View
78
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PEMANFAATAN METENAMINA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA
KARBON DALAM LINGKUNGAN SESUAI KONDISI PERTAMBANGAN
MINYAK BUMI
Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Laboratorium Unit Proses
Disusun Oleh:
Muhammad Dani 03111003033
Karina Mandasari 03111003036
Naufal Husnan Bakhtiar 03111003063
Aufa Fauzan Hidayat 03111003091
Khairunnas 03111003097
Dwi Sunu Permatahati 03111003098
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kekuatan dan kesempatan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah
mengenai “Pemanfaatan Metenamina Sebagai Inhibitor Korosi Baja Karbon
Dalam Lingkungan Sesuai Kondisi Pertambangan Minyak Bumi”. Makalah ini
disusun berdasarkan tinjauan pustaka dan data-data yang mendukung makalah.
Penghargaan dan rasa terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak
yang telah mendukung, membimbing dan membantu pembuatan makalah ini
hingga pada tahap finalisasi. Terkhusus kepada :
1. Kurniahadi selaku koordinator shift yang telah banyak memberikan bimbingan.
2. Rekan satu tim atas kerja sama dan koordinasi yang baik selama proses
penyusunan makalah ini.
Demikianlah makalah ini kami susun. Penulis mengharapkan kritik dan
saran dari para penguji, sebagai bahan acuan untuk menciptakan makalah
selanjutnya yang lebih baik.
Inderalaya, 24 Oktober 2014
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.................................................................................................................. Latar
Belakang.................................................................................................1
1.2.................................................................................................................. Rum
usan Masalah...........................................................................................2
1.3.................................................................................................................. Batas
an Masalah..............................................................................................2
1.4.................................................................................................................. Tujua
n...............................................................................................................2
1.5.................................................................................................................. Manf
aat............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.................................................................................................................. Baja
Karbon....................................................................................................4
2.2.................................................................................................................. Imple
mentasi Korosi Pada Kilang Pengolahan Minyak..................................5
2.3.................................................................................................................. Inhib
itor...........................................................................................................7
2.4.................................................................................................................. Mete
namina.....................................................................................................12
2.5.................................................................................................................. Sifat
Fisik dan Kimia Metenamina..................................................................13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat.........................................................................................................18
3.2. Bahan.....................................................................................................18
3.3. Prosedur Percobaan................................................................................18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHSAN
ii
4.1. Pengaruh pH Terhadap Kecepatan Korosi.............................................20
4.2. Pengaruh Suhu Terhadap Kecepatan Korosi.........................................22
4.3. Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Terhadap Kecepatan Korosi...............23
4.4. Efisiensi Inhibisi....................................................................................24
BAB V KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan............................................................................................27
5.2. Saran......................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA iii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Korosi adalah suatu peristiwa degradasi material karena adanya reaksi
elektokimia dan pengaruh lingkungan. Peristiwa ini dapat menurunkan kualitas
dari material tersebut dan pada logam dapat berubah menjadi senyawa yang tidak
diinginkan. Korosi ini banyak terjadi di alat-alat proses dan sistem perpipaan pada
pabrik industri, seperti pada industri dan penambangan migas.
Pada industri dan penambangan migas, sistem yang sangat rentan terkena
korosi yaitu sistem perpipaan transportasi dan sumur produksi minyak mentah
dikarenakan adanya kandungan garam-garam anorganik, asam-asam organik
dengan berat molekul rendah, serta adanya gas CO2 dan H2S yang kadarnya
tergantung pada lokasi sumur minyak mentah.
Korosi yang menyebabkan kerusakan serius pada jaringan pipa baja
karbon yaitu korosi lokal, dan korosi pada bagian langit-langit pipa (top off line
corrosion). Jika penangan korosi ini tidak dilakukan dengan baik maka kerugian
yang harus ditanggung perusahaan saat besar, yaitu terhentinya proses produksi
akan kerusakan instalasi produksi, terjadinya kecelakaan atau terjadinya kebocoran
pada sistem intalasi produksi yang mengakibatkan pencemaran lingkungan. Di
Indonesia, sudah menganggarkan 1-1,5% dari GDP (Gross Domestic Production)
atau hampir triliun rupiah untuk menangani masalah korosi.
Salah cara yang digunakan untuk mengurangi laju korosi, khususnya baja
karbon dengan penambahan inhibitor guna melindungi pipa bagian dalam.
Inhibitor ini dapat menurunkan laju korosi dalam media agresif secara efisien
walau dalam jumlah yang sedikit. Senyawa yang mengandung atom N, P, O, S,
As3+ biasanya yang digunakan untuk inhibitor korosi. Inhibitor korosi salah satu
cara yang paling efisien dan ekonomis untuk penangan korosi pada sistem
perpipaan migas, karena akan membentuk lapisan pasif atau protektif yang akan
melindungi bagian internal pipa. Salah satu senyawa inhibitor korosi yaitu
1
metenamina. Metenamina adalah senyawa organik yang memiliki empat atom
nitrogen tersier, dan memiliki struktur
2
3
geometri trisiklo, sehingga senyawa ini diharapkan dapat teradsorpsi pada
permukan baja karbon. Secara ekonomis, harga metenamina relatif lebih murah
dibandingkan senyawa inhibitor yang lain.
1.2. Rumusan Masalah
1) Bagaimana hubungan laju korosi terhadap pH sebelum dan setelah
penambahan metenamina dengan metode tafel?
2) Bagaimana hubungan laju korosi terhadap temperatur dan pH terkorosi
optimum sebelum dan sesudah penambahan metenamina pada metode tafel?
3) Bagaimana hubungan laju korosi pada pH dan temperatur optimum korosi
seiring peningkatan konsentrasi metenamina dengan metode tafel?
4) Bagaimana tingkat efisiensi inhibisi dari penggunaan inhibitor metenamina?
1.3. Batasan MasalahBatasan masalah pada makalah ini adalah pengaruh penambahan inhibitor
metenamina sebanyak 40 ppm terhadap kecepatan laju korosi pada pipa baja
karbon API 5L X65 dengan metode pengukuran tafel serta menghitung tingkat
efisiensi dari penggunaan inhibitor metenamina.
1.4. Tujuan
1) Untuk mengetahui hubungan laju korosi terhadap pH sebelum dan setelah
penambahan metenamina dengan metode tafel.
2) Untuk mengetahui hubungan laju korosi terhadap temperatur dan pH terkorosi
optimum sebelum dan sesudah penambahan metenamina dengan metode tafel.
3) Untuk mengetahui hubungan laju korosi pada pH dan temperatur optimum
korosi seiring peningkatan konsentrasi metenamina dengan metode tafel.
4) Untuk mengetahui tingkat efisiensi inhibisi dari penggunaan inhibitor
metenamina
1.5. Manfaat
1) Dengan memperlajari inhibitor metenamina, penulis mendapat wawasan
mengenai senyawa inhibitor yang dapat mengurangi laju korosi.
4
2) Dengan mempelajari temperature, pH, dan konsentasi metenamina dalam laju
korosi, penulis dapat mengetahui keefektifan metenamina dalam mengurangi
laju korosi pada baja karbon.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Baja Karbon
Baja karbon adalah paduan antara Fe dan C dengan kadar C sampai
2,14%. Sifat- sifat mekanik baja karbon tergantung dari kadar C yang
dikandungnya. Setiap baja termasuk baja karbon sebenarnya adalah paduan multi
komponen yang disamping Fe selalu mengandung unsur-unsur lain seperti Mn, Si,
S, P, N, H, yang dapat mempengaruhi sifat-sifatnya. Baja karbon dapat
diklasifikasikan menjadi tiga bagian menurut kadar karbon yang dikandungnya,
yaitu baja karbon rendah dengan kadar karbon kurang dari 0,25 %, baja karbon
sedang mengandung 0,25 – 0,6 % karbon, dan baja karbon tinggi mengandung 0,6
– 1,4 % karbon.
Dalam pengaplikasiannya baja karbon sering digunakan sebagai bahan
baku untuk pembuatan alat-alat perkakas, komponen mesin, struktur bangunan,
dan lain sebagainya. Menurut pendefenisian ASM handbook vol.1:148, baja
karbon dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah persentase komposisi kimia
karbon dalam baja yakni sebagai berikut :
2.1.1. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel)
Baja karbon rendah merupakan baja dengan kandungan unsur karbon
dalam sturktur baja kurang dari 0,3% C. Baja karbon rendah ini memiliki
ketangguhan dan keuletan tinggi akan tetapi memiliki sifat kekerasan dan
ketahanan aus yang rendah. Pada umumnya baja jenis ini digunakan sebagai bahan
baku untuk pembuatan komponen struktur bangunan, pipa gedung, jembatan, bodi
mobil, dan lain-lainya.
2.1.2. Baja Karbon Sedang (Medium Carbon Steel)
Baja karbon sedang merupakan baja karbon dengan persentase kandungan
karbon pada besi sebesar 0,3% C – 0,59% C. Baja karbon ini memiliki kelebihan
bila dibandingkan dengan baja karbon rendah, baja karbon sedang memiliki sifat
mekanis yang lebih kuat dengan tingkat kekerasan yang lebih tinggi dari pada baja
5
karbon rendah. Besarnya kandungan karbon yang terdapat dalam besi
memungkinkan baja untuk dapat dikeraskan dengan memberikan perlakuan panas
6
7
(heat treatment) yang sesuai. Baja karbon sedang biasanya digunakan untuk
pembuatan poros, rel kereta api, roda gigi, baut, pegas, dan komponen mesin
lainnya.
2.1.3. Baja karbon tinggi (High Carbon Steel)
Baja karbon tinggi adalah baja karbon yang memiliki kandungan karbon
sebesar 0,6% C – 1,4% C. Baja karbon tinggi memiliki sifat tahan panas,
kekerasan serta kekuatan tarik yang sangat tinggi akan tetapi memiliki keuletan
yang lebih rendah sehingga baja karbon ini menjadi lebih getas. Baja karbon tinggi
ini sulit diberi perlakuan panas untuk meningkatkan sifat kekerasannya, hal ini
dikarenakan baja karbon tinggi memiliki jumlah martensit yang cukup tinggi
sehingga tidak akan memberikan hasil yang optimal pada saat dilakukan proses
pengerasan permukaan. Dalam pengaplikasiannya baja karbon tinggi banyak
digunakan dalam pembuatan alat-alat perkakas seperti palu, gergaji, pembuatan
kikir, pisau cukur, dan sebagainya.
2.2. Implementasi Korosi pada Kilang Pengolahan Minyak
Korosi adalah perusakan logam karena adanya reaksi kimia atau elektro
kimia atara logam dengan lingkungannya. Adapun lingkungan yang dimaksud
adalah dapat berupa larutan asam, air dan uap yang masing masing mempunyai
daya hantar listrik yang berbeda beda. Perusakan logam yang dimaksud adalah
berkurangnya nilai logam baik dari segi ekonomis, maupun teknis.
Masalah korosi di kilang pengolahan minyak menjadi sangat rumit dan
parah karena proses yang rumit dan sangat bervariasi diantara kilang tergantung
pada minyak mentah yang diproses, jenis proses yang digunakan, jenis katalis
yang dipakai dan jenis produk yang diinginkan.
Secara ideal korosi dapat dicegah dengan menghilangkan kondisi korosif,
namun di kilang pengolahan, hal ini tidak mungkin dilakukan sehingga yang dapat
dilakukan adalah memilih material yang tepat dan menggunakan berbagai teknik
pengendalian korosi. Logam yang berbeda memiliki tingkat korosivitas yang
berbeda dan akan terserang korosi dengan bentuk yang berbeda. Serangan dapat
berupa korosi merata yang menyerang seluruh permukaan. Korosi dapat terbentuk
disekitar sambungan dua logam yang berbeda. Logam dapat mengalami serangan
8
yang sangat terlokalisasi oleh sumuran (pitting). Kekuatan logam dapat dirusak
oleh retak yang disebabkan korosi. Korosi dapat juga terjadi pada celah, di bawah
gasket atau di dalam soket. Korosi dapat juga menyebabkan penghilangan satu
unsur paduan dan menyebabkan penurunan kekuatan paduan tersebut.
2.2.1. Tempat-Tempat terjadinya Korosi pada Produksi Minyak
2.2.1.1. Down Hole Corrosion
High Fluid level pada jenis pompa angguk di sumur minyak dapat
menyebabkan terjadinya stress pada rod bahkan dapat pula terjadi corrosion
fatigue.Pompa harus dapat tahan terhadap sifat-sifat korosi dari fluida yang
diproduksi dan tahan pula terhadap sifat abrasi.
2.2.1.2. Flowing Well
Anulus dapat pula digunakan untuk mengalirkan inhibitor ke dasar tubing
dan memberikan proteksi pada tabung dari kemungkinan bahaya korosi. Pelapisan
dengan plastik dan memberikan inhibitor untuk proteksi tubing dapat pula
digunakan pada internal tubeing surface.
2.2.1.3. Casing Corrosin
Casing yang terdapat di sumur-sumur produksi bervariasi dari yang besar
sampai yang consentric acid. Diperlukan perlindungan katiodik untuk external
casing. Korosi internal casing tergantung dari komposisi annular fluid.
2.2.1.4 Well Heads
Peralatan dari well heads, terutama pada well gas tekanan tinggi, sering
mengalami korosi yang disebabkan oleh kecepatan tinggi dan adanya turbulensi
dari gas.
2.2.2. Pengendalian Korosi Pada Industri Minyak Bumi
Minyak bumi adalah suatu senyawa hidrokarbon yang terdiri dari Karbon
(83-87%), Hidrogen (11-14%), Nitrogen (0,2-0,5%), Sulfur (0-6%), dan Oksigen
(0-3,5%). Proses produksi minyak dari formasi tersebut mempunyai kandungan air
yang sangat besar, bahkan bisa mencapai kadar lebih dari 90%. Selain air, juga
terdapat komponen-komponen lain berupa pasir, garam-garam mineral, aspal, gas
CO2 dan H2S. Komponen-komponen yang terbawa bersama minyak ini
menimbulkan permasalahan tersendiri pada proses produksi minyak bumi. Air
9
yang terdapat dalam jumlah besar sebagian dapat menimbulkan emulsi dengan
minyak akibat adanya emulsifying agent dan pengadukan.
Hal penting lainnya adalah adanya gas CO2 dan H2S yang dapar
menyebabkan korosi dan mengakibatkan kerusakan pada casing, tubing, sistem
perpipaan dan surface fasilitis. Sementara itu, ion-ion yang larut dalam air seperti
kalsium, karbonat, dan sulfat dapat membentuk kerak (scale). Scale dapat
menyebabkan pressure drop karena terjadinya penyempitan pada sistem
perpipaan, tubing, dan casing sehingga dapat menurunkan produksi. Hal ini akan
menyebabkan timbulnya aliran-aliran elektron dari suatu tempat ke tempat yang
lain pada permukaan metal. Secara garis besar korosi ada dua jenis yaitu:
1) Korosi Internal yaitu korosi yang terjadi akibat adanya kandungan CO2
dan H2S pada minyak bumi, sehingga apabila terjadi kontak dengan air
akan membentuk asam yangmerupakan penyebab korosi.
2) Korosi Eksternal yaitu korosi yang terjadi pada bagian permukaan dari
sistem perpipaan dan peralatan, baik Metanayang kontak dengan udara
bebas dan permukaan tanah, akibat adanya kandungan zat asam pada udara
dari tanah.
2.3. Inhibitor
Inhibitor adalah zat yang menghambat atau menurunkan laju reaksi kimia.
Sifat inhibitor berlawanan dengan katalis, yang mempercepat laju reaksi. Inhibitor
korosi adalah zat yang dapat mencegah atau memperlambat korosi logam.
Inhibitor korosi sendiri didefinisikan sebagai suatu zat yang apabila ditambahkan
dalam jumlah sedikit ke dalam lingkungan akan menurunkan serangan korosi
lingkungan terhadap logam. Mekanisme penghambatannya terkadang lebih dari
satu jenis. Sejumlah inhibitor menghambat korosi melalui cara adsorpsi untuk
membentuk suatu lapisan tipis yang tidak nampak dengan ketebalan beberapa
molekul saja, ada pula yang karena pengaruh lingkungan membentuk endapan
yang nampak dan melindungi logam dari serangan yang mengkorosi logamnya dan
menghasilkan produk yang membentuk lapisan pasif, dan ada pula yang
menghilangkan konstituen yang agresif. Syarat-syarat inhibitor korosi yang baik:
1) harus murah,
10
2) Tidak beracun,
3) aman bagi lingkungan, dan
4) tersedia di alam
Dewasa ini terdapat 6 jenis inhibitor, yaitu inhibitor yang memberikan
pasivasi anodik, pasivasi katodik, inhibitor ohmik, inhibitor organik, inhibitor
pengendapan, dan inhibitor fasa uap. Pembahasan mengenai kimia dari inhibitor
korosi dapat menyangkut sifat dari inhibitor, interaksi inhibitor dengan berbagai
lingkungan yang agresif serta pengaruhnya terhadap proses korosi.
2.3.1. Mekanisme Kerja Inhibitor Korosi
Suatu inhibitor kimia adalah suatu zat kimia yang dapat menghambat atau
memperlambat suatu reaksi kimia. Secara khusus, inhibitor korosi merupakan
suatu zat kimia yang bila ditambahkan kedalam suatu lingkungan tertentu, dapat
menurunkan laju penyerangan lingkungan itu terhadap suatu logam. Pada
prakteknya, jumlah yang di tambahkan adalah sedikit, baik secara kontinu maupun
periodik menurut suatu selang waktu tertentu. Adapun mekanisme kerjanya dapat
dibedakan sebagai berikut:
1) Inhibitor teradsorpsi pada permukaan logam, dan membentuk suatu lapisan
tipis dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor. Lapisan ini tidak
dapat dilihat oleh mata biasa, namun dapat menghambat penyerangan
lingkungan terhadap logamnya.
2) Melalui pengaruh lingkungan (misal pH) menyebabkan inhibitor dapat
mengendap dan selanjutnya teradsopsi pada permukaan logam serta
melidunginya terhadap korosi. Endapan yang terjadi cukup banyak,
sehingga lapisan yang terjadi dapat teramati oleh mata.
3) Inhibitor lebih dulu mengkorosi logamnya, dan menghasilkan suatu zat
kimia yang kemudian melalui peristiwa adsorpsi dari produk korosi
tersebut membentuk suatu lapisan pasif pada permukaan logam.
4) Inhibitor menghilangkan kontituen yang agresif dari lingkungannya.
Berdasarkan sifat korosi logam secara elektrokimia, inhibitor dapat
mempengaruhi polarisasi anodik dan katodik. Bila suatu sel korosi dapat dianggap
terdiri dari empat komponen yaitu: anoda, katoda, elektrolit dan penghantar
11
elektronik, maka inhibitor korosi memberikan kemungkinan menaikkan polarisasi
anodik, atau menaikkan polasisasi katodik atau menaikkan tahanan listrik dari
rangkaian melalui pembentukan endapan tipis pada permukaan logam.
Mekanisme ini dapat diamati melalui suatu kurva polarisasi yang diperoleh secara
eksperimentil.
2.3.2. Jenis – Jenis Inhibitor
Ada berbagai jenis Inhibitor yang dikenal, dan diklasifikasikan
berdasarkan bahan dasarnya, reaksi yang dihambat, serta mekanisme inhibisinya.
2.3.2.1. Menurut Bahan Dasarnya
1) Inhibitor Organik
Inhibitor ini menghambat korosi dengan cara teradsorpsi kimiawi
pada permukaan logam, melalui ikatan logam-heteroatom. Inhibitor ini
terbuat dari bahan organik. Contohnya adalah: gugus amine, tio, fosfo, dan
eter. Gugus amine biasa dipakai di sistem boiler. Inhibitor organik
tersusun atas unsur-unsur C, H, N, O, P, S.
2) Inhibitor Inorganik
Inhibitor anorganik bersifat sebagai inhibitor anodik karena
inhibitor ini memiliki gugus aktif, yaitu anion negatif, yang berguna untuk
mengurangi korosi. Inhibitor ini bersifat toksik (racun). Contohnya
senyawa fosfat, kromat, dikromat, silikat, borat, tungstat, molibdat dan
arsenat. Senyawa ini juga dikatakan inorganik karena tidak memiliki atom
C dan H pada rumus senyawanya.
2.3.2.2. Menurut Reaksi yang Dihambat
1) Inhibitor katodik
Proses yang dihambat adalah reaksi reduksi. Molekul organik
netral teradsorpsi di permukaan logam, sehingga mengurangi akses ion
hidrogen menuju permukaan elektroda. Inhibitor katodik merupakan
kation yang bermigrasi ke permukaan katodik dan diendapkan secara
kimia atau elektrokimia dan mengisolasi permukaan ini, sehingga
menghalangi pembebasan gas hidrogen di permukaan katodik. Reaksi
katodik di lingkungan netral, adalah:
12
2H2O + O2 + 4e = 4OH-
Pada reaksi ini, inhibitor bereaksi dengan ion hidroksil menghasilkan
senyawa yang mengendap di permukaan katoda, sehingga menyelimuti
katoda dari elektrolit dan mencegah masuknya oksigen. Inhibitor yang
banyak digunakan untuk tipe ini adalah larutan garam seng dan
magnesium yang membentuk hidroksida tidak larut, kalsium yang
menghasilkan karbonat dan polifosfat. Reaksi katodik di lingkungan asam:
2H+ +2e = H2
Inhibitor katodik dibedakan menjadi:
a) Inhibitor racun
Inihibitor ini bersifat menghambat penggabungan atom-atom Had
menjadi molekul gas H2 di permukaan logam , dapat mengakibatkan
perapuhan hidrogen pada baja kekuatan tinggi, dan bersifat racun bagi
lingkungan dengan kata lain inhibitor jenis ini digunakan dengan hati-
hati. Contohnya: As2O3, Sb2O3.
b) Inhibitor presipitasi katodik
Inihibitor ini mengendapkan CaCO3, MgCO3, CaSO4, MgSO4 dari
dalam air. Contoh: ZnSO4 + dispersan.
c) Oxygen scavenger
Inihibitor ini mengikat O2 terlarut. Contohnya adalah
N2H4 (Hydrazine) + O2 → N2 + 2 H2O
2) Inhibitor Anodik
Inhibitor anodik adalah suatu anion bermigrasi ke permukaan
anodik dan membantu proses pasivasi selanjutnya dengan oksigen terlarut.
Inhibitor anodik dapat merupakan inhibitor anorganik seperti ortofosfat,
silikat, nitrit, kromat, dan benzoate. Inhibitor anorganik ini dapat
dibedakan menjadi:
a) inhibitor oksidator, seperti kromat dan nitrit
b) inhibitor non oksidator, seperti boraks, fosfat dan silikat
13
c) Inhibitor campuran, senyawa nitrit dan benzoate untuk radiator
automobile, senyawa kromat dan polifosfat sebagai inhibitor anodik dan
katodik.
2.3.2.3. Menurut Mekanisme (Cara Kerja) Inhibisi
1) Inhibitor Pasivator
Inhibitor ini menghambat korosi dengan cara menghambat reaksi
anodik melalui pembentukan lapisan pasif, sehingga merupakan inhibitor
berbahaya, bila jumlah yang ditambahkan tidak mencukupi. Inhibitor
Pasivator terdiri dari :
a) Inhibitor Pasivator Oksidator, misalnya: Cr2O72-, , CrO4
2-, ClO3-, ClO4
-.
b) Inhibitor Pasivator non oksidator, contohnya : ion metalat (vanadat,
ortovanadat, metavanadat), NO2-. Inhibitor vanadium dipakai di Unit
CO2 Removal Pabrik Ammonia, karena larutan Benfield yang bersifat
korosif.
c) Pembentuk senyawa tak larut misalnya: NaOH, Na3PO4, Na2HPO4,
Na2CO3, NaBO3.
2) Inhibitor Presipitasi
Inhibitor ini membentuk kompleks tak larut dengan logam atau
lingkungan sehingga menutup permukaan logam dan menghambat reaksi
anodik dan katodik. Contoh: Na3PO4, Na2HPO4.
3) Inhibitor Adsorpsi
Inhibitor yang teradsorpsi sehingga harus ada gugus aktif (gugus
heteroatom). Gugus ini akan teradsorpsi di permukaan logam. Contoh :
Senyawa asetilen, senyawa sulfur, senyawa amine dan senyawa aldehid.
2.3.2.4. Inhibitor Aman dan Inhibitor Berbahaya
1) Inhibitor aman (tidak berbahaya)
Inhibitor aman adalah inhibitor yang bila ditambahkan dalam
jumlah yang kurang (terlalu sedikit) dari konsentrasi kritisnya, tetap akan
mengurangi laju korosi. Inhibitor aman ini umumnya adalah inhibitor
katodik, contohnya adalah garam-garam seng dan magnesium, calcium,
dan polifosfat.
14
2) Inhibitor berbahaya
Inhibitor berbahaya adalah inhibitor yang apabila ditambahkan di
bawah harga kritis akan mengurangi daerah anodik, namun luas daerah
katodik tidak terpengaruh. Sehingga kebutuhan arus dari anoda yang masih
aktif bertambah hingga mencapai harga maksimum sedikit di bawah
konsentrasi kritis. Laju korosi di anoda-anoda yang aktif itu meningkat dan
memperhebat serangan korosi sumuran. Yang termasuk inhibitor
berbahaya adalah inhibitor anodik, contohnya adalah molibdat, silikat,
fosfat, borat, kromat, nitrit, dan nitrat.
2.4 Metenamina
Senyawa metenamina adalah senyawa organik yang memiliki empat atom
nitrogen tersier, dan memiliki struktur geometri trisiklo, sehingga dapat senyawa
ini dapat teradsorpsi pada permnukaan baja karbon secara fisisorpsi ataupun
kemisorpsi dan dapat melindungi logam dari proses korosi. Secara Ekonomis,
harga metenamina relative lebih murah dibandingkan dengan senyawa inhibitor
komersial yang telah ada. Studi mengenai daya inhibis senyawa metenamina
sangat jaran dipublikasi oleh para peniliti. Nama lain dari Metenamina ini adalah
Heksamina atau Hexamine. Berikut proses pembentukan struktur senyawa
heksamina:
Gambar 2.1. Pembentukan Heksamina
Heksametilena-Tetramine, lebih dikenal sebagai Heksamin, memiliki berbagai
aplikasi untuk berbagai industri. heksamina dapat berupa, kristal material serbuk,
padat, yang diproduksi mulai dari formaldehid dan amonia.
Heksamin banyak digunakan juga dalam berbagai bidang antara lain:
bidang kedokteran (bahan baku antiseptik), industri plastik (hardening), industri
karet (accelerator yaitu agar karet menjadi elastis), industri tekstil (shrink-
15
proofing agent dan untuk memperindah warna), foam manufacturing, industri serat
selulosa (menambah elastisitas), dan pada industri buah digunakan sebagai
fungisida pada tanaman jeruk untuk menjaga tanaman dari serangan jamur.
Metenamin aktif terhadap berbagai jenis mikroba. Bakteri Gram negatif dapat
dihambat dengan metenamin, kecuali Proteus. Kebutuhan heksamin terus
meningkat dari tahun ke tahun. Menurut BPS (2004 - 2010), impor heksamin
Indonesia seperti pada tabel berikut:
Tabel 2.1. Impor Heksamin di Indonesia
Tahun Impor (Ton)
2007 349.123
2008 278.901
2009 183.391
2010 356.987
2011 546.645
(Sumber: BPS, 2004-2010)
2.5. Sifat Fisik dan Kimia Heksamina
Nama Resmi : Hexaminum
Nama Lain : Heksamina, Metenamina
Nama Trivial : Heksametilen-Tetramin
Rumus Molekul : C6H12N4
Berat Molekul : 140.19
Fase ; Padat
Bentuk : Kristal
Specific Gravity : 1,270 (25o)
Warna : Putih dan berkilauan
Titik Didih : 285-295 oC
Kelarutan :46.5 gr/100 gr air (25oC) ; 43,4 gr/100 gr air (70oC)
Larut dalam 1,5 bagian air, dalam 125 ml etanol (95%) dan
dalam lebih kurang 10 bagian kloroform
Kemurnian : 99.93%
Impuritis : 0.07
16
Pemerian : Hablur mengkilap, tidak berwarna atau serbuk hablur putih,
tidak berbau, rasa membakar, jika dipanaskan dalam suhu ±
260o menyubilm
Kondisi : Dalam suasana asam, metenamin terurai dan membebaskan
formaldehid yang bekerja, bekerja dengan baik pada pH
yang rendah
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Antiseptikum
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat-alat yang digunakan
1) Sel elektrokimia
2) PGZ 301
3) Software VoltaLab4
4) Elektroda kalamel jenuh
3.2. Bahan-bahan yang digunakan
1) Baja karbon API 5L X65
2) Larutan buffer asetat
3) NaCl
4) Kerosin
5) Akuades
6) Aseton
7) Resin dan pengerasnya
3.3. Prosedur Percobaan
3.3.1. Tahap Preparasi Material
1) Baja karbon API 5L X65 sebagai elektroda kerja terlebih dahulu dipotong
dari pipa induk, kemudian dibubut secara silindris dengan panjang ± 4 cm
dan diameter 1,4 cm.
2) Baja karbon tersebut dibor dan kabel dimasukkan pada lubang yang telah
dibor.
3) Bungkus elektroda tersebut dengan mantel yang terbua dari resin sehingga
kontak dengan larutan uji hanya permukaan depannya dengan luas
paparan 1.5 cm2.
4) Sebelum digunakan sebagai elektroda kerja, sampel baja karbon diamplas
hingga halus.
5) Bilas baja karbon yang telah diamplas dengan air bidestilasi.
6) Bersihkan dengan aseton dan dikeringkan.
17
18
3.3.2. Tahap Pengujian
1) Elektroda kerja (WE) dipasang pada sel elektrokimia berhadapan dengan
elektroda bantu Pt dengan jarak ± 2.5 cm, sedangkan elektroda
pembanding pada posisi sembarang.
2) Masukkan larutan buffer asetat ke dalam sel elektrokimia.
3) Tambahkan 5 gram NaCl ke dalam sel elektrokimia lalu aduk dengan
stirrer pada putaran sedang.
4) Masukkan elektroda kalomel jenuh (SCE) sebagai elektroda pembanding
ke dalam sel dan larutan dijenuhkan dengan gas CO2 secara bubbling.
5) Masukkan sebanyak 50 ml kerosin yang telah dijenuhkan dengan gas CO2
ke dalam sel elektrokimia, sehingg dalam sel elektrokimia terdapat
campuran larutan elektrolit dan kerosin dengan perbandingan persen
volum 80:20.
6) Nyalakan potensiostat, lalu ukur polarisasi baja karbon dengan metode
polarisasi.
7) Olah data polarisasi dengan software Voltamaster hingga muncul
hubungan potensial sel terhadap arus di setiap saat pada layar monitor.
8) Lakukan pengukuran polarisasi sebanyak tiga kali.
9) Setelah pengujian selesai, bersihkan elektroda kerja dan haluskan kembali
dengan amplas.
10) Bilas dengan air bidestilasi dan bersihkan dengan aseton.
11) Setelah kering, masukkan kembali ke dalam sel elektrokimia untuk
dilakukan pengukuran dengan adanya inhibitor di dalam media.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan dari hasil eksperimen yang telah dilakukan didapat data
sebagai berikut:
4.1. Pengaruh pH Terhadap Kecepatan Korosi
Gambar 4.1. Hubungan Ecorr terhadap peningkatan pH
Pada gambar 4.1 terlihat bahwa semakin tinggi pH maka nilai dari Ecorr
akan semakin kearah negatif. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya arus oksidasi
pada permukaan baja karbon yang berdampak pada peningkatan reaksi oksidasi
besi pada proses anodik. Dengan meningkatnya arus oksidasi, aliran elektron dari
permukaan logam menuju larutan semakin cepat dan pada antarmuka terjadi reaksi
reduksi ion-ion H+ yang terdapat dalam larutan membentuk gas H2 pada proses
katodik. Adanya ion-ion asetat, CH3COO- dalam larutan memicu reaksi pelarutan
besi pada daerah anodik, sehinggaproses korosi baja karbon meningkat seiringan
dengan peningkatan pH dan mencapai maksimum pada pH sekitar 4.55. Di atas pH
4.55, potensial korosi menurun. Spesi-spesi yang terdapat dalam larutan uji adalah
CH3COOH, CH3COO-, Na+, H+ dan Cl-. Gas CO2 yang terlarut dalam media akan
bereaksi dengan air membentuk ion HCO3-. Pada pH rendah spesi yang dominan
adalah ion CH3COO- yang berasal dari garam dan asam lemahnya. Ion-ion tersebut
memiliki afinitas lebih kuat terhadap proton dibandingkan dengan ion HCO3-, atau
19
dengan kata lain, ion CH3COO- lebih reaktif dibandingakan ion HCO3- pada saat
kondisi pH rendah. Pada pH > 5 jumlah asam asetat lebih sedikit dibandingakan
20
21
dengan HCO3-. Akibatnya, peluang ion HCO3
- yang dapat bereaksi dengan ion-ion
Fe2+ membentuk FeCO3 di permukaan baja karbon semakin besar. Disamping itu,
produk reaksi ini tidak larut dalam air tetapi menempel pada permukaan baja
karbon membentuk lapisan pasif dan melindungi logam dari korosi lebih lanjut.
Pada pH < 5 laju korosi baja karbin dikendalikan oleh ion-ion CH3COO-. Hal ini
disebabkan ion asetat lebih mudah bereaksi dengan ion-ion Fe2+ pada permukaan
baja karbon yang akan membentuk Fe(CH3COO)2 yang larut dalam larutan uji, dan
produk ini tidak membentuk lapisan pelindung pada permukaan baja karbon
sehingga korosi baja karbon akan berlangsung sampai semua ion asetat habis
bereaksi.
Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa penambahan metenamina
ke dalam larutan uji akan mengakibatkan berkurangnya laju korosi baja karbon.
Gambar 4.2. Hubungan laju korosi dan pH media dengan adanya penambahan metenamina 40
ppm
Pada pH 4.55 laju korosi baja karbon tanpa metenamina 40 ppm laju
korosi berkurang secara signifikan. Selain itu, juga potensial korosi bergeser ke
arah positif kemudian ke arah negatif dari sebelumnya. Pergeseran nilai potensial
tersebut disebabkan oleh adanya aktifitas metenamina. Jika dilihat dari
kecenderungan potensial korosi yang bererak kea rah positif lalu ke arah negatif,
maka reaksi yang dihambat adalah reaksi oksidasi besi pada situs katodik,
akibatnya arus korosi dari permukaan baja karbon ke dalam larutan makin kecil
yang berdampak menurunnya rekasi reduksi ion-ion H+ pada proses katodik. Nilai
potensial yang positif menunjukan bahwa transfer electron dari permukaan
elektroda ke larutan mengalami penghambatan.
22
4.2. Pengaruh Suhu Terhadap Kecepatan Korosi
Untuk mempelajari pengaruh suhu terhadap laju korosi baja karbon
dilakukan pada tekanan atmosfir dan pH tetap, yakni pada pH dengan tingkat
korosi maksimum sebesar 4.55. Komposisi media uji yang digunakan tidak
berbeda dengan pengukuran sebelumnya. Rentang suhu yang diuji adalah 299K
sampai 339K dengan selang 10 derajat. Pada pengujian ini lama paparan baja
karbon dalam media uji 30 menit.
Gambar 4.3. Pengaruh Suhu terhadap Laju Korosi Baja Karbon
Pada gambar 4.3 tampak bahwa laju korosi naik sejalan dengan
meningkatnya suhu. Hal ini disebabkan oleh mobilitas ion-ion dalam larutan
makin tinggi yang berdampak pada serangan terhadap permukaan baja karbon
makin luas. Makin tinggi suhu media mengakibatkan kelarutan gas CO2 makin
rendah yang berdampak pada pembentukan ion HCO3- menurun, sehingga
pembentukan kerak Fe2CO3 yang dapat menutupi permukaan baja karbon
berkurang. Selain itu peningkatan suhu menyebabkan laju reaksi pada situs anoda
dan katoda meningkat. Di katoda laju reaksi H+ meningkat sejalan dengan
meningkatnya suhu, hal ini tentu dapat meningkatkan laju oksidasi logam di
anodik. Kenaikan suhu dapat juga mengakibatkan lapisan difusi Nerst berubah.
Lapisan Nerst adalah lapisan paling luar dari sistem antar muka logam-larutan.
Lapisan Nerst ini sangat labi terhadap perubahan suhu. Peningkatan suhu juga
menggeser potensial kearah lebih negatif. Nilai potensial korosi yang makin
negatif menunjukan meningkatnya aktifitas katodik atau meningkatnya reduksi
ion-ion H+ menjadi H2 yang berdampak pada peningkatan laju oksidasi atom-atom
23
besi di anodic, sehingga Fe2+ dalam larutan meningkan dan pembentukan
Fe(CH3COO)2 lebih dominan. Laju korosi berkurang dengan adaya metenamina 40
ppm dalam larutan uji.
Gambar 4.4. Pengaruh suhu terhadap laju korosi baja karbon dengan dan tanpa adanya
metenamina
Penambahan metenamina ke dalam larutan uji berpengaruh terhadap
harga potensial korosi yang bergeser ke arah lebih negatif. Hal ini menunjukan
bahwa reaksi pada anodic mengalami hambatan dengan adanya metenamina,
sehingga laju pembentukan gas H2 dipermukaan logam atau pada situs katodik
tehambat. Laju korosi baja karbin dengan adanya inhibitor pada suhu yang
meningkat relatif beragam. Hal ini menunjukan kemampuan inhibisi metenamina
pada korosi baja karbin pada suhu tidak stabil. Peningkatan suhu menyebabkan
tingkat energi molekul pada permukaan logam mengalami persaingan antara gaya
adsorpsi dengan gaya desorpsi dari logam.
4.3. Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Pada Kecepatan Korosi
Untuk mempelajari pengaruh konsentrasi metenamina terhadap laju
korosi baja karbon dilakukan dengan konsentrasi metenamina berturut-turut: 0, 20,
40, 60, 80, dan 100 (dalam ppm). Pengukuran dilakukan pada pH dan suhu dnegan
tingkat korosi maksimum yaitu pada pH 4.55 dan suhu 339K, durasi paparan
selama 30 menit.
Tabel 4.1. Pengaruh konsentrasi terhadap kecepatan korosi
MECORR
(mV)
Icorr
(mA/cm2)Ba(mV) Bc(mV) Vcorr(mm/thn)
0 -686,6 1,35593 55,2 114,0 15,86
24
MECORR
(mV)
Icorr
(mA/cm2)Ba(mV) Bc(mV) Vcorr(mm/thn)
20 -684,2 1,10351 45,3 87,4 12,91
40 -698,1 0,73980 60,4 98,2 8,65
60 -685,3 0,71633 40,7 74,7 8,38
80 -684,7 0,50044 45,0 82,0 5,85
100 -695,1 0,38576 51,4 65,1 4,51
Pada tabel 4.1 memperlihatkan penurunan laju korosi seiring dengan penambahan
konsentrasi metenamina. Nilai Icorr juga mengalami penurunan dengan
meningkatnya konsentrasi metenamina. Nilai potensial korosi yang bergerak ke
arah negatif dan positif menunjukan bahwa metenamina dapat menghambat reaksi
yang terjadi pada situs anodic maupun katodik. Nilai potensial korosi yang
semakin positif menunjukan bahwa metenamina dapat menginhibisi transfer
muatan dari baja karbon ke dalam larutan sehingga reaksi evolusi hidrogen pada
proses katodik dapat ditekan.
4.4. Efisiensi Inhibisi
Pada variasi pH dan suhu, konsentrasi metenamina yang ditambahkan
sebanyak 40 ppm, mengacu pada standar NACE. Menurut NACE, suatu inhibitor
dapat dinyatakan efektif jika penambahan inhibitor sebanyak 40 ppm dapat
menginhibisi korosi logam hingga 90% atau penambahan 80 ppm dengan tingkat
inhibisi korosi hingga 95%.
4.4.1. Hubungan efisiensi inhibisi dan pH
Nilai efisiensi inhibisi metenamina pada pH media yang divariasikan
disajikan dalam tabel 4.2. Nilai efisiensi inhibisi metenamina pada korosi baja
karbon mengalami penurunan dengan meningkatnya pH media. Dengan kata lain,
25
metenamina lebih berperan dalam menginhibisi korosi baja karbon paad pH
rendah.
Tabel 4.2. Hubungan pH dan Efisiensi inhibisi metenamina 40 ppm pada suhu kamar
pH Icorr blanko Icorr met 40 ppm %IE
3.06 0.169 0.053 68.59
3.50 0.175 0.059 66.29
3.94 0.215 0.094 56.48
4.55 0.292 0.136 53.34
5.03 0.240 0.154 36.07
Peningkatan pH media menurunkan kemampuan inhibisi korosi
metenamina pada baja karbon. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya ion-ion
asetat, CH3COO- yang bereaksi dengan atom-atom besi membentuk senyawa
Fe(CH3COO)2. Reaksi ini akan berlangsung selama ion-ion asetat tersedia dalam
media, disamping itu produk reaksi larut dalam media sehingga proses korosi akan
berjalan terus. Selain itu, adanya ion-ion Cl- dalam media dapat mempercepat laju
korosi karena ion tersebut berperan sebagai katalis. Efisiensi inhibisi maksimum
yang dapat dicapai oleh metenamina adalah 68.59% pada pH 3.06. Dengan
demikian, metenamina memiliki potensi sebagai inhibitor korosi pada pH rendah
walaupun kurang efektif.
4.4.2. Hubungan efisiensi inhibisi dan suhu
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa peningkatan laju korosi
disebabkan oleh meningkatnya kinetika ion-ion dalam larutan.
Tabel 4.3. Hubungan suhu dengan efisiensi metenamina pada pH 4.55 dan konsentrasi metenamina
40 ppm
T Icorr Blanko Icorr met 40 ppm %IE
299 0.295 0.138 53.22
26
309 0.211 0.122 42.07
T Icorr Blanko Icorr met 40 ppm %IE
319 0.242 0.149 38.23
329 0.941 0.552 41.41
339 1.222 0.648 46.95
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa efisiensi inhibisi maksimum yang
dapat dicapai oleh metenamina adalah 53.22% pada suhu 299K dan minimumnya
38.23% pada suhu 319K. Hal ini disebabkan meningkatnya energi molecular yang
menimbulkan lapisan inhibitor yang teradsorpsi pada permukaan baja karbon
terlepas sehingga korosi baja karbon kurang dapat dikendalikan.
4.4.3. Hubungan efisiensi inhibisi dan konsentrasi metenamina
Tabel 4.4. Hubungan konsesntrasi dengan efisiensi inhibisi metenamina pada pH 4.55 dan suhu
339K
T Icorr %IE
0 1.356 -
20 1.103 18.62
40 0.739 45.44
60 0.716 47.17
80 0.500 63.09
100 0.385 71.55
Berdasarkan pengukuran, nilai efisiensi inhibisi maksimum yang dapat dicapai
oleh metenamina sebesar 71.55% untuk konsentrasi metenamina 100 ppm. Secara
umum nilai efisiensi inhibisi meningkat seriring dengan meningkatnya konsentrasi
inhibitor yang ditambahkan ke dalam media uji. Adanya ketidaksamaan nilai
27
efisiensi inhibisi pada kedua metode disebabkan oleh banyak faktor seperti
penyiapan permukaan baja karbon yang tidak seragam.
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
1. Tingkat korosi yang maksimum terjadi pada saat kondisi pH 4.55 dan
penambahan inhibitor metenamina dapat menurunkan laju korosi pada baja
karbon API 5L X65.
2. Semakin tinggi suhu media uji semakin tinggi juga kecepatan korosi pada baja
karbon dan penambahan inhibitor metenamina dapat menurunkan laju korosi
pada baja karbon API 5L X65.
3. Semakin banyak jumlah metenamina yang ditambahkan maka semakin rendah
laju korosi dari baja karbon API 5L X65.
4. Tingkat efisiensi inhibisi metenamina adalah 71.55% yang berarti penggunaan
metenamina masih belum bisa dikatakan layak untuk digunakan secara
komersial.
5.2. Saran
Diharapkan ada kelanjutan dari riset ini mengenai kondisi paling optimum dalam penggunaan inhibitor metenamina pada perpipaan kilang minyak supaya penggunaan inhibitor metenamina dapat dikomersialkan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Chodijah,Siti. 2008. Efektifitas Penggunaan Pelapis. [Online]
http://lib.ui.ac.id/file-?file=digital/124983-R040856Efektifitas%20penggu-
naan-Literatur.pdf (Diakses pada tanggal 21 Oktober 2014)
Delimunther, IS. 2004. Kimia Dari Inhibitor Korosi.
http://repository.usu.ac-.id/bitstream/123456789/1345/1/tkimia-indra3.pdf
(Diakses pada tanggal 21 Oktober 2014)
Fujanita, Desi. 2010. Inhibitor. [Online]
https://www.scribd.com/doc/44932135-/Inhibitor (Diakses pada tanggal 21
Oktober 2014)
Rizki, Elva. 2013. Inhibitor Korosi. [Online] https://www.scribd.com/doc/14430-
4434/Inhibitor-Korosi (Diakses pada tanggal 21 Oktober 2014)
Sukma, JA. Baja Karbon. [Online] http://eprints.undip.ac.id/41534/4/BAB_II.pdf
(Diakses pada tanggal 21 Oktober 2014)
Tyas. 2012. Daster Inhibitor Korosi. [Online]https://www.scribd.com/doc/11475-
5146/Daster-Inhibitor-Korosi (Diakses pada tanggal 21 Oktober 2014)
Wahyuningsih A, Sunarya Y, dan Aisyah S. (2010). Metanamina Sebagai
Inhibitor Korosi Baja Karbon Dalam Lingkungan Sesuai Kondisi
pertambangan Minyak Bumi. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia. Volume 1.
iii
Recommended