View
244
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Imunologi-Inflamasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Hampir setiap saat, para ahli menemukan suatu metode baru yang
berkaitan dengan sistem imun baik pada manusia (inflamasi). Dewasa ini,
perkembangan bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga
pada ilmu-ilmu terapan dan murni lain, seperti biokimia, komputer, biologi
molekular, mikrobiologi, genetika, kimia, matematika, dan lain sebagainya.
Dengan kata lain, imunologi adalah ilmu terapan yang mempelajari mengenai
sistem pertahanan tubuh terhadap paparan benda asing dari luar tubuh
Cakupan dari ilmu imunologi ini sangatlah luas, namun pada makalah
kali ini cukup berfokus pada satu pokok bahasan yaitu inflamasi. Inflamasi atau
yang sering dikenal dengan istilah radang merupakan suat kejadian normal dari
tubuh yang berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh. Inflamasi ini terjadi akibat
sistem pertahan yang ada dalam tubuh sudah tidak mampu lagi melawan paparan
benda asing dari tubuh ( virus dan bakteri) secara biologis tempat tempat yang
mendapatkan serangan dari luar tersebut akan terjadi inflamasi atau peradangan.
Di mana terlebih dahulu sebelum terjadi peradangan tubuh akan mengarahkan ke
tempat pertahan setelah antibodi yaitu kelenjar pertahanan, di kelenjar
pertahanan inilah semua benda asing (virus dan bakteri) berkumpul dan di
fagositosis oleh sel darah putih ( netrofil, basofil, eusinofi, monosit, dan limfosit)
semua bagian dari sel darah putih ini mempunyai fagositosis terhadap benda
asing ada yang fagositosi terhadap bakteri dan mikroba sesuai dengan benda
asing yang masuk ke dalam tubuh.
Bila semua itu sudah tidak mampu menahan serangan dari luar maka
terjadilah inflamasi atau peradangan. Peradangan itu sendiri dapat dibedakan
menjadi dua yaitu regional dan sistemik. Peradangan regional misalnya
pembengkakan yang terjadi pada pangkal femur ketika kaki mengalami bisul
atau luka yang terinfeksi kuman. Sedangkan kalau peradangan yang menyerang
seluruh tubuh atau sistemik maka manusia atau hewan tersebut suhu tubuhnya
akan meningkat dan mengalami demam kalau pada manusia.
Page 1
Imunologi-Inflamasi
Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meninjau lebih dalam
mengenai ilmu imunologi khususnya tentang inflamasi. Karena dengan
mengetahui makhluk hidup mengalami peradangan, kita sebagai calon farmasis
dapat memahami lebih jauh lagi mengenai penyakit yang menyerang pada
makhluk hidup tersebut. Inflamasi menjadi indikator utama makhluk hidup
tersebut dalam keadaan tidak sehat, mengingat inflamasi ini berkaitan dengan
sistem kekebalan tubuh. Jika terjadi inflamasi pastilah tubuh sudah terpapar beda
asing( virus dan bakteri) sehingga dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari beberapa ulasan secara umum yang telah dipaparkan, adapun yang menjadi
fokus pembahasan penulis, meliputi :
1.2.1 Apa definisi inflamasi atau peradangan?
1.2.2 Bagaimana dan dimana proses terjadinya inflamasi ?
1.2.3 Apa tujuan inflamasi ?
1.2.4 Apa saja yang menjadi penyebab inflamasi ?
1.2.5 Apa saja klasifikasi inflamasi ?
1.2.6 Apa gejala inflamasi ?
1.2.7 Makanan apa saja yang menyebabkan inflamasi ?
1.2.8 Bagaimana proses penyembuhan dan perbaikan jaringan ?
1.2.9 Apa saja yang menjadi faktor penyembuhan luka ?
1.2.10 Apa saja contoh penyakit inflamasi ?
1.3 MANFAAT DAN TUJUAN PENULISAN
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini, yaitu:
1.3.1 Dapat menjelaskan definisi inflamasi;
1.3.2 Dapat menjelaskan tipe inflamasi;
1.3.3 Dapat menyebutkan dan menjelaskan gejala inflamasi;
1.3.4 Dapat mengetahui tempat terjadinya inflamasi;
1.3.5 Dapat memenuhi salah satu tugas mata kuliah Imunologi Farmasi FMIPA
ISTN.
Page 2
Imunologi-Inflamasi
Sedangkan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan
ilmu pengetahuan Imunologi Farmasi bidang Inflamasi atau peradangan,
sehingga akan meningkatan pengetahuan tentang inflamasi, pemanfaatan
teknologi, dan terwujudnya kesejahteraan masyarakat bila menemukan pasien
yang terserang inflamasi.
1.4 METODE PENULISAN
Makalah ini kami buat setelah melalui beberapa rangkaian atau tahapan,yaitu:
1.4.1 Pengambilan gambar dari internet
1.4.2 Pengumpulan data dari buku dan internet
Page 3
Imunologi-Inflamasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1. Gambaran inflamasi pada jaringan kulit
2.1 PENGERTIAN INFLAMASI
Inflamasi didefinisikan sebagai reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau
cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun didapat.
Inflamasi merupakan respons fisiologis terhadap berbagai rangsangan seperti infeksi
dan cedera jaringan.
Inflamasi merupakan respon terhadap cedera. Arti khususnya, inflamasi adalah
reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut
dan sel-sel dari sirklasi darah ke jaringan interstitial pada daerah cedera atau
nekrosis. Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena
infeksi kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang
memusnahkan agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen
menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang
cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru. Rangkaian reaksi ini disebut
inflamasi (Rukmono, 1973).
Inflamasi atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan
terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin,
bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang
berperan sebagai mediator inflamasi di dalam sistem kekebalan untuk melindungi
jaringan sekitar dari penyebaran infeksi. Inflamasi mempunyai tiga peran penting
Page 4
Imunologi-Inflamasi
dalam perlawanan terhadap infeksi
1. Memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi untuk
meningkatkan performa makrofaga.
2. Menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi.
3. Mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.
Inflamasi adalah respons protektif untuk menghilangkan penyebab jejas (cell
injury), dengan mengencerkan, menghancurkan atau menetralkan agen berbahaya,
serta membuang penyebab awal jejas sehingga proses penyembuhan dapat
dilaksanakan. Inflamasi merupakan sebuah proses kompleks yang meliputi
kerjasama banyak “Pemain”. “Pemain” yang berkontribusi ini adalah sel dan protein
dan sel plasma dalam sirkulasi, sel endotel pembuluh darah dan sel serta matriks
ekstraseluler jaringan ikat. Sel dalam sirkulasi meliputi leukosit (neutrofil, eosinofil,
basofil, limfosit, monosit) dan trombosit; protein dalam sirkulasi meliputi faktor
pembekuan, kininogen dan komponen komplemen; sel endotel sendiri, sel jaringan
ikat meliputi sel mast, makrofag, limfosit dan fobroblas; dan yang terakhir
Extraceluler matrix (ECM) meliputi kolagen dan elastin susun fibrosa, proteoglikan
bentuk gel, glikoprotein adhesif (fibronektin) sebagai struktur penyambung antar
ECM.
Ciri inflamasi salah satunya adalah udem (bengkak atau swelling), ini bisa
terjadi setelah beberapa menit terjadi cidera jaringan, ditemukan vasodilatasi yang
menghasilkan peningkatan volume darah di lokasi tersebut. Permeablitas vaskuler
meningkat menimbulkan kebocoran cairan pembuluh darah dan muncullah udem.
Setelah beberapa jam, leukosit menempel pada sel endotel di daerah inflamasi
dan bermigrasi melewati dinding kapiler masuk ke rongga jaringan, proses ini
disebut ekstravasasi. Berbagai faktor plasma seperti imunoglobulin, komplemen,
sistem aktivasi kontak-koagulasi-fibrinolitik dan sel-sel inflamasi seperti neutrofil,
mastosit, eosinofil, monosit-fagosit, sel endotel dan molekul adhesi, trombosit,
limfosit, dan sitokin berinteraksi satu sama lain. Seperti gambar dibawah ini :
Page 5
Imunologi-Inflamasi
Gambar 2. Gambar Leukosit Melewati Jaringan
Pada keadaan normal, hanya sebagian kecil molekul melewati dinding
vaskuler. Bila terjadi inflamasi, sel endotel mengkerut sehingga molekul-molekul
besar dapat melewati dinding vaskuler. Cairan yang mengandung banyak sel
inflamasi disebut eksudat inflamasi. Eksudat inflamasi mempunyai peranan penting
yaitu mengencerkan toksin yang sering dikeluarkan oleh bakteri. Sel-sel yang
terlibat dalam inflamasi terutama adalah sel-sel pada sistem imun nonspesifik yaitu
neutrofil. Neutrofil merupakan sel utama pada early inflamasi, bermigrasi ke
jaringan dan puncaknya terjadi pada 6 jam pertama.
2.2 TUJUAN INFLAMASI
Tubuh mengalami peradangan (Inflamasi) yang ditimbulkan luka atau
kerusakan jaringan bukannlah semata terjadi begitu saja, melainkan ada beberapa
tujuan yang positif dan negatif ketika terjadi peradangan (inflamasi).
2.2.1 Tujuan Positif Inflamasi
a. Untuk menahan dan memisahkan kerusakan sel.
b. Menghancurkan mikroorganisme.
c. Menginaktifkan toksin.
d. Mempersiapkan perbaikan jaringan.
2.2.2 Tujuan Negatif Inflamasi
a. Menyebabkan reaksi hipersensitifitas.
b. Mengancam jiwa.
c. Menyebabkan kerusakan organ progresif.
d. Pembentukan jaringan parut.
Page 6
Imunologi-Inflamasi
2.3 PENYEBAB TERJADINYA INFLAMASI
Respon peradangan dapat dikenali dari rasa sakit, kulit lebam, demam dan
lain-lain, yang disebabkan karena perubahan pada pembuluh darah di area infeksi:
1. Pembesaran diameter pembuluh darah, disertai peningkatan aliran darah di
daerah infeksi. Hal ini dapat menyebabkan kulit tampak lebam kemerahan dan
penurunan tekanan darah terutama pada pembuluh kecil.
2.
3.
Aktivasi molekul adhesi untuk merekatkan endotelia dengan pembuluh darah.
Kombinasi dari turunnya tekanan darah dan aktivasi molekul adhesi, akan
memungkinkan sel darah putih bermigrasi ke endotelium dan masuk ke dalam
jaringan. Proses ini dikenal sebagai ekstravasasi.
Dan dapat disebabkan oleh :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
Benda – benda Traumatik, seperti : Jarum, pisau, kapak, tombak, panah, dan,
binatang buas
Suhu
Listrik, voltase tinggi
Radiasi Sinar X, Nuklir
Bahan Kimiawi yang Korosif (HNO3, H2SO4) dan zat yang menimbulkan toksin
seperti, bisa Ular / Kalajengking
Benda Infektif
g) Bakteri / Kuman / Basil
1. Golongan Kokus
Stafilokokus, Streptokokus, Meningokokus, Pneumokokus, Diplokokus
2. Golongan virus
- RNA : Polio, rabies
- DNA : HIV
3. Golongan Ricketsia
4. Golongan Klamidia
5. Golongan mikrobakterium KP, MH
h) Golongan Parasit
1.
2.
3.
Malaria, Sifilis, Kencing tikus
Cacing : Cacing Kremi, cacing pita, cacing tambang, cacing gelang
Elephanthiasis
i) Golongan Jamur- jamur
Page 7
Imunologi-Inflamasi
1.
2.
3.
Kandida sp, Kriptokokus neoformans
Epidermophyta , Aspergyllus sp
Tinea : Ingunialis, Kapitis, Versikolor
2.4 GEJALA INFLAMASI
Ketika terjadi inflamasi, akan ditandai dengan gejala-gejala, yaitu :
Rubor (kemerahan) : Merupakan tanda pertama yang ditemukan di daerah
radang, disebabkan oleh arteriol yang berdilatasi.
Kalor (panas) : Terjadi bersamaan dengan rubor karena lebih banyak darah
(pada suhu 37oC) dialirkan dari dalam tubuh kepermukaan daerah yang terkena
dibandingkan ke daerah yang normal.
Tumor (pembengkakan) : Pembengkakan local yang disebabkan perpindahan
cairan dan sel-sel dari aliran darah kejaringan interstisial.
Dolor (nyeri) : terjadi karena pembengkakan jaringan yang meradang sehingga
menimbulkan peningkatan tekanan local yang dapat menyebabkan nyeri.
FungsioLaesa (perubahan fungsi) : bagian bengkak, nyeri disertai sirkulasi
abnormal dan lingkungan kimiawi local abnormal, berfungsi secara abnormal
Tanda-tanda diatas merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang terjadi
akibat kerusakan jaringan dalam pembuluh pengalir terminal, eksudasi dan
perangsangan reseptor nyeri. Radang dapat dihentikan dengan menghentikan kerja
yang merusak. Pada gangguan darah regional dan eksudasi terjadi emigrasi sel-sel
darah ke dalam ruang ekstrasel serta proliferasi histiosit fibroblas. Proses ini juga
berfungsi primer pada perlawanan terhadap kerusakan serta pemulihan kondisis
asalnya, walaupun demikian juga dapat bekerja negatif. Reaksi ini disebabkan oleh
pembebasan bahan mediator (histamin, serotonin, prostaglandin dan kinin).
Prostaglandin dilepaskan menyebabkan bertambahnya vasodilatasi,
permeabilitas kapiler, nyeri dan demam. Apabila membran sel mengalami kerusakan
oleh suatu rangsangan kimia, fisik atau mekanis, Maka enzim fosfolipase diaktifkan
untuk mengubah fosfolipida menjadi asam arakidonat. Kemudian asam lemak tak
jenuh ini sebagian diubah oleh enzim siklooksigenase menjadi endoperoksida dan
seterusnya menjadi zat-zat prostaglandin.
2.5 PROSES TERJADINYA INFLAMASI
Page 8
Imunologi-Inflamasi
Proses inflamasi akan berjalan sampai antigen dapat disingkirkan, pada
umumnya terjadi cepat berupa inflamasi akut yang berlangsung beberapa jam sampai
hari. Inflamasi akan pulih setelah mediator diinaktifkan. Bila penyebab inflamasi
tidak dapat disingkirkan dengan antigen, akan terjadi inflamasi kronis yang dapat
merusak jaringan dan kehilangan fungsi sama sekali.
Gambar 3. Perjalanan Inflamasi
Bila jaringan tubuh mengalami cedera atau mati, selama hospes tetap hidup
ada respon yang menyolok pada jaringan hidup disekitarnya. Respon terhadap
cedera ini dinamakan inflamasi (peradangan). Peradangan adalah reaksi vascular
yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat yang terlarut dan sel dari sirkulasi
darah ke jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis. Reaksi peradangan itu
sebenarnya adalah peristiwa yang dikoordinasi dengan baik yang dinamis dan
kontinue . Untuk menimbulkan reaksi peradangan maka jaringan harus hidup dan
khususnya harus memiliki mikrosirkulasi fungsional. Sehingga dimaksud dengan
radang adalah rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan cedera. Pada
proses peradangan terjadi pelepasan histamine dan zat-zat humoral lain kedalam
cairan jaringan sekitarnya. Akibat dari sekresi histamine tersebut berupa:
1.
2.
3.
4.
5.
Peningkatan aliran darah local
Peningkatan permeabilitas kapiler
Perembesan ateri dan fibrinogen kedalam jaringan interstitial
Edema ekstraseluler local
Pembekuan cairan ekstraseluler dan cairan limfe.
Page 9
Imunologi-Inflamasi
Proses terjadinya peradangan yakni pada setiap luka pada jaringan akan timbul
reaksi inflamasi atau reaksi vaskuler. Mula-mula terjadi dilatasi lokal dari arteriole
dan kapiler sehingga plasma akan merembes keluar. Selanjutnya cairan edema
akan terkumpul di daerah sekitar luka, kemudian fibrin akan membentuk semacam
jala, struktur ini akan menutupi saluran limfe sehingga penyebaran mikroorganisme
dapat dibatasi. Dalam proses inflamasi juga terjadi phagositosis, mula-mula
phagosit membungkus mikroorganisme, kemudian dimulailah digesti dalam sel.
pH menjadi asam, kemudian keluar protease seluler yang akan menyebabkan
lysis leukosit. Setelah itu makrofag mononuclear besar akan tiba di lokasi infeksi
untuk membungkus sisa-sisa leukosit. Dan akhirnya terjadilah pencairan (resolusi)
hasil proses inflamasi lokal. Cairan kaya protein dan sel darah putih yang tertimbun
dalam ruang ekstravaskular sebagai akibat reaksi radang disebut eksudat.
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskular dengan berat jenis tinggi (diatas
1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4mg % serta sel-sel darah putih yang
melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai akibat permeabilitas vascular
(memungkinkan protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya
tekanan hidrostatik intravascular sebagai akibat aliran lokal yang meningkat pula dan
serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya. Sedangkan
Transudat adalah cairan dalam ruang interstitial yang terjadi hanya sebagai akibat
tekanan hidrostatik atau turunnya protein plasma intravascular yang meningkat
(tidak disebabkan proses peradangan/inflamasi). Berat jenis transudat umumnya
kurang dari 1.012 yang mencerminkan kandungan protein yang rendah. Contoh
transudat terdapat pada wanita hamil terjadi penekanan dalam cairan tubuh. Bisa
juga proses peradangan diawali dengan masuknya “racun” kedalam tubuh kita.
Contoh “racun” yang paling mudah adalah mikroorganisme penyebab sakit.
Mikroorganisme (m.o) yang masuk ke dalam tubuh memiliki suatu zat toksin
tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya m.o tersebut,
tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya yakni dengan memerintahkan
“tentara pertahanan tubuh” antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk
memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara tubuh itu
akan mengelurkan ”senjata” berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen
(khususnya interleukin 1/IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen
Page 10
Imunologi-Inflamasi
yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus (sel penyusun
hipotalamus) untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam
arakhidonat bisa keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Proses
selanjutnya adalah, asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan
memacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin pun berkat
bantuan dan campur tangan dari enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran
prostaglandin ternyata akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus.
Sebagai kompensasinya, hipotalamus selanjutnya akan meningkatkan titik patokan
suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini dikarenakan
mesin tersebut merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya
terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ini ditujukan utuk
menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Adanya perubahan suhu tubuh di atas
normal karena memang ”setting” hipotalamus yang mengalami gangguan oleh
mekanisme di atas inilah yang disebut dengan demam atau febris. Demam yang
tinggi pada nantinya akan menimbulkan manifestasi klinik (akibat) berupa kejang
(umumnya dialami oleh bayi atau anak-anak yang disebut dengan kejang demam).
Tabel 1. Berbagai Perjalanan Inflamasi
Mikroba Efektor Penyakit
Virus
Influenza
Hepatitis B
Bakteri
Stafilokok
Mikobakteri
Cacing
Cacing saluran cerna
Skistosomiasis
Sel NK, IFN
IFN, Tc
Mutasi virus
Komplemen, neutrofil
Intraselular, tidak dibunuh
IgE, sel mast
Cacing dan telurnya tidak
dapat dikeluarkan
Infeksi disingkirkan
Infeksi disingkirkan
Infeksi kronis dengan inflamasi
hati
Infeksi disingkirkan
Inflamasi kronis dengan granulosa
Cacing dikeluarkan
Inflamasi kronis
2.6 KLASIFIKASI INFLAMASI
Page 11
Imunologi-Inflamasi
2.6.1 Inflamasi Akut
Gambar 4. (A) Pada pembuluh darah yang normal. (B) Manifestasi utama
pada radang akut. (1) dilatasi pembuluh darah menyebabkan eritema
dangan hangat, (2) ekstravasasi cairan plasma dan protein (edema), dan (3)
emigrasi dan akumulasi leukosit di tempat jejas. Sumber: Porth, 2003
Inflamasi akut akan terjadi secara cepat (menit - hari) dengan ciri khas
utama eksudasi cairan, akumulasi neutrofil memiliki tanda-tanda umum
berupa rubor (redness), calor (heat), tumor (swelling), Dolor (pain), Functio
laesa (lose of function).
Hal ini terjadi karena ada tujuan utamanya, yaitu mengirim leukosit ke
tempat jejas untuk membersihkan setiap mikroba. Dengan dua proses utama,
perubahan vaskular (vasodilatasi, peningkatan permeabilitas) dan perubahan
selular (rekrutmen dan aktivasi selular). Perubahan makroskopik yang dapat
diamati berupa hiperemia yang memberikan penampakan eritema, exudation
memberikan penampakan edema, dan emigrasi leukosit.
1. Hyperaemia
Jejas yang terbentuk pertama-tama akan menyebabkan dilatasi
arteri lokal (didahului vasokonstriksi sesaat). Dengan demikian
mikrovaskular pada lokasi jejas melebar, aliran darah mengalami
perlambatan, dan terjadi bendungan darah yang berisi eritrosit pada
bagian tersebut, yang disebut hiperemia. Pelebaran ini lah yang
menyebabkan timbulnya warna merah (eritema) dan hangat. Perlambatan
dan bendungan ini terlihat setelah 10-30 menit.
2. Exudating
Page 12
Imunologi-Inflamasi
Gambar 5. Exudate
Selanjutnya, terjadi peningkatan permeabilitas endotel disertai
keluarnya protein plasma dan sel-sel leukosit ke daerah extravaskular
yang disebut eksudasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah dalam
darah terkonsentrasi, viskositas >>, sirkulasi <<, terutama pada
pembuluh darah-pembuluh darah kecil yang disebut stasis. Pada ujung
arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan keluar
ke dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini
berakibat meningkatnya konsentrasi protein plasma dan menyebabkan
tekanan osmotik koloid bertambah besar, dengan menarik kembali cairan
pada pangkal kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan
menyisakan sedikit cairan dalam jaringan interstisial yang mengalir dari
ruang jaringan melalui saluran limfatik. Umumnya, dinding kapiler dapat
dilalui air, garam, dan larutan sampai berat jenis 10.000 dalton. Eksudat
adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di atas
1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah
putih yang melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai akibat
peningkatan permeabilitas vaskuler (yang memungkinkan protein plasma
dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik
intravaskular sebagai akibat aliran darah lokal yang meningkat pula dan
serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya.
3. Emigrasi Leukosit
Page 13
Imunologi-Inflamasi
Gambar 6. Perpindahan leukosit
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak
keluar dari pembuluh darah. Tempat utama adalah pertemuan antar-sel
endotel. Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi
leukosit, tetapi leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan
antar-sel endotel yang tampak tertutup tanpa perubahan.
Penimbunan sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada
lokasi jejas, merupakan aspek terpenting reaksi radang. Sel darah putih
mampu memfagosit bahan yang bersifat asing, termasuk bakteri dan
debris sel-sel nekrosis, dan enzim lisosom yang terdapat di dalamnya
membantu pertahanan tubuh dengan beberapa cara. Beberapa produk sel
darah putih merupakan penggerak reaksi radang, dan pada hal-hal
tertentu menimbulkan kerusakan jaringan yang berarti. Baik neutrofil,
maupun sel berinti tunggal dapat melewati celah antar sel endhotelial
dengan menggunakan pergerakan amoeboid menuju jaringan target.
Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan
sel-sel darah merah menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang
lebih besar daripada leukosit sendiri. Mula-mula sel darah putih bergerak
dan menggulung pelan-pelan sepanjang permukaan endotel pada aliran
yang tersendat tetapi kemudian sel-sel tersebut akan melekat dan
melapisi permukaan endotel.
4. Kemotaksi
Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju
ke arah utama lokasi jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini
Page 14
Imunologi-Inflamasi
disebabkan oleh pengaruh-pengaruh kimia yang dapat berdifusi disebut
kemotaksis. Hampir semua jenis sel darah putih dipengaruhi oleh faktor-
faktor kemotaksis dalam derajat yang berbeda-beda. Neutrofil dan
monosit paling reaktif terhadap rangsang kemotaksis. Sebaliknya
limfosit bereaksi lemah. Beberapa faktor kemotaksis dapat
mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang lainnya bekerja secara
selektif terhadap beberapa jenis sel darah putih. Faktor-faktor kemotaksis
dapat endogen berasal dari protein plasma atau eksogen, misalnya
produk bakteri berupa protein maupun polipeptida
5. Fagositosis
Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses
fagositosis. Meskipun sel-sel fagosit dapat melekat pada partikel dan
bakteri tanpa didahului oleh suatu proses pengenalan yang khas, tetapi
fagositosis akan sangat ditunjang apabila mikroorganisme diliputi oleh
opsonin, yang terdapat dalam serum (IgG, C3). Setelah bakteri yang
mengalami opsonisasi melekat pada permukaan, selanjutnya sel fagosit
sebagian besar akan meliputi partikel, berdampak pada pembentukan
kantung yang dalam. Partikel ini terletak pada vesikel sitoplasma yang
masih terikat pada selaput sel, disebut fagosom. Meskipun pada waktu
pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granula-granula
sitoplasma neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke
dalamnya, suatu proses yang disebut degranulasi. Sebagian besar
mikroorganisme yang telah mengalami pelahapan mudah dihancurkan
oleh fagosit yang berakibat pada kematian mikroorganisme. Walaupun
beberapa organisme yang virulen dapat menghancurkan leukosit.
2.6.1.1 Penyebab Inflamasi Akut
Infeksi (bakteri, virus, parasit) dan toksin mikroba
Trauma, Benda asing, Agen fisik dan kimia
Nekrosis jaringan, dan Reaksi imun (reaksi hipersensitivitas)
2.6.1.2 Proses Terjadinya Inflamasi Akut
1. Perubahan vascular pada radang akut
Urutan peristiwa yang terjadi adalah sebagai berikut :
Page 15
Imunologi-Inflamasi
Mula-mula terjadi vasokonstriksi yaitu penyempitan
pembuluh darah terutama pembuluh darah kecil (arteriol).
Kemudain akan terjadi vasodilatasi yang dimulai dari
pembuluh arteriol yang tadinya menyempit lalu diikuti
oleh bagian lain pembuluh darah itu. Akibat dilatesi
itu,maka aliran darah akan bertambah sehingga pembuluh
darah itu penuh berisi darah dan tekanan hidrostatiknya
meningkat, yang selanjutnya dapat menyebabkan
keluarnya cairan plasma dari pembuluh darah itu.
Aliran darah menjadi lambat. Karena permeabilitas
kapiler bertambah, maka cairan darah dan protein akan
keluar dari pembuluh darah dan mengakibatkan darah
menjadi kental.
Marginasi leukosit.
Berdasarkan perbedaan intensitas jejas, maka reaksi yang
terjadi
dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Reaksi yang terjadi segera dan hanya berlangsung
sebentar, akibat jejas ringan dan hanya mengenai
pembuluh kapiler.
2. Reaksi segera dan menetap, akibat jejas keras dan
mengenai semua pembuluh darah.
3. Reaksi lambat dan menetap, akibat jejas ringan tetapi
terus-menerus.
2. Reaksi selular pada radang akut
Pada fase awal yaitu 24 jam pertama, sel yang paling
banyak bereaksi ialah sel neutrofil atau leukosit PMN. Setelah
fase awal yang bisa berlangsung selama 48 jam, mulailah sel
makrofag dan sel yang berperan dalam system kekebalan
tubuh seperti limfosit dan sel plasma beraksi. Urutan kejadian
yang dialami oleh leukosit adalah sebagai berikut:
Penepian, leukosit bergerak ketepi pembuluh(margination)
Page 16
Imunologi-Inflamasi
Pelekatan, leukosit melekat pada dinding pembuluh
darah(sticking).
Diapedesis, leukosit keluar dari pembuluh darah (emigrasi)
Fagositosis, leukosit menelan bakteri dan debris jaringan
2.6.1.3 Respon Tubuh Terhadap Inflamasi Akut
Mencerminkan pengaruh mediator yang bekerja pada pembuluh
darah. Setelah trauma mekanik, perubahan permeabilitas vasa
dapat timbul lebih awal dari respons radang akut.
Dalam 30-60 menit dari injuri, granulosit neutrofil muncul.
Mula-mula granulosit neutrofil tampak mengelompok sepanjang
sel-sel endotel pembuluh darah pada daerah injuri. Setelah itu,
leukosit menyusup keluar pembuluh darah dengan menyelinap
keluar pembuluh darah dengan menyelinap diantara sel-sel
endotel.
Dalam beberapa menit granulosit berada ekstravaskuler dan
mulai mengelompok di daerah injuri.
Bila telah keluar dari pembuluh darah, neutrofil merupakan garis
pertahanan pertama melawan mikroorganisme yang masuk.
Dalam empat sampai lima jam, jika respons inflamantoris akut
berjalan terus, maka sel mononuklear (termasuk monosit &
limfosit) akan muncul pada daerah inflamantoris, setelah keluar
dari pembuluh darah melalui cara yang sama.
Monosit memperbesar pertahanan dengan menambahkan fungsi
fagosit mereka sendiri ke daerah injuri, sementara limfosit
membawa kemampuan immunologik untuk berespons terhadap
agen asing dengan fenomen humoral dan seluler spesifik.
2.6.1.4 Tujuan Inflamasi
Respons inflamasi akut ditujukan untuk eradikasi bahan atau
mikroorganisme yang memacu respons awal. Pada beberapa
keadaan, eradikasi tidak efektif atau tidak lengkap sehingga
menimbulkan inflamasi kronis. Inflamasi kronis dapat
menimbulkan kerusakan jaringan yang tergantung dari bahan
Page 17
Imunologi-Inflamasi
pemicu, tempat terjadinya reaksi dan respons imun yang dominan.
Bila inflamasi terkontrol, neutrofil tidak dikerahkan lagi dan
berdegenarasi. Selanjutnya dikerahkan sel mononuklear seperti
monosit, makrofag, limfosit dan sel plasma yang memberikan
gambaran patologik dari inflamasi kronis ini, monosit dan makrofg
mempunyai 2 peranan penting sebagai berikut :
1.
2.
Memakan dan menvcerna mikroba, debris selular dan
neutrofil yang berdegenerasi
Modulasi respons imundan fungsi sel T melalui presentasi
antigen dan sekresi sitokin
Monosit-makrofag juga mempunyai fungsi dalam
penyembuhan luka dan memperbaiki parenkim dan fungsi sel
inflamasi melalui sekresi sitokin. Dalam inflamasi kronis, fagosit-
makrofag memakan debris selular dan bahan yang belum
disingkirkan oleh neutrofil. Tergantung dari kerusakan jaringan
yang terjadi, hasil akhir dapat berupa struktur jaringan yang normal
kembal atau fibrosis dengan struktur dan fungsi yang berubah. Bila
patogen tersisten dalam tubuh, makrofag akan mengalihkan
respons berupa reaksi hipersensitivitas lambat melibatkan limfosit
penuh. Jadi inflamasi kronis dapat dianggap sebagai titik respons
inflamasi ke arah respons monosit-makrofag.
2.6.1.5 Mediator respons fase akut
Inflamasi akut berhubungan dengan produksi
sitokinproinflamasi seperti IL-1, IL-6, dan IL-8 ( Tabel 5). sitokin
merangsang hati untuk membentuk sejumlah protein yang disebut
protein fase akut yang terdiri atas al-antitripsin, komplemen (C3
dan C4), CRP, fibrinogen dan haptoglobin. Molekul-molekul
tersebut memiliki sejumlah fungsi anatara lain mencegah enzim
(al-antritripsin), opsonisasi, CRP mengikat C polisakarida dn S.
Peneumonia, scavenging (haptoglobin) dan sebagainya. Dalam
klinik, pengukuran APP diperlukan untuk menilai derajat inflamasi
dan respons terhadap terapi.
Page 18
Imunologi-Inflamasi
Tabel 2. Mediator Inflamasi Akut
Efek Mediator
Peningkatan
permeabilitas
Histamin, bradikinin, C3a, C5a, LTR: C4,
D4, E4, dan PAF
Vasodilatasi Histamin, PG, PAF
Nyeri Bradikinin, PG
Adhesi leukosit LTB4, IL-1, TNF-α, C5a
Kemotaksis leukosit C5a, C3a, IL-8, PAF, LTB4, fragmen
fibrin dan kolagen
Respons fase akut IL-1, TNF-α, IL-6
Kerusakan jaringan Protease dan radikal bebas
Gejala inflamasi dini ditandai oleh penglepasan berbagai
mediator sel mast setempat (histamin dan bradikinin). Kejadian ini
disertai dengan aktivasi komplemen dan koagulasi. Sel endotel
dan sel-sel inflamasi masing-masing melepas mediator yang
menimbulkan efek sistemik seperti panas, neutrofilia dan protein
fase akut. Neutrofil yang sudah dikerahkan di jaringan diaktifkan
dan melepas produk-produk yang toksik.
Tabel 3. Mediator Pada Inflamasi Akut
Mediator Sumber Efek
Histamin Sel mast
Basofil
Peningkatan permeabilitas
Kontraksi otot polos
Kemokinesis
5-hidroksi-triptamin (5HT)
= serotonin
Trombosit
Sel mast
Permeabilitas vaskular
Kontraksi otot polos
PAF Basofil
Neutrofil
Makrofag
Penglepasan mediator trombosit
Permeabilitas vaskular meningkat
Kontraksi otot polos
Aktivasi neutrofil
NCF Sel mast Kemotaksis neutrofil
Kemokin Leukosit Merangsang dan kemotaksis
C3a Komplemen C3 Degranulasi sel mast
Page 19
Imunologi-Inflamasi
Kemotaksis neutrofil dan makrofag
Aktivasi neutrofil
Kontraksi otot polos
Permeabilitas vaskular meningkat
C5a Komplemen C5 Vasodilatasi
Bradikinin Sistem kinin
(kininogen)
Kontraksi otot polos
Permeabilitas vaskular meningkat
Rasa sakit
Fibrinopeptida dan produk
asal fibrin
Sistem pembekuan Permeabilitas vaskular meningkat
Kemotaksis neutrofil dan makrofag
PGE2 Jalur iklooksinegase Vasodilatasi
Meningkatkan permeabilitas
vaskular oleh histamin dan
bradikinin
LTB4 Jalur lipoksigenase Kemotaksis neutrofil
Sinergistik dengan PGE2 dalam
meningkatkan permeabilitas
vaskular
LTD4 Jalur lipoksigenase Kontraksi otot polos
Permeabilitas vaskular meningkat
Tabel 4. Jenis – Jenis Inflamasi
Inflamasi akut
(piogenik)
Inflamasi kronis
(granulomatosa)
Inflamasi akut
(hipersensitivitas
cepat)
Inflamasi
kronis (peran
eosinofil)
Pemicu khas Stafilokok Mikrobakteri,
hepatitis B
Cacing Cacing
Sel pemicu Makrofag Makrofag ? ?
Sel efektor
dlm
imunitas
nonspesifik
Neutrofil Makrofag,
Sel NK
Sel mast Sel mast,
eosinofil
Page 20
Imunologi-Inflamasi
Sel efektor
dalam
imunitas
spesifik
Tidak ada Th1 Th2, sel B Th2, sel B
Mediator Komplemen,
GM-CSF,
TNF, kemokin
TNF, IL-12, IL-18,
IFN-γ, kemokin
Histamin, sel mast,
isi granul
IL-3, IL-4, IL-5,
leukotrin,
kemokin
Efek sistemik Respons fase
akut,
neutrofilia
Respons fase akut
efek kronis TNF;
neutrofilia dapat
ditemukan
Dapat
mengakibatkan
anafilkasis
Eosinofilia, IgE
meningkat
Jenis
Kerusakan
Pembentukan
nanah, abses
Granuloma dapat
ditemukan
Edem, mukus,
kontraksi otot polos
Inflamasi difus
di mukosa/ kulit
2.6.2 Inflamasi Kronis
Gambar 7. Gambar Terjadinya Inflamasi Kronis.
Inflamasi kronik (atau disebut juga radang kronik) merupakan
peradangan yang telah berlangsung dalam jangka waktu yang lama (lebih
lama jika dibandingkan dengan radang akut). Berbeda dengan radang akut,
radang kronik ditandai dengan hal-hal sebagai berikut :
Infiltrasi sel mononuklear meliputi sel limfosit, sel plasma dan
makrofag predominan. Destruksi jaringan, yang sebagian besar diatur oleh
sel-sel radang. Repair (perbaikan) melibatkan angiogenesis (pembentukan
Page 21
Imunologi-Inflamasi
pembuluh darah baru) dan fibrosis (pembentukan jaringan parut).
2.6.2.1 Penyebab Inflamasi Kronis
1. Infeksi virus. Infeksi intrasel apapun secara khusus
memerlukan limfosit dan makrofag untuk mengidentifikasi
dan mengeradikasi sel yang terinfeksi.
2. Infeksi mikroba persisten. Pajanan mikroba yang
patogenisitasnya lemah namun berlangsung dalam jangka
waktu lama dapat menimbulkan hipersensitivitas lambat yang
berpuncak pada reaksi granulomatosa (salah satu contoh
radang kronik). Contohnya pada infeksi Treponema pallidum.
3. Pajanan yang lama terhadap agen yang berpotensi toksik.
Agen asing dapat menyebabkan radang kronik apabila terpajan
dalam jangka waktu yang lama. Agen tersebut dapat berupa
agen endogen (seperti jaringan adiposa yang nekrotik, kristal
asam urat, tulang) dan dapat berupa agen eksogen (seperti
materi silika yang terinhalasi atau serabut benang yang
tertanam).
4. Penyakit autoimun. Respons imun terhadap antigen dan
jaringan tubuh sendiri yang berlangsung secara terus menerus
dapat menyebabkan radang kronik, contohnya adalah penyakit
arthritis rheumatoid atau sklerosis multipel.
5. Penyakit spesifik yang etiologinya tidak diketahui. Contohnya
kolitis ulseratif (penyakit radang kronik usus).
6. Penyakit granulomatosa primer. Seperti penyakit Crohn,
sarkoidosis, reaksi terhadap berilium.
2.6.2.2 Terjadinya Inflamasi Kronis
Dpt terjadi setelah radang akut, baik karena rangsang pencetus
yg terus-menerus ada, maupun karena gangguan penyembuhan.
Adanya radang akut yg berulang
Radang kronik yg mulai secara perlahan tanpa didahului radang
akut klasik akibat dari :
- Infeksi persisten oleh mikroba interseluler yg mempunyai
toksisitas rendah tapi sudah mencetuskan reaksi
Page 22
Imunologi-Inflamasi
imunologik.
- Kontak dengan bahan yang tidak dapat hancur (zat
nondegradable) silikosis & asbestosis pada paru.
- Reaksi imun terhadap jaringan tubuh itu sendiri (autoimun)
2.6.2.3 Respon Tubuh Terhadap Inflamasi Kronis
Bila inflamasi terkontrol, neutrofil tidak dikerahkan lagi dan
berdegenerasi. Selanjutnya dikerahkan sel mononuklear seperti
monosit, makrofag, limfosit dan sel plasma yang memberikan
gambaran patologik dari inflamasi kronik.
Dalam inflamasi kronik, monosit dan makrofag mempunyai 2
peranan penting sebagai berikut :
- 1. Memakan dan mencerna mikroba
2. Modulasi respon imun dan fungsi sel T melalui presentasi
antigen dan sekresi sitokin
Bila patogen persisten dalam tubuh, makrofag akan
mengalihkan respons berupa reaksi hipersensitivitas lambat
yang melibatkan limfosit penuh.
Jadi inflamasi akut ini dapat dianggap sebagai titik
membaliknya respons inflamasi ke arah respons monosit-
makrofag.
2.6.3 Inflamasi Lokal
Inflamasi lokal memberikan proteksi terhadap infeksi atau cedera
jaringan. Reaksi lokal terdiri atas tumor, rubor, kalor, dolor dan gangguan
fungsi. Bila darah keluar dari sirkulasi darah, kinin, sistem pembekuan dan
fibrinolitik diaktifkan. Banyak perubahan vaskular yang terjadi disebabkan
oleh efek direk mediator enzim plasma seperti bradikinin dan fibrinopeptida
yang menginduksi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular.
Beberapa efek vaskular disebabkan efek anafilatoksin (C3a dan C5a) yang
menginduksi degranulasi sel mast yang melepas histamin. Histamin
menimbulkan vasodilatasi dan kontraksi otot polos. PG juga berperan dalam
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular.
Dalam beberapa jam setelah perubahan vaskular, neutrofil menempel
pada sel endotel dan bermigrasi keluar pembuluh darah ke rongga jaringan,
Page 23
Imunologi-Inflamasi
memakan patogen dan melepas mediator yang berperan dalam respons
inflamasi. Makrofag jaringan yang diaktifkan melepas sitokin (IL-1, IL-6, dan
TNF-α) menginduksi perubahan lokal dan sistemik. Ketiga sitokin tersebut
menginduksi koagulasi dan IL-1 menginduksi ekspresi molekul adhesi pada
sel endotel seperti TNF-α yang meningkatkan ekspresi selektin-E, IL-1
menginduksi peningkatan ekskresi ICAM-1 dan VICAM-1. Neutrofil,
monosit, dan limfosit mengenal molekul adhesi tersebut dan bergerak ke
dinding pembuluh darah dan selanjutnya ke jaringan.
IL-1 dan INF-α juga memacu makrofag dan sel endotel untuk
memproduksi kemokin yang berperan pada influks neutrofil melalui
peningkatan ekspresi molekul adhesi. IFN-γ dan TNF-α juga mengaktifkan
makrofag dan neutrofil, meningkatkan fagositosis dan penglepasan enzim ke
rongga jaringan. Lama dan intensitas inflamasi lokal akut perlu dikontrol agar
tidak terjadi kerusakan jaringan. TGF-β membatasi respons inflamasi dan
memacu akumulasi dan poliferasi fibroblas dan endapan matriks ekstraselular
yang diperlukan untuk perbaikan jaringan. Kegagalan dalam adhesi leukosit
dapat menimbulkan penyakit seperti terlihat pada defisisensi molekul adhesi.
Respons inflamasi lokal disertai respons fase akut – sistemik. Ditandai
oleh induksi demam, peningkatan sintesis hormon seperti ACTH dan
hidrokortison, peningkatan leukosit dan APP di hati. Peningkatan suhu
(demam) mencegah pertumbuhan sejumlah kuman patogen dan nampaknya
meningkatkan respons imun terhadap patogen. CRP merupakan APP yang
kadarnya dalam serum meningkat 100 kali selama respons fase akut.
Page 24
Imunologi-Inflamasi
Gambar 8. Peran Respons Inflamasi Lokal
Berbagai efektor mekanisme sistem imun nonspesifik biasanya tidak
bekerja sendiri – sendiri, tetapi terkoordinasi dalam respons yang dikenal
sebagai respons inflamasi. Inflamasi dapat diartikan sebagai pengatur untuk
memobilisasi berbagai efektor sistem imun nonspesifik dan mengerahkannya
ke tempat – tempat yang membutuhkan. Infeksi atau cedera dapat memacu
produksi peptida vasoaktif yang berperan dalam peningkatan permeabilitas
vaskular dan enzim dari kaskade kinin dan plasmin yang dapat mengaktifkan
kaskade komplemen. Kaskade plasmin penting dalam remodeling matriks
ekstraselular yang diperlukan pada penyembuhan luka. Akibat aktivasi
komplemen, sel – sel polimorfonuklear, limfosit dan monosit dapat bermigrasi
dari sirkulasi masuk ke jaringan. Ekstravasasi tersebut diatur oleh sitokin yang
diproduksi sel mastb(diaktifkan oleh komplemen) dan makrofag (diaktifkan
oleh bakteri).
Cedera atau infraksi mengaktifkan kaskade plasmin dan kinin. Kaskade
knin menghasilkan oeotida vasoaktif yang meningkatkan permeabilitas
endotel. Enzim dari kaskanin kinin juga mengaktifkan kaskade komplemen.
Kaskade plasmin penting dalam remodeling matriks ekstra seluler yang
menyertai penyembuhan luka. Enzim dari kaskade plasmin juga
mengaktifkan kaskade komplemen. Aktivasi komplemen menimbulkan
migrasi (ekstravasasi) leukosit seperti polimorfonuklear, limfosit dan
monosit, dan homing ke tempat infeksi atau cedera. Ekstravasasi dan homing
juga diatur sitokon yang dihasilkan oleh sel mast setempat (diaktifkan oleh
komplemen) dan makrofag (diaktifkan produk bakteri).
Page 25
Imunologi-Inflamasi
Gambar 9. Sel dan Mediator pada Respons Inflamasi Akut Lokal
2.6.4 Inflamasi Akut Sistemik
Efek jaringan lokal dapat juga ditemukan antara lain penigkatan
produksi mukus kelenjar dan remodeling jaringan atas atau pengaruh
fibroblast dan sel endotel, yang akhirnya menimbulkan pembentukan
jaringan parut. Elemen sistemik dengan peningkatan sintesis protein fase akut
juga sering ditemukan. Mekanisme yang berperan dalam terjadinya
perubahan inflamasi akut lokal adalah :
1.
2.
3.
Mediator preformed yang dilepas oleh jaringan dan sel imun
Sintesis mediator inflamasi baru
Aktivasi kaskade reaksi larut
2.7 SEL – SEL INFLAMASI
Sel-sel sistem imun nonspesifik seperti:
a. Makrofag
Merupakan monosit yang lama hidupnya kurang lebih satu hari, akan
pergi ke daerah peradangan dikarenakan molekul adhesi dan faktor
kemoatraktan dalam jaringan, monosit akan berubah menjadi makrofag
yang jika bersatu membentuk endotelium. Sinyal-sinyal yang berpengaruk
saat pengaktifan makrofag adalah IFM-y . sitokin, endotoksin, mediator lain
yang diprosuksi saat terjasi radang akut, dan matrix extraceluler, seperti
fibronectin.
Makrofag aktif mampu mengaktifkan zat-zat yang membuat suatu
Page 26
Imunologi-Inflamasi
jaringan menjadi nekrosis atau fibrosis. Contohnya adalah asam dan basa
protease, komponen komplemen dan faktor-faktor pembekuan, oksigen
reaktif NO, metabolit asam arakhidonat, sitokin IL-1, TNF san berbagai
growth factor.
b. Limfosit
Limfosit dikerahkan di kedua reaksi imun humoral dan seluler dan
bahkan dalam peradangan non imun. Antigen distimulasi (efektor dan
memori) dan berbagai jenis limfosit (T, B) menggunakan berbagai molekul
adhesi pasangan (terutama yang integrins dan ligan) dan kemokin untuk
bermigrasi ke situs peradangan. Sitokin dari makrofag diaktifkan, terutama
TNF, IL-1, da kemokin. Sel ini mempersiapkan proses peradangan Limfosit
dan makrofag berinteraksi dakan cara dua arah, dan reaksi-reaksi ini
memainkan peran penting dalam peradangan kronis. Limfosit T aktif akan
mengaktifkan makrofag serta mengeluarkan mediator radang untuk
mempengaruhi sel lain, saat makrofag aktif, dia akan mengaktifkan limfosit
T dan tak lupa mengeluarkan mediator radang untuk mempengaruhi sel
disekitarnya.
c. Neutrofil
Neutrofil merupakan sel utama pada inflamasi dini, bermigrasi ke
jaringan dan puncaknya terjadi pada 6 jam pertama.
d. Sel mast
Sel ini didistribusikan secara luas di jaringan ikat dan berpartisipasi
dalam reaksi peradangan akut dan kronis. Pada reaksi akut, antibodi IgE
yang terikat pada Fc reseptor khusus mengenali antigen, dan sel degranulate
dan melepaskan mediator seperti histamin dan produksi oksidasi AA, Jenis
respon terjadi selama reaksi anafilaksis makanan, racun serangga atau obat-
obatanm sering dengan hasil becana. Bila diatur dengan benar, respon dapat
bermanfaat bagi tuan rumah. Sel mast hadir dalam reaksi peradangan
kronis, dan mungkin menghasilkan sitokin yang berkontribusi terhadap
fibrosis.
e. Basofil
Basofil jumlahnya 0-% dari leukosit darah, ukuran garis tengah
Page 27
Imunologi-Inflamasi
12um, inti satu, besar bentuk pilihan ireguler, umumnya bentuk huruf S,
sitoplasma basofil terisi granul yang lebih besar, dan seringkali granul
menutupi inti, granul bentuknya ireguler berwarna metakromatik, dengan
campuran jenis Romanvaki tampak lembayung. Granula basofil
metakromatik dan mensekresi histamin dan heparin, dan keadaan tertentu,
basofil merupakan sel utama pada tempat peradangan ini dinamakan
hypersesitivitas kulit basofil. Hal ini menunjukkan basofil mempunyai
hubungan kekebalan.
f. Eosinofil
Eosinofil berlimpah dalam reaksi kekebalan yang diperantarai oleh
IgE dan infeksi parasit. Salah satu kemokin yang terutama penting bagi
perekrutan eusinofil adalah eotaxin, Eusinofil memiliki granula yang
mengandung protein dasar utama, yang sangat kationik protein yang
beracun bagi parasit tetapi juga menyebabkan lisis sel epitel mamalis. Itulah
sebabnya ia sangat berperan dalam memerangi infeksi parasit tetapi juga
berkontribusi pada kerusakan jaringan dalam reaksi kekebalan
1. Sel Endotel
Sel endotel merupakan pembatas antara darah dan rongga ekstravaskuler.
Pada keadaan normal, SE merupakan permukaan yang tidak lengket sehingga
dapat mencegah koagulasi, adhesi sel dan kebocoran cairn intravaskular. SE
juga berperan dalam pengaturan tonus vaskular dan perfusi jaringan melalui
penglepasan komponen vasodilator ( prostasiklin / vasokonstriksi ( endotelin)).
Bila sel endotel rusak, sifat antikoagulasi akan hilang dan membran basal
terpajan, sehingga menimbulkan agregasi trombosit dan leukosit.
2. Molekul Adhesi – Migrasi Leukosit
Pada keadaan normal, leukosit hanya sedikit melekat pada SE, tetapi oleh
rangsangan inflamasi, adhesi antara leukosit dan SE sangat ditingkatkan.
Interaksi adhesi diatur oleh ekspresi permukaan sel yaitu molekul adhesi serta
ligan / reseptor reseptornya. Ikatan leukosit dan SE diawalai oleh ekspresi L-
selektin pada permukaan leukosit, P-selektin dan E-selektin pada permukaan
SE, dengan reseptornya berupa hidrat arang. Interaksi ini memungkinkan terjadi
marginasi leukosit sepanjang dinding vaskular di tempat inflamasi.
Page 28
Imunologi-Inflamasi
Penglepasan mediator inflamasi meningkatkan molekul adhesi baik pada
sel inflamasi (neutrofil, monosit) maupun pada SE. Hal tersebut meningkatkan
adhesi, perubahan arus darah, marginasi dan migrasi sel-sel seperti neutrofil,
monosit dan eosinofil ke pusat inflamasi. Migrasi sel-sel inflamasi tersebut juga
diarahkan oleh faktor-faktor kemotaktik yang diperoduksi berbagai sel, mikroba,
komplemen, dan sel mast.
Sel – sel yang masuk ketempat lesi akan melepas produknya yang
meneruskan perjalanan proses inflamasi dan kadang menimbulkan kerusakan
jaringan akibat penglepasan oksigen reaktif. IL-1 dan TNF-α, juga endotoksin
meningkatkan ekspresi molekul adhesi ICAM-1 dan VCAM-1 pada permukaan
SE yang berinteraksi dengan ligannya pada permukaan leukosit ( ICAM-1
mengikuti LFA-1, VCAM-1 mengikat VLA-4). Perubahan produksi PGI2 dan
endotelin mempunyai pengaruh terhadap perfusi.
3. Ekstravasasi Leukosit
Setelah timbul respons inflamasi, berbagai sitokin dan mediator inflamasi
lainnya bekerja terhadap endotel pembuluh darah lokal berupa peningkatan
ekspresi CAM. Neutrofil merupakan sel pertama yang berikatan dengan endotel
pada inflamasi dan bergerak keluar vaskular. Ekstravasasi neutrofil dapat dibagi
dalam 4 tahap : menggulir, aktivasi oleh rangsangan kemoaktraktan, menempel/
adhesi dan migrasi transendotel.
Di tempat infeksi makrofag yang menemukan mikroba melepas sitokin
(TNF dan IL-1) yang mengaktifkan sel endotel sekitar venul untuk
memproduksi selektin (ligan integrin dan kemokin). Selektin berperan dalam
pengguliran neutrofil dan endotel. Integrin berperan dalam adhesi neutrofil,
kemokin mengaktifkan neutrofil dan merangsang migrasi melalui endotel ke
tempat infeksi. Monosit darah dan sel T yang diaktifkan menggunakan
mekanisme yang sama untuk bermigrasi ke tempat infeksi.
ICAM terdiri dari atas ICAM-1, ICAM-2, dan ICAM-3, ICAM-1 dan
ICAM-2, E-selektin (ECAM-1) tidak ditemukan pada sel endotel dalam keadaan
normal. Jumlahnya meningkat pada sel endotel yang diaktifkan oleh TNF-α, IL-
1 atau endotoksin. SE yang dirangsang juga melepas peptide (IL-8) berat
molekul rendah dengan sifat kemotaktik untuk leukosit, neutrofil. IL-8 juga
Page 29
Imunologi-Inflamasi
mengaktifkan neutrofil di tempat infeksi bakteri dan selama sepsis. SE juga
melepas MCP-1 atas pengaruh sitokin yang diduga berperan dalam pengerahan
selektif monosit dari sirkulasi ke tempat jaringan yang rusak. Ekspresi ICAM-1
meningkat pada enotel saluran napas, epitel konjungtiva dan hidung penderita
alergi setelah dilakukan provokasi dengan alergen seperti tungau debu rumah.
LFA-1 merupakan ligan dari ICAM-1 (CD50 yang merupakan reseptor
virus rino) dan ICAM-2. Sel-sel yang berperan dalam presentasi antigen seperti
sel B APC, monosit-makrofag, mengekspresikan banyak LFA-1. Ekspresi LFA-
1 ditingkatkan pleh mediator seperti C5a, LTB4, PAF dan TNF-α.
Tabel 5. Marjinasi dan Ekstavasasi Neutrofil
Marginasi
Fase I Penambatan dan menggulir
Interaksi lemah antar :
Selektin-L yang diekspresikan pada
leukosit
Selektin P dan E yang diinduksi
pada sel endotel
Fase II Aktivasi dan penguatan
Induksi cepat integrin pada leukosit
(mis. CD11b:CD18 [Mac-1] dan
CD11a:CD18 [LFA-1] pada
neutrofil
Integrin berikatan dengan ICAM
yang diekspresikan pada sel endotel
Phase II diperantarai kemokin
Ekstravasasi
Sinyal aktivator selanjutnya
menghasilkan perubahan
konformasional pada leukosit
Metaloprotease digunakan untuk
melepas sel dari endotel sebelum
penetrasi membran basal endotel
Gambar 10. Tahapan Migrasi Leukosit dari Sirkulasi ke Jaringan Tempat
Terjadi Infeksi.
Page 30
Imunologi-Inflamasi
2.8 Mediator Inflamasi
Mediator adalah caraka atau signal kimia. Mediator dalam inflamasi/radang
berperan sangat penting karena merupakan komponen utama dalam komunikasi sel,
amplifikasi inflamasi, ataupun opsonin, yang ketiganya berguna dalam memfasilitasi
eliminasi agen penyebab radang dan juga perbaikan jaringan.
Beberapa hal yang perlu diketahui dari mediator adalah sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
Mediator dapat berasal dari sel maupun cairan plasma (plasma protein).
Mediator dari sel biasanya diisolasi dengan membentuk granula dalam sel,
sedangkan mediator pada plasma dihasilkan sebagian besar oleh hati dan
berada dalam keadaan non-aktif dalam cairan darah sehingga membutuhkan
mekanisme aktivasi tertentu.
Mediator aktif diproduksi sebagai respon terhadap berbagai macam
rangsangan, termasuk radang
Rangsangan yang dimaksud di sini adalah produk mikroba, substansi dari
jaringan yang nekrosis, dan protein-protein seperti kompelemen, kinin, sistem
koagulasi, yang dengan sendirinya diaktivasi oleh mikroba dan jaringan yang
Page 31
Imunologi-Inflamasi
e.
f.
terluka. Mekanisme ini dapat diartikan sebagai “diaktivasi jika diperlukan,
diproduksi jika dibutuhkan.
Mediator yang satu dapat merangsang dikeluarkannya mediator yang lain
misalnya, mediator TNF dan IL-1 dapat menstimulasi dikeluarkannnya protein
selektin oleh sel endotel.
Mediator bervariasi dalam efek dan jenis sel tempat ia bekerja. Kebanyakan
mediator (terutama yang bersifat hidrofilik) hanya memiliki waktu hidup yang
pendek karena harus segera didegradasi agar tidak menimbulkan respon yang
berlebihan. Terdapat dua macam mediator yang dibagi berdasarkan tempat ia
berasal, yaitu mediator yang berasal dari sel (cell-derived mediators) dan
mediator yang murni dari plasma darah (plasma-derived mediators).
Mediator selular dapat dibagi menjadi beberapa macam, sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
Amina Vasoakti
Amina vasoaktif maksudnya adalah berbagai macam mediator kimia yang
merupakan turunan dari amina, yang dapat bekerja langsung pada sistem
vaskular.
Metabolit Asam Arakidonat (AA)
AA merupakan salah satu turunan asam lemah yang terdiri atas 20 atom C
(Karbon) yang diperoleh dari asupan makanan ataupun konversi dari asam
lenoleat.
Platelet-Activating Factor (PAF)
Merupakan salah satu bentuk mediator yang adalah turunan dari fosfolipid.
Diberi nama PAF karena mediator ini dapat menyebabkan agregasi dari
keping-keping darah, namun sekarang ini ditemukan pula efek dari mediator ini
yang dapat memicu terjadinya inflamasi.
Reactive Oxygen Species (ROS)
ROS, meskipun terlibat dalam pencernaan mikroba dan eliminasi agen radang,
juga dapat dilepaskan ke lingkungan ekstraselular akibat terjadinya frustated-
leukocyte.
Nitrogen Oksida (NO)
NO berperan dalam merelaksasi otot polos vaskular dan mempromosikan
terjadinya vasodilatasi.
Page 32
Imunologi-Inflamasi
6. Sitokin dan Kemokin
a.
b.
Sitokin
Sitokin yang paling banyak berperan dalam inflamasi akut adalah TNF
(α,β,γ) ataupun Interleukin (IL, dari 1 – 20), selain itu terdapat pula
Interferon/IFN (α,β,γ).
Kemokin
Merupakan protein yang bersifat terutama sebagai kemoatraktan untuk
leukosit.
7.
8.
Kandungan Lisosomal dari Leukosit
Kandungan lisosomal dari leukosit yang terdapat dalam granulanya apabila
dilepaskan akan dapat memicu terjadinya respon inflamasi.
Neuropeptida
Disekresikan oleh sel-sel neuron (pada sensorik dan beberapa leukosit tertentu)
yang berperand dalam amplifikasi dari respon inflamasi, misalnya substansi P
dan neurokinin-A.
Inflamasi akut disebabkan oleh penglepasan berbagai mediator yang berasal
dari jaringan rusak, sel mast, leukosit, dan komplemen. Meskipun sebab pemicu
berbeda, namun jalur akhir inflamasi adalah sama, kecuali inflamasi yang
disebabkan alergi (IgE – sel mast) yang terjadi lebih cepat dan dapat menjadi
sistemik. Mediator – mediator tersebut menimbulkan edem, bengkak, kemerahan,
sakit, gangguan fungsi alat yang terkena serta merupakan pertanda klasik inflamasi.
Jaringan yang rusak melepas mediator seperti trombin, histamin dan TNF-α.
Peran yang belum banyak diketahui pada inflamasi ialah peran saraf yang
berhubungan dengan SP yang berperan pada migrasi sel T. NGF merupakan
degranulator poten sel mast dan mitogen sel T dan NP-Y juga merupakan
degranulator poten sel mast.
Mikroba dapat melepas endotoksin dan atau eksotoksin, keduanya memacu
penglepasan mediator pro – inflamasi. LPS adalah komponen dinding sel bakteri
negatif – Gram, aktivator poliklonal sistem imun, memacu penglepasan berbagai
Page 33
Imunologi-Inflamasi
sitokin pro-inflamasi seperti IL-1. IL-6, IL-12, IL-18, TNF-α dan TNF-β. Toksin
bakteri juga merusak jaringan dan memacu penglepasan trombin, histamin, dan
sitokin yang dapat merusak ujung – ujung saraf.
Kejadian tingkat molekular/selular pada inflamasi adalah vasodilatasi,
peningkatan permeabilitas vaskular dan infiltrasi selular. Hal – hal tersebut
disebabkan berbagai mediator kimia yang disebarluaskan keseluruh tubuh dalam
bentuk aktif atau tidak aktif. TNF-α dan IL-1 yang diproduksi makrofag yang
diaktifkan endotoksin asal mikroba berperan dalam perubahan permeabilitas vaskular.
a) Produk Sel Mast
Produk sel mast merupakan mediator penting dalam proses inflamasi.
Beberapa di antaranya menimbulkan vasodilatasi dan edem serta meningkatkan
adhesi neutrofil dan monosit ke endotel. Vasodilatasi meningkatkan persediaan
darah untuk mengalirkan lebih banyak molekul dan sel yang diperlukan untuk
memerangi antigen yang mencetuskan inflamasi.
Sel mast juga melepas mediator atas pengaruh penglepasan NP-Y atau
NGF. Jadi meskipun mediator inflamasi yang mengawali inflamasi akut berbeda,
jalur proses inflamasi akan melibatkan aktivasi sel mast.
Kerusakan jaringan disebabkan cedera atau endotoksin asal mikroba
melepas mediator seperti prostaglandin dan leukotrin yang meningkatkan
permeabilitas vaskular. Sel mast dapat diaktifkan jaringan rusak dan mikroba
melalui komplemen (jalur alternatif atau klasik) dan kompleks IgE – alergen atau
neuropeptida. Mediator inflamasi yang dilepas menimbulkan vasodilatasi.
Page 34
Imunologi-Inflamasi
Gambar 11. Sel Mast pada Inflamasi Akut
1. Mediator preformed
Penglepasan mediator performed merupakan salah satu respon pertama
jaringan terhadap cedera. Agregasi trombosit yang segera terjadi yang menyertai
kerusakan pembuluh darah berhubungan dengan penglepasan serotonin, yang
memacu vasokonstriksi, selanjutnya agregasi trombosit dan pembentukan
sumbatan trombosit.
Mediator performed lainnya yang dilepas adalah histamin, heparin, enzim
lisosom dan protease, faktor kemotaktik neutrofil dan eosinifil. Faktor – faktor
tersebut menginduksi vasodilatasi arus darah ke tempat cedera dan mengerahkan
sel inflamasi spesifik ke tempat. Penglepasan mediator ini berdampak pada
pembuluh darah dan otot sekitar serta menarik sel darah putih tertentu yang
diperlukan dalam respon inflamasi dini.
2. Mediator asal lipid
Oleh membran sel yang rusak, fosfolipid yang ditemukan pada berbagai
jenis sel (makrofag, monosit, neutrofil dan sel mast) dipecah menjadi asam
arakidonat dan LysoPAF. Yang akhir pecah menjadi PAF yang menimbulkan
egregasi trombosit dan berbagai inflamasi seperti kemotaksis, aktivasi dan
degranulasi eosinofil serta aktivasi neutrofil. PAF adalah fosfolipid yang
dibentuk oleh leukosit, makrofag, sel mast dan sel endotel. Efeknya serupa
dengan perubahan yang terjadi melalui IgE pada anafilaksis dan urtikaria dingin
dan juga berperan dalam syok oleh endotoksin.
Asam arakidonat dimetabolisme melalui dua jalur, yaitu siklooksigenase
dan lipoksigenase. Metabolisme asam arakidonat melalui jalur siklooksigenase
menghasilkan prostaglandin (PG) dan TX. Berbagai PG diproduksi oleh berbagai
sel. Monosit dan makrofag menghasilkan sejumlah PGE2 dan PGF2, neutrofil
menghasilkan jumlah sedang PGE2 dan sel mast menghasilkan PGD2. PG
menunjukkan efek fisiologis seperti peningkatan permeabilitas vaskular, dilatasi
vaskular dan induksi kemotaksis neutrofil. TX menimbulkan konstriksi pembuluh
darah dan agregasi trombosit. AA juga dimetabolisme melalui jalur lipoksigenase
yang menghasilkan 4 LT yaitu LTB4, LTC4, LTD4, dan LTE4. 3 diantaranya
(LTC4, LTD4, dan LTE4) bersama dulu disebut SRS-A yang menginduksi
kontraksi otot polos. LTB4 merupakan kemoatraktan poten untuk neutrofil. LT
Page 35
Imunologi-Inflamasi
diproduksi berbagai sel seperti monosit makrofag dan sel mast.
Gambar 12. Penguraian Fosfolipid Membran yang Menghasilkan Mediator
Inflamasi Penting
b) Anafilatoksin Produk Komplemen
Aktivasi sistem komplemen baik lewat jalur klasik dan alternatif
menghasilkan sejumlah produk komplemen yang merupakan mediator inflamasi
penting. Ikatan anafilatoksin (C3a dan C5a) dan reseptornya pada membran sel mast
menginduksi degranulasi dengan penglepasan histamin dan mediator aktif lainnya.
Page 36
Imunologi-Inflamasi
Mediator – mediator tersebut menginduksi kontraksi otot polos dan meningkatkan
permeabilitas vaskular. C3a, C5a, dan C3b67 bekerja bersama dalam menginduksi
monosit dan neutrofil untuk menempel pada endotel vaskular, keluar melalui
endotel kapiler dan bermigrasi ke tempat komplemen diaktifkan di jaringan. Jadi
aktivasi sistem komplemen mengakibatkan keluarnya cairan yang membawa
antibodi dan sel fagosit ke tempat antigen masuk.
Gambar 13. Fungsi Komplemen
C3b yang diikat sel merupakan opsonin yang meningkatkan fagositosis sel yang
dilapisinya
C3a, C5a dan juga C4a (kurang) merupakan produk yang proteolitik,
merangsang pengerahan leukosit dan inflamasi.
Lisis MAC
c) Mediator – Aktivasi Kaskade Reaksi Larut
Kerusakan sel endotel vaskular meningkatkan faktor pembekuan plasma
(Faktor pembekuan XII, Hageman) yang mengaktifkan kaskade fibrin, fibrinolitik
Page 37
Imunologi-Inflamasi
dan kinin.
1. Sistem kinin yang diaktifkan oleh cedera jaringan
Sistem kinin merupakan kaskade enzimatik yang dimulai bila plasma clotting
factor (faktor Hageman – XII) diaktifkan oleh cedera jaringan. Faktor Hageman
tersebut mengaktifkan prekalikrein yang membentuk kalikrein yang mengikat
kininogen membentuk bradikinin. Peptida yang poten ini meningkatkan
permeabilitas vaskular, menimbulkan vasodilatasi, menginduksi sakit dan
memacu kontraksi otot polos (Gambar 5). Kalikrein juga bekerja dengan
mengikat komplemen C5 secara direk yang dijadikan C5a dan C5b).
Gambar 14. Penguraian Fosfolipid Membran (Jalur Kinin) Menghasilkan
Mediator Inflamasi Yang Penting Seperti TX, PG, LT dan PAF
2. Sistem pembekuan
Sistem pembekuan yang menghasilkan fibrin memacu penglepasan
mediator inflamasi. Kaskade enzimatim yang lain yang dipicu oleh kerusakan
pembuluh darah menimbulkan sejumlah besar trombin. Inisiasi respons
inflamasi juga memacu sistem pembekuan melalui interaksi antara P – selektin
dan PSGL – 1 yang disertai dengan penglepasan faktor jaringan dari monosit
yang diaktifkan. Trombin bekerja terhadap fibrinogen larut dalam cairan
jaringan atau plasma yang membentuk benang – benang fibrin yang tidak larut
Page 38
Imunologi-Inflamasi
dan saling bersilangan membentuk bekuan yang berfungsi sebagai sawar
terhadap penyebaran infeksi. Sistem pembekuan dipacu dengan cepat setelah
terjadi kerusakan jaringan untuk mencegah perdarahan dan membatasi
penyebaran patogen yang masuk ke dalam sirkulasi. Fibrinopeptida bekerja
sebagai mediator inflamasi, menginduksi peningkatan permeabilitas vaskular
dan kemotaksis neutrofil. Trombosit yang diaktifkan melepas CD40L yang
meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, IL-6 dan IL-8 serta meningkatkan
ekspresi molekul adhesi. Integrin CD11b/CD18 (MAC-1) mengikat dua
komponen sistem pembekuan faktor X dan fibrinogen. Ikatan faktor X dengan
CD11b/CD18 meningkatkan aktivitas faktor X sehingga memacu koagulasi.
Gambar 15. Jalur Fibrin dan Plasmin
3. Sistem fibrinolitik
Pemindahan bekuan fibrin dari jaringan cedera dapat dilakukan melalui
sistem fibrinolitik. Produk akhir dari jalur ini adalah enzim plasmin bentuk aktif
dari plasminogen. Plasmin merupakan enzim proteolitik poten, dapat memecah
bekuan fibrin menjadi produk yang terdegradasi, yang merupakan faktor
kemotaktik untuk neutrofil. Plasmin juga berperan dalam respons inflamasi
dalam mengaktifkan jalur klasik komplemen.
d) Sitokin
Sitokin diperlukan pada awal reaksi inflamasi dan untuk mempertahankan
respons inflamasi kronis. Makrofag memproduksi berbagai sitokin dan efeknya
Page 39
Imunologi-Inflamasi
terlihat pada Tabel 2.
Endotoksin mikroba mengaktifkan makrofag untuk melepas TNF-α dan
IL-1 yang memacu vasodilatasi, melonggarkan hubungan sel – sel endotel,
meningkatkan adhesi neutrofil dan migrasi sel – sel ke jaringan sekitar untuk
memakan mikroba.
Tabel 6. Sitokin yang Diproduksi Makrofag
IL-1,GM-CSF Mengaktifkan respons fase akut serta meningkatkan produksi
neutrofil dan monosit oleh sumsum tulang
TNF-α,IL-1
IL-1,IL-12,IL-18.IL-1
IL-12,IL-18
IL-1,1L-6 dan TNF-α
disebut sitokin
proinflamasi
Meningkatkan adhesi leukosit ke endotel lokal untuk
memungkinkan leukosit bergerak sesuai sinyal kemotaktik dari
kemokin
Aktivator umum sel T
Mengaktifkan masing-masing Th1 dan sel NK yang
meningkatkan penglepasan IFN-γ dan TNF
Efek lokal :
Induksi molekul adhesi (ICAM) pada endotel
Menarik neutrofil ke tempat cedera
Efek sistemik :
Terhadap hipotalamus menimbulkan demam dan anoreksi
Merangsang sumsum tulang, mengerahkan neutrofil (jumlah
meningkat)
Terhadap hati untuk memproduksi APP (CRP, MBP dan SAP)
Terhadap lemak dan otot, pengaruh terhadap metabolisme
protein dan energi
Mengaktifkan fase awal respons imun spesifik
2.9 Terminasi – Respons Perbaikan
Respons inflamasi akut dikontrol oleh sitokin anti inflamasi (IL-4 , IL-10 , dan
TGF-β) , respons sitokin yang larut seperti Sil-1 , sTNF-αR , sIL-6R, sIL-12R , produk
sistem endoktrin seperti kortikosteroid , kortikotropin dan aMSH. Kortikosteroid dikenal
sebagai anti-inflamasi dan dapat mencegah produksi hampir semua mediator pro-inflamasi
dan aMSH , menurunkan suhu , sintesis IL-2 dan PG. Kortikotropin mencegah sintesis
IFN-γ.
NP-α, somastostatin dan VIP menekan inflamasi dengan mencegah poliferasi dan
Page 40
Imunologi-Inflamasi
migrasi sel. Bila fase inflamasi sudah dinetralkan oleh molekul anti-inflamasi ,
penyembuhan jaringan dimulai dengan melibatkan berbagai sel seperti fibroblas dan
makrofag. Sel –sel tersebut memproduksi kolagen yang diperlukan untuk perbaikan
jaringan.
Sifat penyembuhan yang disebabkan oleh cedera tergantung dari luas kerusakan
jaringan dan jenis jaringan yang cedera. Jaringan dapat ditandai sebagai labil (berubah-
ubah terus ) stabil (berproliferasi bila dirangsang) dan permanen (sel tidak dapat
memperbaiki diri sendiri). Bila sudah tidak ada pemusnahan sel dalam jaringan kembali
ke keadaan normal melalui resolusi respons inflamasi. Bila terjadi pemusnahan sel
jaringan permanen hanya dapat sembuh dengan perbaikan melalui regenerasi bila
kerusakan tidak berat dan jaringan dibawahnya tidak rusak.
2.10 PENANGANAN PADA SAAT TERJADI INFLAMASI
Ketika kita mengemuka kasus inflamasi pada hewan maupun manusia, hal pertama
yang mesti kita lakukan adalah memberikan pertolongan kepada pasien. Pertolongan yang
dapat dilakukan adalah dengan memberikan obat anti inflamasi sebelum. Berikut akan
dijelaskan lebih mendetail menganai obat anti inflamasi: Obat Anti-inflamasi Nonsteroid
2.10.1 Jenis Obat Anti-inflamasi Nonsteroid
Obat anti-inflamasi nonstreoid (OAINS) merupakan kelompok obat yang
paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia untuk mendapatkan efek analgetika,
antipiretika, dan anti-inflamasi.9 OAINS merupakan pengobatan dasar untuk
mengatasi peradangan-peradangan di dalam dan sekitar sendi seperti lumbago,
artralgia, osteoartritis, artritis reumatoid, dan gout artritis. Disamping itu,
OAINS juga banyak pada penyakit-penyakit non-rematik, seperti kolik empedu
dan saluran kemih, trombosis serebri, infark miokardium, dan dismenorea.
OAINS merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan
beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian, obat-obat ini
mempunyai banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping.15
Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu OAINS sering juga disebut
sebagai obat-obat mirip aspirin (aspirin-like drug). Aspirin-like drugs dibagi
dalam lima golongan, yaitu:
1. Salisilat dan salisilamid, derivatnya yaitu asetosal (aspirin), salisilamid,
diflunisal
Page 41
Imunologi-Inflamasi
2.10.2
2. Para aminofenol, derivatnya yaitu asetaminofen dan fenasetin
3. Pirazolon, derivatnya yaitu antipirin (fenazon), aminopirin (amidopirin),
fenilbutazon dan turunannya
4. Antirematik nonsteroid dan analgetik lainnya, yaitu asam mefenamat dan
meklofenamat, ketoprofen, ibuprofen, naproksen, indometasin, piroksikam,
dan glafenin
5. Obat pirai, dibagi menjadi dua, yaitu (1) obat yang menghentikan proses
inflamasi akut, misalnya kolkisin, fenilbutazon, oksifenbutazon, dan (2) obat
yang mempengaruhi kadar asam urat, misalnya probenesid, alupurinol, dan
sulfinpirazon.
Sedangkan menurut waktu paruhnya, OAINS dibedakan menjadi:
1. AINS dengan waktu paruh pendek (3-5 jam), yaitu aspirin, asam flufenamat,
asam meklofenamat, asam mefenamat, asam niflumat, asam tiaprofenamat,
diklofenak, indometasin, karprofen, ibuprofen, dan ketoprofen.
2. AINS dengan waktu paruh sedang (5-9 jam), yaitu fenbufen dan piroprofen.
3. AINS dengan waktu paruh tengah (kira-kira 12 jam), yaitu diflunisal dan
naproksen.
4. AINS dengan waktu paruh panjang (24-45 jam), yaitu piroksikam dan
tenoksikam.
5. AINS dengan waktu paruh sangat panjang (lebih dari 60 jam), yaitu
fenilbutazon dan oksifenbutazon.
Aspek Farmakodinamik Obat Anti-inflamasi Nonsteroid
Semua OAINS bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi.
1. Efek Analgesik
Sebagai analgesik, OAINS hanya efektif terhadap nyeri dengan
intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia,
dismenorea dan juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan
inflamasi atau kerusakan jaringan. Efek analgesiknya jauh lebih lemah
daripada efek analgesik opioat, tetapi OAINS tidak menimbulkan ketagihan
dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang merugikan. Untuk
menimbulkan efek analgesik, OAINS bekerja pada hipotalamus,
menghambat pembentukan prostaglandin ditempat terjadinya radang, dan
mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik.
Page 42
Imunologi-Inflamasi
2.
3.
Efek Antipiretik
Temperatur tubuh secara normal diregulasi oleh hipotalamus.
Demam terjadi bila terdapat gangguan pada sistem “thermostat”
hipotalamus. Sebagai antipiretik, OAINS akan menurunkan suhu badan
hanya dalam keadaan demam. Penurunan suhu badan berhubungan dengan
peningkatan pengeluaran panas karena pelebaran pembuluh darah
superfisial. Antipiresis mungkin disertai dengan pembentukan banyak
keringat. Demam yang menyertai infeksi dianggap timbul akibat dua
mekanisme kerja, yaitu pembentukan prostaglandin di dalam susunan
syaraf pusat sebagai respon terhadap bakteri pirogen dan adanya efek
interleukin-1 pada hipotalamus. Aspirin dan OAINS lainnya menghambat
baik pirogen yang diinduksi oleh pembentukan prostaglandin maupun
respon susunan syaraf pusat terhadap interleukin-1 sehingga dapat
mengatur kembali “thermostat” di hipotalamus dan memudahkan pelepasan
panas dengan jalan vasodilatasi.
Efek Anti-inflamasi
Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau
kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator
inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan lainnya
yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak, dan
disertai gangguan fungsi. Kebanyakan OAINS lebih dimanfaatkan pada
pengobatan muskuloskeletal seperti artritis rheumatoid, osteoartritis, dan
spondilitis ankilosa. Namun, OAINS hanya meringankan gejala nyeri dan
inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak
menghentikan, memperbaiki, atau mencegah kerusakan jaringan pada
kelainan muskuloskeletal.
Meskipun semua OAINS memiliki sifat analgesik, antipiretik dan
anti-inflamasi, namun terdapat perbedaan aktivitas di antara obat-obat
tersebut. Salisilat khususnya aspirin adalah analgesik, antipiretik dan anti-
inflamasi yang sangat luas digunakan. Selain sebagai prototip OAINS, obat
ini merupakan standar dalam menilai OAINS lain. OAINS golongan para
aminofenol efek analgesik dan antipiretiknya sama dengan golongan
salisilat, namun efek anti-inflamasinya sangat lemah sehingga tidak
Page 43
Imunologi-Inflamasi
digunakan untuk anti rematik seperti salisilat. Golongan pirazolon memiliki
sifat analgesik dan antipiretik yang lemah, namun efek anti-inflamasinya
sama dengan salisilat.
2.11 MAKANAN PENYEBAB INFLAMASI
1. Makanan siap saji
Segala bentuk makanan yang siap saji, sudah diproses, dan dibungkus adalah
daftar pertama penyebab inflamasi. Kenapa? Sebab di dalamnya banyak terkandung
pemanis alami, zat aditif, minyak berbahaya, dan bahan lain yang tidak diketahui
asalnya.
2. Lemak jenuh
Kedua, makanan penyebab inflamasi adalah lemak jenuh yang biasa
ditemukan pada mentega. Kue dan roti yang dijual di pasaran pun sebaiknya
diwaspadai karena bisa saja bahannya berbahaya bagi kesehatan.
3. Daging (kecuali ikan tangkapan di sungai atau laut)
Baik itu daging sapi atau ayam, jika terlalu banyak mengonsumsinya, sebab
inflamasi akan mengancam kesehatan Anda. Jadi batasi jumlahnya sesuai dengan
kebutuhan nutrisi tubuh.
4. Gorengan
Makanan gorengan sudah jelas membawa pengaruh buruk bagi tubuh.
Makanan tersebut rupanya juga menyebabkan inflamasi.
5. Gula putih dan pemanis
Termasuk di dalamnya soda dan jus instan, seluruhnya memicu inflamasi bagi
tubuh. Anda tidak harus menghindari gula seutuhnya, namun cobalah mencari
alternatif pemanis yang lebih menyehatkan.
6. Pemanis sintetis
Pemanis sintetis seperti Nutrasweet, Splenda, saccharin, aspartame,
AminoSweet, dan yang lain harus benar-benar dijauhi. Seluruhnya menyebabkan
inflamasi dan masalah kesehatan yang serius.
7. Garam
Sebenarnya garam tidak terlalu berbahaya. Namun Anda harus memilih jenis
garam yang tepat yang mengandung mineral alami lain, bukan cuma sodium saja.
8. Zat aditif
Page 44
Imunologi-Inflamasi
Segala makanan yang mengandung zat aditif, seperti pewarna, penguat rasa,
stabilisator, dan pengawet sebaiknya tidak dikonsumsi. Ironisnya, kebanyakan
makanan yang mengandung zat aditif justru semakin banyak dijual untuk anak-anak.
9. Produk susu
Beberapa produk susu, seperti es krim, keju, yogurt, dan lainnya, sekarang ini
sering disajikan secara tidak alami. Misalnya ditambahkan hormon, antibiotik, dan
bahan berbahaya lainnya.
10. Produk tepung terigu
Banyak kondisi kesehatan serius yang dilaporkan akibat berlebihan dalam
mengonsumsi produk tepung terigu. Parahnya, sekarang makin banyak produk
tepung yang diolah secara tidak alami.
11. Gluten
Gluten bisa dibilang sebagai protein jahat dalam tepung terigu. Maka dari itu
Anda juga perlu menghindarinya untuk mencegah inflamasi.
12. Alkohol
Terakhir, penyebab inflamasi yang juga harus dijauhi adalah alkohol.
Meskipun demikian, ada juga para ahli yang membolehkan wanita mengonsumsi
segelas dan pria sebanyak dua gelas alkohol dalam sehari.
2.12 PROSES PENYEMBUHAN DAN PERBAIKAN JARINGAN
Proses Penyembuhan dan perbaikan jaringan terjadi dalam 4 tahap, yaitu :
1. Resolusi
Resolusi adalah hasil penyembuhan ideal & terjadi pada respons radang akut
hingga cedera minor atau cedera dengan nekrosis sel parenkim minimal. Jaringan
dipulihkan ke keadaan sebelum cedera. Proses resolusi meliputi :
Pembuluh darah kecil di daerah peradangan kembali ke permeabilitas normalnya.
Aliran cairan yang keluar pembuluh darah berhenti.
Cairan yang sudah dikeluarkan dari pembuluh darah diabsorpsi oleh limfatik.
Sel-sel eksudat mengalami disintegrasi keluar melalui limfatik atau benar-benar
dihilangkan dari tubuh.
Namun, apabila jumlah jaringan yang dihancurkan cukup banyak maka resolusi
tidak terjadi.
2. Regenerasi
Page 45
Imunologi-Inflamasi
Regenerasi adalah penggantian sel parenkim yang hilang dengan pembelahan
sel parenkim yang bertahan di sekitarnya. Hasil akhirnya adalah penggantian unsur-
unsur yang hilang dengan jenis sel-sel yang sama.
Faktor-faktor penentu regenerasi :
kemampuan regenerasi sel yang terkena cedera. (kemampuan untuk membelah).
Jumlah sel viabel yang bertahan.
Keberadaan / keutuhan kerangka jaringan ikat yang cedera, atau keutuhan
arsitektur stroma.
3. Perbaikan / Pemulihan dengan Pembentukan Jaringan Ikat
Pertumbuhan jaringan ikat muda ke arah dalam daerah peradangan disebut
organisasi.Jaringan ikat yang tumbuh itu disebut jaringan granulasi.
Secara mikroskopik jaringan Granulasi terdiridari pembuluh-pembuluh darah
kecil yang baru terbentuk (angioblas),fibroblas,sisa sel radang (berbagai jenis
leukosit; makrofag, limosit, eosinofil, basofil, & neutrofil) , bagian cairan eksudat,&
zat dasar jaringan ikat longgar setengah cair. Fibroblas & angioblas pada jaringan
granulasi yang berasal dari fibroblas & Kapiler di sekelilingnya yang sebelumnya
ada. Organisasi terjadi jika :
Banyak sekali jaringan yang menjadi nekrotik,
Eksudat peradangan menetap & tidak menghilang,
Massa darah (hematom) atau bekuan-bekuan darah tidak cepat menghilang.
Bukti organisasi yang paling awal biasanya terjadi beberapa hari setelah
dimulainya reaksi peradangan. Setelah kurang lebih satu minggu, jaringan granulasi
masih cukup longgar & selular. Pada saat ini, fibroblas jaringan granulasi sedikit
demi sedikit mulai menyekresikan prekursor protein kolagen yang larut, saat ini
sedikit demi sedikit akan mengendap sebagai fibril-fibril di dalam ruang intersisial
jaringan granulasi. Setelah beberapa waktu,semakin banyak kolagen yang tertimbun
didalam jaringan granulasi,yang sekarang secara bertahap semakin matang menjadi
jaringan ikat kolagen yang agak padat atau jaringan parut..Walaupun jaringan parut
telah cukup kuat setelah kira-kira 2 minggu, proses remodeling masih terus
berlanjut,serta densitas & kekuatan jaringan parut ini juga meningkat. Jaringan
granulasi,yang pada awalnya cukup selular & vaskula, lambat laun kurang selular &
kurang vaskular serta menjadi kolagen yang lebih padat.
4. Penyembuhan luka
Page 46
Imunologi-Inflamasi
Proses penyembuhan luka yang mudah dipahami adalah proses penyembuhan pada
luka kulit. Proses penyembuhan luka terbagi menjadi 2 macam yaitu :
1.
2.
Penyembuhan primer ( healing by first intention)
Penyembuhan Sekunder ( healing by secondintention )
Hari Pertama pasca bedah. Setelah luka disambung & dijahit, garis insisi segera
terisi oleh bekuan darah yang membentuk kerak yang menutupi luka. Reaksi
radang akut terlihat pada tepi luka. Dan tampak infiltrat polimorfonuklear yang
mencolok.
Hari Kedua. Terjadi Reepitelialisasi permukaan & pembentukan jembatan yang
terdiri dari jaringan fibrosa yang menghubungkan kedua tepi celah subepitel.
Keduanya sangat tergantung pada anyaman fibrin pada bekuan darah., karena ini
memberikan kerangka bagi sel epitel, fibroblas, dan tunas kapiler yang
bermigrasi. Jalur-jalur tipis sel menonjol di bawah permukan kerak, dari tepi
epitel menuju ke arah sentral. Tonjolan ini berhubungan satu sam lain, dengan
demikian luka telah tertutup oleh epitel.
Hari Ketiga , Respon radang akut mulai berkurang, neutrofil digantikan oleh
makrofag yang membersihkan tepi luka dari sel-sel yang rusak dan pecahan
fibrin.
Hari Kelima ,Celah insisi biasanya terdiri dari jaringan granulasi yang kaya
pembuluh darah dan longgar. Dapat dilihat adanya serabut-serabut kolagen
dimana-mana.
Akhir Minggu Pertama ,Luka telah tertutup oleh epidermis dengan ketebalan
yang lebih kurang normal, dan celah subepitel yang telah terisi jaringan ikat kaya
pembuluh darah ini mulai membentuk serabut-serabut kolagen.
Minggu Kedua, Fibroblas& pembuluh darah berploriferasi terus menerus, dan
tampak adanya timbunan progresif serabut kolagen. Kerangka fibrin sudah
lenyap. Jaringan parut masih tetap berwarna merah cerah sebagai akibat
peningkatan vaskularisasai. Luka belum memiliki daya rentang yang cukup
berarti. Reksi radang hampir seluruhnya hilang.
Akhir Minggu Kedua, Struktur jaringan dasar parut telah mantap. Jaringan parut
berwarna lebih muda akibat tekanan pada pembuluh darah, timbunan
kolagen & peningkatan daya rentang luka.Luka bedah yang sembuh sempurna
tidak akan mencapai kembali daya rentang,ekstensibilitas,& elastisitas yang
Page 47
Imunologi-Inflamasi
dimiliki oleh kulit normal.
2.13 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA
1. Koagulasi; Adanya kelainan pembekuan darah (koagulasi) akan menghambat
penyembuhan luka sebab hemostasis merupakan tolak dan dasar fase inflamasi.
2. Gangguan sistem Imun (infeksi,virus); Gangguan sistem imun akan menghambat
dan mengubah reaksi tubuh terhadap luka, kematian jaringan dan kontaminasi. Bila
sistem daya tahan tubuh, baik seluler maupun humoral terganggu, maka
pembersihan kontaminasi dan jaringan mati serta penahanan infeksi tidak berjalan
baik.
3. Gizi (kelaparan, malabsorbsi), Gizi kurang juga: mempengaruhi sistem imun.
4. Penyakit Kronis; Penyakit kronis seperti TBC, Diabetes, juga mempengaruhi sistem
imun.
5. Keganasan; Keganasan tahap lanjut dapat menyebabkan gangguan sistem imun yang
akan mengganggu penyembuhan luka.
6. Obat-obatan; Pemberian sitostatika, obat penekan reaksi imun, kortikosteroid dan
sitotoksik mempengaruhi penyembuhan luka dengan menekan pembelahan
fibroblast dan sintesis kolagen.
7. Teknik Penjahitan; Tehnik penjahitan luka yang tidak dilakukan lapisan demi
lapisan akan mengganggu penyembuhan luka.
8. Kebersihan diri/Personal Hygiene; Kebersihan diri seseorang akan mempengaruhi
proses penyembuhan luka, karena kuman setiap saat dapat masuk melalui luka bila
kebersihan diri kurang.
9. Vaskularisasi baik proses penyembuhan berlangsung; cepat, sementara daerah yang
memiliki vaskularisasi kurang baik proses penyembuhan membutuhkan waktu lama.
10. Pergerakan, daerah yang relatif sering bergerak; penyembuhan terjadi lebih lama.
11. Ketegangan tepi luka, pada daerah yang tight (tegang) penyembuhan lebih lama
dibandingkan dengan daerah yang loose.
2.14 MACAM – MACAM PENYAKIT INFLAMASI (RADANG)
Penyakit inflamasi (radang) yang sering terjadi, yaitu :
Page 48
Imunologi-Inflamasi
1. Penyakit Radang Kulit
Penyakit Radang kulit, dermatitis, merupakan suatu gejala pada kulit saat jaringan
terinfeksi oleh bakteri atau virus. Penyakit radang kulit ini tidak merupakan penyakit
seumur hidup. Ia hanya akan menimbulkan rasa yang tidak nyaman dan mengurangi
penampilan diri. Kombinasi antara perawatan kesehatan mandiri dan pengobatan
medis akan menghilangkan penyakit radang kulit.
2. Penyakit Radang Tenggorokan
Penyakit radang ini ditandai dengan rasa nyeri di tenggorokan sehingga si penderita
radang susah sekali saat menelan makanan. Penyakit Radang tenggorokan atau
faringitis akut sering diikuti dengan gejala flu seperti demam, sakit kepala, pilek,
dan batuk. Disebarkan oleh virus EBV atau kuman Strep.
3. Penyakit RadangSendi
Penyakit Radang sendi, osteoarthritis, adalah salah satu arthritis yang disebabkan
oleh berkurangnya cartilage terutama di daerah persendian. Cartilage sendiri
merupakan substansi protein yang menjadi semacam “oli” bagi tulang dan
persendian. Ketika cartilage mengalami penurunan dalam jumlah, selanjutnya
struktur tulang akan tergerus.
4. Penyakit Radang Usus Buntu
Penyakit Radang usus buntu merupakan peradangan pada usus buntu, yaitu sebuah
usus kecil yang berbentuk jari yang melekat pada usus besar di sebelah kanan
bawah rongga perut. Usus buntu yang mengalami peradangan kadang-kadang pecah
terbuka, yang menyebabkan peradangan selaput perut (peritonitis).
BAB III
PENUTUP
Page 49
Imunologi-Inflamasi
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan uraian tinjauan pustaka di atas maka dapat disimpulkan bahwa Radang
atau inflamasi adalah reaksi jaringan hidup terhadap semua bentuk jejas yang berupa
reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-
sel dari sirkulasi darah ke jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis. Tujuan
inflamasi yaitu untuk memperbaiki jaringan yang rusak serta mempertahankan diri
terhadap infeksi. Tanda-tanda inflamasi adalah berupa kemeraham (rubor), panas (kalor),
nyeri (dolor), pembengkakan (tumor), dan function laesa.
Secara garis besar tahapan inflamasi dibagi menjadi 2 tahap :
1.
2.
Inflamasi akut
Inflamasi akut adalah inflamasi yang terjadi segera setelah adanya rangsang
iritan. Pada tahap ini terjadi pelepasan plasma dan komponen seluler darah ke dalam
ruang-ruang jaringan ekstraseluler. Termasuk didalamnya granulosit neutrofil yang
melakukan pelahapan (fagositosis) untuk membersihkan debris jaringan dan mikroba.
Inflamasi kronis
Inflamasi kronis terjadi jika respon inflamasi tidak berhasil memperbaiki
seluruh jaringan yang rusak kembali ke keadaan aslinya atau jika perbaikan tidak
dapat dilakukan sempurna.
Penanagan yang dapat diberikan ketika mendapati pasian mengalamai radang
atau inflamasi yakni dapat dilakukan dengan cra pemberian obat anti inflamasi.
Karena obat anti inflamasi memiliki sifat analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi,
3.2 SARAN
Meskipun perkembangan teknologi dalam bidang Imunologi sudah berkembang
pesat, akan tetapi sebagai manusia kita tidak boleh lengah dalam kemudahan. Kita,
khususnya sebagai mahasiswa harus menyikapi suatu fenomena, kepentingan, dan
permasalahan dengan bijaksana. Hal ini berdasarkan pada tujuan dari imun itu sendiri
yaitu melindungi dari gangguan benda asing dari luar, kita sebagai mahasiswa haru bisa
menyesuaikan diri seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA
Page 50
Imunologi-Inflamasi
Abrams, G.D. (1995). Respon tubuh terhadap cedera. Dalam S. A. Price & L. M. Wilson,
Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit (4th ed.)(pp.35-61)(Anugerah, P.,
penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1992).
Albini A, Sporn MB. The tumour microenvironment as a target for chemoprevention. Nat Rev
Cancer . 2007 Feb;7(2):139-47.
Anas, Khairul.2011. Penertian Inflamasi. Khairul-anas.blogspot.com. Diakses Tanggal 20
November 2013.
Bratawidjaja KG dan Rengganis I, 2010, Imunologi Dasar Edisi ke-9, FKUI Jakarta
Dorland, W.A.N. (2002). Kamus Kedokteran Dorland (Setiawan, A., Banni, A.P., Widjaja, A.C.,
Adji, A.S., Soegiarto, B., Kurniawan, D., dkk , penerjemah). Jakarta: EGC. (Buku asli
diterbitkan 2000).
Guyton, A.C. & Hall, J.E. (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran (9th ed.) (Setiawan, I., Tengadi,
K.A., Santoso, A., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1996).
Idaman, Rumah. 2010. Inflamasi. Bersamainok.Blogspot.com. Diakses Tanggal 29 November
2013.
Jeramai, Gubug.2009. Bagaimana Proses Terjadinya Inflamasi. Word Press.com. Diakses
Tanggal 29 Novemeber 2013.
Mitchell, R.N. & Cotran, R.S. (2003). Acute and chronic inflammation. Dalam S. L. Robbins &
V. Kumar, Robbins Basic Pathology (7th ed.)(pp33-59). Philadelphia: Elsevier Saunders.
Moco.2013.Inflamasi dan Kanker.Word Press. com. Diakses Tangagal 29 November 2013.
Rukmono (1973). Kumpulan kuliah patologi. Jakarta: Bagian patologi anatomik FK UI.
Robbins, S.L. & Kumar, V. (1995). Buku ajar patologi I (4th ed.)(Staf pengajar laboratorium
patologi anatomik
Sunato.2010. Proses Inflamasi. Nato 14 Blogspot.com. Diakses Tanggal 29 November 2013.
Page 51
Recommended