View
228
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
Pertentangan kepentingan antara pangan dengan energi muncul karena dua alasan utama yaitu: Pertama, pada penggunaan lahan yang akan dikuatirkan akan lebih banyak digunakan untuk penyediaan energi daripada pangan. Kedua, terjadinya pilihan penggunaan suatu komoditi antara pangan atau untuk energi. Artikel ini berupaya memberikan solusi bahwa pendayagunaan biomassa, terutama untuk wilayah Indonesia, tidak akan bertentangan bahkan mampu sinergis dengan memanfaatkan sisi lain dari biomassa pada komoditi pertanian dan pemilihan teknologi yang tepat dan terandalkan.
Citation preview
SOLUSI PANGAN DANENERGI TANPA DEBAT
PARADIGMA LIMBAH
Syukri M Nur { Tim Kerja Bioenergi Nusantara, 2014 }
02 BIOENERGI UTAMA INDONESIA
ParadigMa LiMbah:
SOLuSi PaNgaN daN ENErgi TaNPa dEbaT
Syukri M. Nur
Tim Kerja Bioenergi Nusantara
PENdahuLuaN
Setelah masyarakat dunia menyadari bahwa biomassa mampu menjadi salah satu
penyokong energy-energi terbarukan bahkan dapat dikonversi dan tersedia dalam bentuk
cair, padat dan gas, maka biomassa menjadi komoditi yang bernilai ekonomi.
Di Indonesia, biomassa dari perkebunan yang awalnya hanya nilai sebagai limbah dan
berharga, kini telah menjadi komoditi incaran para pedagang. Cangkang sawit menjadi
contoh klasik yang kini menjadi primadona baru dari subsektor perkebunan kelapa sawit
karena bersaing dengan harga batubara.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA 03
Di Amerika Serikat, biomassa yang berasal dari jagung telah diubah menjadi bioetanol
sebagai bentuk energi untuk mendukung transportasi. Kondisi ini mengakibatkan
kenaikan harga bahan pangan sebesar 15% karena petani berlomba-lomba
mengalihkan produksi jagungnya ke etanol sementara itu suplai untuk pakan ternak
dan pangan menjadi berkurang (Biello, 2013).
Konflik kepentingan ini akan terjadi juga bagi Indonesia jika komoditi jagung dan
singkong beralih ke biofuel sementara keduanya dipersiapkan untuk pakan ternak
dan bahan pangan. Inilah awal terjadinya perdebatan sengit karena ada konflik
kepentingan antara pangan dengan energi.
Pertentangan kepentingan antara pangan dengan energi muncul karena dua alasan
utama yaitu: Pertama, pada penggunaan lahan yang akan dikuatirkan akan lebih
banyak digunakan untuk penyediaan energi daripada pangan. Kedua, terjadinya
pilihan penggunaan suatu komoditi antara pangan atau untuk energi.
Artikel ini berupaya memberikan solusi bahwa pendayagunaan biomassa, terutama
untuk wilayah Indonesia, tidak akan bertentangan bahkan mampu sinergis dengan
memanfaatkan sisi lain dari biomassa pada komoditi pertanian dan pemilihan teknologi
yang tepat dan terandalkan.
POTENSi biOMaSSa gLObaL daN NEgara
Sejumlah penelitian telah banyak mengungkapkan potensi biomassa dunia, baik
yang akan digunakan pada saat ini maupun sebagai data yang akan meyakinkan
bahwa ketersediaannya cukup untuk memenuhi kebutuhan energi dunia pada masa
mendatang.
Hoogwijket al., (2003) mengungkapkan hasil penelitiannya pada enam kelompok
biomassa yang telah telah teridentifikasi yaitu tanaman energi surplus lahan
04
pertanian, tanaman energi pada lahan kritis, residu pertanian, limbah (residu) hutan,
pupuk kandang dan limbah organik. Kesimpulan utama dari penelitian ini adalah
bahwa kisaran potensi global biomassa primer (dalam waktu sekitar 50 tahun) adalah
terhitung sangat luas di 33-1135 EJy-1. Tanaman energi dari lahan pertanian kelebihan
memiliki potensi kontribusi terbesar (0-988 EJy-1).
Faktor penting menentukan ketersediaan biomassa untuk energi adalah: (1) permintaan
di masa mendatang untuk makanan, ditentukan oleh pertumbuhan penduduk dan
pola makan di masa depan; (2) Jenis sistem produksi pangan yang dapat diadopsi di
seluruh dunia selama 50 tahun ke depan; (3) Produktivitas tanaman hutan dan energi;
(4) peningkatan penggunaan berbahan bio; (5) Ketersediaan lahan yang terdegradasi;
(6) adanya persaingan penggunaan lahan.
Penelitian potensi biomassa dari skala global dilanjutkan atau bersamaan juga dengan
perhitungan potensi pada suatu negara baik oleh peneliti negara itu sendiri maupun
oleh bekerjasama dengan peneliti lain. Berbagai hasilnya dapat diketemukan di jurnal-
jurnal ilimiah seperti Fuel and Energy; Energy; Biomass and Bioenergy, dan lain-lain.
POTENSi biOMaSSa iNdONESia
Kajian Abdullah (2005) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi biomassa dari
berbagai sumber yang dikatorikan limbah pertanian. Diperkirakan bahwa Indonesia
memproduksi 146.700.000 ton biomassa per tahun, setara dengan sekitar 470 GJ/
tahun (Giga Joule per tahun). Sumber utama energi biomassa di Indonesia dapat
diperoleh dari limbah padi yang memberikan terbesar potensi teknis energi 150 GJ/
tahun, kayu karet dengan 120 GJ/tahun, limbah pabrik gula dengan 78 GJ/tahun,
limbah minyak kelapa 67 GJ/tahun, dan sisanya dengan lebih kecil dari GJ/tahun
berasal dari kayu lapis dan veneer residu, limbah penebangan, residu kayu gergajian,
residu kelapa, dan limbah pertanian.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
05
Dari sisi ketersediaan lahan bukan masalah utama di Indonesia, karena terbentang
148 juta lahan kering dan 40,2 juta lahan basah. Luasan itu berpotensi ditanami
komoditi untuk bioenergi seperti kelapa sawit, kelapa, tebu, kapas, ubi kayu, dan
jagung sehingga mampu memenuhi target Tim Nasional Bahan Bakar Nabati yang
harus menyediakan lahan 6,5 juta hektar. (Mulyani dan Las, 2008). Jadi tak ada
argumentasi untuk mempertentangkan bahwa lahan bahan pangan diserobot oleh
bahan baku energi.
Oleh karena itu buka “sebuah takdir”” bahwa biomassa untuk energi menjadi
tersedia pada skala besar. Selanjutnya, hal ini menunjukkan bahwa kebijakan yang
bertujuan untuk pasokan energi dari biomassa harus mengambil faktor-faktor seperti
perkembangan sistem produksi pangan ke perhitungan skema pembangunan yang
komprehensif. (Hoogwijk, 2003).
kEkuaTiraN MENjadi PErTENTaNgaN
Awal pertentangan terjadi ketika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
mampu mengubah biomassa menjadi bioenergi, terutama biofuel yang menjadi
kebutuhan mendesak karena kenaikan harga dan kelangkaan bahan bakar minyak.
Bagian biomassa yang digunakan adalah bahan pangan atau atau pakan, dengan
contoh kasus gandum atau jagung.
Perubahan itu terjadi sebagai alternatif untuk mendapatkan keuntungan finansial
karena harga bahan bakar lebih tinggi daripada harga bahan pangan. Pilihan itu terjadi
saat harga bahan bakar meloncak, sementara harga bahan pangan masih rendah dan
tidak menguntungkan bahkan dikuatirkan juga ikut naik.
Spekulasi bahan pangan dijadikan bahan bakar ini bisa jadi strategi suatu negara
atau pengusaha muntuk mendapatkan keuntungan ekonomi yang dikuatirkan oleh
pakar pertanian karena akan mengecilkan kesempatan rakyat atau negara lain untuk
mendapatkan bahan pangannya.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
06
Seorang pakar PBB, Jean Ziegler, mengatakan bahwa tumbuhnya untuk mengubah
tanaman menjadi biofuel “kejahatan terhadap kemanusiaan” karena telah menciptakan
kekurangan pangan dan mengirim harga pangan melonjak, meninggalkan jutaan
orang miskin kelaparan.
Konversi lahan pertanian untuk tanaman yang digunakan untuk bahan bakar hijau
telah menyebabkan ledakan harga pertanian yang menghukum negara-negara miskin
terpaksa mengimpor makanan mereka dengan biaya yang lebih besar. Menggunakan
lahan untuk biofuel akan menghasilkan “pembantaian” ... Ini adalah total bencana
bagi mereka yang kelaparan ‘ (Lederer, 2007).
PraSyaraT SOLuSi
Pertentangan antara biomassa untuk pangan, energi, atau papan (fiber) dapat dihindari
jika dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Prioritas hasil pertanian komoditi pangan diutamakan untuk memenuhi kebutuhan
pangan.
2. Biomassa untuk energi lebih mengutamakan bahan baku limbah.
3. Ketika melewati tahap produksi energi, maka prioritas pilihan adalam pemenuhan
energi dalam negeri kemudian dapat dilakukan ekspor sebagai alternatif untuk
mendapatkan keuntungan ekonomi bagi pengusaha dan negara.
4. Upaya utama yang harus dilakukan oleh suatu negara adalah penelitian dan
pengembangan energi terbarukan untuk mendapatkan beragam pilihan teknologi
konversi dan bahan baku untuk penyediaan energi berbasis biomassa.
SOLuSi TaNPa dEbaT
Prasyarat solusi yang diajukan oleh penulis merupakan langkah awal menghindari
konflik kepentingan antara pangan dan energi, apalagi papan. Kunci utamanya adalah
penelitian dan pengembangan sebagai landasan menghindari debat tersebut.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
07
Sarin (2012) memberikan beberapa alternatif solusi untuk menghindari konflik
kepentingan antara pangan dan energi:
a. Gunakan campuran bidiesel secara optimum.
b. Kembangkan sumberdaya biofuel yang membutuhkan lahan-lahan kurang subur.
c. Gunakan teknologi terakhir seperti bioteknologi yang mampu menghasilkan
tanaman dengan karakteristik gen yang mampu menghasilkan lebih banyak
biofuel.
d. Dayagunakan lahan-lahan kosong
e. Keluarkan kebijakan dan aturan yang tepat.
f. Kembangkan kebijakan yang peduli lingkungan dan pembangunan yang pro pada
pengentasan kemiskinan (pro-poor).
Pembaca dapat mengkaji lebih dalam tentang perdebatan ini berdasarkan artikel-
artikel yang penulis kumpulkan dalam disusun dalam Bahan Bacaan.
PENuTuP
Penyediaan energi dengan mendayagunakan biomassa sebagai bahan baku yang
berasal dari limbah pertanian dan mendayagunakan lahan lain yang kurang produktif
merupakan solusi untuk menghindari debat kepentingan antara pangan dan energi.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
0808
bahaN bacaaN
Abdullah, K. 2005. Biomass Energy Potentials And Utilization In Indonesia. Artikel ini diakses di www.bioenergylists.org/.../p1_kamarrudin.doc.
Calle, F. R and D. O. Hall. 1987. Brazilian Alcohol: Food versus Fuel?Biomass 12 (1987) 97-128.
Chakravorty, U., M. H. Hubert., and L. Nostbaken. 2009. Fuel versus Food. Annu. Rev. Resour. Econ.1:645–63.
Clancy, J., S. L. R. Acha and W. Chen. 2014. Biofuels and Food Security: Biting off more than we can chew?Paper presented at WREC XIII, London 4 to 8 August 2014.
David, B. 2013. Food versus Fuel: Native Plants Make Better Ethanol. Scientific American. January 16, 2013 diakses di http://www.scientificamerican.com/article/native-plants-on-marginal-lands-to-reduce-food-versus-fuel-from-biofuels/.
Hoogwijk M. et al., 2003. Exploration of the ranges of the global potentialof biomass for energy. Biomass and Bioenergy 25 (2003) 119 – 133.
Lam, M. K. et al., 2009. Malaysian palm oil: Surviving the food versus fuel dispute for a sustainable future. Renewable and Sustainable Energy Reviews 13: 1456–1464.
Lederer, E. (2007) ‘Production of biofuels “is a crime”’, TheIndependent, 27 October, www.independent.co.uk/environment/green-living/production-of-biofuels-is-a-crime-398066.html.
Mulyani, A. I. Las. 2008. Potensi sumberdaya lahan dan optimalisasi pengembangan komoditas penghasil bioenergi di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 27 (1).
Rowe, D. G. 2011. Agriculture Beyond food versus fuel .NATURE. 474. 23 JUNE 2011.Sarin, A. 2012. The Food Versus Fuel Issue:Possible Solutions. In Biodiesel: Production
and Properties. Cambridge: RSC Pub. http://oclc-marc.ebrary.com/Doc?id=10655136.
Timilsina, G. R. 2012. Biofuels: the food versus fuel debate. CAB Reviews 2012 7, No. 036.
Zhang, Z. et al., 2010. Food versus fuel: What do prices tell us?Energy Policy 38 (2010) 445–451.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
Recommended