View
168
Download
13
Category
Preview:
Citation preview
- infertilitas ditambah lg ya ber..
- DD : gea
- Embriologi : gea
- Komplikasi : gea
- volume semen, dll : aji
- epidemiologi : rindy
*histo sama anatnya kebanyakan ga ya itu?? soalnya sampe ngabisin @ 3 lembaran
*yg dapus purnomo 2006 itu gmn ya aku bingung
*yg sub bab G. itu perlu digabung sama yg F. ga soalnya yg paragraf terakhir F. lumayan isa njawab yg G.
LAPORAN DISKUSI TUTORIALBLOK UROGENITAL
SKENARIO 3: “ADUUUH... DOK, BUAH ZAKAR SAYA TIBA-TIBA NYERI SEKALI”
Disusun Oleh:Kelompok A2
Aisah Kusumaning A (G0011009)Alvian Oscar Irawan (G0011015)Berlian Permata S (G0011053)Daniel Satyo Nurcahyo (G0011061)Eva Karina Puspasari (G0011087)Gefaritza Rabbani (G0011099)Novy Wahyunengsi L (G0011155)Priaji Setiadani (G0011159)Rindy Saputri (G0011175)Septian Sugiarto (G0011195)Widya Wira Utami S (G0011209)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keadaan yang ditandai dengan nyeri hebat di daerah skrotum yang sifatnya
mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis dikenal sebagai akut skrotum. Salah
satu diantaranya yang merupakan akut skrotum ialah torsio testis. Torsio testis adalah
terpeluntirnya funiculus spermaticus yang berakibat terganggunya aliran darah pada
testis. Keadaan ini diderita oleh 1 diantara 400 pria yang berumur kurang dari 25 tahun,
dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun).
Keadaan ini memerlukan penanganan yang segera karena iskemia dan nekrosis
serta kerusakan testis dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Pada skenario kali ini,
akan membahas mengenai torsio testis serta penanganannya.
Berikut skenario 3:
"Bambang, 19 tahun pagi-pagi diantar ke IGD RSDM karena tiba-tiba buah zakar
kirinya terasa nyeri sekali. Setelah bangun pagi, tiba-tiba buah zakar kirinya terasa
nyeri sekali hingga pasien muntah. Nyeri dirasakan terus menerus. Bambang
mengatakan sebelumnya tidak ada demam dan gangguan BAK.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan skrotum kiri lebih besar dan terlihat posisi
testis lebih tinggi dan melintang. Testis terasa nyeri saat disentuh dan nyeri menetap
saat skrotum diangkat atau digerakkan arah kranial.
Dokter menyarankan Bambang untuk segera dilakukan operasi. Bambang merasa
takut bisa berpengaruh terhadap kesuburannya. Setelah dijelaskan tentang diagnosis,
rencana tindakan, serta risiko atau komplikasinya, Bambang menyetujui tindakan
operasi."
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana anatomi, histologi, fisiologi, dan embriologi organa genitalia maskulina?
2. Bagaimana proses spermatogenesis?
3. Apa saja faktor yang dapat mempengaruhi kesuburan pria dan wanita?
4. Apakah volume dan kandungan semen berpengaruh dengan fertilitas?
5. Apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya infertilitas pada pria?
6. Bagaimana patofisiologi dari keluhan pasien (buah zakar nyeri dan muntah), testis
kiri lebih besar dan tinggi ?
7. Mengapa yang mengalami nyeri, membesar dan lebih tinggi adalah testis kiri?
8. Apa saja DD yang mungkin pada kasus ini?
9. Bagaimana patofisiologi dari diagnosis kasus ini?
10. Bagaimana epidemiologi penyakit pasien?
11. Apa saja pemeriksaan fisik dan penunjang yang dibutuhkan?
12. Bagaimana penatalaksanaannya?
13. Apa saja indikasi operasi testis?
14. Apakah operasi yang akan dilakukan pada pasien dan penyakit yang diderita pasien
dapat mempengaruhi kesuburan?
15. Apa komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit pasien dan komplikasi dari operasi
pada pasien tersebut?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui anatomi, histologi, fisiologi, dan embriologi organa genitalia maskulina.
2. Mengetahui proses spermatogenesis.
3. Mengetahui faktor yang dapat mempengaruhi kesuburan pria dan wanita.
4. Mengetahui ada tidaknya pengaruh volume dan kandungan semen dengan fertilitas.
5. Mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya infertilitas pada pria.
6. Mengetahui patofisiologi dari keluhan pasien (buah zakar nyeri dan muntah), testis
membesar dan lebih tinggi.
7. Mengetahui DD yang mungkin pada kasus ini.
8. Mengetahui patofisiologi dari diagnosis kasus ini.
9. Mengetahui epidemiologi penyakit pasien.
10. Mengetahui pemeriksaan fisik dan penunjang yang dibutuhkan.
11. Mengetahui tatalaksananya.
12. Mengetahui indikasi operasi testis.
13. Mengetahui pengaruh operasi yang akan dilakukan pada pasien dan penyakit yang
diderita pasien dengan kesuburan.
14. Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit pasien dan komplikasi dari
operasi pada pasien tersebut.
D. MANFAAT PENULISAN
1. Mahasiswa mampu mengetahui anatomi, histologi, fisiologi, dan embriologi organa
genitalia maskulina.
2. Mahasiswa mampu mengetahui proses spermatogenesis.
3. Mahasiswa mampu mengetahui faktor yang dapat mempengaruhi kesuburan pria dan
wanita.
4. Mahasiswa mampu mengetahui ada tidaknya pengaruh volume dan kandungan semen
dengan fertilitas.
5. Mahasiswa mampu mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya infertilitas pada
pria.
6. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi dari keluhan pasien (buah zakar nyeri
dan muntah), testis tampak membesar dan lebih tinggi.
7. Mahasiswa mampu mengetahui DD yang mungkin pada kasus ini.
8. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi dari diagnosis kasus ini.
9. Mahaiswa mampu mengetahui epidemiologi penyakit pasien.
10. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan fisik dan penunjang yang dibutuhkan.
11. Mahasiswa mampu mengetahui tatalaksananya.
12. Mahasiswa mampu mengetahui indikasi operasi testis.
13. Mahasiswa mampu mengetahui pengaruh operasi yang akan dilakukan pada pasien
dan penyakit yang diderita pasien dengan kesuburan.
14. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit pasien
dan komplikasi dari operasi pada pasien tersebut.
E. HIPOTESIS
Pasien diindikasikan mengalami torsio testis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi, Histologi, Fisiologi, dan Embriologi Organa Genitalia Maskulina
Anatomi
1. Testis
Testis adalah organ genitalia pria yang pada orang normal jumlahnya ada 2 yang
masing-masing terletak di dalam skrotum kanan dan kiri. Kedua buah testis terbungkus
oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Di luar tunika albuginea
terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan visceralis dan parietalis, serta tunika
dartos. Otot kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan testis dapat
digerakkan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperatur testis agar
tetap stabil. Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu (1) arteri
spermatika interna (cabang dari aorta), (2) arteri deferensialis (cabang dari arteri
vesikalis inferior), dan (3) arteri kremasterika (cabang dari arteri epigastrika). Pembuluh
vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus pampiniformis. Pleksus
ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai varikokel. (Purnomo,
2012)
2. Epididimis
Epididimis adalah organ yang berbentuk seperti sosis, terdiri atas kaput, korpus,
dan kauda epididimis. Korpus epididimis dihubungkan dengan testis melalui duktuli
eferentes. Vaskularisasi epididimis berasal dari arteri testikularis dan arteri deferensialis.
Di sebelah kaudal, epididimis berhubungan dengan vas deferens. (Purnomo, 2012)
3. Vas deferens
Vas deferens adalah organ berbentuk tabung kecil dan panjangnya 30-35 cm,
bermula dari kauda epididimis dan berakhir pada duktus ejakulatorius di uretra posterior.
Duktus deferens dibagi dalam beberapa bagian, yaitu (1) pars tunika vaginalis, (2) pars
skrotalis, (3) pars inguinalis, (4) pars pelvikum, dan (5) pars ampularis. Pars skrotalis ini
merupakan bagian yang dipotong dan diligasi saat vasektomi. Duktus ini terdiri atas otot
polos yang mendapatkan persarafan dari sistem simpatetik sehingga dapat berkontraksi
untuk menyalurkan sperma dari epididimis ke uretra posterior. (Purnomo, 2012)
4. Vesikula seminalis
Vesikula seminalis terletak di dasar buli-buli dan di sebelah kranial dari kelenjar
prostat. Vesikula seminalis menghasilkan cairan yang merupakan bagian dari semen.
Cairan ini diantaranya adalah fruktosa, berfungsi dalam memberi nutrisi pada sperma.
Bersama-sama dengan vas deferens, vesikula seminalis bermuara di dalam duktus
ejakulatorius. (Purnomo, 2012)
5. Kelenjar prostat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli di
depan rektum dan membungkus uretra posterior. Prostat mendapatkan inervasi otonomik
simpatetik dan parasimpatetik dari pleksus prostatikus atau pleksus pelvikus yang
menerima masukan serabut parasimpatetik dari korda spinalis S2-4 dan simpatetik dari
nervus hipogastrikus (T10-L2). Rangsangan parasimpatetik meningkatkan sekresi kelenjar
pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatetik menyebabkan pengeluaran cairan
prostat ke dalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatetik
memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli-buli.
(Purnomo, 2012)
6. Penis
Penis terdiri atas 3 buah korpora berbentuk silindris, yaitu 2 buah korpora
kavernosa yang saling berpasangan dan sebuah korpus spongiosum yang berada di
sebelah ventralnya. Korpora kavernosa dibungkus oleh tunika albuginea sehingga
merupakan satu kesatuan, sedangkan di sebelah proksimal terpisah menjadi 2 sebagai
krura penis. Setiap krus penis dibungkus oleh otot ischiocavernosus yang kemudian
menempel pada rami ossis ischii. Korpus spongiosum membungkus uretra mulai dari
diafragma urogenitalis hingga muara uretra eksterna. Sebelah proksimal korpus
spongiosum dilapisi oleh otot bulbocavernosus. Korpus spongiosum ini berakhir pada
sebelah distal sebagai glans penis. Ketiga korpora, yakni 2 buah korpora kavernosa dan
sebuah korpus kavernosum dibungkus oleh fascia Buck dan lebih superficial lagi oleh
fascia Colles atau fascia Dartos yang merupakan lanjutan dari fascia Scarpa. (Purnomo,
2012)
7. Scrotum
Lapisan scrotum dari superficial ke profunda antara lain:
a. Kulit
b. Tunika dartos, terdiri atas muskulus dartos yang akan berkontraksi ketika
suhu dingin sehingga akan menyebabkan testis terangkat ke atas,
mendekati temperatur tubuh sehingga suhunya naik. Sedangkan saat panas
akan relaksasi sehingga menjauhkan testis dari tubuh, sehingga suhu testis
turun.
c. Fascia spermatica eksterna
d. Musculus cremasterica
e. Fascia spermatica interna
8. Funikulus spermaticus
Funikulus spermaticus merupakan penggantung dari testis. Funikulus spermaticus
sinister lebih panjang daripada dexter, oleh karenanya testis sinister lebih turun daripada
testis dexter. Struktur yang terdapat pada funikulus spermaticus yaitu A. Testicularis, A.
Deferentialis, A. Spermatica externa, V. Testicularis, plexus spermaticus, R. Genitalis N.
Genitofemoralis, dan duktus deferens.
Histologi
1. Testis
Setiap testis dikelilingi oleh simpai tebal jaringan ikat kolagen, yaitu tunica
albuginea. Tunica albuginea menebal pada permukaan posterior testis dan membentuk
mediastinum testis, tempat septa fibrosa tersebut mempenetrasi organ tersebut dan
membagi kelenjar menjadi sekitar 250 kompartemen pyramid atau lobulus testis. Setiap
lobulus dihuni satu sampai empat tubulus seminiferus yang dikelilingi jaringan ikat
longgar interstisial yang banyak mengandung pembuluh darah dan limfe, saraf, dan sel
interstisial (sel Leydig) endokrin yang menyekresi testosterone. Tubulus seminiferus
menghasilkan sel reproduksi pria, yaitu spermatozoa, sedangkan sel interstisial
menyekresikan androgen testis. Testis berkembang secara retroperitoneal pada dinding
dorsal rongga abdomen embryonal. Testis bergerak selama perkembangan fetus dan
akhirnya tertahan di kedua sisi skrotum pada ujung funiculus spermaticus. Karena
bermigrasi dari rongga abdomen, setiap testis membawa serta suatu kantong serosa,
yakni tunica vaginalis, yang berasal dari peritoneum. Tunika ini terdiri terdiri atas lapisan
parietal di luar dan lapisan visceral di sebelah dalam, yang membungkus tunica
albuginea pada sisi anterior dan lateral testis.
2. Tubulus Seminiferus
Sperma dihasilkan dalm tubulus seminiferus dengan laju sekitar 2 x 108 per hari
pada pria dewasa. Setiap testis memiliki 250-1000 tubulus seminiferus di lobulusnya,
dengan setiap tubulus seminiferus yang berdiameter sekitar 150-250μm dan panjang 30-
70 cm. panjang gabungan seluruh tubulus pada satu testis mencapai sekitar 250 m. Setiap
tubulus ini merupakan suatu gulung berkelok yang dihubungkan oleh suatu segmen
pendek dan sempit, yaitu tubulus rektus, dengan rete testis, yakni suatu labirin aluran
berlapis-epitel yang tertanam di mediastinum testis. Sepuluh hingga dua puluh ductus
efferent menghubungkan rete testis dengan caput epididymis. Setiap tubulus
seminiferus dilapisi suatu epitel berlapis khusus dan kompleks yang disebut epitel
germinal atau epitel seminiferus. Membrane basal epitel ini dilapisi jaringan ikat fibrosa,
dengan suatu lapisan terdalam yang mengandung sel-sel mioid gepeng dan menyerupai
otot polos yang memungkinkan kontraksi lemah tubulus. Sel-sel interstisial pada jaringan
ikat tubuli seminiferus. Epitel tubulus seminiferus terdiri atas dua jenis sel: sel
penyokong atau sustentakuler (sel Sertoli) dan sel-sel proliferatif dan garis keturunan
spermatogenik. Bagian produksi sperma yang mencakup pembelahan yang mencakup
pembelahan sel melalui mitosis dan meiosis disebut spermatogenesis dan
spermiogenesis.
3. Ductus intratesticularis
Ductus genital intratestis adalah tubulus lurus (tubuli recti), rete testis, dan ductuli
efferentes. Duktus-duktus tersebut membawa spermatozoa dan cairan dari tubulus
seminiferus ke ductus epididymis. Kebanyakan tubulus sminiferus terdapat dalam bentuk
lengkungan, dan kedua ujungnya berhubungan dengan rete testis oleh tubulus rektus
yang pendek. Tubulus ini dikenali oleh hilangnya sel spermatogenik secara berangsur,
dengan bagian awal dengan dinding yang hanya dilapisi oleh sel sertoli, yang diikuti ruas
utama yang terdiri atas epitel kuboid yang ditunjang oleh selubung jaringan ikat padat.
Semua tubulus rektus mencurahkan isinya ke dalam rete testis, suatu jalinan saluran yang
saling terhubung dan dilapisi epitel kuboid. Saluran di rete testis terbenam dalam
jaringan ikat mediastinum. Rete testis bermuara ke dalam sekitar 20 ductuli efferentes.
Ductuli efferentes dilapisi epitel khas dengan kelompok sel kuboid tak bersilia yang
diselingi sel bersilia yang lebih tinggi.
4. Duktus Genital Ekskretorik
Duktus genital ekskretorik mencakup ductus epididymis, ductus deferens (vas
deferens) dan uretra. Saluran-saluran tersebut mengangkut sperma dari epididymis ke
penis selama ejakulasi. Ductus epididymis adalah saluran tunggal yang sangat berkelok
dengan anjang sekitar 4-5m. bersama dengan simpai jaringan ikat dan pembuluh darah di
sekitarnya. Sperma disimpan pada epididymis dan memperoleh karakteristik akhirnya di
tempat tersebut termasuk motilitas, reseptor membrane untuk protein zona pellucida,
pematangan akrosom, dan kemampuan membuahi. Ductuli efferntes bergabung dengan
ductus pada caput epididymis dan bermuara ke dalam ductus (vas) deferens di cauda.
Ductus epididymis dilapisi epitel kolumnar bertingkat yang terdiri atas sel basal bulat
dan sel kolumnar dengan mikrovili panjang irregular bercabang yang disebut stereosilia.
Sel epitel ductus epididymis menyerap air dan berperan pada ambilan dan pencernaan
badan residu yang dihasilkan selama spermiogenesis. Sel-sel ini ditunjang pada lamina
basal yang dikelilingi oleh sel otot polos, dengan kontraksi peristaltisnya menggerakkan
sperma di sepanjang duktus tersbut, dan oleh jaringan ikat longgar yang kaya akan
kapiler. Dari epididymis, ductus (vas) deferens, suatu tubulus lurus panjang berdinding
otot tebal, berlanjut ke arah urethra pars prostatica dan bermuara ke dalamnya. Ductus
deferens ditandai dengan lumen yang sempit dan lapisan otot polos tebal. Mukosanya
terlipat memanjang dan sebagian besar dilapisi epitel bertingkat kolumnar dengan
sebaran stereosilia. Lamina propia banyak mengandung serat elastin dan lapisan
muskularis yang terdiri atas lapisan longitudinal luar dan dalam dan lapisan sirkular.
Selama ejakulasi otot-otot menghasilkan kontraksi peristaltic kuat yang secara cepat
menggerakkan sperma di sepanjang duktus ini dari epididymis. Setelah melalui kandung
kemih, ductus deferens melebar membentuk ampula, dengan epitel yang lebih tebal dan
berlipat-lipat. Di bagian akhir ampula ini, vesicula seminalis bergabung dengan duktus.
Dari tempat ini, ductus deferens memasuki kelenjar prostate dan bermuara ke dalam
urethra pars prostatica. Segmen yang memasuki prostate disebut ductus ejaculatorius.
Mukosa ductus deferens berlanjut melalui ductus ejaculatorius, tetapi lapisan otot
menghilang di belakang ampula.
5. Kelenjar Tambahan
Kelenjar tambahan saluran reproduksi pria menghasilkan secret yang
ditambahkan ke dalam sperma selama ejakulasi untuk menghasilkan semen dan penting
untuk reproduksi. Kelenjar genital tambahan meliputi vesicula seminalis, kelenjar
prostate, dan kelenjar bulbouretra. Kedua vesicular seminalis terdiri atas saluran
sepanjang 15 cm yang sangat berkelok. Mukosa khas memperlihatkan sejumlah besar
lipatan tipis kompleks yang mengisi sebagian besar lumen. Lipatan ini dilapisi selapis
epitel kolumnar atau epitel kolumnar bertingkat yang banyak memiliki granula
sekretoris. Lamina propia mengandung serat elastin dan dikelilingi otot polos dengan
lapisan sirkular dalam dan longitudinal luar. Tinggi sel epitel vesicula seminalis dan
derajat aktivitas sekresinya bergantung pada kadar testosterone yang adekuat.
Kelenjar prostate merupakan suatu organ padat yang mengelilingi urethra di
bawah kandung kemih. Kelenjar tersbut tersusun berupa lapisan konsentris di sekitar
urethra: lapisan internal kelenjar mukosa, lapisan intermedia kelenjar submukosa, dan
lapisan perifer dengan kelenjar utama prostate. Prostate mempunyai tiga zona yang
sesuai dengan lapisan kelenjar:
Zona transisi: mengelilingi urethra prostatica dan memiliki kelenjar mukosa yang
bermuara langsung ke dalam urethra.
Zona sentral: memiliki kelenjar submukosa dengan duktus yang lebih panjang.
Zona perifer: memiliki kelanjar utama dan merupakan tempat tersering timbulnya
peradangan dan kanker.
Kelenjar tubuloalveolar prostate dibentuk oleh selapis epitel silindris atau epitel
bertingkat silindris. Pada lumen kelenjar prostate sering dijumpai corpora amylaceum
atau konkramen prostate dan terutama mengandung deposit glikoprotein dan
glikosaminoglikan sulfat (GAG), terutama keratin sulfat.
Pasangan kelenjar bulbourethra (kelenjar Cowper) terletak pada diafragma
urogenital. Setiap kelenjar memiliki sejumlah lobulus dengan unit sekretoris
tubuloalveolar yang dilapisi epitel kolumnar selapis penyekresi-mukus yang bergantung
pada testosterone. Septa di antara tubulus mengandung sel otot polos.
6. Penis
Komponen utama penis adalah tiga massa silindris dari jaringan erektil dan
urethra penis, yang terbungkus kulit. Dua di antara silinder-silinder ini – corpora
cavernosa – terletak di dorsal. Yang lain – corpus spongiosus – terletak di urethra dan
mengelilingi urethra. Corpus spongoisum urethra melebar di bagian ujung, yang
membentuk glans penis. Sebagian besar urethra penis dilapisi oleh epitel bertingkat
silindris. Pada glans, epitel ini menjadi epitel berlapis gepeng dan bersambung dengan
epitel epidermis tipis yang melapisi glans. Kelenjar urethra kecil penyekresi-mukus
(kelenjar Littre) terdapat di sepanjang urethra penis. Pada pria yang tidak disunat,
permukaan glans dilapisi oleh prepusium, suatu lipatan retraktil kulit tipis dengan
kelenjar sebasea pada lipatan internal. Corpora cavernosa dibungkus oleh lapisan
jaringan ikat padat kuat, yaitu tunica albugenia. Corpora cavernosa dan corpus
spongiosum terdiri atas jaringan erektil, yang mengandung sejumlah besar ruang
kavernosa bervena yang dilapisi sel-sel endotel dan dipisahkan oleh trabekula yang
terdiri atas serat jaringan ikat dan sel otot polos (Mescher, 2011).
Fisiologi
Testis taut kedap (tight junction) antara sel sertoli berdekatan lamina basalis
membentuk sawar darah testis yang mencegah protein dan molekul besar lain berjalan
dari jaringan interstisial dan bagian lumen tubulus (ruangan basal) ke daerah dekat lumen
tubulus (ruangan adluminal) dan lumen.
Spermatogenesis (sel benih primitif dekat lamina basalis tubulus seminiferi)
matang ke spermatosit primer. Proses ini dimulai selama adolesen. Spermatosit primer
mengalami pembelahan miosis yang mengurangi spermatosit sekunder dan kemudian ke
spermatoid yang mengandung jumlah haploid 73 kromosom. Spermatogenesis
memerlukan suhu yang jauh lebih rendah dibandingkan interior badan. Testis normalnya
dipertahankan pada suhu sekitar 32 °C.
Cairan yang diejakulasikan pada waktu orgasme (semen) mengandung sperma
serta sekresi vesikulo seminalis, prostat, glandula cowper dan mungkin glandula urethra.
Volume rata-rata per ejakulasi 2,5 – 3,5 ml setelah beberapa hari pantang. Walau ia
hanya mengambil 1 sperma untuk memfertilisasi ovum, namun normalnya sekitar 100
juta sperma per mililiter semen.
Ejakulasi merupakan refleks spinalis 2 bagian yang melibatkan emisi (gerakan
semen ke dalam urethra) dan ejakulasi yang sebenarnya dorongan semen keluar urethra
pada waktu orgasme.
Ereksi dimulai dari penglihatan atau dari bau yang dapat menyebabkan dilatasi
arteriola penis akibat rangsangan dari hipotalamus yang menyebabkan jaringan eriktil
penis terisi dengan darah, maka vena tertekan, yang menyumbat aliran keluar dan
menambah turgor organ ini. Pusat terpadu di dalam pars lumbalis medula spinalis
diaktivasi oleh impuls dalam aferen dari genetalia dan traktus desendens yang
memperantarai ereksi dalam respon terhadap rangsangan psikis erotik. Serabut
parasimpatis eferen terletak dalam nervus splanchnicus pelvis (nervi erigentes). Serabut
yang mungkin mengandung asetikolin dan VIP sebagai konstransmiter, serta pelepasan
keduanya menimbulkan vasodilatasi dalam kasus apapun, suntikan VIP lokal
menimbulkan ereksi. Impuls vasokontriktor ke arteriola mengakhiri ereksi.
FUNGSI ENDOKRIN TESTIS
Kimiawi dan biosintesis testosteron (hormon utama testis) merupakan steorid
C19 dengan suatu gugusan –OH pada posisi 17, ia disintesis dari kolesterol dalam sel
leydig. Kecepatan sekresi testosteron 4 – 9 mg/hari (13,9 – 31,2 n mol/hari) dalam pria
dewasa normal.
Transpor dan metabolisme, sembilan puluh persen testosteron dalam plasma terikat
ke protein, 40% diikat ke b-globulin yang dinamakan globulin pengikat steroid gonad
(GBG : Gonad Steroid – dinding globulin) atau globulin pengikat steroid seks, 40 % ke
albumin dan 17% ke protein lain (Purnomo,2006).
Embriologi
B. Proses spermatogenesis
Hipotalamus mangeluarkan FSH/LH
releasing hormon dan akan merangsang
hipofisis anterior untuk melapaskan FSH,
LH, dan inhibin.
LH akan merangsang sel leydig untuk
menghasilkan testosterone sedangkan
FSH dibantu testosterone akan
merangsang sel sertoli untuk
menstimulasi androgen binding
protein (ABP), membantu
spermatogenesis, dan menghasilkan
inhibin untuk umpan balik negatif ke
hipotalamus. ABP akan mengikat
androgen dalam lumen tubulus kontortus seminiferus sehingga konsentrasi testosterone
tetap tinggi guna memproduksi sperma (Sherwood, 2011).
Spermatogenesis
Spermiogenesis
Fase golgi Fase topi Fase akrosom Fase maturasi
C. Faktor yang mempengaruhi kesuburan pria dan wanita
a. Alkohol : dapat menurunkan jumlah sperma
b. Suhu : mempengaruhi keadaan sperma, dingin-meningkat, panas-tidak tepat untuk
spermatogenesis.
c. Kecakupan Gizi : yang baik untuk sperma (ZINC, selenium dan asam folat)
d. Faktor fisik : kelelahan fisik berpengaruh pada kualitas sperma.
e. Faktor lingkungan
SPERMATOGONIA
SPERMATOSITOGENESIS
SPERMATOSIT I
MEIOSIS I
SPERMATOSIT II
MEIOSIS II
SPERMATID
SPERMIOGENESIS
SPERMATOZOA
f. Olahraga, menurut penelitian America Society of Reproductive Medicine, olahraga 5
kali seminggu paling sedikit 45 menit ditambah dengan pola makan yang sehat, dapat
meningkatkan kesehatan serta menghilangkan stress dan kecemasan.
g. Riwayat penyakit iskemik.
D. Pengaruh volume dan kandungan semen dengan fertilitas
Pemeriksaan mikroskopis meliputi pada semen meliputi :
1. Jumlah spermatozoa per ml.
Perlu diketahui yang dimaksud dengan konsentrasi sperma ialah jumlah
spermatozoa per ml sperma. Jumlah spermatozoa total ialah jumlah seluruh
spermatozoa dalam ejakulat.
Jumlah sperma dikatakan
Normal : Jumlah spermatozoa diatas 60 juta/ml.
Subfertil : 20 - 60 juta/ml.
Steril : 20 juta atau kurang/ml.
Namun WHO menganggap bila jumlah sperma 20 juta/ml atau lebih
dianggap masih normal.
2. Jumlah sperma motil per ml/persentase spermatozoa motil.
Persentase spermatozoa motil yang sekaligus juga menunjukkan jumlah
spermatozoa motil dalam suatu ejakulat, merupakan parameter terpenting dari
suatu hasil analisis semen seseorang, kadang dihubungkan dengan kemungkinan
terjadinya kehamilan oleh sperma tersebut.
Nilai normal dari persentase spermatozoa motil berbeda-beda antara tiap-tiap
laboratorium. Tetapi pada umumnya dianggap normal kalau nilai tersebut diatas
50 - 70%, kalau mendapatkan motilitas sperma dari seorang pria yang jelek,
hendaknya pemeriksaan diulang, dengan memperpendek jarak waktu antara
ejakulasi dan pemeriksaan.
Sedangkan Amelar dan Dubin 1977 menganjurkan waktu abstinensinya
diperpendek kalau menjumpai hal-hal semacam itu, karena dengan lamanya
abstinensi, menyebabkan tersimpannya spermatozoa terlalu lama dalam saluran
spermatozoa yang mungkin dapat menimbulkan kerusakan. Motilitas sperma
jelek bila abstinensinya lebih dari 5 hari dan motilitas terbaik didapatkan pada 2/3
bagian ejakulat pertama. Motilitas sperma akau sangat dipengaruhi atau
berhubungan dengan adanya perubahan pH, infeksi, morfologi, pematangan, dan
juga gangguan hormonal.
Namun secara garis besar WHO dan beberapa ahli berpendapat motilitas
dianggap normal bila 50% atau lebih bergerak maju atau 25% atau lebih bergerak
maju dengan cepat dalam waktu 60 menit setelah ditampung.
Sebagai patokan nilai normal hasil pengamatan sperma diatas WHO telah
mendapatkan nilai normal hasil pemeriksaan.
Di bawah ini terdaftar kriteria semen normal yang umum dipakai menurut WHO:
Volume 2.0 ml atau lebih
PH 7.2 - 7.8
Jumlah
sperma/ml
20 juta sperma/ml atau lebih
Jumlah
sperma
total/ejakulat
40 juta sperma/ejakulat atau lebih
Motilitas 50% atau lebih bergerak maju atau 25% lebih
bergerak maju dengan cepat dalam waktu 60
menit setelah ditampung
Morfologi 50% atau lebih bermorfologi normal
Viabilitas 50% atau lebih hidup, yaitu tidak terwama
dengan pewarnaan supravital.
Sel lekosit Kurang daripada 1 juta/ml
Seng (total) 2.4 mflcromol atau lebih setiap ejakulat
Asam sitrat
(total)
52 mikromol (10. mg) atau lebih setiap
ejakulat
Fruktosa (total) 13 mikromol atau lebih setiap ejakulat
Uji MAR Perlekatan pada kurang daripada 10% sperma
Uji butir imun Perlekatan butir imun pada kurang dari pada
10% sperma
3. Kecepatan
Semen yang tidak diencerkan diteteskan ke dalam titik hitung, tentukan waktu
yang dibutuhkan satu spermatozoa untuk menempuh jarak 1/20 mm, pada
keadaan normal dibutuhkan 1 - 1,4 detik ini disebut normakinetik.
4. Morfologi
Morfologi spermatozoa yang normal ditentukan oleh bentuk kepala, leher, tanpa
adanya sitoplasmik "droplets" dan bentuk ekor. Semen yang normal mengandung
setidaknya 48 % - 50 % spermatozoa normal.
5. Komponen seluler lain dari semen (lekosit & eritrosit)
Lekosit (SDP) sangat sering dijumpai dalam spesimen semen, sebagian
besar netrofil. Jumlah lekosit yang tinggi (lebih dari 1 x 106/ml) menandakan
lekospermi. Lekospermi bisa disebabkan oleh infeksi pada sistem duktus
ekskretorius pria, terutama di kelenjar asesorius, yang harus diselidiki dengan
anamnesis, pemeriksaan klinis dan analisis bakteriologis semen dan cairan
prostat setelah tindakan masase prostat dan USG. Sebaiknya juga dilakukan
pemeriksaan bakteriologis urine secara simultan untuk mendeteksi infeksi
saluran kemih, baik yang berdiri sendiri atau secara bersamaan. Beberapa
infeksi traktus genital pria ada yang sifatnya subklinis dan asimtomatik. Pada
cairan prostat yang didapat dengan masase prostat, jumlah SDP tak sampai
melebihi 15 per lapangan pandang dengan pembesaran tinggi (LBP). Jumlah
sel 15 sampai 40 / LBP disebut zone perbatasan, dan bila jumlahnya lebih dari
40 maka kemungkinan besar terdapat mflamasi prostat. Jika cairan prostat tak
bisa didapat, maka perlu dilakukan pemeriksaan urine setelah masase prostat.
SDP dapat ditemukan dengan pengecatan peroksidase, yang merupakan prosedur
laboratorium yang sangat simpel. Diagnosis infeksi pada traktus genital pria perlu
diikuti dengan pemberian terapi antibiotik yang adekuat (doksisiklin, kotrimazol,
ofloxacin, norfloxacin) Terapi ini tak efektif dalam memulihkan fertilitas.
Adanya lekosit dapat menyebabkan memburuknya kondisi sperma karena
dihasilkannya spesies oksigen reaktif yang diikuti dengan kerusakan mernbran
sperma, atau karena produksi sitokin sitotoksik
Apabila semua pemeriksaan ini hasilnya negatif, maka diagnosisnya adalah
lekospermi non infeksi, yang mengindikasikan adanya permeabilitas abnormal
traktus genital pria sebingga mudah dilalui oleh SDP. Jenis sel bulat lain yang
kadang ditemukan adalah sel-sel imatur dari segi spermatogenik dan sel epitel
dari uretra dan vesika urinaria. Sedangkan untuk sel darah merah (eritrosit) dalam
keadaan normal tidak ditemukan pada pemeriksaan semen.
E. Faktor yang menyebabkan terjadinya infertilitas pada pria
Infertilitas Dengan Rendahnya Androgenisasi
Infertilitas Dengan Virilisasi Normal
Hipotalamus-Hipofisis: panhipohipofissisme defisiensi FSHdefisiensi gonadotropin hiperplasia adrenal kongenitalsindroma cushing penggunaan androgenhiperprolaktinemia hiperprolaktinemiahemokromatosis Testis: defek perkembangan dan struktural aplasia sel benih sindroma klinefelter* kriptorkidisme laki-laki XX varikokel sindroma silia imotildefek didapat Orkitis virus* infeksi mycoplasma trauma radiasi radiasi obat (spinorolakton, alkohol, obat (siklofosfamid) ketokonasol, siklofosfamid) toksin lingkungan toksin lingkunganautoimunitas autoimunitaspenyakit granulomatosa disertai penyakit sistemik penyakit hati penyakit demam gagal ginjal penyakit seliaka penyakit sel sabit penyakit neurologis (distrofi, paraplegia) penyakit neurologis (paraplegia)resistensi androgen resistensi androgen Transpor sperma:
sumbatan epididimis/vas deferens
* penyebab testikuler yang lazim pada rendahnya androgenisasi dan infertilitas dewasa, testis kecil
(Isselbacher, 2000)
F. Patofisiologi dari keluhan pasien (buah zakar nyeri dan muntah)
Respon nyeri dihantarkan oleh nervus yang menginervasi testis, epididimis dan
feniculus spermaticus. Salah satunya Rami genitos femoralis yang rangsang nyerinya
dialirkan oleh asetil colin. Sedangkan asetil colin juga merangsang ChemotrigerZone
(CTZ) yang merupakan reseptor untuk mual-muntah. Selain itu, nervus vagus, saraf
parasimpatis yang menginervasi testis juga mempersyarafi organ gastrointestinal bagian
atas sehingga apabila terjadi defek pada organ yang diinervasi (testis terpelintir) dapat
mengakibatkan reflek pada gastrointestinal, muntah
Nyeri yang dirasakan pada testis-scrotum dapat meluas sampai ke abdomen karena
nervus yang menginervasi testis adalah serabut otonom dari plexus testicularis yang
merupakan cabang dari segman thoraxica X dan XII dan saraf serebrospinal yaitu nervus
genitofemoralis cabang dari segmen lumbal I dan II, serta nervus vagus. Plexus testicularis
yang merupakan cabang dari segmen thoraxica X dan XII juga mempersyarafi bagian
abdomen, begitu pula nervus vagus yang apabila terjadi defek pada testis yang
mengakibatkan nyeri, nyeri dapat menjalar ke daerah abdomen posterior.
Selain mengakibatkan manifestasi klinis berupa nyeri, pembengkakan, dan perubahan
warna pada scrotum, kemungkinan adanya perubahan posisi testis perlu dipastikan.
Perubahan posisi testis ini merupakan patologi khas yang ada pada torsio testis. Hal ini
terjadi karena terpelintirnya funiculus spermatikus, sehingga panjangnya akan berkurang
dan perlahan mengangkat posisi testis dari ventra vertical menjadi horizontal. Sehingga
pada pemeriksaan akan didapatkan posisi testis yang terpelintir menjadi lebih tinggi.
H. Differensial Diagnosis
TORSIO TESTIS
terpelintirnya funiculus spermaticus yang berakibat terjadinya gangguan aliran darah
pada testis.
Gambaran klinis : nyeri hebat didaerah scrotum, sifatnya mendadak disertai
pembengkakan testis, serta testis yang satunya lebih tinggi dan lebih horizontal dari
pada testis sisi kontralateral, dan tidak disertai demam. (Purnomo, 2011)
TUMOR TESTIS
Memberikan gambaran berupa benjolan pada testis yang tidak nyeri kecuali bila
terjadi perdarahan dalam testis. (Purnomo, 2011)
HERNIA SCROTALIS INKARSERATA
Didahului dengan anamnesis, biasanya didapatkan benjolan yang dapat keluar masuk
kedalam skrotum (Purnomo, 2000).
EPIDIDIMITIS
Secara klinis sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri skrotum akut, biasanya
disertai dengan kenaikan suhu tubuh, keluarnya nanah dari uretra, ada riwayat coitus
suspectus (dugaan melakukan coitus dengan bukan istrinya), atau pernah menjalani
kateterisasi uretra sebelumnya (Purnomo, 2000).
Jika dilakukan elevasi testis, pada epididimitis akut terkadang nyeri akan berkurang
tetapi pada torsio testis nyeri tetap ada (tanda dari Prehn). Pasien epididimitis akut
biasanya berumur lebih dari 20 tahun dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan
adanya lekosituria atau bakteriuria (Purnomo, 2000).
Torsio testis Epididimitis
Umur <30> Semua umur
Onset Mendadak Pelan-pelan
Nyeri + +
Bengkak + +
Letak Lebih tinggi Normal
Posisi testis Horizontal Vertical
Letak epididimis Tak tentu Posterolateral
Febris +/- +/-
Lekositosis +/- +/-
Lekosituria (-) (+)
(Alif, 1994).
EDEMA SKROTUM
Dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis, adanya pembuntuan saluran limfe
inguinal, kelainan jantung, atau kelainan-kelainan yang tidak diketahui sebabnya
(idiopatik) (Purnomo, 2000).
I. Patofisiologi diagnosis pasti
Secara fisiologis, otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan
menjauhi rongga abdomen guna mempertahanka suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan
system penyanggah testis menyevbabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak
secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan
antara lain perubahan suhu yang mendadak seperti saat berenang, ketakutan, latihan yang
berlebihan, batuk, celana yang ketat, defekasi atau trauma yang mengenai skrotum
(Purnomo, 2011).
Terpeluntirnya funikulus spermaticus menyebabkan obstruksi aliran darah testis
sehingga testis mengalam I hipoksia, edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya testis akan
mengalami nekrosis (Purnomo, 2011).
J. Epidemiologi
Torsio testis juga kadang-kadang disebut sebagai ‘sindrom musim dingin’. Hal ini
disebabkan karena torsio testis lebih sering terjadi pada musim dingin.3 Torsio testis juga
merupakan kegawat daruratan urologi yang paling sering terjadi pada laki-laki dewasa
muda, dengan angka kejadian 1 diantara 400 orang dibawah usia 25 tahun.4 Torsio testis
harus selalu dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan akut scrotum hingga terbukti
tidak, namun kondisi tersebut juga harus dibedakan dari keluhan nyeri testis lainnya.
K. Pemeriksaan fisik dan penunjang
Pemeriksaan sedimen urine tidak menunjukkan tanda leukosit dalam urine dan
pemeriksaan darah tidak menunjukkan tanda inflamasi, kecuali pada torsio testis yang
sudah lama dan meradang. Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan
torsio testis dengan keadaan akut skrotum yang lain adalah dengan memakai stetoskop
Doppler, USG Doppler, dan sintigrafi yang kesemuanya bertujuan menilai adanya aliran
darah ke testis. Pada torsio testis tidak didapatkan adanya aliran darah ke testis sedangkan
pada peradangan akut testis, terjadi peningkatan aliran darah ke testis (Purnomo, 2011).
L. Penatalaksanaan
1. Detorsi manual
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan
jalur memutar testis kea rah yangn berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio
biasanya ke medial maka dianjurkan untuk memutar testis kea rah lateral dahulu,
kemudian jika tidak terjadi perubahan, dicoba detorsi ke arah medial. Hilangnya rasa
nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsi berhasil,
operasi tetap harus dilakukan (Purnomo, 2011). Cara detorsi ini mulai ditinggalkan
karena dapat memperparah kondisi testis jika salah mendetorsi testis.
2. Operasi
Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan mengembalikan
posisi testis pada arah yang benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian
viabilitas testis yang mengalami torsio, mungkin masih viable (hidup) atau sudah
nekrosis. Jika testis masih hidup, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika
dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral (Purnomo, 2011).
Orkidopeksi dilakukan dengan menggunakan benang yang tidak diserap pada
3 tempat untuk mencegah agar testis tidak terpeluntir kembali, sedangkan pada testis
yang sudah nekrosis dilakuan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian
disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis
jika tetap dibiarkan berada di dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi
antisperma sehingga mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari (Purnomo,
2011).
M. Indikasi operasi testis
Pada kasus torsio testis, operasi testis merupakan penatalaksanaan yang harus
dilakukan walaupun sudah dilakukan detorsi manual (Purnomo, 2011). Oleh karena itu,
tidak ada indikasi khusus untuk dilakukan operasi karena setiap kasus torsio testis, pasti
dilakukan operasi seperti pembukaan skrotum dan orkidopeksi. Sedangkan operasi
orkidektomi dilakukan jika testis sudah mengalami nekrosis (Purnomo, 2011).
N. Pengaruh operasi yang akan dilakukan pada pasien dan penyakit yang diderita
pasien dengan kesuburan
Testis yang mengalami torsio mengakibatkan berbagai sel yang berada didalamnya
seperti sel sertoli, sal leydig dan sel epitel germinativum mengalami hipoksia dan anoksia
sehingga terjadi gangguan fungsi dan kematian sel tersebut. Kerusakan sel sartoli tersebut,
dapat mengakibatkan kerusakan sistem pemisah (barrier) testis dan darah, yaitu yang
memisahkan epitel germinal dan spermatozoa dengan sel imunokompoteb tubuh.
Kerusakan tersebut menyebabkan protein yang berasal dari epitel germinal dan
spermatozoa masuk sirkulasi darah dan dikenali oleh sel imunokompoten pasien sebagai
imunogen, yang akan memacu respon imun menghasilkan antibody terhadap protein epitel
germinal dan spermatozoa, disebut sebagai antibody terhadap sperma (ASA). Karena
antibody tersebut masuk ke sirkulasi darah, maka sel epitel germinal dan spermatozoa dari
testis kontralateral juga mengalami kerusakan. Keadaan ini yang menyebabkan gangguan
fungsi spermatogenesis yang mendasari infertilitas pada pasien torsio testis.
O. Komplikasi penyakit pasien dan komplikasi operasi testis
Komplikasi penyakit
1. Atropi testis
2. Torsio rekuren
3. Wound infection
4. Subfertility
Torsio testis seringkali mengalami reposisi spontan, hal ini dibuktikan dengan
banyaknya penderita yang mempunyai riwayat serangan yang sama pada masa
sebelumnya dan sembuh dengan sendirinya (Alif, 1994). Terdapat waktu 4 hingga 8 jam
periode jendela dari onset gejela klinis torsio hingga intervensi bedah diperlukan untuk
menyelamatkan testis yang mengalami torsio (Mansbach et.al, 2005).
Testis yang pernah mengalami torsio, trauma, serta didapatkannya varikokel atau
kriptorkismus dapat mempengaruhi spermatogenesis. Disamping itu torsio atau trauma
pada testis dapat menyebabkan reaksi imunitas testis akibat rusaknya blood testis barrier
(Purnomo, 2000).
Komplikasi Operasi sering didapatkan adanya infertilitas pada pasien.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pasien mengalami torsio testis intravaginal yang prognosisnya masih cukup baik apabila
dilakukan operasi secepatnya.
2. Torsio testis banyak terjadi pada anak remaja.
3. Torsio testis yang tidak ditangani dengan cepat dapat meyebabkan kemandulan.
B. Saran
1. Secara keseluruhan kegiatan tutorial dapat berjalan dengan baik dan setiap mahasiswa
mampu mengutarakan pendapatnya. Selain itu permasalahan yang telah didapatkan pada
tutorial ini dapat dijawab dan diselesaikan dengan baik. Tutor juga mampu membimbing
totorial ini sehingga dapat berjalan dengan baik dan kondusif.
DAFTAR PUSTAKA
Isselbacher KJ et al. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 5 Edisi 13.
Jakarta: EGC
Mescher, Anthony L. 2011. Histologi Dasar Junqueira Teks dan Atlas. Jakarta: EGC.
Purnomo, B. Basuki. 2006. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: CV. Infomedika
Purnomo, B. Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi edisi ketiga. Jakarta: CV Sagung Seto
Sherwood L. 2011. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC
Recommended