View
215
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
OD Atrofi Bulbi dan OS Katarak Imatur
Citation preview
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. WJ
Umur : 80 tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Alamat : Kajoran, Magelang
Pekerjaan : -
Status Menikah : Menikah
Tanggal Masuk Poli : 28 Januari 2013
Nomor RM : 07- 92 - 62
B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan di Poliklinik Mata RST Dr. Soedjono Magelang.
Keluhan Utama
Pasien mengeluh pandangan mata sebelah kiri kabur.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli mata untuk memeriksakan mata kirinya.
Mata sebelah kiri dirasakan kabur sejak ± 9 bulan yang lalu. Awalnya
pasien mengeluh seperti melihat kabut dan makin lama dirasa makin
kabur. Pasien juga mengeluh mata sebelah kiri berair dan terasa gatal.
Keluhan ini dirasakan semakin berat sejak satu bulan yang lalu. Mata
merah dan riwayat trauma pada mata disangkal. Nyeri pada mata, cekot-
cekot, mual/muntah, dan melihat pelangi (halo) di sekitar lampu juga
disangkal oleh pasien. Pasien belum pernah memeriksakan diri ke dokter
sebelumnya. Pasien hanya membeli obat tetes mata di warung, namun
keluhan tidak berkurang.
± 5 tahun yang lalu pasien mengeluh mata sebelah kanan terasa
sangat sakit dan cekot-cekot. Pasien juga mengaku melihat pelangi (halo)
di sekitar lampu, mual/muntah, mata merah dan nrocos. Riwayat trauma
1
disangkal. Pada saat keluhan ini berlangsung, pasien tidak pernah
memeriksakan diri ke dokter dikarenakan tidak ada biaya.
Riwayat Penyakit Dahulu
o Riwayat hipertensi disangkal
o Riwayat diabetes mellitus disangkal
o Riwayat adanya trauma pada mata seperti mata terkena bahan-
bahan kimia, terbentur benda tumpul atau benda tajam disangkal
o Riwayat alergi disangkal
o Riwayat operasi yang berhubungan dengan mata disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
o Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal serupa
o Riwayat penyakit diabetes mellitus disangkal
o Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
Biaya pengobatan ditanggung oleh Jamkesmas. Kesan ekonomi kurang.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
Tanggal pemeriksaan : 28 Januari 2013
Kesadaran : Composmentis
Aktivitas : Normoaktif
Kooperatif : Kooperatif
Status gizi : Cukup
Vital Sign
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,50C
2
Status Ophthalmicus
No. Pemeriksaan Oculus Dexter Oculus Sinister
1. Visus 0
-
1/60
NC
2. Bulbus Okuli Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. Palpebra
Edema (-) (-)
Hematom (-) (-)
Hiperemi (-) (-)
Entropion / Ektropion (-) (-)
Blefarospasme (-) (-)
Nyeri tekan (-) (-)
4. Konjungtiva
Injeksi Konjungtiva (-) (-)
Injeksi Siliar (-) (-)
Sekret (-) (-)
Bangunan patologis (-) (-)
Perdarahan
subkonjungtiva(-) (-)
5. Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Infiltrat (-) (-)
Keratic precipitates (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Sikatrik (-) (-)
3
Pannus (-) (-)
6. COA
Kejernihan Jernih Jernih
Kedalaman Dangkal Cukup
Isi (Hifema / Hipopion) (-) (-)
7. Iris
Kripte (+) (+)
Sinekia (-) (-)
8. Pupil
Diameter ± 5mm ± 2 mm
Reflek pupil (-) (+)
Bentuk Bulat Bulat
9. Lensa
Kejernihan Jernih Keruh
Iris Shadow (-) (+)
10. Corpus Vitreum
Kejernihan Jernih Jernih
11. Fundus Refleks (-) (+) sangat suram
12. TIO N (-) N
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu : 108 mm/dL
E. DIAGNOSIS BANDING
4
Oculus Dexter
1. OD Atrofi Bulbi
Dipertahankan karena dari hasil anamnesis tidak ada riwayat
trauma.
2. OD Ptisis Bulbi
Disingkirkan karena tidak ada riwayat trauma, tidak ada riwayat operasi
sebelumnya, dan tidak ada riwayat infeksi.
Oculus Sinister
1. OS Katarak Imatur
Dipertahankan karena dari hasil anamnesis didapatkan penglihatan
kabur, mata merah (-), cekot-cekot (-), iris shadow (+), melihat
pelangi disekitar lampu (-), pusing (-) dan belum pernah diobati. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan lensa keruh, TIO normal, COA cukup
dan visus pasien 1/60.
2. OS Katarak Insipien
Disingkirkan karena dari hasil pemeriksaan didapatkan kekeruhan telah
menutupi sebagian lensa (+), iris shadow (+) dan COA dangkal.
3. OS Katarak Matur
Disingkirkan karena dari hasil pemeriksaan didapatkan hanya sebagian
lensa yang mengalami kekeruhan, selain itu didapatkan pula iris shadow
(+) dan COA dangkal.
4. OS Katarak Hipermatur
Disingkirkan karena dari hasil pemeriksaan didapatkan lensa keruh (+)
namun tidak bersifat masif, iris shadow (+) dan COA dangkal.
5. OS Katarak Akibat Terinduksi Obat
Disingkirkan karena dari hasil anamnesis tidak ditemukan adanya
pengobatan tertentu yang dapat mengakibatkan kekeruhan lensa, seperti
penggunaan kortikosteroid jangka panjang.
6. OS Katarak Akibat Trauma
5
Disingkirkan karena dari hasil anamnesis tidak ditemukan riwayat adanya
trauma pada mata.
7. OS Retinopati
Disingkirkan karena pada pemeriksaan funduskopi didapatkan hasil dalam
batas normal.
F. DIAGNOSIS
OD Atrofi Bulbi
OS Katarak Senilis Imatur
G. TERAPI
Tetes :
R/ Gentamysin ED BT I
S 3 dd gtt I ODS
Oral :
R/ Sohobion No. X
S 1 dd tab I
H. EDUKASI
Kontrol secara teratur
Meminum obat secara teratur sesuai resep dokter
Menjelaskan bahwa visusnya berkurang disebabkan karena adanya
kekeruhan pada lensa mata pasien
Memberi penjelasan bahwa kekeruhan yang ada pada lensa semakin lama
akan semakin berat seiring berjalannya waktu, sehingga penurunan visus
dapat terus terjadi
I. PROGNOSIS
6
Prognosis Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad visam Malam Dubia ad Bonam
Quo ad sanam Malam Bonam
Quo ad functionam Malam Dubia ad Bonam
Quo ad vitam Malam Bonam
Quo ad kosmetikam Malam Bonam
J. GAMBAR
OD ATROFI BULBI
OS KATARAK SENILIS IMATUR
BAB II
7
TINJAUAN PUSTAKA
KATARAK SENILIS IMATUR
1. DEFINISI
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Katarak merupakan penyebab kebutaan
di dunia saat ini yaitu setengah dari 45 juta kebutaan yang ada. 90% dari
penderita katarak berada di negara berkembang seperti Indonesia, India
dan lainnya.Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di
Indonesia, yaitu 50% dari seluruh kasus yang berhubungan dengan
penglihatan (Ilyas, 2010).
Gambar 1. Mata dengan katarak
Katarak imatur adalah kekeruhan pada sebagian lensa. Katarak ini
belum mengenai seluruh lapisan lensa. Pada katarak imatur akan
bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan
lensa yang degeneratif. Pada keadaan ini lensa akan mencembung
sehingga akan menimbulkan hambatan pupil sehingga terjadi glaukoma
sekunder (Ilyas, 2010).
2. EPIDEMIOLOGI
8
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), katarak
merupakan kelainan mata yang menyebabkan kebutaan dan gangguan
penglihatan yang paling sering ditemukan (Khalilullah,2010).
Tabel 1. Persentase Penyakit Mata (Khalilullah, 2010).
Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan
dapat disebabkan oleh berbagai hal, biasanya akibat proses degeneratif.
Pada penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat didapatkan adanya
10% orang menderita katarak, dan prevalensi ini meningkat sampai 50%
pada mereka yang berusia 65-75 tahun dan meningkat lagi sekitar 70%
pada usia 75 tahun. Katarak kongenital, katarak traumatik dan katarak
jenis-jenis lain lebih jarang ditemukan (Vaughan et al, 2010).
3. ETIOLOGI
Penyebab katarak senilis sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, diduga multifaktorial, diantaranya antara lain (James et al, 2006) :
o Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik;
o Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuatmempunyai
efek buruk terhadap serabut-serabut lensa;
o Faktor imunologik
9
o Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi,
gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari,
miopia tinggi;
o Gangguan metabolisme umum, yaitu Diabetes Mellitus, Galaktosemia,
Hipokalsemia, Distrofi miotonik;
o Trauma;
o Pengobatan topikal jangka panjang, yaitu steroid dan klorpromazin.
4. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal transparansi lensa terjadi karena adanya
keseimbangan antara protein yang dapat larut dan protein yang tidak dapat
larut dalam membran semipermiabel. Apabila terjadi peningkatan jumlah
protein yang tdak dapat diserap dapat mengakibatkan penurunan sintesa
protein. Perubahan biokimiawi, fisik dan protein tersebut mengakibatkan
jumlah protein dalam lensa melebihi jumlah protein dalam bagian yang
lain sehingga membentuk suatu kapsul yang dikenal dengan nama katarak.
Terjadinya penumpukan cairan / degenerasi dan desintegrasi pada serabut
tersebut menyebabkan jalannya cahaya terhambat dan mengakibatkan
gangguan penglihatan. Dengan bertambah lanjut usia seseorang maka
nukleus lensa mata akan menjadi lebih padat dan berkurang kandungan airnya,
lensa akan menjadi keras pada bagian tengahnya (optic zone) sehingga
kemampuan memfokuskan benda berkurang (Ilyas, 2010).
5. MANIFESTASI KLINIK
Berikut merupakan gejala-gejala yang dapat timbul pada penderita
katarak (Faradila, 2009) :
1) Gejala Subyektif :
a. Bila kekeruhan tipis, kemunduran visus sedikit atau sebaliknya.
b. Penderita mengeluh adanya bercak-bercak putih yang tak bergerak.
10
c. Diplopia monocular yaitu penderita melihat 2 bayangan yang
disebabkan oleh karena refraksi dari lensa sehingga benda-benda
yang dilihat penderita akan menyebabkan silau.
d. Pada stadium permulaan penderita mengeluh miopi, hal ini terjadi
karena proses pembentukan katarak sehingga lensa menjadi
cembung dan refraksi power mata meningkat, akibatnya bayangan
jatuh di muka retina.
2) Gejala Obyektif :
a. Pada lensa tidak ada tanda-tanda inflamasi.
b. Jika mata diberi sinar dari samping: lensa tampak keruh keabu-
abuan atau keputihan dengan latar hitam.
c. Pada fundus reflex dengan opthalmoskop : kekeruhan tersebut
tampak hitam dengan latar oranye. Dan pada stadium matur hanya
didapatkan warna putih atau tampak kehitaman tanpa latar oranye,
hal ini menunjukkan bahwa lensa sudah keruh seluruhnya.
d. Kamera anterior menjadi dangkal dan iris terdorong kedepan, sudut
kamera anterior menyempit sehingga tekanan intraokuler
meningkat, akibatnya terjadi glaukoma sekunder.
Tabel 2. Perbedaan Klinis Stadium Katarak Senilis (Ilyas, 2010)
11
6. KLASIFIKASI
Katarak senilis secara klinis dikenal dalam 4 stadium yaitu
insipien, imatur, matur dan hipermatur.
1) Katarak Insipien
Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak seperti bercak-
bercak yang membentuk gerigi dangan dasar di perifer dan daerah
jernih di antaranya. Kekeruhan biasanya terletak di korteks anterior
dan posterior. Kekeruhan ini pada awalnya hanya nampak jika pupil
dilebarkan. Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia yang
disebabkan oleh indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian
lensa. Bentuk ini kadang menetap untuk waktu yang lama (Ilyas, 2010).
2) Katarak Imatur
Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi belum
mengenai seluruh lapisan lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian
yang jernih pada lensa. Terjadi penambahan volume lensa akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada
keadaan lensa yang mencembung akan dapat menimbulkan hambatan
pupil, mendorong iris ke depan, mengakibatkan bilik mata dangkal
sehingga terjadi glaukoma sekunder. Pada pemeriksaan uji bayangan
iris atau shadow test, maka akan terlihat bayangan iris pada lensa,
sehingga hasil uji shadow test (+) (Ilyas, 2010).
3) Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Proses
degenerasi yang berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air
bersama hasil disintegrasi melalui kapsul, sehingga lensa kembali ke
ukuran normal. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal
kembali. Tidak terdapat bayangan iris pada lensayang keruh, sehingga uji
bayangan iris negative (Ilyas, 2010).
12
4) Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa
yang mengalami degenerasi akan mencair dan keluar melalui kapsul
lensa. Lensa menjadi mengecil dan berwarna kuning. Bila proses
katarak berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal, maka korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan sekantong susu dengan nukleus yang terbenam di
korteks lensa. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni. Uji
bayangan iris memberikan gambaran pseudo positif. Cairan / protein
lensa yang keluar dari lensa tersebut menimbulkan reaksi inflamasi
dalam bola mata karena dianggap sebagai benda asing. Akibatnya
dapat timbul komplikasi uveitis dan glaukoma karena aliran melalui
COA kembali terhambat akibat terdapatnya sel-sel radang dan cairan /
protein lensa itu sendiri yang menghalangi aliran cairan bola mata
(Ilyas, 2010).
7. DIAGNOSIS
Diagnosis dari katarak senilis dibuat atas dasar anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan seluruh tubuh terhadap adanya kelainan-
kelainan harus dilakukan untuk menyingkirkan penyakit sistemik yang
berefek terhadap mata dan perkembangan katarak (Setiohadi, 2006).
Pemeriksaan mata yang lengkap harus dilakukan yang dimulai
dengan ketajaman penglihatan untuk gangguan penglihatan jauh dan dekat.
Ketika pasien mengeluh silau, harus diperiksa di kamar dengan cahaya
terang (James et al,2006).
Pemeriksaan adneksa okular dan struktur intraokular dapat
memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis
penglihatannya. Pemeriksaan yang sangat penting yaitu tes pembelokan
sinar yang dapat mendeteksi pupil Marcus Gunn dan defek pupil aferent
relatif yang mengindikasikan lesi saraf optik atau keterlibatan difus
macula.
13
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi
opasitas lensa. Tapi dapat juga struktur okular lain (konjungtiva, kornea,
iris, bilik mata depan) (James et al, 2006).
Ketebalan kornea dan opasitas kornea seperti kornea gutata harus
diperiksa hati-hati (James et al, 2006).
Gambaran lensa harus dicatat secara teliti sebelum dan sesudah
pemberian dilator pupil (James et al, 2006).
Posisi lensa dan integritas dari serat zonular juga dapat diperiksa
sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata
sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur (Ilyas, 2010).
Kepentingan ophthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari
integritas bagian belakang harus dinilai. Masalah pada saraf optik dan
retina dapat menilai gangguan penglihatan. (Ilyas, 2010).
Tabel 3. Gambaran Bentuk Katarak Senilis (Khalilullah, 2010).
14
8. PENATALAKSANAAN
Tidak ada satupun obat yang dapat diberikan untuk
menyembuhkan katarak senilis. Penggunaan obat-obatan selama ini
bertujuan untuk memperlambat penebalan katarak. Katarak hanya dapat
diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak tidak
mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup
dengan mengganti kacamata. Hingga saat ini belum ada obat-obatan,
makanan, atau kegiatan olahraga yang dapat menghindari atau
menyembuhkan seseorang dari gangguan katarak. Akan tetapi melindungi
mata terhadap sinar matahari yang berlebihan dapat memperlambat
terjadinya gangguan katarak. Kacamata gelap atau kacamata reguler yang
dapat menghalangi sinar ultraviolet (UV) sebaiknya digunakan ketika
berada di ruangan terbuka pada siang hari (Setiohadi, 2006).
Pengobatan katarak senil yang pernah dipakai adalah aldose
reductase inhibitor, obat ini diketahui dapat menghambat konversi glukosa
menjadi sorbitol, pengobatan sudah memperlihatkan hasil yang
menjanjikan dalam pencegahan katarak gula pada hewan. Obat anti
katarak lainnya sedang diteliti termasuk diantaranya agen yang
menurunkan kadar sorbitol, aspirin, agen glutathione-raising, dan
antioksidan vitamin C dan E (Vaughan et al, 2010).
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi
lensa. Lebih dari bertahun-tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah
berkembang dari metode yang kuno hingga tehnik hari ini
phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan dengan evolusi IOL yang
digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material, dan bahan implantasi.
Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa
yaitu intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract
ekstraksi (ECCE). Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang
tiga prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu
ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi (Vaughan et al, 2010).
15
1) Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama
kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake
dan dipindahkan dari mata melalui insisi korneal superior yang lebar.
Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa
subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak
sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama
populer. ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien
berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen
hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
astigmatisme, glaukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan
(Khalilullah, 2010).
2) Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui
robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien
dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa
intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra
ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan
prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah
mengalami prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi
retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk
mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti
prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini
yaitu dapat terjadinya katarak sekunder (Khalilullah, 2010).
3) Phakoemulsifikasi
Phakoemulsifikasi (phaco) maksudnya membongkar dan
memindahkan kristal lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan yang
sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan
digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO
16
akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah
lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan
tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan
pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan
cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Teknik ini bermanfaat
pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis.
Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis padat, dan keuntungan
incisi limbus yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa
intraokuler, meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intra
okular fleksibel yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu
(James et al, 2006).
9. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi tindakan operatif katarak (Ilyas, 2010) :
1) Hilangnya vitreous.
2) Prolaps iris.
3) Endoftalmitis.
4) Astigmatisma pasca operasi.
5) Edema makular sistoid.
6) Ablasio retina.
7) Opasifikasi kapsul posterior.
8) Glaukoma
10. PROGNOSIS
Dengan teknik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit
menjadi sangat jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%.
Pada bedah katarak resiko ini kecil dan jarang terjadi. Keberhasilan tanpa
komplikasi pada pembedahan dengan ECCE atau fakoemulsifikasi
menjanjikan prognosis dalam penglihatan dapat meningkat hingga 2 garis
pada pemeriksaan dengan menggunakan snellen chart (Khalilullah, 2010).
17
DAFTAR PUSTAKA
Faradila, N. 2009. Glaukoma dan Katarak Senilis. Pekanbaru : Faculty of
Medicine University of Riau. Available at http://www.Files-of-
DrsMed.tk
Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. 205-216
James, B., Chris C., Bron A. 2006. Lecture Notes : Oftamologi Edisi Kesembilan.
Jakarta : Penerbit Erlangga.
Khalilullah, S. A. 2010. Patologi dan Penatalaksanaan Pada Katarak Senilis.
available at www.emedicine.com/ last update 22 November 2010
Miranti, A., Arjo SM., 2002. Deteksi dini glaukoma, Medisinal, Vol. III, Jakarta.
Perhimpunan dokter spesialis mata Indonesia. 2002. Ilmu Penyakit Mata untuk
dokter umum dan mahasiswa kedokteran: edisi ke-2, Sagung Seto,
Jakarta.
Setiohadji, B., 2006. Community Opthalmology., Cicendo Eye Hospital/Dept
of Ophthalmology Medical Faculty of Padjadjaran University.
Suhardjo et. Al. 2007. Ilmu Kesehatan Mata, Bagian Ilmu Penyakit Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Vaughan, D, Riordan-Eva P. Glaukoma. Dalam: Oftalmologi Umum Ed 14.Alih
Bahasa: Tambajong J, Pendit BU. General Ophthalmology. Jakarta: Widya
Medika; 2010. 220-232.
18
Recommended