View
72
Download
7
Category
Preview:
DESCRIPTION
larutan kimia farmasi
Citation preview
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA II
LARUTAN
NAMA : ASRI BUDI YULIANTI
NPM : 260110140110
HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : KAMIS , 26 MARET 2015
ASISTEN : NOVIA EKA PUTRI
RIMBA T
LABORATORIUM ANALISIS INSTRUMEN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015
ABSTRAK
Larutan didefinisikan sebagai suatu campuran dari dua atau lebih komponen yang
membentuk suatu dispersi molekul yang homogen, yaitu sistem satu fase, dimana
komposisinya dapat bervariasi dengan luas. Kelarutan (solubility) adalah suatu
zat dalam suatu pelarut yang menyatakan jumlah maksimum suatu zat yang dapat
larut dalam suatu pelarut. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah membuat larutan
natrium hidroksida yang dibakukan dengan asam oksalat dengan menggunakan
indikator fenolftalein, untuk membuat pelarut campuran dan menentukan kelarutan
dari asam benzoat dan asam salisilat dari berbagai macam pelarut campur yaitu
etanol, air, gliserin, dan propilen glikol. Pada percobaan ini prinsip yang digunakan
adalah prinsip titrasi asam-basa. Berdasarkan percobaan tersebut dapat diketahui
kelarutan dari asam benzoate dan kelarutan asam salisilat dipengaruhi oleh pelarut
campur dan memiliki tingkatan yang berbeda pada setiap perbandingan pelarut
campur. Kelarutan asam salisilat dan asam benzoat dalam pelarut tersebut berbeda-
beda, dengan adanya gliserin, etanol, dan propilen glikol, kelarutan dari asam
salisilat dan asam benzoat menjadi meningkat. Hal itu disebabkan karena keempat
pelarut tersebut merupakan kosolven yang dapat meningkatkan kelarutan. Kosolven
dapat meningkatkan kelarutan dengan cara menurunkan tegangan antara zat terlarut
hidrofobik dan lingkungan yang mengandung air atau dengan mengubah tetapan
dielektrik, sehingga asam salisilat dan asam benzoat yang pada awal nilai
kelarutannya kecil, akan menjadi bertambah besar. Sehingga dapat dikatakan bahwa
kelarutan itu berbanding lurus dengan adanya penambahan kosolven.
ABSTRACT
The solution is defined as a mixture of two or more components which form a
homogenous molecular dispersion, ie one-phase system, wherein the composition
may vary widely. Solubility (solubility) is a substance in a solvent which states the
maximum amount of a substance that can be dissolved in a solvent. The purpose of
this lab is to create a standardized sodium hydroxide solution with oxalic acid using
phenolphthalein indicator, to create a solvent mixture and determine the solubility of
benzoic acid and salicylic acid from a wide variety of mixed solvent is ethanol,
water, glycerin, and propylene glycol. In this experiment used the principle is the
principle of acid-base titration. Based on these experiments can be seen solubility of
benzoate acid and salicylic acid solubility is influenced by solvent mixtures and have
different levels in any comparison of mixed solvent. The solubility of salicylic acid
and benzoic acid in the solvent is different, with the presence of glycerin, ethanol,
and propylene glycol, the solubility of salicylic acid and benzoic acid is increased.
That's because the fourth solvent is kosolven that can increase the solubility.
Kosolven can increase the solubility by lowering the voltage between hydrophobic
solutes and water containing environment or by changing the dielectric constant, so
the salicylic acid and benzoic acid in the initial solubility value of small, will become
magnified. So it can be said that the solubility was directly proportional to the
addition kosolven
I. Tujuan
Membuat larutan natrium hidroksida (NaOH) yang dibakukan
dengan larutan asam oksalat (H2C2O4) dengan indicator
fenolftalein.
Membuat pelarut campur dari etanol, air, gliserin, dan
propilenglikol.
Menentukan kelarutan asam benzoate dan asam salisilat dari
berbagai macam pelarut campuran.
Membuat grafik hubungan konsentrasi dengan persentase
campuran pelarut.
II. Prinsip
1. Azas Le Chatelier
Bila pada sistem kesetimbangan diadakan aksi, maka sistem akan
mengadakan reaksi sedemikian rupa sehingga pengaruh aksi itu
menjadi sekecil-kecilnya (Ratna, 2009).
2. Kelarutan
Kelarutan digunakan untuk menyatakan jumlah maksimal zat yang
dapat larut dalam sejumlah tertentu larutan (Suyatno,2006).
3. Titrasi asam-basa
Titrasi merupakan salah satu metode untuk menentukan konsentrasi
suatu larutan dengan cara mereaksikan sejumlah volume larutan
tersebut terhadap sejumlah volume larutan lain yang konsentrasinya
sudah diketahui. Titrasi yang melibatkan reaksi asam dan basa disebut
titrasi asam basa (Muchtaridi, 2007).
4. Like dissolve like
Suatu senyawa akan larut pada senyawa yang mempunyai struktur
kimia yang sama polar dengan polar dan nonpolar dengan non polar
(Arsyad,2001).
5. Reaksi Netralisasi
Reaksi yang terjadi dengan pembentukan garam dan H2O netral
(pH=7) hasil reaksi antara H+ dari suatu asam dan OH- dari suatu
basa (Sumardjo,2006).
6. Pengenceran
Prosedur untuk penyiapan larutan yang kurang pekat dari larutan yang
lebih pekat disebut pengenceran. Dalam melakukan proses
pengenceran, perlu diingat bahwa penambhaan lebih banyak pelarut
ke dalam sejumlah tertentu larutan stok akan mengubah (mengurangi)
konsentrasi larutan tanpa mengubah jumlah mol zat terlarut yang
terdapat dalam larutan (Chang,2005).
7. Stoikiometri
Stoikiometri reaksi adalah penentuan perbandingan massa unsur-
unsur dalam senyawa dalam pembentukkan senyawanya
(Alfian,2009).
III. Reaksi
H2C2O4 + 2NaOH → Na2C2O4 + 2H2O (Svehla, 1990).
IV. Teori Dasar
Larutan sejati didefinisikan sebagai suatu campuran dari dua atau
lebih komponen yang membentuk suatu dispersi molekul yang homogen,
yaitu sistem satu fase, dimana komposisinya dapat bervariasi dengan luas
(Martin, 1990).
Suatu larutan yang dibangun dua macam zat saja yang dikenal
sebagai larutan biner, dan komponen atau konstituennya dikenal dengan
nama pelarut dan zat terlarut. Konstituen yang berada dalam jumlah yang
lebih besar dalam larutan biner disepakati sebagai pelarut dan konstituen
dengan jumlah yang lebih sedikit disebut zat terlarut (Martin, 1990).
Sifat larutan secara fisik, zat dapat dikelompokkan dalam sifat
koligatif, aditif, dan konstitutif. Sifat kognitif terutama bergantung pada
jumlah partikel dalam larutan. Sifat koligatif larutan adalah tekanan
osmotik, penurunan tekanan uap, penurunan titik beku, dan kenaikan titik
didih. Sifat aditif bergantung pada andil atom total dalam molekul atau
pada jumlah sifat konstituen dalam larutan. Sifat konstitutif bergantung
pada penyusunan dan untuk jumlah yang lebih sedikit, pada jenis dan
jumlah atom dalam suatu molekul (Martin, 1990).
Larutan dikatakan juga campuran homogen (komposisinya sama),
serba sama (ukuran partikelnya), tidak ada bidang batas antara zat pelarut
dengan zat terlarut partikel-partikel penyusunnya berukuran sama dari
dua zat atau lebih. Dalam larutan fase cair, pelarutnya (solvent) adalah
cairan, dan zat yang terlarut di dalamnya disebut zat terlarut (solute), bisa
berwujud padat, cair dan gas. Khusus untuk larutan cair, maka pelarutnya
adalah volume terbesar. Berdasarkan banyak sedikitnya zat terlarut,
larutan dapat dibedakan menjadi :
a. Larutan pelarut yaitu larutan yang mengandung relatif lebih banyak
solute disbanding solvent
b. Larutan encer yaitu yang mengandung lebih sedikit solute
dibandingkan solvent (Juliantara, 2009)
Larutan terjadi apabila suatu zat padat bersinggungan dengan suatu
cairan, maka zat padat tadi terbagi secara molekular dalam cairan tersebut
.Kelarutan suatu zat tergantung atas dua faktor, yaitu luasnya permukaan
dan kecepatan difusi (Martin, 1990).
Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi
zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, dan secara
kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat
untuk membentuk disperse molekular homogen (Martin, 1990).
Kelarutan (solubility) adalah suatu zat dalam suatu pelarut yang
menyatakan jumlah maksimum suatu zat yang dapat larut dalam suatu
larut dalam suatu pelarut. Besarnya kelarutan suatu zat dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain :
1. Jenis pelarut
2. Konsentrasi
3. Jenis zat terlarut
4. Katalis
5. Tekanan
6. Suhu (Sukardjo, 2002).
Kelarutan untuk menyatakan kelarutan zat kimia, istilah kelarutan
dalam pengertian umum kadang-kadang perlu digunakan tanpa
mengindahkan perubahan kimia yang mungkin terjadi pada pelarutan
tersebut. Pernyataan kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut adalah
kelarutan pada suhu 200 dan kecuali dinyatakan lain menunjukkan
bahwa, 1 bagian bobot zat padat atau satu bagian volume zat cair larut
dalam bagian tertentu volume pelarut. Pernyataan kelarutan yang tidak
disertai angka adalah kelarutan pada suhu kamar. Kecuali dinyatakan lain,
zat jika dilarutkan boleh menunjukkan sedikit kotoran mekanik seperti
bagian kertas saring , serat dan butiran debu. Pernyataan bagian dalam
kelarutan berarti bahwa 1 g zat padat atau 1ml zat cair dalam sejumlah ml
pelarut. Jika kelarutan suatu zaat tidak diketahui dengan pasti,
kelarutannya dapat ditunjukkan dengan istilah (Depkes RI, 1979).
Kelarutan zat yang tercantum dalam farmakope dinyatakan dengan
istilah sebagai berikut :
Istilah Kelarutan Jumlah Bagian Pelarut yang Diperlukan
Untuk Melarutkan 1 Bagian zat
sangat mudah larut kurang dari 1
mudah larut 1 sampai 10
larut 10 sampai 30
agak sukar larut 30 sampai 100
sukar larut 100 sampai 1000
sangat sukar larut 1000 sampai 10.000
praktis tidak larut lebih dari 10.000
(Depkes RI, 1995).
V. Alat dan Bahan
5.1 Alat
a. Batang pengaduk
b. Beaker Glass
c. Buret
d. Erlenmeyer
e. Gelas ukur
f. Labu ukur
g. Neraca Analitis
h. Pipet
i. Spatel
j. Statif
5.2 Bahan
a. Aquades
b. Asam benzoate
c. Asam salisilat
d. Etanol 90%
e. Fenolftalein
f. Gliserin
g. NaOH
h. Propilenglikol
5.3 Gambar Alat
Batang pengaduk Beaker Glass Buret
Erlenmeyer Gelas ukur Labu ukur
Neraca Analitis Pipet Spatel Statif
VI. Prosedur
6.1 Pembakuan larutan NaOH
Larutan NaOH 0,1 N dibuat kemudian dibakukan dengan larutan
asam oksalat 0,1 N dan ditambahkan fenolftalein.
6.2 Pembuatan larutan sampel
Dibuat sederet pelarut campur yang terdiri dari etanol, air, gliserin
dan propilenglikol dengan perbandingan tertentu : masing-masing
pelarut campur volumenya 20 ml. Sampel dilarutkan sedikit demi
sedikit sampai diperoleh larutan jenuh.
6.3 Penentuan kelarutan
Larutan sampel jernih dipipet sebanyak 10 ml, kemudian ditetapkan
kadarnya secara titrasi asam basa.
6.4 Dibuat grafik hubungan (plot) konsentrasi dengan persentase
campuran pelarut
VII. Hasil Pengamatan
7.1 Pembakuan NaOH
Volume Asam Oksalat Volume NaOH
10 ml 10,3 ml
10 ml 10,5 ml
10 ml 9,8 ml
Rata-rata = 10 ml Rata-rata = 10,1667 ml
7.2 Pembuatan pelarut campuran
Kelo
mpok
Bahan
Uji
NO
Pelarut/
kosolven
Pelarut/Kosolven
Etanol Air Gliserin Propilenglikol
1. Asam
Salisilat /
Asam
Benzoat
1
2
3
4
-
1,5 ml
-
-
30 ml
28,5 ml
27 ml
27 ml
-
-
3 ml
-
-
-
-
3 ml
2. Asam
Salisilat /
Asam
Benzoat
1
2
3
4
3 ml
4,5 ml
3 ml
3 ml
27 ml
25,5 ml
24 ml
24 ml
-
3 ml
-
-
-
-
3 ml
3. Asam
Salisilat /
Asam
Benzoat
1
2
3
4
6 ml
7,5 ml
6 ml
6 ml
24 ml
22,5 ml
21 ml
21 ml
-
-
3 ml
-
-
-
-
3 ml
4. Asam
Salisilat /
1
2
9 ml
10,5 ml
21 ml
19,5 ml
-
-
-
Asam
Benzoat
3
4
9 ml
9 ml
18 ml
18 ml
3 ml
-
-
3 ml
7.3 Penentuan Kelarutan
Kelompok 1
Pelarut
Campur
Volume Larutan
Asam
Benzoat(Duplo)
Volume
NaOH Kelarutan (gram/mL)
1. 10 mL 0,5 mL 0,6
2. 10 mL 0,075 mL 0,09
3. 10 mL 0,15 mL 0,18
4. 10 mL 1,5 mL 1,8
Kelarutan Rata-Rata 0,6675
Pelarut
Campur
Volume Larutan
Asam
Salisilat(Duplo)
Volume
NaOH Kelarutan (gram/mL)
1. 10 mL 0,3 mL 0,4
2. 10 mL 0,05 mL 0,679
3. 10 mL 0,15 mL 0,204
4. 10 mL 0,25 mL 0,339
Kelarutan Rata-Rata 0,4055
Kelompok 2
Pelarut Campur
Volume Larutan
Asam
Benzoat(Duplo)
Volume
NaOH Kelarutan (gram/mL)
1. 10 mL 0,5 mL 0,6
2. 10 mL 0,75 mL 0,9
3. 10 mL 1,15 mL 1,38
4. 10 mL 1,35 mL 1,62
Kelarutan Rata-Rata 1,125
Pelarut Campur
Volume Larutan
Asam
Salisilat(Duplo)
Volume
NaOH Kelarutan (gram/mL)
1. 10 mL 1,35 mL 1,83
2. 10 mL 1,6 mL 2,17
3. 10 mL 0,7 mL 0,95
4. 10 mL 1,25 mL 1,69
Kelarutan Rata-Rata 1,66
Kelompok 3
Pelarut Campur
Volume Larutan
Asam
Benzoat(Duplo)
Volume
NaOH Kelarutan (gram/mL)
1. 10 mL 0,3 mL 0,36
2. 10 mL 0,45 mL 0,54
3. 10 mL 3,3 mL 3,96
4. 10 mL 2 mL 2,4
Kelarutan Rata-Rata 1,815
Pelarut Campur
Volume Larutan
Asam
Salisilat(Duplo)
Volume
NaOH Kelarutan (gram/mL)
1. 10 mL 1,3 mL 1,7
2. 10 mL 0,45 mL 0,54
3. 10 mL 0,3 mL 0,4
4. 10 mL 2 mL 2,4
Kelarutan Rata-Rata 1,26
Kelompok 4
Pelarut Campur
Volume Larutan
Asam
Benzoat(Duplo)
Volume
NaOH Kelarutan (gram/mL)
1. 10 mL 4,55 mL 5,46
2. 10 mL 2,7 mL 3,24
3. 10 mL 3,5 mL 4,2
4. 10 mL 1,75 mL 2,1
Kelarutan Rata-Rata 3,75
Pelarut Campur
Volume Larutan
Asam
Salisilat(Duplo)
Volume
NaOH Kelarutan (gram/mL)
1. 10 mL 5,75 mL 7,8
2. 10 mL 2,35 mL 3,2
3. 10 mL 5,05 mL 6,9
4. 10 mL 3,75 mL 5,1
Kelarutan Rata-Rata 5,75
7.4 Perhitungan
a. Pembuatan larutan baku
𝑉1 𝑥 𝑁1 = 𝑉2 𝑥 𝑁2
10 𝑥 0.1 = 10.1667 𝑥 𝑁
𝑁 = 10 𝑥0.1
10.1667= 0.0983 𝑁
b. Penentuan Kelarutan Kelompok 4
Perhitungan Kelarutan Asam Benzoat
Kelarutan = (Volume NaOH x N NaOH) x BE As. Benzoat
10 L
1. Kelarutan = 4,55 mL x 0,0983 N x 122,12
10 mL
= 5,46 gram/mL
2. Kelarutan = 2,7 mL x 0,0983 N x 122,12
10 mL
= 3,24 gram/mL
3. Kelarutan = 3,5 mL x 0,0983 N x 122,12
10 mL
= 4,2 gram/mL
4. Kelarutan = 1,75 mL x 0,0983 N x 122,12
10 mL
= 2,1 gram/mL
Perhitungan kelarutan asam salisilat
Kelarutan = (Volume NaOH x N NaOH) x BE As. Salisilat
10 L
1. Kelarutan = 5,75 mL x 0,0983 N x 138,12
10 mL
= 7,8 gram/mL
2. Kelarutan = 2,35 mL x 0,0983 N x 138,12
10 mL
= 3,2 gram/mL
3. Kelarutan = 5,05 mL x 0,0983 N x 138,12
10 mL
= 6,9 gram/mL
4. Kelarutan = 3,75 mL x 0,0983 N x 138,12
10 mL
= 5,1 gram/mL
7.5 Grafik
Grafik 1 Perbandingan Hubungan antara Kelarutan Asam Salisilat
dan Asam Benzoat dengan Presentase Campuran Pelarut
Etanol : Air
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Air Etanol : Air(1:9)
Etanol : Air(1:4)
Etanol : Air(3:7)
Asam Salisilat
Asam Benzoat
Grafik 2. Perbandingan Hubungan antara Kelarutan Asam Salisilat
dan Asam Benzoat dengan Presentase Campuran Pelarut
Etanol : Air
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
Etanol : Air(1:19)
Etanol : Air(3:17)
Etanol : Air(1:3)
Etanol : Air(3:7)
Asam Salisilat
Asam Benzoat
Grafik 3. Perbandingan Hubungan antara Kelarutan Asam Salisilat
dan Asam Benzoat dengan Presentase Campuran Pelarut
Etanol : Air : Gliserin
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
Air : Gliserin(9:1)
Etanol : Air :Gliserin(1:8:1)
Etanol : Air :Gliserin(2:7:1)
Etanol : Air :Gliserin(3:6:1)
Asam Salisilat
Asam Benzoat
Grafik 4. Perbandingan Hubungan antara Kelarutan Asam Salisilat
dan Asam Benzoat dengan Presentase Campuran Pelarut
Etanol : Air : Propilenglikol
0
1
2
3
4
5
6
Air :Propilenglikol
(9:1)
Etanol : Air :Propilenglikol
(1:8:1)
Etanol : Air :Propilenglikol
(2:7:1)
Etanol : Air :Propilenglikol
(3:6:1)
Asam Salisilat
Asam Benzoat
VIII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan tentang larutan.
Adapun tujuan pada praktikum ini adalah Membuat larutan natrium
hidroksida (NaOH) yang dibakukan dengan larutan asam oksalat
(H2C2O4) dengan indikator fenolftalein, membuat pelarut campur dari
etanol, air, gliserin, dan propilenglikol, menentukan kelarutan asam
benzoate dan asam salisilat dari berbagai macam pelarut campuran,
membuat grafik hubungan konsentrasi dengan persentase campuran
pelarut. Adapun prinsip yang digunakan pada praktikum ini adalah azas le
chatelier, kelarutan, titrasi asam-basa, like dissolve like, reaksi netralisasi,
pengenceran dan stoikiometri. Namun pada kali ini prinsip titrasi asam
basa dan kelarutan lebih ditekankan pada praktikum ini.
Penentuan kelarutan pada praktikum ini dilakukan untuk menentukan
kelarutan dari asam salisilat dan asam benzoate dengan metode titrasi
asam basa, dimana pada titrasi ini NaOH berfungsi sebagai titran dan
larutan asam benzoat dan asam salisilat sebagai analitnya. Titrasi ini
dilakukan untuk mengetahui volume NaOH yang terpakai saat
tercapainya titik ekuivalen, volume NaOH dicari digunakan pada rumus
saat perhitungan kelarutan. Karena NaOH merupakan larutan baku
sekunder maka sebelum dilakukan titrasi dengan asam salisilat atau asam
benzoate harus dibakukan terlebih dahulu. Pada percobaan ini pembakuan
NaOH ini menggunakan asam oksalat yang merupakan larutan baku
primer dan menggunakan indicator Phenolphtalein. Penggunaan indikator
phenolphtalein ini dikarenakan pH pada saat titik ekuivalen berada
diantara trayek pH indikator phenolphtalein, range trayek pH indiktor
phenolphtalein adalah 8,3-10,5. Pembakuan NaOH dilakukan triplo
sehingga didapatkan konsentrasi NaOH yaitu 0,0983 N.
Setelah dilakukan pembakuan NaOH, maka dibuat larutan asam
salisilat dan asam benzoat dalam berbagai macam pelarut campur yang
terdiri dari air, etanol, propilen glikol dan gliserin dengan perbandingan
tertentu. Asam salisilat dilarutkan terlebih dahulu dalam pelarut
kemudian diaduk sampai jenuh, kejenuhan larutan ditandai dengan
adanya endapan. Setelah jenuh, lalu disaring sehingga didapatkan
endapan dan filtratnya. Penyaringan ini dilakukan karena terbentuk dua
fase dan yang dipakai adalah filtratnya. Dari filtrat tersebut kemudian
diambil 10 ml sebanyak 2 kali untuk penitrasian duplo. Penitrasian
dilakukan duplo agar didapatkan rata-rata, karena titrasi sebanyak satu
kali belum tentu menunjukkan hasil yang tepat.
Setelah diketahui konsentrasi dari NaOH maka selanjutnya
dilakukan penentuan kelarutan dari asam salisilat dengan asam benzoat
dalam berbagai macam pelarut campuran. Pada tahap ini prinsip yang
digunakan adalah prinsip titrasi asam basa atau reaksi netralisasi.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Air Etanol : Air(1:9)
Etanol : Air(1:4)
Etanol : Air(3:7)
Asam Salisilat
Asam Benzoat
Grafik 1. Perbandingan Hubungan antara Kelarutan Asam Salisilat
dan Asam Benzoat dengan Presentase Campuran Pelarut
Etanol : Air
Pada grafik pertama pelarut yang digunakan untuk mengetahui
kelarutan dari asam benzoate dan asam salisilat ini adalah pelarut
campuran air dan etanol. Dari grafik tersebut terlihat bahwa kelarutan
semakin bertambah ketika jumlah etanol semakin banyak. Kelarutan asam
benzoat dan asam salisilat yang tidak memakai etanol (0:30) kelarutannya
adalah 0,6 g/ml dan 0,4 g/ml. Kemudian ditambah etanol sebanyak 3 ml
dan kelarutan asam benzoate tetap dan kelarutan asam salisilat naik
menjadi 1,83 g/ml. Tetapi pada saat penambahan etanol menjadi 6 ml
kelarutan asam benzoat berkurang menjadi 0,36 g/ml dan kelarutan asam
salisilat berkurang menjadi 1,7 g/ml. Hal ini bisa saja terjadi karena
penambahan kosolven belum tentu pasti menaikkan kelarutan. Pada
beberapa kasus kelarutan bertambah sangat kecil bahkan berkurang. Pada
kasus ini kelarutan asam benzoate dan asam salisilat menurun karena
larutannya masih belum jenuh sehingga jumlah zat terlarutnya sedikit
sehingga kelarutannya menjadi kecil. Kemudian pada saat etanol
ditambahkan lagi kelarutan asam salisilat dan asam benzoat pun
bertambah. Etanol disini dapat meningkatkan kelarutan karena asam
benzoate larut dalam kurang lebih 3 bagian etanol 95% (Depkes RI,
1979). Lebih larut dalam etanol dibandingkan dengan air, disisi lain
memang etanol adalah kosolven seperti yang dikatakan oleh Yalkowsky
(1985) bahwa kosolven seperti etanol, propilen glikol, polietilen
glikol dan glikofural telah rutin digunakan sebagai zat untuk
meningkatkan kelarutan obat dalam larutan pembawa berair. Arti dari
kosolven sendiri yaitu suatu bahan yang dapat meningkatkan kelarutan
dengan cara menurunkan tegangan antara zat terlarut yang hidrofobik
(Yalkowsky, 1985).
Grafik 2. Perbandingan Hubungan antara Kelarutan Asam Salisilat
dan Asam Benzoat dengan Presentase Campuran Pelarut
Etanol : Air
Pelarut yang digunakan pada grafik kedua adalah etanol dan
aquadest sama seperti pelarut pada grafik pertama hanya saja
perbandingan pelarutnya berbeda. Pada grafik kedua ini hamper sama
seperti pada grafik yang kedua walau dengan perbandingan pelarut yang
berbeda. Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat dengan penambahan
etanol maka kelarutan asam salisilat dan asam benzoate semakin tinggi.
Berdasarkan grafik tersebut dapat terlihat bahawa pada pelarut campuran
etanol dan air dengan perbandingan 1 : 3 mengalami penurunan kelarutan
yang cukup besar hal ini bisa disebabkan karena saat proses titrasi larutan
belum benar-benar jenuh sehingga jumlah zat terlarutnya sedikit dan
memperkecil kelarutan dari asam benzoate dan asam salisilat tersebut.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
Etanol : Air(1:19)
Etanol : Air(3:17)
Etanol : Air(1:3)
Etanol : Air(3:7)
Asam Salisilat
Asam Benzoat
Grafik 3. Perbandingan Hubungan antara Kelarutan Asam Salisilat
dan Asam Benzoat dengan Presentase Campuran Pelarut
Etanol : Air : Gliserin
Pelarut yang digunakan pada grafik ketiga adalah etanol, air, dan
gliserin. Dari grafik pelarut campuran yang ketiga, dapat dilihat bahwa
mulai dari kelompok 1 sampai 5 diberi perlakuan penambahan volume
etanol sebanyak 3 mL, pengurangan volume air sebanyak 3 mL dan
gliserin tetap sebanyak 3 mL. Pada grafik asam salisilat, mulai dari
kelompok 1 yang tidak memakai etanol tetapi memakai 3 mL gliserin bisa
dibandingkan dengan grafik pelarut 2 kelompok 1 yang tidak memakai
gliserin tetapi memakai etanol, kelarutan asam benzoatnya adalah 0,09
g/ml sedangkan dengan ditambahkannya gliserin tanpa etanol meningkat
menjadi 0,18 g/ml. Hal itu dapat terjadi karena etanol yang diberikan
pada pelarut 2 hanya 1,5 mL sedangkan gliserin yang ditambahkan pada
pelarut 3 adalah 3 mL. Jadi bisa dikatakan bahwa kosolvensi oleh
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
Air : Gliserin(9:1)
Etanol : Air :Gliserin(1:8:1)
Etanol : Air :Gliserin(2:7:1)
Etanol : Air :Gliserin(3:6:1)
Asam Salisilat
Asam Benzoat
gliserin ataupun etanol sama kuatnya, sama-sama meningkatkan
kelarutan. Kemudian, terlihat pada grafik, kelarutan asam salisilat
mengalami penurunan hingga pada kelompok 3 didapat kelarutannya
adalah 0,204 g/ml yang berarti lebih rendah dari kelarutan pada grafik
pelarut 2 kelompok 3 yaitu 0,679 g/ml.
0
1
2
3
4
5
6
Air :Propilenglikol
(9:1)
Etanol : Air :Propilenglikol
(1:8:1)
Etanol : Air :Propilenglikol
(2:7:1)
Etanol : Air :Propilenglikol
(3:6:1)
Asam Salisilat
Asam Benzoat
Grafik 4. Perbandingan Hubungan antara Kelarutan Asam Salisilat
dan Asam Benzoat dengan Presentase Campuran Pelarut
Etanol : Air : Propilenglikol
Pelarut yang digunakan pada grafik keempat ini adalah etanol, air,
dan propilenglikol. Berdasarkan grafik pelarut ke-4 tersebut, dapat dilihat
bahwa mulai dari kelompok 1 sampai 4 diberi perlakuan penambahan
volume etanol sebanyak 3 mL, pengurangan volume air sebanyak 3 mL
dan propilenglikol tetap sebanyak 3 mL. Pada grafik asam salisilat, nilai
kelarutan kelompok 1 yang tidak memakai etanol tetapi memakai 3 mL
propilenglikol yaitu 0,339 g/ml bisa dibandingkan dengan kelarutan pada
grafik pelarut 3 kelompok 1 yang juga tidak ditambah etanol tetapi
ditambah 3 mL gliserin yaitu 0,204 g/ml. Kelarutan yang memakai 3 ml
propilenglikol lebih tinggi dibandingkan dengan yang memakai 3 ml
gliserin, berarti dapat dikatakan bahwa kosolvensi oleh propilenglikol
lebih baik daripada dengan gliserin. Hal ini karena asam benzoate dan
asam salisilat bersifat non polar sehingga akan larut pada yang pelarut
non polar pula (propilenglikol). Jadi, asam salisilat dan asam benzoat itu
sebenarnya bersifat semi polar. Semi polar adalah sifat yang berarti dapat
menjadi polar dan non polar,sifat semi polar yang dimiliki kedua zat
tersebut ternyata lebih cenderung ke non polarnya karena keduanya
adalah asam organik, sehingga ketika ditambahkan propilenglikol yang
bersifat nonpolar dan dibandingkan dengan gliserin yang bersifat polar
maka kelarutan pada propilenglikol lebih tinggi. Hal tersebut didasarkan
pada prinsip like dissolve like yaitu dimana suatu senyawa akan larut pada
senyawa yang mempunyai struktur kimia yang sama, polar dengan polar
dan nonpolar dengan non polar seperti yang dikatakan oleh Arsyad
(2001).
Pelarut campuran dan kosolven mempengaruhi kelarutan dari
asam salisilat dan asam benzoate.
IX. Simpulan
1. Dapat membuat larutan natrium hidroksida (NaOH) yang dibakukan
dengan larutan asam oksalat (H2C2O4) dengan indikator PP sehingga
didapatkan normalitas NaOH 0,0983 N.
2. Dapat membuat pelarut campur dari etanol, air, gliserin, dan
propilenglikol dengan perbandingan tertentu untuk menjadi pelarut
asam benzoate dan asam salisilat.
3. Kelarutan asam salisilat dan asam benzoate dipengaruhi oleh pelarut
campur dan memiliki tingkatan yang berbeda pada setiap
perbandingan pelarut campur.
4. Dapat membuat grafik hubungan konsentrasi dengan persentase
campuran pelarut yang menyatakan bahwa kelarutan asam benzoat
dan asam salisilat semakin bertambah dengan diberikannya etanol,
gliserin dan propilen glikol.
Daftar Pustaka
Alfian, Zul. 2009. Kimia Dasar. Medan: USU Press.
Arsyad, N. 2001. Kamus Kimia Anti dan Penjelasan Istilah. Jakarta : Gramedia.
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Dirjen POM.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Dirjen POM.
Juliantara. 2009. Kimia Larutan. Tersedia Online di
http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/18/kimia-larutan-kimia-dasar-
39481.html [Diakses pada tanggal 27 Maret 2015].
Muchtaridi. 2007. Kimia 2. Jakarta: Yudhistira.
Ratna. 2009. Azas Le Chatelier. Available at http://www.chem-is-
try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_x/azas-le-chatelier/. [Diakses pada
tanggal 15 Maret 2015].
Sumardjo. 2006. Pengantar Kimia. Jakarta : EGC
Suyatno. 2006. Kimia. Jakarta: Grasindo.
Svehla. 1990. Analisis Kuantitatif Mikro dan Semimikro. Jakarta: PT.Kalman Media
Pustaka.
Yalkowsky dan Rubino. 1985. American Pharmaceutical Association. Journal of
Pharmaceutical Sciences: Solubilization by cosolvents I: Organic solutes in
propylene glycol–water mixtures. Volume 74, No. 4, pages 416–421.
Lampiran
Gambar Percobaan
Larutan Jenuh Asam Larutan Jenuh Asam Titrasi Penetapan Kadar
Salisilat Benzoat
Hasil Titrasi Asam Hasil Titrasi Asam
Benzoat Salisilat
Asam Benzoat duplo yang
pertama
Asam Benzoat duplo yang
kedua
Asam Salisilat 2 duplo yang
pertama
Asam Salisilat 2 duplo yang
kedua
AsamSalisilat 1 duplo yang
pertama AsamSalisilat 1 duplo yang
kedua
Asam benzoate 1 duplo
yang kedua
Gliserin 6 mL Asam salisilat 4
duplopertama
Etanol yang digunakan Asamsalisilat 2 yang aka
dititrasi
Asam benzoate 1 yang
sudahdititrasi Asam benzoate 2 yang
digunakan
AsamSalisilat yang
digunakan
Asamsalisilat 1
AsamBenzoat yang
digunakan
AsamBenzoat 1
Recommended