View
364
Download
37
Category
Preview:
DESCRIPTION
rjp
Citation preview
BAB I
DASAR TEORI
1. Pengertian PPGD
B-GELS atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan Pertolongan Pertama Pada
Gawat Darurat (PPGD) adalah serangkaian usaha-usaha pertama yang dapat dilakukan
pada kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian dan
sebagai tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap
memperhatikan kontrol servikal.
2. Tujuan
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera
sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (hudak dan gallo,1997). Tindakan resusitasi
ini dimulai dengan penilaian secara tepat keadaan dan kesadaran penderita kemudian di
lanjutkan dengan pemberian bantuan hidup dasar (Basic life support) yang bertujuan
untuk oksigenasi darurat. (AHA, 2003).
Tujuan tahap II (Advance life support) adalah untuk memulai kembali sirkulasi
yang spontan, sedangkan tujuan tahap III (Prolonged life support) adalah pengelolahan
intensif pasca resusitasi, Hasil akhir dari tindakan resusitasi akan sangat tergantung pada
kecepatan dan ketepatan penolongpada tahap I dalam memberikan bantuan hidup dasar.
Tujuan utama resusitasi kardiopulmonar yaitu melindungi otak secara manual
dari kekurangan oksigen, lebih baik terjadi sirkulasi walaupun dengan darah hitam
daripada tidak sama sekali. Sirkulasi untuk menjamin oksigenasi yang adekuat sangat
diperlukan dengan segera karena sel – sel otak menjadi lumpuh apabila oksigen ke otak
terhenti selama 8 – 20 detik dan akan mati apabila oksigen terhenti selama 3- 5 menit
(tjokronegoro, 1998). Kerusakan berupa kecacatan atau bahkan kematian.
3. Fase Resusitasi Jantung Paru
1
Pembagian fase ini dimaksudkan agar memudahkan dalam latihan dan
mengingat tahap yang harus dilakukan. Perlu diperhatikan juga kesiapan penolong,
apakah mampu atau tidak dan lingkungan sekitar, perlu tidaknya menjauhkan pasien
atau penderita dalam lingkungan yang berbahaya.
a. Fase I : Basic Life Support (BLS), yaitu prosedur pertolongan darurat dalam
mengatasi obstruksi jalan nafas, henti jantung dan bagaimana melakukan RJP
secara benar. Dalam fase ini terdiri dari langkah yang di A (airway), B
(breathing), C (circulation).
- A (Airway) : Menjaga jalan nafas tetap terbuka
- B (Breathing) : Ventilasi paru dan oksigenasi yang adekuat
- C (Circulation) : Mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung
paru
b. Fase II : Advance Life Support (ALS), yaitu BLS ditambah dengan D (drug) dan
E (EKG).
- D ( drugs ) : Pemberian obat-obatan termasuk cairan.
- E ( EKG ) :Diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin untuk
mengetahui fibrilasi ventrikel.
c. Fase III : Prolonged Life Support (PLS), yaitu penambahan dari BLS dan ALS,
G (gauge), H (head), I (Intensive care).
- G ( Gauge ) : Pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring penderita
secara terus menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan kemudian
mengobatinya.
- H (Head) : Pindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistem
saraf dari kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti jantung,
sehingga dapat dicegah terjadinya neurologic yang permanen.
- I (Intensive Care) : Perawatan intensif di ICU, yaitu : trakheostomi,
pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran pH,
pCO2 bila diperlukan dan tunjangan sirkulasi mengedalikan jika
terjadinya kejang.
Sebelum melakukan tahapan A (airway) terlebih dahulu dilakukan prosedur
awal pada pasien/korban, yaitu:
2
1. Memastikan keamanan lingkungan. Aman bagi penolong maupun aman bagi
pasien/korban itu sendiri.
2. Beritahukan kepada lingkungan kalau anda akan berusaha menolong
3. Memastikan kesadaran pasien/korban. Dalam memastikan pasien/korban dapat
menggunakan metode AVPU :
A –> Alert : memastikan kesadaran korban jika tidak sadar lanjut ke poin V
V –> Verbal : Cobalah memanggil-manggil korban dengan berbicara keras di
telinga korban ( pada tahap ini jangan sertakan dengan menggoyang atau
menyentuh pasien ), jika tidak merespon lanjut ke P
P –> Pain : Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling mudah
adalah menekan bagian putih dari kuku tangan (di pangkal kuku), selain itu
dapat juga dengan menekan bagian tengah tulang dada (sternum) dan juga
areal diatas mata (supra orbital)
U –> Unresponsive : Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih tidak
bereaksi maka pasien berada dalam keadaan unresponsive
4. Meminta pertolongan
Bila diyakini pasien/korban tidak sadar atau tidak ada respon segera minta
pertolongan dengan cara : berteriak ”tolong !!!!”, pergunakan alat komunikasi
yang ada, atau aktifkan bel/sistem emergency yang ada (bel emergency di rumah
sakit). Call for Help, mintalah bantuan kepada masyarakat di sekitar untuk
menelpon ambulans dengan memberitahukan :
a. Jumlah korban
b. Kesadaran korban (sadar atau tidak sadar)
c. Perkiraan usia dan jenis kelamin ( ex: lelaki muda atau ibu tua)
d. Tempat terjadi kegawatan ( alamat yang lengkap)
5. Bebaskan lah korban dari pakaian di daerah dada ( buka kancing baju bagian atas
agar dada terlihat)
Memperbaiki posisi pasien/korban. Tindakan BHD yang efektif bila
pasien/korban dalam posisi telentang, berada pada permukaaan yang rata/keras
dan kering. Bila ditemukan pasien/korban miring atau telungkup pasien/korban
3
harus ditelentangkan dulu dengan membalikkan sebagai satu kesatuan yang utuh
untuk mencegah cedera/komplikasi.
6. Mengatur posisi penolong.
Posisi penolong berlutut sejajar dengan bahu pasien/korban agar pada saat
memberikan batuan nafas dan bantuan sirkulasi penolong tidak perlu banyak
pergerakan.
7. Cek apakah ada tanda-tanda berikut :
a. Luka-luka dari bagian bawah bahu ke atas (supra clavicula)
b. Pasien mengalami tumbukan di berbagai tempat (misal : terjatuh dari sepeda
motor)
c. Berdasarkan saksi pasien mengalami cedera di tulang belakang bagian leher
8. Tanda-tanda tersebut adalah tanda-tanda kemungkinan terjadinya cedera pada
tulang belakang bagian leher (cervical), cedera pada bagian ini sangat berbahaya
karena disini tedapat syaraf-syaraf yg mengatur fungsi vital manusia (bernapas,
denyut jantung)
9. Jika tidak ada tanda-tanda tersebut maka lakukanlah pemeriksaan lanjut :
A : (AIRWAY) Jalan Nafas
1. Pemeriksaan Jalan Nafas
Untuk memastikan jalan nafas bebas dari sumbatan karena benda asing.
Bila sumbatan ada dapat dibersihkan dengan teknik cross finger ( ibu jari
diletakkan berlawan dengan jari telunjuk pada mulut korban).
Cara melakukan teknik cross finger :
a. Silangkan ibu jari dan telunjuk penolong
b. Letakkan ibu jari pada gigi seri bawah korban/pasien dan jari
telunjuk pada gigi seri atas
c. Lakukan gerakan seperti menggunting untuk membuka mulut
pasien/korban.
d. Periksa mulut setelah terbuka apakah ada cairan,benda asing yang
menyumbat jalan nafas.
2. Membuka Jalan Nafas
4
Pada pasien/korban tidak sadar tonus otot menghilang, maka lidah dan
epiglotis akan menutup faring dan laring sehingga menyebabkan sumbatan
jalan nafas. Keadaan ini dapat dibebaskan dengan tengadah kepala topang dahi
(Head tild Chin lift) dan manuver pendorongan mandibula (Jaw thrush
manuver).
Cara melakukan tehnik Head tilt chin lift.
a. Letakkan tangan pada dahi pasien/korban
b. Tekan dahi sedikit mengarah ke depan dengan telapak tangan penolong
c. Letakkan ujung jari tangan lainnya dibawah bagian ujung tulang rahang
pasien/korban
d. Tengadahkan kepala dan tahan/tekan dahi pasien/korban secara
bersamaan sampai kepala pasien/korban pada posisi ekstensi.
Hal ini dilakukan untuk membebaskan jalan nafas
Gambar 1. head tilt chin lift
Cara melakukan tehnik jaw thrust manuver
a. Letakkan kedua siku penolong sejajar dengan posisi pasien/korban
b. Kedua tangan memegang sisi kepala pasien/korban
c. Penolong memegang kedua sisi rahang
5
d. Kedua tangan penolong menggerakan rahang ke posisi depan secara
perlahan
e. Pertahankan posisi mulut pasien/korban tetap terbuka
Gerakan ini dilakukan untuk menghindari adanya cedera lebih lanjut
pada tulang belakang bagian leher pasien.
Gambar 2. jaw thrust manuver
10. Sambil melakukan a atau b di atas, lakukan lah pemeriksaan kondisi Airway (jalan
napas) dan Breathing (Pernapasan) pasien.
B : ( BREATHING) Bantuan Nafas
Prinsipnya adalah memberikan 2 kali ventilasi sebelum kompresi dan
memberikan 2 kali ventilasi per 10 detik pada saat setelah kompresi. Terdiri dari 2
tahap :
1. Memastikan pasien/korban tidak bernafas
Dengan cara :
- Look : Lihat apakah ada gerakan dada (gerakan bernapas), apakah
gerakan tersebut simetris.
- Listen : Dengarkan apakah ada suara nafas normal, dan apakah ada suara
nafas tambahan yang abnormal (bisa timbul karena ada hambatan
sebagian).
- Feel : Rasakan dengan pipi pemeriksa apakah ada hawa napas dari
korban
6
Gambar 3. breathing evaluation
11. Jika ternyata pasien masih bernafas, maka hitunglah berapa frekuensi pernapasan
pasien itu dalam 1 menit (Pernapasan normal adalah 12 -20 kali permenit).
Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas :
a. Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan
napas bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah
pengecekan langsung dengan cara cross-finger untuk membuka mulut
(menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk tangan yang digunakan
untuk chin lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk menekan
rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda yang menyangkut di
tenggorokan korban (eg: gigi palsu dll). Pindahkan benda tersebut
Gambar 4. Cross Finger
7
b. Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan
yang disebabkan oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-finger (seperti
di atas), lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari
yang sudah dibalut dengan kain untuk “menyapu” rongga mulut dari cairan-
cairan).
Gambar 5. Finger Sweep
c. Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena pembengkakan
(edema) pada trakea, untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head
tilt and chin lift atau jaw thrust saja.
12. Jika suara napas tidak terdengar karena ada hambatan total pada jalan napas, maka
dapat dilakukan :
a. Back Blow sebanyak 5 kali, yaitu dengan memukul menggunakan telapak
tangan daerah diantara tulang scapula di punggung
b. Heimlich Maneuver, dengan cara memposisikan diri seperti gambar, lalu
menarik tangan ke arah belakang atas.
8
Gambar 6. Heimlich Maneuver
c. Chest Thrust, dilakukan pada ibu hamil, bayi atau obesitas dengan cara
memposisikan diri seperti gambar lalu mendorong tangan kearah dalam atas.
Gambar 7. Chest Thrust pada ibu hamil dan bayi
Listen :
- Jika frekuensi nafas normal, pantau terus kondisi pasien dengan tetap
melakukan Look Listen and Feel.
- Jika frekuensi nafas < 12-20 kali permenit, berikan nafas bantuan (detail
tentang nafas bantuan dibawah)
9
- Jika pasien mengalami henti nafas berikan nafas buatan (detail tentang nafas
buatan dibawah)
13. Setelah diberikan nafas buatan maka lakukan permeriksaan nadi karotis yang
terletak di leher (periksa dengan 2 jari, letakkan jari di tonjolan di tengah
tenggorokan, lalu gerakkan jari ke samping, sampai terhambat oleh otot leher
(Sternocleidomastoideus), rasakanlah denyut nadi karotis selama 10 detik.
Gambar 8. Pengecekan nadi karotis
14. Jika tidak ada denyut nadi maka lakukanlah Pijat Jantung(figure D dan E , figure F
pada bayi), diikuti dengan nafas buatan(figure A,B dan C),ulang sampai 6 kali
siklus pijat jantung-napas buatan, yang diakhiri dengan pijat jantung.
Gambar 9. Pijat Jantung
10
15. Cek lagi nadi karotis (dengan metode seperti diatas) selama 10 detik, jika teraba
lakukan Look Listen and Feel lagi. jika tidak teraba ulangi poin 14.
16. Pijat jantung dan nafas buatan dihentikan jika
a. Penolong kelelahan dan sudah tidak kuat lagi
b. Pasien sudah menunjukkan tanda-tanda kematian (kaku mayat)
c. Bantuan sudah datang
d. Teraba denyut nadi karotis
17. Pijat jantung dan nafas buatan dihentikan jika
a. Penolong kelelahan dan sudah tidak kuat lagi
b. Pasien sudah menunjukkan tanda-tanda kematian (kaku mayat)
c. Bantuan sudah datang
d. Teraba denyut nadi karotis
18. Setelah berhasil mengamankan kondisi diatas periksalah tanda-tanda shock pada
pasien :
a. Denyut nadi >100 kali per menit
b. Telapak tangan basah dingin dan pucat
c. Capilarry Refill Time > 2 detik ( CRT dapat diperiksa dengan cara menekan
ujung kuku pasien dg kuku pemeriksa selama 5 detik, lalu lepaskan, cek berapa
lama waktu yg dibutuhkan agar warna ujung kuku merah lagi)
19. Jika pasien shock, lakukan Shock Position pada pasien, yaitu dengan mengangkat
kaki pasien setinggi 45 derajat dengan harapan sirkulasi darah akan lebih banyak ke
jantung
Gambar 10. Shock Position
11
20. Pertahankan posisi shock sampai bantuan datang atau tanda-tanda shock
menghilang
21. Jika ada pendarahan pada pasien, coba lah hentikan perdarahan dengan cara
menekan atau membebat luka (membebat jangan terlalu erat karena dapat
mengakibatkan jaringan yg dibebat mati)
22. Setelah kondisi pasien stabil, tetap monitor selalu kondisi pasien dengan Look
Listen and Feel, karena pasien sewaktu-waktu dapat memburuk secara tiba-tiba.
4. Nafas Bantuan
Nafas Bantuan adalah nafas yang diberikan kepada pasien untuk menormalkan
frekuensi nafas pasien yang di bawah normal. Misal frekuensi napas : 6 kali per
menit, maka harus diberi nafas bantuan di sela setiap nafas spontan dia sehingga
total nafas permenitnya menjadi normal (12 kali).
1. Memberikan bantuan nafas
Bantuan nafas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung,
mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan). Bantuan nafas
diberikan sebanyak 2 kali, waktu tiap kali hembusan 1,5 – 2 detik dan volume
700 ml – 1000 ml (10 ml/kg atau sampai terlihat dada pasien/korban
mengembang. Konsentrasi oksigen yang diberikan 16 – 17 %. Perhatikan respon
pasien.
Prosedurnya :
1) Posisikan diri di samping pasien
2) Jangan lakukan pernapasan mouth to mouth langsung, tapi gunakan lah kain
sebagai pembatas antara mulut anda dan pasien untuk mencegah penularan
penyakit – penyakit.
3) Sambil tetap melakukan chin lift, gunakan tangan yang tadi digunakan untuk
head tilt untuk menutup hidung pasien (agar udara yg diberikan tidak
terbuang lewat hidung).
4) Mata memperhatikan dada pasien
5) Tutupilah seluruh mulut korban dengan mulut penolong
12
6) Hembuskanlah nafas satu kali ( tanda jika nafas yg diberikan masuk adalah
dada pasien mengembang)
7) Lepaskan penutup hidung dan jauhkan mulut sesaat untuk membiarkan pasien
menghembuskan nafas keluar (ekspirasi)
8) Lakukan lagi pemberian nafas sesuai dengan perhitungan agar nafas kembali
normal
Cara memberikan bantuan pernafasan :
i. Mulut ke mulut
Merupakan cara yang cepat dan efektif. Pada saat memberikan penolong
tarik nafas dan mulut penolong menutup seluruhnya mulut pasien/korban dan
hidung pasien/korban harus ditutup dengan telunjuk dan ibu jari penolong.
Volume udara yang berlebihan dapat menyebabkan udara masuk ke lambung.
Gambar 11. Pemberian nafas dari mulut ke mulut
ii. Mulut ke hidung
Bantuan dari mulut korban tidak memungkinkan,misalnya pasien/korban
mengalami trismus atau luka berat. Penolong sebaiknya menutup mulut
pasien/korban pada saat memberikan bantuan nafas.
iii. Mulut ke stoma
13
Dilakukan pada pasien/korban yang terpasang trakheostomi atau
mengalami laringotomi.
Gambar 12. Pernafasan mulut ke stoma.
iv. Mulut ke masker
Teknik mulut ke masker lebih efektif dan lebih aman dibanding cara-cara
pernapasan yang telah dijelaskan sebelumnya. Masker yang digunakan
mempunyai katup satu arah sehingga cairan maupun udara ekspirasi yang
keluar dari korban kecil kemungkinannya mengenai penolong. Masker
menutupi hidung dan mulut korban, sehingga tidak ada kontak/hubungan
langsung antara penolong dengan korban.
Gambar 13.Mulut ke masker
5. Pijat Jantung
Pijat jantung adalah usaha untuk “memaksa” jantung memompakan darah ke
seluruh tubuh, pijat jantung dilakukan pada korban dengan nadi karotis yang tidak
teraba. Pijat jantung biasanya dipasangkan dengan nafas buatan (seperti dijelaskan
pada algortima di atas)
C : (CIRCULATION) bantuan sirkulasi
14
Prosedur pijat jantung :
1. Posisikan diri di samping pasien.
2. Posisikan tangan seperti gambar di center of the chest (tepat ditengah-tengah
dada)
Gambar 14. Posisi Tangan di dada Pasien
3. Posisikan tangan tegak lurus korban seperti gambar
Gambar 15. Posisi tangan tegak lurus
15
4. Tekanlah dada korban menggunakan tenaga yang diperoleh dari sendi panggul
(hip joint)
5. Tekanlah dada kira-kira sedalam 4-5 cm (seperti gambar kiri bawah)
Gambar 16. Cara kompres dada
6. Setelah menekan, tarik sedikit tangan ke atas agar posisi dada kembali normal
(seperti gambar kanan atas)
7. Satu set pijat jantung dilakukan sejumlah 30 kali tekanan, untuk memudahkan
menghitung dapat dihitung dengan cara menghitung sebagai berikut :
Satu Dua Tiga Empat Lima SATU
Satu Dua Tiga Empat Lima DUA
Satu Dua Tiga Empat Lima TIGA
Satu Dua Tiga Empat Lima EMPAT
Satu Dua Tiga Empat Lima LIMA
8. Prinsip pijat jantung adalah :
a. Push deep
b. Push hard
c. Push fast
d. Maximum recoil (berikan waktu jantung relaksasi)
e. Minimum interruption (pada saat melakukan prosedur ini penolong tidak
boleh diinterupsi).
16
D : (DEFIBRILATION) terapi listrik
Terapi dengan memberikan energi listrik dilakukan pada pasien/korban yang
penyebab henti jantung adalah gangguan irama jantung. Penyebab utama adalah
ventrikel takikardi atau ventrikel fibrilasi. Pada penggunaan orang awam tersedia AED.
Penilai ulang :
Sesudah 4 siklus ventilasi dan kompresi kemudian pasien/korban dievaluasi kembali :
1. Jika tidak ada denyut jantung dilakukan kompresi dan bantuan nafas dengan
ratio 30 : 2
2. Jika ada nafas dan denyut jantung teraba letakkan korban pada posisi sisi
mantap
3. Jika tidak ada nafas tetapi teraba denyut jantung, berikan bantuan nafas
sebanyak 12 kali permenit dan monitor denyut jantung setiap saat.
6. Perlindungan Diri Penolong
Dalam melakukan pertolongan pada kondisi gawat darurat, penolong tetap harus
senantiasa memastikan keselamatan dirinya sendiri, baik dari bahaya yang disebabkan
karena lingkungan, maupun karena bahaya yang disebabkan karena pemberian
pertolongan.
Poin-poin penting dalam perlindungan diri penolong :
1. Pastikan kondisi tempat memberi pertolongan tidak akan membahayakan
penolong dan pasien
2. Minimasi kontak langsung dengan pasien, itulah mengapa dalam memberikan
napas bantuan sedapat mungkin digunakan sapu tangan atau kain lainnya untuk
melindungi penolong dari penyakit yang mungkin dapat ditularkan oleh korban
3. Selalu perhatikan kesehatan diri penolong, sebab pemberian pertolongan
pertama adalah tindakan yang sangat memakan energi. Jika dilakukan dengan
kondisi tidak fit, justru akan membahayakan penolong sendiri.
7. Airway Management (Pemeliharaan jalan napas) dengan Alat
Cara ini dilakukan bila pengelolaan jalan nafas tanpa alat tidak berhasil dengan
sempurna dan fasilitas tersedia.
17
Peralatan dapat berupa :
a. Pemasangan Pipa (tube)
Dipasang jalan nafas buatan dengan pipa, bisa berupa pipa orofaring (mayo),
pipa nasofaring atau pipa endotrakea tergantung kondisi korban.
Penggunaan pipa orofaring dapat digunakan untuk mempertahankan jalan
nafas tetap terbuka dan menahan pangkal lidah agar tidak jatuh ke belakang
yang dapat menutup jalan nafas terutama bagi penderita tidak sadar
Pemasangan pipa endotrakea akan menjamin jalan nafas tetap terbuka,
menghindari aspirasi dan memudahkan tindakan bantuan pernafasan
b. Pengisapan benda cair (suctioning)
Bila terdapat sumbatan jalan nafas oleh benda cair. Pengisapan dilakukan
dengan alat bantu pengisap (pengisap manual atau dengan mesin)
Pada penderita trauma basis cranii maka digunakan suction yang keras untuk
mencegah suction masuk ke dasar tengkorak
c. Membersihkan benda asing padat dalam jalan nafas
Bila pasien tidak sadar terdapat sumbatan benda padat di daerah hipofaring
maka tidak mungkin dilakukan sapuan jari, maka digunakan alat Bantu
berupa : laringoskop, alat pengisap dan alat penjepit.
d. Membuka jalan nafas
Dapat dilakukan krikotirotomi atau trakeostomi
Cara ini dipilih bila pada kasus yang mana pemasangan pipa endotrakeal
tidak mungkin dilakukan, dipilih tindakan krikotirotomi dengan jarum. Untuk
petugas medis yang terlatih, dapat melakukan krikotirotomi dengan pisau atau
trakeostomi.
e. Proteksi servikal
Dalam mengelola jalan nafas, jangan sampai melupakan kontrol servikal
terutama pada multiple trauma atau tersangka cedera tulang leher.
Dipasang dari tempat kejadian. Usahakan leher jangan banyak bergerak.
Posisi kepala harus “in line” (segaris dengan sumbu vertikal tubuh)
18
8. Spesifik Penolong yang dapat Memberikan RJP
1. Penolong yang tidak terlatih (Untrained lay rescuer)
Untuk orang awam yang tidak berpengalaman hanya kompresi dada yang
dilakukan.
2. Penolong yang terlatih (Trained lay rescuer)
Harus memberikan kompresi dada untuk pasien SCA ( sudden cardiac arrest )
dan dapat memberikan ventilasi dengan maka perbandingan 30 : 2.
3. Penyedia pelayan kesehatan (Healthcare Provider)
Resusitasi yang diberikan tergantung kasus yang dihadapi. Jika ada pasien yang
lemas ataupun yang mempunyai obstruksi jalan pernapasan dan mengalami
penurunan kesadaran, CPR juga dapat diberikan dengan kompresi dada
sebanyak 30 kali dan diteruskan dengan ventilasi. Jika menemukan pasien yang
tidak responsif atau tidak bernafas, asumsi SCA (Sudden Cardiac Arrest) selalu
dilakukan.
9. RJP pada situasi khusus
1. Tenggelam
Tenggelam merupakan penyebab kematian yang dapat dicegah.
Keberhasilan menolong korban tenggelam tergantung dari lama dan beratnya
derajat hipoksia.
Penolong harus melakukan RJP terutama memberikan bantuan nafas,
secepat mungkin setelah korban dikeluarkan dari air. Setelah melakukan RJP
selama 5 siklus barulah seorang penolong mengaktifkan sistem emergensi.
Manuver yang dilakukan untuk menghilangkan sumbatan jalan nafas tidak
direkomendasikan karena bisa menyebabkan trauma, muntah dan aspirasi serta
memperlambat RJP.
2. Hipotermi
Pada pasien tidak sadar oleh karena hipotermi, penolong harus menilai
pernafasan untuk mengetahui ada tidaknya henti nafas dan menilai denyut nadi
unuk menilai ada tidaknya henti jantung atau adanya bradikardi selama 30-45
19
detik karena frekuensi jantung dan pernafasan sangat lambat tergantung derajat
hipotermi.
Jika korban tidak bernafas, segera beri pernafasan buatan. Jika nadi tidak
ada segera lakukan kompresi dada. Jangan menunggu suhu tubuh menjadi
hangat. Untuk mencegah hilangnya panas tubuh korban, lepaskan pakaian
basah, beri selimut hangat jika mungkin beri oksigen hangat.
10. Posisi sisi mantap (Recovery Position)
Posisi ini digunakan untuk korban yang tidak sadar yang telah bernafas normal
dan sirkulasi aman. Posisi ini dibuat untuk menjaga jalan nafas tetap terbuka dan
mengurangi risiko sumbatan jalan nafas dan aspirasi. Caranya korban diletakkan
miring pada salah satu sisi tubuh dengan tangan yang dibawah berada di depan
badan.
11. Pedoman Resusitas Jantung Paru
Setelah mengevaluasi berbagai penelitian yang telah dipublikasi selama lima
tahun terakhir AHA mengeluarkan Panduan RJP 2010. Fokus utama RJP 2010 ini
adalah kualitas kompresi dada. Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara
Panduan RJP 2005 dengan RJP 2010.
1. Bukan lagi ABC, melainkan CAB
AHA 2010 (new)
“A change in the 2010 AHA Guidelines for CPR and ECC is to reccomend
the initiation of chest compression before ventilation.”
AHA 2005 (old)
“The sequence of adult CPR began with opening of the airway, checking for
normal breathing, and then delivering 2 rescue breaths followed by cycles
of 30 chest compressions and 2 breaths.”
Sebelumnya dalam pedoman pertolongan pertama, kita mengenal ABC:
Airway, Breathing, Ciculation (Chest Compression) yaitu buka jalan nafas,
bantuan pernafasan, dan kompresi dada. Pada saat ini, prioritas utama adalah
Circulation baru setelah itu tatalaksana difokuskan pada Airway dan selanjutnya
20
Breathing. Satu-satunya pengecualian adalah hanya untuk bayi baru lahir
(neonatus), karena penyebab tersering pada bayi baru lahir yang tidak sadarkan
diri dan tidak bernafas adalah karena masalah jalan nafas (asfiksia). Sedangkan
untuk yang lainnya, termasuk RJP pada bayi, anak, ataupun orang dewasa
biasanya adalah masalah Circulation kecuali bila kita menyaksikan sendiri
korban tidak sadarkan diri karena masalah selain Circulation harus menerima
kompresi dada sebelum kita berpikir memberikan bantuan jalan nafas.
2. Tidak ada lagi Look, Listen, and Feel
AHA 2010 (new)
“Look, listen, and feel for breathing was removed from the sequence for
assessment of breathing after opening the airway. The healthcare provider
briefly checks for breathing when checking responsiveness to detect signs
of cardiac arrest. After delivery of 30 compressions, the home rescuer
opens the victim’s airway and delivers 2 breaths.”
AHA 2005 (old)
“Look, listen, and feel for breathing was used to assess breathing after the
airway was opened.”
Kunci utama menyelamatkan seseorang dengan henti jantung adalah
Bertindak bukan Menilai. Telepon ambulan segera saat kita melihat korban tidak
sadar dan tidak bernafas dengan baik (gasping). Percayalah pada nyali Anda.
Jika Anda mencoba menilai korban bernapas atau tidak dengan mendekatkan
pipi Anda pada mulut korban, itu boleh-boleh saja. Tapi tetap saja sang korban
tidak bernafas dan tindakan look listen and feel ini hanya akan menghabiskan
waktu.
3. Tidak ada lagi Resque Breath
AHA 2010 (new)
“Beginning CPR with 30 compressions rather than 2 ventilations leads to
a shorter delay to first compression”
Resque breath adalah tindakan pemberian napas buatan sebanyak dua
kali setelah kita mengetahui bahwa korban henti napas (setelah Look, Listen,
and Feel). Pada AHA 2010, hal ini sudah dihilangkan karena terbukti menyita
21
waktu yang cukup banyak sehingga terjadi penundaan pemberian kompresi
dada.
4. Kompresi dada lebih dalam lagi
AHA 2010 (new)“The adult sternum should be depressed at least 2 inches
(5 cm)”
AHA 2005 (old)
“The adult sternum should be depressed 11/2 to 2 inches (approximately 4
to 5 cm).”
Pada pedoman RJP sebelumnya, kedalaman kompresi dada adalah 1 ½ –
2 inchi (4 – 5 cm), namun sekarang AHA merekomendasikan untuk melakukan
kompresi dada dengan kedalaman minimal 2 inchi (5 cm).
5. Kompresi dada lebih cepat lagi
AHA 2010 (new)
“It is reasonable for lay rescuers and healthcare providers to perform
chest compressions at a rate of at least 100x/min.”
AHA 2005 (old)
“Compress at a rate of about 100x/min.”
AHA mengganti redaksi kalimat disini sebelumnya tertulis: tekan dada
sekitar 100 kompresi/ menit. Sekarang AHA merekomendasikan kita untuk
kompresi dada minimal 100 kompresi/ menit. Pada kecepatan ini, 30 kompresi
membutuhkan waktu 18 detik.
6. Hands only CPR
AHA 2010 (new)
“Hands-Only (compression-only) bystander CPR substantially improves
survival following adult out-of-hospital cardiac arrests compared with no
bystander CPR.”
AHA mendorong RJP seperti ini pada tahun 2008. Dan pada pedoman tahun
2010 pun AHA masuh menginginkan agar penolong yang tidak terlatih
melakukan Hands Only CPR pada korban dewasa yang pingsan di depan
mereka. Pertanyaan terbesar adalah: apa yang harus dilakukan penolong tidak
terlatih pada korban yang tidak pingsan di depan mereka dan korban yang bukan
22
dewasa? AHA memang tidak memberikan jawaban tentang hal ini, namun ada
saran sederhana disini: berikan Hands Only CPR, karena berbuat sesuatu lebih
baik daripada tidak berbuat sama sekali.
7. Pengaktivasian Emergency Response System (ERS)
AHA 2010 (new)
“Check for response while looking at the patient to determine if breathing is
absent or not normal. Suspect cardiac arrest if victim is not breathing or only
gasping.”
AHA 2005 (old)
“Activated the emergency response system after finding an unresponsive
victim, then returned to the victim and opened the airway and checked for
breathing or abnormal breathing.”
Pada pedoman AHA yang baru, pengaktivasian ERS seperti meminta
pertolongan orang di sekitar, menelepon ambulans, ataupun menyuruh orang
untuk memanggil bantuan tetap menjadi prioritas, akan tetapi sebelumnya telah
dilakukan pemeriksaan kesadaran dan ada tidaknya henti nafas (terlihat tidak ada
nafas/ gasping) secara simultan dan cepat.
8. Jangan berhenti kompresi dada
AHA 2010 (new)
“The preponderance of efficacy data suggests that limiting the frequency and
duration of interruptions in chest compressions may improve clinically
meaningful outcomes in cardiac arrest patients.”
Setiap penghentian kompresi dada berarti menghentikan aliran darah ke
otak yang mengakibatkan kematian jaringan otak jika aliran darah berhenti
terlalu lama. Membutuhkan beberapa kompresi dada untuk mengalurkan darah
kembali. AHA menghendaki kita untuk terus melakukan kompresi selama kita
bisa atau sampai alat defibrilator otomatis datang dan siap untuk menilai
keadaan jantung korban. Jika sudah tiba waktunya untuk pernapasan dari mulut
ke mulut, lakukan segera dan segera kembali melakukan kompresi dada. Prinsip
Push Hard, Push Fast, Allow complete chest recoil, and Minimize Interruption
masih ditekankan disini. Ditambahkan dengan Avoiding excessive ventilation.
23
9. Tidak dianjurkan lagi Cricoid Pressure
AHA 2010 (new)
“The routine use of cicoid pressure in cardiac arrest is not recommended.”
AHA 2005 (old)
“Cricoid pressure should be used only if the victim is deeply unconscious, and it
usually requires a third rescuer not involved in rescue breaths or compressions.”
Cricoid pressure dapat menghambat atau mencegah pemasangan jalan
nafas yang lebih adekuat dan ternyata aspirasi tetap dapat terjadi walaupun sudah
dilakukan cricoid pressure. Cricoid pressure merupakan suatu metode penekanan
tulang rawan krikoid yang dilakukan pada korban dengan tingkat kesadaran
sangat rendah, hal ini pada pedoman AHA 2005 diyakini dapat mencegah
terjadinya aspirasi dan hanya boleh dilakukan bila terdapat penolong ketiga yang
tidak terlibat dalam pemberian nafas buatan ataupun kompresi dada.
10. Pemberian Precordial Thump
AHA 2010 (new)
24
“The precordial thump should not be used for unwitnessed out-of-hospital
cardiac arrest. The precordial thump may be considered for patients with
witnessed, monitored, unstable VT (including pulseless VT) if a defibrillator
is not immediately ready for use, but it should not delay CPR and shock
delivery.”
AHA 2005 (old)
“No recommendation was provided previously.”
Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa precordial thump dapat
mengembalikan irama ventricular tachyarrhytmias ke irama sinus. Akan
tetapi pada sejumlah besar kasus lainnya, precordial thump tidak berhasil
mengembalikan korban dengan ventricular fibrillation ke irama sinus atau
kondisi Return of Spontaneous Circulation (ROSC). Kemudian terdapat
banyak laporan yang menyebutkan terjadinya komplikasi akibat pemberian
precordial thump seperti fraktur sternum, osteomyelitis, stroke, dan bahkan
bisa mencetuskan aritmia yang ganas pada korban dewasa dan anak-anak.
Pemberian precordial thump boleh dipertimbangkan untuk dilakukan pada
pasien dengan VT yang disaksikan, termonitor, tidak stabil, dan bila
defibrilator tidak dapat disediakan dengan segera. Dan yang paling penting
adalah precordial thump tidak boleh menunda pemberian RJP atau
defibrilasi.
25
BAB II
PERTANYAAN DAN JAWABAN
PERTANYAAN
1. Jelaskan mengapa mahasiswa fakultas kedokteran gigi memerlukan pengetahuan
RJP ?
2. Apa yang anda lakukan pada saat anda jumpai seseorang mengalami pingsan
setelah kecelakaan lalulintas ? Jelaskan.
3. Apa yang anda lakukan pada saat menjumpai seseoranf mengalami peristiwa
tertelan gigi tiruan jembatan? Jelaskan.
4. Apa gunanya metode back blow di bidang kedokteran gigi ?
5. Apa gunanya metode Heimlich Manuever di bidang kedokteran gigi ?
6. Apa gunanya metode Chest thrust di bidang kedokteran gigi ?
JAWABAN
1. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi memerlukan pengetahuan PPGD dan RJP
agar mahasiswa tersebut dapat memberikan pertolongan pertama apabila
terdapat kejadian yang tak terduga seperti pada saat ada pasien yang akan
dilakukan tindakan perawatan gigi namun tiba-tiba tidak sadarkan diri , pada
saat itu otomatis kita akan melakukan tindakakan PPGD dan RJP , sehingga
dapat memberikan pertolongan agar dapat mengembalikan fungsi jantung dan
sistem pernafasan secara sementara sampai adanya pertolongan lanjutan yang
lebih intensif untuk pasien tersebut serta ketika kita sedang berada di jalan atau
ditempat-tempat lain ketika ada seseorang yang mengalami kecelakaan atau
tidak sadar maka kita sebagai tenaga medis, kita mampu memberikan
pertolongan pertama dan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.39
tahun 2007, dijelaskan bahwa salah satu lingkup kerja dokter gigi adalah
memberikan pelayanan darurat (Basic Emergency Care) yang terdiri dari BLS.
Selain itu, BLS ini sangat diperlukan di area pre-hospital maupun intra hospital.
26
2. Jika diketahui terdapat orang yang mengalami kecelakaan lalu lintas pada
langkah pertama yang harus dilakukan yaitu mengecek kesadaran orang tersebut
dengan menggunakan metode AVPU. Kemudian mengecek pernafasan, pupil
mata dan denyut nadi. Kemudian jika pasien tersebut positif tidak sadarkan diri
maka dilakukan tindakan lanjutan yaitu RJP (Resositasi Jantung Paru).
Kemudian jika pasien tidak sadar dan tak dapat bernafas maka dapat dilakukan
prosedur pernafasan buatan atau pernafasan bantuan atau prosedur lainnya.
Namun sebelum melakukan hal tersebut, perlu diketahui bahwa kita harus
meminta ijin terlebih dahulu pada keluarga yang ada ditempat. Dan segera
menghubungi tim medis seperti ambulance.
3. Yang harus saya lakukan ketika saya menemukan gigi tiruan pasien yang
tertelan, maka saya akan melakukan tindakan pengecekan langsung dengan cara
cross-finger untuk membuka mulut, menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari
telunjuk tangan yang digunakan untuk chinlift, ibu jari mendorong rahang atas
ke atas, telunjuk menekan rahang bawah ke bawah. Kemudian lihatlah benda
yang tersangkut tersebut, aabila masih dapat dijangkau dengan jari maka boleh
diambil sebisanya saja atau menggunakan metode black blow maneuver atau
heimlich maneuver jika gigi tiruan sudah tertelan mencapai abdomen.
4. Metode Back Blow diperlukan dalam dunia Kedokteran Gigi jika tiba-tiba
terdapat seorang pasien yang tersedak (gigi tiruan tertelan dan lain sebagainya),
sehingga jalan nafas dapat terbuka kembali setelah dilakukan metode tersebut.
5. Hemlich Manuever dilakukan jika Back Blow Manuever tidak berhasil
mengeluarkan benda yang tertelan. Metode heimlich maneuver dilakukan
penekanan pada ulu hati dan dilakukan apabila benda padat sudah tertelan sudah
sampai pada abdomen. Serta pertolongan ini dilakukan untuk membebaskan
jalan napas ketika terjadi henti napas pada bayi, anak, dan orang dewasa untuk
korban sadar dan tidak sadar.
6. Metode Chest Trust hampir sama dengan metode Hemlich, namun dari metode
ini terdapat perbedaan pada bagian penekanan dada yaitu pada bagian atas, dan
tindakan ini hanya dilakukan pada orang hamil, obesitas dan anak bayi.
27
Perlakuan ini untuk dapat membuka jalan nafas atau membebaskan nafas yang
tadinya terdapat hambatan tertentu.
28
BAB III
KESIMPULAN
RJP atau resusitasi kardiopulmonal adalah tindakan yang dilakukan pada orang
yang mengalami gangguan transport oksigenasi, baik yang diakibatkan karena
pernapasan berhenti maupun gangguan sistem sirkulasi.
RJP yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah RJP dengan prosedur standar
CAB, yaitu Circulation, Airway dan Breathing
RJP diberikan pada kondisi tertentu seperti henti jantung dan henti nafas, henti
nafas tanpa henti jantung atau henti jantung tanpa ditandai dengan henti nafas.
Gangguan transport oksigen karena berhentinya pernapasan diatasi dengan
melakukan manouvere-manouver antara lain : membebaskan jalan napas, memeriksa
pernapasan, memberikan pijat jantung dan napas buatan dan pemeriksaan nadi karotis.
Mahasiswa kedokteran gigi penting sekali memiliki pengetahuan tentang
PPGD dan RGP karena suatu saat ketika menghadapi pasien yang tiba-tiba tidak
sadarkan diri ataupun dalam kondisi gawat darurat dan membutuhkan pertolongan
pertama, kita dapat langsung memberikan pertolongan pertama untuk menyelamatkan
jiwa pasien sebelum akhirnya diberikan perawatan yang sesuai dengan keadaan korban.
29
DAFTAR PUSTAKA
Dobson, Michael B; alih bahasa, Adji Dharma. 1994. Penuntun Praktis Anestesi (at the
district hospital).Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
Guyton and Hall. 2005. Text Book Medical Physiology. Elseiver Saunders: New York.
Parnaadji,Rahardyan,dkk.2012.Petunjuk Praktikum Fisiolog Blok Sistem Tubuh II Edisi
II.Jember : FKG Universitas Jember
Indriana,Tecky,dkk.2012. Petunjk Praktikum Fisiologi Blok Sistem Tubuh II Edisi
IV.Jember : FKG Universitas Jember
30