View
51
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
a
Citation preview
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
COLORECTAL CANCER
I. Definisi :
Karsinoma kolon dan rektum adalah suatu tumor ganas yang menyerang kolon
sehingga dubur atau rektum.
II. Anatomi dan fungsi kolon dan rectum :
Colon, kurang lebih mempunyai panjang 3-5 kaki (1,5m), berjalan dari ileum
terminale sampai ke rektum. Ileum terminal berlanjut ke cecum di batas
posteromedial pada katup ileocecal. Cecum terletak pada awal dari colon ascenden
dan merupakan kantung kosong tanpa mesenterium. Diameter cecum kurang lebih
7.5 sampai 8.5 cm dan merupakan bagian terlebar dari colon. Colon berjalan semakin
mengecil ke bagian distal sampai ke colon sigmoid yang merupakan bagian tersempit
dengan diameter kira-kira 2.5 cm. Perbedaan ukuran ini menunjukkan bahwa tumor
cecal dapat tumbuh sangat besar sebelum onset gejala muncul, sedangkan tumor
sigmoid lebih kecil ukurannya dan asymptomatic. Cecum, juga karena diameternya
yang relatif besar, juga merupakan tempat yang sering mengalami rupture yang
disebabkan oleh obstruksi distal. Colon ascending, colon descending, dan fleksura
hepaticus dan fleksura splenicus biasanya retroperitoneal, sedangkan cecum, colon
transversum, dan colon sigmoid berlokasi ntraperitoneal. Meskipun volvulus sering
terjadi pada colon sigmoid, cecum dan, jarang colon transverserum tetapi juga dapat
terlilit dengan mesenteriumnya karena lokasi bagian-bagian colon tersebut berlokasi
di intraperitoneal dan tidak terfiksasi dengan baik.
Suplai darah kecolon proximal dan distal secara berurut diperoleh dari arteri
mesenteric superior (SMA) dan arteri mesenteric inferior (IMA). Pembuluh darah
mesenteric inferior lewat tegak lurus dalam retroperitoneum dan bergabung dengan
pembuluh darah splenikus, dalam perjalanan ke pintu gerbang sistem pembuluh
darah. Saluran getah bening parallel ke distribusi IMA. Cabang - cabangnya dibagi
lagi ke dalam empat kelompok: epicolic, paracolic, intermediate, dan cabang utama,
dengan epicolic tepat pada dinding colon dan cabang utama pada mesenteric inferior
atau mesenteric yang superior. Colon juga dikelilingi oleh saluran limfe yang
berlokasi di submukosa dan muskularis mukosa. Mukosa kaya akan vascularisasi
tetapi tidak mempunyai saluran limfe. Karena alasan ini, kanker superficial yang
tidak berpenetrasi ke muskularis mukosa tidak dapat bermetastase melalui jalur limfe.
Pembuluh limfe mengikuti suplai arteri ke colon.1,2
Fungsi colon :
Fungsi colon ialah menyerap air, vitamin dan elektrolit, ekresi mukus (lendir), serta
menyimpan feses dan mendorongnya keluar. Absorpsi air dan elektrolit terutama
dilakukan di colon sebelah kanan yaitu di sekum dan kolon asendens dan sebagian
kecilnya di colon yang lain. Air, elektrolit dan beberapa metabolit dipindah oleh
membran mukosa melalui isi lumen dengan kontraksi dinding usus lokal maupun
total. Makin banyak gerakkan makin banyak absropsi cairan .
Pleksus saraf intrinsik pada dasarnya bertangung jawab terhadap kontraksi koloretal.
Pleksus intrinsik dibawah pengaruh hormon usus dan hormon lainnya seperti
kolesitokinin, motilin, peptida intestinal vasoaktif dan katekolamin yang
konsetrasinya sirkulasinya bervariasi secara bermakna mempengaruhi aktivitas
kontraksi. Maka sesudah makan motilitas meningkat dengan jelas, mungkin arena
efek kolesistokinin dan sementara itu pleksus intrinsik juga memberi efek yang nyata.
Tidur menurunkan aktivitas colon yang cukup besar yang kemudian akan meningkat
selepas bangun tidur. Stress mental meningkatkan kontraktilitas. Makanan yang
mengandungi banyak serat membantu mempertahan air dan meningkatkan massa
feses sehingga membantu defekasi.
Rektum normalnya kosong dan ketika seseorang itu bangun dari tidur dan makan
pagi menimbulkan motilitas kolon kiri, feses memasuki rektum dan orang itu akan
merasa ingin defekasi. Duduk di WC membantu mengecilkan sudut anorektal dan
feses memasuki kanalis analis. Kanalis analis sedikit lebih pendek pada wanita
dibandingkan pada laki. Feses dikeluarkan bila jalan keluar tidak menghentikannya
secara volunter. Feses yang terletak lebih jauh sejauh fleksura splenikus mungkin
juga keluar volume rata-rata setiap hari adalah 150ml. Pengeluaran feses dapat
ditunda karena rektum dapat memberikan tekanan secara pasif sampai 400ml,
mempertahankan tekanan rektal yang rendah dan feses bahkan dapar didorong
kembali ke dalam sigmoid.1-3
III. Epidemiologi :
Di dunia kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga pada tingkat insiden dan
mortalitas. Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker kolorektal
dengan tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5 persen pria penderita kanker terkena
kanker kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3 persen dari total
jumlah penderita kanker.
Insidens karsinoma kolon dan rectum di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka
kematiannya. Insidens pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada
orang muda.Sekitar 75% ditemukan di rektosigmoid. Di Negara barat, perbandingan
insidens lelaki : perempuan = 3:1, kurang dari 50% ditemukan direktosigmoid, dan
merupakan penyakit orang usia lanjut. Insidens makin tinggi pada individu dengan
riwayat keluarga mengalami kanker kolon, penyakit inflamasi kronis atau polip dan
diet tinggi lemak,protein,daging,serta rendah serat.1
IV. Etiologi :
Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan karsinoma kolorektal, dikatakan,
bahwa karsinoma kolorektal lebih banyak didapat pada mereka yang mempunyai
riwayat seperti berikut:
a. Polip di usus (Colorectal polyps): Polip adalah pertumbuhan pada dinding dalam
kolon atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas.
Sebagian besar polipbersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip (adenoma)
dapat menjadi kanker terutama apabila polipnya besar. Familial polyposis yang
terjadi menunjukkan pada sesuatu keluarga itu hampi 100% akan menderita
karsinoma.2-5
Gbr 1: polip di kolon
b. Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn: Orang dengan kondisi yang
menyebabkan peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau penyakit
Crohn) selama bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih besar,mereka yang
menderita ini dalam 20 tahun, 50% akan menjadi karsinoma terutama bila
diderita sejak lama.
c. Riwayat kanker : Orang yang sudah pernah terkena kanker colorectal dapat
terkena kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat
kanker di indung telur, uterus (endometrium) atau payudara mempunyai tingkat
risiko yang lebih tinggi untuk terkena kanker colorectal (8%).
d. Riwayat kanker colorectal pada keluarga: riwayat kanker colorectal pada
keluarga, maka kemungkinan terkena penyakit ini lebih besar, khususnya jika
keluarga terkena kanker pada usia muda.
e. Faktor usia : Dalam populasi umum, insiden karsinoma colon mulai meningkat
secara bermakna setelah usia 40 sampai 45 tahun dan mencapai puncaknya pada
usia 75 tahun. Hal ini akibat kerja materi karsinogenetik pada sel colon dalam
peningkatan periode. Resiko kira-kira sama bagi pria dan wanita di atas 40 tahun,
bila muncul sebelum 40 tahun, maka biasanya terjadi bersama sejumlah factor
resiko lain terutama familial. (Refra colon)
f. Diet : Diet zat makanan yang kurang mengandung serat telah dilaporkan sebagai
faktor pokok yang bertanggung jawab untuk timbulnya karsinoma kolorectal
pada orang Afrika asli. Hipotesisnya adalah bahwa diet serat behubungan waktu
transit yang lebih pendek, sehingga hanya menyebabkan kontak pendek dari
karsinogen dengan mukosa. Penurunan waktu transit juga mengurangi kerja
bakteri dalam isi colon. Konsentrasi fecal asam empedu telah dipelajari pada
pasien karsinoma colon dan cara pengendaliannya. Telah diketahui bahwa
konsentrasi yang lebih tinggi dari asam empedu sudah umum pada pasien yang
menderita karsinoma kolorectal dan tidak biasa pada individu normal. Asam
empedu dapat meningkat oleh diet lemak dan menurun oleh serat. Dan juga
disebutkan bahwa bakteri fecal diubah menjadi populasi yang beresiko tinggi
sebagai hasil dari diet dan asam empedu, seperti halnya sterole netral lainnya
yang mungkin dikonversi oleh fecal yang terpilih menjadi penyebab karsinoma
atau karsinogen. (refra colon)
g. Ras : Jumlah karsinoma colon proksimal diperkirakan lebih tinggi pada ras kulit
hitam dibanding dengan kulit putih.
h. Faktor genetik : Riwayat keluarga dapat menunjukkan adanya abnormalitas
genetik atau berhubungan dengan faktor lingkungan atau bahkan keduanya.
Perubahan gen yang diturunkan secara spesifik (ex, adenomatous polyposis coli
(APC) gen) dan kelainan genetik yang didapat (ex, mutasi titik gen pada ras
tertentu, delesi allel pada lokasi spesifik dari kromosom 5, 17, dan 18)
tampaknya dapat menjadi langkah transformasi dari mukosa colon yang normal
menjadi mukosa yang malignan secara progresif. Dua kondisi yang menjadi
predisposisi terhadap sindroma kanker colorectal yang diturunkan adalah
fibroadenoma polyposis (FAP) dan hereditary nonpolyposis colorectal cancer
syndrome (HNPCC). Selain abnormalitas dari gen, lokasi tumor juga dianggap
dapat mempengaruhi terhadap kanker colorectal yang diturunkan. Tumor di
colon distal menunjukkan ketidakstabilan genetik yang lebih hebat dibanding
dengan tumor di colon proksimal, dengan arti tumor di colon distal mempunyai
risiko diturunkan yang lebih besar.
i. Gaya hidup : Pria dan wanita yang merokok selama 20 tahun mempunyai risiko
3 x lebih tinggi terhadap timbulnya adenoma kecil (< 1 cm). Merokok lebih dari
20 tahun mempunyai risiko 2,5 x terhadap timbulnya adenoma yang lebih besar.2-
5
V. Patofisiologi :
Kolonorektal cancer terjadi pada sel epithelial yang melapisi kolon dan rektum yang
dimana terjadi mutasi pada sistem multiplikasi sel sehingga menganggu proses yang
normalnya sehingga sel terus membelah meskipun sel-sel baru itu tidak diperlukan.
Pertumbuhan yang berlebihan ini dapat merupakan suatu keadaan prekanker
contohnya polip didaerah kolon. Setelah melalui periode panjang, polip ini dapat
menjadi ganas. Pada keadaan lanjut kanker ini dapat menembus dinding usus besar
dan menyebar melalui saluran pembuluh getah bening.
Hampir semua karsinoma kolon kolon rektum berasal dari polip, terutama polip
adenomatous. Ini disebut adenoma-carsinoma sequence. Perkembangan precancerous
polip menjadi cancerous dapat dibagi kepada 3 fase.
Fase karsinogen yang bersifat rangsangan.
Fase pertumbuhan tumor, fase ini tidak menimbulkan keluhan atau fase tumor asimtomatis.
Fase simtomatis.
Secara makroskopis terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum :
Tipe polipoid atau vegetatif :
Polips yang menonjol ke dalam lumen usus, berbentuk bunga kol dan ditemuan terutama di sekum dan kolon asendens.
Tipe skirous (schirrous) :
Tipe ini merupakan reaksi fibrous sehingga membentuk massa keras, serta melingkari dinding kolon. Ia mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi terutama ditemukan di bagian kolon desendens, sigmoid, dan rektum.
Tipe ulseratif :
Bentuk ulseratif terjadi karena nekrosis di bagian sentral terdapat di rektum. Pada tahap lanjut, sebagian besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi
tukak maligna.3
Lokasi kanker :
Kanker dapat tumbuh di setiap bagian kolon, mungkin dapat tumbuh di lebih dari
satu tempat. Sekitar 70-75% kanker kolorektal terletak di rektum dan sigmoid.
Keadaan ini sesuai dengan lokasi yang sering terjadi pada polip kolitis ulserosa.
Table 1 : persentage lokasi kanser kolon
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di indonesia, ditemukan sebanyak 15%
kanker terjadi di kolon asendens, 10% di kolon desendens, 16% di sigmoid, dan 58%
di rektum. Dapat disimpulkan bahwa lokasi kanker kolorektal paling sering
ditemukan di daerah rektum yag kemudian disusuli di bagian sigmoid, kemudian
dibagian lainnya dengan urutan di sekum dan kolon asendens, kolon transversum,
kolon desendens, fleksura hepatika dan terkahir di fleksura lienalis.1
VI. Pemeriksaan :
i. Pemeriksaan fisik :
Temuan pemeriksaan fisik berdasarkan lokasi cancer di kolon dan rektum. Pada
karsioma kolon disebelahkan kanan, kadang-kadang teraba suatu massa. Tumor
sigmoid sedikit dapat diraba diperut diperut kiri bawah. Bila tumor sudah
bermetastase ke hati, akan teraba hati dengan nodular dengan bagian yang keras dan
kenyal. Dapat ditemukan massa di abdomen apabila ada gejala-gejala obstruksi dan
pada pemeriksaan inspkesi dapat ditemukan dinding abdomen yang distensi, dumb
countur, dumbs steifung. Pada pemeriksaan perkusi akan terdengar bunyi
hipertimpani. Pada asuskultasi usus ditemukan peningkatan bising usus akibat
meningkatnya peristaltik yang kemudian diikuti dengan burbirigmi, metalic sound
dan dapat terjadi penurunan serta menghilangnya bunyi bising usus. Bisa juga
ditemukan nyeri tekan diseluruh dinding abdomen apabila terjadi perforasi usus.
Pemeriksaan rectal toucher (colok dubur) merupakan keharusan dan dapat disusul
dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi. Colok dubur merupakan pemeriksaan yang
sederhana tetapi memiliki nilai karakteristik yang tinggi dalam mendiagnosis kanker
rektum dimana kira-kira 50% kanker rektum dapat ditemukan dengan colok dubur.
Pada pemeriksaan colok dubur, dapat teraba massa malignan ( massa yang berbenjol-
benjol) direktum dan bagian rektosigmoid teraba keras kenyal dan lendir darah pada
sarung tangan.1-5
ii. Pemeriksaan penunjang :
Diagnosis pasti kanker kolo dapat ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang biospi.
Pemeriksaan yang lain diperlukan selain dari mendukung diagnosis kanker tetapi juga
digunakan untuk menentukan derajat penyakit dan melihat apakah terjadi metastasi
pada kanker tersebut.
a) Tes laboratorium :
Lab darah rutin dan urinalisa :
Pemeriksaan lengkap hitung darah putih dan elektrolit, tes fungsi liver, serta
urinalisa sebaiknya dilakukan karena dapat bermanfaat untuk mengetahui
adanya metastase. Tetapi hasil lab yang normal juga tidak dapat
menyingkirkan adanya metastase atau tidak.
Fecal occult bleeding test :
FOBT menawarkan beberapa keuntungan sebagai alat screening yang telah
terbukti efektif dalam percobaan secara random, non invasive, dan hemat
biaya.
Fecal immunochemical test (FIT) :
Merupakan pemeriksaan feses-darah terbaru dikenal sebagai fecal
immunochemical test, mendeteksi porsi spesifik dari protien darah manusia.
Test ini dilakukan sama seperti FOBT yang kovensional tetapi lebih spesifik dan
dapat mengurangi terjadinya hasil positif palsu. Vitamin atau makanan tidak
mempengaruhi FIT.
Carcinoembryonic antigen (CEA) :
CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk
ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk
memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan
metastase ke hepar. CEA terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa
digunakan sebagai screening kanker kolorektal. Meningkatnya nilai CEA serum,
bagaimanapun berhubungan dengan beberapa parameter. Tingginya nilai CEA
berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan
kehadiran metastase ke organ dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum
merupakan faktor prognostik independen. Nilai CEA serum baru dapat
dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan.
Meskipun keterbatasan spesifitas dan sensifitas dari tes CEA, namun tes ini
sering diusulkan untuk mengenali adanya rekurensi dini. Tes CEA sebelum
operasi sangat berguna sebagai faktor prognosa dan apakah tumor
primer berhubungan dengan meningkatnya nilai CEA. Peningkatan nilai CEA
preoperatif berguna dalam mengidentifikasi metastase karena sel kanker
yang bermetastase sering meningkatkan CEA.
b) Pemeriksaan radiologis :
Roentgen thoraks merupakan bagian dari penilaian rutin dan bermanfaat dalam
menentukan stadium dengan mengetahui ada tidaknya metastase ke paru-paru.
CT-Scan abdomen, pelvis atau hati dapat bermanfaat dalam mendiagnosis kanker
colon yang telah bermetastase ke kelenjar limfe, hati, dan paru-paru. Multipel
metastase pada liver dan atau paru-paru menunjukkan kanker colon incurable
dengan operasi dan kemoterapi. CT-scan juga sangat membantu mendiagnosis
adanya rekurensi tumor dan menilai respon terhadap kemoterapi.
Double contrast barium enema :
Double kontras barium enema atau pemeriksaan colon in loop merupakan sebuah
pilihan untuk skrining kanker kolorektal dan dapat membantu menegakkan
diagnosis kanker colon. Tetapi prosedur ini mempunyai keterbatasan dan
dapat melewatkan lesi di daerah katup ileocecal atau rectum distal atau pada pasien
dengan divertikulosis berat. Gambaran karsinoma colon melalui barium
enema diantaranya dietmuakn “apple core strictur” dan atau deformitas dinding
colon. Tehnik ini jika digunakan bersama-sama fleksibel sigmoidoskopi merupakan
cara yang hemat biaya sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien yang
tidak dapat mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan
jangka panjang pada pasien yang mempunyai riwayat polip atau kanker yang
telah di eksisi. Risiko perforasi dengan menggunakan barium enema sangat
rendah,yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat kemungkinan perforasi, maka
sebuah kontras larut air harus digunakan daripada barium enema. Barium
peritonitis merupakan komplikasi yang sangat serius yang dapat mengakibatkan
berbagai infeksi dan peritoneal fibrosis. Tetapi kekuranggannya ialah
sebuah kontras larut air tidak dapat mendeteksi kemungkinan keganasan pada
lesi yang kecil pada mukosa kolon.
c) Endoscopy :
Jenis endoskopi yang dapat digunakan ialah sigmoidoskopi flexible,
sigmoidoskopi rigid dan kolonoskopi. Sigmoidoskopi flexible lebih
efektif dibandingkan dengan sigmoidoskopi rigid untuk memvisualisasi kolon dan
rektum.
Flexible sigmoidoskopi :
Flexible sigmoidoscopi dapat menjangkau 60 cm kedalam lumen kolon dan
dapat mencapa ibagian proksimal dari kolon kiri. Lima puluh persen dari
kanker kolon dapat terdeteksi dengan menggunakan alat ini. Flexible
sigmoidoscopid tidak dianjurkan digunakan untuk indikasi terapeutik
polipektomi, kauterisasi dan semacamnya; kecuali pada keadaan khusus,
seperti pada ileorektal anastomosis. Flexible sigmoidoscopi setiap 5 tahun dimulai
pada umur 50 tahun merupakan metode yang direkomendasikan untuk screening
seseorang yang asimptomatik yang berada pada tingkatan risiko menengah
untuk menderita kanker kolon. Sebuah polip adenomatous yang ditemukan
pada flexible sigmoidoscopi merupakan indikasi untuk dilakukannya
kolonoskopi, karena meskipun kecil (<10 mm), adenoma yang berada di
distal kolon biasanya berhubungan dengan neoplasma yang letaknya proksimal pada
6-10% pasien
Kolonoskopi :
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa
kolon dan rectum. Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat mencapai
160 cm. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat
menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1cm dan keakuratan dari
pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium enema yang
keakuratannya hanya sebesar 67%. Sebuah kolonoskopi juga dapat digunakan
untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari striktur.
Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana komplikasi utama
(perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2%
pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang sangat berguna untuk
mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel disease,non akut
divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non
toksik, striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada
kolonoskopi terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan
komplikasi utama dari kolonoskopi terapeutik,sedangkan perforasi merupakan
komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostik.
d ) USG :
Ultrasonografi sangat sulit untuk mendeteksi kanker kolorektal. Alat ini baru
bermanfaat untuk mendeteksi ada tidaknya metastase kanker ke lymphatic
system di abdomen dan hati. Jika ada pembesaran pada lymph nodes para
aorta dapat dicurigai suatu metastase kaner.2-5
VII.Manifestasi klinis :
Pasien dengan karsinoma kolorectal mempunyai gejala klinis yang cukup bervariasi
yang dapat diklasifikasikan menurut lokasi anatomi primernya. Tumor pada cecum
dan colon bagian kanan ditemukan sekitar 20% dari karsinoma usus besar, 70%
terjadi di bagian distal sampai fleksura splenikus, dan sekitar 45 % di bawah
rectosigmoid junction. Karsinoma colon kanan terjadi lebih sering pada wanita, dan
umumnya mempunyai gejala yang silent atau asymptomatik.
i. Karsinoma cecum dan colon kanan :
Seperti yang telah disebutkan, tumor colon kanan seringkali silent dan banyak pasien
tampak dengan gejala dan tanda dari anemia defisiensi besi (Fe) yang berasal dari
kehilangan darah secara samar yang lama (occult blood loss). Jarang, kehilangan
darah dalam jumlah banyak, terutama pada pasien yang mendapat antikoagulan.
Feses masuk ke cecum dalam bentuk liquid / cair dan obstruksi biasanya terjadi
relatif lambat. Karena lumen usus menjadi lebih sempit pasien biasanya mengeluh
nyeri kolik yang intermitten, di sentral atau di fossa iliaca kanan, dimana sering
timbul setelah makan, distimulasi oleh refleks gastrocolic. Nyeri sering diikuti oleh
onset diare intermitten, kemungkinan karena fermentasi feses dan akumulasi toksin
bakteri di dalam lumen usus besar. Obstruksi ileum distal dapat terjadi bila tumor
menutup katup ileocecal, atau jika katup ileocecal menjadi inkompeten karena
obstruksi komplit cecal. Gelombang dari kolik abdomen sentral dapat terjadi, dengan
distensi abdominal sentral progresif dan borborygmus. Peristaltis usus mungkin dapat
terlihat, muntah feses, dan dehidrasi merupakan menifestasi lambat yang dapat
muncul.. Jarang massa yang dapat dipalpasi sebagai keluhan utama.
Pasien kadang-kadang tampak dengan gejala dan tanda dari apendisitis akut jika
karsinoma menutup orificium apendicular dan menghasilkan inflamasi akut, atau dari
perforasi karsinoma. Diagnosis mungkin tidak jelas pada saat apendiks diangkat dan
harus dilihat dengan barium enema atau dengan colonoscopy. Tumor dapat
berpenetrasi ke dinding posterior colon, menimbulkan perforasi dan abses di
musculus psoas. Pasien demikian tampak dengan gejala dan tanda infeksi dengan
massa yang nyeri pada fossa iliaca kanan. Nyeri dapat menjalar ke bawah menuju
tungkai atau panggul. Nyeri juga dapat menjalar ke belakang jika abses mengiritasi
otot-otot lumbal. Terkadang tumor anterior dapat menyebabkan perforasi
menimbulkan peritonitis akut dengan nyeri seluruh abdomen yang berat, bising usus
dapat menghilang, dan dapat ditemukan defans muskular serta nyeri ketok.
Terkadang, karsinoma colon kanan tampak dengan gejala umum malaise atau
perasaan tidak enak badan, kadang dengan demam yang tidak diketahui asalnya.
Gejala-gejala ini muncul karena abses kecil yang samar atau karena masalah tumor
itu sendiri. Gejala dan tanda metastase sangat bervariasi, tetapi biasanya disertai
dengan nyeri dan pembesaran hati, dimana merupakan tempat metastasis yang sering.
Gejala-gejala ini disebabkan oleh pertumbuhan yang cepat dari metastasis ke kapsula
hati. Metastasis juga dapat tumbuh aliran darah sendiri, sebagian infark dan
mengalami nekrosis. Demam yang disebabkan nekrosis tumor biasanya berhubungan
dengan peningkatan serum lactic dehydrogenase.
ii. Karsinoma colon kiri dan sigmoid :
Feses kehilangan air dan menjadi keras ketika sampai dan melewati colon kiri untuk
disimpan di rectosigmoid sebelum defekasi. Pasien dengan karsinoma colon kiri
umumnya tampak dengan perubahan kebiasaan pola defekasi, sering konstipasi
kadang diselingi diare, biasanya disertai kolik abdomen bawah, mungkin mengalami
distensi, dan keinginan untuk defekasi. Gejala-gejala cenderung menjadi progresif
memberat, dan ini mungkin dapat membedakan antara karsinoma dengan penyakit
divertikular atau iritasi kolon. Irritable bowel syndrome biasanya pada dewasa muda;
Jika pasien usia setengah baya atau lebih tua dengan gejala perubahan kebiasaan pola
defekasi sebaiknya diasumsikan sebagai kanker kolon sampai terbukti bukan
Perubahan pola defekasi sering dengan buang air besar disertai darah segar, dan
kadang mukus atau lendir di feses atau permukaannya, khususnya pada tumor di
distal sigmoid. Konstipasi progresif dan diare merupakan perubahan pola defekasi
yang lebih jarang.
Beberapa pasien datang dengan nyeri atau massa di fossa iliaca kiri, dan massa sering
terpalpasi di abdomen pada pemeriksaan fisik. Palpasi karsinoma pad fleksura
plenikus harus dibedakan dari pembesaran lien / spleen atau ginjal.
Beberapa pasien, mempunyai gejala asymptomatic hingga mereka datang dengan
distensi abdomen massive karena obstrukis komplit dari usus besar. Pada keadaan ini
cecum menjadi sangat distensi. Kecuali distensi dikenali dan diterapi dengan cepat,
atau kecuali katup ileocecal menjadi inkompeten, perforasi cecal dapat terjadi dan
menyebabkan peritonitis fecal. Terkadang tumor itu sendiri mengalami perforasi,
menyebabkan nyeri mendadak akut abdominal dan peritonitis. Lebih sering tumor
melekat dengan organ didekatnya dan menginvasinya. Kanker sigmoid dapat
menginvasi dinding abdomen lateral dan membentuk abses, atau menginvasi usus
kecil dan menhasilkan fistula ileocolic dengan diare berat atau obstruksi usus kecil.
Kanker di fleksura splenikus atau colon descending dapat menginvasi jejunum,
kadang tampak dengan perdarahan usus berat. Kanker sigmoid umumnya menginvasi
uterus, ovarium, atau vesica urinaria. Kanker colon adalah penyebab terbanyak kedua
fistula colovesical setelah penyakit divertikular, dan psien biasanya tampak dengan
hematuria dan infeksi saluran kemih berulang, dan akhirnya dapat kencing disertai
udara (pneumaturia) atau feses (fecaluria). Kanker sigmoid terfiksasi di pelvis dan
dapat menimbulkan fistula ke vagina menghasilkan bau tidak sedap (malodorous),
dan discharge.
iii. Kanker rectal :
Kebanyakan pasien dengan kanker rektal datang dengan perdarahan dari anus
dan atau perubahan pola defekasi. Darah sering gelap bercampur dengan feses atau
menyelimuti permukaaannya, darah juga mungkin merah terang dan pisah dengan
feses. Karenanya gejala sering dikira hemorrhoids. Perubahan pola defekasi, seperti
meningkatnya frekuensi defekasi, mukus dengan feses, atau diare mukus juga sering
terjadi. Diare mukus terutama berhubungan dengan adenoma villi yang sering
menjadi ganas (malignant). Mukus kaya dengan potassium dan dapat cukup banyak
menyebabkan dehidrasi dan koma.Tenesmus, perasaan ingin defekasi yang mendesak
/ tidak tertahankan dan terus menerus, adalah gejala yang penting yang disebabkan
tumor rektal yang menginduksi sensori untuk defekasi. Nyeri anus, pada awal
defekasi dan setelahnya dapat timbul jika kanker rektal bawah menginvasi kanal
anus. Inkontinensia terjadi jika sfingter anal telah hancur. Darah merah segar yang
keluar saat defeksi sebainya dievaluasi dengan proctosigmoidoscopy; semua
tipe perdarahan lainnya juga sebaiknya dilakukan evaluasi yang lengkap.
Table 2: manifestasi klinik menurut lokasi kolon
VIII. Working diagnosis :
Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, colok dubur dan rektosigmoidoskopi atau fotokolon dengan kontras ganda.
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setiap tiga tahun untuk usia 45 tahun ke atas.
Kepastian diagnosis ditetukan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi.
Dari pemeriksaan anamnesis sebagian besar penderita datang dengan keluhan terjadi
perubahan pada habit bower (perubahan pola defekasi) yaitu diare atau obstipasi,
sakit perut tidak menentu, sering ingin defekasi tapi feses sedikit. Terdapat darah
pada feses kadang-kadang dapat bercampur lendir dimana mirip dengan simptom
disentri. Penyakit yang diduga disentri setelah mendapatkan perawatan disentri tetapi
tidak sembuh dapat diduga merupaka suatu keganasan terutama terjadi pada penderita
berumur dewasa dan lanjut usia. Pasien juga mengeluh terjadi penurunan berat badan
yang besar.
Klasifikasi stadium kolorektal :
Derajat keganasan karsinoma kolon dan rektum disesuaikan berdasarkan gambaran
histologik. Terdapat dua klasifikasi yang digunakan berdasarkan tumor primer dan
metastasenya yaitu sistem Dukes’s dan TNM.
Kriteria Duke’s :
Duke’s Dalamnya ilfiltrasi Prognosis hidup
setelah 5thn
A Terbatas didinding usus 97%
B Menembus lapisan muskularis mukosa 80%
C Metastasis kelenjar limfe
C 1 Beberapa kelenjar limfe di dekat tumor
primer
65%
C 2 Dalam kelenjar life jauh 35%
D Metastasis jauh < 5%
Gbr 2: penyebaran sel tumor mengikuti DUKE’s kriteria
Klasifikasi berdasarkan AJCC TNM staging untuk kolon dan rektum kanker :3
Terdapat hubungan yang erat antara stadium dan angka bertahan hidup 5 tahun (5-
year survival rate) pada pasien kanker colorectal. Untuk stadium I atau Dukes A, 5-
year survival rate setelah operasi reseksi mencapai 90%. Untuk stadium II atau Dukes
B, 5-year survival rate sekitar 70-85% setelah reseksi, dengan atau tanpa terapi
adjuvant (terapi tambahan). Untuk stadium III atau Dukes C, 5-year survival rate
adalah 30-60% setelah reseksi dan kemoterapi. Untuk stadium IV atau Dukes D, 5-
year survival rate sangat buruk (kira-kira 5%)
IX. Differential diagnosis :
X. Penatalaksanaan :2-6
Operasi :
Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara luas diterima sebagai
penanganan kuratif untuk kanker kolorektal. Pembedahan kuratif harus mengeksisi
dengan batas yang luas dan maksimal regional lymphadenektomi sementara
mempertahankan fungsi dari kolon sebisanya. Untuk lesi diatas rektum, reseksi tumor
dengan minimum margin 5 cm bebas tumor. Pendekatan laparaskopik kolektomi telah
dihubungkan dan dibandingkan dengan tehnik bedah terbuka pada beberapa
randomized trial. Subtotal kolektomi dengan ileoproktostomi dapat digunakan pada
pasien kolon kanker yang potensial kurabel dan dengan adenoma yang tersebar pada
kolon atau pada pasien dengan riwayat keluarga menderita kanker kolorektal.
Eksisi tumor yang berada pada kolon kanan harus mengikut sertakan cabang dari
arteri media kolika sebagaimana juga seluruh arteri ileokolika dan arteri kolika
kanan. Eksisi tumor pada hepatik flexure atau splenic flexure harus mengikut
sertakan seluruh arteri media kolika. Permanen kolostomi pada penderita kanker yang
berada pada rektal bagian bawah dan tengah harus dihindari dengan adanya tehnik
pembedahan terbaru secara stapling.
Kolon kanan Kolon transversum Kolon kiri Rektum
Abses appendik Tukak peptik Koliis ulserosa Polip
Massa appendix Karsinoma lambung Polip Proktitis
Amuboma Abses hati Divertikulitis Fissura anus
Enteritis regionalis Karsinoma hati Endometriosis Karsinoa anus
Kolesistitis
Kelainan pankreas
Kelaina saluran empedu
Tumor yang menyebabkan obstruksi pada kolon kananbiasanya ditangani dengan
reseksi primer dan anastomosis. Tumor yang menyebabkan obstruksi pada kolon kiri
dapat ditangani dengan dekompresi. Tumor yang menyebabkan perforasi
membutuhkan eksisi dari tumor primer dan proksimal kolostomi, diikuti dengan
reanastomosis dan closure dari kolostomi.
Gbr 3: lokasi hemicolectomy
Adjuvant therapy :
Kanker kolon telah banyak resisten pada hampir sebagian besar agen kemoterapi.
Bagaimanapun juga kemoterapi yang diikuti dengan ekstirpasi dari tumor secara
teoritis seharusnya dapat menambah efektifitas dari agen kemoterapi. Kemoterapi
sangat efektif digunakan ketika kehadiran tumor sangat sedikit dan fraksi dari sel
maligna yang berada pada fase pertumbuhan banyak. Obat kemoterapi bisa dipakai
sebagai single agen atau dengan kombinasi, contoh : 5-fluorouracil (5FU), 5FU +
levamisole, 5FU + leucovorin. Pemakaian secara kombinasi dari obat kemoterapi
tersebut berhubungan dengan peningkatan survival ketika diberikan post operatif
kepada pasien tanpa penyakit penyerta. Terapi 5FU + levamisole menurunkan
rekurensi darikanker hingga 39%, menurunkan kematian akibat kanker hingga 32%.
a) Adjuvant Kemoterapi untuk Kanker Kolorektal Stadium III
Penggunaan 5-FU + levamisole atau 5-FU + leucovorin telah menurunkan insiden
rekurensi sebesar 41% pada sejumlah prospektif randomized trial. Terapi selama satu
tahun dengan menggunakan 5-FU + levamisole meningkatkan 5-year survival rate
dari 50% menjadi 62% dan menurunkan kematian sebesar 33%. Pada kebanyakan
penelitian telah menunjukkan bahwa 6 bulan terapi dengan menggunakan 5-FU +
leucovorin telah terbukti efektif dan sebagai konsekuensinya, standar regimen terapi
untuk stage III kanker kolorektal adalah 5-FU +leucovorin.
b) Adjuvant Kemoterapi Kanker Kolorektal Stadium Lanjut
Sekitar delapan puluh lima persen pasien yang terdiagnosa kanker kolorektal dapat
dilakukan pembedahan. Pasien dengan kanker yang tidak dapat dilakukan
penanganan kuratif, dapat dilakukan penanganan pembedahan palliatif untuk
mencegah obstruksi, perforasi, dan perdarahan. Bagaimanapun juga pembedahan
dapat tidak dilakukan jika tidak menunjukkan gejala adanya metastase. Penggunaan
stent kolon dan ablasi laser dari tumor intraluminal cukup memadai untuk kebutuhan
pembedahan walaupun pada kasus asymptomatik.Radiasi terapi dapat digunakan
sebagai tindakan primer sebagai modalitas penanganan untuk tumor yang kecil dan
bersifat mobile atau dengan kombinasi bersama sama kemoterapi setelah reseksi dari
tumor. Radiasi terapi pada dosis palliatif meredakan nyeri, obstruksi, perdarahan dan
tenesmus pada 80% kasus. Penggunaan hepatic arterial infusion dengan 5-FU
terlihat meningkatkan tingkat respon, tetapi penggunaan ini dapat mengakibatkan
berbagai masalah termasuk berpindahnya kateter, sklerosis biliaris dan gastrik
ulserasi. Regimen standar yang sering digunakan adalah kombinasi 5-FU dengan
leucovorin, capecitabine (oral 5-FU prodrug),floxuridine (FUDR), irinotecan (cpt-11)
dan oxaliplatin.
XI. Komplikasi
Obstruksi kolon :
Obstruksi kolon kiri sering merupaan tanda pertama karsinoma kolon. Kolon
biasanya dapat menjadi sangat besar terutama di sekum dan kolon asendens.
Tipe obstruksi ini disebut tipe dileptik.
Perforasi :
Terjadi disekitar tumor akibat nekrosis dan dipercapatkan oleh obtruksi yang
menyebabkan meningkatnya tekanan dalam rongga kolon.
Abcess :
Sering terjadi akibat perforasi dimana peritoneum menyelubungi (walling
off) perforasi tersebut sehingga membentuk abses.
Fistel gastroiliaka
Fistel vesikoiliaka1
XII. Prognosis
Stadium cancer menentukan nilai prognostik pada penderita. Grade histologi secara
signifikan mempengaruhi tingkat survival disamping stadium. Pasien dengan well
differentiated karsinoma (grade 1 dan 2) mempunyai 5-year survival yang lebih baik
dibandingkan dengan poor differentiated karsinoma (grade 3 dan 4). Lokasi kanker
terlihat sebagai faktor prognostik yang independen. Pada stage yang sama pasien
dengan tumor yang berada di rektum mempunyai prognosa yang lebih buruk bila
dibandingkan dengan tumor yang berada di kolon. Dan tumor yang berada pada
kolon transversal dan kolon descendens mempunyai prognosa yang lebih buruk bila
dibandingkan dengan tumor yang berada pada kolon ascendens dan
kolonrektosigmoid.
Pasien yang menderita obstruksi atau perforasi mempunyai prognosa lebih buruk bila
dibandingkan dengan pasien yang tanpa keadaan ini.
Daftar pustaka :
1. Sjamsuhidajat R. Jong WD. Buku ajar imu bedah : bab 37 usus halus, appendiks, kolon dan anorektum. 3rd ed. Jakarta. ECG pub; 2010: 762-81
2. Brunicardi FC. Schwartz: principles of surgery : in chapter 29 colon,rectum and anus. 9th ed.. McGraw-Hill pub; 2010
3. Townsend. Beauchamp. Evers. Mattox. Sabistons textbook of surgery: in chapter 50 : colon and rectum. 18th ed. Saunders Elsievers pub; 2007
4. Doherty M. Way LW. Current surgical diagnosis and treatment. 12th ed. Mac-Graw Hill pub; 2006.
5. Dragovich T. Colonadenocarsinoma treatment and management. November 25, 2013. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/277496-treatment#showall pada 19 januari 2014.
6. Appleton & Lange, Maingot’s Abdominal Operation, Tenth Edition, Zinner Vol I, Chapter 42, Tumor Of The Colon; page 1281 – 1300.
Recommended