View
353
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
Penanganan Pasien Post Laparatomy Atas Indikasi Ileus Obstruksi di ICUPosted on May 12, 2008 by Yayan A.I| 5 Comments
00
Rate ThisEditor : Riri Julianti, S.Ked, Eduward Situmorang, S.Ked, Yance
Warman, S.Ked. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. 2008.
-
INTENSIVE CARE UNITPendahuluan
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang terpisah, dengan
staf dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi
pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit- yang mengancam jiwa atau
potensial mengancam jiwa dengan prognosis dubia. ICU menyediakan kemampuan dan
sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan
menggunakan keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam
pengelolaan keadaan-keadaan tersebut.1
Kematian pasien yang mengalami pembedahan terbanyak timbul pada saat pasca
bedah. Pada sekitar tahun 1860, Florence Nightingale mengusulkan untuk melanjutkan
pengawasan pasien yang ketat selama intraoperatif oleh anestesis sampai ke masa pasca
bedah. Dimulai sekitar tahun 1942, Mayo Clinic membuat suatu ruangan khusus dimana
pasien-pasien pasca bedah dikumpulkan dan diawasi sampai sadar dan stabil fungsi-fungsi
vitalnya, serta bebas dari pengaruh sisa obat anestesi. Keberhasilan unit pulih sadar
merupakan awal dipandang perlunya untuk melanjutkan pelayanan serupa tidak pada masa
pulih sadar saja, namun juga pada masa pasca bedah.1
Pada saat ini ICU modern tidak terbatas menangani pasien pasca bedah atau ventilasi
mekanis saja, namun telah menjadi cabang ilmu sendiri yaitu intensive care medicine. Ruang
lingkup pelayanannya meliputi pemberian dukungan fungsi organ-organ vital seperti
pernapasan, kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, renal dan lain-lainnya, baik pada pasien
dewasa atau pasien anak.1
-Indikasi ICU
Indikasi Pasien dirawat di ICU2 :
1. Pasien sakit berat, kritis, dan tidak stabil misal pasien pasca operasi bedah mayor
2. Pasien yang memerlukan pemantauan intensive
3. Pasien yang mengalami komplikasi akut seperti : Edema paru ( kardiogenik dan non
kardiogenik )
Indikasi pasien keluar dari ICU2 :
1. Pasien tidak memerlukan lagi terapi intensive karena membaik dan stabil
2. Terapi intensive tidak bermanfaat pada :
- Pasien Usia lanjut ( > 65 tahun) yang mengalami gagal tiga organ atau lebih,
setelah di ICU selama 72 jam
- Pasien mati batang otak/koma yang mengalami keadaan vegetatif
- Pasien dengan berbagai macam diagnosis seperti penyakit paru Obstruksi
menahun, kanker dengan metastasis dan gagal jantung terminal
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sangat sering terjadi pada pasien usia lanjut (usila). Gangguan tersebut meliputi dehidrasi, hipernatremia, hiponatremia. Dalam penatalaksanaan keseimbangan cairan dan elektrolit pada usila, pengertian mengenai perubahan fisiologi yang menjadi faktor predisposisi gangguan tersebut sangat penting. Secara umum, terjadi penurunan kemampuan homeostatik seiring bertambahnya usia. Secara khusus terjadi penurunan respon haus terhadap kondisi hipovolemik dan hiperosmolaritas. Disamping itu terjadi penurunan laju filtrasi glomerolus, kemampuan fungsi konsentrasi ginjal, renin, aldosteron, dan penurunan respon ginjal terhadap vasopresin. Peningkatan kadar atrial natriuretic peptide (APN) akan menyebabkan supresi sekresi renin ginjal, aktivitas renin plasma, angiotensin II plasma dan kadar aldosteron. Selain efek kehilangan natrium dari ginjal secara tidak langsung ini APN juga menimbulkan akibat hilangnya natrium dari ginjal melalui kerja natriuretik langsungnya sehingga terjadi gangguan kapasitas ginjal untuk menahan natrium3
Sebagai konsekuensi perubahan-perubahan ini, kapasitas seseorang yang berusia lanjut menghadapi berbagai penyakit, obat-obatan dan stres fisiologis menjadi berkurang sehingga meningkatkan resiko timbulnya perubahan keseimbangan cairan dan natrium yang signifikan secara klinis3
Cairan tubuhTotal cairan tubuh bervariasi menurut umur, berat badan dan jenis
kelamin. Cairan terrgantung lemak tubuh. Lemak tubuh tidak berair, semakin banyak lemak semakin kurang cairan. Laki-laki dewasa normal yang berlemak sedang, megandung cairan kira-kira 60 % BB. Wanita normal dewasa kira-kira 54 % BB.4
1. KompartemenSecara fungsional dibagi 2 kompartemen utama, yaitu kompartemen intra seluler dan ekstraseluler. Kompartemen intraseluler kira-kira 40 % BB. Kompartemen ekstraseluler terdiri dari 5 % cairan plasma dan 15 % cairan interstisial. Kompartemen transeluler, merupakan kompartemen tambahan, terdiri dari hasil metabolisme sel, bahan-bahan sekresi gastrointestinal dan urine.4
2. Isi cairan tubuhAda 2 jenis bahan yang terlarut di dalam cairan tubuh, yaitu elektrolit dan non elektrolit. Non elektrolit ialah molekul-molekul yang tetap tidak berubah menjadi partikel, terdiri dari dekstrose, ureum dan kreatinin. Elektrolit ialah molekul-molekul yang pecah menjadi partikel bermuatan listrik (ion) yakni kation dan anion. Jumlah total kation selalu sama dengan anion. Pada ekstraseluler (plasma dan interstisial) konsentrasi NaCl dan bikarbonat lebih tinggi dan kalium rendah. Pada intraseluler, konsentrasi K, Mg dan HPO4 lebih tinggi sedang Na dan Cl relatif rendah. Komposisi elektrolit plasma dan interstisial hampir sama, kecuali di dalam interstitial tidak mengandung protein. Karena konsentrasi elektrolit dalam plasma mudah dinilai, maka analisa plasma merupakan pedoman terapi yang penting. Fungsi elektrolit adalah ikut mengatur volume cairan tubuh melalui tekanan osmotik dan mempertahankan keseimbangan asam basa tubuh.4
Pengaruh stress terhadap metabolismeAkibat stess anestesi dan pembedahan, terjadi kecenderungan retensi cairan, kehilangan K, retensi Na, kecenderungan asidosis, metebolisme energi seperti diabetes, terjadi katabolisme protein dan pengurang sintesa protein. Mengingat keadaan metabolisme pasca stress pembedahan menyebabkan timbulnya keadaan osmotik hipotonik akibat ADH yang dapat menimbulkan hiperaldosterone sekunder, maka untuk menghindari perlu diberikan cairan yang mengandung Na lebih tinggi4.Pemberian cairan pasca bedah
1. Hari 1-3 pasca bedah diberikan :- 2000 ml dextrose 5 % dan 500 ml NaCl. Total intake cairan
disesuaikan dengan BB (40 ml/kgBB)- Minimal kalori untuk pencegahan katabolisme protein dan
lemak 400 kalori- Perhitungan kebutuhan elektrolit terutama setelah 3 hari,
dimana produksi urin biasanya bertambah banyak.1. Bila ada larutan tutofusin OPS yang mengandung cukup elektrolit dan sorbitol sebagai
sumber karbohidrat, dapat diberikan 40 ml/kgBB/hari untuk 1-3 hari pertama pasca bedah.
2. Bila diperlukan lebih lama pemberian cairan untuk nutrisi, maka dapat ditambahkan asam amino berupa Aminofusin yang kebutuhannya disesuaikan dengan BB dan besarnya trauma. Kebutuhan asam amino rata-rata 1 gr/kgBB/hari. Aminofusin L 600, mengandung 50 gr asam amino/liter dan 600 kalori/liter. 4
ILEUSDefinisi
Ileus Obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik.5
Etiologiadapun etiologi dari ileus obstruksi ialah :
a) Adhesib) Hernia inkarseratac) Askariasisd) Tumore) Lain-lain :
Radang khronik (TBC) Divertikulum meckel Invaginasi Volvulus Obstruksi makanan 6
Etiologi Ileus Obstruksi6
Patofisiologi7
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus dapat dilihat pada Gambar-3. Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia.
Diagnosis 8,9
1. Subyektif –AnamnesisGejala Utama:
Nyeri-Kolik: kolik dirasakan disekitar umbilikus Muntah : Berwarna kehijauan Perut Kembung (distensi) Konstipasi : dapat tidak ada defekasi, dan flatus Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat
kembali menandakan adanya hernia inkarserata Invaginasi dapat didahului oleh riwayat buang air besar berupa lendir
dan darah. Riwayat operasi sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi
usus Onset
o keluhan yang berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi
o onset yang lambat dapat menjurus kepada ileus letak rendah.2. Obyektif-Pemeriksaan FisikInspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan darm kontur dan darm steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Invaginasi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnyaAuskultasiHiperperistaltik, bising usus bernada tinggi. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik melemah sampai hilangPerkusi HipertimpaniPalpasiKadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.Rectal Toucher
Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease Darah (+) ; strangulasi, neoplasma Feses yang mengeras : skibala. Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi. Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
Radiologi Foto Polos:Pelebaran udara usus halus atau usus besar dengan gambaran anak tangga dan air-fluid level.Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis.Barium enema diindikasikan untuk invaginasiendoskopi disarankan pada kecurigaan volvulusPenatalaksanaan 5,6,10
Konservatif Penderita dirawat di rumah sakit dan dipuasakanKontrol status airway, breathing and circulation.Dekompresi dengan nasogastric tube.Intravenous fluids and electrolyte
Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan. Farmakologis Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan
aerob. Analgesik apabila nyeri Operatif
Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah strangulasi, volvulus, dan jenis obstruksi kolon.Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.
Komplikasi 6,9
Komplikasi dari ileus antara lain terjadinya nekrosis usus, perforasi usus, Sepsis, Syok-dehidrasi, Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi, Pneumonia aspirasi dari proses muntah, Gangguan elektrolit, MeninggalPrognosis 6,9
Saat operasi, prognosis tergantung kondisi klinik pasien sebelumnya. Setelah pembedahan dekompresi, prognosisnya tergantung dari penyakit yang mendasarinya
ILUSTRASI KASUSPs Tn. Y, 64 th datang ke IGD RSUD AA pada tanggal 22 April 2008, dengan :Keluhan Utama :Perut Kembung sejak 1 mgg SMRSRiwayat Penyakit Sekarang :
- Pasien mengeluhkan perut kembung sejak 7 hari SMRS, perut terasa sakit, hilang timbul seperti diremas, membengkak dan terasa tegang
- Bab (-) sejak 1 minggu smrs- Flatus (-) sejak 1 minggu smrs- Mual dan muntah (-)- Bak tidak ada keluhan- Pasien sudah mengeluhkan adanya benjolan pada perut bagian
kanannya sejak 10 tahun yll, terasa sakit saat bekerja keras, gangguan Bab (-)
- Selama dirawat di RSUD, bab ada sedikit-sedikit seperti tahi kambing, pernah berdarah, warna kehitaman. Perut terasa semakin tegang, nyeri dan sulit bernafas sehingga pasien direncanakan untuk dilakukan laparatomi setelah 1 mg perawatan di RSUD.
- Penurunan BB (+)Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat operasi sebelumnya (-)- Hipertensi sejak 1 tahun- DM (-)- Riwayat asma (-)- Riwayat penyakit jantung (-)- Riwayat alergi obat-obatan (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :Anak kandung pasien dinyatakan menderita tumor ganas pada bagian ususPemeriksaan Fisik :Keadaan Umum : Tampak lemahKesadaran : KomposmentisTanda-Tanda VitalTekanan darah : 150/90 mmHgNadi : 50 x/’Nafas : 18 x/’Suhu : 37,7 oC
BB : 40 kgKepala :
Konjunctiva : Tidak anemisSklera : Tidak ikterikMulut : Gigi palsu (-), gigi goyah (-), gigi tidak menonjolMaxilla dan mandibula tidak menonjol dan tidak ada frakturHidung : Deviasi septum (-), penyumbatan (-), perdarahan (-)
Leher : JVP 5-2 cmH2OKelenjar tiroid tidak membesarDada :JantungInsp : Iktus cordis tidak tampakPalp : Iktus teraba di RIC V 1 jari kemedial linea mid clavicula sinistraPerk : Dalam batas normalAusk : Bunyi jantung normal, frek 60x/’, teratur, suara tambahan (-)
ParuInsp : Gerak kedua dinding dada simetrisTipe pernafasan abdomino-torakal, frek nafas 18x/’Dalam pernafasan normalPalp : Fremitus kanan = kiriPerk : SonorAusk : Suara nafas vesikuler N, suara tambahan (-)
Punggung : Dalam batas normalAbdomen : Status LokalisGenitourinarius : Terpasang kateter no 18 , urine berwarna kuning jernih, darah (-)Ekstremitas : Dalam batas normalStatus Lokalis
Inspeksi : Tampak buncit Auskultasi : BU (+) meningkat Perkusi : Hipertimpani pada semua region abdomen Palpasi : Nyeri tekan pada semua regio, distensi abdomen, Hepar
dan lien tidak terabaPemeriksaan Laboratorium :Hb 12,1 gr % Ht 36 vol%Leukosit 7800/mm3Na 132 Ca 0,89
K 4,2Diagnosis : Ileus Obstruksi ec suspect tumor colon ascendent dengan ASA IIIRencana Penatalaksanaan : Laparatomi explorasi dengan General anestesiDilakukan operasi tanggal 29/04/08Diagnosis post operative : Tumor pada Colon AscendensInstruksi post operative : Pasien dirawat di ICUFollow up pasien selama di ICUTgl 29/04/08KU : Pasien tampak lemahKesadaran : Composmentis (GCS 15)Vital sign : Td : 142/94 mmhg Hr : 59 x/iRr : 18 x/i T : 37,7 CSaturasi Oksigen : 100%Balance cairan : + 1050Intake :
- Puasa 3 hari- IVFD RL : D5% 3:1 30 gtt/i
Terapi :- Inj. Ceftriaxon 1×2 gr- Inj Ranitidin 3×1 amp- Metronidazol 3 x 500 mg- Inj Ketorolac 2×1 amp
Tgl 30/04/08Kesadaran : CMVital sign : Td : 146/80 mmhg Hr : 71 x/iRr : 22 x/i T : 37 CSaturasi Oksigen : 99%Balance cairan : + 1100Intake :
- Puasa hari ke 2- IVFD RL : D5% 3:1 20 gtt/i- Tiofusin 1 fls/hari- Kaltamin 1 fls/hari
Terapi :- lanjut
Tgl 01/05/08Kesadaran : CMVital sign : Td : 170/90 mmhg Hr : 56 x/iRr : 24 x/i T : 37 CSaturasi Oksigen : 99%Balance cairan : + 650 ccIntake :
- Puasa hari ke 3- IVFD RL : D5% 3:1 20 gtt/i- Tiofusin 1 fls/hari- Kaltamin 1 fls/hari
- Tutofusin 5 fls/hariTerapi :
- lanjutTgl 02/05/08Kesadaran : CMVital sign : Td : 159/94 mmhg Hr : 56 x/iRr : 20 x/i T : 37,8 CSaturasi Oksigen : 100%Balance cairan : + 1000 ccIntake :
- Makanan cair 3x 100 cc- IVFD RL : D5% 3:1 20 gtt/i- Tiofusin 1 fls/hari
Terapi :- lanjut- Alinamin F 3×1 amp- OBH 3×1 cth
Lab :Albumin 2 gr/dl (3,5-5)TP 4,2 gr/dl (6,7-8,7)Tgl 03/05/08Kesadaran : CMVital sign : Td : 150/80 mmhg Hr : 55 x/iRr : 22 x/i T : 37CSaturasi Oksigen : 99%Balance cairan : – 550 ccIntake :
- MC 3 x 50- IVFD RL : D5% 3:1 20 gtt/i- Tiofusin 1 fls/hari- Plasbumin 1 fls/hr (3 hari)
Terapi :- Lanjut
Tgl 05/05/08Kesadaran : CMVital sign : Td : 143/73 mmhg Hr : 87 x/iRr : 22 x/i T : 37,7 CSaturasi Oksigen : 99%Balance cairan : -890 ccIntake : sama dengan hari sebelumnyaTerapi : lanjutLab :Hb 10,8 gr %Leu 7800/mm3T 287000/mm3Tgl 06/05/08Kesadaran : CMVital sign : Td : 143/73 mmhg Hr : 57 x/i
Rr : 22 x/i T : 37 CSaturasi Oksigen : 99%Balance cairan : -1640 ccIntake : sama dengan hari sebelumnyaTerapi : lanjutPemeriksaan elektrolit :Na 128K 3,8Ca 0,49Tgl 07/05/08Kesadaran : CMVital sign : Td : 143/73 mmhg Hr : 87 x/iRr : 22 x/i T : 36 CSaturasi Oksigen : 99%Balance cairan : -890 ccIntake : sama dengan hari sebelumnyaTerapi : lanjut
PEMBAHASAN
Pasien Y, Pria 69 tahun dirawat dengan diagnosis post laparatomi e.c
suspect ca colon ascenden dengan general anestesi. Pada kasus ini
diperlukan pengelolaan post operative yang intensive dengan monitoring
di ICU karena operasi laparatomi memiliki komplikasi antara lain
terjadinya ventilasi paru yang tidak adekuat, gangguan kardiovaskuler
dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang sangat sering
terjadi pada pasien usia tua, hal tersebut terjadi karena penurunan respon
haus terhadap kondisi hipovolemik dan osmolaritas, terjadi penurunan laju
filtrasi glomerulus , kemampuan fungsi konsentrasi ginjal, renin,
aldosteron penurunan respon ginjal terhadap vasopressin, terjadi
gangguan kapasitas ginjal untuk menahan natrium
Pengelolaan pasien di ICU meliputi tindakan resusitasi yang meliputi dukungan hidup untuk
fungsi-fungsi vital seperti : Airway (fungsi jalan napas), Breathing (fungsi pernapasan),
Circulation (fungsi sirkulasi), Brain (fungsi otak) dan fungsi organ lain, dilanjutkan dengan
diagnosis dan terapi definitif. Pada kasus ini air way patent , breathing spontan, fungsi ini
dimonitor memakai alat. Pada pasien ini fungsi sirkulasi harus mendapatkan perhatian yang
paling khusus sesuai dengan komplikasi laparatomi yang telah diterangkan diatas. Brain pada
pasien ini tidak mengalami gangguan dilihat dari kesadaran pasien yang baik dan
kemampuan pasien menjawab pertanyaan saat anamnesis
Pada hari pertama sampai hari ke 5 di ICU balance cairan pasien positif > 650 ml/hari ,
berdasarkan literatur perbedaan intake dan output tidak lebih dari 400 cc/hari hal ini dapat
diakibatkan karena pengelolaan cairan pasien yang kurang tepat, dan fungsi organ yang
belum sempurna setelah operasi.
Berdasarkan literatur Pemberian cairan 1-3 hari pasca.bedah adalah sbb :
Pemberian cairan Dekstrose 5% dan Nacl (4:1) dimana total intake disesuaikan dengan
Berat badan pasien (40 ml/Kg BB)
Pada kasus ini BB pasien 40 kg intake harusnya dibatasi 1600 ml / 24 jam
Bila ada larutan tutofusin yang mengandung cukup elektrolit dan sorbitol sebagai
sumber karbohidrat, dapat diberikan 40 ml/kgBB/hari untuk 1-3 hari pertama pasca
bedah.
Bila diperlukan lebih lama pemberian cairan untuk nutrisi, maka dapat ditambahkan
asam amino berupa Aminofusin yang kebutuhannya disesuaikan dengan berat badan,
rata-rata 1 gr/kgBB/hari.
Pada pasien ini tiofusin mulai diberikan pada hari ke 2 pasca bedah,
sedangkan pemberian tutofusin diberikan pada hari ke 3 pasca bedah.
Pada pasien ini dianjurkan puasa sampai hari ke 3 karena menurut teori
pada kasus-kasus bedah digestif butuh waktu 3 hari untuk penyembuhan
luka.
Pada hari ke 6 – 8 didapatkan balance cairan negatif > 800ml/hari.
Hal ini disebabkan karena intakenya tetap seperti hari sebelumnya
sedangkan produksi urine meningkat hal ini sesuai dengan literatur yang
menyatakan urin setelah hari ke 3 akan lebih banyak diproduksi
Pada hari ke 7 didapatkan hasil pemeriksaan elektrolit dalam batas
normal, untuk air way dan breathing baik dilihat dari nilai saturasi oksigen
dan vital sign. Keadaan ini menunjukkan pasien sudah mulai stabil
sehingga dapat keluar dari ICU
DAFTAR PUSTAKA1. Pelayanan Intensive
Care. http://www.perdici.org/standard/standard-old/page4/page/4/. (Diakses 1 Mei 2008)
2. Mansjoer A, Triyanti K,Savitri R, Wahyu IW dan setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2 Edisi 3, Jakarta: Media aesculapius, 2001
1. Intensive Care Unit. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 1989
1. Rahayu Rejeki handayani, bahar asril. Buku ajar ilmu penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Pendidikan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jilid III edisi IV ; 2007. 1405-1410
2. Anonym. Mechanical Intestinal Obstruction.http://www.Merck.com.(Diakses 1 januari 2008)
3. Hamami, AH., Pieter, J., Riwanto, I., Tjambolang, T., dan Ahmadsyah, I. Usus Halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 615-681.
4. Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price, S.A., McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta: EGC, 1994.
5. Browse, Norman, L. An Introduction to the Symptoms and Signs of Surgical Disease. 3rd Edition. London: Arnold, 1997.
6. Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas, J., Windle, W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S.http://www.emedicine.com. Last Updated, January 11, 2008.
7. Levine, B.A., and Aust, J.B. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam Buku Ajar Bedah Sabiston’s essentials surgery. Editor: Sabiston, D.C. Alih bahasa: Andrianto, P., dan I.S., Timan. Editor bahasa: Oswari, J. Jakarta: EGC, 1992.
RECTAL TOUCHE’ : INDICATIONS, MINI CASE, AND PROCEDURE03/01/20115 Comments
Rectal examination is an important part of the abdominal examination and genitourinary examination. It is important in
examining for gastrointestinal disease but also for the detection of disease in other pelvic organs. It is an intimate physical
examination which should be conducted correctly for detection of disease and patient comfort. Findings should be accurately
and correctly recorded.
The rectum begins at the termination of the sigmoid colon about 12 cm from the anal verge. Two muscle bundles, known as
the internal and external anal sphincters, participate in defecation. The internal anal sphincter is an enlargement of the
circular smooth muscle of the colon and functions involuntarily. The external anal sphincter consists of striated muscle bands
under the voluntary control of the puborectalis muscle. The rectum has the same innervation as the bladder; the hypogastric
nerves innervate the internal anal sphincter, and the internal pudendal nerve (S3–S4) operates the external anal sphincter.
Because of the common innervation, dysuria is a common complaint associated with rectal disorders.
An important landmark both anatomically and clinically is the pectinate line where the anus and rectum merge,
approximately 3 to 4 cm from the skin. It serves as a demarcation for venous and lymphatic drainage and for the nerve
supply. Above the pectinate line, the veins drain into the portal and caval systems, sympathetic nerves are present (pain is
absent), and lymph drains to the superior rectal and iliac nodes. Below the pectinate line, the veins drain into the caval
system alone, innervation is through somatic nerves (pain is present), and lymph drains into the inguinal nodes.
The rectum functions to permit defecation in a voluntary fashion. Peristalsis propels the stool from the sigmoid colon into
the rectum. Increased intraluminal pressure causes involuntary relaxation of the internal anal sphincter followed by reflex
contraction of the external anal sphincter, preventing incontinence while providing awareness of imminent defecation. The
external anal sphincter then relaxes in a voluntary fashion, expelling the feces. Studies suggest that the evacuative process is
facilitated by larger fecal bulk, providing an impetus for encouraging patients to consume diets high in fiber and bulk.
Indications
This is an intimate and sometimes uncomfortable examination which is most often done when disease (usually
gastrointestinal or genitourinary disease) is suspected or already identified. It may also be done as part of a screening
examination when there is no suspicion or expectation of disease but the examination is performed as part of a thorough
screening process. It is important in all cases to explain the reasons for the examination (see below) and to get verbal
consent. Examples of indications for examination include:
· Assessment of the prostate (particularly symptoms of outflow obstruction).
· When there has been rectal bleeding (prior to proctoscopy, sigmoidoscopy and colonoscopy).
· Constipation.
· Change of bowel habit.
· Problems with urinary or faecal continence.
· In exceptional circumstances to detect uterus and cervix (when vaginal examination is not possible).
Minicase
History
A 70 years old man came to the hospital with a primary complaint difficult to urinate and a feeling of
not completely after urination since 3 weeks ago. Patients also feel the frequent of urinate is more often than usual.
On examination the vital signs looked good. On physical examination there was no anogenital injury, no
pain, no hemorrhoid, rectal touche positive prostate enlargement both lobes symmetrical, chewy, no nodule, the upper
limit is not palpable, flat median sulcus, crepitation not exist. Laboratory results within normal limits. Radiology
Examination withlower abdominal ultrasound impression suspicious prostatic hypertrophy
Diagnosis
Benigna Hipertrofi Prostat
Procedure
Preparing for the examination
The reasons for performing the procedure should be explained to the patient. The procedure itself should be explained to the
patient. Warn patients that:
o The examination may be uncomfortable but should not be painful.
o They may experience a feeling of rectal fullness and the desire to defaecate.
o A chaperone should be offered.
Equipment:
o Suitable gloves
o Lubricant
o Lighting
o Suitable soft tissues
Position the patient comfortably
The clinical situation and experience of the examiner will often dictate which of several methods to employ in performing
the rectal examination. In the lithotomy position, the patient is supine with the legs drawn in toward the trunk and the knees
allowed to fall out to the side. This position is customarily used when examining the pelvic organs in women and may offer a
better examination of the anterior rectum.
The lateral decubitus, or Sim's position, provides optimal examination when the patient is too ill or otherwise unable to
assume other positions. The patient lies on the left side with the buttocks near the edge of the examining table or bedside
with the right knee and hip in slight flexion.
The proctologic (knee–chest or prone jackknife) position is the preferred position in which to examine the perineum and
rectum properly. In this position, the patient can easily undergo further studies such as anoscopy and sigmoidoscopy because
of easier access to the anorectum. Regardless of the position used, the rectal examination involves both inspection and
palpation.
Detail of The Procedures
1. The examination is started from anal inspection under shiny illumination
2. Observe anal tone when relaxation and volunter contraction.
3. The patient is asked to strain abdominal muscles just like when defecating for examining the perineal descencus,
haemoroid prolaps or other prominent lesions (rectal prolaps and tumor)
4. The right index finger that use handscoen and lubricated with K-Y jelly, is contacted slowly to the anal.
5. Press anal gently until sphincter is opened and the finger can be put into the anal directly
6. Evaluate the rectal ampula
7. Palpate the mucous and rectal filler
8. Pay attention to the prostate and cervices and also several lesions outside the rectum
Examination findings
The findings are described by convention according to the clock face in the lithotomy position. 12 o'clock is anterior and 6
o'clock posterior.
External inspection may reveal:
1. Skin disease. For example, natal cleft dermatitis in seborrhoeic eczema
2. Skin tags
3. Pilonidal sinus
4. Genital warts
5. Anal fissures
6. Anal fistula
7. External haemorrhoids
8. Rectal prolapse
9. Skin discolouration with Crohn's disease
10. External thrombosed piles
Internal examination may reveal:
1. Simple piles (but best examined at proctoscopy)
2. Rectal carcinoma
3. Rectal polyps
4. Tenderness (with, for example, acute appendicitis)
5. Diseases of the prostate gland
6. Malignant or inflammatory conditions of the peritoneum (felt anteriorly)
References :
Bagio, Aji. Penegakan Diagnosa pada Pasien dengan Kasus Benigna Hipertrofi Prostat. www.fkumyecase.net Last Updated 29 Sep 2010.
Draper, Richard. Rectal Examination. www.patient.co.uk Last Updated 6 Jan 2010.
McFarlane, Michael J. The Rectal Examination. www.ncbi.nlm.nih.gov
Student’s Manual Book Gastroenterohepatology System. Medical Faculty of Hasanuddin University.Makassar. 2010.
Recommended