View
485
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
Mata KuliahPENDEKATAN EKONOMI POLITIK
Dosen : DR. Ir. Bambang Widianto, MA
PEMBAHASAN KEBIJAKAN PUBLIK TERKAIT EKONOMI POLITIK :
KEPUTUSAN DPD –RI NO 24/DPD/2008 TENTANGPERTIMBANGAN DPD-RI TERHADAP RUU- RI
TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO 45/2007 TENTANG RAPBN 2008 ( RAPBN-P 2008)
( REVISI PAPER )
Nyoman Rudana, SE NPM 08.D.040
Jakarta, 8 September 2008
Magister Administrasi Publik Manajemen Pembangunan Daerah STIA LAN Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
I. Pendahuluan
I.1. Kebijakan yang dijadikan Bahasan dan Mengapa Kebijakan Ini 2
dianggap Penting
II. Manfaat Kebijakan Diselaraskan dengan Kondisi Saat ini. 4
III. Pihak yang Terlibat dalam Proses Pembentukan Kebijakan 7
IV. Pemilihan Waktu Implementasi Kebijakan 20
V Kesimpulan
21
VI. Kepustakaan
22
Lampiran
Keputusan DPD – RI no 24/DPD/2008 Tentang Pertimbangan DPD-RI
Terhadap RUU- RI Tentang Perubahan atas UU no 45/2007 Tentang RAPBN
2008
1
PEMBAHASAN KEBIJAKAN PUBLIK TERKAIT EKONOMI POLITIK : KEPUTUSAN DPD –RI NO 24/DPD/2008 TENTANG PERTIMBANGAN DPD-RI TERHADAP RUU- RI TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO 45/2007 TENTANG RAPBN 2008 ( RAPBN-P 2008 )
I. PENDAHULUAN
1.1 Kebijakan yang dijadikan Bahasan dan Mengapa Kebijakan Ini Dianggap Penting
Kebijakan yang dijadikan bahasan dalam makalah ini adalah Keputusan
DPD –RI no 24/DPD/2008 Tentang Pertimbangan DPD-RI Terhadap RUU- RI
Tentang Perubahan atas UU no 45/2007 Tentang RAPBN 2008 yang
ditetapkan tanggal 27 Maret 2008.
Perubahan dari RAPBN 2008 menjadi RAPBN-P 2008 adalah bahwa sejak
ditetapkannya UU no 45/2007 tentang APBN 2008, telah terjadi berbagai
perkembangan dan perubahan yang sangat mendasar yang berpengaruh
terhadap pokok – pokok kebijakan fiskal dan pelaksanaan APBN 2008.
Dalam kaitan dengan pengesahan RUU APBN-P 2008 menjadi APBN 2008,
DPD RI memberikan pertimbangan kepada DPR-RI yang kemudian
dituangkan ke dalam Keputusan DPD – RI no 24/ DPD / 2008 .
RAPBN 2008 ini penting adanya, karena merupakan perencanaan anggaran
terkait dengan RPJMN 2004 – 2009, dengan tantangan yang harus dihadapi
setiap tahunnya yaitu :
1. jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan masih besar
2. pengangguran yang meningkat
3. keberlanjutan investasi masih rentan
4. daya saing ekspor non migas masih rendah
5. produktivitas pertanian dalam arti luas masih rendah
6. pengelolaan sumber daya alam masih rendah
7. energi terbarukan belum optimal pengelolaannya.
2
Oleh sebab itu, sungguh tepat bila DPD-RI sebagai partner dari pemerintah
memberikan pertimbangan, mengingat sebagai wakil daerah DPD – RI
mendapat masukan dari masyarakat di daerahnya masing – masing dapat
menilai persoalan dengan lebih jernih sehingga dapat memberikan
pertimbangan kepada DPR-RI dengan lebih akurat, yang juga terkait
dengan fungsi check and balances yang dimilikinya. RAPBN-P 2008 yang
kemudian diundangkan menjadi UU no 16/ 2008 tentang APBN 2008
merupakan tanggapan pemerintah terhadap tantangan untuk
menyejahterakan rakyat. Hal ini akan tercermin dalam APBD yang menjadi
landasan bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan di
daerahnya.
Prioritas pembangunan yang ditetapkan dalam APBN 2008 telah difokuskan
pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui upaya pengurangan
pengangguran dan kemiskinan. Untuk mengatasi pengangguran dan
kemiskinan, pendidikan, pertanian, kelautan dan perikanan, serta
pembangunan infrastruktur di daerah harus mendapat perhatian utama.
Peningkatan kemampuan pelayanan publik oleh pemerintah daerah masih
memerlukan perhatian yang mendalam.
Tema APBN 2008 yang dipakai oleh pemerintah adalah “Mempercepat
Pertumbuhan Ekonomi untuk Penciptaan Lapangan Kerja dan Pengurangan
Kemiskinan”. Tema itu berkaitan dengan upaya mempercepat pertumbuhan
ekonomi. Namun, dalam RAPBN-P 2008 pemerintah mengajukan tema
Mengurangi Beban Masyarakat dengan Tetap Menjaga Momentum
Pertumbuhan.
Pertimbangan DPD RI yang disampaikan ini berisi arah kebijakan ekonomi
makro, kebijakan fiskal, prioritas anggaran, masalah pelaksanaan anggaran,
dan masalah hubungan antarpemerintah pusat dan daerah dalam tahun
2008
3
4
II. Manfaat Kebijakan Diselaraskan dengan Kondisi Saat ini.
Mengingat Keputusan DPD –RI no 24/DPD/2008 Tentang Pertimbangan
DPD-RI Terhadap RUU- RI Tentang Perubahan atas UU no 45/2007 Tentang
RAPBN 2008 hanya merupakan pertimbangan, maka untuk menilai kondisi
saat ini, akan dibandingkan antara pertimbangan dari DPD – RI tsb dengan
UU APBN-P no 16 / 2008 untuk melihat apakah pertimbangan DPD RI
tersebut dipergunakan dalam perumusan APBN-P 2008. Dalam makalah ini
hanya diuraikan beberapa indikator yang memuat usulan DPD – RI, antara
lain terlihat dalam kebijakan makro ekonomi. Berikut ini adalah Tabel
Indikator Makro Ekonomi RAPBN-P 2008 yang memuat usulan DPD-RI.
Tabel Indikator Makro Ekonomi RAPBN-P 2008
INDIKATOR REAL 2007
2008
APBN RAPBN-P Usulan DPD RI
Pertumbuhan (% YOY)
6,32 6,8 6,4 6,2
Inflasi (% YOY) 6,59 6,0 6,5 6,5—7,0
Nilai Tukar Rupiah (Rata-rata Rp/US$)
9.140 9.100 9.150 9.300
SBI 3 Bln (Rata-rata %)
8,04 7,5 7,5 7,5
Harga Minyak (US$/Barel)
72,31 60 83 85
Lifting (Juta Barel Per Hari)
0,899 1,034 0,910 0,927
Ternyata dalam UU no 16 / 2008 tentang APBN-P, angka – angka indikator
makro ekonomi adalah sebagai berikut :
1. Pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 6,4%, sama dengan RAPBN- P
2008.
2. Tingkat inflasi adalah 6,5%, sama dengan RAPBN-P 2008. Tingkat
inflasi ini terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga beberapa harga
5
komoditi pokok seperti kedelai, jagung, gandum, dan minyak goreng,
yang dipicu oleh kenaikan harga komoditas pangan dunia.
3. Nilai tukar Rupiah terhadap USD diperkirakan sebesar Rp. 9.100 atau
sama dengan APBN-P 2008, dengan pertimbangan melemahnya mata
uang dolar Amerika dan pengelolaan suku bunga yang baik.
Perkiraan melemahnya mata uang dolar Amerika akibat potensi resesi
ekonomi di Amerika Serikat merupakan salah satu usulan DPD RI
yang tercantum dalam Lampiran Keputusan DPD no 24/ 2008 tsb.
4. SBI 3 bulan ditetapkan sebesar 7,5 %, sama dengan APBN-P 2008.
Penetapan SBI ini ditujukan untuk menghambat kenaikan laju inflasi
serta menjaga faktor resiko usaha untuk meningkatkan investasi.
5. Harga minyak diperkirakan mencapai USD 95 per barel dengan
pertimbangan ketidak pastian perkembangan politik internasional,
terutama berkaitan dengan ketegangan di kawasan Timur Tengah,
yang menyebabkan relatif tingginya harga minyak mentah
internasional.
6. Lifting minyak tahun 2008 diperkirakan sebesar 0.927 juta barel per
hari, sama dengan pertimbangan DPD RI. Asumsi ini didasarkan pada
menurunnya kemampuan sumur – sumur tua dalam memproduksi
minyak, dengan kata lain terjadi natural declining dalam produksi
minyak, serta belum optimalnya produksi lahan – lahan minyak yang
baru.
Perubahan RAPBN ini berguna bagi pemerintah dalam upaya penyehatan
APBN melalui pengendalian defisit anggaran yang terus menerus
diupayakan. Untuk itu, dalam APBN-P 2008, pemerintah akan
melaksanakan langkah – langkah pengamanan APBN yang terbagi dalam
empat kelompok :
1. Optimalisasi pendapatan, yag meliputi penerimaan perpajakan,
penerimaan negara bukan pajak dan dividen BUMN
2. Penghematan belanja yang meliputi :
6
a. Penggunaan dana cadangan APBN
b. Penghematan dan penajaman prioritas belanja kementerian negara
/
lembaga ( K / L )
c. Perbaikan parameter produksi dan konsumsi BBM dan listrik
d. Efisiensi di PT. Pertamina dan PT. PLN.
3. Pelonggaran defisit dan optimalisasi pembiayaan, melalui penrbitan
obligasi / Surat Berharga Negara ( SBN ) dan optimalisasi pinjaman
program.
4. Program stabilisasi harga melalui :
a. pengurangan beban - beban pajak dan bea masuk atas komoditas
pangan strategis.
b. penambahan subsidi pangan.
Saran DPD- RI untuk memberlakukan pembebanan pajak rizki nomplok
( windfall profit tax ) kepada kuasa pelaksana Kontrak Production
Sharing ( KPS ) sebagai upaya peningkata penerimaan pemerintah
belum dapat dilaksanakan dalam APBN-P 2008.
Sedangkan dalam pelaksanaannya sepanjang semester I 2008,
penyerapan APBN 2008 hanya mencapai 15 – 30% saja. Keterlambatan
pelaksanaan anggaran ini harus disikapi baik dar sisi pengelola anggaran
maupun dari pelaksana teknis lapangan. Organisasi, tata cara dan
mobilisasi petugas di lingkngan pelaksana teknis harus ditingkatkan
kemampuannya, diberikan meudahan yang memadai dan dibangun
kemampuan tanggung gugatnya. Dana yang besar yang harus
dilaksanakan dalam waktu sempit dan kinerja aparat yang buruk akan
berkaibat pemborosan penggunaan anggaran. Oleh sebab itu dalam
semester kedua, harus dihindari terjadinya penumpukan kegiatan di
akhir tahun.
7
III. Pihak yang terlibat dalam proses pembentukan kebijakan
IYang merupakan stakeholders adalah rakyat Indonesia yang diwakili
oleh pemerintah daerah dan legislatif ( DPD, DPRD, DPR ). Posisi dan
peran stakeholders dalam pembuatan APBN secara umum dijabarkan
dalam bagan berikut ini :
Pemerintah melalui Presiden mengajukan RAPBN-P 2008 kepada DPR untuk
dibahas lebih lanjut, yang mana hal ini kemudian berubah menjadi RAPBN-P
karena berubahnya beberapa indikator ekonomi. Kemudian DPR-RI
meminta pertimbangan DPD RI sebagai wakil daerah, untuk melakukan
review terhadap RAPBN-P 2008 ini.
Sedangkan proses internal penggodokan Keputusan DPD – RI tersebut
adalah sebagai berikut :
(7) Pengajuan Pertimbangan atas RAPBN-P( dg KEPUTUSANDPD-RI)
DPR-RIDPD-RI
(8) Pengajuan UU APBN-P
BAPPENASDEPT
KEUANGAN
(1) PengarahanAnggaran
(2) Usulan Anggaran
(3) PerkiraanPagu Anggaran
(9)Pengesahan
UU APBN-P
(10) Pengesahan DIP
PRESIDEN
(4) PengajuanRAPBN-P
8
(5) Pengajuan
DEPT. TEKNIS
(6) Meminta Pertimbangan DPD atas RAPBN-P
Sesuai dengan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang
Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, kedudukan dan wewenang DPD RI adalah sebagai berikut:
1) Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI)
memberikan pertimbangan kepada DPR RI atas Rancangan Undang -
Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) dan
Rancangan Undang - Undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan,
dan agama.
2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
diberikan dalam bentuk tertulis sebelum memasuki tahapan
pembahasan antara DPR RI dan Pemerintah.
3) Pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 menjadi
bahan bagi DPR RI dalam melakukan pembahasan dengan Pemerintah.
PAH IV DPD-RI
PEMDA & DPRD
MENTERI
(3) RapatKerja
PAKAR( ekonomi, moneter, pemda)
(4) RDPU
(5) Rapat PlenoPAH IV
Laporan PAH IV
Keputusan DPD-RI
(6) Sidang Paripurna DPD-RI
DPR -RI
(2) kunjungan kerja
Rakyat, LSM, Tokoh Masyarakat
(1) Jaring aspirasi
9
Dalam proses pembahasan internalnya, maka Panitia Ad Hoc ( PAH IV ) lah
yang banyak terlibat dalam proses ini, sesuai dengan ruang lingkup
tugasnya yang membidangi RAPBN, memberikan pertimbangan hasil
pemeriksaan keuangan negara dan pemilihan anggota BPK, serta pajak.
PAH IV DPD- RI memfokuskan perhatiannya kepada masalah perimbangan
keuangan pusat dan daerah.
PAH IV DPD – RI melakukan kunjungan ke daerah dan bertemu dengan
rakyat baik secara langsung maupun pertemuan dengan tokoh masyarakat
dan LSM setempat melalui pertemuan jaring aspirasi, serta pertemuan
dengan legislatif dan eksekutif di daerah. Sambil menindak- lanjuti temuan
BPK, team ini juga meminta masukan dari pemda dan DPRD setempat
mengenai hal – hal yang hendak diperjuangkan di pusat. Secara umum
mereka menghendaki agar transfer dana ke daerah dapat tepat waktu,
sehingga jadwal pelaksanaan pembangunan dapat berjalan sesuai rencana.
Juga dana bagi hasil harus ditransfer tepat waktu dan transparan dalam
perinciannya.
Selain itu PAH IV DPD-RI juga mengadakan rapat kerja dengan beberapa
menteri yang bidangnya menjadi fokus perhatian DPD-RI, yatu : Menteri
Keuangan, Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri
Pertanian, Menteri PU, Menteri ESDM dan lain sebagainya, dimana mereka
masing – maisng memberikan paparan mengenai bidang tugasnya masing –
masing terutama terkait dengan program, anggaran yang diperlukan dan
prioritas anggaran departemen. Mereka mengharapkan agar dana yang
sudah diajukan anggarannya dapat dipenuhi secara penuh karena anggaran
tersebut sudah dialokasikan penggunaannya.
Sedangkan Bappenas memaparkan arah dan pokok kebijakan pembangunan
nasional 2008. Selanjutnya PAH-IV DPD RI juga mengadakan Rapat Kerja
Dengar Pendapat Umum ( RDPU ) untuk meminta masukan dari para pakar,
10
khususnya pakar makro dan mikro ekonomi, ekonomi regional, moneter,
pemerintahan daerah :
1. Forum Konsultasi Daerah Penghasil Migas ( FKDPM ), tanggal 3 Maret
2008, membahas Pokok – Pokok Permasalahan Daerah Penghasil Migas.
Hal – hal yang berkembang pada diskusi tsb :
a. Tujuan Forum ini adalah menjembatani daerah penghasil migas
dengan pemerintah, sebagai mitra bersama demi kepentingan
bersama.
b. Keterlambatan pembayaran bagi hasil mengganggu cash flow daerah,
oleh sebab itu sebaiknya dana tsb dibagikan per triwulan.
c. Bagi hasil migas antara pusat dan daerah belum adil karena daerah
hanya mendapatkan 15,5%, sedangkan pemerintah pusat 84,5%. Dari
bagian daerah, 0,5% dijanjikan oleh Pusat dialokasikan untuk
pendidikan mulai tahun 2009.
d. DPD diharapkan menagih janji 0,5% untuk pendidikan tahun 2009.
e. Harus ada opsi mengenai pembayaran bagi hasil migas bagi daerah,
dalam bentuk cash atau SBN.
f. Harus ada transparansi dari Pemerintah Pusat mengenai besarnya
fee untuk BP M igas dan pertamina, yang dipotong langsung dari
Dana Bagi haisl sebelum ditransfer ke daerah.
2. DR. Iman Sugema ( Inter Cafe ), 3 Maret 2008 , membawa makalah
berjudul : APBN-P 2008 : Tanggapan
a. Argumentasi Menkeu lemah dalam Asumsi Dasar Ekonomi makro,
dimana pemerintah seharusnya lebih realistis dalam prediksi APBN.
DPR juga harus berhat – hati sehingga UU APBN 2008 tidak sampai
direvisi.
11
INDIKATOR REAL 2007
2008
APBN RAPBN-P Prakiraan
Pertumbuhan (% YOY)
6,32 6,8 6,4 6,0 – 6,2
Inflasi (% YOY) 6,59 6,0 6,5 6,5—7,5
Nilai Tukar Rupiah (Rata-rata Rp/US$)
9.140 9.100 9.150 8.900 – 9.500
SBI 3 Bln (Rata-rata %)
8,04 7,5 7,5 7,0 - 7,5
Harga Minyak (US$/Barel)
72,31 60 83 90 – 95
Lifting (Juta Barel Per Hari)
0,899 1,034 0,910 0,90 – 0,94
b. Indonesia menghadapi pilihan sulit berupa :
Dilema inflasi : import inflation ( supply sided ), sementara lingkup
kebijakan moneter terbatas, menyebabkan demand sided dan penguatan
kurs. Tax monetary policy untuk pengendalian inflasi cenderung counter
productive dimana domestic deman melemah d saat foreign demand
melemah.
Dilema pertumbuhan : dalam floating exchange rate regime dan
free capital movement, kebijakan moneter adalah pilihan efektif, namun
bisa kontradiktif dengan inflasi. Ekspansi fiskal terbebani oleh subsidi
sehingga tidak akan efektif. Namun pengurangan subsidi akan
mengakibatkan inflasi, jadi ada dilema, memilih inflasi atau
pertumbuhan.
Jalan keluar terkait dilema pertumbuhan dan inflasi :
KEBIJAKANDomestic Demand
Inflasi Impor Inflasi Domestik
Ekspansi moneter Ekspansioner Depresiasi BertambahSubsidi Kelompok Dabsorpsi Berkurang
12
Pangan Miskin
InfrakstrukturPenciptaan Kerja Dikompensasi Berkurang
Dilema subsidi energi terjadi karena kapasitas melakukan subsidi
sangat terbatas bukan karena harga minyak yang melambung melainkan
lebih karena produksi minyak menurun. Solusi terbaik adalah konversi
energi, namun pelaksanaan sulit, sedangkan Smartcard hanya
berorientasi proyek.
Disparitas regional terjadi akibat surplus di daerah berbasis SDA,
namun padac saat yang sama penyerapan rendah tidak efektif dan
likuiditas perbankan bertambah. Solusinya, surplus perlu diserap oleh
fiskal pusat, melali SUN, SPN, dan ORI yang dibeli oleh pelaku domestik.
3. DR. Hendri Saparini ( ECONIT ) , 10 maret 2008, menbawakan makalah :
RAPBN-P 2008 : Langkah Efektif Penyelamatan Ekonomi ?
a. 3 hal penting dalam RAPBN-P 2008 :
Overoptimis, melanjutkan APBN 2008 dan menunjukkan prediksi
lemah dari pemerintah.
Momen RAPBN P seharusnya unsuual, tetapi isinya usual, tidak
sebanding dengan biaya ekonomi ketika realisasi program APBN 2008
yang harus ditunda akibat menunggu pengesahan RAPBNP 2008.
RAPBN ini bukan dimaksudkan untuk penyelamatan ekonomi.
b. Tahun 2007 sudah ada financial bubble karena pemeirntah memfokuskan
pada sektor finansial sehingga Indonesia sangat menarik untuk investasi
portfolio. Nilai Rupiah yang terlalu kuat akan melemahkan daya saing
ekspor.
c. Suku bunga SBI sulit turun dengan alasan memicu inflasi padahal sektor
industri ingin suku bunga turun.
d. Dari data 2004 – 2007, kenaikan defisit APBN tidak disebabkan kenaikan
harga
13
minyak dunia, melainkan akibat makin turunnya lifting minyak Indonesia.
e. Kebijakan pemerintah dalam APBNP snagat konservatif dan tidak
berpihak pada masyarakat. Pemirntah masih surplus Rp. 7 triliun bila
bunga utang dihapus namun pemerintah tidak mau mengutak – utik
pembayaran utang sebesar Rp. 94 triliun dalam APBNP.
f. Seharusnya pemerintah punya komitmen pengembangan ekspor dengan
menggiatkan Ukm,seperti kopra, perikanan, dan tidak meyerahkan begtu
saja kepada daerah. Harus ada pilot project didanai pemerintah.
4. DR. Sri Adiningsih, dari Pusat Studi Asia Pasifik UGM, 10 Maret 2008,
menyampaikan malalah Analisis RAPBN-P 2008
a. Ada kecenderungan politik bahwa anggaran tidak diarahkan untuk
megatasi masalah struktural, seperti membiayai pembangunan SDM,
karena hasil baru bisa dinikmati sekitar 20 tahun mendatang, tapi untuk
kepentingan jangka pendek, misalnya Pemilu.
b. APBN dilihat hanya dari tahun ke tahun dan tidak dibuat secara
antisipatf, sheingga jika ada perubahan, APBN harus ikut dirubah.
c. Perubahan tema Kabijakan Pemerintah dalam RAPBNP 2008 dari
Mempercepat Pertumbuhan Ekonomi menjadi Mengurangi Beban
Masyarakat dengan Tetap Menjaga Momentum Pertumbuhan,
merupakan kebijakan pesimistik yang hanya menonjolkan populisme.
d. Asumsi harga minyak selalu lebih rendah dari kenyataan, karena daerah
berpatokan pada angka APBN dan harus segera diberikan dananya,
karena kalau lebih, dana tidak bsia ditarik. Pemerintah dan DPR juga
terlalu optimis.
e. Pertimbangan DPD RI harus fokus pada isu daerah dan harus
mengingatkan pemerintah agar APBN dikaitkan dengan rencana
pembangunan jangka panjang serta menengah.
Rapat kerja PAH IV DPD RI dengan Departemen Keuangan RI dalam
membahas RAPBN P 2008 dilakukan tanggal 11 Maret 2008, dengan
14
menghadirkan nara sumber Dirjen Anggaran dan Dirjen Perimbangan
Keuangan, Departemen Keuangan RI. Pada kesempatan tersebut, mereka
menjelaskan beberapa hal :
1. Latar belakang RAPBNP TA 2008 :
a. terjadi perubahan ekonomi global akibat perlambatan pertmbuhan
ekonomi dunia, kenaikan harga minyak dunia serta kenaikan harga
komoditi pangan dunia.
b. Penurunan proyeksi lifting minyak. Berdasarkan realisasi liftng 2007
yang rata – rata mencapai 0,899 MBCD ( dari Desember 2006 –
Nopember 2007 ), berdamp[ak pada perubahan semua besaran APBN
2008.
2. Implikasi perubahan terhadap ABPN 2008, bila tidak dilakukan
perubahan maka :
a. Asumsi Ekonomi makro dalam APBN 2008 sulit dipertahankan.
b. Defisit APBN berpotensi membengkak, dari Rp. 73,3 T ( 1,7% PDB )
menjadi Rp. 178,8 T ( 4,2% PDB ).
c. Program kebijakan stabilitas harga pangan tidak dapat dilaksanakan
secara penuh.
d. Defisit APBN tidak dapat dibiayai (ada kekurangan pembiayaan sebesar
Rp. 107,5 T ).
e. Tidak dapat menampung perubahan yang terjadi.
3. Dasar hukum APBNP : UU no 17 tahun 2003 pasal 27 ayat 3.
4. Sembilan langkah pengamanan APBN 2008 :
a. Optimalisasi pendapatan :
(1 ) optimalisasi perpajakan, PNBP dan deviden BUMN.
b. Penghematan belanja :
( 2 ) Penggunaan Dana Cadangan APBN.
( 3 ) Penghematan dan Penajaman Prioritas belanja K/L
15
( 4 ) Perbaikan Parameter produksi dan subsidi BBM dan listrik
( 5 ) program hemat energi dan efisiensi di Pertamina dan PLN.
c. Pelonggaran defisit dan optimalissi pembiayaan :
( 6 ) Pemanfaatan dana kelebihan ( windfall profit ) di daerah
( 7 ) Penerbitan obligasi, optimalisasi pinjaman program
d. Program stabilisasi harga :
( 8 ) Pengurangan beban – beban pajak komoditas pangan strategis.
( 9 ) Penambahan subsidi pangan.
Rapat Kerja Panitia Ad Hoc IV DPD RI dengan Deputi Gubernur BI Bidang
Moneter DR. Hartadi A. Sarwono pada tanggal 12 Maret 2008 mengenai
Pembahasan Kebijakan Negara di Bidang Moneter dalam Kaitan dengan
Kerangka Ekonomi Makro pada RAPBN-P TA 2008 membahas beberapaa
hal :
1. Di tengah gejolak eksternal akibat krisis subprime mortygage di Amerika
Serikat dan melambungnya harga – harga komoditas, terutama minyak
dunia, perkeonomian Indonesia cukup baik, dengan ekspansi
pertumbuhan ekonomi sesuai asumsi APBN 2007 sebesar 6,3%.
2. Perlambatan ekonomi AS berdampak pada poertumbuhan eknomi dunia
2008 yang semula 4,4% kemudian dikoreksi oleh B menjadi 4,1%. Namu
Cina, yang merupakan emerging market, pertumbuhannya tetap kuat,
sekitar 10%, karena besarnya permintaan domestik. Hal ini berdampak
pada sektor domestik juga.
3. Pelemahan ekonomi global yang berdampak pada kenaikan harga
kmoiditi dunia mendorong pemerintah untuk mengalokasikan belanja
yang lebih besar pada subsidi untuk mendukung ketahanan pangan dan
subsidi BBM.
4. Prakiraan BI terhadap Indikator Makro Ekonomi dalam RAPBN-P 2008 :
16
INDIKATOR2008
APBN RAPBN-P Prakiraan BI
Pertumbuhan (% YOY)
6,8 6,4 6,2
Inflasi (% YOY) 6,0 6,5 6,5—7,5
Nilai Tukar Rupiah (Rata-rata Rp/US$)
9.100 9.150 91.00
SBI 3 Bln (Rata-rata %)
7,5 7,5 8.0
5. BI hanya memberikan pendapat, sedangkan asumsi APBN diputuskan
oleh DPR. BI bertugas menjaga kestabilan nilai Rupiah, yang pada
prakteknya tergantung pada inflasi dan nilai tukar.
Rapat Kerja Panitia Ad Hoc IV DPD RI dengan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral RI tanggal 12 Maret 2008 membahas Pokok – Pokok
Kebijakan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral dalam RAPBNP 2008
sebagai berikut :
1. Perkembangan terakhir pembahasan di DPR, DPR meminta agar liftng
minyak USD 85 per barrel dan ada 3 alternatif, 916 sebagai angka
minimum, untuk dasar perhtungan pengeluaran, 927 sebaga angka
effort yang harus dilakukan dan 969 sebagai angka best effort.
2. Dalam bulan Desember 2007 sampai Pebruari 2008, rata – rata
produksi minyak Indonesia sebanyak 969 ribu barrel perhari sdangkan
yang di lift sebanyak 916 ribu barrel perhari, dan angka ini digunakan
untuk membahas APBNP 2008.
3. Komposisi pembagian royalti : 20% pusat, 80% daerah, seangkan untuk
batubara, bagian negara 13,5% ( 6,5% royalt, yang dibagi ke daerah
dan 7% untuk pengembangan ).
4. Kepmen ESDM no 1 2008 : sumur – sumur tua dimungkinkan untuk
dikelola badan hukum di daerah, meskipun berada di wilayah
17
production sharing contract dan Pertamina, namun Departemen ESDM
akan melihat dulu faktor keselamatannya.
5. Harga bbm tidak naik karena pemeirntah maish bsa memanage dengan
cara peningkatan pendapatan lebih kecil daripada peningkatan subsidi.
6. Kebijakan yang dilakukan bila harga minyak terus naik :
a. meningkatkan produksi tambang dan energi.
b. demand side management, dengan mendorong untuk tidak
menggnakan banyak BBM melali diversifikasi energi dan
penghematan.
Selain itu , PAH-IV sesuai dengan tugasnya rutin mengadakan pertemuan
dengan BPK RI, dan hasil pengawasan lanjut dari temuan BPK juga
dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat Keputusan DPD-RI ini.
Berdasarkan hasil temuan BPK, masukan dari rakyat, pemda, para praktisi
/ pelaksana yaitu para menteri serta para pakar, maka PAH IV DPD RI
mempunyai bahan yang cukup untuk melakukan kajian internal yang
dilakukan melalui Rapat Pleno PAH IV DPD-RI. Dalam rapat pleno tersebut,
anggota PAH IV memberikan pendapat masing – masing mengenai RAPBN –
P 2008 dan hal – hal serta asumsi apa yang sekiranya patut direvisi dan
ditambahkan sebagai masukan dari DPD-RI. Di antara masukan tersebut,
PAH IV mengusulkan pentingnya efisiensi anggaran demi menutup defisit
anggaran, dengan hanya memberikan subsidi kepada target grup yang jelas
dan target waktu pelaksanaan harus jelas pula. Selain itu agar pinjaman
luar negeri tidak menjadi beban pada masa mendatang, perlu dibatasi
hanya untuk kegiatan yang bersifat income generating dalam jangka
pendek menengah. penjadwalan kembali hutang negara.
Secara garis besar, pertimbangan dalam rapat pleno tsb terutama adalah
terkait hal - hal sebagai berikut :
18
1. Asumsi dasar ekonomi makro dalam RAPBN-P 2008, yaitu target
Pertumbuhan Ekonomi ( % YOY ), inflasi ( % YOY ), nilai tukar
Rupiah ( rata – rata Rp / USD ) SBI 3 bulan ( rata – rata % ), harga
minyak ( USD / barel ), serta Lifting ( juta barel per hari ).
2. Kebijakan fiskal dan moneter menyangkut cadangan devisa, besaran
investasi langsung, pertumbuhan investasi portfolio, pengawasan lalu
lintas impor, defisit anggaran, dan lain – lain.
3. Kebijakan Penerimaan Negara, menyangkut target penerimaan pajak
dan non pajak, upaya pemerintah dalam menjaga daya beli
masyarakat dan menjaga daya saing industri, serta pemberian subsidi
( seperti pada minyak goreng ).
4. Kebijakan Belanja Negara, antara lain terkait anggaran tiap
departemen, belanja modal APBN TA 2008.
5. Belanja Daerah, terkait alokasi dana untuk daerah.
6. Pertumbuhan sektor riil.
Setelah melalui berbagai rapat, maka PAH IV DPD RI sampai kepada suatu
kesimpulan yang dituangkan ke dalam Laporan Hasil Pembahasan Panitia
ad Hoc IV DPD – RI pada Sidang Paripurna ke 12 Masa Sidang III Tahun
sidang 2007 – 2008 DPD RI tentang RAPBN Perubahan Tahun anggaran
2008 dan Pengawasan Pelaksanaan APBN TA 2007, yang ditandatangani
oleh ketuanya Ibu Eka Komariah Kuncoro dan Wakil ketuanya Bpk.
Benyamin Bura dan Bpk. Ruslan Wijaya tangal 6 Pebruari 2008.
Untuk selanjutnya, Keputusan PAH IV tersebut dirapatkan kembali pada
Sidang Paripurna DPD – RI taggal 27 Maret 2008 , dimana dalam sidang
tersebut ada beberapa usulan dari anggota DPD RI yang berasal dari PAH
I,II dan III. Hal ini menyebabkan beberapa asumsi tersebut dirumuskan
19
kembali, disempurnakan dan diputuskan dalam Sidang Paripurna DPD RI
mengenai RAPBN-P 2008 yang menghasilkan Keputusan DPD- RI tetang
RAPBN-P, sebagaimana tertuang dalam Keputusan DPD – RI no
24/DPD/2008 Tentang Pertimbangan DPD-RI Terhadap RUU- RI Tentang
Perubahan atas UU no 45/2007 Tentang RAPBN 2008. Keputusan ini
ditetapkan di Jakarta 27 maret 2008 dan ditandatangani oleh Ketua DPD –
RI Prof. DR. Ir. H. Ginandjar Kartasasmita, serta Wakil Ketua DPD-RI Bpk.
H. Irman Gusman, SE, MBA dan Bpk. La Ode Ida.
Dalam memberikan pertimbangannya yang dikaji dari kerangka ekonomi
makro, kebijakan penerimaan negara, kebijakan belanja negara, serta
belanja daerah, ada beberapa hal dimana DPD RI kurang sependapat
dengan pemerintah dan untuk itu DPD – RI memberikan saran – saran
sebagai berikut :
1. Untuk mengurangi beban masyarakat dengan tetap menjaga momentum
pertumbuhan, asumsi dasar ekonomi makro dalam RAPBN-P 2008 harus
disesuaikan dengan upaya untuk mengatasi perlambatan pertumbuhan
ekonomi akibat gejala resesi di Amerika Serikat. Ketepatan besaran yang
digunakan dalam asumsi dasar ekonomi makro, seperti tingkat produksi
nasional dan harga minyak mentah dunia, tingkat inflasi dan suku bunga,
laju pertumbuhan ekonomi, dan nilai tukar mata uang rupiah terhadap
dolar AS memerlukan pengkajian yang lebih cermat, terutama berkaitan
dengan meningkatnya jumlah keluarga miskin dan pengangguran.
2. Kebijakan dalam RAPBN-P 2008 perlu difokuskan, terutama arah
kebijakan penerimaan dan belanja negara yang lebih memprioritaskan
peningkatan pelayanan pendidikan, kesehatan, pertanian, kelautan dan
perikanan, serta infrastruktur pendukungnya. Kebijakan fiskal perlu
diarahkan untuk menanggulangi kemiskinan dan pengangguran,
mengurangi kesenjangan antardaerah, serta stabilitas dan pertumbuhan
20
ekonomi. Defisit anggaran perlu terus diperkecil dan beban pinjaman
dikurangi.
3. Dana bagi hasil yang berasal dari gas alam dalam RAPBN-P 2008
terlihat menurun, padahal harga gas alam di pasaran internasional
meningkat mengikuti harga BBM. Oleh karena itu, pemerintah harus
berusaha lebih keras untuk meningkatkan porsi pemerintah dalam
produksi minyak bumi dan gas alam.
4. Kebijakan yang berupa pengendalian inflasi, sebagai instrumen fiskal
antara, harus diukur dengan berkurangnya penduduk miskin dan
perluasan lapangan kerja bagi penduduk yang produktif yang harus
dijadikan instrumen kebijakan utama.
5. Berbagai program pelayanan kepada masyarakat harus lebih banyak
ditangani oleh pemerintah daerah. Beban yang berat bagi masyarakat,
terutama masyarakat menengah dan miskin, harus dapat diatasi bersama
oleh pemerintah daerah dan dunia usaha di daerah melalui berbagai
kegiatan yang memihak pada peningkatan kesempatan kerja bagi
penduduk miskin yang potensial produktif.
6. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan, seperti
mengurangi pengangguran, kemiskinan, dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi lokal harus dimulai di sektor yang memiliki
kontribusi terbesar terhadap sasaran itu, yaitu pendidikan, kesehatan,
dan pertanian yang dikemas dalam kesatuan terintegrasi dengan sektor
pendukungnya. Kemampuan daerah harus ditingkatkan dan kekuatan
dana alokasi khusus untuk sektor itu dan pendukungnya ditingkatkan.
Sektor pendukung yang penting untuk dibangun melalui DAK, antara
lain, adalah pembangunan infrastruktur, peningkatan kemampuan
pelayanan pemerintah daerah, pelindungan fungsi lingkungan hidup,
21
penataan ruang, dan komunikasi pembangunan dengan peningkatan
pemberdayaan masyarakat.
7. Kebijakan RAPBN-P 2008 yang kontraktif, yang berupa pengurangan
belanja sebesar 15%, diberlakukan secara selektif kepada pengeluaran
K/L dan harus diutamakan agar kegiatan yang memihak pada
peningkatan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan, serta bagi
pendidikan, kesehatan, daerah-daerah terpencil, tertinggal dan miskin
sumber daya alam serta untuk pemberantasan korupsi tidak dikurangi.
Sejalan dengan pengurangan anggaran maka setiap lembaga baik
eksekutif maupun legislatif perlu mengkaji ulang dan mempertajam
anggaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kegiatan serta
mencegah pemborosan anggaran.
Untuk selanjutnya Keputusan tsb dikirim ke DPR RI untuk dijadikan
bahan pertimbangan dalam merumuskan UU APBN 2008 bersama
Presiden RI.
22
IV. Pemilihan Waktu Implementasi Kebijakan
Keputusan DPD ini sifatnya merupakan pertimbangan bagi DPR – RI
dalam merumuskan APBN-P 2008, sehingga bukan merupakan suatu
kebijakan yang implementasinya berdiri sendiri. APBN 2008 yang
dituangkan dalam UU no 16 / 2008 tentang APBN- P disahkan di
Jakarta oleh Presiden SBY tanggal 7 Mei 2008 dan diundangkan di
Jakarta oleh Menteri Hukum dan HAM Bpk. Andi Matalatta, SH pada
tanggal yang sama.
Perubahan dari APBN 2008 yang sudah berjalan menjadi APBN-P 2008
tidak dapat dihindari dan dilaksanakan segera setelah terjadi gejolak
eknomi dunia berlangsung. Dalam hal ini pemerintah bertindak cepat
dan tepat, sehingga dapat mencegah dampak yang lebih buruk
terhadap pelaksanaan pembangunan nasional di tahun 2008.
23
V. KESIMPULAN
Keputusan DPD – RI no 24/DPD/2008 Tentang Pertimbangan DPD-RI
Terhadap RUU- RI Tentang Perubahan atas UU no 45/2007 Tentang
RAPBN 2008 ini bersifat pertimbangan kepada DPR – RI dalam proses
perumusan RAPBN-P 2008 menjadi UU 16 / 2008 tentang APBN, oleh
sebab itu bukan meurpakan suatu Keputusan yang dapat langsung
diimplementasikan. Namun demikian, dalam sistem bikameral yang baru
diterapkan sejak tahun 2004 sejalan dengan pembentukan DPD – RI,
maka DPD RI, sebagai lembaga tinggi negara yang langsung mewakili
rakyat di daerahnya, dapat memberikan pertimbangan yang lebih akurat
untuk berbagai asumsi yang dipergunakan dalam RAPBN-P 2008 ini,
dimana dalam membuat Keputusannya, DPD – RI sudah meminta
pendapat dari berbagai kalangan termasuk pemerintah daerah yang
berkepentingan langsung dengan permintaan alokasi anggaran yang
cukup untuk bidang yang menjadi prioritas pembangunan di daerahnya.
Yang masih menjadi kendala besar adalah bahwa DPD RI tidak
mempunyai hak dalam mengawal proses perumusan RUU menjadi UU,
termasuk dalam hal perumusan RAPBN-P 2008 menjadi UU no 16/ 2008
tentang APBN ini. Oleh sebab itu DPD RI tidak dapat memperjuangkan
Keputusannya sampai tahap akhir.
Namun demikian, dari sedikit ulasan pada Bab II nampak bahwa ada
beberapa pertimbangan DPD – RI yang menjadi acuan dari APBN 2008.
Diharapkan dengan semakin matangnya pelaksanaan demokrasi di
Indonesia, maka peran DPD RI lebih besar sehingga pada akhirnya
kedudukan DPD – RI manjadi setara dengan DPR – RI, sehingga setiap
Keputusan DPD – RI sungguh – sungguh mampu menjadi bahan
pertimbangan bagi DPR – RI serta eksekutif dalam perumusan UU.
Diharapkan di masa mendatang, DPD-RI dapat membuat keputusan
bersama – sama dengan DPR- RI dan pemerintah.
24
25
VI. KEPUSTAKAAN
1. Widianto, Bambang, DR, Januari 2001, Proses Perencanaan
Pembangunan Nasional – Sebuah Pemikiran yang Berkembang di
Bappenas
2. UU no 16 / 2008 tentang APBN
3. Sekretaris Jendral DPD- RI,2006, Sekilas Mengenal dan Memahami
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Republik Indonesia.
4. Departemen Keuangan RI, 2008, Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok
– Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2009.
5. Bappenas, Juni 2007, Arah dan Pokok – Pokok Kebijakan
Pembangunan Nasional ( Rencana Kerja Pemerintah 2008 )
6. Panitia Ad Hoc IV DPD-RI, Agustus 2008, Kebijakan Pembangunan
Nasional dan Daerah Tahun 2009 – Pendangan dan Pendapat DPD RI.
7. Iman Sugema ( InterCAFE ), 2 Maret 2008, APBN-P 2008 :
Tanggapan.
8. Sekretariat PAH IV DPD RI, 3 Maret 2008, Notulen Rapat Dengar
Pendapat Umum Panitia Ad Hoc IV DPD RI dengan DR. Iman Sugema
mengenai Evaluasi atas RAPBN-P TA 2008
9. Forum Konsultasi Daerah Penghasil Migas ( FKDPM ), 3 Maret 2008,
Pokok – Pokok Permasalahan Daerah Penghasil Migas.
10. Sekretariat PAH IV DPD RI, 10 Maret 2008, Notulen Rapat
Dengar Pendapat Umum Panitia Ad Hoc IV DPD RI dengan Forum
Komunikasi Daerah penghasil Migas
11. Hendri Saparini PhD, 10 Maret 2008, RAPBN-P 2008 : Langkah
Efektif penyelamatan Ekonomi ?
12. Sekretariat PAH IV DPD RI, 10 Maret 2008, Notulen Rapat
Dengar Pendapat Umum Panitia Ad Hoc IV DPD RI dengan DR.
Hendri Saparini ( Econit ).
26
13. Dr. Sri Adiningsih, MSc ( Pusat Studi Asia Pasifik UGM ), 10
Maret 2008, Analisis RAPBN-P 2008 – Disampaikan dalam RPDU
DPD-RI
14. Sekretariat PAH IV DPD RI, 10 Maret 2008, Notulen Rapat
Dengar Pendapat Umum Panitia Ad Hoc IV DPD dengan DR. Sri
Adiningsih MSC ( Pusat Studi Asia Pasifik UGM ).
15. Sekretariat PAH IV DPD RI, 11 Maret 2008, Notulen Rapat
Kerja DPD RI dengan Dirjen Anggaran dan Dirjen Perimbangan
Keuangan, Departemen Keuangan RI.
16. Sekretariat PAH IV DPD RI, 12 Maret 2008, Notulen Rapat
Kerja Panitia Ad Hoc IV DPD RI dengan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral RI.
17. Dr. Hartadi A. Sarwono, Deputi Gubernur BI Bidang Moneter,
12 Maret 1998, Pengantar Deputi Gubernur BI pada Rapat Kerja DPD
RI dengan BI.
18. Sekretariat PAH IV DPD RI, 12 Maret 2008, Notulen Rapat
Kerja Panitia Ad Hoc IV DPD RI dengan Deputi Gubernur BI Bidang
Moneter mengenai Pembahasan Kebijakan Negara di Bidang Moneter
dalam Kaitan dengan Keragka Ekonomi Makro pada RAPBN-P TA
2008.
LAMPIRAN
Keputusan DPD – RI no 24/DPD/2008 Tentang Pertimbangan DPD-RI
Terhadap RUU- RI Tentang Perubahan atas UU no 45/2007 Tentang RAPBN
2008
27
DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA
-----------
KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIANOMOR 24/DPD/2008
TENTANG
PERTIMBANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIATERHADAP
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
TENTANG PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2008
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESADEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
b. bahwa Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara;
c. bahwa pertimbangan atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara disampaikan secara tertulis oleh Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia selambat-lambatnya sebelum memasuki pembahasan antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Pemerintah;
28
d. bahwa asumsi ekonomi makro yang digunakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 perlu disesuaikan dengan perkembangan perekonomian dunia;
e. bahwa sehubungan dengan bahan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia melalui Panitia Ad Hoc IV sesuai dengan lingkup tugasnya telah membahas dan merumuskan Pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia secara tertulis terhadap Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 sebagai bahan pembahasan antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Pemerintah;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu menetapkan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia tentang Pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008;
Mengingat : 1. Pasal 22D Ayat (2) dan Pasal 23 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310);
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4778);
5. Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2/DPD/2004 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sebagaimana diubah terakhir dengan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 29/DPD/2005 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia;
29
Dengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-12
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
Masa Sidang III Tahun Sidang 2007—2008
Tanggal 27 Maret 2008
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERTIMBANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008.
PERTAMA : Pertimbangan tertulis Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai bahan pembahasan antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Pemerintah.
KEDUA : Isi dan rincian pertimbangan tertulis Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada diktum PERTAMA adalah sebagaimana dimuat dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan ini.
KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Maret 2008
DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA
PIMPINANKetua,
PROF. DR. IR. H. GINANDJAR KARTASASMITA
Wakil Ketua, Wakil Ketua,
30
H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A. LAODE IDA
31
PERTIMBANGAN RAPBN P 2008
I PENDAHULUAN
1. Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dalam struktur ketatanegaraan Indonesia merupakan hasil perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI). Keberadaan lembaga perwakilan ini, antara lain, bertujuan untuk memberikan akses kelembagaan bagi penyampaian dan perjuangan aspirasi, tuntutan, dan kepentingan daerah-daerah dalam pengambilan kebijakan pada tingkat nasional; mendorong akselerasi pembangunan dan kemajuan daerah-daerah; dan memperkuat ikatan daerah-daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. a. Sesuai dengan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, kedudukan dan wewenang DPD RI adalah sebagai berikut:4) Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI)
memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara (RUU APBN) dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
5) Pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diberikan dalam bentuk tertulis sebelum memasuki tahapan pembahasan antara DPR RI dan Pemerintah.
6) Pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 menjadi bahan bagi DPR RI dalam melakukan pembahasan dengan Pemerintah.
b. Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) adalah sebuah lembaga yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Para Anggota DPD RI tersebut terdiri atas wakil-wakil daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPD RI disebutkan bahwa DPD RI dapat mengajukan kepada DPR RI rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran daerah, dan sumber daya ekonomi lain serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Penugasan konstitusi itu menunjukkan bahwa DPD RI berkewajiban untuk merancang pembangunan daerah dalam kerangka pembangunan nasional.
c. Salah satu wahana rancangan pembangunan adalah rencana anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) dan rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD). DPD RI berperan aktif dalam penyusunan APBN. APBN adalah cermin program pembangunan nasional yang dilaksanakan setiap tahun. Sementara itu, di daerah pencerminan pembangunan daerah itu ditunjukkan oleh dokumen APBD.
32
Dengan demikian, penyerasian APBN dan APBD sangat penting sebab dokumen-dokumen itu mencerminkan apa yang harus dilakukan pemerintah pusat dan daerah dalam pembangunan. Harmoni antara kedua program pembangunan itu tentu sangat diperlukan.
3. APBN disusun dengan berdasarkan asumsi makro ekonomi tertentu yang dipengaruhi oleh perekonomian dunia. Perubahan keadaan perekonomian dunia mempengaruhi keadaan ekonomi nasional dan APBN yang telah ditetapkan. APBN 2008 perlu disesuaikan dengan perubahan keadaan ekonomi dunia agar dampak negatif pengaruh ekonomi dunia terhadap perekonomian nasional sedikit banyak dikurangi. Selain itu, APBN merupakan tanggapan pemerintah terhadap tantangan untuk menyejahterakan masyarakat. Dalam hubungan dengan itu diusulkan perubahan terhadap APBN 2008 dengan RAPBN-P 2008. DPD RI memahami semua hal yang berkaitan dengan proses penyusunan RAPBN-P 2008 dan faktor-faktor yang mendasarinya serta DPD RI memberikan pertimbangan yang tepat sebagai bahan dalam penyusunan RAPBN-P Tahun Anggaran 2008.
4. Pertimbangan DPD RI yang disampaikan ini berisi arah kebijakan ekonomi makro, kebijakan fiskal, prioritas anggaran, masalah pelaksanaan anggaran, dan masalah hubungan antarpemerintah pusat dan daerah dalam tahun 2008. DPD RI memiliki bahan kajian yang cukup banyak untuk menyusun pandangannya terhadap kebijakan pembangunan pada tahun 2008 ini. Berbagai kunjungan kerja ke daerah, dengar pendapat dengan narasumber dan para ahli, serta dengar pendapat dengan pemerintah dan masyarakat memberikan masukan yang banyak terhadap pertimbangan DPD RI ini. Di samping itu, informasi BPK amat bermanfaat untuk memberi masukan terhadap kinerja aparatur dalam pembangunan.
5. Prioritas pembangunan yang ditetapkan dalam APBN 2008 telah diletakkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui upaya pengurangan pengangguran dan kemiskinan. Untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan, pendidikan, pertanian, kelautan dan perikanan, serta pembangunan infrastruktur di daerah harus mendapat perhatian utama. Peningkatan kemampuan pelayanan publik oleh pemerintah daerah masih memerlukan perhatian yang mendalam.
6. Tema APBN 2008 yang dipakai oleh pemerintah adalah “Mempercepat Pertumbuhan Ekonomi untuk Penciptaan Lapangan Kerja dan Pengurangan Kemiskinan”. Tema itu berkaitan dengan upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi. Namun, dalam RAPBN-P 2008 pemerintah mengajukan tema “Mengurangi Beban Masyarakat dengan Tetap Menjaga Momentum Pertumbuhan”. Perubahan tema itu harus ditunjukkan dalam berbagai kebijakan fiskal dalam RAPBN-P 2008.
33
II KERANGKA EKONOMI MAKRO
1. Pemerintah telah merevisi berbagai asumsi makro tetapi secara umum masih terlalu optimis. Ada perbedaan besar atas prediksi keadaan makro ekonomi tahun 2008 yang diajukan Bank Indonesia dan Pemerintah. Pemerintah jauh lebih optimis dibanding Bank Indonesia, antara lain dari target pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekspor, investasi, dan suku bunga SBI. Bank Indonesia cenderung lebih realistis dalam menilai dampak berbagai perubahan faktor yang terjadi di lingkungan eksternal terhadap ekonomi Indonesia. Hal tersebut terlihat pada perubahan berbagai asumsi. Pertumbuhan ekonomi misalnya, menurut perkiraan Bank Indonesia realisasi pertumbuhannya akan mendekati batas bawah prediksi BI yakni 6,2%. Angka itu lebih rendah dibanding prediksi pemerintah sebesar 6,4%.
2. Saat ini dampak kenaikan harga berbagai jenis energi dan produk pangan telah terjadi dan telah mendorong kenaikan harga produk-produk tersebut di Indonesia sehingga mendorong inflasi dan menekan daya beli masyarakat. Demikian juga perekonomian AS menghadapi risiko stagflasi, yaitu pertumbuhan ekonomi yang melambat dan inflasi yang tinggi. Faktor-faktor tersebut akan berpengaruh terhadap kinerja berbagai sumber pertumbuhan ekonomi tahun 2008. Secara umum lingkungan yang dihadapi oleh ekonomi Indonesia tahun 2007 jauh lebih favorable dibanding tahun 2008. Oleh karena itu, DPD menganggap asumsi pemerintah terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN-P 2008 masih terlalu tinggi (6,4%).
3. Pertumbuhan ekonomi 2008 menurut hemat DPD paling tinggi hanya sebesar 6,2% karena pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2008 akan sangat terpengaruh oleh perlambatan ekonomi dunia yang akan terus berlangsung. Sementara itu, pelambatan resesi ekonomi diprediksi akan berlangsung hingga semester II. Sebagaimana diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2007, sangat dipengaruhi oleh kenaikan ekspor. Namun, kinerja ekspor yang cukup baik tersebut hanya diakibatkan oleh tingginya harga internasional bukan diakibatkan oleh tingkat daya saing produk ekspor Indonesia.
4. Saat ini porsi terbesar ekspor Indonesia adalah komoditi primer (40—50%). Komoditi primer adalah produk hasil sumber daya alam yang mengalami proses pengolahan sangat minimal untuk dijadikan bahan baku industri. Sementara pada tahun 2008 permintaan terhadap komiditi primer akan menurun akibat perlambatan ekonomi dunia dan juga akibat negara-negara maju telah melakukan stock pilling pada tahun 2007. Dengan struktur ekspor Indonesia yang didominasi oleh produk primer, perlambatan ekonomi global, dan terutama negara-negara maju justru akan memberikan pengaruh cukup besar bagi kinerja ekspor Indonesia yang semula ditargetkan sangat optimistis.
5. Sumber pertumbuhan ekonomi lainnya yakni konsumsi masyarakat, diperkirakan pertumbuhannya akan lebih rendah dibanding tahun 2007. Dengan demikian, target 5,6% terlalu optimis. Alasannya, antara lain, kenaikan harga energi dan pangan dunia juga akan menekan tingkat konsumsi masyarakat, baik untuk produk-produk pangan maupun nonpangan. Inflasi makanan, misalnya, pada tahun 2007 saja sebesar lebih
34
dari 11,6%, sedangkan untuk tahun 2008, dengan kenaikan berbagai harga pangan dan energi seperti saat ini, banyak masyarakat yang semakin tidak mampu lagi menjangkau kebutuhan tidak hanya nonpangan tetapi juga pangan. Padahal sumber pertumbuhan ekonomi dari investasi untuk tahun 2008 tidak akan lebih tinggi daripada tahun 2007.
6. Dalam kondisi seperti saat ini, harapan besar pertumbuhan ekonomi akan tertumpu pada tingkat belanja pemerintah dan peningkatan kemampuan pemerintah dalam manajemen fiskal. Dengan demikian, hal positif lainnya adalah agar APBN dapat menjadi penyumbang stimulus ekonomi. Namun, langkah penyelamatan APBN yang telah direncanakan pemerintah justru bersifat kontraktif. Pemotongan anggaran belanja untuk semua departemen juga menjadi dukungan bagi APBN dalam mendorong pertumbuhan ekonomi tahun ini. Rencana pengalihan subsidi BBM ke subsidi pangan untuk saat ini bukanlah merupakan pilihan yang tepat. Daya beli masyarakat saat ini telah mengalami tekanan karena kenaikan barang-barang kebutuhan pokok. Pencabutan subsidi BBM, meskipun tidak dilakukan dengan menaikkan harga BBM secara langsung, akan memberikan dampak, baik secara finansial maupun secara ekonomi secara signifikan.
7. Perkiraan pertumbuhan sektor industri pengolahan juga menunjukkan kualitas prediksi pemerintah yang tidak memperhatikan kecenderungan yang terjadi. Saat ini terjadi percepatan deindustrialisasi. Sektor manufaktur sebagai sumber penciptaan lapangan kerja terus mengalami perlambatan pertumbuhan, dari 7,2% pada tahun 2004 menjadi 5,8% pada tahun 2005, kemudian menjadi 5,2% pada tahun 2006, dan menjadi 5,1% pada tahun 2007.
35
8. Tingkat inflasi untuk tahun 2008 menurut DPD diperkirakan antara 6,5—7% atau lebih tinggi dari inflasi 2007 yaitu sebesar 6,59%. Banyak hal yang akan menyebabkan tingginya inflasi. Yang pertama adalah kenaikan harga minyak dunia yang direspon dengan pengurangan subsidi BBM. Langkah itu dipastikan akan menekan inflasi. Faktor lain yang menyebabkan tingginya inflasi adalah cuaca buruk yang terus terjadi sejak akhir tahun lalu hingga bulan Maret 2008. Provinsi-provinsi yang terkena bencana banjir seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat merupakan sumber produksi padi, pusat kegiatan ekonomi, serta tempat terkonsentrasinya kelompok miskin sehingga kerusakan yang terjadi di tiga provinsi tersebut akan berdampak signifikan pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Alasan lain yang menyebabkan terjadinya inflasi adalah imported inflation (inflasi yang diakibatkan impor) sebab hampir semua harga komoditas impor penting ditentukan oleh inflasi di negara asal.
9. Menurut DPD, suku bunga SBI-3 bulan dirasa akan sulit mencapai target awal karena perkiraan risiko inflasi masih cukup tinggi. Banyak faktor yang akan mempengaruhi tingginya inflasi pada tahun 2008. Kebijakan SBI-3 bulan yang tinggi mempunyai pengaruh kontraktif pada perekonomian, sebaliknya SBI-3 bulan yang terlalu rendah juga mempunyai pengaruh pada inflasi. Namun, karena inflasi yang terjadi bukan akibat adanya masalah moneter, langkah yang harus dilakukan semestinya lebih banyak pada sisi fiskal dengan menahan tingkat suku bunga. Peran pemerintah yang lebih besar, lewat kebijakan fiskal, industri, dan perdagangan amat diperlukan untuk menekan inflasi. Untuk memberikan stimulus pada sektor riil SBI-3
100
110
120
130
140
150
160
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007E 2008F
Sumber: BPS, proyeksi Econit
Indeks (2000=100)
Indeks GDP riil
Indeks Produksi Manufaktur
Indeks GDP Riil vs Indeks Produksi Manufaktur
36
bulan harus lebih rendah dari 7,5% (usulan pemerintah di RAPBN-P 2008) sehingga sedikit banyak dapat mengurangi NPL yang sekarang sudah mencapai 41% dari total NPL.
10. Perubahan asumsi ekonomi dalam APBN 2008 yang diusulkan oleh Pemerintah terutama menyangkut perhitungan yang terkait minyak dan gas, antara lain, target produksi (lifting) minyak yang semula ditetapkan 1,034 juta barrel per hari diubah menjadi 910.000 barrel per hari dan perubahan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) dari 60 dollar AS per barrel diubah menjadi 85 dollar AS per barrel. Revisi itu jauh lebih baik dibanding dengan target pada APBN 2008.
11. Dalam hubungan dengan nilai tukar rupiah, menurut berbagai catatan yang cukup banyak, nilai tukar yang lemah dapat mendorong ekspor tetapi berdampak pada impor barang modal. Hal itu juga harus dijadikan pertimbangan.
12. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, asumsi dasar ekonomi makro dalam RAPBN-P 2008 adalah sebagai berikut:
Tabel Indikator Makro Ekonomi RAPBN-P 2008
INDIKATOR REAL 2007
2008
APBN RAPBN-P Usulan DPD RI
Pertumbuhan (% YOY)
6,32 6,8 6,4 6,2
Inflasi (% YOY) 6,59 6,0 6,5 6,5—7,0
Nilai Tukar Rupiah (Rata-rata Rp/US$)
9.140 9.100 9.150 9.300
SBI 3 Bln (Rata-rata %)
8,04 7,5 7,5 7,5
Harga Minyak (US$/Barel)
72,31 60 83 85
Lifting (Juta Barel Per Hari)
0,899 1,034 0,910 0,927
37
III KEBIJAKAN FISKAL RAPBN-P 2008
1. Cadangan devisa target pemerintah adalah US$ 70,245 miliar yang dipastikan sebagian besar akan bersumber dari hot money (dana spekulasi/investasi jangka pendek). Pada dasarnya kebutuhan cadangan devisa pemerintah hanya untuk 3 bulan impor atau sebesar lebih kurang US$27 miliar. Kenaikan cadangan devisa dari peningkatan hot money harus diwaspadai dan segera diantisipasi dampak negatif yang dapat ditimbulkan, terutama terbentuknya bubble finansial yang merupakan peningkatan risiko dan tidak dijadikan indikator keberhasilan ekonomi.
2. Perkiraan pemerintah bahwa investasi langsung sebesar hampir lebih dari 200% terlalu optimistis. Alasan pemerintah bahwa target investasi langsung dalam RAPBN-P 2008 lebih tinggi karena iklim investasi sudah lebih baik merupakan alasan yang tidak berdasar. Hal itu dikarenakan masalah hambatan investasi bukan hanya masalah administrasi dan birokrasi, tetapi yang lebih penting adalah ketiadaan dukungan dan rusaknya berbagai infrastruktur (energi, jalan, dan sarana transportasi). Industri pendukung (industri bahan baku dan penolong) selama ini belum pernah dibangun dengan lebih terencana untuk menuju industri yang mandiri. Masalah lain adalah kepastian hukum dan daya beli masyarakat.
3. Perkiraan pertumbuhan investasi portofolio diperkirakan terlalu rendah. Pemerintah memprediksi investasi jangka pendek tahun 2008 lebih rendah dibanding tahun 2007. Prediksi itu sulit diterima karena suku bunga SBI yang telah ditetapkan akan tetap tinggi dan masih terjadi over liquidity di pasar global. Artinya, Indonesia, dengan kebijakan yang sangat mendukung sektor finansial masih sangat menarik bagi masuknya dana-dana spekulatif.
4. Kebijakan moneter dan fiskal tidak dapat mengatasi tekanan terhadap APBN 2008 karena beberapa berikut.
a. Kebijakan moneter dipastikan sulit dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi saat ini (impotensi kebijakan moneter). Kebijakan moneter yang kontraktif akan bersifat anti inflasi tetapi berpotensi mempercepat resesi. Kebijakan moneter ekspansif, di sisi lain, dapat mengompensasi jatuhnya permintaan agregat dan juga resesi, tetapi akan meningkatkan tekanan harga sehingga akan memperparah inflasi dan bahkan menyebabkan menghilangnya komoditi dari pasar sehingga tidak feasible secara ekonomi, sosial, dan politik.
b. Alternatif kebijakan ekspansi fiskal tidak feasible karena peningkatan defisit menyebabkan efek pendesakan keluar (crowding out effect) yang berdampak mirip dengan kebijakan moneter kontraktif, misalnya, kenaikan suku bunga dan berkurangnya investasi. Sementara itu, pengurangan subsidi secara umum tidak menyenangkan secara politik dan berpotensi menyebabkan inflasi spiral pada perekonomian akibat desakan arah dari sisi produksi dan konsumsi.
c. Agar lebih efektif, kebijakan makro ekonomi perlu dilengkapi dengan kebijakan mikro ekonomi untuk meningkatkan daya tahan ekonomi lokal dan daerah.
38
5. Pilihan kebijakan fiskal dan moneter yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Percepatan pengeluaran anggaran (fiscal disbursement) dan pengalihan pengeluaran (fiscal switching) berupa pengalihan pengeluaran APBN dan pengalihan subsidi dari subsidi energi ke subsidi pangan dan kebijakan devisa.
b. Memperkecil koridor lalu lintas devisa dengan menghentikan hutang luar negeri BUMN dan sektor swasta.
c. Memperlancar distribusi komoditas-komoditas pangan dan memberikan hukuman sangat berat bagi distributor yang melakukan penimbunan, yaitu dengan membekukan izin dan memberikan sanksi pidana.
d. Mengawasi lalu lintas impor secara ketat, termasuk praktik-praktik penyelundupan yang perlu diberikan hukuman berat.
e. Upaya mengatasi masalah defisit anggaran hendaknya dilakukan antara lain melalui penjadwalan pembayaran utang luar negeri, debt swap, dan penurunan pembayaran bunga obligasi rekapitalisasi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) serta tidak melalui pemotongan subsidi BBM. Pengurangan subsidi BBM hendaknya dilakukan melalui peningkatan efisiensi penggunaan energi, efisiensi Pertamina dan PLN, konservasi energi, serta konversi dari bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar lainnya seperti batu bara dan gas.
f. Untuk meningkatkan efisiensi dalam pengadaan BBM dan produk-produknya, diperlukan reformasi tata niaga minyak bumi dan gas dan menghilangkan peranan pialang (broker) pemburu rente.
g. Kebijakan subsidi lebih diarahkan pada program yang mempunyai dampak yang besar pada penciptaan lapangan kerja dan peningkatan kinerja ekonomi lokal dan daerah.
6. Pada dasarnya revisi APBN 2008 memang perlu segera dilakukan. Selain karena adanya perubahan berbagai faktor internasional dan domestik, revisi juga perlu disegerakan karena prediksi pemerintah pada APBN 2008 memang terlalu optimistis. Optimistis berlebihan yang diakibatkan oleh strategi pencitraan, berpengaruh pada banyaknya faktor penting yang tidak dipertimbangkan dalam penyusunan APBN 2008. Tidak mengherankan apabila akhirnya banyak target yang sangat jauh dari fakta.
7. Pada APBN 2008 Pemerintah tidak memasukkan berbagai faktor ancaman seperti potensi resesi ekonomi Amerika Serikat (AS) dan perlambatan ekonomi dunia sebagai pertimbangan yang sangat penting. Juga tidak memperhitungkan prediksi rendahnya pasokan energi dan pangan dunia yang akan terjadi pada tahun 2008. Padahal, data-data tersebut telah dilansir oleh para analis maupun berbagai lembaga internasional sejak pertengahan 2007. Namun, dalam RAPBN-P faktor-faktor tersebut seolah dianggap faktor baru. Selain akibat optimisme yang berlebihan, hal itu semakin menunjukkan kredibilitas prediksi pemerintah yang rendah.
8. Alasan pemerintah bahwa saat ini telah terjadi pemisahan (decoupling) antara ekonomi AS dan ekonomi Asia sehingga apapun yang terjadi pada
39
ekonomi AS tidak berpengaruh besar terhadap ekonomi Asia, termasuk Indonesia. Hal itu amat menyederhanakan masalah karena pada faktanya ekonomi Indonesia akan sangat ditentukan oleh kinerja ekonomi internasional, baik melalui perdagangan sektor barang dan jasa maupun keuangan.
IV KEBIJAKAN PENERIMAAN NEGARA
1. Target penerimaan pajak dalam RAPBN-P 2008 terlalu optimistis padahal keadaan ekonomi lebih buruk dari tahun 2007. Pencapaian ini jauh lebih rendah dibanding target APBN 2007 sebesar Rp509 triliun dan bahkan lebih rendah dari APBN-P 2007 sebesar Rp489,9 triliun. Kegagalan itu sangat fatal karena pajak merupakan sumber utama penerimaan negara untuk pembiayaan APBN. Oleh karena itu, DPD mengusulkan untuk memberikan kewenangan kepada BPK untuk melakukan audit terhadap Ditjen Pajak tanpa harus memberikan kewenangan untuk mengaudit wajib pajak.
2. Sumber penerimaan lain yang belum dioptimalkan antara lain adalah penerimaan sektor perikanan. Dengan kekayaan alam di sektor perikanan yang sangat besar ternayata hanya menyumbangkan penerimaan yang sangat kecil bagi APBN dan bahkan terus mengalami penurunan. Sebagai contoh bila pada awal tahun 2000 masih menyumbangkan Rp250 miliar, pada tahun 2008 diperkirakan hanya akan menyumbangkan sebesar Rp115 miliar. Lebih dari itu, penerimaan ini sangat tidak sebanding dengan anggran yang dikeluarkan untuk sektor ini. Pada RAPBN-P 2008 jumlah anggaran sektor perikanan sebesar Rp2,85 triliun.
3. Hal yang sama terjadi pada sektor pertambangan yang sumbangannya terhadap APBN sangat kecil dan tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh para kontraktor, sebagai contoh pada RAPBN-P 2008 ditargetkan hanya Rp5,8 triliun. Semestinya sumber daya alam termasuk pertambangan harus dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat lewat bagian penerimaan negara yang besar dan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar.
4. Pemerintah telah mengajukan percepatan pengajuan APBN-P 2008. Dalam perubahan ini pemerintah mengajukan strategi yang berbeda. Visi APBN 2008 adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi, sedangkan pada RAPBN-P 2008 adalah menyelamatkan ekonomi masyarakat. Namun, pengubahan strategi dan kebijakan yang diajukan pada RAPBN 2008 tidak memadai untuk mewujudkan penyelamatan ekonomi masyarakat.
5. Untuk menyelamatkan ekonomi, fokus strategi pemerintah seharusnya ada dua, yakni (1) menjaga tingkat kesejahteraan serta daya beli masyarakat dan (2) menjaga daya saing berbagai sektor industri.
6. Untuk menjaga daya beli masyarakat, yang harus dilakukan antara lain: a. menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat yang berarti
harus terjamin tingkat harga dan pasokannya, baik dengan meningkatkan subsidi, memanfaatkan kebijakan fiskal, maupun mendorong produksi dalam negeri dengan berbagai insentif.
40
b. memastikan masyarakat untuk mendapatkan berbagai pelayanan, baik pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.
c. menjaga daya beli masyarakat dengan menjaga tingkat inflasi dan yang paling penting adalah meningkatkan pendapatan masyarakat dengan menyediakan berbagai lapangan kerja bagi puluhan juta penganggur yang sebagian besar memiliki tingkat pendidikan rendah, terutama pembangunan infrastruktur pertanian dan nonpertanian, substitusi impor produk-produk pertanian, dan lain-lain sehingga akan menciptakan multiplier effect yang cukup signifikan. Program lain adalah dengan mendorong setiap kabupaten memiliki satu produk yang kompetitif.
7. Untuk menjaga daya saing industri, pemerintah harus: a. menjamin daya saing dengan menjaga tingkat biaya produksi dan
menjaga pasar serta ketersediaan sumber daya energi.b. menjaga biaya produksi dengan upaya menurunkan biaya energi,
biaya distribusi, biaya modal, dan beban pajak yang selama ini cukup tinggi.
c. menjamin pasar, baik dalam negeri maupun luar negeri. Untuk pasar luar negeri diperlukan langkah terobosan dengan membuka negara tujuan ekspor baru yang selama ini sebagian besar tertuju ke tiga negara utama yakni Jepang, Amerika Serikat, dan Singapura. Demikian pula harus didukung perluasan komoditi ekspor yang masih didominasi oleh produk primer (hasil pertanian dan sumber daya alam) dengan mengembangkan berbagai produk sektor manufaktur yang memiliki nilai tambah lebih besar.
d. menjamin berfungsinya pasar dalam negeri. Hal itu harus dilakukan dengan memanfaatkan kebijakan fiskal untuk mendorong produksi dalam negeri, memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dengan cepat, serta menjamin tingkat harga dan pasokannya.
8. Dalam RAPBN-P 2008, pemerintah mengklaim telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi beban masyarakat dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan. Upaya-upaya tersebut dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat dan memelihara daya saing sektor manufaktur. Namun, upaya yang dilakukan itu masih sangat minimal dan tidak dapat mencapai tujuan menjaga kesejahteraan dan daya beli masyarakat. Sebagai contoh, solusi pemerintah untuk menjaga ketersediaan beras hanya dilakukan dengan menurunkan bea masuk beras dan membuka lebar keran impor. Akan tetapi, pemerintah pada saat yang sama juga akan membatasi pembelian beras dari petani melalui kebijakan yang diterapkan oleh Bulog mempersulit persyaratan untuk pembelian beras dari petani dengan alasan kesulitan mekanisme dan juga menambah syarat pembelian gabah dari tiga menjadi lima persyaratan. Padahal, dalam kondisi penurunan pasokan dan kenaikan harga beras dunia, yang harus dilakukan pemerintah adalah meningkatkan produksi dalam negeri dengan memberikan berbagai insentif bagi petani untuk berproduksi, antara lain, penyediaan bibit, pupuk, pemberantasan hama dan penyakit, serta penyediaan infrastruktur pertanian.
41
9. Penyediaan minyak goreng yang dilakukan hanya dengan satu instrumen kebijakan, yakni pengenaan pajak impor dan memberikan subsidi sebesar Rp500 miliar. Kebijakan itu tidak akan menjamin ketersediaan minyak goreng bagi rakyat. Pertama, tarif pajak sebesar 10% masih jauh lebih rendah dibanding kenaikan harga CPO internasional sehingga produsen masih akan tetap memilih untuk mengekspor. Kedua, operasi pasar dengan subsidi tersebut tidak akan cukup untuk menjamin penurunan harga dan pasokan minyak goreng sehingga terjangkau bagi masyarakat. DPD berpendapat, semestinya pemerintah harus dengan tegas melakukan DMO (domestic market obligation) untuk minyak goreng. Hal itu terjadi antara lain karena kebijakan untuk menjamin ketersediaan pangan bagi masyarakat kontradiksi dengan upaya menjaring penerimaan lewat pajak dan bea masuk atau bea keluar. Tidak mengherankan pemerintah justru menargetkan langkah administrasi dan kebijakan perpajakan akan menjadi sumber penerimaan tambahan hingga Rp23,8 triliun. Langkah administrasi PPh yang akan diprediksi akan meningkatkan penerimaan pemerintah sebesar Rp6,5 triliun semestinya ditambah dengan migas.
10.Untuk meningkatkan penerimaan pemerintah, segera dilakukan upaya pemberlakuan pembebanan pajak rizki nomplok (windfall profit tax) kepada kuasa pelaksana kontrak production sharing (KPS) secara transparan. Pembebanan pajak itu sangat strategis karena lonjakan keuntungan bersih yang diterima perusahaan minyak mentah yang beroperasi di Indonesia bukanlah karena hasil usaha jerih payah mereka, tetapi semata-mata karena terjadinya lonjakan harga minyak mentah yang luar biasa. Selama ini kontraktor asing tidak pernah dibebani pajak tambahan akibat kenaikan harga migas internasional sehingga harus ada burden and profit sharing sebagaimana diterapkan untuk CPO dan batu bara. Di samping itu, windfall profit tax sudah diterapkan di banyak negara pada saat oil boom, termasuk di AS dan Inggris. Perancis telah mengusulkan agar IMF menerapkan pajak dengan windfall profit tax. DPD memperkirakan bahwa apabila pajak tambahan untuk migas diberlakukan, penerimaan pemerintah akan bertambah lebih dari Rp10 triliun.
V KEBIJAKAN BELANJA NEGARA
1. Pembiayaan sesungguhnya bukan masalah besar apabila diambil pilihan pembiayaan mengurangi belanja pemerintah untuk pembayaran bunga dan pokok utang. Pada RAPBN 2008 beban utang mencapai Rp158 triliun. Alternatif pembiayaan itu bisa dilakukan dengan cara debt swap, pengalihan utang menjadi hibah atau technical asisstance dan penundaan pembayaran bunga ataupun pokok utang. Pemerintah harus menyusun proposal (dengan alasan angka kemiskinan dan pengangguran yang besar dan ketaatan Indonesia dalam membayar utang selama ini) kepada setiap negara secara bilateral sesuai dengan interest setiap kreditor.
2. Langkah kebijakan lain untuk mengamankan APBN 2008:a. dana bagi hasil sebaiknya digunakan untuk meningkatkan lapangan
kerja di daerah,
42
b. apabila kegiatan meningkatkan lapangan kerja telah tercapai, sebaiknya dana tersebut digunakan untuk membeli SUN, dan/atau
c. melakukan transaksi langsung dan terbuka untuk pengadaan BBM dan produk-produknya.
3. RAPBN-P 2008 bersifat kontraktif karena pengurangan anggaran sebesar 15%. Pemotongan anggaran sebesar 15% untuk K/L akan lebih efektif bila dilakukan lebih selektif dan mempertimbangkan kemampuan K/L untuk menyerap anggaran yang rendah dan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
a. Anggaran yang tersedia harus digunakan secara efisien dan efektif, pola pencairan harus merata pada tiap kuartal sesuai dengan keperluan, jangan menumpuk pada kuartal terakhir karena akan memberikan tekanan pada inflasi.
b. Belanja modal APBN TA 2008 sebesar Rp101 triliun (18% dari total pengeluaran) perlu diperbesar. Sementara itu, komponen belanja pegawai kecuali gaji, sebesar Rp129 triliun (23% pengeluaran) perlu dikurangi.
c. Perlu ada pembesaran pos pengeluaran untuk kemiskinan, kesehatan, dan pendidikan.
d. Rencana pemotongan anggaran agar tidak mengurangi usaha untuk memberantas korupsi.
4. Anggaran yang dialokasikan untuk sektor pertanian terdiri atas anggaran untuk Departemen Pertanian dan anggaran pendukungnya di departemen-departemen lain. Yang harus diperbesar adalah budget untuk sektor pertanian dalam suatu kelompok yang berkaitan, yang intinya terdapat pada Departemen Pertanian, dan pendukung utamanya pada Departemen Perdagangan (kebijakan impor ekspor produk pertanian), Departemen Perindustrian (pengembangan agroindustri), Kementerian KUKM (kebijakan kredit), Departemen PU (pembangunan saluran irigasi), serta dukungan kebijakan regional dari pemerintah daerah. Subsidi pangan harus dilakukan pada tingkat petani agar lebih efektif dalam menciptakan lapangan kerja dan menguragi kemiskinan.
5. Harus ada program kesejahteraan (welfare programme) yang bersifat komprehensif serta berjangka menengah dan panjang yang dilakukan oleh suatu kelembagaan. Perlu dijelaskan kenaikan jumlah rumah tangga miskin yang meningkat dalam APBN-P (dari 15,1 juta menjadi 19,1 juta) dan jumlah raskin yang disediakan dari RAPBN-P yaitu 10—15 kg per kk, yang lebih rendah dari APBN 2008 yaitu 20 kg per kk.
VI BELANJA DAERAH
1. Upaya untuk mengurangi beban masyarakat dengan tetap mempertahankan momentum pertumbuhan perlu dilaksanakan juga oleh pemerintah daerah dan dunia usaha. Realokasi anggaran daerah perlu diarahkan pada kegiatan yang dapat meningkatkan lapangan kerja bagi golongan masyarakat yang produktif dan mengurangi beban hidup masyarakat yang tidak produktif.
43
2. Untuk alokasi DAK, harus ada sustainability dalam pembangunan infrastruktur. Untuk keperluan itu pemerintah daerah perlu meningkatkan kemampuannya dalam menyusun usulan kegiatan dan pembiayaannya serta kemampuannya dalam bernegosiasi dengan pihak terkait untuk mempertahankan usulannya dan kemampuannya dalam pelaksanaannya pada kurun waktu tertentu.
3. Pemotongan dana transfer ke daerah agar jangan dilakukan pada pos infrastruktur, sarana dan prasarana, serta dana penyesuaian. Ketentuan legal dari dana penyesuaian harus dilaksanakan dengan konsisten. Khusus untuk Provinsi Papua dan Papua Barat, dana penyesuaian untuk pembangunan infrastruktur agar diletakkan dalam kerangka Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
4. Dalam RAPBN-P 2008, alokasi dana penyesuaian yang terdiri atas dana alokasi cukai telah dinaikkan dengan cukup baik. Meskipun demikian, harus ada prinsip keadilan dalam pembagian dana alokasi tersebut kepada daerah-daerah sampai ke kabupaten/kota.
VII SARAN
1. Untuk mengurangi beban masyarakat dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan, asumsi dasar ekonomi makro dalam RAPBN-P 2008 harus disesuaikan dengan upaya untuk mengatasi perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat gejala resesi di Amerika Serikat. Ketepatan besaran yang digunakan dalam asumsi dasar ekonomi makro, seperti tingkat produksi nasional dan harga minyak mentah dunia, tingkat inflasi dan suku bunga, laju pertumbuhan ekonomi, dan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS memerlukan pengkajian yang lebih cermat, terutama berkaitan dengan meningkatnya jumlah keluarga miskin dan pengangguran.
2. Kebijakan dalam RAPBN-P 2008 perlu difokuskan, terutama arah kebijakan penerimaan dan belanja negara yang lebih memprioritaskan peningkatan pelayanan pendidikan, kesehatan, pertanian, kelautan dan perikanan, serta infrastruktur pendukungnya. Kebijakan fiskal perlu diarahkan untuk menanggulangi kemiskinan dan pengangguran, mengurangi kesenjangan antardaerah, serta stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Defisit anggaran perlu terus diperkecil dan beban pinjaman dikurangi.
3. Dana bagi hasil yang berasal dari gas alam dalam RAPBN-P 2008 terlihat menurun, padahal harga gas alam di pasaran internasional meningkat mengikuti harga BBM. Oleh karena itu, pemerintah harus berusaha lebih keras untuk meningkatkan porsi pemerintah dalam produksi minyak bumi dan gas alam.
4. Kebijakan yang berupa pengendalian inflasi, sebagai instrumen fiskal antara, harus diukur dengan berkurangnya penduduk miskin dan perluasan lapangan kerja bagi penduduk yang produktif yang harus dijadikan instrumen kebijakan utama.
44
5. Berbagai program pelayanan kepada masyarakat harus lebih banyak ditangani oleh pemerintah daerah. Beban yang berat bagi masyarakat, terutama masyarakat menengah dan miskin, harus dapat diatasi bersama oleh pemerintah daerah dan dunia usaha di daerah melalui berbagai kegiatan yang memihak pada peningkatan kesempatan kerja bagi penduduk miskin yang potensial produktif.
6. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan, seperti mengurangi pengangguran, kemiskinan, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal harus dimulai di sektor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap sasaran itu, yaitu pendidikan, kesehatan, dan pertanian yang dikemas dalam kesatuan terintegrasi dengan sektor pendukungnya. Kemampuan daerah harus ditingkatkan dan kekuatan dana alokasi khusus untuk sektor itu dan pendukungnya ditingkatkan. Sektor pendukung yang penting untuk dibangun melalui DAK, antara lain, adalah pembangunan infrastruktur, peningkatan kemampuan pelayanan pemerintah daerah, pelindungan fungsi lingkungan hidup, penataan ruang, dan komunikasi pembangunan dengan peningkatan pemberdayaan masyarakat.
7. Kebijakan RAPBN-P 2008 yang kontraktif, yang berupa pengurangan belanja sebesar 15%, diberlakukan secara selektif kepada pengeluaran K/L dan harus diutamakan agar kegiatan yang memihak pada peningkatan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan, serta bagi pendidikan, kesehatan, daerah-daerah terpencil, tertinggal dan miskin sumber daya alam serta untuk pemberantasan korupsi tidak dikurangi. Sejalan dengan pengurangan anggaran maka setiap lembaga baik eksekutif maupun legislatif perlu mengkaji ulang dan mempertajam anggaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kegiatan serta mencegah pemborosan anggaran.
VIII PENUTUP
Demikianlah pertimbangan DPD RI ini dibuat sesuai dengan amanat konstitusi untuk menjadi pertimbangan bagi DPR RI dalam melakukan pembahasan bersama pemerintah untuk menetapkan undang-undang tentang perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008.
Jakarta, 27 Maret 2008
DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA
PIMPINAN
Ketua,
PROF. DR. IR. H. GINANDJAR KARTASASMITA
Wakil Ketua, Wakil Ketua,
45
H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A.LAODE IDA
46
Recommended