View
242
Download
12
Category
Preview:
Citation preview
PEMBERIAN MINYAK KELAPA TERHADAP PENCEGAHAN
DEKUBITUS PADA Ny. P DENGAN ASUHAN KEPERAWATAN
CVA HEMORAGIK DI RUANG ANGGREK II
RS. Dr MOEWARDI SURAKARTA
DISUSUN OLEH:
FAJAR SISNANTO
P12123
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
PEMBERIAN MINYAK KELAPA TERHADAP PENCEGAHAN
DEKUBITUS PADA Ny. P DENGAN ASUHAN KEPERAWATAN
CVA HEMORAGIK DI RUANG ANGGREK II
RS. Dr MOEWARDI SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH:
FAJAR SISNANTO
P12123
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Minyak Kelapa Terhadap Pencegahan
Dekubitus di Ruang Melati 1 Rumah Sakit dr. Moewardi Surakarta”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII
Keperawatan yang telah menjadi pemimpin dan senantiasa memberikan teladan
serta bimbingan kepada Mahasiswa Stikes Kusuma Husada Surakarta.
2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program studi
DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba
ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
3. Bc. Yeti Nurhayati. M. Kes, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-
masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanya studi kasus ini.
4. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
5. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan.
6. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu,
yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
v
7. Rumah sakit Dr. Moewardi Surakarta yang telah memberikan kesempatan
untuk dapat mengambil kasus di Ruang Anggrek 2 dan memperbolehkan
mengaplikasikan jurnal yang penulis ambil.
Semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, Mei 2015
Penulis
Fajar Sisnanto
NIM P12123
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………… i
LEMBAR TIDAK PLAGIAT ………………………………………….. ii
LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………………………. iii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
DAFTAR ISI …………………………………………………………… vii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………… ix
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………….. x
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………….. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………… 1
B. Tujuan ………………………………………………………. 4
C. Manfaat Penulisan ………………………………………….. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ………………………………………………. 6
B. Kerangka Teori ……………………………………………… 26
C. Kerangka Konsep …………………………………………… 27
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset ……………………………………….. 28
B. Tempat dan Waktu …… …………………………………….. 28
C. Media dan Alat……………………………………………… 23
vii
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Riset ……………………… 23
E. Alat Ukur Evaluasi Berdasarkan Aplikasi Riset ……………. 24
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Pengkajian ……………………………………………………… 35
B. Perumusan Masalah ....…………………………………………. 43
C. Perencanaan Masalah ...………………………………………… 45
D. Implementasi Keperawatan…………………………………….... 47
E. CatatanPerkembangan / Evaluasi……………………………….. 50
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian………………………………………………………. 54
B. Perumusan Masalah .....…………………………………………. 58
C. Intervensi Keperawatan………………………………………… 62
D. Implementasi Keperawatan……………………………………... 66
E. Catatan Perkembangan / Evaluasi………………………………. 69
BAB VI KESIMPULAN dan SARAN
A. KESIMPULAN………………………………………………… 72
B. SARAN………………………………………………………… 77
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR TABEL
Tabel3.1 FormatPemberian Minyak Kelapa……………………….. 23
Tabel3.2 Skala Braden …................................…………………...... 24
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar2.1 Derajat Luka Dekubitus.........………………………...... 11
Gambar 2.2 Area Luka Tekan....…………………………………….. 12
Gambar 2.3 Pathway Dekubitus.…………………………………….. 14
Gambar 2.4 Kerangka Teori......…………………………………….. 22
Gambar 2.5 Kerangka Konsep ............................................................ 22
Gambar 4.6 Genogram ………………………………………………. 32
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Pernyataan
Lampiran2 Format Pendelegasian Pasien
Lampiran3 Log Book
Lampiran4 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran5 Asuhan Keperawatan
Lampiran6 Skore Braden
Lampiran 7 Jurnal
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ulkus dekubitus atau luka baring merupakan tipe luka tekan. Istilah
ulkus dekubitus berasal dari bahasa latin decumbere yang berarti berbaring
(Wilhelmi, 2008 dalam Hastuti dkk, 2013). Ulkus dekubitus menjadi problem
yang cukup serius baik di Negara maju maupun di Negara berkembang,
karena mengakibatkan meningkatnya biaya perawatan dan memperlambat
program penyembuhan bagi penderita sekaligus memperberat penyakit primer
dan mengancam kehidupan pasien. Oleh karena itu, perlu pemahaman cukup
tentang ulkus dekubitus agar diagnosis dapat ditegakkan secara dini sehingga
penatalaksanaan dapat dilakukan dengan segera dan tepat serta dapat
dilakukan tindakan untuk mencegah terjadinya ulkus dekubitus tersebut
(Wilhelmi, 2008 dalam Hastuti dkk, 2013).
Hingga saat ini luka dekubitus merupakan masalah klasik pada bidang
kesehatan pada umumnya dibidang keperawatan. Hal ini dapat terlihat dari
kejadian luka dekubitus pada tahun 2007 di 18 rumah sakit Jerman-Eropa
sebesar 27,2% (Shahin dkk, 2009 dalam Marina dkk, 2013), dan pada tahun
2002 disalah satu rumah sakit Singapura Asia sebesar 8,1% (Chan dkk, 2005
dalam Marina dkk, 2013). Di Siloam Hospitals Lippo Village Tangerang pada
tahun 2002 kejadian luka tekan sebesar 0,57% (Tim Komite Mutu Perawatan
SHLP, 2012 dalam Marina dkk, 2013). Di RSUD kota semarang prevalensi
2
dekubitus tiap tahun terus meningkat pada tahun 2011 terdapat 9 pasien
dekubitus dan pada tahun 2012 14 pasien dekubitus (Faridah Aini dkk, 2013).
Dari hasil yang didapat dari penelitian (Suheri, 2009 dalam Sunaryanti
dkk, 2013) menunjukkan bahwa lama hari rawat pada pasien imobilisasi
88,8% terjadi luka dekubitus rata-rata lama hari rawat pada hari ke lima
perawatan.
Dekubitus sebagai suatu daerah kerusakan seluler yang terlokalisasi,
baik akibat tekanan langsung pada kulit, sehingga menyebabkan “iskemia
tekanan (suplai darah kejaringan berkurang)”, maupun akibat kekuatan
gesekan sehingga menyebabkan stres mekanik terhadap jaringan (Potter, Perry
2005 dalam Sunaryanti dkk, 2013). Salah satu aspek utama pendidikan profesi
perawat dalam pemberian asuhan keperawatan adalah mempertahankan
integritas kulit. Intervensi perawatan kulit yang terencana dan konsisten
merupakan intervensi penting untuk menjamin perawatan yang berkualitas.
Gangguan integritas kulit terjadi akibat tekanan yang lama, iritasi kulit, atau
imobilisasi, sehingga menyebabkan dekubitus. Dekubitus merupakan masalah
yang dihadapi oleh pasien-pasien dengan penyakit kronis, pasien yang sangat
lemah, dan pasien yang lumpuh dalam waktu lama, bahkan saat ini merupakan
suatu penderitaan sekunder yang banyak dialami oleh pasien-pasien yang
dirawat dirumah sakit (Morison 2003 dalam Sunaryanti dkk, 2013). Maka dari
itu penulis tertarik untuk mengambil judul pemberian minyak kelapa terhadap
pencegahan dekubitus karena dekubitus dapat menimbulkan diagnosa baru
yang akan memperparah diagnosa sebelumnya.
3
Menurut (Potter, Perry, 2005 dalam sunaryanti dkk, 2013) penyebab
terjadinya dekubitus antara lain: immobilitas, kerusakan persepsi sensori dan
atau koknisi, penurunan status nutrisi, friksi dan gaya tarikan, peningkatan
kelembaban, dan pertimbangan gerontologi.
Menurut (Potter, Perry, 2005 dalam Sunaryanti dkk, 2013) tanda dan
gejala dekubitus jika ditemukan area yang tertekan, perawat memperhatikan
ukuran dan lokasinya dan dapat menggunakan sistem peringkat untuk
menguraikan keparahannya terdiri dari empat tahap yaitu grade 1, grade 2,
grade 3, grade 4.
(Price, 2003 dalam Sunaryanti dkk, 2013) menyatakan jika
menggunakan lotion biasa untuk perawatan kulit, umumnya lotion
menggunakan komponen air sehingga ketika dipakai akan memberikan
kesegaran sesaat namun ketika kandungan airnya hilang karena penguapan,
maka kulit menjadi kering. Sedangkan minyak kelapa murni berbeda dengan
minyak goreng pada umumnya dimana pada minyak kelapa murni unsur
oksidan dan vitamin E masih dipertahankan dan sebaliknya pada minyak
goreng biasa, sehingga bila digunakan untuk perawata kulit minyak goreng
biasa akan menciptakan radikal bebas di permukaan kulit dan menyebabkan
kerusakan jaringan. Jika dipakai secara topikal atau dipakai kedalam, minyak
kelapa membantu kulit tetap muda, sehat dan bebas dari penyakit. Asam
lemak antiseptik pada minyak kelapa membantu mencegah infeksi jamur dan
bakteri jika ditambahkan dalam diet atau dipakaikan langsung pada kulit.
4
Sehingga minyak kelapa murni dapat digunakan untuk mencegah terjadinya
luka tekan atau ulkus dekubitus.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
melakukan pengelolaan kasus asuhan keperawatan yang akan dituangkan
dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Pengaruh Pemberian Minyak
Kelapa Terhadap Pencegahan Dekubitus di Ruang Anggrek 2 RSDM
Surakarta”.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian minyak kelapa terhadap
pencegahan dekubitus.
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien tirah baring untuk
mencegah terjadinya dekubitus.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan tirah baring.
c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada pasien
tirah baring.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien tirah baring.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien tirah baring.
f. Penulis mampu menganalisa pemberian minyak kelapa terhadap
pencegahan dekubitus.
5
C. Manfaat penulisan
1. Bagi Penulis
Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang didapat
selama perkuliahan khususnya dibidang keperawatan tentang pengaruh
pemberian minyak kelapa terhadap pencegahan dekubitus pada pasien
tirah baring.
2. Bagi institusi pendidikan
a. Untuk menambah khasanah kepustakaan dibidang ilmu kesehatan yaitu
dalam bidang ilmu keperawatan.
b. Dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang
berkepentingan langsung dalam Karya Tulis Ilmiah ini untuk tenaga
kesehatan khususnya keperawatan.
3. Bagi Rumah Sakit
a. Hasil Karya Tulis Ilmiah ini dapat digunakan sebagai tambahan
referensi karya ilmiah yang bertujuan untuk mengembangkan ilmu
kesehatan khususnya dibidang keperawatan.
b. Agar dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan, khususnya
pada pasien tirah baring.
4. Bagi Profesi Keperawatan
Menghadirkan Laporan aplikasi hasil riset khususnya tentang pengaruh
pemberian minyak kelapa dan terhadap pencegahan dekubitus.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Stroke Hemoragik
a. Pengertian
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh adanya
perdarahan, terjadi bila arteri di otak pecah, darah tumpah ke otak atau
rongga antara permukaan luar otak dan tengkorak (Suharto, 2004: 37).
Stroke hemoragik adalah stroke karena pecahnya pembuluh
darah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah
merembas kedalam suatu daerah otak (Pudiastuti, 2011).
b. Etiologi
Ada 3 penyebab stroke yaitu:
1) Menurut Junaidi (2011: 21) faktor resiko yang tidak dapat diubah
yaitu:
a) Umur: semakin tua angka kejadian stroke semakin tinggi.
b) Jenis kelamin: laki-laki lebih sering beresiko daripada
perempuan.
c) Riwayat keluarga (orang tua, saudara) yang mengalami stroke
usia muda maka yang bersangkutan beresiko tinggi terkena
stroke.
7
2) Faktor resiko yang dapat diubah antara lain: hipertensi, diabetes
militus, serangan lumpuh sementara, perokok, peminum alkohol,
kurang olahraga/aktivitas fisik, obesitas/kegemukan, stress fisik
dan mental (Junaidi, 2011: 21).
3) Faktor lain menurut Pudiastuti (2011: 159)
a) Trombosis serebral: terjadinya pada pembuluh darah dimana
oklusi terjadi trombosis dapat menyebabkan iskemia jaringan
otak, edema dan kongesti diarea sekitarnya.
b) Emboli serebral: penyumbatan pada daerah otak karena bekuan
darah, lemak atau udara.
c) Perdarahan intra serebral: pembuluh darah pecah, terjadi karena
arterosklerosis dan hipertensi.
c. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala stroke adalah muncul rasa lelah pada (muka,
bahu, atau kaki), merasa bingung, sulit bicara, sulit menangkap
pengertian, sulit melihat dengan sebelah mata, tiba-tiba sulut berjalan
(Soeharto, 2004: 34).
Sedangkan tanda dan gejala stroke menurut Pudiastuti (2011:
161-162) adalah gangguan penglihatan, kelumpuhan wajah atau
anggota gerak (hemiparase) yang timbul mendadak, bicara pelo atau
cedal (disartia), bicara tidak lancar atau ucapan kurang.
8
d. Klasifikasi
Menurut Pudiastuti (2011: 157) stroke hemoragik dibagi
menjadi 2 yaitu:
1) Hemoragik intra serebral: perdarahan yang terjadi dalam jaringan
otak.
2) Hemoragik subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang
subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan yang
menutupi otak).
e. Pathofisiologi
Stroke hemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak
dan darah membasahi jaringan otak. Darah ini lalu mengiritasi
jaringan otak sehingga menyebabkan penyempitan arteri disekitar
tempat perdarahan. Sel-sel otak berada jauh dari tempat perdarahan
juga akan mengalami kerusakan karena aliran darah terganggu. selain
itu, jika volume darah keluar lebih dari 50 ml maka dapat terjadi
proses desak rongga kepala, sehingga jaringan otak yang lunak
mengalami kerusakan akibat penekanan oleh bekuan darah. Pecahnya
pembuluh darah di otak mengakibatkan aliran darah kejaringan otak
berkurang dan sel-sel otak mengalami kerusakan bahkan kematian
karena kekurangan suplai oksigen dan nutrisi (Indrawati, 2008: 13).
9
f. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Henderson (2002) dalam Pudiastuti
(2011: 167) stroke yang berbaring lama dapat menimbulakan masalah
emosional dan fisik, diantaranya:
1) Bekuan darah
Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan
penimbunan cairan.
2) Dekubitus
Bagian yang bisa mengalami memar dan luka yang dapat
menyebabkan infeksi.
3) Atrofi dan kekakuan sendi
Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi.
B. Asuhan keperawatan stroke menurut Rendy & Margareth (2012:16)
yaitu:
1. Pengkajian
a. Identitas klien
1) Pasien (diisi lengkap): Nama, Umur, Jenis Kelamin, Status
perkawinan, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Suku Bangsa, Tanggal
Masuk RS, No CM, Alamat.
2) Penanggung jawab (diisi lengkap): Nama, Umur, Jenis Kelamin,
Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Alamat.
10
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien pada saat pengkajian.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit yang diderita pasien pada saat masuk rumah sakit.
3) Riwayat kesehatan yang lalu
Riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita
oleh pasien.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh keluarga yang lain
atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetis maupun tidak.
5) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum.
b) Pemeriksaan persistem.
(1) sistem persepsi sensori.
pemeriksaan 5 indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
pengecap, perasa.
(2) Sistem persyarafan.
Bagaimana tingkat kesadarn, GCS, reflek bicara, pupil,
orientasi waktu dan tempat.
(3) Sistem pernafasan.
Nilai frekuensi nafas, kualitas, suara dan jalan nafas.
11
(4) Sistem kardiovaskuler.
Nilai tekanan darah, nadi dan irama, kualitas dan frekuensi.
(5) Sistem gastrointestinal.
Nilai kemampuan menelan, nafsu makan atau minum,
peristaltik, eliminasi.
(6) Sistem integumen.
Nilai warna, turgor, tekstur dari kulit pasien.
(7) Sistem reproduksi.
(8) Sistem perkemihan.
Nilai frekuensi BAK, dan Volime BAK.
6) Pola fungsi kesehatan.
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan: pada pasien hipertensi
terdapat juga kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan
obat-obatan.
b) Pola aktivitas dan latihan: pada pasien hipertensi terkadang
mengalami atau merasa lemas, pusing, kelelahan, kelemahan otot,
dan kesadaran menurun.
c) Pola nutrisi dan metabolisme.
d) Pola eliminasi.
e) Pola istirahat tidur.
f) Pola kognitif perceptual.
g) Pola persepsi dan konsep diri.
12
h) Pola toleransi dan koping strees: biasanya mengalami strees
psikologi.
i) Pola seksual reproduktif.
j) Pola hubungan peran.
k) Pola nilai dan keyakinan.
2. Diagnosa
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan intrakranial.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan energi dan
kelelahan.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot.
d. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik.
3. Intervensi
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dapat
teratasi dengan kriteria hasil:
1) Tekanan darah dalam batas normal.
2) Tidak ada keluhan sakit kepala atau pusing.
3) Nilai pemeriksaan laboratorium dalam batas normal.
4) Tanda-tanda vital stabil.
13
Intervensi
1) Monitor tekanan darah tiap 4 jam.
Rasional: untuk mengevaluasi perkembangan penyakit dan
keberhasilan terapi.
2) Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler.
Rasional: membantu menurunkan kebutuhan oksigen.
3) Pantau nilai laboratorium.
Rasional: untuk mmengetahui indikator perfusi atau fungsi organ.
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat.
Rasional: untuk membantu mempercepat proses penyembuhan.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan energi
dan kelelahan.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan nafas menjadi efektif dengan kriteria hasil:
1) Tidak terpasang oksigen.
2) Tidak ada cuping hidung.
3) Pasien mempunyai irama dan kecepatan bernafas dalam batas
normal antara 16-24x/ menit.
Intervensi
1) Monitor keadaan pernafasan.
Rasional: untuk memastikan kepatenan jalan nafas.
2) Tinggikan kepala (posisi head up 300).
Rasional: untuk memberi rasa nyaman.
14
3) Anjurkan pasien membatasi kegiatan.
Rasional: untuk mengurangi sesak nafas.
4) Kolaborasi dalam pemberian oksigen.
Rasional: untuk membantu pasien dalam suplai oksigen.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam
diharapkan masalah hambatan mobilitas fisik dapat teratasi dengan
kriteria hasil:
1) Pasien berpartisipasi dalam program latihan.
2) Pasien mencapai keseimbangan saat duduk.
3) Pasien dapat menggunakan sisi tubuh yang tidak sakit untuk
kompensasi hilangnya fungsi pada sisi hemiplagi.
Intervensi
1) Berikan posisi yang nyaman.
Rasional: untuk mencegah kontraktur, merendahkan tekanan.
2) Berikan posisi tidur yang tepat.
Rasional: mempertahankan posisi tegak ditempat tidur dan
mencegah terbentuknya dekubitus.
3) Ubah posisi pasien tiap 2 jam.
Rasional: mengurangi takanan dan mengubah posisi dengan sering
untuk mencegah dekubitus.
4) Kolaborasi dengan fisioterapi.
Rasional: untuk meningkatkan kekuatan otot.
15
d. Resiko kerusakan integritas kuli berhubungan dengan imobilitas fisik.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam
diharapka kerusakan integritas kulit tidak terjadi dengan kriteria hasil:
1) Turgor kulit tidak lebih dari 3 detik.
2) Kulit tidak kemerahan.
Intervensi
1) Observasi kulit.
Rasional: untuk mengetahui keadaan kulit.
2) Ubah posisi setiap 2 jam.
Rasional: untuk mencegah dekubitus.
3) Atur posisis miring dengan penyangga bantal.
Rasional: untuk menaikan titik penekanan dari tempat tidur.
4) Ajarkan keluarga untuk mengubah posisi pasien setiap 2 jam.
Rasional: agar keluarga secara mandiri ikut membantu untuk
mencegah dekubitus.
2. Dekubitus
a. Pengertian Dekubitus
Ulkus dekubitus adalah lesi (luka) dikulit yang terjadi akibat
rusaknya epidermis, dermis, dan kadang-kadang jaringan subkutis dan
tulang di bawahnya (Corwin, 2009: 134). Luka dekubitus adalah suatu
area yang terlokalisir dengan jaringan mengalami nekrosis (kematian
jaringan) yang biasanya terjadi pada bagian tulang yang menonjol,
16
sebagai akibat dari tekanan dalam jangka waktu lama yang
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler (Suriadi, 2004: 17).
Minyak kelapa merupakan salah satu jenis emolin yang
melindungi kulit dengan cara memperlambat penguapan pada lapisan
kulit serta meningkatkan hidrasi (molekul-molekul air) didalam
lapisan stratum corneum (lapisan terluar epidermis) dan lapisan atas
dari dermis (Verallo dkk, 2008 dalam Marina dkk, 2013). Emolin
adalah istilah yang berasal dari bahasa latin yang artinya untuk
melembutkan dan menghaluskan (Watkins, 2008 dalam Marina dkk,
2013). Emolin yang mengandung lipid alami kulit terbukti tidak
menimbulkan efek samping pada kulit (Kucharekova, 2003 dalam
Marina dkk, 2013).
Minyak kelapa mengandung asam laurat yang tinggi sampai
51%, sebuah lemak jenuh dengan rantai karbon sedang (jumlah
karbonnya 12) yang biasa disebut Medium Chain Fatty Acid (MCFA).
Didalam tubuh manusia asam laurat akan diubah menjadi monolaurin,
sebuah senyawa monogliserida (lipid/lemak) yang bersifat antivirus,
antibakteri, dan anti protozoa (Fife, 2004 dalam Dewandono, 2014).
MCFA mudah diserap kedalam sel sehingga metabolisme meningkat.
Adanya peningkatan metabolisme maka sel-sel bekerja lebih efisien
membentuk sel-sel baru serta mengganti sel-sel yang rusak lebih cepat
(Inggita dkk, 2006 dalam Dewandono, 2014).
17
b. Etiologi
Penyebab utama dekubitus adalah tekanan yang mengakibatkan
kerusakan struktural pada otot dan suplai saraf perifernya. Terdapat
hubungan nyata antara tekanan dan waktu dalam timbulnya ulkus
dekubitus perubahan jaringan mikroskopik sekunder akibat iskemia
lokal terjadi kurang dari 30 menit. Tekanan mengganggu aliran darah
arteriolar dan kapiler. Jika tekanan berlangsung terus menerus, terjadi
kerusakan nyata pada sirkulasi dan jaringan. Kerusakan tersebut dapat
berhubungan dengan pelepuhan dan hilangnya lapisan epidermal
supervisial dari kulit (Morton dkk, 2012 :1106).
Menurut (suriadi, 2004: 17-18) penyebab luka dekubitus dibagi
menjadi 2 faktor:
1) Faktor ekstrinsik
a) Tekanan
Faktor tekanan, terutama sekali bila tekanan tersebut
terjadi dalam jangka waktu lama yang menyebabkan jaringan
mengalami iskemik.
b) Pergesekan dan pergeseran
Gaya gesekan adalah sebagai faktor yang menimbulkan
luka iskemik (Reichel 1958). Hal ini biasanya akan terjadi
apabila pasien di atas tempat tidur kemudian sering merosot,
dan kulit sering kali mengalami regangan dan tekanan yang
mengakibatkan terjadinya iskemik pada jaringan.
18
c) Kelembaban
Kondisi kulit pada pasien yang sering mengalami
lembab akan mengkontribusi kulit menjadi maserasi kemudian
dengan adanya gesekan dan pergeseran, memudahkan kulit
mengalami kerusakan. Kelembaban ini dapat akibat dari
incontinensia (tidak mampu mengontrol BAK dan BAB),
drain luka, banyak keringat dan lainnya.
2) Faktor intrinsik
a) Usia
Usia juga dapat mempengaruhi terjadinya luka
dekubitus. Usia lanjut mudah sekali untuk terjadi luka
dekubitus. Hal ini karena pada usia lanjut terjadi perubahan
kualitas kulit dimana adanya penurunan elastisitas, dan
kurangnya sirkulasi pada dermis.
b) Temperatur
Kondisi tubuh yang mengalami peningkatan temperatur
akan berpengaruh pada temperatur jaringan. Setiap terjadi
peningkatan metabolisme akan menaikkan 1 derajat celsius
dalam temperatur jaringan. Dengan adanya peningkatan
temperatur ini akan beresiko terhadap iskemik jaringan. Selain
itu dengan menurunnya elastisitas kulit, akan tidak toleran
terhadap adanya gaya gesekan dan pergeseran sehingga akan
mudah mengalami kerusakan kulit. Hasil penelitian didapatkan
19
bahwa adanya hubungan yang bermakna antara peningkatan
temperatur tubuh dengan resiko terjadinya luka dekubitus
(Nancy Bergstrom and Barbara Braden, 1992).
c) Nutrisi
Nutrisi merupakan faktor yang dapat mengkontribusi
terjadinya luka dekubitus. Pada faktor ini ada juga yang yang
masih belum sependapat nutrisi sebagai faktor luka dekubitus.
Namun sebagian dari hasil penelitian mengatakan adanya
hubungan yang bermakna pada klien yang mengalami luka
dekubitus dengan malnutrisi. Individu dengan tingkat serum
albumin yang rendah terkait dengan perkembangan terjadi luka
dekubitus. Hypoalbuminemia berhubungan dengan luka
dekubitus pada pasien yang dirawat (Allman et al., 1986.
Bergstrom, Norvel, and Braden, 1988).
Adapun faktor lainnya adalah:
(1) Menurunnya persepsi sensori.
(2) Immobilisasi, dan
(3) Keterbatasan aktivitas.
Ketiga faktor ini adalah dampak dari pada lamanya dan
intensitas tekanan pada bagian permukaan tulang yang
menonjol.
20
c. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada dekubitus untuk pertama kali ditandai
dengan kulit eritema atau kemerahan, terdapat ciri khas dimana bila
ditekan dengan jari, tanda eritema akan lama kembali lagi atau
persisten. Kemudian diikuti dengan kulit mengalami edema, dan
temperatur di area tersebut meningkat atau bila diraba akan terasa
hangat. Tanda pada luka dekubitus ini akan dapat berkembang hingga
sampai ke jaringan otot dan tulang (suriadi, 2004: 21).
d. Klasifikasi dekubitus
Menurut (Weinstock, 2013 : 23-24), berikut ini derajat ulkus
dekubitus :
1) Derajat I
a) Terlihat area kemerahan berbatas tegas yang persisten pada
kulit yang berwarna terang.
b) Pada kulit yang lebih gelap, terlihat area kemerahan, biru, atau
keunguan.
2) Derajat II
a) Kehilangan sebagian ketebalan kulit epidermis atau dermis.
b) Ulkus supervisial.
c) Terdapat abrasi, lepuhan, atau kawah (gaung) dangkal.
21
3) Derajat III
a) Kehilangan seluruh ketebalan kulit.
b) Kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan.
c) Dapat meluas kebawah tetapi tidak sampai ke fasia
d) Terdapat kawah atau gaung yang dalam.
4) Derajat IV
a) Kehilangan seluruh ketebalan kulit.
b) Luka yang luas, terdapat jaringan nekrosis, atau kerusakan
sampai ke otot, tulang, atau struktur penunjang lainnya.
c) Kemungkinan terbentuk terowongan dan saluran sinus.
Gambar 2.1 Derajat Luka Dekubitus menurut NPUAP, (2009) dalam Wahyuni,
(2014).
e. Area luka tekan
Menurut (Bouwhuizen, 1986 dalam Alfiyanti, 2011) daerah
tubuh yang sering terkena luka dekubitus adalah:
1) Pada penderita dengan posisi telentang: pada daerah belakang
kepala, daerah tulang belikat, daerah bokong dan tumit.
22
2) Pada penderita dengan posisi miring: daerah pinggir kepala
(terutama daun telinga), bahu, siku, daerah pangkal paha, kulit
pergelangan kaki, dan bagian atas jari-jari kaki.
3) Pada penderita posisi tengkurap: dahi, lengan atas, tulang iga, dan
lutut.
Gambar 2.2 Area Luka Tekan menurut (Stephen & Haynes, 2006 dalam
alfiyanti, 2011).
f. Pencegahan
Menurut (Mukti, 2005 dalam Setiyawan, 2010) untuk
mencegah terjadinya dekubitus terdiri dari tiga kategori, yaitu:
1) Penanganan diri dan perawatan kulit, meliputi:
2) Pengkajian dan pengamatan resiko tinggi pasien dan area terkena
dekubitus.
3) Perbaikan keadaan umum penderita.
23
4) Pemeliharaan dan perawatan kulit.
5) Pencegahan terjadinya luka.
6) Pengaturan posisi.
7) Melakukan masase pada kulit klien.
8) Papan/alas tempat tidur yang baik.
9) Memberikan edukasi kepada klien atau keluarga.
g. Pathofisiologi
Luka dekubitus merupakan dampak dari tekanan yang terlalu
lama pada area permukaan tulang yang menonjol dan mengakibatkan
berkurangnya sirkulasi darah pada area yang tertekan dan lama
kelamaan jaringan setempat mengalami iskemik, hipoksia dan
berkembang menjadi nekrosis. Tekanan yang normal pada kapiler
adalah 32 mmHg. Apabila tekanan kapiler melebihi dari tekanan darah
dan struktur pembuluh darah pada kulit, maka akan terjadi kolaps.
Dengan terjadi kolaps akan menghalangi oksigenisasi dan nutrisi ke
jaringan, selain itu area yang tertekan menyebabkan terhambatnya
aliran darah. Dengan adanya peningkatan tekanan arteri kapiler terjadi
perpindahan cairan kekapiler, ini akan menyokong untuk terjadi
edema dan konsekuensinya terjadi autolisis. Hal lain juga bahwa
aliran limpatik menurun, ini juga menyokong terjadi edema dan
mengkontribusi untuk terjadi nekrosis pada jaringan (Suriadi, 2004:
19-20).
24
h. Pathway
Tekanan eksterna Aliran darah terhambat
Tekanan arteri kapiler meningkat Hipoksia
Perpindahan cairan kekapiler Cidera iskemi
Edema Kolap
(oksigen dan nutrisi kejaringan menurun)
Autolisis Nekrosis Iskemi otot
Dekubitus
Gambar 2.3 Pathway Dekubitus.
Sumber: Suriadi 2004.
25
i. Penatalaksanan
Menurut (Corwin, 2009: 135) penatalaksanaan dekubitus
berupa:
1) Mengubah posisi pasien yang bertirah baring (paling sedikit setiap
2 jam).
2) Asupan kalori harus dipertahankan tetap tinggi untuk merangsang
fungsi imun dan mempertahankan kesehatan.
3) Menghilangkan tekanan pada kulit yang memerah, dan penempatan
pembalut yang bersih, rata, dan tipis apabila telah terbentuk ulkus
dekubitus.
j. Komplikasi
Dapat terjadi infeksi sebagai akibat dari kelemahan dan perawatan di
rumah sakit yang berkepanjangan bahkan pada ulkus kecil (Corwin,
2009: 135).
.
26
C. KERANGKA TEORI
Gambar 2.4 Kerangka Teori
Sumber: Modifikasi Suharto (2004), Pudiastuti (2011), dan Suriadi (2004).
.Penyebab stroke: perdarahan,
bekuan darah, dan pecahnya
pembuluh darah otak Stroke hemoragik
Menyebabkan:
kelumpuhan wajah
atau gangguan pada
satu atau lebih pada
anggota badan.
Mencegah Luka
Dekubitus
Bedrest
Beresiko menyebabkan
gangguan pada integritas
kulit atau terjadi luka
tekan.
Diberi terapi
minyak
kelapa
27
D. KERANGKA KONSEP
Gambar 2.5 Kerangka Konsep
1. Tekanan
2. Pergesekan
atau
pergeseran
3. kelembaban
Pemberian
minyak
kelapa
Luka dekubitus
28
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Subyek Aplikasi Riset
Subyek yang digunakan dalam aplikasi riset ini pada pasien dengan tirah
baring di ruang anggrek 2 RS Dr. Moewardi.
B. Tempat dan Waktu
Aplikasi riset ini dilakukan di Rumah Sakit Dr. Moewardi pada tanggal
16-17 Maret 2015 (2 hari).
C. Media dan Alat
Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang digunakan antara lain:
1. Skala Braden (alat ukur resiko dekubitus).
2. Minyak kelapa.
D. Format Pemberian Minyak Kelapa Lewat Kulit
NO A. Alat dan bahan
Minyak kelapa
Air hangat
Waslap
Handuk
Pengalas
Sarung tangan/handscoon
B. Fase orientasi
Memberi salam
Memperkenalkan diri
Menjelaskan tujuan tindakan
Menjelaskan langkah prosedur
Menanyakan kesiapan pasien
C. Fase kerja
Mencuci tangan
Memakai handscoon
Mendekatkan alat
Memasang pengalas dibawah daerah yang akan dilakukan
tindakan
Membersihkan daerah yang akan diberikan minyak kelapa dengan
29
air hangat
Mengeringkan dengan handuk
Mengolesi minyak kelapa secara merata
Membereskan alat
Melepas handscoon
Mencuci tangan
D. Fase terminasi
Evaluasi
Menyampaikan rencana tindak lanjut
Berpamitan
Tabel 3.1 Format pemberian Minyak Kelapa Lewat Kulit
Skala Braden
Untuk Memprediksi Risiko Luka Dekubitus
Faktor Deskriptif Skore
Persepsi sensori
Kemampuan untuk
merespon secara
tepat terhadap rasa
tidak nyaman yang
berhubungan
dengan tekanan.
1. Keterbatasan penuh
Tidak ada respon (tidak mengerang,
menyentak, atau menggenggam) terhadap
rangsangan nyeri karena menurunnya
kemampuan untuk merasakan nyeri yang
sebagian besar pada permukaan tubuh.
2. Sangat terbatas
Hanya dapat merespon terhadap
rangsangan nyeri. Namun tidak dapat
menyampaikan rasa tidak nyaman kecuali
dengan mengerang atau sikap gelisah, atau
mempunyai gangguan sensori yang
menyebabkan terbatasnya kemampuan
untuk merasakan nyeri atau tidak nyaman
pada lebih dari ½ bagian tubuh.
3. Keterbatasan ringan
Dapat merespon panggilan tetapi tidak
selalu dapat menyampaikan respon rasa
tidak nyaman atau keinginan untuk
merubah posisi badan. Memiliki beberapa
gangguan sensori yang membatasinya
30
untuk dapat merasakan nyeri atau tidak
nyaman pada satu atau kedua ekstremitas.
4. Tidak ada gangguan
Dapat merespon panggilan. Tidak memiliki
penurunan sensori sehingga dapat
menyatakan rasa nyeri atau rasa tidak
nyaman.
Kelembaban
Tingkatan keadaan
dimana kulit
menjadi lembab.
1. Selalu lembab
Kulit selalu dalam keadaan lembab oleh
keringat, urine dan lainnya, keadaan
lembab dapat dilihat pada setiap kali pasien
digerakkan atau dibalik.
2. Umumnya lembab
Kulit sering terlihat lembab akan tetapi
tidak selalu. Pakaian pasien dan atau alas
tempat tidur harus diganti sedikitnya satu
kali setiap pergantian dinas.
3. Kadang-kadang lembab
Kulit kadang-kadang lembab. penggantian
pakaian pasien dan atau alas tempat tidur
selain jadual rutin, perlu diganti minimal
satu kali sehari.
4. Jarang lembab
Kulit biasanya dalam keadaan kering,
pakaian pasien dan atau alas tempat tidur
diganti sesuai dengan jadual rutin
penggantian.
31
Aktivitas
Tingkat aktivitas.
1. Total di tempat tidur
Hanya berbaring di tempat tidur
1. 2. Dapat duduk
Kemampuan untuk berjalan sangat terbatas
atau tidak bisa sama sekali dan tidak
mampu menahan berat badan dan atau
harus dibantu untuk kembali ke kursi atau
kursi roda.
2. 3. Berjalan kadang-kadang
Selama siang hari kadang-kadang dapat
berjalan, tetapi jaraknya sangat dekat saja,
dengan atau tanpa bantuan.
Mobilitas
Kemampuan untuk
merubah dan
mengatur posisi
badan.
1. Tidak dapat bergerak sama sekali
Tidak dapat merubah posisi badan atau
ekstremitas bahkan posisi yang ringan
sekalipun tanpa adanya bantuan.
2. Sangat terbatas
Kadang-kadang merubah posisi badan atau
ekstremitas, akan tetapi tidak dapat
merubah posisi sesering mungkin atau
bergerak secara efektif (merubah posisi
badan terhadap tekanan) secara mandiri.
3. Tidak ada masalah
Bergerak secara mandiri baik dikursi
maupun diatas tempat tidur dan memiliki
kekuatan otot yang cukup untuk menjaga
posisi badan sepenuhnya selama bergerak.
Dapat mengatur posisi yang baik ditempat
tidur ataupun dikursi kapan saja.
4. Tanpa keterbatasan
Dapat merubah posisi badan secara tepat
dan sering mengatur posisi badan tanpa
adanya bantuan.
32
Nutrisi
Pola kebiasaan
makan.
1. Sangat buruk
Tidak pernah menghabiskan makan. Jarang
makan lebih 1/3 dari makanan yang
diberikan. Makan mengandung protein
sebanayak 2 porsi atau kurang setiap
harinya. Kurang mengkonsumsi cairan.
Tidak mengkonsumsi cairan suplemen.
Atau pasien dipuasakan, dan atau
mengkonsumsi makanan cairan atau
mendapatkan cairan infus melalui intravena
lebih dari 5 hari.
2. Kurang mencukupi
Jarang sekali menghabiskan makanan dan
biasanya hanya menghabiskan kira-kira ½
dari makanan yang diberikan. Pemasukan
makanan yang mengandung protein hanya
3 porsi setiap harinya. Kadang-kadang
mengkonsumsi makanan suplemen. Atau
mendapatkan makanan cairan atau selang
NGT dengan jumlah kurang dari kebutuhan
optimum perhari.
3. Mencukupi
Satu hari makan tiga kali. Setiap makan
mengkonsumsi lebih dari 1/2 porsi.
Mengkonsumsi sebanyak 4 porsi makanan
yang mengandung protein setiap harinya.
Kadang menolak untuk makan, tapi
biasanya mengkonsumsi makanan
suplemen bila diberikan. Atau
mendapatkan makanan melalui selang NGT
atau cairan infus berkalori tinggi yang
dapat memenuhi kebutuhan nutrisi.
33
4. Sangat baik
Menghabiskan setiap makanan yang
diberikan. Tidak pernah menolak. Biasanya
mengkonsumsi 4 porsi atau lebih menu
protein. Kadang mengemil. Tidak
memerlukan makanan suplemen.
Pergesekan dan
pergeseran.
1. Bermasalah
Memerlukan bantuan sedang sampai
maksimal untuk bergerak. Tidak mungkin
memindahkan badan tanpa bergesekan
dengan alas tempat tidur. Sering merosot
kebawah diatas tempat tidur atau kursi, dan
sering kali memerlukan bantuan yang
maksimal untuk pengembalian posisi
semula. Kekakuan pada otot, kontraktur
atau gelisah yang sering menimbulkan
terjadinya gesekan yang terus menerus.
2. Potensial bermasalah
Bergerak lemah atau memerlukan bantuan
minimal. Selama bergerak kulit
kemungkinan bergesekan dengan alas
tempat tidur, kursi, sabuk pengekangan
atau alat bantu lain. Hampir selalu mampu
menjaga badan dengan cukup baik dikursi
ataupun di tempat tidur, namun kadang-
kadang merosot kebawah.
3. Keterbatasan ringan
Sering merubah posisi badan atau
ekstremitas secara mandiri meskipun hanya
dengan gerakan ringan.
Tabel 3.1 Skala Braden menurut Barbara Braden dalam Suriadi, 2004
34
Keterangan :
>18 : tidak berisiko,
15-18 : mempunyai risiko ringan,
13-14 : mempunyai risiko sedang,
10-12 : mempunyai risiko tinggi dan
< 9 : mempunyai risiko sangat tinggi.
35
BAB IV
LAPORAN KASUS
Bab ini menjelaskan laporan kasus tentang Asuhan Keperawatan pada Ny.
P dengan CVA Hemoragik di ruang Anggrek 2 Rumah Sakit Dr. Moewardi
Surakarta. Pengelolaan asuhan keperawatan dilakukan pada tanggal 16 Maret
2015. Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, kemudian menegakkan
diagnosa keperawatan, membuat intervensi keperawatan, memberikan tindakan
atau implementasi keperawatan serta melakukan evaluasi dari tindakan yang
sudah dilakukan.
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Pasien merupakan seorang perempuan yang berinisial Ny. P, berusia 35
tahun, beragama islam, berpendidikan SMP, dan bertempat tinggal di
Getasrejo Grobogan, dengan diagnosa medis CVA Hemoragik, pasien
masuk rumah sakit tanggal 11 Maret 2015 pukul 08.00 WIB. Selama di
rumah sakit yang bertanggung jawab atas nama Tn. D berusia 43 tahun,
berpendidikan SMP, pekerjaan wiraswasta bertempat tinggal di Getasrejo
Grobogan, hubungan dengan pasien adalah suami.
Pengkajian dilakukan pada tanggal 16 Maret 2015 pukul 08.00
WIB dengan metode pengkajian Alloanamnesa. Keluhan utama tiba-tiba
pasien mengalami kelemahan sebelah kanan dan tidak kunjung membaik,
keluarga pasien mengatakan pasien mengeluh kepalanya pusing serta
36
tangan dan kakinya terasa kesemutan sejak 2 hari yang lalu, dirumah
pasien hanya diberikan obat dari warung. Tidak kunjung membaik tiba-
tiba pasien tidak bisa bicara dan mengalami kelemahan pada tangan dan
kaki sebelah kanan. Pada tanggal 11 Maret 2015 jam 08.00 WIB pasien
dibawa oleh keluarganya ke IGD Rumah Sakit Dr. Moewardi. Di IGD
dilakukan tindakan pemeriksaan tekanan darah 160/120 mmHg, nadi 92
kali permenit, suhu 36,5ºC, respirasi 23 kali permenit, GCS: E: 4, Vx
(afaksia), M: 5 dan mendapat terapi infus Nacl 0,9% 20 tetes permenit,
injeksi Dexametason 10 mg/6 jam, injeksi ceftriaxon 2 gr/24 jam, injeksi
ranitidin 50 mg/12 jam, injeksi vit B12 500 mg/12 jam, Kemudian
dilakukan tindakan CT-Scan. Pada tanggal 12 Maret 2015 jam 08.00 WIB
Ny. P dipindahkan ke bangsal Anggrek 2 ruang 3 E.
Riwayat penyakit dahulu, keluarga pasien mengatakan sebelumnya
pasien sudah pernah dirawat dirumah sakit Dr. Moewardi pada bulan
Maret 2014 dengan Ca mamae dextra dan sekitar 6 bulan yang lalu pasien
mempunyai riwayat hipertensi. Keluarga pasien mengatakan pasien tidak
ada alergi pada makanan atau obat-obatan.
Riwayat kesehatan keluarga, keluarga pasien mengatakan tidak ada
saudara yang mempunyai penyakit CVA maupun penyakit keturunan
seperti hipertensi, DM.
37
Keterangan :
: Sudah meninggal
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Tinggal satu rumah
Gambar 4.6 Genogram
Riwayat kesehatan lingkungan, merupakan lingkungan yang bersih bebas
dari polusi udara.
2. Pengkajian primer
Dari pengkajian primer di dapatkan hasil Airway: jalan nafas paten,
Breathing: respirasi 20 kali permenit, dan terpasang terapi oksigen dengan
38
nasa kanul 3 liter, Circulation: tekanan darah 130/90mmHg, frekuensi nadi
90 kali permenit, capilary refill kurang dari 2 detik, suhu 39ºC, warna kulit
sawo matang, Disability: dari pemeriksaan GCS didapatkan hasil E: 3, Vx
(afaksia), M: 4.
Pengkajian pola kesehatan fungsional, pola persepsi dan
pemeliharaan kesehatan keluarga pasien mengatakan bahwa sehat mahal
harganya, karena saat kita sehat kita bisa melakukan aktivitas secara
mandiri. Apabila ada keluarga yang sakit selalu dibawa kepusat pelayanan
kesehatan terdekat.
1. Pola nutrisi dan metabolisme, keluarga pasien mengatakan sebelum
sakit makan 3 kali sehari, habis 1 porsi makan dengan nasi sayur dan
lauk dan minum 7-8 gelas (1750cc-2000cc) per hari minum dengan air
putih dan tidak ada keluhan. Dan selama sakit keluarga pasien
mengatakan makan 3 kali sehari dengan bubur sayur dan lauk, habis ½
porsi. Keluarga Pasien mengatakan pasien minum air putih, teh ± 5-6
gelas (1250-1500).
2. Pola eliminasi,keluarga pasien mengatakan sebelum sakit BAB 1 kali
sehari, BAK normal tidak ada keluhan. Sedangkan selama sakit
keluarga pasien mengatakan baru 1 kali BAB selama dirawat dirumah
sakit dengan konsistensi lembek, berbau khas, berwarna kuning
kecoklatan, keluarga pasien mengatakan selama sakit BAK
menggunakan popok satu hari ganti 2-3 popok (250cc/popok).
39
3. Pola aktivitas pasien, keluarga pasien mengatakan sebelum sakit
pasien melakukan kemampuan diri secara mandiri, selama sakit
keluarga pasien mengatakan kemampuan perawatan diri pasien sangat
tergantung total.
4. Pola istirahat tidur, sebelum sakit keluarga pasien mengatakan Ny. P
tidur malam ± selama 8 jam dan tidur siang ± 1 jam pasien tidur
dengan nyenyak tidak ada gangguan. Selama sakit keluarga pasien
mengatakan Ny.P tidur malam ± selama 10 jam dan tidur siang ± 3
jam.
5. Pola kognitif perseptual, keluarga pasien mengatakan sebelum sakit
Ny. P tidak ada masalah penglihatan maupun pendengaran. Selama
sakit keluarga pasien mengatakan Ny. P mengalami masalah
gangguan bicara.
6. Pola persepsi konsep diri
a. Gambaran diri,
b. Ideal diri,
c. Harga diri,
d. Peran, keluarga pasien mengatakan Ny. P adalah seorang ibu
rumah tangga.
e. Identitas diri, keluarga pasien mengatakan pasien bernama Ny.
P berumur 35 tahun.
40
7. Pola hubungan peran, selama sakit keluarga pasien mengatakan Ny. P
memiliki hubungan baik dengan keluarga dan orang disekitarnya.
Selama sakit keluarga pasien mengatakan Ny. P tetap memiliki
hubungan yang baik dengan keluarga dan orang disekitarnya.
8. Pola seksual reproduksi, keluarga pasien mengatakan Ny. P sudah
menikah dan mempunyai 2 orang anak.
9. Pola mekanisme koping, sebelum sakit dan sebelum sakit keluarga
mengatakan Ny. P jika ada masalah selalu dibicarakan dengan
keluarganya.
10. Pola nilai dan keyakinan, sebelum sakit keluarga pasien mengatakan
beragama islam dan menjalankan sholat 5 waktu. Selama sakit
keluarga pasien mengatakan pasien tidak bisa menjalankan sholat.
Pemeriksaan fisik dari keadaan atau penampilan dengan kesadaran
pasien GCS: E: 3, Vx (afaksia), M: 4. Hasil pemeriksaan tanda tanda vital
sebagai berikut, tekanan darah 130/90 mmHg, frekuensi nadi 80 kali
permenit, suhu tubuh 39ºC, respirasi 20 kali permenit. Bentuk kepala
mesocepal, kulit kepala bersih, rambut hitam pendek. Hasil pemeriksaan
dari mata palpebra tidak ada edema, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, pupil isokor, reflek terhadap cahaya positif, tidak menggunakan
alat bantu penglihatan. Pemeriksaan hidung bentuk simetris, tidak terdapat
polip. Hasil pemeriksaan mulut mukosa bibir kering, bersih, tidak ada
stomatitis. Hasil pemeriksaan gigi sedikit kotor. Hasil pemeriksaan telinga,
41
kanan dan kiri simetris bersih. Pemeriksaan pada leher tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid.
Pemeriksaan dada pada paru-paru saat di inspeksi didapatkan hasil ada
jejas, bentuk simetris, palpasi vokal fremitus kanan dan kiri sama, perkusi
sonor, auskultasi tidak ada suara tambahan. Pemeriksaan dada pada
jantung saat di inspeksi iktuscordis tidak tampak, palpasi iktuscordis
teraba di intercosta 5, perkusi redup batas atas kiri intercosta 2 batas atas
kanan intercosta 3 batas bawah intercosta 4, dan saat di auskultasi bunyi
jantung BJ I-II reguler. Pemeriksaan abdomen saat di inspeksi tidak ada
jejas, auskultasi bising usus 22 kali permenit, perkusi kuadran I II III
timpani kuadran IV pekak, tidak ada nyeri tekan ketika dipalpasi.
Pada pemeriksaan genetalia tidak terpasang DC, pada pemeriksaan
rektum tidak ada penumpukan feses. Pada saat pemeriksaan ekstremitas
atas kanan tidak bergerak sama sekali, atas kiri hanya dapat bergerak
supinasi pronasi adduksi-abduksi, ekstremitas kanan bawah tidak bergerak
sama sekali dan kiri bawah kiri hanya dapat bergerak supinasi pronasi
adduksi-abduksi, capilarirefyl pada ekstremitas atas dan bawah kurang
dari 2 detik.
Pemeriksaan laboratorium tanggal 11 Maret 2015 didapatkan hasil
Hemoglobin 15 g/dl normal (12-15), Hematokrit 44 % normal (33-45),
Leukosit 9.6 ribu/uL normal (4.5-11.0), Trombosit 308 ribu/uL normal
(150-450), Eritrosit 4.53 juta/uL normal (4.10-5.10), Glukosa darah
sewaktu 126 mg/dL normal (60-140), SGOT 24 u/L normal (< 31), SGPT
42
27 u/L normal (< 34), Albumin 3.9 g/dL normal (3.5-5.2), Creatinin 0.6
mg/dL normal (0.6-1.1), Ureum 35 mg/dL normal (< 50), Natrium darah
137 mmol/L normal (136-145), Kalium darah 3.5 mmol/L normal (3.3-
5.1), Chlorida darah 98 mmol/L normal (98-106), HBSAG negative.
Pemeriksaan laboratorium tanggal 12 Maret 2015 didapatkan hasil
Hemoglobin 13.8 g/dl normal (12-15), Hematokrit 41 % normal (33-45),
Leukosit 8.3 ribu/uL normal (4.5-11.0), Trombosit 283 ribu/uL normal
(150-450), Eritrosit 4.11 juta/uL normal (4.10-5.10), Glukosa darah puasa
90 mg/dL normal (70-110), Albumin 3.2 g/dL normal (3.5-5.2), Asam urat
3.1 mg/dL normal (2.4-6.1), kolesterol total 195 mg/dL normal (50-200),
kolesterol LDL 139 mg/dL normal (70-156), kolesterol HDL 25 mg/dL
normal (36-77), Trigliserida 124 mg/dL normal (<150), Natrium darah 138
mmol/L normal (136-145), Kalium darah 4.1 mmol/L normal (3.3-5.1),
Kalsium ion 0.89 mmol/L normal (1.17-1.29).
Pemeriksaan CT-Scan tanggal 12 Maret 2015 didapatkan hasil
RD 0105-MSCT brain dengan kontras, klinis: ca mamae kanan + nyeri
kepala. MSCT Scan kepala irisan axial tanpa dan dengan kontras: Tampak
lesi hiperdens batas tegas ukuran 3.10 × 2.04 cm dengan perifokal edema
disekitarnya dilobus parietalis kiri, post kontras tampak kontras
enhamcement. Tak tampak midline shifting,sulci dan gyri diluar lesi
normal, sistem ventrikel dan sisterna normal, pons cerebellum dan
cerebellopontineangle normal, tak tampak kalsifikasi abnormal, orbita
sinus paranasalis dan mastoid kanan kiri normal, craniocerebral space tak
43
tampak melebur, calvaria intak, tak tampak osteodestruksi, kesimpulan:
lesi hiperdens dengan perifokal edema disekitarnya dilobus parietalis kiri
sesuai gambaran brain metastase.
Jenis terapi yang diberikan yaitu infus Nacl 0,9 % 20 tetes permenit untuk
keseimbangan cairan, injeksi Dexametason 10 mg/6 jam untuk anti
inflamasi, injeksi ceftriaxon 2 g/24 jam untuk mencegah terjadinya infeksi,
injeksi ranitidin 50 mg/12 jam untuk pencernaan perut, injeksi vitamin
B12 500 mg/12 jam untuk memenuhi kebutuhan vitamin B12, dan obat
peroral paracetamol 2x100 mg untuk meringankan sakit kepala dan
demam, diazepam 30mg/12 jam untuk psikoneurosis dan kejang otot,
fenitoin 5mg/12 jam untuk menurunkan aktivitas maksimal batang otak.
B. Perumusan Masalah
Setelah dilakukan analisa terdapat data pengkajian. Data subyektif tidak
terkaji, sedangkan data obyektifnya diperoleh pada pemeriksaan CT-Scan
tampak lesi hiperdens dengan perifokal edema di sekitarnya di lobus parietalis
kiri sesuai gambaran brain metastase, GCS: E: 3, V: x (afaksia), M: 4.
Diagnosa keperawatan yang diambil adalah ketidakefektifan perfusi jaringan
otak berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
Setelah dilakukan analisa terdapat data pengkajian data subyektif tidak
terkaji, sedangkan data obyektifnya perubahan sistem saraf pusat
(Hipotalamus), suhu pasien 39ºC, perabaan akral teraba panas, kulit pasien
44
tampak kemerahan. Diagnosa keperawatan yang diambil adalah hipertermi
berhubungan dengan faktor penyakit.
Setelah dilakukan analisa terdapat data pengkajian data subyektif tidak
terkaji, sedangkan data obyektifnya pasien tidak dapat melakukan aktivitas
mandiri, kulit lembab, skor skala braden: 10. Diagnosa keperawatan yang
diambil yaitu resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
immobilisasi fisik.
Setelah dilakukan analisa terdapat data pengkajian, data subyektif
keluarga pasien mengatakan tangan dan kaki pasien sebelah kanan sulit
digerakkan, data obyektifnya didapatkan data dari pemeriksaan tonus otot
pada ekstremitas kanan atas dan bawah didapatkan skor (0) tidak dapat
bergerak sama sekali, dan pada ekstremitas kiri atas dan bawah didapatkan
skor (2) hanya dapat bergerak supinasi-pronasi, adduksi-abduksi. Diagnosa
keperawatan yang diambil yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot.
Setelah dilakukan analisa terdapat data pengkajian dengan data
subyektif tidak terkaji, sedangkan data obyektifnya pasien tampak sulit
berbicara, pasien hanya mengerang. Diagnosa keperawatan yang diambil yaitu
hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf
pusat.
45
C. Perencanaan Masalah
Perencanaan dari masalah keperawatan pada tanggal 16 Maret 2015
penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan pada
asuhan kepewatan pada Ny. P dengan diagnosa ketidakefektifan perfusi
jaringan otak berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial dengan
tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan ketidakefektifan jaringan otak dapat teratasi dengan kriteria
hasil GCS meningkat E: 4, V: 5, M: 6, TTV dalam batas normal sistolik ≥ 180
mmHg, diastolik ≤ 90 mmHg. Intervensi yang dilakukan yaitu observasi
tingkat kesadaran pasien, observasi tanda-tanda vital, berikan posisi supinasi
tanpa bantal, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian O2 dan obat.
Perencanan dari masalah keperawatan pada tanggal 16 Maret 2015
penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan pada
asuhan keperawatan pada Ny. P dengan diagnosa hipertermi berhubungan
dengan faktor penyakit dengan tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan hipertermi dapat teratasi
dengan kriteria hasil suhu tubuh dalam batas normal (36,5-37,5ºC), akral
teraba hangat, kulit pasien tidak tampak kemerahan. Intervensi yang dilakukan
yaitu observasi suhu tubuh pasien, berikan kompres air hangat, anjurkan
pasien untuk minum air putih yang banyak, batasi selimut atau pakaian yang
tebal, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgesik.
46
Perencanan dari masalah keperawatan pada tanggal 16 Maret 2015
penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan pada
asuhan keperawatan pada Ny. P dengan diagnosa resiko kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik dengan tujuan dan kriteria hasil
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
kerusakan integritas kulit tidak terjadi dengan kriteria hasil tidak ada tanda
kemerahan, tidak ada luka. Intervensi yang dilakukan yaitu observasi tanda
kemerahan, berikan posisi miring kanan dan kiri, aplikasi jurnal (pemberian
minyak kelapa), anjurkan keluarga untuk meminimalisir kelembapan kulit.
Perencanan dari masalah keperawatan pada tanggal 16 Maret 2015
penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan pada
asuhan kepewatan pada Ny. P dengan diagnosa hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dengan tujuan dan kriteria hasil
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
hambatan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil pasien mampu
menggerakkan otot secara maksimal, mampu melakukan perpindahan secara
mandiri, mampu melakukan aktivitas secara mandiri. Intervensi yang
dilakukan yaitu kaji kekuatan otot pasien, berikan terapi ROM pasif pada
anggota gerak, anjurkan pada pasien melakukan latihan gerak aktif pada
ekstremitas yang tidak sakit, kolaborasi dengan fisioterapi.
Perencanan dari masalah keperawatan pada tanggal 16 Maret 2015
penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan pada
asuhan keperawatan pada Ny. P dengan diagnosa hambatan komunikasi verbal
47
berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat dengan tujuan dan kriteria
hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
hambatan komunikasi verbal dapat teratasi dengan kriteria hasil pasien dapat
berkomunikasi dengan baik, pasien dapat memahami kata atau kalimat.
Intervensi yang dilakukan adalah kaji tingkat hambatan komunikasi verbal,
bicara perlahan dengan jarak dan tenang menghadap kearah pasien,
perintahkan kepada klien untuk menyebutkan benda yang diperhatikan,
kolaborasi keahli terapi bicara.
D. Implementasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis pada tanggal 16 Maret
2015 jam 09.00 WIB adalah mengobservasi tingkat kesadaran pasien dengan
hasil data subyektif tidak terkaji, sedangkan data obyektifnya GCS E: 3 Vx
(afaksia) M: 4. Pada jam 09.15 WIB mengkaji tingkat hambatan komunikasi
verbal dengan hasil data subyektif tidak terkaji, sedangkan data obyektifnya
pasien tampak hanya mengerang. Pada jam 09.30 WIB mengobservasi tanda-
tanda kemerahan/dekubitus dengan skala braden dengan hasil data subyektif
tidak terkaji, sedangkan data obyektifnya tidak ada kemerahan pada tulang
belikat, sakrum dan tumit, skala braden: 10. Pada jam 09.45 WIB mengompres
air hangat area yang akan diberi minyak kelapa dengan hasil data subyektif
keluarga pasien mengatakan bersedia, sedangkan data obyektifnya pada
daerah tulang belikat, sakrum, tumit.
48
Pada jam 10.00 WIB mengaplikasikan jurnal pemberian minyak
kelapa dengan hasil data subyektif keluarga pasien mengatakan bersedia untuk
dilakukan pengolesan minyak kelapa pada pasien, sedangkan data obyektifnya
dilakukan pengolesan minyak kelapa pada daerah tulang belikat, sakrum dan
tumit. Pada jam 10.15 WIB mengkaji kekuatan otot pasien dengan hasil data
subyektif tidak terkaji, sedangkan data obyektifnya kekuatan otot ekstremitas
kanan atas dan bawah 0 (tidak dapat bergerak sama sekali, ektremitas kiri atas
bawah 2 ( hanya dapat bergerak supinasi-pronasi, abduksi-adduksi. Pada jam
10.45 WIB memberikan terapi ROM pasif pada anggota gerak dengan hasil
data subyektif tidak terkaji, dan data obyektifnya pasien tampak lemah
melakukan ROM. Pada jam 11.00 WIB mengobservasi tanda-tanda vital
pasien dengan data subyektif tidak terkaji, sedangkan data obyektifnya
tekanan darah pasien 130/90 mmHg, nadi 90x/menit, respirasi 20x/menit, suhu
tubuh pasien 39ºC. Pada jam 11.15 WIB memberikan kompres air hangat
dengan hasil data subyektifnya tidak terkaji, sedangkan data obyektifnya akral
teraba panas, suhu tubuh 39ºC. pada jam 11.45 WIB mengobservasi suhu
tubuh pasien dengan data subyektifnya tidak terkaji, sedangkan data
obyektifnya suhu tubuh pasien 38.5ºC, akral teraba panas. Pada jam 12.00
WIB menganjurkan pada keluarga pasien untuk membatasi penggunaan
selimut yang tebal pada pasien dengan data subyektif keluarga pasien
mengatakan bersedia, data obyektifnya keluarga tampak mengganti selimut
dengan selimut yang lebih tipis.
49
Pada jam 12.30 WIB memerintahkan pasien untuk menyebutkan benda
yang dilihatnya dengan data subyektif tidak teruji, sedangkan data obyektifnya
pasien tidak bisa menyebutkan benda yang dilihat. Pada jam 13.00 WIB
mengobservasi tanda-tanda kemerahan/dekubitus dengan skala braden dengan
hasil data subyektif tidak terkaji, sedangkan data obyektifnya tidak ada tanda-
tanda kemerahan pada daerah tulang belikat, sakrum, tumit, skala braden: 10.
Tindakan keperawatan pada tanggal 17 Maret 2015 jam 08.00 WIB
memberikan injeksi dexametason 20mg, ranitidin 50mg, vitamin B12 500mg
dengan hasil data subyektif keluarga pasien mengatakan bersedia dilakukan
injeksi, dan data obyektif injeksi melalui intravena, tidak ada alergi. Pada jam
08.30 WIB mengobservasi tingkat kesadaran pasien dengan hasil data obyektif
GCS: E:3 Vx (afaksia), M: 4. Pada jam 09.00 WIB mengkaji tingkat hambatan
komunikasi verbal dengan data subyektif tidak terkaji, sedangkan data
obyektifnya pasien tampak hanya mengerang. Pada jam 09.30 WIB
mengobservasi tanda-tanda kemerahan/dekubitus dengan skala braden dengan
data subyektif tidak terkaji, sedangkan data obyektifnya tidak ada tanda-tanda
kemerahan pada tulang belikat, sakrum dan tumit, skala braden: 10. Pada jam
09.45 WIB mengompres air hangat area yang akan diberi minyak kelapa
dengan hasil data subyektif keluarga pasien mengatakan bersedia, sedangkan
data obyektifnya pada daerah tulang belikat, sakrum, tumit. Pada jam 10.00
WIB mengaplikasikan jurnal pengolesan minyak kelapa dengan data subyektif
keluarga pasien mengatakan bersedia dilakukan pengolesan minyak kelapa
pada pasien, dan data obyektifnya pengolesan minyak kelapa pada daerah
50
tulang belikat, sakrum dan tumit. Pada jam 10.15 memberikan terapi ROM
pasif pada pasien dengan hasil data subyektifnya tidak terkaji, sedangkan data
obyektifnya pasien tampak lemah melakuan ROM. Pada jam 11.00 WIB
mengobservasi TTV dengan hasil data subyektifnya tidak terkaji, sedangkan
data obyektifnya hasil tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 85x/menit, respirasi
21x/menit, suhu tubuh pasien 39,5ºC. Pada jam 11.30 WIB memberikan
kompres air hangat dengan hasil data obyektif suhu tubuh pasien 39.5ºC, akral
teraba panas. Pada jam 12.00 WIB mengobservasi suhu tubuh pasien dengan
hasil data subyektif tidak terkaji, sedangkan data obyektifnya suhu tubuh
pasien 38ºC. Pada jam 12.15 WIB memerintahkan pasien untuk menyebutkan
benda yang dilihat dengan data subyektif tidak terkaji, sedangkan data
obyektifnya pasien tidak bisa menyebutkan benda yang dilihat. Pada jam
12.45 WIB mengobservasi tanda-tanda kemerahan/dekubitus dengan skala
braden dengan hasil data subyektif tidak terkaji, sedangkan data obyektifnya
tidak ada tanda-tanda kemerahan pada daerah tulang belikat, sakrum dan
tumit, skala braden: 10.
E. Evaluasi
Evaluasi dilakukan selama dua hari yaitu pada tanggal 16 Maret 2015
dan 17 Maret 2015 dengan menggunakan metode SOAP. Pada tanggal 16
Maret 2015 evaluasi yang diperoleh dari diagnosa ketidakefektifan perfusi
jaringan otak yaitu dengan hasil data subyektif tidak terkaji, data obyektif
GCS: E: 3 V: x (afaksia), M: 4, hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan
51
hasil tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 90x/menit, respirasi 20x/menit, suhu
38,5ºC. Hasil analisa ketidakefektifan perfusi jaringan otak masalah belum
teratasi, planing lanjutkan intervensi, observasi tingkat kesadaran pasien,
observasi TTV.
Evaluasi pada diagnosa hipertermi yaitu dengan data subyektif tidak
terkaji, data obyektif suhu tubuh 38,5ºC, akral teraba panas. Hasil analisa pada
hipertermi masalah belum teratasi. Planing lanjutkan intervensi, observasi
suhu tubuh pasien, berikan kompres air hangat, motivasi meminimalkan
penggunaan selimut yang tebal.
Evaluasi pada diagnosa resiko kerusakan integritas kulit yaitu dengan
data subyektif tidak terkaji, data obyektif tidak ada tanda-tanda kemerahan
pada daerah tulang belikat, sakrum dan tumit. Hasil analisa resiko kerusakan
integritas kulit masalah teratasi sebagian. Planing lanjutkan intervensi,
observasi tanda-tanda kemerahan, aplikasi jurnal pengolesan minyak kelapa.
Evaluasi pada diagnosa hambatan mobilitas fisik dengan hasil data
subyektif tidak terkaji, data obyektif pasien tampak lemah, hasil analisan
hambatan mobilitas fisik maslah belum teratasi, planing lanjutkan intervensi,
kaji kekuatan otot pasien, berikan rom pasif pada anggota gerak pasien.
Evaluasi pada diagnosa hambatan komunikasi verbal dengan hasil data
subyektif tidak terkaji, data obyektif pasien hanya tampak mengerang, hasil
analisa hambatan komunikasi verbal masalah belum teratasi. Planing
lanjutkan intervensi, kaji tingkat hambatan komunikasi verbal pasien,
perintahkan klien untuk menyebutkan benda yang dilihatnya.
52
Pada tanggal 17 Maret 2015 evaluasi yang diperoleh dari diagnosa
ketidakefektifan perfusi jaringan otak yaitu dengan hasil data subyektif tidak
terkaji, data obyektif GCS: E: 3 V: x (afaksia), M: 4, hasil pemeriksaan tanda-
tanda vital didapatkan hasil tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 85x/menit,
respirasi 21x/menit, suhu 39,5ºC. Hasil analisa ketidakefektifan perfusi
jaringan otak masalah belum teratasi, planing lanjutkan intervensi, observasi
tingkat kesadaran pasien, observasi TTV.
Evaluasi pada diagnosa hipertermi yaitu dengan data subyektif tidak
terkaji, data obyektif suhu tubuh 39,5ºC, akral teraba panas. Hasil analisa pada
hipertermi masalah belum teratasi. Planing lanjutkan intervensi, observasi
suhu tubuh pasien, berikan kompres air hangat, motivasi meminimalkan
penggunaan selimut yang tebal.
Evaluasi pada diagnosa resiko kerusakan integritas kulit yaitu dengan
data subyektif tidak terkaji, data obyektif tidak ada tanda-tanda kemerahan
pada daerah tulang belikat, sakrum dan tumit. Hasil analisa resiko kerusakan
integritas kulit masalah teratasi sebagian. Planing lanjutkan intervensi,
observasi tanda-tanda kemerahan, aplikasi jurnal pengolesan minyak kelapa.
Evaluasi pada diagnosa hambatan mobilitas fisik dengan hasil data
subyektif tidak terkaji, data obyektif pasien tampak lemah, hasil analisa
hambatan mobilitas fisik masalah belum teratasi, planing lanjutkan intervensi,
kaji kekuatan otot pasien, berikan ROM pasif pada anggota gerak pasien.
Evaluasi pada diagnosa hambatan komunikasi verbal dengan hasil data
subyektif tidak terkaji, data obyektif pasien hanya tampak mengerang, hasil
53
analisa hambatan komunikasi verbal masalah belum teratasi. Planing
lanjutkan intervensi, kaji tingkat hambatan komunikasi verbal pasien,
perintahkan klien untuk menyebutkan benda yang dilihatnya.
54
BAB V
PEMBAHASAN
Bab ini penulis akan membahas tentang hasil pelaksanaan pemberian minyak
kelapa terhadap pencegahan dekubitus pada asuhan keperawatan pada ny. P
dengan CVA Hemoragik di ruang Anggrek 2 RS. Dr. Moewardi. Pembahasan
pada bab ini membahas tentang kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dan
kasus keperawatan.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran awal dalam proses keperawatan, pengkajian
adalah tahap pengumpulan data untuk menghimpun tentang status kesehatan
pasien yang digunakan untuk menentukan diagnosa keperawatan, perencanaan
keperawatan, tindakan keperawatan, dan evaluasi (Nikmatur Rohmah & Saiful
Walid, 2012: 25).
Pada pengkajian yang dilakukan tanggal 16 Maret 2015pada pemeriksaan
fisik didapatkan hasil TD: 130/90 mmHg, nadi: 80 kali permenit, respirasi: 20
kali permenit, suhu: 39º C, perabaan akral teraba panas, kulit pasien tampak
kemerahan, terjadi perubahan sistem saraf pusat (Hipotalamus).
Dari hasil pengkajian didapatkan hasil pasien tidak dapat melakukan
aktivitas mandiri,suhu: 39º C,kulit lembab,skala braden didapatkan skor (10)
mempunyai resiko tinggi terjadinya luka dekubitus.
Dari pemeriksaan tonus otot didapatkan hasil pada ekstremitas kanan atas
dan bawah didapatkan skor (0) tidak dapat bergerak sama sekali, dan pada
55
ekstremitas kiri atas dan bawah didapatkan skor(2) hanya dapat bergerak
supinasi-pronasi, adduksi-abduksi.
Dari hasil pemeriksaan GCS didapatkan hasil E: 3 (terbuka dengan
rangsang suara), V: x (Afaksia), M: 4 (fleksi normal menjauhi rangsang).
Pada pemeriksaanCT-Scan tampak lesi hiperdens dengan perifokal edema
disekitarnya di lobus parietalis kiri sesuai gambaran brain metastase.
Pada pengkajian yang dilakukan pada tanggal 16 Maret 2015 diperoleh
data obyektif pada pemeriksaan CT-Scan tampak lesi hiperdens dengan
perifokal edema disekitarnya dilobus parietalis kiri sesuai gambaran brain
metastase. Dari hasil CT-Scan tersebut munculprioritas diagnosa yang pertama
ketidak efektifan perfusi jaringan otak.
Pengkajian pada diagnosa yang keduahipertermi diperoleh data subyektif
tidak terkaji, sedangkan data obyektifnya pada pemeriksaan tanda-tanda vital
TD: 130/90 mmHg, nadi: 80 kali permenit, respirasi: 20 kali permenit, suhu:
39º C, perabaan akral teraba panas, kulit pasien tampak kemerahan, terjadi
perubahan sistem saraf pusat (Hipotalamus).
Pengkajian pada diagnosa yang ketiga resiko kerusakan integritas kulit
diperoleh data subyektif tidak terkaji, sedangkan data obyektifhasil pengkajian
didapatkan hasil pasien tidak dapat melakukan aktivitas mandiri, suhu: 39º
C,kulit lembab,skala braden didapatkan skor (10) mempunyai resiko tinggi
terjadinya luka dekubitus.
56
Pengkajian pada diagnosa yang keempat hambatan mobilitas fisik
diperoleh data subyektif tidak terkaji, sedangkan data obyektif pemeriksaan
tonus otot didapatkan hasil pada ekstremitas kanan atas dan bawah didapatkan
skor (0) tidak dapat bergerak sama sekali, dan pada ekstremitas kiri atas dan
bawah didapatkan skor (2) hanya dapat bergerak supinasi-pronasi, adduksi-
abduksi.
Pengkajian pada diagnosa yang kelima hambatan komunikasi verbal
diperoleh data subyektif tidak terkaji, sedangkan data obyektif hasil
pemeriksaan GCS didapatkan hasil E: 3 (terbuka dengan rangsang suara), V: x
(Afaksia), M: 4 (fleksi normal menjauhi rangsang).
Pada pasien CVA Hemoragik penyebabnya adalah pecahnya pembuluh
darah otak. Kasus CVA Hemoragik ini hampir 70% terjadi pada penderita
hipertensi. Biasanya pasien penderita CVA Hemoragik ini ditandai dengan
mengalaminya kelemahan atau kelumpuhan separo badan, bicara cedal atau
pelo, gangguan bicara dan bahasa, kesadaran menurun, dan gangguan fungsi
otak (Nanda, 2013). Komplikasi dini pada pasien stroke adalah edema serebri
yaitu defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan intrakranial dan akhirnya menimbulkan kematian (Tutu
April Ariani, 2012). Sehingga tanda dan gejala Ny. P tidak jauh berbeda
dengan teori tersebut.
57
Pemeriksaan laboratorium tanggal 12 Maret 2015 didapatkan hasil
Hemoglobin 13.8 g/dl normal (12-15), Hematokrit 41 % normal (33-45),
Leukosit 8.3 ribu/uL normal (4.5-11.0), Trombosit 283 ribu/uL normal (150-
450), Eritrosit 4.11 juta/uL normal (4.10-5.10), Glukosa darah puasa 90 mg/dL
normal (70-110), Albumin 3.2 g/dL normal (3.5-5.2), Asam urat 3.1 mg/dL
normal (2.4-6.1), kolesterol total 195 mg/dL normal (50-200), kolesterol LDL
139 mg/dL normal (70-156), kolesterol HDL 25 mg/dL normal (36-77),
Trigliserida 124 mg/dL normal (<150), Natrium darah 138 mmol/L normal
(136-145), Kalium darah 4.1 mmol/L normal (3.3-5.1), Kalsium ion 0.89
mmol/L normal (1.17-1.29).
Pemeriksaan CT-Scan tanggal 12 Maret 2015 didapatkan hasil
RD 0105-MSCT brain dengan kontras, klinis: ca mamae kanan + nyeri kepala.
MSCT Scan kepala irisan axial tanpa dan dengan kontras: Tampak lesi
hiperdens batas tegas ukuran 3.10 × 2.04 cm dengan perifokal edema
disekitarnya dilobus parietalis kiri, post kontras tampak kontras enhamcement.
Tak tampak midline shifting,sulci dan gyri diluar lesi normal, sistem ventrikel
dan sisterna normal, pons cerebellum dan cerebellopontine angle normal, tak
tampak kalsifikasi abnormal, orbita sinus paranasalis dan mastoid kanan kiri
normal, craniocerebral space tak tampak melebur, calvaria intak, tak tampak
osteodestruksi, kesimpulan: lesi hiperdens dengan perifokal edema disekitarnya
dilobus parietalis kiri sesuai gambaran brain metastase.
58
Jenis terapi yang diberikan yaitu infus Nacl 0,9 % 20 tetes permenit untuk
keseimbangan cairan, injeksi Dexametason 10 mg/6 jam untuk anti inflamasi,
injeksi ceftriaxon 2 g/24 jam untuk mencegah terjadinya infeksi, injeksi
ranitidin 50 mg/12 jam untuk pencernaan perut, injeksi vitamin B12 500 mg/12
jam untuk memenuhi kebutuhan vitamin B12, dan obat peroral paracetamol
2x100 mg untuk meringankan sakit kepala dan demam, diazepam 30mg/12 jam
untuk psikoneurosis dan kejang otot, fenitoin 5mg/12 jam untuk menurunkan
aktivitas maksimal batang otak.
B. Perumusan masalah
Perumusan masalah adalah suatu penilaian tentang respon individu
maupun keluarga terhadap suatu masalah kesehatan yang dialami atau proses
kehidupan yang actual maupun potensial sebagai dasar perawat menentukan
intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang tepat (Nikmatur Rohman &
Saiful Walid, 2012: 63).
Berdasarkan analisa data diagnosa yang ditegakkan pada pasien
berdasarkan hasil pengkajian yaitu yang pertama ketidakefektifan perfusi
jaringan otak berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial, diagnosa
kedua hipertermi berhubungan dengan faktor penyakit, diagnosa ketiga resiko
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi, diagnosa keempat
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot,
diagnosa kelima hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan
sistem saraf pusat.
59
Penulis memprioritaskan diagnosa keperawatan ketidakefektifan perfusi
jaringan otak berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranialkarena
pada pemeriksaan CT-Scan tampak lesi hiperdens dengan perifokal edema
disekitarnya dilobus parietalis kiri sesuai gambaran brain metastase.
Diagnosa kedua hipertermi berhubungan dengan faktor penyakit karena
pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil TD: 130/90 mmHg, nadi:
80 kali permenit, respirasi: 20 kali permenit, suhu: 39º C, perabaan akral teraba
panas, kulit pasien tampak kemerahan, terjadi perubahan sistem saraf pusat
(Hipotalamus).
Diagnosa ketiga resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
imobilisasi karenahasil pengkajian didapatkan hasil pasien tidak dapat
melakukan aktivitas mandiri,kulit lembab,skala braden didapatkan skor (10)
mempunyai resiko tinggi terjadinya luka dekubitus.
Diagnosa keempat hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot karena diperoleh data pemeriksaan tonus otot
didapatkan hasil pada ekstremitas kanan atas dan bawah didapatkan skore (0)
tidak dapat bergerak sama sekali, dan pada ekstremitas kiri atas dan bawah
didapatkan skor (2) hanya dapat bergerak supinasi-pronasi, adduksi-abduksi.
Diagnosa kelima hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan
perubahan sistem saraf pusat karena hasil pemeriksaan GCS didapatkan hasil
E: 3 (terbuka dengan rangsang suara), V: x (Afaksia), M: 4 (fleksi normal
menjauhi rangsang).
60
Pada diagnosa pertama data subyektif tidak terkaji, sedangkan data
obyektif: pemeriksaan CT-Scan tampak lesi hiperdens dengan perifokal edema
disekitarnya dilobus parietalis kiri sesuai gambaran brain metastase.
Ketidakefektifan perfusi jaringan otak adalah penurunan sirkulasi jaringan
otak yang dapat mengganggu kesehatan (NANDA,2012).
Batasan karakteristik: perubahan status mental, perubahan respon motorik,
kelemahan ekstremitas atau kelumpuhan, ketidak normalan dalam berbicara
(Judith M. Wilkinson, 2007). Berdasarkan karakteristik maka etiologi yang
diambil penulis adalah peningkatan tekanan intrakranial.
Diagnosa kedua adalah hipertermi berhubungan dengan faktor penyakit.
Data subyektif tidak terkaji, sedangkan data obyektif: pemeriksaan tanda-tanda
vital didapatkan hasil TD: 130/90 mmHg, nadi: 80 kali permenit, respirasi: 20
kali permenit, suhu: 39º C, perabaan akral teraba panas, kulit pasien tampak
kemerahan, terjadiperubahan sistem saraf pusat (Hipotalamus).
Hipertermi adalah paningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
(NANDA, 2012).
Batasan karakteristik: kulit kemerahan, peningkatan suhu tubuh diatas
kisaran normal, kejang, takikardi, takipnea, kulit terasa hangat (NANDA,
2012). Berdasarkan karakteristik maka etiologi yang diambil oleh penulis
adalah faktor penyakit (NANDA,2012).
Diagnosa ketiga adalah resiko kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan imobilisasi. Data subyektif tidak terkaji, sedangkan data obyektif: hasil
pengkajian didapatkan hasil pasien tidak dapat melakukan aktivitas
61
mandiri,kulit lembab,skala braden didapatkan skor (10) mempunyai resiko
tinggi terjadinya luka dekubitus.
Resiko kerusakan integritas kulit adalah resiko mengalami perubahan kulit
yang buruk (NANDA,2012).
Batasan karakteristik: perubahan pigmentasi, perubahan turgor kulit,
gangguan sirkulasi, gangguan sensasi (NANDA,2012). Berdasarkan
karakteristik maka etiologi yang diambil oleh penulis adalah imobilisasi
(NANDA, 2012).
Diagnosa keempat adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot. Data subyektif tidak terkaji, sedangkan data obyektif:
pemeriksaan tonus otot didapatkan hasil pada ekstremitas kanan atas dan
bawah didapatkan skore (0) tidak dapat bergerak sama sekali, dan pada
ekstremitas kiri atas dan bawah didapatkan skor (2) hanya dapat bergerak
supinasi-pronasi, adduksi-abduksi.
Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh
atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (NANDA,2012).
Batasan karakteristik: kesulitan membolak-balik posisi, perubahan cara
berjalan, gerakan bergetar, keterbatasan rentang pergerakan sending, tremor
akibat pergerakan, pergerakan lambat, pergerakan tidak terkoordinasi
(NANDA,2012).Berdasarkan batasan karakteristik maka etiologi yang diambil
oleh penulis adalah penurunan kekuatan otot (NANDA, 2012).
62
Diagnosa yang kelima hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan
perubahan sistem saraf pusat. Data subyektif tidak terkaji, sedangkan data
obyektif: pemeriksaan GCS didapatkan hasil E: 3 (terbuka dengan rangsang
suara), V: x (Afaksia), M: 4 (fleksi normal menjauhi rangsang).
Hambatan komunikasi verbal adalah penurunan, kelambatan, atau
ketiadaan kemampuan untuk menerima, memproses, mengirim, dan/atau
menggunakan sistem simbol (NANDA, 2012).
Batasan karakteristik: tidak dapat bicara, kesulitan menyusun kalimat,
pelo, sulit bicara, gagap, kesulitan mengekspresikan pikiran secara verbal
(NANDA, 2012).Berdasarkan batasan karakteristik maka etiologi yang diambil
penulis adalah perubahan sistem saraf pusat(NANDA, 2012).
C. Intervensi keperawatan
Perencanaan adalah pengembangan strategi untuk mencegah, mengurangi,
dan mengatasi masalah-masalah yang diidentifikasi dalam diagnosis
keperawatan, gambaran dari perencanaan adalah sejauh mana perawat mampu
menerapkan cara menyelesaikan masalah keperawatan dengan efektif dan
efisien. Rencana keprawatan dilakukan dengan SMART, yaitu S (spesifik)
berfokus pada pasien, singkat dan jelas, M (measurable) dapat diukur, A
(achievable) realistis, R (reasonable) ditentukan oleh perawat dan pasien, T
(time) kontrak waktu (Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2012).Pembahasan
dari intervensi yang meliputi tujuan, kriteria hasil dan tindakan yaitu
berdasarkan dengan diagnosa keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan
63
otak berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial, maka penulis
tujuan yaitu setelahdilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kemampuan sistem saraf pusat dapat menerima, memproses, dan
berespon terhadap stimulus dengan kriteria hasil berdasarkan NOC (Nursing
Outcomes Classification): GCS meningkat E: 4, V: 5, M: 6, tekanan darah
sistolik dan diastolik dalam rentang yang diharapkan (Judith M. Wilkinson,
2007).
Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut kemudian penulis menyusun
intervensi keperawatan berdasarkan NIC (Nursing Intrvention Classification)
yaitu observasi tingkat kesadaran pasien dengan rasional untuk mengetahui
tingkat kesadaran pasien, observasi tanda-tanda vital dengan rasional untuk
mengetahui tekanan darah, respirasi, nadi, dan suhu, berikan posisi supinasi
tanpa bantal dengan rasional untuk menghindari perubahan tekanan
intrakranial, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian O2 dan obat dengan
rasional untuk memberikan suplai oksigen ke otak dan membantu proses
penyembuhan (NANDA, 2014).
Diagnosa kedua hipertermi berhubungan dengan faktor penyakit penulis
membuat tujuan yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan hipertermi dapat teratasi dengan kriteria hasil berdasarkan
NOC (Nursing Outcomes Classification) suhu tubuh dalam batas normal (36,5-
37,5ºC), akral teraba hangat, kulit pasien tidak tampak kemerahan (NANDA,
2011).
64
Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut kemudian penulis menyusun
intervensi keperawatan berdasarkan NIC (Nursing Intrvention Classification)
yaitu observasi suhu tubuh pasien dengan rasional untuk mengetahui suhu
tubuh pasien, berikan kompres air hangat dengan rasional untuk menurunkan
suhu tubuh pasien, anjurkan pasien untuk minum air putih yang banyak dengan
rasional untuk menurunkan suhu, batasi selimut atau pakaian yang tebal
dengan rasional untuk menurunkan suhu, kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat analgesik dengan rasional untuk membantu proses
penyembuhan (NANDA, 2011).
Diagnosa ketiga resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
imobilisasi fisik penulis membuat tujuan yaitu setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kerusakan integritas kulit tidak
terjadi dengan kriteria hasil berdasarkan NOC (Nursing Outcomes
Classification) tidak ada tanda kemerahan, tidak ada luka (NANDA, 2014).
Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut kemudian penulis menyusun
intervensi keperawatan berdasarkan NIC (Nursing Intrvention Classification)
yaitu observasi tanda kemerahan dengan rasional untuk mengetahui ada
tidaknya kerusakan kulit, berikan posisi miring kanan dan kiriuntuk membantu
mencegah terjadinya luka tekan, aplikasi jurnal (pemberian minyak kelapa)
dengan rasional untuk mencegah luka dekubitus, anjurkan keluarga untuk
meminimalisir kelembaban kulit dengan rasional untuk mencegah kulit tidak
lembab (NANDA, 2014).
65
Menurut Fife, 2004 dalam Dewandono (2014) minyak kelapa mengandung
asam laurat yang tinggi sampai 51%, sebuah lemak jenuh dengan rantai karbon
sedang (jumlah karbonnya 12) yang biasa disebut Medium Chain Fatty Acid
(MCFA). Didalam tubuh manusia asam laurat akan diubah menjadi
monolaurin, sebuah senyawa monogliserida yang bersifat antivirus, antibakteri,
dan anti protozoa. MCFA mudah diserap kedalam sel sehingga metabolisme
meningkat. Adanya peningkatan metabolisme maka sel-sel bekerja lebih
efisien membentuk sel-sel baru serta mengganti sel-sel yang rusak lebih cepat
(Inggita dkk, 2006 dalam Dewandono, 2014).
Diagnosa keempathambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot penulis membuat tujuan yaitu setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan hambatan mobilitas fisik
dapat teratasi dengan kriteria berdasarkan NOC (Nursing Outcomes
Classification) pasien mampu menggerakkan otot secara maksimal, mampu
melakukan perpindahan secara mandiri, mampu melakukan aktivitas secara
mandiri (NANDA, 2014).
Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut kemudian penulis menyusun
intervensi keperawatan berdasarkan NIC (Nursing Intrvention Classification)
yaitu kaji kekuatan otot pasien dengan rasional untuk mengetahui kekuatan otot
pasien, berikan terapi ROM pasif pada anggota gerak dengan rasional melatih
otot agar dapat berfungsi kembali, anjurkan pada pasien melakukan latihan
gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit dengan rasional melatih otot agar
dapat berfungsi secara maksimal, kolaborasi dengan fisioterapidengan rasional
66
untuk meningkatkan kemampuan ekstremitas dengan latihan fisik (NANDA,
2014).
Diagnosa kelima hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan
perubahan sistem saraf pusat penulis membuat tujuan yaitu setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan hambatan komunikasi
verbal dapat teratasi dengan kriteria berdasarkan NOC (Nursing Outcomes
Classification) pasien dapat berkomunikasi dengan baik, pasien dapat
memahami kata atau kalimat (NANDA, 2012).
Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut kemudian penulis menyusun
intervensi keperawatan berdasarkan NIC (Nursing Intrvention
Classification)kaji tingkat hambatan komunikasi verbal dengan rasional untuk
mengetahui ada tidaknya hambatan komunikasi, bicara perlahan dengan jarak
dan tenang menghadap kearah pasien dengan rasional untuk memberikan sikap
simpati kepada pasien, perintah klien untuk menyebutkan benda yang
diperhatikan dengan rasional untuk menguji hambatan komunikasi
verbal,kolaborasi keahli terapi bicara dengan rasional mengkaji kemampuan
verbal pasien(NANDA, 2012).
D. Implementasi
Pelaksanaan adalah suatu tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan meliputi pengumpulan data
berkelanjutan, mengobservasi respon pasien selama dan sesudah pelaksanaan
tindakan (Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2012).
67
Tindakan keperawatan sudah dilakukan sesuai dengan apa yang
direncanakan dalam rencana keperawatan. Dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan penulis tidak mengalami hambatan.Tindakan keperawatan yang
sudah dilakukan oleh penulis pada diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan
otak pada tanggal16-17 Maret 2015 adalah mengobservasi tingkat kesadaran
pasien, mengobservasi tanda-tanda vital, memberikan posisi supinasi tanpa
bantal, memberikan terapi O2 dan obat.
Tindakan yang dilakukan penulis untuk mengatasi masalah keperawatan
yang kedua berdasarkan rencana keperawatan maka dilakukan tindakan pada
tanggal 16-17 sebagai tindak lanjut pelaksanan asuhan keperawatan Ny. P
dengan diagnosahipertermi berhubungan dengan faktor penyakitmaka
dilakukan tindakan mengobservasi suhu tubuh pasien, memberikan kompres air
hangat, menganjurkan pasien untuk minum air putih yang banyak, membatasi
selimut atau pakaian yang tebal,memberikan terapi obat analgesik.
Tindakan yang dilakukan penulis untuk mengatasi masalah keperawatan
yang ketiga berdasarkan rencana keperawatan maka dilakukan tindakan pada
tanggal 16-17 sebagai tindak lanjut pelaksanan asuhan keperawatan Ny. P
dengan diagnosa resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
imobilisasimaka dilakukan tindakan mengobservasi tanda kemerahan,
memberikan posisi miring kanan dan kiri, mengaplikasi jurnal (pemberian
minyak kelapa), menganjurkan keluarga untuk meminimalisir kelembapan
kulit.Serta mengkaji resiko terjadinya luka dekubitus menggunakan skala
braden setiap pagi dan siang hari. Dan didapatkan hasil selama 2 hari dilakukan
68
pengkajian menggunakan skala braden belum ada peningkatan (skore 10).
Namun akan tetapi yang terpenting dalam melakukan tindakan selama 2 hari
hasil skore skala braden tidak mengalami penurunan yaitu hasil skore skala
braden tetap 10.
Minyak kelapa murni mengandung unsur oksidan dan vitamin E masih
dipertahankan.Jika dipakai secara topikal atau dipakai kedalam, minyak kelapa
membantu kulit tetap muda, sehat dan bebas dari penyakit. Asam lemak
antiseptik pada minyak kelapa membantu mencegah infeksi jamur dan bakteri
jika ditambahkan dalam diet atau dipakaikan langsung pada kulit (Price, 2003
dalam Sunaryanti dkk, 2013).
Menurut Inggita dkk, 2006 dalam Dewandono, (2014) Minyak kelapa
mengandung asam laurat yang tinggi sampai 51%, sebuah lemak jenuh dengan
rantai karbon sedang (jumlah karbonnya 12) yang biasa disebut Medium Chain
Fatty Acid (MCFA). MCFA mudah diserap kedalam sel sehingga metabolisme
meningkat. Adanya peningkatan metabolisme maka sel-sel bekerja lebih
efisien membentuk sel-sel baru serta mengganti sel-sel yang rusak lebih cepat.
Tindakan yang dilakukan penulis untuk mengatasi masalah keperawatan
yang keempat berdasarkan rencana keperawatan maka dilakukan tindakan pada
tanggal 16-17 sebagai tindak lanjut pelaksanan asuhan keperawatan Ny. P
dengan diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot maka dilakukan tindakan mengkaji kekuatan otot pasien,
memberikan terapi ROM pasif pada anggota gerak, anjurkan pada pasien
69
melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit, kolaborasi
dengan ahli fisioterapi.
Tindakan yang dilakukan penulis untuk mengatasi masalah keperawatan
yang kelima berdasarkan rencana keperawatan maka dilakukan tindakan pada
tanggal 16-17 sebagai tindak lanjut pelaksanan asuhan keperawatan Ny. P
dengan diagnosa hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan
sistem saraf pusat maka dilakukan tindakan mengkaji tingkat hambatan
komunikasi verbal,melakukan pembicaraan secara perlahan dengan jarak dan
ketenangan menghadap kearah pasien, memerintahkan klien untuk
menyebutkan benda yang diperhatikan, kolaborasi keahli terapi bicara.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian yang dilakukan oleh perawat dengan cara
membandingkan perubahan keadaan pasien antara sebelum dilakukan tindakan
dan sesudah dilakukan tindakan dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
disusun dalam tahap perencanaan.
Evaluasi yang diperoleh pada tanggal 17 Maret 2015 dari diagnosa
ketidakefektifan perfusi jaringan otak yaitu dengan hasil data subyektif tidak
terkaji, sedangkan data obyektifnya GCS: E: 3 V: x ( afaksia), M: 4, hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil tekanan darah 140/90 mmHg,
nadi 85x/menit, respirasi 21x/menit, suhu 39,5ºC. Hasil analisa
ketidakefektifan perfusi jaringan otak masalah belum teratasi, planing
lanjutkan intervensi, observasi tingkat kesadaran pasien, observasi TTV.
70
Evaluasi pada diagnosa hipertermi yaitu dengan data subyektif tidak
terkaji, sedangkan data obyektif suhu tubuh 39,5ºC, akral teraba panas. Hasil
analisa pada hipertermi masalah belum teratasi. Planing lanjutkan intervensi,
observasi suhu tubuh pasien, berikan kompres air hangat, motivasi
meminimalkan penggunaan selimut yang tebal.
Evaluasi pada diagnosa resiko kerusakan integritas kulit yaitu dengan data
subyektif tidak terkaji, sedangkan data obyektifnya tidak ada tanda-tanda
kemerahan pada daerah tulang belikat, sakrum dan tumit. Hasil analisa resiko
kerusakan integritas kulit masalah teratasi sebagian. Planing lanjutkan
intervensi, observasi tanda-tanda kemerahan, aplikasi jurnal pengolesan
minyak kelapa.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Moewardi didapatkan
hasil ada perbedaan pengaruh pada pasien yang dilakukan tindakan pengolesan
minyak kelapa. Pengolesan minyak kelapa dilakukan pada tulang yang
menonjol yaitu tulang belikat, sakrum, tumit (Betty Sunaryati dkk,
2013).Kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan adalah pemberian
minyak kelapa efektif untuk pencegahan dekubitus (Betty Sunaryati dkk,
2013).
Evaluasi pada diagnosa hambatan mobilitas fisik dengan hasil data
subyektif tidak terkaji, sedangkan data obyektifnya pasien tampak lemah, hasil
analisan hambatan mobilitas fisik masalah belum teratasi, planing lanjutkan
intervensi, kaji kekuatan otot pasien, berikan rom pasif pada anggota gerak
pasien.
71
Evaluasi pada diagnosa hambatan komunikasi verbal dengan hasil data
subyektifnya tidak terkaji, sedangkan data obyektifnya pasien hanya tampak
mengerang, hasil analisa hambatan komunikasi verbal masalah belum teratasi.
Planing lanjutkan intervensi, kaji tingkat hambatan komunikasi verbal pasien,
perintahkan klien untuk menyebutkan benda yang dilihatnya.
72
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pengkajian
Hasil pengkajian padaNy. P pada pemeriksaan CT-Scan diperoleh
data tampak lesi hiperdens dengan perifokal edema disekitarnya dilobus
parietalis kirisesuai gambaran brain metastase, GCS: E: 3, V: x (afaksia),
M: 4.
Pada pemeriksaan suhu pasien 39ºC, perabaan akral teraba panas,
kulit pasien tampak kemerahan. Pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh
hasil tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80x/menit, respirasi 20x/menit.
Hasil pengkajian selanjutnya didapatkan hasil pasien tampak tidak dapat
melakukan aktivitas mandiri, kulitlembab, skorskalabraden: 10.
Saat melakukan pengkajian kekuatan otot data yang diperoleh data
subyektif keluarga pasien mengatakan tangan dan kaki pasien sebelah
kanan sulit digerakkan, data obyektifnya didapatkan data dari pemeriksaan
tonus otot pada ekstremitas kanan atas dan bawah didapatkan skor (0)
tidak dapat bergerak sama sekali, dan pada ekstremitas kiri atas dan bawah
didapatkan skor (2) hanya dapat bergerak supinasi-pronasi, adduksi-
abduksi. Pada saat pengkajian pasien tampak sulit berbicara, pasien hanya
mengerang.
73
2. Diagnose
Hasil perumusan diagnose keperawatan pada Ny. P penulis
memprioritaskan diagnose ketidakefektifan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial sebagai diagnose
pertama. Diagnosa kedua adalah hipertermi berhubungan dengan dengan
faktor penyakit. Diagnosa ketiga adalah resiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan immobilitas fisik. Diagnosa keempat adalah
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
Diagnosa kelima adalah hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan
perubahan sistem saraf pusat.
3. Intervensi
Intervensi yang dilakukan pada diagnose ketidakefektifan perfusi
jaringan otak adalah observasi tingkat kesadaran pasien, observasi tanda-
tanda vital, berikan posisi supinasi tanpa bantal, kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian O2 danobat.
Intervensi yang dilakukan pada diagnosa hipertermi adalah observasi
suhu tubuh pasien, berikan kompres air hangat, anjurkan pasien untuk
minum air putih yang banyak, batasi selimut atau pakaian yang tebal,
kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgesik
Intervensi yang dilakukan pada diagnose resiko kerusakan integritas
kulit adalah observasi tanda kemerahan, berikan posisi miring kanan dan
kiri, pemberian minyak kelapa (aplikasi sesuai jurnal), anjurkan keluarga
untuk meminimalisir kelembapan kulit.
74
Intervensi yang dilakukan pada diagnose hambatan mobilitas fisik
adalah kaji kekuatan otot pasien, berikan terapi ROM pasif pada
anggotagerak, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat.
Intervensi yang dilakukan pada diagnose hambatan komunikasi
verbal adalah kaji tingkat hambatan komunikasi verbal, jelaskan kepada
pasien mengapa dia tidak bias berbicara atau memahami dengan tepat,
anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberikan stimulasi
sebagai komunikasi, bicara perlahan dengan jarak dan tenang menghadap
kearahpasien.
4. Implementasi
Implementasi yang telah dilakukan oleh penulis untuk mengatasi
masalah prioritas pertama pada asuhan keperawatan Ny. P adalah
mengobservasi tingkat kesadaran pasien, mengobservasi tanda-tanda vital,
memberikan posisi supinasi tanpa bantal, mengkolaborasi dengan dokter
untuk pemberian O2 dan obat.
Implementasi yang telah dilakukan penulis untuk mengatasi masalah
kedua pada asuhan keperawatan Ny. P adalah mengobservasi suhu tubuh
pasien, memberikan kompres air hangat, menganjurkan pasien untuk
minum air putih yang banyak, membatasi penggunaan selimut atau
pakaian yang tebal, mengkolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
analgesik.
75
Implementasi yang dilakukan penulis dalam mengatasi masalah
ketiga pada asuhan keperawatan Ny. P adalah mengobservasi tanda
kemerahan, memberikan posisi miring kanan dan kiri, memberikan
minyak kelapa (aplikasi sesuai jurnal), menganjurkan keluarga untuk
meminimalisir kelembaban kulit.
Implementasi yang telah dilakukan penulis dalam mengatasi masalah
keempat pada asuhan keperawatan Ny. P adalah mengkaji kekuatan otot
pasien, memberikan terapi ROM pasif pada anggota gerak,
mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat.
Implementasi yang telah dilakukan penulis dalam mengatasi masalah
kelima pada asuhan keperawatan Ny. P adalah mengkaji tingkat hambatan
komunikasi verbal, menjelaskan kepada pasien mengapa dia tidak bias
berbicara atau memahami dengan tepat, menganjurkan kunjungan keluarga
secara teratur untuk memberikan stimulasi sebagai komunikasi, melakukan
komunikasi perlahan dengan jarak dan tenang menghadap kearah pasien
5. Evaluasi
Hasil evaluasi masalah keperawatan ketidak efektifan perfusi
jaringan otak pada pasien dengan asuhan keperawatan selama dua hari
masalah belum teratasi. Karena tidak ada perubahan pada pemeriksaan
GCS: E: 3, V: X (afaksia), M: 4. Hasil evaluasi masalah keperawatan
hipertermi pada pasien dengan asuhan keperawatan selama dua hari
masalah keperawatan belum teratasi ditandai dengan pemeriksaan suhu
tubuh pasien yaitu 39.5˚C, perabaan akral panas.
76
Hasil evaluasi masalah keperawatan resiko kerusakan integritas kulit
pada pasien dengan asuhan keperawatan selama dua hari masala teratasi
sebagian ditandai dengan tidak ada kemerahan pada tulang belikat, sakrum
dan tumit.
Hasil evaluasi pada masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik
maslah belum teratasi ditandai dengan pasien tampak lemah, kekuatan
tonus otot pasien masih sangat lemah.
Hasil evaluasi pada masalah keperawatan hambatan komunikasi
verbal masalah belum teratasi ditandai dengan pengkajian pada pasien,
pasien tampak mengerang, pasien tampak kesulitan untuk berbicara.
6. Analisa pemberian minyak kelapa terhadap pencegahan luka dekubitus.
Dari hasil aplikasi yang dilakukan di RSUD Dr. Moewardi
didapatkan hasil ada perbedaan pengaruh pada pasien yang dilakukan
tindakan pengolesan minyak kelapa. Pengolesan minyak kelapa dilakukan
pada tulang yang menonjol yaitu tulang belikat, sakrum, tumit (Betty
Sunaryati dkk, 2013).
Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan pemberian minyak
kelapa terhadap pencegahan dekubitus selama dua hari dengan hasil tidak
ada tanda-tanda kemerahan pada kulit pasien.
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan oleh penulis dalam
mengaplikasikan jurnal pemberian minyak kelapa terhadap pencegahan
dekubitus terdapat pengaruh yang signifikan pada pasien yang dilakukan
pengolesan minyak kelapa terhadap pencegahan luka dekubitus..
77
B. SARAN
1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam pemakaian yang
mana merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan
keperawatan komplementer melalui pemberian minyak kelapa dan untuk
kombinasi dengan intervensi keperawatan lainnya.
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan secara non
farmakologis yaitu pemberian minyak kelapa untuk mencegah terjadinya
luka dekubitus pada pasien tirah baring. Sehingga dapat meningkatkan
mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada pasien tirah baring
khususnya.
3. Bagi Pelayanan Keperawatan
Khususnya tim pelaksana asuhan keperawatan di ruang rawat dalam
perawatan kulit pasien hendaknya penelitan ini dapat dijadikan acuan
intervensi keperawatan mandiri yang efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Faridah & Purwaningsih Heni. 2012. Pengaruh Alih Baring Terhadap
Kerjadian Dekubitus pada pasien Stroke Yang Mengalami Hemipareses Di
Ruang Yudistira RSUD Semarang. Skripsi, Stikes Ngudi Waluyo.
Semarang.
Alfiyanti, Dera. 2011. Pengaruh Perawatan Kulit Berdasarkan Skore Skala
Braden Q Terhadap Kejadian Luka Tekan Anak Di Pediatric
Intensive Care Unit (PICU) RS. Tugurejo Dan RS. Roemani
Semarang. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta.
Ariani, Tutu April.2012. Sistem Neurobehaviour, Salemba Medika, Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. 2008. Handbook Of Pathophysiology. 3rd
Ed. Williams,
Lippincott dkk. USA. Terjemahan Subekti, Nike Budhi. 2009. Buku Saku
Patofisiologi. Edisi 3. Buku Kedokteran. Jakarta. EGC.
Dewandono, Irawan Derajat. 2014. Pemanfaatan VCO (Virgin Coconut Oil)
Dengan Teknik Masage Dalam Penyembuhan Luka Dekubitus Derajat II
Pada Lansia. Skripsi. Stikes Kusuma Husada. Surakarta.
Hastuti, Sri dkk. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Dekubitus Pada Pasien Di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Ibnu
Sina Makasar. 2 (5): 39-45.
Indrawati, Lili, dkk. 2008. Care Yourslef Stroke. Penebar Plus. Jakarta.
ISO, 2012. ISO Informasi Spesialis Obat Indonesia. Jakarta: Ikatan Apoteker
Indonesia.
Junaidi, Iskandar.2011. STROKE: Waspadai Ancamannya. CV Andi. Yogyakarta.
Marina, Bella dkk. 2013.Pencegahan Kejadian Luka Tekan Melalui Masase
Virgin Coconut Oil Pada Pasien Dengan Imobilisasi. 1 (1): 38-42.
Morton, Patricia Gonce. 2005. Critical Care Nursing: A Holistic Approach. 8th
Ed. Williams, Lippincott dkk. USA. Terjemah Subekti, Nike Budhi. 2011.
Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi 8. Buku
Kedokteran. Jakarta: EGC.
NANDA, 2011. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA, Jilid 2. Media Action Publising.
Pudiastuti, Ratna Dewi. 2011. Penyakit Pemicu Stroke. Nuha Medika. Jogyakarta.
Rohmah, N & Walid. S. 2012. Proses Keperawatan Teori & Aplikasi. Yogya:
AR-RUZZ Media.
Setiyawan, 2010. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Dengan Perilaku
Perawat Dalam Upaya Pencegahan Dekubitus Di Rumah Sakit Cakra
Husada Klaten. 1 (1): 1-7.
Soeharto, Imam. 2004. Serangan Jantung dan Stroke: Hubungan dengan Lemak
& Kolesterol Edisi kedua. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sunaryanti, Betty dkk. 2013. Perbedaan Penagruh Antara Pemberian Minyak
Kelapa Dan Penyuluhan Kesehatan Tentang Reposisi Terhadap
Pencegahan Dekubitus. 1 (1):
Suriadi, 2004. Perawatan Luka. Edisi 1. Sagung Seto. Jakarta.
Wahyuni, Tri, 2014. Pengaruh Posisi Miring 30 Derajat Menggunakan Absorbent
Triangle Pillow Terhadap Dekubitus Grade I Pada Pasien Gngguan
Penurunan Kesadaran Di Ruang ICU RSUD Sragen. Skripsi. Stikes
Kusuma Husada. Surakarta.
Weinstock, Doris, 2007. ICU/CCU Facts Made Incredibly Quick. Williams,
Lippincott dkk. USA. Terjemah Resmisari, Titiek, 2010. Rujukan Cepat Di
Ruang ICU/CCU. Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.
Wilkinson. J & Ahern. N. R, 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 9.
Jakarta: EGC.
Recommended