View
110
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
makalah komunitas tentang demografi, level of prevention
Citation preview
i
MAKALAH KASUS I
KEPERAWATAN KOMUNITAS
Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Community Nursing Program I
Disusun oleh:
Kelompok 8
Anggie Putriyani 220110110127
Anggraeni Mardianti 220110110091
Bagus Dwi Santoso 220110110151
Desi Afriyanti 220110110019
Ezaryana Octary 220110110115
Hilda Ayu Septian 220110110139
Iis Septiana Dewi 220110110079
Melda Iskawati 220110110043
Neng Tuti Haryati 220110110067
Nuke Saleh 220110110103
Nurnila Novia 220110110031
Nurul Iklima 220110110055
Vathnawaty Carmilla 220110110007
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2013
ii
MAKALAH KASUS I
KEPERAWATAN KOMUNITAS
Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Community Nursing Program I
Disusun oleh:
Kelompok 8
Anggie Putriyani Scriber 1
Anggraeni Mardianti Anggota
Bagus Dwi Santoso Anggota
Desi Afriyanti Anggota
Ezaryana Octary Anggota
Hilda Ayu Septian Anggota
Iis Septiana Dewi Chair 1
Melda Iskawati Scriber 2
Neng Tuti Haryati Anggota
Nuke Saleh Anggota
Nurnila Novia Anggota
Nurul Iklima Anggota
Vathnawaty Carmilla Anggota
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2013
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini membahas tentang CNP I khususnya mengenai Determinan of Health,
Level of Prevention, dan Demography.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menemui beberapa kendala, tetapi dapat
teratasi berkat bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Sheizi Prista Sari, S.Kep., Ners., M.Kep. selaku dosen koordinator mata
pelajaran Community Nursing Program I
2. Ibu Citra Windani M.S, S.Kep., Ners., M.Kep.selaku dosen tutor kelompok 8
3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya
membangun demi penyempurnaan makalah ini di waktu yang akan datang. Akhirnya,
penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi pembaca. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya
kepada kita. Amin.
Jatinangor, 15 Juni 2013
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................ i
Kata Pengantar ............................................................................................. iii
Daftar Isi ..................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................... 1
1.3 Batasan Masalah ..................................................................................... 1
BAB II LANDASAN TEORI...................................................................... 2
2.1 Pengertian Determinant of Helath ........................................................... 2
2.2 Pengertian Demografi ............................................................................. 4
2.3 Ukuran-ukuran dalam Demografi ............................................................ 5
2.4 Konsep Penyakit ..................................................................................... 13
2.5 Promosi Kesehatan.................................................................................. 24
2.6 Kesehatan Lingkungan ............................................................................ 26
2.7 Pendidikan Kesehatan Masyarakat .......................................................... 33
BAB III REVIEM JURNAL ..................................................................... 50
3.1 Jurnal I ................................................................................................... 50
3.2 Jurnal 2 .................................................................................................. 52
3.3 Jurnal 3 .................................................................................................. 54
BAB IV PENUTUP .................................................................................... 57
4.1 Simpulan................................................................................................ 57
4.2 Saran...................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 58
LAMPIRAN NOTULENSI REPORTING ............................................... 59
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu determinan dalam mencapai
masyarakat yang sehat, meskipun disadari bahwa peran lingkungan dan faktor
perilaku merupakan determinan yang lebih besar pengaruhnya pada kesehatan
(Blum). Dua determinan tersebut terakhir ini merupakan determinan yang banyak
di[engaruhi oleh domain di luar kesehatan sehingga intervensinya memerlukan peran
lintas sektor terkait.
Pelayanan kesehatan selalu menjadi isu yang penting di berbagai negara
karena hal itu menyangkut berbagai nilai dasar dalam masyarakat seperti “kesehatan
sebagai hak ’mendasar’ bagi individu (health is one of basic human right)“. Dengan
demikian isu mengenai pemerataan dan akses terhadap pelayanan kesehatan formal
merupakan hal yang sangat penting dan azasi. Moto yang dikumandangkan adalah “
health is not everything, but everything without health is nothing”.
Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan pelayanan
kesehatan promotif dan preventif. Pelayanan promotif adalah upaya meningkatkan
kesehatan masyarakat ke arah yang lebih baik lagi dan yang preventif mencegah agar
masyarakat tidak jatuh sakit agar terhindar dari penyakit.
1.2 Tujuan
Mengetahui definisi dari demografi
Mengetahui definisi dari determinan of health
Mengetahui definisi dari level of prevention
Mengetahui tingkatan level of prevention
1.3 Batasan Masalah
Beberapa batasan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
Apakah definisi dari demografi?
Apakah definisi dari determinan of health?
Apakah definisi dari level of prevention?
Apa saja tingkatan level of prevention?
2
BAB III
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Determinant of Health
Konsep hidup sehat H.L.Blum sampai saat ini masih relevan untuk
diterapkan.Kondisi sehat secara holistik bukan saja kondisi sehat secara fisik
melainkan juga spiritual dan sosial dalam bermasyarakat.Untuk menciptakan kondisi
sehat seperti ini diperlukan suatu keharmonisan dalam menjaga kesehatan tubuh.H.L
Blum menjelaskan ada empat faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat.Keempat faktor tersebut merupakan faktor determinan timbulnya masalah
kesehatan.
Keempat faktor tersebut terdiri dari faktor perilaku/gaya hidup (life style),
faktor lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya), faktor pelayanan kesehatan
(jenis cakupan dan kualitasnya) dan faktor genetik (keturunan).Keempat faktor
tersebut saling berinteraksi yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat
kesehatan masyarakat.Diantara faktor tersebut faktor perilaku manusia merupakan
faktor determinan yang paling besar dan paling sukar ditanggulangi, disusul dengan
faktor lingkungan.Hal ini disebabkan karena faktor perilaku yang lebih dominan
dibandingkan dengan faktor lingkungan karena lingkungan hidup manusia juga
sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat.
Determinant of Health menurut Teori Hendrik L Blum (1974) menyatakan
bahwa status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu:
3
1) Faktor lingkungan
Faktor ini menempati urutan ke-3 dalam indikator kunci status kesehatan
masyarakat. Ketinggian, kelembaban, curah hujan, kondisi sawah maupun tumbuhan
memainkan peranan disini. Tetapi bagaimanapun juga, kondisi lingkungan dapat
dimodifikasi dan dapat diperkirakan dampak atau akses buruknya sehingga dapat
dicarikan solusi ataupun kondisi yang paling optimal bagi kesehatan manusia.
2) Faktor Perilaku
Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau
aktivitas organisme yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah
suatu aktivitas pada manusia itu sendiri. Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh
organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau tidak langsung.
3) Faktor pelayanan kesehatan
Lebih terkait dengan kinerja pemerintah yang sedang berkuasa. Kesungguhan
dan keseriusan pemerintah dalam mengelola pelayanan kesehatan menjadi penentu
suksesnya faktor ini. Kader desa, puskesmas dan posyandu menjadi ujung tombak
dalam peningkatan status kesehatan masyarakat.
4) Faktor genetik atau keturunan
Merupakan faktor yang sulit untuk diintervensi karena bersifat bawaan dari
orang tua. Penyakit atau kelainan-kelainan tertentu seperti diabetes militus, buta
warna, albino, atau yang lainnya, bisa diturunkan dari orang tua ke anak-anaknya atau
dari generasi ke generasi.
Sedangkan menurut Institute for the Future/IFTF (2003), yang mempengaruhi
kesehatan masyarakat adalah :
Acces to care (10%)
Genetic (20%)
Environment (20 %)
Health Behaviors
(50 %)
4
2.2 Pengertian Demografi
Berdasarkan Multilingual Demographic Dictionary (IUSSP, 1982) definisi
demografi adalah:
Demografi mempelajari penduduk (suatu wilayah) terutama mengenai jumlah,
struktur (komposisi penduduk) dan perkembangannya.
Philip M. Hauser dan Duddley Duncan (1959) mengusulkan ddefinisi
demografi sebagai berikut:
Demografi mempelajari jumlah, persebaran, teritorial dan komposisi
penduduk serta perubahan-perubahannya dan sebab-sebab perubahan itu, yang
biasanya timbul karena fertilitas, mortalitas, gerak teritorial (migrasi) dan mobilitas
sosial (perubahan status).
Dari kedua definisi diatas dapat sisimpulkan bahwa demografi mempelajari
struktur dan proses penduduk di suatu wilayah. Struktur penduduk melipputi:
jumlah, persebaran, dan komposisi penduduk. Struktur penduduk ini selalu
berubah-ubah, dan perubahan tersebut disebabkan karena proses demografi, yaitu:
kelahiran (fertilitas), kematian (mortilitas), dan migrasi penduduk.
Komposisi Penduduk
Komposisi penduduk adalah pengelompokan penduduk atas variabel
variabel tertentu. Komposisi penduduk menggambarkan susunan penduduk yang
dibuat berdasarkan pengelompokan penduduk menurut karakteristik-karakteristik
yang sama (Said Rusli, 1983). Bermacam-macam komposisi penduduk dapat
dibuat, misalnya komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin, status
perkawinan, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan, bahasa , agama dan kesehatan.
Komposisi penduduk yang sering digunakan untuk analisis dan perencanaan
pembangunan adalah komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin.
Struktur umur penduduk dipengaruhi oleh tiga vaiabel demografi,yaitu kelahiran,
kematian dan migrasi. Selain itu faktor sosial-ekonomi di suatu negara juga akan
mempengaruhi struktur umur penduduk melalui melalui ketiga variabel demografi
diatas.
5
Suatu negara dikatakan berstruktur umur muda, apabila kelompok penduduk
yang berumur di bawah 15 tahun jumlahnya lebih dari 40%, sedang besarnya
kelompok penduduk usia 65 tahun kurang dari 10%. Umumnya negara-negara
yangs edang berkembang seperti burma, india, dan indonesia, struktur
penduduknya muda. Sebaliknya negara-negara maju seperi jepang, jerman, amerika
serikat mempunyai struktur penduduk tua. Suatu negara dikatakan berstruktur umur
tua apabila kelompok penduduk yang berumur 15 tahun ke bawah jumlahnya kecil
(kurang dari 40% dari seluruh penduduk) dan persentase penduduk diatas 65 tahun
sekitar 10%.
Perbedaan struktur umur akan menimbulkan perbedaan dalam aspek sosial
ekonomi seperti masalah angkatan kerja, pertumbuhan penduduk, dan masalah
pendidikan.
Pengukuran proses demografi
Pertumbuhan penduduk di suatu wilayah dipengaruhi oleh besarnya
kelahiran (Birth=B), kematian (Death=D), migrasi masuk (In Migration=IM), dan
migrasi keluar (out migration=OM).
2.3 Ukuran- ukuran Dalam Epidemiologi
Tingkat kelahiran kasar (CBR)
Jml kelahiran selama setahun
CBR = x 1000 Jml penduduk pertengahan tahun dari tahun yang sama
6
Tingkat kematian kasar (CDR)
D = Jumlah kematian pada tahun
Pm = Jumlah penduduk pada
pertengahan tahun (pada juni/juli)
k = bilangan konstan yang biasanya
bernilai 1000
2.3.1 Insidensi
Adalah gambaran tentang frekwensi penderita baru suatu penyakit yang
ditemukan pada suatu waktu tertentu di satu kelompok masyarakat.
Untuk dapat menghitung angka insidensi suatu penyakit, sebelumnya harus
diketahui terlebih dahulu tentang :
Data tentang jumlah penderita baru.
Jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru( Population at Risk ).
Secara umum angka insiden ini dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
a. Incidence Rate
Yaitu Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu
jangka waktu tertentu(umumnya 1 tahun) dibandingkan dengan jumlah penduduk
yang mungkin terkena penyakit baru tersebut pada pertengahan jangka waktu yang
bersangkutan.
Rumus yang dipergunakan :
D
CDR = x k Pm
Jumlah Penderita Baru
Incidence Rate = X 1000 Jumlah penduduk yg mungkin terkena
Penyakit tersebut pada pertengahan tahun
7
b. Attack Rate
Yaitu Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu saat
dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit tersebut pada
saat yang sama.
Manfaat Attack Rate adalah :
Memperkirakan derajat serangan atau penularan suatu penyakit.
Makin tinggi nilai AR, maka makin tinggi pula kemampuan Penularan Penyakit
tersebut.
Rumus yang digunakan :
c. Secondary Attack Rate
Jumlah penderita baru suatu penyakit yang terjangkit pada serangan kedua
dibandingkan dengan jumlah penduduk dikurangi orang/penduduk yang pernah
terkena penyakit pada serangan pertama.
Digunakan menghitung suatu panyakit menular dan dalam suatu populasi
yang kecil ( misalnya dalam Satu Keluarga ).
Rumus yang digunakan :
2.3.2 Prevalensi
Prevalensi adalah gambaran tentang frekuensi penderita lama dan baru yang
ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu di sekelompok masyarakat tertentu. Pada
perhitungan angka Prevalensi, digunakan jumlah seluruh penduduk tanpa
memperhitungkan orang/penduduk yang Kebal atau Pendeuduk dengan Resiko
Jumlah Penderita Baru dlm Satu Saat Attack Rate = X 1000
Jml. Penduduk yg. Mungkin terkena Peny.
Tersebut pd. Saat yg. Sama.
Jml. Penderita Baru pd. Serangan Kedua SAR = X 1000
(Jml. Penduduk – Penduduk. Yg. Terkena Serangan Pertama )
8
(Population at Risk). Sehingga dapat dikatakan bahwa Angka Prevalensi sebenarnya
BUKAN-lah suatu RATE yang murni, karena Penduduk yang tidak mungkin terkena
penyakit juga dimasukkan dalam perhitungan.
Secara umum nilai prevalen dibedakan menjadi 2, yaitu :
a) Period Prevalen Rate
Period Prevalen Rate adalah Jumlah penderita lama dan baru suatu penyakit
yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu dibagi dengan jumlah penduduk
pada pertengahan jangka waktu yang bersangkutan.
Nilai Periode Prevalen Rate hanya digunakan untuk penyakit yang sulit
diketahui saat munculnya, misalnya pada penyakit Kanker dan Kelainan Jiwa.
Rumus yang digunakan :
b) Point Prevalen Rate
Point Prevalen Rate adalah Jumlah penderita lama dan baru suatu penyakit pada
suatu saat dibagi dengan jumlah penduduk pada saat itu.
Dapat dimanfaatkan untuk mengetahui Mutu pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan.
Rumus :
2.3.4 Mortalitas
Mortalitas merupakan istilah epidemiologi dan data statistik vital untuk
Kematian. Dikalangan masyarakat kita, ada 3 hal umum yang menyebabkan
kematian, yaitu :
Jumlah penderita lama & baru
Periode Prevalen Rate = X K
Jumlah penduduk pertengahan
Jml. Penderita lama & baru Saat itu
Point Prevalen Rate = X K
Jml. Penduduk Saat itu
9
a) Degenerasi Organ Vital & Kondisi terkait,
b) Status penyakit,
c) Kematian akibat Lingkungan atau Masyarakat ( Bunuh diri, Kecelakaan,
Pembunuhan, Bencana Alam, dsb.)
Macam – macam / Jenis Angka Kematian (Mortality Rate/Mortality Ratio)
dalam Epidemiologi antara lain :
1. Infant Mortality Rate ( IMR ) = Angka Kematian Bayi ( AKB )
Infant Mortality Rate adalah jumlah seluruh kematian bayi berumur kurang
dari 1 tahun yang dicatat selama 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang
sama.
Manfaat sebagai indicator yang sensitive terhadap derajat kesehatan
masyarakat.
Rumus:
IMR = Infant mortility rate
Do = Jumlah Kematian bayi umur 0 – 1 tahun dalam
setahun
B = Jumlah bayi lahir hidup pada tahun yang
sama
k = Bilangan konstan = 1000
2. Perinatal Mortality Rate (PMR)/ Angka Kematian Prenatal (AKP)
Periode yang paling besar resiko kematiannya bagi umat manusia adalah
periode perinatal dan periode setelah usia 60 tahun. Di dalam kedokteran klinis,
evaluasi terhadap kematian anak dalam beberapa hari atau beberapa jam bahkan
beberapa menit setelah lahir merupakan hal yan penting agar kematian dan kesakitan
yang seharusnya tidak perlu terjadi dalam periode tersebut bisa dicegah.
PMR Adalah Jumlah kematian janin yang dilahirkan pada usia kehamilan 28
minggu atau lebih ditambah dengan jumlah kematian bayi yang berumur kurang dari
7 hariyang dicatat selama 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. (
WHO, 1981)
Do IMR = x k
B
10
Manfaat PMR :
Untuk menggambarkan keadaan kesehatan masyarakat terutama kesehatan ibu
hamil dan bayi.
Factor yang mempengaruhi tinggi rendahnya PMR adalah :
a) Banyaknya Bayi BBLR
b) Status gizi ibu dan bayi
c) Keadaan social ekonomi
d) Penyakit infeksi, terutama ISPA
e) Pertolongan persalinan
Rumus :
3. Neonatal Mortality Rate ( NMR ) = Angka Kematian Neonatal (AKN)
AKN Adalah jumlah kematian bayi berumur kurang dari 28 hari yang dicatat
selama 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama.
Manfaat NMR adalah untuk mengetahui :
a) Tinggi rendahnya usaha perawatan postnatal
b) Program imunisasi
c) Pertolongan persalinan
d) Penyakit infeksi, terutama Saluran Napas Bagian Atas.
Rumus :
Jumlah kematian janin yang dilahirkan pada usia kehamilan
28 minggu atau lebih + dengan jumlah kematian bayi
yang berumur kurang dari 7 hari yang dicatat selama 1 tahun PMR/AKP = X K
Jumlah Bayi lahir hidup pada tahun yg sama
Jumlah kematian bayi umur kurang dari 28 hari
NMR/AKN = X K
Jumlah lahir hidup pada tahun yg sama
11
4. Maternal Mortality Rate ( MMR ) = Angka Kematian Ibu ( AKI )
AKI Adalah jumlah kematian ibu sebagai akibat dari komplikasi kehamilan,
persalinan dan masa nifas dalam 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang
sama.
Tinggi rendahnya MMR berkaitan dengan :
a) Social ekonomi
b) Kesehatan ibu sebelum hamil, bersalin dan nifas
c) Pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil
d) Pertolongan persalinan dan perawatan masa nifas
Rumus:
5. Age Spesific Mortality Rate ( ASMR / ASDR )
Manfaat ASMR/ASDR adalah :
a)Untuk mengetahui dan menggambarkan derajat kesehatan masyarakat dengan
melihat kematian tertinggi pada golongan umur.
b) Untuk membandingkan taraf kesehatan masyarakat di berbagai wilayah.
c) Untuk menghitung rata – rata harapan hidup.
Rumus :
Keterangan :
dX
= Jml. Kematian yg dicatat dalam 1 tahun pd penduduk gol. Umur tertentu(x)
pX
= Jml. Penduduk pertengahan tahun pada gol. Umur tersebut(x)
Jml. Kematian Ibu Hamil, Persalinan & Nifas dlm 1 tahun
MMR = X K
Jumlah lahir hidup pd tahun yang sama
dX
ASMR/ASDR = X K
pX
12
Usia Harapan Hidup (UHH)
Angka harapan hidup pada suatu umur didefinisikan sebagai rata-rata
jumlah tahun kehidupan yang masih dijalani oleh seseorang yang telah
berhasil mencapai umur tepat X dalam situasi mortalitas yang berlaku di
lingkungan masyarakatnya.
Angka harapan hidup pada suatu usia merupakan indikator yang baik
untuk menujukkan tingkat sosial-ekonomi secara umum. Indikator yang
sering dipakai adalah angka harapan hidup waktu lahir. Angka tersebut
berkisar kurang lebih 40 tahun pada negara berkembang, dan 70 tahun pada
negara maju. Angka harapan hidup waktu lahir di Indonesia berdasarkan hasil
analisis sensus penduduk tahun 2000 sebesar 65,43 tahun.
Angka harapan hidup setelah mencapai umur tepat x
eo
x = rata-rata jumlah tahun kehidupan
setelah mencapai umur x
Tx = jumlah total tahun kehidupan
setelah umur tepat x
Ix = banyaknya orang yang akan
bertahan hingga mencapai umur
x
Dengan rumus diatas dapatlah dihitung rata-rata angka harapan hidup
waktu lahir (e0
o)
Sebagai berikut:
e0
o = rata-rata angka harapan hidup waktu lahir
To = jumlah total kehidupan pada umur 0
tahun
Io = jumlah kelahiran bayi
Tx
eo
x =
Ix
To
e0
o =
Io
13
2.4 Konsep penyakit
2.4.1 ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas)
A. Definisi
Infeksi saluran napas akut (ISPA) adalah penyakit infeksi pada satu
bagian atau lebih saluran napas mulai dari hidung sampai paru-paru dan
berlangsung dalam kurun waktu kurang dari 3 minggu.
B. Etiologi
Disebabkan oleh infeksi virus, dan dapat sembuh sendiri
(selflimiteddiseases) namun ISPA juga dapat menjadi berat dan menyebabkan
kematian.
C. Penanganan
Pengobatan dan perawatan penderita ISPA ringan dilakukan di rumah.
Jika anak menderita ISPA ringan maka yang harus dilakukan adalah hal-hal
sebagai berikut (DepKes.RI, 1985 : 6 dan 7):
a. Demam
1) Bila demam dilakukan kompres. Cara mengompres adalah sebagai berikut :
Ambillah secarik kain yang bersih (saputangan atau handuk kecil).
Basahi atau rendam kain tersebut dalam air dingin yang bersih atau
rendam kain tersebut dalam air dingin yang bersih atau air es,
kemudian peras.
Letakkan kain di atas kepada atau dahi anak tapi jangan menutupi
muka.
Jika kain sudah tidak dingin lagi basahi lagi dengan air, kemudian
peras lalu letakkan lagi di atas dahi anak.
2) Berikan obat penurun panas dari golongan parasetamol.
b. Pilek
Jika anak tersumbat hidungnya oleh sekret maka usahakanlah
membersihkan hidung yang tersumbat tersebut agar anak dapat bernafas
dengan lancar. Membersihkan ingus harus hati-hati agar tidak melukai
hidung.
14
c. batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional
yaitu jeruk nipis 1/2 sendok teh dicampur dengan kecap atau madu 1/2 sendok
teh , diberikan tiga kali sehari.
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulangulang
yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada
bayi yang menyusu tetap diteruskan.
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih
banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan
cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
2.4.2 Diare
A. Definisi
Diare adalah suatu kondisi di mana seseorang buang air besar berkali-kali
dalam satu hari yang melebihi batas normal dan tinja atau feses yang keluar
berupa cairan encer atau kental disertai angin / kentut dari dalam perut.
B. Etiologi
- Virus (penyebab diare tersering dan umumnya karena Rotavirus) gejala :
Berak-berak air (watery), berbusa, TIDAK ada darah lendir, berbau asam.
- GE ( flu perut) terbanyak karena virus.
- Bakteri, gejala : berak2 dengan darah/lendir , sakit perut. Memerlukan
antibioka sebagai terapi pengobatan.
- Parasite (Giardiasis), gejala : berak darah+/- dan lendir, sakit perut. perlu
antiparasite
- Anak sedang terapi dengan pemakaian antibiotilka
- Alergi susu, diare biasanya timbul beberapa menit atau jam setelah minum
susu tersebut , biasanya pada alergi susu sapi dan produkproduk yang
terbuat dari susu sapi.
15
- Infeksi dari bakteri atau virus yang menyertai penyakit lain ; misalnya
infeksi saluran kencing, infeksi telinga, campak dll.
C. Penanganan
a. Minum Air Putih yang Banyak
Sering-seringlah minum air putih yang banyak karena dengan sering
buang air besar maka tubuh akan kehilangan banyak cairan yang harus
selalu digantikan dengan cairan yang baru. Setiap setelah BAB minumlah
satu atau dua gelas air putih atau air mineral yang bersih dan sudah
dimasak. Minumlah oralit yang merupakan larutan gula garam untuk
membantu pembentukan energi dan menahan diare / berak setelah habis
BAB. Hindari minum kopi, teh dan lain sebagainya yang mampu
merangsang asam lambung.
b. Pemberian obat zinc
WHO telah merekomedasikan penggunaan zinc dalam pengobatan diare
dengan dosis 10 mg per hari (bayi 2-5 bulan), dan dosis 20 mg per hari
(anak 6 bulan ke atas) selama 10 hari, untuk mencegah kemungkinan
terjadinya diare selama 3 bulan ke depan. Pemberian selama 10 hari
berturut-turut tersebut harus tetap dilakukan meskipun diare sudah
berhenti sebelum 10 hari. Untuk bayi, pemberian tablet zinc dapat
dilarutkan dengan sedikit air putih atau ASI.
c. Makan Makanan Khusus
Hindari makan makanan yang berserat seperti agar-agar, sayur dan buah
karena makanan berserat hanya akan memperpanjang masa diare.
Makanan berserat hanya baik untuk penderita susah buang air besar. Bagi
penderita diare sebaiknya makan makanan rendah serat dah halus seperti
bubur nasi atau nasi lemes dengan lauk telur asin. Di sininasi akan
menjadi gula untuk memberikan energi, sedangkan telur asin akan
memberikan protein dan garam untuk menahan mencret dan sebagai zat
pembangun tubuh. Hindari makan makanan di luar sembarangan serta
makanan yang pedas mengandung cabai dan lada.
16
d. Istirahat yang Cukup
Tidak dapat dipungkiri bahwa orang yang buang-buang air akan terasa
lemah, lemas, lesu, kurang bergairah, dan sebagainya. Untuk itu bagi anda
yang sudah merasa sangat lemas sebaiknya meminta izin sekolah atau
kantor untuk menghindari dari kemungkinan yang terburuk atau
memalukan di tempat umum. Tidur sebanyak-banyaknya namun tidak
melupakan waktu makan makanan dan obat harus teratur, banyak minum,
beribadah dan berdoa dan lain-lain.
e. Minum Obat Dengan Dosis yang Tepat
Ada baiknya anda berkonsultasi dengan dokter dan meminta obat yang
tepat untuk anda, karena setiap orang memiliki karakteristik masing-
masing dalam pemilihan obat. Rumah sakit, dokter praktek, puskesmas
atau balai pengobatan lain yang sesuai izin depkes adalah pilihan yang
tepat karena memiliki dokter yang baik dengan obat-obatan yang baik
pula. Bila anda ragu datangi saja dokter lain untuk mendapatkan informasi
lebih lanjut. Setalah mendapatkan obat minumlah obat itu sesuai dosis
yang waktu yang telah ditentukan. Biasanya dokter akan memberikan obat
mules, obat mencret, vitamin dan antibiotik. Untuk obat mules dan
mencret sebaiknya diminum jika perut mulas dan diare saja dan hentikan
jika sudah berhenti mules dan diare. Sedangkan untuk antibiotik wajib
dihabiskan agar kuman dan bibit penyakit lainnya mati total dan tidak
membentuk resistensi. Untuk vitamin terserah anda mau dihabiskan atau
tidak, akan tetapi tidak ada salahnya jika dihabiskan karena vitamin baik
untuk anda asalkan tidak berlebihan.
D. Pencegahan
Diare umumnya ditularkan melaui 4 F, yaitu Food, Feces, Fly dan Finger.
Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus
rantai penularan tersebut. Beberapa upaya yang mudah diterapkan adalah:
Penyiapan makanan yang higienis
Penyediaan air minum yang bersih
17
Kebersihan perorangan
Cuci tangan sebelum makan
Pemberian ASI eksklusif
Buang air besar pada tempatnya (WC, toilet)
Tempat buang sampah yang memadai
Berantas lalat agar tidak menghinggapi makanan
Lingkungan hidup yang sehat
2.4.3 Hipertensi
A. Definisi
Penyakit darah tinggi atau Hipertensi adalah suatu keadaan di mana
seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan
oleh systolic dan (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat
pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer)
ataupun alat digital lainnya. Tekanan darah tinggi yang terus menerus
menyebabkan jantung seseorang bekerja extra keras, akhirnya kondisi ini
berakibat terjadinya kerusakan pada pembuluh darah jantung, ginjal, otak dan
mata. Penyakit hypertensi ini merupakan penyebab umum terjadinya stroke dan
serangan jantung. Penyakit darah tinggi atau Hipertensi dikenal dengan 2 type
klasifikasi, diantaranya Hipertensi Primary dan Hipertensi Secondary :
- Hipertensi Primary
Hipertensi Primary adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah
tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor
lingkungan. Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan
mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan obesitas, merupakan
pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula
sesorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi sangat
mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang
kurang olahraga pun bisa mengalami tekanan darah tinggi.
18
- Hipertensi Secondary
Hipertensi secondary adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan
tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit
lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon
tubuh. Sedangkan pada Ibu hamil, tekanan darah secara umum meningkat saat
kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang berat badannya di
atas normal atau gemuk (gendut). Pregnancy-induced hypertension (PIH), ini
adalah sebutan dalam istilah kesehatan (medis) bagi wanita hamil yang
menderita hipertensi. Kondisi Hipertensi pada ibu hamil bisa sedang ataupun
tergolong parah/berbahaya, Seorang ibu hamil dengan tekanan darah tinggi
bias mengalami Preeclampsia dimasa kehamilannya itu.Preeclampsia adalah
kondisi seorang wanita hamil yang mengalami hipertensi, sehingga merasakan
keluhan seperti pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri perut, muka
yang membengkak, kurang nafsu makan, mual bahkan muntah. Apabila
terjadi kekejangan sebagai dampak hipertensi maka disebut Eclamsia.
B. Penanganan Hipertensi
- Diet rendah lemak dan garam
a. Kandungan garam (Sodium/Natrium)
Seseorang yang mengidap penyakit darah tinggi sebaiknya mengontrol
diri dalam mengkonsumsi asin-asinan garam
b. Kandungan Potasium/Kalium
Suplements potasium 2-4 gram perhari dapat membantu penurunan
tekanan darah, Potasium umumnya bayak didapati pada beberapa buah-
buahan dan sayuran. Buah dan sayuran yang mengandung potasium dan
baik untuk di konsumsi penderita tekanan darah tinggi antara lain
semangka, alpukat, melon, buah pare, labu siam, bligo, labu parang/labu,
mentimun, lidah buaya, seledri, bawang dan bawang putih. Selain itu,
makanan yang mengandung unsur omega-3 sagat dikenal efektif dalam
membantu penurunan tekanan darah (hipertensi).
- Berhenti merokok dan minuman alcohol
19
- Kurangi atau berhenti minum kopi
- Hindari mengkonsumsi daging kambing, dan buah durian
- Olahraga secara teratur yang disesuaikan dengan kondisi tubuh
- Menurunkan berat badan bagi penderita obesitas
- Kurangi stress. Bisa mengurangi stress dengan hipnoterapi, pijat,
refleksi. Kunjungi psikolog atau berkonsultasi dengan perawat untuk
membantu memecahkan masalah, jika stres terjadi karena adanya masalah
yang rumit.
- Pengontrolan tekanan darah secara rutin
- Pengobatan hipertensi :
a. Diuretic {Tablet Hydrochlorothiazide (HCT), Lasix (Furosemide)}.
Merupakan golongan obat hipertensi dengan proses pengeluaran
cairan tubuh via urine. Tetapi karena potassium berkemungkinan terbuang
dalam cairan urine, maka pengontrolan konsumsi potasium harus
dilakukan.
b. Beta-blockers {Atenolol (Tenorim), Capoten (Captopril)}.
Merupakan obat yang dipakai dalam upaya pengontrolan tekanan
darah melalui proses memperlambat kerja jantung dan memperlebar
(vasodilatasi) pembuluh darah.
c. Calcium channel blockers {Norvasc (amlopidine),
Angiotensinconverting enzyme (ACE)}.
Merupakan salah satu obat yang biasa dipakai dalam pengontrolan
darah tinggi atau Hipertensi melalui proses rileksasi pembuluh darah yang
juga memperlebar pembuluh darah.
2.4.4 REMATIK
A. Definisi
Reumatik adalah penyakit kelainan pada sendi yang menimbulkan nyeri
dan kaku pada sistem muskuloskeletal (sendi, tulang, jaringan ikat dan otot).
Bagian tubuh yang diserang biasanya pada persendian di jari, lutut, pinggul, dan
20
tulang punggung. Penyakit ini ditandai oleh peradangan sinovium yang menetap,
suatu sinovitis proliferatifa kronik non spesifik. Dengan berjalannya waktu, dapat
terjadi erosi tulang, destruksi (kehancuran) rawan sendi dan kerusakan total sendi.
Akhirnya, kondisi ini dapat pula mengenai berbagai organ tubuh.
B. Etiologi
Penyakit reumatik ini tidak berhubungan dengan stroke tetapi
berhubungan dengan gaya hidup, pekerjaan, imunitas dan beberapa penyakit
berhubungan dengan genetika.
C. Penanganan
- paracetamol atau aspirin untuk menghilangkan nyeri maupun gejala
peradangan. Obat ini tidak mempengaruhi proses peradangan yang terjadi.
Sehingga hanya berguna untuk keluhan nyeri ringan dan bukan untuk
pengobatan jangka panjang.
- Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS). Obat golongan ini mampu
menanggulangi gejala dan dapat menekan proses peradangan, meskipun
tidak dapat menghentikan proses penyakit. Sampai saat ini OAINS
memang dapat digunakan pada semua keluhan reumatik, baik pada sendi
maupun di luar sendi. Tapi paling bermanfaat pada reumatik di luar sendi.
Dengan catatan, perlu dibantu dengan fisioterapi maupun suntikan
kortikosteroid pada persendian. Beberapa penyakit reumatik tertentu
membutuhkan pengobatan spesifik bahkan terdapat beberapa penyakit
yang membutuhkan pengobatan kortikosteroid jangka panjang dan obat
sejenis kemoterapi.
- Celecoxib adalah obat rematik golongan COXIBX COX-2 (specific
inhibitors atau penghambat COX-2) produksi PT Pfizer Indonesia yang
mampu menghambat secara spesifik enzim COX-2 yang berkaitan dengan
nyeri dan peradangan, sehingga lebih aman terhadap lambung
dibandingkan dengan obat anti nyeri rematik ns-NSAID. Celecoxib juga
mengatasi gangguan radang sendi dengan profil keamanan dalam hal
saluran cerna bagian atas (upper gastrointestinal) yang lebih baik
21
dibandingkan dengan obat golongan ns-NSAID, serta keamanan dalam hal
kardiovaskular yang sebanding dengan ns-NSAID.
- Menghangatkan persendian yang sakit. Ada bermacam cara pemanasan
yang dapat dilakukan oleh setiap penderita di rumah. Salah satu di
antaranya dengan cara mengompres dengan handuk yang dicelupkan
kedalam air hangat, atau dengan memasukkan air panas ke dalam botol
kemudian kompreskan botol hangat ini pada persendian yang sakit,
sampai terasa nyaman. Sinar mataharipun dapat dipakai untuk
memanaskan persendian punggung yang sakit. Untuk cara ini, dibutuhkan
alas tidur yang menyerap panas, misalnya terpal. Jemurlah alas ini di
bawah sinar matahari sampai beberapa lama, kemudian berbaringlah di
atas terpal hangat ini dengan nyaman.
- Senam rematik. Dengan melakukan latihan ini secara teratur dan benar,
diharapkan penderita rematik dapat bebas dari gejala penyakit rematik
berupa kekakuan sendi dan nyeri.
- Menjaga agar asupan makanan selalu seimbang sesuai dengan
kebutuhan tubuh, terutama banyak memakan ikan dari laut dalam.
- Hentikan merokok. Merokok termasuk salah satu resiko rematik.
Merokok dapat memicu serangan pada sistem imun yang menyebabkan
penyakit ini. Pada kenyataannya, sebuah studi mengungkapkan, merokok
meningkatkan resiko sampai dua kali lipat mengembangkan rematik.
- Menjaga berat badan agar tetap stabil. Berat badan, harus selalu
dikontrol. Dengan mengontrol berat badan, berarti telah melakukan
pencegahan rematik. Pasalnya, bobot badan yang berlebihan akan
membebani tubuh, lutut, dan sendi. Bagi penderita rematik, mengurangi
berat badan justru dapat mengurangi risiko rematik.
22
D. Pencegahan
Upaya pencegahan penyakit adalah:
1.Pencegahan tingkat awal ( primodial prevention)
Upaya pencegahan tingkat awal ini adalah usaha mencegah terjadinya resiko
atau mempertahankan keadaan resiko renda kepada masyarakat terhadap
penyakit secara umum. Mengkondisikan masyarakat agar penyakit tidak
mendapat dukungan dari masyarakat. Upaya ini tidak hanya dari petugas
kesehatan saja namun dari seluruh masyarakat. Yang terlebih sasarannya
adalah kelompok remaja & usia muda,dengan tidak mengabaikan kelompok
dewasa & usia lanjut.
Pencegahan meliputi :
memelihara & mempertahankan gaya hidup yang sudah ada & benar
dalam masyarakat agar dapat mencegah peningkatan resiko terhadap
penyakit tertentu.
mencegah timbulnya kebiasaan baru dalam masyarakat atau mencegah
generasi yang sedang tumbuh untuk tidak meniru atau melakukan
kebiasaan hidup yang dapat menimbulkan resiko terhadap berbagai
penyakit.
melakukan modifikasi,penyesuaian terhadap resiko yang ada atau
berlangsung dalam masyarakat.
2. Pencegahan tingkat pertama ( primary prevention)
Pencegahan primer ini merupakan upaya agar masyarakat yang berada
dalam keadaan sehat tidak jatuh dalam keadaan sakit,melalui usaha
mengontrol dan mengatasi factor resiko dengan sasaran utamanya adalah
orang sehat melalui promosi kesehatan.
Pada tahap ini ada 2 golongan kegiatan yaitu :
Health promotion (peningkatan kesehatan)
Peningkatan status kesehatan yakni meningkatkan derajat kesehatan
perorangan dan masyarakat secara optimal,mengurangi perasan
penyebab dan derajat resiko melalui beberapa kegiatan melalui :
23
kampanye kesadaran masyarakat
promosi kesehatan
pendidikan kesehatan masyarakat
peningkatan gizi
pengamatan tumbuh kembang
pengadaan rumah sehat
penyelenggaraan hiburan sehat
konsultasi perkawinan
pendidikan sex
pengendalian lingkungan.
Adapun strategi pokok dalam usaha pencegahan ini meliputi :
1. Strategi dengan sasaran populasi secara keseluruhan.
Sasaran ini lebih luas sehingga bersifat radikal,memiliki potensi yang
lebih besar pada populasi dan sangat sesuai untuk sasaran perlikau.
Namun secara individu kurang bermanfaat dan rasio antara manfaat dan
resiko cukup rendah.
2. Strategi dengan sasaran hanya terbatas pada kelompok resiko tinggi.
Strategi ini sangat mudah diterapkan secara individual,motivasi subjek
dan pelaksanaan cukup tinggi serta rasio antara manfaat dan resiko
cukup baik. Namun sulit dalam memilih kelompok dengan resiko
tinggi,efeknya sangat rendah dan bersifat temporer serta kurang sesuai
untuk perilaku.
3. Pencegahan kedua (secondary prevention)
Ditujukan kepada masyarakat yang dalam keadaan sakit,mereka yang
terancam menderita penyakit tertentu.
Pencegahan ini dilakukan dengan 2 kegiatan yaitu :
a. Early diagnose & prompt treatment (diagnose dini)
screening diri
penemuan kasus secara dini
24
pemeriksaan umum lengkap
pemeriksaan masal
survey terhadap kontak,rumah & sekolah
penangan kasus
kemoterapi
b. Disability imitation (pembatasan gangguan)
penyempurnaan komplikasi
pencegahan komplikasi
penurunan beban social masyarakat
4. Pencegahan tingkat ketiga ( teritiary prevention)
Upaya pencegahan tingkat ketiga atau rehabilitasi merupakan upaya
pemulihan masyarakat yang setelah sembuh dari sakit & mengalami
kecacatan untuk mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut melalui aspek
medis dan social diterapkan melalui PHN (Publik Health Nursing).
Rehabilitasi merupakan usaha pengembalian fungsi fisik,psikologi & social
seoptimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik/medis,rehabilitasi
mental,rehabilitasi social,sehingga setiap individu dapat menjadi anggota
masyarakat yang produktif dan berdayaguna.
Pencegahan ini dapat dilakukan melalui :
perawatan rumah jompo,
memberikan keterampilan bagi penderita cacat,
membentuk perkumpulan bagi orang-orang yang mengalami cacat
tertentu.
2.5 Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan adalah ilmu dan seni membantu masyarakat menjadikan
gaya hidup mereka sehat optimal. Kesehatan yang optimal didefinisikan sebagai
keseimbangan kesehatan fisik, emosi, sosial, spiritual, dan intelektual. Ini bukan
sekedar pengubahan gaya hidup saja, namun berkairan dengan pengubahan
25
lingkungan yang diharapkan dapat lebih mendukung dalam membuat keputusan
yang sehat.
Pengubahan gaya hidup dapat difasilitasi melalui penggabunngan:
1. menciptakan lingkungan yang mendukung,
2. mengubah perilaku, dan
3. meningkatkan kesadaran.
Misi Promosi Kesehatan
1. Advokat (advocate)
Ditujukan kepada para pengambil keputusan atau pembuat kebijakan
2. Menjembatani (mediate)
Menjalin kemitraan dengan berbagai program dan sektor yang terkait dengan
kesehatan
3. Memampukan (enable)
Agar masyarakat mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan secara
mandiri
Strategi Promosi Kesehatan (WHO, 1984)
1. Advokasi (advocacy)
Agar pembuat kebijakan mengeluarkan peraturan yang menguntungkan
kesehatan
2. Dukungan Sosial (social support)
Agar kegiatan promosi kesehatan mendapat dukungan dari tokoh masyarakat
3. Pemberdayaan Masyarakat (empowerment)
Agar masyarakat mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kesehatannya
Strategi Promkes (Piagam Ottawa, 1986)
1. Kebijakan Berwawasan Kesehatan
2. Lingkungan yang Mendukung
3. Reorientasi Pelayanan Kesehatan
4. Keterampilan Individu
5. Gerakan Masyarakat
26
Sasaran Promosi Kesehatan
• Sasaran Primer
Sesuai misi pemberdayaan. Misal : kepala keluarga, ibu hamil/menyusui, anak
sekolah
• Sasaran Sekunder
Sesuai misi dukungan sosial. Misal: Tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama
• Sasaran Tersier
Sesuai misi advokasi. Misal : Pembuat kebijakan mulai dari pusat sampai ke
daerah
PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah
tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat
serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. PHBS di Rumah Tangga
dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga ber PHBS yang melakukan 10 PHBS
yaitu :
1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
2. Memberi ASI eksklusif
3. Menimbang balita setiap bulan
4. Menggunakan air bersih
5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
6. Menggunakan jamban sehat
7. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu
8. Makan buah dan sayur setiap hari
9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
10. Tidak merokok di dalam rumah
2.6 Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadan
lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status
kesehatan yang optimal pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara
lain mencakup : perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air
27
bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), rumah hewan ternak
(kandang), dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan usaha kesehatan
lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan
lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya
kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya.
Perumahan
Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping
kebutuhan sandang, pangan dan kesehatan . Oleh karena itu rumah haruslah sehat dan
nyaman agar penghuninya dapat berkarya untuk meningkatkan produktifitas.
Kontruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan
merupakan faktor resiko sumber penularan berbagai jenis penyakit, khususnya
penyakit yang berbasis lingkungan.
1. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam membangun sebuah rumah.
- Faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, biologis maupun lingkungan sosial.
Maksudnya, membangun sebuah rumah harus memperhatikan tempat dimana
rumah itu didirikan.
- Tingkat kemampuan ekonomi masyarakat. Hal ini dimaksudkan rumah
dibangun berdasarkan kemampuan keuangan penghuninya, untuk itu maka
bahan-bahan setempat yang rumah misalnya dari bambu, kayu atap rumbia, dan
sebagainya, merupakan bahan-bahan pokok pembuatan rumah. Kemampuan
pemeliharaan oleh penghuninya perlu dipertimbangkan.
- Teknologi yang dimiliki oleh masyarakat. Dalam rangka penerapan teknologi
tepat guna, maka teknologi yang sudah dipunyai oleh masyarakat tersebut
dimodifikasi. Segi-segi yang merugikan kesehatan dikurangi, dan dipertahankan
segi-segi yang sudah positif.
- Kebijaksanaan (peraturan) pemerintah yang menyangkut tata guna tanah. Untuk
hal ini, bagi perumahan masyarakat pedesaan belum merupakan problem,
namun di kota sudah menjadi masalah yang besar.
28
2. Syarat-syarat rumah yang sehat :
Syarat rumah sehat menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor : 829 /Menkes/SK/VII/1999 :
a. Lokasi
1. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran
lahar, gelombang tsunami, longsor, dan sebagainya.
2. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir sampah dan bekas
lokasi pertambangan.
3. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti
jalur pendaratan penerbangan
b. Sarana dan Prasarana Lingkungan
1. Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga dengan
konstruksi yang aman dari kecelakaan.
2. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vector
penyakit dan memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan sebagai berikut:
Konstruksi jalan tidak membahayakan kesehatan, Konstruksi trotoar jalan
tidak membahayakan pejalan kaki dan penyandang cacat, Bila ada jembatan
harus diberi pagar pengaman, dan Lampu penerangan jalan tidak
menyilaukan.
4. Tersedia sumber air bersih yang menghasilkan air secara cukup sepanjang
waktu dengan kualitas air yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Pengelolaan pembuangan kotoran manusia dan limbah rumah tangga harus
memenuhi persyaratan kesehatan, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
6. Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi persyaratan
kesehatan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
29
7. Memiliki akses terhadap sarana pelayanan umum dan sosial seperti keamanan,
kesehatan, komunikasi, tempat kerja, tempat hiburan, tempat pendidikan,
kesenian, dan lain sebagainya.
8. Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
9. Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak
terjadinyakontaminasi yang dapat menimbulkan keracunan, sesuai
denganperaturan perundang-undangan yang berlaku.
- Bahan bangunan
1. Lantai : syarat yang penting di sini adalah tidak berdebu saat musim
kemarau dan tidak basah pada saat musim hujan. Lantai yang basah
dan berdebu menimbulkan sarang penyakit.
2. Dinding : tembok sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih
lagi bila ventilasi tidak cukup. Didinding rumah di daerah tropis
khususnya di daerah pedesaan, lebih baik dinding atau papan, karena
lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan
ventilasi, dan dapat menambah penerangan alamiah.
3. Atap genteng : atap genteng yang umum dipakai di daerah perkotaan
maupun di pedesaan. Di samping atap genteng adalah cocok untuk
daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat.
- Ventilasi
1. Ventilasi alamiah : dimana aliran udara dalam ruang tersebut terjadi
secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, dan sebagainya.
2. Ventilasi buatan : dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk
mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin dan mesin pengisap
udara.
- Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan
tidak terlalu banyak.
30
1. Cahaya alami : menggunakan sumber cahaya yang alami seperti sinar
matahari.
2. Cahaya buatan : menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah
seperti lampu minyak tanah, listrik, dan sebagainya.
- Luas bangunan rumah
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di
dalamnya, artinya luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan
jumlah penghuninya. Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat
menyediakan 2,5 – 3 m2 untuk setiap orang.
- Fasilitas-fasilitas dalam rumah sehat :
1. Penyedian air bersih yang cukup
Syarat-syarat air minum yang sehat:
a. Syarat fisik : bening (tidak berwarna), tidak berasa, suhu di bawah
suhu udara di luarnya.
b. Syarat bakteriologis : harus bebas dari segala bakteri, terutama
bakteri pathogen.
c. Syarat kimia : harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah
yang tertentu pula.
Pembuangan tinja
Pengelolaan pembuangan kotoran manusia :
Harus diperoleh dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu
tempat tertentu atau jamban yang sehat.
Syarat jamban sehat :
a. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut.
b. Tidak mengotori air pemukaan dan tanah di sekitarnya.
c. Tidak menimbulkan bau.
d. Mudah digunakan dan dipelihara.
e. Tidak terjangkau oleh serangga, terutama lalat dan kecoa.
f. Sederhana desainnya.
g. Murah.
31
h. Dapat diterima oleh pemakainya.
Tipe-tipe jamban yang sesuai dengan teknologi pedesaan antara lain :
a. Jamban cemplung, kakus (pit latrine)
Jamban cemplung ini sering kita jumpai di daerah pedesaan di Jawa.
Jamban cemplung tidak boleh terlalu dalam, sebab apabila terlalu dalam
akan mengotori air tanah di bawahnya. Dalamnya pit latine berkisar antara
1,5 – 3 meter saja. Rumah kakus tersebut dapat dibuat dari bambu, dinding
bambu, dan atap daun kelapa atau pun daun padi. Jarak dari sumber air
minum sekurang-kurangnya 15 meter.
b. Jamban cemplung berventilasi (VIP latrine)
Jamban cempung berventilasi hampir sama dengan jamban cemplung
namun bedanya lebih lengkap, yakni menggunakan ventilasi pipa. Di
daerah pedesaan pipa ventilasi ini dapat dibuat dengan bambu.
c. Jamban empang (fishpond latrine)
Jamban ini dibangun di atas empang ikan. Dalam sistem jamban empang
ini disebut daur ulang (recyling), yakni tinja dapat langsung dimakan ikan,
ikan dimakan orang, dan selanjutnya orang mengeluarkan tinja yang
dimakan, demikian seterusnya.
d. Jamban pupuk (the compost privy)
Pada prisipnya jamban ini seperti kakus cemplung, hanya lebih dangkal
galiannya. Di samping itu jamban ini juga untuk membuang kotoran
binatang dan sampah, dan daun-daunan.
e. Septic tank
Septic tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air, di mana tinja dan
air buangan masuk dan mengalami dekomposisi. Dalam tangki ini tinja
akan berada selama beberapa hari.
Pembuangan air limbah (air bekas)
Air limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga,
industri, maupun tempat umum lainnya. Pada umumnya mengandung zat-zat
yang berbahaya bagi manusia serta mengganggu lingkungan hidup.
32
Pengolahan air limbah dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup
terhadap pencemaran air limbah tersebut.
Pembuangan sampah
Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat. Pengelolaan
sampah disini meliputi pengumpulan, pengangkutan, sampai dengan
pemusnahan atau pengolahan sampah sedemikian rupa sehingga sampah tidak
menjadi gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup.
Persyaratan air bersih secara fisik, kimia, dan mikrobiologi
1. Syarat fisik, antara lain:
Air harus bersih dan tidak keruh
Tidak berwarna apapun
Tidak berasa apapun
Tidak berbau apaun
Suhu antara 10-25 C (sejuk)
Tidak meninggalkan endapan
2. Syarat kimiawi, antara lain:
Tidak mengandung bahan kimiawi yang mengandung racun
Tidak mengandung zat-zat kimiawi yang berlebihan
Cukup yodium
pH air antara 6,5 – 9,2
3. Syarat mikrobiologi, antara lain:
Tidak mengandung kuman-kuman penyakit seperti disentri, tipus, kolera, dan
bakteri patogen penyebab penyakit.
Seperti kita ketahui jika standar mutu air sudah diatas standar atau sesuai
dengan standar tersebut maka yang terjadi adalah akan menentukan besar
kecilnya investasi dalam pengadaan air bersih tersebut, baik instalasi penjernihan
air dan biaya operasi serta pemeliharaannya. Sehingga semakin jelek kualitas air
semakin berat beban masyarakat untuk membayar harga jual air bersih. Dalam
33
penyediaan air bersih yang layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat banyak
mengutip Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
173/Men.Kes/Per/VII/1977, penyediaan air harus memenuhi kuantitas dan
kualitas, yaitu:
Aman dan higienis.
Baik dan layak minum.
Tersedia dalam jumlah yang cukup.
Harganya relatif murah atau terjangkau oleh sebagian besar masyarakat
Parameter yang ada digunakan untuk metode dalam proses perlakuan,
operasi dan biaya. Parameter air yang penting ialah parameter fisik, kimia,
biologis dan radiologis yaitu sebagai berikut:
1. Parameter Air Bersih secara Fisika
Kekeruhan
Warna
Rasa & bau
Endapan
Temperatur
2. Parameter Air Bersih secara Kimia
Organik, antara lain: karbohidrat, minyak/ lemak/gemuk, pestisida, fenol,
protein, deterjen, dll.
Anorganik, antara lain: kesadahan, klorida, logam berat, nitrogen, pH,
fosfor,belerang, bahan-bahan beracun.
Gas-gas, antara lain: hidrogen sulfida, metan, oksigen.
3. Parameter Air Bersih secara Biologi
Bakteri
Binatang
Tumbuh-tumbuhan
Protista
34
Virus
4. Parameter Air Bersih secara Radiologi
Konduktivitas atau daya hantar
Pesistivitas
PTT atau TDS (Kemampuan air bersih untuk menghantarkan arus listrik)
2.7 Pendidikan Kesehatan Masyarakat
2.7.1 Prinsip pendidikan kesehatan
1. Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas, tetapi merupakan
kumpulan pengalaman dimana saja dan kapan saja sepanjang dapat
mempengaruhi pengetahuan sikap dan kebiasaan sasaran pendidikan.
2. Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh
seseorang kepada orang lain, karena pada akhirnya sasaran
pendidikan itu sendiri yang dapat mengubah kebiasaan dan tingkah
lakunya sendiri.
3. Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan sasaran
agar individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dapat mengubah
sikap dan tingkah lakunya sendiri.
4. Pendidikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran pendidikan
(individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) sudah mengubah sikap
dan tingkah lakunya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
2.7.2 Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat
Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat dapat dilihat dari 3
dimensi :
1. Dimensi sasaran
a. Pendidikan kesehatan individu dengan sasaran individu
b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok masyarakat
tertentu.
c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.
35
2. Dimensi tempat pelaksanaan
a. Pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasaran pasien dan keluarga
b. Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran pelajar.
c. Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan sasaran
masyarakat atau pekerja.
3. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan
a. Pendidikan kesehatan promosi kesehatan (Health Promotion), misal :
peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan, gaya hidup dan sebagainya.
b. Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus (Specific Protection) misal
: imunisasi
c. Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat (Early
diagnostic and prompt treatment) misal : dengan pengobatan layak dan
sempurna dapat menghindari dari resiko kecacatan.
d. Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi (Rehabilitation) misal : dengan
memulihkan kondisi cacat melalui latihan-latihan tertentu.
2.7.3 Metode pendidikan kesehatan
1. Metode pendidikan Individual (perorangan)
Bentuk dari metode individual ada 2 (dua) bentuk :
a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling), yaitu ;
1) Kontak antara klien dengan petugas lebih intensif
2) Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu
penyelesaiannya.
3) Akhirnya klien tersebut akan dengan sukarela dan berdasarkan
kesadaran, penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut
(mengubah perilaku)
b. Interview (wawancara)
1) Merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan
2) Menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan,
untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan
36
diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat,
apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.
2. Metode pendidikan Kelompok
Metode pendidikan Kelompok harus memperhatikan apakah kelompok itu
besar atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas metodenya pun akan
tergantung pada besarnya sasaran pendidikan.
a. Kelompok besar
1) Ceramah ; metode yang cocok untuk sasaran yang berpendidikan
tinggi maupun rendah.
2) Seminar ; hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan
pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian
(presentasi) dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik yang
dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di masyarakat.
b. Kelompok kecil
1) Diskusi kelompok ;
Dibuat sedemikian rupa sehingga saling berhadapan, pimpinan
diskusi/penyuluh duduk diantara peserta agar tidak ada kesan lebih
tinggi, tiap kelompok punya kebebasan mengeluarkan pendapat,
pimpinan diskusi memberikan pancingan, mengarahkan, dan mengatur
sehingga diskusi berjalan hidup dan tak ada dominasi dari salah satu
peserta.
2) Curah pendapat (Brain Storming) ;
Merupakan modifikasi diskusi kelompok, dimulai dengan memberikan
satu masalah, kemudian peserta memberikan jawaban/tanggapan,
tanggapan/jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam
flipchart/papan tulis, sebelum semuanya mencurahkan pendapat tidak
boleh ada komentar dari siapa pun, baru setelah semuanya
mengemukaan pendapat, tiap anggota mengomentari, dan akhirnya
terjadi diskusi.
3) Bola salju (Snow Balling)
37
Tiap orang dibagi menjadi pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang).
Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah, setelah lebih
kurang 5 menit tiap 2 pasang bergabung menjadi satu. Mereka tetap
mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya.
Kemudian tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini
bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan demikian seterusnya
akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.
4) Kelompok kecil-kecil (Buzz group)
Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil, kemudian
dilontarkan suatu permasalahan sama/tidak sama dengan kelompok
lain, dan masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut.
Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok tersebut dan dicari
kesimpulannya.
5) Memainkan peranan (Role Play)
Beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peranan
tertentu untuk memainkan peranan tertentu, misalnya sebagai dokter
puskesmas, sebagai perawat atau bidan, dll, sedangkan anggota
lainnya sebagai pasien/anggota masyarakat. Mereka memperagakan
bagaimana interaksi/komunikasi sehari-hari dalam melaksanakan
tugas.
6) Permainan simulasi (Simulation Game)
Merupakan gambaran role play dan diskusi kelompok. Pesan-pesan
disajikan dalam bentuk permainan seperti permainan monopoli. Cara
memainkannya persis seperti bermain monopoli dengan menggunakan
dadu, gaco (penunjuk arah), dan papan main. Beberapa orang menjadi
pemain, dan sebagian lagi berperan sebagai nara sumber.
3. Metode pendidikan Massa
Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) ini adalah tidak langsung. Biasanya
menggunakan atau melalui media massa. Contoh :
a. Ceramah umum (public speaking)
38
Dilakukan pada acara tertentu, misalnya Hari Kesehatan Nasional,
misalnya oleh menteri atau pejabat kesehatan lain.
b. Pidato-pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV
maupun radio, pada hakikatnya adalah merupakan bentuk pendidikan
kesehatan massa.
c. Simulasi, dialog antar pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya
tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan melalui TV atau radio
adalah juga merupakan pendidikan kesehatan massa. Contoh : ”Praktek
Dokter Herman Susilo” di Televisi.
d. Sinetron ”Dokter Sartika” di dalam acara TV juga merupakan bentuk
pendekatan kesehatan massa. Sinetron Jejak sang elang di Indosiar hari
Sabtu siang (th 2006)
e. Tulisan-tulisan di majalah/koran, baik dalam bentuk artikel maupun tanya
jawab /konsultasi tentang kesehatan antara penyakit juga merupakan
bentuk pendidikan kesehatan massa.
f. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk poster dan sebagainya
adalah juga bentuk pendidikan kesehatan massa. Contoh : Billboard ”Ayo
ke Posyandu”. Andalah yang dapat mencegahnya (Pemberantasan Sarang
Nyamuk).
2.7.4 Alat bantu dan media pendidikan kesehatan
1. Alat bantu (peraga)
a. Pengertian ;
Alat-alat yang digunakan oleh peserta didik dalam menyampaikan bahan
pendidikan/pengajaran, sering disebut sebagai alat peraga. Elgar Dale
membagi alat peraga tersebut menjadi 11 (sebelas) macam, dan sekaligus
menggambarkan tingkat intensitas tiap-tiap alat bantu tersebut dalam suatu
kerucut. Menempati dasar kerucut adalah benda asli yang mempunyai
intensitas tertinggi disusul benda tiruan, sandiwara, demonstrasi, field
trip/kunjungan lapangan, pameran, televisi, film, rekaman/radio, tulisan,
39
kata-kata. Penyampaian bahan dengan kata-kata saja sangat kurang
efektif/intensitasnya paling rendah.
b. Faedah alat bantu pendidikan
1) Menimbulkan minat sasaran pendidikan.
2) Mencapai sasaran yang lebih banyak.
3) Membantu mengatasi hambatan bahasa.
4) Merangsang sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan
kesehatan.
5) Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan cepat.
6) Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang
diterima kepada orang lain.
7) Mempermudah penyampaian bahan pendidikan/informasi oleh para
pendidik/pelaku pendidikan.
8) Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan.
Menurut penelitian ahli indra, yang paling banyak menyalurkan
pengetahuan ke dalam otak adalah mata. Kurang lebih 75-87%
pengetahuan manusia diperoleh/disalurkan melalui mata, sedangkan
13-25% lainnya tersalurkan melalui indra lain. Di sini dapat
disimpulkan bahwa alat-alat visual lebih mempermudah cara
penyampaian dan penerimaan informasi atau bahan pendidikan.
9) Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih
mendalami, dan akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik.
10) Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.
c. Macam-macam alat bantu pendidikan
1) Alat bantu lihat (visual aids) ;
- alat yang diproyeksikan : slide, film, film strip dan sebagainya.
- alat yang tidak diproyeksikan ; untuk dua dimensi misalnya gambar,
peta, bagan ; untuk tiga dimensi misalnya bola dunia, boneka, dsb.
2) Alat bantu dengar (audio aids) ; piringan hitam, radio, pita suara, dsb.
3) Alat bantu lihat dengar (audio visual aids) ; televisi dan VCD.
40
d. Sasaran yang dicapai alat bantu pendidikan
1) Individu atau kelompok
2) Kategori-kategori sasaran seperti ; kelompok umur, pendidikan,
pekerjaan, dsb.
3) Bahasa yang mereka gunakan
4) Adat istiadat serta kebiasaan
5) Minat dan perhatian
6) Pengetahuan dan pengalaman mereka tentang pesan yang akan
diterima.
e. Merencanakan dan menggunakan alat peraga
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1) Tujuan pendidikan, tujuan ini dapat untuk :
a) Mengubah pengetahuan / pengertian, pendapat dan konsep-konsep.
b) Mengubah sikap dan persepsi.
c) Menanamkan tingkah laku/kebiasaan yang baru.
2) Tujuan penggunaan alat peraga
a) Sebagai alat bantu dalam latihan / penataran/pendidikan.
b) Untuk menimbulkan perhatian terhadap sesuatu masalah.
c) Untuk mengingatkan sesuatu pesan / informasi.
d) Untuk menjelaskan fakta-fakta, prosedur, tindakan.
f. Persiapan penggunaan alat peraga
Semua alat peraga yang dibuat berguna sebagai alat bantu belajar dan
tetap harus diingat bahwa alat ini dapat berfungsi mengajar dengan
sendirinya. Kita harus mengembangkan ketrampilan dalam memilih,
mengadakan alat peraga secara tepat sehingga mempunyai hasil yang
maksimal.
Contoh : satu set flip chart tentang makanan sehat untuk bayi/anak-anak
harus diperlihatkan satu persatu secara berurutan sambil
menerangkan tiap-tiap gambar beserta pesannya. Kemudian
diadakan pembahasan sesuai dengan kebutuhan pendengarnya
41
agar terjadi komunikasi dua arah. Apabila kita tidak
mempersiapkan diri dan hanya mempertunjukkan lembaran-
lembaran flip chart satu demi satu tanpa menerangkan atau
membahasnya maka penggunaan flip chart tersebut mungkin
gagal.
g. Cara mengunakan alat peraga
Cara mempergunakan alat peraga sangat tergantung dengan alatnya.
Menggunakan gambar sudah barang tentu lain dengan menggunakan film
slide. Faktor sasaran pendidikan juga harus diperhatikan, masyarakat buta
huruf akan berbeda dengan masyarakat berpendidikan. Lebih penting lagi,
alat yang digunakan juga harus menarik, sehingga menimbulkan minat
para pesertanya.
Ketika mempergunakan AVA, hendaknya memperhatikan :
1) Senyum adalah lebih baik, untuk mencari simpati.
2) Tunjukkan perhatian, bahwa hal yang akan dibicarakan/diperagakan itu,
adalah penting.
3) Pandangan mata hendaknya ke seluruh pendengar, agar mereka tidak
kehilangan kontrol dari pihak pendidik.
4) Nada suara hendaknya berubah-ubah, adalah agar pendengar tidak
bosan dan tidak mengantuk.
5) Libatkan para peserta/pendengar, berikan kesempatan untuk memegang
dan atau mencoba alat-alat tersebut.
6) Bila perlu berilah selingan humor, guna menghidupkan suasana dan
sebagainya.
2. Media pendidikan kesehatan
Media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu pendidikan
(audio visual aids/AVA). Disebut media pendidikan karena alat-alat tersebut
merupakan alat saluran (channel) untuk menyampaikan kesehatan karena
alat-alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan
kesehatan bagi masyarakat atau ”klien”. Berdasarkan fungsinya sebagai
42
penyaluran pesan-pesan kesehatan (media), media ini dibagi menjadi 3 (tiga) :
Cetak, elektronik, media papan (bill board)
1) Media cetak
1) Booklet : untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku, baik tulisan
maupun gambar.
2) Leaflet : melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa gambar/tulisan atau
keduanya.
3) Flyer (selebaran) ; seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan.
4) Flip chart (lembar Balik) ; pesan/informasi kesehatan dalam bentuk
lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku, dimana tiap lembar
(halaman) berisi gambar peragaan dan di baliknya berisi kalimat
sebagai pesan/informasi berkaitan dengan gambar tersebut.
5) Rubrik/tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah, mengenai bahasan
suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan.
6) Poster ialah bentuk media cetak berisi pesan-pesan/informasi
kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat-
tempat umum, atau di kendaraan umum.
7) Foto, yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.
2) Media elektronik
1) Televisi ; dapat dalam bentuk sinetron, sandiwara, forum diskusi/tanya
jawab, pidato/ceramah, TV, Spot, quiz, atau cerdas cermat, dll.
2) Radio ; bisa dalam bentuk obrolan/tanya jawab, sandiwara radio,
ceramah, radio spot, dll.
3) Video Compact Disc (VCD)
4) Slide : slide juga dapat digunakan untuk menyampaikan
pesan/informasi kesehatan.
5) Film strip juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan.
3) Media papan (bill board)
43
Papan/bill board yang dipasang di tempat-tempat umum dapat dipakai
diisi dengan pesan-pesan atau informasi – informasi kesehatan. Media
papan di sini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng
yang ditempel pada kendaraan umum (bus/taksi).
2.7.5 Perilaku kesehatan
1. Konsep perilaku
Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku adalah
merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan
(respons). Ia membagi respons menjadi 2 :
a. Respondent respons/reflexive respons, ialah respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan tertentu. Perangsangan semacam ini disebut elicting stimuli,
karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap, misalnya :
makanan lezat menimbulkan keluarnya air liur, cahaya yang kuat akan
menimbulkan mata tertutup, dll. Respondent respons (respondent
behavior) ini mencakup juga emosi respons atau emotional behavior.
Emotional respons ini timbul karena hal yang kurang mengenakkan
organisme yang bersangkutan. Misalnya menangis karena sedih/sakit,
muka merah (tekanan darah meningkat karena marah). Sebaliknya hal-hal
yang mengenakkan pun dapat menimbulkan perilaku emosional misalnya
tertawa, berjingkat-jingkat karena senang, dll.
b. Operant Respons atau instrumental respons, adalah respons yang timbul
dan berkembang diikuti oleh perangsangan tertentu. Perangsang semacam
ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsangan-
perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh
organisme. Oleh karena itu, perangsang yang demikian itu mengikuti atau
memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang telah dilakukan. Contoh :
Apabila seorang anak belajar atau telah melakukan suatu perbuatan,
kemudian memperoleh hadiah, maka ia akan menjadi lebih giat belajar
atau akan lebih baik lagi melakukan perbuatan tersebut. Dengan kata lain,
responsnya akan lebih intensif atau lebih kuat lagi.
44
2. Perilaku kesehatan
Yaitu suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta
lingkungan. Perilaku kesehatan mencakup 4 (empat) :
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia
merespons, baik pasif (mengetahui, mempersepsi penyakit dan rasa sakit
yang ada pada dirinya maupun di luar dirinya, maupun aktif (tindakan)
yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku
terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan
tingkatan-tingkatan pencegahan penyakit, misalnya : perilaku pencegahan
penyakit (health prevention behavior), adalah respons untuk melakukan
pencegahan penyakit, misalnya : tidur dengan kelambu untuk mencegah
gigitan nyamuk malaria, imunisasi,dll. Persepsi adalah sebagai
pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra.
b. Perilaku terhadap pelayanan kesehatan, baik pelayanan kesehatan
tradisional maupun modern. Perilaku ini mencakup respons terhadap
fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatan,
yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan pengguanaan
fasilitas, petugas dan obat-obatan.
c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respons seseorang
terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan, meliputi
pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek kita terhadap makanan serta
unsur-unsur yang terkandung di dalamnya/zat gizi, pengelolaan makanan,
dll.
d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior)
adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan
kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan
lingkungan itu sendiri (dengan air bersih, pembuangan air kotor, dengan
limbah, dengan rumah yang sehat, dengan pembersihan sarang-sarang
nyamuk (vektor), dan sebagainya.
45
Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan (health behavior) sebagai berikut :
1) Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan
tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya, termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit,
kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan sebagainya.
2) Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang individu yang merasakan sakit, untuk merasakan
merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit, termasuk
kemampuan atau pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit,
penyebab penyakit, serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.
3) Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni segala tindakan atau
kegiatan yang dilakuakan oleh individu yang sedang sakit untuk
memperoleh kesembuhan. Perilaku ini disamping berpengaruh terhadap
kesehatan/kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap orang lain,
terutama anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung
jawab terhadap kesehatannya.
3. Bentuk perilaku
Secara lebih operasional, perilaku dapat diartikan suatu respons organisme
atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut.
Respons berbentuk 2 (dua) macam :
a. Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri
manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misal
tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya ; seorang ibu tahu
bahwa imunisasi itu mencegah suatu penyakit tertentu, meski ia tak
membawa anaknya ke puskesmas, seseorang yang menganjurkan orang
lain untuk ber-KB, meski ia tidak ikut KB. Dari contoh di atas ibu itu telah
tahu guna imunisasi dan orang tersebut punya sikap positif mendukung
KB, meski mereka sendiri belum melakukan secara konkret terhadap
46
kedua hal tersebut. Oleh sebab itu perilaku mereka ini masih terselubung
(covert behavior).
b. Bentuk aktif, yaitu perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung.
Misalnya pada kedua contoh di atas, si ibu sudah membawa anaknya ke
puskesmas untuk imunisasi dan orang pada kasus kedua sudah ikut KB
dalam arti sudah menjadi akseptor KB. Oleh karena itu perilaku mereka
ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut ”overt
behavior”.
4. Domain perilaku kesehatan
a. Menurut Bloom
1) Perilku kognitif (kesadaran, pengetahuan)
2) Afektif (emosi )
3) Psikomotor (gerakan, tindakan)
b. Menurut Ki Hajar Dewantara
1) Cipta (peri akal)
2) Rasa (peri rasa)
3) Karsa (peri tindak)
c. Ahli-ahli lain
1) Knowledge (pengetahuan), yaitu hasil ”tahu” dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan (rasa, lihat, dengar, raba, bau) terhadap
suatu obyek tertentu.
2) Attitude (sikap), yaitu reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau obyek. Ahli lain menyatakan
kesiapan/kesediaan seseorang untuk bertindak.
3) Practice (tindakan/praktik). Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud
dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap
menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu
kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Sikap ibu yang
positif terhadap imunisasi tersebut harus mendapat konfirmasi dari
suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu
47
tersebut mengimunisasikan anaknya. Di samping faktor fasilitas juga
diperlukan faktor dukungan (support) dari fihak lain, misal suami atau
istri, orang tua atau mertua, sangat penting untuk mendukung praktek
keluarga berencana.
d. Metode pendidikan untuk mengubah masing-masing domain perilaku
Merubah Pengetahuan Merubah Sikap Merubah Praktik
Ceramah Diskusi Kelompok Latihan sendiri
Kuliah Tanya Jawab Bengkel kerja
Presentasi Role Playing Demonstrasi
Wisata Karya Pemutaran film Eksperimen
Curah pendapat Video
Seminar Tape Recorder
Studi kasus Simulasi
Tugas baca
Simposium
Panel
Konferensi
5. Tiga faktor pokok yang melatarbelakangi/mempengaruhi perilaku :
a. Faktor Predisposing, berupa pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, nilai,
dll.
b. Faktor Enabling/pemungkin, berupa ketersediaan sumber-sumber/fasilitas,
peraturan-peraturan.
c. Faktor Reinforcing/mendorong/memperkuat, berupa tokoh agama, tokoh
masyarakat.
3.7.6 Perubahan perilaku dan proses belajar
1. Teori stimulus dan transformasi
Teori stimulus - respon kurang memperhitungkan faktor internal, dan
transformasi yang telah memperhitungkan faktor internal. Teori stimulus
respon yang berpangkal pada psikologi asosiasi menyatakan bahwa apa yang
48
terjadi pada diri subjek belajar adalah merupakan rahasia atau biasa dilihat
sebagai kotak hitam ( black box). Belajar adalah mengambil tanggapan -
tanggapan dan menghubungkan tanggapan - tanggapan dengan mengulang -
ulang. Makin banyak diberi stimulus, makin memperkaya tanggapan pada
subyek belajar.
Teori transformasi yang berlandaskan psikologi kognitif, menyatakan
bahwa belajar adalah merupakan proses yang bersifat internal di mana setiap
proses tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, antara lain metode
pengajaran. Faktor eksternal itu misalnya persentuhan, repetisi/pengulangan,
penguat. Faktor internal misalnya fakta, informasi, ketrampilan, intelektual,
strategi.
2. Teori-teori belajar sosial (social learning)
a. Teori belajar sosial dan tiruan dari Millers dan Dollard
Ada 3 macam mekanisme tingkah laku tiruan;
1) Tingkah laku sama (same behavior).
Contoh : dua orang yang berbelanja di toko yang sama dan dengan
barang yang sama.
2) Tingkah laku tergantung (macthed dependent behavior).
Contoh : kakak-beradik yang menunggu ibunya pulang dari pasar.
Biasanya ibu mereka membawa coklat (ganjaran). Adiknya juga
mengikuti. Adiknya yang semula hanya meniru tingkah laku
kakaknya, di lain waktu meski kakaknya tak ada, ia akan lari
menjemput ibunya yang baru pulang dari pasar.
3) Tingkah laku salinan (copying behavior)
Perbedaannya dengan tingkah laku bergantung adalah dalam tingkah
laku bergantung ini si peniru hanya bertingkah laku terhadap isyarat
yang diberikan oleh model pada saat itu saja. Sedangkan pada tingkah
laku salinan, si peniru memperhatikan juga tingkah laku model di
masa lalu dan masa yang akan datang. Tingkah laku model dalam
kurun waktu relatif panjang ini akan dijadikan patokan si peniru untuk
49
memperbaiki tingkah lakunya sendiri di masa yang akan datang,
sehingga lebih mendekati tigkah laku model.
b. Teori belajar sosial dari Bandura dan Walter
1) Efek modeling (modelling effect), yaitu peniru melakukan tingkah laku
baru melalui asosiasi sehingga sesuai dengan tingkah laku model.
2) Efek menghambat (inhibition) dan menghapus hambatan
(disinhibition), dimana tingkah laku yang tidak sesuai dengan model
dihambat timbulnya, sedangkan tingkah laku yang sesuai dengan
tingkah laku model dihapuskan hambatannya sehingga timbul tingkah
laku yang dapat menjadi nyata.
3) Efek kemudahan (facilitation effect), yaitu tingkah laku-tingkah laku
yang sudah pernah dipelajari oleh peniru lebih mudah muncul kembali
dengan mengamati tingkah laku model.
50
BAB III
REVIEW JURNAL
3.1 Jurnal 1
3.1.1 Pengaruh Curah Hujan, Temperatur dan Kelembaban udara terhadap
Kejadian Penyakit DBD, ISPA dan Diare
Penulis : Topan Nirwana (Program Studi Magister Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran,
Bandung.
Tahun : 2013
Metode :
Untuk penelitian tentang iklim dan penyakit DBD, pencarian literatur
menggunakan Pubmed dengan memakai Bahasa I nggris. Artikel yang
diambil merupakan penelitan/ original research pada 10 tahun
terakhir.
Parameter yang menjadi kata kunci adalah ((climate[Title/Abstract])
AND incidence [Title/Abstract]) AND dengue[T itle/Abstract]. Artikel
yang didapat dari kata kunci ini adalah sebanyak 37 artikel dan yang
relevan dengan penelitian tentang iklim dan D BD sebanyak 4 artikel .
Penelitian tentang iklim dengan penyakit ISPA dan diare diambil dari
beberapa jurnal dalam dan luar negeri baik yang berupa literatur review
maupun yang original research.
Resume :
Penyakit Demam Berdarah Dengue , Infeksi Saluran Pernafasan Akut,
dan diare masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di
Indonesia. Angka insidens DBD pada tahun 2007 meningkat sebesar
71,78 per 100.000 penduduk. Pada 2011, penyakit ISPA mencapai
18.790.481 juta kasus batuk bukan pneumonia dan 756.577
pneumonia. Pada tahun 2010 angka insiden diare meningkat sebesar
411/1000 penduduk.
51
Lingkungan merupakan salah satu faktor penentu terjadinya penyakit.
Berbagai studi telah dilakukan untuk mengkaji keterkaitan antara
faktor -faktor lingkungan dengan kejadian penyakit. Dalam beberapa
dekade terakhir, telah terjadi perubahan iklim secara bermakna.
Perubahan tersebut akan berpengaruh pula terhadap kemungkinan
terjadinya penyakit.
Studi literatur ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor iklim
yang berpengaruh terhadap kejadian DBD, ISPA, dan Diare.
Pencarian literatur tentang iklim dan DBD menggunakan database
Pubmed. Penelitian tentang iklim dengan penyakit ISPA dan diare
diambil dari beberapa jurnal dalam dan luar negeri. Hasil kajian ini
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh curah hujan, temperatur dan
kelembaban udara terhadap kejadian penyakit DBD, ISPA dan
diare.
Ayres dan kawan-kawan (2009) juga mengatakan bahwa curah
hujan yang berlebihan akan membuat rumah menjadi lembab, curah
hujan tidak menentu dan kebanyakan penderita yang tinggal di
kawasan padat penduduk karena sirkulasi dan sanitasi yang kurang
baik merupakan penyebab terjadinya penyakit Pernafasan Kronis
seperti ISPA, sedangkan menurut Mairusnita (2007), dampak pada
saat musim hujan akan terjadinya kepadatan hunian yang berpengaruh
terhadap terjadinya cross infection, dimana ketika ada penderita ISPA
yang berada dalam satu ruangan, mak a pada saat batuk/bersin melal ui
udara akan mempercepat proses penularan terhadap orang lain. Bahwa
cuaca panas dapat mengakibatkan kelelahan terhadap manusia karena
hawa panas menyebabkan banyaknya keringat yang dikeluarkan,
sehingga mengalami dehidrasi. Begitu juga dengan anak -anak dan
balita dapat terkena penyakit flu, batuk, pilek, demam, gangguan sa
luran pernapasan, masuk angin, gangguan pencernaan, alergi, dan
yang p aling berbahaya adalah Infeksi Saluran Pernapasan Atas
52
(ISPA). Salah satu faktor terjadinya penyakit ISPA adalah
kelembaban (Brussels, 2010).
Adanya pengaruh yang bermakna antara curah hujan, temperatur dan
kelembaban terhadap kejadian penyakit DBD, ISPA dan diare
menandakan perlu adanya kerjasama antara Badan Meteorolgi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) de ngan Dinas Kesehatan dengan
tujuan untuk mencegah, memprediksi dan menangani secara tepat
Kejadian Luar Biasa DBD, ISPA, Diare.
3.2 Jurnal 2
3.2.1 Status of epidemiology in the WHO South-East Asia region: burden of
disease, determinants of health and epidemiological research, workforce
and training capacity
Penulis : Preet K Dhillo, Panniyammakal Jeemon, Narendra K Arora,
Prashant Mathur, Mahesh Maskey, Ratna Djuwita Sukirna,
and Dorairaj Prabhakaran (New Delhi, India)
Tahun terbit : 5 Maret 2012
Resume :
Kawasan Asia Tenggara (SEAR) menyumbang seperempat
dari populasi dunia, 40% penduduk miskin global dan ~ 30%
dari beban penyakit global, dengan pangsa proporsional besar
tuberkulosis (35%), cedera (30 %), ibu (33%) dan <mortalitas
5 tahun (30%). Pada jurnal ini, penulis menggambarkan beban
penyakit dan status penelitian epidemiologi dan kapasitas di
Asia Tenggara untuk memahami, menganalisis dan
mengembangkan kemampuan dalam menanggapi beban
beragam penyakit di wilayah tersebut.
Data morbiditas, mortalitas, faktor risiko, determinan sosial,
kapasitas penelitian, pendidikan kesehatan, tenaga kerja dan
sistem di SEAR telah diperoleh dengan menggunakan data
global pada beban penyakit, peer-review jurnal, laporan teknis
53
dan konsultasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan jika
tersedia, divalidasi laporan negara dan informan kunci dari
daerah.
Negara Asia Tenggara menderita dengan beban tiga penyakit
penyakit menular, penyakit tidak menular dan cedera. Dari
tujuh wilayah WHO, negara-negara Asia Tenggara memiliki
proporsi tertinggi kematian global yang (26%) dan karena usia
relatif lebih muda pada saat kematian, persentase tertinggi
kedua dari jumlah tahun hidup yang hilang (30%). Negara
AsiaTenggara melebihi tingkat rata-rata global tahunan
kematian untuk semua tiga penyebab luas kelompok-menular,
ibu, kondisi perinatal dan gizi (334 vs 230 per 100 000);
penyakit tidak menular (676 vs 573 per 100 000), dan cedera
(101 vs 78 per 100 000). Kemiskinan, pendidikan dan lainnya
determinan sosial kesehatan sangat terkait dengan
ketidakadilan dalam kesehatan antara negara-negara Asia
Tenggara dan dalam subkelompok sosial-ekonomi. India,
Thailand dan Bangladesh menghasilkan dua pertiga dari
publikasi epidemiologi di wilayah tersebut. Upaya yang
signifikan untuk meningkatkan kapasitas tenaga kerja
kesehatan, riset dan pelatihan telah dilakukan di wilayah
tersebut, namun heterogenitas yang cukup besar dalam
sumber daya dan kapasitas tetap.
Sistem kesehatan, statistik dan program pengawasan harus
merespon transisi demografi, ekonomi dan epidemiologi yang
menentukan beban penyakit saat ini dan profil risiko populasi
negara di Asia Tenggara. Ketidakadilan dalam kesehatan
harus dianalisis secara kritis, didokumentasikan dan ditangani
melalui pendekatan multi-sektoral. Ada kebutuhan penting
54
untuk meningkatkan kecerdasan kesehatan masyarakat dengan
membangun kapasitas epidemiologi di wilayah tersebut.
3.3 Jurnal 3
Judul : Public health services, an essential determinant of health during
crisis. Lessons from Cuba, 1989–2000
Penulis : Pol De Vos1, Anaí García-Fariñas, Adolfo Álvarez-Pérez2, Armando
Rodríguez-Salvá , Mariano Bonet-Gorbea , Patrick Van der Stuyft
(Prancis)
Tahun Terbit : 1 Februari 2012
Resume :
Selama tahun 1990, Kuba mampu mengatasi krisis yang parah,
nyaris tanpa dampak negatif terhadap kesehatan. Penelitian
retrospektif nasional yang meliputi tahun 1989-2000 analisis strategi
negara melalui sosial, demografi, proses kesehatan esensial dan
indikator hasil kesehatan. Produk domestik bruto (PDB) berkurang
sebanyak 34,76% antara tahun 1989 dan 1993. Pada tahun 1994
penyembuhan lambat dimulai. Selama krisis, biaya kesehatan
masyarakat meningkat. Jumlah dokter keluarga naik 9,22-27,03 per
104 penduduk antara tahun 1989 dan 2000. Angka kematian bayi
dan harapan hidup merupakan contoh serangkaian indikator
kesehatan yang terus membaik selama tahun-tahun krisis, sedangkan
berat badan lahir rendah dan kejadian TB di antara beberapa
indikator yang mengalami penurunan. PDB berbanding terbalik
dengan kejadian TB, sedangkan gaji rata-rata berbanding terbalik
dengan berat lahir rendah. Angka kematian bayi memiliki korelasi
negatif yang kuat dengan biaya kesehatan per penduduk, jumlah
rumah ibu, jumlah dokter keluarga dan proporsi ibu hamil menerima
perawatan di rumah ibu. Harapan hidup memiliki korelasi positif
yang kuat dengan biaya kesehatan, jumlah tenaga keperawatan dan
55
jumlah kontak medis per penduduk. Kuba Strategi diselesaikan
secara efektif risiko kesehatan selama krisis. Pada saat kendala
sosio-ekonomi yang serius, kebijakan kesehatan masyarakat juga
dikonsep dapat memainkan peran penting dalam menjaga
keseluruhan kesejahteraan populasi.
Dalam sebuah penelitian retrospektif selama 1989-2000, Kuba
Nasional mengumpilkan data pada 19 indikator dalam empat
dimensi. Badan Pusat Statistik dan Departemen Statistik Nasional
dari Departemen Kesehatan Kuba sebagai sumber utama informasi,
sumber-sumber lain termasuk (Asosiasi Amerika untuk Kesehatan
Dunia 1997 Castro 1994, Lobe 2001 MINSAP 1996 MINSAP /
PAHO 1996; MINSAP 1998 Infomed 2006).
Kuba dapat mempertahankan pemeliharaan dan bahkan memperkuat
pelayanan kesehatan masyarakat - terutama di tingkat perawatan
pertama. Itu berdampak secara signifikan terhadap kesehatan
penduduk. Pendekatan Kuba sesuai dengan kesimpulan keseluruhan
dari Jaringan Pengetahuan tentang Sistem Kesehatan dalam laporan
kepada Komisi WHO pada Sosial Penentu Kesehatan. Sistem
kesehatan sebagai penentu sosial yang penting dari kesetaraan
kesehatan, menempatkan penekanan pada pendekatan perawatan
kesehatan primer sementara menanggulangi determinan sosial dan
politik dalam kesehatan yang lebih luas (Knowledge Network pada
Sistem Kesehatan 2007, Komisi WHO pada Sosial Penentu
Kesehatan 2008).
Pada saat kendala sosio-ekonomi yang serius, baik
dikonseptualisasikan kebijakan sosial dan kesehatan masyarakat -
menggabungkan pelayanan kesehatan kuratif yang memadai dengan
fokus pada pencegahan dan tindakan multi-sektoral yang lebih luas -
dapat memainkan peran penting dalam membantu untuk menjaga
pemeliharaan kesehatan secara keseluruhan dan kesejahteraan
56
menjadi suatu populasi. WHO mengarahkan catatan pada 'Krisis
keuangan dan kesehatan global' (2009) mengusulkan untuk membuat
Pengeluaran kesehatan yang lebih efektif dan efisien dengan
Memastikan pelayanan publik yang memadai. Kuba telah
menampilkan dampak positif dari pendekatan ini publik.
57
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Determinant of Health menurut Teori Hendrik L Blum (1974) menyatakan
bahwa status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu faktor lingkungan,
faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor genetic. Sedangkan menurut
Institute for the Future/IFTF (2003), yang mempengaruhi kesehatan masyarakat
adalah faktor perilaku sebesar 50 %, faktor genetik dan lingkungan 20 %, serta faktor
pelayanan kesehatan sebesar 10 %.
Demografi mempelajari penduduk (suatu wilayah) terutama mengenai jumlah,
struktur (komposisi penduduk) dan perkembangannya. Demografi mempelajari
jumlah, persebaran, teritorial dan komposisi penduduk serta perubahan-
perubahannya dan sebab-sebab perubahan itu, yang biasanya timbul karena
fertilitas, mortalitas, gerak teritorial (migrasi) dan mobilitas sosial (perubahan
status).
Level of Prevention terdiri dari Primary Prevention, Secondary Prevention, dan
Tertiary Prevention. Primary Prevention terdiri dari health promotion dan specific
protection, secondary prevention terdiri dari Early Diagnosis dan promft treatment,
sedangkan tertiary prevention terdiri dari disability limitation dan rehabilitation.
4.2 Saran
Dengan mengetahui determinat of health maka kita dapat mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Level of prevention perlu
dibuat untuk mencegah penyebarluasan penyakit. Ada suatu pepatah mengatakan
mencegah lebih baik dari mengobati. Hal tersebut sangat patut kita aplikasikan di
masyarakat. Sebab mencegah dapat menghemat tenaga, biaya, dna lebih mudah, tidak
menyakitkan, dapat mengurangi faktor resiko, menurunkan tingkat stress, dan dapat
menghindari kecacatan dan kematian.
58
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Z. 2000. Dasar-dasar Pendidikan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC
Budiarto, E. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: EGC
Dhillo, PK. (2012). Status of epidemiology in the WHO South-East Asia region:
burden of disease, determinants of health and epidemiological research,
workforce and training capacity. Oxford Journal. 41(3) :
http://ije.oxfordjournals.org/content/41/3/847.short (diakses tanggal 18 Juni
2013)
Efendi, F. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik Dalam
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Effendy, N 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC
Nirwana, T . (2013). Pengaruh Curah Hujan, Temperatur dan Kelembaban udara
terhadap Kejadian Penyakit DBD, ISPA dan Diare. Pengaruh Curah Hujan,
Temperatur dan Kelembaban udara terhadap Kejadian Penyakit DBD, ISPA
dan Diar. Departemen Kesehatan Masyarakat 2 (1):1-12.
Noorkasiani. 2009. Sosiologi Keperawatan. Jakarta: EGC
Vos1, PD. (2012). Public health services, an essential determinant of health during
crisis. Lessons from Cuba, 1989–2000. Wiley Online Library. 17(4) :
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1365-3156.2011.02941.x/full
(diakses tanggal 18 Juni 2013)
59
LAMPIRAN NOTULENSI REPORTING
A. Uraian Kasus
Masyarakat di RW 14 Kelurahan Y terdiri dari 525 jiwa penduduk yang
terdiri dari 250 orang laki-laki dan 275 orang perempuan. Berdasarkan jumlah
penduduk tersebut 58% (303 orang) termasuk usia produktif (15-49 tahun), bayi dan
balita 15%, usia 6-14 tahun 12%, dan usia lansia 15%. CBR 1.7%, CDR 1.3% pada
pertengahan tahun berjalan. 48% termasuk pada kategori keluarga miskin. Tingkat
pendidikan penduduk usia produktif: 14% tidak sekolah sama sekali, 50% tamat SD,
22% tamat SMP, 10% tamat SMA, dan sisanya tamat PT. mata pencaharian
penduduk: sebagian buruh tani (50%), wiraswasta (20%), PNS (10%), tidak bekerja
(20%). Usia harapan hidup penduduk 68 tahun. Sebagian besar penduduk (90%)
memiliki rumah semi permanen dan 9% rumah tidak permanen. 57% menggunakan
air sungai sebagai sumber air bersih dan juga untuk mandi cuci kakus.
Berdasarkan hasil pendataan: 20% menderita ISPA, 15% diare, 10%
hipertensi, dan 2% mengalami kelumpuhan akibat rematik. Sebanyak 60% penderita
hipertensi memiliki riwayat keluarga yang menderita hipertensi. Masyarakat sudah
sepakat untuk mengadakan kegiatan jumat bersih setiap minggunya untuk menjaga
kebersihan. Untuk mengatasi masalah hipertensi pada lansia dilaksanakan kegiatan
pemeriksaan TD secara rutin setiap bulan oleh tenaga kesehatan. Untuk masyarakat
yang telah mengalami kelumpuhan akibat rematik, petugas kesehatan melakukan
latihan rentang gerak pasif di rumah pasien secara teratur.
B. Pembahasan Kasus
a. Step 1
Determinan (Anggie) : LO
TFR (Nurul) : Angka Kelahiran Total
CDR (Ezaryana) : Angka Kematian Kasar (Melda)
Level of prevention (Hilda) : Berbagai level pencegahan (Neng Tuti)
60
b. Step 2
1. Apakah upaya perawat untuk mengatasi masalah tersebut ? (Anggra)
2. Apakah penyebab utama dari penyakit yang diderita penduduk ? (Desi)
3. Apakah jenis-jenis dari level of prevention? (Melda)
4. Bagaimana prosedur latihan gerak pasif dan apakah ada latihan lainnya?
(Iis)
5. Apakah latihan gerak pasif efektif untuk penyembuhan? (Bagus)
6. Apakah penkes yang tepat yang diberikan perawat? (Nila)
7. Apa saja kriteria masyarakat sehat? (Nuke)
8. Apakah maksud dari angka TFR dan CDR ?( Neng Tuti)
9. Apa tujuan dari faktor determinan? (Nurnila)
10. Bagaiman teknik perawat untuk memberikan penkes pada penduduk
tersebut ?(Desi)
11. Apakah hambatan utama perawat dalam menghadapi kasus tersebut?( Neng
Tuti)
12. Apakah hubungan presentasi data dalam menangani kasus ini?( Nurnila)
13. Bagaimana cara menyakinkan warga agar meningkatkan status kesehatan
mereka ? (Vathnawaty)
14. Berapa nilai normal TFR dan CDR? (Melda)
15. Apa saja data yang harus dicantumkan pada demografi?
16. Bagaiman konsep demografi?
c. Step 3
1. Mengadakan jumat bersih secara berkala, pemeriksaan darah rurin, promosi
kesehatan untuk mengingkatkan pengetahuan masyarakat (Nurunila, Melda)
2. Beberapa penyebab penyakit yang diderita penduduk adalah:
Tingkat pendidikan rendah sehingga pengetahuan tentang kesehatan kurang
Tingkat ekonomi yang rendah
Sanitasi yang buruk
Kurang Sumber Daya Alam sehingga mandi di sungai
61
Kurang info mengenai kesehatan
Faktor riwayat keluarga (Iis, Hilda, Vathnawaty, Ezaryana)
3. Level of prevention adalah tingakatan pencegahan berdasarkan suatu
penyakit. Sebagai contohnya pada kasus diare :
Pencegahan pertama : berupa pendidikan kesehatan sebelum terkena
penyakit
Pencegahan kedua : pencegahan agar penderita tidak semakin
parah
Pencegahan ketiga : tindakan pencegahan bagi seseorang yang
telah menderita penyakit (Nurul, Neng Tuti)
4. Latihan gerak pasif yang digunakan adalah Range of Motion (ROM) yang
digerakan oleh perawat selain itu pula harus dibarengi dengan penkes
mengenai makanan yang harus dihindari (Desi)
5. Latihan gerak pasif jika dapat membuat sendi pasien membaik menandakan
tindakannya efektif, selain dari sisi pasien kita dapat mengetahui tindakan
tersebut efektif atau tidak dari presentasi penduduk yang terkena rematik
menurun menandakan latihan gerak pasif tersebut efektif (Ezaryana,
Vathnawaty)
6. Penkes yang diberikan kepada penduduk meliputi sumber air yang baik untuk
digunakan, cara memilih air yang bersih jika menggunakan air sungai,
memasak secara matang air dengan suhu 100 o C, membuat sumber air bersih
sendiri seperti membuat sumur, dan tidak membuang sampah sembarangan ke
sungai( Anggra, Neng Tuti, Iis, Anggi)
7. Angka kesakitan menurun, pengguna air sungai berkurang (Ezaryana)
8. LO
9. LO
10. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, penjelasan materi
menggunakan gambar-gambar, diberi sesi Tanya jawab, mencari waktu luang,
tidak hanya teori tapi ada praktik. (Nuke, Ezaryana, Nurnila)
62
11. Hambatan utama yang mungkin dialami adalah kurang pengetahuan warga,
kurangnya SDM perawat, waktu.(Anggra, Bagus)
12. LO
13. Menerapkan level of prevention, peningkatan pengetahuan masyarakat
tentang kesehatan, penyediaan sarana air bersih (Anggi)
14. LO
15. LO
16. LO.
d. Mind Map
Masyarakat
RW 14
Teori Determinant
of Health
Konsep Demografi
Timbul berbagai
penyakit seperti
diare, ISPA,
Hipertensi dan
Rematik
Level of Prevention
berbaga penyakit
TFR 1,7 %
CDR 1,3 %
Setengah dari
penduduk
menggunakan air
sungai untuk mandi
cuci kakus
Recommended