View
86
Download
5
Category
Preview:
DESCRIPTION
latar beakangrumusan masalahsebab akibatmetablismekulturalpembahasan kesimpulandaftar pustakagambaran mengenai penyait akibat teranggunya funsi paru paru
Citation preview
PATOFISIOLOGI EDEMA PARU
Disusun oleh
M.Arief Akbar (08111006036)
M. Raedi Ardian (08111006028)
Alifa Syafira Putri (08111006049)
M. Rizky (081121006024)
Rachmatika Adhadita Sari (08121006028)
Anggia Paramahani (08121006042)
Nurfitriyana (08121006050)
JURUSAN FARMASI
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRWIJAYA
2014
LATAR BELAKANG
Secara harafiah pernapasan berarti pergerakan oksigen dari atmosfer menuju ke sel-
sel dan keluarnya karbon dioksida dari sel-sel ke udara bebas. Proses pernapasan terdiri dari
beberapa langkah di mana sistem pernapasan, sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler
memegang peranan yang sangat penting. Pada dasarnya, sistem pernapasan terdiri dari suatu
rangkaian saluran udara yang menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan membran
kapiler alveoli, yang merupakan pemisah antara sistem pernapasan dengan sistem
kardiovaskuler.
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring,
trakea, bronkus, dan bronkiolus atau bronkiolus terminalis.Saluran pernapasan dari hidung
sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia.Ketika udara masuk ke dalam
rongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini
merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat,
bersilia dan bersel goblet.
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru,
yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1) bronkiolus respiratorius, yang terkadang
memiliki kantung udara kecil atau alveoli pada dindingnya, (2) duktus alveolaris, seluruhnya
dibatasi oleh alveoli, dan (3) sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir paru-paru.
Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh
suatu jalinan kapiler, maka batas antara cairan dan gas membentuk suatu tegangan
permukaan yang cenderung mencegah suatu pengembangan pada waktu inspirasi dan
cenderung kolaps pada waktu ekspirasi.Tetapi, untunglah alveolus dilapisi oleh zat
lipoprotein yang dinamakan surfaktan, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan
mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah kolaps
alveolus pada waktu ekspirasi. 6
Ruang alveolus dipisahkan dari interstisium paru oleh sel epitel alveoli tipe I, yang dalam
kondisi normal membentuk suatu barrier yang relatif non-permeabel terhadap aliran cairan
dari interstisium ke rongga-rongga udara. Fraksi yang besar ruang interstisial dibentuk oleh
kapiler paru yang dindingnya terdiri dari satu lapis sel endotel di atas membran basal, sedang
sisanya merupakan jaringan ikat yang terdiri dari jalinan kolagen dan jaringan elastik,
fibroblas, sel fagositik, dan beberapa sel lain. Faktor penentu yang penting dalam
pembentukan cairan ekstravaskular adalah perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam
lumen kapiler dan ruang interstisial, serta permeabilitas sel endotel terhadap air, solut, dan
molekul besar seperti protein plasma.
Pada tahap awal terjadinya edema paru terdapat peningkatan kandungan cairan di
jaringan interstisial antara kapiler dan alveoli. Pada edema paru akibat peningkatan
permeabilitas kapiler paru dipikirkan bahwa kaskade inflamasi timbul beberapa jam
kemudian yang berasal dari suatu fokus kerusakan jaringan tubuh. Neutrofil yang teraktivasi
akan beragregasi dan melekat pada sel endotel yang kemudian menyebabkan pelepasan
berbagai toksin, radikal bebas, dan mediator inflamasi seperti asam arakidonat, kinin, dan
histamin. Proses kompleks ini dapat diinisiasi oleh berbagai macam keadaan atau penyakit
dan hasilnya adalah kerusakan endotel yang berakibat peningkatan permeabilitas kapiler
alveolar. Alveoli menjadi terisi penuh dengan eksudat yang kaya protein dan banyak
mengandung neutrofil dan sel inflamasi sehingga terbentuk membran hialin.Karakteristik
edema paru akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru adalah tidak adanya peningkatan
tekanan pulmonal (hipertensi pulmonal).
A. DEFINISI
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru karena
pembengkakan atau akumulasi cairan dalam paru.Edema paru menurut arif S.merupakan
suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravaskuler dalam paru.. Edema paru
adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik rongga interstitial maupun dalam
alveoli.Edema paru merupakan tanda adanya kongesti paru tindak lanjut, dimana cairan
mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes keluar menimbulkan dispneu
sangat berat.
Kongesti paru terjadi bila dasar vaskuler paru penerima darah yang berlebihan dari
ventrikel kanan, yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri.Sedikit
ketidakseimbangan antara aliran masuk dari sisi kanan dan aliran keluar pada sisi kiri jantung
tersebu mengaibatakan konsekuensi yang berat.Edema paru adalah akibat dari perubahan
fisiologis tekanan dalam paru seperti ketika aliran darah berlangsung sangat cepat dan tidak
normal sehingga terlalu membebani sistem sirkulasi tubuh yang kemudian menyebabkan
terakumulasinya cairan dalam paru.
“Edema paru adalah terkumpulnya cairan extravaskuler yang patologis di dalam paru.”( Ilmu Penyakit Dalam Jilid II hal : 767 )
Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh
darah kecil pada paru-paru ditempati oleh
kantong-kantong udara yang sangat kecil yang
disebut alveoli, dimana oksigen dari udara diambil
oleh darah yang melaluinya, dan karbon dioksida
dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk
dihembuskan keluar.Alveoli normalnya
mempunyai dinding yang sangat tipis yang
mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan
biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dindig ini kehilangan integritasnya.
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes
keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara.Ini dapat
menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida),
berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Kondisi ini dapat
dikatakan sebagai “air dalam paru-paru”. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak
faktor-faktor yang berbeda.Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic
pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-
cardiogenic pulmonary edema.
B. ETIOLOGI
1. Ketidak-seimbangan Starling
Forces :
a) Peningkatan tekanan kapiler
paru :
- Peningkatan tekanan vena paru
tanpa adanya gangguan fungsi
ventrikel kiri (stenosis mitral).
- Peningkatan tekanan vena paru
sekunder oleh karena
gangguan fungsi ventrikel kiri.
- Peningkatan tekanan kapiler
paru sekunder oleh karena
peningkatan tekanan arteria
pulmonalis (over perfusion
pulmonary edema).
b) Penurunan tekanan onkotik
plasma.
- Hipoalbuminemia sekunder
oleh karena penyakit ginjal,
hati, protein-losing
enteropaday, penyakit
dermatologi atau penyakit
nutrisi.
c) Peningkatan tekanan negatif
intersisial :
- Pengambilan terlalu cepat
pneumotorak atau efusi pleura
(unilateral).
-Tekanan pleura yang sangat
negatif oleh karena obstruksi
saluran napas akut bersamaan
dengan peningkatan end-
expiratory volume (asma).
d) Peningkatan tekanan onkotik
intersisial.
- Sampai sekarang belum ada
contoh secara percobaan
maupun klinik.
2. Perubahan permeabilitas
membran alveolar-kapiler (Adult
Respiratory Distress Syndrome)
- Pneumonia (bakteri, virus,
parasit).
- Bahan toksik inhalan (phosgene,
ozone, chlorine, asap Teflon®,
NO2, dsb).
- Bahan asing dalam sirkulasi (bisa
ular, endotoksin bakteri, alloxan,
alpha-naphthyl thiourea).
- Aspirasi asam lambung.
- Pneumonitis radiasi akut.
- Bahan vasoaktif endogen
(histamin, kinin).
- Disseminated Intravascular
Coagulation.
- Imunologi : pneumonitis
hipersensitif, obat nitrofurantoin,
leukoagglutinin.
- Shock Lung oleh karena trauma
di luar toraks.
- Pankreatitis Perdarahan Akut.
3. Insufisiensi Limfatik :
- Post Lung Transplant.
- Lymphangitic Carcinomatosis.
- Fibrosing Lymphangitis
(silicosis).
4. Tak diketahui/tak jelas
- High Altitude Pulmonary Edema.
- Neurogenic Pulmonary Edema.
- Narcotic overdose.
- Pulmonary embolism.
- Eclampsia
- Post Cardioversion.
- Post Anesthesia.
- Post Cardiopulmonary Bypass.
C. EPIDEMIOLOGI
Kasus penyakit edema paru banyak terjadi pada daerah tropis dan subtropics,
negara bagian timur dan barat berpotensi terkena penyakit ini. Edema paru juga
dapat terjadi pada wanita dan laki-laki yang berpotensi karena faktor-faktor penyebab
edema paru, tidak ada batasan persentase antara laki-laki dan perempuan. Waktu juga
tidak signifikan untuk mengetahui persentase penyakit ini ,edema paru terjadi
sepanjang tahun.
Penyakit Edema paru pertama kali di Indonesia ditemukan pada
tahun1971.Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai
tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia.Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus
menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah. Di
Indonesia insiden terbesar terjadi pada 1998, dengan Incidence Rate(IR) = 35,19 per
100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar
10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun
2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002);dan 23,87 (tahun 2003)
D. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi
(foto toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara klinik
sukar dideteksi dini
Stadium 1. Adanya distensi dari pembuluh darah kecil paru yang prominen
akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi
gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat
bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin
adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada
saat inspirasi.
Stadium 2. Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh
darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal . Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor intersisial,
akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena
pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat
takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi
takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan
intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan
saja.
Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat
terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan
batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan
nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt.Penderita biasanya menderita
hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute
respiratory acidemia. (Ingram and Braunwald, 1988).
Timbulnya penyakit ini berbeda-beda, tetapi umumnya akan terjadi secara
cepat. Penderita sering sekali mengeluh tentang kesulitan bernapas atau perasaan
tertekan atau perasaan nyeri pada dada.Biasanya terdapat batuk yang sering
menghasilkan riak berbusa dan berwarna merah muda.Terdapat takipnue serta denyut
nadi yang cepat dan lemah, biasanya penderita tampak sangat pucat dan mungkin
sianosis.
Pada pemeriksaan fisik, pada perkusi terdengar keredupan dan pada
pemeriksaan auskultasi di dapat ronki basah dan bergelembung pada bagian bawah
dada
Gambaran klinis yang didapat dapat berupa kesulitan bernapas atau perasaan
tertekan atau perasaan nyeri pada dada.Biasanya terdapat batuk yang sering
menghasilkan riak berbusa dan berwarna merah muda.Terdapat takipne serta denyut
nadi yang cepat dan lemah, biasanya penderita tampak sangat pucat dan mungkin
sianosis. Pada pemeriksaan fisik, pada perkusi terdengar keredupan dan pada
pemeriksaan auskultasi di dapat ronki basah dan bergelembung pada bagian bawah
dada
E. MACAM-MACAM EDEMA PARU
1. Edema Paru Non Kardionik
Edema paru nonkardiogenik adalah penimbunan cairan pada jaringan
interstisial paru dan alveolus paru yang disebabkan selain oleh kelainan jantung.
2. Edema Paru campuran/ patofisiologinya belum diketahui
a. Edema paru karena ketinggian (high-altitude pulmonary edema/HAPE)
b. Edema paru neurogenik
c. Re-expansion pulmonary edema
d. Overedosis narkotik
e. Tocolytic therapy
f. Uremia
3. Edema paru kardogenik
Edema Paru Kardiogenik adalah edema paru yang disebabkan oleh
meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena meningkatnya
tekanan vena pulmonalis.Edema Paru Kardiogenik menunjukkan adanya akumulasi
cairan yang rendah protein di interstisial paru dan alveoli ketika vena pulmonalis dan
aliran balik vena di atrium kiri melebihi keluaran ventrikel kiri.
F. PATOFISIOLOGI
Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiogenik dibagi
menjadi 3 kelompok :
1. Peningkatan Afterload (Pressure overload) :
Terjadi beban yang berlebihan terhadap ventrikel pada saat sistolik.
2. Peningkatan preload (Volume overload) :
Terjadi beban yang berlebihan saat diastolik
3. Gangguan Kontraksi Miokardium Primer :
Pada Infark Miokard Akut jaringan otot yang sehat berkurang, sedangkan pada
Kardiomiopati Kongestif terdapat gangguan kontraksi miokardium secara
umum
Edema Paru Kardiogenik
Edema paru akut kardiogenik ini merupakan bagian dari spektrum klinis
Acute Heart Failure Syndrome (AHFS).AHFS didefinisikan sebagai munculnya gejala
dan tanda secara akut yang merupakan sekunder dari fungsi jantung yang tidak
normal (Maria, 2010).
Edema paru kardiogenik atau edema volume overloadterjadi karena
peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler paru yang menyebabkan peningkatan
filtrasi cairan transvaskular. Ketika tekanan interstitial paru lebih besar daripada
tekanan pleural maka cairan bergerak menuju pleura visceralis yang menyebabkan
efusi pleura.Sejak permeabilitas kapiler endothel tetap normal, maka cairan edema
yang meninggalkan sirkulasi memiliki kandungan protein yang rendah.Peningkatan
tekanan hidrostatik di kapiler pulmonal biasanya berhubungan dengan peningkatan
tekanan vena pulmonal akibat peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan
tekanan atrium kiri.Peningkatan ringan tekanan atrium kiri (18 – 25 mmHg)
menyebabkan edema di perimikrovaskuler dan ruang intersisial peribronkovaskular.
Jika tekanan atrium kiri meningkat lebih tinggi (>25) maka cairan edema akan
menembus epitel paru, membanjiri alveolus. Kejadian tersebut akan menimbulkan
lingkaran setan yang terus memburuk dengan proses sebagai berikut :
- Meningkatnya kongesti paru akan menyebabkan desaturasi, menurunnya pasokan
oksigen miokard dan akhirnya semakin memburuknya fungsi jantung.
- Hipoksemia dan meningkatnya cairan di paru menimbulkan vasokonstriksi
pulmonal sehingga meningkatkan tekanan ventrikel kanan. Peningkatan tekanan
ventrikel kanan melalui mekanime interdependensi ventrikel akan semakin
menurunkan fungsi ventrikel kiri.
- Insufisiensi sirkulasi akan menyebabkan asidosis sehingga memperburuk fungsi
jantung.
(Lorraine et al, 2005; Maria, 2010)
Secara patofisilogi edema paru kardiogenik ditandai dengan transudasi cairan
dengan kandungan protein yang rendah ke paru akibat terjadinya peningkatan
tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru.Transudasi ini terjadi tanpa
perubahan pada permiabilitas atau integritas dari membran alveoli-kapiler dan hasil
akhir yang terjadi adalah penurunan kemampuan difusi, hiposemia dan sesak nafas
(Harun dan Sally, 2009).
Seringkali keadaan ini berlangsung dengan derajat yang berbeda-beda.
Dikatakan pada stage 1 distensi dan keterlibatan pembuluh darah kecil di paru akibat
peningkatan tekanan di atrium kiri, dapat memperbaiki pertukaran udara diparu dan
meningkatkan kemampuan difusi dari gas karbon monoksida. Pada keadaan ini akan
terjadi sesak nafas saat melakukan aktivitas fisik dan disertai ronkhi inspirasi akibat
terbukanya saluran nafas yang tertutup (Harun dan Sally, 2009).
Apabila keadaan berlanjut hingga derajat berikutnya atau stage 2, edema
interstitial diakibatkan peningkatan cairan pada daerah interstitial yang longgar
dengan jaringan perivaskular dari pembuluh darah besar, hal ini akan mengakibatkan
hilangnya gambaran paru yang normal secara radiografik dan petanda septum
interlobuler (garis Kerley B). Pada derajat ini akan terjadi kompetisi untuk
memperebutkan tempat antara pembuluh darah, saluran nafas dan peningkatan jumlah
cairan didaerah di interstitium yang longgar tersebut, dan akan terjadi pengisian di
lumen saluran nafas yang kecil yang menimbulkan refleks bronkokonstriksi.
Ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi akan mengakibatkan terjadinya
hipoksemia yang berhubungan dengan ventilasi yang semakin memburuk. Pada
keadaan infark miokard akut misalnya, beratnya hipoksemia berhubungan dengan
tingkat peningkatan tekanan baji kapiler paru.Sehingga seringkali ditemukan
manifestasi klinis takipnea (Harun dan Sally, 2009).
Pada proses yang terus berlanjut atau meningkat menjadi stage 3 dari edema
paru tesebut, proses pertukaran gas sudah menjadi abnormal, dengan hipoksemia yang
berat dan seringkali hipokapnea. Alveolar yang sudah terisi cairan ini terjadi akibat
sebagian besar saluran nafas yang besar terisi cairan berbusa dan mengandung darah,
yang seringkali dibatukkan keluar oleh si pasien.Secara keseluruhan kapasitas vital
dan volume paru semakin berkurang di bawah normal.Terjadi pirai dari kanan ke kiri
pada intrapulmonal akibat perfusi dari alveoli yang telah terisi cairan.Walaupun
hipokapnea yang terjadi pada awalnya, tetapi apabila keadaan semakin memburuk
maka dapat terjadi hiperkapnea dengan asidosis respiratorik akut apalagi bila pasien
sebelumnya telah menderita penyakit paru obstruktif kronik. Dalam hal ini terapi
morfin yang telah diketahui memiliki efek depresi pada pernafasan, apabila akan
dipergunakan harus dengan pemantau yang ketat (Harun dan Sally, 2009).
Ket Gbr : Radiologi Edema Paru Akut Kardiogenik (dikutip dari Koga dan Fujimoto, 2009)
Edema paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik
maka sebaliknya edema paru nonkardiogenik disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas pembuluh darah paru yang menyebabkan meningkatnya cairan dan
protein masuk ke dalam intersisial paru dan alveolus (Gambar 2.4C). Cairan edema
paru nonkardiogenik memiliki kadar protein tinggi karena membran pembuluh darah
lebih permeabel untuk dilewati oleh molekul besar seperti protein plasma. Banyaknya
cairan edema tergantung pada luasnya edema interstitial, ada atau tidak adanya cidera
pada epitel alveolar dan kemampuan dari epitel alveolar untuk secara aktif
mengeluarkan cairan edema alveolar.Edema paru akibat acute lung injury dimana
terjadi cedera epitel alveolar yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk
menghilangkan cairan alveolar (Lorraine et al, 2005; Maria, 2010).
Edema paru NonKardiogenik
Edema paru non kardiogenik terjadi akibat dari transudasi cairan dari
pembuluh-pembuluh kapiler paru-paru ke dalam ruang interstisial dan alveolus paru-
paru yang diakibatkan selain kelainan pada jantung.. Faktor penyebabnya antara lain :
1. Peningkatkan permeabilitas kapiler
paru (ARDS)
Secaralangsung
a. Aspirasi asam lambung
b. Tenggelam
c. Kontusio paru
d. Pnemonia berat
e. Emboli lemak
f. Emboli cairan amnion
i. Inhalasi bahan kimia
ii. Keracunan oksigen
Tidak langsung
a. Sepsis
b. Trauma berat
c. Syok hipovolemik
d. Transfusi darah berulang
e. Luka bakar
f. Pankreatitis
g. Koagulasi intravaskular diseminata
h. Anafilaksis
2. Peningkatan tekanan kapiler paru
a. Sindrom kongesti vena
i. Pemberian cairan
yang berlebih
ii. Transfusi darah
iii. Gagal ginjal
b. Edema paru neurogenik
c. Edema paru karena ketinggian
tempat (Altitude)
3. Penurunan tekanan onkotik
a. Sindrom nefrotik
b. Malnutrisi
4. Hiponatremia
G. TERAPI EDEMA PARU
Terapi Non Farmakologis :
• Pasien diposisikan dalam keadaan duduk atau setengah duduk. Oksigen (40-
50%) segera diberikan sampai dengan 8 L/menit, untuk mempertahankan PO2, kalau
perlu dengan masker.
• Jika kondisi pasien semakin memburuk, timbul sianosis, makin sesak, PO2
tidak bisa dipertahankan ≥60 mmHg, atau terjadi kegagalan mengurangi cairan
edema, maka perlu dilakukan intubasi endotrakeal, dan penggunaan ventilator.
Terapi Farmakologi
• Morfin Sulfat
Morfin diberikan secara intravena dengan dosis 2-5 mg. Dapat diulangi tiap
15 menit.Sampai total dosis 15 mg biasanya cukup efektif.Efek terapi : obat ini
mengurangi kecemasan, mengurangi rangsang vasokonstrikstor adrenergik terhadap
pembuluh darah arteriole dan vena.
• Nitroglycerin dan Nitroprusside
Nitroglycerin sublingual 0,4-0,6 mg (dapat diulangi setiap 5 menit). Pada pasien
dengan hipertensi resisten dan tidak berespon baik dengan pemberian nitroglycerin,
dapat diberikan nitroprusside dimulai dengan dosis 2,5 ug/kgBB/menit.
• Diuretik loop intravena
Diberikan furosemid 40-80 mg i.v. bolus atau bumetanide 0,5 – 1 mg iv, dapat
diulangi atau dosis ditingkatkan setelah 4 jam. Selama terapi ini, elektrolit serum
dimonitor terutama kalium.
• Aminofilin
Kadang-kadang aminofilin 240-480 mg intravena efektif mengurangi
bronkokonstriksi, meningkatkan aliran darah ginjal dan pengeluaran natrium dan
memperkuat konstraksi miokard.
• Obat trombolitik
Atau revaskularisasi pada pasien dengan infark miokard akut.
• Dopamin atau Dobutamin
2-5 ug/kgBB/menit atau dobutamin 2-10 ug/kgBB/menituntuk menstabilkan
hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai renspons klinis atau keduanya.
• Inotropic
Dopamin dosis 5-10 ug/kg/menit sampai mencapai tekanan sistolik 90-100
mmHg. Dopamin dapat diberikan sendiri atau dikombinasikan dengan dobutamin
yang dimulai dengan dosis 2,5 ug/kgBB/menit sampai terjadi respon klinis yang
diinginkan.
H. DIAGNOSIS
Anamnesis
Anamnesis atau medical history adalah informasi yang dikumpulkan oleh
dokter dengan melakukan pertanyaan-pertanyaan spesifik baik itu terhadap
pasien (autoanamnesis) maupun dari orang yang dianggap dapat memberikan
keterangan yang berhubungan dengan keadaan pasien. Anamnesis dapat menjadi
petunjuk ke arah kausa edema paru, misalnya adanya riwayat sakit jantung,
riwayat adanya gejala yang sesuai dengan gagal jantung kronis.Edema paru akut
kardiak, kejadiannya sangat cepat dan terjadi hipertensi pada kapiler paru secara
ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman yang menakutkan bagi pasien karena
mereka batuk-batuk dan seperti seseorang yang akan tenggelam.
Pemeriksaan fisik
Terdapat takipnea, ortopnea (manifestasi lanjutan).Takikardia, hipotensi atau
tekanan darah bisa meningkat. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar dapat
mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi atau sedikit
membungkuk ke depan, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela interkostal dan
fossa supraklavikula yang menunjukkan tekanan negatif intrapleural yang besar
dibutuhkan pada saat inspirasi, batuk dengan sputum yang berwarna kemerahan
(pink frothy sputum) serta JVP meningkat. Pada pemeriksaan paru akan terdengar
ronki basah setengah lapangan paru atau lebih dan terdapat wheezing.
Pemeriksaan jantung dapat ditemukan gallop, bunyi jantung 3 dan 4. Gallop
adalah kelainan bunyi jantung yang ditandai bila pengisisan darah ventrikel
terhambat selama diastolik,seperti terjadi pada berbagai keadaan penyakit, maka
akan terjadi getaran sementara pada saat diastolik, serupa dengan bunyi jantung
pertama dan kedua meskpun lebih halus. Maka bunyi jantung menjadi triplet dan
menimbulkan efek akustik seperti gallop kuda sehingga disebut gallop.
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang relevan diperlukan untuk mengkaji etiologi
edema paru. Pemeriksaan tersebut diantaranya pemeriksaan hematologi / darah
rutin, fungsi ginjal, elektrolit, kadar protein, urinalisa, analisa gas darah, enzim
jantung (CK-MB, troponin I) dan Brain Natriuretic Peptide (BNP). BNP dan
prekursornya Pro BNP dapat digunakan sebagai rapid test untuk menilai edema
paru kardiogenik pada kondisi gawat darurat. Kadar BNP plasma berhubungan
denganpulmonary artery occlusion pressure, left ventricular end-
diastolic pressure dan left ventricular ejection fraction. Khususnya pada pasien
gagal jantung, kadar pro BNP sebesar 100pg/ml akurat sebagai prediktor gagal
jantung pada pasien dengan efusi pleura dengan sensitifitas 91% dan spesifisitas
93%. Nilai BNP dan Pro BNP berkorelasi dengan LV filling Pressure.
Pemeriksaan BNP ini menjadi salah satu test diagnosis rutin untuk menegakkan
gagal jantung kronis berdasarkan pedoman diagnosis dan terapi gagal jantung
kronik Eropa dan Amerika. Bukti penelitian menunjukkan bahwa Pro BNP/BNP
memiliki nilai prediksi negatif dalam menyingkirkan gagal jantung dari penyakit
lainnya.
Radiologis
Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang
menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-
tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan
sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh
struktur-struktur tulang dari dinding dada.
X-ray dada yang menunjukkan adanya edema paru tampak lebih putih pada
kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari
pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan
pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang
normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari
pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal
tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.
Pada foto thorax menunjukkan jantung membesar, hilus yang melebar, pedikel
vaskuler dan vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan adanya garis
kerley A, B dan C akibat edema interstisial atau alveolar seperti pada gambaran
ilustrasi 2.5. Lebar pedikel vaskuler < 60 mm pada foto thorax Postero-
Anterior terlihat pada 90% foto thorax normal dan lebar pedikel vaskuler > 85 mm
ditemukan 80% pada kasus edema paru. Sedangkan vena azygos dengan diameter
> 7 mm dicurigai adanya kelainan dan dengan diameter > 10mm sudah pasti
terdapat kelainan, namun pada posisi foto thorax terlentang dikatakan abnormal
jika diameternya > 15 mm. Peningkatan diameter vena azygos > 3 mm jika
dibandingkan dengan foto thorax sebelumnya terkesan menggambarkan adanya
overload cairan.
Garis kerley A (gambar 2.6) merupakan garis linear panjang yang
membentang dari perifer menuju hilus yang disebabkan oleh distensi saluran
anastomose antara limfatik perifer dengan sentral. Garis kerley B terlihat sebagai
garis pendek dengan arah horizontal 1-2 cm yang terletak dekat sudut
kostofrenikus yang menggambarkan adanya edema septum interlobular. Garis
kerley C berupa garis pendek, bercabang pada lobus inferior namun perlu
pengalaman untuk melihatnya karena terlihat hampir sama dengan pembuluh
darah.
Perbedaan radiologi edema paru kardiogenik dan non kardiogenik
NO. Gambaran Radiologi Edema Kardiogenik Edema Non
Kardiogenik
1 Ukuran Jantung Normal atau membesar Biasanya Normal
2 Lebar pedikel Vaskuler Normal atau melebar Biasanya normal
3 Distribusi Vaskuler Seimbang Normal/seimbang
4 Distribusi Edema rata / Sentral Patchy atau perifer
5 Efusi pleura Ada Biasanya tidak ada
6 Penebalan Peribronkial Ada Biasanya tidak ada
7 Garis septal Ada Biasanya tidak ada
8 Air bronchogram Tidak selalu ada Selalu ada
Ke
Kateterisasi pulmonal
Pengukuran tekanan baji pulmonal (Pulmonary artery occlusion pressure /
PAOP) dianggap sebagai pemeriksaan gold standard untuk menentukan penyebab
edema paru akut.Lorraine dkk mengusulkan suatu algoritma pendekatan klinis
untuk membedakan kedua jenis edema tersebut.Disamping itu, ada sekitar 10%
pasien dengan edema paru akut dengan penyebab multipel.Sebagai contoh, pasien
syok sepsis dengan ALI, dapat mengalami kelebihan cairan karena resusitasi yang
berlebihan.Begitu juga sebaliknya, pasien dengan gagal jantung kongesti dapat
mengalami ALI karena pneumonia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Edema Paru Akut Kardiogenik. http://jantungoke.blogspot.com.
Diakses pada tanggal 23 Agustus 2014.Pukul 15.00 WIB.
Anonim.2011. Edema Paru.http://kampus-kedokteran.blogspot.com. Diakses pada
tanggal 23 Agustus 2014.Pukul 15.00 WIB.
Anonim.2014.Penatalaksanaan Terkini ARDS.(Online).
(http://www.interna.fk.ui.ac.id/artikel/ Amin Z, Ranitya R. darurat2002/dar2_01.html)diakses
pada 22 agustus 2014 pukul 22.00
Harun,S. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Soewondo A, Amin Z. 1998. Edema Paru.Dalam: Soeparman, Sukaton U, Waspadji
S, et al, Ed. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Ket Gbr : Ilustrasi Radiologi Edema Paru Akut Kardiogenik
Ket Gbr :Gambaran Radiologi Edema Paru Akut Kardiogenik (dikutip dari Koga dan
Wilson LM.1995. Penyakit Kardiovaskuler dan Paru-Paru. Dalam: Price SA, Wilson
LM. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit). Edisi Bahasa Indonesia: Alih
Bahasa: Anugerah P. Edisi IV. Buku I. EGC. Jakarta.
Recommended