View
55
Download
5
Category
Preview:
DESCRIPTION
Field Study
Citation preview
FAMILY MEDICINE
“Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Keluarga Sosio-
Ekonomi Rendah Dengan Balita Gizi Buruk dan
Tuberculosis Primer”
Pembimbing : dr. Ferdiana Yunita
Disusun oleh :
Cecep Kurnia 111 0211 067
Putri Juwita 111 0211 078
Farras Cantika 111 0211 086
Bahri Ahmadi 111 0211 094
Dwi Puspitasari 111 0211 123
FAKULTAS KEDOKTERAN
UPN “VETERAN”
JAKARTA
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
“Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Keluarga Sosio-
Ekonomi Rendah Dengan Balita Gizi Buruk dan
Tuberculosis Primer”
1. Cecep Kurnia 111 0211 067
2. Putri Juwita 111 0211 078
3. Farras Cantika 111 0211 086
4. Bahri Ahmadi 111 0211 094
5. Dwi Puspitasari 111 0211 123
Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing
Jakarta, Januari 2014Pembimbing Lapangan
dr. Ferdiana Yunita
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan makalah Field Study
telah diselesaikan. Makalah yang telah diselesaikan ini berjudul “Pendekatan
Kedokteran Keluarga Pada Keluarga Sosio-Ekonomi Rendah Dengan Balita Gizi
Buruk dan Tuberculosis Primer”. Kami mengucapkan terima kasih kepada
pembimbing yang telah membantu kami dalam proses Field Study hingga kami
dapat membuat makalah ini serta teman – teman Kelompok Delapan yang telah
berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini disusun dari hasil proses kunjungan kepada keluara pasien.
Dengan demikian mahasiswa dituntut untuk dapat berkomunikasi dan melakukan
intervensi kepada keluarga pasien. Tujuannya adalah untuk memberikan informasi
kepada keluarga pasien tentang penyakit yang diderita, bagaimana cara penularan
dan pencegahannya. Serta perbaikan kualitas hidup pasien dan keluarganya yang
ditinjau dari segi kesehatan.
Mohon maaf jika ada kesalahan dalam pembuatan makalah ini. Kritik dan
saran sangat kami harapkan guna perbaikan di kemudian hari.
Jakarta, Januari 2015
Kelompok Delapan
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Pelayanan dokter keluarga merupakan salah satu bentuk pelayanan
medik di Indonesia, yang diselenggarakan secara perorangan. Sebagai
salah satu ujung tombak dalam pelayanan kesehatan, pelayanan dokter
keluarga yang disiapkan sebagai primadona pelayanan medik strata
pertama di Indonesia, perlu senantiasa mempertahankan dan meningkatkan
mutu pelayanannya, apalagi di masa era globalisasi di mana kompetisi
semakin ketat.
Pelayanan dokter keluarga melibatkan Dokter Keluarga sebagai
penyaring di tingkat primer sebagai bagian suatu jaringan pelayanan
kesehatan terpadu yang melibatkan dokter spesialis ditingkat pelayanan
sekunder dan rumah sakit rujukan sebagai tempat pelayanan rawat inap,
diselenggarakan secara komprehensif, kontinu, integratif, holistik,
koordinatif dengan mengutamakan pencegahan, menimbang peran
keluarga dan lingkungannya serta pekerjaannya. Pelayanan diberikan
kepada semua pasien tanpa memilah jenis kelamin, usia serta faktor-faktor
lainnya.
Ekonomi dan kesehatan memiliki suatu keterkaitan yang sangat
erat. Pembangunan ekonomi sangat berpengaruh terhadap kondisi
kesehatan masyarakat dan perbaikan pada kondisi kesehatan masyarakat
akan mempengaruhi produktivitas kerja. Sehat adalah suatu keadaan
sejahtera sempurna fisik, mental dan sosial tidak terbatas pada bebas dari
penyakit atau kelemahan saja. Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam
sistem kesehatan nasional adalah menjamin tersedianya pelayanan
kesehatan bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat secara
ekonomis, serta tersedianya pelayanan kesehatan tidak semata-mata berada
ditangan pemerintah melainkan mengikutsertakan sebesar-besarnya peran
aktif segenap anggota masyarakat.
Pelayanan kesehatan untuk masyarakat merupakan hak asasi
manusia yang harus dilaksanakan negara. Pemerintah harus mampu
memberikan perlakuan yang sama kepada warganya dalam pelayanan
kesehatan maupun pelayanan publik lainnya. Dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan, masyarakat dengan status ekonomi lebih tinggi
mempunyai askes terhadap pelayanan kesehatan lebih baik dibandingkan
dengan mereka dengan status ekonomi rendah. Peningkatan pelayanan
kesehatan diharapkan dapat menghasilkan derajat kesehatan masyarakat
yang setara.
Banyak faktor yang ikut mempengaruhi permasalahan kesehatan di
Indonesia, yaitu antara lain faktor sosial budaya, sosial ekonomi, sistem
pelayanan kesehatan, penyebaran sarana kesehatan, keterbatasan tenaga
kesehatan dan lingkungan fisik.
Sanitasi rumah sangat erat kaitannya dengan angka kesakitan pada
jenis penyakit Tuberkulosis (TBC). Lingkungan perumahan sangat
berpengaruh pada terjadinya dan tersebarnya penyakit TBC. Rumah yang
sehat ditentukan oleh tersedianya sarana sanitasi rumah. Sanitasi rumah
adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada
pengawasan terhadap struktur fisik, dimana orang menggunakannya
sebagai tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia.
Sarana sanitasi tersebut antara lain ventilasi, suhu, kelembapan, kepadatan
hunian, penerangan alami, kontruksi bangunan, sarana pembuangan
sampah, sarana pembuangan kotoran manusia dan penyediaan air bersih.
I.2. Manfaat
Untuk memberi wawasan kepada pembaca agar dapat mengetahui
tentang Ilmu Kedokteran Keluarga serta dapat lebih berupaya lagi untuk
memperbaiki keadaan sosial ekonominya, dimana hal tersebut sangat
berhubungan dengan gangguan kesehatan yang dapat timbul dikemudian
hari.
I.3. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana Ilmu Kedokteran Keluarga diterapkan.
2. Sebagai bentuk laporan kegiatan Field Visit dalam materi Kedokteran
Keluarga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Menurut UU no. 10 tahun 1992 yang disebut dengan keluarga adalah unit
terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya,
atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya.
2. Bentuk Keluarga
Bentuk keluarga banyak macamnya. Goldenberg (1980) membedakan bentuk
keluarga sebagai berikut :
a. Keluarga Inti (nuclear family)
Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri serta
anak kandung.
b. Keluarga Besar (extended family)
Keluarga besar adalah keluarga yang disamping terdiri dari suami,
istri dan anak-anak kandung, juga terdiri dari sanak saudara
lainnya, baik menurut garis vertikal ( ibu, bapak, kakek, nenek, mantu,
cucu, cicit ) ataupun menurut garis horizontal ( kakak, adik, ipar ) yang
dapat berasal dari pihak suami atau pihak istri.
c. Keluarga Campuran (blended family)
Keluarga campuran adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri,
anak-anak kandung serta anak-anak tiri.
d. Keluarga menurut hukum umum (common law family)
Keluarga menurut hukum umum adalah keluarga yang terdiri dari
pria dan wanita yang tidak terikat dalam perkawinan syah serta anak-
anak mereka yang tinggal bersama.
e. Keluarga orang tua tunggal (single parent family)
Keluarga orang tua tunggal adalah keluarga yang terdiri dari pria
dan wanita, mungkin karena telah bercerai, berpisah, ditinggal mati atau
mungkin tidak pernah menikah, serta anak-anak mereka tinggal
bersama.
f. Keluarga Hidup Bersama (commune family)
Keluarga hidup bersama adalah keluarga yang terdiri dari pria,
wanita dan anak-anak yang tinggal bersama, berbagi hak dan
tanggung jawab serta memiliki kekayaan bersama.
g. Keluarga Serial (serial family)
Keluarga serial adalah keluarga yang terdiri dari pria dan wanita
yang telah menikah dan mungkin telah punya anak, tetapi
kemudian bercerai dan masing-masing menikah lagi serta memiliki anak-
anak dengan pasangan masing-masing, tetapi semuanya
menganggap sebagai satu keluarga.
h. Keluarga Gabungan (composite family)
Keluarga gabungan adalah keluarga yang terdiri dari suami dengan
beberapa istri dan anak-anaknya (poliandri) atau istri dengan
beberapa suami dan anak-anaknya (poligini) yang hidup bersama.
i. Keluarga Tinggal Bersama (cohabitation family)
Keluarga tinggal bersama adalah keluarga yang terdiri dari pria dan
wanita yang hidup bersama tanpa ada ikatan perkawinan yang sah.
3. Fungsi Keluarga
Para anggota yang terdapat dalam satu keluarga bersepakat untuk saling
mengatur diri sehingga memungkinkan pelbagai tugas yang terdapat dalam
keluarga diselenggarakan secara efektif dan efisien. Kemampuan untuk mengatur
dan atau melaksanakan pembagian tugas tersebut pada dasarnya merupakan salah
satu faktor yang menentukan baik atau tidaknya fungsi yang dimiliki oleh satu
keluarga. Fungsi keluarga di Indonesia banyak macamnya, menurut Peraturan
pemerintah No. 21 tahun 1994 dibedakan menjadi :
a. Fungsi Keagamaan
Fungsi keagamaan adalah fungi keluarga sebagai wahana
persemaian nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa untuk menjadi
insan-insan agamis yang penuh iman dan taqwa kepada tuhan Yang Maha Esa.
b. Fungsi Budaya
Fungsi budaya adalah fungsi keluarga dalam memberikan
kesempatan kepada keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengembangkan
kekayaan budaya bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan.
c. Fungsi Cinta Kasih
Fungsi cinta kasih adalah fungsi keluarga dalam memberikan landasan
yang kokoh terhadap hubungan anak dengan anak, suami dengan istri, orang tua
dengan anak-anaknya, serta hubungan kekerabatan antar generasi sehingga
keluarga menjadi wahana utama bersemainya kehidupan yang penuh cinta kasih
lahir dan batin.
d. Fungsi Melindungi
Fungsi melindungi adalah fungsi keluarga untuk menumbuhkan rasa aman
dan kehangatan bagi segenap anggota keluarga.
e. Fungsi Reproduksi
Fungsi reproduksi adalah fungsi keluarga yang merupakan mekanisme untuk
melanjutkan keturunannya yang direncanakan sehingga dapat menunjang terciptanya
kesejahteraan umat manusia di dunia yang penuh iman dan taqwa.
f. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan
Fungsi sosialisasi dan pendidikan adalah fungsi keluarga yang
memberikan peran kepada keluarga untuk mendidik keturunan agar bisa melakukan
penyesuaian dengan alam kehidupannya di masa depan.
g. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi adalah fungsi keluarga sebagai unsur pendukung
kemandirian dan ketahanan keluarga.
h. Fungsi Pembinaan Lingkungan
Fungsi pembinaan lingkungan adalah fungsi keluarga yang
memberikan kemampuan kepada setiap keluarga dapat menempatkan diri
secara serasi, selaras dan seimbang sesuai dengan daya dukung alam dan
lingkungan yang berubah secara dinamis.
Apabila fungsi keluarga ini dapat terlaksana dengan baik, dapatlah diharapkan
terwujudnya keluarga yang sejahtera, yaitu keluarga yang dibentuk berdasarkan
perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil
yang layak, bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan
seimbang antar anggota dan antar keluara dengan masyarakat dan lingkungan, seperti
yang tercantum dalam UU no. 10 tahun 1992. Terwujudnya keluarga sejahtera adalah
cita-cita semua pihak, karena apabila keluarga sejahtera tersebut berhasil diwujudkan
maka berarti telah terwujud pula keluarga yang sehat (healthy family).
4. Alat Pengukur Fungsi Keluarga
Untuk mengukur sehat atau tidaknya suatu keluarga dikembangkan suatu
metode penilaian antara lain yaitu : APGAR Keluarga (Family APGAR) dan
SCREEM.
a. APGAR
Metode APGAR ini dapat dilakukan penilaian atau screening fungsi
keluarga secara cepat dan dalam waktu yang singkat. Alat ini digunakan untuk
mengukur level kepuasan hubungan dalam keluarga.
Pada metode ini dilakukan penilaian terhadap lima fungsi pokok keluarga,
yaitu :
1) Adaptasi (Adaptation)
Yang dinilai adalah tingkat kepuasan anggota keluarga dalam
menerima bantuan yang diperlukannya dari anggota keluarga lainnya.
2) Kemitraan (Partnership)
Yang dinilai adalah tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap
berkomunikasi, musyawarah dalam mengambil suatu keputusan dan atau
menyelesaikan suatu masalang sedang dihadapi dengan anggota keluarga
lainnya.
3) Pertumbuhan (Growth)
Yang dinilai adalah tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap
kebebasan yang diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan
atau kedewasaan setiap anggota keluarga.
4) Kasih Sayang (Affection)
Yang dinilai adalah tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih
sayang serta interaksi emosional yang berlangsung dalam keluarga.
5) Kebersamaan (Resolve)
Yang dinilai adalah tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap
kebersamaan dalam membagi waktu, kekayaan dan ruang antar anggota
keluarga. (Balgis, 2009)
7 – 10 berarti keluarga sehat, dalam arti setiap anggota keluarga saling
mendukung satu sama lain.
4 – 6 berarti keluarga kurang sehat, dalam arti hubungan antar anggota keluarga
masih perlu untuk lebih ditingkatkan.
0 – 3 berarti keluarga tidak sehat, dalam arti sangat memerlukan banyak perbaikan
untuk lebih meningkatkan hubungan antar anggota keluarga. (Azwar, 1997)
b. SCREEM
Alat ukur SCREEM ini penting untuk menilai kapasitas/kemampuan
untuk berpartisipasi dalam pelayanan kesehatan atau mengatasi krisis.
(Balgis, 2009).
Faktor dibawah ini dapat dipertimbangkan sebagai sumber atau
kelainan/patologi.
SUMBER PATOLOGIS KET
Social Terisolasi dari lingkungan diluar keluarga -
Culture Etnis minoritas -
Religious Dogma yang kaku/ritual-ritual -
Economic Kesulitan ekonomi dan rencana ekonomi yang kurang. +
Educational Keterbatasan untuk mengerti/memahami-
MedicalTidak memiliki jaminan pelayanan kesehatan/asuransi kesehatan.
-
Setiap faktor dinilai positif bila ada masalah dan negatif bila tidak ada
masalah kemudian dihitung berapa yang positif.
Bila jumlah positifnya:
5 – 6 berarti fungsi keluarga tidak sehat
3 – 4 berarti fungsi keluarga kurang sehat
0 – 2 berarti fungsi keluarga sehat
II. Tuberkulosis Pada Anak
Angka kesakitan tuberkulosis anak merupakan parameter berhasil tidaknya
pemberantasan tuberkulosis di suatu daerah. Dan perlu diingat pula bahwa
tuberkulosis anak merupakan penyakit sistemik.
Shaw dkk.(1954) mendapatkan bahwa 65,2% anak sekitar penderita TB
dewasa dengan pemeriksaan sputum direk positif akan terinfeksi tuberkulosis
(tuberkulin positif). Sedangkan Guerin dkk.(1975) mengemukakan bahwa setiap
penderita TB menulari 5 orang sekitarnya terutama anak.
Timbul suatu pertanyaan apakah TB dewasa merupakan kelanjutan TB anak
(endogenous reinfektion) ataukah infeksi baru (eksogenous infektion)? Horwitz
(1973) menyatakan bahwa 90% dari TB dewasa merupakan reaktivasi tuberkulosis
anak (endogenous reinfektion). Dengan demikian tuberkulosis anak akan merupakan
titik tolak sumber penularan dan TB manifest di hari kemudian.
Faktor Penghambat Dalam Pemberantasan TB
1. Sosial Ekonomi
- Makanan yang kurang baik dalam kualitas dan kuantitas
mengakibatkan daya tahan tubuh anak turun dan mudah terjadi infeksi
- Obat yang mahal dan dibutuhkan waktu yang relatif lama.
2. Perumahan : kurangnya udara ventilasi, dan biasanya “over crowded”
3. Kurangnya pengetahuan kesehatan dan kurangnya pengertian mengenai sifat
dan cara penularan TB
Perbedaan TB Anak dan Dewasa
a. TB anak lokasinya pada setiap bagian paru, sedangkan pada dewasa di daerah
apeks dan infra klavikuler
b. Terjadi pembesaran kelenjar limfe regional sedangkan pada dewasa tanpa
pembesaran kenlenjar limfe regional
c. Penyembuhan dengan perkapuran sedangkan pada dewasa dengan fibrosis
d. Lebih banyak terjadi penyebaran hematogen, pada dewasa jarang
Klasifikasi TB Anak
1. TB Primer
- Komplek Primer
- Komplikasi paru dan alat lain (sistemik)
2. TB Post Primer
- Re infeksi endogen (karena daya tahan tubuh turun, kuman yang
indolen aktif kembali)
- Re infeksi eksogen
Komplek Primer :
Di paru basil yang berkembang biak menimbulkan suatu daerah radang yang disebut
afek/fokus primer dari Gohn. Basil akan menjalar melalui saluran limfe dan terjadi
limfangitis dan akan terjadi limfadenitis regional. Pada lobus atas paru akan terjadi
pada kelenjar limfe pada trakheal, sedangkan pada lobus bawah akan terjadi pada
kelenjar limfe hiler.
Komplikasi Paru dan alat lain
Dapat terjadi penyebaran secara limfogen hematogen akan terjadi TB milier,
meningitis TB, bronkogenik, pleuritis, peritonitis, perikarditis, TB tulang dan sendi.
Diagnosis TB Anak
a. Test Tuberkulin
Ada 2 macam tuberkulin yang dipakai yaitu Old tuberkulin dan Purified
protein derivate dengan cara Mantoux. Yaitu dengan menyuntikkan 0,1 ml
tuberkulin PPD intrakutan di volar lengan bawah.Reaksi dilihat 48 – 72 jam
setelah penyuntikan. Uji Tuberkulin positif menunjukkan adanya infeksi TB.
Reaksi ini akan bertahan cukup lama walaupun pasien sudah sembuh sehingga
uji Tuberkulin tidak dapat digunakan untuk memantau pengobatan.
b. Keadaan umum anak
Curiga adanya TB anak bila :
- Sering panas
- Sering batuk pilek (batuk kronis berulang)
- Nafsu makan menurun
- Berat badan tidak naik
c. Laboratorium hematologi
Tidak banyak membantu. Laju endap darah meninggi pada keadaan aktif dan
kronik. Pada stadium akut bisa terjadi lekositosis dengan sel polimorfonuklear
yang meningkat selanjutnya limfositosis. Gambaran hematologik dapat
membantu mengamati perjalanan penyakitnya. Gambaran darah yang normal
tidak / belum dapat menyingkirkan diagnosis tuberkulosis.
d. Foto Rontgen
Foto thoraks yang khas adalah :
- Fokus primer
- Limfadenitis pada trakhea
- Limfangitis
Foto thoraks yang jelas :
- TB milier
- Bronkhogenic Spread
Foto Rontgen thoraks tidak dapat digunakan sebagai alat diagnostik tunggal
e. Pemeriksaan bakteriologis
Merupakan diagnosis pasti bila ditemukan kuman basil tahan asam, tetapi sulit
pada bayi dan anak. Bahan pemeriksaan dapat diambil dari sputum (pada anak
besar), bilasan lambung pagi hari atau dari cairan lain : LCS, Cairan pleura,
cairan pericard.
Pemeriksaan dapat dilakukan cara langsung, biakan dengan metode lama,
radiometrik (Bactec), PCR
f. Pemeriksaan histopatologi
Jarang dilakukan pada anak, dilakukan dengan biopsi misalnya dari kelenjar
limfe
g. Pemeriksaan fungsi paru
Pada umumnya fungsi paru tak terganggu kecuali pada bronkhiektasis hebat.
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada TB anak yang memerlukan tindakan
operatif.
h. Pemeriksaan terhadap sumber penularan
Dicari sumber infeksi baik dari keluarga maupun orang lain, dilakukan
pemeriksaan sputum, foto paru, pemeriksaan darah. Bila positif sebaiknya
diisolasi untuk mengurangi kontak dan dilakukan pengobatan.
i. Serologi : hasil kurang memuaskan dan masih kontroversi, hasil tergantung
dari :
- Umur
- Status imunisasi
- Mycobacterium atypic
- Tidak dapat membedakan infeksi dan sakit
j. Interferon γ
Problem utama dan penatalaksanaan TB anak adalah :
a. Diagnosis :
- Gejala klinik tidak specifik sehingga sering terjadi over / under
diagnosis dan over/under treatment
- Belum ada alat diagnostik yang pasti
- Infeksi TB atau sakit TB tidak ada alat diagnostik yang dapat
membedakan
b. Kepatuhan berobat
- Banyak terjadi putus obat yang berakibat kegagalan pengobatan
Pendekatan Praktis Untuk Mendiagnosis TB Anak
1. Dengan Skoring System :
- Stegen (1969)
- Smeth Dorgues (1981)
- Dugliasi (1992)
- Coito (1994)
2. Dengan algoritme : IDAI 1998, 2002,2006
Algoritme IDAI untuk deteksi awal dan rujukan TB anak
Suspek TB :
- Kontak dengan penderita TB dg BTA (+)
- Reaksi akselerasi BCG (3-7 hari)
- BB turun atau underwight yang tak ada perbaikan dengan interfensi
gizi selama 1 bulan
- Sering demam tanpa sebab
- Batuk lebih dari 3 minggu
- Pembesaran kelenjar limfe
- Scrofuloderma
- Konjungtivitas flychtenularis
- Tuberkulin test positif ( ≥ 10 mm)
- Gambaran radiologis sugestif TB
Bila ditemukan ≥ 3 Mungkin TB
Berikan OATObservasi 2 bln
Respon klinis + Respon klinis - / memburuk
TB Bukan TB MDR TB
OAT diteruskan Rujuk ke RS
Perhatian gejala yang berbahaya Re evaluasi RS :- Kejang - Tanda Klinis- Kesadaran menurun - Tuberkulin test- Kaku kuduk - Radiologis - Tumor spinal - Mikrobiologis dan Serologis - Fenomena papan catur - Histopatologi-- Rujuk ke RS
Dengan algoritme ini timbul masalah :
- Peningkatan kebutuhan obat TB untuk anak
- Peningkatan diagnosis TB anak over diagnosis ?
Sehingga algoritme tersebut disempurnakan menjadi sistem skoring IDAI
Sistem Skoring TB Anak IDAI
GEJALA 0 1 2 3 SKORKontak Tidak jelas - BTA (-) BTA
(+)Tes Tuberkulin - - - PositifBB Bbm
BBGizi buruk -
Panas Penyebab tdk jelas
- -
Batuk < 3 mg ≥ 3 mgPembesaran kelenjar > 1 kel
≥ 1 cm tdksakit
Tulang / Sendi BengkakFoto thorax Normal SugestifTOTAL
Catatan Untuk Sistem Skoring IDAI
- Diagnosis oleh dokter
- Diagnosis gizi harus ada
- Panas / demam dan batuk tidak ada respon dengan pengobatan standart
- Foto Ro’Thoraks bukan merupakan alat diagnostik yang utama pada
TB anak
- Semua kejadian reaksi akselerasi BCG harus dilakukan evaluasi
dengan sistem skoring
- Diagnosis TB anak bila skor ≥ 6
- Bila skor 5 dan anak < 5 th dengan dugaan yang kuat, rujuk ke RS
- Pemberian profilaksis INH bila kontak BTA (+) dg skor < 6
Pengobatan TB Anak
Tujuan pengobatan TB anak adalah :
- Menurunkan / membunuh kuman dengan cepat
- Sterilisasi kuman untuk mencegah relaps dengan jalan pengobatan
Fase intensif (2 bulan) : mengeradikasi kuman dengan 3
macam obat : INH, Rifampisim dan PZA
Fase pemeliharaan (4 bulan) : akan memberikan efek
sterilisasi untuk mencegah terjadinya relap : menggunakan 2
macam obat : INH & RIF
- Mencegah terjadinya resistensi kuman TB
III. Penatalaksanaan Gizi Buruk
Edukasi Tatalaksana Gizi Buruk
10 tatalaksana gizi buruk terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase stabilisasi dan fase
rehabilitasi.
Fase stabilisasi : hari ke 1-2, yang terutama bertujuan untuk mengatasi dan
menstabilkan kondisi dari hipoglikemia, hipotermia dan dehidrasi.
Hari ke 3-7 merupakan fase transisi.
Fase rehabilitasi : minggi ke 2-6.
- Pemenuhan kebutuhan elektrolit dilakukan terus-menerus yaitu dari hari ke 1
sampai dengan minggu ke 6.
- Pengobatan infeksi dilakukan selama 7 hari pertama.
- Pemberian M (F-75) diberikan selama 7 hari pertama, sedangkan pemberian
M (F-100) mulai diberikan pada minggu ke 2.
- Pemenuhan kebutuhan mikronutrien dilakukan terus-menerus yaitu dari hari
ke 1 sampai dengan minggu ke 6. Namun zat besi (Fe) mulai diberikan pada
minggu ke 2.
- Stimulasi diberikan secara terus-menerus.
- Tindak lanjut dimulai pada minggu ke 2.
Hipotermia
Dikatakan hipotermia kalau suhu aksilar < 35,5°C atau suhu rektal < 36°C.
penatalaksanaan hipotermia yaitu anak didekap terutama oleh ibunya, diselimuti
termasuk kepala agar hangat dan ruangan dihangatkan.
Hipoglikemia
Dikatakan hipoglikemia bila Gula Darah Sewaktu < 54 mg/dL. Namun pada
kasus malnutrisi, anggap mengalami hipoglikemia. Penatalaksanaannya yaitu
pemberian larutan gula 10% (1 sendok teh gula pasir + 50 mL air) yang diberikan
secara oral atau pemberian dextrose 10% bolus sebanyak 5 mL/kgBB secara
intravena dan hanya sekali pemberian. Periksa 30 menit kemudian.
Bila masih hipoglikemia (GDS < 54 mg/dL) maka ulangi pemberian larutan
gula 10% atau dextrose 10% bolus.
Bila sudah tidak hipoglikemia, berikan ReSoMal 5 mL/kgBB dahulu tiap 30
menit selama 2 jam pertama. Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5-10 mL/kgBB/jam
selama 10 jam, diberikan selang seling dengan F-75.
Bila sudah tidak hipoglikemia, berikan F-75 tiap 2 jam untuk 1-2 hari
pertama.
Dehidrasi
Untuk penatalaksanaan dehidrasi, berikan ReSoMal (Rehidration Solution
Malnutrition) yang terdiri dari :
- Oralit larutkan dalam 1 liter ambil 200 mL
- Gula pasir 10 gram
- Larutan mineral mix 8 mL
- Tambahkan air sampai jadi 400 mL
-
Bila anak diare, meskipun diare berikan ReSoMal bukan oralit standar,
berikan 5 mL/kgBB/tiap habis BAB.
Stimulasi
Anak diberikan kasih sayang atau perhatian, diajak bermain-main kecil dan
dihibur agar anak ceria.
Elektrolit
Kebutuhan elektrolit sudah terkoreksi dengan pemberian ReSoMal/F-75/F-
100.
Makanan Awal (F-75)
F-75 berisi gula pasir, minyak sayur, susu bubuk, mineral mix, air hangat
hinga volume 1 liter.
F-75 diberikan :
- Hari ke 1-2 : tiap 2 jam
- Hari ke 3-5 : tiap 3 jam
- Hari ke 6-7 : tiap 4 jam
Dosis :
- Untuk tanpa edema : 130 mL/kgBB/hari
- Untuk dengan edema : 100 mL/kgBB/hari
F-75 diganti menjadi F-100 selama 2 hari berturut-turut.
F-100 diberikan jika edema sudah hilang. F-100 untuk tanpa edema diberikan
130 mL/kgBB/hari, kalau habis, tambahkan 10 mL. Dosis F-100 yaitu 150
mL/kgBB/hari, berikan tiap 4 jam.
Makanan Tumbuh Kejar (F-100)
Komposisi F-100 sama seperti F-75 hanya kadarnya lebih tinggi pada tiap
bahan, tapi tetap dibuat untuk 1 liter.
Mikronutrient
Semua kasus malnutrisi mengalami defisiensi vitamin dan mineral, maka
diberikan multivitamin dan multimineral. Pemenuhan kebutuhan mikronutrient
diberikan terus-menerus yaitu dari hari ke 1 hingga minggu ke 6, namun zat besi (Fe)
mulai diberikan pada minggu ke 2.
Vitamin A :
Bila terjadi radang atau ulkus pada mata maka diberikan obat tetes
kloramfenikol 1% dan atropin 1% serta mata ditutup dengan kassa + NaCl 0,9%.
Asam Folat :
o 5 mg : pada hari ke 1
o 1 mg : pada hari berikutnya
FeSO4 :
Diberikan 3 mg/kgBB/hari, pada minggu ke 2.
Mikronutrient lainnya sudah terdapat pada mineral mix.
Tatalaksana Untuk Anemia :
- Pada kwashiorkor : terjadi redistribusi cairan sehingga kadar Hb turun
namun tidak perlu diberikan transfusi.
- Pada marasmus : bila Hb < 6 g/dL maka perlu diberikan transfusi whole
blood yaitu 10 mL/kgBB untuk 3 jam.
Tatalaksana Untuk Lesi Kulit :
- Kompres dengan larutan kalium permanganat selama 10 menit/hari dan
berikan krim zinc serta krim nistatin.
Tatalaksana Untuk Diare :
- Cek feses kemudian terapi antibiotik sesuai mikroorganisme patogen.
Tatalaksana Untuk TB :
- Tes Mantoux, foto thorax kemudian terapi dengan OAT pada anak.
Infeksi
Pada kasus malnutrisi, anggap mengalami infeksi. Maka diberika antibiotik
spektrum luas.
- Kotrimoksazol oral selama 5 hari, diberikan bila tidak hipoglikemia dan tidak
hipotermia.
- Ampisilin intravena selama 2 hari, lanjutkan ampisilin oral selama 5 hari
ditambah gentamisin intravena selama 7 hari. Bila hipoglikemia dan
hipotermia menunjukkan adanya infeksi berat.
- Mebendazol oral 100 mg/x 2 kali sehari selama 3 hari atau dosis tunggal 500
mg diberikan pada minggu ke 2 meskipun belum terbukti pada pemeriksaan
penunjang.
Penilaian Kemajuan
- Kalau sudah mendapatkan F-100
- Ukur berat badan pagi hari sebelum anak makan, diukur tiap 3 hari
- Dikatakan baik bila kenaikan berat badan > 10 gram/kgBB/hari
Tindak Lanjut
Anak dikatakan sembuh dari gizi buruk bila BB/TB > - 2 SD, edema
menghilang, berat badan naik dan nafsu makan membaik. Bila memenuhi kriteria
tersebut makan anak diperbolehkan untuk pulang (tidak rawat inap lagi). Kemudian
orang tua dari anak tersebut perlu diedukasi untuk memberikan perhatian/kasih
sayang kepada anak, pola makan anak minimal 5 kali sehari, kontrol rutin ke
puskesmas untuk cek berat badan, tinggi badan, untuk imunisasi dan pemberian
suplemen tambahan.
IV. Rumah Sehat
Permukiman sehat dirumuskan sebagai suatu tempat untuk tinggal secara
permanen. Berfungsi sebagai tempat untuk bermukim, beristirahat, berekreasi
(bersantai) dan sebagai tempat berlindung dari pengaruh lingkungan yang memenuhi
persyaratan fisiologis, psikologis, dan bebas dari penularan penyakit.
Rumusan yang dikeluarkan oleh American Public Health Association
(APHA), syarat rumah sehat harus memenuhi kriteria sebagai berikut
Memenuhi kebutuhan fisiologis. Antara lain, pencahayaan, penghawaan dan
ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
Memenuhi kebutuhan psikologis. Antara lain, privacy yang cukup,
komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah.
Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antarpenghuni rumah,
yaitu dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan air limbah rumah
tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang berlebihan,
cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari
pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan, baik yang timbul
karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis
sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar,
dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
829/Menkes/SK/VII/1999
Ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal adalah sebagai berikut:
a. Bahan bahan bangunan
Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat yang dapat membahayakan
kesehatan, antara lain:
Debu total kurang dari 150 mg per meter persegi;
Asbestos kurang dari 0,5 serat per kubik, per 24 jam;
Timbal (Pb) kurang dari 300 mg per kg bahan;
Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme patogen.
b. Komponen dan penataan ruangan
Lantai kedap air dan mudah dibersihkan;
Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap air
dan mudah dibersihkan;
Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan;
Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir;
Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya;
Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap
c. Pencahayaan
Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi
seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan
mata.
d. Kualitas udara
Suhu udara nyaman, antara 18 – 30 oC;
Kelembaban udara, antara 40 – 70 %;
Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm per 24 jam;
Pertukaran udara 5 kali 3 per menit untuk setiap penghuni;
Gas CO kurang dari 100 ppm per 8 jam;
Gas formaldehid kurang dari 120 mg per meter kubik.
e. Ventilasi
Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.
f. Vektor penyakit
Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.
g. Penyediaan air
Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter per
orang setiap hari;
Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air
minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun 2002.
h. Pembuangan Limbah
Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak
menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah;
Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak
mencemari permukaan tanah dan air tanah.
i. Kepadatan hunian
Luas kamar tidur minimal 8 meter persegi, dan dianjurkan tidak untuk lebih
dari 2 orang tidur.
Menurut Ditjen Cipta Karya, 1997
Komponen yang harus dimiliki rumah sehat adalah:
Pondasi yang kuat guna meneruskan beban bangunan ke tanah dasar, memberi
kestabilan bangunan, dan merupakan konstruksi penghubung antara bagunan dengan
tanah;
Lantai kedap air dan tidak lembab, tinggi minimum 10 cm dari pekarangan dan 25 cm
dari badan jalan, bahan kedap air, untuk rumah panggung dapat terbuat dari papan
atau anyaman bambu;
Memiliki jendela dan pintu yang berfungsi sebagai ventilasi dan masuknya sinar
matahari dengan luas minimum 10% luas lantai;
Dinding rumah kedap air yang berfungsi untuk mendukung atau menyangga atap,
menahan angin dan air hujan, melindungi dari panas dan debu dari luar, serta menjaga
kerahasiaan (privacy) penghuninya;
Langit-langit untuk menahan dan menyerap panas terik matahari, minimum 2,4 m
dari lantai, bisa dari bahan papan, anyaman bambu, tripleks atau gipsum;
Atap rumah yang berfungsi sebagai penahan panas sinar matahari serta melindungi
masuknya debu, angin dan air hujan.
Perlunya Pencahayaan dan Pertukaran Udara Dalam Rumah
1. Pencahayaan
a. Pencahayaan Alami
Pencahayaan alami diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke dalam
ruangan melalui jendela, celah-celah dan bagian-bagian bangunan yang terbuka.
Cahaya matahari berguna untuk penerangan dan juga dapat mengurangi kelembaban
ruang, mengusir nyamuk, membunuh kuman penyakit tertentu seperti TBC,
influenza, penyakit mata dan lain-lain.
Kebutuhan standar minimum cahaya alam yang memenuhi syarat kesehatan untuk
berbagai keperluan menurut WHO dimana salah satunya adalah untuk kamar
keluarga dan tidur dalam rumah adalah 60 – 120 Lux.
Guna memperoleh jumlah cahaya matahari pada pagi hari secara optimal sebaiknya
jendela kamar tidur menghadap ke timur dan luas jendela yang baik minimal
mempunyai luas 10-20% dari luas lantai.
b. Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan yang baik dan memenuhi standar dapat dipengaruhi oleh:
Cara pemasangan sumber cahaya pada dinding atau langit- langit
Konstruksi sumber cahaya dalam ornamen yang dipergunakan
Luas dan bentuk ruangan
Penyebaran sinar dari sumber cahaya
2. Ventilasi (Pertukaran Udara)
Ventilasi digunakan untuk pergantian udara. Udara perlu diganti agar mendapat
kesegaran badan. Selain itu agar kuman-kuman penyakit dalam udara, seperti bakteri
dan virus, dapat keluar dari ruangan, sehingga tidak menjadi penyakit. Orang-orang
yang batuk dan bersin-bersin mengeluarkan udara yang penuh dengan kuman-kuman
penyakit, yang dapat menginfeksi udara di sekelilingnya. Penyakit-penyakit menular
yang penularannya dengan perantara udara, antara lain TBC, bronchitis, pneumonia,
dan lain-lain.
Hawa segar diperlukan dalam rumah guna mengganti udara ruangan yang sudah
terpakai. Udara segar diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara
dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar 220C – 300C sudah cukup segar. Guna
memperoleh kenyamanan udara seperti dimaksud di atas diperlukan adanya ventilasi
yang baik.
Membuat sistem ventilasi harus dipikirkan masak-masak, jangan sampai orang-orang
yang ada di dalam rumah menjadi kedinginan dan sakit. Pembuatan lubang-lubang
ventilasi dan jendela harus serasi dengan luas kamar dan sesuai dengan iklim di
tempat itu. Di daerah yang berhawa dingin dan banyak angin. Jangan membuat
lubang-lubang ventilasi yang lebar. Cukup yang kecil-kecil saja.Tetapi di daerah yang
berhawa panas dan tidak banyak angin, lubang ventilasi dapat dibuat agak lebih
besar.
Ventilasi yang baik dalam ruangan harus mempunyai syarat lainnya, di antaranya:
Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan. Sedangkan luas
lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimum 5%. Jumlah keduanya
menjadi 10% dikali luas lantai ruangan. Ukuran luas ini diatur sedemikian rupa
sehingga udara yang masuk tidak terlalu deras dan tidak terlalu sedikit.
Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari oleh asap dari sampah atau dari
pabrik, dari knalpot kendaraan, debu dan lain-lain.
Aliran udara diusahakan ventilasi silang dengan menempatkan lubang hawa
berhadapan antara 2 dinding ruangan. Aliran udara ini jangan sampai terhalang oleh
barang-barang besar misalnya almari, dinding sekat dan lain-lain.
IV. Bagaimana Tingkat Kelembaban Dapat Mempengaruhi Kesehatan Kita?
IV.1. Pengertian Kelembaban
Kelembaban mengacu pada jumlah partikel air (dengan kata lain, uap air)
yang ada di udara. Udara memiliki kapasitas tertentu untuk menahan partikel-partikel
air yang sering bervariasi dengan suhu sekitarnya. Saat cuaca berawan, musim panas
atau hujan, akan ada kelembaban yang tinggi di udara. Anda juga mungkin merasa
berkeringat dan lebih panas daripada biasanya, sebagai uap air di udara telah
mencapai tingkat kejenuhan. Demikian pula, ketika suhu turun selama musim dingin,
udara menjadi kering. Tingkat kelembaban rendah juga dapat terjadi di tempat-tempat
yang sangat panas dimana tidak ada hujan selama berbulan-bulan.
Pengaruh Tingkat Kelembaban Tinggi
Jika tingkat kelembaban relatif yang tinggi baik karena kondisi eksternal,
seperti suhu udara terbuka atau faktor manusia, udara akan membawa lebih banyak
uap air yang dapat mengakibatkan kondisi seperti embun pada permukaan yang
dingin, menyebabkan kelembaban di sekitar kita.
Sebagai kumpulan air yang terbentuk pada dinding, jendela dan pintu, permukaan ini
mengundang berkembang-biaknya jamur dan lumut yang menjadi sumber berbagai
masalah kesehatan kita.
Jamur, bersama dengan tungau dan debu sering menyebabkan masalah pernapasan
seperti asma, alergi dan batuk. Mikroorganisme tersebut juga dapat tumbuh di
pakaian dalam kondisi basah.
Seperti udara sekitarnya yang kaya dengan uap air, tubuh anda mungkin keringat
mengucur deras dan anda mungkin mengalami kegerahan bahkan selama cuaca
berawan.
Kelembaban juga dapat menyebabkan dinding kertas atau lukisan menjadi lepek, atau
bahkan menyebabkan dinding plester yang baru dikerjakan mengalami retak.
Tingkat kelembaban tinggi di rumah kita dapat menyebabkan pintu kayu atau jendela
memuai atau melebar sehingga tidak sesuai dengan ukuran kusen.
BAB III
BERKAS/DATA KELUARGA Tn. AR
I. Identitas Keluarga
a. Nama Kepala Keluarga : Tn. AR
b. Alamat Rumah : Kp. Bojong RT.4 RW.28 No.77 Sukamaju
c. Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah :
No Nama
Kedudukan
dalam
keluarga
L/P Umur Pendidikan Pekerjaan
1 Tn. AR
Kepala
Keluarga
(KK)
L 44 tahunTamat
SMA
Buruh
Bangunan
2 Ny. A Istri KK P 37 tahunTamat
SMA
Ibu
Rumah
Tangga
3 An. RfAnak
pertamaL 17 tahun
Pelajar
Program
Paket C
4 An. C Anak ke-2 P 10 tahun Pelajar
5 An. Tr Anak ke-3 P 8 tahun Pelajar
6 An. Rh Anak ke-4 L 2 tahun
d. Bentuk keluarga : Keluarga inti
e. Siklus kehidupan keluarga :
1. Keluarga dengan balita. Tn. AR mempunyai anak laki-laki berusia
2 tahun.
2. Keluarga dengan anak usia sekolah. Tn. AR mempunyai anak
dengan rentang usia 6-11 tahun, yaitu An. C berusia 10 tahun yang
merupakan anak ke-2 dan An. Tr berusia 8 tahun yang merupakan
anak ke-3.
3. Keluarga dengan remaja. Tn. AR mempunyai anak dengan rentang
usia 12-18 tahun, yaitu An. Rf berusia 17 tahun yang merupakan
anak pertama.
f. Deskripsi identitas keluarga :
Keluarga adalah keluarga inti yang terdiri dari 6 orang dalam
satu rumah. Rumah yang mereka tinggali memiliki lebar hanya sekitar
3 meter karena merupakan setengah bagian dari rumah yang
seharusnya dan rumah tersebut juga belum jadi seperti dindingnya
belum di plester sehingga terlihat batanya, ruang tamu berfungsi juga
sebagai ruang keluarga dan ruang tidur dan pada ruangan tersebut
terdapat satu buah jendela dan satu pintu utama. Luas rumah, ruangan
dan ventilasi yang kurang sesuai dengan jumlah anggota keluarga
memudahkan timbulnya keluhan kesehatan seperti mudahnya
penularan penyakit infeksi.
Pendidikan formal kepala keluarga (KK) dan istri KK hanya
sampai SMA. Kepala keluarga yaitu Tn. AR bekerja sebagai buruh
bangunan yang lokasi kerja dan pendapatannya tidak menentu. Istri
KK yaitu Ny. A dahulu pernah bekerja namun semenjak hadirnya anak
ke-4 memutuskan untuk tidak bekerja lagi dan sekarang sebagai Ibu
Rumah Tangga. Pencari nafkah dalam keluarga tersebut yaitu hanya
sang kepala keluarga. Karena kurangnya biaya, saat ini anak pertama
Tn. AR belajar dengan Program Paket C. Penghasilan yang tak
menentu merupakan kendala hidup sehat keluarga ini.
Keseharian Ny. A adalah merawat, menjaga dan mengasuh
anak-anaknya. Untuk pemenuhan kebutuhan makanan sehari-hari, Ny.
A sering membeli makanan di warung makanan dan mengizinkan
anak-anaknya jajan. Pengelolaan kebutuhan nutrisi yang kurang baik
menjadi kendala pada keluarga ini.
An. Rf pelajar program paket C dan adiknya yaitu An. C dan
An. Tr juga pelajar di sekolah. Waktu luang An. Rf kadang
digunakannya untuk mengamen. Waktu luang An. C dan An. Tr
kadang digunakan untuk bermain dan menjaga sepupunya. An. Rh
juga sering bermain bersama kakak dan sepupunya. Sepupunya
tersebut diasuh oleh neneknya.
g. Genogram
II. Keadaan Rumah
a. Foto bangunan rumah keluarga Tn. AR
b. Jenis lantai : keramik/ubin
c. Jenis atap : seng
d. Jenis dinding : bata tanpa plester
e. Dapat membaca tulisan tanpa lampu pada siang hari : ya
f. perbandingan : < 20%
g. Deskripsi mengenai keadaan rumah :
1. Rumah Tn. AR memiliki 1 buah pintu utama yang berukuran panjang 2m
x lebar 1m dan 1 buah jendela dibagian samping pintu yang kira-kira
berukuran panjang 1m x lebar 40cm, pada bagian atas pintu dan atas
jendela terdapat ventilasi. Lantai yang digunakan pada rumah ini adalah
lantai keramik dan atap yang digunakan dirumah ini adalah asbes yang
tidak dilapisi plafon. Dinding pada rumah ini menggunakan bata yang
tidak dilapisi plester. Pintu rumah selalu terbuka pada siang hari sehingga
udara dan cahaya dapat masuk. Keadaan di sekitar rumah tidak bersih,
banyak lalat yang berterbangan dan karena pintu rumah selalu terbuka
maka lalat dapat masuk ke dalam rumah. Terdapat “empang” di samping
rumah Tn. AR dengan kondisi air yang kotor, tidak mengalir dan
menggenang. Jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya sangat padat.
2. Pada siang hari pencahayaan di dalam rumah tersebut masih baik sehingga
penulis dapat menuliskan laporan yang diperlukan.
3. Perbandingan antara luas jendela/lantai dalam ruang keluarga rumah
adalah kurang dari 20 persen.
III. Keadaan Keluarga
a. Perencanaan keluarga
1. Apakah pasangan orang tua di keluarga melakukan perencanaan dalam
berkeluarga? Tidak.
Pasangan Tn. AR dan Ny. A menikah pada tahun 1995 pada saat
Tn. AR berusia 25 tahun (kelahiran 1970) sementara Ny. A berusia 18
tahun (kelahiran 1977). Ny. A tidak menggunakan kontrasepsi hingga
setelah lahirnya anak ke-4 yaitu An. Rh, Ny. A disteril. Perbedaan usia
antar anak yang tidak sama menunjukkan bahwa pasangan tersebut tidak
mengatur jarak kelahiran anak-anaknya.
2. Pengambilan keputusan perencanaan keluarga adalah : suami
3. Apakah menggunakan kontrasepsi KB? Ny. A tidak menggunakan
kontrasepsi hingga setelah lahirnya anak ke-4 yaitu An. Rh, Ny. A disteril.
b. Hubungan anggota keluarga
Gambaran hubungan tiap anggota keluarga (family map) :
1. Frekuensi berkumpulnya anggota keluarga : setiap hari
2. Keputusan dalam keluarga berdasarkan : perintah ayah
c. Deskripsi mengenai keadaan keluarga
Tn. AR bekerja sejak pagi sekitar pukul 7 pagi dan pulang sekitar
pukul 5 sore. Meskipun begitu sang ayah pada siang harinya sekitar pukul 12
siang masih menyempatkan waktunya untuk menjemput anaknya pulang
sekolah dan kemudian berangkat bekerja kembali dengan berjalan kaki.
Ny. A seorang Ibu Rumah Tangga yang setiap harinya merawat anak-
anaknya dan menyiapkan kebutuhan seluruh anggota keluarganya termasuk
penyediakan kebutuhan nutrisi. Namun untuk menu makanan sehari-hari, Ny.
A sering membeli makanan di warung makanan, serta mengizinkan anak-
anaknya jajan.
Anak pertama yaitu An. Rf seorang pelajar program paket C yang
berlangsung pada hari Sabtu dan Minggu. Waktu luang An. Rf pada hari
Senin hingga Jum’at kadang mengamen dan hasilnya diberikan kepada orang
tuanya.
Anak kedua dan ketiga yaitu An. C dan An. Tr juga pelajar di sekolah.
Waktu luangnya juga kadang digunakan untuk menjaga sekaligus bermain
dengan sepupu-sepupunya bersama neneknya yang tinggalnya tidak jauh dari
rumah.
Anak keempat yaitu An. Rh adalah balita berusia 2 tahun 4 bulan. An.
Rh setiap harinya dirawat, dijaga dan diasuh oleh ibunya yaitu Ny. A. An. Rh
juga suka bermain termasuk bermain dengan sepupunya yang berusia 1,5
tahun.
IV. Pemenuhan Kebutuhan Keluarga
a. Kebutuhan ekonomi : dapat terpenuhi hingga kebutuhan sekunder
b. Kebutuhan pendidikan :
Tn. AR dan Ny. A menempuh pendidikan hingga SMA.
Sedangkan ketiga anaknya sekolah dengan tingkatan yang sesuai dengan
usianya.
c. Kebutuhan spiritual : kegiatan ibadah terserah masing-masing anggota
keluarga
d. Kebutuhan kesehatan : datang ke pelayanan kesehatan / dokter tertentu
untuk kuratif saja
e. Deskripsi mengenai pemenuhan kebutuhan keluarga :
Tn. AR mampu memenuhi kebutuhan ekonominya hingga tahap
kebutuhan sekunder. Di dalam rumah Tn. AR terdapat satu buah televisi
(TV) dan mempunyai telepon genggam untuk komunikasi. Pendidikan
terakhir Tn. AR dan istrinya hanya sampai jenjang SMA. Dikarenakan
tidak ada biaya, anak pertama mengikuti program paket C sedangkan anak
kedua dan ketiga pelajar di sekolah. Keluarga Tn. AR seluruhnya
menganut agama Islam. Mereka sholat 5 waktu tetapi tidak ada kegiatan
khusus di keluarga dalam beribadah. Keluarga Tn. AR hanya berobat
ketika sakit. Ketika berobat keluarga Tn. AR memakai asuransi kesehatan
yang mereka miliki yaitu JAMKESMAS dan untuk anak keempatnya
yaitu An. Rh menggunakan JAMKESDA.
V. Gaya Hidup Keluarga
a. Kebiasaan makan dalam keluarga
a.1. Sumber makanan : makanan masak sendiri dan makanan jadi
a.2. Jenis makanan : lebih banyak sumber energi
b. Kebiasaan berolahraga : tidak ada yang berolahraga
c. Kebiasaan minum alkohol : tidak
d. Kebiasaan merokok : Tn. AR mempunyai kebiasaan merokok
e. Deskripsi mengenai gaya hidup keluarga :
Keluarga Tn. AR biasa makan di rumah dengan makanan yang
biasa dihidangkan seperti sayur, tempe dan tahu. Namun keluarga Tn. AR
sering jajan di luar misalnya makan mie dan jajanan lainnya. Keluarga Tn.
AR tidak ada yang melakukan kegiatan khusus berolahraga. Mereka
menganggap jalan kaki dari rumah sampai jalan utama yang cukup jauh
sudah dapat dikatakan berolahraga. Keluarga Tn. AR tidak ada yang
mengkonsumsi alkohol. Tn. AR sendiri adalah seorang perokok.
VI. Lingkungan Hidup Keluarga
a. Lingkungan Perumahan Keluarga
Jenis tempat tinggal merupakan kawasan area pemukiman
permanen. Higienitas rumah tidak cukup baik karena banyak lalat di depan
rumahnya karena makanan yang berceceran serta ada hewan peliharaan
beberapa ekor ayam milik tetangga yang berkeliaran. Keamanan yang
kurang karena tidak ada batas yang pasti antara tetangga depan dan
samping, tidak terdapat pagar hanya kunci pintu. Halaman depan yang
sedikit gersang dan berdebu serta kondisi rumah yang tidak terdapat
plafon menyebabkan banyaknya terpapar debu.
b. Lingkungan Pekerjaan Anggota Keluarga
Tn. AR bekerja sebagai kuli bangunan sedangkan istrinya sebagai
Ibu Rumah Tangga. Pekerjaan Tn. AR ini tidak menetap sesuai proyek
yang didapatkan. Kuli bangunan mempunyai resiko terjadi kecelakaan
kerja terkena bahan bangunan atau jatuh dari ketinggian dan beresiko
terpapar debu dan bising akibat alat-alat kontruksi.
c. Lingkungan Sosial Keluarga
Istri Tn. AR aktif dalam pertemuan ibu-ibu pengajian di masjid
dekat rumah yang diadakan seminggu sekali. Interaksi dengan tetangga
sangat baik dan cukup dekat. Istri Tn. AR takut akan tidak tercukupinya
paparan kebutuhan hidup keluarga.
VII. Masalah Kesehatan yang Ada Dalam Keluarga
1. An. Rh berusia dua tahun (anak ke-4 dari Tn. AR dan Ny. A) pernah
menderita penyakit TB paru namun sudah dirawat selama satu bulan di RSUD
terdekat dan rutin mengonsumsi obat anti TB selama 6 bulan. Pada awalnya
penyakit TB terdeteksi karena status gizi pada anak tersebut menurun dan
tidak ada perbaikan. Setelah penyakit TB-nya diobati, status gizi anak tersebut
membaik. Riwayat penyakit keluarga yaitu kakak dari neneknya dan adik dari
ibunya sedang menderita TB Paru.
BAB IV
PEMBAHASAN
I. DIAGNOSTIK HOLISTIK
Aspek Personal
1. Pasien (An. Rh) datang berobat ke dokter di Puskesmas Sukmajaya bersama
dengan ibunya. Sang ibu mengeluh bahwa berat badan anaknya tak kunjung
bertambah.
2. Sang ibu khawatir dengan pertumbuhan dan perkembangan anaknya karena
berat badan anaknya tak kunjung bertambah.
3. Harapan sang ibu yaitu berat badan anaknya bertambah dan mencapai normal
(status gizi anaknya normal).
Aspek Klinis
An. Rh, laki-laki, 2 tahun 4 bulan
Anamnesis
Sekitar bulan Mei-Juni 2014 An. Rh dirawat di rumah sakit dengan diagnosis
tuberkulosis (TB) primer.
1. Keluhan Utama (pada saat itu)
Berat badan An. Rh tidak kunjung bertambah
2. Keluhan Tambahan
Demam lebih dari 2 minggu
Sering batuk, batuk lebih dari 2 minggu
Pada malam hari sering berkeringat
3. Riwayat Kelahiran
An. Rh lahir secara caesar. Ny. A mengatakan apa yang dikatakan oleh
dokter bahwa pada saat kelahiran An. Rh terlihat biru dan menelan air
ketuban. Kemungkinan mengalami KPD (Ketuban Pecah Dini).
4. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar pada An. Rh tidak lengkap.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Pernah kontak dengan pasien TB dewasa, yaitu kakak dari neneknya
karena sempat tinggal serumah.
Kakak dari An. Rh, yaitu An. Tr batuk berdahak berwarna kuning. Namun
sudah diperiksa ke dokter dan diberi obat batuk menunjukkan keluhan
membaik.
Terapi dari Dokter
Rawat inap selama 1 bulan
Pengobatan Obat Anti TB (OAT) selama 6 bulan
Penatalaksanaan gizi buruk
Follow-up
Dikatakan sembuh dari TB oleh dokter
Namun kondisi gizinya masih kurang. Pemberian makanan formula
WHO (F-75/F-100) tidak diteruskan oleh ibunya karena pasien sering
memuntahkannya.
Pengukuran Antropometri tgl 15 Desember 2014
An. Rh
Berat Badan (BB) : 8 kg
Tinggi Badan (TB) : 75 cm
Lingkar Lengan Atas (LiLA) : 13,5 cm
Lingkar Kepala : 45,5 cm
Interpretasi kurva WHO Z-SCORE
TB/U : < -3 (sangat pendek)
BB/U : < -3 (gizi buruk)
BB/TB : < -2 (kurus)
Riwayat Penyakit Lain An. Rh
Sekitar bulan November 2014, An. Rh mengalami diare dan muntah-muntah
namun telah berobat ke dokter dan diberi oralit serta antibiotik kloramfenikol.
Saat ini diare pasien sudah sembuh.
Data Klinis ke-2 (diperoleh pada tanggal 5 Januari 2015)
An. Rh
Anamnesis
Tanggal 2 Januari An. Rh dibawa berobat ke Puskesmas Sukmajaya oleh ibunya
dengan keluhan sebagai berikut:
1. Keluhan Utama dan Riwayat Penyakit Sekarang (pada saat itu)
Demam dan batuk
Demam kurang dari 2 minggu
Batuk kurang dari 2 minggu
2. Keluhan Tambahan
Tidak berkeringat pada malam hari
Disertai keluar lendir dari hidung
Sesak bila cuaca dingin
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Saat ini sepupu An. Rh bernama An. Sf berusia 5 tahun diduga
menderita TB primer oleh bidan yang memeriksanya.
Tante dari An. Rh yang tidak tinggal serumah diduga terkena TB
Relaps karena keluhan batuk berdahak lebih dari 2 minggu disertai
sesak, demam dan berkeringat pada malam hari. Dulu sewaktu SMK,
tante dari An. Rh tersebut pernah dirawat di rumah sakit karena TB
Paru dan dilakukan pengobatan selama 9 bulan dengan OAT.
Terapi dari Dokter
Diberikan obat untuk keluhannya
Setelah berobat keluhan membaik
Follow-up
Menurut dokter puskesmas yang memeriksa An. Rh, saat ini An. Rh tidak
terkena TB.
Pengukuran Antropometri tgl. 5 Januari 2015
An. Rh
BB : 11kg
TB : 75 cm
Interpretasi kurva WHO Z-SCORE
BB/U : 0 s/d -2 SD (gizi baik)
BB/TB : 1 s/d 2 (normal)
An. Sf, perempuan, 5 tahun, sepupu An. Rh
Anamnesis
1. Keluhan
Demam lebih dari 2 minggu
Sering batuk, batuk lebih dari 2 minggu
Pada malam hari sering berkeringat
Tidak nafsu makan
Anak tampak lemas
2. Riwayat Kelahiran
Normal, tidak ada kelainan.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Pernah kontak dengan pasien TB dewasa yaitu tante dari An. Sf yang juga
diduga sebagai sumber penyakit TB yang diderita oleh An. Rh
sebelumnya.
Pengukuran Antropometri tgl. 15 Desember 2014
An. Sf
BB : 11 kg
TB : 94 cm
Interpretasi Z-Score
BB/U : - 3 s/d < -2 SD (gizi kurang)
Follow-up
Berobat ke bidan terdekat dan diduga menderita TB Primer namun belum
dilakukan uji tuberkulin dan mantoux.
Ny. R, 62 tahun, ibu kandung dari Ny. A.
Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. R menderita hipertensi, pada kunjungan kedua (15 Desember 2014)
tekanan darah Ny. R 170/100 mmHg termasuk hipertensi grade 2. Kalau diastol
sudah mencapai 120 mmHg, Ny. R akan merasakan kepalanya pusing.
Riwayat Pengobatan
Persediaan obat kadang ada kadang tidak. Obat kadang beli sendiri di apotek
dengan menyocokkan saja obat antihipertensi yang biasa diminumnya. Obatnya yaitu
kaptopril dan paracetamol. Ny. R sering kontrol tekanan darah di rumah ketua RW
atau posyandu, namun saat kontrol tidak mendapatkan obat. Kepatuhan Ny. R minum
obat kurang. Kalau obat tidak ada maka Ny. R tidak minum obat. Kalau Ny. R sudah
merasakan pusing, sementara obat tidak ada, maka baru beli obatnya.
Riwayat Pribadi & Sosial
Kemungkinan besar salah satu sebab Ny. R mengidap hipertensi adalah stres
psikis. Ny. R memikirkan keluarga anak-anaknya. Ia kesal dengan Ny. A, sudah
susah payah membiayai sekolah hingga SMEA tapi sekarang tidak bekerja. Ny. R
juga kasihan pada cucu-cucunya, belum lagi membantu mengasuh cucu-cucunya
setiap hari. Ny. R juga kesal dengan besannya, katanya jarang menjenguk karena
alasan kaki sakit dan sebagainya, sementara menurut Ny. R, besannya sehat-sehat
saja. Besan Ny. R keduanya merupakan pensiunan.
Ny. R memiliki kebiasaan minum kopi namun jarang mengonsumsi makanan
berkadar garam tinggi.
Aspek Faktor Risiko Intrinsik
Dari segi usia, pasien An. Rh adalah balita berusia 2 tahun 4 bulan yang
termasuk kelompok risiko tinggi. Pada balita, sistem imunitas tubuh
belum sempurna sehingga rentan terkena penyakit terutama penyakit
infeksi dan juga kebutuhan gizi yang tinggi untuk tumbuh kembangnya
sehingga rentan mengalami kekurangan gizi.
Kebiasaan makan dalam keluarga pasien, yaitu:
a. Sumber makanan
Makanan masak sendiri (ibu pasien mengolah dan memasak
bahan makanan sendiri) dan makanan jadi (makanan siap saji yang
dibeli di warung makanan). Ibu pasien mengaku lebih sering beli
makanan siap saji yang dibeli di warung makanan.
b. Jenis makanan
Jenis makanan yang biasanya dihidangkan oleh ibu pasien
untuk keluarganya adalah sayur, tahu dan tempe.
Ibu pasien memberitahukan bahwa pasien termasuk anak yang
memiliki nafsu makan yang kurang. Pasien juga memiliki kebiasaan
jajan. Jenis jajanannya seperti mie gelas. Mie termasuk makanan yang
tinggi kalori namun kurang bergizi. Setelah menghabisi jajanannya,
pasien tidak makan lagi.
Pola asuh anak
Pasien masih menerima ASI dari ibunya dan minum susu formula
yaitu SGM. Pasien An. Rh pernah di-“sapih” beberapa kali, namun belum
berhasil. Jadwal pasien An. Rh minum susu pun tidak teratur, karena nafsu
makannya yang kurang.
Salah satu kebiasaan waktu tidurnya pasien yaitu pukul 11
siang.Saat An. Rh bermain bersama sepupunya yang berusia 1,5 tahun,
kalau An. Rh dipukul oleh sepupunya, An. Rh tidak membalasnya dan
hanya berteriak memanggil ibunya. Namun kalau pukulan tersebut
menimbulkan rasa sakit atau luka, An. Rh akan memberitahukannya
kepada ibunya.
Aspek Faktor Risiko Eksternal
Pasien An. Rh tinggal bersama kedua orang tuanya dan ketiga kakak
kandungnya dalam satu rumah.
Tempat tinggal pasien hanya memiliki lebar sekitar 3 meter dimana ruangan
setelah pintu masuk adalah ruangan yang berfungsi sebagai ruang tamu yang
sekaligus ruang tidur dan ruang keluarga. Di dalam ruangan tersebut terdapat 1
tempat tidur yang langsung beralaskan lantai juga terdapat TV dan karpet.
Kemungkinan besar para tamu yang datang duduk beralaskan karpet di ruangan
tersebut. Di luar rumah terdapat meja dan kursi plastik yang kemungkinan besar
untuk bersantai di luar rumah dan menjamu tamu.
Rumah pasien memiliki 1 buah pintu utama yang berukuran 2 m x 1 m dan di
sampingnya terdapat 1 buah jendela berukuran 40 cm x 1 m. Pada bagian atas jendela
dan pintu terdapat ventilasi. Kondisi jendela rumah tersebut terlihat banyak sekali
debu dan tidak semua kaca di jendela tersebut terbuka. Namun pintu rumah dalam
keadaan terbuka lebar. Setelah ruangan tersebut, terdapat ruangan lain dibelakangnya
yang ukuran lebarnya sama, dibatasi oleh dinding dan celah sebagai pintu yang hanya
dibatasi oleh gorden. Dari kondisi tersebut, udara dapat keluar-masuk rumah dan
pencahayaan alami dapat masuk rumah namun kurang. Lantai rumah tinggal keluarga
pasien adalah lantai keramik, atapnya berupa asbes tanpa plafon, dan dinding
rumahnya berupa batu bata tanpa dilapisi plester/cat. Kurangnya celah untuk sirkulasi
udara dan masuknya cahaya alami serta banyaknya celah-celah kecil di antara batu
bata pada dinding rumah memungkinkan untuk berkembangbiaknya kuman.
Banyaknya debu di dalam rumah tersebut juga memungkinkan terjadinya penyakit
saluran pernapasan pada anggota keluarga.
Keadaan di sekitar rumah tidak bersih, banyak lalat yang beterbangan dan
karena pintu rumah selalu terbuka maka lalat dapat masuk ke dalam rumah. Terdapat
empang di samping rumah keluarga pasien dengan kondisi air yang kotor tidak
mengalir dan menggenang. Hal tersebut memungkinkan penularan penyakit melalui
vektor. Tetangga rumah pasien juga memiliki hewan peliharaan beberapa ekor ayam
yang dibiarkan berkeliaran bebas dan hal tersebut mengganggu lingkungan
kebersihan lingkungan sekitar. Kalau pintu rumah keluarga Tn. AR sedang terbuka,
ayam-ayam tersebut kadang masuk ke dalam rumah.
Jarak antar rumah sangat padat dan lingkungan rumah pasien termasuk dalam
kategori pemukiman padat penduduk. Kondisi ini memungkinkan untuk mudahnya
tertular suatu penyakit infeksi menular antar satu individu dengan tetangganya.
Pencari nafkah dalam keluarga pasien hanya ayah pasien. Sang ayah bekerja
sebagai buruh bangunan yang lokasi kerja dan pendapatannya tidak menentu. Dan
ayah pasien juga harus membiayai ketiga kakak pasien untuk sekolah. Penghasilan
yang tak menentu dan tanggungan ayah pasien untuk membiayai sekolah ketiga
kakak pasien bisa menjadi sebab kurangnya pemenuhan kebutuhan gizi untuk pasien.
Ayah pasien adalah seorang perokok. Namun ketika merokok, Ny. A
menyuruh suaminya merokok di luar rumah.
Dahulu Ny. A selaku ibu pasien An. Rh bekerja di sebuah perkantoran, namun
kehadiran An. Rh membuat Ny. A memutuskan untuk tidak bekerja lagi.
Kemungkinan untuk menambah pemasukan, Ny. A memutuskan untuk bekerja
sebagai pekerja rumah tangga dan An. Rh diasuh oleh neneknya. Namun An. Rh
sering sakit sehingga Ny. A kembali memutuskan untuk tidak bekerja lagi hingga
sekarang sebagai Ibu Rumah Tangga. Keputusan Ny. A tersebut adalah agar bisa
terus memberikan waktu sepenuhnya untuk menjaga dan merawat anak-anaknya
terutama An. Rh yang masih balita.
Ny. A termasuk ibu yang tidak terlalu memaksakan anaknya. Saat An. Rh
dalam penatalaksaan dengan pemberian makanan formula WHO (F-75/F-100), karena
sering dimuntahkan oleh pasien An. Rh akhirnya Ny. A tidak memberikannya lagi.
Kemungkinan karena Ny. A berpikir daripada An. Rh tidak makan sama sekali maka
An. Rh diizinkan jajan, tapi sayangnya jenis jajanan yang kurang bergizi seperti mie
diperbolehkan.
Kebiasaan jajan pada pasien, seringnya membeli makanan siap saji di warung
makanan untuk makan sehari-hari mengindikasikan bahwa kurang baiknya
pengelolaan kebutuhan nutrisi untuk pasien dan keluarga oleh ibu pasien.
Pasien termasuk anak yang aktif karena pasien juga sering main bersama
dengan teman-teman sebaya-nya di luar rumah.
Hubungan pasien An. Rh dengan kakak-kakaknya baik. Setiap kali sedang
berkumpul, An. Rh sering mengikuti aktivitas kakaknya. Misalnya, kakaknya makan,
maka An. Rh minta makan juga. Pada malam hari, jika kakaknya tidur, maka An. Rh
juga tidur.
Kakak pertama dari pasien An. Rh, yaitu An. Rf berusia 17 tahun, saat ini
menjalani pendidikan program paket C pada hari sabtu dan minggu. Hari senin
hingga jumat An. Rf kadang menjadi pengamen dan hasilnya diberikan kepada orang
tuanya.
Anggota keluarga Tn. AR saling membantu satu sama lain. Contohnya bila
kakak dari pasien An. Rh ada waktu luang digunakan untuk membantu menjaga dan
mengasuh sepupu An. Rh yang masih balita juga berusia 1,5 tahun yang tempat
tinggalnya tak jauh dari rumah pasien.
Keluarga pasien juga datang ke pelayanan kesehatan/dokter saat sakit saja
(untuk kebutuhan kuratif saja). Pasien An. Rh rajin dibawa ke Posyandu dan memiliki
Kartu Menuju Sehat (KMS) yang ditinggal di Posyandu. Di sekitar tempat tinggal
pasien terdapat tempat praktek bidan dalam jarak yang terbilang dekat, sedangkan
jarak dari tempat tinggal pasien ke Puskesmas Sukmajaya terbilang cukup jauh
dimana pasien harus berjalan kaki terlebih dahulu kemudian naik kendaraan umum
(angkot) untuk menuju Puskesmas. Dan jarak RSUD dari tempat tinggal pasien lebih
jauh lagi dari Puskesmas Sukmajaya.
Anggota keluarga Tn. AR mempunyai kartu JAMKESMAS namun belum
diganti ke BPJS Kesehatan. Kecuali An. Rh mempunyai kartu JAMKESDA dan
belum diganti juga ke BPJS Kesehatan. Untuk biaya pengobatan, keluarga Tn. AR
menggunakan asuransi kesehatan yang sudah mereka miliki.
Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial
Kemampuan melakukan aktifitas fisik keluarga pasien yaitu dapat melakukan
aktifitas fisik dengan baik tanpa kesulitan.
II. Diagram Mandala of Health
KOMUNITAS
Permukiman padat dengan sanitasi kurang baik.
FAMILY
PASIEN
An. Rh 2 tahun, berat badan tidak kunjung naik dan tidak ada perbaikan dalam status gizi.
Demam lebih dari 2 minggu, sering batuk, batuk lebih dari 2 minggu. Pada malam hari sering berkeringat.
Pemeriksaan antropometri BB/U < -3 : gizi buruk.
GAYA HIDUP
Prioritas utama : pemenuhan kebutuhan primer.
PERILAKU KESEHATAN
- Usia 2 tahun masih minum ASI
- Makanan sering beli di luar, makanan utamanya tinggi karbohidrat rendah protein
- Higiene lingkungan kurang
- Berobat jika hanya
PELAYANAN KESEHATAN
Jarak rumah ke puskesmas tidak terlalu jauh.
FAKTOR BIOLOGI
- Empat bersaudara tinggal bersama satu rumah
- Pernah kontak dengan pasien TB Paru, yaitu kakak neneknya.
- Saat ini, sepupu dan tantenya sedang mengidap TB Paru
LINGKUNGAN FISIK
Ventilasi rumah kurang, jendela penuh dengan debu dan luas rumah kecil dibandingkan dengan jumlah penghuninya.
LINGKUNGAN PSIKO-SOSIO-EKONOMI
- Pendapatan keluarga rendah
- Kehidupan sosial dengan lingkungan dalam kondisi baik
LINGKUNGAN KERJA
Tidak ada.
KOMUNITASPermukiman padat dengan sanitasi kurang baik.
III. Identifikasi Fungsi Keluarga
1. Fungsi Keagamaan
Keluarga Tn. AR beragama Islam dan menjalankan ibadah sesuai
dengan agamanya, seperti sholat 5 waktu.
2. Fungsi Budaya
Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, dapat dilihat dari sikap
keluarga yang menghargai adat istiadat.
3. Fungsi Cinta Kasih
Hubungan antar anggota keluarga terjalin dengan baik dan saling
tolong-menolong.
4. Fungsi Melindungi
Terpenuhinya rasa aman dan kehangatan pada keluarga Tn. AR dan
Ny. A terlihat dari saling percaya dan komunikasi yang terjalin dengan baik di
keluarga.
5. Fungsi Reproduksi
Tn. AR dan Ny. A memiliki empat anak. Usia anak yang paling tua
adalah 17 tahun dan usia anak yang paling muda adalah 2 tahun. Selisih usia
antar anak berbeda dan tak teratur. Setelah melahirkan anak ke-4 secara
caesar, Ny. A memutuskan untuk disteril. Sebelum melahirkan anak keempat,
Ny. A tidak menggunakan alat kontrasepsi bentuk apapun.
6. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan
Anak ketiga pertama dari keluarga Tn. AR adalah pelajar. Anak
pertama menjalani pendidikan program paket C pada hari sabtu dan minggu.
Sedangkan anak ke-2 dan ke-3 menjalani pendidikan di sekolah.
7. Fungsi Ekonomi
Pencari nafkah dalam keluarga Tn. AR adalah Tn. AR sendiri. Namun
anak pertamanya kadang mengamen dan uangnya diberikan kepada orang
tuanya.
8. Fungsi Psikologis
Ny. R adalah seorang nenek yang sehari-harinya mengasuh cucu-
cucunya. Ny. R memikirkan banyak hal yang terjadi pada keluarga anak-
anaknya dan kondisi cucu-cucunya. Ny. R juga mudah menceritakan hal-hal
termasuk hal yang tidak disukainya yang berkaitan dengan anaknya kepada
orang lain di depan anaknya dan hal tersebut bisa mempengaruhi psikis
anaknya, yaitu Ny. A.
9. Fungsi Biologis
- An. Rh beberapa waktu yang lalu menderita penyakit TB primer dan gizi
buruk.
- Sepupu dari An. Rh, yaitu An. Sf juga suspek TB primer, namun belum
diperiksakan lebih lanjut ke RSUD terdekat.
- Ny. R menderita hipertensi grade 2.
10. Fungsi Sosial
Ny. A rajin mengikuti kegiatan sosial di lingkungan rumahnya seperti
pengajian dan arisan.
IV. PENIALAIAN FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI FISISOLOGIS DENGAN ALAT APGAR SCORE
Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR score
adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari sudut
pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan anggota keluarga
yang lain.
Terdapat tiga kategori penilaian yaitu: nilai rata-rata ≤ 5 kurang, 6-7 cukup
dan 8-10 adalah baik. Di mana score untuk masing-masing kategori adalah:
2 : sering/selalu
1 : kadang-kadang
0 : jarang/tidak sama sekali
APGAR score Ny. A
APGAR Ny. A Terhadap KeluargaSering
/selalu
Kadang
-kadang
Jarang/
Tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan
saya membagi waktu bersama-sama
Untuk Ny. A APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :
Adaptation : Dalam menghadapi masalah hidup, Ny. A sering memecahkannya
bersama suaminya.
Score : 2
Partnership : Ny. A tidak selalu meminta pendapat anggota keluarga yang lain jika
menghadapi sebuah masalah karena merasa dapat menyelesaikannya
sendiri.
Score : 1
Growth : Ny. A kadang berdiskusi bersama suaminya untuk menentukan
keputusan. Keluarga kadang menyetujui dan mendukungnya.
Score : 1
Affection : Antar anggota keluarga saling mendukung, memperhatikan, dan
menunjukkan kasih sayang antara satu dengan lainnya.
Score : 2
Resolve : Ny. A sering menghabiskan waktunya dengan keluarga di rumah
Score : 2
Total APGAR score Ny. A = 8 (fungsi keluarga dalam keadaan baik).
B. FUNGSI PATOLOGIS DENGAN ALAT SCREAM
Fungsi patologis dari keluarga Tn. AR dinilai dengan menggunakan alat
S.C.R.E.E.M sebagai berikut :
SUMBER PATOLOGIS KET
Social Terisolasi dari lingkungan diluar keluarga -
Culture Etnis minoritas -
Religious Dogma yang kaku/ritual-ritual -
Economic Kesulitan ekonomi dan rencana ekonomi yang kurang. +
Educational Keterbatasan untuk mengerti/memahami -
Medical Tidak memiliki jaminan pelayanan kesehatan/asuransi kesehatan.-
Kesimpulan:
Intrepretasi dan hitung jumlah yang positif, bila jumlah yang positif :
5-6 : tidak sehat
3-4 : kurang sehat
0-2 : sehat
Dalam keluarga pasien (Tn. AR dan Ny. A ) ditemukan hanya satu fungsi
patologis yaitu ekonomi, kesulitan ekonomi pada keluarga dikarenakan penghasilan
suami yang rendah dan pekerjaan yang tidak menentu.
V. TABEL PENILAIAN KEMAMPUAN MENGATASI MASALAH (KOPING
SCORE)
Dilakukan penilaian terhadap penguasaan masalah dan kemampuan
beradaptasi yang dapat dilihat pada Tabel Penilaian Kemampuan Mengatasi Masalah
(Koping Keluarga). Penilaian kemampuan mengatasi masalah secara keseluruhan dan
kemampuan adaptasi dengan skala:
5 : dapat diselesaikan sepenuhnya oleh pasien dan keluarganya.
4 : penyelesaian hampir seluruhnya oleh keluarga dengan sedikit petunjuk
dari orang lain / dokter / pelayanan kesehatan.
3 : ada keinginan untuk penyelesaian, terdapat sumber namun perlu
penggalian yang belum dimanfaatkan, hanya sedikit atas partisipasi
keluarga dan sebagian besar masih dilakukan provider.
2 : partisipasi keluarga hanya berupa keinginan saja karena tidak mampu,
tidak ada sumber, penyelesaian sepenuhnya dilakukan oleh orang lain /
dokter / pelayanan kesehatan.
1 : tidak ada partisipasi, menolak, tidak ada penyelesaian walaupun sarana
tersedia.
99 : tidak dapat dinilai.
MasalahSkor
AwalUpaya Penyelesaian
Resume Hasil Akhir
Perbaikan
Skor
Akhir
Fungsi Biologis
- An. Rh
menderita
gizi buruk
3 - Edukasi tentang gizi
buruk
- Edukasi tentang gizi
seimbang untuk usia 1-3
tahun termasuk jadwal
makan dan porsi
makanan
- Pemberian suplemen
Scott’s Emulsion
- Keluarga
mengetahui
dampak gizi
buruk
- Keluarga
mengubah pola
makan An. Rh
menjadi pola
makan gizi
seimbang
- Keluarga
melakukan
penyapihan
ASI dan An.
Rh sudah mau
minum susu
formula
- Nafsu makan
anak
5
meningkat
- Status gizi
anak
meningkat
yang tadinya
gizi buruk
menjadi gizi
normal
- An. Rh
pernah
menderita
TB primer
2 - Edukasi tentang
pencegahan TB
- Skrining penyakit TB
pada anggota keluarga
- Keluarga
mengetahui
bahwa flek
paru/TB itu
penyakit
menular
- Melakukan
pencegahan
seperti tidak
kontak dengan
sumber TB
atau memakai
masker
- Keluarga
melakukan
kontrol
kesehatan
kembali pada
anaknya
- Keluarga mau
melakukan
skrining TB
3
pada anggota
keluarga
- An. Sf
mengalami
gejala-gejala
penyakit TB
2 - Menyarankan kepada
pihak keluarga untuk
memeriksa kesehatan
An. Sf
- Keluarga
sudah
memeriksakan
ke klinik
terdekat
namun
dikarenakan
pemeriksaan
penunjang
tidak lengkap,
pemeriksaan
belum
dilakukan
secara lengkap
- Keluarga akan
memeriksakan
kembali An. Sf
ke RSUD
3
- Ny. R
menderita
hipertensi
1 - Edukasi untuk
mengurangi konsumsi
kopi dan tidak terlalu
memikirkan masalah
yang ada
- Ny. R mau
tidak minum
kopi namun
belum
sepenuhnya
- Ny. R mau
untuk berpikir
lebih tenang
agar tidak stres
2
Fungsi Ekonomi
dan Pemenuhan
Kebutuhan
- Pendapatan
keluarga
rendah
2 - Edukasi tentang cara
meningkatkan ekonomi
keluarga, seperti
melakukan pelatihan
menjahit, berdagang
depan rumah, ikut
kegiatan pkk, dll.
- Keluarga
berniat
mengontrakan
rumah yang
berada di
sebelah rumah
Tn. AR
3
Fungsi Psikologis
Kondisi psikologis
nenek R kurang
baik,dimana beliau
sering mengeluh dan
menangis perihal
kondisi ekonomi
keluarga anaknya
(keluarga Tn.AR
dan Ny.A)
2 - Edukasi agar lebih
bersabar dan jangan
banyak dipikirkan karena
faktor stress bisa memicu
terjadinya hipertensi
- Banyak berdoa dan lebih
mendekatkan kepada
Tuhan YME
- Berpikir positif dan
optimis
- Pada
kunjungan ke-
3 Nenek R
masih terlihat
sedih,mengelu
h perihal
kondisi
keluarganya,n
amun sedikit
ada perbaikan
menjadi lebih
tegar demi
cucu-cucunya
2
Faktor Perilaku
Kesehatan
Keluarga
- Anak sering
jajan
- Untuk
makan
sehari-sehari
sering beli
makanan
diluar
2 - Edukasi untuk
membatasi frekuensi
jajan, waktu jajan yang
baik dan jenis jajanan
yang sehat
- Edukasi ibu untuk
usahakan rajin masak
sendiri
- An. Rh sudah
tidak jajan
sembarangan
lagi seperti
tidak jajan mie
instan, ice
cream dung
dung, sirup
- An. Rh
sekarang lebih
sering
mengonsumsi
biskuit, roti
dan susu
- Ibu masih
membeli
makanan di
warung belum
masak sendiri
setiap harinya
3
Lingkungan
Rumah
- Ventilasi
rumah
kurang
2 - Edukasi untuk membuka
jendela pada siang hari
lebar-lebar (bila tidak
hujan)
Pintu dan jendela
dibuka pada siang hari
4
- Jendela
banyak debu
2 - Edukasi untuk
membersikan jendela
Jendela sudah bersih
dan tidak kotor lagi
dengan debu
4
JUMLAH
Skor awal : 16
Rata-rata skor awal : 2
Skor akhir : 28
Rata-rata skor akhir : 3,5
Kesan dari kemampuan penyelesaian masalah awal dalam keluarga adalah 2
yaitu keluarga kurang mampu menyelesaikan masalahnya dan masih memerlukan
petunjuk penyelesaian masalah dari orang lain/dokter/provider kesehatan. Pada akhir
studi dilakukan penilaian kembali kemampuan keluarga menyelesaikan masalahnya.
Nilai akhir koping keluarga yang didapat adalah 3,5, dimana keluarga mau
menyelesaikan masalahnya namun perlu penggalian sumber yang belum
dimanfaatkan, hanya sedikit partisipasi keluarga dan sebagian besar masih
bergantung pada upaya provider.
Pembahasan
Dalam penanganan kasus ini dilakukan pendekatan kedokteran keluarga untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang holistik, komprehensif, berkesinambungan,
terpadu dan paripurna, dengan memandang pasien sebagai bagian dari dirinya sendiri.
1. Fungsi Biologis
Pasien An. Rh didiagnosis menderita gizi buruk dan pernah menderita TB
paru. Pasien memiliki masalah berat badan sulit naik dan mudah sakit.Pada
saat kunjungan ke-2 dilakukan pengukuran antropometri didapatkan hasil
sebagai berikut:
- Umur 2 tahun 4 bulan
- BB 8 kg
- TB 75 cm
- LILA 13,5 cm
- Lingkar kepala 45,5 cm
Interpretasi kurva WHO Z-SCORE
- TB/U <-3 : sangat pendek
- BB/U <-3 : gizi buruk
- BB/TB <-2 : kurus
Menurut UNICEF tahun 2009 terdapat beberapa faktor penyebab tidak
langsung terjadinya gizi buruk. Tiga penyebab tidak langsung yang
menyebabkan gizi buruk yaitu: ketahanan pangan keluarga yang kurang
memadai, pola pengasuhan anak kurang memadai dan pelayanan kesehatan
dan lingkungan kurang memadai.
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi
buruk. Timbulnya gizi buruk tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang
kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi
sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian
pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan
tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit.
Pada pasien, terjadinya gizi buruk oleh karena asupan makanan yang
tidak sesuai dengan gizi seimbang. Ini terlihat masih diberikannya ASI pada
pasien yang berusia 2 tahun 4 bulan, pasien menjadi malas makan dan sering
dimuntahkan bila diberikan susu formula selain karena kebiasaan minum ASI.
Pada An. Rh ini juga sering jajan diluar seperti jajan mie instan, permen, ice
cream yang jelas kurang sehat bagi kesehatan anak tersebut dan pola perilaku
ibu yang jarang memasak juga mempengaruhi asupan gizi seimbang pada
anak.
Pada kunjungan ke-2, kelompok kami telah melakukan edukasi ke
orang tua pasien mengenai dampak kekurangan gizi pada tumbuh kembang
anak, edukasi mengenai gizi seimbang untuk memperbaiki gizi kurang yang
dialami pasien. Edukasi yang kami berikan seperti memberikan pengetahuan
mengenai gizi seimbang dan makanan yang sehat serta memberikan edukasi
ke orang tua agar mengatur pola makan anak serta pemberian vitamin scott’s
emultion guna untuk meningkatkan nafsu makan anak.
Pada kunjungan ke-3 dan ke-4, keluarga mengetahui dampak gizi
buruk, keluarga mengubah pola makan An. Rh menjadi pola makan gizi
seimbang, keluarga melakukan penyapihan ASI dan An. Rh sudah mau
minum susu formula, nafsu makan anak meningkat serta status gizi anak
meningkat yang tadinya gizi buruk menjadi gizi normal diperlihatkan dengan
pengukuran antropometri kembali didapatkan :
- An. Rh umur 2 tahun 4 bulan
- BB 11 kg
- TB 75 cm
Interpretasi kurva WHO Z-SCORE
- BB/U 0 – (-2) : gizi baik
- BB/TB 1-2 : normal
Namun disini terdapat keanehan yaitu meningkat tajamnya status gizi
anak dalam 3 minggu gizi anak berubah yang sebelumnya gizi buruk menjadi
gizi normal. Kemungkinan terjadi kesalahan disaat pengukuran BB pada
kunjungan ke-2, pada saat kunjungan ke-3 dan ke-4 pasien telah melakukan
pemeriksaan antropometri di 3 tempat yang berbeda, kemungkinan data
antropometri pada kunjungan ke-3 dan ke-4 lebih akurat.
Skrining TB pada keluarga. Kasus TB Paru pada anak harus dicari sumber
penularannya. Pada kasus TB anak sumber penularannya pada orang
dewasa, pada kunjungan pertama dan kedua kami bertanya kepada
keluarga Tn. AR apakah ada riwayat keluarga yang menderita penyakit
paru ditandai batuk berdahak, penurunan berat badan, berkeringat malam
yang sudah berlangsung lama dan ternyata kakak dari nenek An. Rh dan
tante anak tersebut sedang mengidap penyakit paru dan anak-anak di
keluarga tersebut sering kontak dengan keluarga yang mengidap penyakit
paru tersebut.
Setelah mengetahui hal tersebut kami mengedukasikan kepada
keluarga dalam pencegahan TB, edukasi mengenai penyakit TB dan
menyarankan untuk skrining TB pada anggota keluarga.
Pada saat kunjungan ke-4 :
o Keluarga mengetahui bahwa flek paru/TB itu penyakit menular
o Melakukan pencegahan seperti tidak kontak dengan sumber TB atau
memakai masker
o Keluarga melakukan kontrol kesehatan kembali pada anaknya
o Keluarga mau melakukan skrining TB pada anggota keluarga
o Didapatkan sepupunya An. Rh dengan gejala mirip TB. Keluarga
sudah memeriksakan ke klinik terdekat namun dikarenakan
pemeriksaan penunjang tidak lengkap, pemeriksaan belum dilakukan
secara lengkap. Keluarga akan memeriksakan kembali An. Sf ke
RSUD terdekat.
2. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Pendapatan keluarga rendah juga salah satu faktor yang mempengaruh
derajat kesehatan. Pada kunjungan ke-2 kami melakukan edukasi tentang cara
meningkatkan ekonomi keluarga, seperti melakukan pelatihan menjahit,
berdagang depan rumah, ikut kegiatan pkk, dll.
Pada kunjungan ke-4 keluarga akan mengontrakan rumah yang
ditinggali nenek untuk menambah penghasilan keluarga dan nenek akan
tinggal di rumah anaknya yang lain.
3. Fungsi Psikologis Keluarga
Pada kunjungan ke-2, kondisi psikologis Ny. R kurang baik, dimana
beliau sering mengeluh dan menangis perihal kondisi ekonomi keluarga
anaknya (keluarga Tn. AR dan Ny. A) sehingga kami memberikan edukasi
kepada Ny. R untuk lebih bersabar dan jangan banyak dipikirkan karena
faktor stress bisa memicu terjadinya hipertensi, banyak berdoa dan lebih
mendekatkan kepada Tuhan YME dan berpikir positif dan optimis.
Pada kunjungan ke-3 nenek (Ny. R) masih terlihat sedih namun sedikit
lebih tegar diperlihatkan dengan tidak menangis pada saat dilakukan
wawancara kembali.
4. Faktor Perilaku Kesehatan Keluarga
Menurut UNICEF tahun 2009 terdapat beberapa faktor penyebab tidak
langsung terjadinya gizi buruk. Tiga penyebab tidak langsung yang
menyebabkan gizi buruk yaitu: ketahanan pangan keluarga yang kurang
memadai, pola pengasuhan anak kurang memadai dan pelayanan kesehatan
dan lingkungan kurang memadai.
Pada saat kunjungan pertama anak sering jajan dan untuk makan
sehari-sehari sering beli makan diluar karena ibunya jarang memasak hal ini
mengakibatkan tidak terkontrolnya asupan gizi anak.
Pada kunjungan ke-2 kami melakukan edukasi kepada keluarga untuk
membatasi frekuensi jajan, waktu jajan yang baik dan jenis jajanan yang
sehat. Edukasi kepada ibu untuk usahakan rajin masak sendiri.
Pada kunjungan ke-3, An. Rh sudah tidak jajan sembarangan lagi
seperti tidak jajan mie instan, ice cream dung dung dan minuman sirup. An.
Rh lebih sering mengonsumsi biskuit, roti dan susu dibandingkan jajan mie
dan minuman sirup. Ibu masih membeli makanan di warung dan belum masak
sendiri setiap harinya.
5. Faktor Lingkungan Rumah
Faktor lingkungan berperan penting dalam perbaikan kesehatan
pasien. Lingkungan yang padat sulit dimodifikasi. Kondisi rumah yang perlu
diperhatikan adalah kecukupan ventilasi, kebersihan di dalam rumah dan
sumber air bersih. Lingkungan padat berpotensi untuk menularkan penyakit
infeksi dengan mudah (Conant & Fadem, 2008). Ventilasi rumah kurang
memadai, hal ini berdampak buruk bagi kesehatan antara lain: berkurangnya
kadar oksigen, adanya bau pengap, suhu udara ruangan menjadi naik dan
kelembapan udara menjadi bertambah. Kecepatan aliran udara penting untuk
mempercepat pembersihan udara ruangan. Kecepatan udara dikatakan sedang
jika gerak udara 5-20 cm per detik atau volume pertukaran udara bersih antara
25-30 cfm (cubic feet per minute) untuk setiap orang yang berada di dalam
ruangan (Kepmenkes RI, 1999).
Setelah mengedukasikan tentang rumah sehat pada keluarga terdapat
perubahan pada kunjungan ke-3, lingkungan rumah lebih bersih dan ventilasi
terbuka pada siang hari.
BAB VKesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Masalah yang belum terselesaikan adalah:
1. Skrining TB pada anggota keluarga, keluarga Tn. AR belum seluruhnya
diperiksa kesehatannya apakah ada resiko tertular TB atau tidak dikarenakan
tidak tersedianya uji tes tuberkulin di Puskesmas Sukmajaya dan merasa
anggota keluarga dalam kondisi sehat, namun setelah dilakukan intervensi dan
pendekatan pada keluarga Tn. AR berniat untuk memeriksakan kesehatan
keluarganya.
2. Nenek dari An. Rh mengalami kecanduan kopi, sedangkan beliau mengidap
hipertensi grade 1-2. Sudah diedukasikan bahwa kopi mengandung kafein
yang dapat meningkatkan tekanan darah ditambah lagi stress berkepanjangan
yang merupakan salah satu faktor resiko dari hipertensi. Namun, pada
kunjungan ke-3 nenek tersebut masih sering mengkonsumsi kopi. Disarankan
agar mengurangi konsumsi kopi secara perlahan dan berangsur-angsur.
3. Pendapatan keluarga yang rendah dan tidak menentu karena pekerjaan Tn. AR
yang serabutan. Setelah diberikan edukasi keluarga berniat untuk
meningkatkan pendapatan dengan mengontrakan rumah neneknya.
4. Kondisi psikologi nenek yang masih sering sedih dan mengeluh perihal
kondisi keluarganya.
5. Masalah imunisasi menjadi masalah yang cukup serius karena dikeluarga Tn.
AR anak anaknya belum mendapatkan imunisasi secara lengkap karena
kurangnya pengetahuan tentang imunisasi dan ketakutan ibu pemberian
imunisasi (KIPI).
6. An. Rh yang sebelumnya menderita malnutrisi pasca infeksi, telah
mendapatkan pengobatan 10 langkah gizi buruk tetapi ibunya kurang telaten,
sehingga tidak terlaksana dengan baik. Diberikan edukasi tentang gizi
seimbang dan saran untuk meningkatkan gizi An. Rh kembali normal. Pada
kunjungan ke-3 sudah tampak peningkatan berat badan An. Rh.
7. Rumah keluarga Tn. AR yang tergolong kecil untuk jumlah anggota keluarga
6 orang. Kondisi lingkungan sekitar yang kotor menyebabkan banyak lalat
yang berdatangan. Telah diedukasi tentang rumah sehat dan disarankan untuk
memelihara kebersihan. Pada kunjungan ke-3 lingkungan rumah lebih bersih
dan ventilasi terbuka pada siang hari.
8. Keluarga Tn. AR belum seluruhnya mempunyai BPJS, tetapi mereka
mempunyai jaminan kesehatan yaitu, JAMKESDA dan JAMKESMAS. Pada
kunjungan ke-3 diedukasikan tentang BPJS dan tata cara mengubah
JAMKESMAS dan JAMKESDA menjadi BPJS.
B. Saran
1. Untuk senantiasa bekerja sungguh-sungguh dan bertawakal kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Mengurangi mengeluh dan banyak bersyukur. Agar
terhindar dari stress.
2. Senantiasa menjaga kesehatan dan kebersihan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
1. Notohamidjojo S.Setiawan S.Epidemiologi dan Pemberantasan Penyakit TB
Paru.Simposium penanganan TBC masa kini.Pekalongan.1987
2. Rahajoe N. Beberapa Masalah Penanggulangan Tuberkulosis Anak Dalam
Praktek Sehari-hari. Jakarta.Fak.Kedokteran Universitas Indonesia.1987.
3. Trastotenojo MS.Tuberkulosis Anak Dalam Rangka Pemberantasan
Tuberkulosis di Indonesia.Semarang.Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK.UNDIP.1989.
4. Gunardi AS.Pemberantasan Penyakit TB Paru di Indonesia.Majalah
Kedokteran Indonesia Indonesia Vol.34 No.2.29 Februari 1984
5. Sutejo R.Rahajoe N.Nastiti,Budiman I.Tuberkulosis Anak.Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UI RSCM Jakarta.
6. Rahajoe N.N.Problematik Klinik Tuberkulosis Anak.Majalah Kedokteran
Indonesia Vol.31 No.7 Agustus 1981.
7. Crofton J.Horne N.Miller F.Clinical Tuberculosis.London.Macmillan
Press,1992.
8. Eddy Widodo : Tuberkulosis Pada Anak : Diagnosis dan Tata Laksana
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan IDAI Jaya.2003
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia.Standar Pelayanan Medis Anak. Badan
Penerbit IDAI.2004.
10. Pelatihan Manajemen Tuberkulosis Anak.UKK Respirologi
PP.IDAI.IDAI.Jateng. 2007
11. Tuberkulosis Pada Anak (Diagnosis Dan Tatalaksana) Oleh Djoko Sunarjo,
dr. Sp.A SMF ANAK BRSD RAA. SOEWONDO PATI 2007
12. Kekalih, Aria dr. Sp. A. 2008. Diagnosis Holistik Pada Pelayanan Kesehatan
Primer Pendekatan Multi Aspek. FK UI-Jakarta.
Recommended