View
424
Download
79
Category
Preview:
DESCRIPTION
nyeri telan
Citation preview
TUGAS THT-KL
NYERI TELAN
(ODINOPHAGIA)
Disusun Oleh :
Elga Putri Indanarta
G99141046
Pembimbing Klinik
dr. H. Anton Christianto, Sp.THT-KL, M.Kes
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI
2014
1. Keluhan Utama Pasien di Poli THT
Telingaa. Gangguan pendengaran, tuli, budheg
b. Suara berdenging/berdengung, mbenging, gembredhek
c. Rasa penuh
d. Rasa pusing berputar
e. Keluar cairan
f. Nyeri
g. Benda asing masuk
Hidunga. Mimisan
b. Bersin-bersin
c. Gangguan penghidu
d. Hidung berbau
e. Suara sengau, bindheng
f. Hidung tersumbat
g. Keluar cairan
h. Nyeri
i. Benda asing masuk
Tenggoroka. Benjolan di leher
b. Suara serak
c. Sering mendehem
d. Bau mulut
e. Batuk
f. Lendir mengalir di tenggorok
g. Rasa mengganjal
h. Sulit membuka mulut
i. Sulit menelan
j. Nyeri
k. Nyeri menelan
l. Benda asing tertelan, tersangkut, tertelan cairan iritatif
2. Nyeri Telan ( odinophagia ), Anatomi, Histologi, Mekanisme, Patofisiologi
A. Anatomi Organ
Cavum Oris
Bibir (labium) dan pipi (buccae) terutama disusun oleh sebagian
besar muskulus orbikularis oris yang dipersarafi oleh nervus facialis.
Ruangan di antara mukosa pipi bagian dalam dan gigi adalah vestibulum
oris. Palatum dibentuk oleh tulang dari palatum durum di bagian depan
dan sebagian besar dari otot palatum mole di bagian belakang (m. tensor
veli palatine, m. levator veli palatine, m. uvulae, m. palatoglossus, m.
palatopharyngeus).
Dasar mulut di antara lidah dan gigi terdapat kelenjar sublingual
dan bagian dari kelenjar submandibula. Muara duktus sub mandibularis
terletak di depan dari frenulum lidah. Lidah merupakan organ muskular
yang aktif. Dua pertiga depan dapat digerakkan, sedangkan pangkalnya
terfiksasi. Korda timpani mempersarafi cita rasa lidah duapertiga bagian
depan dan nervus glossofaringeus pada sepertiga lidah bagian belakang.
Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti
corong dimulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus
setinggi vertebra servikal. Faring berhubungan dengan rongga hidung
melalui koana (nasofaring) dan berhubungan dengan rongga mulut melalui
itsmus faucium (orofaring), sedangkan dengan laring berhubungan melalui
aditus laring (laringofaring) dan ke bawah berhubungan dengan esofagus.
Batas hipofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas
anterior adalah laring, batas posterior ialah vertebra servikal serta esofagus
di bagian inferior.
Esofagus
Esofagus merupakan bagian saluran cerna yang menghubungkan
hipofaring dengan lambung. Bagian proksimalnya disebut introitus
esofagus yang terletak setinggi batas bawah kartilago krikoid atau setinggi
vertebra servikal 6. Di dalam perjalanannya dari daerah servikal, esofagus
masuk ke dalam rongga toraks. Di dalam rongga toraks , esofagus berada
di mediastinum superior antara trakea dan kolumna vertebra terus ke
mediastinum posterior di belakang atrium kiri dan menembus diafragma
setinggi vertebra torakal 10 dengan jarak kurang lebih 3 cm di depan
vertebra. Akhirnya esofagus ini sampai di rongga abdomen dan bersatu
dengan lambung di daerah kardia.
Berdasarkan letaknya esofagus dibagi dalam bagian servikal,
torakal dan abdominal. Esofagus menyempit pada tiga tempat.
Penyempitan pertama yang bersifat sfingter terletak setinggi tulang rawan
krikoid pada batas antara esofagus dengan faring, yaitu tempat peralihan
otot serat lintang menjadi otot polos. Penyempitan kedua terletak di
rongga dada bagian tengah, akibat tertekan lengkung aorta dan bronkus
utama kiri, penyempitan ini tidak bersifat sfingter. Penyempitan terakhir
terletak pada hiatus esofagus diafragma yaitu tempat esofagus berakhir
pada kardia lambung. Otot polos pada bagian ini murni bersifat sfingter.
Inervasi esofagus berasal dari dua sumber utama, yaitu saraf parasimpatis
nervus vagus dan saraf simpatis dari serabut-serabut ganglia simpatis
servikalis inferior, nervus torakal dan n. splangnikus.
B. Histologi
Cavum Oris
Rongga mulut (pipi) dibatasi oleh epitel gepeng berlapis tanpa
tanduk. Palatum durum dan molle diliputi oleh epitel gepeng berlapis.
Lidah merupakan suatu massa otot lurik yang diliputi oleh membran
mukosa. Serabut-serabut otot satu sama lain saling bersilangan dalam
3 bidang, berkelompok dalam berkas-berkas, biasanya dipisahkan oleh
jaringan penyambung. Pada permukaan bawah lidah, membran
mukosanya halus, sedangkan permukaan dorsalnya ireguler, diliputi
oleh papila.
Faring
Faring dibatasi oleh epitel berlapis gepeng jenis mukosa,
kecuali pada daerah-daerah bagian pernapasan yang tidak mengalami
abrasi. Pada daerah-daerah yang terakhir ini, epitelnya toraks
bertingkat bersilia dan bersel goblet. Faring mempunyai tonsila yang
merupakan sistem pertahanan tubuh. Mukosa faring juga mempunyai
banyak kelenjar-kelenjar mukosa kecil dalam lapisan jaringan
penyambung padatnya. Sebagian besar dari dinding faring tersusun atas
dua lapisan otot, yaitu :
a. Lamina eksterna, merupakan lamina sirkuler yang tersusun atas tiga
musculi constrictores pharyngis.
b. Lamina interna, adalah merupakan lamina longitudinal yang tersusun
atas dua musculi levatores yaitu m. stylopharyngeus dan m.
palatopharyngeus.
Esofagus
Oesofagus diselaputi oleh epitel berlapis gepeng tanpa tanduk.
Pada lapisan submukosa terdapat kelompokan kelenjar-kelenjar
oesofagea yang mensekresikan mukus. Pada bagian ujung distal
oesofagus, lapisan otot hanya terdiri sel-sel otot polos, pada bagian
tengah, campuran sel-sel otot lurik dan polos, dan pada ujung proksimal,
hanya sel-sel otot lurik. Dinding esofagus seperti juga bagian lain saluran
gastrointestinal, terdiri atas empat lapisan: mukosa, submukosa,
muskularis dan serosa (lapisan luar). Lapisan mukosa bagian dalam
terbentuk dari epitel gepeng berlapis yang berlanjut ke faring di ujung
atas; epitel lapisan ini mengalami perubahan mendadak pada perbatasan
esofagus dengan lambung (garis-Z) dan menjadi epitel toraks selapis.
Mukosa esofagus dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan
terhadap isi lambung yang sangat asam. Lapisan submukosa mengandung
sel-sel sekretori yang memproduksi mukus. Mukus mempermudah
jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi mukosa dari cedera
akibat zat kimia. Lapisan otot lapisan luar tersusun longitudinal dan
lapisan dalam tersusun sirkular. Otot yang terdapat di 5 % bagian atas
esofagus adalah otot rangka, sedangkan otot di separuh bagian bawah
adalah otot polos. Bagian di antaranya terdiri dari campuran otot rangka
dan otot polos. Berbeda dengan bagian saluran cerna lainnya, tunika
serosa (lapisan luar) esofagus tidak memiliki lapisan serosa ataupun
selaput peritoneum, melainkan lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar
yang menghubungkan esofagus dengan struktur-struktur yang berdekatan.
Tidak adanya serosa menyebabkan semakin cepatnya penyebaran sel-sel
tumor (pada kasus kanker esofagus) dan meningkatnya kemungkinan
kebocoran setelah operasi.
Persarafan utama esofagus dipasok oleh serabut-serabut simpatis
dan parasimpatis dari sistem saraf otonom. Serabut parasimpatis dibawa
oleh nervus vagus, yang dianggap sebagai saraf motorik esofagus. Ujung
saraf bebas dan perivaskular juga ditemukan dalam submukosa esofagus
dan ganglia mienterikus. Ujung saraf ini dianggap berperan sebagai
mekanoreseptor, termoosmo, dan kemoreseptor dalam esofagus.
Mekanoreseptor menerima rangsangan mekanis seperti sentuhan, dan
kemoreseptor menerima rangsangan kimia dalam esofagus. Reseptor
termoosmo dapat dipengaruhi oleh suhu tubuh, bau, dan perubahan
tekanan osmotik.
C. Fisiologi
Proses menelan merupakan proses yang kompleks, dimana setiap
unsur yang berperan dalam proses menelan harus bekerja secara
terintegrasi dan berkesinambungan. Proses menelan dapat dibagi dalam 3
fase:
1. Fase Oral
Terjadi secara sadar dari mulut ke faring
a. Fase preparasi (persiapan)
Pembentukan bolus dari makanan yang dilakukan oleh gigi geligi,
lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva agar dapat mudah
ditelan.
b. Fase propulsif (mendorong)
Proses pendorongan makanan dari rongga mulut ke orofaring, yaitu:
Bolus bergerak dari rongga mulut dorsum lidah di tengah lidah
(akibat kontraksi otot intrinsik lidah) kontraksi m. levator veli
palatini palatum mole terangkat bagian atas dinding posterior
faring terangkat bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat
ke atas dan terjadi penutupan nasofaring (kontraksi m. levator veli
palatini) kontraksi m. palatoglosus isthmus faucium tertutup
kontraksi m. palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik
ke rongga mulut.
2. Fase Faringeal
Terjadi secara involunter melalui faring, secara refleks pada
akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus makanan dari faring ke
esofagus:
Faring dan laring bergerak keatas (kontraksi m. stilofaringeus, m.
salpingofaringeus, m. tirohioideus dan m. palatofaringeus) aditus
laring tertutup oleh epiglotis makanan tidak akan masuk ke saluran
nafas masuk esofagus.
3. Fase Esofageal
Fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke lambung oleh
gerakan peristaltik kontraksi involunter dari otot – otot skeletal
esofagus.
Dalam keadaan istirahat introitus esofagus selalu tertutup rangsang
bolus makanan pada akhir fase faringeal relaksasi m. cricofaringeus
introitus esofagus terbuka bolus makanan masuk ke dalam
esofagus setelah bolus makanan lewat sfingter akan berkontraksi
lebih kuat, melebihi tonus introitus esofagus pada waktu istirahat
sehingga makanan tidak akan kembali ke faring dan refluks dapat
dihindari.
Gambar Fisiologi proses menelan
D. Patofisiologi
Keberhasilan mekanisme menelan tergantung dari beberapa faktor,
diantaranya ukuran bolus makana, diameter lumen esofagus yang dilalui
bolus, kontraksi peristaltik esofagus, fungsi sfingter esofagus bagian atas
dan bagian bawah, serta kerja otot-otot rongga mulut dan lidah. Integrasi
fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuromuskuler mulai
dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring
dan uvula, persarafan ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-
otot esofagus bekerja dengan baik, sehingga aktivitas motorik berjalan
lancar. Odinofagi didefinisikan sebagai nyeri telan dan dapat terjadi
bersama dengan disfagi. Odinofagi umumnya dirasakan sebagai sensasi
ketat atau nyeri membakar, dapat disebabkan oleh laserasi struktur yang
dilewati makanan, spasme esofagus akibat peregangan akut, atau dapat
terjadi sekunder akibat peradangan mukosa.
3. Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Penunjang Keluhan Nyeri
Telan
Anamnesis
Identitas pasien meliputi jenis kelamin, usia, pekerjaan. Pasien diminta
menunjukkan lokasi tepat nyeri pada saat menelan. Onset dan awitan
terjadinya nyeri telan, sejak kapan keluhan dialami, apakah mendadak atau
ada sesuatu yang terjadi sebelumnya, misalnya riwayat menelan benda kasar,
batuk pilek. Pasien diminta mendeskripsikan kualitas dan kuantitas nyeri,
apakah nyeri tajam atau tumpul, terasa tertusuk-tusuk, terbakar, dirasakan
terus menerus atau hilang timbul, apakah pasien masih dapat makan ataupun
minum. Tingkat nyeri dapat diukur menggunakan visual analogue scale.
Faktor pemberat dan peringan keluhan, apakah dipengaruhi istirahat dan
aktivitas, jenis makanan tertentu, apakah pasien sudah melakukan sesuatu
untuk meringankan keluhan. Apakah pasien mengalami keluhan lain seperti
sulit membuka mulut, sulit menelan, rasa mengganjal, makanan tertelan
kembali ke mulut, rasa mengalir di tenggorok, nyeri di telinga, benjolan di
leher, bau mulut, mengorok saat tidur, demam, penurunan berat badan yang
tidak wajar.
Riwayat keluhan serupa ditanyakan, kapan terjadinya dan
penyembuhannya. Riwayat penyakit yang dimiliki pasien seperti hipertensi,
diabetes melitus, asma, alergi, immunocompromise, riwayat penyakit keluarga
adakah yang menderita keluhan yang sama, menderita penyakit yang dapat
diturunkan atau ditularkan. Riwayat kebiasaan ditanyakan apakah pasien
menjaga kebersihan makanan, minuman, dan terpapar stres.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan diawali dengan pengamatan keadaan umum dan kesan gizi
pasien. Inspeksi dilakukan dengan pencahayaan yang cukup, mulut dinilai
adakah trismus, bibir, palatum, gusi dan gigi geligi, apakah kelenjar saliva
berfungsi baik, dinding mulut, arcus palatoglossus dan arcus palatofaringeus,
adakah hiperemis, stomatitis. Lidah diamati bentuk, gerakan, adakah massa
maupun pembesaran, apakah ada selaput. Tonsil diamati ukuran, warna,
kripte, adakah detritus, selaput, ulserasi. Dinding belakang faring adakah
hiperemis, jaringan granulasi, apakah ada sekret. Menggunakan kaca laring
dinilai epiglotis, valekula epiglotika, plika vokalis, rima glotis, serta daerah
nasofaring. Hidung diperiksa cavum nasi, adakah penyempitan, discharge,
deviasi septum, konkha nasalis. Telinga diperiksa adakah penyempitan liang,
adakah discharge, serta keadaan membran timpani. Sinur paranasal diperiksa
adakah nyeri tekan dan transiluminasi. Leher diperiksa adakah teraba
pembesaran kelenjar getah bening.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat berupa mikroniologis usap tenggorok, foto
polos esofagus dan dengan kontras dapat digunkan untuk membantu
menegakkan diagnosis kelainan esophagus. Dengan fluoroskopi, dapat dilihat
kelenturan dinding esofagus, adanya gangguan peristaltic penekanan lumen
esofagus dari luar, isi lumen esophagus dan kelainan mukosa esofagus.
Pemeriksaan dengan kontras ganda dapat dilakukan untuk melihat karsinoma
stadium dini. Esofagoskopi dilakukan untuk melihat langsung isi lumen
esophagus dan keadaan mukosanya.
4. Differential Diagnosis Nyeri Telan
a. Laserasi dinding faring
b. Tonsilitis akut-kronis
c. Faringitis akut-kronis
d. Laringitis akut-kronis
e. Abses leher dalam
f. Stomatitis sepanjang oris-hipofaring
g. Neoplasma kepala-leher
h. Gastro-oesophageal refluks
5. Daftar Obat Menurut Formularium Nasional untuk Nyeri Telan
Analgetika. Asam mefenamat (kaps 250mg, kaps 500mg)
b. Ibuprofen (tab 200 mg tab 400 mg, sir 200 mg/5 mL)
c. Ketoprofen (sup 100 mg). Untuk nyeri sedang sampai berat pada pasien
yang tidak dapat menggunakan analgetik secara oral.
d. Ketorolak (inj 30 mg/mL). Untuk nyeri sedang sampai berat untuk pasien
yang tidak dapat menggunakan analgetik secara oral. Pemberian maksimal 2
hari.
e. Parasetamol (tab 500 mg, sir 120 mg/5 mLtts 60 mg/0,6 mL, drips (infus)
1000 mg/100 mL). Bekerja sebagai analgetik untuk nyeri ringan-sedang
sekaligus antipiretik.
f. Natrium diklofenak (tab 25 mg, tab 50mg)
g. Tramadol (inj 50 mg/mL). Hanya untuk nyeri sedang sampai berat pasca
operasi yang tidak dapat menggunakan analgesik oral.
Antibakteri
1. Beta laktam
Amoksisilin (tab 250 mg, tab 500mg)
Ampisilin (serb inj 250 mg/vial, serb inj 1000 mg/vial)
2. Tetrasiklin (tab 250 mg, tab 500mg)
3. Kloramfenikol (tab 250 mg, tab 500mg)
4. Sulfa-trimetoprim
kotrimoksazol (dewasa) kombinasi : sulfametoksazol 400mg
5. Makrolid
Azitromisin (tab 250 mg, tab 500mg)
Eritromisin (tab 250 mg, tab 500mg)
6. Aminoglikosida
Gentamisin (inj 10 mg/mL, inj 40 mg/mL, inj 80 mg/mL)
7. Kuinolon
Tidak digunakan untuk pasien usia < 18 tahun. Levofloksasin (tab 500 mg,
inf 5 mg/mL), Siprofloksasin (tab 500 mg, inf 2 mg/mL)
DAFTAR PUSTAKA
Soepardi, EA, Iskandar, N. 2008. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher Sixth ed. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
William F. Ganong. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. 2001.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Menkes RI. 2013. KMK No. 328 tentang Formularium Nasional.
Recommended