View
65
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
LAPORAN PENDAHULUAN HD.docx
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN GGK DENGAN MENJALANI HEMODIALISIS
OLEH :
IIN WIDYA ASTUTI
20121660095
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
PROGRAM PROFESI S1 KEP PROGSUS
20113/2014
LANDASAN TEORI
2.1 Anatomi Fisiologi Ginjal
1. Makroskopis
Ginjalterletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium
(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di
bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjaradrenal (juga disebut kelenjar
suprarenal). Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada
orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira
sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat
seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram.
Ginjalbentuknya seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke dalam.
Jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan
pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal kanan
biasanya terletak sedikit ke bawah dibandingkan ginjal kiri untuk memberi tempat lobus
hepatis dexter yang besar. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan
lemak yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan
lemak pararenal) yang membantu meredam guncangan.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat
cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla renalis di
bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla
berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap
kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong
yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks
renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks
renalis minores.
Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid
tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan
duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk duktus
papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak duktus
pengumpul (Price,1995 : 773).
2. Mikroskopis
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta
buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari
kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung
henle dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri keduktus pengumpul.
(Price, 1995)
Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat sebagai saringan
disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut dan disaring
sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang berjumlah kira-kira 170 liter
per hari, kemudian dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin ini
dialirkan keluar ke saluran Ureter, kandung kencing, kemudian ke luar melalui
Uretra.
Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam
tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul
yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang.
Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan
arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin.
3. Vaskularisasi ginjal
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra
lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang
terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri
tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid
selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis
yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk
arteriola aferen pada glomerulus (Price, 1995).
Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang
membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler
peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam
jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris,
dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh
sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-25% curah
jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal berada pada
korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal
adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas
intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai respon terhadap perubahan
tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal dan
filtrasi glomerulus tetap konstan ( Price, 1995).
4. Persarafan Pada Ginjal
Menurut Price (1995) “Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis
(vasomotor), saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam
ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal”.
5. Fisiologi Ginjal
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak
(sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah
“menyaring/membersihkan” darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau
1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit
(170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus sehingga
akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari.
Fungsi ginjal adalah
a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
b) mempertahankan keseimbangan cairan tubuh,
c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh,
dan
d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin
dan amoniak.
e) Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
f) Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
g) Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah
merah.
Tahap Pembentukan Urine :
1. Filtrasi Glomerular
Pembentukan kemihdimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti
kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel
terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan
yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen.
Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah
jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar
125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal
dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan
masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari
perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula
bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah
filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula
bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya
dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas
dinding kapiler.
2. Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat
tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
3. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah
melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi
secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah
terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam
sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier
membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion
kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion
natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya.
Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan
ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).
Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita
memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai
contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan
hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma
ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.
2.2 PENYAKIT GINJAL KRONIK
A. Pengertian
Gagal ginjal kronik merupakan suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan irreversible. Hal ini
terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50 ml/menit. Gagal ginjal
kronik sesuai dengan tahapannya dapat berkurang,ringan, sedang atau berat. Gagal
ginjal tahap akhir (end stage renal failure) adalah stadium gagal ginjal yang dapat
mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti (Suhardjono,
2001).Gagal ginjal kronik ditandai dengan penurunan laju penyaringan glumerulus
(GFR), sehingga kadar urea darah meningkat, kenaikan kadar urea darah dan
meningkatnya proses penyaringan oleh nefron yang mengalami hipertropi,
menyebabakan muatan solut yang sampai kemasing masing tubulus yang masih
berfungsi akan menjadi lebihbesar dari pada keadaan normal (WilliamE,2009)Gagal
Ginjal Kronik (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal
yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) ( KMB,
Vol 2 hal 1448).
Tabel batasan gagal ginjal kronik
Tabel .
Penyakit gagal ginjal kronis bersifat progresif dan irreversible dimana terjadi uremia karena
kegagalan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta
elektrolit ( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut
secara bertahap (Doenges, 1999; 626)
B. Etiologi
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginjal)
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7.Nefropati toksik
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
(Price & Wilson, 1994)
1.Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan :
Kelainan patologik
Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria, atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan
2.Laju filtrasi glomerulus <> 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal
Penyebab gagal ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat
dibagi dalam 2 kelompok :
1. Penyakit parenkim ginjal
a. Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal
polikistik, Tbc ginjal
b. Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal,
Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout, DM
2. Penyakit ginjal obstruktif : Pembesaran prostat, batu saluran kemih, refluks
ureter. Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan infeksi
yang berulang dan nefron yang memburuk, obstruksi saluran kemih, destruksi
pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama, scar pada jaringan
dan trauma langsung pada ginjal.
C. Manifestasi Klinis
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369) :
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal
atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai
lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain :Hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron),
gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan
perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia,
mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran,
tidak mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Kardiovaskuler : Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner,
perikarditis pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital friction rub
pericardial, pembesaran vena leher
b. Integumen : Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus,
ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar
c. Pulmoner : Krekels, sputum kental dan liat, nafas dangkal, pernafasan
kussmaul
d. Gastrointestinal : Nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan mulut,
anoreksia, mual, muntah, konstipasi dan diare, perdarahan saluran cerna
e. Neurologi : Kelemahan dan keletihan, konfusi/ perubahan tingkat kesadaran,
disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki,
perubahan perilaku
f. Muskuloskeletal : Kram otot, kekuatan otot hilang,kelemahan pada tungkai
Fraktur tulang, Foot drop
g. Reproduktif : Amenore, Atrofi testekuler
D. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini
fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau
lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner
& Suddarth, 2001 : 1448).
Klasifikasi gagal ginjal kronik dibagi menjadi 5 stadium :
1. Stadium 1, bila kadar gula tidak terkontrol, maka glukosa akan dikeluarkan lewat
ginjal secara berlebihan. Keadaan ini membuat ginjal hipertrofi dan hiperfiltrasi.
Pasien akan mengalami poliuria. Perubahan ini diyakini dapat menyebabkan
glomerulusklerosis fokal, terdiri dari penebalan difus matriks mesangeal dengan
bahan eosinofilik disertai penebalan membran basalin kapiler.
2. Stadium 2, insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood
Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
3. Stadium 3, glomerulus dan tubulus sudah mengalami beberapa kerusakan. Tanda khas
stadium ini adalah mikroalbuminuria yang menetap, dan terjadi hipertensi.
4. Stadium 4, ditandai dengan proteinuria dan penurunan GFR. Retinopati dan hipertensi
hampir selalu ditemui.
5. Stadium 5, adalah stadium akhir, ditandai dengan peningkatan BUN dan kreatinin
plasma disebabkan oleh penurunan GFR yang cepat.
Tabel . Laju Filtrasi Glomerulus dan Stadium Penyakit Ginjal Kronik
Stadium Fungsi Ginjal Laju Filtrasi Glomerulus
(ml/menit/1,73m2)
Risiko Meningkat Normal > 90 (Terdapat faktor risiko)
Stadium 1 Normal / meningkat > 90 (Terdapat kerusakan
ginjal, proteinuria)
Stadium 2 Penurunan ringan 60 – 89
Stadium 3 Penurunan sedang 30 – 59
Stadium 4 Penurunan berat 15 – 29
Stadium 5 Gagal ginjal <>
E. Pathway
ETIOLOGI¯
Jumlah nefron fungsional å¯
Nefron yg terserang hancur Neferon yg masih utuh ¯ ¯ ¯
90% nefron hancur¯
75% nefron hancur¯
Adaptasi¯
Tdk dpt mengkompensasi(ketidakseimbangan cairan
elektrolit) ¯
GFR å
(BUN & kreatinin ↗) ¯
Nefron hipertropi¯
GFR å 10% dari normal(BUN & kreatinin ↗)
¯
Adaptasi ¯
kecepatan filtrasi,↗ beban solut, reabsorpsi↗ ↗
¯ Urine isoosmotis
¯ Kecepatan filtrasi & beban
solut ↗¯
Keseimbangan cairan elektrolit dipertahankan
¯ Kegagalan proses filtrasi
¯ Ketidakseimbangan dlm
glomerulus & tubulus¯
Fungsi ginjal rendah¯
Oliguri¯
Poliuri, nokturi, azotemia¯
å cadangan ginjal
Uremia ↗¯
Insufisiensi ginjal¯
Penumpukan Kristalurea di kulit
¯
Gagal ginjal¯
Angiotensin ↗¯
Pruritus¯
Eritropoetin di ginjal å¯
Retensi Na+
¯
Gangguan integritas kulitSDM å
¯
Kelebihan volume cairan
Pucat, fatigue, malaise
anemia¯
Gangguan nutrisi kurangdari kebutuhan Intoleransi aktivitas
F. Pemeriksaan
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi
antara lain :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),
Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan
protein dan immunoglobulin)
b. Pemeriksaan UrinWarna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein,
sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT2.
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan
gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta
prostate
4. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen
dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen
G. Pencegahan
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah
dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan
ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan
perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan
darah dan pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang
menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada
pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang
pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001).
H . PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik meliputi penatalaksanaan konservatif,
transplantasi ginjal,dan dialisis. Dialisis dibagi menjadi dua jenis yaitu peritoneal dialisis dan
hemodialisis,namun dalam kasus ini akan dibahas secara lebih mendalam hemodialisis.
1. Penatalaksanaan konservatif
Penatalaksanaan konservatif GGK bermanfaat bila faal ginjal masih pada tahap
insufisiensi ginjal dan gagal ginjal kronik, yaitu faal ginjal berkisar antara 10-50 % atau nilai
kreatinin serum 2 mg % - 10 mg %. a).Cairan,b).Pembatasan natrium,c).Obat anti
hipertensi,d).Anemia,e).Hiperkalemia,f).Asidosis metabolik,g).Dosis obat,h).Preservatif
vena, i).Persiapan psikologis, j).Gangguan neuromuskular, k). DM, l).Anestesi, m).Diit ;
Diit rendah protein,Asam amino esensial,Protein bertahap yaitu kalori, KH dan lemak.
2. Hemodialisa
Hemodialisis merupakan pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser yang
terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi kemudian darah kembali lagi ke dalam tubuh
pasien.Hemodialisis suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan
memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau
pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau end stage renal disease (ESRD) yang
memerlukan terapi panjang atau permanen.(Klien Gangguan Ginjal.2008;136).
Tujuan :
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam
darah dan mengeluarkan air yang berlebihan.
Prinsip dasar Hemodialisis :
1. Difusi
Merupakan pengeluaran zat limbah dan toksin dari dalam darah dengan cara bergerak
dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi ke cairan dengan konsentrasi yang lebih rendah.
2. Osmosis
Kelebihan cairan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran
air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradient tekanan, dimana air bergerak dari daerah
dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan
dialisat)
3. Ultrafiltrasi
Merupakan peningkatan gradient melalui penambahan tekanan negatif pada mesin
dialysis. Tekanan negatif diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisapan pada
membran dan memfasilitasi pengeluaran air.
Indikasi dilakukan hemodialisis bila terdapat :
Kegagalan ginjal mendadak (Akut renal failure : ARF)
Kegagalan ginjal menahun (Chronic renal failure : CRF)
Dialisis preparatif/profilaktif
Misalnya : intoksikasi, juga pada penderita psosiais, schtricophremia.
Kontra indikasi hemodialisis :
1) Umur : dulu ditetapkan usia maksimum adalah 50 tahun, tetapi belakangan ini
batas tersebut sudah dinaikkan. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya tenologi HD
dan bertambahnya pengalaman-pengalaman.
2) Adanya penyakit-penyakit di luar ginjal yang tidak dapat disembuhkan misalnya :
keganasan.
3) Adanya penyakit kardiovaskular yang berat, misalnya : adanya infark dan lainnya.
4) Keadaan umum yang terlalu buruk.
5) Sirkulasi pada haemodilisis
6) Extra coly oreal blood carculation → untuk sekali pakai.
7) Dialysat circulation, Dialisat terbentuk dari 2 bahan : cairan dialisat pekat dan air.
Akses pada sirkulasi darah pasien :
1. Kateter subklavikula dan femoralis
Akses segera ke dalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis darurat dicapai melalui
kateterisasi subklavia untuk pemakaian sementara. Kateter femoralis dapat dimasukkan
ke dalam pembuluh darah femoralis untuk pemakaian segera dan sementara.
2. Fistula
Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan (biasanya dilakukan pada
lengan bawah) dengan cara menghubungkan atau menyambung (anastomosis) pembuluh
arteri dengan vena secara side-to-side (dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh
darah). Jarum ditusukkan ke dalam pembuluih darah agar cukup banyak aliran darah
yang akan mengalir melalui dialiser.
Segmen-arteri fistula digunakan untuk aliran darah arteri dan segmen-vena fistula
digunakan untuk memasukkan kembali (reinfus) darah yang sudah dialysis.
3. Tandur
Dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialysis, sebuah tandur
dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh arteri atau vena pasien sendiri.
Terdapat 2 (dua) tipe dasar dialyzer yaitu :
a. Parallel plate dialyzer
Darah mengalir melalui lapisan-lapisan membran, dan cairan dialysis dapat mengalir
dalam arah yang sama, seperti darah, atau dengan arah berlawanan.
b. Hollow fiber atau Capillary dialyzer
Darah mengalir melalui bagian tengah tabung-tabung kecil dan cairan dialysis
membasahi bagian luarnya. Aliran cairan dialysis berlawanan dengan arah aliran darah.
Satu system dialysis terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk
cairan dialysis. Bila system ini bekerja, darah mengalir dari penderita melalui tabung
plastic (jalur arteri), melalui dialyzer hollow fiber dan kembali ke penderita melalui jalur
vena. Dialisat kemudian dimasukkan ke dalam dialyzer, dimana cairan akan mengalir
diluar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Komposisi cairan dialysis
diatur sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion darah normal, dan sedikit
dimodifkan agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit yang sering
menyertai gagal ginjal. unsur-unsur yang umum terdiri dari Na+, K+, Ca++, Mg++, Cl,
asetat dan glukosa. Urea, kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah
dari darah ke dalam cairan dialysis karena unsur-unsur ini tidak terdapat dalam cairan
dialysis. Natrium asetat yang lebih tinggi konsentrasinya dalam cairan dialysis akan
berdifusi ke dalam darah. Tujuan penambahan asetat adalah untuk mengoreksi asidosis
penderita uremia. Asetat dimetabolisme menjadi bikarbonat. Glukosa dalam konsentrasi
yang rendah (200 mg/100 ml) ditambahkan untuk mencegah difusi glukosa yang dapat
menyebabkan kehilangan kalori. Heparin secara terus-menerus dimasukkan pada jalur
arteri melalui infuse lambat untuk mencegah pembekuan. Waktu yang dibutuhkan
seseorang untuk melakukan hemodialisa adalah tiga kali seminggu, dengan setiap kali
hemodialisa 3 sampai 5 jam.
Penkes pada pasien hemodialisa
Hal-hal penting dalam program pendidikan bagi pasien hemodialisa mencakup :
1. Alasan rasional dan tujuan terapi dialysis
2. Hubungan antara obat-obat yang diresepkan dan didialisis
3. Efek samping obat dan pedoman kapan harus memberikan obat tersebut
4. Perawatan akses vaskuler
5. Dasar pemikiran untuk diet dan pembatasan cairan.
6. Pedoman pencegahan dan penatalaksanaan berlebihan volume cairan.
7. Strategi untuk pendeteksian, penatalaksanaan dan pengurangan gejala pruritus,
neuropati serta gejala-gejala lainnya.
8. Piñatalaksanaan komplikasi dialysis yang lain dan efek samping terapi (dialysis,
pembatasan diet, dan obat-obatan).
9. Strategi untuk menangani dan mengurangi kecemasan serta ketergantungan pasien
sendiri dan anggota keluarga mereka.
10. Penganturan finansial untuk dialysis; strategi untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber-sumber finansial.
11. Strategi untuk mempertahankan kemandirian dan mengatasi kecemasan anggota
keluarga.
J. KOMPLIKASI
1. Jantung ; Edema paru,Eritomia,Efusi pericardium.
2. Gangguan elektrolit ; Hiperkalemia,Hiponatremia,Asidosis.
3. Neurologi ; Iritabilitas neuromuscular,Tremor,Koma,Gangguan kesadaran,Kejang.
4. Gastrointestinal ; Nausea,Muntah,Gastritis,Ulkus peptikum,Perdarahan,GI.
5. Hematologi ; Anemia
6. Infeksi ; Pneumonia,Septicemia,Infeksi nasokomial.
ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise.
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat; palpasi; nyeri dada (angina).
Tanda : Hipertensi; nadi kuat, edema jaringan dan pitting; disritmia
jantung; fiction sub perikardial (respon terhadap akumulasi sisa); pucat; kulit coklat
kehijauan, kuning; kecenderungan perdarahan.
3. Integritas Ego
Gejala : Faktor stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tidak ada kekuatan.
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
4. Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urin, oliguri atau anuria; distensi abdomen atau
konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine (kuning pekat, merah, coklat), oliguri, atau anuria.
5. Makanan / Cairan
Gejala : Peningkatan berat badan (edema), penurunan berat badan (malnutrisi)
anoreksia, nyeri ulu hati, mual, muntah, rasa bau amoniak.
Tanda : Distensi abdomen (asites), pembesaran hati (hematomegali); perubahan
turgor kulit, lembab, edema, ulserasi gusi, perdarahan gusi atau lidah,
penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak berdaya.
6. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur
Kram otot (kejang), rasa terbakar pada telapak kaki.
Kesemutan dan kelemahan, khususunya ekstremitas bawah (neuropati
perifer)
Tanda : Gangguan status mental
Tanda chuostek dan trauseau positif kejang, fasikulasi otot, aktivitas
kejang
Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
7. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki.
Tanda : Perilaku berhati-hati (distraksi), gelisah.
8. Pernapasan
Gejala : Napas pendek, noktural paroxysmal dispnea, batuk dengan atau tanpa
sputum kental.
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan kusmaul (cepat dan dalam).
Batuk produktif dengan sputum merah mudah dan encer (edema paru)
9. Keamanan
Gejala : Kulit gatal, ada atau berulangnya infeksi.
Tanda : Pruritus, demam (karena sepsis atau dehidrasi) ptekie, ekimosis
10. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido; amenorhea, infertilitas.
11. Interaksi sosial
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, (misalnya : tak mampu bekerja atau
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
penurunan fungsi ginjal.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat : mual, muntah, anoreksia.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia.
4. Resiko terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan beban
jantung yang meningkat.
C. PERENCANAAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan gangguan
gastrointestinal (akibat uremia); anoreksia, mual atau muntah; pembatasan
diet.
Tujuan : nutrisi adekuatKriteria hasil : - berat badan normal
- edema (-)- mual dan muntah (-)
Intervensi1. Awasi konsumsi makanan/cairan dan hitung masukan kalori perhari
R/ : mengidentifikasi kekekurangan nutrisi/kekurangan terapi2. Anjurkan pasien mempertahankan masukan makanan harian, termasuk
perkiraan jumlah konsumsi elektrolit dan protein.
R/ : memungkinkan kesempatan untuk memenuhi keinginan individu dalam pembatasan yang diidentifikasi.
3. Ukur masaa otot melalui lipatan trisepR/ : mengkaji keadekuatan penggunaan nutrisi
4. Perhatikan adanya mual dan muntahR/ : gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah
pemasukan.5. Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering. Jadwalkan sesuai kebutuhan
dialisisR/ : porsi kecil dapat meningkatkan masukan, tipe dialisis mempengaruhi pola makan
6. Kolaborasi dengan petugas dietR/ : untuk program diet individu untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien.
7. Kolaborasi pemberian diet tinggi karbohidrat dan pembatasan natrium/kaliun sesuai indikasi
R/ : memberuikan nutrien cukup memperbaiki dan menjaga keseimbangan elektrolit
8. Kolaborasi pemberian multivitamin; asam askorbat, asam folat, vitamin D, Fe, sesuai indikasi.
R/ : menggantikan kehilangan vitamin karena malnutrisi/anemia selama dialisis.9. Berikan antiemetik misalnya proklorperazin sesuai program.
R/ : menurunkan stimulasi pada pusat muntah.
2. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah dan luka tusuk.
Tujuan :Kerusakan kulit tidak terjadiKriteria hasil :
- Kulit tetap halus tanpa menjadi kering dan pecah-pecah- lkus dan lesi tidak terjadi
Intervensi :
1. Kaji kondisi/keadaan kulit R/ :Mempengaruhi pilihan intervensi
2. Pertahankan kebersihan kulitR/ : Mencegah iritasi kulit.
3. Jelaskan kepada pasien dan keluarga akan pentingnya menjaga kebersihan kulit
R/ :Memberikan pengetahuan meningkatkan perasaan control atau tanggung jawab akan kebersihan diri.
4. Anjurkan pasien untuk merawat kulitnya dengan menggunakan lotion.R/ : Lotion dapat memberikan kelembapan kulit kering.
3. Risiko tinggi konstipasi berhubungan dengan penurunan masukan cairan
pola diet; penurunan motilitas usus, ketidakseimbangan elektrolit : penurunan
mobilitas.
Tujuan : tidak terjadi konstipasiKriteria hasil : - masukan cairan adekuat
- elektrolit seimbang- pola diet efektif
Intervensi1. Auskultasi bising usus. Perhatikan konsistensi dan frekuensi defekasi,
adanya distensi abdomen.R/ : penurunan bising usus, feses keras, memerlukan intervensi
2. Tambahkan buah segar, sayur dan diet tinggi serat bila diindikasiR/ : memberikan bulk yang dapat memperbaiki konsistensi feses
3. Dorong atau bantu dalam ambulasi bila mampuR/ : aktivitas dapat merangsang peristaltik
4. Kolaborasi pemberian pelunak fesesR/ : menghasilkan pelunak feses sehingga lebih mudah dikeluarkan
5. Berikan privasi pada saat buang air besarR/:meningkatkan kenyamanan psikologis
4. Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.Tujuan :Setelah 1 hari perawatan (1 kali hemodialisa) Tidak terjadi kelebihan atau kekurangan volume cairan dan elektrolit.
Kriteria hasil : Cairan dan elektrolit dalam batas normal Sesak, edema, ronchi dan efusi pleura tidak ada. Elektrolit, albumin dan TTV dalam batas normal. TD: 120/80 mmHg S : 36- 37 0C N : 60- 80 x/mnt RR : 18- 20 x/mnt Intake dan output cairan sesuai dengan yang di harapkanIntervensi :
1. Kaji status cairan.R/ :Keseimbangan cairan positif dengan peningkatan berat badan menunjukan retensi cairan.
2. Batasi masukan cairanR/ :Pembatasan cairan dapat dilanjutkan untuk menurunkan kelebihan volume cairan.
3. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan cairanR/ :Pengetahuan pasien dan keluarga dapat memotivasi tindakan yang diberikan.
4. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.R/ : Keseimbangan masukan dan keluaran cairan menunjukan kebutuhan
evaluasi lebih lanjut.
5. Kolaborasi pemberian cairan IV
R/ : Pemberian cairan mencegah terjadinya kekurangan cairan.
6. Kolaborasi pemeriksaan lab: BUN,kreatinin,natrium,kalium.
R/ : Hasil pemeriksaan menunjukan tindakan selanjutnya yang akan dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Baradero,M,et,al.Klien Gangguan Ginjal.(2008).Jakarta :EGC.
Doenges, Marilynn. E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Terjemahan dari Nursing Care Plans, Guideline For Planning and Documenting Patient Care. (1993). Alih bahasa. I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Jakarta : EGC.
Ns. Tarwoto, Skep,et,al. (2009). Anatomi dan Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan.Jakarta: Trans Info Media.
Sarwono,(1996). Buku Ajar Ilmu Dalam.Jakarta: FKUI.
Smeltzer,S,C (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8. vol. Terjemahan dari Brunner dan Suddarth’s Textbook of Medikal Surgical Nursing. Alih Bahasa : Agung Waluyo. Jakarta : EGC.
Sudoyo. W. Aru,et,al. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta. FKUI.
Suharyanto,Toto,et,al.(2009).Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan.Jakarta:Trans Info Media.