View
393
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
berkat dan rahmat-Nya sehingga makalah berjudul “Bioetanol Ubi Kayu Sebagai
Bahan Bakar Masa Depan” ini dapat diselesaikan.
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Dra. Mukaromah S.S
selaku dosen Bahasa Indonesia yang telah membimbing dalam proses pembuatan
makalah ini.
Saat ini ita pasti merasakan adanya perubahan iklim yang tidak menentu,
pencemaran udara, dan global warming. Sehubungan dengan hal tersebut,
penggunaan bahan bakar fosil menuntut manusia untuk lebih bijak dalam
menggunakan energi karena semakin lama persediaan bahan bakar fosil kian menipis
dan membuat lingkungan menjadi tercemar.
Oleh karena itu perlu dicari alternatif bahan bakar yang lebih bersih, murah
dan berpotensi untuk mengurangi ketergantungan kita terhadap bahan bakar fosil
serta mengembangkan bahan bakar yang dapat diperbaharui. Tentunya hal ini
menjadi nilai tambah tersendiri bagi bangsa kita.
Akan sangat bermanfaat apabila dapat memanfaatkan ubi kayu menjadi
produk yang memiliki mutu tinggi, karena kandungan karbohidrat dan glukosa yang
dimiliki ubi kayu berpotensi sebagai bahan alternatif dalam pembuatan etanol.
Berdasarkan fakta itulah penulis menyusun makalah ini.
Mengingat bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan, penulis membutuhkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca agar dapat menjadi lebih baik untuk penyusunan makalah berikutnya.
Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca dan dapat
dijadikan sebagai panduan dalam mewujudkan pemanfaatan bahan bakar nabati.
Malang, Desember 2009
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, kebutuhan akan minyak bumi dari waktu ke waktu terus mengalami
peningkatan sejalan dengan pembangunan yang terjadi di Indonesia. Dan bukankah
Anda menyadari bahwa cadangan miyak bumi yang ada tidak dapat memenuhi
kebutuhan di masa mendatang? Bahkan Prihandana, dkk (2007:1) berpendapat bahwa
”Bensin merupakan cairan sangat penting. Tanpa bensin dan solar, dunia seperti
berhenti berdenyut.” Bahan bakar fosil tersebut sangat berperan besar dalam
kehidupan manusia hingga banyak menimbulkan kontroversi.
Fakta ini membuka peluang penggunaan energi terbarukan seperti biodiesel dan
mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Selain semakin menipisnya jumlah
cadangan bahan bakar fosil, alasan penting lain untuk mengurangi penggunaannya
adalah masalah kerusakan lingkungan, harga yang terus melambung, dan beban
subsidi yang semakin besar.
Namun disadari atau tidak, tingginya produktivitas bahan bakar fosil juga
berimplikasi pada perubahan iklim dunia. Di seluruh dunia, bahan bakar fosil
memasok 88% dari kebutuhan energi global. Padahal dari energi tersebut dapat
dihasilkan CO2, CH4, N2O, SF6, HFCS, PFCS, dll yang memenuhi atmosfer sehingga
menyebabkan terbentuknya gas-gas rumah kaca yang berpengaruh terhadap global
warming.
Prihandana, Roy, dan Munamin (2008:12) menyebutkan bahwaGas CO2 di atmosfer terjadi antara lain karena pembakaran BBM. Jumlah CO2
yang berlebihan bersifat merusak lingkungan dengan efek rumah kaca yang ditimbulkannya. Dengan memanfaatkan minyak nabati sebagai bahan bakar, maka pembentukan CO2 di atmosfer diperkirakan hampir tidak ada. Hal ini disebabkan CO2
pembakaran dari biodiesel akan dikonsumsikembali oleh tanaman untuk kebutuhan proses fotosintesisnya (siklus karbon).
Oleh karena itu, kita perlu mencari alternatif bahan bakar yang lebih bersih,
mencari solusi deversifikasi bahan bakar sehingga tidak tergantung pada bahan bakar
fosil dan mengembangkan bahan bakar yang dapat diperbaharui.
Bioenergi berupa biodiesel dan bioetanol merupakan alternatif untuk
menyelesaikan masalah ketersediaan dan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.
Bioetanol dihasilkan dari tumbuhan sehingga tergolong sebagai energi hijau dengan
dampak positif dan hasil emisi gas buangnya lebih ramah lingkungan.
Pengembangan bioetanol dari ubi kayu relatif murah, budidayanya mudah dan
ubi kayu merupakan komoditas lokal yang dapat tumbuh di lahan yang kurang subur
serta memiliki daya tahan tinggi terhadap cekaman dan dapat diatur waktu panennya
sehingga basis sumber daya bahan bakar nabati menjadi semakin besar.
Tanaman ini juga sudah sangat dikenal petani kita secara turun-temurun,
sehingga dengan menggeser kegunaannya dari sumber karbohidrat ketiga menjadi
BBN harga ubi kayu akan meningkat. Penanaman ubi kayu yang sudah tersebar di
sentra-sentra produksi menyebabkan tersedianya lapangan kerja dan peningkatan
teknologi jika produktivitasnya tinggi. Selain itu, ubi kayu akan menguatkan security
of supply bahan bakar berbasis kemasyarakatan. Yang paling penting adalah ubi kayu
merupakan salah satu bahan penghasil bioetanol yang memiliki produktivitas
tertinggi kedua setelah tebu.
1.2 Rumusan Masalah
Beberapa rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut.
Bagaimanakah cara mengolah ubi kayu menjadi bioetanol?
Apa dampak positif dari pengolahan bioetanol ubi kayu?
Apa dampak negatif dari pengolahan bioetanol ubi kayu?
Bagaimanakah prospek pengembangan bioetanol dari ubi kayu?
Bagaimanakah cara mensosialisasikan penggunaan dan pengembangan
bioetanol ubi kayu pada masyarakat?
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam pembuatan makalah ini adalah:
Untuk mengetahui proses pengolahan ubi kayu menjadi bioetanol
Untuk mengetahui dampak positif dari pengolahan bioetanol ubi kayu
Untuk mengetahui dampak negatif dari pengolahan bioetanol ubi kayu
Untuk mengetahui prospek pengembangan bioetanol dari ubi kayu
Untuk mensosialisasikan pengembangan dan penggunaan bioetanol ubi
kayu kepada masyarakat.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Mengenal Bensin
Penggunaan energi fosil akhir-akhir ini khususnya di negara berkembang
mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Contohnya di negara Indonesia,
kebutuhan akan Bahan Bakar Minyak (BBM) semakin lama semakin meningkat.
Seiring bertambahnya jumlah kendaraan bermotor di suatu negara, semakin besar
juga ketergantungan negara tersebut terhadap bahan bakar fosil.
Bahan bakar minyak, khususnya bensin merupakan BBM peringkat kedua
terbesar penggunaannya setelah minyak solar dengan kebutuhan yang semakin
meningkat setiap tahunnya (Prihandana, 2007:2)
Bensin adalah salah satu jenis bahan bakar minyak yang dimaksudkan untuk
kendaraan bermotor. Bensin tersedia atas tiga jenis yaitu premium, pertamax, dan
pertamax plus. Ketiganya mempunyai mutu yang berbeda. Mutu bahan bakar bensin
dikaitkan dengan jumlah ketukan (knocking) yang ditimbulkannya dan dinyatakan
dengan nilai oktan. Makin sedikit ketukan makin baik mutu bensin, makin tinggi nilai
oktannya.
Untuk menentukan nilai oktan, ditetapkan dua jenis senyawa sebagai
pembanding yaitu “isooktana”dan n-heptana. Isooktana menghasilkan ketukan paling
sedikit, diberi nilai oktan 100, sedangkan n-heptana menghasilkan ketukan paling
banyak, diberi nilai oktan 0 (nol). Suatu campuran yang terdiri dari 80% iso oktana
dan 20% n-heptana mempunyai nilai oktan sebesar (80/100 x 100) + (20/100 x 0) =
80 (Widianta dan Widi, 2008:4)
Bensin dibuat dari minyak mentah, yaitu cairan berwarna hitam yang dipompa
dari perut bumi dan biasa disebut crude oil. Cairan ini mengandung hidrokarbon.
Untuk mengahasilkan bensin murni maka dilakukan proses distilasi, konversi,
pengolahan, formulasi dan pencampuran serta proses-proses lainnya (Prihandana,dkk,
2007:3).
Bensin dianggap sangat penting karena dalam bensin terdapat energi kimia
yang akan diubah menjadi panas melalui proses oksidasi dengan udara di dalam
mesin atau motor bakar. Gas bertekanan tinggi tersebut kemudian berekspansi
melawan mekanisme mekanik mesin. Ekspansi ini diubah oleh mekanisme link
menjadi putaran crankshaft sebagai output dari mesin tersebut. Selanjutnya
crankshaft dihubungkan ke sistem transmsi oleh sebuah poros untuk mentransmikan
energi putaran mekanis. Energi ini kemudian dimanfaatkan sesuai dengan keperluan
untuk menggerakkan roda motor maupun mobil (Prihandana,dkk, 2007:2).
Menurut musanif, bahan bakar minyak, termasuk bensin merupakan rantai
senyawa karbon, yang terdiri dari sebagian besar Hidrogen (H), Karbon (C), Oksigen
(O). Yang secara umum di tuliskan dalam rumus kimia CxHyOz yang bila bereaksi
(terbakar ) dengan oksigen akan mengalami keadaan:
1. terbakar sempurna CxHyOz + O2 CO2 + H2O
2. tidak terbakar sempurna CxHyOz + O2 CO2 + CO + H2O
Kedua reaksi ini menghasilkan produk CO2 yang sangat berbahaya yang dapat
menghasilkan hujan asam (H2CO3). Sedangkan efek langsungnya adalah dapat
menimbulkan batuk-batuk dan kabut asap yang tentunya dapat menghalangi jangkauan
mata dalam memandang. Apalagi gas CO memiliki efek yang lebih berbahaya jika di
bandingkan dengan CO2 , karena gas CO dapat mengakibatkan seseorang mengalami
sesak nafas jika menghirupnya dalam jumlah kecil, dan dapat mengakibatkan pingsan
jika menghirup dalam jumlah besar. CO2 juga dapat mengakibatkan terjadinya efek
rumah kaca yaitu terjadi pemanasan global karena panas yang masuk ke bumi dari
matahari tidak dapat keluar dari bumi, karena tertahan oleh gas CO2 (Anonim, 2009)
2.2 Ubi Kayu (Mannihot esculenta)
Jenis singkong Manihot esculenta pertama kali dikenal di Amerika Selatan
kemudian dikembangkan pada masa pra-sejarah di Brasil dan Paraguay. Bentuk-
bentuk modern dari spesies yang telah dibudidayakan dapat ditemukan bertumbuh
liar di Brasil selatan. Meskipun spesies Manihot yang liar ada banyak, semua varitas
M. esculenta dapat dibudidayakan.
Produksi singkong dunia diperkirakan mencapai 184 juta ton pada tahun
2002. Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton di
Amerika Latin dan Kepulauan Karibia.
Singkong ditanam secara komersial di wilayah Indonesia (waktu itu Hindia
Belanda) pada sekitar tahun 1810, setelah sebelumnya diperkenalkan orang Portugis
pada abad ke-16 ke Nusantara dari Brasil.
Kholis (2008:3) menyebutkan bahwa “Ubi kayu atau ketela pohon dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai bahan baku tapioka dan sebagai pangan langsung. Ubi kayu sebagai pangan langsung harus memenuhi syarat utama, yaitu tidak mengandung racun HCN (<50 mg per kg umbi basah). Sementara itu, umbi kayu untuk bahan baku industri sebaiknya memiliki kandungan protein rendah dankandungan HCN (asam sianida) yang tinggi,”
Ubi kayu (Mannihot esculenta) termasuk tumbuhan berbatang pohon lunak
atau getas (mudah patah). Ubi kayu berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi dari
bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan
yang tinggi. Ubi kayu bisa mencapai ketinggian 1-4 meter. Pemeliharaannya mudah
dan produktif. Ubi kayu dapat tumbuh subur di daerah yang berketinggian 1200
meter di atas permukaan air laut. Daun ubi kayu memiliki tangkai panjang dan
helaian daunnya menyerupai telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai daun
sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun tersebut berwarna kuning, hijau atau merah
(Anonim, 2009).
Ubi kayu termasuk tanaman tropis, tetapi dapat pula beradaptasi dan tumbuh
dengan baik di daerah sub tropis. Secara umum tanaman ini tidak menuntut iklim
yang spesifik untuk pertumbuhannya. Namun demikian ubi kayu akan tumbuh
dengan baik pada iklim dan tanah sbb:
Iklim: Curah hujan : 750 -1.000 mm/thn
Tinggi tempat : 0 -1.500 m dpl
Suhu : 25 derajat - 28 derajat Celsius
Tanah: Tekstur berpasir hingga liat, tumbuh baik pada tanah lempung berpasir yang
cukup hara, struktur gembur, pH Tanah : 4,5 - 8 , optimal 5,8
Tanaman ini dikenal dengan nama Cassava (Inggris), Kasapen, sampeu, kowi
dangdeur (Sunda); Ubi kayu, singkong, ketela pohon (Indonesia); Pohon, bodin,
ketela bodin, tela jendral, tela kaspo (Jawa).
Ubi kayu mempunyai komposisi kandungan kimia ( per 100 gram ) antara lain
: – Kalori 146 kal – Protein 1,2 gram – Lemak 0,3 gram – Hidrat arang 34,7 gram –
Kalsium 33 mg – Fosfor 40 mg – Zat besi 0,7 mg
Buah ubi kayu mengandung ( per 100 gram ) : – Vitamin B1 0,06 mg –
Vitamin C 30 mg – dan 75 % bagian buah dapat dimakan.
Daun ubi kayu mengandung ( per 100 gram ) : – Vitamin A 11000 SI –
Vitamin C 275 mg – Vitamin B1 0,12 mg – Kalsium 165 mg – Kalori 73 kal – Fosfor
54 mg – Protein 6,8 gram – Lemak 1,2 gram – Hidrat arang 13 gram – Zat besi 2 mg
– dan 87 % bagian daun dapat dimakan (Anonim, 2009:1)
Kulit batang ubi kayu mengandung tanin, enzim peroksidase, glikosida dan
kalsium oksalat.
Secara taksonomi ubi kayu dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malpighiales
Suku : Euphorbiaceae Subsuku : Crotonoideae
Tribe : Manihoteae Marga : Mannihot
Spesies : M. esculenta
Fungsi singkong (ubi kayu) sudah mulai bergeser, dari penyediaan bahan
pangan, berpotensi menjadi bahan baku untuk pengembangan bioetanol. Kebutuhan
bioetanol sampai dengan 2010 tergolong cukup tinggi, yaitu mencapai 1,8 juta kilo
liter. Demikian yang dilaporkan Mingguan AgroIndonesia, dalam seminar di
Puslitbang Tanaman Pangan Bogor (Widianta dan Widi, 2008:3)
Selain itu tanaman ubi kayu juga dapat dimanfaatkan sebagai obat rematik,
demam, sakit kepala, diare, cacingan, mata kabur; penambah nafsu makan, luka
bernanah, dan luka bakar (Anonim, 2009:1)
2.2 Bioetanol
Gambar 1. Ubi kayu Gambar 2. Tanaman ubi kayu
2.3 Bioetanol
Bioetanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat
menyerupai minyak premium. Untuk pengganti premium, terdapat alternatif gasohol
yang merupakan campuran antara bensin dan bioetanol.
Manfaat pemakaian gasohol di Indonesia yaitu : memperbesar basis sumber
daya bahan bakar cair, mengurangi impor BBM, menguatkan security of supply
bahan bakar, meningkatkan kesempatan kerja, berpotensi mengurangi ketimpangan
pendapatan antar individu dan antar daerah, meningkatkan kemampuan nasional
dalam teknologi pertanian dan industri, mengurangi kecenderungan pemanasan global
dan pencemaran udara (bahan bakar ramah lingkungan) dan berpotensi mendorong
ekspor komoditi baru. Bioetanol tersebut bersumber dari karbohidrat yang potensial
sebagai bahan baku seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, sagu dan tebu (widianta dan
Widi, 2008:5).
Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung pati.
Dalam dunia industri, etanol umumnya digunakan sebagai bahan baku industri
turunan alkohol, campuran untuk minuman keras, bahan bakar industri farmasi, dan
campuran bahan bakar untuk kendaraan. Sumber bahan baku pembuatan bio-ethanol
terdiri atas tanaman yang mengandung pati dan selulosa seperti ubi kayu, ubi jalar,
jagung, sagu, serta tetes tebu (Kholis, 2008:2).
Adapun konversi biomassa tanaman tersebut menjadi bioethanol adalah
seperti pada tabel dibawah ini
Tabel 1. Konversi biomassa menjadi bioetanol
Biomassa Berat (kg) Kandungan gula/pati
(kg)
Jumlah
Bioetanol (L)
Hasil
Biomassa:
Bioetanol
Ubi kayu 1000 240-300 166.6 6.5:1
Ubi jalar 1000 150-200 125 8:1
Jagung 1000 600-700 400 2.5:1
Sagu 1000 120-160 90 12:1
Tebu 1000 110 67 15:1
Sumber: Balai Besar Teknologi Pati-BPPT,2005
Bioetanol sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
• Sebagai bahan bakar kendaraan
• Sebagai bahan dasar minuman beralkohol
• Sebagai bahan bakar Direct-ethanol fuel cells (DEFC)
• Sebagai bahan bakar roket
• Sebagai bahan kimia dasar senyawa organik
• Sebagai antiseptik
• Sebagai antidote beberapa racun
• Sebagai pelarut untuk parfum, cat dan larutan obat
• Digunakan untuk pembuatan beberapa deodoran
• Digunakan untuk pengobatan untuk mengobati depresi dan obat bius
Secara singkat teknologi proses produksi bioetanol tersebut dapat dibagi dalam
tiga tahap, yaitu:
1. Gelatinisasi. Dalam proses gelatinasi, bahan baku ubi kayu, ubi jalar, atau
jagung dihancurkan dan dicampur air sehingga menjadi bubur, yang
diperkirakan mengandung pati 27-30 persen.
2. Fermentasi. Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi
etanol (alkohol) dengan menggunakan yeast. Alkohol yang diperoleh dari
proses fermentasi ini, biasanya alkohol dengan kadar 8 sampai 10 persen
volume.
3. Destilasi. Untuk memurnikan bioetanol menjadi berkadar lebih dari 95% agar
dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, alkohol hasil fermentasi yang
mempunyai kemurnian sekitar 40% tadi harus melewati proses destilasi untuk
memisahkan alkohol dengan air dengan memperhitungkan perbedaan titik
didih kedua bahan tersebut yang kemudian diembunkan kembali (Musanif,
2007).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Cara Mengolah Ubi Kayu Menjadi Bioetanol
Berikut adalah langkah-langkah pengolahan ubi kayu menjadi bioetanol.
125 kg singkong(dapat digunakan semua jenis) segar dikupas. Dibersihkan
dan dicacah berukuran kecil-kecil. Singkong yang telah dicacah dikeringkan hingga
kadar air maksimal 16%. Tujuannya agar lebih awet sehingga produsen dapat
menyimpan sebagai cadangan bahan baku. Karena ubi kayu termasuk bahan pangan
yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk setelah dipanen 2-5 hari
tanpa perlakuan pasca panen yang benar. Jika tidak, ubi kayu akan susut bobot lebih
dari 25%.
Kemudian dimasukkan 25 kg singkong yang sudah dicacah ke dalam tangki
stainless steel berkapasitas 120 liter, lalu ditambahkan air hingga mencapai volume
100 liter. Bahan tersebut dipanaskan hingga 100 oC selama 0,5 jam.
Rebusan bahan tersebut diaduk sampai menjadi bubur dan mengental. Bubur
didinginkan, lalu dimasukkan ke dalam tangki sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses
penguraian pati menjadi glukosa. Setelah dingin, dimasukkan cendawan Aspergillus
yang akan memecah pati menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati
singkong, perlu 10 liter larutan cendawan Aspergillus atau 10% dari total bubur.
Konsentrasi cendawan mencapai 100-juta sel/ml. Sebelum digunakan, Aspergillus
dikulturkan pada bubur yang telah dimasak tadi agar adaptif dengan sifat kimia
bubur. Cendawan berkembang biak dan bekerja mengurai pati.
Dua jam kemudian, bubur tersebut berubah menjadi 2 lapisan: air dan
endapan gula. Pati yang sudah menjadi gula itu diaduk kembali, lalu dimasukkan ke
dalam tangki fermentasi. Namun, sebelum difermentasi pastikan kadar gula larutan
pati maksimal 17-18%. Itu adalah kadar gula maksimum yang disukai bakteri
Saccharomyces untuk hidup dan bekerja mengurai gula menjadi alkohol. Jika kadar
gula lebih tinggi, ditambahkan air hingga mencapai kadar yang diinginkan. Bila
sebaliknya, ditambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar gula maksimum.
Lalu tangki fermentasi ditutup rapat untuk mencegah kontaminasi dan
Saccharomyces bekerja mengurai glukosa lebih optimal. Fermentasi berlangsung
anaerob (tidak membutuhkan oksigen). Agar fermentasi optimal, suhu dijaga pada
28-32 oC dan pH 4,5-5,5.
Setelah 2-3 hari, larutan pati berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan terbawah
berupa endapan protein. Di atasnya air, dan etanol. Hasil fermentasi itu disebut bir
yang mengandung 6-12 % etanol.
Kemudian larutan etanol disedot dengan selang plastik melalui kertas saring
berukuran 1 mikron untuk menyaring endapan protein. Meski telah disaring, etanol
masih bercampur air. Untuk memisahkannya, dilakukan destilasi atau penyulingan.
Campuran air dan etanol dipanaskan pada suhu 78 oC atau setara titik didih etanol.
Pada suhu itu etanol lebih dulu menguap ketimbang air yang bertitik didih 100 oC.
Uap etanol dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi
dan kembali menjadi etanol cair.
4. Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin.
Agar larut, diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering. Oleh
sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan 100 oC. Pada
suhu itu, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke
dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap
kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99% yang siap dicampur dengan
bensin (Widianta dan Widi, 2008:6).
Reaksi yang terjadi pada proses produksi bioetanol secarasederhana ditujukkan pada reaksi berikut H2O(C6H10O5)n N C6H12O6 enzim (pati) (glukosa)
(C6H12O6)n 2 C2H5OH + 2 CO2. yeast (ragi)
(glukosa) (ethanol)
3.2 Dampak Positif dan Dampak Negatif Pembuatan Bioetanol Ubi Kayu
Dampak positif dan keuntungan yang dihasilkan dalam pengolahan dan
pengembangan etanol adalah:
Menyebabkan kenaikan efisiensi mesin dan turunnya emisi CO, NOx, dan
UHC dibandingkan dengan penggunaan gasoline. Pada prinsipnya emisi CO2
yang dihasilkan pada pembakaran etanol juga akan dipergunakan oleh
tumbuhan penghasil etanol tersebut, jadi pembakaran ethanol tidak
menciptakan sejumlah CO2 baru ke lingkungan.
Lebih terjamin keberlanjutannya (sustainabel), lebih ramah lingkungan, dan
lebih ekonomis sebagai pengganti atau campuran bensin atau premium
Pemanfaatan bioetanol bisa mengurangi pengangguran, yaitu dengan merekrut
pekerja-pekerja untuk bergerak di bidang pembuatan bioetanol ubi kayu.
Mengurangi kebutuhan BBM, khususnya Premium.
Mengurangi efek rumah kaca
Diversifikasi Energi
Menciptakan Teknologi berwawasan Lingkungan
Produksi bioetanol dari tanaman dan penggunaannya pada mesin mobil akan
menciptakan keseimbangan siklus karbondioksida, yang berarti akan
mengurangi laju pemanasan global. Pembakaran bensin yang lebih sempurna
ketika dicampur bioetanol 10 % saja akan memperbaiki kualitas udara di
kota-kota padat lalu lintas.
Pengalaman banyak negara menunjukkan, bioetanol menjadi pilihan yang
paling murah.
Adapun kekurangan dan dampak negatif yang dihasilkan melalui pengembangan
etanol, yaitu:
Etanol murni akan bereaksi dengan karet dan plastik. Oleh karena itu, etanol
murni hanya bisa digunakan pada mesin yang telah dimodifikasi saja.
Molekul etanol yang bersifat polar akan sulit bercampur secara sempurna
dengan gasolin yang relatif non-polar, terutama dalam kondisi cair.
Produksi bioetanol secara besar-besaran berpotensi menyebabkan penurunan
keanekaragaman hayati melalui monokultur bahan baku yang merusak
kualitas lahan pertanian.
Seringkali terjadi praktik pembakaran ladang guna memudahkan panen ubi
kayu, kerusakan tanah akibat ancaman terhadap keanekaragaman hayati, serta
erosi tanah yang disebabkan praktek penanaman ubi kayu.
Bioethanol mempunyai sifat korosif dan membuat mesin lebih sulit distarter.
3.3 Prospek Pengembangan Bioetanol dari Ubi Kayu
Ubi kayu merupakan bahan pangan yang sudah sangat dikenal para petani dan
masyarakat awam. Selain harganya yang murah, waktu panen yang singkat dan
budidayanya yang mudah, banyak daerah-daerah kota-kota di Indonesia yang
sebagian besar hasil panennya berupa ubi kayu, seperti Pacitan, Wonogiri, Garut,
Cianjur, Sukabumi, Nusa Tenggara, dll (Tim nasional Pengembangan BBN, 2007) .
Faktor-faktor tersebutlah yang menunjang prospek bioetanol berbahan dasar ubi kayu
untuk ketersediaan energi di masa mendatang.
Sejak periode 2006 yang lalu ketika pemanfaatan bioetanol sebagai energi
alternatif pengganti Bahan Bakar Minyak (tidak terbarukan) mulai mendapat
perhatian dari banyak kalangan di Indonesia, hingga saat ini sudah cukup banyak
kebijakan pemerintah yang dirancang untuk merangsang, mendukung serta
menggalakan berbagai terobosan dan inovasi yang berkaitan dengan produksi serta
pemanfaatan Bahan Bakar Nabati bagi kepentingan nasional (Mononutu, 2009).
Dan dalam waktu dekat ini, pemerintah juga akan menerbitkan Inpres tentang
biofuel (biodisel dan bioetanol) yang akan merinci insentif bagi pengembangan
biofuel, termasuk instruksi kepada menteri-menteri untuk menindaklanjuti di
departemen masing – masing.
Dengan diterbitkannya tujuh izin investasi pembangunan pabrik energi
alternatif (biodiesel dan bioetanol) oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) pada pertengahan tahun 2005 yang lalu, memperkuat indikasi bahwa
peluang bisnis di bidang bioenergi sudah dilirik para investor, sehingga
pengembangan perkebunan energi menjadi sesuatu yang prospektif di masa depan.
3.4 Pengembangan dan Pensosialisasian Bioetanol Ubi Kayu Kepada Masyarakat
Memang saat ini pemanfaatan ubi kayu sebagai bahan bakar nabati sangat
marak di kalangan masyarakat, namun berdasarkan fakta yang ada, pengolahan ubi
kayu tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh sumber daya manusia bangsa
kita. Maka dari itu, sosialisasi dan pengembangan bioetanol ubi kayu kepada
masyarakat sangat penting untuk diperhatikan, berikut adalah solusi yang dapat
dilakukan.
Menyusun agenda bersama untuk mendapatkan konsensus terhadap program
yang komprehensif dan terpadu agar dapat memberikan hasil yang maksimal, antara
lain melalui penetapan sasaran dan upaya pencapaiannya untuk produksi, distribusi
dan pemakaian bioetanol serta penjabaran agenda dan program penyuluhan dan
praktik yang konkret.
Membangun rantai tata niaga bioetanol secara bertahap yang difasilitasi oleh
Pemerintah sehingga pembahasan mengenai bioetanol akan tetap berjalan.
Menyatukan dan mewujudkan semua rencana pengembangan bioetanol dari
berbagai pihak terkait dalam suatu ”Blueprint Pengembangan Bio-fuel” yang dapat
dijadikan pegangan bagi masyarakat .
Serta meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya bahan bakar nabati ini sehingga secara otomatis, masyarakat akan aktif
terlibat di dalamnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Teknologi proses produksi bioetanol tersebut dapat dibagi dalam tiga tahap
yaitu gelatinisasi, fermentasi, dan destilasi.
Bioetanol sangat bermanfaat bagi karena lebih ramah lingkungan, lebih
ekonomis, menciptakan keseimbangan siklus karbondioksida, dan mengurangi efek
rumah kaca. Namun produksi bioetanol secara besar-besaran dapat menyebabkan
penurunan keanekaragaman hayati yang merusak kualitas lahan pertanian.Bioetanol
mempunyai sifat korosif dan membuat mesin lebih sulit distarter.
Hal yang dapt dilakukan untuk menujang fasilitas tersebut adalah dengan
menyusun agenda bersama untuk mendapatkan konsensus terhadap program yang
komprehensif dan terpadu serta menyatukan dan mewujudkan semua rencana
pengembangan bioetanol dari berbagai pihak.
4.2 Saran
Agar alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan ini dapat lebih
dikembangkan di Indonesia mengingat prospek yang cukup baik.
Pemerintah sebaiknya mendukung upaya-upaya yang dilakukan untuk
menciptakan program tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Budidaya Ubi Kayu (Manihot esculenta crantz)(online).
http://www.pustaka-deptan.go.id/agritek/ppua0123.pdf . 18 Desember 2009
Anonim. 2009. Ubi Kayu(online). http://id.wikipedia.org/wiki/Singkong. 19
Desember 2009
BPPT. 2005. Kajian Lengkap Prospek Pemanfaatan Biodiesel Dan Bioethanol Pada
Sektor Transportasi Di Indonesia
Kholis, Neng Siti. 2008. Analisis Kadar Bioetanol dan Glukosa Pada Fermentasi
Tepung Ketela Karet (Monihot glaziovii Muell) Dengan Penambahan
H2SO4(online). http://etd.eprints.ums.ac.id/2312/1/A420040072.pdf. 19
Deesember 2009
Mononutu, Edmond Ch. 2009. mencermati Peluang Bisnis Bioetanol(online).
http://industrirakyatbioetanol.blogspot.com/2009/03/mencermati-peluang-
bisnis-bioetanol.html. 19 desember 2009
Musanif, Jamil. 2007. Bio-etanol(online).
http://agribisnis.deptan.go.id/xplore/files/PENGOLAHAN-HASIL/BioEnergi-
Lingkungan/BioEnergi-Perdesaan/BIOFUEL/Bioetanol/Bioethanol.pdf
Prihandana, Rama dkk.2007. Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta
Selatan: Agromedia Pustaka
Prihandana R, Roy H, Makmuri M. 2008. Menghasilkan Biodiesel Murah Mengatasi
Polusi & Kelangkkan BBM. Jakarta Selatan: Agromedia Pustaka
Tim Nasional Pengembangan BBM. 2007. BBN Bahan Bakar Nabati. Jakarta:
Penebar Swadaya
Widianta A, Widi P.D. 2008. Ubi kayu (mannihot esculenta) Sebagai Bahan
Alternatif Pengganti Bensin (Bioetanol) Yang Ramah Lingkungan(online).
http://isnanimurti.wordpress.com/2008/06/17/ubi-kayu-mannihot-esculenta-
sebagai-bahan-alternatif-pengganti-bensin-bioetanol-yang-ramah-lingkungan/.
17 Desember 2009
BIOETANOL UBI KAYU SEBAGAI BAHAN BAKAR
MASA DEPAN
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Semester I Tahun Ajaran 2009
Oleh
Steffy Marcella Fransisca
0911010080
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANJURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG
2009DAFTAR ISI
HalamanKATA PENGANTAR …………………………………………………… i
DAFTAR ISI …………………………………………………………...... ii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah …………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………… 3
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………. 3
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Mengenal Bensin …………………………………………………… 5
2.2 Ubi Kayu (Mannihot esculenta) ……………………………………. 7
2.3 Bioetanol…………………………………………………………….. 10
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Cara Mengolah Ubi Kayu Menjadi Bioetanol ……………………… 14
3.2 Dampak Positif Negatif Pembuatan Bioetanol Ubi Kayu ………….. 16
3.3 Prospek Pengembangan Bioetanol Ubi Kayu ……………………… 18
3.4 Pengembangan dan Pensosialisasian Bioetanol Ubi Kayu …………. 19
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan …………………………………………………………. 21
4.2 Saran ………………………………………………………………… 21
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… iv
Recommended