View
72
Download
12
Category
Preview:
DESCRIPTION
tugas laporan kasus
Citation preview
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN LAPORAN KASUS
UNIVERSITAS PATTIMURA MEI 2015
OD ULKUS KORNEA, OD RUPTUR KORNEA, OS
ANOPHTALMIK SOCKET
Disusun oleh:
Triani Farah Dewi Alyanto (2009-83-025)
Amsal Amson Kdise (2009-83-049 )
Pembimbing:
Dr. Carmila L. Tamtelahitu, Sp. M
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA RSUD DR. M HAULUSSY
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON
2015
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
I. Ulkus Kornea
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata
seblah depan. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar
0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea
mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan
epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan
lapisan endotel.1,2
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea
bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai
stroma.3,4
Ulkus kornea dapat mengenai semua umur. Kelompok dengan prevalensi
penyakit yang lebih tinggi adalah mereka dengan faktor resiko. Kelompok pertama
yang berusia di bawah 30 tahun adalah mereka yang memakai lensa ontak dan/atau
dengan trauma okuler, manakala kelompok kedua yang berusia di atas 50 tahun
adalah mereka yang mungkin menjalani operasi mata. Insidensi ulkus kornea tahun
1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi
terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak
terutama yang dipakai hingga keesokan harinya, dan kadang-kadang tidak diketahui
penyebabnya.1,2
Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma yang merusak epitel
kornea. riwayat trauma bisa saja hanya berupa trauma kecil seperti abrasi oleh karena
benda asing, atau akibat insufisiensi air mata, malnutrisi, ataupun oleh karena
penggunaan lensa kontak. Peningkatan penggunaan lensa kontak beberapa tahun
terakhir menunjukkan peningkatan yang dramatis terhadap angka kejadian ulkus
1
kornea, terutama oleh Pseudomonas Aeroginosa. Sebagai tambahan, penggunaan
obat kortikosteroid topikal yang mula diperkenalkan dalam pengobatan penyakit mata
penyebabkan kasus ulkus kornea lebih sering ditemukan. Perjalanan penyakit ulkus
kornea dapat progresif, regresi atau membentuk jaringan parut.2,5
Tanda penting ulkus kornea yaitu penipisan kornea dengan defek pada epitel
yang nampak pada pewarnaan fluoresen. Biasanya juga terdapat tanda-tanda uveitis
anterior seperti miosis, aqueus flare (protein pada humor aqueus) dan kemerahan
pada mata. Refleks axon berperan terhadap pembentukan uveitis, stimulasi reseptor
nyeri pada kornea menyebabkan pelepasan mediator inflamasi seperti prostaglandin,
histamine dan asetilkolin. Pemeriksaan terhadap bola mata biasanya eritema, dan
tanda-tanda inflamasi pada kelopak mata dan konjungtiva, injeksi siliaris biasanya
juga ada. Eksudat purulen dapat terlihat pada sakus konjungtiva dan pada permukaan
ulkus, dan infiltrasi stroma dapat menunjukkan opasitas kornea berwarna krem. Ulkus
biasanya berbentuk bulat atau oval, dengan batas yang tegas. Pemeriksaan dengan slit
lamp dapat ditemukan tanda-tanda iritis dan hipopion.1,2,5,6
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea
baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa
sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior)
pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris,
yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada
ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya
dilatasi pada pembuluh iris. Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk
jaringan parut. Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif.
Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul
kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi
bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma
maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya
sikatrik.2,5,7,8
2
Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk
mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi,
endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan
kekeruhan kornea karena pembentukan jaringan parut. Pembentukan parut akibat
ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan. Kebanyakan gangguan penglihatan
ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini
dan diobati secara memadai.2,5
Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea, yaitu sentral dan perifer. Ulkus kornea
tipe sentral biasanya merupakan ulkus infeksi akibat kerusakan pada epitel. Lesi
terletak di sentral, jauh dari limbus vaskuler. Etiologi ulkus kornea sentral biasanya
bakteri (pseudomonas, pneumokok, moraxela liquefaciens, streptokok beta hemolitik,
klebsiela pneumoni, e.coli, proteous), virus (herpes simpleks, herpes zoster), jamur
(Candida albican, fusarium solani, spesies nokardia, sefalosporium dan aspergilus).
Ulkus kornea marginal merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk khas
yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat
kelainannya. Ulkus yang terdapat terutama di bagian perifer kornea, yang biasanya
terjadi akibat alergi, toksik, infeksi dan penyakit kolagen vaskuler.2,5
II. Ruptur Kornea
Trauma mata terbagi secara garis besar kepada trauma closed globe (tetutup) dan
trauma open globe(tebuka). Pada trauma tertutup, terdapat kecederaan intraocular
tanpa luka dinding, sedangkan pada trauma terbuka terdapat luka full thickness atau
luka ketebalan lengkap pada kornea, skelra atau keduanya. Cotoh termasuk rupture
dan laserasi dinding mata.
Trauma tertutup pada bola mata adalah luka pada salah satu dinding bola mata (sclera
atau kornea) dan luka ini tidak merusak bagian dari intraocular.
3
Kontusio adalah trauma tertutup pada bola mata yang dapat disebabkan oleh benda
yang tumpul. Trauma ini dapat mempengaruhi dan menyebabkan kerusakan-
kerusakan di tempat yang lain dari mata.
Lamellar laserasi adalah trauma tertutup pada bola mata yang ditandai oleh luka yang
mengenai sebagian ketebalan dinding bola mata. Trauma ini biasanya disebabkan
oleh benda tajam ataupun benda tumpul.
Trauma terbuka pada bola mata adalah trauma yang menyebabkan luka dan mengenai
keseluruhan dinding dari bola mata (sclera dan kornea).
Rupture : adanya luka yang mengenai dari seluruh ketebalan dinding bola mata, yang
disebabkan oleh trauma tumpul dan mekanisme ini dapat mempengaruhi terjadinya
peningkatan tekanan intraokuli.
Laserasi : luka yang mengenai seluruh ketebalan dinding bola mata yang di sebabkan
oleh benda tajam. Keadaan ini akan menimbulkan adanya trauma penetrasi ataupaun
trauma perforasi.
Trauma penetrasi : lasertunggal pada dinding bola mata yang disebabkan oleh benda
tajam.
Trauma perforasi : laserasi pada seluruh ketebalan dinding bola mata, yang
mempunyai jalan masuk ataupun keluar yang biasanya disebabkan oleh benda tajam
atau peluru.
Intraocular Foreign body (IOFB) : adanya benda asing pada intraocular yang
keadaan ini sangat berhubungan dengan adanya trauma penetrasi.
Trauma tajam adalah luka tembus didefinisikan sebagai satu luka tunggal ketebalan
lengkap (full thickness) pada dinding mata akibat objek yang tajam. Sedangkan luka
perforasi merupakan luka yang mempunyai entry wpund dan exit wapund karena
4
objek yang tajam. Bahan-bahan seperti jarum, pisau, paku, anak panah dan lain-lain
bias menyebabkan trauma tajam pada mata, termasuk pada kornea.
Anatomi dan fisiologi kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,
merupakan lapisan jaringan menutup bola mata sebelah depan.
Kornea terdiri dari 5 lapisan:
1. Lapisan epitel
a. Tebalnya 50µm, terdiri atas, 5 lapisan epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel
gepeng
b. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi
sel gepeng, sel basal berkaitan erat dengan sel basal disampingnya dan
sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden;
ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan gukosa yang
merupakan barrier.
c. Sel basal menghasilkan membrane basal yng melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
d. Epitel berasal dari ectoderm permukaan
2. Membrane bowmen
a. Terletak dibawah membrane basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
b. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan stroma
a. Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan yang lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
5
sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang;terbentuknya
kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang
sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga
keratosit mebentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio datu sesudah trauma.
4. Membrane descement
a. Merupakan membrane aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
b. Bersifat sangat elastic dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40µm.
5. Endotel
a. Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40
mm. endotel melekat pada membrane descement melalui hemidosom
dan zonula akluden.
b. Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari
saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus
berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus
membrane Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause
untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf
sesudah dipotong di daerah libus terjadi dalam waktu 3 bulan. Sumber
nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous, dan air mata.
Etiologi
Rupture kornea diakibatkan oleh trauma yang bersifat tumpul. Luka terjadi akibat
peningkatan tiba-tiba IOP melalui mekanisme inside-out (dalam luar) sebagai
mekanisme cedera.
6
Laserasi adalah luka full thickness pada dinding mata akibat objek yang tajam.
Mekanisme adalah outside in (luar ke dalam). Termasuk dibawah laserasi adalah luka
perforasi, luka penetrasi, dan akibat benda asing (IOFB).
Mekaniseme pada kornea:
1. Luka pada konjunctiva
Sering dan berhubungan dengan heomorrahage subkonjunctiva. Luka lebih 3 mm
harus disutura.
2. Luka pada kornea
a. Tipe non komplikasi
Tidak berhubungan dengan prolaps konten intraocular, margin luka
membengkak dan menutup luka secara otomatis dan resorasi kamar
anterior. Penatalaksanaan : tidak memerlukan hecting, hanya cukup
dengan kain kasa yang disemprot dengan atropine dan antibiotika.
Luka kornea yang luas > 2mm haruslah disutura.
b. Luka dengan komplikasi
Berhubungan dengan prolaps iris, kadangkala badan lensa dan juga
vitreous. Penatalaksanaan: luka kornea dengan iris prolaps harus
disutura dengan teliti setelah absisi iris. Iris yang prolaps tadi tidak
boleh di’reposited’ karena bias menimbulkan infeksi. Apabila
dihubungkan dengan kecederaan lensa atau kehilangan badan vitreous,
lensektomi atau vitrektomi anterior bias dilakukan bersamaan dengan
sutura luka kornea.
3. Luka pada sclera
a. Berhubungan dengan luka kornea dan ditatalaksana seperti diatas.
Pada robekan koneo-sklera sutura pertama harus pada bagian limbus.
4. Luka pada lensa
7
a. Ruptur lensa ekstensif dengan kehilangan vitreous harus ditatalaksana
seperti diatas. Luka kecil kapsul anterior bias menutup sendiri dan
mengakibatkan katarak traumatic, bias dalam bentuk kataran stasioner
local, katarak Rosette, atau katarak total.
5. Luka yang parah (severe)
Berhubungan dengan robekan korneoskleral ekstensif yang berkaitan dengan
prolaps jaringan uveal, rupture lensa, kehilangan vitrous, dan kecederaan pada
retina dan khoroid.
Biasanya pada kasusu ini mata dieksisi.
Diagnosis
Dari anamnesis, perlu ditanyakan bagaimana kecederaan pada mata terjadi, ketajaman
penglihatannya, dan mengetahui mekanisme bagaimana mata itu rusak secara
spesifik.
Dari inspeksi, diperhatikan apakah adanya darah di belakan kornea (hifema), ini
menjunkkan kecederaan yang signifikan pada kornea. Seterusnya, perhatikan jika
terdapat laserasi pada kornea dan jika terdapat prolaps iris yang ditandai dengan pupil
yang berbentuk irregular.
Selain itu pemeriksaan dengan slitlamp menunjukkan kemera kamera akuli anterior
yang dangkal, penumpukkan darah di segmenen anterior atau posterior, lensa yang
opak, dan prolaps iris, dengan menggunakan teknik iluminasi retrograde dimana
kornea diiluminasi dengan cahaya yang dipantukan dari iris melalui slitlamp yang
diarahkan langsung ke dalam mata.
Penatalaksanaan
Pada luka kornea disertai komplikasi, harus dilakukan hecting kornea, penyembuhan
luka kornea adalah perlahan karena sifat kornea yang aselular, masa penyembuhan
bisa berbulan-bulan. Oleh itu, suture tersebut tidak bisa dibuka secara prematur. Pada
8
dewasa, sutura harus berada di tempat sekurang-kurangnya 1 tahun. Pada anak-anak,
penyembuhan luka kornea lebih cepat dan pengangkatan sutura bisa dilakukan setelah
graf corneal dalam beberapa bulan.
9
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Tn. LI
Umur : 76 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Kebun Cengkeh
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Waktu Pemeriksaan : 12 Mei 2015 dan 13 Mei 2015
Ruang Pemeriksaan : Bangsal THT RSUD Dr. M. Haulussy Ambon
B. ANAMNESIS (Auto dan alloanamnesis, tanggal 12 dan 13 Mei 2015)
1. Keluhan utama :
Nyeri pada mata kanan
2. Anamnesis terpimpin :
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada mata kanan dan pasien lebih merasa
nyeri saat membuka mata. Keluhan ini dialami sejak 1 minggu lalu (tanggal 5
Mei 2015). Sebelumnya, diakui bahwa hanya keringat masuk ke dalam mata
kanan pasien dan kemudian pasien sering mengucek mata karena gatal dan
tidak nyaman. Setelah itu mata kanan pasien menjadi iritasi, kemerahan (+),
silau (+),banyak keluar kotoran mata berwarna kekuningan dan lama
kelamaan timbul bercak keputihan pada bagian hitam mata, dan pasien tidak
dapat melihat. Saat pasien kontrol ke dokter mata pada tanggal 11 Mei 2015,
pasien diminta untuk dirawat di rumah sakit. Saat ini pasien mengeluh sangat
nyeri pada mata kanan, bengkak pada mata kanan, berair, keluar kotoran mata
berwarna putih kekuningan, nyeri kepala (+), sulit membuka mata (-), mual (-)
10
dan muntah (-). Pasien riwayat pengangkatan katarak pada 5 tahun lalu dan
menggunakan iol pada mata kanan.
3. Riwayat penyakit dahulu : Keluhan yang sama (+) pada mata kiri dan
kemudian mata kiri diangkat pada tahun 2005.
4. Riwayat keluarga : Tidak ada.
5. Riwayat penyakit sistemik : Hipertensi disangkal dan DM tidak diketahui.
6. Riwayat sosial : Tidak ada orang di lingkungan sekitar pasien yang
mengalami keluhan yang sama.
7. Riwayat pemakaian kacamata : Tidak ada.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Kesadaran : Compos Mentis (GCS : E4V5M6)
Nadi : 83 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 37,1 oC
2. Status Oftalmologi
a. Visus OD: LP (-)
b. Segmen anterior ODS : dengan pen light
OD Segmen Anterior OS
11
Bola Mata
Edema (+), hiperemis (+),
blefarospasme (-), eritema (-),
ektropion (-), entropion (-),
sekret (-), hematom (-)
Palpebra
Edema (-), blefarospasme (-),
eritema (-), ektropion (-),
entropion (-), sekret (-),
hematom (-)
Kemosis (-), subconjunctival
bleeding (-), hiperemis (-),
anemis(-), pterigium (-), injeksi
konjungtiva (+), injeksi siliar
(+).
Konjungtiva
Anoftalmik
Jernih, infiltrat (-), arcus senilis
(-), edema (-), ulkus (+) bagian
sentral.Kornea
Hipopion (-), hifema(-) Bilik Mata
Depan
Warna coklat tua, radier, sinekia
(-)Iris
SDE Pupil
SDE Lensa
Gambar Skematik
c. Tekanan Intra Okuli OD: Tidak diperiksa
12
edema palpebra dan hiperemis
ulkus dan ruptur kornea
Anoftalmik socket
d. Pergerakan Bola Mata : Pergerakan OD menurun (bisa ke segala arah).
e. Funduskopi OD : Tidak dilakukan
D. Pemeriksaan Penunjang :
Kimia Klinik ( 12 Mei 2015 )
Parameter Hasil
Glukosa sewaktu 216 mg/dl
Ureum 21 mg/dl
Creatinin 0,9 mg/dl
SGOT 12 U/L
SGPT 10 U/L
Hematologi ( 12 Mei 2015)
Parameter Hasil
Masa perdarahan 2 menit
Masa Pembekuan 7 menit
Darah Rutin ( 12 Mei 2015)
Parameter Hasil
Leukosit 6.300/L
Hb 9,7 g/dL
HCT 30,1%
Platelet 247.000/L
Foto Pasien :
13
E. Diagnosis Kerja
OD ulkus kornea
OD ruptur kornea
OD pseudofakia
OS anoftalmik socket
F. Diagnosis Banding
14
Endoftalmitis
G. Perencanaan
1. Diagnosa : Pengecatan gram, KOH, dan kultur.
2. Terapi (tata laksana) :
IVFD RL/NaCl 0,9 % 20 tpm
Injeksi Cefotaxime 3x1 gr/iv
Drip ketorolac 1 amp/kolf (bila nyeri)
Timolol eye drop 2 dd gtt 1 OD
Genta fortified eye drop 6 dd gtt 1 OD
Pro OD eviserasi
3. Monitoring
Keluhan
4. Edukasi
Penjelasan mengenai kondisi mata pasien saat ini
Tindakan yang harus dilakukan terhadap pasien
Edukasi higienis mata
Komplikasi yang dapat terjadi
Prognosis
H. PROGNOSIS
Quo ad Vitam (OD) : Dubia ad malam
Quo ad Visam (OD) : Malam
Quo ad Sanasionam (OD) : Bonam
BAB III
15
DISKUSI
Keluhan utama penderita yaitu mata kanan nyeri, dimana rasa nyeri akan
bertambah saat pasien berusaha membuka mata dan berkedip. Selain itu mata kanan
juga dikeluhkan berair, silau, merah, penglihatan kabur, dan kadang terdapat kotoran
mata berwarna kekuningan. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang mengatakan
bahwa ulkus kornea menyebabkan nyeri karena kornea memiliki banyak serabut nyeri
dimana kebanyakan lesi kornea akibat benda asing kornea, keratitis serta ulkus
kornea akan menimbulkan rasa sakit, rasa sakit ini diperhebat dengan adanya gesekan
palpebra terutama palpebra superior pada kornea dan menetap sampai sembuh. Peka
terhadap cahaya (fotofobia) dikarenakan kontraksi iris karena peradangan dimana
terjadi dilatasi pembuluh iris yang merupakan refleks akibat dari iritasi ujung saraf
kornea. Dan peningkatan pembentukan air mata. Gejala lainnya adalah gangguan
penglihatan, pada pasien ini gangguan penglihatan dikarenakan letak dari ulkus itu
sendiri yaitu di sentral yang mana mengganggu pembiasan sinar yang masuk ke mata
sehingga sinar tidak dapat difokuskan tepat pada makula lutea. Selain itu adanya mata
merah dan berair dikarenakan proses inflamasi yang menyebabkan pelebaran
pembuluh darah.
Pada pemeriksaan lokalis mata kanan didapatkan edema pada kelopak
disebabkan adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Pelebaran pembuluh
darah berupa PCVI dan CVI dikarenakan adanya reaksi peradangan yang meluas
sampai ke arteri konjungtiva posterior dan arteri siliaris anterior. Kekeruhan kornea
diakibatkan oleh adanya edema pada kornea. Kekeruhan tersebut berbentuk bulat
berbatas tegas terletak di sentral. Edema ini disebabkan adanya peradangan kornea
yang menyebabkan gangguan pompa Na-K sehingga terjadi retensi air yang dapat
menyebabkan edema. Selain itu juga disebabkan oleh adanya infiltrasi sel-sel radang
pada kornea.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik penderita ini memenuhi kriteria
diagnosis ulkus kornea dan ruptur kornea yang disebabkan oleh bakteri. Pada
16
penderita ini dari anamnesis dan pemeriksaan fisik perlu dibedakan dengan ulkus
kornea yang disebabkan oleh jamur dan virus. Pada ulkus kornea yang disebabkan
oleh jamur dan virus keluhan yang didapatkan oleh pasien hampir sama dengan ulkus
kornea yang disebabkan oleh bakteri. Pada ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur,
edema pada kelopak mata dan kemerahannya lebih minimal dan juga sering dijumpai
pada pemakai kortikosteroid jangka panjang. Pada ulkus kornea yang disebabkan oleh
virus nyeri yang ditimbulkan minimal karena terjadi anestesi pada kornea. Ulkus
kornea juga sering berulang terutama yang diakibatkan oleh virus herpes simplek.
Pada pemeriksaan fisik penderita ini juga mengarah ke ulkus kornea susp
bakterial. Pada ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur bentuk ulkus mirip dengan
ulkus dendritik pada herpes simplek, adanya lesi satelit (umumnya infiltrat) di
tempat-tempat yang jauh dari ulserasi. Pada ulkus kornea yang disebabkan virus lesi
biasanya
berbentuk ulkus dendritik yang memiliki pola percabangan linear khas dengan tepian
kabur memiliki bulbus bulbus terminalis pada ujungnya. Dapat juga berupa ulkus
geografik dimana biasanya lesi dendritik berbentuk lebih lebar dan tepian ulkus tidak
kabur dan terjadi penurunan sensibilitas dari kornea. Usulan pemeriksaan yang
dilakukan adalah pengecatan gram, giemsa, KOH, kultur dan tes sensitivitas. Hal ini
dilakukan untuk membedakan penyebab dari ulkus kornea tersebut sehingga dapat
membantu pemilihan terapi yang adekuat.
Rencana penanganan pada pasien yakni eviterasi dimana pengangkatan bola
mata dilakukan karena telah terdapat ruptur kornea.
Prognosis pada penderita ini mengarah ke buruk, didukung oleh kepustakaan
yang mengatakan bahwa prognosis penderita ulkus kornea buruk karena komplikasi
yang dapat terjadi berupa perforasi kornea, endopthalmitis, panopthalmitis. Apabila
sembuh maka akan menyebabkan terbentuknya sikatriks kornea yang juga akan
mengganggu penglihatan penderita.
DAFTAR PUSTAKA
17
1. Ilyas HS. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: FKUI. 2009.
2. Vaughan D. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika. 2000
3. Suharjo, Fatah widido. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito
Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier. Yogyakarta: SMF Penyakit Mata RS
Dr. Sardjito. 2007
4. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia. Ulkus Kornea. Dalam : Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi 2.
Jakarta: Penerbit Sagung Seto.2002
5. Mills TJ. Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis in Emergency Medicine.
Dikutip dari http://www.emedicine.com/emerg/topic115.htm
6. Lange GK. Ophtalmology. New York: Thieme. 2000
7. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section
11. San Fransisco: MD Association. 2006
8. Wijaya N. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4. 1989
9. Mansjoer A, Triyanti K. Ulkus Kornea. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi Ke-3. Jakarta: Media Aesculapius. 2001
10. Ramanjit Sihota, Perdami, strategi nasional penanggulangan gangguan
penglihatan dan kebutaan (PGPK) untuk mencapai vision 2020,2003. Hal 1-2
11. Ramanjit sihota, Radhika Tandon, Injuries to the eye in Parson’s Disease of
the eye, Twentieth Edition, section 24, New Delhi, Reed Elsevier India
Private Limited, 2007, page 361-376.
12. Mehta D.K, Deven Tull, New Classification System For Ocular Trauma in
Management of ocular Trauma, First Edition, Chapter 2, CBS Publishers,
New Delhi, 2005, page 8-11
18
19