View
130
Download
4
Category
Preview:
DESCRIPTION
Peritonitis
Citation preview
MAKALAH SGD KASUS 2PERITONITIS
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Sistem Digestif
Disusun oleh:
Kelompok 11
Endah Rahayu 220110100105
Shella 220110100106
Novi Hermawati 220110100107
Srikandi Puspa Amandaty 220110100108
Lidya 220110100109
Afini Dwi Purnamasari 220110100110
Netty Oktarina Sinaga 220110100111
Putri Ayu Prima Dewi 220110100112
Putri Yani Lubis 220110100113
Tian Pradiani 220110090114
Nabilah 2201101001
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2011
SGD KASUS 2
Seorang mahasiswa 18 tahun laki - laki di rawat di rumah sakit karena demam dan sakit
perut. Mengeluhkan nyeri difus yang menetap pada abdomen dan muntah setelah makan. Hasil x
ray : dada dan abdome normal ,leukosit 24000/ml dan test lab lain meliputi : test fungsi
hati , pankreas , ginjal normal, pasien pulang lagi kerumah tapi nyeri abdomen dan muntah terus
menerus suhu tubuh 38 C , N : 100X/ menit , respirasi 24 X/ menit, TD : 110/70 mmhg.
Pemeriksaan fisik tampak sakit akut dan mengeluh nyeri difus pada abdomen . paru paru dan
jantung normal. Abdomen tampak distensi . nyeri difus pada periumbilikal da kuadran bawah
kanan saat di palpasi , kaku dengan palpasi , bising usus kurang terdengar , dan frekuensi di
bawah normal hasil Lab : hematokrit 45% dan leukosit 20.000 /ml , serum amilase normal, test
fungsi hati ,elektrolit daan fungsi ginjal normal .
Dari ct scan memperlihatkan cairan terkumpul cairan di kuadran kanan bawah dengan
ektensi kedalam pelvis. Kemudian oasien di bawa kedalam ruang operasi , pada pembedahan
tampak apendik berlubang dengan abses periapendik meluas kedaerah panggul 700 ml berbau
busuk . pasien di pasang illeustomy . diobati dengan gentamisin , ampicilin , dan metronidazol
selama 2 minggu , hasil kultur cairan abses E-coli , bakteroide flagile , viridians streptococi dan
entrococci.
Step 1
1. Difus : lokal / setempat
2. Abses periapendik : busuk di permukaan umba cacing , diselaput / rongga
3. Illeustomy :pembedahan di area ileum (pelubangan pada area illeum
4. Periumbilical:
5. Distensi : tegang / keras
6. Bakteride flagile : bakteri penyebab pembusukan pada ileum
7. viridians : bakteri pembusuk
8. ekstensi : penyebaran / meluas
9. enterococci : bakteri pembusuk
Step 2
1. Etiologi terjadinya nyeri difus ?
2. Mengapa nyerinya setempat ?
3. Kenapa bising usus kurang terdengar ?
4. Jenis cairan , asal cairan ?
5. Kenapa dilakukan test fungsi hati ,pankreas, dan ginjal ?
6. Indiksi obat ?
7. Indikaasi dan perawatan illeustomy ?
8. Dampak/akibat operasi ?
9. Penyebab mmuntah setelah makan ?
10. Kenpa abdomen tampak distensi?
11. Jenis bakteri yangpaling berpengararuh pada abses?
12. Sifat bakteri ?
13. Hasil lab mengindikasikan apa ?
14. Tindakan perawat terhadap pasien dengan dipasang illeustomi?
15. Etiologi nyeri abdomen dan muntah terus menerus ?
16. Kenpa pada saat pembedahan , apendiks berlubang ?
17. Kenapa di lakukan pemeriksaan test serum amilase ?
18. Intervensi untuk asupan nutrisi yang tepat ?
19. Kenapa pemberian obat hanya 2 minggu ?efek samping?
20. Diagnosa medis?
21. Tindakan perawat terhadap pasien dengan dipasang illeustomi?
22. Etiologi nyeri abdomen dan muntah terus menerus ?
23. Kenpa pada saat pembedahan , apendiks berlubang ?
24. Kenapa di lakukan pemeriksaan test serum amilase ?
25. Intervensi untuk asupan nutrisi yang tepat ?
26. Kenapa pemberian obat hanya 2 minggu ?efek samping?
Step 3
3. Terjadi gangguan peeristaltik usus melemah
10. Terjadi perforasi
13. Leukosit
20. Peritonitis
Step 4 LO
1. Etiologi terjadinya nyeri difus ?2. Mengapa nyerinya setempat ?
4. Jenis cairan , asal cairan ?
5. Kenapa dilakukan test fungsi hati ,pankreas, dan ginjal ?
6. Indiksi obat ?
7. Indikaasi dan perawatan illeustomy ?
8. Dampak/akibat operasi ?
9. Penyebab mmuntah setelah makan ?
11. Jenis bakteri yangpaling berpengararuh pada abses?
12. Sifat bakteri ?
14. Tindakan perawat terhadap pasien dengan dipasang illeustomi?
15. Etiologi nyeri abdomen dan muntah terus menerus ?
16. Kenpa pada saat pembedahan , apendiks berlubang ?
17. Kenapa di lakukan pemeriksaan test serum amilase ?
18. Intervensi untuk asupan nutrisi yang tepat ?
19. Kenapa pemberian obat hanya 2 minggu ?efek samping?
21. Tindakan perawat terhadap pasien dengan dipasang illeustomi?
22. Etiologi nyeri abdomen dan muntah terus menerus ?
23. Kenpa pada saat pembedahan , apendiks berlubang ?
24. Kenapa di lakukan pemeriksaan test serum amilase ?
25. Intervensi untuk asupan nutrisi yang tepat ?
26. Kenapa pemberian obat hanya 2 minggu ?efek samping?
Step 5
PERITONITISPATOFISIOLOGI
EBP :
TENTANG LAPARATOMY KOMPLIKASI LAPARATOMY ILEUSTOMY
KONSEP:
DEFINISI ETIOLOGI MANIFESTASI KLASIFIKASI KOMPLIKASI PROGNOSIS
ASKEP
1. PENGKAJIAN
-PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
-PEMERIKSAAN FISIK
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN3. INTERVENSI
PENATALAKSANAAN PENCEGAHAN
A. DEFINISI
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa ronggaabdomen dan
meliputi visera yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limfe merupakan penyulit berbahaya yang dapat
terjadi dalam bentuk akut maupun kronis / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan
dannyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Peritonitis sering
disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitarnya melalui perforasi usus seperti rupture
appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkunganyang steril. Selain
itu juga dapat diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasi
ulkus atau empedu dari perforasi kantung empedu atau laserasi hepar. Pada wanita sangat
dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau rupturnya
kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal.
B. ETIOLOGI
Peritonitis biasanya disebabkan oleh :
1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.
Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu
atau usus buntu.
Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak berlangsung
terus menerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan peritoneum cenderung mengalami
penyembuhan bila diobati.
2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual
3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis
kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia)
4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites) dan
mengalami infeksi
5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.
Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan
dapat memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama
pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.
6. Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis.
Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut.
7. Iritasi tanpa infeksi.
Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada sarung tangan
dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.
Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan penyulitnya
misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi tifus abdominalis. Ileus
obstruktif dan perdarahan oleh karena perforasi organ berongga karena trauma abdomen.
a.Bakterial : Bacteroides, E.Coli, Streptococus, Pneumococus, proteus, kelompok Enterobacter-
Klebsiella, Mycobacterium Tuberculosa.
b.Kimiawi : getah lambung,dan pankreas, empedu, darah, urin, benda asing (talk, tepung).
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri difus pada abdomen
2. Mual, muntah, distensi abdomen
3. Penurunan peristltik sampai hilang (bising usus tak terdengar)
4. Suhu badan meningkat, demam tinggi
5. Nadi meningkat, hipotensi
6. Leukosit meningkat
7. Adanya darah atau cairan di dalam rongga peritoneum
8. Terbatasnya output urine.
D. KLASIFIKASI
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peritonitis bakterial primer
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum
peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat
monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial
primer dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Spesifik: misalnya Tuberculosis
b. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis dan Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan
intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus
eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
2. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal
atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis
yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini.
Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob
dalam menimbulkan infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu
peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
a) Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum
peritoneal.
b) Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh
bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
c) Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya
appendisitis.
3. Peritonitis Tersier,
misalnya:
a) Peritonitis yang disebabkan oleh jamur.
b) Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya
empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
c) Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:
1) Aseptik/steril peritonitis
2) Granulomatous peritonitis
3) Hiperlipidemik peritonitis
4) Talkum peritonitis.
E. KOMPLIKASI
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bacterial akut sekunder, dimana komplikasi tsb
dibagi menjadi :
1) Komplikasi Dini
Septicemia dan syok septic
Syok hipovolemik
Abses residual intraperitoneal
Portal pyemia (missal abses hepar)
2) Komplikasi Lanjut
Adhesi
Obstruksi intestinal rekuren
Komplikasi pasca/post operasi yang paling umu adalah :
Eviserasi luka
Pembentukan abses
Komplikasi Lain
Apendektomi
Bedah usus
Pancreatitis
Dialysis peritoneal
Perdarahan gastrointestinal
F. PROGNOSIS
Prognosis untuk peritonitis tergantung pada jenis kondisi. Sebagai contoh,
prospek orang-orang dengan peritonitis sekunder cenderung menjadi buruk, terutama di
kalangan orang tua, orang dengan sistem kekebalan rendah, dan mereka yang memiliki gejala
selama lebih dari 48 jam sebelum pengobatan. Prospek jangka panjang bagi orang dengan
peritonitis primer karena penyakit hati juga cenderung menjadi buruk. Namun, prognosis
untuk peritonitis primer pada anak-anak secara umum sangat baik setelah perawatan dengan
antibiotik.
Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada
peritonitis umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen.
Mortalitas tetap tinggi antara 10% - 40%
Prognosa lebih buruk pada usia lanjut dan bila peritonitis sudah berlangsung lebih dari 48
jam.
Lebih cepat diambil tindakan lebih baik prognosanya.
G. LAPARATOMI
a. Pengertian Laparatomi Eksplorasi
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah
laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang
dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan.
b. Tidakan yang sering dilakukan :
Herniotorni, gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepateroktomi,
splenorafi/splenotomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan fistulotomi atau
fistulektomi. Tindakan bedah kandungan yang sering dilakukan dengan teknik
sayatan arah laparatomi adalah berbagai jenis operasi uterus, operasi pada tuba fallopi
dan operasi ovarium (Prawirohardjo), yaitu: histerektomi baik itu histerektomi total,
histerektomi sub total, histerektomi radikal, eksenterasi pelvic dan salingo-
coforektomi bilateral. Selain tindakan bedah dengan teknik sayatan laparatomi pada
bedah digestif dan kandungan, teknik ini juga sering dilakukan pada pembedahan
organ lain, menurut Spencer (1994) antara lain ginjal dan kandung kemih.
c. Indikasi dilakukannya laparatomi :
Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
Peritonitis
Perdarahan saluran pencernaan (Internal Blooding)
Sumbatan pada usus halus dan besar
Masa pada abdomen.
d. Empat cara melakukan laparatomi :
1) Midline incision
2) Paramedian, yaitu : panjang (12,5 cm) ± sedikit ke tepi dari garis tengah
3) Transverse upper abdomen incision, yaitu : sisi di bagian atas, misalnya
pembedahan colesistotomy dan splenektomy
4) Transverse lower abdomen incision, yaitu : 4 cm di atas anterior spinal iliaka, ±
insisi melintang di bagian bawah misalnya : pada operasi appendictomy.
e. Komplikasi laparatomi :
1) Ventilasi paru tidak adekuat
2) Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung
3) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan
f. Post laparatomi
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada
pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut.
Tujuan Perawatan Post Laparatomi
1) Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
2) Mempercepat penyembuhan
3) Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum
operasi
4) Mempertahankan konsep diri pasien
5) Mempersiapkan pasien pulang
Komplikasi post laparatomi
1) Tromboplebitis
Tromboplebitis post opersi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi. Bahaya
besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh
darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati dan otak.
Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini dan
kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum mencoba ambulatif.
2). Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi. Organisme yang
paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aureus,
organisme ;gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk
menghindari infeksi luka yang pali penting adalah perawatan luka dengan
mempertahankan aseptik dan antiseptik.
3). Dehisensi Luka atau Eviserasi
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah
keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau
eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan,
ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan
muntah.
Proses penyembuhan luka
a). Fase pertama (Inflamasi)
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak/rapuh. Sel-
sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut
bening digunakan sebagai kerangka.
b). Fase kedua (Proliferatif)
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran
sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan
kuat dan kemerahan.
c). Fase ketiga (Maturasi)
Sekitar 2 sampai 10 minggu kolagen terus menerus ditimbun, timbul jaringan-
jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
d). Fase keempat (fase terakhir)
Pada fase penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
Intervensi untuk meningkatkan penyembuhan
1). Meningkatkan intake makanan tinggi kalori dan tinggi protein ( TKTP)
2). Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid
3). Pencegahan infeksi
h. Pengembalian Fungsi Fisik
Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan
nafas dan batuk efektif, latihan mobilisasi dini. Latiahn-latihan fisik
diantaranya latihan nafas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki,
menggerakan otot-otot bokong. Latihan alih baring dan turun dari tempat
tidur, semuanya dilakukan hari ke 2 post operasi.
H. ILEUSTOMI
a. Definisi Ileostomy / Ileostomi
Tindakan bedah membuat suatu opening antara usus halus dengan dinding abdomen yang biasanya berasal dari ileum distal atau bahkan lebih proximal dari usus halus.
b. Ruang lingkup
Usus halus
c. Indikasi ileostomi
- Atresia jejunuilial
- Meconium plug ileus
- Necrotizing Enterocolitis
- Total aganglionosis Penyakit Hirchsprung
- Intussusepsi yang mengalami nekrosis
d. Pemeriksaan Penunjang
- Foto polos abdomen 3 posisi
Tehnik operasi
Secara singkat tehnik dari ileostomi dapat dijelaskan sebagai beriku. Setelah penderita diberi narkose dengan endotracheal penderita diletakkan dalam posisi supine.Desinfeksi lapangan operasi dengan larutan antiseptik kemudian dipersempit dengan linen steril.Penempatan stoma adalah hal yang sangat penting. Quadrant kanan dan kiri bawah abdomen merupakan tempat yang dianggap ideal untuk stoma. Alternatif lain dapat dipergunakan quadrant atas , umbilicus atau midline.
Beberapa type dari ileostomi :
1. Double loop ileostomy
2. Devided ileostomy
3. Mikulicz ileostomy
4. Bishop-koop ileostomy
5. Santuli ileostomy
Untuk mempertahankan konfigurasi dinding perut dibawah stoma dilakukan traksi menggunakan Kocher clamps pada dermis , fascia dan peritonium. Kurang lebih diameter 2 – 3 cm dieksisi, lemak diincisi dan dilakukan insisi longitudinal kurang lebih 3 – 4 cm disepanjang lapisan dengan menggunakan 2 – 3 retraktor setiap lapisan. Hal ini dilakukan bersamaan dengan menekan ke atas dengan satu jari dari dalam dinding abdomen dan jari lain mempertahankan kocher clamps. Musculus rectus kemudian disisihkan secara vertical dengan arteri clamps dan perdarahan dirawat. Kemudian fascia posterior dan peritonium dipotong dengan melindungi bagian bawah abdomen.Kemudian 2 jari dimasukkan dari bawah untuk memastikan opening cukup untuk mengakomodasi ileum.Jari tengah harus dapat keluar masuk sampai interphalang dan ujung jari tengah dapat terlihat. Hal ini untuk mencegah terjadinya komplikasi opening yang terlalu besar yaitu hernia atau prolaps atau terlalu kecil dengan obstruksi simtom.Ileum kemudian dibawa ke dinding abdomen dengan babcock clamp secara lurus dan diamati jangan sampai mesentrium terpelintir. Tepi mesenterium kemudian dijahit anterior dinding abdomen dengan interrupted atau continous suture.Penjahitan dimulai dari tepi stoma dengan meninggalkan 2,5 cm gap sampai ke ligament falciforme jangan sampai merusak
vascularisasi mesentrium. Penjahitan stabilisasi dilakukan dengan 3.0 non absorbable pada lapisan seromuscular ileum dan peritoniumdisekeliling internal aperture.
Maturasi dari stoma dilakukan setelah dinding abdomen ditutup dan ujung stoma ditutup untuk mengurangi kontaminasi.Apabila diragukan suplai pembuluh darah ileum dapat direseksi kembali. Terdapat delapan titik suture pada stoma dan dilakukan secara vertical untuk mencegah ischemi.Melengkapi pembentukan akhir dari ileostomi dipasang kantong ileostomi bag.
Yang harus diperhatikan dari stoma adalah warna stoma , swelling operasi dari mucocutan.
e. Komplikasi operasi
1. Iritasi
2. Perdarahan
3. Infeksi
4. Hernia parastoma
5. Prolaps usus (keluarnya usus)
6. Retraksi (tonjolan masuk ke dalam)
f. Mortalitas
Tergantung penyakit yang mendasari dilakukannya operasi ileostomi.
g. Perawatan Pasca BedahYang harus diperhatikan sesudah operasi adalah vitalitas dari usus yang dikeluarkan.
h. Follow-Up
Penderita pasca ileostomi harus diperhatikan intake dari cairan dan kalori agar tidak terjadi malnutrisi. Reanastomose dapat dilakukan 3 – 6 minggu pasca operasi.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas
Nama : Mahasiswa A
Usia : 18 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : -
Alamat : -
Suku bangsa : -
Diagnose medis : Peritonitis
2) Keluhan Utama :
Klien mengeluh nyeri difus yang menetap pada abdomen dan muntah
setelah makan.
3) Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien mengeluh nyeri difus yang menetap pada abdomen dan muntah
setelah makan. Klien mengalami nyeri abdomen dan muntah terus menerus. Nyeri
difus pada periumbilikal dan kuadran bawah kanan saat di palpasi kaku. Pada
pembedahan tampak apendiks berlubang dengan abses periapendik meluas ke
daerah panggul 300 ml berbau busuk.
4) Riwayat Penyakit Dahulu : -
5) Riwayat Penyakit Keluarga : -
6) Riwayat Psikososial : -
b. Pengkajian Fisik
TTV
Suhu : 38oC
N : 100x/menit
RR : 24x/menit
TD : 110/70 mmHg
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Tampak sakit akut, abdomen tampak distensi
Palpasi : Abdomen distensi, kuadran kanan bawah kaku
Auskultasi : Bising usus tak terdengar
Perkusi : -
2. Pemeriksaan Diagnostik
a) X-Ray
Menunjukkan dada dan abdomen normal
b) Tes fungsi hati, pancreas dan tes fungsi ginjal : Normal
c) Tes elektrolit : Normal
d) CT-Scan
Memperlihatkan terkumpulnya cairan dibawah kuadran bawah kanan
dengan ekstensi ke dalam pelvis.
e) Kultur cairan
Abses E.Coli, bakteoride flagille, viridians, streptococci, enterococci
o Hasil/Data Lab
Leukosit : 24.000/ µL, 20.000/ µL
Hematokrit : 45%
Serum amylase : Normal
o Obat-obatan : Gentamicin, Ampicilin, Metronidazole
o Pemeriksaan Penunjang Lain
a) Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit meningkat, kadang-kadang lebih dari 20.000
Hematokrit meningkat
Asidosis metabolic : PH=7,31 ; PCO2=40 ; BE= -4 (penderita peritonitis)
Protein/albumin serum menurun karena perpindahan cairan
Kultur : organisme penyebab mungkin teridentifikasi dari darah, eksudat
b) Pemeriksaan Radiologi
1. X-ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior,lateral) didapatkan :
Ileus merupakan penemuan yg tak khas pada peritonitis
Usus halus dan usus besar dilatasi
Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi
Foto dada : Dapat menunjukkan peninggian diafragma
2. CT-Scan : Mengidentifikasi fluida di perut atau organ yg terinfeksi
3. USG
4. Scintigraphy
5. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah Keperawatan1 Ds: klien mengeluh
nyeri difus di abdomen
Do: abdomen tampak distensi, nyeri difus pada periumbilikal di kuadran kanan bawah saat dipalpasi
Obstruksi lumen apendiks↓
Mucus yang diproduksi mukosa↓
mengalami bendungan↓
Meningkatkan tekanan intralumen ↓
atau dinding apendiks↓
Aliran darah berkurang↓
Edema↓
Inflamasi↓
Apendiksitis↓
Nyeri↓
PERITONITIS↓
Nyeri periumbilikal↓
GG. RASA NYAMAN: NYERI
Gg. Rasa nyaman: nyeri
2 Do: CT scan menunjukkan terkumpul caira di kanan bawah dengan eksistensi ke dalam pelvis
Inflamasi↓
Pengaktifan neutrofil dan makrofag↓
Merangsang sel endotel hipotalamus↓
Memicu pengeluaran mediator kimia
Gg. Keseimbangan cairan & elektrolit
(histamine, bradikianin, prostaglandin)
Meningkatkan permeabilitas kapiler↓
Karena pervorasiTerkumpul cairan di kuadran kanan
bawah↓
Terkumpul cairan di kuadran kanan bawah
↓Hipovolemia
↓GG. KESEIMBANGAN CAIRAN
& ELEKTROLIT3 Do: T=38o
Ds: mengeluh demamInflamasi
↓Pengaktifan neutrofil dan makrofag
↓Merangsang sel endotel hipotalamus
↓Memicu pengeluaran mediator kimia
(histamine, bradikianin, prostaglandin)
Meningkatkan permeabilitas kapiler↓
Memicu kerja thermostat di ↓
Hipotalamus↓
Set point meningkat↓
Suhu 380C↓
HIPERTERMI
Hipertermi
4 Ds: mengeluh muntah setelah makan
Inflamasi↓
Pengaktifan neutrofil dan makrofag↓
Mengaktifakan kerja sel saraf di lambung
↓HCl meningkat di lambung
↓Mual, muntah
↓
Ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan
Saluran cerna terganggu↓
Tidak mampu mencerna makanan↓
Tidak mampu mencerna makanan↓
Intake nutrisi tidak adekuat↓
KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI DARI KEBUTUHAN
5 Do:-Ds:-
Inflamasi↓
Apendiksitis↓
Nyeri↓
PERITONITIS↓
Dilakukan tindakan laparatomi↓
Luka bedah↓
Septikemia↓
RESTI PENYEBARAN INFEKSI
Resti penyebaran infeksi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
PRE OP
1. Nyeri akut
b.d agen
Nyeri pasien Mandiri
1. Kaji dan catat kondisi 1. Mengindikasikan
cedera biologis
yg
menginflamasi
peritoneum
ditandai
dengan klien
mengeluh
nyeri.
hilang/terkontrol.
Kriteria hasil :
-nyeri klien
berkurang
-klien tidak tampak
gelisah
-klien dapat
beristirahat dengan
nyaman
-TTV klien dalam
batas normal
keluhan nyeri kilen yaitu
dgn memperhatikan
lokasi,intensitas,frekuensi,
waktu.
2. Berikan posisi yang
nyaman.
3. Monitor TTV
4.Ciptakan lingkungan yg
tenang dan membatasi
pengunjung.
Kolaborasi
1. Pemberian analgetik
sesuai indikasi.
kebutuhan untuk
intervensi dan juga tanda-
tanda perkembangan
komplikasi.
2. Dapat mengurangi
ketegangan abdomen
sehingga nyeri berkurang.
3. Respon autoimun
meliputi tekanan
darah,nadi,RR,suhu yg
menjadi tanda keluhan
nyeri.
4. Suasana yang tenang
dapat mengurangi
stimulus nyeri.
Kolaborasi
1. Menghilangkan reflek
spasme/kontraksi usus
halus dan membantu
dalam manajemen nyeri.
2. Resiko
tinggi Infeksi
Dapat
meminimalkan
komplikasi infeksi.
Criteria hasil :
Tanda-tanda sepsis
tidak ada.
Mandiri
1. Pantau tanda dan gejala
infeksi.
2. Ajari tentang cara
penceghahan penularan
infeksi.
1. Mengetahui
perkembangan dari infeksi
dan membantu untuk
intervensi selanjutnya.
2. Dengan mengetahui
cara pencegahan
diharapkan dapat
meminimalkan komplikasi
infeksi.
3. Monitor pemberian
antibiotic dan efek
sampingnya.
4. Lakukan teknik steril.
Kolaborasi
1. Pemberian antibiotic
sesuai indikasi.
2. Pemberian antiinflamasi
sesuai indikasi.
3.Dengan memonitor
pemberian antibiotic dapat
mencegah komplikasi
lebih lanjut.
4. Dapat mencegah
terjadinya infeksi silang.
Kolaborasi
1. Mencegah infeksi
lanjut.
2. Mencegah inflamasi
lebih lanjut.
3. Defisit
volume cairan
b.d pindahnya
cairan
intravaskuler
ke
ekstravaskuler.
Tidak terjadi
deficit volume
cairan.
Kriteria hasil :
-Input dan output
seimbang
-Vital sign dalam
batas normal
-Akral hangat
-CRT < 3 detik
Mandiri :
1. Awasi vital sign setiap 3
jam sesuai indikasi.
2. Observasi capillary refill
3. Observasi intake &
output, catat warna
urine/konsentrasi,BJ
4. Anjurkan untuk minum
1500-2000 ml/hari sesuai
toleransi.
Kolaborasi
1. Pemberian cairan
intravena
1. Membantu
mengidentifikasi fluktuasi
cairan intravaskuler.
2. Indikasi keadekuatan
sirkulasi perifer.
3. Penurunan haluaran
urine pekat dengan
peningkatan BJ diduga
dehidrasi.
4. Untuk memenuhi
kebutuhan cairan tubuh
peroral.
Kolaborasi
1. Dapat meningkatkan
jumlah cairan tubuh,untuk
mencegah terjadinya syok
hipovolemik.
4. Resiko Tidak terjadi 1. Kaji riwayat nutrisi 1. Mengidentifikasi
tinggi
perubahan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh b.d
intake nutrisi
yg tidak
adekuat akibat
mual.
gangguan
kebutuhan nutrisi.
Criteria hasil :
-Tidak ada tanda-
tanda malnutrisi
-Menunjukkan BB
yang seimbang
termasuk makanan yg
disukai.
2. Observasi dan catat
masukan makanan pasien.
3. Timbang BB setiap hari
4. Berikan makanan sedikit
tapi sering
5. Berikan dan bantu oral
hygiene.
6.Hindari makanan yg
mengandung dan
merangsang gas.
defisiensi, menduga
kemungkinan intervensi.
2. Mengawasi masukan
kalori/kualitas kekurangan
konsumsi makanan.
3. Mengawasi penurunan
BB
4. Makanan sering dapat
menurunkan kelemahan
dan meningkatkan
masukan juga mencegah
distensi gaster.
5. Meningkatkan nafsu
makan dan masukan
peroral.
6. Menurunkan distensi
dan iritasi gaster.
POST OP
1. Nyeri akut
b.d agen
cedera fisik
(trauma/luka
insisi post op)
Nyeri pasien
hilang/terkontrol.
Kriteria hasil :
-nyeri klien
berkurang
-klien dapat
beristirahat dengan
nyaman
-TTV klien dalam
batas normal
1. Kaji dan catat kondisi
keluhan nyeri kilen yaitu
dgn memperhatikan
lokasi,intensitas,frekuensi,
waktu.
2. Kontrol dan kurangi
kebisingan.
3. Instruksikan pasien untuk
melakukan teknik relaksasi.
Mengindikasikan
kebutuhan untuk
intervensi dan juga tanda-
tanda perkembangan
komplikasi.
2. Suasana yg tenang
dapat mengurangi
stimulus nyeri.
3. Memfokuskan perhatian
pasien,membantu
menurunkan tegangan otot
dan meningkatkan proses
Kolaborasi
1. Pastikan klien menerima
analgesic.
penyembuhan.
Kolaborasi
1. Memastikan klien
menerima obat pereda
nyeri.
2. Resiko
Infeksi b.d
invasi bakteri
pada insisi.
Tidak terjadi
infeksi.
Criteria hasil :
-Keadaan
temperature
normal
-Tidak terdapat
tanda-tanda infeksi
-Memantau factor
resiko lingkungan
dan perilaku
seseorang.
Mandiri
1.Pantau suhu dengan teliti
dan tanda infeksi lainnya.
2. Gunakan teknik aseptic
yg cermat untuk semua
prosedur invasive.
3. Tempatkan pasien dalam
ruangan khusus.
4. Cuci tangan sebelun dan
sesudah seluruh kontak
perawatan dilakukan.
Kolaborasi
1. Pemberian antibiotik
1. Mendeteksi
kemungkinan infeksi.
2. Untuk mencegah
kontaminasi
silang/menurunkan resiko
infeksi.
3. Meminimalkan
terpaparnya pasien dari
sumber infeksi.
4. Meminimalkan pajanan
pada organisme infektif.
Kolaborasi
1. Mencegah terjadinya
infeksi.
PENATALAKSANAAN
a) Penggantian cairan,koloid,elektrolit adalah fokus utama penatalaksanaan medis.
b) Pemberian analgesik untuk mengatasi nyeri
c) Antiemetik untuk mengatasi mual dan muntah.
d) Intubasi Usus dan pengisapan membantu mengurangi distensi abdomen dan
meningkatkan fungsi usus.
e) Terapi oksigen dengan masker atau kanul akan meningkatkan oksigenasi secara
adekuat.Intubasi jalan napas dan ventilasi kadang di butuhkan.
f) Terapi antibiotik masif
Gentamicin
Merupakan suatu antibiotika golonganaminoglikosida yg efektif untuk
menghambat kuman-kuman penyebab infeksi kulit primer maupun
sekunder seperti staphylococcus.
Indikasi
Septikemia,meningitis,infeksi saluran kemih.
Kontraindikasi
Hipersensitifitas.
Dosis
Dewasa : 3-5 mg/kgBB/hari
Anak-anak : 6-7,5 mg/kgBB/hari
Bayi : 7,5 mg/kgBB/hari
Efek Samping
Ototoksisitas,Nefrotoksisitas dan efek samping pada janin.
Ampicilin
Salah satu antibiotik semi sintetik gol.penicilin yang cukup murah.
Indikasi
Trikomoniasis,Amebiasis
Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitifitas terhadap metrodinazole dan kehamilan
trisemester pertama.
Efek Samping
Mual,sakit kepala,anoreksia,diare,konstipasi.
PENCEGAHAN
Pencegahan bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian appendicitis.
Upaya pencegahan primer dilakukan secara menyeluruh kepada masyarakat. Upaya yang
dilakukan antara lain:
a. Diet tinggi serat
Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan insidens
timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa diet tinggi
serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran pencernaan. Serat dalam
makanan mempunyai kemampuan mengikat air, selulosa, dan pektin yang membantu
mempercepat sisi-sisa makanan untuk diekskresikan keluar sehingga tidak terjadi
konstipasi yang mengakibatkan penekanan pada dinding kolon.
b. Defekasi yang teratur
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran feces. Makanan yang
mengandung serat penting untuk memperbesar volume feces dan makan yang teratur
mempengaruhi defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari
mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan
keteraturan pola aktivitas peristaltik di kolon. Frekuensi defekasi yang jarang akan
mempengaruhi konsistensi feces yang lebih padat sehingga terjadi konstipasi. Konstipasi
menaikkan tekanan intracaecal sehingga terjadi sumbatan fungsional appendiks dan
meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Pengerasan feces memungkinkan adanya
bagian yang terselip masuk ke saluran appendiks dan menjadi media kuman/bakteri
berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan pada appendiks.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3.EGC : Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall (2000). Aplication of Practice Clinical. 6th Ed. Editor: Ester
Monica, Skp. Alih Bahasa: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Edisi 6.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doenges, E., Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta.
Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
Griffith, Winter H. 1994. Buku Pintar Kesehatan. Arcan : Jakarta
Recommended