View
156
Download
11
Category
Preview:
DESCRIPTION
fk unand
Citation preview
LAPORAN DISKUSI TUTORIAL
BLOK 2.5 MODUL II
ADI DAN JAKUNNYA
OLEH
KELOMPOK 23-D
Tutor : dr. Ifdellia Suryadi
Fani Faradila – 0910311014
Faimmatul Syuhada – 0910312065
Rosi Oktarina – 0910312082
Fanny Karnila Putri – 0910312131
Nur Ain Binti Mohd Rizal – 0910314175
Resya I. Noer – 0910313196
Evita - 0910313243
Mahaputri Ulva Lestari – 0910313255
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
PADANG
2011
Skenario
Adi, 20 tahun, berobat ke dokter keluarganya, dengan keluhan benjolan pada leher bagian
depan yang sudah terlihat sejak 1 tahun yang lalu. Mulanya, benjolan tersebut diketahui oleh
temannya sebesar telur puyuh. Adi pada mulanya sering memperhatikan benjolan tersebut ikut
bergerak pada saat menelan. Benjolan tersebut disangka oleh Adi, buah jakun yang sedang tumbuh.
Namun 1 bulan ini benjolan membesar sampai sebesar telur ayam. Pada mulanya ia beranggapan hal
ini biasa saja, karena di kampungnya di Bukittinggi banyak juga orang dewasa dan tua dengan
benjolan yang sama dengan Adi. Dokter keluarga yang memeriksa mengatakan bahwa kemungkinan
Adi menderita Struma Nodosa Non Toksika dan untuk itu diperlukan pemeriksaan penunjang lain.
Hasil USG tiroid, menunjukkan gambaran masa padat , single, nodul dan dicurigai suatu malignancy.
Pada pemeriksaan FNAB didapatkan adanya sel yang mencurigakan. Adi kemudian dianjurkan untuk
pemeriksaan T3 dan T4 dan dirujuk ke rumah sakit rujukan.
Bagaimana anda menjelaskan apa yang terjadi pada Adi serta faktor – factor apakah yang
berperanan dalam penyakit Adi ?
I. CLARIFY TERMINOLOGY
a. Struma Nodosa Non Toksika
Pembesaran kelenjar tiroid yang berbatas jelas, tidak menimbulkan gejala,
bukan merupakan suatu reaksi inflamasi atau keganasan dan biasanya
disebabkan oleh defisiensi iodium dengan gambaran kadar T3 dan T4 normal.
b. T3 (Triiodotironin)
Salah satu hormon tiroid yang mengandung yodium yang disekresikan oleh
kelenjar tiroid dan dilepaskan dari trioglobulin dengan hidrolisis serta
mempunyai efek beberapa kali lipat dari aktivitas biologi tiroksin.
c. T4 (Tiroksin)
Hormon utama yang dihasilkan di folikuler kelenjar tiroid yang dibentuk dari
trioglobulin dan ditransformasikan terutama ke dalam serum darah.
d. Tiroid
Kelenjar endokrin, berbentuk seperti kupu-kupu, yang dihubungkan oleh
isthmus dan terletak di leher, di bekakang kartilago krikoid.
II. FINDING PROBLEMS
1. Apa saja kemungkinan benjolan di bagian depan leher?
2. Apakah hubungan keluhan benjolan yang dialami Adi dengan jenis kelamin dan
umurnya?
3. Mengapa benjolan tersebut terlihat sejak 1 tahun yang lalu?
4. Apakah ukuran sebesar telur puyuh dari benjolan tersebut normal atau tidak? Jika
tidak, berapakah ukuran normalnya?
5. Apa yang bergerak ketika menelan?
6. Mengapa benjolan tersebut bergerak ketika menelan?
7. Apakah perbedaan antara benjolan tersebut dengan buah jakun?
8. Mengapa benjolan tersebut membesar sampai sebesar telur ayam?
9. Apakah makna dari pembesaran tersebut?
10. Apakah penyebab dari benjolan yang diderita orang dewas dan tua di Bukittinggi?
11. Apakah benjolan Adi sama dengan benjolan orang di kampungnya? Bila tidak sama,
apakah penyebabnya?
12. Apakah pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan?
13. Apakah interpretasi dari pemeriksaan USG yang dilakukan terhadap Adi?
14. Mengapa dokter mendiagnosis Adi menderita Struma Nodosa non Toksika?
15. Sel yang mencurigakan apakah yang terlihat pada pemeriksaan FNAB?
16. Apa indikasi dilakukannya FNAB?
17. Mengapa Adi dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan T3 dan T4?
18. Apa indikasi rujukan yang dilakukan dokter dan dirujuk ke bagian manakah?
19. Factor apakah yang berperan dalam penyakit Adi?
III. BRAINSTORMING
1. Kemungkinan benjolan di leher bagian depan adalah Adanya limfadenopati yang
dapat disebabkan oleh limfoma atau metastasis, pembesaran kelenjar tiroid, faringitis
atau laryngitis
2. Pengaruh jenis kelamin : wanita cenderung lebih tinggi kemungkinan mengalami
benjolan didepan leher karna estrogen mempunyai efek terhadap kelenjar tiroid.
Pengaruh umur Adi yang 20 tahun adalah untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
kanker.
3. Pembesaran terjadi dalam waktu lama. Ini dapat disebakan oleh kerusakan pada
produksi TSH dan TRH sehingga terjadi ransangan yang terus menerus terhadap
kelenjar tiroid. Pembesaran terjadi karena adanya produksi T3 dan T4 yang terus
meneru, sehingga untuk kompensasi, maka kelenjar tiroid diransang terus oleh TSH
untuk menghasilkan hormone yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh
sehingga terjadi hyperplasia dan hipertrofi kelenjar Proses ini dinamakan dengan
mekanisme feedback negative.
4. Benjolan Adi terlihat sebesar telur puyuh merupakan ukuran yang abnormal, karena
normalnya, kelenjar tiroid itu tidak terlihat dan tidak teraba
5. Yang bergerak ketika menelan adalah kelenjar Tiroid, jadi Adi kemungkinan
menderita pembesaran kelenjar Tiroid atau Struma.
6. Tiroid bergerak ketika menelan karna Tiroid tersebut menempel ke trakea dan
membuktikan bahwa tidak ada perlengketan ke organ sekitar
7. Jakun berbeda dengan kelenjar Tiroid. Perbedaan dapat terlihat dari letaknya. Jakun
terletak di bagian tengah sedangkan kelenjar Tiroid di bagian samping.
8. Benjolan tersebut membesar karena adanya peningkatan proliferasi sel
9. Makna dari pembesaran tersebut adalah mengarah ke keganasan pada kelenjar Tiroid
10. Penyebab dari benjolan yang diderita orang dewasa dan tua di Bukittinggi adalah
defisiensi yodium
11. Benjolan Adi sama dengan benjolan orang di kampungnya, tapi penyebab benjolan
Adi dapat berbeda. Kemungkinan penyebab itu adalah lingkungan, radiasi dan lain-
lain
12. Pemeriksaan penunjang lain : sidik tiroid, USG, kadar TSH, BAJAH, Termografi
13. Interpretasi:
Massa padat : keganasan
Single nodul
Dicurigai malignancy
14. Karena daerah tempat tinggal Adi merupakan endemic dari defisiensi yodium, oleh
karena itu Adi berkemungkinan menderita struma nodosa non toksika yang
dikarenakan oleh defisiensi yodium
15. Sel yang mencurigakan yang terlihat adalah sel kanker yang bentuknya tidak sama
dengan sel normal di kelenjar tiroid
16. Indikasi dilakukannya FNAB adalah apabila terdapat suatu benjolan dan dicurigai itu
merupakan suatu keganasan
17. Adi dianjurkan melakukan pemeriksaan T3 dan T4 untuk mendukung diagnosis
18. Indikasi merujuk adalah agar pasien dapat melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan
penatalaksanaan dari keluhan yang dialami. Dirujuk ke bagian penyakit dalam atau
bedah.
19. Factor yang berperan adalah lingkungan, radiasi.
IV. SCHEME
V. LEARNING OBJECTIVE
1. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi dan etiologi kelainan pada kelenjar tiroid
2. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi kelainan pada kelenjar tiroid
3. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dan pathogenesis
4. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis kelainan pada kelenjar tiroid
5. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan kelainan pada kelenjar tiroid
6. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis kelainan pada kelenjar tiroid
VI. INFORMATION GATHERING AND PRIVATE STUDY
Rujukan :
a. Internet
b. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
VII. SHARING THE RESULTS OF INFORMATION GATHERING AND PRIVATE
STUDY
Klasifikasi dan Etiologi Kelainan Kelenjar Tiroid
Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan)
Menurut American society for Study of Goiter membagi :
1.Struma Non Toxic Diffusa
2.Struma Non Toxic Nodusa
3.Stuma Toxic Diffusa
4.Struma Toxic Nodusa
Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi
fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah nodusa
dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.
STRUMA NON TOKSIK
Epidemiologi
S u r v e y e p i d e m i o l o g i u n t u k g o n d o k e n d e m i k s e r i n g d i t e m u k a n d i
d a e r a h pegunungan seperti pengunungan Alpen, Himalaya, Bukit Barisan, dan
sebagainyadan juga terlihat di dataran rendah seperti Finlandia, Belanda, dan sebagainya.Untuk
struma toksika prevalensinya 10 kali lebih sering pada wanitadibanding pria. Di Inggris,
prevalensi Hypertiroidisme pada praktek umum adalah 25 – 35 kasus dalam 10.000 wanita, sedang di
rumah sakit didapatkan 3 kasus dalam10.000 pasien.Pada wanita ditemukan 20 – 27 kasus
dalam 1.000 wanita, sedangkan pria 1 – 5 per 1 . 0 0 0 p r i a .
Faktor risiko
c. Defisiensi yodium
d. Merokok
e. Jenis kelamin
f. Kelainan enzimatik tiroid
g. Genetic
Patogenesis
Pembentukan nodul pada struma nontoksik dijelaskan dengan terdapatnya heterogenitas
respons pertumbuhan oleh sel-sel folikel tiroid. Pada kelenjar tiroid normal, sensitifitas masing-
masing sel di dalam satu folikel terhadap ransangan pertumbuhan oleh TSH sangat beragam. Dengan
makin kuat dan lamanya ransangan TSH, jumlah sel yang bereplikasi makin bertambah. Hanya
sebagian kecil sel folikel, yaitu yang mempunyai potensi pertumbuhan tinggi, akan ikut dalam siklus
mitosis dan membentuk folikel baru. Sel-sel yang baru terbentuk mewarisi potensi pertumbuhan yang
tinggi sehingga terbentuk mewarisi potensi pertumbuhan yang tinggi sehingga jumlah sel yang
bereplikasi meningkat secara progresif. Sel-sel tersebut tidak tersebar merata didalam kelenjar tiroid
dan setelah bereplikasi sel-sel yang baru terbentuk tetap berkelompok. Dengan demikian struma
nontoksik yang tadinya difus akan semakin bernodul.
Manifestasi klinis dan diagnosis
a. Pembesaran kelenjar tiroid di leher bagian depan
b. Pada awalnya, tidak menimbulkan keluhan
c. Keluhan : penekanan terhadap trachea menyebabkan keluhan sesak napas dengan stridor.
Rasa tercekik dan batuk
d. Perdarahan ke dalam nodul atau kista tiroid dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas
e. Penekanan pada vena-vena jugularis, subclavia atau vena cava superior menyebabkan gejala
plethora pada muka dan pelebaran vena-vena di leher dan dada bagian atas
f. Paralisis pita suara
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan kadar TSH serum merupakan pemeriksaan laboratorium pertama dan utama untuk
menyingkirkan kemungkinan tirotosikosis atau hipotiroidisme.
Pemeriksaan pencitraan tiroid
a. USG Tiroid
b. Pemeriksaan Sidik Tiroid
Biopsi Aspirasi jarum halus
Pemeriksaan BAJAH dilakukan untuk menyingkirkan adanya keganasan tiroid
Pengobatan
Tiroidektomi
Manfaat tiroidektomi terutama untuk mendapatkan dekompresi secara cepat terhadap struktur vital
disekitarnya disamping untuk mendapatkan contoh jaringan untuk pemeriksaan histopatologi.biasanya
dilakukan tiroidektomi sub total bilateral dengan pengangkatan semua jaringan abnormal.
Radioiodin
Pengobatan dengan radioiodine pada struma non toksik dapat mengurangi volume kelenjar sebanyak
lebih dari 90%.
Tiroksin
Pemberian T4 didasarkan pada hipotesis bahwa jaringan struma juga tergantung pada TSH, oleh
karena itu penekanan sekresi TSH oleh T4 akan mengurangi ukuran struma atau paling tidak
mencegah pembesaran selanjutnya
Prognosis
Tergantung jenis nodul ,tipe histologist
STRUMA TOKSIK
Epidemiologi
Struma diffusa toksik lebih sering terjadi pada penderita yang telah berusia di atas 50 tahun. Laki-laki
berisiko ;ebih tinggi untuk menghidap morbus Graves dibanding wanita. Insidens puncak penyakit ini
terjadi pada decade ketiga dan keempat kehidupan. Penderita penyakit ini akan mempunyai tanda-
tanda kardiovaskular yang seringkali menutupi gejala-gejala dan tanda-tanda adrenergik akibat
hipertiroidisme.
Etiologi
Struma difusa toksik/penyakit Graves dipandang sebagai penyakit autoimun dengan terjadi
peningkatan pelepasan hormone tiroid, yaitu thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI), suatu IgG
yang sepertinya “mirip” reseptor TSH. Predisposisi familial kuat pada sekitar 15% pasien Graves
mempunyai keluarga dekat dengan kelainan sama dan kira-kira 50% keluarga pasien dengan penyakit
Graves mempunyai autoantibodi tiroid yang berada di darah. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis
dari kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang
hiperaktif. Grave’s disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit Grave’s terjadi akibat
antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang merangsangsang aktivitas tiroid itu
sendiri
Patofisiologi struma diffusa toksik
Morbus Graves adalah suatu gangguan autoimun; pada gangguan tersebut terdapat beragam antibodi
dalam serum. Antibodi ini mencakup antibodi terhadap reseptor TSH, perisoksom tiroid dan
tiroglobulin. Dari ketiganya reseptor TSH adalah antigen terpenting yang menyebabkan terbentuknya
antibodi. Efek antibodi yang terbentuk berbeda-beda tergantung pada epitop reseptor TSH mana yang
menjadi sasarannya. Sebagai contoh, salah satu antibodi yang disebut thyroid growth-stimulating
immunoglobulin (TSI), mengikat reseptor TSH untuk merangsang jalur adenilat siklase/AMP siklik
yang menyebabkan peningkatan pembebasan hormon tiroid. Golongan antibodi lain yang juga
ditujukan pada reseptor TSH dilaporkan menyebabkan proliferasi epitel folikel tiroid (thyroid growth-
stimulating
immunoglobulin atau TGI). Ada juga antibodi lain yang disebut TSH-binding inhibitor
immunoglobulin (TBII), yang menghambat pengikatan normal TSH ke reseptornya pada sel epitel
tiroid. Dalam prosesnya sebagian bentuk TBII bekerja mirip dengan TSH sehingga terjadi stimulasi
aktifitas sel epitel tiroid sementara bentuk yang lain menghambat fungsi sel tiroid. Tidak jarang
ditemukan secara bersamaan immunoglobulin yang merangsang dan menghambat dalam serum pasien
yang sama. Temuan ini menjelaskan mengapa sebagian pasien dengan morbus Graves secara spontan
mengalami episode hipotiroidisme.
Sekresi antibodi oleh sel B dipicu oleh sel T helper CD4+ banyak di antaranya terdapat di
dalam kelenjar tiroid. Sel T helper intratiroid juga tersentisisasi ke reseptor dan akan mengeluarkan
factor larut seperti interferon-γ dan faktor nekrosis tumor (TNF). Faktor ini pada gilirannya akan
memicu ekspresi molekul HLA kelas II dan molekul konstimulatorik sel T pada sel epitel tiroid yang
memungkinkan antigen tersaji ke sel T lain.
Kemungkinan besar autoantibodi terhadap reseptor TSH berperan dalam timbulnya oftalmopati
infiltrate yang khas untuk morbus Graves. Mekanisme serupa diperkirakan bekerja pada dermopati
Graves dengan fibroblas pretibia yang mengandung reseptor TSH mengeluarkan glikosaminoglikan
sebagai respon terhadap stimulasi autoantibodi dan sitokin.
Manifestasi klinik
Pada trias klasik hipertiroidisme akan ditemukan :
(i) Eksoftalmus (50%)
(ii) Tremor
(iii) Goiter
Gradasi Perez/Derajat pembesaran kelenjar :
Derajat 0-a : kelenjar tiroid tidak teraba atau bila teraba tidak lebih besar dari ukuran normal
Derajat 0-b : kelenjar tiroid jelas teraba, tapi tidak terlihat bila kepala dalam posisi normal
Derajat I : mudah dan jelas teraba, terlihat dengan kepala dalam posisi normal terlihat nodulus
Derajat II : jelas terlihat pembesaran
Derajat III : tampak jelas dari jauh
Derajat IV : sangat besar
Pemeriksaan
Anamnesa
o Data identitas pasien secara lengkap
o Riwayat penyakit sekarang
o Riwayat penyakit dahulu
o Menanyakan riwayat penyakit sebelumnya jika ada : diabetes mellitus, darah tinggi
(hipertensi)
o Riwayat diet yang diambil
o Riwayat makan obat sebelumnya.
o Menanyakan apakah berat badan naik/turun
o Menanyakan apakah leher terasa membesar
o Menanyakan apakah pembengkakan leher terjadi dengan cepat sekali atau sangat lambat
o Menanyakan apakah bengkakan terasa nyeri atau tidak
o Menanyakan apakah ada banyak keringat dan berasa kepanasan
o Menanyakan apakah penglihatan kabur/double
o Menanyakan pakah terasa cepat lelah
o Riwayat pembengkakan kaki di pretibia: sejak kapan, nyeri tekan atau tidak
o Riwayat Penyakit Keluarga : menanyakan apakah ada anggota keluarga yang menghidap
penyakit yang sama
o Riwayat Pribadi
o Riwayat Sosial Ekonomi
Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan tanda vital :
- Suhu tubuh
- Tekanan darah : meninggi akibat efek dari hormon tiroid
- Denyut nadi : takikardi
- Frekuensi nafas
b. Pengukuran berat badan, tinggi badan / Indeks Massa Tubuh
c. Inspeksi & Palpasi
- Mengukur lilit pembesaran pada leher
- Melakukan perabaan pada bagian leher yang membengkak apakah teraba rata (diffusa) atau
bergelombang (nodul keras/berbenjol-benjol)
- Memerhatikan apakah ada eksoftalmus dan tanda-tanda pada mata seperti :
o tanda Moebius : gagal melakukan konvergensi
o tanda von Grave : keterlambatan kelopak mata
o tanda Joffroy : kegagalan mengerutkan dahi, saat mata menatap ke atas
o tanda Pemberton : kemerahan pada muka setelah mengangkat kedua tangan ke atas
o tanda Rosenbach : tremor kelopak mata saat menutup mata
- ditemukan adanya miksedema pretibia (hanya ditemukan pada penderita
hipertiroidisme)
d.Auskultasi
Terdengar bunyi sistolik jantung di apeks jantung akibat palpitasi (rasa yang tidak nyaman yang
diakibatkan denyut jantung yang tidak teratur/lebih keras).
Pemeriksaan Penunjang
a. CT scan dan MRI orbital
CT scan dan MRI memberikan gambaran yang sangat baik dari otot-otot ekstraokular, perlekatan otot,
lemak intrakonal, dan anatomi apeks orbital.
b. Scintigraphy
Uptake meningkat disebabkan oleh seluruh aktifitas radioaktif berkumpul dalam kelenjar tiroid.
c. USG orbita
Pemeriksaan ini sangat baik untuk diagnosa tiroid oftalmopati, dan kekhasan reflektivitas internal
otot-otot ekstraokular dari sedang sampai tinggi, sama halnya dengan pembesaran perut otot.
Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan TSHs serum
Kadar TSH didapatkan rendah pada keadaan hiperfungsi kelenjar tiroid.
b. Pemeriksaan FT3 dan FT4
Kadar FT3 dan FT4 akan meninggi pada pasien tersangka hipertiroidisme.
c. Pemeriksaan TSH Rab (TSH reseptor antibodies)
Pada morbus Graves biasanya positif
d. Pemeriksaan antitiroglobulin dan antimikrosomal antibodi
Meningkat pada morbus Graves
Diagnosis
Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan laboratorium tetap
perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis dan pasien usia lanjut perlu
pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan diagnosis hipertiroidisme.
Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan fisiologis pada kehamilan pembesaran tiroid
serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis. Menurut Bayer MF, pada pasien
hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid Stimulating Hormone sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas
subnormal dan Free T4 (FT4) meningkat. Pegangan yang dipakai untuk diagnose hiperfungsi kelenjar
tiroid adalah indeks Wayne dan indeks Newcastle.
Penatalaksanaan
Terdapat 3 metode yang tersedia yaitu :
terapi obat anti tiroid, terapi bedah dan terapi yodium radioaktif.
a. Medikamentosa
Penatalaksanaan medik
Obat Antitiroid
1. Prophyltiurasil (PTU)
- Dosis awal : 300-600 mg/hari
- Dosis maksimal : 2000 mg/hari
- Mekanisme kerja menghambat konversi T4 menjadi T3
- Bekerja pada extratirodial dan intra tiroidial
- Lebih banyak efek sampaing seperti menekan eritrosit, leukosit, dan trombosit.
2. Metimazol
- Dosis awal 20-30 mg/hari
- Indikasi :
(i) Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada
pasien muda dengan struma ringan – sedang dan tirotoksikosis.
(ii) Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau
sesudah pengobatan yodium radioaktif
(iii) Persiapan tiroidektomi
(iv) Pasien hamil dan lanjut usia
(v) Krisis tiroid
Prognosis
Prognosis umumnya baik. Kebanyakan pasien tidak memerlukan tindakan pembedahan. Dari berbagai
studi, 101 kasus Oftalmopati Graves, hanya 15% yang memburuk dalam 5 tahun, sisanya membaik
sendirinya. Dari 120 kasus, 74% tidak membutuhkan pengobatan atau hanya diberikan obat ringan
saja.
KARSINOMA TIROID
Epidemiologi
Kanker tiroid menempati urutan ke-9 dari sepuluh keganasan tersering. Lebih banyak pada wanita
dengan distribusi berkisar antara 2 : 1 sampai 3 : 1. Insidensnya berkisar antara 5,4-30%. Berdasarkan
jenis histopatologi, sebarannya adalah kanker tiroid jenis papilar (71,4%); kanker tiroid jenis folikular
( 16,7%); kanker tiroid jenis anaplastik (8,4%); dan kanker tiroid jenis medular (1,4%). Berdasarkan
usia kanker tiroid jenis papilar biasanya pada pasien yang berusia kurang dari 40 tahun, berbeda
dengan kanker tiroid folikular yang banyak pada usia di atas itu. Sedangkan kanker jenis medular
sering ditemukan pada usia tua (50-60 tahun).2
Angka insidensi tahunan kanker tiroid bervariasi di seluruh dunia, yaitu dari 0,5-10 per 100.000
populasi. Karsinoma tiroid mempunyai angka prevalensi yang sama dengan multipel mieloma.
Karsinoma tiroid ini merupakan jenis keganasan jaringan endokrin yang terbanyak, yaitu 90% dari
seluruh kanker endokrin.
Etiologi
Etiologi yang pasti belum diketahui. Yang berperan khususnya untuk well differentiated carcinoma
(papilar dan folikular) adalah radiasi dan goiter endemis sedangkan untuk jenis medular adalah faktor
genetik. Belum diketahui suatu karsinogen yang berperan untuk kanker anaplastik dan medular.
Diperkirakan kanker tiroid anaplastik berasal dari perubahan kanker tiroid berdiferensiasi baik
(papiler dan folikuler) dengan kemungkinan jenis folikuler dua kali lebih besar. Sedangkan limfoma
pada tiroid diperkirakan karena perubahan-perubahan degenerasi ganas dari tiroiditis Hashimoto.
Faktor Risiko
1. Pengaruh usia dan jenis kelamin
Apabila nodul tiroid terdapat pada penderita berusia dibawah 20 tahun dan diatas 50 tahun, resiko
keganasan lebih tinggi. Demikian pula dengan jenis kelamin, penderita laki-laki memiliki resiko
keganasan lebih tinggi daripada penderita perempuan.
2. Pengaruh radiasi di daerah leher dan kepala pada masa lampau
3. Kecepatan tumbuh tumor
4. Riwayat gangguan mekanik di daerah leher
5. Riwayat penyakit serupa dalam keluarga
Diagnosis
Anamnesis pada penderita dilakukan secara mendalam agar dapat menggali faktor risiko yang
berperan, selain itu juga mengidentifikasi jenis nodul berdasarkan gejala klinis yang muncul, apakah
sudah tampak gejala metastasis jauh seperti benjolan pada kalvaria sebagai tanda metastasis tulang,
sesak nafas sebagai tanda gangguan organ paru, rasa penuh di ulu hati dapat mengarahkan kecurigaan
akan gangguan organ hepar, dan lain sebagainya.
Pemeriksaan fisik nodul mencakup 7 kriteria. Nodul diidentifikasi berdasarkan konsistensinya keras
atau lunak, ukurannya, terdapat tidaknya nyeri, permukaan nodul rata atau berdungkul-dungkul,
berjumlah tunggal atau multipel, memiliki batas yang tegas atau tidak, dan keadaan mobilitas nodul.
Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas apabila :
a. Usia penderita dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun
b. Ada riwayat radiasi leher pada masa anak-anak
c. Disfagia, sesak nafas, dan perubahan suara
d. Nodul soliter, pertumbuhan cepat dan konsistensi keras
e. Ada pembesaran kelenjar getah bening leher (jugular, servikal, atau submandibular)
f. Ada tanda-tanda metastasis jauh
Pemeriksaan Penunjang meliputi:
1. Pemeriksaan Laboratorium
Menilai Human Thyroglobulin, suatu penanda tumor untuk karsinoma tiroid; jenis yang
berdifferensiasi baik, terutama untuk follow up.
2. Pemeriksaan Radiologis
Dilakukan pemeriksaan foto paru anteroposterior untuk menilai adanya metastasis.
3. Pemeriksaan Ultrasonografi
Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara klinis belum dapat
dipalpasi.
4. Pemeriksaan Sidik Tiroid
Dasar pemeriksaan ini adalah uptake dan distribusi yodium radioaktif dalam kelenjar tiroid. Yang
dapat dilihat dari pemeriksaan ini adalah besar, bentuk, dan letak kelenjar tiroid serta distribusi dalam
kelenjar. Juga dapat diukur uptake yodiumnya dalam waktu 3, 12, 24 dan 48 jam
5. Pemeriksaan Sitologi melalui Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk tipe anaplastik, meduler dan papiler hampir mendekati 100%
6. Pemeriksaan Histopatologi
Merupakan pemeriksaan dianostik utama. Jaringan diperiksa setelah dilakukan tindakan lobektomi
atau isthmolobektomi.
Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Bila diagnosis kemungkinan telah ditegakkan dan operabel, operasi yang dilakukan adalah lobektomi
sisi yang patologik (Kaplan), atau lobektomi subtotal dengan risiko bila ganas kemungkinan ada sel-
sel karsinoma yang tertinggal. Pembedahan umumnya berupa tiroidektomi total. Enukleasi nodulnya
saja adalah berbahaya karena bila ternyata nodul tersebut ganas, telah terjadi penyebaran (implantasi)
sel-sel tumor dan operasi ulang untuk tiroidektomi secara teknis akan menjadi lebih sukar.2
Bila hasilnya jinak, lobektomi tersebut sudah cukup. Bila ganas, lobus kontra lateral diangkat
seluruhnya (tiroidektomi totalis). Dapat pula dilakukan near total thyroidectomy. Bila dari hasil
pemeriksaan kelenjar getah bening dicurigai adanya metastasis, dilakukan diseksi radikal kelenjar
getah bening pada sisi yang bersangkutan. Komplikasi-komplikasi operasi antara lain terputusnya
nerws laringeus rekurens dan cabang eksterna dari nervus laringeus superior, hipoparatirodisme, dan
ruptur esofagus.2
2. Radiasi
Bila tumor sudah inoperabel atau pasien menolak operasi lagi untuk lobus kontralateral, dilakukan:2
a. Radiasi interna dengan I131.
b. Radiasi eksterna, memberikan hasil yang cukup baik untuk tumor-tumor inoperabel atau anaplastik
yang tidak berafinitas terhadap I131.
Prognosis
Prognosis pasien dengan kanker tiroid berdifferensiasi baok tergantung pada umur (semakin buruk
dengan bertambahnya umur), adanya ekstensi, adanya lesi metastasis dan diameter tumor serta jenis
histopatologi
Daftar Pustaka
Aru W. Sudowo et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (PAPDI), Dalam : R. Djokomoeljanto,
Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme dan Hipertiroidisme Edisi 5 Jilid 3 Cetakan I November 2009, Jakarta
: Interna Publishing; h1993
Penatalaksanaan goiter diffusa toksik :
http://emedicine.medscape.com/article/120140-overview
Penatalaksanaan bedah pada morbus Graves :
http://www.bedahugm.net/struma
Recommended