View
235
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
doc
Citation preview
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT & BENCANA
"Pengkajian Sistemik, BCP, dan Peran Perawat dalam Bencana"
Oleh :
Kelmpok 13
NUR AISYAH C121 12 013
NURSAKTIANI C 121 12 025
DIRGA DIJAYA MULYADI C 121 12 107
LULUIL MAKNUN C 121 12 256
MILKA MARAMBA C 121 12 269
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
"Pengkajian Sistemik, BCP, dan Peran Perawat dalam Bencana" Sebagai bahan materi
meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat bahwa
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya
kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Makassr, 17 Februari 2015
Klp 13
PENDAHULUAN
Tidak ada tempat di dunia yang benar-benar bebas dari ancaman bencana. Bencana
dan nikmat karunia adalah ibarat dua sisi mata uang. Siang dan malam, senang dan
sedih,besar dan kecil, sedikit dan banyak, lunak dankeras, luar dan dalam, atas dan
bawah, gelapdan terang, kanan dan kiri, tinggi dan rendah, gaya gravitasi dan
sentrifugal , perlambatandan percepatan, kesemua tersebut adalahdua kondisi yang
memang faktanya berlainan namun ada di dunia. Bencana selalu datang sekonyong-
konyong, mendadak dan terjadi pada saat yang tidak diinginkan oleh siapapun. Bencana
sering terjadi di saat sebagian besar manusia belum melakukan persiapan
menghadapinya. Beberapa bencana yang sering terjadi antara lain adalah banjir, tanah
longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, angin topan, badai dan tornado,
gelombang pasang, gempa bumi, tsunami, letusan gunung, kegagalan teknologi termasuk
tabrakan beruntun, runtuhnya bangunan dan bocornya radiasi nuklir, kerusuhan sosial
(chaos), dan wabah penyakit. Ke tiga belas jenis bencana tersebut di atas pada dasarnya
dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu bencana yang terjadi karena alam dan
yang lain adalah bencana yang terjadi akibat ulah manusia sendiri. (Maulana, 2013)
Bencana yang terjadi membawa sebuah konsekuensi untuk mempengaruhi manusia
dan / atau lingkungannya. Kerentanan terhadap bencana dapat disebabkan oleh
kurangnya manajemen bencana yang tepat, dampak lingkungan, atau manusia sendiri.
Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kapasitas ketahanan komunitas terhadap
bencana. Kawasan Asia berada di urutan teratas dari daftar korban akibat bencana alam.
Hampir setengah bencana di dunia terjadi di Asia membuat wilayah ini rawan bencana.
Laporan dari ESCAP juga merinci daftar negara di kawasan Asia Pasifik mengalami
bencana alam selama periode 1980-2009. Sebagai contoh, Indonesia menempati
peringkat kedua dalam daftar jumlah kematian tertinggi akibat bencana alam di Asia-
Pasifik. Selama 20 tahun terakhir, berbagai bencana alam di negara ini juga telah
menyebabkan kerugian ekonomi paling sedikit US $ 22,5 miliar. Data ini terdapat dalam
The Asia Pasifik Disaster Report 2010 yang disusun oleh The Economic and Social
Commission for Asia and the Pasifik (ESCAP) dan The UN International Strategy for
Disaster Reduction (UNISDR). Ini adalah pertama kalinya PBB menyiapkan laporan
khusus tentang bencana alam di kawasan Asia-Pasifik yang dipublikasikan pada 26
Oktober 2010. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang rentan akibat
berbagai bencana alam.(Ulum, 2013)
Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi bencana yang
sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis bencana. Kondisi alam terseut
serta adanya keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia menyebabkan
timbulnya risiko terjadinya bencana alam, bencana ulah manusia dan kedaruratan
kompleks, meskipun disisi lain juga kaya akan sumberdaya alam.
Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi
(gempabumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hydrometeorologi (banjir,
tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit
manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakan
industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana
akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya
yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan kedaruratan kompleks
merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah konflik.
Kompleksitas dari permasalahan bencana tersebut memerlukan suatu penataan atau
perencanaan yang matang dalam penanggulangannya, sehingga dapat dilaksanakan
secara terarah dan terpadu. Penanggulangan yang dilakukan selama ini belum didasarkan
pada langkah-langkah yang sistematis dan terencana, sehingga seringkali terjadi tumpang
tindih dan bahkan terdapat langkah upaya yang penting tidak tertangani.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap daerah dalam upaya penanggulangan
bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan bencana. Secara lebih rinci
disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. (Peraturan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana No4 Tahun 2008 , 2008)
PENGKAJIAN SISTEMIK (SEBELUM, SELAMA DAN SETELAH BENCANA)
Sejak dini, kita perlu menyadari bahwa kita hidup di wilayah rawan bencana.
Kenyataan ini mendorong kita untuk mempersiapkan diri, keluarga, dan komunitas di
sekitar kita. Kesiapsiagaan diri diharapkan pada akhirnya mampu untuk
mengantisipasi ancaman bencana dan meminimalkan korban jiwa, korban luka,
maupun kerusakan infrastruktur. Mulai dari dalam diri sendiri, kita dapat membantu
keluarga dan komunitas untuk membangun kesiapsiagaan, maupun pada saat
menghadapi bencana dan pulih kembali pasca bencana .
Berikut beberapa jenis bencana dan cara apa yang kita harus lakukan ketika bencana
itu datang :
1. Gempa Bumi
Bencana ini bersifat tidak dapat diprediksi kapan terjadinya. Gempabumi
dapat menimbulkan dampak korban jiwa, luka, maupun kerusakan infrastruktur
yang sangat signifikan. Kita harus belajar dari kejadian gempabumi yang terjadi
di Yogyakarta (2006) dan Padang (2009). Mengidentifikasi potensi bahaya dan
perencanaan yang berstandar aman dapat menyelamatkan jiwa dan mengurangi
korban luka maupun kerusakan infrastruktur.
Ada beberapa hal dilakukan sebelum terjadi gempabumi
Kita tidak dapat mengetahui kapan gempa akan terjadi sehingga persiapan
menjadi sangat penting untuk menyelamatan jiwa, mengurangi korban luka,
maupun kerusakan infrasturktur. Ada 6 langkah untuk persiapan.
Cek potensi bahaya di rumah
Lekatkan lemari secara aman pada dinding
Tempatkan barang besar dan berat ada bagian bawah lemari
Letakkan barang pecah belah pada bagian yang lebih rendah dan di bagian
tertututp
Gantungkan barang yang berat seperti pigura foto atau cermin, jauh dari
tempat tidur, sofa, ataupun tempat di mana orang duduk
Pastikan lampu langit-langit terpasang dengan kuat
Perbaiki apabila terjadi kerusakan pada jaringan listrik atau gas.
Amankan pemanas air dengan terpasang dengan baik pada dinding.
Perbaiki keretakan pada langit-langit atau fondasi. Konsultasikan dengan
ahli bangunan apabila membutuhkan informasi mengenai struktur
bangunan yang kurang kuat.
Tempatkan bahan-bahan yang mudah terbakar dalam lemari tertutup dan
letakkan paling bawah.
Identifikasi tempat aman di dalam dan luar rumah
Di bawah perabot yang kuat, seperti meja dan kursi
Merapat pada dinding, seperti berdiri pada siku bangunan
Menjauh dari kaca atau cermin atau pun barang-barang berat yang
berpotensi jatuh
Di luar rumah, jauhi bangunan, pohon, dan jaringan telepon atau listrik,
atau bangunan yang mungkin runtuh
Bekali pengetahuan diri sendiri dan anggota keluarga
Memiliki daftar kontak yang dibutuhkan, seperti Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) provinsi, kabupaten, kota, TNI, Polisi, rumah
sakit, PMI, atau pun dinas pemadam kebakaran.
Bekali anak-anak bagaimana dan kapan harus menghubungi pihak-pihak
di atas, dan mencari stasiun radio untuk mencari informasi darurat
Bekali semua anggota keluarga bagaimana dan kapan harus mematikan
gas, listrik, dan air.
Siapkan dukungan logistik darurat
Lampu senter dan baterai cadangan
Radio dengan baterai
Perlengkapan PPPK dan panduannya
Makanan siap saji dan minuman (perhatikan masa berlakunya)
Obat-obatan khusus disesuaikan dengan kebutuhan pemakai
Uang secukupnya
Sepatu khusus
Merencanakan mekanisme komunikasi darurat
Pada kasus apabila anggota keluarga terpisah pada saat bencana,
rencanakan cara untuk mengumpulkan anggota keluarga setelah bencana.
Menanyakan kepada saudara atau teman yang berlokasi di luar area
tempat tinggal kita untuk bersedia sebagai penghubung keluarga .
Bantu komunitas untuk siap siaga
Bekerja sama dengan media lokal untuk membuat kolom khusus terkait
informasi respon darurat setelah bencana. Disebutkan juga pada kolom
tersebut nomor telepon BPBD, instansi pemerintah terkait, rumah sakit,
dan PMI.
Kenali bersama keluarga mengenai potensi bencana yang ada di sekitar
rumah
Bekerja sama dengan BPBD, PMI, atau pihak terkait lainnya untuk
menyiapkan laporan khusus bagi masyarakat dengan mobility impairment
pada apa yang akan kita lakukan selama gempabumi
Melakukan simulasi evakuasi sederhana di rumah
Mencari informasi dari pihak terkait tentang pemutusan listrik dan air
pada saat bencana
Bekerja sama dengan masyarakat untuk memperoleh pengetahuan tentang
building code, retrofitting program, ancaman bahaya, dan rencana yang
disusun oleh keluarga pada saat keadaan darurat .
Apa yang dilakukan pada saat bencana
Tetap berada di tempat yang menurut Anda aman selama terjadi gempa.
Waspadai gempa susulan yang terkadang guncangannya lebih kuat. Perhatikan
langkah Anda ke tempat aman lain dan tetap berada di sekitar tempat itu sampai
guncangan berhenti dan Anda dapat keluar dengan aman .
Ketika di dalam ruangan
Merunduk hingga menyentuh lantai; cari perlindungan di bawah meja atau
perabot lain yang kuat; dan tunggu hingga guncangan berhenti. Apabila
tidak ada meja atau perabot untuk berlindung, lindungi kepala anda
dengan lengan kemudian merayap menuju ruangan.
Jauhi gelas, jendela, atau apa pun yang mungkin memjatuhi Anda.
Tetap di tempat tidur apabila terjadi gempa, lindungi kepala Anda dengan
bantal. Apabila ada kemungkinan benda berat akan menimpa Anda, segera
menuju ke sisi terdekat yang aman.
Tetap di dalam ruang hingga guncangan berhenti, dan keluarlah ketika
sudah aman. Penelitian menunjukkan bahwa banyak orang terluka karena
mereka berusaha untuk menuju ke lokasi yang berbeda atau berusaha ke
luar bangunan.
Waspadai segala kemungkinan yang timbul akibat arus pendek.
JANGAN menggunakan lift.
Ketika di luar ruangan
Tetaplah di luar
Jauhi dari gedung, lampu jalan, atau jaringan berkabel.
Ketika di luar, tetaplah di luar hingga guncangan berhenti. Bahaya paling
besar berada langsung di luar bangunan; pada pintu keluar, exterior
sepanjang dinding luar.
Di dalam kendaran
Menepi dan berhenti segera. Tetap tinggal di dalam kendaraan. Hindari
berhenti di dekat atau di bawah bangunan, pohon, jembatan, atau pun
jaringan berkabel.
Lanjutkan berkendara setelah gempa berhenti. Hindari jalan, jembatan,
atau halangan yang telah rusak akibat gempa.
Ketika terjebak di dalam reruntuhan
Jangan menyalakan api
Jangan bergerak atau apa pun yang menimbulkan debu
Tutupi mulut Anda dengan sapu tangan atau kain
Munculkan suara pada pipa atau dinding sehingga tim SAR dapat mencari
posisi Anda. Gunakan peluit apabila tersedia. Berteriak adalah jalan
terakhir yang dapat dilakukan, tapi hal ini dapat menyebabkan akan
menghirup debu .
Apa yang dilakukan setelah terjadi bencana
Siaga kemungkinan yang terjadi setelah gempa. Gelombang guncangan kedua
biasanya kurang mematikan tetapi dapat lebih kuat untuk memberikan
kerusakan tambahan hingga memperlemah struktur bangunan dan dapat terjadi
pada satu jam pertama, beberapa hari, minggu, bahwa bulan setelah gempa.
Dengarkan radio atau televisi yang bisa diakses. Perhatikan informasi terkini
terkait respon darurat.
Gunakan telpon untuk panggilan darurat
Buka laci lemari secara hati-hati. Waspadai benda-benda yang dapat menjatuhi
Anda.
Jauhi area yang hancur. Jauhi area yang hancur kecuali memang kehadiran Anda
dibutuhkan oleh pihak berwenang, seperti kepolisian, pemadam kebakaran,
atau tim SAR. Kembalilah ke rumah apabila pihak berwenang mengatakan
bahwa kondisi telah aman.
Bantu korban luka atau yang terjebak. Ingat untuk selalu membantu tetangga atau
siapa pun yang membutuhkan pertolongan khusus seperti anak-anak, orang
tua, atau orang cacat. Berikan pertolongan pertama secara tepat. Jangan
pindahkan korban yang terluka serius untuk menghindari luka yang lebih
parah. Carilah bantuan kepada tim medis yang lebih ahli.
Bersihkan cairan yang berbahaya. Tinggalkan lokasi yang berbau cairan
berbahaya seperti gas atau cairan kimia.
Periksa beberapa peralatan.
Periksa apabila terjadi kebocoran gas. Jika tercium bau gas, segera buka
jendela dan segera keluar bangunan.
Periksa kerusakan listrik. Apabila ditemukan jaringan kabel yang rusak
dan tercium bau panas listrik, segera matikan listrik.
Periksa kerusakan tempat pembuangan kotoran dan saluran pipa. Apabila
terjadi kerusakan pada tempat pembuangan kotoran dan saluran pipa,
hindari penggunaan toilet dan panggil tukang di bidangnya. Hubungi
instansi yang berwenang untuk antispasi pencemaran air yang lebih luas.
2. Tsunami
Tsunami merupakan gelombang air laut besar yang dipicu oleh pusaran air
bawah laut karena pergeseran lempeng, tanah longsor, erupsi gunungapi, dan
jatuhnya meteor. Tsunami dapat bergerak dengan kecepatan sangat tinggi dan
dapat mencapai daratan dengan ketinggian gelombang hingga 30 meter.
Tsunami sangat berpotensi bahaya meskipun tsunami ini tidak terlalu merusak
garis pantai. Gempa yang disebabkan pergerakan dasar laut atau pergeseran
lempeng yang paling sering menimbulkan tsunami. Pada tahun 2006 Indonesia
mengalami tsunami dahsyat setelah gempabumi berskala 8.9 SR terjadi di sekitar
Aceh. Area yang memiliki risiko tinggi jika gempa bumi besar atau tanah longsor
terjadi dekat pantai gelombang pertama dalam seri bisa mencapai pantai dalam
beberapa menit, bahkan sebelum peringatan dikeluarkan. Area berada pada risiko
yang lebih besar jika berlokasi kurang dari 25 meter di atas permukaan laut dan
dalam beberapa meter dari garis pantai.
Hal-hal yang dilakukan sebelum dan pada saat terjadi tsunami
Nyalakan radio untuk mengetahui apakah tsunami terjadi setelah adanya
gempabumi di sekitar wilayah pantai.
Cepat bergerak ke arah daratan yang lebih tinggi dan tinggal di sana sementara
waktu.
Jauhi pantai. Jangan pernah menuju ke pantai untuk melihat datangnya tsunami.
Apabila Anda dapat melihat gelombang, anda berada terlalu dekat. Segera
menjauh.
Waspada- apabila terjadi air surut, jauhi pinggir pantai. Ini merupakan salah
satu peringatan tsunami dan harus diperhatikan.
Hal-hal yang dilakukan setelah terjadi tsunami
Jauhi area yang tergenang dan rusak sampai ada informasi aman dari pihak
berwenang.
Jauhi reruntuhan di dalam air. Hal ini sangat berpengaruh terhadap keamanan
perahu penyelamat dan orang-orang di sekitar.
Utamakan keselamatan dan bukan barang-barang Anda.
3. Banjir
Banjir adalah bencana yang sering terjadi di wilayah Indonesia. Bencana yang
disebabkan oleh faktor hidrometeorologi ini selalu meningkat setiap tahunnya.
Meskipun terkadang tidak menimbulkan banyak korban jiwa, bencana ini tetap
saja merusak infrastruktur dan mengganggu stablitas perekonomian masyarakat
secara signifikan.
Karakteristik banjir sangat beragam. Banjir dapat disebabkan karena curah
hujan yang tinggi dengan tidak diimbangi serapan tanah yang cukup. Atau dapat
terjadi dalam bentuk rob atau bandang. Oleh karena itu, kita harus siap untuk
mengantisipasi setiap jenis bencana banjir.
Hal-hal yang dilakukan sebelum terjadi banjir
Perhatikan ketinggian rumah Anda dari bangunan yang rawan banjir.
Tinggikan panel listrik
Hubungi pihak berwenang apabila akan dibangun dinding penghalang di sekitar
wilayah Anda.
Hal-hal yang dilakukan pada saat terjadi bencana
Apabila banjir akan terjadi di wilayah Anda:
Simak informasi dari radio mengenai informasi banjir
Waspada terhadap banjir yang akan melanda. Apabila terjadi banjir
bandang, beranjak segera ke tempat yang lebih tinggi; jangan menunggu
instruksi terkait arahan beranjak.
Waspada terhadap arus bawah, saluran air, kubangan, dan tempat-tempat
lain yang tergenang air. Banjir bandang dapat terjadi di tempat ini dengan
atau tanpa peringatan pada saat hujan biasa atau deras.
Apabila Anda harus bersiap untuk evakuasi:
Amankan rumah Anda. Apabila masih tersedia waktu, tempatkan perabot
di luar rumah. Barang yang lebih berharga diletakan pada bagian yang
lebih tinggi di dalam rumah.
Matikan semua jaringan listrik apabila ada instruksi dari pihak berwenang.
Cabut alat-alat yang masih tersambung dengan listrik. Jangan menyentuh
peralatan yang bermuatan listrik apabila Anda berdiri di atas air.
Apabila Anda harus meninggalkan rumah:
Jangan berjalan di arus air. Beberapa langkah berjalan di arus air dapat
mengakibatkan Anda jatuh. Apabila Anda harus berjalan di air,
berjalanlah pada pijakan yang tidak bergerak. Gunakan tongkat atau
sejenisnya untuk mengecek kepadatan tempat Anda berpijak.
Jangan mengemudikan mobil di wilayah banjir. Apabila air mulai naik,
abaikan mobil dan keluarlah ke tempat yang lebih tinggi. Apabila hal ini
tidak dilakukan, Anda dan mobil dapat tersapu arus banjir dengan cepat.
4. Tanah Longsor
Tanah longsor seringkali dipicu oleh curah hujan tinggi dan terjadi selama
beberapa hari. Struktur tanah yang labil sangat mudah mengalami longsor hingga
mengakibatkan bencana khususnya bagi masyarakat yang berada di posisi lebih
rendah. Tanah longsor juga dapat dipicu oleh getaran gempa hingga merontokkan
struktur tanah di atas .
Anda dan masyarakat di pegunungan atau perbukitan harus memperhatikan
tempat sekeliling Anda tinggal dan berkonsultasi dengan ahli terkait dengan
kondisi tempat tinggal Anda .
Hal-hal yang dilakukan sebelum terjadi tanah longsor
Waspada terhadap curah hujan yang tinggi
Persiapkan dukungan logistik
Makanan siap saji dan minuman
Lampu senter dan baterai cadangan
Uang tunai secukupnya
Obat-obatan khusus sesuai pemakai
Simak informasi dari radio mengenai informasi hujan dan kemungkinan tanah
longsor.
Apabila pihak berwenang menginstruksikan untuk evakuasi, segera lakukan hal
tersebut.
Hal-hal yang dilakukan pada saat terjadi tanah longsor
Apabila Anda di dalam rumah dan terdengar suara gemuruh, segera ke luar cari
tempat lapang dan tanpa penghalang
Apabila Anda di luar, cari tempat yang lapang dan perhatikan sisi tebih atau
tanah yang mengalami longsor .
Hal-hal yang dilakukan sesudah terjadi tanah longsor
Jangan segera kembali ke rumah Anda, perhatikan apakah longsor susulan masih
akan terjadi.
Apabila Anda diminta untuk membantu proses evakuasi, gunakan sepatu khusus
dan peralatan yang menjamin keselamatan Anda.
Perhatikan kondisi tanah sebagai pijakan yang kokoh bagi langkah Anda.
Apabila harus menghadapi reruntuhan bangunan untuk menyelamatkan korban,
pastikan tidak menimbulkan dampak yang lebih buruk atau menunggu pihak
berwenang untuk melakukan evakuasi korban .
Kelompok Rentan
Memahami secara utuh batasan tentang bencana dan fokus konseptual
penanggulangan bencana adalah manusia yang potensial sebagai korban, maka dua
hal mendasar yang perlu menjadi fokus utama adalah mengenali kelompokrentan
(vulnerable group) dan meningkatkan kapasita masyarakat sebagai subjek
penyelengaraan penanggulangan bencana.
Kerentanan adalah keadaan atau sifat (perilaku) mausia atau masyarakat yang
menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman dari potensi
bencana untuk mencega, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak
bahaya tertentu. Kerentananini mencakupkerentanan fisik, ekonomi, social,
danperilaku yang dapat ditimbulkan oleh beragam penyebab.
Dalam Undang-undang Penanggulangan Bencana Pasal 55 dan penjelasan Pasal
26 Ayat 1, disebutkan bahwa masyarakat rentan bencana adalah anggota masyarakat
yang membutuhkan bantuan karena keadaan yang di sandangnya di antaranya
diantaranya bayi, balita, anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui, penyandang cacat, dan
lanjut usia. Secara umum, kerentanan masyarakat dalam menghadapi bencana dapat
dikelompokkan menjadi berikut ini:
Kerentanan Fisik
Kerentanan yang dihadapi masyarakat dalam menghadapi ancaman bahaya
tertentu, misalnya kekuatan bangunan rumah bagi masyarakat di dekat bantaran
sungai.
Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi individu atau masyarakat dalam pengalokasian sumber
daya untuk pencegahan dan mitigasi serta penanggulangan bencana. Pada
umumnya, masyarakat miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya
karena tidak punya kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya
pencegahan atau mitigasi bencana.
Kerentanan Sosial
Kondisi sosial masyarakat dilihat dari aspek pendidikan, pengetahuan tentang
ancaman bahaya dan risiko bencana, serta tingkat kesehatan yang rendah juga
berpotensi meningkatkat kerentanan.
Kerentanan Lingkungan
Keadaan lingkungan di sekitar masyarakat tinggal. Misalnya, masyarakat yang
tinggal di lereng bukit atau lereng pegunungan rentan terhadap ancaman bencana
tanah longsor, sedangkan masyarakat yang tinggal di daerah sulit air akan rentan
terhadap bencana kekeringan.
Kerentanan masyarakat dalam menghadapi bencana juga bergantung pada
potensi ancaman bencana itu sendiri. Dalam hal ini, semua ancaman bahaya dapat
dipetakan sesuai jenis kerentanan yang akan dihadapi oleh masyarakat, misalnya
bencana letusan gunung api, ancaman bahayanya mencakup materiel yang
menimbulkan awan panas, materiel letusan yang terbawa angin yang
mengakibatkan hujan abu, longsoran materiel pada musim hujan (lahar
dingin)yang seluruhnya mempunyai ancaman tersendiri dan menimbulkan
kerentanan khusus bagi kelompok masyarakat tertentu. Hujan abu, misalnya
potensial mengakibatkan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) bagi anak
sampai radius 25 km bahkan lebih. Artinya, dalam konsepsi penanggulangan
bencana, pemetaan ancaman bahaya (hazard) harus melihat potensi bahaya utama
(main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard) yang secara
keseluruhan akan berpengaruh pada potensi kerentanan masyarakat dalam
menghadapi bencana.
Permasalah dalam Penanggulangan Bencana
Secara umum, masyarakat Indonesia termasuk aparat pemerintah di daerah
memiliki keterbatasan pengetahuan tentang bencana seperti berikut ini:
Kekurangannya pemahaman terhadap karakteristik bahaya (hazard)
Sikap atau perilaku yang mengakibatkan menurunnya kualitas SDA
(vulnerability)
Kurangnya informasi atau peringatan dini yang menyebabkan ketidaksiapan.
Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya.
Ketikan bahaya dan ketentraman tadi dipicu dengan adanya fenomena alam
maupun buatan manusia , maka timbul masalah beruntun, meluputikorban jiwa dan
lika, pengungsi, kerusakan infrastruktur, dan terputusnya pelayanan public. Sebagian
besar masalah ini pada akhirnya merupakan masalah social dan masalah kesehatan.
Berikut ini merupakan akibat-akibat bencana yang dapat muncul baik langsung
mapun tidak langsung terhadap bidang kesehatan.
Korban jiwa, luka, dan sakit (berkaitan dengan angka kematian dan kesakitan)
Adanya pengungsi yang pada umumnya akan menjadi rentan dan beresiko
mengalami kurang gizi, tertular penyakit, dan menderita stress.
Kerusakan lingkungan sehingga kondisi menjadi darurat dan menyebabkan
keterbatasan air dan sanitasi serta menjadi tempat perindukan vector penyakit.
Sringkali tidak diatasi segera, maka derajat kesehatan semakin menurun semakin
menurun dan berpotensi menyebabkan terjadinya KLB.
Penyakit-penyakit yang sering kali diderita para pengungsi di Indonesia tidak
lepas dari kondisi kedaruratan lingkungan, antara lain meliputi diare, ISPA, campak,
dan maralia. WHO mengidentifikasi empat penyakit tersebut sebagai The Big Four.
Kejadian penyakit spesifik seringkali muncul sesuai dengan karakteristik bencana
yang terjadi.
Dengan melihat faktor resiko yang terjadi akibat bencana, maka penanggulangan
bencana sektor kesehatan busa dibagi menjadi aspek medis dan aspek kesehatan
masyarakat. Pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan merupakan salah satu
bagian dari aspek kesehatan masyarakat. Berikut ini merupakan ruang lingkup bidang
pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan terutama pada saat tanggap
darurat dan pasca-bencana.
Sanitasi darurat. Kegiatannya adalah penyediaan serta pengawasan air bersih
dan jamban-jamban, kualitas tempat pengungsian, serta pengaturan limbah sesuai
standar. Kekurangan jumlah maupun kualitas sanitasi ini akan meningkatkan
risiko penularan penyakit.
Pengendalian vektor. Bila tempat pengungsian dikategorikan tidak ramah, maka
kemungkinan terdapat nyamuk dan vektor lain sdisekitar pengungsi. Ini termasuk
adanya timbunan sampah dan genangan air yang memungkinkan terjadinya
perindukan vektor. Maka kegiatan pengendalian vektor terbatas sangat
diperlukan, baik dalam bentuk spraying maupun fogging, larvadising, maupun
manipulasi lingkungan.
Pengendalian penyakit. Bila dari laporan pos-pos kesehatan diketahui terdapat
peningkatan kasus penyakit, terutama yang berpotensi KLB, maka dilakukan
pengendalian melalui intensifikasi penatalaksanaan kasus serta penanggulangan
faktor resikonya. Penyakit yang memerlukan perhatian adalah diare dan ISPA.
Imunisasi terbatas. Pengungsi pada umumnya rentan terhadap penyakit,
terutama orang tua, ibu hamil, bayi, dan balita. Bagi balita perlu imunisasi
campak biladalam catatan program daerah tersebut belum mendapatkan crash
program campak. Jenis imunisasi lain mungkin diperlukan sesuai dengan
kebutuhan setempat seperti yang dilakukan untuk mencegah kolera bagi
sukarelawan di Aceh pada tahun 2005 dan imunisasi tetanus toksoid (TT) bagi
sukarelawan di DIY dan Jateng pada tahun 2006.
Survelans epidemiologi. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi
epidemiologipenyakit potensi KLB dan faktor resiko. Atas informasi inilah maka
dapat ditentukan pengendalian penyakit, pengendalian vektor, dan pemberian
imunisasi. Informasi epidemiologi yang harus diperoleh melalui kegiatan
surveilans epidemiologi adalah:
Reaksi sosial
Penyakit menular
Perpindahan penduduk
Pengaruh cuaca
Makanan dan gizi
Persediaan air dan sanitasi
Kesehatan jiwa
Kerusakan infrastruktur kesehatan.
BUSINESS CONTUINITY PLAN (BCP)
Pengertian
Business Continuity Planning (BCP), merupakan keadaan dimana kondisi
bisnis harus dapat terus berjalan pasca terjadinya bencana. BCP dikaitkan dengan
bagaimana posisi suatu organisasi dalam merencanakan dan membuat rencana
kerja untuk mengantisipasi kondisi organisasi tersebut saat terjadinya bencana dan
memastikan bisnis dapat berjalan minimal organisasi masih dapat memberikan
layanannya setelah pasca bencana terjadi. Pada dasarnya BCP di rancang pada
posisi pencegahan (preventive) , dimana bencana dapat timbul sewaktu-waktu
sehingga proses bisnis akan terhambat.
Langkah Penerapan BCP
Menurut standar CISSP (Certified Information System Security Proffesional),
proses BCP meliputi 4 fase, yaitu :
Penetapan Ruang lingkup dan perencanaan
Penetapan Business Impact Assessment (BIA)
Pengembangan Business Continuity Plan
Persetujuan rencana dan implementasi
Fase 1. Penetapan Ruang Lingkup dan Perencanaan
Pada fase ini kebutuhan akan ruang lingkup dari kondisi BCP direncanakan
dimana semua elemen-elemen yang diperlukan seperti penanggung jawab
pelaksana tindak saat bencana terjadi, area kritis yang perlu dilindungi dan perlu
tetap berjalan setelah keadaan bencana terjadi didefnisikan pada fase ini, selain hal
tersebut dana yang dibutuhkan pada saat bencana dan pasca bencana perlu
direncanakan dan di definisikan. Beberapa area kritis yang perlu di definisikan
pada tahap ini meliputi :
Kebutuhan Jaringan LAN, WAN dan komputer server
Kebutuhan komunikasi data dan telekomunikasi
Kebutuhan workstation dan ruang kerja sementara pasca bencana
Kebutuhan aplikasi, perangkat lunak dan data (backup)
Kebutuhan akan media dan record penyimpanan data
Kebutuhan sumber daya yang akan bertugas pasca bencana serta proses produksi
dari organisasi
Hal yang penting untuk di ketahui. Lindungi sumber daya manusia sebagai aset
paling berharga merupakan suatu hal yang pertama untuk di proteksi terlebih
dahulu. Pembentukan komite BCP pada organisasi merupakan hal yang penting
dalam menetapan BCP. Definisikan tugas dan ruang lingkup tugas dari komite
BCP tersebut saat terjadinya bencana, komite tersebut merupakan task force yang
akan bertugas meringankan kondisi saat bencana berlangsung dan mempersiapkan
action plan setelah bencana terjadi. Pada fase ini pendefinisian dan pemilihan
asuransi perlu ditetapkan.
Fase 2. Penetapan Business Impact Assessment (BIA)
The purpose of a BIA is to create a document to be used to help understand
what impact a disruptive event would have on the business. The impact might be
financial (quantitative) or operational (qualitative, such as the inability to respond
to customer complaints). A vulnerability assessment is often part of the BIA
process. BIA has three primary goals: Criticality Prioritization. Every critical
business unit process must be identified and prioritized, and the impact of a
disruptive event must be evaluated. Obviously, non-time-critical business
processes will require a lower priority rating for recovery than time-critical
business processes. Downtime Estimation. The BIA is used to help estimate the
Maximum Tolerable Downtime (MTD) that the business can tolerate and still
remain
Fase ini merupakan fase untuk membuat suatu dokumentasi yang digunakan
untuk membantu staf task force saat bencana berlangsung. Dampak atas bencana
pada dasarnya dikategorikan dalam 2 bentuk yaitu dampak yang berhubungan
dengan nilai uang (bersifat kuantitatif) serta dampak yang berhubungan dengan
operasional (kualitatif), analisa dampak tersebut di definisikan dan di buat
panduannya, dimana penaksiran atas kelemahan yang muncul saat terjadinya
bencana merupakan bagian dari BIA itu sendiri. BIA memiliki 3 tujuan utama,
yaitu :
Criticality Prioritized
Setiap proses bisnis yang bersifat kritis perlu di identifikasikan dan di
klasifikasikan berdasarkan skala prioritas tertentu, dampak yang terjadi saat
kegiatan bisnis berhentipun perlu di evaluasi. Proses bisnis yang bersifat non
time critical di definisikan dalam skala prioritas yang lebih kecil saat proses
recovery dari kegiatan di skalanya dengan jelas.
Downtime Estimation
Pada prinsipnya BIA dibuat untuk membantu memperkirakan
Toleransi Maksimum Terhentinya Kegiatan (Maximum Tolerable Downtime |
MTD), yaitu kondisi dimana berapa lama maksimum yang dibutuhkan oleh
organisasi dalam proses pemulihan dirinya. Semakin lama periode terhentinya
kegiatan bisnis maka semakin kritis organisasi tersebut dalam memulihkan
diri. Tahapan ini perlu di rencanakan lama waktu downtime kegiatan bisnis
dari suatu organisasi sehingga waktu pulih dari keadaan bencana dapat
diperkirakan dan analisa atas kerugian kesempatan (opportunity loss profit)
dapat dikurangi.
Kebutuhan Sumber Daya
Kebutuhan sumber daya saat proses bencana berlangsung perlu di
definisikan pada tahap ini, dimana kondisi yang cukup rumit bakal terjadi
sehingga alokasi sumber daya yang tepat merupakan hal yang perlu di
perhatikan.
Pada prinsipnya secara umum BIA membutuhkan 4 langkah dalam
proses pembentukan dokumentasinya, yaitu :
Mengumpulkan kebutuhan materi yang akan dinilai
Menyelenggarakan prakiraan atas kelemahan yang ada saat bencana
terjadi
Menganalisa informasi yang telah terkumpul
Mendokumentasikan hasil penilaian dan mengemasnya dalam bentuk
rekomendasi yang diperlukan saat terjadinya bencana
PERAN PERAWAT DALAM BENDACA MELIPUTI PRE INTRA DAN PASCA
BENCANA
Fase Preimpact (sebelum), merupakan warning phase , tahap awal dari bencana.
Informasi didapat dari badan satelit dan meteorologi cuaca. Seharusnya pada fase
inilah segala persiapan dilakukan baik oleh pemerintah, lembaga, dan warga
masyarakat.
Peran Perawat
Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam
penanggulangan bencana untuk setiap fasenya.
Perawat ikut serta dalam berbagai dinas pemerintahan , organisasi lingkungan,
palang merah nasional, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam
memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman
bencana kepada masyarakat.
Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan
kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana yang meliputi hal-hal
berikut:
Usaha pertolongan diri sendiri ( pada masyarakat tersebut)
Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota
keluarga yang lain.
Pembekalan informasi tentang bagaimana menyiapkan dan membawa
persediaan makanan dan penggunaan air yang aman.
Perawat juga dapat memberikan alamat atau nomor telfon darurat, seperti
pemadam kebakaran, rumah sakit dan ambulance.
Memberi informasi tenpat-tempat alternatif penampungan atau posko-posko
bencana.
Memberikan informasi mengenai peralatan yang disediakan .
Fase Impact (Saat) merupakan fase terjadinya klimaks dari bencana. Inilah saat-saat
dimana manusia sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup (survive). Fase
impact ini terus berlanjut hingga terjadi kerusakan dan bantuan-bantuan darurat
dilakukan.
Peran Perawat
Bertindak cepat
Don't promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti,
dengan maksud memberikan harapan yang besar bagi para korban.
Berkonsentrasi penuh terhadap tindakan yang dilakukan.
Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan (coordination and create leadership)
Untuk jangka yang panjang, mendiskusikan dan merancang master plan of
revitalizing dengan pihak yang terkait, biasanya untuk jangka waktu 30 bulan
pertama.
Fase Postimpact (Setelah) merupakan saat dimulainya perbaikan dan penyembuhan
dari fase darurat, juga tahap dimana masyarakat mulai berusaha kembali pada
fungsi komunitas normal. Secara umum dalam fase postimpact ini para korban
akan mengalami tahap respon psikologis mulai penolakan, marah, tawar-
menawar, depresi hingga penerimaan.
Peran Perawat
Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, sosial dan
psikologis tertentu.
Stres psikologis yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi post-
trumatic stress disorder (PTSD) yang merupakan sindrom dengan tiga kriteria
utama. Pertama, gejala trauma pasti dapat dikenali. Kedua, individu tersebut
mengalami gejala ulang traumanya melalui flashback, mimpi, ataupun
peristiwa-peristiwa yang memacunya. Ketiga, individu akan menunjukkan
gangguan fisik. Selain itu, individu dengan PTSD dapat mengalami penurunan
konsentrasi, perasaan bersalah, dan gangguan memori.
Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerja sama
dengan unsur lintas sektor menangani masalah kesehatan masyarakat pasca
gawat daruratserta mempercepat fase pemulihan (recovery) menuju keadaan
sehat dan aman.
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan Praktik
dalam Keperawatan . Jakarta: Salemba Medika.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No4 Tahun 2008 . (2008).
Maulana, I. T. (2013). Penanggulangan Bencana DBD Dengan Cara Reka Ulang Bak Air
Bangunan. Jurnal Penanggulangan Bencana Vol. 4, 47-57.
Terwujudnya penanggulangan bencana secara cepat, tepat, terencana, terkoordinasi dan
terpadu. (n.d.). Retrieved from BPBN Kabupaten Pacitan:
http:/bpbd.pacitankab.go.id/siaga-bencana/
Ulum, M. C. (2013). Governance dan Capacity Building dalam Manajemen Bencana Banjir
di Indonesia. Jurnal Penanggulangan Bencana Vol. 4, 1-4.
Recommended