View
213
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
kesehatan
Citation preview
5. Diagnosis kerja
Menegakkan diagnosis terhadap suatu penyakit merupakan hal yang tidak mudah,
mengingat gejala dan tanda-tanda klinis yang tidak khas. Diagnosis ditegakkan atas dasar
riwayat penyakit, gambaran klinik dan laboratorium. Pada kasus ini telah didapatkan working
diagnosis yaitu bronkitis kronik, tetapi untuk menetapkan working diagnosis ini harus dilakukan
diagnosis banding terlebih dahulu. Mengingat penyakit paru obstruktif kronik diklasifikasikan
menjadi 4 penyakit, maka pertama akan dilakukan diagnosis banding antara bronkitis kronis,
emfisema, bronkiektasis dan asma.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit obstruksi jalan napas karena
bronkitis kronik atau emfisema. Obstruktif tersebut umumnya bersifat progresif, bisa disertai
hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversibel. Bronkitis kronik ditandai dengan batuk-
batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut
dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Emfisema adalah suatu perubahan anatomis
paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal
bronkus terminal, disertai kerusakan dinding alveolus.5
6. Diagnosis banding
a. Bronkitis kronik
Bronkitis kronik didefinisikan sebagai riwayat klinis batuk produktif selama 3 bulan
setahun untuk 2 tahun berturut-turut. Dispnea dan obstruksi saluran napas, seiring dengan elemen
reversibilitas, terjadi secara intermiten atau terus-menerus. Merokok sejauh ini adalah kausa
utama, meskipun iritan inhalan lain mungkin dapat menimbulkan proses yang sama, proses
patologis yang predominan adalah proses peradangan saluran napas, disertai penebalan mukosa
dan hipersekresi mukus sehinggan terjadi obstruksi difus. Pada bronkitis kronik, terdapat
sejumlah kelainan patologis saluran napas, meskipun tidak ada yang benar-benar khas untuk
penyakit ini. Gambaran klinis bronkitis kronik dapat dikaitkan dengan cedera dan penyempitan
kronik saluran napas. Gambaran patologis utama adalah perdangan saluran napas, terutama
saluran napas yang halus, dan hipertrofi kelenjar mukosa saluran napas besar disertai
peningkatan sekresi mukus dan obstruksi saluran napas oleh mukus tersebut. Mukosa saluran
napas biasanya disebuki oleh sel radang, termasuk leukosit polimorfonukleus dan limfosit.
Peradangan mukosa dapat secara substansial mempersempit lumen bronkus. Akibat peradangan
kronik, lapisan normal epitel kolumnar berlapis semua bersilia sering diganti oleh bercak-bercak
metaplasia skuamosa.5,6
Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang banyak. Dahak makin
banyak dan berwarna kekuningan (purulen) pada serangan akut (eksaserbasi). Kadang dapat
dijumpai batuk darah. Sesak napas bersifat progresif (makin berat) saat beraktifitas. Adakalanya
terdengar suara mengi. Pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar suara krok-
krok terutama saat inspirasi (menarik napas) yang menggambarkan adanya dahak di saluran
napas. Ronkhi kasar inspirasi dan ekspirasi, takikardia (sering terjadi pada hipoxemia) dan
polisitemia (oleh karena hipoxemia kronik).
Secara klinis bronkitis kronis dibagi menjadi 3:
1. Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak dan
keluhan lain yang ringan.
2. Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis), ditandai dengan batuk
berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).
3. Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas (chronic bronchitis with obstruction),
ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan sesak napas berat dan suara mengi.
b. Emfisema
Emfisema adalah penyakit yang bukan terutama mengenai saluran napas tetapi parenkim
paru disekitarnya. Konsekuensi fisiologisnya adalah hasil dari kerusakan unit-unit respiratorik
terminal dan hilangnya jaringan kapiler alveolus serta yang sangat penting struktur-struktur
penunjang paru, termasuk jaringan ikat elastis. Hilangnya jaringan ikat elastis menyebabkan paru
kehilangan daya recoil elastis dan mengalami peningkatan compliance. Tanpa recoil elastis yang
normal, saluran napas yang tidak mengandung tulang rawan tidak lagi mendapat topangan.
Saluran napas mengalami kolaps prematur saat ekspirasi, disertai gejala obstruktif dan temuan
fisiologis yang khas. 5,6
Gejala umum yang tampak adalah sesak napas dan dyspnea sepanjang hari bahkan saat
beristirahat. Pada pemeriksaan fisik didapati pergerakan napas menurun, bentuk thorax barrel
chest, suara napas menurun, dan hipersonor pada perkusi. Pemeriksaan penunjang yang paling
baik adalah dengan rontgen foto thorax dan biasa didapati tampilan hiperinflasi paru. Selain itu
bisa juga digunakan tes fungsi paru dengan spirometri. Hasil pemeriksaan dapat berupa
penurunan FEV, kapasitas vital, dan peningkatan volume residual.
c. Asma
Asma bronkial adalah inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan peningkatan
hiperresponsivitas pada saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang yang ditandai
dengan sesak napas, bunyi wheezing, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama pada malam
hari atau dini hari. Pada penderita asma gejala yang timbul pada serangan akut adalah
bronkokonstriksi, wheezing saat ekspirasi, dyspnea, perpanjangan ekspirasi, takikardi, dan
takipnea. Pada keadaan yang berat bunyi wheezing dapat terdengar saat inspirasi ekspirasi dan
ditemukan pulsus paradoksus. Apabila bronkospasme tidak kembali maka keadaan ini dapat
berlanjut dan mengakibatkan bertambah parahnya hipoksemia dan aliran ekspirasi semakin
menurun. Keadaan ini dinamakan status asmatikus dan dapat mengakibatkan asidosis
respiratorik oleh karena P CO2 yang semakin meningkat dan dapat berakibat fatal.7
d. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah keadaan terjadinya dilatasi dinding bronkus yang ireversibel akibat
rusaknya otot dan jaringan sekitar. Bronkiektasis dapat terjadi secara kongenital dan didapat.
Pada bronkiektasis yang didapat biasanya terlokalisasi di lapangan bawah paru, unilateral (lobus
kanan lebih sering), dan lebih sering terjadi dibandingkan kejadian kongenital. Umumnya
bronkiektasis terjadi akibat proses inflamasi kronik yang disebabkan oleh infeksi terutama
tuberculosis. Selain itu obstruksi saluran napas juga dapat mengakibatkan bronkiektasis seperti
adanya sumbatan mukus dalam lumen, perbesaran kelenjar, dan tumor.
Gejala klinis yang tampak adalah batuk kronik dengan sputum yang banyak. Terkadang
disertai hemoptisis, demam, dan sesak napas. Pada pemeriksaan radiologi tampak honey comb
appearance. Terapi farmakologisnya dapat diberikan obat-obatan ekspektoran, mukolitik, dan
antibiotik apabila perlu. Pasien juga diedukasikan untuk menghindari faktor pencetus seperti
asap rokok, polutan, dan pencegahan terhadap infeksi, serta banyak minum air putih. Fisioterapi
berupa postural drainage juga dapat dilakukan.7
7. Etiologi
Secara umum penyebab PPOK dapat dipicu oleh berbagai faktor seperti merokok,
pajanan lingkungan pekerjaan, polusi udara, hiperresponsivitas bronkial, faktor genetik, penyakit
autoimun, dan eksaserbasi akut. Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan
patologik yang mengenai beberapa alat tubuh, yaitu penyakit jantung menahun, baik pada katup
maupun myocardium. Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya
sehingga infeksi bakteri mudah terjadi. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, merupakan
sumber bakteri yang dapat menyerang dinding bronchus. Dilatasi bronchus (bronchiectasis)
menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronchus sehingga infeksi bakteri mudah
terjadi. Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus sehingga
drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri.5
8. Epidemiologi
PPOK tersebar di seluruh negara dan mengenai kurang lebih sebanyak 329 juta jiwa di
seluruh duniadan secara global merupakan penyebab kematian utama ke-6 pada tahun 1990 dan
diprediksikan akan mencapai penyebab kematian utama ke-4 pada tahun 2030 akibat kebiasaan
merokok yang semakin meningkat dan perubahan demografis pada berbagai negara. Penyebab
keempat kematian di Amerika Serikat. Diperkirakan bahwa lebih dari 16 juta orang di Amerika
Serikat dan 20% orang di negara-negara industri menderita PPOK sistomatik.5
9. Patofisiologi
PPOK yang diakibatkan oleh asap rokok terjadi karena di dalam paru-paru yang terpapar terjadi
oxidative stress karena tingginya konsentrasi radikal bebas dalam asap rokok. Partikel iritan
dalam asap rokok juga mengakibatkan pelepasan sitokin yang menimbulkan proses inflamasi
dalam paru. Radikal bebas dalam asap rokok juga mengakibatkan kerusakan enzim antiprotease
seperti alfa-1-antitripsin sehingga mempercepat kerusakan paru akibat enzim protease dari proses
inflamasi. Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil disebabkan
oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon inflamasi yang persisten. Epitel
saluran nafas yang dibentuk oleh sel squamous akan mengalami metaplasia, sel-sel silia
mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi. Proses ini akan direspon dengan
terjadinya remodeling saluran nafas tersebut, hanya saja proses remodeling ini akan merangsang
dan mempertahankan inflamasi dimana CD8 dan limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran
nafas yang kecil akan memberikan beragam lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk
hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot
polos.
Gambar 3. Patofisiologi PPOK6
Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi yang
diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini yang rutin dibicarakan pada
bronkitis kronis, sedangkan pada emfisema paru, ketidak seimbangan pada protease dan anti
protease serta defisiensi α1 antitripsin menjadi dasar patogenesis PPOK. Proses inflamasi yang
melibatkan netrofil, makrofag dan limfosit akan melepaskan mediator-mediator inflamasi dan
akan berinteraksi dengan struktur sel pada saluran nafas dan parenkim. Secara umum, perubahan
struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat seiring derajat keparahan penyakit dan
menetap meskipun setelah berhenti merokok. Peningkatan netrofil, makrofag dan limfosit T di
paru-paru akan memperberat keparahan PPOK. Sel-sel inflamasi ini akan melepaskan beragam
sitokin dan mediator yang berperan dalam proses penyakit, diantaranya adalah leucotrien B,
chemotacticfactors seperti CXC chemokines, interlukin 8 dan growth related oncogene α, TNF α,
IL-1ß dan TGFß. Selain itu ketidakseimbangan aktifitas protease atau inaktifitas antiprotease,
adanya stres oksidatif dan paparan faktor risiko juga akan memacu proses inflamasi seperti
produksi netrofil dan makrofag serta aktivasi faktor transkripsi seperti nuclear factor κß sehingga
terjadi lagi pemacuan dari faktor-faktor inflamasi yang sebelumnya telah ada. Hipersekresi
mukus menyebabkan batuk produktif yang kronik serta disfungsi silier mempersulit proses
ekspektorasi, pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi saluran nafas pada saluran nafas yang
kecil dengan diameter < 2 mm dan air trapping pada emfisema paru. Proses ini kemudian akan
berlanjut kepada abnormalitas perbandingan ventilasi perfusi yang pada tahap lanjut dapat
berupa hipoksemia arterial dengan atau tanpa hiperkapnia. Progresifitas ini berlanjut kepada
hipertensi pulmonal dimana abnormalitas perubahan gas yang berat telah terjadi. Faktor
konstriksi arteri pulmonalis sebagai respon dari hipoksia, disfungsi endotel dan remodeling arteri
pulmonalis (hipertropi dan hiperplasi otot polos) dan destruksi Pulmonary capillary bad menjadi
faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap hipertensi pulmonal.3
10. Gejala Klinik
Pasien dengan PPOK memiliki gejala sesuai penyakit yang diderita. Secara umum pasien
akan merasakan sesak napas, batuk produktif, dan terkadang hemoptisis.
Gejala respirasi yang timbul adalah batuk kronik produktif dengan sputum mukoid terutama
pada pagi hari dan dyspnea disertai wheezing. Gejala akut pada saat eksaserbasi adalah
meningkatnya batuk produktif, sputum purulen, demam, sesak, dan wheezing. Pada pemeriksaan
spirometri, FEV1 dibawah predicted.4
11. Komplikasi
- Cor pulmonal.
Cor pulmonal disebabkan oleh peningkatan tekanan darah di arteri paru-paru, pembuluh yang
membawa darah dari jantung ke paru-paru. Hal ini menyebabkan pembesaran dan kegagalan
berikutnya dari sisi kanan jantung.6
Komplikasi pada PPOK dapat juga terjadi di luar sistem pulmonal seperti penurunan
berat badan, hipertensi pulmonal, dan payah jantung kanan.6
12. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan PPOK adalah mengatasi segera penyebab yang terjadi dan
mencegah terjadinya kematian. Risiko kematian sangat berhubungan dengan terjadinya asidosis
respiratorik, adanya komorbid, dan kebutuhan akan alat ventilasi (GOLD, 2009). Pengobatan
farmakologis untuk mengurangi gejala PPOK adalah bronkodilator, anti kolinergik, golongan
metilxantin, dan kortikosteroid. Pengobatan non-farmakologi adalah dengan memberi edukasi
tertang bahaya merokok, terapi oksigen, memberi nutrisi dan dukungan psikologis.5-7
Bronkodilator merupakan pilihan lini pertama terutama dalam sediaan inhalasi karena
kapasitas eksersisenya tinggi menurunkan gejala sesak napas dengan cepat. Bronkodilator
golongan simpatomimetik bekerja sebagai beta-adregenik selektif yang menyebabkan relaksasi
otot polos bronkus dan bronkodilatasi dengan cara merangsang enzim adenil siklase untuk
membentuk cAMP (AMP siklik). Obat ini juga memperbaiki mukosilia yang dapat diberikan
secara inhalasi dengan Metered Dose Inhaler (MDI).5-7
13. Pencegahan
Pencegahan PPOK yang paling utama adalah penghentian kebiasaan merokok dalam
upaya memperlambat progresivitas penyakit. Selain itu perlu juga diperhatikan kesehatan bekerja
terutama pada lingkungan pekerjaan yang berpolutan. Tindakannya berupa pengaturan ventilasi
yang baik, penggunaan respirator, dan upaya mengurangi debu yang beterbangan terutama pada
lingkungan pertambangan.5
14. Prognosis
Prognosis pada PPOK kurang baik karena bersifat progresif dan akan terus memburuk
hingga mengakibatkan kematian. Beberapa faktor yang dapat memperburuk prognosis adalah
obstruksi aliran udara yang berat (FEV1 sangat rendah), kapasitas beraktivitas yang rendah,
pendeknya napas, berat badan terlalu rendah ataupun tinggi, komplikasi seperti gagal paru atau
cor pulmonale, kebiasaan merokok yang belum dihentikan, dan eksaserbasi akut yang sering
terjadi.5
15. Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang penyakit paru yang
ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible.
Diagnosis penyakit ini dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang
cermat. Penyakit ini kebanyakan diakibatkan karena kebiasaan merokok dan polusi udara
penyakit ini dapat dicegah dengan menghindari faktor-faktor predisposisinya.
16. Daftar pustaka
1. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2007.h.40-7.
2. Pradip R. Radiologi. 2nd ed. Jakarta: EGC;2007.h.57-8.
3. Sloane. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2004.h.266-9.
4. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.h.52-6.
5. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi, pemeriksaan & manajemen. Jakarta: EGC;
2008.h.84-6.
6. Ganong WF. Patofisiologi penyakit: pengantar menuju kedokteran klinis. Jakarta: EGC;
2010.h.235-64.
7. Darmanto R. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: EGC; 2009.h.121-2.
Recommended