Laporan Pkl PT Antam

Preview:

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian negara Indonesia

bahkan dunia.Untuk di negara Indonesia sendirimerupakan salah satu negara yang

kaya akan sumber daya mineralnya dan hal tersebut dapat langsung dirasakan oleh

masyarakat setempat bahkan akan berdampak untuk kemajuan negara itu sendiri

akibat adanya aktivitas pertambangan,misalkan pada peningkatan infrasruktur dan

ekonomi masyarakat yang bekelanjutan. Di negara Indonesia terdapat banyak

perusahaan yang bekerja di sektor pertambangan dan salah satunya adalah

perusahaan PT. Antam (Persero), Tbk.

PT. Antam (Persero), Tbk adalah salah satu perusahaan pertambangan

yangsebagian besar sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia (65%) dan

publik (35%). PT. Antam (Persero), Tbk didirikan pada tahun 5 Juli 1968.

Kegiatan PT. Antam (Persero), Tbk sendiri mencakup kegiataneksplorasi dan

ekploitasi, pengolahan, pemurnian serta pemasaran dari cadangan dan sumber

daya mineral yang dimiliki. Komoditas utama PT. Antam (Persero) Tbk adalah

bijih nikel kadar tinggi, bijih nikel kadar rendah, emas, perak, dan bauksit. PT.

Antam saat ini memiliki 4 unit bisnis utama yaitu Unit Bisnis Pertambangan

(UBP) Nikel Sulawesi Tenggara, Unit Bisnis Pertambangan (UBP) Nikel Maluku

Utara, Unit Bisnis Pertambangan (UBP) Emas Pongkor, serta Unit Bisnis

Pengolahan dan Pemurnian (UBPP) Logam Mulia.

Untuk Pertambangan emas sendiri PT Antam (Persero), Tbk mempunyai 2

wilayah unit bisnis, yang salah satunya Unit Bisnis Pertambangan Emas

(UBPE)Pongkor yang melakukan kegiatan penambangan dan pengolahan emas

yang terletak di Gunung Pongkor, Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung,

Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

PT. Antam (Persero), Tbk, UBPE Pongkor menggunakan sistem tambang

bawah tanah (underground mining) sehinggga kegiatan penambangannya tidak

berhubungan langsung dengan udara, sedangkan metode penambangan bawah

yang digunakan di PT. Antam (Persero), Tbk UBPE Pongkor adalah metode cut

and fill yaitu mengambilbijih emas dari perut bumi kemudian rongga yang telah

kosong diisi lagi dengan material limbah (waste material, pasir dan kerikil) yang

merupakan sisa pengolahan yang telah bersih dari zat-zat bebahaya.

Pada umumnya kegiatan penambangan yang dilakukan PT. Antam

(Persero), Tbk UBPE Pongkor yaitu mencangkup kegiatan pemboran, peledakan

kemudian broken ore hasil dari peledakan tersebut dilakukan proses mucking dan

loading dengan menggunakan alat berat yaitu LHD (Load Lauling Dump) dan

kemudian dilakukan proses pengangkutan menggunakan granby menuju ke proses

pengolahanemas untuk memisahkan bijih emas dari mineral pengotornya hingga

terbentuk dore bullion.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam laporan kerja praktek ini

yaitu mengenai penambangan bijih emas di PT. Antam (Persero), Tbk UBPE

Pongkor yang meliputi kegiatan pemboran, peledakan dan dilanjutkan dengan

mucking, loading serta pengangkutan dengan menggunakan grandby menuju

crushing plantarea untuk dilakukan proses pengolahan emas dari bijih emas

hingga terbentuk dore bullion.

1.3 Maksud dan Tujuan

1.3.1 Maksud

Adapun maksud dari kegiatan praktek lapangan ini dilakukan untuk

mengetahui secara langsung kegiatan penambangan dengan metode cut and fill

seperti kegiatan pemboran, peledakan, mucking, loading, hauling serta kegiatan

pengolahan bijih emas.

1.3.2 Tujuan

Tujuan dari Kerja Praktek ini adalah untuk :

1. Untuk mengetahui produksi pemboran yang dihasilkan dari jumbo drill

per jam.

2. Untuk mengetahui tonase bongkahan batuan yang dihasilkan dari

peledakan per cut.

3. Untuk mengetahui produktivitas LHD per jam seperti pada kegiatan

mucking dan loading.

4. Untuk mengetahui alur proses pengolahan dari bijih emas hingga menjadi

dore bullion.

1.4 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan

1.4.1 Lokasi Pelaksanaan

Adapun lokasi penelitian dengan tujuan Praktek Kerja Lapangan ini

dilakukan di daerah Jawa barat yang posisi daerahnya berada di Gunung Pongkor,

Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Perusahaan Aneka

Tambang Pongkor memiliki izin usaha penambangan seluas 6047 Ha yang

menerapkan sistem Penambangan Bawah Tanah (Underground Mining) dengan

metode penambangan Cut And Fill. Gunung Pongkor sendiri terbagi menjadi

beberapa lokasi wilayah penambangan diantaranya Ciguha, Kubang Cicau dan

Ciurug.

Untuk penelitian Praktek Kerja Lapangan ini dilakukan pada beberapa lokasi

yang berbeda yaitu Ciguha, Kubang Cicau dan daerah pengolahan. Untuk di

daerah lokasi Ciguha sendiri berada di level 475 stope IV, lokasi daerah Kubang

Cicau berada di level 500 stope IVdan lokasi terakhir dalam penelitian Praktek

Kerja Lapangan ini berlokasi di daerah fabrik pengolahan.

1.4.2 Waktu Pelaksanaan

Untuk waktu pelaksanaan dalam Praktek Kerja Lapangan yang bertujuan

untuk melakukan penelitian langsung ke dalam tambang bawah tanah serta untuk

mengumpulkan data-data lapangan yang memerlukan waktu selama satu bulan

yang dimulai dari orientasi lapangan dan pengumpulan data-data terhadap

penelitian yang dilakukan di dalam tambang bawah tanah maupun diluar dalam

tambang.Adapun kegiatan Praktek Kerja Lapangan ini dimulai dari orientasi

hingga pengumpulan data yang dimulai dari 03 Agustus-04 September.

BAB II

KEADAAN UMUM DAN LANDASAN TEORI

2.1 Keadaan Umum

2.1.1 Sejarah Perusahan UBPE Pongkor

PT. Aneka Tambang Tbk adalah suatu Badan Milik Negara (BUMN) yang

berada di bawah Departemen Pertambangan dan Energi, yang memiliki Unit

Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor. UBPE ini dikepalai oleh General

Manager yang bertanggung jawab terhadap Direksi PT. Aneka Tambang.

Secara kronologis, berdirinya UBPE Pongkor dimulai pada tahun 1974,

dengan dilakukan tahap awal yang sering umum dikenal dengan kegiatan

Eksplorasi. Adapun yang ditemukan pada daerah Gunung Pongkor berupa logam

dasar Seng dan Timbal (Zn dan Pb) yang terletak pada daerah bagian Utara

Gunung Pongkor, Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,

yang kemudian hal tersebut dikemukakan oleh seorang ahli geologist dari Aneka

Tambang pada saat itu, yang melakukan kegiatan penelitian Eksplorasi dengan

jangka waktu selama 7 tahun (1974-1981). Pada tahun 1981, dilakukan survey

pendahuluan serta pengumpulan data terperinci di daerah Pongkor dan ditemukan

endapan urat kuarsa yang mengandung mineral logam Emas dan Perak.

Kegiatan penambangan di Unit Pertambangan Emas Pongkor dimulai sejak

tahun 1994, keberadaanya terletak dibawah Taman Nasional Gunung Halimun

dan Hutan Produksi, sehingga diperlukan persyaratan yang lebih ketat untuk

memperoleh Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) yang sesuai dengan

peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 1999. Hal-hal yang

berkaitan mengenai Analisa Dampak Lingkungan diperlukan syarat rekomendasi

dari Menteri Kehutanan, Menteri Lingkungan Hidup, Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia serta Direktorat Jendral Pertambangan Umum sedangkan Untuk Izin

Usaha Pertambangan sendiri di daerah Pongkor memilki luas 6047 Hektar.

Perusahaan PT.Aneka Tambang Pangkor merupakan gabungan antara saham yang

dimiliki oleh Negara, yaitu 65% dan 35% dimiliki oleh publik. Salah satu

komoditas PT Antam adalah emas. Proses produksi dan pengolahan emas terletak

di Pongkor, Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,

Provinsi Jawa Barat. Tambang Emas Pongkor ini adalah tambang emas kedua

setelah Cikotok yang dimiliki oleh PT Antam UBPE Pongkor adalah satu-satunya

tambang Indonesia yang ditemukan oleh putra/putri bangsa Indonesia.

2.1.2 Struktur Organisasi

Bagan struktur organisasi pada UBPE Pongkor terbagi menjadi beberapa

bagian sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing yang telah ditetapkan oleh

pihak perusahaan PT. Antam Tbk, dan bagan struktur organisasi tersebut dapat

dilihat dibawah ini.

Gambar 2.1 Bagan Struktur Organisasi Perusahaan UBPE Pongkor,

Jawa Barat

2.1.3 Lokasi dan Kesampain Daerah

Secara administrasi wilayah Izin Usaha Penambangan PT. Antam Tbk Unit

Bisnis Pertambangan Emas Pongkor berlokasi di daerah Desa Bantar Karet,

Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Adapun letak

lokasi Gunung Pongkor pada peta dibawah ini.

Gambar 2.2 Peta Regional Daerah Jawa Barat

Secara Geografis lokasi Izin Usaha Pertambangan di UBPE Pongkor

terletak pada koordinat 106°30’01,0” BT - 106°35’38.0”, dan 6°36’37” LS -

6°43’11.0” LS. Untuk mencapai lokasi penambangan dapat ditempuh dengan

perjalanan darat yaitu dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat

yang berjarak sekitar 54 Km ke arah Barat Daya dari kota Bogor.

2.1.4 Topografi dan Morfologi

UBPE Pongkor merupakan bagian dan satuan wilayah yang mempunyai

topografi berupa daerah pegunungan dengan ketinggian berkisar antara 500-900

meter di atas permukaan air laut, kemudian pada daerah sekitarnya merupakan

suatu daerah perbukitan sedang sampai terjal dengan komposisi 15% daerah datar

berombak, 60% daerah berombak berbukit dan 25% daerah berbukit bergunung

sedangkan morfologi berbentuk puncak bukit yang tajam dan agak membulat

dimana lereng berkisar antara 20° - 60°. Pada sisi sebelah barat laut menunjukan

relief bergelombang lemah, dimana pegunungannya menampakan adanya pola

arah yang memanjang dengan urat-urat kuarsa.

Ketebalan lapisan humus ± 2,5 meter dengan ketinggian Gunung Pongkor

rata-rata ± 750 meter. Secara umum daerah Pongkor tertutup oleh tanah laterite

dengan lapisan batuan yang berasal dari batuan vulkanik. Untuk geomorfologi

sendiri, posisi tambang emas Pongkor menurut peta mintakat fisiografi van

Bemmelen (1949) terletak di batas barat zona Bandung berbatasan dengan

pegunungan Kubah Bayah, sehingga diperkirakan yang menjadi batuan dasar

(basement rock) adalah formasi-formasi batuan yang terdapat pada pegunungan

Kubah Bayah. Jika melihat fisik batuan yang mengandung urat-urat kuarsa dan

batuan yang berubah pada umumnya adalah breksi dan lapili yang disertai dengan

sisipan batu lempung dan batu pasir halus yang ditemukan pada lorong (tunnel)

pertambangan emas, maka batuan yang mengandung urat-urat kuarsa berupa

mineral emas tersebut diperkirakan berasal dari formasi Cimapag.Geomorfologi

daerah Pongkor terbagi menjadi 4 satuan bentuk lahan, dengan urutan kejadian

seperti dibawah ini.

1. Bentuk lahan Gunung api Astana

2. Bentuk lahan lereng Gunung api Pongkor

3. Bentuk lahan Denudasional Gunung Pongkor

4. Bentuk lahan lereng Gunungapi Cianten lereng

2.1.5 Keadaan Geologi dan Mineralisasi serta Litologi

2.1.5.1 Keadaan Geologi

Untung dan Wirosudarmo (1975), mengungkapkan bahwa pola struktur

yang berkembang di pulau Jawa dan Madura cenderung berarah Barat-Timur

sedangkan di Jawa Barat umumnya mengikuti pola Sumatera yaitu Barat laut-

Tenggara. Untuk daerah Unit Bisnis Pengolahan Emas Pongkor sendiri apabila

ditinjau dari aspek keadaan geologi bahwa terdapat tiga urat emas utama yang

merupakan endapan emas-perak terletak pada daerah Ciguha, Kubang Cicau dan

Ciurug seperti yang terlihat pada contoh gambar dibawah ini.

Gambar 2.3 Penampang Tiga Urat Utama (Dept. Quality Control PT. Antam

(Persero), Tbk UBPE Pongkor, 2015)

Wilayah Gunung Pongkor terletak tepat pada posisi timur laut dari Kubah

Baya.Keadaan physiographic ini terdiri dari sabuk paleogenesedimen pada bagian

selatan yang terlapisi oleh unit sedimen yang lebih muda, sabuk vulkanik pada

bagian pusatnya serta pada sabuk utara terdapat batuan sedimen dari Miosen

Tengah sampai Pliosen.Pengendapan Gunung Pongkor dengan urutan batuan beku

berumur Tersier yang terdiri dari breksi tuf, tuf lapili dan intruksi andesit yang

terbentuk bersamaan dengan breksi vulkanik secara luas. Intrusi andesit terlihat

pada bagian timur dan bagin barat dari area Gunung Pongkor. Berdasarkan

assosiasi maka batuan andesit yang membentuk Gunung Pongkor berhubungan

dengan formasi andesit tua, formasi cimapag dan formasi bojongmanik.

Mineralisasi emas dan perak di Gunung Pongkor ditemukan pada batuan gunung

api yang disusun oleh aglomerat, tufa, breksi dan lava andesit. Secara paragenesa

kadar emas yang ditemukan dalam urat kuarsa terletak pada zona ubahan

hidrotermal yang meliputi daerah seluas 11 km x 6 km. Gunung Pongkor

memiliki struktur geologi dengan jalur gunung api yang masih aktif memanjang

dari Barat ke Timur 30-40 km yang umumnya masih tertutup dengan hutan

primer. Pada bagian Selatan terutama di sepanjang sungai Cikaniki terdapat

batuan tufa breksi dan sisipan batu lempung.

Struktur geologi tidak terlepas dari proses alam yang pada umumya terdiri

dari komponen struktur utama yang selalu dapat diamati serta dianalisa

keberadaanya yaitu kekar dan sesar, adapun di daerah Gunung Pongkor terdapat

sesar dengan arah N 190° E dan N 225° E dengan sudut kemiringan (dip) hampir

tegak yang telah terisi oleh urat kuarsa. Berdasarkan data geologi yang telah

terdata maka di daerah Gunung Pongkor terdiri beberapa sesar diantaranya Sesar

Cikaniki, Sesar Cihalang, Sesar Cidurian, Sesar Curug Bitung, Sesar Ciguha,

Sesar Ciurug, Sesar Gunung Singa, Sesar dan Sesar Teulukwaru.

Gambar 2.4 Peta Geologi Gunung Pongkor

2.1.5.2 Mineralisasi

Mineralisasi merupakan suatu proses yang terjadi akibat adanya pengkayaan

dari magma ke batuan atau yang lebih dikenal dengan proses hidrotermal sehingga

pada batuan baik yang surface maupun subsurface akan terisi oleh berbagai jenis

mineral. Hal demikian terjadi juga pada Gunung Pongkor yang diisi oleh mineral

logam emas dan perak yang tersebar di daerah Ciguha Utama dan Timur, Kubang

Cicau, Pasir Jawa serta Ciurug.

a. Urat Ciguha Utama dan Timur

Urat Ciguha memanjang sekitar 900 m dengan lebar antara 1,0 – 2,5 m dan

arah N 170° E, kemiringan 70° - 75° kearah barat. Urat ini terdapat dalam batuan

breksi dan tufa andesetik yang telah mengalami ubahan. Urat Ciguha mempunyai

bentangan panjang sekitar 1500 m yang ditandai dengan urat-urat kuarsa yang

tipis dengan kerapatan 1 - 3 m dan lebar 1 - 40 cm yang memperlihatkan arah

penyebaran sejajar dengan urat kuarsa yang sangat umum dijumpai sepenjang

terowongan. Zona bijih pada urat utama tersebar sepanjang 135 m dengan kadar

rata-rata 4,0 – 28.18 gr/ton dan pada urat timur tersebar sepanjang 235 dengan

kadar rata-rata 4.0 - 28.46gr/ton Au.

b. Urat Kubang Cicau

Urat Kubang Cicau merupakan suatu urat yang terdiri dari urat utama yang

arahnya dari utara – selatan dengan sudut kemiringan antara 65° - 75° kearah

timur dengan lebar 2 -10 m dan beberapa urat lainnya antara N 330° E – N 355°

dengan sudut kemiringan 60° - 70° ke arah timur sedangkan penyebaran mineral

sepanjang kurang lebih 2500 m.

c. Urat Ciurug

Urat Ciurug memanjang kurang lebih 2500 m dengan arah N 330° E – N

355° E dengan kemiringan 55° - 70° ke arah timur dengan lebar antara 2 – 2.5 m.

d. Urat Pasir Jawa

Urat Pasir Jawa memanjang sekitar 1200 m dengan lebar antara 2 – 8 m dengan

jurus N 170° E dan kemiringan 70° - 75° ke arah barat. Pada daerah ini telah

mengalami ubahan pada kuarsa menjadi ubahan argilik (mineral teralterasi

menjadi lempung) dan propilitisassi (mineral teralterasi menjadi klorit limonit)

dengan peretakan batuan sangat rapat yang sebagaian besar terisi oleh kuarsa,

limonit, oksida mangan dan lempung terutama di sekitar kontak urat.

Tabel 2.1 Cadangan dan Kadar Rata-rata Bijih Emas Gunung Pngkor

Lokasi Jumlah Cadangan(ton)

Kadar Emas(gr/ton)

Kadar Perakgr/ton)

Ciguha 962.863 15.88 215.38

Kubang Cicau 1.955.346 10.41 98.86

Ciurug 2.311.642 16.96 179.13

Total Rata-rata 5.229.852 77714.31 15579

2.1.5.3 Litologi

Berdasarkan Peta geologi Bogor, jawa barat dengan skala 1 : 100.000 ( A.C

Efendi, 1986) batuan dasar daerah Pongkor dan sekitarnya dapat dikelompokkan

menjadi beberapa satuan batuan sebagai berikut.

Batuan Vulkanik Tak terpisahkan (QVu) termasuk breksi dan aliran lava terutama

bersifat andestik yang meliputi wilayah sekitar Gunung Pongkor diantaranya G.

Masigit, G. Dahu, G. Wiru, G. Malng dan G. Singa.

Bentuk Vulkanik yang lebih tua berupa tufa batu apung pasiran yang

merupakan hasil erupsi gunung api lebih tua.

Aliran Lava (Qvl), bersusunan basalt dengan kandungan mineral labrodonit,

piroksen dan hornblende. Batuan lva ini di beberapa tempat mencirikan

struktur lempeng dan sebarannya sebagian besar menempati di sekitar G.

Singa.

Tufa batu apung pasiran ) Qvst), terdiri dari tufa batu apung dan tufa pasiran

yang merupakan hasil dari endapan G. Salak. Di daerah Ciurug berisikan

batuan tufa batu apung yang dinamakan tras. Batuan tersebut umumnya

berlapis tidak baik, berbutir halus sampai kasar.

Tanah pelapukan yang terjadi pada batuan di atas umumnya berupa lanau,

warna coklat kehitaman hingga kemerahan, plastisitas rendah sampai sedang,

konsistensi sangat lunak hingga lunak dan ketebalan tanah pelapukan 1-2 meter.

2.1.2 Keadaan Iklim dan Curah Hujan

Berdasarkan data klimatologi yang diperoleh dari pusat Meteorologi dan

Geofisika Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor bahwa iklim untuk di daerah

Pongkor sendiri beriklim tropis dimana iklim pengamatan terbagi menjadi musim

kemarau dan musim hujan.Musim kemarau dimulai pada bulan Mei-September,

sedangkan musim hujan berada pada bulan Okober-April yang dipengaruhi angin

musim. Untuk suhu tahunan rata-rata berkisar antara 24,8-25,9°C sedangkan

curah hujan berkisar antara 3200-4229 mm/tahun.

2.2 Landasan Teori

Tambang bawah tanah (underground mining) adalah suatu sistem

penambangan mineral, dimana seluruh aktivitas penambangan tidak berhubungan

langsung dengan udara terbuka.

Syarat-syarat tambang bawah tanah haruslah memperhatikan:

1. Katakteristik penyebaran deposit (massive, vein, sill dan lain-lain).

1. Karakteristik geologi dan hidrologi (patahan, sesar, air, dan lain-lain).

2. Karakteristik geoteknik (kuat tekan, kuat geser, kuat tarik dan lain-lain).

3. Faktor-faktor teknologi (hadirnya teknologi baru, penguasaaan teknologi,

Sumber Daya Manusia dan lain-lain).

4. Factor-faktor lingkungan (limbah pencucian, tailing, sedimentasi dan lain-lain).

Kelebihan dan kekurangan pertambangan bawah tanah yaitu:

1. Kelebihan tambang bawah tanah

a. Tidak terpengaruh cuaca karena bekerja dibawah tanah.

b. Kedalaman penggalian hampir tidak terbatas karena tidak terkait dengan SR

(Standar Rasional).

c. Secara umum beberapa metode tambang bawah tanah lebih ramah

lingkungan (cut and pill, shrinkage, stoping, stope and pillar).

d. Dapat menambang deposit dengan model yang tidak beraturan.

e. Bekas penggalian dapat ditimbun dengan tailing dam/waste.

2. Kekurangan tambang bawah tanah

a. Perlu penerangan.

b. Semakin dalam penggalian, maka resiko ambrukan semakin besar.

c. Produksi relatif lebih kecil dibandingkan tambang terbuka.

d. Masalah ventilasi, bahan peledak harus yang permissibleexplosive, debu,

gas-gas beracun.

e. Masalah safety dan kecelakaan kerja menjadi kendala.

f. Mining recovery umumnya lebih kecil.

g. Losses dan dilusi lebih susah dikontrol.

Beberapa yang harus diperhatikan dalam penambangan bawah tanah,

yaitu:

Panjang, lebar, tinggi dan tebal bahan galian, itu sangat berpengaruh

terhadap pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai produksi yang maksimal.

Kemiringan bahan galian, besar kecilnya kemiringan bahan galian

memungkinkan untuk memanfaatkan gravitasi dalam operasi sehingga

mengurangi tenaga/peralatan pengangkutan bahan galian ketempat yang

disediakan.

Akses development atau pengembangan kontruksi seperti berikut :

1. Main Haulage Level

Yaitu merupakan lubang bukaan utama tambang bawah tanah yang relatif

mendatar yang semula dibuat dari permukaan tanah.Melalui MHL ini material

dari badan bijih diangkut keluar dari tambang bawah tanah.Untuk lubang bukaan

MHL dibuat sejajar terhadap badan bijih urat Ciguha, Kubang Cicau dan Ciurug.

2. Drift Foot Wall

Merupakan lubang bukaan horizontal yang dibuat sejajar dengan badan bijih

yang terletak di bagian bawah (foot wall).Drift foot wall dibuat sepanjang urat

bijih, jadi drift foot wall menghubungkan seluruh stope atau lubang produksi

dengan MHL. Adapun dimensi dari DFW tersebut berukuran 3 m x 2.8 dengan

jarak antara tubuh bijih ke DFW sekitar 3 – 4 m.

3. Service Way dan Man Way

Lubang bukaan vertikal yang menghubungkan lubang bukaan di bawahnya

(drift foot wall) dengan front kerja (stope yang berada di atasnya). Lubang bukaan

ini dibagi menjadi dua bagian yaitu manway dan mine service.Man way digunakan

untuk mengangkut peralatan – peralatan seperti pipa air, pipa udara dan pipa

filling.

4. Drift Vein

Merupakan lubang bukaan horizontal yang dibuat sepanjang tubuh bijih

sehingga pada drift vein ini bisa diharapkan bijih langsung dihasilkan.

5. Raise (Lubang Naik)

Merupakan lubang bukaan vertikal yang menghubungkan tambang bawah

tanah dengan permukaan yang digunakan juga untuk ventiasi tambang dan

transportasi antar level ke permukaan. Ukuran raise dengan dimensi 3 m x 2 m,

maka lubang naik untuk pemboran (raise boring) dapat langsung digunakan untuk

berbagai keperluan sesuai keperuntukan.

6. Cross Cut

Yaitu lubang bukaan yang memotong tubuh bijih dan digunakan sebagai

ruangan penempatan kompresor, blower/exchaust fan, gardu listrik bawah tanah,

gudang bahan peledak, lokasi untuk recharger locomotif battery dan lokasi untuk

gerak looder serta LHD.

2.2.1 Bagian dalam Tambang Bawah Tanah

2.2.1.1 Penyanggaan (Supported)

Perusahaan Aneka Tambang yang terletak di daerah Desa Bantar Karet

berada di Gunung Pongkor menerapkan sistem tambang bawah tanah sehingga

dalam pemasangan penyanggaan berguna untuk menahan batuan yang ada di

bagian atap (roof) dan dinding (wall) agar tidak mudah runtuh. Di perusahaan

Aneka Tambang Pongkor merupakan formasi batuan beku andesit dimana

sebagiannya telah mengalami pelapukan sehingga penyanggaan merupakan tahap

yang penting bagi perusahaan Aneka Tambang.Untuk penyanggaan sendiri yang

digunakan oleh perusahaan Aneka Tambang yaitu terdiri dari beberapa jenis

seperti Rockbolt, Wiremess, Weldmess dan Shortcrete.

1. Rock bolt

Rock bolt merupakan jenis penyangga yang dimiliki oleh perusahaan Aneka

Tambang Pongkor yang digunakan untuk menyangga batuan agar tidak mudah

runtuh serta memiliki kapasitas kekuatan untuk menyangga batuan dengan bobot

30-40 ton.

Gambar 2.5 Rock bolt Aktif/Penyanggan

2. Wire mess dan weld mess

Wire mess dan Weld mess digunakan untuk menyangga reruntuhan batuan

atau batuan yang telah mengalami pelapukan. Untuk ukuran wire mess<10cm

sedangkan Weldmess berukuran 10cm.

Gambar 2.6 Wire mess dan Weld mess

3. Shortcrete

Shortcrete merupakan bahan material berupa semen dan pasir serta

ditambahi dengan bahan kimia agar dapat digunakan untuk sebagai penyanggaan

batuan, umumnya perusahaan Aneka Tambang menggunakan Shortcrete untuk

batuan kelas satu berdasarkan perhitungan Rock Mass rating.

Gambar 2.7 Short crete atau Semen Perekat

2.2.1.2 Perbengkelan

Di Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor memiliki tempat perbengkelan

yang digunakan untuk memperbaiki alat berat seperti Load Haul Dump, Jumbo

Drill , Whell loader dan alat berat lainnya.

Gambar 2.8 Area Perbengkelan

2.2.2 Mekanisme Kegiatan UBPE Pongkor

2.2.2.1 Siklus Produksi

Perusahaan Aneka Tambang Emas Pongkor menerapkan kegiatan

penambangan dengan menggunakan sistem metode Cut And Fill yang merupakan

jenis dari metode tambang bawah tanah yang menggunakan penyanggaan. Metode

Cut And Fill digunakan untuk keadaan dip yang lebih kecil dari 45° untuk

endapan bijih yang berbentuk vein atau urat dengan ketebalan 1-6 meter. Di

daerah Gunung Pongkor terdapat jenis endapan epitermal low sulfidation yang

penyebaran urat (vein) dengan arah tegak, sehingga pada pengambilan bijih

dilakukan dari arah bawah ke arah atas atau yang dikenal dengan overhand.

Metode Cut And Fill merupakan jenis metode tambang bawah tanah yang dipilih

oleh perusahaan Aneka Tambang Pongkor untuk kegiatan produksi. Produksi

yang dilakukan oleh perusahan Aneka Tambang dilakukan pada tahun 1994 yang

dimulai dengan kegiatan pengeboran, pengisian bahan peledak, peledakan,

pembersihan, penggerusan, pengisian, pengangkutan dan back filling.

2.2.2.2 Pengeboran

Pengeboran yang dilakukan oleh perusahaan Aneka Tambang Pongkor

menggunakan Jumbo Drill dan jecklag.Jumbo drill merupakan alat pemboran

dengan ukuran berkapasitas besar (mekanis), sedangakan jecklag merupakan alat

pemboran manual.

.

Gambar 2.9 Jumbo Drill atau Alat Pemboran

2.2.2.3 Pengisian Bahan Peledak

Pengisian bahan peledak merupakan kegiatan awal dari peledakan dimana

lubang-lubang bor akan diisi oleh bahan peledak, untuk perusahaan Aneka

Tambang menggunakan jenis bahan peledak ANFO, pewerjelldan DANFO.

Gambar 2.10 Bahan Peladak ANFO dan Powergell

2.2.2.4 Peledakan

Peledakan adalah proses penghancuran batuan dengan menggunakan bahan

peledak dan detonator. Untuk jenis detonator yang digunakan oleh perusahaan

Aneka Tambang Pongkor yaitu detonator listrik dan detonator biasa.

2.2.2.5 Pembersihan (smokeclearing)

Pembersihan merupakan aktifitas pencongkelan batuan gantung dari sisa-

sisa hasil peledakan yang masih bergantungan diatas atap (roof) dengan

menggunakan peralatan linggis serta membersihkan udara yang berasal dari sisa

debu peladakan.

Gambar 2.11 Smoke Clearing atau pembersihan asap

2.2.2.6 Pemuatan (mucking)

Pemuatan merupakan hasil peledakan yang berasal dari stopeproduksi yang

kemudian akan dimuat ke muckbuy atau stokan dengan menggunakan alat berat

Load Haul Dump (LHD)

Gambar 2.12 Load Haul Dump/alat gerus

2.2.2.7 Pengisian (loading)

Pengisian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengisi batuan (ore) yang

telah dimuat ke stokan menuju muster loading, dimana tempat tersebut

merupakan area pengisian batuan yang mengandung ore dan wasteuntuk

ditumpahkan ke Grandby (alat angkut) dengan menggunakan LHD.

2.2.2.8 Pengangkutan

Pengangkutan material seperti (ore, waste dan sebagiannya) dari dalam

tambang ke luar tambang dengan menggunakan Grandby. Untuk material batuan

sendiri diangkut dari master loading ke stoke file (dalam luar tambang).

Gambar 2.13 Grandby atau alat angkut

2.2.2.9 Pengisian dan Penimbunan Lubang Bukaan (Backfilling).

Backfilling merupakan proses pengisian rongga yang kosong pada batuan di

area stope produksi yang telah berhenti . Kegiatan Backfilling ini dilakukan

karena merupakan dari proses metode Cut And Fill, dimana kegiatan pengambilan

ore pada batuan sehingga menjadikan area stope sebagian hilang (rongga) yang

kosong yang harus diisi kembali oleh tailing.

2.2.2.10 Proses Pengolahan

Pengolahan bijih yang dilakukan oleh pihak perusahaan Aneka Tambang

Pongkor yang dibawa oleh alat angkut (Grandby) yang berasal dari dalam

tambang menuju stoke file merupakan batuan yang mengandung bijih yang

berukuran 400 mm kemudian diproses melalui tahap pengolahan dengan ukuran

menjadi - 12 mm. Adapun tahap-tahap yang dilakukan dari pihak Perusahaan

Aneka Tambang Pongkor diantaranya sebagai berikut.

Crushing

Milling

Leaching

Gravity concentration Circuit(GCC)

Carbon in leach (CIL)

Elektrowinning

Smelting

BAB III

PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Metode Pengambilan Data

Dalam kegiatan Kerja Praktek yang berlangsung terdapat metode

pengamatan yang digunakan serta dilakukan guna untuk mendapatkan atau

memperoleh data-data yang diperlukan yaitu dengan beberapa metode dan teknik.

Adapun metode dan teknik pengumpulan data tersebut yaitu :

1. Teknik Observasi Langsung

Cara pengamatan yang dilakukan secara langsung di lapangan pada objek

yang akan diamati untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan, misalkan

observasi terhadap daerah yang ingin ditinjau seperti lokasi kegiatan

pemboran, peledakan, penggerusan, menuatan, pengisian dan pengolahan.

2. Diskusi dengan Pembimbing Lapangan, dan Pekerja Tambang untuk

mendapatkan data yang diperlukan serta mendiskusikan problematika yang

terjadi pada saat dilapangan.

3. Melakukan pemantauan secara personal pada saat dilapangan dengan

membandingkan antara teori dengan praktek atau keadaan sebenarnya, seperti

apa. Kemudian menyimpulkan kesinambungan antara teori dengan praktek

apakah terdapat sedikit perbedaan atau memang mengalami banyak

perbedaan bahkan dapat bertolak belakang antara teori dengan praktek

dilapangan

4. Studi literatur (pustaka) yang merupakan landasan teori dari kumpulan-

kumpulan buku atau menurut para ahli ilmu (khusus untuk bidang keilmuan

pertambangan) yang telah mendukung pengetahuan lapangan sehingga

terdapat kesamaan anatara teori dengan praktek lapangan sehinnga akan

mendukung dalam penulisan laporan praktek kerja lapangan. Studi literatur

juga dapat dikategorikan suatu kumpulan data sekunder yang relavan serta

telah terbukti kebenarannya.

3.1.1 Diagram Alir Kegiatan Penambangan

BAB IV

PEMBAHASAN

Aktifitas penambangan bawah tanah yang dilakukan oleh perusahaan Aneka

Tambang Pongkor merupakan sistem penambangan yang ramah lingkungan,

dimana dalam penelitian Praktek Kerja Lapangan ini telah dilakukan penelitian

secara umum yang telah didapatkan pada saat melakukan orientasi lapangan.

Untuk UBPE Pongkor sendiri menggunakan metode penambangan Cut And Fill

yaitu metode yang mengambil bijih dari perut bumi secara bagian demi bagian

kemudian bagian rongga yang kosong diisi kembali oleh material filling.Adapun

kegiatan penelitian ini membahas tentang kegiatan aktifitas penambangan PT.

Antam Tbk (Persero), UBPE Pongkor yang meliputi kegiatan, diantara lain :

1. Pemboran

2. Peledakan

3. Pemuatan

4. Pengisian

4.1 Menghitung Produksi Pemboran dihasilkan oleh Jumbo drill per jam

Adapun tujuan utama dilakukan pemboran yaitu untuk siklus produksi,

menentukan keberhasilan produksi serta tahap awal dari kegiatan peledakan. Di

dalam kegiatan pemboran terdapat perhitungan yang dapat diamati seperti

produksi pemborannya, produksi pemboran itu sendiri mempunyai beberapa

parameter yang harus diperhatikan untuk kegiatan pemboran, diantara lain :

Laju Pemboran Lp = H/WT

Volume Setara VE = A× L / n × H

Effesiensi Pemboran Ef = F / F1 × 100%

Produksi Pemboran P = Lp × VE × EF × 60 menit

Untuk penelitian pemboran yang dilakukan pada lokasi Kubang Cicau yang

berada di level 500 (Sope IV) bahwa diketahui data - data pemboran dengan

dimensi bukaan front 5m x 5m, pola pemboran biasa (flatback), banyak lubang

bor (35 lubang), ketebalan vein 2.6m, kedalaman lubang bor 2.2m, jarak spasi

antar lubang bor 70cm, dan lubang freeface 1.1m. Adapun data-data tersebut

merupakan sebagai data acuan untuk menghitung laju pemboran, tetapi sebelum

menghitung laju pemboran tedapat data-data yang harus dihitung seperti waktu

pemboran per lubang, waktu cutting per lubang dan waktu ambil posisi untuk

lubang bor selanjutnya.

Gambar 4.1 Vein/urat dan Waste/sisa

Tabel 4.1 Waktu rata-rata pemboran per lubang (Wb).

No. Waktu pemboran/lubang (Wb) No. Waktu pemboran/lubang (Wb)

1 2.3 Menit 18 2.2 Menit

2 2.5 Menit 19 2.6 Menit

3 2.4 Menit 20 2.5 Menit

4 2.7 Menit 21 2.6 Menit

5 2.6 Menit 22 2.2 Menit

6 2.4 Menit 23 2.3 Menit

7 2.5 Menit 24 2.5 Menit

8 2.3 Menit 25 2.4 Menit

9 2.6 Menit 26 2.4 Menit

10 2.5 Menit 27 2.5 Menit

11 2.4 Menit 28 2.3 Menit

12 2.3 Menit 29 2.2. Menit

13 2.7 Menit 30 2.4 Menit

14 2.8 Menit 31 2.2 Menit

15 2.7 Menit 32 2.4 Menit

16 2.2 Menit 33 2.3 Menit

17 2.4 Menit 34 2.3 Menit

Rata-Rata 2.3 Menit

Tabel 4.2 Waktu cutting per lubang (Wc)

No. Waktu Cutting/lubang (Wc) No. Waktu Cutting/lubang (Wc)

1 0.57 Menit 18 1.1 Menit

2 0.50 Menit 19 0.48 Menit

3 0.44 Menit 20 0.51 Menit

4 0.58 Menit 21 0.56 Menit

5 0.51 Menit 22 0.47 Menit

6 0.51 Menit 23 1.11 Menit

7 0.31 Menit 24 0.49 Menit

8 0.45 Menit 25 0.47 Menit

9 0.56 Menit 26 0.39 Menit

10 0.45 Menit 27 0.47 Menit

11 0.44 Menit 28 0.51 Menit

12 0.34 Menit 29 0.39 Menit

13 0.52 Menit 30 0.56 Menit

14 0.47 Menit 31 0.43 Menit

15 0.52 Menit 32 0.51 Menit

16 0.39 Menit 33 0.49 Menit

17 0.39 Menit 34 0.39 Menit

Rata-Rata 0.50 Menit

Tabel 4.3 Waktu ambil posisi per lubang (Tt)

No. Waktu Ambil Posisi/lubang (Wt)

No. Waktu Ambil Posisi/lubang (Wt)

1 0.31 Menit 18 0.21 Menit

2 0.34 Menit 19 0.22 Menit

3 0.27 Menit 20 0.19 Menit

4 0.19 Menit 21 0.26 Menit

5 0.28 Menit 22 0.31 Menit

6 0.29 Menit 23 0.31 Menit

7 0.28 Menit 24 0.29 Menit

8 0.29 Menit 25 0.27 Menit

9 0.26 Menit 26 0.30 Menit

10 0.27 Menit 27 0.34 Menit

11 0.24 Menit 28 0.32 Menit

12 0.25 Menit 29 0.29 Menit

13 0.27 Menit 30 0.31 Menit

14 0.19 Menit 31 0.33 Menit

15 0.18 Menit 32 0.24 Menit

16 0.23 Menit 33 0.25 Menit

17 0.27 Menit 34 0.27 Menit

Rata-Rata 0.26 Menit

a. Mencari waktu laju pemboran (Lp) ¿H

Wt (Wb+Wt+℘ )¿

¿

¿2.2 m

2.43 menit+0.50 menit +0.26 menit

¿0.68 m /menit

Estimasi untuk kedalaman 0.68 meter membutuhkan waktu 1 menit

a.Untuk mencari waktu setara, Ve= A x Ln x H

¿25 m2 x 5 m

35l ubangbor x2.2 m¿

¿

¿1.62m ³ / lubang

b. Menghitung Effisiensi pemboran, Ef¿f

F 1 x 100%

¿ 2.2 m2.4 m x100%

= 92%

Dihasilkan produksi pemboran,

P = Lp x Ve x Ef x 60 menit

= 0.68 m/menit x 1.62 m² x 92% x 60 menit

= 60.8 m³/jam

4.2 Perhitungan Tonase Bongkahan Batuan dari Hasil Peledakan

Tahap awal dalam pengisian bahan peledak dapat dilakukan dengan cara

memasukkan ANFO ke dalam ANFO looder dengan menggunakan bantuan

aliran fluida ke setiap lubang bor. Selanjutnya apabila telah dilakukan persiapan

pengisian bahan peledak dengan baik dapat mengetahui pengaruh geometri

terhadap hasil peledakan.

Dalam penelitian Praktek Kerja Lapangan pada lokasi yang sama hal dengan

lokasi penelitian kegiatan pemboran yaitu Kubang Cicau level 500 (stope IV).

Adapun data-data peledakan yang didapatkan, diantara lain :

Jenis bahan peledak : ANFO

Jumlah lubang bor : 35 lubang bor

Jarak spasi antar lubang bor : 70 cm

Banyak ANFO yang digunakan : 3 karung ( 75 kg)

Jumlah powergell : 35 powergell

Kedalaman lubang bor : 2.2 meter

Diameter : 4.5 cm

Gambar 4.2 Pengisian ANFO ke ANFO looder

a. Pengaruh geometris terhadap hasil peledakan

Dimensi dari pemboran sangat tergantung dari kondisi batuan, bahan

peledak yang digunakan dan pola pemboran Sebagai pedoman dasar untuk

menentukan nilai dari dimensi pemboran adalah mencari jarak antar lubang

tembak terhadap lubang free face atau yang disebut dengan burden (B). Untuk

lokasi ini sendiri menggunakan pola pemboran biasa atau flat back sehingga data

yang didapatkan untuk lubang free face = 1.1 meter.

Menghitung burden (B), dengan rumus :

B =√dL d = diameter

L = Kedalaman lubang bor

B =√0.045 m x 2.2meter

= √0.009 m

= 0.094 m

Secara teoritis untuk kedalaman lubang tembak lebih kecil dari burden maka akan

terjadi over break, itu sendiri merupakan hal yang tidak diinginkan dalam

kegiatan peledakan karena apabila terjadi over break akan meningkatkan dilusion

sehingga waste akan lebih banyak dari pada orenya.

Tetapi dalam perhitungan pada penelitian ini didapatkan nilai burden 0.094

meter sedangkan kedalaman lubang tembak 2.2 meter maka dapat disimpulkan

hasil peledakan pada lokasi Kubang Cicau level 500 (stope IV) tidak terjadi over

break dan dilution tidak bertambah.

b. Menghitung pemakaian bahan peledak per lubang

Secara real data yang telah didapatkan dari lapangan menunjukkan bahwa

untuk lokasi di Kubang Cicau level 500 (stope IV) memerlukan 3 karung ANFO

dari 35 lubang tembak, dimana 1 karung ANFO dengan berat 25 kg. Untuk UBPE

Pongkor tidak menggunakan di steaming dalam kegiatan peledakannya sehingga

kedalaman lubang tembak 2/3 nya diisi oleh ANFO dan sisanya tidak diisi oleh

bahan peledak, adapun untuk mencari berat bahan peledak lubang tembak yaitu

dengan cara menggunakan perhitungan sebagai berikut:

Menghitung perbandingan berat bahan peledak tiap lubang tembak

Dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

E = Pc x de x n

75 kg <=> (H-T) x 0.045 m x n

75 kg <=> 1.46 m x 0.045 m x 35

75 kg35lubang <=> 1.46 m x 0.045 m

2.14 kg <=> 0.0657 m²

Sehingga dalam perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa kedalaman

lubang tembak 2/3 dari 2.2 m dapat diisi oleh bahan peledak dengan kedalaman

1.46 m dengan berat tiap lubang tembak 2.14 kg dengan volume isian lubang

tembak 0.0657 m².

Untuk menentukan pemakain bahan peledak berdasarkan tonase yang dibongkar,

maka perlu diketahui blasting ratio peledakan, blasting ratio dapat dirumuskan

sebagai berikut :

BR = W / E

W = Berat batuan yang terbongkar

A = Luas daerah

L = Kadalaman Batu yang terbongkar

dB = Density batuan

Tetapi sebelum menghitung blasting ratio terlebih dahulu, maka yang harus

dilakukan adalah menghitung berat tonase bongkahan batuan yang terbongkar

yang merupakan hasil dari kegiatan peledakan.

Tonase batuan yang didapatkan dari hasil peledakan

W = P x L x H x dB

= 5 m x 5 m x 2.2 m x 2.25 gr/cm³

= 55 m³ x 2.25 gr/cm³

= 55 m³ x 2.25 (0.001 kg/1000000 m³)

= 123.75 x 1000 kg

= 123.75 x 1 ton

= 123.75 ton

Didapatkan dalam perhitungan bahwa tonase peledakan pada lokasi Kubang Cicau

Level 500 (stope IV) sebesar 123.75 ton dalam satu stope. Selanjutnya

menghitung blasting ratio peledakan dengan menggunakan rumus diatas.

BR = W/ E

= 123.75 ton / 75 kg (3 karung ANFO)

= 1.65 ton/kg

Sehingga diketahui blasting ratio yang telah didapatkan yaitu 1.65 ton/kg

Mengetahui Produktifitas LHD per jam pada kegiatan mucking dan

loading

Untuk Praktek Kerja Lapangan ini dilakukan pengambilan data mucking,

loading dan waktu tumpah di lokasi Ciguha level 475 (stope IV) dimana dalam

hal ini bertujuan untuk menghitung produktivitas alat muat muckingLHD dan

menghitung cycle time kegiatan, loading, hauling.

Cycle time termasuk waktu dari kegiatan mucking, loading dan haulingyang

bertujuan untuk memenuhi target dari produksi per hari terhadap bongkahan yang

didapatkan dari hasil kegiatan peledakan, sehingga antara biaya yang dikeluarkan

untuk alat berat yang digunakan dapat ditutupi oleh hasil dari produksi yang

didapatkan oleh perusahaan. Adapun data-data yang didapatkan dari penelitian

Praktek Kerja Lapangan ini seperti sebagai berikut:

Waktu kerja (shift 1) = 5 jam max kerja dari total 8 jam dalam satu shift,

sehingga Eff 62 %

Fill factor = 60 % dan 40%

Tabel 4.1 Data-data waktu mucking dan waktu loading dari stope IV ke stokan I

(muckbuy) (Ciguha level 475)

No Waktu Mucking (detik)

Waktu Loading (detik)

Cycle Time LHD (detik)

1 20 449 469

2 18 304 322

3 24 269 293

4 30 255 285

5 22 290 312

6 29 261 290

7 21 284 305

8 19 251 270

9 33 217 250

10 45 237 282

11 36 291 327

12 28 313 341

13 26 276 302

14 28 245 273

15 46 300 346

16 40 323 363

17 49 308 357

18 42 293 335

19 38 309 347

20 50 304 354

21 58 299 357

22 55 286 341

Rata-rata

34,40 289,27 323,68

Total 757 6364 7121

Tabel 4.2 Data-data mucking danloading dari stokan I ke stokan II lokasi Ciguha

level 475

No Waktu Mucking (detik)

Waktu Loading (detik)

Cycle Time LHD (detik)

1 17 269 286

2 24 255 279

3 41 371 412

4 28 311 339

5 80 298 378

6 50 259 309

7 58 283 341

8 48 300 348

9 53 323 376

10 45 339 384

11 66 393 459

12 48 321 369

13 46 379 425

14 68 345 413

15 56 303 359

16 60 322 382

17 59 353 412

18 52 327 379

19 48 364 412

20 50 375 425

21 58 357 415

22 55 376 431

Rata-rata

50,45 328,31 378,77

Total 1110 7223 8333

Tabel 4.3 Data-data mucking, loading dan waktu tumpah dari stokan II ke Granby

(rangkain pertama)

No Waktu Mucking (detik)

Waktu Loading (detik)

Cycle Time LHD (detik)

1 18 65 832 22 60 823 16 70 864 19 66 855 16 62 786 17 61 787 21 56 778 20 67 879 18 61 79

10 19 68 8711 18 67 85

12 20 67 87Rata-rata

18,66 64,16 82,83

Total 224 770 994

Tabel 4.4 Data-data mucking, loading dan waktu tumpah dari stokan II ke Grandby (Rangkain II)

No Waktu Mucking (detik)

Waktu Loading (detik)

Cycle Time LHD (detik)

1 16 68 842 18 67 853 19 66 854 18 64 825 17 68 856 20 67 877 16 69 858 18 67 859 20 65 85

10 18 66 8411 17 66 8312 19 63 82

Rata-rata

18 66,33 84,33

Total 216 796 1012

Kemudian dari data perhitungan cycle time yang telah didapatkan seperti pada

tabel maka dapat menghitung produktivitas alat muat dengan menggunakan rumus

dibawah ini.

Grandby rangkaian I

P = Kap x 60 menit / jam

CT x Eff x ff

= 5 ton x 60 menit / jam

CT x 62% x 60%

= 5 ton x 60 menit / jam

1.38 menit x 62% x 60%

= 5 ton x 19.94 jam

= 80,34 ton/jam

Grandby rangkain II

P = Kap x 60 menit / jam

CT x Eff x ff

= 5 ton x 60 menit / jam

CT x 62% x 40%

= 5 ton x 60 menit / jam

1.40 menit x 62% x 40%

= 5 ton x jam

= 53,14 ton/jam

4.3 Proses Pengolahan

Proses pengolahan bijih emas di PT Antam (Persero) Tbk, UBPE Pongkor

meliputi 3 unit proses yaitu unit sianidasi,unit recovery dan unit tailingtreatment.

4.3.1 Sianidasi

Unit sianidasi merupakan unit proses pertama dalam proses pengolahan

emas yang mencangkup penghancuran ore hingga proses sianidasi. Unit ini terdiri

dari beberapa proses yaitu crushing, milling and classification dan leaching.

4.3.2 Crushing (Peremukan)

Crushing merupakan proses peremukan bijih emas(ore) yang berasal dari

tambang menjadi ukuran yang lebih kecil dari ukuran 400 mm menjadi ukuran

sekitar 12.5 mm untuk meningkatkan derajat liberasi, membebaskan logam

berharga dari pengotornya dan memperbesar luas permukaan bijih sehingga

kecepatan reaksi pelarutan dapat berlangsung dengan baik.

Ore dari dalam tambang diangkut dengan menggunakan (Load Hauling

Dump) yang selanjutnya diangkut oleh lori (grandby) ke stockpile. Ore dari

stockpileakan diangkut oleh dump truck untuk dimasukkan kedalam ROM (run off

mine) bin. Pada ROM bin dipasang grizzly berupa besi yang disusun menyilang

untuk memisahkan ore yang berukuran lebih besar dari 40 cm dengan yang lebih

kecil dari 40 cm. Ore yang tidak lolos di grizzly akan dihancurkan di tempat jika

ukuran lebih terlalu besar atau diangkut kembali ke stockpile untuk direduksi

ukurannya menggunakan excavator. Ore yang lolos di grizzlyakan jatuh ke apron

feeder yakni feeder berupa bantalan besi yang berjalan sesuai setting yang telah

ditentukan. Pada bagian keluarnya ROM dipasang rantai besar untuk mengatur

jumlah ore yang masuk kedalam primary crusher (jaw crusher)dan mencegah

terjadinya choking.Jika terjadi choking digunakan rock grab untuk ore yang

menyebabkan terjadinya coking atau menyemprot air untuk melarukan clay yang

menempel.

Gambar 4.1 (a) Apron Feeder (b) Jaw Crusher

Ada dua jenis crusher yang digunakan yaitu primary crusher dan secondary

crusher.Primary crusher yang digunakan jaw crusher tipe double toggle dan cone

crusher sebagai secondary crusher.Ore yang masuk ke jaw crusher akan

dihancurkan menjadi ukuran yang lebih kecil dari 40 cm. Setelah itu ore akan

ditransportasikan lagi menggunakan conveyor 01 menuju tramp iron magnet yang

berfungsisebagai penangkap sisa logam-logam yang terbawa dari tambang seperti

bijih besi, paku, baja dan logam pengotor lainnya agar tidak merusak screen dan

tidak merobek belt conveyor. Ore selanjutnya dibawa menggunakan conveyor

02menuju primary screen yang berfungsi untuk memisahkan ore yang lebih kecil

dari 12.5 mm (undersize) dengan ore yang lebih besar dari 12.5 mm (oversize) .

Jenis primary screen yang digunakan jenis inclined vibrating cone crusher dust

enclosure. Jenis ini memiliki dua deck dengan ukuran deckatas 32 mm dan 16 mm

untuk deck bawah yang terbuat dari rubber.Oversize dari primary screen akan

dibawa oleh conveyor 03 menuju cone crusher untuk dihancurkan lagi sehingga

ukurannya kurang dari 12.5 mm, setelah direduksi ukurannya ore akan masuk ke

conveyor 01, conveyor 02 dan primary screen.Sedangkan undersize dari primary

screen masuk ke secondary screen.

Gambar 4.2 (a) Conveyor 02 &Conveyor 03 dan (b) Mill Cyclone

Gambar 4.3 (a) Primary Screendan (b) Secondary Screen

Umpan yang masuk ke secondary screen merupakan undersize dari primary

screen.Jenis secondary screen yang digunakan adalah horizontal vibrating

double.Deck.Jenis ini memiliki dua deck vibrating screen yaitu 1 mm dibagian

atas dan 0.5 mm dibagian bawah.Undersize(ukuran <1 mm) dari secondary screen

akan masuk ke sump tank dan kemudian akan di pompakan ke FST Thickener

sedangkan oversize-nya (ukuran >1 mm) akan dibawa oleh conveyor 04 menuju

Fine Ore Bin (FOB) 1 dan Fine Ore Bin (FOB) 2.

Gambar 4.4 Fine Ore Bin (FOB) 1 dan Fine Ore Bin (FOB) 2.

4.3 Milling and Classification

Milling atau grinding merupakan proses reduksi ukuran bijih dengan cara

penggerusan bijih (ore) menggunakan grinding ball yang bertujuan untuk

mengecilkan menjadi -200 mesh atau 74 mikron sehingga dapat masuk ke tahap

selanjutnya (pelindian). Proses ini merupakan proses lanjutan dari proses

crushing. Alat milling yang digunakan adalah jenis ballmill tipe discharge

mill.Sedangkan liner yang digunakan jenisnya lifter bar dan shell plate. Akibat

adanya lifter bar ini muatan yang ada di dalam ballmillakan terangkat saat

ballmill berputar. Bagian lifter bar yang ada lengkungannya atau yang tidak ada

bagian miring, merupakan bagian yang berfungsi untuk mengangkat muatan di

dalam ballmill.

Umpan dalam ball mill I berasal dari FOB I melalui belt conveyor 05

dengan pengumpan mill feeder, selain itu umpan lain yang masuk ke dalam ball

mill yang berasal dari (Fine Stock Tank) Thickener, underflow cyclone dan

endapan Inline Leach Reactor (ILR). Sedangkan ball mill II berasal dari FOB 2

melalui belt conveyor 06 dengan proses yang sama seperti pada FOB 1.

Parameter – parameter yang harus dijaga dalam proses milling adalah :

1. Ukuran bijih hasil gerusan 80% yang berukuran 200 mesh, 74 mikron atau

74×10-3mm agar derajat liberasi dari logam berharga dapat ditingkatkan.

2. Persen solid harus berkisar antara 38% - 42%

3. Pada umpan Ball Mill ditambahkan Lead NitratePb(NO3)2 berfungsi

sebagai katalis dalam proses leaching.

Di ujung ball mill terdapat tromol screen yang memisahkan produk dari ball

mill antara oversize dan undersize dengan bantuan spray water. Oversize dari

tromol screen pada plant 1 akan diangkut menggunakan wheel loader ke hopper

dan dimasukan kembali ke conveyor 05 menuju ball mill lagi. Sedangkan pada

plant 2 oversize akan masuk ke conveyor portable yang selanjutnya akan masuk

ke conveyor 06 kembali. Sedangkan undersize-nya berupa slurry akan ditampung

di sump discharge ballmill, selanjutnya akan dipompakan ke mill cyclone.

Pada mill cycloneakan terjadi proses classification dimanaterjadi pemisahan

antara fraksi kasar dan fraksi halus akibat gaya sentrifugal dan gaya tangensial.

Underflow atau fraksi kasar dari mill cycloneakan dikirim kembali ke ballmill,

sedangkan overflow atau fraksi halus akan dikirim ke tangki leaching setelah

melalui trash screen untuk memisahkan slurry dari pengotor-pengotorya.

Gambar 4.5 (a) Ball Mill (b) Mill Cyclone

4.3.4 Leaching

Leaching merupakan proses pelarutan emas dari bijihnya menggunakan

pelarut tertentu. Proses leaching yang dilakukan oleh PT Antam Tbk, UBPE

Pongkor merupakan agitation leaching yang menggunakan pelarut sianida yang

diperoleh dari hasil pelarutan natrium sianida (NaCN) dengan di mixing Tank.

Persamaan reaksi pada proses leaching adalah sebagai berikutnya:

4 Au + 8 NaCN + 02 + H2O 4 NaAu(CN) + 4 NaOH

4 Ag + 8 NaCN + 02 + H2O 4 NaAg(CN) + 4 NaOH

Pada masing-masing plant waktu tinggal slurry dalam tangki leaching

selama 15 jam.Pada tangki leaching terjadi reaksi antara larutan sianida dengan

logam Au, Ag dan logam-logam lain seperti Fe, Cu, Ni, Zn, Cd, dan Co yang

merupakan impurities.Adanya impurities meningkatkan kebutuhan sianida bebas

(Cn) untuk melarutkan logam berharga dalam bijih.

Parameter utama pada proses leaching adalah :

Konsentrasi Sianida

Konsentrasi sianida bergantung kadar bijih emas atau ore. Semakin tinggi

kadar logam berharga dalam ore maka konsentrasi sianida yang digunakan

semakin tinggi. Untuk mengolah ore dengan kadar emas 5-7 gpt diperlukan 700-

750 ppm sianida.

pH operasi pada tangki leaching 10.3-10.8

Pada proses sianidasi pH dijaga pada rentang 10.3-10.8. Jika Ph berada

dibawah rentang itu, maka reaksinya akan lambat karena NaCN akan berubah

menjadi HCN dan juga menyebabkan beracun yang berbahaya bagi kesehatan

selain itu jumlah sianida bebas dalamslurry berkurang sehingga menurunkan

ekstraksi logam berharga.

CN- + H20- HCN(g) + OH-

Persen solid pada tangki leaching 38%-42%

Persen solid pada tangki leaching pada rentang 38%-42%.Jika persen solid

dibawah 38% menunjukkan larutan encer dan bijih emas yang bereaksi dengan

sianida terlalu sedikit. Sedangkan jika persen solid-nya di atas 42% akan

mengurangi oksigen yang terlarut dan selain itu jika persen solid yang tinggi akan

membutuhkan energi yang lebih besar untuk pengadukan.

Dissolved Oksigen (DO) atau oksigen terlarut

Konsentrasi oksigen terlarut dalam tangki leaching antara 3-7 ppm. Jika

konsentasi oksigen terlarut dkurang dari 3 ppm, slurry akan mengental dan kontak

antara logam berharga dalam bijih dengan reagen leaching sulit terjadi. Oksigen

terlarut ini berasal dari kompressor dan dialirkan melaui distributor pada shaft

agitator.

Waktu tinggal

Pada plant 1 terdapat dua buah leaching tank yang berkapasitas 340 m3

dengan waktu tinggalnya yaitu 7.5 jam. Sedangkan pada plant 2 memiliki satu

buah leaching tank yang berkapasitas 1000 m3 dengan waktu tinggal 15 jam.Jadi

masing-masing waktu tinggal pada plant 1 maupun plant 2 yaitu 15 jam.

Temperatur pada leaching tank

Temperatur pada leaching tank biasanya pada temperatur 300-330C. Jadi

temperatur pada proses leachingsama dengan temperatur di lingkungan sekitar.

4.3.5 Unit Recovery

4.3.5.1 Carbon In Leach (CIL)

Carbon in leach merupakan proses absorbsi emas yang telah larut saat

proses leaching oleh carbon aktif. Proses yang terjadi di CIL ini adalah

penangkapan senyawa kompleks NaAu(CN)2 dan NaAg(CN)2 oleh carbon aktif.

Persamaan reaksi yang terjadi adalah :

2[Au(CN)2-] + Ca2+ + C Ca[C – Au (CN)2]2

2[Ag(CN)2-] + Ca2+ + C Ca[C – Ag (CN)2]2

Pada plant 1, tangki leaching berkapasitas 290 m3 yang terdiri dari 5 tangki.

Sedangkan untuk plant 2 berjumlah 7 tangki dengan tangki CIL 1 dan CIL 2

dengan kapasitas 340 m3 dan tangki CIL 3 sampai CIL 7 dengan kapasitas 290 m3.

Tangki CIL dilengkapi dengan carbon interstage screen (ukuran bukaan 0.8

mm) tipe kambalda screen yang berfungsi untuk mencegah agar karbon tidak ikut

bersama dengan aliran overflow slurry ke tangki berikutnya, sehingga slurry tetap

akan mengalir ke tangki berikutnya melalui launder (talangan). Distribusi karbon

aktif ini berlawanan arah (Cunter current) dengan aliran slurry yaitu untuk plant 1

dimasukkan dari tangki CIL 7 baru kemudian masuk tangki CIL 6 dan seterusnya

sampai ke tangki CIL pertama dengan cara menggunakan carbon transfer pump

untuk memompakan karbon tersebut. Aliran ini dirancang untuk mencapai

distribusi karbon di tangki CIL sesuai dengan desain yang telah ditentukan. Pada

tiap tangki terdapat carbon transfer screen atau sieve band yang berfungsi untuk

memisahkan antara karbon dan slurry. Karbon akan ditransfer ke tangki

selanjutnya sedangkan slurry akan dikembalikan ke tangki yang mentransfer

karbon.

Tujuan dari dari penambahan fress carbon di tangki CIL terakhir agar

penyerapan ion Au/Ag kompleks lebih efektif, karena kandungan Au-Ag di tangki

CIL terakhir paling rendah sehingga diharap kandungan Au-Ag di tangki CIL

terakhir seluruh ion Au-Ag kompleks dapat diadsorpsi olek fresh carbon yang

masih tinggi tingkat absorbsinya. Distribusi karbon di tangki CIL awal dan akhir

sekitar 30 gr/L, sedangkan di tangki CIL tengah sekitar 8 gr/L.

Pada prosesnya, umpan yang masuk ke tangki CIL berupa overflow dari

tangki leaching melalui launder,slurry mengalir dari tangki CIL 1 sampai ke

tangki CIL berikutnya. Pada tangki terakhir CIL ini di pasang carbon safety

screen lubangnya jenis square straight yang berukuran 0.5 mm. Carbon safety

screen bertujuan untuk mengurangi hilangnya carbon yang ikut terbawa oleh

aliran slurry ke thickener.

Karbon yang keluar dari tangki CIL 1 (diharap memiliki kandungan emas

700 ppm-1000 ppm di pompa ke loaded carbon surge bin yang terlebih dahulu

melewati loaded carbon screen. Setelah melewati loaded carbon screen karbon

kaya masuk ke surge bin yang berkapasitas 6 ton, sedangkan slurry yang ikut

bersama karbon akan di kembalikan ke tangki CIL pertama masing-masing plant.

Gambar 4.6 Jajaran Tangki Leaching dan CIL

4.3.6 Elution

Elution merupakan proses pelepasan emas dari karbon yang telah

dimasukkan di tangki CIL. Metoda elution yang dipakai di UBPE Pongor adalah

Anglo American Research Laboratory (AARL). Umpan yang masuk ke dalam

proses elution berupa loaded carbon sebanyak 6 ton yang telah ditampung di

loaded carbon surge bin. Proses elution terdiri dari 6 tahap, yaitu Acid Wash,

Water Wash, Pre-treatment, Recycle Elution, Water Elution, danCooling.

Tahapan – tahapan elution adalah :

1. Tahap pencucian dengan Asam (Acid Wash)

Asam yang digunakan untuk mencuci karbon pada tahap ini adalah asam

klorida. Pencucian dengan HCL ini bertujuan untuk menghilangkan atau

melarutkan pengotor seperti ion organik, senyawa kalsium karbonat, magnesium

karbonat dan silika yang teradsorbsi dan menutupi pori – pori karbon aktif.

Proses acid wash dilakukan dengan mengalirkan larutan HCL 30% yang

didistribusikan bersama fresh water pada temperatur kamar sehingga sebelum

masuk elution columnakan didapat konsentrasi HCL sebesar 3%. Sedangkan

massa HCL yang digunakan antara 800-900 kg. Proses acid wash berlangsung

selama 10 menit dan diharapkan seluruh loaded carbon dapat terendam oleh

larutan HCL, sehingga seluruh loaded carbon dapat dicuci dengan baik. Massa

HCL yang digunakan antara 800-900 kg. Larutan HCL yang telah digunakan pada

tahap acid wash akan dialirkan ke tangki CIL terakhir.

Persamaan reaksi yang terjadi :

CaCO3 + 2 HCl Ca2+ + 2Cl- + CO2 + H2O

2 Ca[C-Au(CN)2-]2 + 4 H+ 2 Ca2+ + 2 [C-Au(CN)2

-] + 4 HCN

2. Tahap Pencucian Air (Water Wash)

Tahap pencucian ini dilakukan dengan air panas yang bertujuan untuk

mengeluarkan pengotor yang terlarut oleh HCL dari column.Air yang digunakan

berasal dari fresh watertank yang terlebih dahulu melewati RHE (Recycle Heat

Exchanger) dan PHE (Plate Heat Exchanger) untuk dipanaskan.Panas dalam PHE

dihasilkan dari glycol yang dipanaskan oleh elution heater sedangkan RHE belum

panas karena belum ada larutan yang keluar dari elution column. Proses pencucian

ini dilakukan selama 120-130 menit. Air hasil dari pencucian akandialirkan ke

tangki terakhir CIL terakhir.

3. Tahap pre-treatment

Pada tahap ini merupakan proses awal pelepasan senyawa Au dan Ag dari

loaded carbon, yaitu dengan cara melemahkan ikatan senyawa ikatan kompleks

Au dan Ag dari karbon aktif. Proses ini berlangsung dalam column dengan cara

loaded carbon disemprot dengan larutan caustic cyanide, yang merupakan

campuran antara caustic (NaOH) dan cyanide (NaCN) yang dilarutkan dengan air

dalam caustic cyanide tank yang dilengkapi dengan agitator. Konsumsi masing-

masing reagent adalah 200-250 kg NaOH, 200-250 kg cyanide dan selebihnya air

untuk mencapai cyanide strenght antara 30.000 – 35.000 ppm atau masing-masing

3% NaOH dan 3% NaCN dengan Ph larutan sebesar 12,8. Larutan caustic cyanide

melewati PHE untuk dinaikkan temperatur sampai 90-110 °C.Penyemprotan

dengan caustic cyanide ini bertujuan untuk melemahkan ikatan kompleks Au/Ag

dengan karbon dan tujuan dari pemanasan adalah untuk mempercepat reaksi.

Proses pre-treatment ini berlangsung selama sekitar 20 menit.

4. Tahap Pendaur Ulangan Eluate (Recycle Elution)

Tahap ini merupakan puncak tahap pemisahan senyawa kompleks emas dan

perak oleh air dari karbon. Senyawa kompleks emas dan perak dilarutkan oleh

recycle water yang masuk ke dalam column. Hasil dari proses recycle elution

masuk ke dalam eluate tank yang merupakan larutan kaya atau larutan elektrolit.

Sebelum masuk ke eluate tank larutan kaya terlebih dahulu melalui suatu

saringan electrolyte filter. Alat ini terdiri dari dua buah filter yang berfungsi untuk

menyaring kotoran-kotoran yang terbawa oleh larutan sebelummasuk ke recycle

tank dan eluate tank. Pada proses Recycle Elution ini berlangsung selama 150

menit dengan temperature 100-120oC.

5. Tahap Water Elution

Setelah melewati tahap keempat, masih ada kemungkinan emas dan perak

tertinggal dalam karbon.Sehingga untuk mendapatkan emas dan perak yang masih

tersisa ini, maka karbon yang masih ada di eluate column pada tahap ini disemprot

atau dibilas dengan air panas. Air yang digunakan berasal dari fresh water tank

yang dipanaskan terlebih dahulu di RHE dan PHE sampai suhunya kurang lebih

110°C, pada proses inielution heater masih dijalankan (elution heater beroperasi

dari awal tahap dua sampai akhir tahap lima) demikian juga dengan pompa

sirkulasi panas. Air bilasan pada proses ini dialirkan ke recycle tank untuk elution

berikutnya.

6. Tahap Pendinginan (Cooling)

Pada tahap ini semua alat atau proses didinginkan, elution heater dimatikan

tetapi pompa sirkulasinya masih berjalan. Air yang digunakan untuk

mendinginkan karbon di elution column dialirkan ke recycle tank yang akan

digunakan untuk proses elution selanjutnya bersama air yang berasal dari tahap

lima.Fungsi dari tahap cooling ini yaitu untuk mendinginkan karbon dan juga

untuk mendinginkan alat.

Gambar 4.7 (a) Column dan (b) Eluate Tank

4.3.7 Electrowining

Electrowinning adalah proses pengambilan logam-logam yang terkandung

di dalam air kaya dengan cara prinsip elektrolisa, yaitu mengendapkan logam

yang diinginkan dari larutan kaya dengan memberikan arus lisrik searah pada

elektroda yang digunakan sehingga terjadi proses reduksi dan oksida. Proses ini

bertujuan mengambil Au dan Ag yang terkandung dalam larutan kaya. Dari eluate

tank, larutan kaya akan di pompa menuju electrowinning cells. Electrowinning

cellsterdiri dari lima bak electrowinning yang dipasang secara parallel, dimana

pada setiap bak electrowinning terpasang 11 wire mesh anode sebagai kutub

positif dan 10 wire mesh cathode sebagai kutub negatif. Wire mesh anode

berbentuk segi empat dengan lubang-lubang yang lebih besar dari lubang-lubang

katoda. Wire mesh anode dan wire mesh cathode terbuat dari bahan SS-316. Pada

setiap bak electrowinning dilengkapi dengan sebuah rectifier yang berfungsi

untuk mengubah arus AC menjadi arus DC.

Larutan kaya yang telah diambil logam emas dan peraknya disebut spent

electrolyte. Au dan Ag yang terkandung dalam larutan kaya akan menempel pada

katoda. Hal ini karena Au dan Ag bermuatan positif, sedangkan katodanya

bermuatan negatif. Pada katoda, tidak hanya ion Au dan Ag yang tereduksi

menjadi bentuk solid (cake) akan tetapi terdapat logam pengotornya lain yang ikut

tereduksi menjadi bentuk solid.

Reaksi elektrolisis yang terjadi pada proses electrowinning :

Anoda : 2OH- O2 + H2O + 2e-

Katoda : 2Au(CN)2-+ 2e- 2Au + O2 + H2 + 4CN-

Total : 2Au(CN)2-+ 2OH- 2Au + O2 + H2 + 4CN-

Pelepasan cake dari batang katoda dilakukan dengan menyemprotkan air

pada batang katoda, air sisa penyemprotan di tampung di dalam spent sump.

Sedang overflow dari electrowinning cellsakan masuk ke dalam spent return sump

sebagai barren solution dengan kandungan Au kurang dari 2 ppm dan Ag kurang

dari 20 ppm. Barren solution masuk ke dalam cyanide holding tank yang akan

digunakan sebagai make up cyanide karena masih mengandung emas sianida

sebesar 3000 ppm dan digunakan untuk menaikkan pH di tangki leaching

pertama.

Gambar 4.8 Electrowinning Cells

4.3.8 Smelting (Peleburan)

Proses smelting merupakan proses pemisahan logam emas dan perak alam

bentuk cake dari slag (pengotor) pada titik leburnya dengan bantuan reagent flux

(boraks). Cake yang merupakan hasil dari proses electrowinning dilakukan

pengurangan kadar air hingga 20% dengan memasukkan ke dalam centrifugal

dryer. Setelah dilakukan pengurangan kadar air dalam centrifugal dryer dilakukan

penggarangan diatas tungku dengan suhu 700-900oC hingga kadar air mencapai

15%. Setelah di dilakukan penggarangan cake didinginkan lalu kemudian

ditambahkan boraks sebanyak 5-6 kg/300 cake.Penambahan boraks ini bertujuan

untuk memisahkan pengotor dari mineral berharga sehingga pengotor terapung di

atas logam cair dan membentuk slag. Setelah penambahan boraks, cake dilebur

didalam morgan furnace pada suhu 1000-1200oC kemudian dore bullion

dituangkan ke dalam cetakan (bullion morgan). Komposisi dore bullion adalah 7-

15% dan 80-92%, kurang dari 2% dan memiliki dimensi 15 × 250 × 330 mm3.

Pengotor (slag) yang terbentuk pada saat proses peleburan berupa kalsium

karbonat, dan boraks dipisahkan dari logam cairnya dengan cara manual.

Pemisahan dengan cara manual ini mengakibatkan kemungkinan terbawanya

emas dan perak pada slag dengan peleburan menggunakan monarch furnace.

Peleburan slag biasanya dilakukan setelah beberapa kali peleburan utama.Setelah

dilebur, slag didinginkan dan dipisahkan dari pengotornya. Logam Au dan Ag

yang dihasilkan selanjutnya diikut sertakan bersama peleburan utama, sedangkan

slagakan dikirimkan ke ball mill untuk digerus bersama dengan ore.

Setiap selesai peleburan dore bullion akan dikirimkan ke Unit Bisnis

Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) di Pulogadung, Jakarta

untuk dipisahkan dan dimurnikan antara emas dan perak.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan selama menjalani Praktek Kerja Lapangan di PT.

Antam (persero), Tbk, diperoleh data-data pengamatan yang kemudian dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Dari pengamatan yang dilakukan pada kegiatan pemboran di lokasi

KubangCicau, maka didapatkan data produksi pemboran menggunakan jumbo

drillyang dapat menghasilkan volume batuan yang terbongkar sebesar 60

gr/ton.

2. Untuk kegiatan peledakan pada pengamatan yang dilakukan di lokasi Kubang

Cicau didapatkan bongkahan batuan hasil peledakan sebesar 123,75 ton/cut.

3. Pada kegiatan mucking dan loading didapatkan data cycle time LHD. Dengan

adanya data cycle time tersebut, dapat diketahui produktivitas dari LHD.

Adapun hasil yang diperoleh yaitu pada rangkaian grandby I, LHD mampu

memindahkan ore sebanyak 80.34 ton/jam, sedangkan pada rangkaian grandby

II LHD mampu memindahkan ore sebanyak 53.14 ton/jam.

4. Dari pengamatan yang dilakukan di Unit Pengolahan UBPE Pongkor di

dapatkan alur proses pengolahan dari mulai ore masuk ke crushing, miliing,

leaching, CIL, elution, electrowinning, smelting hingga menjadidore bullion.

5.2 Saran

Untuk sebagai masukan kepada perusahaan Aneka Tambang Emas Pongkor

harus lebih meningkatkan effisiensi kerja bagi para pekerja di dalam tambang agar

kegiatan aktifitas penambangan seperti pemboran, peledakan, pemuatan,

pengisian dapat mendukung kelencaran dari kegiatan produksi bahkan dapat

melebihi target dari pada produksi.

Recommended