View
11
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Pedom
an P
enyu
sun
an R
encan
a Teknis P
eman
faatan K
awasan
Kon
servasi Perairan
Kementerian Kelautan dan PerikananDirektorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau KecilDirektorat Konservasi Kawasan dan Jenis IkanJl. Medan Merdeka Timur No. , GMB III Lt. , Jakarta Pusat T. (+ ) , ext. F. (+ ) www.kkji.kpk.kkp.go.id
�e�o��� Pe��usu����e�can� �e��i�
Pe���������
iiiii edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan || edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan
Pedoman Penyusunan Rencana Teknis Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan
© Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis IkanDirektorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut Pasal 30 ayat (7) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.17/MEN/2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dipandang perlu untuk menetapkan Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Teknis Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009;
2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan;
5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2013;
6. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014;
7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2013;
8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.17 Tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
9. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/MEN/ 2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan;
PERATURANDIREKTUR JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
NOMOR 11/PER-DJKP3K/2014
TENTANGPEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA TEKNIS PEMANFAATAN
KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL,
vedoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan |
10. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/MEN/ 2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi.
11. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/ 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan;
12. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.25/MEN/ 2012 tentang Pembentukan Perundangan Undangan di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA TEKNIS PEMANFAATAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL.
Pasal 1Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Teknis Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dimaksudkan untuk memberikan panduan dalam pemanfaatan kawasan konservasi perairan secara teknis agar lebih operasional, aplikatif, partisipatif dan terpadu.
Pasal 2Ketentuan mengenai Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Teknis Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 3Pelaksanaan kegiatan Penyusunan Rencana Teknis Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ini dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang memiliki Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pasal 4Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di JakartaPada tanggal 15 Desember 2014
DIREKTUR JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL, ttdSUDIRMAN SAAD
DIREKTUR JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL,
ttdSUDIRMAN SAAD
DAFTAR LAMPIRANPERATURAN
DIREKTUR JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECILNOMOR 11/PER-DJKP3K/2014
TENTANG
PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA TEKNIS PEMANFAATANKAWASAN KONSERVASI PERAIRAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
Disalin sesuai dengan aslinyaKabag. Hukum, Organisasi, dan Humas
Achmad Satiri
Disalin sesuai dengan aslinyaKabag. Hukum, Organisasi, dan Humas
Achmad Satiri
NOMORLAMPIRAN
I
II
III
ISI LAMPIRAN
Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemantauan Sistem Pengendalian Intern Lingkup Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Outline Rencana Teknis Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan
Kriteria Teknis Kegiatan Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, meliputi:
1. Kriteria Teknis Kegiatan Perikanan Tangkap2. Kriteria Teknis Kegiatan Perikanan Budidaya3. Kriteria Teknis Kegiatan Pariwisata Alam Perairan
iv | edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan
daftar isi
vii
01PENDAHULUAN
02Kegiatan Pemanfaatan dalam
Kawasan Konservasi
03Mekanisme Penyusunan Rencana
Teknis Pemanfaatan KKP3K
04REFERENSI
05
11
23
39
edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan |vi | edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan
01viii edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan || edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan
1.1. Latar Belakang
Wilayah Indonesia memiliki keanekaragaman hayati serta tingkat jenis �ora dan fauna yang sangat tinggi sehingga termasuk salah satu kawasan mega biodiversity. Indonesia memiliki 25% aneka spesies di dunia dengan luas kawasan yang hanya mencakup 1.3% luas dunia (Sukara dan Tobing, 2008). Tercatat Indonesia memiliki 4.512 jenis ikan, yang terdiri atas 1.167 jenis ikan hidup di air tawar, 3.429 jenis hidup di laut, 99 jenis ikan pelagis, 308 jenis hidup di perairan dalam, dan 120 jenis merupakan jenis ikan endemik. Sayangnya, kondisi tersebut mulai mengalami tekanan yang cukup tinggi. Sebagai gambaran, munculnya tekanan ekologi terhadap ekosistem terumbu karang yang cukup tinggi seperti perubahan iklim global, illegal �shing, penambangan karang berlebihan dan sebagainya. Tak heran, jika situasi itu mengakibatkan hampir 70% tutupan terumbu karang berada dalam kondisi rusak dan sedang, dan menyisakan 30% dalam kondisi baik (Data LIPI 2014). Sebuah konsekuensi logis karena sekitar 53% keluarga di kawasan pesisir itu hidup dibawah garis kemiskinan dan bermata pencaharian di sektor perikanan. Pastinya jika ini terus dibiarkan, bukan tak mungkin akan sangat menyulitkan kehidupan bangsa ini ke depan. Karena ditengarai seluruh isi perut laut akan “menguap”.
Kesadaran pentingnya melindungi sumber daya hayati ikan Indonesia diwujudkan melalui Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan yang diubah pada Undang-undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004. Undang-Undang ini menyatakan bahwa konservasi sumber daya ikan adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan nilai dan keaneragaman sumber daya ikan.
Pendahuluan01
0302 | edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan |
Seiring dengan semangat melindungi sumber daya ikan, urgensi perlindungan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil juga muncul dan diikuti dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana diubah pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 mengenai Perubahan Atas Undang-Undang nomor 27 tahun 2007 tersebut. Undang-Undang ini secara spesi�k mengatur konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang ditujukan untuk: [1] menjaga kelestarian ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, [2] melindungi alur migrasi ikan dan biota laut lainnya, [3] melindungi habitat biota laut, dan [4] melindungi situs budaya tradisional.
Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan pengembangan Kawasan Konservasi Perairan sebesar 10 juta Ha pada tahun 2010 dan 20 juta Ha pada tahun 2020. Hingga Desember 2013, kawasan yang telah dicadangkan sebagai kawasan konservasi sejumlah 131 lokasi kawasan konservasi perairan dengan luas sekitar 15,7 juta hektare. Kawasan konservasi yang telah dicadangkan terdiri atas kawasan konservasi inisiasi Kementerian Kehutanan dan inisiasi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dalam mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan, paradigma pengelolaan kawasan konservasi perairan di Indonesia menapaki era baru dengan adanya kedua Undang-Undang diatas. Undang-Undang diatas menyatakan bahwa kewenangan pengelolaan kawasan konservasi diberikan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sekitar 50% dari luasan kawasan konservasi perairan yang diinisiasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan merupakan kawasan konservasi perairan yang berada di bawah kewenangan pemerintah daerah.
Sebagai tindak lanjut dari pencadangan kawasan adalah pengelolaan kawasan konservasi perairan. Dalam mengelola kawasan konservasi perairan dibutuhkan panduan yang mencantumkan tujuan, arahan serta tahapan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan pengelola kawasan. Dokumen acuan yang digunakan dalam pengelolaan kawasan adalah berupa dokumen Rencana Pengelolaan. Pengelolaan kawasan konservasi dilakukan melalui sistem zonasi, sehingga dokumen rencana pengelolaan kawasan konservasi memuat zona-zona yang ada dalam kawasan konservasi perairan. Rencana pengelolaan memuat tentang rencana jangka panjang, rencana jangka menengah dan rencana aksi tahunan.
Salah satu bentuk pengelolaan kawasan konservasi adalah kegiatan pemanfaatan kawasan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2007 tentang konservasi sumber daya ikan, pada Pasal 30 ayat (2) menyebutkan bahwa pemanfaatan kawasan konservasi perairan dilakukan dalam bentuk kegiatan penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pariwisata alam perairan atau penelitian dan pendidikan. Implementasi pemanfaatan suatu kawasan konservasi perairan harus mengacu kepada rencana pengelolaan dan peruntukan setiap zona. Akan tetapi dalam tatanan teknis pelaksanaan, sebagai turunan dokumen rencana pengelolaan diperlukan rencana teknis pemanfaatan
untuk mengatur secara detail dan teknis tentang kegiatan pemanfaatan di dalam suatu kawasan konservasi.
Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 30 bagian (6) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Per.17/MEN/2008, dalam mengelola kawasan konservasi perencanaan pengelolaan dapat ditindaklanjuti dengan penyusunan rencana teknis. Oleh karena itu, dokumen rencana teknis perlu disusun untuk dapat menjabarkan secara detail faktor pembatas untuk setiap kegiatan pemanfaatan. Faktor pembatas ini merupakan alat kontrol bagi pengelola dalam mekanisme pemberian izin. Secara rinci rencana teknis pemanfaatan ini minimal harus memuat hal-hal sebagai berikut: a. Skenario pengembangan pemanfaatan kawasan konservasi (budidaya,
perikanan tangkap, pariwisata, penelitian dan pendidikan);b. Peran serta para pemangku kepentingan;c. Batasan-batasan teknis (daya dukung, sarana prasarana, jumlah unit usaha, dll);d. Skala prioritas pemanfaatan; dane. Sistem monitoring dan evaluasi
1.2 Tujuan
Tujuan dari pedoman penyu-sunan rencana teknis peman-faatan di kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil ini adalah sebagai acuan bagi unit pengelola dalam penyusunan rencana teknis pemanfaatan kawasan agar lebih operasional, aplikatif, partisipatif dan terpadu.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini meliputi aspek:
1. Jenis kegiatan pemanfaatan yang diperbolehkan dalam kawasan konservasi
2. Prinsip kegiatan pemanfaatan dalam kawasan konservasi
3. Tahapan penyusunan rencana teknis
4. Muatan rencana teknis pemanfaatan
1.4 Regulasi dan Kebijakan
A. Undang-Undang:
1. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya
2. UU No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati
0504 | edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan |
3. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah4. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup5. UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan 6. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K)
B. Peraturan Pemerintah
PP No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan
C. Peraturan Menteri & Keputusan Menteri
1. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 16 Tahun 2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
2. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 17 Tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
3. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 02 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi
4. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 30 Tahun 2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi
0706 | edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan |
Kegiatan Pemanfaatan dalam Kawasan Konservasi
02
Oleh sebab itu, pelaksanaan kegiatan pemanfaatan di dalam kawasan harus didasarkan pada prinsip kehatihatian (precautionary approach). Agar kegiatan pemanfaatan tidak melebihi daya dukung, diperlukan mekanis control melalui mekanisme perijinan yang tertuang dalam rencana teknis pemanfaatan.
Rencana teknis pemanfaatan merupakan turunan dari rencana pengelolaan dan zonasi yang memuat hal-hal teknis pemanfaatan. Berikut adalah bagan alur rencana teknis pemanfaatan di dalam kawasan konservasi.
Unit organisasi pengelola, merupakan pemilik otoritas dalam pemanfaatan kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil.
Sehingga pengelola kawasan bertanggung jawab penuh atas kondisi sumberdaya di dalam kawasan.
Rencana Pengelolaan &Zonasi Kawasan
Konservasi Perairan(RPZ KKP)
Perbaikan usulan Investasi/Kegiatan agar sesuai dengan
Rencana TeknisPemanfaatan Kawasan
Pengajuan Izin Investasi/Kegiatan di dalam Kawasan
Konservasi Perairan
Ya
Rencana TeknisPemanfaatan Kawasan
Implementasi Kegiatanyang diizinkan
Monitoring dan Evaluasi Implementasi Kegiatan
Evaluasi Hasil& DampakImplementasi Kegiatan
PANDUAN PEMANFAATAN KKP
PROSEDUR PERIZINAN
Usulan/Implementasi
Investasi/Kegiatan sesuai dengan Rencana Teknis
Pemanfaatan Kawasan?
Tdk
Gambar 1. Bagan alur rencana teknis pemanfaatan di dalam kawasan konservasi.
0908 | edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan |
Dalam menjalankan fungsi pemanfaatan kawasan, pihak pengelola didukung oleh berbagai pihak terkait seperti kelompok masyarakat, kalangan pelaku bisnis, serta pemerintah setempat baik di pemerintahan tingkat lokal (desa/kelurahan) maupun instansi terkait (perencana daerah, pariwisata, dsb).
Dalam menyusun rencana teknis pemanfaatan di dalam kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil, perlu mempertimbangkan aspek ruang pemanfaatan dan jenis pemanfaatan sebagaimana penjelasan sebagai berikut.
2.1 Alokasi Ruang Pemanfaatan
Alokasi ruang pemanfaatan di dalam kawasan konservasi dilaksanakan berbasis pada zonasi kawasan. Dengan tujuan untuk membatasi pemanfaatan sumberdaya dan meminimalkan kerusakan atau gangguan yang diakibatkan oleh aktivitas pemanfaatan kawasan. Berdasarkan Undang Undang Nomor 31 tahun 2004 junto Undang Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan, Undang Undang 27 tahun 2007 juncto Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Pesisi dan Pulau-pulau Kecil yang mengamanatkan bahwa pengelolaan kawasan konservasi dilakukan melalui sistem zonasi. Zonasi dalam kawasan konservasi perairan terdiri dari:
A. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 30/2010, terdiri atas:
B. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 17/2008:
Zona Perikanan Berkelanjutan
Zona Pemanfaatan
Zona PemanfaatanTerbatas
Zona Lainnya
Zona Lainnya
Zona Inti
Zona Inti
Ÿ Perlindungan habitat dan populasi ikan;
Ÿ Penangkapan ikan dengan alat dan cara ramah lingkungan
Ÿ Budidaya ramah lingkunganŸ Pariwisata dan rekreasi; Ÿ Penelitian dan pengembangan; Ÿ Pendidikan
Ÿ Perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi ikan;
Ÿ Pariwisata dan rekreasi; Ÿ Penelitian dan
pengembangan; Ÿ Pendidikan
Ÿ Perlindungan habitat dan populasi ikan;
Ÿ Pariwisata dan rekreasi;Ÿ Penelitian dan pengembangan;
dan/atau Ÿ Pendidikan
Ÿ Rehabilitasi.Ÿ Perlindungan
Ÿ Rehabilitasi.
Ÿ Perlindungan mutlak habitat dan populasi;
Ÿ Penelitian;Ÿ Pendidikan.
Ÿ Perlindungan mutlak habitat, populasi ikan, alur migrasi biota laut
Ÿ Perlindungan ekosistem pesisir yang unik dan/atau rentan terhadap perubahan,
Ÿ Perlindungan situs budaya/adat tradisional, Ÿ Penelitian; dan/atau Ÿ Pendidikan.
2.2 Jenis Pemanfaatan di dalam kawasan konservasi
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2007 bahwa jenis pemanfaatan di dalam kawasan konservasi perairan dapat dilakukan melalui kegiatan penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pariwisata alam perairan, penelitian dan pendidikan. Adapun jenis pemanfaatan kawasan konservasi diilustrasikan dalam Gambar 2.
2.2.1 Pemanfaatan untuk Penangkapan Ikan
A. Prinsip Pemanfaatan untuk Penangkapan Ikan
Pemanfaatan untuk penangkapan ikan di dalam kawasan konservasi mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
Ÿ Penangkapan tidak boleh melebihi daya dukung kawasanŸ Penangkapan dilakukan dengan cara ramah lingkungan
B. Lokasi Penangkapan Ikan
Lokasi pemanfaatan ikan dilakukan di zona perikanan berkelanjutan untuk kawasan konservasi perairan, sedangkan untuk KKP3K dapat dilakukan di zona pemanfaatan terbatas.
C. Jenis Alat Tangkap
Jenis alat penangkapan ikan yang diperbolehkan di dalam kawasan konservasi harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (a) mempunyai selekti�tas tinggi; (b) tidak merusak habitat; (c) menghasilkan ikan yang berkualitas tinggi; (d) tidak membahayakan nelayan; (e) hasil tangkapan tidak membahayakan konsumen;
1110 | edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan |
(f ) hasil tangkapan sampingan (by catch) rendah; (g) dampak kepada keanekaragaman hayati (biodiversity) rendah; (h) tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi; dan (i) dapat diterima secara sosial (biaya investai murah, menguntungkan secara ekonomi, tidak bertentangan dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada).
D. Metoda Penangkapan
Metode penangkapan ikan dilakukan dengan cara ramah lingkungan. Cara ramah lingkungan dilakukan dengan: (a) tidak membahayakan pengguna dan orang sekitarnya; (b) tidak menimbulkan bahaya kesehatan; dan (c) tidak membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan.
E. Jumlah tangkapan yang di perbolehkan
Jumlah tangkapan yang diperbolehkan adalah jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan untuk di tangkap dengan mempertimbangkan tingkat pemulihan atau regenerasi dari ikan tersebut. Tingkat pemulihan atau regenerasi ikan tersebut erat kaitannya dengan lingkungan sebagai habitat ikan tersebut. Oleh karena itu, kegiatan penangkapan ikan perlu juga mempertimbangkan keseimbangan ekosistem dalam habitat sumberdaya ikan.
Pemanfaatan dan Pengelolaan secara lestari dan berkelanjutan memiliki pola sebagai berikut: (a) Survey penilaian keberadaan stok ikan hias dan biota akuarium; (b) Dokumentasi hasil tangkapan; (c) Mengetahui pola rekruitmen dari SDI; (d) Menentukan besar sumberdaya yang dapat/boleh dimanfaatkan (jumlah dan kelas ukuran/ usia) Penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan; (e) Memelihara habitat SDI (area pemijahan, pembesaran dan perlindungan, area mencari makan), contoh: daerah perlindungan laut, Taman Nasional; dan (f ) Peningkatan skill dan kemampuan nelayan dan suplier bekerja sama dengan eksportir.
F. Ketentuan terkait
Di dalam penyusunan rencana teknis pemanfaatan penangkapan ikan perlu memperhatikan peraturan dan perundangan terkait yang mengatur secara khusus pemanfaatan penangkapan ikan di dalam kawasan konservasi, serta mempertimbangkan adat istiadat dan kearifan lokal yang berlaku.
2.2.2 Pemanfaatan untuk Budidaya Ikan
A. Prinsip Pemanfaatan untuk Budidaya Ikan
Pemanfaatan untuk Budidaya ikan di dalam kawasan konservasi mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
Ÿ Jenis ikan yang dibudidayakan. Kriteria jenis ikan yang dibudidayakan meliputi jenis ikan yang tidak termasuk dalam kategori berpotensi menjadi invasif.
Ÿ Jenis pakan. Ÿ Teknologi. Kriteria teknologi dan jenis pakan berupa teknologi dan jenis
pakan ikan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kawasan konservasi perairan mulai dari pra produksi, proses produksi, panen dan pasca panen.
Ÿ Jumlah unit usaha budidaya, dan Ÿ Daya dukung dan lingkungan sumber daya ikan.
B. Lokasi pemanfaatan Budidaya
Lokasi pemanfaatan ikan dilakukan di zona perikanan berkelanjutan untuk kawasan konservasi perairan, sedangkan untuk KKP3K dapat dilakukan di zona pemanfaatan terbatas.
C. Skala usaha
Pemanfaatan budidaya di dalam kawasan konservasi hanya dapat dilakukan oleh: (a) usaha pembudidayaan ikan skala mikro; (b) usaha pembudidayaan ikan skala kecil; dan (c) usaha pembudidayaan ikan skala menengah.
Dengan mempertimbangkan jumlah unit usaha budidaya tidak melebihi 50% (lima puluh persen) dari daya dukung zona perikanan berkelanjutan. Usaha pembudidayaan ikan dengan skala menengah hanya dapat dilakukan di kawasan konservasi perairan yang menjadi kewenangan Propinsi dan/atau kawasan konservasi perairan yang menjadi kewenangan Pemerintah sesuai dengan kondisi kawasan dan potensi perikanannya.
D. Ketentuan Terkait
Ketentuan terkait dalam penyusunan rencana teknis pemanfaatan budidaya ikan perlu memperhatikan peraturan dan perundangan terkait yang mengatur secara khusus pemanfaatan budidaya ikan di dalam kawasan konservasi, metoda budidaya ikan tamah lingkungan, serta mempertimbangkan adat istiadat dan kearifan lokal yang berlaku.
2.2.3 Pemanfaatan untuk Pariwisata Alam Perairan
A. Prinsip Pemanfaatan untuk Pariwisata Alam Perairan
Prinsip pengembangan pariwisata alam perairan yang diperbolehkan di kawasan konservasi adalah pariwisata alam perairan berkelanjutan. Yang dimaksud dengan berkelanjutan disini adalah:
(a) memiliki kepedulian, tanggungjawab dan komitmen terhadap pelestarian alam, serta pembangunan harus mengikuti kaidah-kaidah ekologis, (b) memberikan manfaat yang optimal kepada masyarakat lokal, pengembang dan pemerintah, (c) menjadikan masyarakat sebagai subjek dengan melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan implementasi secara partisipatif, (d) meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai sejarah dan
1312 | edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan |
Kegiatan PariwisataAlam Perairan
Pengusahaan PariwisataAlam Perairan
a. wisata selam, b. wisata pancing,c. wisata perahu layar, d. wisata selancar,e. wisata snorkling,f. wisata tontonan,g. pembuatan foto, video, dan �lm
komersial,h. wisata berenang, atau wisata dan/atau
olahraga permukaan air lainnya
a. penyediaan infrastruktur pariwisata alam perairan di dalam kawasan;
b. penyediaan peralatan kegiatan pariwisata alam perairan di dalam kawasan;
c. penyediaan jasa transportasi di dalam kawasan; dan/atau jasa pramuwisata
budaya serta memberikan nilai tambah dan pengetahuan bagi pengunjung, masyarakat dan para pihak, (e) melibatkan berbagai stakeholder secara setara, (f) menciptakan rasa aman, nyaman dan memberikan kepuasan serta pengalaman bagi wisatawan.
B. Lokasi pemanfaatan Pariwisata Alam Perairan
Lokasi pemanfaatan pariwisata alam perairan dilakukan di zona pemanfaatan dan/atau di zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan terbatas untuk kawasan konservasi perairan, sedangkan untuk KKP3K dapat dilakukan di zona pemanfaatan terbatas.
C. Jenis pemanfaatan pariwisata alam
D. Skala usaha
Pemanfaatan pariwisata alam perairan untuk kategori pengusahaan di dalam kawasan konservasi hanya dapat dilakukan oleh:
a. usaha pariwisata alam perairan skala mikro;b. usaha pariwisata alam perairan skala kecil; danc. usaha pariwisata alam perairan skala menengah dan besar.
Pembangunan infrastruktur untuk pengusahaan pariwisata alam perairan perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Penempatan infrastruktur
Penempatan infrastruktur pengusahaan pariwisata alam perairan dibangun dengan: (a) Tidak mengubah karakteristik bentang alam atau menghilangkan fungsi utamanya; dan (b) Tidak menutup/menghilangkan alur pelayaran tradisional masyarakat (kecuali seijin/persetujuan masyarakat dengan membuat jalur pengganti)
2. Desain infrastruktur pariwisata alam perairan
Desain infrastruktur pengusahaan perlu memperhatikan:
Ÿ Kaidah konservasi; Ÿ Nilai estetika dan ramah lingkungan; Ÿ Sistem sanitasi yang memenuhi standar kesehatan manusia dan kelestarian
lingkungan; Ÿ E�sien dalam penggunaan ruang dalam Kawasan Konservasi Perairan dan
hemat energi; Ÿ Memiliki teknologi pengolahan dan pembuangan limbah; Ÿ Partisipasi dan budaya masyarakat setempat; Ÿ Konstruksi yang memenuhi persyaratan bagi kenyamanan, keamanan dan
keselamatan; dan Ÿ Berpedoman pada ketentuan teknis dari instansi yang berwenang.
E. Ketentuan terkait
Di dalam penyusunan rencana teknis pemanfaatan pariwisata alam perairan perlu memperhatikan peraturan dan perundangan terkait yang mengatur secara khusus pemanfaatan pariwisata alam perairan di dalam kawasan konservasi, serta mempertimbangkan adat istiadat dan kearifan lokal yang berlaku.
2.2.4 Pemanfaatan untuk Pendidikan dan Penelitian
A. Prinsip Pemanfaatan untuk Pendidikan dan Penelitian
Prinsip kegiatan penelitian dan pendidikan di kawasan konservasi perairan:
1. Tidak mengambil material/sampel dari kawasan kecuali dengan izin2. Penggunaan metodologi sesuai dengan kaidah ilmiah dan bisa
dipertanggungjawabkan 3. Tema penelitian sesuai dengan skala prioritas kebutuhan pengembangan
kawasan konservasi perairan4. Menggunakan bahan dan peralatan penelitian yang ramah lingkungan5. Hasil penelitian dapat dijadikan rujukan dalam pengelolaan kawasan
B. Lokasi Pemanfaatan penelitian dan pendidikan
Kegiatan penelitian dan pendidikan di kawasan konservasi perairan dapat dilakukan di zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, zona pemanfaatan terbatas maupun zona lainnya.
Kegiatan penelitian di zona inti diperuntukkan bagi: a) penelitian dasar menggunakan metode observasi untuk pengumpulan data dasar, b) penelitian terapan menggunakan metode survei untuk tujuan monitoring kondisi biologi dan ekologi dan c) pengembangan untuk tujuan rehabilitasi. Namun khusus untuk kegiatan pendidikan di zona inti tidak diperbolehkan untuk melakukan pengambilan material langsung dari alam.
Kegiatan penelitian dan pengembangan di zona perikanan berkelanjutan meliputi: a) penelitian dasar untuk kepentingan perikanan berkelanjutan dan konservasi, b) penelitian terapan untuk kepentingan perikanan berkelanjutan
1514 | edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan |
dan konservasi, dan c) pengembangan untuk konservasi. Kegiatan pendidikan di zona perikanan berkelanjutan merupakan pendidikan untuk memberikan wawasan dan motivasi yang meliputi aspek: a) biologi, b) ekologi, c) sosial ekonomi dan budaya, dan d) tata kelola dan pengelolaan.
Kegiatan penelitian dan pengembangan di zona pemanfaatan meliputi: a) penelitian dasar untuk kepentingan pemanfaatan dan konservasi, b) penelitian terapan untuk kepentingan pemanfaatan dan konservasi, dan c) pengembangan untuk kepentingan konservasi. Kegiatan pendidikan di zona pemantapan meliputi: a) pemeliharaan dan peningkatan keanekaragaman hayati, b) perlindungan sumberdaya masyarakat lokal, c) pembangungan perekonomian berbasis ekowisata bahari, d) pemeliharaan proses ekologis dan sistem pendukung kehidupan, e) promosi pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan, dan f ) promosi upaya tata kelola untuk perlindungan lingkungan kawasan konservasi perairan.
C. Ketentuan terkait
Di dalam penyusunan rencana teknis pemanfaatan untuk pendidikan dan penelitian perlu memperhatikan peraturan dan perundangan terkait yang mengatur secara khusus pemanfaatan pendidikan dan penelitian di dalam kawasan konservasi, serta mempertimbangkan adat istiadat dan kearifan lokal yang berlaku.
2.3 Keterlibatan dan Peran Para Pemangku Kepentingan
Dalam pengelolaan kegiatan pemanfaatan kawasan konservasi, pihak pengelola tidak semata-mata fokus pada sumber daya bio-�sik perairan tetapi juga mengelola potensi sosial ekonomi yang ada di dalam kawasan. Karena itu, sangat penting melibatkan berbagai kalangan dari berbagai tingkatan, baik di tingkat lokal maupun nasional, di dalam setiap tahap pengelolaan. Oleh sebab itu, koordinasi dan komunikasi yang baik antara pihak pengelola kawasan dan pemangku kepentingan lainnya sangat mempengaruhi keberhasilan pengelolaan kegiatan pemanfaatan kawasan. Bidang-bidang terkait pemanfaatan kawasan konservasi perairan antara lain perikanan tangkap, perikanan budidaya, pariwisata, pelayaran, serta pengelola penataan ruang.
Dalam kenyataannya di lapangan seringkali ditemukan ketidakjelasan tugas dan wewenang antara beberapa lembaga/instansi dalam hubungan satu dengan lain sehingga sering memicu kon�ik kelembagaan. Keadaan ini dapat terjadi karena aturan yang bersangkutan memberi tugas dan wewenang suatu lembaga/ instansi, sedang aturan yang lain memberi wewenang pula yang tidak tegas batas-batasnya kepada lembaga/instansi lain. Salah satu solusi terhadap tumpang tindih wewenang adalah pengaturan hukum antar wewenang berupa Surat Keputusan bersama (SKB) antar lembaga/instansi dan membentuk lembaga khusus untuk melakukan koordinasi.
1716 | edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan |
Beberapa pemangku kepentingan terkait pemanfaatan kawasan konservasi perairan di tingkat nasional antara lain Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil-Kementererian Kelautan dan Perikanan (Ditjen KP3K-KKP), Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT-KKP), Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB-KKP), Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP-KKP), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparenkraf ), Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR). Di tingkat pemerintah daerah, beberapa instansi terkait pemanfaatan kawasan antara lain Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Dinas Pariwisata (Dispar), Dinas Perhubungan (Dishub), Dinas Pekerjaan Umum (DPU). Dalam tatanan implementasi, elemen lain yang juga terlibat dalam pemanfaatan antara lain masyarakat sekitar kawasan, asosiasi/kelompok nelayan, asosiasi/ kelompok petani pembudidaya, asosiasi pelaku wisata, kelompok pengawas masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dll. Tabel berikut ini menyajikan secara singkat mengenai keterkaitan fungsi dan wewenang kelembagaan dalam pengelolaan pemanfaatan kawasan.
Sebagai sebuah kawasan konservasi, kegiatan pemanfaatan yang dapat dilakukan di kawasan ditujukan untuk (1) menjaga fungsi ekologis kawasan dan pada saat bersamaan dapat (2) memberikan keuntungan secara ekonomi bagi masyarakat di sekitar kawasan. Sinergitas antara lembaga pengelola dan para pemangku kepentingan ditujukan agar pemanfaatan kawasan konservasi dapat mencapai kedua tujuan diatas. Oleh karenanya, keterlibatan para pemangku kepentingan merupakan komponen penting dalam pengelolaan kegiatan pemanfaatan kawasan konservasi perairan sehingga kegiatan pemanfaatan dilakukan secara berkelanjutan. Salah satu contoh keterlibatan pemangku kepentingan dalam pemanfaatan kawasan TWP Gili Matra adalah pendanaan patroli kawasan oleh BKKPN Satker TWP Gili Matra yang didanai oleh Gili Eco Trust mulai pada akhir 2013. Gili Eco Trust merupakan sebuah lembaga yang mengelola kegiatan terkait perlindungan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat di Desa Gili Indah. Pendanaan kegiatan Gili Eco Trust berasal dari diving fee yang ditarik oleh asosiasi dive centres di Gili Trawangan (GIDA) kepada setiap penyelam. Patroli yang dilakukan oleh Satker TWP Gili Matra dilakukan berdasarkan rencana rutin dan insidental. Kegiatan patroli insidental umumnya dilaksanakan berdasarkan laporan operator mengenai kegiatan penangkapan di luar zonasi yang ditetapkan.
Tabel. Keterkaitan fungsi dan wewenang kelembagaan dalam pemanfaatan kawasan konservasi perairan
Bidang
PERHUBUNGAN
PRASARANA WILAYAH
Wewenang Perencanaan Implementasi Pengawasan/Pengendalian
Ditjen KP3K-KKP, DKP
Ditjen KP3K-KKP, DKP
Ditjen KP3K-KKP, DKP
Kemenparenkraf, Pemerintah Daerah
DJPT – KKP, DJPB-KKP, DKP
Ditjen Perla – Kemenhub, Dinas Perhubungan
Kemen PUPR, Dinas Pekerjaan Umum
Ditjen KP3K-KKP, DKP
DJPT-KKP, DJPB-KKP, BAPPEDA, DKP
Kemenhub, BAPPEDA, Dishub
Kemen PUPR, BAPPEDA, DPU
Ditjen KP3K-KKP, DKP
DJPT-KKP,DJPB-KKP,Dinas Kelautan dan Perikanan, asosiasi nelayan, asosiasi petani pembudidaya
Dishub, PELNI, ASDP, Asosiasi jasa transportasi
Dinas Pekerjaan Umum
Kemenparenkraf, Dispar
Ditjen PSDKP-KKP, Dinas Kelautan dan Perikanan, TNI-AL, pokwasmas
Kemenhub, POLRI, TNI-AL
Kemen PUPR dan DPU
Ditjen PSDKP-KKP, Dinas Kelautan dan Perikanan, TNI-AL, pokwasmas
KONSERVASI
PARIWISATA
PERIKANAN
1918 | edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan |
Mekanisme Penyusunan Rencana Teknis Pemanfaatan KKP3K
03
Sebagai arahan lanjutan terhadap pengelolaan KKP3K, pihak pengelola kawasan konservasi bertanggung jawab untuk
mempersiapkan sebuah dokumen Rencana Teknis Pemanfaatan Kawasan.
Proses dan prosedur penyusunan dokumen ini dilakukan dengan berdasar pada prinsip:
a. Kelestarian sumberdaya kawasan
Pemanfaatan kawasan dilakukan dengan tujuan utama untuk menjaga kelestarian sumberdaya yang ada di dalam kawasan konservasi. Beberapa indikator yang dapat dijadikan acuan kondisi sumberdaya kawasan antara lain kualitas perairan, tutupan karang, luasan vegetasi mangrove atau lamun.
b. Penataan kawasan
Berbagai bentuk kegiatan pemanfaatan di dalam suatu kawasan konservasi diatur mengikuti zonasi dan potensi yang dimiliki kawasan. Sehingga kon�ik penggunaan lahan dapat diminimisasi antar pelaku pemanfaatan. Penataan kawasan ditampilkan dalam bentuk dokumen yang berisikan pengaturan spasial yang lebih detail dari penataan zonasi. Dokumen ini menjabarkan pengaturan spasial masing-masing kegiatan pemanfaatan yang dapat dilakukan di dalam masing-masing zonasi.
c. Data dan informasi yang berbasis keilmuan (scienti�c-based)
Data dan informasi yang digunakan dalam penyusunan Rencana Teknis harus didasarkan pada teknik dan metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (scienti�cally sound). Untuk mendapatkan data yang diterima secara ilmiah, pengambilan serta analisis data sebaiknya dilakukan menggunakan metode ataupun analisis yang telah terstandarisasi. Beberapa teknis pengam-bilan dan analisis data, terutama bagi pengambilan data oseanogra� dan batimetri telah terstandarisasi berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI).
2120 | edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan |
d. Partisipatif
Penyusunan Rencana Teknis mengedepankan prinsip pelibatan seluruh pemangku kepentingan terkait dalam penyusunannya. Prinsip ini bertujuan memahami kepentingan (interest) dari masing-masing pemangku kepentingan, sehingga dapat meminimalkan kon�ik di antara mereka. Prinsip ini juga diharapkan menjembatani dan menemukan jalan tengah penyelesaian masalah jika kon�ik kepentingan terjadi.
3.1. Tahapan Penyusunan Rencana Teknis Pemanfaatan
Penyusunan dokumen Rencana Teknis dilakukan melalui tahapan berikut:
1 Pengumpulan Data dan Informasi
Pengumpulan data dan informasi dilakukan untuk melengkapi dan/atau memperbaharui data dan informasi yang telah diperoleh dari rencana pengelolaan dan zonasi. Data dan informasi yang dimaksud adalah:
Ÿ Kondisi bio�sik sumberdaya pesisir di kawasan, Ÿ Kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan, Ÿ Tingkat kesejahteraan masyarakat Ÿ Bentuk kegiatan pemanfaatan yang telah berjalan, Ÿ Informasi spasial kawasan, Ÿ Kebijakan dan regulasi daerah terkait pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya pesisir dan lautan, dan Ÿ Persepsi masyarakat sekitar kawasan terhadap kegiatan pemanfaatan di
dalam kawasanŸ Isu dan masalah pelaksanaan kegiatan pemanfaatan.
Data dan informasi tersebut dapat diperoleh melalui data primer maupun sekunder.
2 Analisis Data
Data dan informasi yang telah diperoleh selanjutanya dianalisa lebih lanjut untuk memperoleh gambaran mengenai:
Ÿ Potensi sumberdaya kawasan, Ÿ Kesesuaian kawasan, Ÿ Daya dukung kawasan, Ÿ Kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, Ÿ Kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat. Ÿ Peningkatan nilai tambah ekonomi terhadap jenis usaha atau produk
pemanfaatan
3 Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion – FGD)
Diskusi kelompok terarah dilakukan sebagai tindak lanjut dari hasil analisa yang telah dilakukan. Diskusi ini dilakukan dengan kelompok pemangku kepentingan
terkait dengan tujuan sebagai berikut: (a) Veri�kasi data dan informasi yang telah diperoleh; (b) Menggali solusi bagi permasalahan yang dihadapi; dan (c) Membangun kesepakatan bersama antara unit organisasi pengelola dan para pemangku kepentingan mengenai bentuk dan volume pemanfaatan
4 Draft Awal rencana teknis
Dokumen awal rencana teknis disusun dengan menjabarkan hal-hal berikut:
Ÿ Pro�l sumberdaya kawasanŸ Besaran potensi sumberdaya yang ada di dalam kawasanŸ Sebaran spatial potensi sumberdaya kawasanŸ Daya dukung untuk kegiatan pemanfaatan yang dapat dilakukanŸ Isu dan pemasalahan yang ada serta strategi terhadap isu dan permasalahan
yang dihadapi. Ÿ Analisis kebijakan terkait pemanfaatan kawasan konservasi baik di tingkat
pusat maupun di tingkat daerah. Ÿ Strategi pengembangan kegiatan pemanfaatan yang dilakukan
5 Konsultasi Publik
Dokumen awal rencana teknis pemanfaatan harus dikonsultasikan kepada publik untuk mendapatkan masukan, tanggapan, saran dan usulan perbaikan dari para pemangku kepentingan yang lebih luas. Konsultasi publik berupa pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan pemangku kepentingan, antara lain:
Ÿ Pemerintah daerahŸ Masyarakat setempatŸ Masyarakat adatŸ Lembaga pendidikan dan penelitianŸ Organisasi non pemerintalahŸ Pengusaha Ÿ Serta pihak-pihak yang teridenti�kasi sebagai pihak yang harus dilibatkan
dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan.
Jumlah pertemuan konsultasi publik yang dibutuhkan, ditentukan lebih lanjut oleh pengelola dengan memperhatikan sarana, kemampuan instansi, ketersediaan sumberdaya pengelola baik sumberdaya manusia ataupun dana, ataupun waktu yang tersedia. Untuk masing-masing konsultasi publik yang dilakukan, perlu dibuat berita acara pelaksanaan dan absensi yang dilampirkan dalam laporan.
6 Pengesahan
Setelah dokumen Rencana Teknis Pemanfaatan Kawasan disusun dan konsultasi publik dilakukan oleh lembaga pengelola kawasan konservasi, pengelola menyerahkan dokumen tersebut kepada Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan untuk dilakukan penilaian kelayakan dokumen. Setelah dokumen
2322 | edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan |
dinilai layak oleh Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, maka dokumen tersebut dilanjutkan untuk proses pengesahan oleh Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil/ Gubernur/ Bupati/ Walikota sesuai kewenangan pengelolaan kawasan konservasi.
7 Evaluasi
Dokumen Rencana Teknis Pemanfaatan merupakan sebuah dokumen yang adaptif. Sebagai dokumen yang menginduk kepada dokumen Rencana Pengelolaan dan Zonasi, maka masa berlaku dokumen ini ditentukan oleh masa berlaku dokumen induk, dalam hal ini dokumen Rencana Pengelolaan dan Zonasi jangka menengah. Jika terdapat perubahan terhadap Rencana Pengelolaan dan Zonasi, maka dokumen Rencana Teknis akan mengacu kepada perubahan yang dicantumkan dalam dokumen induk.
Sebagai sebuah dokumen yang adaptif terhadap kondisi sumberdaya, pihak pengelola kawasan konservasi dapat melakukan perubahan atau kaji ulang terhadap isi dokumen Rencana Teknis Pemanfaatan Kawasan. Perubahan atau kaji ulang dapat dilakukan setiap dua tahun sekali berdasarkan hasil monitoring.
Diagram mekanisme penyusunan rencana teknis ditampilkan pada Gambar 3.
3.2 Muatan Rencana Teknis Pemanfaatan
3.2.1 Pemanfaatan Penangkapan Ikan
A. Potensi
Yang dimaksud dengan potensi di dalam rencana teknis pemanfaatan penangkapan ikan adalah potensi lestari sumberdaya ikan. Perhitungan potensi sumberdaya ikan dilakukan di masing-masing zona kawasan konservasi, melalui kegiatan pendugaan stok (stock assessment). Metode yang dapat digunakan untuk pengkajian stok ikan antara lain:
Ÿ monitoring pendaratan hasil tangkapan (�sh landing monitoring), Ÿ metode sensus visual dan Ÿ metode luas sapuan (swept area).
Hasil dari pengumpulan data selanjutnya dianalisa untuk mendapatkan informasi:
Ÿ biomassa ikan Ÿ JTB di zona perikanan berkelanjutan/zona pemanfaatan terbatasŸ CPUE
Rincian metode pendugaan stok dilampirkan pada Lampiran 2A. Pengkajian stok ikan di kawasan konservasi dapat menggunakan salah satu metode tersebut dan dilakukan secara konsisten antar periode.
B. Lokasi yang diperbolehkan
Unit organisasi pengelola harus menggambarkan secara detail lokasi/daerah pemanfaatan untuk penangkapan ikan didalam sebuah peta. Peta tersebut minimal memuat:
Ÿ Wilayah larang ambilŸ Wilayah penangkapan tradisionalŸ Detail masing-masing wilayah penangkapan ikan
Standar pembuatan peta mengacu pada sumber peta yang menggunakan datum WGS84 dengan skala 1:50.000 atau disesuaikan dengan luas zona yang diperbolehkan untuk pemanfaatan penangkapan ikan.
C. Jumlah Alat tangkapan yang diperbolehkan
Unit organisasi pengelola, harus dapat menghitung dan mengalokasikan jumlah alat tangkap yang dapat di operasikan di wilayah pemanfaatan penangkapan ikan dalam satuan waktu tertentu. Jumlah alat tangkap yang diperbolehkan dapat dihitung berdasarkan tingkat pemanfaatan lestari atau maximum sustainable yield (MSY) sumberdaya ikan, seperti terlihat pada Lampiran 2B.
Pemutakhiran data tentang (a) bio�sik, (b) sosekbud, (c) kegiatan pemanfaatan yang ada, (d) informasi spasial kawasan, (e) kebijakan/ regulasi yang ada, (f ) isu dan masalah
PemutakhiranData
AnalisisData
Veri�kasiData
DokumenAwal
KonsultasiPublik
PengesahanDokumen
Perubahan/Kaji Ulang
Analisis data tentang (a) potensi, (b) kesesuaian, (c) daya dukung, (d) informasi spasial kawasan, (e) kebijakan/ regulasi yang ada, (f ) kondisi sosekbud
Dokumen awal berisi tentang (a) pro�l kawasan, (b) potensi, (c) sebaran spasial sumberdaya, (d) daya dukung, (e) isu, (f ) analisis kebijakan, dan (g) strategi pembangunan
Konsultasi publik dihadiri perwakilan (a) Pemerintah Daerah, (b) Masyarakat Setempat, c) Lembaga Pendidikan dan Penelitian, (d) Organisasi Non Pemerintah (e) Pengusaha, (f ) Pihak terkait lainnya.
KKPN → Dirjen KP3KKKPD Provinsi → GubernurKKPD Kabupaten → Bupati
Veri�kasi hasil analisis dilakukan melalui diskusi dengan pemangku kepentingan terkait.
Gambar 3. Mekanisme penyusunan dokumen rencana teknis
2524 | edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan |
D. Metoda Penangkapan
Metoda penangkapan ikan di wilayah pemanfaatan penangkapan ikan ditentukan berdasarkan hasil kajian dampak nagatif dari masing masing metoda yang di gunakan oleh masyarakat yang melakukan pemanfaatan di dalam kawasan konservasi. hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan metode penangkapan yang diijinkan dalam pemanfaatan penangkapan ikan adalah:
Ÿ tidak membahayakan pengguna dan orang sekitarnya, Ÿ tidak menimbulkan bahaya kesehatan, Ÿ tidak membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan.
Hal ini dilakukan untuk menghindari penggunakan dua jenis alat tangkap yang menggunakan metoda penangkapan yang sama, namun mempunyai dampak terhadap lingkungan yang berbeda.
E. Jenis alat tangkap
Kelompok alat tangkap yang boleh digunakan di dalam kawasan konservasi adalah jenis kelompok alat tangkap statis dan/atau pasif. Kelompok alat tangkap statis antara lain alat penangkap ikan yang ditempatkan secara menetap untuk waktu lama dan dipanen secara rutin (bubu, sero, jermal). Alat penangkapan ikan pasif adalah jenis alat penangkapan ikan uang dipasang sementara dan diangkat kembali setelah selang waktu tertentu (gillnet, trammel net, drift net). Dan kelompok alat penangkapan aktif adalah alat penangkapan ikan yang digerakan secara aktif (rawai, pancing, panah)
Unit organisasi pengelola dalam menetapkan jenis-jenis alat tangkap yang diperbolehkan terkadang menemui kendala dalam penerapannya. Untuk itu, proses diskusi kelompok terarah harus dilakukan dengan melibatkan para pihak yang akan terkena dampak atas pengaturan tersebut, guna memperoleh kesepakatan bersama dalam hal pemanfaatan penangkapan ikan yang berkelanjutan.
F. Kearifan lokal
Kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya ikan merupakan sistem pengetahuan, tradisi dan budaya yang memiliki nilai luhur, diwariskan dan diajarkan secara turun temurun. Unit organisasi pengelola harus dapat menggali dan membedakan tradisi atau budaya setempat yang dapat di manfaatkan untuk membantu pengelola dalam pengelolaan kawasan konservasi. Tidak seluruh tradisi dan budaya yang dilakukan oleh masyarakat setempat dapat dikategorikan ramah lingkungan, untuk itu unit organisasi pengelola harus mengkaji dampak dari kegiatan tradisi atau budaya tersebut.
Namun, umumnya tradisi atau budaya lokal bersifat arif terhadap lingkungan, sehingga pengelola dapat mendorong kearifan local tersebut diakomodir dalam
mekanisme pengelolaan pemanfaatan penangkapan ikan yang berkelanjutan agar memiliki nilai tambah bagi masyarakat adat tersebut.
3.2.2 Perikanan Budidaya
A. Potensi sumberdaya perikanan budidaya
Potensi kawasan untuk kegiatan budidaya dapat diestimasi berdasarkan komoditas perikanan yang akan dibudidayakan. Untuk pengembangan budidaya ikan (�n �shes) dan udang. Kriteria kesesuaian perairan yang diperhatikan adalah:
• pengaruh gelombang, • kedalaman perairan dari dasar kurungan • arus • salinitas • suhu • sumber pencemaran • pelayaran • kecerahan, dan • kimia perairan (pH, DO, BOD, nitrit, H₂S)
Kriteria kesesuaian perairan untuk budidaya kerang-kerangan adalah:
• pengaruh angin musim • gelombang • kedalaman • substrat • arus • pelayaran • kecerahan • pencemaran • kesuburan perairan • suhu • salinitas • aksesibiltas
Kriteria kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut antara lain:
• pengaruh angin musim • kondisi gelombang • arus • kedalaman perairan • dasar perairan • salinitas • suhu • kecerahan • kesuburan perairan • sumber bibit • sarana penunjang • pencemaran • keamanan • pelayaran
Sedang untuk budidaya mutiara, kriteria kesesuaiannya antara lain:
• pengaruh angin musim • gelombang • arus • kedalaman • dasar perairan • salinitas • suhu • kecerahan • kesuburan perairan • sumber benih/induk • sarana penunjang • pencemaran, dan • pelayaran
Parameter kesesuaian untuk kegiatan budidaya ikan, udang, kerang-kerangan, rumput laut, dan mutiara mengacu pada Winanto dkk (1991) dalam Modul Bimbingan Teknis Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Dit Tata Ruang Laut Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil).
Selain berdasarkan komoditas budidaya, kriteria kesesuaian perairan untuk metode budidaya seperti keramba jaring apung dan keramba tancap. Parameter lingkungan yang digunakan sebagai kriteria keramba jaring apung antara lain:
• suhu perairan • salinitas • arus • tinggi gelombang • kedalaman perairan dari dasar jaring • DO • pH • Nitrat • fosfat • pelayaran
2726 | edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan |
Ÿ Material penunjang budidaya yang digunakan harus terbuat dari bahan ramah lingkungan
E. Skala usaha
Kategori skala usaha dibidang pembesaran ikan dalam kawasan konservasi perairan ikan dapat dikategorikan menjadi:
a. Usaha pembudidayaan ikan skala kecil (mikro)b. Usaha pembudidayaan ikan skala menengah
Skala usaha pembesaran ikan dibedakan berdasarkan beberapa parameter yaitu aset (modal, jumlah unit usaha), omset (penjualan), jumlah tenaga kerja, penerapan teknologi, dan status perizinan seperti terlihat pada Tabel 1.
Sedangkan parameter lingkungan untuk kesesuaian keramba tancap adalah:
• kedalaman • kecerahan • khloro�l-a • DO • BOD
Kriteria kesesuaian keramba jaring apung mengacu kepada Haris (2011) dalam Pedoman Pengembangan Minawisata Pulau-Pulau Kecil (Dit. Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil). Sedangkan kriteria keramba jaring tancap mengacu kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Sumber Daya Perairan (2008). Detail parameter kesesuaian untuk kegiatan perikanan budidaya tersedia pada Lampiran 3A. Selain berdasarkan kesesuaian parameter, area yang sesuai untuk kegiatan budidaya juga dapat dikaji dari kawasan dimana aktivitas tersebut dilakukan.
B. Lokasi yang diperbolehkan
Unit organisasi pengelola harus menggambarkan secara detail lokasi/daerah pemanfaatan untuk budidaya di dalam sebuah peta. Peta ini minimal memuat:
Ÿ Wilayah budidaya yang diperbolehkanŸ Detail masing-masing wilayah budidaya berdasarkan skala usaha
Standar pembuatan peta mengacu pada sumber peta yang menggunakan datum WGS84 dengan skala 1:50.000 atau disesuaikan dengan luas zona yang diperbolehkan untuk pemanfaatan budidaya ikan.
C. Jenis spesies yang dapat dibudidayakan
Jenis ikan yang dibudidayakan adalah jenis ikan lokal yang bertujuan untuk konservasi spesies dan low input. Jenis ikan yang dibudidaya diutamakan pada jenis ikan yang tidak perlu diberikan pakan tambahan dan tanpa menggunakan tambahan obat-obatan
Pengembangan terhadap jenis dari luar kawasan diperbolehkan jika menggunakan bibit dari pusat pembibitan. Tidak termasuk jenis: a) endemik, b) jenis invasif, dan c) eksotis.
D. Teknologi dan pakan
Penggunaan teknologi, pakan dan obat-obatan dalam kegiatan budidaya di dalam kawasan konservasi perairan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Ÿ Teknologi yang digunakan adalah budidaya tradisional, yaitu teknologi budidaya dengan pemberian pakan rendah, padat tebar randah dan tidak menggunakan obat-obatan.
Ÿ Penggunaan jenis pakan ikan harus mengandung nutrisi yang terdiri dari sumber kalori dan protein sesuai dengan kebutuhan jenis dan umur ikan, tidak mengandung zat beracun, bahan pencemar yang berbahaya dan tidak mengakibatkan penurunan kualitas perairan
2928 | edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan |
F. Jumlah unit usaha yang diperbolehkan
Jumlah usaha yang dapat dilakukan ditentukan oleh besaran daya dukung kawasan. Daya dukung kawasan dapat diestimasi berdasarkan:
Ÿ Daya dukung budidaya berdasarkan luasan area
Estimasi daya dukung berdasarkan luasan area pada dasarnya dilakukan berdasarkan kemampuan kapasitas ruang dalam menampung manusia ataupun unit budidaya. Estimasi daya dukung model ini dapat diaplikasikan kepada kegiatan budidaya non pakan, misal: rumput laut, teripang, dan kima. Daya Dukung Lingkungan (DDL) yang dianalisis dalam penelitian ini dibatasi pada kemampuan lahan dalam menampung suatu aktivitas tertentu ditinjau dari aspek kesesuaian �sik. Hasil dari analisis ini akan memberikan informasi mengenai berapa besar luas lahan yang dapat dimanfaatkan.
Ÿ Daya dukung budidaya berdasarkan kapasitas asimilasi
Daya dukung berdasarkan kapasitas asimilasi adalah tingkat maksimum penggunaan suatu kawasan atau suatu ekosistem, baik berupa jumlah maupun kegiatan yang diakomodasikan di dalamnya sebelum terjadi penurunan dalam kualitas ekologis kawasan atau ekosistem tersebut. Metoda yang digunakan adalah pendugaan kapasitas asimilasi lingkungan perairan. Kapasitas asimilasi dapat diduga menggunakan analisis yang diaplikasi oleh Quano (1993) yaitu metode hubungan antara konsentrasi limbah dengan beban limbahnya. Variabel yang diamati adalah debit air yang masuk ke teluk oleh pusat dan konsentrasi limbah di lingkungan perairan. Metode ini ini cukup dapat menggambarkan atau menunjukkan kapasitas asimilasi dari lingkungan perairan dimaksud.
Nilai kapasitas asimilasi dapat berbasis pada konsentrasi pencemar (nitrat, fosfat, limbah), berbasis pada konsentrasi oksigen didapatkan dengan cara membuat gra�k hubungan antara konsentrasi masing–masing parameter limbah di
Tabel 1 . Parameter skala usaha pembesaran ikan di dalam kawasan konservasi perairan
SkalaUsaha
Kecil
Modal: Rp. 100-200 juta
Modal: Rp. 200 Jt-10 M
Rp. 500 juta - 1 M
Rp. 1 - 50 milyar
3-5 orang
6-15 orang
Intensif
Intensif
SIUP
SIUP
Unit usaha: 2-4 unit
Unit usaha: 5-200 unit
Menegah
Parameter
Aset Omset (Penjualan) Tenaga Kerja Penerapan
TeknologiStatus
perizinan
lingkungan perairan dengan total beban limbah parameter tersebut di muara sungai, dan selanjutnya dianalisis dengan cara memotongkan dengan garis baku mutu air laut yang diperuntukkan bagi biota laut dan kegiatan wisata bahari berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 (Gambar 4). Selain berbasis pada kapasitas asimilasi bahan pencemar dan oksigen terlarut, daya dukung lingkungan juga dapat diestimasi berdasarkan jumlah pakan maksimum. Estimasi kapasitas asimilasi suatu kawasan secara rinci dilampirkan pada Lampiran 3B.
Gambar 4. Gra�k hubungan antara pencemar
dengan beban pencemaran
Beban Pencemaran (ton/th)
Kons
entr
asi P
ence
mar
(mg/
L)
3.2.3 Pariwisata Alam Perairan
Kegiatan pemanfaatan Pariwisata Alam Perairan (PAP) terbagi menjadi kegiatan PAP dan pengusahaan PAP. Berikut adalah kriteria teknis bagi kegiatan PAP:
A. Potensi sumberdaya pariwisata
Besar potensi sumberdaya pariwisata untuk kegiatan PAP dapat diestimasi melalui analisis kesesuaian kawasan perairan untuk kegiatan wisata. Alokasi kegiatan pariwisata di kawasan konservasi perairan, hendaknya dilakukan berdasarkan kesesuaian area terhadap kegiatan wisata tertentu. Di bawah ini dijabarkan parameter kesesuaian kegiatan wisata berdasarkan pedoman pengembangan minawisata pulau-pulau kecil (Dit. PPK, 2012).
Kriteria kawasan yang cocok untuk kegiatan wisata memancing mengacu kepada Haris (2011), dengan paramater lingkungan yang diamati adalah:
• kelompok jenis ikan • tinggi gelombang • kecerahan • kecepatan arus • suhu perairan • salinitas • kedalaman • alur pelayaran • dermaga kecil/jetty, dan • perahu
3130 | edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan |
Sedangkan kriteria untuk wisata pantai mengacu kepada Yulianda (2011) dengan paramater lingkungan yang diperhatikan:
• kedalaman • tipe pantai • lebar pantai • material dasar perairan • kecepatan arus • kemiringan pantai • kecerahan perairan • penutupan lahan pantai • biota berbahaya, dan • ketersediaan air tawar
Untuk kegiatan wisata selam, kriteria kesesuaian mengacu pada Haris (2011), dengan parameter lingkungan yaitu:
• suhu perairan • salinitas • kecerahan • kecepatan arus • tutupan komunitas karang • jenis life-form karang • jenis ikan karang • kedalaman terumbu karang • perahu • peralatan SCUBA, dan • pemandu selam
Sedangkan untuk kegiatan wisata snorkeling mengacu pada Yulianda (2011) dengan parameter lingkungan yang diamati adalah:
• kecerahan perairan • tutupan komunitas karang • jenis life-form karang • jenis ikan karang • kecepatan arus • kedalaman terumbu karang, dan juga • lebar hamparan datar karang
Detail parameter kesesuaian perairan ditampilkan pada Lampiran 4A.
B. Lokasi yang diperbolehkan
Unit organisasi pengelola harus menggambarkan secara detail lokasi/daerah pemanfaatan untuk PAP di dalam sebuah peta. Peta tersebut minimal memuat:
Ÿ Wilayah pengembangan PAP yang diperbolehkanŸ Detail masing-masing wilayah PAP berdasarkan jenis kegiatan dan
pengusahaan.
Standar pembuatan peta mengacu pada sumber peta yang menggunakan datum WGS84 dengan skala 1 : 50.000 atau disesuaikan dengan luas zona yang diperbolehkan untuk pemanfaatan budidaya ikan
C. Bentuk kegiatan yang diperbolehkan
Bentuk kegiatan pariwisata yang dapat dilakukan di zona pemanfaatan adalah bentuk kegiatan pariwisata non-ekstraktif sementara kegiatan pariwisata yang dapat dilakukan di zona perikanan berkelanjutan adalah bentuk kegiatan pariwisata ekstraktif dan non-ekstraktif. Bentuk kegiatan non ekstraktif antara lain: wisata pantai, berenang, snorkeling, menyelam, dan perahu layar. Sedangkan bentuk kegiatan wisata ekstraktif antara lain rekreasi memancing (recreational �shing).
Ketentuan teknis tentang pengusahaan PAP, terutama untuk infrastruktur pariwisata alam antara lain:
D. Daya dukung
Analisis daya dukung kawasan untuk kegiatan pariwisata dilakukan melalui pendekatan daya dukung bio�sik. Sehingga daya dukung bio�sik diartikan sebagai jumlah maksimum pengunjung yang secara �sik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Rincian estimasi jumlah pengunjung maksimum ditampilkan di Lampiran 4B.
E. Keamanan pengunjung
Salah satu sektor pendukung yang harus dipertimbangkan untuk pengem-bangan pariwisata adalah keamanan pengunjung. Rencana teknis perlu memberikan informasi mengenai:
Ÿ Lokasi-lokasi yang memiliki resiko tinggi bagi keselamatan pengunjung,Ÿ Batasan kawasan yang aman untuk aktivitas wisata tertentu,Ÿ Biota berbahaya yang sering ditemui di kawasan,Ÿ Fasilitas pertolongan pertama,Ÿ Informasi mengenai musim atau kondisi cuaca ekstrim.
F. Program interpretasi
Rencana teknis harus mempersiapkan program interpretasi dimana program ini memuat strategi penyebaran informasi. Informasi tentang pro�l umum kawasan, lokasi-lokasi wisata, fasilitas umum dan sosial yang ada, daerah rawan yang perlu dihindari, dan lainnya. Informasi ini akan dikembangkan dalam bentuk media
Ÿ Tidak mengubah karakteristik bentang alamŸ Tidak mengubah fungsi utama kawasanŸ Tidak menutup atau menghilangkan alur
pelayaran tradisional masyarakatŸ Memenuhi kaidah konservasiŸ Sistem sanitasi harus dipersiapkan dengan
memenuhi standar kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan
Ÿ Mempersiapkan teknologi pengolahan dan pembuangan limbah
Ÿ E�siensi dalam penggunaan ruang dan energiŸ Konstruksi bangunan memenuhi persyaratan
kenyamanan, keamanan dan keselamatan.
3332 | edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan |
3.2.4 Penelitian dan Pendidikan
A. Manajemen riset
Pengelola kawasan berkewajiban untuk mempersiapkan tema-tema penelitian prioritas yang ditujukan sebagai sistem pendukung pengelolaan kawasan. Kegiatan penelitian yang akan dilakukan oleh pihak luar diutamakan untuk melakukan tema-tema penelitian prioritas atau memenuhi kebutuhan data dan informasi yang diperlukan oleh pengelola dalam mengelola kawasan.
B. Metode penelitian
Penelitian yang dilakukan harus memenuhi aspek keselamatan dan keamanan peneliti. Metode penelitian yang dilakukan sedapat mungkin tidak melakukan pengambilan sampel keluar kawasan. Pengambilan sampel dapat dilakukan jika peneliti mendapat izin untuk melakukan pengambilan sampel dari pengelola kawasan. Analisis sampel sedapat mungkin dilakukan menggunakan sarana pengelola, jika tidak memungkinkan sampel dapat dianalisis di luar kawasan berdasarkan izin yang diberikan pengelola.
C. Pelayanan riset
Dokumen rencana teknis memuat pelayanan riset yang tersedia di dalam kawasan seperti informasi kawasan, fasilitas yang tersedia seperti pondok peneliti, alat survey, minilab, pemandu, kapal, dan lain sebagainya.
D. Kewajiban peneliti
Untuk melakukan penelitian di kawasan konservasi, peneliti berkewajiban untuk:
Ÿ Mengajukan surat izin melakukan penelitian yang di sertai dokumen proposal penelitian
Ÿ Menyerahkan hasil penelitian baik berupa dokumen maupun data mentahŸ Menyertakan salah satu nama pengelola jika hendak mempubikasikan hasil
penelitian di jurnal penelitian
E. Pelayanan Pusat Pendidikan
Dokumen rencana teknis memuat pelayanan pendidikan yang tersedia di dalam kawasan seperti informasi kawasan, fasilitas yang tersedia seperti material edukasi (alat peraga), serta menyediakan tema-tema konservasi sesuai dengan jenis dan pontensi kawasan konservasi tersebut.
F. Jumlah peneliti atau pengunjung yang diperbolehkan
Jumlah peneliti yang diperbolehkan melakukan penelitian di dalam kawasan
dibatasi dalam satu kurun waktu tertentu. Pembatasan jumlah peneliti didasarkan pada kebijakan pengelola kawasan terkait. Sedangkan jumlah pengunjung untuk kegiatan edukasi dibatasi berdasarkan jumlah maksimum pengunjung harian. Jumlah maksimum pengunjung harian ditentukan berdasarkan kebijakan pengelola kawasan.
3.3 Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan monitoring untuk pemanfaatan penangkapan ikan dilakukan bersamaan dengan kegiatan resurce use monitoring dan dilakukan evaluasi untuk JTB dan CPUE minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Sedangkan untuk kegiatan pemanfaatan budidaya dilakukan monitoring setiap bulan atau jika terdapat laporan dari masyarkat tentang penyimpangan perijinan atau ketentuan budidaya yang telah ditetapkan. Evaluasi untuk pemanfaatan budidaya dilakukan minimal 1 (satu) kali dalam setahun.
Kegiatan monitoring Pemanfaatan pariwisata alam perairan dilakukan melalui tanda masuk kawasan dan ijin pengusahaan yang dikeluarkan, sedangkan untuk evaluasinya dilakukan minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Untuk monitoring kegiatan pemanfaatan penilitian dan pendidikan dilakukan berdasarkan berita acara untuk penelitian atau tanda masuk untuk pendidikan. Evaluasi kegiatan penelitian dilakukan setiap aktivitas penelitian atau pendidikan telah selesai dilaksanakan.
Kegiatan monitoring dilakukan pada seluruh kegiatan pemanfaatan yang dilakukan di kawasan konservasi. Monitoring dilakukan oleh pengelola kawasan melalui penunjukan tim monitoring oleh kepala organisasi pengelola. Adapun kegiatan yang wajib dimonitoring adalah:
Ÿ Daya dukung masing-masing jenis pemanfaatan kawasan konservasiŸ Dampak kegiatan pemanfaatan terhadap ekosistem, sumber daya ikan,
mayarakat dan lingkunganŸ Kesesuaian peruntukan pemanfaatan terhadap rencana pengelolaan dan
rencana teknisŸ Status dan kondisi ekosistem
Unit organisasi pengelola didalam melakukan proses monitoring dapat melibatkan masyarakat. Salah satu bentuk monitoring yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah melalui keaktifan masyarakat meberikan laporan kepada pengelola. Untuk itu, dalam rencana teknis perlu disiapkan juga mekanisme pelaporan masyarakat kepada pengelola yang merupakan bagian dari mekanisme pelaporan pelaksanaan kegiatan pemanfaatan.Mekanisme pelaporan yang perlu disiapkan oleh pengelola meliputi:
Ÿ Tim monitoring kepada kepala unit organisasi pengelolaŸ Masyarakat kepada tim monitoringŸ Pelaksana kegiatan pemanfaatan kepada kepala unit organisasi pengelola
promosi seperti lea�et dan brosur. Selain itu, program ini juga akan disosiali-sasikan dan diimplementasi oleh tenaga interpreter, pemandu wisata dan buddy selam.
3534 | edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan |
Bohnsack, J.A. 1996. Marine Reserves, Zoning, and The Future of Fishery Management. Fisheries Vol 21 (9). 14-16 pp.
Francour, P., J. Harmelin, D. Pollard, dan S Sartoretto. 2001. A Review of Marine Protected Areas in The Northwestern Mediterranean Region: Siting, Usage, Zonation and Management. Aquatic Conservation: Marine and Freshwater Ecosystem Vol 11. 155-188 pp.
Sukara, E. dan S.L. Tobing. 2008. Industri Berbasis Keaneragaman Hayati. Masa Depan Indonesia. Vis Vitalis Vol 1 (2). Hal 1-12.
Referensi04
36 | edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan
Lampiran-lampiran
37edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan |
Lampiran 01OUTLINE RENCANA TEKNIS
MUATAN
Pro�l Kawasan [Lokasi dan Luasan, Status KKP, Dokumen Rencana Pengelolaan, Level Efekti�tas)
Ÿ Kondisi Umum Kawasan [Sumberdaya, potensi)Ÿ Garis besar Arahan PengelolaanŸ Strategi pemanfaatan kawasanŸ Zona pemanfaatan kawasan
Kondisi eksisting
Ÿ Jumlah Biomassa perjenis ikanŸ Peta lokasi pemanfaatan Ÿ jumlah kapal yang diperbolehkanŸ metode penangkapan Ÿ Kapal yang diperbolehkan Ÿ jenis alat tangkap yang diperbolehkan + gambarŸ Potensi kawasan Ÿ Jumlah pelaku usaha Ÿ jenis /spesies yang dapat dibudidayakanŸ asal bibitŸ jenis pakan yang diperbolehkanŸ teknologi yang diperbolehkanŸ Peta Lokasi pemanfaatan budidayaŸ Site plan dan DED infrastruktur kegiatan budidayaŸ jumlah unit usaha yang diperbolehkanŸ jenis kegiatan wisata yang dapat dikembangkanŸ jumlah pelaku dan besaran usaha yang dapat diizinkanŸ jum. wisatawan yang diperbolehkan per kurun waktu/tempat, Ÿ Jenis dan jumlah infrastruktur yang diperbolehkanŸ jumlah kapal yang diperbolehkan dalam 1 tempat, Ÿ jenis dan jumlah fasilitas dan peralatan serta paramedis untuk
keamanan pengunjung yang harus disediakanŸ Site plan dan design enginering detail [DED) kegiatan pariwisataŸ lea�et, bahan-bahan sosialisasi, brosurŸ Peta Lokasi pemanfaatanŸ Jenis tema yang diperbolehkanŸ jumlah peneliti/peserta pendidikan yang diperbolehkan dalam 1
kurun waktu, Ÿ metode penelitian yang tidak diperbolehkanŸ informasi kawasan, Ÿ penyediaan fasilitas [pondok peneliti, alat survey, minilab),
pemandu, kapal dll)Ÿ Kewajiban peneliti [proposal, izin penyerahan hasil peneliti,
share contributor nama pengelola untuk publikasi ilmiah)Ÿ Pusat informasi pendidikan
Ÿ Mekanisme pelaporanŸ Sistem monitoring/pengawasanŸ Audit kegiatan usahaŸ Monitoring status sumberdaya akibat kegiatan pemanfaatan
Ÿ Dapat direview minimal setiap 2 tahun sekaliŸ Mengikuti rencana pengelolaan 5 tahunan
BAB
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Pemanfaatan Kawasan
GAMBARAN UMUM RENCANA PENGELOLAAN
PROFIL KELEMBAGAAN DAN SDM ORGANISASI PENGELOLA
Pemanfaatan Perikanan Tangkap
Pemanfaatan Budidaya Ikan
Pemanfaatan Pariwisata Alam Perairan
Penelitian dan Pendidikan
MONITORING DAN EVALUASI
PEMBAHARUAN
ARAHAN TEKNIS PEMANFAATAN
3938 | edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan |
Lampiran 02KRITERIA TEKNIS KEGIATAN PERIKANAN TANGKAP
A. Metode Pendugaan Stok
1. Monitoring pendaratan hasil tangkapan (�sh landing monitoring)
Monitoring pendaratan hasil tangkapan ikan adalah suatu kajian terintegrasi yang melibatkan studi aspek biologi dan sosial-ekonomi. Meskipun monitoring pendaratan hasil tangkapan ikan memerlukan upaya yang cukup signi�kan, tetapi secara umum teknik ini relatif mudah dan murah untuk dilaksanakan. Kegiatan monitoring pendaratan hasil tangkapan ikan dilaksanakan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Perancangan monitoring
Perencanaan merupakan tahapan yang sangat penting untuk memastikan bahwa kegiatan survei dapat dilaksanakan secara efektif dan e�sien. Untuk merencanakan kegiatan survei yang efektif, hal penting yang perlu dilakukan adalah memahami pola kegiatan perikanan di suatu kawasan, melalui beberapa informasi berikut: Ÿ informasi umum kegiatan perikanan yang ada di suatu kawasan,Ÿ jumlah nelayan,Ÿ jumlah dan jenis kapal dari unit penangkapan yang beroperasi,Ÿ jenis alat tangkap yang dioperasikan,Ÿ lokasi pendaratan atau pelelangan ikan,Ÿ pola kegiatan penangkapan ikan, danŸ informasi penting lainnya yang terkait dengan kegiatan perikanan.
Informasi-informasi tersebut dapat membantu dalam menentukan aspek teknis berikut:Ÿ lokasi dan jumlah titik pengambilan sampelŸ jumlah orang yang perlu terlibat dalam pengambilan data.
b. Penentuan lokasi survei
Secara ideal lokasi survei perlu dilakukan di semua lokasi pendaratan ikan, akan tetapi jika hal tersebut tidak memungkinkan, maka dapat dipilih beberapa lokasi dimana mampu mewakili keseluruhan akti�tas perikanan di suatu kawasan. Misalnya dengan memilih lokasi pendaratan ikan yang terdapat hampir semua jenis alat tangkap yang beroperasi di suatu kawasan konservasi.
c. Waktu pelaksanaan
Waktu pelaksanaan monitoring pendaratan hasil tangkapan ikan dapat dilakukan dengan cara sensus dan sampling. Pengambilan data hasil tangkapan sensus dilakukan setiap hari di semua lokasi pendaratan. Pengambilan data contoh [sampling) dilakukan selama 15 hari setiap bulan dibeberapa lokasi pendaratan hasil tangkapan ikan.
d. Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan monitoring pendaratan hasil tangkapan ikan adalah: kamera digital, lembar data, mistar/roll meter, timbangan, label jenis alat tangkap, dan alat tulis (pensil).
e. Jenis data yang dikumpulkan
Jenis data hasil tangkapan yang dikumpulkan adalah:
Informasi lebih lengkap dapat dilihat di formulir data hasil tangkapan, seperti Tabel L-1.
f. Analisis
Data hasil tangkapan ikan dapat kita analisis berdasarkan komposisi kelompok famili ikan [Gambar L-1) dan CPUE setiap alat tangkapnya [Tabel L-2).
Ÿ Trip IDŸ Date [dd/mm/yyyy)Ÿ Fish collectorŸ Fishers nameŸ Operational cost [Rp)
Ÿ Fishing gearŸ Zoning systemŸ Fishing ground Ÿ FamilyŸ Species
Ÿ Local nameŸ Catch per �sh [kg)Ÿ Total catch [kg)Ÿ Price [Rp)Ÿ Size [cm)
Tabel L-1. Formulir data hasil tangkapan
Trip ID
11
12
2
Dat
e20
/02/
1420
/02/
1420
/02/
1420
/02/
1420
/02/
14
Fish
Colle
ctor
Mam
atM
amat
Mam
atM
amat
Mam
at
Fish
ers
Nga
tino
Nga
tino
Nga
tino
Paijo
Paijo
Ope
rati
onal
co
st [R
p)10
0.00
010
0.00
010
0.00
050
.000
50.0
00
Fish
ing
Gea
r H
andl
ine
Han
dlin
e H
andl
ine
Gill
Net
Gill
Net
Zoni
ngsy
stem
Pem
an-
faat
anPe
man
-fa
atan
Pem
an-
faat
anIn
tiIn
ti
Fish
ing
Gro
und
Uta
ra
Gili
Ged
eU
tara
G
ili G
ede
Uta
ra
Gili
Ged
eG
ili L
ayar
Gili
Lay
ar
Fam
ilySe
rran
idae
Caes
ioni
dae
Lutja
nida
eLa
brid
aeAc
anth
urid
ae
Spec
ies
Plec
trop
omus
areo
latu
sCa
esio
cuni
ngLu
tjanu
sbo
har
Chei
linus
undu
latu
sAc
anth
urus
mat
a
Loca
lN
ame
Sunu
hita
mEk
orku
ning
Kaka
pLe
mak
Catc
hpe
r �sh
[kg)
525
32
15
Tota
l Cat
ch(K
g)33
3333
1717
Pric
e [R
p)15
0.00
072
.000
98.0
0025
0.00
030
.000
Size
[cm
)35
2240
4318
Caesionidae79%
Serranidae 7%
Carangidae 6%
Scaridae 4%Lutjanidae 1%
Lainnya 3%Gambar L-1. Komposisi kelompok famili ikan
4140 | edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan |
Data time series dapat memberi informasi tentang �uktuasi produksi perikanan di dalam satu area, sehingga kita dapat mengevaluasi apakah tipe manajemen yang kita pilih dapat meningkatkan produksi perikanan atau tidak (Gambar L-2). Ukuran rata-rata dari ikan target dapat menginformasikan apakah terjadi peningkatan rata-rata ukuran dari ikan berdasarkan waktu/musim berkaitan dengan tipe manajemen yang kita pilih (Gambar L-3).
Berdasarkan kategori tropic level setiap alat tangkap (Gambar L-4) dan komposisi hasil tangkapan berdasarkan trophic group dapat menginformasikan tentang kestabilan ekosistem di suatu kawasan konservasi (Gambar L-5).
b. Tahapan survei
Sebelum melakukan survei, khususnya untuk baseline survei maka perlu dilakukan kajian-kajian untuk membuat sebuah rancangan survei, sehingga survei yang akan dilakukan menghasilkan output yang optimal dan sesuai dengan tujuan. Berikut tahapan kegiatan survei sensus visual ikan di kawasan konservasi, meliputi:
i). Menentukan tujuan survei dan kerangka pemikiran
Menentukan tujuan dari survei yang dilakukan merupakan dasar dalam mengambil keputusan dan mengkaji capaian setelah survei dilakukan dan digambarkan dengan indikator keberhasilan. Tujuan ini ditentukan oleh tim survei setelah itu kembangkan kerangka pemikiran survei yang berisi latar belakang, tujuan, dan desain survei.
ii). Rancangan survei
Langkah kedua adalah mengembangkan rancangan survei yang akan dilakukan berdasarkan tujuan survei. Rancangan survei berhubungan dengan metode statistik yang akan dilakukan terhadap data yang telah dikumpulkan. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam merancang sebuah survei antara lain:
Ÿ Variabilitas
Variabilitas merupakan variasi kondisi lokasi survei berdasar waktu, ruang dan kesalahan data. Variabilitas waktu suatu daerah, misalnya musim dapat dijadikan pertimbangan berapa kali survei dapat dilakukan dalam satu tahun. Variabilitas ruang/geogra� suatu wilayah dapat menjadi pertimbangan titik lokasi survei. Rancangan survei dengan strati�kasi berdasarkan pertimbangan waktu dan ruang lebih baik dibandingan dengan metode acak.
Ÿ Representatif dan teknik pengambilan data
Data yang diambil pada saat survei harus merupakan representatif atau perwakilan dari suatu kawasan. Biasanya bias informasi terjadi disebabkan karena lokasi survei bukan merupakan representasi dari suatu kawasan. Beberapa teknik pengambilan data dapat digunakan untuk mengurangi bias yang kemungkinan terjadi. Salah satu teknik pengambilan data yang umum digunakan adalah teknik pengambilan data dengan metode acak.
Ÿ Sebab akibat dan kontrol
Pada beberapa lokasi yang mengalami perlakuan seperti Kawasan Konservasi Laut [MPA), lokasi budidaya dan lain-lain, maka pengambilan data perlu mempertimbangkan adanya pengelompokan terhadap perlakukan tersebut. Karena perlakuan tersebut dapat menyebabkan perubahan terhadap kondisi ekologi. Untuk itu perlu dilakukan pengambilan data pada lokasi kontrol sebagai pembanding. Lokasi kontrol harus memiliki kondisi �sik dan ekologi yang sama dengan lokasi pengambilan data.
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam menentukan titik lokasi pengambilan data :
Ÿ Studi awal
Studi awal berdasarkan informasi yang ada atau desktop study dapat dilakukan untuk menentukan titik lokasi pengambilan data dan kontrol. Studi awal berguna untuk menghemat waktu dan biaya dalam menentukan lokasi survei.
Tabel L-2. CPUE setiap alat tangkap
C total(kg)
C total(kg)21,40 40,50
4146,90
2516,60
13859,60
310,80
8278,60
12951,83
25790,80
1206,00
Gill Net
Handline
Muroami
Speargun
Trap
Alat tangkapE std(trip)
2010 2011
E std(trip)160,19 58,06
58,06
58,06
58,06
58,06
160,19
160,19
160,19
160,19
CPUE std(kg/trip)
CPUE std(kg/trip)0,13 0,70
71,42
43,34
238,70
5,35
51,68
80,86
161,01
7,53
Gambar-L2. Trend produksi setiap tahun Gambar-L3. Sebaran ukuran setiap periode
Gambar-L4. Trophic level setiap alat tangkap Gambar-L5. Hasil tangkapan berdasarkan trophic group
2. Metode sensus visual
a. De�nisi
Sensus ikan secara visual adalah identi�kasi dan penghitungan ikan yang diobservasi pada suatu area tertentu. Sensus ikan secara visual dapat digunakan untuk mengestimasi jenis, jumlah, dan ukuran ikan yang ditemukan dalam satuan luas tertentu.
0
100
2004 2005 2006 2007 2008
Tota
l Cat
ch (T
ons)
Year
200
300
400
500
0
10
1 2
Periods
Freq
uent
s
3 4 5 6 7
20
30
40
50
<5 cm
>40 cm
10-20 cm
5-10 cm
20-30 cm
30-40 cm
60
70
80
90
0
1
Gill Net Handline Muroami Speargun Trap
Rata
-rat
a Tr
ophi
c Le
vel
2
3
4
0
10
Herbivore Omnivore Carnivore
Tota
l Cat
ch (k
g)
Trophic Group
20
30
40
50
60
70
4342 | edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan |
Ÿ Titik lokasi Pengambilan data
Lokasi sampling harus mempertimbangkan tipe-tipe dari ekosistem tersebut [contoh: reef �at, main reef, reef slope, lagoon). Beberapa metode yang dapat dilakukan untuk menentukan titik sampling antara lain [Gambar 6): a) Metode acak, b) Metode sistematis, dan c) Acak terstrati�kasi
Ÿ Lokasi Kontrol
Menentukan lokasi kontrol harus mempertimbangan kondisi lokasi pengambilan data.
Ÿ Estimasi ukuran pengambilan data.
Ukuran pengambilan data/jumlah titik pengambilan data harus mempertimbangkan tingkat akurasi data.
c. Pelaksanaan survei
Langkah ketiga merupakan kegiatan teknis survei itu sendiri. Pada pelaksanaan survei tersebut sebaiknya dilakukan pendokumentasian kegiatan sebagai bukti atau data pendukung dalam interpretasi data dan laporan. Dalam kegiatan survei tersebut terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan untuk meminimalisasi kesalahan, diantaranya:
Ÿ Data harus ditulis dengan jelas.Ÿ Pengecekan lembar data selama survei untuk memastikan data sudah terisi dengan
lengkap dan benar.Ÿ Jika survei dilakukan oleh lebih dari satu tim [satu pasang), maka diperlukan
standarisasi agar tidak terjadi perbedaan dalam pengambilan dan interpretasi data.
1. Alat yang dibutuhkan
Alat yang dibutuhkan pada saat pelaksanaan survei sensus visual antara lain: buku identi�kasi ikan karang, alat dasar selam [masker, snorkel, dan �ns), alat SCUBA, papan sabak, kertas tulis bawah air, pensil, rol meter [150 meter), GPS atau kompas, kamera bawah air [jika ada), administrasi, dan logistik.
2. Metode pengamatan
a) Metode ini menggunakan transek garis yang dibuat dengan cara membentangkan rol meter berskala sejajar dengan garis pantai sepanjang 150 meter. Transek kemudian dibagi ke dalam 3 ulangan masing-masing sepanjang 50 meter.
b) Teknik pencatatan yang digunakan adalah teknik pencatatan sensus visual, yaitu mencatat jenis dan jumlah ikan yang ditemukan sepanjang transek garis dengan batasan 2,5 meter ke kiri dan ke kanan.
3. Prosedur dan urutan pelaksanaan
a) Tentukan titik pengamatan yang akan diambil datanya, kemudian catat koordinatnya menggunakan GPS dan catat juga kondisi umum perairan [arus, gelombang, dll).
b) Tentukan kedalaman yang akan diambil datanya [dangkal atau dalam)
a. Metode Acak
b. Metode Sistematis
b. Metode Terstrati�kasi
Gambar-L6. Ilustrasi penentuan titik sampling dengan beberapa metode
| edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan | 4544
c) Transek garis dibuat dengan membentangkan rol meter sepanjang 150 meter sejajar dengan garis pantai. Pastikan bahwa rol meter yang dibentangkan memiliki rata-rata kedalaman yang sama.
d) Untuk informasi biomassa ikan, dilakukan juga pencatatan estimasi panjang total ikan. Pencatatan panjang total ikan pada:
Ÿ Transek sabuk dengan ukuran [5 x 50 m) untuk ikan > 10 cmŸ Transek sabuk dengan ukuran [2 x 50 m) untuk ikan < 10 cm
Ilustrasi pencatatan data dapat dilihat pada Gambar L-7. Pencatatan data menggunakan formulir pada Tabel L-3.
d. Melakukan evaluasi secara berkala
Evalusi secara berkala dilakukan pada saat survei berjalan dan setelah survei dilakukan. Evaluasi pada saat survei berjalan dilakukan dengan menitikberatkan pada evaluasi satu hari kegiatan survei untuk perbaikan kegiatan esok hari. Evaluasi setelah survei dilakukan adalah evaluasi yang menyeluruh hingga capaian tujuan survei.
Selain pertimbangan teknik survei, perlu juga dipertimbangkan aspek-aspek non teknis untuk desain survei. Aspek non teknis yang perlu dipertimbangkan antara lain: pengelolaan data dan persiapan analisis data. Dalam pengelolaan data yang perlu dipertimbangkan adalah:
Ÿ Menentukan salah seorang dari tim survei sebagai penanggung jawab data.Ÿ Cek lembar data setiap selesai pengambilan data untuk memastikan data sudah terisi
dengan lengkap dan benar.Ÿ Selalu buat back-up data dan simpan di tempat yang khusus.Ÿ Input data dalam database dengan format yang konsisten.Ÿ Veri�kasi database dengan membandingkan hasil print out data dengan data mentah.Ÿ Selalu buat back-up �le data dan simpan di folder yang khusus.
Ukuran ikan >10cm
Ukuran ikan <10cm
1 m
50 m
2,5 m
Gambar-L7. Posisi peletakan transek untuk metode visual sensus ikan karang, satu transek sepanjang 50 meter dengan ulangan sebanyak 3 transek.
1 1 1 1 1 1 1 1 1
5-10 cm
Frequency of Fishes
Collector: Note:Time:
Site: Depth:Date:
Species
FISH VISUAL CENSUS
5-10 cm 10-15 cm 15-20 cm 20-25 cm 25-30 cm 30-35 cm 35-40 cm >40 cm
2 2 2 2 2 2 2 2 2
Tabel L-3. Formulir lembar data sensus visual ikan karang
3. Metode sapu area (swept area)
a. De�nisi
Metode swept area merupakan metode yang digunakan untuk menduga besarnya stok ikan di suatu perairn dengan menyapu suatu area di dasar perairan tertentu dengan menggunakan alat tangkap seperti jaring dasar (trawl).
b. Tahapan survei
Tahapan pelaksanaan survei metode swept area meliputi:
1. Persiapan
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada tahap persiapan survei pengambilan data dengan menggunkan metode swept area antara lain:
a. Informasi wilayah survei. Informasi awal yang dibutuhkan adalah informasi kedalaman dan keadaan dasar perairan yang dapat dilakukan operasi penangkapan jaring dasar, informasi dari nelayan setempat, arus, angin musim, dan pola migrasi ikan.
b. Pemilihan alat. Penggunaan jaring dasar harus sesuai dengan keadaaan dasar perairan dan jenis kapal yang digunakan. Jika dasar perairan tidak rata maka jaring dasar perlu dilengkapi dengan pelampung untuk menghindari kerusakan alat tangkap.
2. Pengumpulan data
Tahapan pengumpulan data untuk menentukan stok ikan dengan menggunakan metode swept area (Gambar 8) sebagai berikut:
a. Penentuan stasiun penelitian dapat menggunakan metode acak, sistematis, atau terstrati�kasi
b. Kedalaman perairan diukur dengan menggunakan echosounderc. Pencatatan titik awal dan akhir menggunakan GPSd. Penarikan trawl dilakukan selama 1 jame. Kecepatan kapal pada saat menarik jaring dasar sebesar 3 knotf. Catat data hasil tangkapan setiap stasiun pengamatan berupa jenis ikan, jumlah per
individu, panjang, dan bobot setiap spesies ikan.
| edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan | 4746
D = v . t
Kecepatan, v
“swept area”tali ris atas, panjang = h
h .
x₂
Gambar-L8. Area yang disapu oleh jaring trawl (Widodo 1990)
Dimana;a = luas sapuanD = panjang jalur yang ditempuhV = kecepatan tarikan jaring sewaktu operasi pengkapan berjalanhr = panjang tali ris atas (head rope)t = lama penarikan jaringX₂ = rasio lebar area yang disapu dibagi panjang tali ris atas [0,5)
Dimana;B = biomasa ikanA = luas keseluruhan perairan yang disurveiX1 = proporsi ikan dalam jalur jaring yang tertangkapn = tarikanCa (I) = bobot hasil tangkapan per unit area [CPUA)
Dimana:B : Biomassa rata-rataM : Kematian alamiah (natural mortality)F : Kematian akibat tangkapan (�shing mortality).
Dimana;Y : Hasil tangkapan tahunanF : Kematian akibat penangkapanB : Biomassa rata-rata
Dimana;L∞ : Panjang in�nityK : Konstanta pertumbuhan von Bertalanffy T : Suhu rata-rata perairan
Dimana;E : Tingkat eksploitasiF : Kematian akibat tangkapan (�shing mortality)M : Kematian alamiah (natural mortality).
Dimana:Pk = urutan prioritasdBi = deviasi ke bawahdAi = deviasi ke atasaij = koe�sienXj = variabel keputusan
3. Analisis data
Luas sapuan [a) dapat diduga dari persamaan.
B. Optimasi Alokasi Unit Alat Tangkap
Perhitungan alokasi alat tangkap yang diperbolehkan beroperasi di kawasan konservasi berdasarkan tingkat pemanfaatan lestari atau maximum sustainable yield (MSY) sumberdaya ikan. Adapun tahapan perhitungan alokasi alat tangkap sebai berikut:
Maximum sustainable yield
Penghitungan maximum sustainable yield (MSY) didasarkan pada persamaan sebagai berikut (Garcia et al. 1989):
Penghitungan potensi hasil tangkapan (potential yield) digunakan persamaan sebagai berikut (Samoilys 1997):
Untuk menentukan nilai mortalitas alami (M) digunakan persamaan sebagai berikut (Pauly 1980):
Mortalitas penangkapan (F) dapat diperoleh dari persamaan tingkat eksploitasi:
Analisis untuk menentukan jumlah alat tangkap optimal di suatu kawasan konservasi, dapat menggunakan metode Linear Goal Programming dengan persamaan berikut:
Variabel keputusan yang dipakai dalam fungsi kendala adalah jumlah tangkap yang diperbolehkan atau total allowable catch (TAC) sebesar 80% dari nilai MSY sumberdaya ikan dan nilai produktivitas setiap alat tangkap dalam 1 tahun.
Fungsi tujuan:
Fungsi kendala:
Perkiraan biomasa ikan dapat diduga dari persamaan:
a = D.hr.X₂ D = v.t
min Z =∑∑Pk (dBi + dAi)l m
k ﹦ � i ﹦ �
= bi∑aij Xj + dBi - dAin
j ﹦ �
﹦ ﹢
B = ∑Ca(i) �� n
n
i ﹦ �
﹦ ��﹣
﹦
Log (M) = - 0.0066 – 0.279 log (L∞) + 0.6543 log (k) + 0.4634 log (T)
| edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan | 4948
Lampiran 03KRITERIA TEKNIS PERIKANAN BUDIDAYAA. Kesesuaian Paramater untuk Kegiatan BudidayaKriteria kesesuaian kawasan untuk kegiatan budidaya ikan (�n�sh)
Kriteria kesesuaian kawasan untuk kegiatan budidaya Udang
1
No.
2
3
4
5
6
7
8
9
Pengaruh angin dan gelombang yang kuat
Faktor
Kedalaman air dari dasar kurungan (m dari surut terendah)
Pergerakan air/arus (cm/detik)
Kadar garam/salinitas (‰)
Suhu Air (°C)
Sumber pencemaran
Pelayaran
Kecerahan (m)
pHDO (mg/l)BOD (mg/l)Nitrit (mg/l)H₂S (mg/l)
Kecil
SS
Persyaratan menurut Komoditas/Jenis
5-10
20-40
27-33
28 -30
bebas
Bukan alur pelayaran
> 5
6,5 – 8,5> 6
< 10Nihil
< 0,01
Sedang
S
10 - 15
<20, 40-60
15-27
30-33
musiman
Bukan alur pelayaran
3-5
5 - 6,54 – 6
10 – 20Nihil
0,01 – 0,05
Besar
TS
<5 dan >15
>60
<15 dan >33
<28 dan >33
ada
Alur pelayaran
< 3
<5 dan >8,5<4
>20Terdeteksi
> 0,05
Sumber: Winanto dkk. (1991)
1
No.
2
3
4
5
6
7
8
9
Pengaruh angin dan gelombang yang kuat
Faktor
Kedalaman air dari dasar kurungan (m dari surut terendah)
Pergerakan air/arus (cm/detik)
Kadar garam/salinitas (‰)
Suhu Air (°C)
Sumber pencemaran
Pelayaran
Kecerahan (m)
pHDO (mg/l)BOD (mg/l)Nitrit (mg/l)H₂S (mg/l)
Kecil
SS
Persyaratan menurut Komoditas/Jenis
5-10
20-40
27-32
28 -30
bebas
Bukan alur pelayaran
> 5
6,5 – 8,5> 6
< 10Nihil
< 0,01
Sedang
S
10 - 15
<20, 40-60
15-27
30-33
musiman
Bukan alur pelayaran
3-5
5 - 6,54 – 6
10 – 20Nihil
0,01 – 0,05
Besar
TS
<5 dan >15
>60
<15 dan >32
<28 dan >33
ada
Alur pelayaran
< 3
<5 dan >8,5<4
>20Terdeteksi
> 0,05
Sumber: Winanto dkk. (1991)
Kriteria kesesuaian kawasan untuk kegiatan budidaya Kerang-kerangan
Kriteria kesesuaian kawasan untuk budidaya Rumput Laut
1
2
3
4
5
7
10
11
6
9
12
No.
Pengaruh angin musim
Kondisi gelombang
Kedalaman (m)
Substrat
Arus (m/dt)
Kecerahan (m)
Suhu (°C)
Salinitas (‰)
Keamanan/pelayaran
Kesuburan perairan (kelimpahan �toplankton, ind/liter)
Aksesbilitas
ParameterSS
Persyaratan menurut Komoditas/Jenis
S TS
Sumber: Winanto dkk. (1991)
Terlindung
Tenang
3 - 7
Lumpur
0,05 - 0,2
1 - 4
25 - 27
25 - 30
Aman/tidak mengganggu pelayaran
Tinggi (>15.000)
Baik/mudah dicapai
Terlindung sedang
Sedang
> 7
Pasir Lumpur
0,2 - 0,5
5 - 8
28 -30
31 -35
Cukup aman/tidak mengganggu pelayaran
Sedang (2000-15.000)
Sedang/cukup mudah dicapai
Kurang Terlindung
Besar
< 3
Pasir, Karang
>0,5
>8
<25, & >30
<21 & >35
Kurang aman/tidak mengganggu pelayaran
Rendah (<2000)
Kurang/sulit dicapai
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
No.
Pengaruh angin musim
Kondisi gelombang (cm)
Kedalaman (m)
Arus (cm/detik)
Dasar perairan
Salinitas (‰)
Suhu (°C)
Kecerahan (cm)
Kesuburan perairan
Sumber bibit dan induk
Sarana penunjang
Pencemaran
Keamanan
Pelayaran
ParameterSS
Persyaratan menurut Komoditas/Jenis
S TS
Sumber: Winanto dkk. (1991)
Terlindung
< 10
2,5 – 5
20 – 30
Berkarang mati
32 – 34
24 – 30
> 40
Subur
Banyak
Baik
Tidak tercemar
Aman
Bukan Alur pelayaran
Terlindung sedang
10 – 30
0,5 – 2,5 & 5 – 25
10 – 20 dan 30 – 40
Pasir
30 – 32
20 – 24
30 – 40
Cukup
Sedang
Cukup
Tercemar ringan
Sedang
Bukan Alur pelayaran
Kurang Terlindung
>30 dan < 10
< 0,5 dan > 25
< 10 dan > 40
Pasir/lumpur
< 30 dan > 34
< 20 dan > 30
< 30
Kurang
Kurang
Kurang
Tercemar
Tidak aman
Alur pelayaran
| edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan | 5150
Kriteria kesesuaian perairan untuk budidaya Mutiara
Kriteria kesesuaian perairan untuk keramba jaring apung
Kriteria kesesuaian kawasan untuk kegiatan keramba tancap
1
2
3
4
5
6
7
8
9
No.
Pengaruh angin musim
Kondisi gelombang
Kedalaman (m)
Arus (cm/detik)
Dasar perairan
Salinitas (‰)
Suhu (°C)
Kecerahan (m)
Kesuburan perairan (kelimpahan �toplankton, ind/liter)
ParameterSS
Persyaratan menurut Komoditas/Jenis
S TS
Terlindung
Tenang
15 – 25 m
15 – 25
Berkarang (mati)
32 – 35
25 – 31
4,5– 6,5
Tinggi (>15.000)
Terlindung sedang
Sedang
25 – 50 m
10 – 15 dan 25 – 30
Pasir
28 – 31 dan 36– 40
22 – 24 dan 32– 35
3,5– 4,4 dan 6,6– 7,7
Sedang (2000-15.000)
Kurang Terlindung
Besar
<15 m dan > 50 m
< 10 dan > 30
Pasir/ berlumpur/ lumpur
< 27 dan > 40
< 22 dan > 35
< 3,5 dan > 7,7
Rendah (<2000)
10
11
12
Sumber benih dan induk
Sarana penunjang
Banyak
Baik
Sedang
Cukup
Kurang
Kurang
13 Keamanan/pelayaran
Sumber: Winanto dkk. (1991)
Bukan Alur pelayaran Bukan Alur pelayaran Alur pelayaran
Pencemaran Tidak tercemar hingga tercemar ringan
Tercemar Sedang Tercemar hingga tercemar berat
No. Parameter SumberSB
Kelas Kesesuaian dan Skor
SBobot
Skor Skor SkorTS
Sumber: Haris (2011)
1
3
4
5
6
7
8
9
10
2
Suhu Perairan (°C)
Kecepatan Arus (m/det)
Tinggi Gelombang (m)
Kdalaman Air dr Dasar Jaring
Oksigen Terlarut (mg/l)
pH Perairan
Nitrat (mg/l)
Phospat (mg/l)
Jarak dari Alur Pelayaran dan Kawasan lainnya (m)
Salinitas (‰)
Nybakken, 1988, Mulyanto, 1992, LP. Undana, 2006
DKP,RI 2002
DKP,RI 2002
DKP,RI 2002
LP. Undana, 2006
LP. Undana, 2006
Tiensong Rusmee, et al, 1986
Tiensong Rusmee, et al, 1986
Bengen, 2008
Nontji, 2003, Romimohtarto dan Juwana, 1999, LP.
Undana, 2006
29 - 30
<0,75
<0,5
4,0 – 7,0
> 6
6,6 – 8,0
<0,1
<0,1
>500
25 - 30
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
5
4
4
4
3
3
2
2
2
5
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
26-<29
0,76 – 1,0
0,5 – 1,0
7,1 -10,0
3 - <6
6,0 – 6,5
0,1 – 0,9
0,1 – 0,9
300 - 500
>30 - 33
<26, >30
>1,0
>1,0
<4, >10
<3
<6,0, >8,0
>0,9
>0,9
>300
<25, >33
Kelas Kesesuaian dan SkorParameter
Penga-ruh (%) Kriteria
Sangat Sesuai (S1) Sesuai (S2) Sesuai Bersyarat (S3) Tidak Sesuai (TS)
Kriteria Kriteria KriteriaSkala Skala Skala Skala
Kedalaman (m)
Kecerahan (m)
DO (mg/l)
Kloro�l-a (mg/l)
BOD (mg/l)
35
20
15
15
15
8<S1≤12
5<S1≤10
6<S1≤8
S1>30
S1<2,5
12<S2≤1626<S2≤28
3<S2≤510<S2≤15
4<S2≤6S2>8
20<S2≤30
2,5<S2≤4,5
16<S3≤2024<S3≤26
0<S3≤315<S3≤20
3<S3≤4
10<S3≤20
-
20<TS≤4TS≤24
TS=0TS>20
TS<3
TS≤20
TS>4,5
10
10
10
10
10
6
8
9
9
9
2
6
7
7
-
Restricted
Restricted
Restricted
Restricted
Restricted
B. Estimasi Daya Dukung Lingkungan
6. Daya dukung lingkungan berdasarkan luasan area
Kapasitas Lahan (KL) diartikan sebagai luasan lahan yang dapat dimanfaatkan untuk suatu aktivitas tertentu secara terus menerus tanpa mengalami gangguan dan merusak ekosistem yang ada. Berdasarkan pendekatan tersebut di atas, maka daya dukung lahan dapat dihitung dengan rumus atau formula yang dikemukakan dalam Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (2002) sebagai berikut:
7. Daya dukung lingkungan mengacu pada kapasitas asimilasi pencemar
Penghitungan ini mengacu pada Beveridge [1987) dengan tahapan sebagai berikut:
a. Mengitung luas permukaan dari badan air (A Ha)b. Rata-rata kedalaman
c. Flushing coefficient Ditentukan berdasarkan sampling out�ow pasang surut sebagai berikut:
d. Daya dukung lingkungan diestimasi dengan cara:
Ÿ Menghitung steady state [pencemar] dari konsentrasi total bahan pencemar. Konsentrasi total bahan pencemar ditentukan berdasarkan rataan tahunan konsentrasi
nilai rata-rata diperoleh dari survei oseanogra� dan peta batimetri, dengan V adalah volume badan air (m�).
DDL = LLS KLDimana:DDL : Daya Dukung LahanLLS : Luas Lahan yang SesuaiKL : Kapasitas Lahan
Dimana:Vh-Vl : volume pergantian setiap pasangVh : volume badan air saat pasangVl : volume badan air saat surutT : periode pasang dalam hari
Z =
﹦(h ﹣ l)
h
| edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan | 5352
total pencemar dalam badan air. Data diperoleh melalui sejumlah sampel representatif selama satu tahun dengan satuan mg m�.
Ÿ Menentukan [pencemar] maksimum yang dapat diterima oleh badan air [pencemar]f akibat adanya kegiatan budidaya
Ÿ Menentukan kapasitas badan air untuk kegiatan budidaya secara intensif Δ [pencemar], yaitu selisih antara [pencemar] sebelum dimanfaatkan untuk budidaya [pencemar]i dengan [pencemar] maksimum yang dapat diterima [pencemar]f setelah keberadaan kegiatan budidaya sehingga: Δ [pencemar] = [pencemar]f – [pencemar]i
Ÿ Karena Δ [pencemar] berhubungan dengan tingkat loading dari keramba yaitu L�sh, luasan badan air [A), laju pembilasan, dan daya tampung badan air, maka:
Ÿ Jika telah diketahui luasan badan air (A), loading total-pencemar yang dapat diterima [L�sh), loading total-pencemar yang hilang ke lingkungan selama budidaya, maka dapat dihitung jumlah ikan [ton th�) yang dapat diproduksi yaitu:
b. Jika laju respirasi ikan diketahui, maka standing corp maksimal yang diizinkan adalah:
c. Jika diketahui persentase pemberian pakan = Z%, maka daya dukung lingkungan perairan untuk budidaya adalah:
8. Daya dukung lingkungan mengacu pada kapasitas asimilasi oksigen
Penentuan daya dukung berdasarkan kapasitas kandungan oksigen terlarut dalam badan air merupakan modi�kasi Willoughby (1968) yang diacu oleh Boyd (1990). Penghitungan ini didasarkan pada pergantian pasang surut akan memasok oksigen bagi suatu perairan, sehingga perairan pesisir dapat dibebani dengan sejumlah ikan untuk budidaya. Tahapan penghitungan daya dukung lingkungan berdasarkan kapasitas asimilasi oksigen terlarut adalah sebagai berikut:
a. Menentukan ketersediaan oksigen dalam badan air yaitu selisih antara [O₂] dalam in�ow O dan [O₂] terlarut minimal yang dikehendaki dari sistem budidaya O yaitu 4 ppm. in out
Jika diketahui debit air in�ow Qo m�/menit maka total [O₂] selama periode 24 jam adalah:
9. Daya dukung lingkungan mengacu pada jumlah pakan maksimum
Estimasi daya dukung lingkungan berdasarkan jumlah pakan maksimum merupakan kepanjangan dari estimasi metode sebelumnya yaitu metode oksigen terlarut. Tahapan pendugaan berdasarkan jumlah pakan maksimum adalah sebagai berikut:
a. Tahapan pertama dan kedua sama dengan tahap a dan b pada metode sebelumnyab. Umumnya pendugaan standing crop yang diizinkan mengacu kepada setiap kilogram
pakan membutuhkan 0,2 kg O₂. Maka laju pakan harian maksimal tidak boleh melebihi ketersediaan O� terlarut (X kg O₂). Δ [pencemar] =
L�sh =
R�sh =
Δ [pencemar]
x + [(1-x)R]; dimanaR = 1/(1+ρ⁰⁵)
Z
L�sh (1-R�sh)
1-R�sh
Zρρ
Dimana:Δ [pencemar] adalah total-pencemar (g m�)L�sh adalah total-pencemar (g m� th�)Z adalah rata-rata kedalaman (m)ρ adalah laju pembilasan (volume th�)R�sh adalah total-pencemar yang larut dalam sedimenX adalah total-pencemar yang hilang secara permanen dalam sedimen
Dimana:DDL : Daya Dukung LingkunganY kg : Jumlah Pakan Maksimal Harian
∑ikan =�sh
total ﹣ pencemar
[O₂] terlarut total = Qo x 1.440 menit/hari (O – O )in out
= X kg O₂
﹦X kg O2
Laju Konsumsi Ikan (mg/kg/jam)
Y kg
Z% (kg ikan) =
Jum. Pakan Harian Maksimal = = Y kgX O₂ terlarut
0,2 kg/pakan
edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan | 55| edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan54
Lampiran 04KRITERIA TEKNIS KEGIATAN PARIWISATA ALAM PERAIRANA. Parameter Kesesuaian Perairan untuk Kegiatan PAP Kriteria kesesuaian wisata pantai
Kriteria kesesuaian wisata selam
No. Parameter Kategori SkorBobot
Nilai Maksimum = 90
Nilai Maksimum = 126
Sum
ber:
Yulia
nda
(201
1)
5
5
5
3
3
3
1
1
1
1
0 - 3
Pasir Putih
>15
Pasir
0 – 0,17
<10
>80
Kelapa, Lahan Terbuka
Tidak Ada
<0,5 km
>3 - 6
Pasir Putih, Sedikit Karang
10 - 15
Karang Berpasir
0,17 – 0,34
10 – 25
>50 – 80
Semak, Belukar, Rendah, Savana
Bulu Babi
>0,5 – 1 km
>6 - 10
Pasir Hitam, Berkarang, Sedikit Terjal
3 - <10
Pasir Berlumpur
0,34 – 0,51
>25 – 45
20 – 50
Belukar Tinggi
Bulu Babi, Ikan Pari
>1 – 2 km
>10
Lumpur, Berbatu, Terjal
<3
Lumpur
>0,51
>45
<20
Hutan Bakau, Pemukiman, Pelabuhan
Bulu Babi, Ikan Pari, Lepu, Hiu
>2 km
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kedalaman Perairan (m)
Tipe Pantai
Lebar Pantai (m)
Material Dasar Perairan
Kecepatan Arus (m/dt)
Kemiringan Pantai (°)
Kecerahan Perairan (%)
Penutupan Lahan Pantai
Biota Berbahaya
Ketersediaan Air Tawar (jarak/km)
Rumus untuk menghitung Indeks Kesesuaian:
IKMB = ∑ � Ni / Nmaks � X 100%
IKMB = ∑ � Ni / Nmaks � X 100%
IKMB : Indeks Kesesuaian MinawisataNi : Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor)Nmaks : Nilai maksimum dari suatu kategori aktivitas
minawisata pantai
IKMB : Indeks Kesesuaian Minawisata SelamNi : Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor)Nmaks : Nilai maksimum dari suatu kategori aktivitas
minawisata Selam
Evaluasi Kelayakan:76% - 100% : Sesuai51% - 75% : Sesuai Bersyarat<50% : Tidak Sesuai
Evaluasi Kelayakan:76% - 100% : Sesuai51% - 75% : Sesuai Bersyarat<50% : Tidak Sesuai
Sum
ber:
Har
is (2
011)
No. Parameter SumberSB
Kelas Kesesuaian dan Skor
SBobot
Skor Skor SkorTS
1
3
2
4
5
6
7
8
9
10
11
Suhu Perairan (°C)
Kecerahan Perairan (%)
Salinitas (‰)
Kecepatan Arus (cm/det)
Tutupan Karang (%)
Jenis Life Form (sp)
Jenis Ikan Karang (sp)
Kedalaman Ter. Karang (m)
Perahu (Boat)
Peralatan Selam (Scuba Diving)
Pemandu Selam (Buddies)
Nybakken, 1988, Mulyanto, 1992, Hubbard, 1990,
Tamrin, 2006
Suharsono dan Yosephine, 1994
Nontji, 2003, Kinsman, 2004
Jokiel dan Morrissey, 1993
Gomes dan Yap, 1998
Yulianda, 2007
Yulianda, 2007
Nybakken, 1988
Haris, 2011
Haris, 2011
Haris, 2011
23 - 25
>65
30 - 36
0 - 25
>65
>10
>75
3 - 20
Ada (Bahan Kayu tanpa
Motor)
Ada (Lengkap)
Ada (Berlisensi)
Ada (Bahan Kayu
bermotor)
Ada (Tidak Lengkap)
Ada (Tidak Berlisensi)
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
5
5
5
5
4
4
3
3
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
26-36
20 - 65
>28 - 30
26 - 50
25 - 65
4 - 10
20- 75
21-30
<23, >26
<20
<28, >36
>50
<25
<4
<20
<3, >30
| edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan | 5756
Kriteria kesesuaian wisata snorkeling
Nilai maksimum = 57
Sum
ber:
Yulia
nda
(201
1)
No. Parameter Kategori SkorBobot
5
5
3
3
1
1
1
100
>75
>12
>50
0 – 15
1 - 3
>500
80 – <100
>50 – 75
<7 – 12
30 – 50
>15 – 30
>3 - 6
>100 – 500
20 – <80
25 – 50
4 – 7
10 - <30
>30 – 50
>6 - 10
20 – 100
<20
<25
<4
<10
>50
>10; <1
<20
3
3
3
3
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
2
3
4
5
6
7
Kecerahan Perairan (%)
Tutupan Komunitas Karang (%)
Jenis Life Form
Jenis Ikan Karang
Kecepatan Arus (cm/dt)
Kedalaman Terumbu Karang (m)
Lebar Hamparan Datar Karang (m)
IKMB = ∑ � Ni / Nmaks � X 100%
IKMB = ∑ � Ni / Nmaks � X 100%
IKMB : Indeks Kesesuaian Minawisata SnorkelingNi : Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor)Nmaks : Nilai maksimum dari suatu kategori aktivitas
minawisata Snorkeling
IKMB : Indeks Kesesuaian Minawisata SnorkelingNi : Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor)Nmaks : Nilai maksimum dari suatu kategori aktivitas
minawisata pancing
Evaluasi Kelayakan:76% - 100% : Sesuai51% - 75% : Sesuai Bersyarat<50% : Tidak Sesuai
Evaluasi Kelayakan:76% - 100% : Sesuai51% - 75% : Sesuai Bersyarat<50% : Tidak Sesuai
Nilai maksimum ( Bobot x Skor ) = 108
Sum
ber:
Har
is (2
011)
Kriteria kesesuaian wisata pancing
No. Parameter SumberSB
Kelas Kesesuaian dan Skor
SBobot
Skor Skor SkorTS
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kelompok Jenis Ikan
Kecepatan Arus (cm/det)
Tinggi Gelombang (cm)
Kecerahan Perairan (%)
Suhu Perairan (°C)
Salinitas (‰)
Kedalaman Perairan (m)
Maduppa, 2009
Polanunu, 1998
Sugiarti, 2000
Sugiarti, 2000
Nybakken, 1988, Mulyanto, 1992
Nontji, 2003, Romi Mohtarto dan Juwana, 1999
Sugiarti, 2000
Bengen, 2008
Haris, 2011
Haris, 2011
Jarak dari Alur Pelayaran dan Kawasan Lainnya (m)
Dermaga Kecil (Jetty)
Perahu (Boat)
Ikan (Tar-get, Indika-tor, Mayor)
<20
<50
<8
25 - 30
20 - 32
<10
>500
Ada (Bahan Kayu)
Ada (Bahan Kayu tanpa
Motor)
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
5
5
5
3
3
3
1
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Ikan (Target,
Indikator)
20 - 100
50 - 100
8 – 10
>30 – 32
>32 – 36
10 – 15
300 – 500
Ada (Bahan Beton)
Ada (Bahan Kayu
bermotor)
Ikan (Indikator,
Mayor)
>100
>100
>10
<25, >32
<20, >36
>15
<300
Tidak Ada
Tidak Ada
Estimasi Daya Dukung Lingkungan
Formula yang digunakan untuk mengestimasi daya dukung adalah:
DDK = Kp tt p
Dimana:DDK : Daya Dukung Kawasan (orang) K : Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area (orang) Lp : Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt : Unit area untuk kategori tertentu Wt : Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari (jam) Wp : Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu (jam)
| edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan edoman enyusunan encana eknis emanfaatan awasan onservasi erairan | 5958
Recommended