan
9. I.9 Odawarashi, Prefecture Kanagawa 2 tahun 9 bulan
10. I.10 Nagoya 8 bulan
11. I.11 Tochigi Perfecture 6 bulan
12. I.12 Chiba 4 bulan
13. I.13 Odawarashi, Prefecture Kanagawa 1 tahun 4 bulan
14. I.14 Nagoya 1 tahun 5 bulan
Berdasarkan data pada tabel 4 dapat diketahui bahwa daerah tempat
bekerja para tenaga kerja wanita asal Bali tersebar dari perfektur Chiba, Nagoya,
Kanagawa, Tochigi, dan Sendai. Masa kerja mereka di Jepang berkisar antara 2
bulan hingga 2 tahun 10 bulan.
Tabel 5. Penguasaan Bahasa Jepang
NO INFORMAN MENGUASAI BAHASA
JEPANG SEBELUM
BERANGKAT
JLPT
1. I.1 IYA N3
2. I.2 IYA N4
3. I.3 IYA N3
4. I.4 IYA N3
5. I.5 IYA N2
6. I.6 IYA -
7. I.7 IYA N4
8. I.8 IYA N2
9. I.9 IYA N4
10. I.10 IYA -
11. I.11 IYA N4
12. I.12 IYA N3
13. I.13 IYA -
14. I.14 IYA -
Ketika bekerja di Jepang penguasaan terhadap bahasa Jepang sangat
penting bagi para tenaga kerja migran. Oleh karena itu, semua tenaga kerja wanita
asal Bali yang bekerja di Jepang telah membekali diri dengan pengetahuan terkait
bahasa Jepang sebelum berangkat ke Jepang. Tingkat penguasaan bahasa Jepang
21
para informan berkisar antara N4 hingga N2 pada Japanese Language Proficiency
Test.
4.2 Motivasi Tenaga Kerja Wanita Asal Bali Bekerja di Jepang
Terdapat berbagai motivasi yang menyebabkan seseorang memutuskan
untuk bekerja di luar negeri. Motivasi yang mendorong wanita asal Bali untuk
bekerja di luar negeri adalah sebagai berikut:
1. Ingin Mendapatkan Kesempatan Ekonomi yang Lebih Baik
Salah satu motivasi utama seorang individu bekerja di luar negeri adalah
untuk mendapatkan kesempatan ekonomi yang lebih baik. Hal ini dipicu karena
adanya perbedaan upah antara negara pengirim tenaga kerja dengan negara
penerima tenaga kerja sesuai dengan teori migrasi tenaga kerja. Kondisi ini pula
yang menyebabkan tenaga kerja wanita asal Bali memilih untuk bekerja di Jepang.
Di Jepang upah minimum terendah yang diterima buruh sekitar enam belas
juta rupiah. Angka ini tentu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan upah minimu
di Indonesia sehingga hal ini menjadi salah satu pendorong tenaga kerja wanita
asal Bali untuk bekerja di Jepang. Meskipun biaya hidup di Jepang juga tinggi
tetapi gaji bersih yang akan diterima tetap dipandang lebih besar dibandingkan
dengan bekerja di Indonesia.
2. Ingin Mendapatkan Pengalaman Baru dan Memperkaya Wawasan
Bekerja di luar negeri sudah barang tentu akan memberikan pengalaman
baru bagi tenaga kerja wanita asal Bali. Bekerja di negara dengan budaya dan
bahasa yang berbeda akan memberikan wawasan yang berbeda. Hal ini
merupakan salah satu wujud aktualisasi diri yang dimiliki manusia.
3. Ingin Merasakan Kehidupan di Luar Negeri
Pernah bermukim di luar negeri akan memberikan suatu perasaan bangga
bagi sebagian individu. Hal ini dikarenakan tidak setiap orang memiliki
kesempatan untuk dapat bekerja serta bermukim di luar negeri. Kebanggaan ini
merupakan wujud dari kebutuhan individu akan suatu penghargaan.
22
4. Ingin Mempelajari Budaya Kerja di Luar Negeri
Negara yang berbeda sudah barang tentu memiliki sistem budaya kerja
yang berbeda. Pernah bekerja di luar negeri akan memberikan pengalaman kerja
yang berbeda yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas dari individu.
Dari berbagai negara yang ada di dunia Jepang menjadi salah satu negara
tujuan bagi banyak tenaga kerja migran untuk bekerja. Bagi tenaga kerja wanita
asal Bali pemilihan Jepang sebagai negara untuk bekerja dikarenakan alasan-
alasan berikut ini.
1. Jepang negara yang aman dengan tingkat kriminalitas yang tidak
terlalu tinggi.
2. Jepang memiliki kebudayaan yang menarik
3. Jepang merupakan salah satu negara yang maju
4. Masyarakat Jepang memiliki etos kerja yang tinggi
5. Jepang merupakan negara impian yang sangat ingin dikunjungi
4.3 Tantangan yang Dihadapi Tenaga Kerja Asal Bali yang Bekerja di
Luar Negeri
Bekerja di luar negeri tentu memberikan berbagai tantangan yang harus
diatasi oleh para tenaga kerja wanita asal Bali. Tantangan yang dihadapi tenaga
kerja wanita asal Bali yang bekerja di Jepang, diantaranya adalah:
1. Jam Kerja Hingga Larut Malam
Salah satu kendala yang dihadapi oleh tenaga kerja wanita asal Bali yang
bekerja di Jepang adalah jam kerja yang mengharuskan mereka bekerja
hingga larut malam. Bagi seorang wanita pulang larut malam tentu
memberikan perasaan was-was. Meskipun Jepang tergolong negara yang
aman akan tetapi di malam hari biasanya di jalan dan di kereta, banyak
laki-laki yang dalam kondisi mabuk dikarenakan baru habis minum-
minum setalah pulang bekerja.
2. Kendala Terkait dengan Penguasaan Bahasa Jepang
23
Meskipun sebelum berangkat ke Jepang para tenaga kerja wanita telah
memiliki bekal bahasa Jepang akan tetapi di dalam lingkungan kerja tetap
ditemukan kendala dikarenakan masih banyak kosakata yang digunakan di
lingkungan kerja yang belum dikuasai dan lawan bicara yang berbicara
terlalu cepat ataupun menggunakan dialek yang bersifat kedaerahan.
3. Jam Lembur yang Terlalu Panjang
Dikarenakan tenaga kerja wanita asal Bali pada umumnya bekerja di
perusahaan skala kecil dan menengah dengan jumlah tenaga kerja yang
tidak terlalu banyak sehingga apabila ada pesenan yang banyak mereka
harus melaksanakan jam lembur yang panjang.
4. Kendala dalam Berinteraksi dengan Rekan Kerja
Bekerja dengan rekan kerja yang merupakan orang asing merupakan suatu
tantangan tersendiri. Hal ini dikarenakan tidak semua rekan kerja dapat
menerima orang asing atau wanita untuk bekerja bersama dengan mereka.
24
BAB VI
KESIMPULAN
Bagi tenaga kerja wanita asal Bali, Jepang menjadi salah satu negara
tujuan untuk bekerja. Hal ini didasari karena Jepang dipandang sebagai negara
yang relatif aman bagi tenaga kerja migran wanita dengan tingkat kriminalitas
yang tidak begitu tinggi. Selain itu, Jepang yang termasuk ke dalam negara
dengan perekonomian yang cukup tinggi juga menjadi faktor penarik tenaga kerja
wanita asal Bali bekerja di Jepang.
Berbagai motivasi mendorong tenaga kerja wanita asal Bali bekerja di
Jepang, diantaranya adalah ingin mendapatkan kesempatan ekonomi yang lebih
baik. Hal ini dikarenakan upah minimum yang mereka terima di Jepang lebih
tinggi dibandingkan bila mereka bekerja di Indonesia. Meskipun biaya hidup di
Jepang cukup tinggi, akan tetapi sebagian besar tenaga kerja wanita asal Bali
masih bisa menabung sebagian gaji mereka dan mengirimkan untuk keluarga yang
ada di Bali. Selain itu, keinginan untuk menambah pengalaman dengan merasakan
kehidupan di luar negeri serta sistem kerja di luar negeri juga menjadi salah satu
motivasi tenaga kerja wanita asal Bali bekerja di Jepang. Pengalaman ini
diharapkan dapat meningkatkan ketrampilan mereka sehingga dapat
mempermudah mereka untuk mendapatkan kesempatan kerja yang lebih baik saat
kembali pulang ke Indonesia.
Bekerja di Jepang memberikan berbagai tantangan bagi tenaga kerja
wanita asal Bali. Tantangan ini disebabkan karena adanya perbedaan budaya dan
bahasa. Berinteraksi dengan rekan kerja yang memiliki latar belakang budaya
yang berbeda tentu merupakan suatu tantangan. Selain itu, perbedaan bahasa juga
menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh para tenaga kerja wanita asal Bali.
25
DAFTAR PUSTAKA
SUMBER BUKU
Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka
Cipta.
Irawan, Prasetya. 2007. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu
Sosial. Depok: DIA Fisip Universitas Indonesia.
Lie, John. 2001. Multiethnic Japan. Massachusetts: Harvard University Press.
Miller, F.P., et al. 2009. Motivation. USA: Alphascript Publishing.
Ritzer, Goerge dan Goodman, Douglas J. 2011. Teori Sosiologi Modern Edisi
Keenam dialihbahasakan oleh Alimandan dari buku Modern
Sociological Theory 6th Edition. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Sugimoto, Yoshio. 2003. An Introduction to Japanese Society. Cambridge:
Cambridge University Press.
SUMBER INTERNET
BNP2TKI. 2012. Penempatan Berdasarkan Jenis Kelamin (2006-2012).
http://www.bnp2tki.go.id/statistik-penempatan/6758-penempatan-
berdasarkan-jenis-kelamin-2006-2012.html
26
BNP2TKI. 2014. Penempatan TKI Perawat G to G ke Jepang Capai 1048 Orang.
http://www.bnp2tki.go.id/berita-mainmenu-231/9250-penempatan-tki-
perawat-g-to-g-ke-jepang-capai-1048-orang.html
Hamzali, Mutiawanthi. 2011. The Concern and Motivation of Indonesian Nurses
and Care Workers in Japan in the Frame of IJ-EPA (Indonesian-
Japan Economic Partnership Agreement).
http://publication.nichibun.ac.jp/region/.../article.pdf.
Harris, J.R. dan Todaro M.P. 1970. Migration, Unemployment and Developement:
a Two-Sector Analysis. http://www.aeaweb.org/aer/top20/60.1.126-
142.pdf.
Ishikawa, Yuka. 1996. Migrant Workers in Japan artikel pada jurnal Japan Focus
Volume 4 June 1996.
http://www.hurights.or.jp/archives/focus/section2/1996/06/migrant-
workers-in-japan.html
Koyama Kaoru dan Okamoto Masataka. 2010. Migrants, Migrants Worker,
Refugees, and Japan’s Immigration Policy artikel dalam NGO Report
Regarding the Rights of Non-Japanese Nationals, Minorities, of
Foreign Origin, and Refugees in Japan.
www2.ohchr.org/.../ngos/SNMJ_Japan_76.doc
Romdiati, Haning. 2003. Indonesian Migrant Workers in Japan: Typology and
Human Rights. Sumber: http://kyotoreview.cseas.kyoto-
u.ac.jp/issue/issue3/article_293.html.
Recommended