View
4
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
PANDUAN
PENGGUNAN ANTIBIOTIK
PROFILAKSIS dan TERAPI
EDISI 2018
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOETOMO
S U R A B A Y A
ii
PANDUAN PENGGUNAN ANTIBIOTIK
PROFILAKSIS dan TERAPI
EDISI 2018
“Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi (PPAB) ini
digunakan secara terbatas untuk pelayanan medis di lingkungan
RSUD Dr. SOETOMO,
Semua pihak dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau
seluruhnya dalam bentuk apapun tanpa ijin tertulis dari Direktur
RSUD Dr. Soetomo”.
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOETOMO
S U R A B A Y A
iii
iv
v
Kata Pengantar
Masalah resistensi bakteri (AMR= antimicrobial resistance)
merupakan masalah dan ancaman masa depan kehidupan bangsa maupun
secara global. Munculnya dan meningkatnya AMR terjadi karena
peningkatan penggunaan antibiotik yang inappropriate, diantaranya misuse
(pemberian antibiotik yang tidak ada indikasi) dan overuse (terlalu panjang
pemberian antibiotik) serta terjadi transmisi bakteri di lingkungan fasilitas
kesehatan maupun di komunitas. Dampak yang terjadi pada pelayanan
kesehatan adalah meningkatnya kejadian healthcare associated infection
(HAI >30%), morbiditas, mortalitas, kecacatan, menurunnya produktivitas
kerja dan peningkatan biaya pengobatan.
Di lingkungan rumah sakit, antibiotik harus digunakan secara
terkendali untuk peningkatan outcome klinik pasien, menurunkan HAI, dan
menurunkan prevalensi AMR, sehingga diperlukan suatu Panduan
Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi mengacu pada Keputusan
Direktur Nomor: 188.4/ 237/ 301/ 2018 tentang Kebijakan Pengendalian
Penggunaan Antibiotik RSUD Dr.Soetomo. Buku panduan ini diharapkan
dapat membantu para klinisi DPJP dalam menetapkan pilihan jenis antibiotik,
rejimen dosis, dan lama pemberian antibiotik dengan tepat, juga sebagai
acuan dalam monitoring dan evaluasi secara berkala sehingga diharapkan
dapat meningkatkan outcome pasien dan menurunkan prevalensi AMR dalam
jangka panjang.
Dukungan dan saran perbaikan semua pihak sangat diperlukan untuk
kesempurnaan buku panduan ini. Semoga bermanfaat untuk RSUD Dr.
Soetomo tercinta.
Tim Penyusun PPAB
RSUD Dr. Soetomo
vi
Sambutan Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, senantiasa bertekad untuk
menjadi lebih baik dalam bidang pelayanan kepada masyarakat daerah Jawa
Timur maupun propinsi lainnya. Sebagai rumah sakit rujukan nasional sudah
tepat apabila perkembangannya menuju kearah standarisasi disegala lini
kinerja dengan mengutamakan mutu dan keselamatan pasien, keluarga
maupun penyelenggara. Untuk maksud tersebut RSUD Dr. Soetomo
berkemauan keras untuk dapat diakui melalui proses akreditasi rumah sakit
baik akreditasi Nasional dan Internasional (JCI).
Berbagai kebijakan, pedoman, panduan, dan SPO dirancang saling
melengkapi guna terciptanya prosedur yang standar dan berorientasi pada
mutu dan keselamatan pasien, kepuasan kastamer yang telah mempercayakan
layanan kesehatan di RSUD Dr. Soetomo.
Kami menyambut gembira, terbitnya buku Panduan Penggunaan
Antibiotik Profilaksis dan Terapi (PPAB) di RSUD Dr. Soetomo, sebagai
acuan penerapan penggunaan antibiotik secara bijak dalam upaya mengatasi
masalah peningkatan prevalensi resistensi antimikroba (AMR), akibat dari
penggunasalahan antibiotik dalam sistem layanan kesehatan di rumah sakit.
Dengan diterbitkannya buka panduan penggunaan antibiotik (PPAB) ini
diharapkan akan terasa dampak dalam peningkatan penggunaan antibiotik
secara bijak, penurunan insiden HAI, penurunan prevalensi AMR, penurunan
belanja antibiotik dan penghematan biaya pengobatan, sehingga semakin baik
outcome pelayanan kasus infeksi di RSUD Dr.Soetomo.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada Tim penyusun dan semua pihak yang berkontribusi dalam
penyusunan buku panduan penggunaan antibiotik profilaksis dan terapi ini.
Semoga bermanfaat bagi semua.
Direktur RSUD Dr. Soetomo.
dr.HARSONO
vii
Tim Kontributor: 1. Dr. Joni Wahyuhadi,dr.,SpBS-K (Wadir Pelayanan Medik)
2. Dr. Hamzah, dr.,SpAn-KNA (Ketua KFT)
3. Prof. Dr. Kuntaman,dr.,MS, SpMK-K ( SMF Mikrobiologi Klinik)
4. Dr. Tarmono,dr.,SpU-K (SMF Urologi)
5. Fendy Matulatan, dr.,SpB(K)BA (SMF Ilmu Bedah)
6. Soedarsono, dr., SpP-K (SMF Ilmu Penyakit Paru)
7. Dr. Erwin Astha Triyono,dr.,SpPD-KPTI (SMF Ilmu Peny.Dalam)
8. Relly Yanuari P, dr.,SpOG-K (SMF Obgyn)
9. Sulis Bayusentono,dr.,SpOT (SMF Orthopaedi dan traumatology)
10. Tedy Apriawan,dr.,SpBD-K (SMF Bedah Saraf)
11. Hantoro,dr.,SpB(K)Onk (SMF Ilmu Bedah)
12. Dr. Lynda Hariani,dr.,SpBP-RE (SMF Bedah Plastik)
13. Arif Rakhman Hakim, dr.,SpB(K)BTKV (SMF Ilmu Bedah)
14. Rony Baehaqi,drg.,SpBM (SMF Gigi dan Mulut)
15. Dwiyanti Puspitasari, dr.,SpA-K (SMF Ilmu Kesehatan Anak)
16. Bramantono,dr.SpPD-KPTI (SMF Ilmu Penyakit Dalam)
17. Abdulloh Machin, dr.,SpS (SMF Ilmu Penyakit Saraf)
18. Maylita Sari,dr.,SpKK (SMF Kulit dan Kelamin)
19. Arthono,dr.,SpTHT (SMF Telinga Hidung dan Tenggorok)
20. Izmi Zuhriyah, dr.,SpM (SMF Ilmu Kesehatan Mata)
21. Muhammad Yahya, drs., SpFRS,Apt (Instalasi Farmasi)
Tim Reviewer:
1. Hari Paraton, dr.,SpOG-K (Ketua KPRA)
2. Prof.Dr. Kuntaman, dr.,MS, SpMK-K (Advisor KPRA)
3. Prof. Usman Hadi., dr.,PhD, SpPD-KPTI (Advisor KPRA)
4. Bambang Pujo Semedi,dr.,SpAn-KIC (Koordinator Tim ASP/PGA
KPRA)
5. Mariyatul Qibtiyah,SSi, SpFRS,Apt (Sekretaris KPRA)
Tim Editor:
1. Mariyatul Qibtiyah, SSi, SpFRS,Apt
2. Agustina Damayanti, SKM
viii
Daftar Isi
SK Penetapan iii
Kata Pengantar v
Sambutan Direktur vi
Daftar Nama Tim vii
Daftar Isi viii
Bab I Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Definisi 2
1.4 Masa Berlaku 3
1.5 Kelebihan dan Keterbatasan 3
Bab II Kebijakan Pengendalian Penggunaan Antibiotik 4
1. Penetalaksanaan Kasus Infeksi Secara Umum 4
2. Penggunaan Antibiotik 5
3. Panduan Penggunaan Antibiotik 9
4. Pemantauan dan Evaluasi 10
5. Sosialisasi dan Evaluasi 10
Bab III Penggunaan Antibiotik Profilaksis 11
3.1 Bedah Digestive 13
3.2 Bedah Thorax Kardio-Vascular 14
3.3 Bedah Onkologi 16
3.4 Bedah Saraf 18
3.5 Bedah Orthopaedi dan Traumatologi 18
ix
3.6 Bedah Urologi 19
3.7 Obstetri dan Ginekologi 20
3.8 Bedah Mulut 21
Bab IV Penggunaan Antibiotik Terapi Empiris 23
Bab V Evaluasi Penggunaan Antibiotik 37
5.1 Audit Kuantitas Penggunaan Antibiotik di
Rumah Sakit 37
5.2 Audit Kualitas Penggunaan Antibiotik di
Rumah Sakit 39
Bab VI Penutup 42
Lampiran 43
Referensi 53
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang.
Salah satu obat andalan untuk mengatasi masalah tersebut adalah
antimikroba antara lain antibiotik (anti bakteri), anti jamur, anti virus,
antiprotozoa. Antibiotik merupakan obat yang paling banyak
digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Berbagai studi
menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik digunakan secara tidak
tepat antara lain untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak
memerlukan antibiotik. Pada penelitian kualitas penggunaan antibiotik
diberbagai rumah sakit ditemukan 30% sampai dengan 80% tidak ada
indikasi (Hadi,2009). Data surveilans penggunaan antibiotik di RSUD
Dr. Soetomo tahun 2017 terdapat 47% pasien rawat inap yang
mendapat terapi antibiotik dan 39% inappropriately yaitu penggunaan
yang tidak ada indikasi, tidak tepat jenis pemilihan antibiotik dan
terlalu lama pemberiannya.
Intensitas penggunaan antibiotik yang relative tinggi
menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global
bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Selain
berdampak pada morbiditas dan mortalitas, juga memberi dampak
negative terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi. Pada
awalnya resistensi ditemukan di tingkat rumah sakit, tetapi lambat
laun juga berkembang di lingkungan masyarakat, khususnya
Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan Escherichia
coli. Beberapa bakteri resisten antibiotik sudah banyak ditemukan di
seluruh dunia yaitu Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus
(MRSA), Vancomycin-Resistant Enterococci (VRE), Penicillin-
Resistant Pneumococci, Klebsiella pneumonia yang menghasilkan
Extended-Spectrum Beta-Lactamase(ESBL), Carbapenem-Resistant
Acinetobacter baumannii. Data surveilans nasional tahun 2016
2
menunjukkan prevalensi bakteri penghasil ESBL pada 8 rumah sakit
rujukan rata-rata mencapai 60%. Peningkatan prevalensi resistensi
antimkroba ini terjadi akibat penggunaan antibiotik yang tidak bijak
dan penerapan kewaspadaan standar (standard precaution) yang
belum optimal.
Untuk meningkatkan penerapan penggunaan antibiotik secara
bijak perlu disusun Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan
Terapi (PPAB) dengan harapan dapat digunakan sebagai acuan para
klinisi DPJP dalam menetapkan pilihan jenis antibiotik, rejimen dosis,
dan lama pemberian antibiotik dengan tepat, juga sebagai acuan dalam
monitoring dan evaluasi secara berkala.
1.2.Tujuan
Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi (PPAB)
RSUD Dr. Soetomo bertujuan sebagai panduan para klinisi DPJP
dalam menetapkan pilihan jenis antibiotik, rejimen dosis, dan lama
pemberian antibiotik yang tepat.
1.3. Definisi
Antibiotik : Zat yang dihasilkan oleh mikroba
terutama fungi, yang dapat menghambat
pertumbuhan atau membasmi mikroba
jenis lain
Antibiotik Profilaksis : Pemberian antibiotik sebelum, saat dan
hingga 24 jam pasca operasi pada kasus
yang secara klinis tidak didapatkan tanda-
tanda infeksi dengan tujuan untuk
mencegah terjadi infeksi luka operasi.
Antibiotik Empiris : Penggunaan antibiotik pada kasus infeksi
yang belum diketahui jenis bakteri
penyebabnya.
3
Antibiotik Definitif : Penggunaan antibiotik pada kasus infeksi
yang sudah diketahui jenis bakteri
penyebab dan pola resistensinya
Resistensi Antibiotik : Kemampuan mikroba untuk bertahan
hidup terhadap efek antibiotik sehingga
tidak efektif dalam penggunaan klinis.
Bakteri resisten : Bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik
yang pada awalnya efektif untuk
mengobati infeksi yang disebabkan oleh
bakteri tersebut
1.4. Masa Berlaku
Kesesuaian pedoman ini memiliki batas waktu maksimal 3 tahun
sehingga diharapkan dalam 3 tahun kedepan dapat dievaluasi dan
diperbarui kembali berdasarkan pola kuman Rumah Sakit Dr.
Soetomo dan perkembangan evidence based.
1.5 Kelebihan dan Keterbatasan
1) Kelebihan
a) Panduan ini merujuk pada Pedoman Umum Penggunaan
Antibiotik Kementerian Kesehatan RI dan Formularium
Nasional.
b) Panduan ini merujuk pada Kebijakan Pengendalian
Penggunaan Antibiotik RSUD Dr. Soetomo.
c) Panduan ini mempertimbangkan pola bakteri dan
antibiogram RSUD Dr. Soetomo terbaru.
d) Panduan ini mengikuti perkembangan evidance base
medicine (EBM) terkini.
4
2) Keterbatasan
a) Panduan ini hanya digunakan sebagai acuan terapi
antibiotik empiris sebelum mendapatkan informasi hasil
pemeriksaan mikrobiologi sebagai terapi definitive.
b) Panduan ini perlu dilakukan evaluasi berkala dengan
mempertimbangkan perubahan pola bakteri dan
perkembangan EBM
BAB II. KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENGGUNAAN
ANTIBIOTIK
Kebijakan Pengendalian Penggunaan Antibiotik telah ditetapkan
berdasarkan Keputusan Direktur RSUD Dr. Soetomo nomor: 188.4/
237/ 301/ 2018, sebagai berikut:
1. PENATALAKSANAAN KASUS INFEKSI SECARA UMUM
a. Pasien dengan gejala infeksi dilakukan anamnesis,
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang (laboratorium/
radiologi).
b. Apabila penyebab infeksi diduga bakteri/jamur, maka segera
dilakukan pengambilan sampel untuk pemeriksaan
mikrobiologi dan diberikan antibiotik empiris.
c. Setelah ada hasil pemeriksaan mikrobiologi, maka dilakukan
de-eskalasi untuk terapi antibiotik definitif dengan
mempertimbangkan kondisi klinis pasien.
d. Apabila hasil pemeriksaan mikrobiologi tidak ditemukan
bakteri/jamur, penanganan pasien dikaji sesuai kondisi klinis
pasien dan pemeriksaan laboratorium penunjang lainnya.
e. Penanganan kasus infeksi kompleks dan infeksi yang
disebabkan oleh bakteri pan-resisten, MRSA, MDRO seperti
kelompok bakteri penghasil ESBL, Carbapenem resisten perlu
5
penanganan secara multi-disiplin yang didiskusikan dalam
forum kajian kasus infeksi terintegrasi.
f. Penanganan penyakit infeksi kompleks dilakukan secara
berjenjang dimulai SMF (DPJP atau Tim PRA SMF) dan bila
diperlukan KPRA RSUD Dr. Soetomo dapat dilibatkan dalam
penanganan kasus tersebut.
g. Tim PRA SMF dan KPRA RSUD Dr. Soetomo dapat
memberikan bimbingan dan memantau perkembangannya.
2. PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
2.1 Ketentuan Umum
a. Penerapan penggunaan antibiotik secara bijak berdasarkan
prinsip penggunaan “antibiotic stewardship program
(ASP)”.
b. Penggunaan antibiotik meliputi indikasi profilaksis pada
pembedahan dan indikasi terapi.
c. Antibiotik indikasi terapi terdiri dari terapi empiris dan
terapi definitif.
d. Jenis antibiotik yang digunakan untuk indikasi profilaksis
pada pembedahan tidak digunakan untuk indikasi terapi,
begitu juga sebaliknya.
2.2 Ketentuan Khusus
2.2.1 Antibiotik Terapi Empiris dan Definitif
a. Pemilihan terapi antibiotik empiris berdasarkan
panduan penggunaan antibiotik (PPAB) disusun
berdasarkan pola mikroba dan pola sensitivitas
antibiotik di RSUD Dr. Soetomo, farmakokinetik-
farmakodinamik serta kajian evidence base
medicine (EBM).
b. Terapi antibiotik empiris diberikan selama 3 hari
untuk dilakukan evaluasi respon klinis dan/ atau
hasil laboratorium.
6
c. Terapi antibiotik definitif didasarkan hasil
pemeriksaan mikrobiologi sesuai prinsip
penggunaan antibiotik secara bijak. Penetapan jenis
antibiotik harus mempertimbangkan kendali mutu
dan kendali biaya meliputi: aspek efektivitas,
keamanan, ketersediaan, biaya dan legalitas.
2.2.2 Antibiotik Profilaksis pada Pembedahan
a. Antibiotik profilaksis digunakan pada kategori
operasi bersih berisiko infeksi dan bersih
kontaminasi.
b. Pemberian antibiotik profilaksis ditujukan untuk
mencegah kejadian infeksi daerah operasi (IDO),
menurunkan morbiditas dan mortalitas pasca
operasi.
c. Saat pemberian 30-60 menit sebelum insisi, sekali
pemberian atau dosis tunggal dalam waktu 15-30
menit secara drip intravena (dilarutkan dalam 100
ml normal saline pada pasien dewasa) dan
pemberian di kamar operasi.
d. Pemberian antibiotik profilaksis diulang bila terjadi
perdarahan lebih dari 1500 ml atau lebih dari 30%
Estimated blood volume = EBV (pada pasien anak
> 15% EBV) atau lama operasi lebih dari 3 jam,
lama pemberian maksimal 24 jam sejak pemberian
antibiotik profilaksis pertama, kecuali pada kasus-
kasus tertentu (sesuai Panduan Praktek Klinik=
PPK).
e. Rekomendasi jenis antibiotik profilaksis adalah
Cephalosporin generasi I (Cefazolin) atau generasi
II (Cefuroxime), kecuali pada kasus-kasus tertentu
(sesuai PPK)
7
2.2.3 Antibiotik Profilaksis pada Non Bedah
Antibiotik profilaksis pada kasus non-bedah mengacu
pada PPK yang berlaku dan referensi berbasis bukti
(EBM) yang telah disepakati di rumah sakit
2.2.4 Antibiotik kombinasi
a. Pemberian antibiotik lebih dari satu jenis ditujukan
untuk meningkatkan sinergisme efek antibiotik pada
infeksi yang spesifik dan mengurangi risiko
timbulnya bakteri resisten.
b. Indikasi penggunaan kombinasi antibiotik pada
kasus infeksi yang dicurigai atau diketahui
disebabkan lebih dari satu mikroba patogen dan
tidak bisa diatasi dengan satu jenis antimikroba.
c. Pertimbangan pemberian kombinasi antibiotik
berdasarkan PPK yang berlaku dan referensi
berbasis bukti
2.2.5 Kategorisasi Restriksi Antibiotik
a. Pengaturan pembatasan penggunaan antibiotik
mengacu pada aturan regulasi “restriksi”
Formularium Nasional (FORNAS)
b. Jenis kategorisasi antibiotik meliputi :
1) Antibiotik lini pertama (unrestricted) diresepkan
oleh dokter umum, PPDS, dan DPJP. Antibiotik
lini pertama meliputi:
a. Aminoglikosida: Gentamycin
b. Penisillin : Ampicillin, Amoxicillin
c. Penisillin + penghambat betalaktamase:
Ampicillin-sulbactam, Amoxicillin-
clavunalat acid
d. Cephalosporin generasi I: Cephradin,
Cephalexin, Cefadroxil, Cefazolin
8
e. Cephalosporin generasi II: Cephaclor,
Cefuroxime
f. Phenicol: Chloramphenicol,
Thiamphenicol
g. Golongan Linkosamide: Clindamycin oral
h. Golongan makrolide: Erythromycin,
Spiramycin, Clarithromycin,
Azithromycin
i. Golongan quinolone: Ciprofloxacin
j. Golongan tetrasiklin: Tetracyclin,
Doxicyclin
k. Kombinasi trimethoprim/sulfametoksazol:
Cotrimoxazole oral
l. Golongan imidazol: Metronidazole
2) Antibiotik lini kedua atau restricted
Antibiotik lini kedua (restricted) diresepkan oleh
DPJP atau PPDS dibawah supervisi DPJP dan
mendapat persetujuan konsultan infeksi.
Antibiotik lini kedua meliputi:
a. Cephalosporin gen III oral: Cefixime,
Cefditoren, Cefpodoxim-proxetil
b. Cephalosporin gen III injeksi: Ceftriaxone,
Cefotaxime, Ceftazidime, Cefoperazon,
Cefoperazon-sulbactam, Ceftizoxime
c. Cephalosporine gen IV injeksi: Cefepime,
Cefpirome
d. Fluoroquinolon gen III-IV: Levofloxacin,
Ofloxacin, Moxifloxacin,
e. Golongan monobaktam: Aztreonam
f. Golongan aminoglikoside: Amikacin,
Fosfomycin
9
g. Golongan lain: Nitrofurantoin, Colistin per-
oral
3) Antibiotik lini ketiga atau reserved
Antibiotik lini ketiga (reserved) termasuk dalam
antibiotik pengendalian khusus, diresepkan DPJP
untuk indikasi tertentu atas persetujuan tim ASP
(tim PGA-KPRA). Adapun tata laksana
pelayanan antibiotik pengendalian khusus diatur
dalam standar prosedur operasional (SPO).
Antibiotik lini ketiga meliputi:
a. Golongan Carbapenem inj (Meropenem,
Ertapenem, Doripenem, Imipenem-cilastatin)
b. Vancomycin inj
c. Piperacillin-tazobactam inj
d. Tygecycline inj
e. Linezolide inj
f. Polimixin B inj
g. Colistin inj
h. Cotrimoxazole inj
3. PANDUAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK (PPAB)
a. Setiap SMF/Departemen menyusun panduan penggunaan
antibiotik mengacu pada panduan praktek klinik terkait
penggunaan antibiotik (PPK-PAB) dan kebijakan
pengendalian penggunaan antibiotik RSUD Dr. Soetomo
b. Pemilihan jenis antibiotik pada panduan penggunaan
antibiotik (PPAB) disusun berdasarkan pertimbangan pola
mikroba dan pola sensitivitas antibiotik di RSUD Dr.
Soetomo, farmakokinetik-farmakodinamik serta kajian
evidence base medicine (EBM).
10
c. Usulan draft PPAB masing-masing Dep/SMF akan dikaji
bersama oleh KPRA, KFT dan SMF terkait, selanjutnya
ditetapkan dan disahkan oleh Direktur RSUD Dr. Soetomo
d. Evaluasi dan revisi PPAB dilakukan secara berkala setiap 2-3
tahun
4. PEMANTAUAN DAN EVALUASI
a. Pemantauan dan evaluasi kebijakan dilakukan secara berkala
setiap tahun
b. Indikator evaluasi sebagai berikut:
• kuantitas penggunaan antibiotik
• kualitas penggunaan antibiotik
• kepatuhan terhadap kebijakan dan panduan penggunaan
antibiotik
• pola mikroba, pola sensitivitas dan resistensi antimikroba
• angka kejadian infeksi di rumah sakit yang disebabkan oleh
mikroba resisten
c. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi dilakukan secara
kolaboratif dan koordinatif antara KPRA, KFT, KPPI,
Instalasi Mikrobiologi Klinik, Instalasi Farmasi, dan SMF
terkait.
5. SOSIALISASI DAN EDUKASI
a. Sosialisasi dan edukasi dalam meningkatkan pemahaman
pengendalian dan penggunaan antibiotik bijak dilakukan
pelatihan atau workshop bagi:
• staf medik fungsional (DPJP)
• tenaga keperawatan
• tenaga kefarmasian
• PPDS-I
• PPDSp-2
• Dokter muda
11
b. Pelaksanaan pelatihan atau workshop bekerjasama dengan
Bidang DIKLAT RSUD Dr. Soetomo
BAB III. PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS
Infeksi Daerah Operasi (IDO) atau Surgical site infection
(SSI) adalah infeksi pada tempat operasi merupakan salah satu
komplikasi utama operasi yang meningkatkan morbiditas dan biaya
perawatan penderita di rumah sakit, bahkan meningkatkan mortalitas
penderita. Angka kejadian IDO pada suatu institusi penyedia
pelayanan kesehatan mencerminkan kualitas pelayanan institusi
tersebut.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi (faktor risiko)
terjadinya IDO antara lain:
1. Sifat operasi (derajat kontaminasi operasi),
2. Nilai ASA (American Society of Anesthesiologists),
3. Komorbiditas DM (Diabetes Mellitus),
4. Suhu praoperasi,
5. Jumlah lekosit
6. Operasi yang lama (Prolonged Operation)
7. Obesitas
8. Malnutrisi
9. Penggunaan kotrikosteroid jangka panjang
10. Rematoid arthritis
11. Rokok
12. Infeksi nasokomial
13. Kehilangan banyak darah durante operasi (Massive Blood
Loss)
12
Kategori atau kelas operasi berdasarkan klasifikasi Mayhall, sebagai
berikut:
Tabel.1 Kategori/kelas operasi (Mayhall Classification)
Kelas Operasi Definisi Penggunaan
Antibiotik
Operasi bersih Operasi yang dilakukan pada daerah
dengan kondisi pra bedah tanpa infeksi,
tanpa membuka traktus (respiratorius,
gastrointestinal, urinarius, bilier), operasi
terencana, atau penutupan kulit primer
dengan atau tanpa digunakan drain
Kelas operasi bersih
terencana umumnya
tidak memerlukan
antibiotik profilaksis
kecuali pada
beberapa jenis
operasi, misalnya
mata, jantung dan
sendi
Operasi bersih-
kontaminasi
Operasi yang dilakukan pada traktus
(digestivus, bilier,
urinarius, respiratorius, reproduksi
kecuali ovarium) atau operasi tanpa
disertai kontaminasi yang nyata
Pemberian antibiotik
profilaksis pada kelas
operasi bersih
kontaminasi perlu
dipertimbangkan
manfaat dan
risikonya karena
bukti ilmiah
mengenai efektivitas
antibiotik profilaksis
belum ditemukan
Operasi
Kontaminasi
Operasi yang membuka saluran cerna,
saluran empedu, saluran kemih, saluran
napas sampai orofaring, saluran
reproduksi kecuali ovarium atau operasi
yang tanpa pencemaran nyata (Gross
spillage)
Kelas operasi
kontaminasi
memerlukan
antibiotik terapi
(bukan profilaksis)
Operasi Kotor Adalah operasi pada perforasi saluran
cerna, saluran urogenital atau saluran
napas yang terinfeksi ataupun operasi
yang melibatkan daerah yang purulen
Kelas operasi kotor
memerlukan
antibiotik terapi
(bukan profilaksis)
13
(inflamasi bakterial). Dapat pula operasi
pada luka terbuka lebih dari 4 jam
setelah kejadian atau terdapat jaringan
non-vital yang luas atau nyata kotor
3.1 Bedah Digestive
Jenis/Prosedur operasi Kelas
Operasi
B/BK
Jenis dan Rejimen
Dosis Antibiotik
Durasi KET
(level of
evidence)
Herniotomy
open/laparoscopi
B Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal A
Splenectomy (resiko
potensial infeksi)
B Cefazolin 1-2 gram.
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal A
Appendicitis tanpak
komplikasi →(open/
laparoscop)
BK Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit +
Metronidazole 500
mg iv drip, 30-60
menit sebelum
insisi
Dosis
tunggal A
Cholecystectomy (resiko
rendah)→
open/laparoscopi
BK Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
A
Gastroduodenal
procedure/
vagotomy/
pancreaticodudenectomy,
antireflux,
pancreatectomy
BK Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal A
Small Intestine procedure BK Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal A
14
Obstructed BK Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit +
Metronidazole 500
mg iv drip, 30-60
menit sebelum
insisi
Dosis
tunggal A
Colorectal procedure BK Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit +
Metronidazole 500
mg iv drip, 30-60
menit sebelum
insisi
Dosis
tunggal
max 24
jam
A
*B = Operasi bersih, BK = Operasi Bersih Kontaminasi, T = Operasi
Terkontaminasi
3.2 Bedah Thorax Kardio-Vascular
Jenis/Prosedur
operasi
Kelas
Operasi
B/BK
Jenis dan Rejimen
Dosis Antibiotik
Durasi KET
(level of
evidence)
ASD closure B Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal max
2x24 jam
A
VSD closure B Cefazolin 1-2 gram.
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal max
2x24 jam
A
Total koreksi TOF
B Cefazolin 1-2 gram.
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal max
2x24 jam
A
PDA ligasi B Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal max
2x24 jam
A
BCPS B Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
Dosis
tunggal max
2x24 jam
A
15
sebelum insisi
Fontan B Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal max
2x24 jam
A
CABG B Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal max
2x24 jam
A
MVr/R B Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal max
2x24 jam
A
AVr/R B Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal max
2x24 jam
A
AV shunt B Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal max
2x24 jam
A
Rekonstruksi vaskular
B Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal max
2x24 jam
A
Wedge reseksi B Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal max
2x24 jam
A
Air/muscle plumbege
B Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal max
2x24 jam
A
Clipping costa B Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal max
2x24 jam
A
*B = Operasi bersih, BK = Operasi Bersih Kontaminasi, T= Operasi
Terkontaminasi
16
3.3 Bedah Onkologi
Jenis/Prosedur
operasi
Kelas
Operasi
B/BK
Jenis dan Rejimen
Dosis Antibiotik
Durasi KET
(level of
evidence)
Eksisi tumor
mamma
Ginekomastia
Mamma aberans
B Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis tunggal A
Eksplorasi duktus
mama
B Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis tunggal A
mastektomi B Cefazolin 1-2 gram.
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis tunggal A
Rekonstruksi
payudara
B Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis tunggal A
Operasi lain pada
payudara
B Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis tunggal A
Sentinel node
biopsy
B Tanpa Antibiotik Dosis tunggal A
Biopsy
stereotaktik
B Tanpa Antibiotik Dosis tunggal A
Eksisi luas lesi
kulit
B Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis tunggal A
Skin plasty dan
repair luka B Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis tunggal A
Flap atau graft
pedikel B Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
Dosis tunggal A
17
sebelum insisi
Tumor otot ,
tendon, fasia B Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis tunggal A
Amputasi dan
disartikulasi
ekstremitas
B Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis tunggal A
Mastektomi +
inflamasi BK Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal
max 24 jam
A
Eksisiluas lesi
kulit + inflamasi BK Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal
max 24 jam
A
Skin graft BK Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal
max 24 jam
A
Skin plasty atau
repair luka +
inflamasi
BK Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal
max 24 jam
A
Tumor otot,
tendon, fasia +
inflamasi
BK Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal
max 24 jam
A
Ovarektomi
bilateral, salfingo-
ovarektomi
bilateral
BK Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal
max 24 jam
A
Amputasi dan
disartikulasi
ekstremitas +
inflamasi
BK Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal
max 24 jam
A
*B = Operasi bersih, BK = Operasi Bersih Kontaminasi, T = Operasi
Terkontaminasi
18
3.4 Bedah Saraf
Jenis/Prosedur
operasi
Kelas
Operasi
B/BK
Jenis dan Rejimen
Dosis Antibiotik
Durasi KET
(level of
evidence)
Elective
Craniotomy and
Cerebrospinal
fluid shunting
procedures
B Dewasa:
Cefazolin 2-3 gram,
iv drip 15 menit, 30-60
menit sebelum insisi
Anak:
Cefazolin 30 mg/kgBB
max 24
jam
A
Implantantion of
intrathecal Pump
B Dewasa:
Cefazolin 2-3 gram,
iv drip 15 menit, 30-60
menit sebelum insisi
Anak:
Cefazolin 30 mg/kgBB
max 24
jam
C
Spinal Procedures
with and without
implantation
B Dewasa:
Cefazolin 2-3 gram,
iv drip 15 menit, 30-60
menit sebelum insisi
Anak:
Cefazolin 30 mg/kgBB
max 24
jam
A
*B = Operasi bersih, BK = Operasi Bersih Kontaminasi, T = Operasi
Terkontaminasi
3.5 Bedah Orthopaedi dan Traumatologi
Jenis/Prosedur
operasi
Kelas
Operasi
B/BK
Jenis dan Rejimen
Dosis Antibiotik
Durasi KET
(level of
evidence)
Operasi Bersih
Meliputi tangan,
lutut atau kaki dan
tidak meliputi
implantasi benda
asing
B Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal C
Prosedur khusus
dengan atau tanpa
B Cefazolin 1-2 gram.
iv drip 15 menit,
Dosis
tunggal A
19
instrumentasi 30-60 menit
sebelum insisi
Prosedur soft
tissue atau sejenis
yang beresiko
kontaminasi pada
Cerebral Spinal
Fluid (Spine
decompresi)
BK Cefazolin 1-2 gram.
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal
max
24 jam
A
Prosedur operasi
tahap kedua
dalam satu waktu
MRS yang sama
BK Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal
max 24
jam
A
*B = Operasi bersih, BK = Operasi Bersih Kontaminasi, T = Operasi
Terkontaminasi
3.6 Bedah Urologi
Jenis/Prosedur
operasi
Kelas
Operasi
B/BK
Jenis dan Rejimen
Dosis Antibiotik
Durasi KET
(level of
evidence)
Traktus urinarius
dengan segmen
saluran cerna
BK Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal
max 24 jam
A
Traktus urinarius
tanpa segmen
saluran cerna
B Cefazolin 1-2 gram.
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal A
Implant/prosthesis:
penis, sfingter
BK Cefazolin 1-2 gram.
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal
max 24 jam
A
Operasi
Rekonstrusi genital
BK Cefazolin 1-2 gram,
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal
max 24 jam
A
Intervensi lain di BK Cefazolin 1-2 gram, Dosis A
20
luar traktus
urinarius
iv drip 15 menit,
30-60 menit
sebelum insisi
tunggal
max 24 jam
*B = Operasi bersih, BK = Operasi Bersih Kontaminasi, T = Operasi
Terkontaminasi
3.7 Obstetri dan Ginekologi
Jenis/Prosedur operasi Kelas
Operasi
B/BK
Jenis dan
Rejimen
Dosis
Antibiotik
Durasi KET
(level of
evidence)
Kuretase (abortus inkomplit /
„missed abortion‟)
BK Tanpa
Antibiotik
- IA
Kuretase (biopsi endometrium) BK Tanpa
Antibiotik
- IIID
Kuretase(„induced abortion‟) BK Doksisiklin
100 mg p.o 1
jam pre op &
200 mg 1 jam
post op
Alternatif:
Metronidazole
500 mg p.o 1
jam pre op,
tiap 12 jam
max 5
hari IA
Histerosalpingogram /
kromotubasi
BK Doksisiklin
p.o 100 mg
tiap 12 jam
max 5
hari IIB
Pemasangan IUD BK Tanpa
Antibiotik
- IA
Seksio cesarea BK Cefazoline i.v
drip 15 menit
Dosis:2gr
(<120kg) atau
3gr (> 120kg)
Dosis
tunggal
max 24
jam
IA
21
Diberikan 30-
60 menit
sebelum insisi
Histerektomi (abdominam,
vaginam, laparoskopi)
BK Cefazoline i.v
drip 15 menit
Dosis:2gr
(<120kg) atau
3gr (> 120kg)
Diberikan 30-
60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal
max 24
jam
IA
Operasiuroginekologia.l;prolaps
organ pelvikdanatau stress
inkontinens (TVT atau TOT)
BK Cefazolin 1-2
gram, iv drip
15 menit, 30-
60 menit
sebelum insisi
Dosis
tunggal
max 24
jam
IIIB
Tesurodinamik BK Tanpa
Antibiotik
- IA
Histeroskopidiagnostik /
operatif BK Tanpa
Antibiotik
- IIA
*B = Operasi bersih, BK = Operasi Bersih Kontaminasi, T = Operasi
Terkontaminasi
3.8 Bedah Mulut Jenis/Prosedur
operasi
Kelas
Operasi
B/BK
Jenis dan Rejimen
Dosis Antibiotik
Durasi KET
(level of
evidence)
Resek si mandibula
dengan
rekonstruksi plat
BK Cefazolin 2gram
+ metronidazole inf
500 mg, drip selama
15 menit, saat 30
menit sebelum
operasi
Dosis
tunggal
max
24 jam
IA
Reseksi mandibula
dengan
rekonstruksi
autograft
BK Cefazolin 2gram
+ metronidazole inf
500 mg, drip selama
15 menit, saat 30
menit sebelum
operasi
Dosis
tunggal
max
24 jam
IA
22
Hemimaksilektomi BK
Cefazolin 2gram, drip
selama 15 menit, saat
30 menit sebelum
operasi
Dosis
tunggal
max
24 jam
IA Sialodektomi BK
Eksisi plunging
ranula
BK
Marginal
mandibulektomi
BK
Eksisi luas BK
Enukleasi BK
Marsupialisasi BK
Grafting mukosa
oris
BK
Palatoraphy BK
Plating mandibula B/BK
Plating maksila B/BK
Plating zygoma B/BK
Insisi dan drainage
abses
BK Cefazolin 2gram
+ metronidazole inf
500 mg, drip selama
15 menit, saat 30
menit sebelum
operasi
Dosis
tunggal max 24
jam
IA
Odontektomi berat BK
Cefazolin 2gram, drip
selama 15 menit, saat
30 menit sebelum
operasi
Cefazolin 2gram, drip
selama 15 menit, saat
30 menit sebelum
operasi
Dosis
tunggal
max 24
jam
Dosis
tunggal max 24
jam
IA
IA
Ekstraksi gigi
dengan penyulit
sistemik
BK
Debridement dan
replantasi gigi serta
stabilisasi dengan
arch bar/braket
BK
Multipel insisi dan
drainage phlegmon
BK
Vestibuloplasty/alv
eolektomi
BK
Pemasangan dental
implant
BK
*B = Operasi bersih, BK = Operasi Bersih Kontaminasi, T = Operasi
Terkontaminasi
23
BAB IV. PENGGUNAAN ANTIBIOTIK TERAPI
EMPIRIS
Penggunaan antibiotik terapi empiris adalah penggunaan
antibiotik pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri
penyebabnya. Terapi antibiotik empiris diberikan selama 3-5
hari untuk dilakukan evaluasi respon klinis dan/ atau
perkembangan hasil laboratorium. Setelah ada hasil pemeriksaan
mikrobiologi maka segera disesuaikan antibiotik definitif sesuai
hasil antibiogramnya.
Yang dimaksud antibiotik pilihan pertama adalah
antibiotik yang menjadi pilihan pertama untuk terapi empiris.
Antibiotik pilihan kedua adalah antibiotik yang digunakan jika
antibiotik pilihan pertama tidak dapat digunakan dengan alasan
kondisi khusus, misalkan tidak memberikan respon perbaikan
klinis , terjadi reaksi efek samping obat/ reaksi alergi, kontra
indikasi, terkait ketersediaan obat. Antibiotik pilihan ketiga
adalah antibiotik yang digunakan jika antibiotik pilihan pertam
dan antibiotik pilihan kedua tidak dapat digunakan karena
kondisi khusus.
24
4.1 Daftar diagnosis klinis infeksi dan terapi antibiotik empirik
pada pasien dewasa
Diagnosis infeksi Bakteri
Pathogen
penyebab
tersering
Nama dan
Regimen
Dosis
Antibiotik
Durasi Ket
Infeksi saluran
kemih:
Sistitis
Pielonefritis
E.coli
E.coli
Cotrimoxazole
po 500 mg,
tiap 8 jam/hari
Pilihan I:
Ciprofloxacin
po 500 mg tiap
12 jam atau
Cotrimoxsazol
po 400 mg tiap
12 jam
Pilihan II:
Ceftriaxon iv 1
gram tiap 12
jam
3 hari
7 hari
7 hari
Leptospirosis Pilihan I:
Penicillin-
Procain im 1.2
juta unit tiap 6
jam
Atau
Doxicyclin
peroral 100 mg
tiap 12 jam
Pilihan II:
10 hari
7 hari
7 hari
25
Ceftriaxon iv,
1 gram tiap 12
jam,
Demam tifoid Salmonella
thyphi Pilihan I:
Ciprofloxacin
PO 500 mg
tiap 12 jam
atau
Cotrimoxazole
PO 2 tablet
forte tiap 12
jam
Atau
Ceftriaxone iv
1 gram tiap 12
jam
Pilihan II:
Levofloxacin
inf 750 mg
tiap 24 jam
7 hari
7 hari
7 hari
7 hari
Diabetic food
infection
Bakteri gram
negatif Pilihan I:
Ciprofloxacin
iv 400 mg tiap
12 jam
plus
Metronidazole
iv 500 mg tiap
8 jam
Pilihan II:
Ceftriaxon iv
1 gram tiap 12
jam
plus
Metronidazole
10 hari
10 hari
26
iv 500 mg tiap
8 jam
Diare akut karena
infeksi bakteri
Shigella,
E.coli
Salmonella
Vibrio cholera
Ciprofloxacin
per-oral 500
mg tiap 12 jam
atau 200 mg iv
tiap 12 jam
Ciprofloxacin
per-oral 500
mg tiap 12 jam
atau 200 mg iv
tiap 12 jam
Ciprofloxacin
per-oral 500
mg tiap 12 jam
atau 200 mg iv
tiap 12 jam
3 hari
7 hari
3 hari
Dysentri amoeba Entamoeba
histolytica
Metronidazole
per-oral, 750
mg tiap 8 jam
10 hari
Sepsis Bakteri gram
negatif dan
atau gram
positif
Pilihan I:
Ampicillin-
sulbactam 500
mg IV tiap 6
jam Pilihan
II:
Cefoperazone-
sulbactam 500
mg IV tiap 8
jam
5 hari
5 hari
Septik syok Bakteri gram
negatif dan
atau positif
Pilihan I:
Cefoperazone-
sulbactam 500
5 hari
-
27
mg IV tiap 8
jam
Pilihan II:
Meropenem
500 mg IV tiap
8 jam
5 hari
Persetujua
n tim ASP
(PGA-
KPRA)
Pneumonia
komunitas (CAP),
rawat jalan tanpa
komorbid
Pilihan I: Erythromycin 500 mg PO tiap 8 jam Pilihan II: Klaritromisin 500 mg PO tiap 12 jam Pilihan III: Azitromisin 500 mg PO tiap 24 jam
5 hari
5 hari
3 hari
Pneumonia
komunitas (CAP),
rawat jalan
dengan komorbid
Pilihan I: levofloxacin 500 mg PO tiap 12 jam Pilihan II: Moksifloksasin 400 mg PO tiap 24 jam
5 hari
5 hari
Pneumonia
komunitas (CAP),
Rawat inap non
ICU
Pilihan I: levofloxacin 750 mg IV tiap 24 jam Pilihan II: Moksifloksasin 400 mg IV tiap 24 jam
5 hari
5 hari
Pneumonia
komunitas (CAP),
rawat inap ICU
Pilihan I: levofloxacin 750 mg IV tiap 24 jam Pilihan II: Moksifloksasin 400 mg IV tiap 24 jam
5 hari
5 hari
28
Hospital acquired
pneumonia
(HAP)
Pilihan I:
Ciprofloxacin
400 mg IV tiap
8 jam
atau
Levofloxacin
750 mg IV tiap
24 jam
Pilihan II: Cefoperazon-sulbactam 1 gram IV tiap 8 jam
5 hari
5 hari
5 hari
Ventilator
associated
pneumonia
(VAP)
Pilihan I:
Cefoperazon-
sulbactam 1
gram IV tiap 8
jam
Pilihan II:
Amikasin 750
mg IV tiap 24
jam
5 hari
5 hari
Meningitis:
Immuno-
competent *
Usia < 50 tahun
Immuno-
competent *
Usia > 50 tahun
S. pneumo, N.
meningi, H.
influenza
S. pneumo,
Listeria,
H. influenza.
N. mening,
grup B
streptococci
Pilihan I:
Ceftriaxone 2
gram IV tiap
12 jam
Pilihan II:
(Jika terjadi
reaksi alergi)
Moxifloxacin
400 mg IV tiap
24 jam
Pilihan I:
Ceftriaxone 2
gram IV tiap
12 jam PLUS
Ampicillin 2
gram IV tiap 4
jam
14 hari
14 hari
14 hari
Terapi
dihentikan
jika hasil
kultur LP
sebelum
terapi
antibiotik
negative
pada 48
jam ATAU
tidak ada
PMN pada
hitung
jenis
29
Imuno-
compromised
(transplan organ
solid, leukemia
atau neutropenia)
S. pneumo, N.
mening, H.
influenza,
Listeria,
(Gram
negative)
Pilihan II:
(jika terjadi
reaksi alergi)
Moxifloxacin
400 mg IV tiap
24 jam
Pilihan I:
Cefepime 2
gram IV tiap 8
jam PLUS
Ampicillin 2
gram IV tiap 4
jam
14 hari
Meningitis post
neurosurgery atau
trauma penetrasi
kepala
S. pneumo
(jika CSF
bocor), H.
influenza,
Staphylococci
, Gram-
negatives
Pilihan I:
Cefepime 2
gram IV tiap 8
jam
Pilihan II:
(jika terjadi
reaksi alergi)
Ciprofloxacin
400 mg IV tiap
8-12 jam
14 hari
14 hari
Shunt yang
terinfeksi
S. aureus,
coagulase-
negatif
staphylococci,
Gram-
negative
(jarang)
Pilihan I:
Cefepime 2
gram IV tiap 8
jam
Pilihan II:
(jika terjadi
reaksi alergi)
Ciprofloxacin
400 mg IV tiap
8-12 jam
7-14 hari
Abses Cerebri S. aureus,
Streptococci, Pilihan I:
Ceftriaxone 2
30
Sumber tidak
diketahui
Gram-
negative,
Anaerob
gram IV tiap
12 jam PLUS
Metronidazole
400 mg IV tiap
6 jam
Pilihan II:
Ciprofloxacin
400 mg IV tiap
8 jam PLUS
Metronidazole
400 mg IV tiap
6 jam
14-21
hari
4.2 Daftar diagnosis klinis infeksi dan terapi antibiotik empirik
pada pasien anak
Diagnosis
infeksi
Bakteri
Pathogen
penyebab
tersering
Nama dan
Regimen Dosis
Antibiotik
Durasi Ket
Bullous
impetigo,
Cellulitis of
unknown
etiologi,
Cellulitis
buccal,
pyoderma,
staphylococca
l scalded skin
syndrome
Cloxacillin PO
atau IV 15
mg/kgBB/dosis
tiap 8 jam
10-14 hari
Leptospirosis,
pasien rawat
inap
Leptospirosis,
pasien rawat
Leptospira Ceftriaxon IV
50
mg/kgBB/hari,
tiap 24 jam
Doxicyclin
7 hari
31
jalan
(usia > 7 th)
peroral 4
mg/kgBB/hari
(maks
200mg/hari),
tiap 12 jam
7-10 hari
Typhoid fever Salmonella
Typhosa Pilihan I:
Chloramphenico
l PO atau IV 50-
100 mg/ kg/hari,
tiap 6 jam
Pilihan II:
Cotrimoxazole
PO
8 mg/kg/ hari
dari TMP tiap
12 jam
Pilihan III:
Ceftriaxone IV
100
mg/kgBB/hari,
tiap 12 jam
Pilihan IV:
Ciprofloxacin
IV atau PO 15
mg/kg/ kali, tiap
12 jam
7-10 hari
10 hari
5 hari
10-14 hari
bila
intoleransi
dengan
Chloramp
Bila tifoid
berat
life
threatenig
penggunaan
tidak > 2
minggu
Diphtheria Corynebacteri
um difteria Pilihan I:
Erythromycin
PO 40-50
mg/kg/hari, tiap
6 jam
Pilihan II:
Penicillin
procain inj
50.000-100.000
10-14 hari
10-14 hari
Difteri berat
32
IU/kgBB/ hari,
tiap 12 jam
Pharyngitis
bakterial
Amoxicillin PO
50-75
mg/kg/hari, tiap
8 jam
Atau
Erythromycin
PO 40
mg/kg/hari, tiap
6 jam
10 hari
10 hari
Sepsis Bakteri gram
negative atau
gram pisitive
Pilihan I:
Ampicillin
Sulbactam IV
200
mg/kgBB/hari,
terbagi 4 dosis
tiap 6 jam
Jika tidak ada
perbaikan klinis
dalam waktu 3
hari dan
procalcitonin
meningkat,
maka dapat
ditambahkan:
Gentamycin Inj
5-7
mg/kgBB/hari,
terbagi dalam 1-
2 dosis tiap 12-
24 jam
Pilihan II:
Meropenem IV
30-
10-14 hari
10-14 hari
7 hari
Sebagai
terapi
definitive
sesuai hasil
kultur dan
atau
persetujuan
Tim ASP
33
120mg/kgBB/ha
ri terbagi dalam
2-3 dosis, tiap
8-12 jam
(PGA-
KPRA)
Pneumoniae
pada anak usia
< 3 tahun
bakteria
atipikal
Mycoplasma
pneumoniae
Streptococcus
pneumoniae
Pilihan I:
Ampicilin IV
50-100 mg/
kgBB/hari tiap
12 jam
Pilihan II:
Gentamycin IV
5-7.5
mg/kgBB/hr
tiap 12-24 jam
Pilihan III:
Cefotaxim IV
150-200 mg/
kgBB/hr tiap 8
jam
10 hari
10 hari
10 hari
Pneumoniae
pada anak usia
3-5 tahun
bakteria
atipikal
Mycoplasma
pneumoniae
Streptococcus
pneumoniae
Pilihan I:
Ampicilin IV
50-100 mg/
kgBB/hari tiap 8
jam
Pilihan II:
Cholramphenico
l IV 50
mg/kgBB/hr
tiap 8 jam
Pilihan III:
Cefotaxim IV
150-200 mg/
kgBB/hr tiap 8
jam
10 hari
10 hari
10 hari
Pneumoniae
pada anak usia
bakteria
atipikal Pilihan I:
34
> 5 tahun Mycoplasma
pneumoniae
Streptococcus
pneumoniae
Ampicilin IV
50-100 mg/
kgBB/hari tiap
6-8 jam
Pilihan II:
Cholramphenico
l IV 50
mg/kgBB/hr
tiap 8 jam
Pilihan III:
Ceftriaxon IV
50-75
mg/kgBB/hari
tiap 12-24 hari
10 hari
10 hari
10 hari
4.3 Daftar diagnosis klinis infeksi dan terapi antibiotik empirik
pada pasien neonatus
Diagnosis
infeksi
Bakteri
Pathogen
penyebab
tersering
Nama dan
Regimen Dosis
Antibiotik
Durasi Ket
Sepsis
neonatorum
awitan dini
Sepsis
neonatorum
awitan
lambat
Stafilokokus
coagulase
negative,
E Coli,
Klebsiela
Pneumonia,
Enterococcus,
Pseudomona,
Stafilokokus
aureus
Pilihan I:
Ampisilin IV
50 mg/kgBB/dosis
tiap 12 jam per hari
DAN
Gentamisin IV
5 mg/kgBB/dosis
Beral lahir <1200 g
Usia 7 hari :
tiap 48 jam
Usia 8-30 hari :
3-14
hari
3-14
hari
35
tiap 36 jam
Usia >30 hari :
tiap 24 jam
Berat lahir 1200 g
Usia 7 hari :
tiap 36 jam
Usia >7 hari :
tiap 24 jam
Pilihan II:
Cefoperazone-
sulbactam IV 50
mg/kgBB/dosis tiap
12-8 jam per hari
DAN
Amikasin IV
7,5 mg/kgBB/dosis
Usia kronologis :
<28 minggu tiap 36
jam
28-29 minggu tiap
24 jam
30-35 minggu tiap
18 jam
36 minggu tiap 12
jam
37 minggu dan >
hari tiap 8 jam
3-14
hari
3-14
hari
Pilihan III: Meropenem IV
20-40mg/kgBB/dosis
usia 7 hari tiap 12
jam
usia >7 hari tiap 8
jam
DAN /ATAU
Amikasin IV
7,5 mg/kg/kali
Usia kronologis :
<28 minggu tiap 36
10-14
hari
10-14
hari
Sebagai
terapi
definitive
sesuai
hasil
kultur
dan atau
persetuju
an Tim
ASP
(PGA-
36
jam
28-29 minggu tiap
24 jam
30-35 minggu tiap
18 jam
36 minggu tiap 12
jam
37 minggu dan
> hari tiap 8 jam
KPRA)
BAB V. EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
Evaluasi penggunaan antibiotik di rumah sakit, sesuai
peraturan menteri kesehatan R.I nomor.8 tahun 2015 dalam
pasal 10 (2) disebutkan bahwa evaluasi penggunaan antibiotik di
rumah sakit sebagaimana menggunakan metode audit kuantitas
penggunaan antibiotik dan audit kualitas penggunaan antibiotik.
5.1 Audit Kuantitas Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit
Untuk memperoleh data yang baku dan dapat
diperbandingkan dengan penelitian di tempat lain, maka Badan
Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi penggunaan
antibiotik secara Anatomical Therapeutic Chemical (ATC)
Classification dan pengukuran kuantitas penggunaan antibiotik
dengan defined daily dose (DDD)/100 patient-days.
Defined daily dose (DDD) adalah dosis harian rata-rata
suatu obat yang digunakan pada orang dewasa untuk indikasi
utamanya. Perlu ditekankan di sini bahwa DDD adalah unit
baku pengukuran, bukan mencerminkan dosis harian yang
sebenarnya diberikan kepada pasien (prescribed daily doses atau
37
PDD). Dosis untuk masing-masing individu pasien bergantung
pada kondisi pasien tersebut (berat badan, dll). Dalam ATC
classification system obat dibagi dalam kelompok menurut
sistem organ tubuh, menurut sifat kimiawi, dan menurut
fungsinya dalam farmakoterapi. Terdapat lima tingkat klasikasi,
yaitu:
Tingkat pertama: kelompok anatomi (mis: untuk saluran
pencernaan dan metabolisme)
Tingkat kedua: kelompok terapi/farmakologi obat
Tingkat ketiga: subkelompok farmakologi
Tingkat keempat: subkelompok kimiawi obat
Tingkat kelima: substansi kimiawi obat
Contoh:
J anti-infeksi untuk penggunaan sistemik
(Tingkat pertama: kelompok anatomi)
J01 antibakteri untuk penggunaan sistemik
(Tingkat kedua: kelompok
terapi/farmakologi)
J01C beta-lactam antibacterial, penicillins
(Tingkat ketiga: subkelompok
farmakologi)
J01C A penisilin berspektrum luas
(Tingkat keempat: subkelompok kimiawi
obat)
J01C A01 ampisilin
(Tingkat kelima: substansi kimiawi obat)
J01C A04 amoksisilin
(Tingkat kelima: substansi kimiawi obat)
38
Cara perhitungan DDD
Data yang berasal dari pasien digunakan rumus untuk setiap pasien:
jumlah dosis konsumsi antibiotik dalam gram
jumlah konsumsi (DDD) = ---------------------------------------------------
DDD antibiotik dalam gram
total DDD
DDD/100 patient days = ------------------------------ x 100
total jumlah hari-pasien
Keterangan:
jumlah hari-pasien = jumlah hari perawatan seluruh pasien dalam
suatu periode studi
5.2 Audit Kualitas Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit
Kualitas penggunaan antibiotik dapat dinilai dengan
melihat form penggunaan antibiotik dan rekam medik pasien
untuk melihat perjalanan penyakit. Setiap kasus dapat dipelajari
dengan mempertimbangkan gejala klinis dan hasil laboratorium
apakah sesuai dengan indikasi penggunaan antibiotik, apakah
tepat pemilihan jenis antibiotik, apakah tepat rejimen dosis,
lama pemberian dan saat pemberiannya.
Penilai (reviewer) sebaiknya lebih dari 1 orang (tim
KPRA) dan digunakan alur penilaian menurut Gyssens untuk
menentukan kategori kualitas setiap antibiotik yang digunakan.
Bila terdapat perbedaan yang sangat nyata di antara reviewer
maka dapat dilakukan diskusi panel untuk masing-masing kasus
yang berbeda penilaiannya.
39
Pola penggunaan antibiotik hendaknya dianalisis dalam
kaitannya dengan laporan pola mikroba dan kepekaannya
terutama terhadap mikroba multi-resisten, sekurang-kurangnya
satu tahun sekali.
Kategori hasil penilaian (Gyssens flowchart): Kategori 0 : Penggunaan antibiotik tepat dan rasional Kategori I : tidak tepat saat (timing) pemberian antibiotik Kategori II A : tidak tepat dosis pemberian antibiotik Kategori II B : tidak tepat interval pemberian antibiotik Kategori II C : tidak tepat rute pemberian antibiotik Kategori III A : pemberian antibiotik terlalu lama Kategori III B : pemberian antibiotik terlalu singkat Kategori IV A : tidak tepat pilihan antibiotik karena ada antibiotik lain yang lebih efektif Kategori IV B : tidak tepat pilihan antibiotik karena ada antibiotik lain yang lebih aman Kategori IV C : tidak tepat pilihan antibiotik karena ada antibiotik lain yang lebih murah Kategori IV D : tidak tepat pilihan antibiotik karena ada antibiotik lain dengan spektrum lebih sempit Kategori V : tidak ada indikasi pemberian antibiotik Kategori VI : data tidak lengkap sehingga
penggunaan antibiotik tidak dapat dinilai
40
BAB VI. PENUTUP
Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi (PPAB)
diterbitkan untuk dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang sudah
berlaku. Apabila didapatkan perbedaan atau perselisihan pendapat
tentang panduan penggunaan antibiotik ini, maka akan diselesaikan
secara diskusi berdasarkan evidence based medicine yang diakui dan
dipahami bermanfaat untuk meningkatkan layanan perawatan pasien.
Pandangan akademik masing-masing pihak akan saling dihormati dan
disinkronisasi untuk mendapatkan kesepakatan yang obyektif, rasional
dan berguna bagi kesembuhan pasien.
Pembaharuan dan evaluasi secara regular akan dilakukan untuk
memperbaiki dan menyempurnakan panduan penggunaan antibiotik
profilaksis dan terapi dengan kesesuaian pelaksanaan di lapangan
setiap 2-3 tahun. Semua saran perbaikan dapat disampaikan demi
perbaikan dan kesempurnaan panduan ini. Atas perhatian dan kerja
sama positif semua pihak disampaikan terima kasih.
41
Lampiran 1. Tabel Saat/Waktu Pemberian Antibiotik per-
Oral
Nama Generik AC DC PC Nama Generik AC DC PC
Amoxicillin + - + Isoniazid 1 jam - 2
jam
Amoxicillin
clavunalic acid
+ + - Kanamycin
sulfat
+ - +
Ampicillin 1 jam - 2
jam
Levofloxacin + - +
Ampicillin /
sulbactam
+ - 2
jam
Lincomycin 1 jam - 2
jam
Azitromycin 1 jam - 2
jam
linezolid + - +
Cefadroxil + - + Metronidazole - + +
Cefixime - + - Moxifloxacin + - +
Cefuroxime - + - Ofloxacin + - +
Chloramphenic
ol
1 jam - 2
jam
Phenoxymethyl
penicillin
1 jam - 2
jam
Ciprofloxacin + - + Pyrazinamide - + -
Clarithomycin + - + Rifampicin 1 jam - 2
jam
Clindamycin + - + Roxythromycin + - -
Cotrimoxazole = _ - Spiramicin - - +
Doxycycline - + - Thiamphenicol 1 jam - 2
jam
Erthromycin 1 jam - 2
jam
Ethambutol - + -
Keterangan :
AC : Ante Coenam (sebelum makan)
DC : Durate Coenam (bersama makan)
PC : Post Coenam (sesudah makan)
42
Lampiran 2. Tabel Penyesuaian Dosis Pada Kelainan Ginjal
Antibiotik Waktu Paruh
(Jam)
Dosisi
(fungsi
ginjal
normal)
Dosis berdasarkan CrCI (ml/min)
Normal ESRD >50-90 10-50 <10
Aminoglycoside Antibiotics : Traditional multiple daily doses-adjusment for renal
diseasae
Amikacin 1.4-2.3 17-150 7.5 mg
per kg/12
jam atau
15 mg
per
kg/hari
17.5
mg/kg/
12 jam
7.5
mg/kg/
24 jam
7.5
mg/kg/48
jam
Tobramycin 2-3 20-60 1.7 mg
per kg/8
jam
100%/8
jam
100%/1
2-24
jam
100%/48
jam
Netilmicin 2-3 35-72 2.0 mg
per kg/8
jam
100%/8
jam
100%/1
2-24
jam
100%/48
jam
Streptomycin 2-3 30-80 15 mg
per kg
(max.of
1.0 g)/24
jam
Tiap 24
jam
Tiap
24-72
jam
Tiap 72-96
jam
Golongan Karbapenem
Meropenem 1 6-8 1.0 g/8
jam
1.0 g/8
jam
1.0
g/12
jam
0.5 g/24 jam
Golongan Sefalosporin
Cefazolin 1.9 40-
70
1.0-
2.0g/8
jam
/8 jam /12 jam /24-48 jam
Cefepime 2.2 18 2.0 g/8
jam (max
dosis)
2 g/8
jam
2 g/12-
24 jam
1 g/24 jam
Cefotaxim,cef
tizoxime
1.7 15-
35
2.0 g/8
jam
/8-12
jam
/12-24
jam
/24-48 jam
Ceftazidime 1.2 13-
25
2 g/8 jam /8-12
jam
/12-24
jam
/24-48 jam
43
Antibiotik Waktu Paruh
(Jam)
Dosisi
(fungsi
ginjal
normal)
Dosis berdasarkan CrCI (ml/min)
Normal ESRD >50-90 10-50 <10
Cefuroxime
sodium
1.2 17 0.75-1.5
g/8 jam
/8jam /8-12
jam
/24 jam
Golongan Florokuinolon
Ciprofloxacin 3.6 6-9 500-750
mg po
(atau 400
mg
IV)/12
jam
100% 50-75%
400 mg
IV/24
jam
50%
Levofloxacin 6-8 76 750
mg/24
jam iv,
po
750
mg/24
jam
20-49:
750
mg/48
jam
<20: 750
mg/24 jam
kemudian
500 mg/48
jam
Golongan Makrolid
Clarithomycin 5-7 22 0.5-1.0
gr/12 jam
100% 75% 50-75%
Erythromycin 1.4 5-6 250-500
mg/6 jam
100% 100% 50-75%
Golongan Penisilin
Amoxicillin 1 5-20 250-500
mg/8 jam
/8 jam /8-12 jam /24 jam
Ampicillin 1 7-20 /6 jam /6-12 jam /12-24
jam
Amoxicillin/C
lavulanate
1.3 AM
5-20
1
4
500/125
mg/8 jam
500/12
5 mg/8
jam
250-500
mg AM
compone
nt/12 jam
250-500
mg AM
compone
nt/24 jam
Aztreonam 2 6-8 2 g/8 jam 100% 50-75% 25%
Penicillin G 0.5 6-20 0.5-4
million
U/4 jam
100% 75% 20-50%
44
Antibiotik Waktu Paruh
(Jam)
Dosisi
(fungsi
ginjal
normal)
Dosis berdasarkan CrCI
(ml/min)
Normal ESRD >50-90 10-50 <10
Golongan Tetrasiklin
Tetracycline 6-10 57-108 250-500
mg/6 jam
/8-12
jam
/12 ja-24
jam
/24 jam
Golongan Miscelaneus
Colistin <6 ≥48 80-160
mg/8 jam
160
mg/8
jam
160
mg/24
jam dosis
sama
untuk
CRRT
160
mg/36
jam
Daptomycin 9.4 30 4-6 mg
per kg
perhari
4-6 mg
per kg
perhari
CrCI<30, 4-6 mg per
kg/48 jam
Linezolid 5.6 6.8 600 mg
po/IV/12
jam
600
mg/12
jam
600
mg/12
jam dosis
sama
untuk
CRRT
600
mg/12
jam AD
Metronidazole 6-14 7 21 7.5 mg
per kg/6
jam
100% 100%
dosis
sama
untuk
CRRT
50%
Nitrofurantoin 0.5 1 50-100
mg
100% Hindarka
n
Hindarka
n
Sulfametazole
(SMX)
10 20-50 1.0 g/8
jam
/12 jam /18 h
dosis
sama
untuk
CAVH
/24 jam
45
Antibiotik Waktu Paruh
(Jam)
Dosisi
(fungsi
ginjal
normal)
Dosis berdasarkan CrCI
(ml/min)
Normal ESRD >50-90 10-50 <10
Trimetroprim
(TMP)
11 20-49 100-200
mg/12
jam
/12 jam >30: /12
jam 10-
30: /18
jam dosis
sama
untuk
CRRT
/24 jam
Trimethoprim-sulfamethoxazole DS (Doses based on TMP component)
Terapi
(berdasarkan
TMP)
Sebagai
TMP
Sebag
ai
TMP
5-20
mg/kg/ha
ri terbagi
/6-12 jam
5-20
mg/kg/
hari
terbagi
/6-12
jam
30-50: 5-
7.5
mg/kg/8
jam
(dosis
sama
untuk
CRRT)
10-29: 5-
10
mg/kg/12
jam
Tidak
direkome
ndasikan
tetapi
jika
digunaka
n: 5-10
mg/kg
per
dosis/24
jam
TMP-SMX
Prohilaylaxis
Sebagai
TMP
Sebag
ai
TMP
1 tab
po/24
jam atau
3x/mingg
u
100% 100% 100%
Vancomycin 6 200-
250
1g/12
jam
1g/12
jam
1 g/12
jam
1g/4-7
hari
Anti tuberculosis
Ethambutol 2.1 250-500
mg/12
jam
100% 100% 50%
Isoniazid 0.7-4 8-17 5 mg per
kg/hari(
max 300
mg)
100% 100%
dosis
sama
untuk
CRRT
100%
46
Antibiotik Waktu Paruh
(Jam)
Dosisi
(fungsi
ginjal
normal)
Dosis berdasarkan CrCI
(ml/min)
Normal ESRD >50-90 10-50 <10
Pynazinamide 9 26 25 mg
per kg/24
jam
(dosis
max 2.5
gm/24
jam)
100% 100%
dosis
sama
untuk
CRRT
12-25 mg
per kg/24
jam
Rifampin 1.5-5 1.8-11 600 mg
per hari
600
mg/24
jam
300-600
mg/24
jam dosis
sama
untuk
CRRT
300-600
mg/24
jam
Anti Fungi
Amphotericin
B & lipid-based
ampho
24 jam-
15 hari
uncha
nged
Non
lipid:
0.4-1.0
mg/kg/ha
ri
ABLC: 5
mg/kg/ha
ri
LAB: 3-5
mg/kg/ha
ri
/24 jam /24 jam
dosis
sama
untuk
CRRT
/24 jam
Fluconazole 37 100 100-400
mg/24 jam
100% 50% 50%
Itraconazole
po
21 25 100-200
mg/12 jam
100% 100%
dosis
sama
untuk
CRRT
50%
Itraconazole
IV
21 25 200 mg IV
bid
Jangan digunakan IV
jikaCrCI<30 oleh karena
menyebabkan carrier :
cyclodextrin
47
Antibiotik Waktu Paruh
(Jam)
Dosisi
(fungsi
ginjal
normal)
Dosis berdasarkan CrCI
(ml/min)
Nor
mal
ESRD >50-90 10-50 <10
Anti viral
Acyclovir, IV 4-
Feb
20 5-12.4
mg per
kg/8
jam
100%/8
jam
100%/1
2-24
jam
50%/24
jam
Adefovir,IV 7.5 15 10
mg/24
jam
10
mg/24jam
10
mg/48-
72 jam
10
mg/72
jam
Amantadine 12 500 100 mg
po bid
/12 jam /24-48
jam
/7hari
Cidovir: Compicated dosing-see packing insert
Induction 2.5 Tidak
diketahui
5 mg
per kg
1x/min
ggu
selama
2
minggu
5 mg per
kg
1x/ming
gu
Kontraindikasi pada
pasien dengan CrCI
≤55 ml/min
Maintenance 2.5 Tidak
diketahui
5 mg
per kg
1z/min
ggu
selama
2
minggu
5 mg per
kg/2
minggu
Kontraindikasi pada
pasien dengan CrCI
≤55 ml/min
Entecavir 128
-
149
0.5
mg/24
jam
0.5
mg/24
jam
0.15-2.5
mg/24
jam
0.05
mg/24
jam
Ganciclovir 3.6 30 Inducti
on 5
mg per
Kg/12
Iv
5 mg per
kg/12
jam
2.5-5.0
mg per
kg/24
1.15-0.25
mg/24
jam
1.25
mg per
kg 3
kali per
minggu
Mainte
nance 5
mg per
0.6-1.25
mg per
kg/24
0.625
mg per
kg 3
48
kg/24
jam IV
jam
0.5-1 g/8
jam
jam kali per
minggu
1.0 g/8
jam p.o
0.5-1.0
mg/24
jam
0.5 mg
3 kali
per
minggu
Lamivudine 5 5-7 15-35 300 mg
p.o/24
jam
300 mg
po/24
jam
50-150
mg/24 h
25-50
mg/24
jam
Stavudine po5 1-
1.4
5.5-8 30-40
minggu
/12 jam
100% 50%/12-
24 jam
≥60 kg:
20 mg
per hari
≥60 kg:
15 mg
per hari
Zidovudine 5 1.1-
1.4
1.4-3 300
mg/12
jam
300mg/1
2 jam
300
mg/12
jam dosis
sama
untuk
CRRT
100mg/
8 jam
49
Lampiran 3. Level of Evidences
Tingkat pembuktian dan rekomendasi, mengacu pada Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 2406/MENKES/PER/XII/2011
tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, sebagai berikut:
TINGKAT PEMBUKTIAN (STATEMENTS OF EVIDENCE)
LEVEL EVIDENCES
Ia Fakta diperoleh dari meta-analisis (meta-analysis) atau telaah
sistematik (systematic review) terhadap uji klinik acak
berpembanding (randomized control trial)
Ib Fakta diperoleh dari sekurang-kurangnya satu uji klinik acak
berpembanding.
IIa Fakta diperoleh dari sekurang-kurangnya satu studi
berpembanding, tanpa acak, yang dirancang dengan baik.
IIb Fakta diperoleh dari sekurang-kurangnya satu studi kuasi-
eksperimental yang dirancang dengan baik.
III Fakta diperoleh dari studi observasi yang dirancang dengan baik
misalnya studi kohort, kasus-kontrol, dan potong lintang.
IV Fakta yang diperoleh dari laporan kasus dan opini komite ahli
dan/atau pengalaman klinik dari pakar yang disegani.(pendapat
expert)
50
REKOMENDASI
A - high recommendation (sangat
direkomendasikan)
Sangat direkomedasikan berdasarkan
bukti tingkat 1a dan 1b
B - moderate recommendation
(direkomendasikan)
Direkomendasikan berdasarkan bukti
tingkat IIa dan IIb.
C – low recommendation ( tidak
direkomendasikan)
Tidak direkomendasikan berdasarkan
bukti tingkat III.
D- very low recommendation (tidak
direkomendasikan)
Tidak direkomendasikan berdasarkan
bukti tingkat IV.
51
Referensi:
1. American College of Chest Physicians/Society of Critical Care
Medicine Consensus Conference: definitions for sepsis and organ
failure and guidelines for the use of innovative therapies in sepsis. Crit
Care Med 1992; 20:864.
2. Antibiotic guideline 2016-2017, Johns Hopskins Medicine
3. Archer GL, Polk RE .(2005). Treatment and prophylaxis of bacterial
infection. In: Harrison‟s Principle of Internal Medicine. 16th
. Vol.1.
McGraw-Hill, New York, pp 790-794.
4. Chambers HF, and Sandle MA. (1996). Antimicrobial agents. In:
Goodman and Gilman‟s Pharmacological Basis of Pharmacologic.
Edited by Hardman JG, Lim bird LE. Ninth Editions. McGraw-Hill.
New York, 1029-1032.
5. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, et al. Surviving sepsis campaign:
international guidelines for management of severe sepsis and septic
shock: 2012. Crit Care Med 2013; 41:580.
6. DSA Guidelines for Management of Bacterial Meningtits: Clin Infect
Dis 2004; 39: 1267
7. Gunderson BW, Ross GH, Ibrahim KH, Rotschafer JC. (2001) What do
we really know about antibiotic pharmacodynamics? Pharmacotherapy.
21: 302S-318S
8. Keputusan Menteri Kesehatan R I Nomor:
HK.01.07/MENKES/659/2017 tentang Formularium Nasional
9. Levy MM, Fink MP, Marshall JC, et al. 2001
SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS International Sepsis Definitions
Conference. Crit Care Med 2003; 31:1250.
10. Moellering RC Jr.(1995). Principle of anti-infective therapy. In:
Mandell Principles and Practice of Infectious Diseases. Edited by
Mandell, Bennet, and Dolin R. 4th
Ed. Churchill Livingstone Inc.
Philladelphia, 199 – 210.
11. Paladino JA, Callen WA. (2003). Fluoroquinolon benchmarking in
relation to pharmacokinetics &pharmacodinamics parameters. JAC 51,
supp s1, 43-73
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2015
tentang pedoman program pengendalian resistensi antimikroba di rumah
sakit
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan
Antibiotik
52
14. Rhodes A, Evans LE, Alhazzani W, et al. 2017Surviving Sepsis
Campaign: International Guidelines for Management of Sepsis and
Septic Shock: 2016. Crit Care Med 2017; 45:1
15. Russell JA., (2006) Drug therapy. Management of Sepsis. N Engl J Med
355:1699-713.
16. The ProCESS Investigators (2014). A Randomized Trial of Protocol-
Based Care for Early Septic Shock. N Eng J Med 370, 18
17. Therapy in Cerebrospinal fluid shunt infection. Neurosurgery
1980;7:459.
18. Udy A, Roberts J, Boots R, Lipman J. (2008). Dose Adjusment and
Pharmacodynamic Considerations for Antibiotics in Severe Sepsis and
Septic Shock. In:Sepsis: New Strategies for Management. Edited by
Rello J, Restrepo ML, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 97-133.
19. WHO (2015). International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problems 10th Revision. Available at
http://apps.who.int/classifications/icd10/browse/2015/en. Accessed on
November 10, 2015
Recommended