View
265
Download
9
Category
Preview:
Citation preview
TESIS
PEMBERIAN MINUMAN EKSTRAK TEH HIJAU SUHU HANGAT DAN SUHU DINGIN MENURUNKAN KADAR MALONDIALDEHIDA (MDA) SERUM PADA TIKUS DENGAN DIET TINGGI KARBOHIDRAT DAN
TINGGI LEMAK
LILIK LIANA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2 0 11
PEMBERIAN MINUMAN EKSTRAK TEH HIJAU
SUHU HANGAT DAN SUHU DINGIN MENURUNKAN KADAR MALONDIALDEHIDA (MDA) SERUM PADA TIKUS DENGAN DIET TINGGI KARBOHIDRAT DAN
TINGGI LEMAK
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
LILIK LIANA NIM. 0890761013
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2 0 11
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 15 JUNI 2011
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH Prof. dr. N. Agus Bagiada, SpBIOK NIP: 194712111976021001 NIP: 195601251986011
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana
Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,SpAnd,FAACS Prof.Dr.dr.AA Raka Sudewi, Sp.S(K)
NIP: 1946121319710710 NIP: 19590215985102001
Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji pada Program
Pascasarjana Universitas Udayana Pada Tanggal 15 Juni 2011
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
No.: 0990/UN14.4/HK/2011
Tanggal 23 Mei 2011
Ketua: Prof. Dr. Dr. N. Adiputra, MOH
Anggota:
1. Prof. dr. N. Agus Bagiada, SpBIOK
2. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS
3. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc, SpAnd
4. Prof. dr. I Gusti Made Aman, SpFK
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya tesis yg berjudul: “Pemberian
Minuman Ekstrak Teh Hijau Suhu Hangat dan Suhu Dingin Menurunkan
Kadar Malondialdehida (MDA) Serum Pada Tikus Dengan Diet Tinggi
Karbohidrat dan Tinggi Lemak” dapat diselesaikan.
Tulisan ini disusun untuk memenuhi persyaratan tugas akhir studi yang
dijalani penulis untuk memperoleh gelar magister pada Program Magister Program
Studi Ilmu Kedokteran Ilmu Biomedik, Kekhususan Anti Aging Medicine,
Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa hormat,
penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS selaku ketua
Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik Kekhususan Anti Aging
Medicine Universitas Udayana dan sebagai penguji telah banyak
memberikan ide, masukan, bimbingan dan semangat selama proses
penyusunan tesis ini.
2. Prof. Dr. dr. N Adiputra, MOH, pembimbing I yang dengan penuh
perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran
selama penulis mengikuti Program Magister, khususnya dalam
penyelesaian tesis ini.
3. Prof. dr. N Agus Bagiada, Sp. BIOK selaku pembimbing II yang telah
banyak memberikan saran dari sudut biomolekuler dan memberi
masukan yang sangat bermanfaat untuk menyempurnakan penyusunan
karya ilmiah ini.
4. Prof. Dr. dr. J Alex Pangkahila, M. Sc., Sp.And. selaku penguji yang
telah memberikan banyak dukungan, semangat, dan bimbingan serta
saran ilmiah kepada penulis selama penyusunan tesis ini.
5. Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp. FK selaku penguji dan kepala
Laboratory Animal Unit Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana telah memberikan dukungan yang besar,
bimbingan dan banyak saran ilmiah kepada penulis selama penyusunan
tesis ini.
6. Para staf administrasi program Pascasarjana Universitas Udayana yang
telah membantu penyelesaian tesis ini.
7. Laboratorium Biokimia dan Patologi Klinik Fakultas Keodkteran
Airlangga Surabaya yang telah banyak membantu menjaga tikus
peneliti selama proses penyusunan tesis ini,
8. Para dosen pengajar dan rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, yang selalu memberikan doa dan dorongan serta semangat bagi
penulis.
9. Keluarga tercinta yaitu suami (Ir. Satya Sugihwardoyo) dan kedua anak
penulis (Madeline Maydavania dan Stanley Sugihwardoyo) serta kedua
orang tua atas doa, dukungan, dan pengertiannya selama penulis
menempuh pendidikan.
Diakhir kata penulis berharap dengan selesainya kerya ilmiah ini dapat
memberikan manfaat kepada banyak pihak, yaitu kepada bagi penulis
pribadi, bagi program pendidikan Program Magister Program Studi Ilmu
Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana, serta bagi pihak-
pihak lain yang berkepentingan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu
melimpahkan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah berperan
terhadap kelancaran tesis ini.
Denpasar, Juni 2011
Penulis,
Lilik Liana
ABSTRAK
PEMBERIAN MINUMAN EKSTRAK TEH HIJAU SUHU HANGAT DAN SUHU DINGIN MENURUNKAN KADAR MALONDIALDEHIDA (MDA) SERUM PADA TIKUS DENGAN DIET TINGGI KARBOHIDRAT DAN
TINGGI LEMAK
Salah satu penyebab penuaan ialah penumpukan kerusakan oksidatif oleh radikal bebas dalam tubuh. Dalam kondisi fisiologis radikal bebas selalu terbentuk namun radikal bebas dapat meningkat dalam keadaan hiperglikemia dan hiperlipidemia. Malondialdehida (MDA) adalah petanda kerusakan oksidatif sebab terbentuk dari reaksi peroksidasi lipid oleh radikal bebas. Teh hijau mengandung senyawa bersifat antioksidan. Berbagai studi menunjukkan perbedaan kapasitas antioksidan teh hijau pada suhu teh yang berbeda dimana teh suhu panas mempunyai kapasitas antioksidan lebih tinggi daripada suhu dingin, namun kemampuan antioksidan teh hijau dengan suhu berbeda pada studi belum diketahui. Tujuan penelitian ini menunjukan peran teh dalam menurunkan MDA, dimana minuman ekstrak teh hijau suhu hangat (37°C) menurunkan kadar MDA serum lebih banyak daripada suhu dingin (20°C) pada tikus dengan diet tinggi karbohidrat dan tinggi lemak. Rancangan penelitian ini adalah experimental dengan pretest-posttest control group design. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya. Tikus (Norwegicus rattus) jantan galur Wistar yang sesuai dengan kriteria eligibilitas sebanyak 16 ekor, dipilih secara randomisasi sederhana dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan perlakuan. Tikus kelompok kontrol dan perlakuan diberi diet tinggi karbohidrat dan tinggi lemak selama 14 hari pertama, kemudian diambil 1 mL darah dari ekor untuk diperiksa kadar MDA serum dengan MDA ELISA assay kit (OxiselectTM, Cell Biolabs, Inc., USA) sebagai data pretest. Selanjutnya tikus kelompok kontrol diberi minuman ekstrak teh hijau suhu dingin (20°C) sedangkan kelompok perlakuan diberi minuman ekstrak teh hijau suhu hangat (37°C). Ekstrak teh hijau dan diet tinggi karbohidrat dan tinggi lemak diberikan selama 14 hari kedua, kemudian darah diambil untuk diperiksa kadar MDA sebagai data posttest. Data dinyatakan sebagai rerata ± standar deviasi. Data dianalisis dengan uji t memakai program SPSS 17.0 for Windows (p<0,05). Rerata kadar MDA pretest kelompok kontrol 101,17 ± 6,94 pmol/mg, sedangkan kelompok perlakuan 103,83 ± 6,27 pmol/mg. Rerata kadar MDA posttest kelompok kontrol 70,83 ± 5,78 pmol/mg sedangkan kelompok perlakuan 66,00 ± 3,41 pmol/mg. Kadar MDA pretest kelompok perlakuan tidak berbeda bermakna dengan kontrol (p=0,501). Kadar MDA posttest kelompok perlakuan dan kontrol tidak berbeda bermakna (p=0,108). Kadar MDA posttest lebih rendah daripada pretest baik pada perlakuan (p=0,0001) maupun kontrol (p=0,0001) dan berbeda bermakna. Minuman ekstrak teh hijau suhu hangat dan suhu dingin dapat menurunkan kadar MDA dan menghambat radikal bebas. Suhu minuman ekstrak teh hijau baik hangat maupun dingin tidak mempengaruhi kapasitas antioksidan teh hijau. Masih diperlukan studi lebih mendalam tentang kapasitas antioksidan pada berbagai suhu minuman teh secara in vivo dengan rentang suhu yang lebih besar. Kata kunci: teh hijau suhu hangat, teh hijau suhu dingin, malondialdehida
ABSTRACT
WARM AND COLD GREEN TEA EXTRACT DECREASE SERUM
MALONDIALDEHYDE (MDA) LEVEL OF RATS WITH HIGH CARBOHYDRATE AND FAT DIET
One of causes of aging is the accumulation of oxidative damage due to free radicals in the body. Free radical is always produced in physiological condition but it can increase in either hyperglycemia or hyperlipidemia state. Malondialdehyde (MDA) is the free radicals marker because it is formed from lipid peroxidation reaction by free radicals. Green tea consists of antioxidative compounds. Previous studies showed that green tea’s antioxidant capacity varies at different beverage temperatures. Hot tea has higher antioxidant capacity than cold tea, but this is still unknown regarding antioxidant capacity studies. This research’s goal is to find out the role of tea in decrease MDA level where a warmer green tea extract (37°C) can decrease MDA serum levels more than cold green tea extract (20°C) can on rats with high carbohydrate and high fat diet.
This research’s design was experimental with pre-test and post-test control group design and it was done in Biochemistry and Clinical Pathology Laboratory of Medical Faculty of Airlangga University Indonesia. Sixteen male rats (Norwegicus rattus) with the Wistar strain that meets the eligibility criteria were chosen by simple randomization and divided into two groups, which are control and treatment groups. Rats of both groups were fed with high carbohydrate and fat diet for the first 14 days, then 1 mL of blood from the tail was extracted and collected in order to determine serum MDA level with the MDA ELISA assay kit (OxiselectTM, Cell Biolabs, Inc., USA) as pre-test data. Green tea extract and high carbohydrate and fat diet were given again for the next 14 days. Control rats had been fed by cold green tea extract beverage (20°C) whereas the treatment group had warm green tea extract beverage (37°C). Tail blood was collected after the treatment period as post-test data. Data were performed as mean ± standard deviation. Data analysis was using SPSS 17.0 for Windows (p<0,05). Pre-test MDA level mean of control group was 101,17 ± 6,94 pmol/mg, whereas the treatment group was 103,83 ± 6,27 pmol/mg. Post-test MDA level of control group was 70,83 ± 5,78 pmol/mg whereas treatment group was 66,00 ± 3,41 pmol/mg. Pre-test MDA level of treatment and control groups did not differ significantly (p=0,501). Post-test MDA level of treatment and control group also did not differ significantly (p=0,108). Post-test MDA level of treatment and control groups were significantly lower than pretest (p=0.0001; p=0.0001). Warm and cold green tea extract beverage decrease MDA level and inhibits free radical. Further research is needed to investigate in vivo antioxidant capacity of green tea beverage with a wider range temperature. Keywords: warm green tea, cold green tea, malondialdehyde
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ......................................................................................... i
PRASYARAT GELAR ................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................ iv
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... v
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
ABSTRACT ................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 5
1.3.1 Tujuan umum ........................................................................................ 5
1.3.2 Tujuan khusus ....................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA.......................................................................... 7
2.1 Penuaan ..... ............................................................................................... 7
2.2 Radikal Bebas ........................................................................................... 9
2.3 Malondialdehida ....................................................................................... 13
2.4 Radikal Bebas, Hiperglikemia, dan Hiperlipidemia ............................... 14
2.5 Teh Hijau ................................................................................................ 18
2.5.1 Struktur kimia dan komposisi teh ........................................................ 18
2.5.2 Peran teh hijau pada kesehatan ............................................................ 19
2.5.3 Kapasitas antioksidan teh ..................................................................... 21
2.5.4 Suhu minuman teh ................................................................................ 22
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN ........... ..................................................................................... 24
3.1 Kerangka Berpikir.................................................................................... 24
3.2 Konsep .............. ........................................................................................ 26
3.3 Hipotesis Penelitian .................................................................................. 26
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................ 27
4.1 Rancangan Penelitian ............................................................................... 27
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................... 28
4.2.1 Lokasi penelitian ................................................................................... 28
4.2.2 Waktu penelitian ................................................................................... 28
4.3 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 28
4.4 Penentuan Sumber Data .......................................................................... 28
4.4.1 Populasi ................. ............................................................................... 28
4.4.2 Sampel................ .................................................................................... 29
4.4.3 Teknik pengambilan sampel ................................................................. 29
4.4.4 Besar sampel .......................................................................................... 29
4.4.5 Kriteria eligibilitas................................................................................. 30
4.4.5.1 Kriteria inklusi ..................................................................................... 30
4.4.5.2Kriteria drop out .................................................................................... 30
4.5 Variabel Penelitian ................................................................................... 31
4.5.1 Jenis variabel ......................................................................................... 31
4.5.2 Definisi operasional variabel ................................................................. 31
4.6 Bahan Penelitian ....................................................................................... 32
4.7 Instrumen Penelitian ................................................................................ 32
4.8 Prosedur Penelitian .................................................................................. 32
4.9 Analisis Data ............................................................................................. 34
BAB V HASIL PENELITIAN ....................................................................... 36
5.1 Data Kelompok Kontrol dan Perlakuan.................................................. 36
5.2 Perbandingan Data Kelompok Kontrol dan Perlakuan ......................... 37
BAB VI PEMBAHASAN ............................................................................... 40
6.1 Efek Ekstrak Teh Hijau pada Radikal Bebas ......................................... 40
6.2 Pengaruh Suhu Minuman Ekstrak Teh Hijau ........................................ 42
6.3 Efek yang Sama Minuman Ekstrak Teh Hijau Suhu Hangat dan
Dingin ...................................................................................................... 43
6.4 Peran Teh Hijau dalam Anti-Aging Medicine.......................................... 44
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 46
7.1 Simpulan................... ................................................................................. 46
7.2 Saran.......................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 47
LAMPIRAN ................................................................................................... 50
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Radikal bebas, oksidan nonradikal, spesies thiol reaktif nonradikal ........................................................................................................ 12
Tabel 5.1 Kadar MDA kelompok kontrol dan perlakuan ................................... 36
Tabel 5.2 Perbandingan kadar MDA pretest kelompok kontrol dan perlakuan ......................................................................................................... 37
Tabel 5.3 Perbandingan kadar MDA pretest-posttest kelompok perlakuan........ 37
Tabel 5.4 Perbandingan kadar MDA pretest-posttest kelompok kontrol............ 38
Tabel 5.5 Perbandingan kadar MDA posttest kelompok kontrol dan perlakuan ......................................................................................................... 39
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Senyawa aldehida hasil peroksidasi lipid ....................................... 13
Gambar 2.2 Produk sekunder dan ALEs dari proses peroksidasi lipid ............... 17
Gambar 2.3 Struktur kimia flavonoid utama yang terkandung di teh hijau, hitam, oolong ............................................................................... 19
Gambar 3.1 Skema konsep ............................................................................... 26
Gambar 4.1 Skema rancangan penelitian .......................................................... 27
Gambar 4.2 Alur penelitian .............................................................................. 35
Gambar 5.1 Kadar MDA pretest-posttest kelompok kontrol dan perlakuan....... 36
Gambar 5.2 Kadar MDA pretest-posttest kelompok perlakuan (suhu hangat) ... 38
Gambar 5.3 Kadar MDA pretest-posttest kelompok kontrol (suhu dingin) ........ 38
Gambar 5.4 Perbandingan kadar MDA posttest kelompok kontrol dan perlakuan ................................................................................ 39
DAFTAR SINGKATAN
AGEs = Advancedglycosilation end-products
ALEs = Advanced lipid peroxidation end-products
DNA = Deoxy ribonucleic acid
eNOS = Endothelial nitric oxide synthase
HNE = hidroksinonenal
ICAM-1 = Intercellular adhesive molecule-1
iNOS = Inducible nitric oxide synthase
MDA = Malondialdehida
NO = Nitric oxide
RNS = Reactive nitrogen species
ROS = Reactive oxygen species
SOD = Superoxide dismutase
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penuaan adalah proses yang terjadi dalam kehidupan manusia. Namun kita
berharap dapat melewati penuaan dalam kondisi sehat dan tanpa keluhan penyakit.
Sebenarnya penuaan dapat dicegah dan dihambat sehingga meskipun usia
bertambah tetapi kualitas hidup tetap baik. Dengan konsep antiaging medicine, kita
dapat mengatasi masalah-masalah penuaan.
Pada proses penuaan terjadi penurunan fungsi fisiologis tubuh. Kemampuan
mempertahankan homeostasis menurun seiring pertambahan usia sehingga
meningkatkan risiko terkena penyakit dan terjadi kematian. Penuaan terjadi oleh
karena ada faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi penumpukan
radikal bebas, hormon yang berkurang, glikosilasi, metilasi, apoptosis, imunitas
yang menurun, dan genetik. Faktor eksternal meliputi gaya hidup yang tidak sehat,
kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, stres dan kemiskinan (Pangkahila, 2007).
Faktor-faktor di atas berasal dari berbagai teori penuaan yang diajukan oleh para
ahli. Teori radikal bebas adalah salah satu teori yang berkembang luas dan
digunakan untuk menjelaskan proses penuaan.
Dengan mengingat faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses penuaan,
dapatlah ditentukan faktor mana yang perlu dihindari atau diatasi sehingga proses
penuaan dapat dicegah atau dihambat. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
menghambat proses penuaan antara lain adalah menjaga kesehatan tubuh dan jiwa
dengan pola hidup sehat seperti makanan sehat (Pangkahila, 2007).
Radikal bebas adalah senyawa dengan elektron tak berpasangan. Radikal
bebas dapat bereaksi dengan DNA, nukleotida, protein, dan lipid. Reaksi radikal
bebas dengan lipid pada membran sel menghasilkan peroksida lipid. Senyawa
peroksida lipid terdiri dari malondialdehida (MDA), hidroksinonenal (HNE), dan
isoprostan. Reaksi radikal bebas dengan protein menghasilkan cross-link sehingga
terjadi disfungsi protein. Reaksi radikal bebas dengan DNA dan nukleotida
menyebabkan mutasi gen. Kerusakan oksidatif membran sel, disfungsi protein, dan
mutasi gen mengakibatkan kematian sel. Kerusakan oksidatif terakumulasi seiring
dengan pertambahan usia. Akumulasi ini yang menyebabkan penuaan (Dröge,
2002).
Radikal bebas dapat meningkat dengan pola makan tinggi karbohidrat dan
tinggi lemak. Makanan tinggi karbohidrat memberikan dampak hiperglikemia.
Reaksi glikosilasi oleh karena hiperglikemia menghasilkan pembentukan advanced
glycosilation end-products (AGEs). Ikatan AGEs dengan reseptor AGEs pada
membran sel memicu pembentukan radikal bebas. Makanan tinggi lemak
memberikan dampak hiperlipidemia. Hiperlipidemia mengakibatkan penumpukan
lemak intraseluler sehingga terjadi lipotoksisitas pada sel. Lipotoksisitas memicu
pembentukan radikal bebas (Khan, 2005). Peningkatan radikal bebas ditandai
dengan peningkatan MDA sebab MDA adalah hasil reaksi peroksidasi lipid.
Manusia berupaya untuk menghambat radikal bebas sehingga penuaan
dapat dihambat. Di alam telah tersedia bahan-bahan yang dapat dikonsumsi
manusia untuk menghambat radikal bebas. Salah satu bahan alami penghambat
radikal bebas adalah teh. Teh mengandung flavonoid yang memiliki sifat
antioksidan sehingga dapat menghambat radikal bebas. Teh terdiri dari berbagai
jenis yaitu teh hitam, teh hijau, dan teh oolong. Teh hijau termasuk jenis yang
banyak dikonsumsi di Asia. Teh hijau memiliki kapasitas antioksidan lebih tinggi
daripada teh hitam (McKay dan Blumberg, 2002).
Teh yang dulu dikonsumsi dengan air panas, saat ini dikonsumsi dalam
kondisi dingin. Penyajian minuman teh ternyata berpengaruh pada potensi
antioksidan teh. Minuman teh panas memiliki kapasitas antioksidan lebih tinggi
daripada es teh (McKay dan Blumberg, 2002). Uji konsentrasi zat-zat antioksidan
dalam teh menunjukkan bahwa konsentrasi flavonoid total, polifenol total,
catechins, theaflavins, thearubigens lebih tinggi pada minuman teh panas daripada
teh dingin (Hakim dkk, 2001). Studi tentang hubungan kanker kulit (squamous cell
carcinoma) dengan suhu minuman teh, melaporkan bahwa kasus kanker kulit lebih
sedikit pada orang yang minum teh panas daripada teh dingin. Hal ini disebabkan
kebiasaan penyajian minuman teh. Teh dingin disajikan dengan volume air yang
banyak dan kantong teh sedikit, sehingga kadarnya 0,86-1,44 g daun teh/240 mL,
sedangkan teh panas disajikan dengan volume air lebih sedikit sehingga kadarnya
2,26 g/240 mL. Pada teh dingin, senyawa flavonoid, theaflavin, thearubigens
membentuk kompleks tak larut dengan kafein, sehingga membentuk endapan.
Endapan ini tidak bisa terminum sehingga kadar senyawa antioksidan teh yang
diminum lebih sedikit (Hakim dkk., 2000). Namun studi hubungan antara suhu
minuman teh dan kanker esofagus melaporkan bahwa suhu minuman teh panas,
lebih dari 70°C, meningkatkan risiko oesophageal squamous cell carcinoma.
Kanker terjadi sebab pengaruh thermal injury pada mukosa esophagus sehingga
bila minum teh dianjurkan dalam kondisi hangat (Whiteman, 2009). Hasil studi di
atas masih terbatas uji in vitro kapasitas antioksidan dan korelasi suhu teh dengan
penyakit kanker, sedangkan pengaruh suhu minuman teh terhadap radikal bebas
tubuh masih belum diketahui. Penelitian ini dirancang untuk membuktikan
pengaruh suhu hangat dan suhu dingin minuman teh hijau terhadap kadar MDA
tikus yang diberi diet tinggi karbohidrat dan tinggi lemak sehingga terjadi
hiperglikemia dan hiperlipidemia. Kondisi hiperglikemia dan hiperlipidemia dapat
memicu pembentukan radikal bebas.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka disusun rumusan masalah seperti berikut:
1. Apakah pemberian minuman ekstrak teh hijau suhu hangat menurunkan
kadar malondialdehida (MDA) serum pada tikus dengan diet tinggi
karbohidrat dan tinggi lemak ?
2. Apakah pemberian minuman ekstrak teh hijau suhu dingin menurunkan
kadar malondialdehida (MDA) serum pada tikus dengan diet tinggi
karbohidrat dan tinggi lemak ?
3. Apakah pemberian minuman ekstrak teh hijau suhu hangat menurunkan
kadar malondialdehida (MDA) serum lebih banyak pada tikus dengan diet
tinggi karbohidrat dan tinggi lemak daripada suhu dingin?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui peranan suhu ekstrak the hijau terhadap kerusakan
oksidatif oleh radikal bebas pada tikus dengan diet tinggi karbohidrat dan tinggi
lemak.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui bahwa pemberian minuman ekstrak teh hijau suhu
hangat (37°C) menurunkan kadar malondialdehida (MDA) serum pada
tikus dengan diet tinggi karbohidrat dan tinggi lemak.
2. Untuk mengetahui bahwa pemberian minuman ekstrak teh hijau suhu
dingin (20°C) menurunkan kadar malondialdehida (MDA) serum pada
tikus dengan diet tinggi karbohidrat dan tinggi lemak.
3. Untuk mengetahui bahwa pemberian minuman ekstrak teh hijau suhu
hangat (37°C) lebih menurunkan kadar malondialdehida (MDA) serum
pada tikus dengan diet tinggi karbohidrat dan tinggi lemak daripada suhu
dingin (20°C).
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat ilmiah:
Memberi pengetahuan tentang pengaruh suhu minuman ekstrak teh hijau
terhadap kondisi biologis, terutama terhadap radikal bebas.
Manfaat aplikasi:
Memberi pengetahuan tentang cara penyajian teh ekstrak hijau agar lebih
bermanfaat bagi kesehatan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penuaan
Kemampuan mempertahankan homeostasis menurun seiring pertambahan
usia sehingga meningkatkan risiko terkena penyakit dan terjadi kematian. Proses
penuaan alami mempunyai 4 karakteristik yaitu progresif, endogen, irreversible,
dan terjadi penurunan. Proses penuaan bersifat progresif karena penyebab penuaan
telah ada sejak organisme masih muda. Penuaan melibatkan proses yang bersifat
endogen sehingga terjadi proses penuaan intrinsik. Faktor eksogen juga dapat
mengakibatkan penuaan baik secara langsung atau melalui interaksi dengan faktor
endogen. Faktor endogen ini yang menjelaskan tentang mengapa tiap individu
mempunyai usia yang berbeda meskipun dalam lingkungan yang sama. Proses
penuaan adalah proses yang tidak dapat kembali ke awal (irreversible). Pada proses
penuaan terjadi penurunan fungsi fisiologis tubuh. Radikal bebas adalah senyawa
penyebab penuaan yang sesuai dengan karakteristik tersebut di atas. Radikal bebas
diproduksi tubuh (endogen) sejak muda sampai tua. Radikal bebas mengakibatkan
kerusakan sel yang irreversible sehingga terjadi penurunan fungsi dan pada
akhirnya terjadi kematian sel (Hulbert dkk., 2007).
Berdasarkan teori wear and tear, penggunaan tubuh secara terus-menerus
apalagi bila berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan. Penggunaan mitokondria
dalam proses respirasi aerobik menghasilkan superoksida, dimana superoksida
adalah
senyawa radikal bebas. Penggunaan mitokondria secara berlebihan menghasilkan
lebih banyak radikal bebas sehingga terjadi kerusakan oksidatif. Akumulasi
kerusakan oksidatif mengakibatkan penuaan (Hulbert dkk., 2007).
Setelah mencapai usia dewasa, secara alami seluruh komponen tubuh tidak
dapat berkembang lagi. Sebaliknya terjadi penurunan akibat proses penuaan. Pada
umumnya menjadi tua dianggap hal yang lumrah sehingga semua masalah yang
muncul dianggap memang seharusnya dialami. Padahal terdapat banyak faktor
yang berpengaruh terhadap proses penuaan. Faktor-faktor ini dapat dibagi menjadi
faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal adalah radikal bebas,
hormon yang berkurang, dan genetik. Faktor eksternal yang utama adalah pola
hidup yang tidak sehat, polusi lingkungan dan stres. Faktor-faktor ini dapat
dicegah, diperlambat bahkan mungkin dihambat sehingga kualitas hidup dapat
dipertahankan. Lebih jauh lagi usia harapan hidup dapat lebih panjang dengan
kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007).
Usia harapan hidup yang lebih panjang disertai kualitas hidup yang optimal
inilah konsep baru dari ilmu kedokteran anti penuaan atau Anti Aging Medicine
(AAM). AAM ini didefinisikan sebagai bagian ilmu kedokteran yang didasarkan
pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk
melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan perbaikan ke keadaan
semula berbagai disfungsi, kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan,
yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat. Dengan definisi
AAM tersebut, tampak bahwa terdapat paradigma yang baru. Yakni di antaranya
manusia bukanlah orang terhukum yang terperangkap dalam takdir genetik dan
penuaan dapat dianggap sama dengan penyakit yang dapat dicegah, diobati bahkan
dikembalikan ke keadaan semula (Pangkahila, 2007).
Dengan mengingat faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses penuaan,
dapatlah ditentukan faktor mana yang perlu dihindari atau diatasi sehingga proses
penuaan dapat dicegah atau dihambat. Bermodalkan kesadaran tentang pentingnya
menjaga kesehatan dan menghindari berbagai faktor penyebab proses penuaan
dilengkapi dengan pengobatan, masyarakat memiliki kesempatan untuk hidup lebih
sehat dan berusia lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila,
2007).
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menghambat proses penuaan
antara lain adalah menjaga kesehatan tubuh dan jiwa dengan pola hidup sehat
meliputi berolahraga teratur, makanan sehat dan cukup, atasi stres; jangan merasa
sehat dan normal hanya karena tidak ada keluhan serius; melakukan pemeriksaan
kesehatan berkala yang diperlukan dan disesuaikan dengan kondisi; menggunakan
obat dan suplemen yang diperlukan sesuai petunjuk ahli untuk mengembalikan
fungsi berbagai organ tubuh yang menurun. Namun, terdapat pula hambatan atau
kesulitan melakukan upaya menghambat proses penuaan, antara lain karena
lingkungan tidak sehat, pengetahuan rendah dan budaya yang tidak benar
(Pangkahila, 2007).
2.2 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah atom atau molekul dengan elektron tidak
berpasangan.Bentuk ini adalah atom/molekul yang tidak stabil. Ketidakstabilan
memicu reaksi dengan atom/molekul lain agar terjadi pasangan elektron sehingga
menjadi bentuk stabil. Reaksi ini dapat mengubah formasi/struktur senyawa yang
berinteraksi dengan radikal bebas (Dröge, 2002).
Radikal bebas terdiri dari reactive oxygen species (ROS) dan reactive
nitrogen species (RNS).Bentuk utama ROS adalah anion superoksida (O2-·). Proses
pembentukan O2-· dimediasi oleh reaksi enzimatik yaitu dengan enzim NADPH
oksidase dan xanthin oksidase atau nonenzimatik melalui reaksi senyawa reaktif
redoks. Hidrogen peroksida (H2O2) dapat dihasilkan melalui enzimatik yaitu enzim
superoxide dismutase (SOD) mengubah superoksida menjadi H2O2 atau melalui
nonenzimatik yaitu superoksida menjadi H2O2 dan singlet oksigen (1O2). Dengan
tersedianya ion Fe atau Cu, H2O2 diubah menjadi radikal hidroksil yang sangat
reaktif (·OH) melalui reaksi Fenton dan Haber Weiss (Dröge, 2002).
Denham Harman, 1956, dalam free radical theory of aging,
mengemukakan bahwa radikal bebas yang dihasilkan selama proses
respirasi aerobik mengakibatkan akumulasi kerusakan oksidatif yang
menghasilkan penuaan dan kematian (Dröge, 2002). Radikal bebas yang dihasilkan
sel berasal dari sumber endogen dan eksogen. Ada 4 macam sumber endogen dan 3
macam sumber eksogen radikal bebas (Dröge, 2002; Hulbert dkk, 2007).
Sumber endogen radikal bebas yaitu (Dröge, 2002; Hulbert dkk, 2007):
1. Konsekuensi dari respirasi aerobik normal, mitokondria mengkonsumsi
O2, mereduksinya dengan beberapa tahap sehingga dihasilkan H2O.
Produk yang dihasilkan selama proses tersebut adalah O2-·, H2O2 , dan
·OH.
2. Sel – sel fagositik menghancurkan bakteri atau sel terinfeksi virus
dengan ledakan oksidatif yaitu nitric oxide (NO), O2- , H2O2 , dan OCl-
3. Peroksisom, yaitu organel yang mendegradasi asam lemak dan molekul
lainnya menghasilkan H2O2. Dalam kondisi tertentu beberapa peroksida
lolos dari degradasi, sehingga masuk ke kompartemen sel lainnya dan
merusak DNA, protein, dan lipid.
4. Enzim sitokrom P450 adalah enzim untuk pertahanan terhadap bahan –
bahan toksik dari makanan. Induksi enzim ini mencegah efek toksik
bahan asing tetapi juga menghasilkan produk oksidan yang merusak
DNA.
Sumber eksogen radikal bebas yaitu (Dröge, 2002; Hulbert dkk, 2007):
1. Oksida nitrogen (NOx) dari asap rokok mengakibatkan oksidasi
makromolekul dan menurunkan kadar antioksidan.
2. Besi dan tembaga memicu pembentukan radikal bebas dari reaksi
Fenton. Diet tinggi besi dan tembaga biasanya dari daging, menjadi
faktor resiko penyakit kardiovaskular dan kanker pada orang normal.
3. Diet normal terdiri dari tumbuhan dengan senyawa fenolik seperti
klorogenik dan asam kafeik, dapat menghasilkan oksidan melalui reaksi
redoks.
Tabel 2.1 Radikal bebas, oksidan nonradikal, spesies thiol reaktif nonradikal (Jones,2008)
Radikal bebas Anion superoksida Nitric oxide Radikal hidroksil ·CCl3
Oksidan nonradikal Hidrogen peroksida (H2O2) Hydroperoxyfatty acids Aldehida Quinone Peroksinitrit Disulfida
Thiol reaktif nonradikal Aldehida terkonjugasi (misal, akrolein) 4-hydroxynoneal, malondialdehida (MDA) Quinone Epoksida Zn2+, Hg2+, ion-ion logam
Menurut teori penuaan oleh radikal bebas, menyatakan bahwa radikal bebas
menyebabkan kerusakan oksidatif pada DNA, protein, dan lipid membran sehingga
terjadi kematian.Reaksi radikal bebas dengan asam lemak tak jenuh ganda
menghasilkan peroksida lipid.Oksidasi lipid merusak struktur dan fungsi membran
sel sebab komponen terbesar membran sel adalah lipid (Jones, 2008).
Sel mengalami stres akibat kerusakan oksidatif. Stres oksidatif
didefinisikan sebagai ketidakseimbangan prooksidan dan antioksidan yang
menghasilkan kerusakan makromolekul dan gangguan sinyal redoks dan
pengendalian fungsi sel. Penuaan terjadi karena peningkatan akumulasi kerusakan
oksidatif dan penurunan kemampuan perbaikan dan kompensasi (antioksidan,
enzyme repair system) (Jones, 2008).
Gambar 2.1 Senyawa aldehida hasil peroksidasi lipid (Salvayredkk., 2008)
2.3 Malondialdehida
Malondialdehida (MDA) adalah senyawa organik dengan rumus kimia
CH2(CHO)2. Dalam proses metabolism normal, MDA terbentuk karena proses
oksidatif. MDA menjadi salah satu penanda stres oksidatif. Malondialdehida
terutama ada dalam bentuk enol:
CH2(CHO)2 → HOCH=CH-CHO
Dalam pelarut organik, berada dalam bentuk isomer cis, sedangkan dalam air
berada pada bentuk isomer trans (Nairdkk., 2008).
Malondialdehida adalah senyawa yang sangat reaktif yang tidak bisa
dianalisis dalam bentuk asalnya. MDA terbentuk dari reaksi degradasi
polyunsaturated lipid oleh ROS. MDA adalah senyawa aldehida reaktif yang dapat
merusak sel dan membentuk ikatan kovalen dengan protein menjadi advanced lipid
peroxidation end-products (ALEs), yang serupa dengan advanced glycosylation
end-products (AGE) yaitu hasil oksidasi glikoprotein. MDA bereaksi dengan
deoksiadenosin dan deoksiguanosin pada DNA, membentuk DNA adducts,
sehingga bersifat mutagenik (Nair dkk, 2008).
Radikal bebas memiliki waktu paruh yang sangat pendek sehinggasulit
diukur dalam laboratorium.MDA menjadi parameter untuk mengukur ROS secara
tidak langsung. MDA plasma, urin, dan jaringan dapat diukur dengan cara
konvensional yaitu tes thiobarbituric acid-reactive subtance (TBARS). Namun
spesifisitas metode TBARS kurang baik (Halliwell dan Whiteman, 2004).MDA
bebas dan MDA terikat protein dapat bereaksi pada metode TBARS. Hasil pe
roksidasi lipid yang lain yaitu 4-hydroxyalkenals dapat berinteraksi dengan TBA
sehingga dapat memberikan false positive. Metode ELISA memiliki spesifisitas
lebih baik karena hanya mendeteksi MDA bebas.
2.4 Radikal Bebas, Hiperglikemia dan Hiperlipidemia
Ada berbagai teori yang menjadi pengembangan teori penuaan radikal
bebas oleh Harman (Tosatodkk., 2007). Peran glukosa pada proses penuaan
dijelaskan melaluiglycation theory of aging. Berdasarkan studi pada diabetes,
bahwa kondisi hiperglikemia meningkatkan proses penuaan. Radikal bebas
mempunyai hubungan dengan kondisi hiperglikemia dalam proses penuaan.
Interaksi radikal bebas, glikasi, dan reaksi Maillard, dijelaskan melalui free
radical-glycation/Maillard reaction theory of aging.
Reaksi Maillard adalah proses nonenzimatik antara gula tereduksi dengan
asam amino yang menghasilkan karamelisasi. Pemanasan asam amino glisin
dengan glukosa menghasilkan kompleks warna coklat. Reaksi Maillard terdiri dari
inisiasi, propagasi, dan terminasi, sehingga terbentuk advanced glycosylation end
products (AGEs). Glikosilasi adalah reaksi kimia antara glukosa dan protein yang
bersifat nonenzimatik.Glikasi dan reaksi Maillard mengubah senyawa-senyawa
komponen sel. Perubahan komponen sel menghasilkan kerusakan sel yang
akhirnya mengakibatkan kematian atau penyakit (Kahn, 2005).
Glukosa dapat berperan sebagai prooksidan, yang menghasilkan radikal
bebas.Kondisi hiperglikemia memicu reaksi pembentukan advanced glycosilation
end-products (AGEs). AGEs berikatan dengan reseptor AGEs yang ada di berbagai
sel. Ikatan ini menginduksi sinyal transduksi di intraseluler sehingga memicu
pembentukan ROS.Adanya peningkatan glukosa di intrasel mengakibatkan
glukotoksisitas sehingga terbentuk ROS (Kahn, 2005).
Sukrosa terdiri dari molekul fruktosa dan glukosa.Fruktosa mempunyai
peran dalam pembentukan radikal bebas dan inflamasi. Diet tinggi sukrosa 650 g /
kg diet selama 2 minggu meningkatkan kadar TBARS (MDA) plasma, urin, dan
jantung tikus. Kadar TBARS (MDA) lebih tinggi pada tikus jantan daripada tikus
betina.Hormon estrogen memiliki kapasitas antioksidan sebab dapat mengurangi
stres oksidatif. Diet tinggi sukrosa juga meningkatkan kadar trigliserida plasma dan
menurunkan enzim antioksidan superoxide dismutase (SOD) (Busserolles dkk,
2002). Fruktosa memicu reaksi inflamasi melalui peningkatan intercellular
adhesive molecule-1 (ICAM-1).Fruktosa juga menurunkan enzim endothelial nitric
oxide synthase (eNOS) sehingga produksi nitric oxide (NO) berkurang.Bila diet
mengandung fruktosa hingga 20% total energi, terjadi peningkatan ICAM-1
(Cirillo dkk, 2009). Proses inflamasi dapat mengaktifkan pembentukan radikal
bebas. Sel-sel fagositik meningkatkan radikal bebas melalui enzim
myeloperoksidase dan peningkatan NADPH oksidase.
Proses oksidasi pada lipid berperan pada penuaan. Peroksidasi lipid dan
glikosilasi karbohidrat menghasilkan senyawa karbonil reaktif. Senyawa karbonil
adalah precursor dari advanced lipid peroxidation end products (ALEs) dan
advanced glycosylation end products (AGEs). Senyawa karbonil membentuk
cross-link dengan protein jaringan (carbonyl stress). Reaksi ini terakumulasi pada
penuaan dan penyakit kronis.Stres karbonil menginduksi disfungsi protein dan
kerusakan jaringan, yang menyebabkan inflamasi (keradangan) dan apoptosis
(kematian sel terprogram) (Salvayre dkk, 2008).
Produk peroksidasi lipid meliputi senyawa karbonil reaktif dan produk yang
lebih stabil yaitu keton dan alkane.Oksidasi polyunsaturated fatty acids (PUFAs)
menghasilkan senyawa karbonil reaktif.Senyawa karbonil seperti aldehida dan
dikarbonil, terdiri dari hidroksialkenal, akrolein, malondialdehida (MDA), glioksal,
dan metilglioksal.Laju peroksidasi lipid sangat rendah pada kondisi fisiologis,
tetapi meningkat pada penuaan.Peningkatan ini seiring juga dengan penurunan
antioksidan pada penuaan (Salvayre dkk, 2008).
Gambar 2.2 Produk sekunder dan ALEs dari proses peroksidasi lipid (Salvayre dkk, 2008)
Studi tentang diet tinggi lemak dan kadar MDA pada tikus menunjukkan
bahwa pemberian lemak 10%, dengan menggunakan lemak babi, pada diet selama
14 hari mengakibatkan hiperlipidemia dan peningkatan kadar MDA. Kadar
kolesterol plasma lebih dari 240 mg/dL (rerata 261,48 mg/dL). Pemberian infus teh
hijau 0,605 g/kg BB/hari pada tikus hiperlipidemia dapat menurunkan kadar MDA
(Sunarsih dan Prasetystuti, 2007).
2.5 Teh Hijau (Camellia sinensis)
2.5.1 Struktur kimia dan komposisi teh
Teh terbuat dari daun tanaman Camellia sinensis. Teh dikonsumsi di
seluruh dunia dengan konsumsi per kapita ~120 mL/hari. Teh hitam dikonsumsi di
Eropa, Amerika utara, dan Afrika utara.Teh hijau dikonsumsi di Asia.Teh oolong
banyak dikonsumsi di Cina dan Taiwan.Daun teh hijau setelah dipetik kemudian
diuap untuk menginaktivasi oksidase polifenol, baru kemudian dikeringkan.Sekitar
20-22% teh yang dikonsumsi di dunia adalah teh hijau (McKay dan Blumberg,
2002).
Teh mengandung polifenolik termasuk flavonoid. Flavonoid adalah derivat
fenol yang disintesis dalam jumlah 0,5-1,5%. Flavonoid utama yang terkandung
dalam teh hijau adalah catechin (flavan-2-ols) seperti epicatechin (EC),
epicatechin-3-gallate (ECG), epigallocatechin (EGC), dan epigallocatechin-3-
gallate (EGCG) (McKay dan Blumberg, 2002).
Gambar 2.3 Struktur kimia flavonoid utama yang terkandung di teh hijau, hitam, dan oolong (McKay dan Blumberg, 2002)
2.5.2 Peran teh hijau pada kesehatan
Konsumsi teh mempunyai hubungan dengan risiko rendahnya kematian dari
penyakit jantung koroner dan stroke. Efek protektif teh terhadap penyakit
kardiovaskuler melalui mekanisme penghambatan oksidasi LDL (Low Density
Lipoprotein) oleh polifenol teh. Oksidasi LDL berperan dalam proses
aterosklerosis. Aktivitas hipokolesterolemik teh berfungsi juga sebagai
perlindungan dari penyakit jantung. Pada studi dengan hewan coba yang diberi diet
tinggi lemak dan kolesterol, teh hijau, teh hitam, dan polifenol teh mencegah
peningkatan lipid serum dan hati, mengurangi kolesterol total serum dan indeks
aterogenik, dan meningkatkan ekskresi lipid total dan kolesterol di feses (Yang dan
Landau, 2000). Polifenol teh dapat menurunkan peroksidasi lipid dan mengurangi
hiperlipidemia sehingga menghambat proses aterosklerosis pada mencit diabetic
LDL-receptor KO (Salvayre dkk, 2008).
Teh dapat menghambat kanker kulit, paru, esophagus, lambung, hati, usus
halus, pancreas, kolon, prostat, kandung kencing, dan kelenjar payudara.Efek
preventif teh terhadap kanker tampak lebih kuat pada studi – studi Asia dimana
dominan minum teh hijau dibandingkan pada Eropa yang dominan minum teh
hitam.Komponen efektif teh adalah catechin, theaflavin, dan caffeine.Kandungan
catechin dalam teh hitam lebih rendah daripada teh hijau.Mekanisme
penghambatan karsinogenesis terjadi melalui aktivitas antioksidan teh (Yang dan
Landau, 2000). Studi pada mencit tentang efek teh hijau dalam menghambat tumor
kulit akibat paparan sinar ultraviolet, melaporkan bahwa ekstrak teh hijau 1,25%
(1,25 g daun teh / 100 ml air) dan 2,5% (2,5 g daun teh / 100 ml air) dapat
menghambat pembentukan tumor (Wang dkk, 1992).
Teh bermanfaat untuk mencegah obesitas dan perlemakan hati. Teh
menstimulasi termogenesis jaringan lemak.Teh mengurangi absorbsi makanan dan
meningkatkan pemakaian energi.Studi efek teh hijau pada high fat-induced obesity,
gejala sindroma metabolik, dan perlemakan hati mencit, menunjukkan bahwa teh
hijau mengurangi berat badan, persentase lemak tubuh, dan berat lemak
visceral.Penurunan berat badan berhubungan dengan peningkatan lipid fecal. Teh
hijau mengurangi resistensi insulin, kolesterol plasma, dan kadar protein monocyte
chemoattractant. Teh hijau mengurangi berat hati, trigliserida hati, alanine
aminotransferase plasma, akumulasi lipid dalam hepatosit, gula darah.Konsumsi
teh hijau dalam jangka panjang menghambat obesitas serta memperbaiki gejala
yang berhubungan dengan sindroma metabolik dan perlemakan hati.Efek teh ini
berhubungan dengan penurunan absorpsi lipid dan reaksi inflamasi (Bose dkk,
2008).
2.5.3 Kapasitas antioksidan teh
Flavonoid teh dapat mengikat ion logam seperti besi dan tembaga untuk
mencegah peran ion tersebut dalam reaksi radikal bebas Fenton dan Haber –
Weiss.Studi dengan Oxygen Radical Absorbance Capacity (ORAC) menunjukkan
bahwa teh hijau dan hitam memiliki aktivitas antioksidan terhadap radikal peroksil
lebih tinggi daripada sayuran.Studi dengan Ferri Reducing Ability of Plasma
(FRAP) menunjukkan bahwa kapasitas antioksidan total teh hijau lebih tinggi
daripada teh hitam.Studi tersebut di atas dilakukan secara in vitro sehingga masih
belum bisa menunjukkan faktor bioavailabilitas dan metabolisme dari kapasitas
antioksidan flavonoid.Studi ex vivo dapat menunjukkan lebih baik tentang peran
fisiologis teh (McKay dan Blumberg, 2002).
Uji klinis dengan teh dosis tunggal memperbaiki kapasitas antioksidan
plasma orang dewasa sehat dalam 30 – 60 menit sesudah minum teh. Kapasitas
antioksidan plasma dengan pemeriksaan FRAP meningkat sesudah orang minum
250 ml rebusan teh hijau yang dibuat dari 20 g daun teh kering / 500 ml air atau 2 g
teh hijau atau teh hitam bentuk padat (ekuivalen dengan 3 cangkir teh). Nilai Total
Radical Antioxidant Parameter (TRAP) meningkat sesudah subyek minum 400 mg
ekstrak teh hijau yang terdiri dari EGCG. Secara umum, kapasitas antioksidan
plasma meningkat dalam 1 – 2 jam sesudah minum teh (McKay dan Blumberg,
2002)
Konsumsi teh secara rutin dengan ekstrak teh selama 1 – 4 mingggu
menurunkan biomarker status oksidatif. Studi di Cina pada 40 pria perokok dan di
Amerika Serikat pada 27 pria dan wanita perokok dan bukan perokok melaporkan
bahwa konsumsi teh hijau 6 cangkir per hari selama 7 hari mengurangi kerusakan
oksidatif DNA, peroksidasi lipid, dan pembentukan radikal bebas. Konsumsi diet
tinggi asam linoleat dan ekstrak teh (ekuivalen dengan 10 cangkir teh hijau) selama
4 minggu oleh 20 wanita sehat berusia 23 – 50 tahun terbukti menurunkan kadar
malondialdehida (MDA) plasma, dimana MDA adalah indikator peroksidasi lipid
(McKay dan Blumberg, 2002).
Peran polifenol teh sebagai antioksidan yaitu dengan scavenging ROS, RNS
dan chelating redox-active transition metal ions. Namun ada efek polifenol secara
tak langsung yaitu menghambat redox-sensitive transcription factors (nuclear
factor-κB=NF-κB, dan activator protein-1=AP-1), menghambat enzim prooksidan
(inducible nitric oxide synthase=iNOS, lipooksigenase, siklooksigenase, xanthin
oksidase), dan menginduksi enzim antioksidan (superoxide dismutase=SOD,
glutathione S-transferase) (Frei, 2003).
2.5.4 Suhu minuman teh
Ada peran suhu minuman teh terhadap kapasitas antioksidan teh.Kadar
tertinggi flavonoid terdapat pada rebusan teh panas (541-692 μg/mL), kadarnya
berkurang pada pembuatan instan, dan kadar terendah pada es teh dan teh siap
minum (McKay dan Blumberg, 2002).
Penelitian tentang hubungan kanker kulit (squamous cell carcinoma)
dengan suhu minuman teh, melaporkan bahwa kejadian kanker kulit lebih rendah
pada orang yang minum teh panas daripada teh dingin. Pada minuman teh dingin,
flavonoid, theaflavin, dan thearubigin membentuk kompleks tak larut dengan
kafein yang disebut tea cream.Tea cream mengalami presipitasi (endapan)
sehingga tidak terminum. Endapan tersebut berada di dasar cangkir sehingga kadar
flavonoid yang diminum lebih sedikit.Selain itu ada faktor kebiasaan dalam
membuat teh panas dan dingin. Teh dingin dibuat dengan volume air yang banyak
sehingga kadarnya hanya 0,86-1,44 g daun teh / 240 mL. Teh panas dibuat dengan
volume sedikit sehingga kadarnya mencapai 2,26 g / 240 mL (Hakim dkk, 2000).
Namun studi hubungan antara suhu minuman teh dan kanker esophagus
melaporkan bahwa suhu minuman teh panas, lebih dari 70°C, meningkatkan risiko
esophageal squamous cell carcinoma. Kanker terjadi sebab pengaruh thermal
injury pada mukosa esofagus sehingga bila minum teh dianjurkan dalam kondisi
hangat.Minum teh yang sangat panas dalam jangka lama menyebabkan kerusakan
kronis mukosa esofagus (Whiteman, 2009).
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Berdasarkan teori radikal bebas bahwa penuaan adalah proses akumulasi
dari kerusakan oksidatif oleh radikal bebas. Pembentukan radikal bebas berasal
dari sumber eksternal dan internal. Sumber internal radikal bebas adalah proses
fisiologis dalam tubuh. Sumber eksternal radikal bebas bisa berasal dari pola diet
tinggi karbohidrat dan tinggi lemak. Kondisi hiperglikemia dan hiperlipidemia
menghasilkan senyawa radikal bebas yaitu reactive oxygen species (ROS). Kondisi
hiperglikemia memicu pembentukan AGEs sedangkan hiperlipidemia memicu
pembentukan ALEs. Baik AGEs maupun ALEs dapat memberikan sinyal
transduksi pada sel untuk menghasilkan ROS. ROS bereaksi dengan berbagai
komponen sel yaitu DNA, lipid, dan protein. Peroksidasi lipid adalah reaksi antara
ROS dengan lipid yang mengubah struktur kimia dan fungsi komponen lipid sel.
Perubahan ini dapat merusak sel yang akhirnya mengarah pada kematian sel. Salah
satu hasil peroksidasi lipid adalah malondialdehida (MDA). MDA adalah senyawa
yang relatif stabil sehingga mudah diukur. Malondialdehida adalah senyawa yang
sangat reaktif yang tidak bisa dianalisis dalam bentuk asalnya. MDA terbentuk dari
reaksi degradasi polyunsaturated lipid oleh ROS.
Radikal bebas terdiri dari reactive oxygen species (ROS) dan reactive nitrogen
species (RNS). Bentuk utama ROS adalah anion superoksida (O2-·). Proses
pembentukan O2-· dimediasi oleh reaksi enzimatik yaitu dengan enzim
NADPH oksidase dan xanthin oksidase atau nonenzimatik melalui reaksi senyawa
reaktif redoks. Hidrogen peroksida (H2O2) dapat dihasilkan melalui enzimatik yaitu
enzim superoxide dismutase (SOD) mengubah superoksida menjadi H2O2 atau
melalui nonenzimatik yaitu superoksida menjadi H2O2 dan singlet oksigen (1O2).
Dengan tersedianya ion Fe atau Cu, H2O2 diubah menjadi radikal hidroksil yang
sangat reaktif (·OH) melalui reaksi Fenton dan Haber Weiss.
Kemampuan antioksidan tubuh semakin menurun seiring dengan proses
penuaan. Tubuh membutuhkan senyawa antioksidan eksternal untuk menetralisir
peningkatan radikal bebas. Teh hijau mengandung flavonoid yang bersifat
antioksidan sehingga menghambat pembentukan ROS. Flavonoid utama yang
terkandung dalam teh hijau adalah catechin (flavan-2-ols) yaitu epicatechin (EC),
epicatechin-3-gallate (ECG), epigallocatechin (EGC), dan epigallocatechin-3-
gallate (EGCG). Penurunan ROS dapat mengurangi pembentukan peroksida lipid
sehingga kadar MDA berkurang. Penurunan ROS dapat menghambat kerusakan
dan kematian sel. Diharapkan ekstrak teh hijau dapat menghambat penuaan melalui
perannya sebagai antioksidan. Penelitian sebelumnya membuktikan minuman teh
hijau dengan suhu panas mempunyai kadar flavonoid lebih tinggi daripada suhu
dingin, sehingga penelitian ini mengharapkan minuman ekstrak teh hijau suhu
hangat dapat lebih menurunkan radikal bebas daripada suhu dingin.
3.2 Konsep
Gambar 3.1 Kerangka konsep
3.3 Hipotesis Penelitian
1. Pemberian minuman ekstrak teh hijau suhu hangat menurunkan MDA serum
tikus dengan diet tinggi karbohidrat dan tinggi lemak.
2. Pemberian minuman ekstrak teh hijau suhu dingin menurunkan MDA serum
tikus dengan diet tinggi karbohidrat dan tinggi lemak.
Teh hijau Faktor eksternal: Gaya hidup Diet Polusi lingkungan
Faktor internal: Respirasi normal Inflamasi (Sel fagositik) Glikosilasi Sistem antioksidan ↓
Tikus dengan diet tinggi karbohidrat dan tinggi lemak
MDA
= Aktivasi
= Inhibisi
3. Pemberian minuman ekstrak teh hijau suhu hangat menurunkan MDA serum
lebih besar pada tikus dengan diet tinggi karbohidrat dan tinggi lemak daripada
suhu dingin.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah experimental pretest-posttest
control group design (Pocock, 2008).
P1 R O1 O2
P S Kelompok P2
O3 O4
Gambar 4.1 Skema rancangan penelitian
Keterangan:
P = Populasi
S = Sampel
R = Randomisasi
O1 = Pemeriksaan pretest pada kelompok kontrol
O2 = Pemeriksaan posttest pada kelompok perlakuan
P1 = Perlakuan I (minuman ekstrak teh hijau suhu dingin)
O3 = Pemeriksaan pretest pada kelompok perlakuan
O4 = Pemeriksaan posttest pada kelompok perlakuan
P2 = Perlakuan II (minuman ekstrak teh hijau suhu hangat)
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Patologi
Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
4.2.2 Waktu penelitian
Penelitian dilakukan selama 31 hari. Adaptasi tikus dilakukan selama 3
hari. Persiapan tikus dilakukan selama 14 hari pertama dan perlakuan tikus selama
14 hari kedua.
4.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah anti aging medicine khususnya yang
berkaitan dengan bidang nutrisi dan biokimia. Bidang nutrisi yang menjadi fokus
penelitian adalah teh hijau. Bidang biokimia yang menjadi fokus penelitian adalah
radikal bebas.
4.4 Penentuan Sumber Data
4.4.1 Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah tikus (Norwegicus rattus)
galur Wistar.
4.4.2 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah tikus jantan yang
memenuhi kriteria eligibilitas.
4.4.3 Teknik pengambilan sampel
Jumlah kelompok yang digunakan sebanyak 2 kelompok, yaitu kelompok
kontrol dan perlakuan. Sampel yang memenuhi kriteria eligibilitas dipilih secara
randomisasi sederhana untuk dimasukkan dalam kelompok kontrol dan perlakuan.
4.4.4 Besar sampel
Untuk besar sampel digunakan rumus besar sampel Pocock (2008):
2 σ2 n = f(α,β)
( μ2- μ1)2
Keterangan:
n = jumlah subyek tiap kelompok
α = type I error = 0,05
β = type II error= 0,20
f(α,β) = 7,9
σ = simpangan baku kadar MDA serum kontrol = 5 pmol/mg (Verbunt
dkk., 1996)
μ1= kadar MDA serum rerata kontrol = 20 pmol/mg (Verbunt dkk., 1996)
μ2 = kadar MDA serum yang menghasilkan perbedaan klinis yang
diinginkan = 28 pmol/mg
2 x 52 n = 7,9 = 6,1718
( 28 – 20)2
Untuk mengantisipasi drop out, digunakan rumus:
n’ = n / (1-f)
f = perkiraan proporsi drop out = 20% = 0,2
n’ = 6,1718 / (1- 0,2) = 7,7147
Besar sampel minimal yang dibutuhkan adalah 6 tikus tiap kelompok. Jadi
penelitian ini menggunakan besar sampel 8 tikus tiap kelompok untuk antisipasi
drop out.
4.4.5 Kriteria eligibilitas
4.4.5.1 Kriteria inklusi
1. Tikus (Norwegicus rattus) jantan galur Wistar.
2. Berat badan 200 gram, umur 6 bulan.
3. Kondisi sehat, yang ditandai dengan tidak ada kerontokan bulu; tidak ada
luka; tidak ada keradangan dan atau pus pada mata, telinga, badan, dan
ekor.
4.4.5.2 Kriteria drop out
1. Sakit selama perlakuan.
2. Mati selama penelitian.
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Jenis variabel
1. Variabel bebas adalah minuman teh hijau suhu hangat dan dingin.
2. Variabel tergantung adalah kadar MDA serum.
3. Variabel kendali adalah jenis kelamin, kandang, galur, berat badan tikus.
4.5.2 Definisi operasional variabel
1. Teh hijau adalah ekstrak teh hijau 2,5% (2,5 gram daun teh hijau / 100 ml air)
sebanyak 1 ml yang diberikan setiap hari selama 14 hari melalui sonde. Ekstrak
teh hijau berasal dari Pusat Penelitian Teh dan Kina ,Gambung-Bandung
Selatan, Jawa Barat. Ekstrak teh hijau yang dimaksud adalah teh sudah diolah
sehingga memiliki kadar catechin tang tinggi..
2. Suhu minuman teh hijau adalah suhu minuman teh hijau yang diukur dengan
termometer, dimana suhu 37°C disebut suhu hangat, dan suhu 20°C disebut
suhu dingin. Minuman ekstrak teh hijau hangat dibuat dengan melarutkan
ekstrak teh hijau dalam rebusan air bersuhu 100°C kemudian didiamkan hingga
bersuhu 37°C, lalu ditempatkan dalam termostat. Minuman teh hijau dingin
dibuat dengan melarutkan ekstrak teh hijau dalam rebusan air bersuhu 100°C
kemudian didiamkan dalam lemari es hingga bersuhu 20°C, lalu ditempatkan
dalam termostat.
3. Kadar MDA serum adalah kadar MDA serum tikus yang diambil dari sampel
darah ekor sebanyak 1 ml, dalam kondisi dianestesi ether sebelum pengambilan
sampel darah, kemudian diperiksa secara kuantitatif dengan MDA assay kit
(OxiselectTM, Cell Biolabs, Inc., USA) yang menggunakan metode ELISA.
4. Diet tinggi karbohidrat dan tinggi lemak adalah makanan tikus yang
mengandung sukrosa 650 g/kg diet (Busserolles dkk., 2002) dan lemak 100 g/kg
diet (Sunarsih dan Prasetystuti, 2007), dengan 4700 kalori (Hartoyo dan Astuti,
2002), yang diberikan secara ad libitum.
5. Kondisi kandang adalah kondisi kandang tikus dengan siklus 12 jam terang dan
12 jam gelap, suhu 25±2°C, kelembaban 50±10%.
4.6 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan adalah tikus, ekstrak teh hijau, diet tikus, ether, MDA
assay kit ELISA (OxiselectTM, Cell Biolabs, Inc., USA).
4.7 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan adalah kandang tikus, termometer, thermostat,
hygrometer, syringe 1 ml, syringe 10 ml, jarum 30G, vaccutainer tube, microreader
ELISA.
4.8 Prosedur Penelitian
1. Tikus yang sesuai dengan kriteria eligibilitas ditempatkan di kandang untuk
adaptasi selama 3 hari, dan makanan serta minuman diberikan ad libitum.
2. Tikus dipilih dengan randomisasi sederhana sebanyak 8 ekor tikus tiap
kelompok, diberi diet tinggi karbohidrat dan tinggi lemak secara ad libitum
selama 14 hari. Pada hari ke-18 tikus dianestesi dengan ether, dengan cara ether
diteteskan pada kapas, lalu tikus ditempatkan bersama kapas ether dan ditutup
dengan tempat transparan. Darah tikus diambil sebanyak 1 mL dari ekor dengan
jarum 30G dan syringe 3mL. Darah dimasukkan vaccutainer tube dan MDA
serum diperiksa dengan MDA assay kit (OxiselectTM, Cell Biolabs, Inc., USA)
yang menggunakan metode ELISA sebagai data pretest (persiapan).
3. Tikus kelompok kontrol mendapat diet tinggi karbohidrat dan tinggi lemak
dengan minuman teh hijau bersuhu dingin (20°C). Tikus kelompok perlakuan
mendapat diet tinggi karbohidrat dan tinggi lemak dengan minuman teh hijau
bersuhu hangat (37°C). Diet diberikan secara ad libitum. Ekstrak teh hijau
sebanyak 1 ml diberikan secara sonde. Perlakuan dilakukan selama 14 hari.
Minuman ekstrak teh hijau hangat dibuat dengan melarutkan ekstrak teh hijau
dalam rebusan air bersuhu 100°C kemudian didiamkan hingga bersuhu 37°C,
lalu ditempatkan dalam termostat. Minuman teh hijau dingin dibuat dengan
melarutkan ekstrak teh hijau dalam rebusan air bersuhu 100°C kemudian
didiamkan dalam lemari es hingga bersuhu 20°C, lalu ditempatkan dalam
termostat.
4. Pada akhir perlakuan (hari ke-32) tikus dianestesi dengan ether, dengan cara
ether diteteskan pada kapas, lalu tikus ditempatkan bersama kapas ether dan
ditutup dengan tempat transparan. Darah diambil sebanyak1 mL dari ekor
dengan jarum 30G dan syringe 3 mL. Darah dimasukkan vaccutainer tube dan
MDA serum diperiksa dengan MDA assay kit (OxiselectTM, Cell Biolabs, Inc.,
USA) yang menggunakan metode ELISA sebagai data posttest (perlakuan).
5. Data dianalisis dengan analisis deskriptif (rerata ± standar deviasi), uji Shapiro-
Wilk untuk normalitas data, uji t bebas untuk komparasi data kadar MDA serum
tikus kelompok kontrol dan perlakuan, dan uji t berpasangan untuk komparasi
data pretest-posttest. Analisis statistik menggunakan program SPSS 17.0 for
Windows dengan nilai signifikan p < 0,05.
4.9 Analisis Data
1. Analisis deskriptif:
Data kadar MDA serum dinyatakan dengan rerata ± standar deviasi.
2. Analisis normalitas:
Normalitas data kadar MDA serum pretest diuji dengan Shapiro-Wilk (SPSS
17.0 for Windows) dengan nilai signifikan p < 0,05. Bila nilai p > 0,05, artinya
tidak ada perbedaan, maka data berdistribusi normal, sehingga dilanjutkan
dengan uji t untuk komparasi.
3. Analisis homogenitas:
Homogenitas data diuji dengan uji Levene dan nilai signifikan p < 0,05, bila
nilai p>0,05, artinya tidak ada perbedaan, maka data homogen.
4. Analisis komparasi:
Rerata kadar MDA antara pretest dan posttest diuji dengan uji t berpasangan.
Rerata kadar MDA kelompok kontrol dan perlakuan diuji dengan uji t bebas.
Analisis menggunakan SPSS 17.0 for Windows dengan nilai signifikan bila
p<0,05.
Tikus sesuai kriteria eligibilitas
Adaptasi tikus selama 3 hari
Randomisasi sederhana
Kelompok kontrol Kelompok perlakuan 8 tikus 8 tikus
Diet tinggi karbohidrat dan tinggi lemak selama 14 hari
Pemeriksaan kadar MDA serum (data pretest)
Kontrol Perlakuan
Diet tinggi karbohidrat dan tinggi lemak Diet tinggi karbohidrat dan tinggi lemak Minuman ekstrak teh hijau bersuhu dingin Minumanekstrak teh hijau bersuhu hangat selama 14 hari selama 14 hari
Pemeriksaan kadar MDA serum
(data posttest)
Analisis statistik data
Gambar 4.2 Alur penelitian BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Analisis Deskriptif
Data Kelompok Kontrol dan Perlakuan
Tabel 5.1 Kadar MDA kelompok kontrol dan perlakuan
Pemeriksaan Kelompok
Kontrol (suhu dingin)
(pmol/mg)
Perlakuan (suhu hangat)
(pmol/mg)
Pretest (persiapan) 101,17 ± 6,94 103,83 ± 6,27
Posttest (perlakuan) 70,83 ± 5,78 66,00 ± 3,41
5.2 Analisis normalitas
Oleh karena n < 50, digunakan analisis normalitas data Shapiro-Wilk,
sehingga diperoleh data yang mempunyai distribusi normal (p = 0,480) (Lampiran
1).
Gambar 5.1 Kadar MDA pretest-posttest kelompok kontrol dan perlakuan
5.3 Analisa komparasi
Perbandingan data kelompok control dan perlakuan
Perbandingan kadar MDA pretest kelompok kontrol dan perlakuan
menunjukkan tidak berbeda bermakna (p=0,501), sehingga dapat dianggap kondisi
awal kedua kelompok tidak berbeda (Lampiran 2).
Tabel 5.2 Perbandingan kadar MDA pretest kelompok kontrol dan perlakuan
Kelompok Rerata ± SD p
Kontrol (suhu dingin) 101,17 ± 6,94 0,501
Perlakuan (suhu hangat) 103,83 ± 6,27
Kadar MDA kelompok kontrol dan perlakuan setelah pemberian teh lebih rendah
daripada sebelum pemberian teh. Kadar MDA pretest-posttest kelompok perlakuan
(suhu hangat) menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,0001). Perbandingan kadar
MDA pretest-posttest pada kelompok kontrol (suhu dingin) menunjukkan
perbedaan bermakna (p=0,0001) (Lampiran 4).
Tabel 5.3 Perbandingan kadar MDA pretest-posttest kelompok perlakuan (suhu
hangat)
Pemeriksaan Rerata ± SD p
Pretest 103,83 ± 6,27 0,0001
Posttest 66,00 ± 3,41
Gambar 5.2 Kadar MDA pretest-posttest kelompok perlakuan (suhu hangat)
Tabel 5.4 Perbandingan kadar MDA pretest-posttest kelompok control (suhu
dingin)
Pemeriksaan Rerata ± SD p
Pretest 101,17 ± 6,94 0,0001
Posttest 70,83 ± 5,78
Gambar 5.3 Kadar MDA pretest-posttest kelompok kontrol (suhu dingin)
Kadar MDA posttest antara kelompok kontrol dan perlakuan menunjukkan
perbedaan tidak bermakna (p=0,108) (Lampiran 3).
Tabel 5.5 Perbandingan kadar MDA posttest kelompok kontrol dan perlakuan
Kelompok Rerata ± SD p
Kontrol (suhu dingin) 70,83 ± 5,78 0,108
Perlakuan (suhu hangat) 66,00 ± 3,41
Gambar 5.4 Perbandingan kadar MDA posttest kelompok kontrol dan perlakuan
70,83 ± 5,78 66,00 ± 3,41
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Efek Ekstrak Teh Hijau pada Radikal Bebas
Menurut teori penuaan oleh radikal bebas, menyatakan bahwa radikal bebas
menyebabkan kerusakan oksidatif pada DNA, protein, dan lipid membrane
sehingga terjadi kematian sel. Reaksi radikal bebas dengan asam lemak tak jenuh
ganda menghasilkan peroksida lipid, dimana salah satu senyawa yang terbentuk
adalah malondialdehida (MDA). Penuaan terjadi karena peningkatan akumulasi
kerusakan oksidatif dan penurunan kemampuan perbaikan dan kompensasi
(antioksidan, enzyme repair system) (Jones, 2008).
Teh hijau mempunyai kandungan flavonoid yang sangat tinggi aktivitas
antioksidannya. Teh hijau terdiri dari katekin, dimana yang menjadi senyawa
katekin utama adalah epigallocatechin-3-gallate (EGCG), epigallocatechin (EGC),
epicatechin-3-gallate (ECG), dan epicatechin (EC). Secangkir teh hijau, yaitu
rebusan 2,5 g daun teh dalam 250 mL air panas, terdiri dari 620-880 mg water-
extractable materials, dimana sepertiganya adalah katekin. Senyawa katekin
terbanyak adalah ECGC yaitu sekitar 50-75% (Yang dkk., 2009).
Katekin teh dapat bereaksi dengan spesies reaktif oksigen, seperti radikal
superoksida, singlet oxygen, radikal hidroksil, radikal peroksil, nitric oxide,
nitrogen dioksida, dan peroksinitrit. Katekin mendonorkan atom hidrogen
sehingga
pembentukan radikal bebas dapat berkurang. Katekin dapat berperan sebagai
kelator ion logam, dimana ion-ion logam ini menginisiasi pembentukan radikal
bebas, sehingga radikal bebas dapat dihambat. Mekanisme yang lain yaitu katekin
meningkatkan enzim antioksidan seperti superoxide dismutase, asam askorbat, α-
tocopherol, dan glutation tereduksi sehingga protein karbonil dan malondialdehida
(MDA) berkurang (Yang dkk., 2009).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian minuman ekstrak teh
hijau baik suhu hangat maupun suhu dingin dapat menurunkan kerusakan oksidatif
oleh radikal bebas seperti MDA. Kadar MDA kelompok kontrol dan perlakuan
lebih rendah sesudah diberi ekstrak teh hijau sehingga dapat disimpulkan
pemberian teh hijau hangat ataupun dingin dapat menurunkan radikal bebas. Hal
ini bermanfaat dalam bidang anti-aging medicine, dimana penghambatan radikal
bebas dapat menghambat dan kerusakan sel dan penuaan. Pada penuaan
kemampuan antioksidan tubuh mengalami penurunan, sehingga diperlukan
senyawa antioksidan eksternal untuk menetralisir oksidan tubuh.
Kondisi awal (pretest) menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna antara
kelompok teh hangat dan teh dingin, sehingga dapat diasumsikan kondisi awal
perlakuan relatif sama. Selama pemberian diet tinggi karbohidrat dan tinggi lemak,
3 ekor tikus mati, yaitu 2 ekor tikus kontrol dan 1 ekor tikus perlakuan.
Kemungkinan penyebab kematian adalah kondisi hiperglikemia dan hiperlipidemia
sehingga terjadi gangguan metabolik. Baik kondisi hiperglikemia maupun
hiperlipidemia, dapat meningkatkan radikal bebas sehingga terjadi kegagalan
fungsi organ (Kahn, 2005).
6.2 Pengaruh Suhu Minuman Ekstrak Teh Hijau
Dari hasil penelitian didapatkan kadar MDA kelompok perlakuan (teh
hangat) dan kontrol (teh dingin) tidak berbeda bermakna. Studi in vitro tentang
suhu minuman teh juga melaporkan bahwa kadar tertinggi flavonoid terdapat pada
rebusan teh panas daripada es teh (McKay dan Blumberg, 2002).Senyawa
flavonoid mempunyai aktivitas antioksidan yang dapat menurunkan kadar MDA.
Adanya teori tentang tea cream yang terbentuk dan mengendap di gelas
pada minuman teh dingin (Hakim dkk., 2000), tampaknya tidak sesuai dengan hasil
penelitian ini, sebab hasilnya tidak berbeda bermakna. Tampaknya ekstrak teh
hijau suhu hangat (37°C) mempunyai kapasitas antioksidan yang hampir sama
dengan ekstrak teh hijau suhu dingin (20°C). Minuman ekstrak teh hijau suhu
dingin juga memiliki efektivitas yang sama dalam menurunkan kadar MDA.
Memang masih diperlukan studi lebih lanjut tentang kapasitas antioksidan ekstrak
teh hangat dan dingin baik secara in vitro maupun in vivo. Penelitian Su
dkk.,(2007), menunjukkan bahwa perbedaan suhu menghasilkan perbedaan
aktivitas antioksidan dan kadar katekin. Aktivitas antioksidan dan kadar katekin
lebih tinggi pada suhu 100°C daripada 90°C.
Suhu minuman teh yang sering digunakan dalam berbagai penelitian
sebelumnya adalah suhu panas (lebih dari 70°C), sebab yang digunakan adalah
rebusan teh panas. Suhu minuman teh lebih dari 70°C memiliki risiko peningkatan
kanker esofagus sebab efek thermal injury (Whiteman, 2009). Adanya thermal
injury memicu pembentukan radikal bebas. Suhu minuman teh panas dapat
meningkatkan radikal bebas. Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan suhu
hangat (37°C) dapat menurunkan kadar MDA sehingga dapat disimpulkan teh suhu
hangat dapat menurunkan radikal bebas. Perbedaan suhu minuman teh hijau ini
perlu diteliti lebih mendalam dengan menggunakan variasi suhu yang lebih banyak.
Meskipun suhu berpengaruh terhadap kapasitas antioksidan teh hijau, masih
ada faktor lain yang mempengaruhi. Katekin dalam teh hijau memiliki stabilitas
yang bergantung pada pH saluran pencernaan, dimana lambung dalam kondisi
asam sedangkan usus halus dalam kondisi netral atau basa. Katekin stabil pada
kondisi asam (pH<4), dan tidak stabil serta terdegradasi dalam beberapa menit
pada kondisi basa (pH>8). Katekin mengalami oksidasi dalam lingkungan netral
atau basa. Katekin juga terikat protein di lumen usus halus sehingga absorpsinya
menurun (Spencer, 2003).
6.3 Efek yang Sama Minuman Ekstrak Teh Hijau Suhu Hangat dan Dingin
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efek penurunan kadar MDA oleh
teh hijau sama antara suhu hangat dan suhu dingin. Perbedaan suhu ini tidak
berbeda bermakna. Ada berbagai kemungkinan yang mendasari hal tersebut, yaitu:
1. Kapasitas antioksidan ekstrak teh hijau masih sama dengan rentang suhu antara
20°C sampai 37°C, sehingga penurunan kadar MDA masih relatif sama.
2. Rentang suhu masih terlalu dekat, dan rentang suhu perlu diperbesar agar
memperoleh hasil yang berbeda bermakna, yaitu suhu hangat ditingkatkan lagi
sedangkan suhu dingin diturunkan lagi.
3. Teh hijau yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk ekstrak yang
sudah mengandung katekin, sehingga dalam suhu minuman yang berbeda
masih menunjukkan kapasitas antioksidan yang sama. Pada penelitian
sebelumnya yang digunakan bentuk ekstrak atau masih berupa daun kering teh
yang direbus. Pada daun teh yang direbus masih terdapat berbagai senyawa
seperti kafein yang bukan bersifat antioksidan. Pada minuman teh dingin,
flavonoid, theaflavin, dan thearubigin membentuk kompleks tak larut dengan
kafein yang disebut tea cream. Tea cream mengendap sehingga tidak terminum
dan kapasitas antioksidan berkurang. Oleh karena itu, terdapat perbedaan hasil
penurunan radikal bebas.
6.4 Peran Teh Hijau dalam Anti-Aging Medicine
Radikal bebas dihasilkan terus-menerus selama proses penuaan. Radikal
bebas adalah faktor penyebab penuaan yang sebenarnya dapat dihambat. Radikal
bebas dapat dihambat oleh senyawa-senyawa antioksidan. Tubuh sebenarnya
mempunyai sistem antioksidan untuk menghambat radikal bebas, namun pada
proses penuaan kapasitas antioksidan internal ini menurun. Dalam kondisi
demikian tubuh membutuhkan senyawa antioksidan eksternal untuk menghambat
akumulasi radikal bebas tubuh.
Teh hijau mempunyai kandungan zat yang bersifat antioksidan. Minuman
teh hijau yang disajikan dengan suhu hangat maupun dingin memiliki kemampuan
untuk menghambat radikal bebas. Dalam penelitian ini digunakan kadar MDA
sebagai petanda radikal bebas. Konsumsi teh hijau secara rutin dapat menghambat
penuaan, sehingga diharapkan kualitas hidup dapat lebih baik. Hal ini sesuai
dengan konsep Anti-Aging Medicine, dimana penuaan adalah hal yang dapat
dihambat sehingga individu tetap memiliki kualitas hidup yang baik meskipun usia
bertambah.
Aspek nutrisi daripada teh hijau ini merupakan bagian dari anti aging
medicine dimana teh hijau memiliki nilai protektif dan berperan dalam
meningkatkan kualitas hidup (quality of life) dan meningkatkan kinerja dari hidup (
quality of work life).
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 SIMPULAN
1. Minuman ekstrak teh hijau suhu hangat menurunkan kadar MDA serum tikus
dengan diet tinggi karbohidrat dan tinggi lemak.
2. Minuman ekstrak teh hijau suhu dingin menurunkan kadar MDA serum tikus
dengan diet tinggi karbohidrat dan tinggi lemak.
3. Minuman ekstrak teh hijau suhu hangat dan suhu dingin mempunyai kapasitas
yang sama dalam menurunkan kadar MDA serum pada tikus dengan diet
tinggi karbohidrat dan tinggi lemak.
7.2 SARAN
1. Penelitian tentang minuman ekstrak teh hijau dengan berbagai variasi suhu,
dimana suhu hangat ditingkatkan sedangkan suhu dingin diturunkan.
2. Penelitian lebih mendalam tentang kapasitas antioksidan minuman teh hijau
suhu hangat dan suhu dingin pada studi in vitro dan in vivo.
3. Penelitian tentang minuman ekstrak teh hijau dengan suhu yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Basu, A., Sanchez, K., Leyva, M., J., Wu, M., Betts, N. M., Aston, C. E., Lyons, T.
J. 2010.Green Tea Supplementation Affects Body Weight, Lipids, and Lipid Peroxidation in Obese Subjects with Metabolic Syndrome. Journal of American College of Nutrition, 29(1):31-40.
Bose, M., Lambert, J. D., Ju, J., Reuhl, K. R., Shapses, S. A., Yang, C. S. 2008.
The Major Green Tea Polyphenol, (-)-Epigallocatachin-3-Gallate, Inhibits Obesity, Metabolic Syndrome, and Fatty Liver Disease in High-Fat-Fed-Mice. J. Nutr., 138:1677-1683.
Busserolles, J., Mazur, A., Gueux, E., Rock, E., Rayssiguier, Y. 2002. Metabolic
Syndrome in the Rats: Females are Protected Against the Prooxidant Effect of A High Sucrose Diet. ExpBiol Med, 227:837-842.
Cirillo, P., Sautin, Y. Y., Kanellis, J., Kang, D. H., Gesualdo, L., Nakagawa, T.,
Johnson, R. J. 2009.Systemic Inflammation, Metabolic Syndrome, and Progressive Renal Disease.Nephrol Dial Transplant, 24:1384-1387.
Crespy, V., Williamson, G. 2004.A Review of The Health Effects of Green Tea
Cathecins in In Vivo Animal Models. J. Nutr., 134:3431S-3440S. Dröge, W. 2002.Free Radical in the Physiological Control of Cell
Function.Physiol Rev., 82:47-95. Frei, B, Higdon, J. V. 2003. Antioxidant Activity of Tea Polyphenols in vivo:
Evidence from Animal Studies. J Nutr, 133:3275S-3284S. Hakim, I. A., Harris, R. B., Weisgerber, U. M. 2000.Tea Intake and Squamous Cell
Carcinoma of the Skin: Influence of Type of Tea Beverages. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev, 9:727-731.
Hakim, I. A., Hartz, V., Harris, R. B., Balentine, D., Weisgerber, U. M., Graver, E.,
Whitacre, R., Alberts, D. 2001.Reproducibility and Relative Validity of a Questionnaire to Assess Intake of Black Tea Polyphenols in Epidemiological Studies. Cancer Epidemiol Biomarker Prev, 10:667-678.
Halliwell, B., Whiteman, M. 2004. Measuring Reactive Species and Oxidative
Damage in vivo and in Cell Culture: How Should You Do It and What Do The Results Mean ? British Journal of Pharmacology, 142:231-255.
Hartoyo, A., Astuti, M. 2002. Aktivitas Antioksidatif dan Hipokolesterolemik
Ekstrak The Hijau dan Teh Wangi pada Tikus yang Diberi Ransum Kaya Asam Lemak Tidak Jenuh Ganda. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 8(1):78-85.
Hulbert, A. J., Pamplona, R., Buffenstein, R., Buttemer, W. A. 2007. Life and
Death: Metabolic Rate, Membrane Composition, and Life Span of Animals.Physiol Rev, 87:1175-1213.
Jones, D. P. 2008. Radical-free Biology of Oxidative Stress. Am J Physiol Cell
Physiol, 295:C849-868. Kahn, C. R. 2005. Joslin’s Diabetes Mellitus.14th edition.Philadelphia : Lippincott
Williams and Wilkins, pp. 331-338. Madhavi, K., Saraswathi, V. S. 2011. In Vivo Toxicological Evaluation of
Chlorpyrifos Pesticide on Female Albino Mice: Therapeutic Effects of Curcuma Longa. International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research, 2(2):439-447.
McKay, D. L., Blumberg, J. B. 2002. The Role of Tea in Human Health: An
Update. Journal of American College of Nutrition, 21(1):1-13. Nair, V., O'Neil, C. L., Wang, P. G.2008.“Malondialdehyde” Encyclopedia of
Reagents for Organic Synthesis. New York : John Wiley & Sons. Nielsen, F., Mikkelsen, B. B., Nielsen, J.B., Andersen, H. R., Grandjean, P. 1997.
Plasma Malondialdehyde as Biomarker for Oxidative Stress: Reference Interval and Effects of Life Style Factors. Clinical Chemistry, 43(7):1209-1214.
Pangkahila, W. 2007. Anti-Aging Medicine: Memperlambat Penuaan,
Meningkatkan Kualitas Hidup. Jakarta: Kompas Media Nusantara. hal:8-23.
Pocock, S. 1983. Clinical Trials: A Practical Approach. Wiley-Blackwell. Salvayre, A. N., Coatrieux, C., Ingueneau, C., Salvayre, R. 2008. Advanced lipid
Peroxidation End Products in Oxidative Damage to Proteins.Potential role in Disease and Therapeutic Prospects for the Inhibitors. British Journal of Pharmacology, 153:6-20.
Schindler, C. 2007. The Metabolic Syndrome as An Endocrine Disease: Is There
An Effective Pharmacotherapeutic Strategy Optimally Targeting The Pathogenesis ? Therapeutic Advances in Cardiovascular Disease, 1(1):7-26.
Spencer, J. P. E. 2003. Metabolism of Tea Flavonoids in the Gastrointestinal Tract.
J. Nutr., 133:3255S-3261S. Su, X., Duan, J., Jiang, Y., Duan, X., Chen, F. 2007.Polyphenolic Profile and
Antioxidant Activities of Oolong TeaInfusion under Various Steeping Conditions.Int. J. Mol. Sci.,8:1196-1205.
Sunarsih, E. S., Prasetystuti. 2007. Pengaruh Pemberian Juice Lidah Buaya (Aloe
vera L.) Terhadap Kadar Lipid Peroksida (MDA) Pada Tikus Putih Jantan Hiperlipidemia.http://mot.farmasi.ugm.ac.id/files/12Endang_lidah%2520buaya%2520fix.pdf.
Tosato, M., Zamboni, V., Ferrini, A., Cesari, M. 2007.The Aging Process and Potential Intervention to Extend Life Expectancy. Clinical Intervention in Aging, 2(3):401-412.
Verbunt, R. J. A. M., Egas, J. M., der Laarse, A. V. 1996. Risk of Overestimation of
Free Malondialdehyde in Perfused Rat Hearts due to Homogenization Artifacts. Cardiovascular Research, 31:603-606.
Wang, Y., Beydoun, M. A. 2007. The Obesity Epidemic in The United State-
Gender, Age, Sosioeconomic, Racial/Ethnic, and Geographic Characteristics: A Systematic Review and Meta-Regression Analysis. Epidemiol Rev, 29:6-28.
Wang, Z. Y., Huang, M. T. Ferraro, T., Wong, C. Q., Lou, Y. R., Reuhl, K.,
Iatropoulos, M., Yang, C. S., Conney, A. H. 1992.Inhibitory Effect of Green Tea in The Drinking Water on Tumorigenesis by Ultraviolet Light and 12-O-Tetradecanoylphorbol-13-acetate in The Skin of SKH-1 Mice. Cancer Research, 52:1162-1170.
Whiteman, D. C. 2009. Hot Tea and Increased Risk of Oesophageal Cancer. BMJ
338:b610. Yang, C. S., Lambert, J. D., Sang, S. 2009. Antioxidative and Anticarcinogenic
Activities of Tea Polyphenols. Arch Toxicol, 83(1):1-17. Yang, C. S., Landau, J. M. 2000.Effects of Tea Consumption on Nutrition and
Health.J.Nutr., 130:2409-2412.
LAMPIRAN 1
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
pretest control 6 94.00 112.00 101.1667 6.94022 pretest perlakuan 6 97.00 113.00 103.8333 6.27429 posttest kontrol 6 65.00 78.00 70.8333 5.77639 posttest perlakuan 6 62.00 70.00 66.0000 3.40588 Valid N (listwise) 6
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
pretest .151 12 .200* .939 12 .480
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
LAMPIRAN 2
Group Statistics
kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
pretest kontrol 6 101.1667 6.94022 2.83333
perlakuan 6 103.8333 6.27429 2.56147
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval
of the Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference Lower Upper
pretest Equal variances
assumed
.035 .856 -.698 10 .501 -2.66667 3.81954 -11.17713 5.84380
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval
of the Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference Lower Upper
pretest Equal variances
assumed
.035 .856 -.698 10 .501 -2.66667 3.81954 -11.17713 5.84380
Equal variances
not assumed -.698 9.900 .501 -2.66667 3.81954 -11.18881 5.85547
LAMPIRAN 3
Group Statistics
kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
posttest kontrol 6 70.8333 5.77639 2.35820
perlakuan 6 66.0000 3.40588 1.39044
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference Lower Upper
posttest Equal variances
assumed
3.288 .100 1.766 10 .108 4.83333 2.73760 -1.26642 10.93308
Equal variances
not assumed 1.766 8.102 .115 4.83333 2.73760 -1.46582 11.13249
LAMPIRAN 4
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 pretest kontrol 101.1667 6 6.94022 2.83333
posttest kontrol 70.8333 6 5.77639 2.35820 Pair 2 pretest perlakuan 103.8333 6 6.27429 2.56147
posttest perlakuan 66.0000 6 3.40588 1.39044
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
95% Confidence Interval of
the Difference
Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper
Pair 1 pretest kontrol - posttest kontrol
30.33333 2.87518 1.17379 27.31602 33.35065 25.842
Pair 2 pretest perlakuan - posttest perlakuan
37.83333 6.11283 2.49555 31.41831 44.24835 15.160
LAMPIRAN 5 LAMPIRAN 6
Pengambilan sampling darah
Pemberian ekstrak teh hijau per sonde
MDA ELISA Kit
MAKANAN STANDAR TIKUS ( CP593, PT. CHAROEN POKPHAND
INDONESIA)
BAHAN: jagung, dedak, tepung ikan, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung
daging dan tulang, pecahan gandum,
bungkil kacang tanah, canola, tepung daun, vitamin, kalsium, fosfat,
trace mineral.
ANALISIS:
Kadar air 13%
Protein 13-15%
Lemak 3%
Serat 8%
Abu 6%
Kalsium 0,8%
Fosfor 0,6%
DIET TIKUS TINGGI KARBOHIDRAT DAN TINGGI LEMAK
(HartoyodanAstuti, 2002)
Bahan g/kg Pati jagung 285 Kasein 140 Sukrosa 650 Minyak kedelai 131 CMC 50 Mineral mix 35 Vitamin mix 10 L-cys 1,8 Kolesterol 4 Lemak babi 100 Total kalori 4700 kalori
Revised Protocol
Product Manual
OxiSelect™ MDA Adduct ELISA Kit Catalog Number
STA-332 96 assays
STA-332-5 5 x 96 assays
FOR RESEARCH USE ONLY Not for use in diagnostic procedures
Introduction Lipid peroxidation is a well-defined mechanism of cellular damage in animals and plants. Lipid peroxides are unstable indicators of oxidative stress in cells that decompose to form more complex and reactive compounds such as Malondialdehyde (MDA) and 4-hydroxynonenal (4-HNE), natural bi- products of lipid peroxidation. Oxidative modification of lipids can be induced in vitro by a wide array of pro-oxidant agents and occurs in vivo during aging and in certain disease conditions. Measuring the end products of lipid peroxidation is one of the most widely accepted assays for oxidative damage. These aldehydic secondary products of lipid peroxidation are generally accepted markers of oxidative stress. Both MDA and HNE have been shown to be capable of binding to proteins and forming stable adducts, also termed advanced lipid peroxidation end products. These modifications of proteins by MDA or HNE can cause both structural and functional changes of oxidized proteins. Cell Biolabs' MDA Adduct ELISA Kit is an enzyme immunoassay developed for rapid detection and quantitation of MDA-protein adducts. The quantity of MDA adduct in protein samples is determined by comparing its absorbance with that of a known MDA-BSA standard curve. The kit has detection sensitivity limit of 2 pmol/mg MDA adduct. Each kit provides sufficient reagents to perform up to 96 assays, including standard curve and unknown protein samples. Assay Principle BSA standards or protein samples (10 g/mL) are adsorbed onto a 96-well plate for 2 hrs at 37ºC. The MDA-protein adducts present in the sample or standard are probed with an anti-MDA antibody, followed by an HRP conjugated secondary antibody. The MDA protein adducts content in an unknown sample is determined by comparing with a standard curve that is prepared from predetermined MDA-BSA standards.
Related Products
1. STA-316: OxiSelect™ N-epsilon-(Carboxymethyl) Lysine (CML) ELISA Kit 2. STA-317: OxiSelect™ Advanced Glycation End Products (AGE) ELISA
3. STA-320: OxiSelect™ Oxidative DNA Damage ELISA Kit (8-OHdG Quantitation) 4. STA-325: OxiSelect™ Oxidative RNA Damage ELISA Kit (8-OHG Quantitation)
5. STA-330: OxiSelect™ TBARS Assay Kit (MDA Quantitation) 6. STA-331: OxiSelect™ MDA Immunoblot Kit 7. STA-333: MDA-BSA Control
8. STA-334: OxiSelect™ HNE Adduct ELISA Kit 9. STA-335: HNE-BSA Control
10. STA-337: OxiSelect™ 8-iso-Prostaglandin F2a Activity Assay Kit 11. STA-344: OxiSelect™ Hydrogen Peroxide/Peroxidase Assay Kit
2
12. STA-347: OxiSelect™ In Vitro ROS/RNS Assay Kit (Green Fluorescence)
Kit Components
Box 1 (shipped at room temperature)
1. 96-well Protein Binding Plate (Part No. 231001): One strip well 96-well plate.
2. Anti-MDA Antibody (1000X) (Part No. 233201): One 20 µL vial of anti-MDA Rabbit IgG. 3. Secondary Antibody, HRP Conjugate (1000X) (Part No. 231003): One 20 µL vial. 4. Assay
Diluent (Part No. 310804): One 50 mL bottle. 5. 10X Wash Buffer (Part No. 310806): One 100 mL bottle.
6. Substrate Solution (Part No. 310807): One 12 mL amber bottle. 7. Stop Solution (Part. No. 310808): One 12 mL bottle.
8. Reduced BSA Standard (Part No. 233202): One 500 µL vial of 1 mg/mL reduced BSA in PBS.
Box 2 (shipped on blue ice packs) 1. MDA-BSA Standard (Part No. 233203): One 20 µL vial of 1 mg/mL MDA-BSA in PBS at 2.4
µmol MDA/mg proteins. The amount of MDA adduct is predetermined by a TBARS assay kit (Cat# STA-330).
Materials Not Supplied 1. Protein samples such as purified protein, plasma, serum, cell lysate 2. 3. 4. 5. 6.
1X PBS 10 µL to 1000 µL adjustable single channel micropipettes with disposable tips 50 µL to 300 µL adjustable multichannel micropipette with disposable tips Multichannel micropipette reservoir Microplate reader capable of reading at 450 nm (620 nm as optional reference wave length)
Storage Upon receipt, aliquot and store the Reduced BSA and MDA-BSA Standards at -20ºC to avoid multiple freeze/thaw cycles. Store all other kit components at 4ºC until their expiration dates.
Preparation of Reagents • 1X Wash Buffer: Dilute the 10X Wash Buffer Concentrate to 1X with deionized water. Stir to
homogeneity. • Anti-MDA Antibody and Secondary Antibody: Immediately before use dilute the Anti-MDA
antibody 1:1000 and Secondary Antibody 1:1000 with Assay Diluent. Do not store diluted solutions.
3
Preparation of Standard Curve 1. Freshly prepare 10 g/mL of Reduced BSA by diluting the 1 mg/mL BSA standard in 1X PBS.
Example: Add 50 L to 4.95 mL of 1X PBS. 2. Freshly prepare 0.5 g/mL of MDA-BSA by diluting the 1 mg/mL MDA-BSA standard in 10
g/mL of Reduced BSA. Example: Add 2 L to 4.0 mL of 10 g/mL Reduced BSA. 3. Prepare a series of MDA-BSA standards according to Table 1. Standard Tubes
1 2345678
0.5 g/mL MDA-BSA
(L) 1000
500 of tube #1 500 of tube #2 500 of tube #3 500 of tube #4 500 of tube #5 500 of tube #6
0
10 g/mL Reduced BSA
(L) 0
500 500 500 500 500 500 500
MDA Adduct (pmol/mg)
120 60 30 15 7.5 3.75
1.875 0
Table 1. Preparation of MDA-BSA Standard Curve
Assay Protocol 1. Dilute unknown protein sample to 10 g/mL in 1X PBS. Each protein sample and MDA-BSA
Standard should be assayed in duplicate or triplicate. 2. Add 100 µL of the 10 g/mL protein samples or Reduced/MDA-BSA standards to the 96-well
Protein Binding Plate. Incubate at 37ºC for at least 2 hours or 4ºC overnight. Note: Lysate sample should not be prepared in lysis buffer containing Triton X-100, NP-40, or Igepal CA-630 because these detergents interfere with protein coating of the plate unless the detergent concentration in the 10 g/mL protein samples is no more than 0.001%. We recommend lysis by homogenization or sonication.
3. Wash wells 2 times with 250 µL 1X PBS per well. After the last wash, empty wells and tap microwell strips on absorbent pad or paper towel to remove excess wash solution.
4. Add 200 µL of Assay Diluent per well and incubate for 1-2 hours at room temperature on an orbital shaker.
5. Wash 3 times with 250 µL of 1X Wash Buffer with thorough aspiration between each wash. After the last wash, empty wells and tap microwell strips on absorbent pad or paper towel to remove excess 1X Wash Buffer.
6. Add 100 µL of the diluted anti-MDA antibody to all wells and incubate for 1 hour at room temperature on an orbital shaker. Wash the strip wells 3 times according to step 5 above.
4
7. Add 100 µL of the diluted Secondary Antibody-HRP conjugate to all wells and incubate for 1 hour at room temperature on an orbital shaker. Wash the strip wells 5 times according to step 5 above.
8. Warm Substrate Solution to room temperature. Add 100L of Substrate Solution to each well,
including the blank wells. Incubate at room temperature on an orbital shaker. Actual
incubation time may vary from 2-30 minutes.
Note: Watch plate carefully; if color changes rapidly, the reaction may need to be stopped
sooner to prevent saturation.
9. Stop the enzyme reaction by adding 100 µL of Stop Solution to each well. Results should be read immediately (color will fade over time).
10. Read absorbance of each well on a microplate reader using 450 nm as the primary wave length. Use the Reduced BSA Standard as an absorbance blank.
Example of Results The following figures demonstrate typical MDA Adduct ELISA results. One should use the data below for reference only. This data should not be used to interpret actual results.
2
1.8 1.6 1.4 1.2
1
0.8 0.6 0.4 0.2
0 0 20 40 60 80 100 120 140
MDA Adduct (pmol/mg)
Figure 1: MDA-BSA ELISA Standard Curve
5
OD
450
nm
References 1. Hoff HF, O'Neil J. (1993) J Lipid Res. 34: 1209-17. 2. Armstrong, D. and Browne, R. (1994). Free Radicals in Diagnostic Medicine. 366: 43-58. 3. Armstrong, D., et al. (1998). Free Radicals and
Antioxidant Protocols. 108: 315-324. 4. Boyum, A. (1966). J. of Clinical Investigation. 21: Supplement 97. 5. Braun, D. and Fromherz, P. (1997). Applied Physics A.
6. Gidez, L., et al. (1982). J. of Lipid Research. 23: 1206-1223. 7. Lef'evre G., et al. (1998). Annals de Biologie Clinique. 56(3): 305-319. 8. Ohkawa, H., et al. (1979). Anal.
Biochem. 95: 351-358. 9. Yagi, K. (1998). Free Radicals and Antioxidant Protocols. 108: 101-106.
Recent Product Citations
1. Schinzari, F. et al. (2010). Generalized Impairment of Vasodilator Reactivity during
Hyperinsulinemia in Patients with Obesity-related Metabolic Syndrome. Am. J. Physiol Endocrinol Metab. 299:E947-E952.
2. Labbé, A. et al. (2010). Resveratrol Improves Insulin Resistance Hyperglycemia and
Hepatosteatosis But Not Hypertriglyceridemia, Inflammation, and Life Span in a Mouse Model for Werner Syndrome. J. Gerontol. A Biol Sci Med. Sci. 10.1093/gerona/glq184.
W
arranty These products are warranted to perform as described in their labeling and in Cell Biolabs literature when used in accordance with their instructions. THERE ARE NO WARRANTIES THAT EXTEND BEYOND THIS EXPRESSED WARRANTY AND CELL BIOLABS DISCLAIMS ANY IMPLIED WARRANTY OF MERCHANTABILITY OR WARRANTY OF FITNESS FOR PARTICULAR PURPOSE. CELL BIOLABS' sole obligation and purchaser's exclusive remedy for breach of this warranty shall be, at the option of CELL BIOLABS, to repair or replace the products. In no event shall CELL BIOLABS be liable for any proximate, incidental or consequential damages in connection with the products.
Contact Information
Cell Biolabs, Inc. 7758 Arjons Drive San Diego, CA 92126 Worldwide: +1 858-271-6500 USA Toll-Free: 1-888-CBL-0505 E-mail: tech@cellbiolabs.com www.cellbiolabs.com
2007-2010: Cell Biolabs, Inc. - All rights reserved. No part of these works may be reproduced in any form without permissions in writing.
6
Recommended