View
16
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PROSIDINGSEMINAR NASIONAL GENDER DAN BUDAYA MADURA III
PUSLIT GENDER DAN KEPENDUDUKAN
LPPM-UTM
MADURAMadura dalam Perspektif Budaya, Gender,
Politik, Industrialisasi, Kesehatan,
PUSLIT BUDAYA DAN POTENSI MADURA
dan Pendidikan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GENDER
DAN BUDAYA MADURA III
“MADURA DALAM PERSPEKTIF BUDAYA,
GENDER, POLITIK, INDUSTRIALISASI,
KESEHATAN DAN PENDIDIKAN”
PUSLIT GENDER DAN BUDAYA MADURA LPPM UTM
Bekerjasama dengan
CV. Perwira Media Nusantara (PMN) Surabaya
11 OKTOBER 2016
ii
PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
KATALOG DALAM TERBITAN (KDT)
“MADURA DALAM PERSPEKTIF BUDAYA, GENDER, POLITIK,
INDUSTRIALISASI, KESEHATAN DAN PENDIDIKAN”
Tim Editor dan Layout :
Teguh Hidayatul Rahmad
Suryo Hadiwibowo
Muhammad Haris Widjanarko
Luberta Orbawan Wahyudi
Design Cover :
Muhammad Bagus Abiyuda
Cetakan I : Oktober 2016
Diterbitkan Oleh :
PUSLIT GENDER DAN BUDAYA MADURA LPPM UTM
Bekerja sama dengan
CV. Perwira Media Nusantara (PMN) Surabya
Jl. Griya Kebraon Tengan XVII Blok FI- 10 Surabaya
Telp. 085645678944 ; Fax. 031 7672603
Email : perwiramedia.nusantara@yahoo.co.id
Anggota IKAPI no. 125/JTI/2010
ISBN : 978-602-1187-26-5
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang
Sanksi Pelanggaran Pasal 22
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta
iii
KATA PENGANTAR
Bismillah al-Rahman al-Rahim
Alhmdulillah, buku proseding ini terbit karena terselenggaranya Kongres dan Seminar Nasional III dan call
papers, dengan tema “Madura: Perempuan, Budaya dan Perubahan. Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Trunojoyo Madura pada tanggal 11 Oktober
2016 akan menjadi gerakan perempuan dilihat dari bagaimana perjuangan ideology dan cultural dalam
menggocang sistem dan struktur yang tidak adil buat perernpuan. Perubahan social yang terjadi di masyarakat
mempengaruhi pemikiran, internalisasi nilai dan mengubah kehidupan serta menggerakkannya untuk
mempengaruhi perempuan lain dan anggota masyarakat dalam membangun tata kehidupan yang adil buat
perempuan. Dalam wacana gerakan social, gerakan perempuan dikategorikan sebagai Gerakan Sosial Baru.
Gerakan perempuan merupakan gerakan kebudayaan yang ditandai oleh sebuah kritik dan transformasi citra
perempuan dalam masyarakat dan oleh lahirnya nilai-nilai etis baru. Pendidikan, kultur dan kesadaran perempuan
sebagai bagian masyarakat menjadi sangat panting dalam memperjuangkan identitas dan hak-hak azasi mereka.
Dengan kesadaran kritis ini pula gerakan perempuan terhindar dari pengaruh dominasi Negara dan ekonomi pasar
yang bisa dilihat dari berbagai indikator yang muncul dalam berbagai interakasi dan hubungan yang dijalin para
aktor gerakan perempuan. Upaya menarasikan identitas perempuan dalam proses perubahan sosial dipengaruhi
wacana besar gerakan perempuan di Indonesia dan gerakan social yang digerakkan pengetahuan dan
pengalaman. Gerakan perempuan merupakan gerakan kebudayaan yang merubah tata kehidupan yang
memberikan ruang buat perempuan dan laki-laki. Kegiatan ini di dorong untuk membangun pengetahuan
perempuan yang selama ini diabaikan tentang apa yang dialami, dirasakan dan dilakukan.
Seminar nasional ini akan menghadirkan Prof. Dr. Mien A Rifa`I (Penulis Buku “Manusia Madura”), D
Zawawi Imron (Budayawan Madura) dan Dr. Latief Wiyata (Penulis Buku “Mencari Madura”). Mereka sebagai
keynote speaker. Panitian dalam seminar nasional menerima 50 makalah terdiri dari (1) batik, jamu, dan kuliner
madura. (2) industrialisasi, perkembangan ekonomi, dan sistem pertanian madura. (3) pendidikan dan kebahasaan
madura. (4) sosial, budaya, masyarakat madura. (5) perempuan, politik, hukum, dan HAM. (6) problematika remaja
dan anak (7) perempuan, teknologi, dan pertanian. (8) perempuan, kesehatan, dan rumah tangga. (9) perempuan,
media, dan sastra.
Demikian kata pengantar buku prosiding dengan harapan kekerasan terhadap perempuan kedepannya
dapat terhindarkan, sehingga memunculkan kesetaraan dalam ranah pemikiran dan praktik dilapanga. Kegiatan
Kongres dan Seminar Nasional III, dengan tema “Madura: Perempuan, Budaya, dan Perubahan” dapat
terselenggara dengan baik. Kepada semua pihak yang membantu kelancaran pelaksanaan seminar nasional ini
kami ucapkan banyak terima kasih, terutama kepada keynote speaker dan Rektor Universitas Trunojoyo Madura.
tidak lupa, permohonan maaf atas segala kekurangan dalam penyelenggaraan Kongres dan Seminar Nasional III.
Panitia Seminar Nasional Gender dan Budaya Madura
v
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL i
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
KEYNOTE SPEAKERS ix
TEMA 1: BUDAYA
1. Konstruksi Perempuan dalam Wajah Madura 1
Yuriadi
2. Perlawanan Perempuan Subaltern pada Kawin Anak Studi terhadap Tradisi Ngala‟
Tumpangan di Dungkek Sumenap 7
DR. Tatik Hidayati, M.Ag.
3. Reaktualisasi Nilai Dasar Budaya Carok dalam Perlindungan Perempuan dan Anak 17
Erie Hariyanto
4. Remo To‟-Oto‟ (Sebuah Konsep Bank Syari‟ah dalam Kearifan Lokal Orang Madura) 23
Ahmad
5. Stereotype tentang Etnis Madura Sebagai “Intercultural Barier”
dalam Komunikasi Antar Budaya 29
Nikmah Suryandari
6. Peran PPL Dalam Keberlanjutan Budidaya Kambing PE Di Kabupaten Purworejo 35
Tatag handaka, Hermin Indah Wahyuni, Endang Sulastri, dan Paulus Wiryono
7. Bias Gender Dalam Bahasa 41
Netty Diah Kurniasari
8. Perempuan Madura, Tradisi Lokal dan Gender 47
Rizca Yunike Putri dan Fajar Muharram
9. Prasangka Istri Pelaut Terhadap Mertua Perempuan yang Tinggal Serumah 53
Yan Ariyani, S.Psi., M.Psi., dan Desi Kurniya Wati
10. Tradisi Pernikahan Budaya Madura Sebagai Komodifikasi
Untuk Menunjukkan Status Sosial dalam
Masyarakat (Studi Kasus Di Pulau Giliyang, Sumenep) 63
Tiara Widya Iswara dan Irine Firsta Herlia
TEMA 2: INDUSTRIALISASI
1. Kontes Kecantikan : Antara Eksploitasi Dan Eksistensi Perempuan 67
Ani Herna Sari, S.IP, M.Med.Kom
2. Media Sosial Dan Perempuan 73
Selfi Budi Helpiastuti
3. Model Keterlibatan Orang Tua Dalam Kelompok Bermain 79
Jamilah dan Tri Sukitman
vi
4. Networking Etnisitas Sebagai Modal Sosial Etnis Madura Di Perantauan 85
Siti Maisaroh
5. Perempuan Cantik Dalam Rubrik Gaya–Cantik
Majalah Gadis Online: Kajian Wacana Kritis Michel Foucault 93
Masyithah Maghfirah Rizam, S.S., M.Pd.
6. Perempuan dan Media
“Representasi Seksualitas Perempuan Dalam Meme
Komik Line @Konak (Kocak Nakal)” 107
Deny Satrio Aji, S. Sos
7. Potensi Pengembangan Kerajinan Batik Gentongan
Di Desa Paseseh, Kecamatan Tanjungbumi Madura 113
Endang Prahastuti
8. Potret Buruh Migran Perempuan Madura; Antara Kesejahteraan
Keluarga Dan „Tugas‟ Pengasuhan Anak 121
Jauharotul Makniyah
9. Potret Perempuan Buruh Perusahaan Rokok Di Kota Malang: Diantara
Peran Domestik, Peran Produktif dan Peran Publik 125
Budhy Prianto dan Mardiyono
10. Representasi Perempuan Dalam Media 137
Pambudi Handoyo
11. Sinergitas Baitul Maal Wa Tamwil (Bmt) Dengan
Badan Usaha milik Desa (Bumdes) Sebagai Alternatif
Penguatan Umkm Masyarakat Pedesaan Di Madura 143
Ridan Muhtadi, S.Ei dan Arif Rachman Eka Permata, S.Ei
TEMA 3 : KESEHATAN
1. Faktor-Faktor Perilaku Seksual Pada Wanita Madura Sedang Hamil Normal 153
Novita Endah Lestari dan Siti Nurfitria
2. Ketahanan Pangan Berperspektif Gender 161
Drs. Purwanto, S.U, M. Phil
3. Optimalisasi Tanaman Penghasil Pati Di Pekarangan Tanèyan Lanjh Ng
Untuk Meningkatkan Ekonomi Rumah Tangga Petani Madura 169
Eko Setiawan dan Setiani
4. Pemberdayaan Perempuan Eks Kdrt
(Studi Pemberdayaan Perempuan Eks Kdrt
Melalui Komunitas Perempuan Bunga Asih) 175
Merlia Indah Prastiwi., S.Sos.,M.Sosio
5. Penguatan Gaya Sehat Wanita Madura Melalui Program “Areng Sareng Ajemmo”
Sebagai Upaya Pelestarian Sosial Budaya Dan Industrialisasi Di Madura 185
M. Asif Nur Fauzi, S.Sos M.Si,
6. Perempuan Dan Kesehatan Reproduksi 189
Yanti Setianti, Susanne Dida, Kokom Komariah, dan Trie Damayanti
7. Potensi Cabe Jamu Di Beberapa Kabupaten Di Madura Sebagai Bahan Jamu 195
vii
Ratna Dewi Judhaswati
8. Potensi Tanaman Lokal Sebagai Alternatif Pemenuhan Gizi
Masyarakat Pesisir Madura 203
Diana Nurus Sholehah
9. Upaya Kader Kb Dan Penyuluh Kb (Pkb) Terhadap
Peningkatan Partisipasi Pria Dalam Kb Dan Kesehatan Reproduksi
Di Kecamatan Kamal Kabupaten Bangkalan Tahun 2016 209
Tri Oktaf Kurniawati, S.KM
10. Kegilaan Dan Peradaban: Model Penanggulangan Gangguan Jiwa
Di Pondok Pesantren Al-Bajigur Sumenep Madura 215
Iskandar Dzulkarnain
TEMA 4 PENDIDIKAN
1. Dekonstruksi Konsep Cantik Perempuan Madura
Dalam Kumpulan Puisi Nemor Kara Karya Penyair Madura 223
Hesty Kusumawati, M.Pd
2. Gender Dan Fenomena Patriarki Dalam Sosial Pendidikan
Pesantren Studi Tentang Hegemeoni Kiai Pesantren Terhadap
Sosial Pendidikan Bias Gender 229
Abd Hannan
3. Glass Ceiling Dalam Karier Kepemimpinan Perempuan Di Sekolah 235
Oksiana Jatiningsih
4. Kekerasan Verbal Dalam Rumah Tangga Menurut Analisis Tindak Tutur (Speech Act) 241
Iswah Adriana
5. Konsep Diri Etnisitas Madura Pada Anak Usia Sekolah Dasar
(Studi Kualitatif Pada Anak Sd Dalam Komunitas Blater
Di Kabupaten Bangkalan Bagian Utara) 247
Muhaimin
6. Metode Pembelajaran Bhesa Alos Bhesa Madhureh
Di Pondok Pesantren Salaf Kabupaten Sumenep 255
Lailatul Qadariyah SHI.,MEI
7. Pemberdayaan Istri Nelayan Melalui Penguatan Pendidikan Dan Ekonomi 263
Tri Sukitman dan Jamilah
8. Pesantren Dan Pelestarian Bahasa Madura: Potensi, Masalah, Dan Tantangan 269
M. Mushthafa
9. Revitalisasi Pembelajaran Bahasa Madura Dalam Dunia
Pendidikan Berbasis Local Wisdom 277
Moh. Hafid Effendy
10. Self Construal Pada Remaja Etnis Madura : Tinjauan Dalam Perspektif Gender 283
Yudho Bawono
viii
TEMA 5 : POLITIK
1. Buruh Migran Perempuan Madura Ilegal dan
Pengaruh Lembaga Lokal Di Dalamnya 289
Adibah Sayyidati
2. Kebijakan Pengurangan Angka Kematian Ibu Melahirkan
Di Kabupaten Tuban Dalam Pendekatan Bio-Politik 295
Sri Musrifah
3. Pilkada, Dinasti Politik Di Era Desentralisasi 301
Yudhi rachman S.sos., M.sosio
4. Politik Perempuan Sebagai Pendobrak Perubahan Di Madura 315
Nor Qomariyah
5. Problematika Anak Yang Hidup Tanpa Ayah 321
Dra. Nurul Aini, M.Pd.
6. Rekontruksi Kesadaran Kemanusiaan Sebagai
Upaya Penguatan Perlindungan Perempuan 327
Siti Maizul Habibah, S.Pd MA
7. Tantangan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo Dalam Pengarusutamaan Gender (Pug) 333
Munari Kustanto
8. Tradisi Literasi Ulama Madura Abad 19-21 339
Iwan Kuswandi
9. Voting In Local Government Authority Be a Acquisition Of Land And Building (Bphtb)
Case Study In Cirebon 343
Ismayana, SH., MH
STEREOTYPE TENTANG ETNIS MADURA SEBAGAI “INTERCULTURAL
BARIER” DALAM KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Nikmah Suryandari
Prodi Ilmu Komunikasi FISIB UTM
nikmahsuryandari@gmail.com
ABSTRAK
Madura selalu menarik untuk dikaji, baik masyarakatnya, budaya dan tradisinya.
Salah satu hal yang menarik dalam kajian tentnag madura adalah mengenai stereotype
masyarakatnya. Mengapa ada stereotype keras, kasar yang melekat pada etnis ini?
Bagaimana stereotype ini berpengaruh dalam proses komunikasi antarbudaya yang
efektif?
Keyword : stereotype, Madura, komunikasi antarbudaya
PENDAHULUAN
Selama ini, bila kita mendengar kata Madura maka yang terlintas dalam benak
banyak orang adalah karakter yang keras, clurit dengan tradisi carok, mudah tersulut
emosinya. Hal ini menunjukkan bahwa Madura bagi masyarakat diluar sana adalah
kelompok masyrakat dengan karakter dan ciri tertentu yang kerap menimbulkan
“rasa takut” bagi orang lain. Mengapa hal ini dapat terjadi? Apa yang unik dari
masyarakat Madura. Dalam tulisan ini akan coba dikaji masalah stereotype tentang
etnis Madura dan kaitannya dengan proses komunikasi antar budaya yang efektif.
PEMBAHASAN
Stereotype
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun oleh Pusat BahasaDepartemen
Pendidikan Nasional, stereotype adalah konsepsi mengenai sifatsuatu golongan
berdasarkan prasangka subjektif dan tidak tepat.
Sedangkan arti stereotype dalam bahasa Inggris itu sebagai berikut:
an image or idea of a particular type of person or thing that has become fixed
through beingwidely held. ( The Tenth Edition of the Concise Oxford Dictionary)
(stereotype adalah suatu gambaran atau gagasan tentang suatu pribadi/suku tertentu
atau barang tertentu dimana hal itu telah menjadiketetapan/ketentuan yang
dipegang/diyakini secara luas).
Stereotype tentang etnis Madura
Sedangkan yang dimaksud stereotype etnis Madura dalam tulisan ini
adalah pandangan atau penilaian mengenai sifat-sifat dan watak atau karakter
orangMadura oleh orang-orang luar Madura yang bersifat subjektif dan cenderung
tidak tepat serta negatif karena tidak lengkapnya informasi yang diterima olehorang-
orang luar Madura tersebut
Adapun bentuk-bentuk stereotype tentang orang Madura antara lain orang Madura
itu keras perilakunya, kaku, ekspresif, temperamental, pendendam, dan suka
melakukan tindak kekerasan. Lebih parahnya lagi stereotype semacam ini seringkali
mendapatkan pembenaran, ketika terjadi kasus-kasus kekerasan dimana pelakunya
adalah orang Madura. Bahkan, di Madura sendiri tingkat kriminalitas yang berupa
kekerasan (pembegalan, pembunuhan dan penganiayaan berat) sangat tinggi.
Apa yang menyebabkan adanya stereotype tentnag orang Madura tersebut? Ada
beberapa hal yang memicu munculnya stereotype tersebut antara lain:
1. Tingginya angka kriminalitas kekerasan di Madura.
Proporsi Jumlah Tindakan Kriminalitas KekerasanTerhadap Jumlah Penduduk
Madura, Jawa Timur dan IndonesiaTahun 1994
Sumber: BPS online,data diolah kembali
Jika dibandingkan dengan data kriminalitas kekerasan seluruh propinsiJawa
Timur dan seluruh wilayah Indonesia, tingkat terjadinya
kriminalitaskekerasan di Madura dua kali tinggi dibanding seluruh Jawa
Timur dan satusetengah kali lebih tinggi dibanding seluruh Indonesia .
Apabila tingginya tingkat terjadinya tindakan kekerasan ini dikaitkandengan
beberapa stereotype negatif orang Madura, maka pandangan-
pandangannegatif itu memperoleh pembenaran. Bahkan orang-orang luar
Madura cenderungmengartikan bahwa semua orang Madura suka melakukan
tindakan kekerasan.
2. Masih terbatasnya informasi yang didapatkan orang-orang luar Madura
tentang orang Madura yang tepat dan objektif menjadi salah satu penyebab
timbulnya penilaian- penilaian negatif dan bersifat subjektif tentang orang
Madura. Sedikitnya riset atau penelitian tentang kebudayaan Madura. Mereka
menganggap bahwa kebudayaan Madura merupakan “ekor” dari kebudayaan
Jawa, sehingga perhatian terhadap masyarakatMadura dan kebudayaan
Madura relatif sedikit dibandingkan dengan perhatian terhadap masyarakat
dan kebudayaan lain (De Jonge, 1989 : vii).
3. Media massa terutama televisi dalam menyajikan program- program yang
isinya memunculkan masyarakat atau kebudayaan Madura lebih sering
menampilkan sisi negatif masyarakat dan kebudayaan Madura, yang
ditampilkan secara berlebihan. Misalnya dalam sinetron-sinetron yang mereka
tayangkan dimana sinetron itu memunculkan tokoh orang Madura, di
situtokoh Madura ditampilkan sebagai tokoh yang keras, menyukai kekerasan.
Sering juga dengan menggambarkan seakan-akan kekerasan (carok) menjadi
budaya orang Madura.
Hambatan komunikasi dalam Komunikasi Antar Budaya
Hambatan komunikasi atau yang juga dikenal sebagai communication barrier
adalah segala sesuatu yang menjadi penghalang untuk terjadinya komunikasi yang
efektif (Lilian Chaney, 2004:11). Contoh dari hambatan komunikasi antabudaya
adalah kasus anggukan kepala, dimana di Amerika Serikat anggukan kepala
mempunyai arti bahwa orang tersebut mengerti sedangkan di Jepang anggukan
kepala tidak berarti seseorang setuju melainkan hanya berarti bahwa orang
tersebut mendengarkan. Dengan memahami mengenai komunikasi antar budaya
maka hambatan komunikasi (communication barrier) semacam ini dapat kita lalui.
Dalam konteks Madura, bagi sebagian besar masyarakat Madura, ucapan kata
‘sampeyan” menunjukkan ucapan penuh penghormatan kepada orang lain. Hal ini
agak berbeda dengan konsep ucapan “sampeyan” bagi masyarakat Jawa (khususnya
Jawa Tengah dan Yogyakarta), ucapan “sampeyan” diucapkan kepada orang yang
secara umur dan struktur kemasyarakatan “setara” sedangkan untuk orang yang lebih
tinggi kedudukannya lebih tepat menggunakan ungkapan “panjenengan”.
Bila kita membahas tentnag komunikasi antar budaya saat ini menjadi semakin
penting karena meningkatnya mobilitas orang diseluruh dunia, saling
ketergantungan ekonomi diantara banyak negara, kemajuan teknologi komunikasi,
perubahan pola imigrasi dan politik membutuhkan pemahaman atas kultur yang
berbeda-beda. Komunikasi antara budaya sendiri lebih menekankan aspek utama
yakni komunikasi antar pribadi diantara komunikator dan komunikan yang
kebudayaannya berbeda. Dalam komunikasi antar budaya ada beberapa hal yang
menghambat prosesnya, yaitu :
a. Stereotype
Menurut Samovar (2009), ketika dihadapkan dengan hal yang tidak
sama, kita sering cenderung memiliki stereotip. Karena kita bertemu dengan
begitu banyak orang asing dan sering dihadapkan dengan kondisi yang tidak
biasa, stereotip merupakan kejadian umum. Dengan demikian, stereotip bi sa
menjadi hal yang wajar muncul saat menghadapi sesuatu yang tidak
diketahui. Masalah muncul ketika kita tidak dapat mengakui bahwa kita
memiliki stereotip negative terhadap sesuatu atau sekelompok orang.
Stereotipe adalah struktur kognitif yang berisi pengetahuan,
keyakinan, dan harapan tentang beberapa kelompok sosial manusia. Alasan
stereotip menjadi hal yang mudah terjadi adalah bahwa manusia memiliki
kebutuhan psikologis untuk mengkategorikan dan mengklasifikasikan. Dunia
Anda tinggal di terlalu besar, terlalu kompleks, dan terlalu dinamis bagi
Anda untuk mengetahui itu semua detailnya. Oleh karena itu, Anda ingin
mengklasifikasikan dan mengelompokkkan. Masalah utama bukan pada
pengelompokan atau pengkategorian, melainkan pada generalisasi yang
berlebihan dan evaluasi yang sering negatif terhadap perilaku anggota
kelompok tersebut.
Stereotype dan Komunikasi antarbudaya
Alasan mengapa stereotype menghambat komunikasi antarbudaya:
1. Stereotip adalah semacam filter yang hanya memberikan informasi yang
konsisten dengan informasi yang dipercayai individu
2. Sebenarnya bukan pengelompokan tersebut yang menyebabkan
masalah dalam komunikasi antarbudaya, namun asumsi bahwa semua
informasi spesifik mengenai suatu budaya diterapkan pada semua
orang dari kelompok budaya tertentu.
3. Stereotype menghalangi keberhasilan sebagai komunikator karena
stereotype biasanya berlebih-lebihan, terlalu sederhana, dan terlalu
menyamaratakan.
4. Stereotype jarang berubah karena biasanya berkembang sejak awal
kehidupan dan terus berulang dan diperkuat dalam suatu kelompok.
Stereotype berkembang setiap waktu.
Kesulitan dalam komunikasi akan muncul dari penstereotipan
(stereotyping), yakni menggeneralisasikan orang-orang berdasarkan sedikit
informasi dan membentuk asumsi orang-orang berdasarkan keanggotaan mereka
dalam suatu kelompok. Dengan kata lain, penstereotipan adalah proses
menempatkan orang-orang ke dalam kategori-kategori yang mapan, atau penilaian
mengenai orang-orang atau objek-objek berdasarkan kategori-kategori yang sesuai,
ketimbang berdasarkan karakteristik individual mereka. Stereotip dapat membuat
informasi yang kita terima tidak akurat. Pada umumnya, stereotip bersifat negatif.
Stereotip tidak berbahaya sejauh kita simpan di kepala kita, namun akan bahaya bila
diaktifkan dalam hubungan manusia. Stereotip dapat menghambat atau mengganggu
komunikasi itu sendiri. Contoh dalam konteks komunikasi lintas budaya misalnya, kita
melakukan persepsi stereotip bahwa orang Madura keras, identik dengan carok.
Melalui stereotip ini, kita memperlakukan semua orang Madura sebagai orang
yang keras, kejam, penyuka tindak kekerasan dan carok, tanpa memandang pribadi
atau keunikan masing-masing individu. Orang Madura yang kita perlakukan
sebagai orang keras,kasar mungkin akan tersinggung dan memungkinkan
munculnya konflik. Dengan adanya persepsi itu, kita yang tidak suka terhadap
orang yang kasar akan menghindari berinteraksi dengan orang Madura sehingga
komunikasi dengan orang Madura tidak dapat berlangsung lancar dan efektif.
Di Amerika, stereotip terhadap orang afrika-negro yang negatif menyebabkan
mereka terbiasa diperlakukan sebagai kriminal (Larry A.Samovar,1991:208).
b. Prasangka
Suatu kekeliruan terhadap orang yang berbeda adalah prasangka, suatu konsep
yang sangat dekat dengan stereotipe. Prasangka adalah sikap yang tidak adil terhadap
seseorang atau suatu sekelompok. Beberapa pakar cendrung menganggab bahwa
stereotipe itu identik dengan prasangka, seperti Donald Edgar dan Joe R. Fagi.
Stereotipe merupakan komponen kognitif (kepercayaan) dari prasangka, sedangkan
prasangka juga berdimensi perilaku. Prasangka ini konsekuensi stereotipe, dan lebih
teramati daripada stereotipe. Richard W. Brisilin mendefenisikan prasangka sebagai
sikap tidak adil, menyimpang atau tidak toleran terhadap sekelompok orang.
Prasangka ialah apa yang ada dalam pemikiran kita terhadap individu atau kelompok
lain seperti dalam hubungan ras dan etnis melalui media massa yang populer.
Prasangka menjadi komunikasi antarbudaya karena biasanya ada pandangan negatif
yang diiringi oleh adanya pemisahan yang tegas antara perasan kelompokku (in
group) dan perasaan kelompokmu (out group). Oleh sebab itu komunikasi yang
diawali oleh adanya prasangka tidak akan berjalan dengan efektif.
c. Rasisme
Rasisme merupakan kepercayaan terhadap superioritas yang diwarisi oleh
ras tertentu . Rasisme menyangkal kesetaraan manusia dan menghubungkan
kemempuan dengan komposisi fisik. Jadi suskses tidaknya hubungan social
tergantung dari warisan genetic dibandingkan dengan lingkungan atau
kesempatan yang ada. Rasisme dikategorikan dalam rasisme personal dan
rasisme institusional. Rasisme personal terdiri atas tindakan, kepercayaan,
perilaku dan tindakan rasial sebagai sebagai bagian dari seseorang. R asisme
institusional merujuk pada tindakan merendahkan suatu rasa atau perasaan
antipasti yang dilakukan oleh institusi social tertentu seperti sekolah, rumah
sakit atau system keadilan criminal.
d. Etnosentrisme
Etnosentrisme merupakan pandangan bahwa budaya seseorang lebih unggul
dibandingkan budaya lain. Pandangan bahwa budaya lain dinilai
berdaasarkan standar budaya kita. Kita menjadi etnosentris ketika kita
melihat budaya lain melalui kacamata budaya kita atau posisi so sial kita.
KESIMPULAN
Stereotype adalah prasangka atau penilaian mengenai sifat-sifat dan watak pribadi
suatu individu atau golongan lain yang bersifat subjektif , tidak tepat dan cenderung
negatif karena tidak lengkapnya informasi yang didapatkan.
Stereotype orang Madura adalah pandangan atau penilaian mengenai sifat-sifat
dan watak atau karakter orang Madura oleh orang-orang luar Madura yang bersifat
subjektif dan cenderung tidak tepat serta negatif karena tidak lengkapnya informasi
yang diterima oleh orang-orang luar Madura tersebut. Dalam prakteknya, stereotype
tentang orang Madura menghambat proses komunikasi antar budaya yang efektif
karena orang memiliki pandangan atau persepsi yang keliru tentang Madura dan
masyarakatnya. Selain stereotype, ada hambatan lain dalam komunikasi antarbudaya
yang efektif, yaitu prasangka, rasisme dan etnosentrisme.
DAFTAR PUSTAKA
Chaney, Lilian,Martin, Jeanette & Martin. 2004. Intercultural Business
Communication. New Jersey: Pearson Education, Inc, Upper Saddle River
D e Jo nge , H, 19 89 Agama, Kebudayaan dan Ekonomi: Studi Interdisipline
r tentang Masyarakat Madura, Jakarta: Rajawali
Kuntowijoyo. 2006.Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta:Tiara Wacana
Samovar, Larry A.; Porter Richard E.; Jain, Nemi C. 1981 . Understanding
Intercultural Communication. Belmont: Wadsworth Publishing Company.
________ Communication Between Cultures. Belmont: Wadsworth Publishing Company.
Scramm, Wilbur. 1988 . Mass Media and National Development, California:
Standford University West, Richard and Turner, Lynn H. 2007 .Introducing
Communication Theory. Analysis and Application.Singapore: McGraw Hill
The Tenth Edition of the Concise Oxford Dictionary
Recommended