View
58
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
mola
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit trofoblas ialah penyakit yang mengenai sel-sel trofoblast plasenta.
Di dalam tubuh wanita sel trofoblas hanya ditemukan bila wanita itu hamil. Di luar
kehamilan sel-sel trofoblas dapat ditemukan pada teratoma dari ovarium, karena itu
penyakit trofoblas yang berasal dari kehamilan disebut sebagai Gestational
Trophoblastic Disease, sedangkan yang berasal dari teratoma disebut Non
Gestational Throphoblastic Disease 1.
Penyakit trofoblast mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi
ganas dan menimbulkan metastase keganasan dengan berbagai variasi2. Penyakit
trofoblast termasuk sebuah spektrum dengan tumor-tumor terkait; mola hidatidosa,
mola invasif, placental-site trophoblastic tumor dan koriokarsinoma, yang memiliki
berbagai variasi lokal invasi dan metastasis.2,3, Insidensi mola hidatidosa cukup tinggi
dibandingkan penyakit trofoblast lainnya. Mola hidatidosa tergolong penyakit
trofoblast yang tidak ganas, tetapi penyakit ini dapat menjadi ganas (mola distruens
dan koriokarsinoma).4
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
dibandingkan dengan negara-negara Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:2000
kehamilan. Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi sekitar 1: 120
kehamilan.4 Di Amerika Serikat dilaporkan insidensi mola sebesar 1 pada 1000-1200
kehamilan. Di Indonesia sendiri didapatkan kejadian mola pada 1 : 85 kehamilan.
Biasanya dijumpai lebih sering pada usia reproduktif (15-45 tahun); dan pada
multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih
besar.5
1.2 ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. N
Usia : 35 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
1
Status : Menikah
Pekerjaan : suami (ojek), istri (ibu rumah tangga)
Tanggal masuk RS: 10 Mei 2014
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : keluar darah dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien rujukan dari Puskesmas dengan diagnosis hamil anggur pro kuretase. Pasien
datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir berwarna merah terang disertai
dengan keluar gelembung darah seperti busa sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit,
pasien mengatakan ganti pembalut sebanyak 3 kali/hari, perdarahan tidak disertai dengan
keluarnya gumpalan darah seperti hati ayam. Pasien merasa hamil 4 bulan dengan haid
terakhir tanggal 8 Januari 2014. Pasien mengatakan sering keluar flek-flek berwarna
merah kecoklatan sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, berlangsung kurang lebih
selama 10 hari setiap bulannya dan jarang menggunakan pembalut atau minimal ganti
pembalut tipis sebanyak 1x/hari (flek tidak memenuhi pembalut). Pasien mengatakan saat
keluar flek-flek tidak disertai nyeri pada bagian bawah perut. Sejak awal kehamilan
pasien sering mengalami mual, muntah, merasa perutnya membesar dengan cepat
dibandingkan dengan kehamilan sebelumnya, serta tidak merasakan gerakan janin. Pasien
belum pernah melakukan pemeriksaan kehamilannya dan baru pertama kali kontrol ke
bidan Puskesmas 1 hari sebelum masuk rumah sakit kemudian dilakukan test pack (+)
dan dari hasil USG didapatkan hamil anggur tanpa ada bagian janin. Riwayat pecah
ketuban (-), keluar darah campur lendir (-), perdarahan post koitus (-), penurunan berat
badan (-). Keluhan jantung berdebar disangkal, keluhan sering gemetar disangkal, keluhan
sesak nafas dan riwayat keputihan disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat keluhan yang serupa. Pasien juga
menyangkal adanya riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus,
alergi,dan asma.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien.
Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, alergi, dan asma disangkal.
2
Riwayat Menstruasi :
Pasien pertama kali menstruasi pada usia 13 tahun, dengan siklus menstruasi teratur 28
hari, dengan lama 5-7 hari, dan frekuensi ganti pembalut 3-4 kali/hari, tidak ada nyeri
haid.
Riwayat Pernikahan :
Riwayat menikah 1 kali tahun 2000
Riwayat Kontrasepsi :
Pasien adalah seorang akseptor KB Pil.
Riwayat Obstetri :
Riwayat obstetri G3P2A0, anak pertama dengan jenis kelamin perempuan, usia 13 tahun
dengan berat badan lahir 2800 gram, lahir secara spontan, bayi cukup bulan lahir di bidan,
anak kedua dengan jenis kelamin perempuan, usia 10 tahun, berat lahir 2900 gram, lahir
spontan, bayi cukup bulan, lahir di bidan.
III. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 88 x/menit
- Frekuensi napas : 20 x/menit
- Suhu : 36,7oC
Pemeriksaan Fisik Umum
- Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-)
- Leher : tidak ada pembesaran KGB
- Jantung : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Ekstremitas : edema (-), akral teraba hangat, CRT < 2 detik
IV. STATUS GINEKOLOGI
Abdomen :
3
Inspeksi : abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda
peradangan, bekas operasi (-).
Palpasi : teraba lembek tinggi fundus uteri 1 jari di bawah pusat, balotement
(-), gerakan janin (-), tidak teraba bagian janin, nyeri tekan (-)
Auskultasi : DJJ (-)
Inspeksi : vulva dan uretra tenang
Inspekulo : porsio licin, OUE tertutup, fluxus (+)
VT :
Fluxus (+)
Portio keras, forniks tidak jelas teraba
OUE tertutup, tidak teraba jaringan, tidak ada massa adnexa
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ultrasonografi (USG) Abdomen :
Uterus retroflleksi, tampak gambaran sarang tawon, badai salju (snowstrom), tidak ada
kista lutein, tidak ada massa tumor pada kedua adnexa, kesan: Mola Hidatidosa
VI. DIAGNOSIS
Mola Hidatidosa
VII. PENATALAKSANAAN
a. Rencana Diagnosis
Cek DL, UL, β-HCG, T3, T4, TSH
USG
PA
b. Rencana Terapi
Infus RL 20 tpm
Suction Kuretase
c. Rencana Monitoring
Observasi keadaan umum dan vital sign
Observasi perdarahan
4
Hasil pemeriksaan penunjang laboratorium (10/05/2014) Darah Perifer Lengkap, Hb :
11,6 ,Ht: 36, MCV: 90,1, MCH: 29,9, MCHC: 33,1, Trombosit: 255000, Leukosit: 8.13
ribu/mm3, Masa Perdarahan/BT: 3’00”, Masa Pembekuan/CT: 6’00”, TSH 0,37, β-HCG
urine : 202.263 mIU/ml. Kimia klinik : GDS: 98. Pemeriksaan urin, warna urin: kuning,
kejernihan : jernih, berat jenis: 1.010, PH urin: 6,5, protein urin: (-), glukosa urin: (-),
keton urin : (-), bilirubin: (-), urobilinogen urin (-), darah samar urin : (-), leukosit
esterase: (-), Mikroskopik urin: Leukosit :4-6, Eritrosit: (-), sel epitel: POS (+), bakteri:
(-).
VIII. TINDAKAN KURETASE
Tindakan Kuretase : suction curetase
Penemuan Intra Kuretase:
Darah keluar bersama cairan berwarna coklat
Gelembung-gelembung mola
Tidak ditemukan janin
Instruksi
Post Kuretase :
Terapi Amoxicilin 3x500 mg dan Asam Mefenamat 3x500
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di
mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidropik. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang
membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah
sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi dan
mengeluarkan hormon human chononic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang
lebih besar daripada kehamilan biasa 1,2,4
2.2 Epidemiologi
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120
kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di Indonesia,
mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi
(data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko banyak, penyebaran merata
serta sebagian besar data masih berupa hospital based. Faktor risiko mola hidatidosa
terdapat pada usia kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat
obstetri, etnis dan genetik.4
2.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Mola hidatidosa disebabkan oleh sebuah spermatozoon memasuki ovum yang
telah kehilangan nukleusnya atau dua sperma memasuki ovum tersebut. Pada lebih
dari 90 persen mola komplit hanya ditemukan gen dari ayah dan 10 persen mola
bersifat heterozigot. Sebaliknya, mola parsial biasanya terdiri dari kromosom triploid
yang memberi kesan gangguan sperma sebagai penyebab.6
Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga
embrio 'kelaparan', mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada
keadaan tertentu mengadakan invasi kejaringan ibu. Peningkatan aktivitas
sinsitiotrofoblas menyebabkan peningkatan produksi hCG, tirotrofin korionik dan
progestron. Sekresi estrodiol menurun, karena sintesis hormone ini memerlukan
enzim dari janin, yang tidak ada. Peningkatan kadar hCG dapat menginduksi
perkembangan kista teka-lutein di dalam ovarium.7
6
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor
penyebabnya yang kini telah diakui adalah :
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
2. Usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50% terkena
penyakit ini.
3. Imunoselektif dari sel trofoblast
4. keadaan sosioekonomi yang rendah
5. paritas tinggi
6. Defisiensi vitamin A
7. kekurangan protein
8. infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.
2.4 Patofisiologi
Menurut Sarwono, 2010, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu
karena tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik
yaitu : hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3 – 5 minggu
dan karena pembuluh darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan cairan di
dalam jaringan mesenkim villi.1,4
Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola
memberikan beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan mola
hidatidosa adalah mola “lengkap” dan mempunyai 46 kariotipe XX. Penelitian khusus
menunjukkan bahwa kedua kromosom X itu diturunkan dari ayah. Secara genetik,
sebagian besar mola hidatidosa komplit berasal dari pembuahan pada suatu “telur
kosong” (yakni, telur tanpa kromosom) oleh satu sperma haploid (23 X), yang
kemudian berduplikasi untuk memulihkan komplemen kromosom diploid (46 XX).
Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46 XY.6,7,8
Pada mola yang “tidak lengkap” atau sebagian, kariotipe biasanya suatu
triploid, sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau 69
XYY. Kadang-kadang terjadi pola mozaik. Lesi ini, berbeda dengan mola lengkap,
sering disertai dengan janin yang ada secara bersamaan. Janin itu biasanya triploid
dan cacat. 6,8
7
Gambar 1.1. Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari mola
lengkap. B. Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid. (Hacker).
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblas 1:
1. Teori missed abortion.
Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5 minggu (missed
abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga terjadi
penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah
gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan karena
kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini
menyebabkan terjadinya gangguan angiogenesis.
2. Teori neoplasma
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas, yang
abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal. Hal ini
menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi sehingga
menimbulkan gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian
mudigah.
Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-
gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga menyerupai buah anggur,
atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Ukuran gelembung-
gelembung ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat
trias: (1) Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban;
(3) Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral
dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik (syncytial giant cells). Pada kasus mola
8
banyak dijumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%).
Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa
sembuh 1,5.
2.5 Klasifikasi
Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai janin maka
disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari
janin disebut mola parsialis atau Parsials mole . 1,2,8
Tabel 1.2. Perbandingan bentuk mola hidatidosa
Gambaran Mola Komplit Mola Parsial Kariotipe 46,XX atau 46,XY Umumnya 69,XXX
atau 69,XXY (tripoid) Patologi
Edema villus Difus Bervariasi,fokal Proliferasi trofoblastik Bervariasi, ringan s/d berat Bervariasi, fokal,
ringan s/d sedang Janin Tidak ada Sering dijumpai Amnion, sel darah merah janin
Tidak ada Sering dijumpai
Gambaran klinis Diagnosis Gestasi mola Missed abortion Ukuran uterus 50% besar untuk masa
kehamilan Kecil untuk masa kehamilan
Kista teka-lutein 25-30% Jarang Penyulit medis Sering jarang Penyakit pascamola 20% <5-10%
Kadar hCG Tinggi Rendah – tinggi
2.6 Gejala Klinis
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan
biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan
biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah
darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam.
1. Terdapat tanda-tanda kehamilan. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan
10% pasien masuk RS
2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar)
3. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang
tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab
9
4. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni)
Dan menurut Cuningham, 1995. Dalam stadium pertumbuhan mola yang dini terdapat
beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal, namun pada stadium lanjut
trimester pertama dan selama trimester kedua sering terlihat perubahan sebagai berikut8 :
1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari
spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat sebelum
abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten selama berminggu-
minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala anemia ringan
sering dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai.
2. Ukuran uterus
Uterus tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya dan teraba
lunak. Saat palpasi tidak didapatkan balotement dan tidak teraba bagian janin.
3. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara khas
tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat yang
sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta yang kembar pada kehamilan
mola hidatidosa komplit. Pada salah satu plasentanya sementara plasenta yang lainnya
dan janinnya sendiri terlihat normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan
perubahan mola inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang
hidup.
4. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus
dapat keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah tersebut dapat
sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli pulmoner akut
bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan
atau tanpa stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu
kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut
trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase yang terbukti
lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja
(koriokarsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa
metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan sebagian terlihat
menghilang spontan yang dapat terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa
10
minggu atau bulan kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan
menimbulkan kematian wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan yang efektif.
5. Ekspulsi Spontan
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola
tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan. Ekspulsi
spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang
lebih dari 28 minggu.6
A. Diagnosis
1. Anamnesis
Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan,
perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan kadang
bergelembung seperti busa.
(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet
adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan
perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang
banyak, dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat
dalam 97% kasus.
(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal
ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon β-HCG.
(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor
dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi
pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg),
protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Palpasi :
Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek
Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.
Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
Pemeriksaan dalam :
Memastikan besarnya uterus
11
Uterus terasa lembek
Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kadar B-hCG
BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml
Beta HCG serum > 40.000 IU/ml
Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang menjadi parameter
dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.
Gambar : Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang menggambarkan kurva
regresi normal gonadotropin korionik subunit β pasca mola. 8
Pemeriksaan kadar T3 /T4
B-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin, mengakibatkan
aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat. Terjadi gejala-gejala
hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia, tremor, hiperhidrosis, gelisah,
emosi labil, diare, muntah, nafsu makan meningkat tetapi berat badan menurun
dan sebagainya. Dapat terjadi krisis hipertiroid tidak terkontrol yang disertai
hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular, toksemia, penurunan kesadaran
sampai delirium-koma. 8
4. Pemeriksaan Imaging
a. Ultrasonografi
Gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin
Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai salju.
b. Plain foto abdomen-pelvis: tidak ditemukan tulang janin
12
B. Penatalaksanaan
1. Evakuasi
a. Perbaiki keadaan umum.
Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap
Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam
kemudian dilakukan kuret.
b. Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum
penderita.
c. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk membersihkan
sisa-sisa jaringan.
d. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun,
Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih
2. Pengawasan Lanjutan
Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral
pil.
Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun :
o Setiap minggu pada Triwulan pertama
o Setiap 2 minggu pada Triwulan kedua
o Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
o Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.
Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
a. Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan
b. Pemeriksaan dalam :
o Keadaan Serviks
o Uterus bertambah kecil atau tidak
c. Laboratorium
Reaksi biologis dan imunologis :
o 1x seminggu sampai hasil negatif
o 1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya
o 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
o 1x3 bulan selama tahun berikutnya
13
o Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya
keganasan
3. Sitostatika Profilaksis
Metoreksat 3x 5 mg selama 5 hari
C. Komplikasi
Perdarahan yang hebat sampai syok
Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
Infeksi sekunder
Perforasi karena tindakan atau keganasan
14
BAB III
PEMBAHASAN
Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan pennjang. Pada kasus ini, jika dilihat dari definisi Mola hidatidosa merupakan
kehamilan abnormal yang sebagian atau seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi
berupa gelembung yang menyerupai anggur. Mola dapat mengandung janin (mola parsial)
atau tidak terdapat janin di dalamnya (mola komplit). Penyebab mola hidatidosa tidak
diketahui, faktor – faktor yang dapat menyebabkan antara lain, faktor ovum, imunoselektif
dari tropoblast, keadaan sosioekonomi yang rendah, paritas tinggi, kekurangan protein,
infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
Sesuai dengan teori yang ada bahwa diagnosis ditegakkan berdasarkan keluhan
subyektif dan pemeriksaan fisik atau penunjang yang telah dilakukan. Dari anamnesis
didapatkan pasien merasa hamil 4 bulan dengan haid terakhir tanggal 8 Januari 2014 hal ini
dikarenakan pasien tidak mengalami menstruasi seperti biasanya selama 4 bulan, sudah test
pack dengan hasil (+), dan hanya keluar flek-flek berwarna merah kecoklatan dan hanya
menggunakan pembalut tipis, pasien sering mengalami mual, muntah, merasa perutnya
membesar, dari hal ini ada tanda-tanda kemungkinan hamil pada pasien. Dari HPHT
didapatkan usia kehamilan 17 minggu.
Pasien mangatakan keluar darah dari jalan lahir berwarna merah terang disertai
dengan keluar gelembung darah, ganti pembalut 3 kali/hari, tidak disertai keluarnya
gumpalan darah atau bagian tubuh janin, hal ini kemungkinan perdarahan yang terjadi pada
kehamilan trimester pertama yaitu Kehamilan Ektopik Terganggu, Mola Hidatidosa, dan
Abortus. Dari keterangan pasien tidak ada keluhan nyeri dengan keadaan pasien yang baik
serta pada perdarahan tidak adanya gumpalan darah atau bagian dari jaringan tubuh dapat
melemahkan KET dan Abortus. Adanya gelembung pada darah merupakan ciri khas pada
mola hidatidosa akibat stroma vili korialis yang berdegenerasi hidropik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan abdomen tampak mengalami pembesaran, teraba
lembek tinggi fundus uteri 1 jari di bawah pusat, balotement (-), gerakan janin (-), tidak
teraba bagian janin, DJJ (-). Dari keterangan tersebut besarnya uterus pada kehamilan 17
minggu normalnya ½ pusat dan simfisis hal ini menunjukan uterus membesar lebih dari usia
kehamilan yang merupakan salah satu tanda dari mola hidatidosa atau kehamilan dengan
mioma, tetapi tidak adanya tanda-tanda janin melemahkan kehamilan denggan mola dan
15
memperkuat mola hidatidosa. Adanya fluxus (+) menunjukkan adanya perdarahan keluar dari
ostium uteri eksterna. Dari pemeriksaan penunjang yaitu USG dan kadar β-HCG darah
didapatkan gambaran sarang tawon, badai salju (snowstrom) yang merupakan gambaran dari
mola hidatidosa dan kadar β-HCG : 202.263 mIU/ml dalam hal ini menunjukkan kadar
BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml serta lebih besar dari nilai normal pada kehamilan 17
minggu yaitu 4,060 - 165,400 mIU/ml meupakan tanda dari mola hidatidosa.
Kadar hCG dalam urine pada berbagai tingkatan usia kehamilan berdasarkan haid terakhir:
3 minggu : 5 - 50 mIU/ml
4 minggu: 5 - 426 mIU/ml
5 minggu : 18 - 7,340 mIU/ml
6 minggu: 1,080 - 56,500 mIU/ml
7 - 8 minggu: 7, 650 - 229,000 mIU/ml
9 - 12 minggu: 25,700 - 288,000 mIU/ml
13 - 16 minggu: 13,300 - 254,000 mIU/ml
17 - 24 minggu: 4,060 - 165,400 mIU/ml
25 - 40 minggu: 3,640 - 117,000 mIU/ml
Tidak hamil: <5.0 mIU/ml, Post-menopause: <9.5 mIU/ml
Dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan :
Pasien tidak menstruasi selama 4 bulan
Sering keluar flek-flek berwarna merah kecoklatan sejak 3 bulan
Keluhan keluar darah dari jalan lahir berwarna merah terang disertai dengan keluar
gelembung darah
Mengalami mual, muntah, merasa perutnya membesar dengan cepat dibandingkan
dengan kehamilan sebelumnya, serta tidak merasakan gerakan janin.
Test pack (+) dan dari hasil USG didapatkan hamil anggur tanpa ada bagian janin.
Pada pemeriksaan fisik besarnya uterus membesar lebih dari usia kehamilan, lembek,
Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin, tidak terdengar
bunyi denyut jantung janin
Pemeriksaan dalam terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis
Dari pemeriksaan penunjang yaitu USG dan kadar β-HCG darah didapatkan gambaran
sarang tawon, badai salju (snowstrom), dan kadar β-HCG : 202.263.
16
Hal ini menunjukkan adanya kehamilan mola hidatidosa.
Pada kasus ini, kemungkinan penyebab adanya kehamilan mola karena keadaan
sosioekonomi yang rendah, sehingga kekurangan asupan protein. Selain itu faktor resiko
lainnya adalah usia ibu yang terlalu tua. Pasien mengeluh keluar darah lewat jalan lahir,
gejala ini merupakan gejala utama mola. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi antara bulan
pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan bisa intermitten,
sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga dapat menyebabkan syok. Perdarahan
pervaginam yang berulang ini cenderung berwarna coklat dan kadang bergelembung seperti
busa. Gejala lain yang mendukung adalah mual dan muntah yang berlebihan.
Untuk penatalaksanaan, suction curetase dilakukan pada pasien ini dan didapatkan
darah keluar bersama cairan berwarna coklat, gelembung-gelembung mola, dan tidak
ditemukan janin sehingga pasien dapat dikatakan mengalami mola komplit. Tindakan suction
curetage pada pasien ini sudah tepat dilakukan. Sebagai penatalaksanaan lanjutan pasien
sebaiknya menunda kehamilan selama 12 bulan dengan menggunakan kontrasepsi hormonal.
DAFTAR PUSTAKA
17
1. Sumapraja, S & Martaadisoebrata, D. 2005. Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan Selaput
Janin, dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo. Jakarta. Hal: 342-348.
2. Manuaba, I.B.G., Manuaba, I.B.G.F., dan Manuaba, I.D.C. 2007. Penyakit Trofoblas,
dalam: Pengantar Kuliah Obstetri. EGC. Jakarta. Hal: 725-726.
3. Mansjoer, A. dkk. 2001. “Mola Hidatidosa” Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta. Hal 265-267
4. Prawirohadjo, S. & Wiknjosastro, H. “Mola Hidatidosa”. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohadjo. Jakarta. 2009. Hal . 262-264
5. Hacker, N.F., & Moore, J.G. 2001. Neoplasia Trofoblast Gestasi, dalam: Esensial Obstetri
dan Ginekologi, Edisi 2. Hipokrates. Jakarta. Hal: 679-680.
6. John T,2006, Gestational Throphoblastic Disease. The American College of Obstetricians
and Gynecologists. Lippincott Williams & Wilkins. Diakses dari
http://www.utilis.net/Morning%20Topics/Gynecology/GTN.PDF , pada 25 Oktober 2012
7. Mochtar, R. 1998. Penyakit Trofoblast, dalam Sinopsis Obstetri, Jilid I, Edisi kedua.
EGC. Jakarta. Hal : 138-143.
8. Cuninngham. F.G. dkk. 2006. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik Gestasional
Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGG Jakarta. Hal 930-938
9. Hardjoeno, dkk. 2006. Kadar b-hCG Penderita Mola Hidatidosa Sebelum Dan Sesudah
Kuretase. Bagian Patologi klinik FK-UH- RS dr.Wahidin Sudirohusodo: Makassar
18
Recommended