View
393
Download
11
Category
Preview:
Citation preview
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
UNIT PERENCANAAN DAN PENGADAAN
RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Pembimbing :
ENDANG YUNIARTI, M. Kes., Apt.
Disusun Oleh:
KELOMPOK B
Dita Ayulia Dwi Sandi, S.Farm.
Nani Arma, S.Farm.
Putri Setyo Utami, S.Farm.
Siti Lestari, S.Farm.
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
RSU PKU MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2012
PERENCANAAN DAN PENGADAAN
A. PERENCANAAN
1. Tujuan pembelajaran
a. Dapat menjelaskan macam-macam metode perencanaan serta kelebihan
dan kekurangan masing-masing.
b. Dapat menghitung perencanaan perbekalan farmasi.
c. Dapat melakukan evaluasi perencanaan dengan analisa ABC dan VEN
2. Dasar Teori
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah,
dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat. Metode yang dapat digunakan yaitu: metode
konsumsi dan metode epidemiologi. Pedoman perencanaan obat untuk rumah
sakit yaitu DOEN, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit,
ketentuan setempat yang berlaku, data catatan medis, anggaran yang tersedia,
penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode yang
lalu, atau dari rencana pengembangan (Siregar, 2005).
Menurut Quick, et all (1997), terdapat beberapa metode yang dapat
digunakan dalam perencanaan kebutuhan obat, yaitu:
1. Metode Konsumsi
Perencanaan obat menggunakan metode konsumsi merupakan metode
yang praktis dan mudah dikerjakan jika memiliki data yang sesuai antara lain data
konsumsi sebelumnya, lead time pemasok, maupun data mengenai stok yang
habis, stock on hand dan stock on order. Kekurangan dari metode ini adalah
adanya ketidakrasionalan penggunaan obat seolah ditolerir karena perencanaan
hanya berdasarkan tingkat konsumsi tanpa mempertimbangkan standar terapi
yang ada (Quick, et all., 1997).
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pengumpulan dan pengolahan data,
analisa data untuk informasi dan evaluasi, perhitungan perkiraan kebutuhan obat
dan penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana. Rumus yang
digunakan adalah:
A = (B+C+D) - E
A = Rencana pengadaan
B = Pemakaian rata-rata x 12 bulan
C = Stok Pengaman 10% - 20%
D = Waktu tunggu 3 – 6 bulan
E = Sisa stok
Tabel 1. Keunggulaan dan Kelemahan Metode Konsumsi (Dhendianto, 2010).
Keunggulan Kelemahan
- Mudah dilakukan, data akurat
- Tidak butuh data penyakit dan
standar terapi
- Memakan waktu lebih banyak
- Aspek medik pemakaian obat
tidak dapat dipantau
2. Metode Morbiditas
Perencanaan obat dengan metode ini didasarkan pada tingkat kejadian
suatu penyakit di daerah pelayanan kesehatan tersebut. Dengan mengetahui
penyakit yang memiliki tingkat kejadian yang cukup tinggi, maka dapat dilakukan
perencanaan obat berdasarkan standar terapi dan kebutuhan obat untuk setiap
penyakit yang terdata. Metode ini lebih kompleks dibandingkan menggunakan
metode konsumsi (Quick, et all., 1997). Langkah-langkah dalam melaksanakan
perencanaan dengan motedi ini adalah :
a) Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur penyakit.
b) Menyiapkan data populasi penduduk.
c) Menyediakan data masing-masing penyakit/tahun untuk seluruh populasi pada
kelompok umur yang ada.
d) Menghitung frekuensi kejadian masing-masing penyakit/tahun untuk seluruh
populasi pada kelompok umur yang ada.
e) Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat
menggunakan pedoman pengobatan yang ada.
f) Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahun anggaran yang akan
dating (Anonim, 2008).
Tabel 2. Keunggulaan dan Kelemahan Metode Epidemiologi (Dhendianto, 2010).
Keunggulan Kelemahan
- Perkiraankebutuhan mendekati
kebenaran
- standar pengobatanmendukung
usaha memperbaiki pola
penggunaan obat
- membutuhkanwaktu dan tenaga
terampil
- data penyakit sulitdiperoleh
secara pasti
- perlu pencatatan danpelaporan
yang baik
3. Adjusted consumption (Metode Konsumsi yang Disesuaikan)
Merupakan gabungan metode morbiditas dan metode konsumsi dimana
dilakukan pendataan kejadian penyakit beserta konsumsi obat sebelumnya yang
disesuaikan dengan populasi daerah pelayanan kesehatan.
4. Service-level projection of budget requirement
Menggunakan rata-rata biaya procurement obat per kedatangan pasien
atau bed-day pada tipe fasilitas kesehatan yang berbeda dalam suatu sistem
standar untuk memproyeksikan biaya-biaya obat pada fasilitas-fasilitas dengan
tipe sejenis pada target system. Metode ini tidak mengestimasi kuantitas masing-
masing jenis obat.
Untuk memperoleh metode perencanaan obat yang sesuai dengan
pelayanan kesehatan setempat, maka diperlukan evaluasi perencanaan yang telah
dilakukan sebelumnya. Hal ini, menurut Quick, et all., (1997) dapat dilakukan
dengan beberapa analisis, antara lain:
1. Analisa ABC (Pareto)
Pada sistem ini obat dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu :
a. Kategori A: merupakan item obat yang mencakup 10-20% total item obat
yang ada dengan nilai yang tinggi dimana menghabiskan 70-80% dari
keseluruhan dana untuk pengadaan obat.
b. Kategori B: merupakan item obat yang mencakup 10-20% total item obat
yang ada dengan nilai yang sedang dimana menghabiskan 15-20% dari
keseluruhan dana untuk pengadaan obat.
c. Kategori C: merupakan item obat yang mencakup 60-80% total item obat
yang ada dengan nilai yang rendah dimana hanya menghabiskan 5-10%
dari keseluruhan dana untuk pengadaan obat.
Hasil analisis Pareto memfokuskan pada obat-obat yang termasuk ke
dalam kategori A (dan B jika perlu) yang memerlukan pengendalian yang lebih
ketat agar pengadaan obat efisien sesuai kebutuhan. Pengendalian yang kurang
pada jenis obat ini dapat menimbulkan kerugian finansial, seperti stok yang
berlebih hingga ED atau rusak sebelum digunakan (Anonim, 2008).
2. Analisa VEN
Pada analisa VEN, obat digolongkan berdasarkan :
a. Obat Vital (V), merupakan obat-obat yang termasuk dalam potensial life
saving drug, mempunyai efek withdrawl secara siginifikan atau sangat
penting dalam penyediaan pelayanan kesehatan dasar.
b. Obat Essensial (E), merupakan obat-obat yang efektif untuk mengurangi
kesakitan, namun demikian sangat signifikan untuk bermacam-macam
obat tapi tidak vital untuk penyediaan sistem kesehatan dasar
c. Obat Non Essensial (NE), merupakan obat-obat yang digunakan untuk
penyakit minor atau penyakit tertentu yang efikasinya masih diragukan,
termasuk terhitung mempunyai biaya yang tinggi untuk memperoleh
keuntungan terapetik (Anonim, 2008).
3. EOQ (Economic Order Quantity).
Sistem ini ditetapkan untuk menentukan jumlah perbekalan farmasi yang
paling ekonomis yang harus dipesan. Dengan metode ini diharapkan akan dapat
meminimalkan jumlah penyimpangan perbekalan farmasi yang akan disediakan.
Metode ini menetapkan jumlah order maksimal dalam waktu tertentu dengan
meminimalkan biaya (Quick, et all., 1997)
4. EOI (Economic Order Interval)
Sistem ini digunakan untuk menentukan interval waktu yang dibutuhkan
untuk sistem pemesanan perbekalan farmasi yang dianggap paling ekonomis dan
mengelompokkan persediaan yang akan diorder tuap bulan, 4 bulan, 6 bulan dan
seterusnya (Quick, et all., 1997). Yaitu jarak pemesanan yang ekonomik atau
menentukan tiap berapa hari kita melakukan pemesanan ulang agar pemesanan
menjadi ekonomis.
5. Analisis ROP (Re Order Point)
ROP yaitu jumlah persediaan yang ideal saat dilakukannya pemesanan
ulang. Yaitu jumlah persediaan yang ideal saat dilakukannya pemesanan ulang.
3. Pelaksanaan
a. Metode : Praktek dan Tutorial.
b. Kegiatan :
Menyusun perencanaan perbekalan farmasi RS PKU
Muhammadiyah dengan metode konsumsi
Melakukan evaluasi perencanaan dengan analisa ABC dan VEN.
c. Lokasi dan Waktu : lokasi di Ruang IFRS (Instalasi Farmasi Rumah
Sakit) dan Perpustakaan. Volume 1 kertas kerja.
4. Pembahasan
Menyusun perencanaan perbekalan farmasi RS PKU Muhammadiyah
dengan metode konsumsi
Perencanaan Perbekalan Farmasi di Instalasi Farmasi RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta menggunakan metode konsumsi, merupakan metode
yang lazim digunakan di Rumah Sakit umum atau swasta, yaitu metode
perencanaan dengan memperhitungkan jumlah penggunaan obat tahun
sebelumnya. Metode konsumsi dianggap metode yang sederhana dan
pelaksanaannya mudah, serta diharapkan dapat memperkirakan jumlah dan jenis
obat yang mendekati kebenaran karena merupakan gambaran dari penggunaan
periode sebelumnya. Perencanaan obat juga didasarkan pada Formularium Rumah
Sakit yang telah ditetapkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT).
Tugas perencanaan yang dibuat dengan metode konsumsi meliputi obat-
obat dengan abjad T sampai dengan Z, baik sediaan tablet, kapsul, salep, sirup,
tetes, drop, suppositoria, injeksi dan infus. Tahap-tahap yang dilakukan untuk
menentukan perencanaan pengadaan obat dengan metode konsumsi, yaitu:
a. Menyiapkan data obat.
b. Menyiapkan data konsumsi/penggunaan obat selama 6 bulan untuk obat-obat
yang berawalan huruf T dan Z berdasarkan data jumlah penggunaan obat
periode Januari-Juni 2011.
c. Memasukkan data konsumsi obat periode Januari-Juni 2011. Kemudian
menghitung data konsumsi 1 tahun, yaitu dengan mengalikan 2 pada data
konsumsi selama 6 bulan.
d. Menghitung rata-rata penggunaan tiap bulan (CA) masing-masing item obat
dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
CA : Konsumsi rata-rata perbulan disesuaikan dengan stock obat.
CT : Konsumsi total selama periode sebelumnya.
RM : Lama periode sebelumnya (dalam bulan).
e. Mencari safety stock level (SS) menggunakan rumus:
Keterangan:
CA : Konsumsi rata-rata perbulan disesuaikan dengan stok obat.
LT : Lead time yaitu 2 hari = 2/30 (bulan).
f. Mencari Stock On Hand menggunakan data stock opname bulan Januari-Juni
2011, sedangkan nilai Stok On Order dianggap 0 karena diasumsikan kita
tidak memesan obat pada saat itu.
g. Melakukan perhitungan SuggestedQuantity of Order dalam basic unit (BU)
dengan rumus :
Keterangan :
SQo : jumlah yang dipesan
PP : periode pengadaan (bulan), karena dilakukan untuk 1 tahun berarti PP
=12
CA = CT ÷ RM
SS = CAxLT
SQo = CAx(LT + PP) + Ss – (S1 + S0)
S1 : stok yang ada sekarang (dalam satuan BU)
S0 : stok yang sudah dipesan atau dalam perjalanan, diasumsikan = 0
(dalam satuan BU)
h. Menghitung Adjusted Quantity of Order yang merupakan nilai Suggested
Quantity to Order ditambah asumsi terjadinya kehilangan sebesar 0,6% dari
Suggested Quantity to Order. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya
stock out (Quick et al, 1997).
i. Mencari Probable Pack Price untuk masing-masing item obat yang dilakukan
dengan menambah harga item obat dengan kenaikan sebesar 10% dari harga
sebelumnya.
j. Menghitung biaya (Value Of Proposed Order) untuk tiap item obat yang
diperoleh dari nilai Adjust Quantity of Order dikalikan dengan Probable Pack
Price.
Tabel hasil perhitungan rencana kebutuhan obat abzad T sampai dengan Z RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan
perhitungan, total biaya untuk perencanaan obat abjad T sampai dengan Z adalah
3.466.184.976,-. Hasil perhitungan perencanaan IFRS PKU Muhammadiyah
dengan metode konsumsi selengkapnya dengan analisis ABC dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Melakukan evaluasi perencanaan dengan analisa ABC dan VEN.
Evaluasi perencanaan dilakukan bertujuan untuk memperkecil total
investasi pada persediaan dan menjual/menyediakan berbagai produk yang benar
untuk memenuhi permintaan konsumen, hal ini sangat penting ketika total biaya
yang direncanakan jauh lebih besar dibandingkan total biaya yang tersedia,
sehingga dengan evaluasi perencanaan dapat dipilih prioritas obat-obatan yang
harus dan tidak harus untuk diadakan.
Evaluasi perencanaan yang dilakukan menggunakan analisa ABC dan
VEN, kedua metode analisis ini merupakan metode yang umum digunakan dalam
evaluasi perencanaan karena dianggap memberikan hasil yang efisien dalam
perencanaan obat. 1. Analisis ABC
Hasil analisis dengan evaluasi ABC memfokuskan pada obat-obat yang
termasuk ke dalam kategori A (dan B jika perlu) yang memerlukan pengendalian
yang lebih ketat agar pengadaan obat efisien sesuai kebutuhan. Pengendalian yang
kurang pada jenis obat ini dapat menimbulkan kerugian finansial, seperti stok
yang berlebih hingga ED atau rusak sebelum digunakan.
Tabel 3. Hasil evaluasi perencanaan dengan analisis ABC
KelompokJumlah
Item PersentaseNilai
A 23 15% < 75 %
B 24 16% 75 – 90 %
C 106 69% > 90 %
Total 153 100% 100%
Berdasarkan hasil analisis dengan metode ABC yang dilakukan sudah sesuai
dengan teori dari Quick et all. (1997). Jumlah item kelompok A berdasarkan
perhitungan adalah 23 dengan persentase 15%, dan teori menyebutkan bahwa
kategori A mencakup 10-20%, sehingga niainya telah sesuai. Jumlah item untuk
kelompok B adalah 24 dengan persentase 16%, yang juga telah sesuai dengan
teori yang menyebutkan bahwa kategori B mencakup 10-20%. Dan untuk
kelompok C jumlahnya adalah 106 dengan persentase 69%, dimana teori
menyebutkan bahwa kategori C mencakup 60-80%. Seperti telah disebutkan
diatas, bahwa prioritas pengendalian yang lebih ketat adalah untuk obat-obat yang
masuk ke dalam kategori A, karena menyerap biaya 70-80% dari dana
perencanaan dengan total item 10-20% dari total item yang direncanakan. Hasil
evaluasi perencanaan selengkapnya dengan analisis ABC dapat dilihat pada
Lampiran 2.
2. Analisis VEN
Hasil analisis dengan evaluasi VEN memfokuskan obat berdasarkan
kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan, sehingga dapat memberikan
gambaran atau fokus perencanaan terhadap obat-obat yang memberikan kontribusi
terbesar dalam pelayanan kesehatan, yang memang harus selalu tersedia di RS.
Tabel 3. Hasil evaluasi perencanaan dengan analisis ABC
KelompokJumlah
Item Persentase
V 10 6,54%
E 119 78%
N 24 15,7%
Total 153 100%
Hasil evaluasi perencanaan selengkapnya dengan analisis ABC dapat
dilihat pada Lampiran 2. Fokus dari hasil analisis VEN adalah obat-obat dalam
kategori Vital dan Essensial. Obat-obat dalam kategori ini harus selalu tersedia
dalam jumlah yang cukup dan dihindari terjadinya kekososngan, karena akan
berdampak pada terhambatnya kegiatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
Karena obat-obat yang tergolong ke dalam keategori Vital merupakan obat-obat
yang termasuk dalam potensial life saving drug, mempunyai efek withdrawl
secara siginifikan atau sangat penting dalam penyediaan pelayanan kesehatan
dasar. Sedangkan yang tergolong dalam kategori Essential adalah obat-obat yang
efektif untuk mengurangi kesakitan, namun demikian sangat signifikan untuk
bermacam-macam obat tapi tidak vital untuk penyediaan sistem kesehatan dasar.
Disampin itu, hasil analisis VEN dapat digunakan untuk IFRS RS PKU
Muhammadiyah dalam menentukan obat-obat mana saja yang harus selalu
tersedia di rumah sakit, obat yang masih bisa digantikan fungsinya dengan obat
lain yang mempunyai efek terapetik yang sama, serta obat mana yang merupakan
obat penunjang bagi kesembuhan pasien.
Berdasarkan analisis ABC dan VEN, selanjutnya dapat dilakukan
kombinasi diantara keduanya, sebagai acuan dalam perencanaan pengadaan obat
yakni memberikan gamaran obat yang paling dibutuhkan dengan biaya yang
relatif lebih kecil. Metode kombinasi ini disebut analisis PUT. Analisis PUT
mempertimbangkan kedua aspek, baik profit maupun efek terapi.
ABC
VEN
A B C
V V – A V - B V – C
E E – A E - B E – C
N N – A N - B N – C
Keterangan :
P (Prioritas) : obat golongan AV, BV, dan CV
U (Utama) : obat golongan AE, BE, dan CE
T (Tambahan) : obat golongan AN, BN, dan CN
Berdasarkan matriks tersebut, memberikan pilihan dalam perencanaan
obat, yaitu :
a. Prioritas: Harus diadakan tanpa memperdulikan sumber anggaran.Pada analisis
ABC dan VEN termasuk dalam kelompok AV, BV dan CV
b. Utama: Dialokasikan pengadaannya dari sumber dana tertentu.Pada analisis
ABC dan VEN termasuk dlm kelompok AE, BE, CE.
c. Tambahan : Dialokasikan pengadaannya setelah obat prioritas dan utama
terpenuhi. Pada analisis ABC-VEN dlm kelompok AN, BN dan CN.
5. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari proses perencanaan IFRS RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta dinataranya adalah :
1. Berdasarkan metode konsumsi, total biaya perencanaan untuk obat dengan
abzad T sampai dengan Z adalah Rp 3.466.184.976,-
2. Hasil evaluasi dengan metode ABC, untuk kategori A memiliki persentase
15%, kategori B 16% dan kategori C 69% dari total item obat keseluruhan.
3. Hasil evaluasi dengan metode VEN, untuk kategori Vital memiliki persentase
6,54%, kategori essensial 78% dan kategori non essensial 15,7% dari total item
obat.
B. PENGADAAN
1. Tujuan pembelajaran
a. Mahasiswa dapat menjelaskan macam-macam metode pengadaan serta
kelebihan dan kekurangan masing-masing.
b. Mahasiswa dapat menghitung ROP, EOI dan EOQ untuk efisiensi proses
pengadaaan.
2. Dasar Teori
Pengadaan merupakan proses penyediaan obat yang dibutuhkan di Rumah
Sakit dan untuk unit pelayanan kesehatan lainnya yang diperoleh dari pemasok
eksternal melalui pembelian dari manufaktur, distributor, atau pedagang besar
farmasi.Menurut KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 639/MENKES/SK/V/2003 tentang PEDOMAN UMUM
PENGADAAN OBAT PELAYANAN KESEHATAN DASAR TAHUN 2003
pengadaan obat dilaksanakan dengan berpegang kepada daftarobat sebagi berikut:
a. Obat Sangat Sangat Esensial (SSE) adalah obat yang harus dijamin
ketersediaannya secara tepat waktu, tepat jenis dan mutu terjamin serta resiko
seminimal mungkin untuk menjamin kesinambungan pelayanan kesehatan di
Kabupaten/Kota;
b. Obat Sangat Sangat Esensial (SSE) adalah obat yang masih mengandung resiko
dalam kemampuan suplainya di daerah;
c. Obat Esensial (E) adalah obat yang diperlukan dan sering digunakan serta tidak
mengandung resiko dalam hal kemampuan suplai di daerah.
Siklus pengadaan tercakup pada keputusan-keputusan dan tindakan dalam
menentukan jumlah obat yang diperoleh, harga yang harus dibayar, dan kualitas
obat-obat yang diterima.Siklus pengadaan obat mecakup pemilihan kebutuhan,
penyesuaian kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, penetapan atau
pemilihan pemasok, penetapan masa kontrak, pemantauan status pemesanan,
penerimaan dan pemeriksaan obat, pembayaran, penyimpanan, pendistribusian
dan pengumpulan informasi penggunaan obat (Quick, et all., 1997).
Gambar 1. Siklus Pengadaan Obat
Pengadaan obat pada IFRS dapat dilakukan dengan beberapa metode sebagai
berikut:
1. Tender Terbuka
Tender terbuka merupakan metode yang melibatkan berbagai sumber
penyedia obat. Sebelum dilakukan tender, maka pengumuman akan
dilakukannya tender dapat melalui mass media atau surat pengumuman.
Peserta tender yang akan ikut dalam proses tender sebelumnya mesti
melengkapi persyaratan yaitu: spesifikasi, cara dan jadwal pengiriman, tgl
terakhir penerimaan proposal. Metode ini memiliki kelebihan pada penetapan
harga yang lebih menguntungkan.
2. Tender terbatas (restricted tender)
Merupakan metode yang melibatkan sejumlah tertentu peserta dengan riwayat
yang baik. Masing-masing dari peserta mendapat undangan sifatnya
tertutup.Tender ini memiliki karakteristik proses yang lebih singkat, biaya
lebih hemat dan beban kerja lebih ringan bila dibandingkan dengan tender
terbuka. Metode ini mampu mengurangi resiko lead time yg terlalu panjang
serta harga masih bisa dikendalikan.
3. Negosiasi (Negotiated procurement)
Metode ini digunakan bila item obat tidak urgent dan tidak dalam jumlah
banyak. Metode pengadaan relatif sederhana dan waktu lebih lebih pendek,
Tujuan seleksi obat Menentukan jumlah
yang dibutuhkan
Menyesuaikan
kebutuhan dan dana
Memilih metode
pengadaan
Mencari dan memilih
pemasok
Menetukan
persyaratan kontrak Monitor status
pemesanan
Menerima dan
memeriksa obat-
obatan
Pengumpulan
inf ormasi
pemakaian
serta pengelola obat dapat menawarkan secara rinci kepada pemasok . Metode
negosiasi sering digunakan untuk kontrak pengadaan obat jangka panjang
4. Pengadaan Langsung
Pengadaan obat dengan metode langsung adalah cara yang paling sederhana,
dimana pada metode ini dilakukan pembelanjaan sesuai dibutuhkan langsung
kepada pemasok. Akan tetapi, dalam metode ini bargaining power pengelola
suplai lemah karena tidak ada pilihan lain. Pelaksanaan metode langsung ini
sebaiknya dilakukan pada saat keadaan darurat, item obat sedikit, atau jika tak
mungkin dilakukan negosiasi. Kelemahan lain metode ini adalah harga yang
relatif lebih mahal (Quick, et all., 1997).
Tabel 4. perbandingan karakteristik metode pengadaan
Metode DeskripsiEfek harga
Lead Time
Beban kerja
Kebutuhan Evaluasi supplier
Kondisi pemilihan metode
Tender terbuka
Terbuka untuk semua supplier
Biasa
nya
lebih
murah
Sedang
- lama
Tinggi Tinggi Jika terdapat banyak
supplierdengan reputasi baik,
tertarik mengikuti tender, dan
tidak ada regulasi
prakualifikasi
Tender tertutup
Terbatas untuksupplier tertentu yang telah terdaftar pemerintah dan lolos prakualifikasi
Meng
untun
gkan
Sedang
-lama
Tinggi Tinggi - Jika terdapat banyak suplier yang yang sudah diregistrasi.
- Jika ada kemampuan untuk melakukan prakualifikasi dan monitoring supplier
Competi-tive Negotiation
Melakukan pendekatan dengan sejumlah kecilsupplier terpilih dan tawar menawar untuk pencapaian harga khusus atau penetapan servis.
Dapat
meng
untun
gkan
Pendek
-sedang
Sedang Tinggi -Sudah ada pengalaman dalam pembelian dg akses ke pasar mudah.
-Harga barang yg akan dibeli murah atau volume pembeliannya kecil.
-Untuk pembelian darurat
Pengada-an langsung
Pembelian langsung dari supplier dengan harga yang telah ditentukan oleh supplier ataupun dengan harga negosiasi.
Biasa
nya
mahal
Pendek
-sedang
Rendah Tinggi -Pembelian darurat ketika negosiasi tidak memungkinkan.
-Pembelian pada suplier tunggal.
-Harga obat murah atau volume pembeliannya kecil.
Sumber: Quick et all., 1997
Sistem pengadaan perbekalan farmasi merupakan penentu utama
ketersediaan obat dan biaya total kesehatan. Oleh karena itu, pengadaan
perbekalan farmasi harus dilakukan dengan sefektif mungkin. Kriteria pengadaan
yang efektif antara lain:
1. Membeli obat yang tepat dengan jumlah yang tepat.
2. Memperoleh harga pembelian serendah mungkin.
3. Menjamin obat yang diadakan memenuhi standar kualitas.
4. Mengatur pengiriman obat dari supplier (penyalur) secara berkala (dalam
waktu tertentu), menghindari kelebihan persediaan, maupun kekurangan
persediaan.
5. Menjamin keandalan supplier baik dari pelayanan maupun kualitas obat.
6. Mengatur jadwal pembelian obat dan tingkat penyimpanan yang aman untuk
mencapai total lebih rendah.
Pengendalian Persediaan
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengendalikan persediaan obat
adalah menggunakan analisis EOQ,EOI, dan ROP. Metode analisis ini mudah
digunakan akan tetapi didasarkan pada beberapa asumsi :
1. Permintaan diketahui dan bersifat konstan
2. Lead Time yaitu waktu antara pemesanan dan penerimaan, diketahui dan
konstan
3. Permintaan diterima dengan segera
4. Tidak ada discount
5. Biaya yang terjadi hanya biaya set up atau pemesanan diketahui dan bersifat
konstan
6. Tidak terjadi kehabisan stok
1. EOQ (Economic Order Quantity)
Metode ini menentukan jumlah perbekalan farmasi yang paling ekonomis
yang harus dipesan. Metode ini menetapkan jumlah order maksimal dalam
waktu tertentu dengan meminimalkan biaya. Perhitungan EOQ dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
EOQ = Jumlah optimal barang per pesanan
S = Jumlah permintaan per tahun
Co = Cost per Order (Biaya pemesanan setiap pesan)
Cm = Cost of Maintenance (Biaya penyimpanan per tahun)
U = Cost per Unit (Harga obat per unit)
Faktor yang termasuk biaya pemesanan antara lain:
a. Biaya telepon dan surat-menyurat
b. Biaya tenaga kerja di bagian pendukung seperti gudang atau penerimaan
c. Biaya pengepakan dan penimbangan
d. Biaya pemeriksaan penerimaan
e. Biaya pengiriman ke gudang
Biaya penyimpanan meliputi:
a. Biaya fasilitas penyimpanan (penerangan, pemanas, exhaust fan, cold storage,
dll.)
b. Biaya modal (Opportunity cost of capital)
c. Biaya resiko pencurian dan kerusakan
d. Biaya asuransi
e. Biaya pajak persediaan
f. Biaya pengelolaan atau administrasi penyimpanan.
2. EOI (Economic Order Interval)
Metode ini dilakukan untuk menentukan interval waktu yang dibutuhkan
untuk pemesanan perbekalan farmasi yang dianggap paling ekonomis. Dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :
Keterangan :
S = Jumlah permintaan per tahun
Co = Cost per Order
Cm = Cost of Maintenance
U = Cost per Unit
3. ROP (Re Order Point)
Metode ini dilakukan untuk menentukan jumlah persediaan yang ideal untuk
pemesanan ulang suatu perbekalan farmasi. Dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
Keterangan : D = Jumlah konsumsi, L = Lead Time
3. Pelaksanaan
a. Metode : Praktek dan Tutorial.
b. Kegiatan :
Melakukan analisis EOQ, EOI, ROP untuk perencanaan pengadaan obat RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan abjad T-Z untuk tahun 2012 berdasarkan
data konsumsi obat bulan Januari-Juni 2011.
c. Lokasi dan Waktu : lokasi di Ruang IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit) dan
Perpustakaan. Volume 1 kertas kerja.
4. Hasil dan Pembahasan
Pengadaan obat di IFRS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sebagian besar
mengguanakan sistem Negosiasi (Negotiated procurement) dan sisanya dengan
sistem Pengadaan langsung. Kedua metode ini dipilih karena dianggap lebih
efisien dibandingkan tender tertutup maupun terbuka. Melalui metode negosiasi
dapat dilakukan perundingan untukpenentuan harga, tawar menawar guna
pencapaian spesifik harga atau penetapan servis. Untuk pengadaan langsung dapat
mencegah terjadinya stock out, karena pengadaan dapat dilakukan kapan saja
secara langsung setiap keperluan ketika stok obat sudah tinggal sedikit.
Sedangkan dengan menggunakan sistem tender, baik terbuka maupun
tertutup, akan memakan waktu yang lama dalam prosesnya, sehingga nanti
ditakutkan akan terjadi stock out yang berdampak pada kegiatan pelayanan
kesehatan di RS, meskipun harga yang ditawarkan relatif lebih murah. Namun,
pengadaan dengan metode negosiasi tetap dapat mendapatkan harga yang lebih
rendah seperti pada metode tender karena telah melalui tawar-menawar dan
kesepakatan antara pihak rumah sakit dan supplier.
Pengendalian persediaan sangat penting mengingat jumlah investasi dalam
penyediaan obat dan alat kesehatan sangatlah besar. Apabila dalam proses
pengadaanya tidak dikendalikan dengan tepat dapat menimbulkan problem, baik
secara medik maupun secara ekonomik. Dengan pengendalian persediaan yang
tepat diharapkan dapat menghindari stock out dan stock obat yang menumpuk.
Pengendalian persediaan yang efektif maka dapat memperkecil total investasi
pada persediaan serta dapat menyediakan berbagai produk yang benar untuk
memenuhi permintaan pasien. Hal tersebut dapat tercapai apabila dapat
menentukan (1) berapa banyak suatu item barang akan dipesan pada suatu waktu,
(2) kapan dilakukan pemesanan ulang terhadap item tersebut, dan (3) item mana
yang perlu dilakukan pengawasan. Untuk dapat menetapkan ketiga hal tersebut
perlu dilakukan analisis pengendalian, salah satunya adalah menggunakan metode
analisis EOQ, EOI, dan ROP.
EOQ (Economic Order Quantity) digunakan untuk menentukan jumlah
perbekalan farmasi yang paling ekonomis yang harus dipesan dan untuk
menetapkan jumlah order maksimal dalam waktu tertentu dengan meminimalkan
biaya. Untuk dapat mengetahui EOQ, dibutuhkan data jumlah permintaan obat
dalam setahun, biaya pemesanan setiap kali pesan, dan biaya penyimpanan per
tahun untuk setiap unit obat. Jumlah permintaan obat dalam setahun didasarkan
pada konsumsi obat pada bulan Januari-Juni 2011 yang telah dihitung dan
disesuaikan dengan adanya resiko penyusutan, seperti kehilangan, barang rusak,
atau kadaluarsa sebesar 0,6%. Biaya pemesanan diasumsikan Rp 8.500,00 dan
biaya penyimpanan per item obat per tahun diasumsikan 20% dari harga obat per
unit.
EOI (Economic Order Interval) digunakan untuk menentukan interval
waktu pemesanan selanjutnya yang paling ekonomis. Untuk dapat mengetahui
EOI, data yang dibutuhkan sama seperti EOQ. Sedangkan ROP (Reorder Point)
menunjukkan jumlah persediaan yang ideal saat dilakukannya pemesanan ulang.
Artinya agar tidak terjadi penumpukan barang di gudang dan menambah biaya
penyimpanan serta agar tidak terjadi kekosongan stock, sebaiknya dilakukan
pemesanan ulang pada saat stock obat di gudang sudah mencapai jumlah ROP.
Sebagai contoh perhitungan untuk pengadaan Takelin Injeksi 250 mg
ASKES berikut ini:
Total permintaan 1 tahun (S) = 1.488 tablet
Biaya penyimpanan (Cm) = 20%
Biaya pemesanan (Co) = Rp 8.500,00
Harga per unit (U) = Rp 14.630,- (setelah ditambah kenaikan 10%)
Lead time = 2 hari
Jumlah konsumsi per tahun = 1.594
Dari data tersebut dapat dihitung nilai EOQ, EOI, dan ROP sebagai berikut:
1. EOQ
EOQ = 92,97 Tablet ≈ 93
2. EOI
EOI = 0,062tahun = 0,744 bulan = 22,32 hari ≈ 22 hari
3. ROP
ROP = 8,73 Tablet ≈ 9 tablet
Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa jumlah Injeksi Takelin 250
mg ASKES yang paling ekonomis yang harus dipesan dalam setiap kali
melakukan pemesanan adalah sebanyak 93 tablet dengan jarak waktu pemesanan
22 hari dan pemesanan dilakukan pada saat stock obat di gudang 9 tablet. Hasil
perhitungan EOI, EOQ dan ROP untuk obat-obatan dengan abzad T-Z dapat
dilihat pada Lampiran 3.
5. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari proses pengadaan IFRS RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta dinataranya adalah :
1. Pengadaan obat di IFRS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dilakukan dengan
sistem pengadaan negosiasi dan pengadaan langsung.
2. Hasil perhitungan EOI, EOQ dan ROP untuk obat-obatan dengan abzad T-Z
dapat dilihat pada Lampiran 3.
3. Analisis dengan EOQ menunjukkan jumlah obat yang paling ekonomis yang
harus dipesan dalam setiap kali melakukan pemesanan. EOI menunjukkan
jarak waktu pemesanan yang paling ekonomis dalam pengadaan. Dan ROP
menunjukkan pada sisa obat berapa dilakukan pemesanan selanjutnya.
C. PEMILIHAN DAN EVALUASI PEMASOK
1. Tujuan pembelajaran
a. Mengetahui kriteria/persyaratan pemasok di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta.
b. Mengetahui prosedur evaluasi pemasok di RS Muhammadiyah
Yogyakarta.
2. Dasar Teori
Pemasok obat untuk rumah sakit pada umumnya adalah industri
farmasi dan pedagang besar farmasi. Untuk memperoleh obat/sediaan obat
yang bermutu baik, perlu dilakukan pemilihan pemasok yang baik dan
produk obat yang memenuhi semua persyaratan dan spesifikasi mutu. Jadi
salah satu komponen dari Praktik Pengadaan Obat yang Baik (PPOB) ialah
pemilihan pemasok yang memenuhi persyaratan. Kriteria pemilihan pemasok
sediaan farmasi untuk rumah sakit antara lain:
Telah memenuhi persyaratan hukum yang berlaku untuk melakukan
produksi dan penjualan (telah terdaftar)
Telah diakreditasi sesuai dengan persyaratan CPOB dan
ISO 9000
Mempunyai reputasi yang baik, artinya tidak pernah:
- Melakukan hal-hal yang melanggar hukum yang berlaku
- Menghasilkan/menjual produk obat yang tidak memenuhi syarat
- Mempunyai sediaan obat yang ditarik dari peredaran karena mutu
yang buruk
Selalu mampu dan dapat memenuhi kewajibannya sebagai pemasok
produk obat yang selalu tersedia dan dengan mutu yang tertinggi, dengan
harga yang terendah
Antara pihak IFRS dan pihak pemasok harus diadakan kontrak kerja
yang mengatur kedua belah pihak. Komponen dalam persyaratan kontrak
antara lain :
Harga harus dicantumkan. Umumnya di bawah harga pasaran karena
pertimbangan adanya potongan harga serta inflasi bunga di bank karena
berhubungan dengan harga obat tahun depan ataupun dengan biaya
penyimpanan
Syarat pembayaran. Pembayaran dilakukan melalui bank, oleh karena itu
perlu surat jaminan atas dasar kerja atau atas waktu (30,40 hari, dst)
Dokumen yang menjelaskan standar mutu harus dilampirkan, seperti data
farmakologik, farmasetik, atau farmakokinetik
Perlu mencantumkan nama dagang dan atau nama generik agar tidak
terjadi kesalahan penggunaan
Spesifikasi masing-masing barang harus dicantumkan (termasuk nama
dagang, dosis, dan statement lain)
Tanggungan-financial dititipkan di bank sebagai jaminan kepada supplier
Tanggal pengiriman, hak paten dan pengepakan
Waktu kadaluarsa, nomor batch, dll
3. Kegiatan
1. Metode : Praktek dan tutorial.
2. Kegiatan : Melakukan evaluasi pemasok berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan.
3. Lokasi dan waktu : Ruang IFRS dan perpustakaan.
Waktu : Senin-Sabtu, 14 Mei – 19 Mei 2012
4. Hasil dan Pembahasan
Dalam proses pengadaan obat, setelah ditentukan metode pengadaan
perlu dilakukan pemilihan supplier obat (rekanan/pemasok) agar
memperoleh obat yang bermutu baik dan produk yang memenuhi semua
persyaratan dan spesifikasi mutu. Dalam kerjasama antara rumah sakit dan
pihak supplier obat, perlu dibuat suatu perjanjian kerjasama (kontrak
kerja) yang mengikat dan mengatur hak dan kewajiban antara kedua belah
pihak (rumah sakit dan supplier). Perjanjian yang dibuat meliputi harga
obat (termasuk dalam hal ini adalah potongan harga dan inflasi harga);
syarat pembayaran, standar mutu (profil farmasetik, farmakokinetik,
farmakodinamik); spesifikasi barang (nama dagang, dosis, dll);
tanggungan finansial; tanggal pengiriman; hak paten dan pengepakan;
retur obat kadaluarsa; dll.
Peran supplier atau PBF sangat penting dalam proses pengadaan
perbekalan farmasi yang dilakukan oleh IFRS. Pemilihan PBF harus
dilakukan dengan seksama dan selektif karena hal ini akan mempengaruhi
ketersediaan obat di rumah sakit. Selain itu, pemilihan pemasok yang tepat
merupakan salah satu upaya untuk menghindari masalah yang dapat
mengganggu proses pengadaan dan distribusi obat di rumah sakit.
Jika rumah sakit telah melakukan kontrak pengadaan obat dengan
PBF, maka perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja dan
pelayanan PBF tersebut dalam memasok obat-obat yang dipesan oleh
IFRS serta mutu obat yang mereka kirim. Hal ini penting untuk
mengetahui apakah PBF tersebut dapat terus dijadikan pemasok untuk
obat-obat di rumah sakit di masa yang akan datang atau perlu dievaluasi
dan ditingkatkan kinerjanya.
Evaluasi dapat dilakukan dengan pemantauan status pemesanan dan
pengiriman obat, mulai dari surat pemesanan (SP) obat dikeluarkan hingga
obat diterima di gudang farmasi rumah sakit. Pemantauan status
pemesanan dilakukan untuk memonitor pengiriman barang guna
memastikan obat dan alat kesehatan dikirim tepat waktu terutama untuk
obat-obat vital, sehingga diharapkan tidak terjadi keterlambatan
pengiriman yang dapat berakibat kerugian bagi rumah sakit. Dalam
penerimaan barang perlu dilakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen
pengiriman barang yang syah (faktur lengkap, ada obat, jumlah, bacth,
ED), ED obat yang diterima minimal 2 tahun, perbekalan farmasi yang
diterima disertai material safety data sheet (MSDS).
Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta telah
melakukan evaluasi terhadap semua PBF yang menjadi pemasok obat
untuk rumah sakit tersebut. Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan. Pada kegiatan PKPA ini, evaluasi dilakukan terhadap 4
PBF yaitu PT. Kimia Farma, PT. Dos Ni Roha (DNR), PT. Anugerah
Argon Medika (AAM), PT. Kalima. Evaluasi tersebut dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
Tabel I. Data Evaluasi Kinerja Supplier
KRITERIA YANG DINILAIKimia Farma
DNR AAM Kalima
5 5 5 5Kunjungan/jam datang salesman Skor 5 =Tepat waktu sesuai jadwal P.O (jam 10.00-12.00)Skor 4 = Telat 30 menit
Skor 3 = Telat 2 jamSkor 2 = Telat > 2 jamSkor 1 = Tidak datang sama sekaliKerapian salesman, informatif - komunikasi
4 4 4 4
Skor 5 = Sangat rapiSkor 4 = RapiSkor 3 = Kurang rapiSkor 2 = Tidak rapiSkor 1 =Sangat tidak rapiInformasi-komunikasi
5 5 2 5
Skor 5 = Sangat informatif dan komunikatifSkor 4 = Informatif dan komunikatifSkor 3 = Kurang informatif dan komunikatifSkor 2 = Tidak informatif dan komunikatifSkor 1 = Sangat tidak informatif dan komunikatifKelengkapan Administrasi Pengiriman
4 4 5 5
Skor 5 = Sangat komunikasiSkor 4 = Informatif dan komunikatifSkor 3 = Kuirang Informatif dan komunikatifSkor 2 = Tidak Informatif dan komunikatifSkor 1 = Sangat tidak Informatif dan komunikatifKesesuaian barang
5 5 5 5
Skor 5 = Dikirim lengkap sesuai dengan SPSkor 4 = Dikirim tidak lengkap dengan pemberian konfirmasiSkor 3 = Dikirim dalam jumlah tidak sesuiaSkor 2 = Dikirim tidak lengkap, menyusul 1-2 hariSkor 1 = Dikirim Tidak dikirim sama sekaliED barang
5 4 4 5
Skor 5 = ED sangat panjang (lebih dari 2 tahun)Skor 4 = ED panjang (2 tahun)Skor 2 = ED kurang dari 2 tahunSkor 2 = ED pendek ( kurang dari 1 tahun)Skor 1 = ED sangat pendek (kurang dari 6 bulan)Lead time
5 5 5 5
Waktu pengirimanSkor 5 = Dikirim kurang adari 6 jamSkor 4 = Dikirim 1 hari berikutnyaSkor 3 = Dikirim 2 hari berikutnyaSkor 2 = Dikirim lebih dari 2 hariSkor 1 = Tidak dikirim sama sekaliPelayanan obat Cito
5 5 5Tidak
melayani obat cito
Waktu pengirimanSkor 5 = Dikirim 1-2 jam setelah SP dibuat Skor 4 = Dikirim 3-4 jam setelah SP dibuatSkor 3 = Dikirim lebih dari 5 jamSkor 2 = Dikirim 1 hari berikutnyaSkor 1 = Dikirim lebih dari 1 hariPelayanan obat Live saving
5 5 5
Tidak melayani obat Live
saving
Waktu pelayanan obat live saving tiap hari 24 jamSkor 5 = Dikirim 1-2 jam setelah SP dibuat Skor 4 = Dikirim 3-4 jam setelah SP dibuatSkor 3 = Dikirim lebih dari 5 jamSkor 2 = Dikirim 1 hari berikutnyaSkor 1 = Dikirim lebih dari 1 hariProsedur return 1 2 2 5
Proses cepat dan mudahSkor 5 = Waktu: minimal pada bulan ED; Kemasan: kemasan terkecil (satuan tablet dan sejenisnya)Skor 4 = Waktu: pada saat bulan ED; Kemasan: 1 blister, vial dan sejenisnyaSkor 3 = Waktu: 2 bulan sebelum ED; Kemasan: lebih dari 1 blister dan < 1 box Skor 2 = Waktu: 3 bulan sebelum ED;Kemasan: minimal 1 boxSkor 1 = Waktu: > 3 bulan sebelum ED; Kemasan: > 1 box
TOTAL 44 44 42 39
Tabel II. Persentase Data Evaluasi Kinerja Supplier
KRITERIA YANG DINILAIKimia Farma
DNR AAM Kalima
100% 100% 100% 100%
Kunjungan/jam datang salesman Skor 5 =Tepat waktu sesuai jadwal P.O (jam 10.00-12.00)Skor 4 = Telat 30 menitSkor 3 = Telat 2 jamSkor 2 = Telat > 2 jamSkor 1 = Tidak datang sama sekaliKerapian salesman, informatif - komunikasi
80% 80% 80% 86.66%
Skor 5 = Sangat rapiSkor 4 = RapiSkor 3 = Kurang rapiSkor 2 = Tidak rapiSkor 1 =Sangat tidak rapiInformasi-komunikasi
100% 100% 100% 100%
Skor 5 = Sangat informatif dan komunikatifSkor 4 = Informatif dan komunikatifSkor 3 = Kurang informatif dan komunikatifSkor 2 = Tidak informatif dan komunikatifSkor 1 = Sangat tidak informatif dan komunikatifKelengkapan Administrasi Pengiriman
80% 80% 100% 100%
Skor 5 = Sangat komunikasiSkor 4 = Informatif dan komunikatifSkor 3 = Kuirang Informatif dan komunikatifSkor 2 = Tidak Informatif dan komunikatifSkor 1 = Sangat tidak Informatif dan komunikatifKesesuaian barang
100% 91,43% 100% 93,33%
Skor 5 = Dikirim lengkap sesuai dengan SPSkor 4 = Dikirim tidak lengkap dengan pemberian konfirmasiSkor 3 = Dikirim dalam jumlah tidak sesuiaSkor 2 = Dikirim tidak lengkap, menyusul 1-2 hariSkor 1 = Dikirim Tidak dikirim sama sekaliED barang
92% 95,2% 75,8% -
Skor 5 = ED sangat panjang (lebih dari 2 tahun)Skor 4 = ED panjang (2 tahun)Skor 2 = ED kurang dari 2 tahunSkor 2 = ED pendek ( kurang dari 1 tahun)Skor 1 = ED sangat pendek (kurang dari 6 bulan)Lead time 100% 91,43% 100% 100%
Waktu pengirimanSkor 5 = Dikirim kurang adari 6 jamSkor 4 = Dikirim 1 hari berikutnyaSkor 3 = Dikirim 2 hari berikutnyaSkor 2 = Dikirim lebih dari 2 hariSkor 1 = Tidak dikirim sama sekaliPelayanan obat Cito
100% 100% 100%Tidak
melayani obat cito
Waktu pengirimanSkor 5 = Dikirim 1-2 jam setelah SP dibuat Skor 4 = Dikirim 3-4 jam setelah SP dibuatSkor 3 = Dikirim lebih dari 5 jamSkor 2 = Dikirim 1 hari berikutnyaSkor 1 = Dikirim lebih dari 1 hariPelayanan obat Live saving
100% 100% 100%
Tidak melayani obat Live
saving
Waktu pelayanan obat live saving tiap hari 24 jamSkor 5 = Dikirim 1-2 jam setelah SP dibuat Skor 4 = Dikirim 3-4 jam setelah SP dibuatSkor 3 = Dikirim lebih dari 5 jamSkor 2 = Dikirim 1 hari berikutnyaSkor 1 = Dikirim lebih dari 1 hariProsedur return
20% 40% 40% 100%
Proses cepat dan mudahSkor 5 = Waktu: minimal pada bulan ED; Kemasan: kemasan terkecil (satuan tablet dan sejenisnya)Skor 4 = Waktu: pada saat bulan ED; Kemasan: 1 blister, vial dan sejenisnyaSkor 3 = Waktu: 2 bulan sebelum ED; Kemasan: lebih dari 1 blister dan < 1 box Skor 2 = Waktu: 3 bulan sebelum ED;Kemasan: minimal 1 boxSkor 1 = Waktu: > 3 bulan sebelum ED; Kemasan: > 1 box
PERSENTASE 87,20% 87,80% 89,58% 84,99%
Tiap parameter dinilai dan diakumulasikan untuk mendapatkan nilai
rata-rata dan dipersentase. Persentase tersebut diklasifikasikan dengan nilai :
Persentase < 60% : sangat buruk
Persentase 60-70% : buruk
Persentase 70-80% : cukup
Persentase 80-90% : baik
Persentase 90-100% : sangat baik
Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan terhadap 4 PBF yaitu
PT. Kimia Farma, PT. Dos Ni Roha (DNR), PT. Anugerah Argon Medika
(AAM), PT. Kalima maka dapat diketahui bahwa ke 4 PBF tersebut masuk
dalam kriteria baik. Evaluasi tersebut bertujuan untuk mengetahui kinerja
dan kualitas supplier sehingga dapat dijadikan acuan oleh pihak rumah sakit
dalam melakukan hubungan kerjasama yang baik dan menguntungkan bagi
kedua belah pihak karena dengan hasil evaluasi tersebut dapat menjadi
bahan masukan untuk peningkatan kinerja maupun kualitas pelayanan bagi
supplier.
5. Kesimpulan
1. Kriteria pemasok di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yaitu
berdasarkan SDM pemasok dalam hal ini kunjungan salesman sesuai
jadwal yang telah ditentukan, kerapihan dan kemampuan komunikasi
SDM tersebut. Selain itu juga dengan memperhatikan kondisi dan lead
time barang masuk, pelayanan obat cito, pelayanan obat live saving, dan
prosedur retur obat.
2. Dari evaluasi terhadap 4 pemasok diperoleh hasil yaitu, untuk terhadap 4
PBF yaitu PT. Kimia Farma, PT. Dos Ni Roha (DNR), PT. Anugerah
Argon Medika (AAM), PT. Kalima termasuk dalam ktiteria baik.
Recommended