View
221
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
OPTIMASI pH DAN KONSENTRASI MOLASE TERHADAP PRODUKSI
ETANOL HASIL FERMENTASI PADA SUHU 350C
OLEH Saccharomyces cerevisiae
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Teresa Yuna Swanita Prawidhana
NIM : 058114153
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
ii
OPTIMASI pH DAN KONSENTRASI MOLASE TERHADAP PRODUKSI
ETANOL HASIL FERMENTASI PADA SUHU 350C
OLEH Saccharomyces cerevisiae
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Teresa Yuna Swanita Prawidhana
NIM : 058114153
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
iii
iv
v
,
Bila kenangan adalah sebuah pulau dalam waktu lalu
Bila setiap menit dan detik begitu berharga, ‘kan ku jadikan kenangan di masa depan
sebagai pulau-pulau dalam waktu lalu ku.
Skripsi ini kupersembahkan bagi: Bapak dan Ibu tercinta, Adik-adikku tersayang,
Seseorang yang mengisi hatiku Dan Almamaterku…………
vi
vii
PRAKATA
Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, atas karunia-Nya, skripsi yang berjudul “Optimasi pH dan Konsentrasi
Molase Terhadap Produksi Etanol Hasil Fermentasi Pada Suhu 350C oleh
Saccharomyces cerevisciae ini telah dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun guna
memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi.
Keberhasilan dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas berkat dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Christine Patramurti M.Si., Apt selaku dosen pembimbing dan dosen
penguji, atas segala bantuan, bimbingan, nasehat dan waktu yang telah
diberikan.
2. Ibu Maria Dwi Budi Jumpowati, S.Si., selaku dosen penguji, atas segala
bantuan dan bimbingan yang telah diberikan.
3. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro M.Si., selaku dosen penguji, atas segala
bantuan dan bimbingan yang telah diberikan.
4. Mas Sarwanto, Mas Parlan, Mas Kunto, Mas Sigit, Mas Bimo, Mas Adit,
atas bantuannya di laboratorium selama ini.
5. Bapak, Ibu, Adik-adikku tercinta, atas pengertian dan doanya.
6. Benediktus Supriyadi Nugroho atas kasih sayang, dukungan, masukan,
penyertaan dan perhatiannya.
viii
7. Team Alkohol: Ermin, Prima, Imel, Reni, Pipit, Angel atas suka duka dan
kebersamaan yang tak terlupakan.
8. Teman dan sahabat: Uli, Lia, Ina, dan Dina atas dukungannya.
9. Mas Rian yang telah meluangkan waktu untuk diskusi.
10. Teman-teman FST C’2005 atas pertemanan, suka dan duka selama ini.
11. Teman-teman kelompok praktikum F atas kebersamaan yang tak
terlupakan.
12. Semua teman angkatan’05 terima kasih atas kebersamaannya
13. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang juga telah
membantu selama penyelesaian skripsi ini.
Semoga Tuhan melimpahkan karunia-Nya, atas segala kebaikan dan jasa
yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh sebab itu, penulis dengan senang hati menerima segala masukan ,
kritik dan saran demi kemajuan di masa yang akan datang. Akhir kata penulis
berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dan ilmu
pengetahuan serta bagi masyarakat luas.
Penulis
ix
x
INTISARI
Fermentasi merupakan proses biologi oleh mikrobia misalnya yeast Saccharomyces cerevisiae untuk memperoleh produk yang berguna di mana terjadi pemecahan karbohidrat secara anaerobik. Etanol merupakan produk fermentasi dari molase yang kadarnya ditetapkan dengan metode kromatografi gas. Kadar etanol dipengaruhi oleh pH, konsentrasi molase dan suhu fermentasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pH, konsentrasi molase atau interaksi keduanya dalam menentukan kadar etanol hasil fermentasi pada suhu 350C serta untuk mendapatkan area optimum pH dan konsentrasi molase berdasar contour plot kadar etanol.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi. Optimasi pH dan konsentrasi molase ini meliputi tahapan-tahapan: inokulasi Saccharomyces cerevisiae ke dalam molase pada pH 4,8 dan konsentrasi 160Brix selama 49,5 jam pada suhu 300C hingga pertumbuhan mencapai fase stasioner; fermentasi dengan penambahan molase pH 4; 4,5; dan 5 konsentrasi 80; 160; dan 240Brix selama 72 jam pada suhu 350C; distilasi sederhana etanol hasil fermentasi dan penetapan kadar etanol dengan kromatografi gas. Data yang diperoleh berupa kadar etanol hasil fermentasi dianalisis menggunakan desain faktorial untuk menentukan pH dan konsentrasi molase yang optimum untuk fermentasi.
Hasil menunjukkan bahwa konsentrasi molase dominan dalam menentukan kadar etanol. Dari contour plot diperoleh area optimum yang diprediksi sebagai pH dan konsentrasi optimum fermentasi etanol pada suhu 350C. Kata kunci: fermentasi, kadar etanol, pH, konsentrasi molase.
xi
ABSTRACT
Fermentation is a biological process by microbia for example Saccharomyces cerevisiae to get useful product, in which carbohydrate separate anaerobic. Ethanol is a fermentation product from molasses which is the value determined by gas chromatography method. Ethanol is affected by pH, concentration of the molasses and fermentation temperature. The aim of this research was to investigate effect among pH, molasses concentration and between pH and molasses concentration on ethanol concentration at 350C and also to obtain the optimum area pH and molasses concentration based on contour plot value of ethanol.
This research was an independent experimental observation. This optimation pH and molasses concentration was by means of some steps: inoculation Saccharomyces cerevisiae into the molasses at pH 4,8 and 160Brix concentration for 49,5 hours long at 300C until the stationer phase; fermentation with adding molasses pH 4; 4,5 and 5 concentration 80; 160; and 240Brix for 72 hours at 350C; ethanol simple destilation of fermentation product and determination ethanol value by gas chromatography. The data from the research which was the value of ethanol as the fermentation product is which analized by using factorial design to determine pH and molasses concentration that optimum for fermentation.
The result showed that the concentration was dominant in way of determining the ethanol value. From contour plot, the optimum area that is predicted as optimum pH and molasses concentration on the etanol fermentation at 350C. Keyword: fermentation, value of etanol, pH, molasses concentration.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………….....……………..……................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………...…..………... iii
HALAMAN PENGESAHAN ...………….………………...……................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................. vi
PRAKATA ..................................................................................................... vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………...…………. ix
INTISARI………………….……………..……….…………..................….
ABSTRACT…………………........………………...…...................…………
x
xi
DAFTAR ISI……………………….…………………........…...........…….
DAFTAR TABEL……………….……......................……...………....…….
DAFTAR GAMBAR……………......……………..……………….....…….
DAFTAR LAMPIRAN…….........………………...…………...…...............
BAB I. PENGANTAR ……………………...……………………………....
A. Latar Belakang ……………..……………………..……..………
1. Permasalahan Penelitian ………………….…….....……..
2. Keaslian Penelitian ………………..…….……..…………
3. Manfaat Penelitian …………………...……………...……
B.Tujuan Penelitian ………….……………….………………….....
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA …………………..……………..……
A. Fermentasi ………..……………………………………..………
xii
xvi
xvii
xviii
1
1
2
2
3
3
4
4
xiii
1. Tinjauan umum ...…...…………...……….…..…………
2. Media Fermentasi ……….......………...……...…………
3. Saccharomyces cervisciae ………………...…..…...……
B. Destilasi …………...……..………….…………………...……..
C. Etanol …………..……………………………………………….
D. Kromatografi Gas …………..………..…………..…………...…
1. Tinjauan Umum ...……………..……………..……..…….
2. Komponen Kromatografi Gas ....………………..……..…
E. Metode Desain Faktorial ……….…………...…………..…..……
F. Landasan Teori .…………………………...…………..…..……..
G. Hipotesis ….………………………………...……....……..…….
BAB III. Metode Penelitian .…………………………...….…………..……
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ……..…………….….………..
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ……………..…..
1. Variabel Penelitian ……...……………….……….…….
2. Definisi Operasional ……………...……………..……...
C. Bahan dan Alat ………………………………………………....
1. Bahan ………………...………….……………….……..
2. Alat ………………...…….……….…………………….
D. Tata Cara Penelitian …………………………………………….
1. Pengumpulan Molase …………………….….….………
2. Pembuatan Larutan Molase …………………….…….…
3. Produksi Etanol oleh Saccharomyces cerevsiae ….…....
4
5
7
11
12
13
13
13
17
19
20
21
21
21
21
21
22
22
22
23
23
23
23
xiv
a. Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae …...…..
b. Fermentasi ……………..…………………..……
4. Penyulingan Etanol Hasil Fermentasi ……………..........
5. Kromatografi Gas …………………..…….…..…..…….
a. Optimasi Kromatografi Gas …………….......…
b. Validasi Metode Kromatografi Gas ………..….
6. Penetapan Kadar Etanol dengan Metode Kromatografi
Gas.....................................................................................
E. Analisis Hasil …………...…………………………................…
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………..….…...
A. Pengumpulan Molase ………………..…….………...………….
B. Fermentasi Etanol ………………………...……….....…………
1. Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae ……….…...…..
2. Fermentasi ………………..……………..………....….…
C. Destilasi ……………........................……………….…….....…..
D. Hasil Optimasi Kromatografi Gas ……………….……….….….
E. Hasil Validasi Metode Kromatografi Gas ……………………..…
1. Pembuatan Kurva Baku Etanol ….......…..…………..…
2. Hasil Penentuan recovery dan kesalahan acak ….……..
F. Penetapan Kadar Etanol ………………..…………..……...……
G. Optimasi Proses Kromatografi ………………………...….…….
1. Pengaruh pH dan Konsentrasi Molase ……….........…...
2. Penentuan Daerah Optimum ………...….…..………..…
23
23
25
25
25
26
28
28
30
30
30
30
31
33
34
36
36
37
38
41
41
44
xv
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………......…..
A. Kesimpulan ………………………………….......….....…………
B. Saran ………………………………….……...……....…………..
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………….…………..
BIOGRAFI PENULIS …………………………………...…..….………….
45
45
45
46
71
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel I. Komponen molase ……………………………..…………..…….
Tabel II. Rancangan faktorial desain 2 faktor 3 level ………….…..….…..
Tabel III. Pembuatan larutan molase 140Brix, 160Brix,
180Brix dan 280Brix ……………………………………….....…..
Tabel IV. Pembuatan variasi pH dan konsentrasi molase ….…………..…..
Tabel V. Seri kurva baku ………………………………………….……….
Tabel VI. Kadar recovery …………………………………………..…...…..
Tabel VII. Kurva baku etanol dengan standar internal butanol ….…………..
Tabel VIII. Hasil perhitungan recovery dan kesalahan acak ………….….….
Tabel IX. Perbedaan waktu retensi etanol dan butanol ……………....…….
Tabel X . Kadar etanol rata-rata …………………………………...........….
Tabel XI. Efek konsentrasi molase, pH dan interaksi dalam
menentukan kadar etanol ………………………………………...
Tabel XII. Perhitungan ANOVA …………………………….…………...…
7
17
23
25
26
27
36
37
38
40
41
42
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Sel Saccharomyces cerevisiae .................................................
Gambar 2. Skema alat kromatografi gas ………………….....…..……….
Gambar 3. Fermentor …………………………………………....……….
Gambar 4. Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae .......................
Gambar 5. Fermentsi etanol ........................................................................
Gambar 6. Grafik waktu fermentasi dan kadar etanol ……….……..……
Gambar 7. Kromatogram etanol hasil validasi ……………….......……...
Gambar 8. Interaksi fase diam dengan etanol …………………...……….
Gambar 9. Interaksi fase diam dengan butanol …………………...……..
Gambar 10. Kromatogram sampel etanol ………………………...….……
Gambar 11. Grafik hubungan antara konsentrasi molase
dan kadar etanol ……………………………………......……
Gambar 12. Grafik hubungan antara pH dan
kadar etanol …………………………………....…..………....
Gambar 13. Contour plot kadar etanol ……………………..…..…..……..
9
16
24
30
32
33
35
39
39
40
43
43
44
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data luas puncak etanol dan butanol kurva baku ………...…..
Lampiran 2. Data recovery dan kesalahan acak ……………….…..……….
Lampiran 3. Kadar sampel ……………………………….……..………….
Lampiran 4. Kromatogram validasi metode ……………….………………
Lampiran 5. Kromatogram recovery ……………………..………...………
Lampiran 6. Kromatogram sampel …………………..……………..……...
Lampiran 7. Orientasi waktu fermentasi ……………..………...…………..
Lampiran 8. Perhitungan ANOVA ……………..………………………….
Lampiran 9. Perhitungan contour plot …..………………………..………..
Lampiran 10. Perhitungan efek …………………………………………….
48
49
50
54
57
59
64
66
69
70
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Fermentasi merupakan proses biologi oleh mikrobia untuk memperoleh
produk yang berguna di mana terjadi pemecahan karbohidrat secara anaerobik
(Fardiaz, 1992).
Pabrik Gula dan Spiritus Maduksimo adalah satu-satunya pabrik di
Yogyakarta yang memproduksi etanol. Bahan baku yang digunakan adalah
molase yang merupakan hasil samping dari Pabrik Gula Madukismo. Molase
adalah sisa dari proses pengkristalan gula yang mengandung karbohidrat. Proses
yang dipakai adalah fermentasi molase oleh Saccharomyces cerevisiae. S.
cerevisiae merupakan mikroorganisme yang potensial dalam proses fermentasi
untuk memproduksi etanol dengan rendemen yang tinggi dan merupakan yeast
fermentatif kuat yang dapat memecah glukosa manjadi etanol.
Proses fermentasi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: suhu, pH
dan konsentrasi molase. S. cerevisiae mempunyai suhu optimum untuk
pertumbuhan. pH medium (molase) merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi aktifitas dan kematian mikroba. Nutrisi juga dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan kehidupannya yang meliputi sumber karbon, sumber nitrogen,
sumber energi dan faktor pertumbuhan (mineral dan vitamin) yang didapatkan
dari molase.
2
Sejak tahun 1955 proses pembuatan etanol Pabrik Spiritus Madukismo
belum melakukan optimasi proses fermentasi yang merupakan faktor yang penting
pada produksi etanol. Menurut Gaur (2006) suhu fermentasi adalah 25-350C. Pada
penelitian ini digunakan suhu 350C yang berada dalam range suhu fermentasi.
Semakin tinggi suhu dapat meningkatkan kecepatan metabolisme tetapi pada suhu
diatas 400C maka kecepatan metabolisme Saccharomyces dalam mengubah gula
menjadi etanol akan menurun. Atas dasar uraian tersebut, peneliti tertarik untuk
meneliti optimasi pH dan konsentrasi molase terhadap produksi etanol hasil
fermentasi pada suhu 350C oleh Saccharomyces cerevisiae.
1. Perumusan Masalah
a. Manakah efek pH, konsentrasi atau interaksi yang dominan dalam
menentukan kadar etanol hasil fermentasi?
b. Apakah dapat ditemukan area optimum pH dan konsentrasi molase pada
contour plot yang diprediksi sebagai pH dan konsentrasi optimum
fermentasi etanol pada suhu 350C?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang penulis lakukan, penelitian tentang
optimasi pH dan konsentrasi molase terhadap produksi etanol hasil fermentasi
pada suhu 350C oleh Saccharomyces cerevisiae belum pernah dilakukan.
3
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan terutama tentang optimasi pH
dan konsentrasi molase terhadap produksi etanol hasil fermentasi pada
suhu 350C.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada PG-PS
Madukismo mengenai kondisi fermentasi (konsentrasi molase dan pH)
yang menghasilkan kadar etanol optimum pada suhu 350C.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pH
dan konsentrasi molase terhadap produksi etanol secara fermentasi pada suhu
350C.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui efek yang dominan dalam menentukan kadar etanol hasil
fermentasi dari pH dan konsentrasi molase atau interaksi antara konsentrasi
dan pH pada suhu 350C.
b. Mendapatkan area optimum dari pH dan konsentrasi molase pada contour
plot yang diprediksi sebagai pH dan konsentrasi optimum fermentasi etanol
pada suhu 350C.
4
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Fermentasi
1. Tinjauan Umum
Fermentasi adalah proses mikrobiologi untuk memperoleh produk yang
berguna, di mana terjadi pemecahan karbohidrat secara anaerob. Peruraian
karbohidrat yang kompleks menjadi sederhana dengan bantuan mikroba sehingga
menghasilkan energi (Perry, 1999).
Langkah-langkah proses fermentasi yaitu:
a. Proses pemasakan: bertujuan untuk mempersiapkan bahan baku untuk
produksi yang meliputi pengenceran, penambahan nutrien.
b. Proses pembibitan (persiapan Saccharomyces cerevisiae): bertujuan untuk
mengembangkan jumlah sel.
c. Proses peragian (fermentasi): bibit dari proses 2 ditambah molase. Pada tahap
ini sudah menghasilkan etanol dengan kadar 8-12%.
d. Proses penyulingan (destilasi) (Anonim, 1984).
Pada prinsipnya reaksi dalam proses pembuatan etanol dengan proses
fermentasi adalah sebagai berikut:
C6H12O6 2C2H5OH + CO2 + Energi (1)
Glukosa Etanol
Jika digunakan disakarida seperti sakarosa reaksinya adalah sebagai
berikut:
5
a. Reaksi hidrolisa
Yeast mengandung enzim invertase yang bertindak sebagai katalis untuk
mengubah sakarosa menjadi glukosa.
C12H22O11 + H2O 2C6H12O6 (2)
Sakarosa Monosakarida
(glukosa dan fruktosa)
b. Reaksi fermentasi
Glukosa akan bereaksi dengan enzim zymase yang mengubah glukosa
menjadi etanol dan CO2.
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 (3)
Glukosa Etanol (Harahap, 2003).
2. Media fermentasi
Produksi etanol dengan cara fermentasi bisa diproduksi dari 3 macam
karbohidrat, yaitu:
a. Bahan-bahan yang mengandung gula atau disebut juga substansi sakharin
yang rasanya manis, seperti misalnya gula tebu, gula bit, molase (tetes),
macam-macam sari buah-buahan dan lain-lain.
b. Bahan yang mengandung pati, misalnya: padi-padian, jagung, gandum,
kentang sorgum, malt, barley, ubi kayu dan lain-lain.
c. Bahan-bahan yang mengandung selulosa, misalnya kayu, cairan buangan
pabrik pulp dan kertas (waste sulfire liquor).
invertase
zymase
6
Pada umumnya sebagai media untuk produksi etanol secara komersial
pada industri fermentasi etanol di Indonesia dipakai molase yang bisa didapatkan
secara luas dan murah (Harahap, 2003).
Dalam formulasi media, dibutuhkan komponen-komponen yang harus
dipenuhi yaitu:
a. Air adalah sumber utama
b. Sumber energi: sumber karbon
c. Sumber karbon: glukosa, tepung, molase, dan lain-lain
d. Sumber-N:
1) Inorganik: NH3 (g), garam, ammonia (NH4Cl) atau nitrat. pH bisa turun
setelah NH4+ diambil sehingga perlu diberi NaOH
2) Organik: Asam Amino, protein, urea
e. Mineral: Mg, P, K, S, Ca, Cl, dan lain-lain
f. Vitamin: Biotin (dalam pembuatan glutamic acid)
g. Prekursor: berfungsi mempercepat terbentuknya produk (Riadi, 2007).
Molase merupakan salah satu sumber karbohidrat bagi yeast yang
mengandung gula, senyawa N, vitamin dan unsur-unsur kelumit. Adapun unsur-
unsur molase mengandung gula, senyawa N, vitamin dan elemen terbatas.
Komponen molase gula tebu adalah sebagai berikut : berat kering : 77-84; sukrosa
: 33,4; gula invert : 21,2; bahan organik lain : 19,6; Nitrogen : 0,4 – 1,5; P2O3: 0,6
-2,0; CaO : 0,1–1,1; MgO : 0,03 – 0,1; K2O : 2,6 – 5,0; Abu : 7-11; thiamin : 830
µg/berat kering; riboflavin : 250; niosianida : 2100; asam pantothenat : 2140;
asam folat : 3,8; biotin : 120 (Cruger & Grueger, 1984).
7
Tabel I. Komponen molase
No Komponen Jumlah (dalam %) 1 Berat kering 77-84 2 Sukrosa 33,4 3 Gula invert 21,2 4 Bahan organik lain 19,6 5 Nitrogen 0,4-1,5 6 P2O3 0,6-2,0 7 CaO 0,1-1,1 8 MgO 0,03-0,1 9 K2O 2,6-5,0 10 Abu 7-11 11 Thiamin 830 12 Riboflavin 250 13 Niosianida 2100 14 Asam pantothenat 2140 15 Asam folat 3,8 16 Biotin 120
Molase berbeda dengan bahan baku yang umum digunakan dalam
produksi etanol seperti jagung dan kentang. Bahan ini mengandung karbohidrat
yang disimpan sebagai pati sehingga harus mengalami perlakuan awal dengan
memasakkan dan kerja enzim untuk menghidrolisis pati menjadi gula yang dapat
difermentasi. Sebaliknya karbohidrat dalam molase telah siap untuk difermentasi
tanpa perlakuan pendahuluan karena berbentuk gula (Hidayat, 2006).
3. Saccharomyces cerevisiae
Yeast merupakan fungi uniseluler yang ukurannya lebih besar dari
bakteri. Kisaran suhu untuk pertumbuhan kebanyakan yeast pada umumnya
hampir sama dengan kapang, yaitu dengan suhu optimum 25-300C dan suhu
maksimum 35-470C. Kebanyakan yeast lebih menyukai tumbuh pada keadaan
8
asam, yaitu pH 4-4,5, dan tidak dapat tumbuh dengan baik pada medium alkali,
kecuali telah beradaptasi. Yeast tumbuh baik pada pada kondisi aerobik, tetapi
yang bersifat fermentatif dapat tumbuh secara anaerobik meskipun lambat. Yeast
dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan sifat metabolismenya, yaitu yang
bersifat fermentatif dan oksidatif. Yeast fermentatif dapat melakukan fermentasi
etanol, yaitu memecah glukosa melalui jalur glikolisis (Embden Mayerhoff-
Parnas) dengan total reaksi sebagai berikut (Fardiaz, 1992):
C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2 + Energi (4)
Glukosa Etanol
Gula yang umumnya dapat difermentasi oleh yeast adalah glukosa,
galaktosa, maltosa, sukrosa, laktosa, trehalosa, melibiosa dan raffinosa. Beberapa
yeast juga dapat memfermentasi melezitosa (trisakarida), cellobiosa (disakarida)
atau alfa-metil-D-glukosida. Tidak ada yeast yang dapat memfermentasi pentosa
atau metil pentosa, meskipun banyak yang dapat menggunakan pentosa untuk
proses respirasi atau oksidasi. Cellobiosa tidak begitu baik untuk difermentasi,
tetapi merupakan substrat yang baik untuk proses respirasi (Fardiaz, 1992).
Saccharomyces cerevisiae merupakan yeast yang bersifat fermentatif
yang banyak digunakan dalam produksi etanol (Fardiaz, 1992). S. cerevisiae
melakukan reproduksi vegetatif dengan membentuk tunas. Sel berbentuk ellipsoid
atau silinder. Yeast tidak mampu tumbuh pada nitrat sebagai satu-satunya sumber
nitrogen (Hidayat, 2006).
9
Gambar. 1 Sel Saccharomyces cerevisiae Keterangan: 1. Budding; 2. Sel induk; 3. Spora
Sel Saccharomyces cerevisiae berbentuk bundar, lonjong, memanjang,
atau seperti benang dan menghasilkan pseudomiselium. Berkembang biak secara
vegetatif dengan cara penguncupan multilateral. Konjugasi isogam atau
heterogam dapat mendahului atau dapat terjadi setelah pembentukan askus. Dapat
berbentuk tonjolan-tonjolan. Setiap askus dapat mengandung 1-4 spora dengan
berbagai bentuk. Spora dapat berkonjugasi. Disimilasi berlangsung dari oksidatif
yang disukai sampai kepada fermentatif yang dominan. Dalam biakan cair
biasanya terjadi pertumbuhan di dasar. Cincin dan pelikel dapat terbentuk dalam
jangka waktu yang lebih panjang. Senyawa-senyawa gula yang umum biasanya
difermentasikan dengan kuat. (Pelczar, 1988).
Mikrostruktur sel yeast terdiri dari kapsul, dinding sel, membran
sitoplasma, nukleus, satu atau lebih vakuola, mitokondria, globula lipid, volutin
atau polifosfat, dan sitoplasma. (Fardiaz, 1992).
Klasifikasi umum Saccharomyces cerevisiae:
Famili : Saccharomycetaceae
Genus : Saccharomyces
1
2
3
10
Spesies : S. cerevisiae (Anonim, 2008).
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi kehidupan yeast, yaitu sebagai
berikut:
a. Nutrisi (Zat gizi)
Dalam kegiatannya yeast memerlukan penambahan nutrisi untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan, yaitu:
1) Unsur C, ada karbohidrat
2) Unsur N, dengan penambahan pupuk yang mengandung nitrogen, missal
ZA, urea, ammonia, dan sebagainya.
3) Unsur P, dengan penambahan pupuk fosfat, misal NPK, TSP, DSP, dan
sebagainya.
4) Mineral-mineral
5) Vitamin-vitamin
b. Keasaman (pH)
Untuk fermentasi etanol, yeast memerlukan media dengan suasana
asam, yaitu antara pH 4,0-5,0. Pengaturan pH dapat dilakukan dengan
penambahan asam sulfat jika substratnya alkalis atau dengan natrium
bikarbonat jika substratnya asam.
c. Suhu
Suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan adalah
28-300C. Pada waktu fermentasi terjadi kenaikan panas, karena reaksinya
eksoterm. Untuk mencegah agar suhu fermentasi tidak naik, diperlukan
pendinginan agar tetap dipertahankan tetap 26-300C.
11
d. Udara
Fermentasi etanol berlangsung secara anaerobik (Hidayat, 2006).
B. Distilasi
Distilasi adalah proses pemisahan dua atau lebih cairan dalam larutan
dengan berdasarkan relative volatility-nya dan perbedaan titik didihnya. Proses
akhir pembuatan etanol adalah distilasi, etanol hasil proses fermentasi yang
berkonsentrasi 8%-12%v/v, dipisahkan dan dipekatkan untuk dapat dipakai
sebagai bahan bakar ataupun kebutuhan lain (Alico, 1982).
Untuk larutan yang terdiri dari komponen-komponen yang berbeda nyata
suhu didihnya, distilasi merupakan cara yang paling mudah dioperasikan dan juga
merupakan cara pemisahan yang secara thermal adalah efisien. Pada tekanan
atmosfir, air mendidih pada 1000C dan etanol mendidih pada suhu sekitar 770C.
perbedaan dalam titik didih inilah yang memungkinkan pemisahan campuran
etanol air. Prinsip distilasi yaitu jika larutan campuran etanol air dipanaskan, maka
akan lebih banyak molekul etanol menguap dari pada air. Jika uap-uap ini
didinginkan (dikondensasi), maka konsentrasi etanol dalam cairan yang
dikondensasikan itu akan lebih tinggi dari pada dalam larutan aslinya. Jika
kondensat ini dipanaskan lagi dan kemudian dikondensasikan, maka konsentrasi
etanol akan lebih tinggi lagi. Proses ini bisa diulangi terus, sampai sebagian besar
dari etanol dikonsentrasikan dalam suatu fase. Namun hal ini ada batasnya. Pada
larutan 96% etanol, didapatkan suatu campuran dengan titik didih yang sama
12
(azeotrop). Jika dengan cara distilasi ini, etanol tidak bisa lebih pekat dari 96%
(Harahap, 2003).
C. Etanol
Etanol merupakan cairan yang mudah menguap, jernih, tidak
berwarna,bau khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap
walaupun pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 780C. Mudah terbakar.
Etanol dapat bercampur dengan air dan hampir dengan semua pelarut organik
lainnya (Anonim, 1995).
Etanol digunakan tidak hanya sebagai bahan kimia dalam proses industri
dan sains sebagai pereaksi, pelarut dan bahan bakar tetapi juga sebagai sumber
daya alternatif bahan bakar untuk mobil. Etanol dapat diproduksi secara mudah
dengan proses fermentasi (Pramanik, 2005). Etanol untuk keperluan farmasetis
sebagai pereaksi umumnya menggunakan kadar 70-95% (Anonim, 1979).
Sudah sejak lama etanol diproduksi dengan fermentasi gula. Gula
sederhana merupakan raw material untuk produksi etanol. Zymase merupakan
enzim yang dikeluarkan oleh yeast, yang dapat mengubah gula sederhana menjadi
etanol dan karbon dioksida. Etanol yang diproduksi dengan fermentasi kadarnya
antara 8-12%, jika di atas 12%, etanol dapat menghancurkan enzim zymase dan
proses fermentasi akan berhenti (Shakhashiri, 2008).
13
D. Kromatografi Gas
1. Tinjauan umum
Kromatografi gas adalah suatu cara untuk memisahkan senyawa atsiri
dengan meneruskan arus gas melalui fase diam (Bonelli, 1988).
Senyawa-senyawa yang dapat ditetapkan dengan kromatografi gas sangat
banyak, namun ada batasan-batasannya. Senyawa tersebut harus mudah menguap
dan stabil pada temperatur pengujian.
Kromatografi gas berguna untuk:
a. Semua gas
b. Sebagian molekul organik tak terion, padat atau cair, mengandung hingga 25
atom karbon.
c. Senyawa organometalik (derivat yang mudah menguap dari ion logam)
Jika senyawa tidak mudah menguap atau tidak stabil pada temperatur
pengujian, maka senyawa tersebut bisa diderivatisasi agar dapat dianalisis dengan
kromatografi gas (Christian, 2004).
2. Komponen Kromatografi Gas
a. Suplai gas pembawa. Gas pembawa merupakan fase gerak yang harus
bersifat inert. Helium merupakan fase gerak yang biasa digunakan, meskipun
argon, nitrogen dan hidrogen juga digunakan. Gas tesebut tersedia dalam tanki
denagn pengatur tekanan. Regulator, gauges, dan pencatat aliran harus dapat
mengontrol kecepatan aliran gas. Tekanan pada kolom inlet biasanya berkisar
antara 10-15 psi dan kecepatan aliran antara 25-50 ml/menit (Bonelli, 1988).
14
Gas pembawa dipilih berdasarkan sifat inertnya. Fungsi utamanya adalah
untuk membawa uap analit melalui sistem kromatografi tanpa berinteraksi dengan
komponen-komponen sampel (Dean, 1995).
b. Tempat injeksi sampel. Tempat penginjeksian berfungsi menyediakan
jalan masuk sampel ke dalam aliran gas pembawa dan untuk menyediakan panas
yang cukup untuk menguapkan sampel. Microsyringe merupakan alat yang
digunakan untuk menginjeksikan sampel cair ke blok yang dipanaskan.
Pemanasan pada tempat penginjeksian berfungsi untuk mengubah sampel cair
menjadi fase gas secara langsung (flash vaporization) tanpa dekomposisi dan
fraksinasi (Dean, 1995).
c. Kolom. Pipa kolom dapat terbuat dari tembaga, baja nirkarat,
aluminium, dan kaca yang berbentuk lurus, lengkung atau melingkar. Tembaga
kurang cocok karena dapat menyerap atau bereaksi dengan komponen cuplikan
tertentu (Bonelli, 1988).
Pemisahan komponen-komponen sampel terjadi pada kolom yang terus
menerus dialiri fase gerak. Kolom pemisahan mengandung fase diam yang berupa
(1) adsorben atau (2) cairan yang didistribusikan pada permukaan partikel –
partikel berdiameter kecil atau interior tabung kapiler (Dean, 1995). Fase diam
dipilih berdasarkan polaritas sampel (Christian, 2004).
Dua jenis kolom yang sering digunakan dalam kromatografi gas adalah
kolom kemas dan kolom kapiler. Kolom kemas adalah jenis kolom yang pertama
dan telah digunakan selama bertahun-tahun. Kolom kapiler adalah jenis kolom
yang sering digunakan sekarang, tetapi kolom kemas masih digunakan untuk
15
aplikasi yang tidak membutuhkan resolusi yang tinggi atau ketika peningkatan
kapasitas dibutuhkan (Christian, 2004).
d. Fase diam. Fase diam dipilih berdasarkan polaritasnya, denagn prinsip
like dislove like. Fase diam yang polar akan lebih berinteraksi dengan senyawa
polar, fase diam non-polar akan lebih berinteraksi dengan senyawa non-polar
(Christian, 2004). Komponen-komponen sampel harus teretensi di fase diam
untuk memperoleh resolusi. Retensi yang semakin lama dan selektif akan
menghasilkan resolusi yang semakin baik. Gas pembawa yang inert tidak
memiliki peran dalam selektivitas solute, walaupun mempengaruhi resolusi.
Selektivitas bisa divariasi hanya dengan mengubah kepolaran fase diam atau
dengan mengubah suhu kolom (Dean, 1995).
e. Detektor. Detektor menunjukkan adanya komponen dalam eluen dan
mengukur kuantitasnya. Ciri detektor yang dikehendaki adalah kepekaannya
tinggi, tingkat deraunya rendah, kelinieran tanggapanya lebar, tanggap terhadap
semua jenis senyawa, kuat, tidak peka terhadap perubahan aliran dan suhu, serta
murah harganya (Bonelli, 1988).
FID (Flame Ionized Detector) merupakan detektor yang sering
digunakan. FID bergantung pada campuran bahan organik, pada saat terurai oleh
panas menghasilkan ion intermediet yang menghantarkan arus listrik menuju
nyala. Hidrogen digunakan sebagai gas pembawa, dan eluent dicampur dengan
oksigen dan teroksidasi pada burner yang dilengkapi dengan sepasang elektroda.
Deteksi melibatkan pengamatan terhadap hasil oksidasi. Detektor ionisasi
menunjukkan sensitivitas tinggi (~ 10-13 g/ml). Detektor ini mempunyai rentang
16
sensitivitas 10-100 pg. Detektor ini tidak sensitif untuk kebanyakan senyawa
anorganik termasuk air (Christian, 2004).
f. Oven dengan pengendali termostatis. Suhu harus dimonitor,
disesuaikan, dan diatur pada tempat injeksi, kolom dan detektor. Suhu pada
tempat injeksi harus cukup tinggi untuk menguapkan sampel secara langsung,
namun tidak boleh terlalu tinggi sehingga menyebabkan terjadinya dekomposisi
termal atau penataulangan. Suhu kolom tidak perlu melebihi titik didih sampel
(tetapi diatas titik kondensasinya). Suhu detektor harus cukup tinggi sehingga
tidak terjadi kondensasi sampel, namun tidak terlalu tinggi sehingga merusak
detektor (Dean, 1995).
Oven pada kromatografi gas mempunyai kipas yang mendistribusikan
panas secara merata di dalam oven. Suhu dalam oven bisa diprogram untuk
menghasilkan panas yang konstan, disebut kondisi isothermal atau meningkat
secara berkala (Watson, 1999).
g. Recorder atau alat pencatat
Gambar 2. Skema alat kromatografi gas
17
E. Metode Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik
untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih
variabel bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan
matematika (Bolton, 1997). Desain faktorial merupakan desain yang digunakan
untuk mengevaluasi efek dari faktor yang dipelajari secara simultan dan efek yang
relatif penting dapat dinilai (Armstrong & James, 1996). Desain faktorial
digunakan dalam penelitian di mana efek dari faktor atau kondisi yang berbeda
dalam penelitian ingin diketahui (Bolton, 1997).
Penelitian desain faktorial dimulai dengan menentukan faktor dan level
yang akan diteliti, serta respon yang akan diukur. Respon yang diukur harus dapat
diekspresikan secara numerik. Deskripsi sifat (seperti besar, lebih besar, terbesar)
dan nomor urut (seperti menunjukan respon terbesar adalah 1, selanjutnya 2, dan
seterusnya) tidak dapat digunakan (Armstrong & James, 1996). Respon yang
diukur harus dapat dikuantitatifkan (Bolton, 1997).
Rancangan desain faktorial dua faktor dan tiga level seperti tabel
berikut:
Tabel II. Rancangan faktorial desain dua faktor tiga level
Percobaan Faktor A Faktor B Interaksi 1 -1 -1 +1 2 -1 0 0 3 -1 +1 -1 4 0 -1 0 5 0 0 0 6 0 +1 0 7 +1 -1 -1 8 +1 0 0 9 +1 +1 +1
18
Keterangan:
-1 = level rendah 0 = level sedang +1 = level tinggi
Percobaan 1 = faktor A pada level rendah, faktor B pada level rendah Percobaan 2 = faktor A pada level rendah, faktor B pada level sedang Percobaan 3 = faktor A pada level rendah, faktor B pada level tinggi Percobaan 4 = faktor A pada level sedang, faktor B pada level rendah Percobaan 5 = faktor A pada level sedang, faktor B pada level sedang Percobaan 6 = faktor A pada level sedang, faktor B pada level tinggi Percobaan 7 = faktor A pada level rendah, faktor B pada level rendah Percobaan 8 = faktor A pada level rendah, faktor B pada level sedang Percobaan 9 = faktor A pada level rendah, faktor B pada level tinggi
Rumusan yang berlaku :
Y = b0 + b1(XA) + b2(XB) + b12 (XA)(XB) (5)
Dengan :
Y = respon hasil atau sifat yang diamati (XA)(XB) = level faktor A dan faktor B b0, b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan
Dari rumus (5) dan data yang diperoleh dapat dibuat contour plot suatu
respon tertentu yang sangat berguna dalam memilih komposisi campuran yang
optimum (Bolton, 1997).
Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki
efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam
menentukan respon. Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini
memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek
interaksi antarfaktor. Metode ini ekonomis, dapat mengurangi jumlah penelitian
jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah (Muth, 1999).
19
F. Landasan Teori
Fermentasi adalah proses mikrobiologi yang dikendalikan oleh manusia
untuk memperoleh produk yang berguna, dimana terjadi pemecahan karbohidrat
dan asam amino secara anaerob. Bahan baku yang digunakan adalah molase yang
mengandung glukosa. Saccharomyces cerevisiae merupakan yeast yang
digunakan dalam fermentasi. Saccharomyces cerevisiae menghasilkan enzim
zimase yang dapat memecah glukosa menjadi etanol dan CO2. Proses fermentasi
terdiri dari 4 tahap, yaitu: pemasakkan, pembibitan, fermentasi, dan penyulingan.
Proses pemasakan bertujuan untuk mempersiapkan bahan baku untuk produksi
yang meliputi pengenceran, penambahan nutrient. Proses pembibitan bertujuan
untuk mengembangkan jumlah sel. Proses fermentasi dilakukan pada konsentrasi
molase baru. Pada tahap ini sudah menghasilkan etanol dengan kadar 8-12%.
Proses penyulingan bertujuan untuk memisahkan etanol dari senyawa-senyawa
lain.
Proses fermentasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya pH dan
konsentrasi molase. Konsentrasi molase sangat mempengaruhi kadar etanol hasil
fermentasi karena didalamnya mengandung nutrisi yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan kehidupannya yang meliputi sumber karbon, sumber nitrogen,
sumber energi dan faktor pertumbuhan (mineral dan vitamin) yang didapatkan
dari molase. pH medium juga berpengaruh pada kadar etanol hasil fermentasi
karena mempengaruhi aktifitas dan kematian mikroba.
Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan optimasi pH dan
konsentrasi molase untuk mendapatkan kadar etanol yang diinginkan.
20
G. Hipotesis
Terdapat area optimum kondisi fermentasi (pH dan konsentrasi molase)
pada contour plot yang menghasilkan kadar etanol yang optimum.
21
21
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian berjudul Optimasi pH dan Konsentrasi Molase Terhadap
Produksi Etanol Hasil Fermentasi pada Suhu 350C oleh Saccharomyces cerevisiae
ini termasuk penelitian eksperimental kuasi.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas adalah pH (4; 4,5; dan 5) dan konsentrasi molase
(80Brix,160Brix dan 240Brix).
b. Variabel tergantung adalah kadar etanol hasil fermentasi.
c. Variabel pengacau terkendali adalah suhu fermentasi 350C dan jumlah ose
pengambilan kultur murni S. cereviciae yaitu sebanyak 3 ose.
2. Definisi Operasional
a. Molase atau tetes tebu merupakan hasil samping PG Madukismo yang
menjadi bahan dasar produksi etanol yang mengandung gula, senyawa
nitrogen dan vitamin.
b. Fermentasi adalah proses produksi etanol dari molase dengan
menggunakan S. cerevisiae dalam keadaan anaerobik.
c. Optimasi produksi etanol adalah proses pengkondisian pertumbuhan S.
cerevisiae dan proses fermentasi etanol secara optimum sehingga
22
diperoleh etanol murni dengan jumlah yang lebih banyak dan kualitas
yang lebih baik.
d. 0Brix adalah zat padat semu yang terlarut (dalam gram) di dalam 100 gram
larutan.
e. Saccharomyces cerevisiae merupakan yeast yang digunakan untuk proses
produksi etanol dari molase.
f. Kadar etanol hasil fermentasi dari molase oleh Saccharomyces cerevisiae
dinyatakan dalam % v/v.
C. Bahan dan Alat
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah molase sebagai bahan
dasar produksi etanol, kultur murni Saccharomyces cerevisiae, pupuk NPK
(nitrogen phosphor, kalium), pupuk urea, H2SO4, NH4OH, gas hidrogen HP
99,995%, gas oksigen HP 99,995%, gas nitrogen UHP 99,9995%, etanol p.a.
(Merck), n-hexana (Merck), n-butanol (Merck).
2. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah fermentor, jarum ose,
bunsen, MSC (Microbiology Safety Cabinet), seperangkat alat destilasi,
seperangkat alat kromatografi gas (HP 5890) dengan Flame Ionization Detector
(FID), kolom kapiler CP Wax 52 CB (30 m, i.d. 0,25 mm), alat pencatat, dan alat-
alat gelas (PYREX-GERMANY).
23
D. Tata Cara Penelitian
1. Pengumpulan Molase
Molase yang digunakan berasal dari PS Madukismo Yogyakarta dengan
konsentrasi 85,230Brix sebanyak 10 L dalam satu kali pengambilan.
2. Pembuatan Larutan Molase
Larutan molase 40 Brix dibuat dengan cara empat puluh tujuh mililiter
molase dari PS Madukismo dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1000 ml,
diencerkan dengan aquadestilata hingga tanda,. Larutan tersebut disaring dan
disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Ke dalam
larutan ditambahkan 0,44 mg urea. Diaduk hingga homogen. Kemudian
ditambahkan asam sulfat hingga pH 4-5.
Dengan cara yang sama seperti di atas, dibuat larutan molase dengan
konsentrasi 140Brix, 160Brix, 180Brix dan 280Brix (tabel III).
Tabel III. Pembuatan Larutan Molase 140Brix, 160Brix, 180Brix dan 280Brix Konsentrasi
molase Jumlah molase
Urea NPK Aquadest Keterangan
140Brix 164 ml 0,44 mg 0,34 mg ad 1000 ml Media pertumbuhan
180Brix 188 ml 0,44 mg 0,34 mg ad 1000 ml Media pertumbuhan
160Brix 188 ml 0,44 mg - ad 1000ml Media fermentasi
40Brix 47 ml 0,44 mg - ad 1000ml Media fermentasi
280Brix 329 ml 0,44 mg - ad 1000ml Media fermentasi
3. Produksi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae
a. Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Ke dalam erlenmeyer
100 ml dimasukkan 15 ml larutan molase 140Brix dan 15 ml larutan molase
24
180Brix serta ditambahkan pupuk urea dan NPK, diinokulasikan kultur murni
Saccharomyces cerevisiae sebanyak 3 ose. Kemudian diinkubasi dalam shaker
incubator dengan kecepatan 150 rpm pada suhu 300C selama 49,5 jam
(Ongirwalu, 2008).
b. Fermentasi. Setelah kurva pertumbuhan mencapai fase stasioner
(49,5 jam), larutan molase 160 brix dipindahkan ke dalam labu alas bulat 250 ml.
Ditambahkan 60 ml larutan molase 40 Brix dan pupuk urea. Kemudian
ditambahkan H2SO4 atau NH4OH hingga pH 4. Labu alas bulat dirangkai menjadi
fermentor (gambar. 3). Fermentor diinkubasikan dalam incubator pada suhu 350 C
selama 72 jam.
Gambar. 3 Fermentor
Fermentasi dibuat pada berbagai konsentrasi dan pH (tabel IV)
25
Tabel IV. Pembuatan variasi pH dan konsentrasi molase Suhu pH Konsetrasi Molase (0Brix)
350 C
4
8 16 24
4,5
8 16 24
5
8 16 24
4. Penyulingan Etanol Hasil Fermentasi
Dari hasil fermentasi difiltrasi menggunakan corong Buchner dengan
bantuan pompa penghisap kemudian dilakukan destilasi dengan waterbath selama
4 jam.
5. Kromatografi Gas
a. Optimasi kondisi kromatografi gas
1) Pemilihan kolom dan detector yang sesuai
Kolom yang dipilih adalah CP Wax 52 CB merupakan kolom polar
cocok untuk penetapan kadar etanol. Detektor yang dipilih adalah
FID karena memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap senyawa-
senyawa organik termasuk etanol.
2) Optimasi suhu kolom, detektor dan injektor
Suhu pada kolom, injektor dan detector diatur agar dapat
menguapkan larutan baku etanol dan standar internal n-butanol dan
mempertahankannya dalam fase gas. Pengaturan suhu diatur mulai
dari 500C di atas titik didih n-butanol yaitu 1500C dan terus
ditingkatkan agar diperoleh suhu yang optimal.
26
3) Optimasi aliran gas pembawa N2
Kecepatan aliran gas pembawa diatur dengan mengubah tekanan
head kolom. Tekanan awal yang diberikan adalah 7 psi dan
kemudian diatur sedemikian sehingga terjadi pemisahan yang baik
antara etanol dan n-butanol.
4) Optimasi kecepatan gas H2 dan O2
Perbandingan kecepatan aliran gas H2 dan O2 adalah 1:10. Hal ini
dilakukan sesuai denagan tujuan untuk menghasilkan nyala yang
stabil pada detektor.
b. Validasi metode kromatografi gas
1) Pembuatan seri larutan baku etanol
Bahan yang digunakan untuk membuat seri larutan baku etanol
adalah etanol p.a. dan sebagai standar internal digunakan n-butanol
p.a. Disiapkan seri baku dengan konsentrasi berikut menggunakan
labu ukur 5 ml.
Tabel V. Seri kurva baku Etanol p.a (ml) n-butanol (µl) Konsentrasi akhir etanol %v/v
0,1 20 0,2 0,7 20 1,4 1,3 20 2,6 1,9 20 3,8 2,5 20 5
Etanol p.a. dan n-butanol dengan jumlah seperti tertulis diatas
dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml. Volume 5 ml dicapai dengan
penambahan hexan. Replikasi dilakukan 3 kali.
2) Pembuatan kurva baku etanol
27
Satu mikroliter (1µl) larutan baku dari masing-masing konsentrasi
disuntikkan ke dalam kolom melalui tempat injeksi. Pada waktu
400 detik proses kromatografi dihentikan sehingga diperoleh luas
puncak kromatogram. Luas puncak etanol dan n-butanol dari
kromatogram dihitung, kemudian dicari rasio luas puncak etanol/n-
butanol. Kurva baku dibuat dengan memplotkan rasio luas puncak
etanol/n-butanol vs kadar etanol (%v/v). Persamaan kurva baku
dicari dengan regresi linear.
3) Penentuan recovery dan kesalahan acak
Disiapkan larutan dengan konsentrasi berikut menggunakan labu
ukur 10 ml.
Tabel VI. Kadar recovery Etanol p.a (ml) n-butanol (µl) Konsentrasi akhir etanol %v/v
0,1 20 0,2 1,3 20 2,6 2,5 20 5
Etanol p.a. dan n-butanol dengan jumlah seperti tertulis diatas
dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml. Volume 5 ml dicapai dengan
penambahan hexan. Replikasi dilakukan 3 kali. Kemudian
diinjeksikan pada kolom kromatografi gas. Akan diperoleh luas
puncak kromatografi. Luas puncak etanol dan n-butanol dari
kromatogram dihitung, Dicari rasio luas puncak etanol/n-butanol.
Rasio luas puncak etanol/n-butanol tersebut dimasukkan sebagai
variabel Y dalam persamaan kuva baku kadar etanol (%v/v) yang
28
dicari, kemudian dimasukkan sebagai variabel X. Recovery dan
kesalahan acak dihitung dengan rumus sebagai berikut:
recovery = x 100%
kesalahan acak = x 100%
6. Penetapan Kadar Etanol Dengan Metode Kromatografi Gas
Sampel yang telah didestilasi diambil 5 ml, dimasukkan ke dalam labu
ukur 5 ml ditambahkan 20 µl butanol. Volume 5 ml dicapai dengan penambahan
n-hexana. Diambil 1 µl dan diinjeksikan pada kolom kromatografi gas. Pada
waktu 400 detik proses kromatografi dihentikan sehingga diperoleh luas puncak
kromatogram. Luas puncak etanol dan n-butanol dari kromatogram dihitung,
dicari rasio luas puncak etanol/n-butanol. Kadar etanol hasil fermentasi ditentukan
menggunakan persamaan kurva baku.
E. Analisis Hasil
Data yang diperoleh dari kadar etanol yang terkumpul dianalisis
menggunakan metode desain faktorial. Dengan menggunakan perhitungan metode
desain faktorial, dapat dihitung besarnya pengaruh pH dan konsentrasi molase dan
interaksi keduanya terhadap kadar etanol. Dari persamaan desain faktorial dapat
dibuat contour plot kadar etanol.
Untuk mengetahui perbedaan respon yang terjadi pada tiga level pH dan
konsentrasi molase yang berbeda dan mengetahui adanya interaksi pH dan
29
konsentrasi molase yang diteliti dilakukan dengan analisis statistik anova. Taraf
kepercayaan yang digunakan untuk uji statistik adalah 95 %.
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengumpulan Molase
Penelitian ini menggunakan molase yang berasal dari PS Madukismo
Yogyakarta yang merupakan bahan dasar produksi etanol. Molase diambil
sebanyak 10 L dengan konsentrasi 85,230Brix dalam satu kali pengambilan
sehingga dapat mewakili keseluruhan populasi. Molase kemudian diencerkan
menggunakan aquadest untuk mendapatkan konsentrasi yang diinginkan.
B. Fermentasi Etanol
1. Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
Tujuannya adalah untuk memperbanyak sel-sel yeast agar jumlahnya
menjadi banyak sebelum digunakan untuk fermentasi. Menurut Ongirwalu (2008)
kondisi pertumbuhan yang optimum dilakukan pada kondisi aerob, dengan kadar
molase 160Brix, pH 4,8. Pertumbuhan dikondisikan pada suhu 300C dalam shaker
incubator selama 49,5 jam yaitu pada fase stasioner.
Gambar 4. Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
31
Pada fase stasioner laju pertumbuhan yeast sama dengan laju
kematiannya sehingga jumlah yeast keseluruhan akan tetap. Hal ini dikarenakan
nutrien yang ada dalam medium makin berkurang sedangkan jumlah yeast berada
dalam jumlah yang maksimal. Selama fase stasioner terjadi metabolisme yang
disebut fermentasi etanol dimana metabolit yang dihasilkan adalah etanol dan
berlangsung secara anaerobik.
2. Fermentasi
Proses fermentasi dilakukan pada konsentrasi molase baru yaitu 80Brix,
160Brix, dan 240Brix. Berdasarkan Harahap (2003) untuk mendapatkan kadar gula
yang optimum maka fermentasi dilakukan pada 240Brix sedangkan pemilihan
konsentrasi 80Brix dan 160Brix berdasarkan hasil orientasi. Untuk fermentasi
etanol, yeast juga memerlukan media dalam suasana asam, yaitu antara pH 4-5.
pH yang digunakan untuk fermentasi yaitu 4; 4,5; dan 5. Tetapi pada tahap
pertumbuhan pH diatur 4,8 sehingga untuk mendapatkan pH 4 dan 4,5 perlu
penambahan H2SO4 dan untuk mendapatkan pH 5 perlu penambahan NH4OH.
Menurut Gaur (2006) suhu fermentasi antara 25-350C. Sedangkan suhu fermentasi
yang digunakan adalah 350C karena mempunyai keuntungan yaitu dapat
meningkatkan kecepatan metabolisme Saccharomyces dalam mengubah gula
menjadi etanol. Fungsi penambahan pupuk urea yaitu sebagai sumber nitrogen
karena mikroorganisme akan mampu tumbuh cepat dengan adanya nitrogen. Pada
proses fermentasi terjadi glikolisis yang merupakan proses pemecahan glukosa
secara anaerobik. Glikolisis terjadi di dalam sel. Tiap 1 molekul glukosa akan
dihasilkan 2 molekul asam piruvat, 2 ATP dan 2 NADH.
32
Gambar 5. Fermentasi etanol
Pada kondisi anaerob, asam piruvat dapat masuk ke dalam jalur
fermentasi alkohol. Asam piruvat dari hasil glikolisis akan didekarboksilasi
menjadi asetaldehid. Jika molekul aldehid menerima hidrogen dan elektron dari
NADH, maka akan diubah menjadi etanol. Menurut Bucher (1897), fermentasi
gula oleh enzim zymase terjadi di luar sel. Enzim zymase akan di ekskresikan ke
dalam larutan gula dan fermentasi akan terjadi.
Fermentasi dilakukan dalam fermentor. Gas CO2 yang terbentuk selama
proses fermentasi ditampung dalam erlenmeyer yang berisi Ca(OH)2 sehingga
akan terbentuk endapan CaCO3. Reaksinya adalah sebagai berikut:
33
Ca(OH)2 + CO2 CaCO3↓ + H2O (6)
Kalsium hidroksida Kalsium karbonat
Gas CO2 yang terbentuk bersifat asam sehingga dapat bereaksi dengan
air yang terdapat dalam larutan molase menjadi H2CO3 yang dapat menurunkan
pH. S. cerevisiae dapat hidup pada pH 4-5 sehingga jika di dalam larutan molase
bersifat sangat asam maka S. cerevisiae akan mati. Reaksi:
CO2 + H2O H2CO3 (7)
H2CO3 HCO3- + H+ (8)
Kadar etanol meningkat dengan bertambahnya waktu fermentasi. Tetapi
semakin lama waktu fermentasi maka peningkatan kadar etanol tidak terlalu
signifikan (gambar 6). Orientasi waktu fermentasi hanya sampai 72 jam karena
efisiensi waktu. Sehingga dari hasil orientasi waktu fermentasi dipilih 72 jam.
Gambar. 6 Grafik waktu fermentasi vs kadar etanol
C. Distilasi
Produk hasil fermentasi mengandung etanol. Pemisahan kandungan-
kandungan lain dalam produk hasil fermentasi dilakukan dengan cara distilasi.
34
Prinsip distilasi yaitu pemisahan zat berdasarkan perbedaan titik didih masing-
masing zat. Titik didih etanol adalah 780C, sehingga distilasi dilakukan pada suhu
800C selama 4 jam. Distilat yang didapat berupa azeotrop (95% etanol - 5% air).
Menurut Fessenden dan Fesenden (1995) azeotrop adalah suatu campuran yang
mendidih pada suatu titik didih konstan, seakan-akan suatu senyawa murni. Etanol
dan air dapat membentuk azeotrop karena kedua senyawa ini mempunyai gugus
hidroksil yang menyebabkan kedua senyawa ini bisa membentuk ikatan hidrogen.
Kelemahan metode destilasi biasa adalah tidak bisa memisahkan
senyawa dengan selisih titik didih sempit.
D. Hasil Optimasi Kromatografi Gas
Parameter kromatografi gas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Suhu injektor : 2200C
Suhu detektor : 2200C
Suhu kolom : 700C
Jenis detektor : FID (Flame Ionized Detector)
Jenis kolom : Cp Wax 52 CB (25 m i.d. 0,32 mm)
Fase diam : Polietilenglikol
Tekanan : 25 kpa
Kecepatan gas pembawa (N2) : -
Kecepatan gas H2 : 1,4 bar
Kecepatan udara : 2,9 bar
35
Split vent : 15,1 ml/ menit
Purge vent : 0,46 ml/ menit
Range : 1
Gambar. 7 Kromatogram etanol hasil validasi Keterangan: 1. heksan; 2. etanol; 3. butanol
Kolom yang digunakan adalah Cp Wax 52 CB yang berisi fase diam
polietilenglikol. Kolom Cp Wax 52 CB merupakan kolom polar yang dapat
digunakan untuk pemisahan etanol yang bersifat polar. Resolusi yang baik serta
waktu analisis yang cepat akan diperoleh dengan menggunakan kolom ini
Titik didih etanol adalah 78,30C dan titik didih butanol adalah 117-
1180C. Suhu injektor diatur pada 2200C agar terjadi penguapan sampel secara
langsung pada saat sampel diinjeksikan ke dalam injektor. Suhu kolom dan
detektor diatur pada 700C dan 2200C untuk menjaga eluen tetap berada dalam fase
gas. Detektor yang digunakan adalah FID karena merupakan detektor yang
mempunyai sensitifitas baik untuk senyawa hidrokarbon (10-100 pg).
1
3
2
36
E. Hasil Validasi Metode Kromatografi Gas
1. Pembuatan kurva baku etanol
Pembuatan kurva baku etanol bertujuan untuk memperoleh persamaan
regresi yang selanjutnya digunakan untuk menghitung kadar etanol hasil
fermentasi, recovery dan kesalahan acak larutan baku etanol. Hasil yang diperoleh
disajikan dalam tabel VII.
Tabel VII. Kurva baku etanol dengan standar internal butanol Replikasi I Replikasi II Replikasi III
Konsentrasi etanol teoritis
(dalam %)
Konsentrasi etanol teoritis
(dalam %)
Konsentrasi etanol teoritis
(dalam %)
0,2 0,257 0,2 0,297 0,2 0,247 1,4 1,41 1,4 1,415 1,4 1,327 2,6 2,59 2,6 2,491 2,6 2,437 3,8 3,762 3,8 3,4 3,8 3,242 5 5,18 5 5,156 5 5,007
Keterangan: Replikasi I: A= -0,0031; B= 1,0165; r= 0,9991 Replikasi II: A= 0,01615; B= 0,97525; r= 0,9933
Replikasi III: A= -0,0256; B= 0,9529; r= 0,9923
Berdasarkan hasil perhitungan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai
koefisien korelasi (r) untuk replikasi I (0,9991), replikasi II (0,9933), dan replikasi
III (0,9923) lebih besar daripada r tabel denagn taraf kepercayaan 95% dan df
(degrees of freedom) 2 yaitu 0,950. Hal ini berarti semua persamaan kurva baku
tersebut mempunyai linearitas yang baik dan dapat digunakan untuk menetapkan
kadar etanol hasil fermentasi.
Persamaan kurva baku yang dipilih untuk perhitungan recovery,
kesalahan sistematik, kesalahan acak dan penetapan kadar adalah persamaan
kurva baku replikasi I. Persamaan kurva baku tersebut dipilih karena mempunyai
nilai r yang paling mendekati 1. Nilai r yang mendekati 1 berarti korelasi antara
37
peningkatan konsentrasi etanol dan rasio luas puncak etanol / luas puncak butanol
adalah yang paling baik dibandingkan repliksai II dan III. Persamaan kurva baku
Y= 1,0165X – 0,0031 selanjutnya digunakan untuk perhitungan kadar etanol hasil
fermentasi.
2. Hasil penentuan recovery dan kesalahan acak
Dalam penelitian ini digunakan recovery dan kesalahan acak untuk
menentukan validitas metode.
Tabel VIII. Hasil perhitungan recovery dan kesalahan acak Konsentrasi
terhitung (%v/v)
Konsentrasi terukur (%v/v)
rata-rata Recovery (%)
Rata-rata recovery
CV (%)
0,2 0,22 0,219 0,214
109,500 107,167
2,107 0,2 0,21 0,21 105,000
0,2 0,214 0,214 107,000 2,6 2,549 2,511
2,565 96,577
97,167
0,527 2,6 2,574 2,535 97,500 2,6 2,572 2,533 97,423 5 5,145 5,064
5,108 101,280
102,153
0,741 5 5,261 5,128 102,560 5 5,213 5,131 102,620
Akurasi dihitung sebagai persentase recovery. Menurut Mulja dan
Hanwar (2003) akurasi untuk bahan baku 98-102%. Berdasarkan hasil
perhitungan (tabel VII), untuk seri kadar etanol 0,2 % dan 2,6% berada di luar
rentang recovery yang baik. Recovery seri kadar etanol 5% berada dalam rentang
recovery 98-102%.
Kriteria seksama dapat diberikan jika metode memberikan simpangan
baku relatif atau koefisien variansi ≤ 2% (Harmita, 2004). Berdasarkan tabel VIII,
38
dapat disimpulkan bahwa koefisien variansi pada konsentrasi 2,6% dan 5%
memenuhi kriteria seksama karena memiliki koefisien variansi ≤ 2%.
F. Penetapan Kadar Etanol
Penetapan kadar etanol hasil fermentasi dilakukan dengan kromatografi
gas. Standar internal yang digunakan yaitu butanol karena memiliki struktur yang
hampir sama dengan etanol dan dapat memisah. Standar internal berfungsi untuk
meminimalkan kesalahan karena penginjeksian sampel dan kecepatan aliran gas
yang tidak pasti. Dari hasil percobaan, waktu retensi etanol sekitar 180-190 detik
sedangkan butanol 290-300 detik. Berdasarkan tabel IX, dapat diketahui sampel
mengandung etanol karena waktu retensi etanol antara larutan baku dan sampel
mirip.
Tabel IX. Perbandingan waktu retensi etanol dan butanol
Kolom yang digunakan merupakan kolom polar yang sesuai dengan
senyawa yang akan dipisahkan yang bersifat polar sehingga terjadi interaksi
antara fase diam dan sampel dan memberikan waktu retensi tertentu. Heksan
memiliki waktu retensi yang lebih singkat dari etanol dan butanol karena heksan
merupakan senyawa non polar sehingga tidak berikatan dengan fase diam. Waktu
retensi etanol seharusnya lebih lama daripada butanol karena etanol lebih polar
Larutan baku Sampel Etanol
(detik) Butanol (detik)
Etanol (detik)
Butanol (detik)
1 190 300 1 190 295 2 190 295 2 185 290 3 179 290 3 182 290 4 190 295 4 190 290 5 180 290 5 190 295
39
daripada butanol sehingga interaksi etanol dengan fase diam lebih lama. tetapi
etanol keluar lebih dahulu. Hal ini dikarenakan pemisahan tidak hanya
berdasarkan interaksi dengan fase diam tetapi karena adanya perbedaaan titik
didih. Titik didih etanol lebih rendah daripada butanol. Sehingga etanol akan
keluar terlebih dahulu.
HO CH2
CH2
O CHC O
3HC CH
O
HH
HH2C CH2 OH2n
H
3HC CH
O
H
H
Gambar. 8 Interaksi fase diam dan etanol
HO CH2
CH2
O CHC O
H
HH2C CH2 OH2n
H2C CH
CH
CH
O H
H H HH
H2C CH
CH
CH
O H
H H HH
Gambar. 9 Interaksi fase diam dan butanol
Keterangan: -------- ikatan hidrogen
Dari hasil perhitungan resolusi didapatkan resolusi heksan-etanol sebesar
1,72 sedangkan resolusi etanol-butanol sebesar 13,52. Resolusi merupakan
pemisahan nyata antara dua puncak berdekatan. Resolusi yang baik harus ≥ 1,5,
ini berarti pemisahan 99,7% (Sastrohamidjojo, 1985). Sehingga berdasarkan data
hasil perhitungan resolusi pemisahan heksan-etanol baik karena resolusinya ≥ 1,5.
Etanol-butanol juga memiliki resolusi ≥ 1,5 tetapi tidak efektif karena resolusinya
terlalu besar sehingga harus menunggu keluarnya butanol lebih lama.
40
Gambar 10. Kromatogram sampel etanol Keterangan: 1. heksan; 2. etanol; 3. butanol
Dari hasil perhitungan kadar etanol sampel menggunakan persamaan
kurva baku Y= 1,0165X – 0,0031 didapatkan rata-rata kadar etanol sebesar:
Tabel X. Kadar etanol rata-rata Konsentrasi Molase pH Kadar rata-rata (%)
8
4 11,53±2,180 4,5 8,78±2,392 5 12,85±6,688
16
4 35,17±4,358 4,5 14,31±3,958 5 27,41±3,002
24
4 23,37±4,578 4,5 36,71±0,597 5 24,11±6,938
Dari kadar tersebut selanjutnya digunakan untuk perhitungan
menggunakan metode faktorial desain.
3
2
1
41
G. Optimasi Proses Fermentasi
1. Pengaruh pH dan konsentrasi molase
Hasil kadar etanol dari proses fermentasi dianalisis dengan menggunakan
perhitungan desain faktorial. Factor yang dominana antara konsentrasi molase, pH
dan interaksi antara keduanya diketahui dari perhitungan desain faktorial, yaitu
efek rata-rata dari setiap faktor maupun interaksinya untuk melihat pengaruh tiap
factor dan interaksinya terhadap besar respon.
Tabel XI. Efek konsentrasi, pH dan interaksi dalam menentukan kadar etanol
Efek Kadar etanol Konsentrasi 25,5115
pH |-2,846| Interaksi |-0,2895|
Berdasarkan perhitungan efek secara desain faktorial pada kadar etanol,
efek konsentrasi molase lebih dominan dibandingkan pH dan interaksinya.
Semakin tinggi konsentrasi maka semakin besar kadar etanol yang dihasilkan.
Tetapi semakin besar konsentrasi molase akan menghambat pertumbuhan sel
Saccharomyces cerevisiae (Alico, 1982). Secara kuantitatif, besar efek konsentrasi
molase adalah 25,5115, efek pH |-2,846| dan efek interaksi konsentrasi-pH |-
0,2895| (tabel XI). Efek pH dan efek interaksi konsentrasi media-pH bernilai
negatif, hal ini berarti pH dan interaksi konsentrasi media-pH akan memperkecil
kadar etanol.
Untuk mengetahui signifikansi setiap faktor dan interaksi dalam
mempengaruhi respon digunakan Anova. Dengan Anova dapat ditentukan ada
atau tidaknya hubungan dari setiap faktor dan interaksi terhadap respon.
42
Tabel. XII Perhitungan ANOVA Df SS MS F
Between Konsentrasi 2 3044,948 1522,474 6,489
pH 2 105,623 52,812 0,225 Interaksi 4 1953,963 488.492 0,250 Within Error 45 1004,242 22,3166 Total 53 6108,884
Dari hasil perhitungan yang diperoleh dari Anova (tabel XII) untuk
respon kadar etanol memperlihatkan bahwa konsentrasi molase mempunyai harga
F hitung lebih besar dari F tabel yaitu 3,204. Hal ini berarti bahwa konsentrasi
mempengaruhi kadar etanol secara signifikan. pH dan interaksi antara pH dan
konsentrasi molase mempunyai harga F hitung lebih kecil dari pada F tabel yaitu
2,579. Oleh karena itu pH dan interaksinya tidak memberikan pengaruh yang
signifikan sehingga kadar etanol hanya dipengaruhi konsentrasi molase. pH tidak
terlalu menentukan kadar etanol karena range pH yang digunakan pH 4-5.
Peningkatan pH yang sedikit tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar etanol.
Berdasarkan Montgomery (1997) perhitungan Anova pada tabel XII
dapat dihitung koefisien determinasi (R2) sebagai berikut:
R2 =
Koefisien determinasi (R2) didapatkan sebesar 0,9482, hal ini
menunjukkan bahwa 94,82% dari variabilitas kadar etanol produk fermentasi
disebabkan oleh faktor-faktor yang dipilih yaitu konsentrasi molase dan pH.
43
Gambar. 11 Grafik hubungan antara konsentrasi molase dan kadar etanol Peningkatan level konsentrasi akan cenderung meningkatkan kadar
etanol yang dihasilkan baik pada level rendah, tengah dan tinggi pH. Hal tersebut
dapat dilihat dari level tengah pH. Sedangkan pada level rendah dan level tinggi
pH peningkatan signifikan meningkat pada level tengah konsentrasi dan memiliki
kecenderungan turun terjadi pada level rendah dan tinggi konsentrasi molase.
Akan tetapi kecenderungan dari level rendah, tengah dan tinggi konsentrasi
molase pada setiap level pH kadar etanol yang dihasilkan akan meningkat seiring
dengan meningkatnya konsentrasi molase (gambar 11).
Gambar 12. Grafik hubungan antara pH dan kadar etanol
44
Peningkatan level pH tidak menunjukkan adanya korelasi terhadap kadar
etanol yang dihasilkan baik pada level rendah, tengah dan tingggi konsentrasi
molase. Akan tetapi berdasarkan perhitungan efek secara faktorial desain,
peningkatan pH cenderung menurunkan kadar etanol yang dihasilkan (gambar
12).
2. Penentuan daerah optimum
Gambar 13. Contour plot kadar etanol
Persamaan desain faktorial kadar etanol Y = 21,583 + 51,023 X1 – 5,692
X2 -0,579 X1X2. Dari persamaan ini dibuat contour plot seperti pada gambar 13.
Dengan contour plot kadar etanol, dapat menunjukkan area optimum
untuk memperoleh kadar etanol yang diinginkan, yaitu kadar etanol terbesar yang
dihasilkan pada konsentrasi molase 8-240Brix, pH 4-5 dan suhu 350C. Area
optimum tersebut dapat dilihat pada gambar 13 pada area yang diarsir. Dari
persamaan faktorial desain, untuk mendapatkan kadar etanol 20% ke atas paling
tidak kondisi fermentasi dikendalikan pada konsentrasi 14,872-240Brix, pH 4-5
dan pada suhu 350C.
45
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Konsentrasi berpengaruh paling dominan dalam menentukan kadar etanol.
2. Diperoleh area optimum pH dan konsentrasi molase pada contour plot yang
diprediksi sebagai pH dan konsentrasi molase optimum fermentasi yaitu pada
konsentrasi 14,872-240Brix, pH 4-5 dan pada suhu 350C.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai fermentasi etanol pada
daerah optimum sehingga didapatkan kadar etanol yang maksimal.
46
DAFTAR PUSTAKA
Alico, D.H., 1982, Alcohol Fuels: Policies, Production and Potential, 1-19; 37-80, West view Press, Colorado.
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, 64-66, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1984, PT Madubaru-Perusahaan Gula-Perusahaan Spiritus Madukismo,
Yogyakarta. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, 1012-1013, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 2008, Saccharomyces cerevisiae,
http://en.wikipedia.org/wiki/Saccharomyces_cerevisiae, diakses tanggal 9 Juni 2008.
Bolton, S., 1997, Pharmaceutical Statistic Practical and Clinical Application, 3rd
Ed., 308-337; 532-574, Marcel Dekker, Inc., New York. Bonelli, 1988, Dasar Kromatografi Gas, 1-2, 7, 9, ITB Press, Bandung. Christian, G., D., 2004, Analytical Chemistry, 6th ed, 464-465, 473, John Wiley &
Sons, Inc., United State of America . Crueger, W and Grueger, 1984, Biotechnology, A Textbook of Industrial
Microbiology, Science Tech, Inc. Madison. Dean, J., 1995, Analytical Chemistry Handbook, 4.1-4.63, Mc Graw-Hill, Inc.,
United State of America. Fardiaz, S., 1992, Mikrobiologi Pangan, 222, 244-246, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta. Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S., 1995, Kimia Organik, Edisi ketiga, 267,269,
diterjemahakan oleh Aloysius Hadyana Pudjatmaka, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Gaur, K., 2006, Process Optimization for The Production of Ethanol Via
Fermentation, Departemen of Biotechnology and Enu-Science Thapar Institute of Engg & Tech, Deemed University, http://dspace.tiet.ac.in:8080/dspace/biststeam/123456789/124/1/M3640010.pdf, diakses tanggal 26 Agustus 2008
47
Harahap, H., 2003, Karya Ilmiah Produksi Etanol,
http://209.85.175.104/search?q=cache:CPrpXvZKA6YJ:library.usu.ac.id/download/ft/tkimia-hamidah.pdf+fermentasi+etanol&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id, diakses tanggal 7 Juni 2008.
Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya,
Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol.I, No.3, 117-135, Universitas Indonesia, Jakarta.
Hidayat, N., 2006, Mikrobiologi Industri, 3-13, 20, 60, 180, Penerbit Andi,
Yogyakarta. Jeffers, Joe, 2000, Preparing Ethanol by Fermentation,
www.cerlabs.com/experiments/10875407404.pdf, diakses tanggal 26 Agustus 2008
Mulja, M., dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 26-28, 31-34, Airlangga
University Press, Surabaya. Ongirwalu, B. M. I., 2008, Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae dari
PS Madukismo Yogyakarta dalam Proses Fermentasi Alkohol, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogayakarta.
Mongomery, D.C., 1997, Design and Analysis, 4th Edition, John Wiley and Sons,
New York Perry, 1999, Perry’s Chemichal Engineers’ Handbook, 198-199, McGraw-Hill
Company, USA. Pramanik, K., 2005, Kinetic Study on Ethanol Fermentation of Grape Waste using
Sacharomyces cerevisiae Yeast Isolated from Toddy, http://www.ieindia.org/publish/ch/0305/mar05ch4.pdf, diakses tanggal 10 Juli 2008
Riadi, L., 2007, Teknologi Fermentasi, 23, Graha Ilmu, Yogyakarta. Sastrohamidjojo, H., 1985, Kromatografi, 67-68, Penerbit Liberty, Yogyakarta. Shakhashiri, 2008, Ethanol, http://www.scifun.org, diakses tanggal 18 Juli 2008.
48
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data luas puncak etanol dan butanol kurva baku
Larutan baku
Replikasi I AUC
Replikasi II AUC
Replikasi III
AUC Etanol 0,2%
0,141 0,257
0,19 0,297
0,148 0,247
Butanol 0,02 ml
0,548 0,639 0,598
Etanol 1,4%
0,671 1,41
0,719 1,415
0,71 1,327
Butanol 0,02 ml
0,476 0,508 0,535
Etanol 2,6%
1,266 2,59
1,091 2,491
1,077 2,437
Butanol 0,02 ml
0,489 0,438 0,442
Etanol 3,8%
1,516 3,762
1,581 3,4
1,258 3,242
Butanol 0,02 ml
0,403 0,465 0,388
Etanol 5%
2,197 5,18
2,14 5,156
2,253 5,007
Butanol 0,02 ml
0,424 0,415 0,45
Perhitungan regresi linear Replikasi I: A= -0,0031; B= 1,0165; r= 0,9991 Persamaan kurva baku Y = 1,0165 X -0,0031 Replikasi II: A= 0,01615; B= 0,97525; r= 0,9933 Persamaan kurva baku Y= 0,97525 X + 0,01615 Replikasi III: A= -0,0256; B= 0,9529; r= 0,9923 Persamaan kurva baku Y = 0,9529 X – 0,0256
49
Lampiran 2. Data recovery dan kesalahan acak
Konsentrasi terhitung (%v/v)
Konsentrasi terukur (%v/v)
rata-rata Recovery (%)
CV (%)
0,2 0,22 0,219 0,214
109,500 2,107 0,2 0,21 0,21 105,000
0,2 0,214 0,214 107,000 2,6 2,549 2,511
2,565 96,577
0,527 2,6 2,574 2,535 97,500 2,6 2,572 2,533 97,423 5 5,145 5,064
5,108 101,280
0,741 5 5,261 5,128 102,560 5 5,213 5,131 102,620
Contoh perhitungan recovery dan kesalahan acak
Recovery = x 100%
= 0,219 x 100% 0,200
= 109,500%
Kesalahan acak = SD x 100% Kadar rata-rata terukur
= 2,255 x 100% 107,167
= 2,107%
50
Lampiran 3. Kadar Sampel Konsentrasi molase 80Brix pH 4
Konsentrasi molase 80Brix pH 4,5
Konsentrasi molase 80Brix pH 5
Replikasi AUC etanol AUC butanol AUC etanol/AUC
butanol kadar
(%v/v) rata-rata 1 0,405 0,457 0,886 8,734
11,533
2 0,647 0,484 1,338 13,174 3 0,491 0,451 1,09 10,930 4 0,536 0,468 1,145 11,480 5 0,372 0,371 1,004 10,070 6 0,669 0,452 1,478 14,810
Replikasi AUC etanol AUC butanol AUC etanol/AUC
butanol kadar
(%v/v) rata-rata 1 0,306 0,429 0,713 7,436
12,854
2 0,640 0,434 1,476 15,066 3 0,415 0,398 1,044 10,746 4 0,512 0,383 1,338 13,686 5 0,784 0,469 1,672 27,026 6 0,481 0,374 1,286 13,166
Replikasi AUC etanol AUC butanol AUC etanol/AUC
butanol kadar
(%v/v) rata-rata 1 0,362 0,430 0,842 8,302
8,780
2 0,332 0,466 0,712 7,426 3 0,287 0,477 0,602 6,326 4 0,433 0,370 1,17 12,006 5 0,470 0,420 1,119 11,496 6 0,305 0,447 0,682 7,126
51
Konsentrasi molase 160Brix pH 4
Konsentrasi molase 160Brix pH 4,5
Konsentrasi molase 160Brix pH 5
Replikasi AUC etanol AUC butanol AUC etanol/AUC
butanol kadar
(%v/v) rata-rata 1 1,177 0,400 2,944 29,746
35,168
2 1,335 0,370 3,608 36,385 3 1,436 0,458 3,315 31,656 4 1,572 0,399 3,940 39,706 5 1,43 0,357 4,005 40,356 6 1,161 0,354 3,280 33,106
Replikasi AUC etanol AUC butanol AUC etanol/AUC
butanol kadar
(%v/v) rata-rata 1 0,483 0,352 1,372 14,026
14,309
2 0,565 0,329 1,717 17,476 3 0,584 0,373 1,566 15,966 4 0,400 0,433 0,924 9,546 5 1,060 0,566 1,874 19,046 6 0,411 0,433 0,949 9,796
Replikasi AUC etanol AUC butanol AUC etanol/AUC
butanol kadar
(%v/v) rata-rata 1 0,777 0,286 2,718 27,486
27,413
2 1,186 0,396 2,996 30,266 3 1,292 0,437 2,958 29,886 4 1,304 0,437 2,366 23,690 5 1,005 0423 2,376 23,790 6 1,254 0,420 2,986 29,362
52
Konsentrasi molase 240Brix pH 4
Konsentrasi molase 240Brix pH 4,5
Konsentrasi molase 240Brix pH 5
Replikasi AUC etanol AUC butanol AUC etanol/AUC
butanol kadar
(%v/v) rata-rata 1 0,829 0,396 2,093 20,960
23,368
2 1,065 0,359 2,968 29,710 3 0,895 0,464 2,134 21,370 4 0,963 0,336 2,866 28,690 5 0,812 0,411 1,951 19,540 6 0,953 0,479 1,990 19,930
Replikasi AUC etanol AUC butanol AUC etanol/AUC
butanol kadar
(%v/v) rata-rata 1 0,995 0,264 3,770 37,730
36,712
2 1,599 0,432 3,642 36,450 3 1,619 0,438 3,706 37,090 4 1,944 0,533 3,647 36,500 5 1,834 0,504 3,640 36,430 6 1,921 0,533 3,604 36,070
Replikasi AUC etanol AUC butanol AUC etanol/AUC
butanol kadar
(%v/v) rata-rata 1 1,034 0,491 2,106 21,090
24,110
2 1,001 0,485 2,064 20,670 3 0,908 0,429 2,118 21,210 4 1,120 0,498 2,250 22,530 5 1,695 0,444 3,828 38,210 6 0,853 0,408 2,092 20,950
53
Contoh perhitungan kadar etanol hasil fermentasi Persamaan kurva baku Y = 1,018 X – 0,0031
= Y
0,886 = 1,018 X – 0,0031 = 0,8734 X = 0,8734 x faktor pengenceran = 0,8734 x 10 = 8,734
54
Lampiran4. Kromatogram etanol validasi metode
Konsentrasi etanol 0,2%
Konsentrasi etanol 1,4%
55
Konsentrasi etanol 2,6%
Konsentrasi etanol 3,8%
56
Konsentrasi etanol 5%
57
Lampiran 5. Kromatogram recovery
Konsentrasi etanol 0,2%
Konsentrasi etanol 2,6%
58
Konsentrasi etanol 5%
59
Lampiran 6. Kromatogram sampel
Konsentrasi 80Brix pH 4
Konsentrasi 80Brix pH 4,5
60
Konsentrasi 80Brix pH 5
Konsentrasi 160Brix pH 4
61
Konsentrasi 160Brix pH 4,5
Konsentrasi 160Brix pH 5
62
Konsentrasi 240Brix pH 4
Konsentrasi 240Brix pH 4,5
63
Konsentrasi 240Brix pH 5
64
Lampiran 7. Orientasi waktu fermentasi
Waktu fermentasi 36 jam
Waktu fermentasi 48 jam
Replikasi AUC etanol
AUC butanol
AUC etanol/AUC butanol
kadar (%v/v) rata-rata
1 0,694 0,187 3,7112 36,5401
38,4953
2 0,846 0,194 4,3608 42,9306 3 0,722 0,2 3,6100 35,5445 4 0,99 0,218 4,5413 44,7063 5 0,894 0,25 3,5760 35,2100 6 0,776 0,212 3,6604 36,0403
Waktu fermentasi 60 jam
Replikasi AUC etanol
AUC butanol
AUC etanol/AUC butanol
kadar (%v/v) rata-rata
1 0,965 0,225 4,2889 42,2233
40,3676
2 0,778 0,187 3,9492 38,8815 3 0,947 0,23 4,1174 40,5362 4 0,89 0,215 4,1395 40,7536 5 0,793 0,19 4,1737 41,0900 6 0,645 0,164 3,9329 38,7211
Replikasi AUC etanol
AUC butanol
AUC etanol/AUC butanol
kadar (%v/v) rata-rata
1 0,546 0,296 1,8446 18,1771
18,4346
2 0,588 0,306 1,9216 18,9346 3 0,551 0,288 1,9132 18,8569 4 0,31 0,176 1,7614 17,3586 5 0,637 0,338 1,8846 18,5706 6 0,543 0,286 1,8986 18,7083
65
Waktu fermentasi 72 jam
Replikasi AUC etanol
AUC butanol
AUC etanol/AUC butanol
kadar (%v/v) rata-rata
1 0,931 0,225 4,1378 40,7368
42,9087
2 1.023 0.239 4,2803 42,1387 3 1.013 0,216 4,6898 46,1672 4 0.85 0.189 4,4974 44,2745 5 0.943 0,212 4,4481 43,7895 6 1,004 0.245 4,0980 40,3453
66
Lampiran 8. Perhitungan Anova
4 4.5 5 ∑
8 69,198 52,682 77,126 199,006
16 210,955 85,856 164,480 461,291
24 140,200 220,270 144,660 505,130
∑ 420,353 385,808 386,266 1165,427
I =
I = (8,734)2 + (13,174)2 + (10,930)2 + (11,480) 2 + (10,070)2 + (14,810)2 + (8,302) 2
+ (7,426)2 + 6,326)2 + (12,006)2 + (11,496)2 + (7,126)2 + (7,436)2 + (15,066)2 +
(10,746)2 + (13,686)2 + (17,026)2 + (13,166)2 + (29,746)2 + (36,385)2 +
(31,656)2 + (39,706)2 + (40,356)2 + (33,106)2 + (14,026)2 + (17,476)2 +
(15,966)2 + (9,546)2 + (19,046)2 + (9,796)2 + (27,486)2 + (30,266)2 + (29,886)2
+ (23,690)2 + (23,790)2 + (29,362)2 + (20,960)2 + (29,710)2 + (21,370)2 +
(28,690)2 + (19,540)2 + (19,930)2 + (37,730)2 + (36,450)2 + (37,090) 2 +
(35,500)2 + (36,430)2 + (36,070)2 + (29,090)2 + (20,670)2 + (21,210)2 +
(22,530)2 + (38,210)2 + (20,950)2
= 31261,1076
II =
=
konsentrasi
pH
67
= 25152,224
III R=
=
= 28197,172
III C=
=
= 25257,847
IV =
=
= 30256,758
SSR = IIIR – II
= 28197,172 - 25152,224
= 3044.948
SSC = IIIC – II
= 25257,847 - 25152,224
= 105.623
SSRC = IV – IIIR - IIIC + II
= 30256,758 - 28197,172 - 25257,847 + 25152,224
68
= 1953,963
SSE = I – IV
= 31261,1076 – 30256,758
= 1004,242
SST = I – II
= 31261,1076 - 25152,224
= 6108,884
TABEL ANOVA
Df SS MS F Between
Konsentrasi 2 3044,948 1522,474 6,489 pH 2 105,623 52,812 0,225
Interaksi 4 1953,963 488.492 0,250 Within Error 45 1004,242 22,3166 Total 53 6108,884
HIPOTESIS:
H01 = konsentrasi molase 80Brix = konsentrasi 160Brix = konsentrasi 240Brix H0 2 = pH 4 =pH 4,5 = pH 5 H03 = ada interaksi antara konsentrasi molase dan pH Hi 1 = konsentrasi molase 8 0Brix ≠ konsentrasi 16 0Brix ≠ konsentrasi 240Brix Hi 2 = pH 4 ≠ pH 4,5 ≠ pH 5 Hi3 = tidak ada interaksi antara konsentrasi molase dan pH F tabel untuk pH dan konsentrasi (2, 45) dengan taraf kepercayaaan 95% adalah 3,204 F tabel untuk interaksi pH dan konsentrasi (4, 45) dengan taraf kepercayaaan 95% adalah 2,579
69
Lampiran 9. Perhitungan Contour Plot
Konsentrasi
molase pH Interaksi
Rata-rata kadar etanol (beta 0)
pH
(beta 2)
Konsentrasi molase (beta1)
Interaksi (beta 12)
1 -1 -1 1 11,533 -11,533 -11,533 11,533 2 -1 0 0 8,78 0 -8,78 0 3 -1 1 -1 12,854 12,854 -12,854 -12,854 4 0 -1 0 35,168 -35,168 0 0 5 0 0 0 14,309 0 0 0 6 0 1 0 27,413 27,413 0 0 7 1 -1 -1 23,368 -23,368 23,368 -23,368 8 1 0 0 36,712 0 36,712 0 9 1 1 1 24,11 24,11 24,11 24,11 ∑ 21,583 -5,692 51,023 -0,579
Rata-rata kadar 21,583Konsentrasi molase 51,023pH -5,692Interaksi -0,579
β0 = = 21,583
β1=
= 51,023
β2=
= -5,692 β12=
= -0,579
Pesamaaan:
70
Y = 21,583 + 51,023 X1 – 5,692 X2 – 0,579 X1X2 X1 = konsentrasi molase X2 = pH
Lampiran 10. Perhitungan efek
efek konentrasi 25,5115efek pH -2,846interaksi -0,2895
Efek konsentrasi = = 25,5115
Efek pH = = -2,846
Efek interaksi = = -0,2895
71
BIOGRAFI PENULIS
Penulis yang bernama lengkap Teresa Yuna
Swanita Prawidhana, lahir di Yogyakarta, pada
tanggal 1 November 1987 dari pasangan M.
Widjananto dan Y.C Budi Rahayu, sebagai anak
pertama dari tiga bersaudara. Pernah
mengenyam pendidikan di: TK Tat Twam Asi
(1991-1993), SD Kanisius Wirobrajan II (1993-
1999), dan SLTP Maria Immaculata (1999-2002)
Yogyakarta. Kemudian melanjutkan pendidikan
ke SMF Indonesia (2002-2005). Setelah itu menempuh studi lanjutan di Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta pada tahun 2005 dan lulus pada
tahun 2008. Selama masa kuliah penulis pernah menjadi asisten praktikum
Spektroskopi (2008).
Recommended