View
0
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PENERIMAAN ORANG TUA ETNIS JAWA PADA PENDERITA
SKIZOFRENIA
ARTIKEL ILMIAH
OLEH
BHINA HANGUDIO HUTAMA BARAPINTA
NIM 130811606724
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI
MARET 2018
PENERIMAAN ORANG TUA ETNIS JAWA PADA PENDERITA
SKIZOFRENIA
Artikel Ilmiah
diajukan kepada
Universitas Negeri Malang
untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan program Sarjana Psikologi
OLEH
BHINA HANGUDIO HUTAMA BARAPINTA
NIM 130811606724
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI
MARET 2018
PENERIMAAN ORANG TUA ETNIS JAWA PADA PENDERITA
SKIZOFRENIA
ARTIKEL ILMIAH
diajukan kepada
Universitas Negeri Malang
untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan program Sarjana Psikologi
OLEH
BHINA HANGUDIO HUTAMA BARAPINTA
NIM 130811606724
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI
MARET 2018
1
PENERIMAAN ORANGTUA ETNIS JAWA PADA PENDERITA SKIZOFRENIA
Bhina Hangudio Hutama Barapinta, Fattah Hanurawan, Indah Yasminum Suhanti
Universitas Negerti Malang
E-mail: diohangudio@gmail.com
ABSTRACK : The biggest schizophrenic in Indonesia is located in Java that are from
East Java and Central Java, which is still directly proportional, among the large number
of patients is still being prisoners stock, The purpose of this research is to know how
the parents attitude of Javanese Ethnic about his son who suffered schizophrenia, how
was the acceptance type of that and what was the culture characteristics in motivated
the acceptance emerge of that. This research was conducted by case study of
ethnography model with indepth interview data collection tool. Based on the research
result known that the parents’ acceptance of Javanese Ethnic showed in caring, loving,
supporting, caring for children behavior, and prepared to be physically close with
children. The parents’ acceptance is motivated by a sense of responsibility, there are
three manifestations from sense of responsibility behavior such as patience, defeat, and
educate.
ABSTRAK : Penderita skizofrenia terbesar di Indonesia terletak di bagian pulau Jawa,
tepatnya pada Jawa timur dan Jawa tengah, masih berbanding lurus, di antara
banyaknya jumlah penderita masih banyak yang dipasung, ini yang menggugah peneliti
untuk meninjau lebih jauh, sebagian dari orang tua penderita yang mampu untuk
memilih tidak memasung dan menerima keadaan anaknya yang menderita skizofrenia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sikap orang tua Etnis Jawa
terhadap anaknya yang mengidap gangguan jiwa Skizofrenia, bagaimana bentuk dari
penerimaan tersebut dan apa peranan budaya dalam mendorong munculnya
penerimaan tersebut. Penelitian dilaksanakan dengan model studi kasus etnografi.
Hasil dari penelitian diketahui bahwa penerimaan orang tua etnis Jawa ditunjukkan
dengan perilaku peduli, menyayangi, mendukung, merawat anak, dan bersedia untuk
2
berdekatan secara fisik dengan anak. Dalam istilah Jawa perilaku tersebut muncul
dalam 3 hal yaitu mengalah, sabar, dan mendidik.
Kata Kunci : Penerimaan, orang tua, Etnis Jawa, Skizofrenia
Berdasarkan data hasil Riskesdas 2013 dan dikombinasi dengan data rutin dari
Pusdatin (Budjianto, 2015) didapati bahwa Jawa timur menduduki peringkat 1 daerah
dengan jumlah pengidap skizofrenia tertinggi di Indonesia dengan jumlah pengidap
mencapai 63.483 ribu jiwa dan pada posisi kedua adalah Jawa tengah. Jumlah pengidap
skizofrenia di Jawa tengah mencapai 317.504 jiwa, hal ini diungkapkan oleh Karsono
selaku anggota seksi E DPRD Jawa tengah (dalam Wibowo, 2016). Banyaknya
jumlah penderita skizofrenia di daerah dengan latar belakang kebudayaan Jawa
berbanding lurus dengan angka pemasungan yang juga tinggi, bahwa sedikitnya 731
warga penderita gangguan jiwa di 26 kabupaten/kota masih dipasung itu adalah data
dari blog resmi Bappeda Jawa Timur (2014), informasi ini di update pada tahun 2016
meningkat menjadi 1200 penderita gangguan jiwa yang masih di pasung, dan telah di
bebaskan sebanyak 459 penderita itu adalah informasi yang disediakan oleh Mensos
(dalam web antarajatim.com 2017).Sedangkan di kabupaten Trenggalek sendiri juga
masih terdapat banyak penderita gangguan jiwa yang dipasung oleh pihak keluarga
sekitar 60 penderita skizofrenia yang masih dipasung oleh keluarga (Antaranews.com.
2013).
A. Pengasuhan Orangtua
Pengasuhan adalah sebuah proses interaksi antara 2 pihak, yaitu dari orang tua
kepada anak, baik secara fisik, emosi, sosial, emosional, intelektual, baik dari anak
3
masih kecil sampai dewasa (Kemendikbud, 2016). Pengasuhan orang tua dapat
diklasifikasikan berdasarkan kombinasi dari penerimaan dan responsivitas (Maccoboy
dan Martin dalam Santrock, 2012), berdasarkan penerimaan rang tua akan
memperlakukan/berinteraksi dengan anak secara berbeda, ada 5 bentuk dari pola asih
tersebut yaitu otoritarian, orotitatif, pengasuhan yang melalaikan, pengasuhan yang
memanjakan, dan permisif.
B. Penerimaan Orangtua Etnis Jawa
(Rohner, dkk 2012) menyebutkan ciri khas yang terdapat dalam sebuah
penerimaan orang tua adalah warmth atau kehangatan, kehangatan ditunjukkan oleh
orang tua dalam bentuk perilaku kasih sayang, keramahan, kepedulian, kenyamanan,
merawat anak, pengasuhan, dukungan, atau yang sederhana adalah membuat anak
merasa dicintai dan disayangi. Perilaku tersebut dapat temamati secara fisik dan verbal.
Dalam psikologi raos yang ditulis oleh Suryomentraman (dalam Sugiarto, 2014) orang
tua pada umumnya memiliki Raos sih yaitu kasih sayang yang tanpa batas kepada
anaknya, perasaan ini dapat tumbuh menjadi subur apabila orang tua telah mampu
untuk menghilangkan Karmadangsa.
C. Penerimaan Orang Tua Etnis Jawa Pada Penderita Skizofrenia
Penerimaan keluarga dengan pasien skizofrenia pada awalnya berupa
penyerahan sepenuhnya kepada tenaga medis, maupun pihak-pihak yang bersedia
membantu keluarga dalam mengatasi Skizofrenia, proses penerimaan yang dialami
masing-masing keluarga memiliki keunikan yang beragam, hal ini dipengaruhi oleh
pengetahuan dan pemahaman keluarga skizofrenia yang diperoleh melalui informasi
dari berbagai sumber, pada awalnya keluarga akan menolak pasien skizofrenia, hal ini
4
dilakukan oleh keluarga dengan tidak mencari informasi, merawat dengan merantai
kaki, mengasingkan, dan berperilaku kasar selama penderita skizofrenia berada di
rumah, dan keluarga menolak untuk menjenguk di rumah sakit jiwa. Dalam proses
penerimaan saudara kandung dapat melaluinya dengan lebih cepat dibandingkan
dengan orang tua pasien, semakin lama seseorang mengalami skizofrenia maka
semakin besar pula kemungkinan ia diterima oleh keluarga (Wardhani, 2013).
Penerimaan orang tua dalam kebudayaan Jawa seharusnya dapat terjadi dengan
lebih mudah kepada penderita skizofrenia karena nilai ini terinternalisasi dalam seluruh
orang yang sudah “Jowo”, terlebih perasaan dari orang tua. Namun tetap saja masih
ada beberapa penghalang dari penerimaan ini, diantaranya adalah stigma masyarakat
mengenai penderita skizofrenia yang masih buruk, tak menutup kemungkinan bahwa
keluarga juga memberikan stigma buruk bagi penderita itu sendiri (Hawari, 2014)
mungkin pengaruh dari stigma masyarakat akan memiliki pengaruh yang cukup besar,
namun stigma dari dalam keluarga itu sendirilah yang sebenarnya memegang peranan
yang lebih besar dari penerimaan ini, apabila keluarga terlebih orang tua telah
terdoktrin dari stigma masyarakat yang buruk terhadap penderita skizofrenia, seperti
stigma diguna-guna atau kerasukan roh halus, maka perilaku keluarga akan menjadi
berbeda apabila dibandingkan dengan stigma bahwasannya penderita adalah orang
yang mengalami gangguan, dan membutuhkan dukungan secara sosial, apabila stigma
buruk yang lebih melekat kepada keluarga maka tindakan-tindakan yang mampu
menghambat proses penyembuhan, seperti pemasungan, atau tindakan kekerasan yang
lain.
5
Penerimaan keluarga memiliki kaitan yang erat dengan dukungan keluarga,
keluarga yang mampu menerima penderita akan memliki kemungkinan yang lebih
untuk bisa menunjukkan dukungannya, dan dukungan keluarga memiliki peranan
penting dalam perkembangan menuju kesembuhan bagi penderita (Ambari, 2014)
menyebutkan dalam hasil penelitiannya bahwa dukungan keluarga memiliki pengaruh
yang positif kepada keberfungsian sosial penderita, yang mana salah satu simptom dari
skizofrenia adalah ketidak berfungsian sosial, apabila simptom ini dapat dibantu
dengan dukungan keluarga maka kemungkinan penderita untuk sembuh akan semakin
tinggi. Dalam kebudayaan Jawa memiliki istilah Raos sih yaitu kasih sayang tanpa
batas dari orang tua kepada anaknya, rasa kasih yang tertuang dalam bentuk perilaku
dan perkataan dari orang tua ini dapat tumbuh apabila orang tua telah mampu
menghilangkan karmadangsa yang dirasakan oleh orang tua berikut adalah penjelasan
yang diungkapkan oleh Suryomentraman (dalam Sugiarto, 2014). Perasaan nyaman
yang diterima oleh anak berkat raos sih dari orang tua tersebut dapat membuat anak
kesampyok atau tertular, dalam artian anak juga akan menjadi lebih mudah untuk
mengasihi orang lain seperti bagaimana ia diperlakukan oleh orang tuanya.
Penghambat terbesar dari tumbuhnya perasaan ini adalah adanya anggapan bahwa
orang tua mampu untuk mengasihi dan menyayangi anaknya dengan benar, perasaan
dan anggapan ini dapat membuat orang tua menjadi suloyo atau lengah terhadap
perasaannya sendiri kepada anak. Apabila orang tua sudah dapat menerima keadaan
anak, dan mampu untuk menunjukkan kasih sayang/ raos sih kepada anak, maka hal
ini dapat membantu penderita menjauhi faktor-faktor yang dapat membangkitkan
kekambuhan, selain itu kasih penerimaan yang diberikan oleh orang tua juga akan
6
membuat anak belajar untuk mengasihi orang lain sehingga kehidupan sosial dari
penderita dapat berkembang.
METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam peneltian ini adalah studi kasus
etnografi, studi kasus adalah sebuah jenis penelitian kualitatif yang dalam
pengumpulan datanya menggunakan beberapa metode secara bergantian dan saling
mendukung satu dengan yang lain guna mengungkap dan menjelaskan secara rinci
tentang suatu fenomena, sedangkan etnografi adalah sebuah metode penelitian untuk
menemukan dan mendeskripsikan secara komprehensif makna fenomena kejiwaan
atau perilaku sebagai isu atau topik psikologi dalam sebuah kelompok budaya tertentu,
dan studi kasus adalah sebuah jenis penelitian kualitatif yang menggunakan berbagai
metode dan beragam sumber data untuk menjelaskan secara rinci dan mendalam
tentang suatu unit analisis (Hanurawan 2016). Kehadiran peneliti dalam penelitian ini
adalah sebagai instrumen utama dalam mengumpulkan data yang diperlukan. Hal ini
berarti pengumpulan data terkait subjek dilakukan secara langsung oleh peneliti.
Dalam penelitian ini peneliti menetapkan beberapa karakteristik subjek yang akan
diambil, berikut adalah kriteria yang ditetapkan peneliti :
1. Orang tua yang merawat anak dengan gangguan skizofrenia
2. Memiliki latar belakang budaya Jawa
3. Memiliki bahasa ibu Jawa
Penelitia menggunakan metode wawancara mendalam guna mencari data tentang
perasaan dan pandangan partisipan terhadap fenomena yang dialami, serta wawancara
7
dilaksanakan dengan cara semi terstruktur sehingga memudahkan peneliti dalam
melakukan probing, data hasil wawancara diperkuat dengan data catatan lapangan,
berupa observasi yang dilaksanakan sebelum proses penelitian dan pada saat penelitian
dilaksanakan. Pengecekan keabsahan data dlakukan dengan Triangulasi prespektif
yaitu dengan mencari informasi dari prespektif orang lain (Herdiansyah, 2014), yang
dimaksudkan orang lain adalah informan, selain itu juga penggunaan 2 alat pengumpul
data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian, ketiga partisipan menunjukkan perilaku menerima,
apabila ditinjau dari dasar teori yang digunakan,berdasarkan Rohner dkk. (2012)
penerimaan orang tua terhadap anak terwujud dalam bentuk kepedulian, kasih sayang,
kedekatan secara fisik, dan kemauan orang tua untuk merawat anak dengan baik.
,beberapa bentuk penerimaan yang tampak pada ketiga partisipan adalah orang tua
bersedia untuk duduk didekat anak, berbicara dengan anak, menanggapi pembicaraan
anak dengan serius. Keempat hal tersebut merupakan bentuk-bentuk penerimaan yang
ditampakkan oleh ketiga partisipan penelitian, selain keempat hal tersebut setiap
partisipan juga mempunyai ciri khas masing-masing dalam menunjukkan perilaku
menerima.
8
Sikap orang tua menolak masyarakat yang hendak memasung penderita
merupakan bentuk dari kasih sayang/warmth. Rohner (2005) menyebutkan bahwa
kehangatan adalah sikap orang tua secara emosional, ataupun perilaku dari perasaan
cinta, mengasuh dengan baik, dan juga sikap mendukung. Penerimaan ini dilandasi
oleh perasaan tanggung jawab yang dimiliki oleh orang tua Etnis Jawa juga merupakan
bentuk dari kasih sayang/warmth.. nilai kebudaayaan jawa yang masih kental mengenai
perilaku orang tua kepada anak ini mendorong orang tua untuk berperilaku baik kepada
anak, termasuk dalam bentuk ekspresi emosi. Hasil dari penerimaan ini mampu untuk
menurunkan kemungkinan penderita mengalami kekambuhan atau tantrum kembali,
karena penerimaan yang dilakukan oleh orang tua tertuang dalam bentuk EE yang
positif sehingga mampu untuk meredam anak yang hendak mengalami tantrum, dan
juga mampu untuk mencegah anak mendekati fase tantrum dari Handayani dan
Nurwidawati (2013). Hal ini juga muncul selama proses penelitian, dimana cara dari
setiap partisipan dalam menangani penderita ketika hendak mengalami tantrum adalah
sabar dan mengalah, sehingga penderita menjadi lebih tenang, pada P3 data tentang
mengalah muncul baik secara verbal maupun fisik, dimana ia tidak melawan anak
ketika hendak atau menunjukkan ciri-ciri anak akan mengalami tantrum, karena
perasaan sayang dan juga perasaan tanggung jawab untuk merawat anak dengan baik.
Perasaan tanggung jawab sebagai orang tua untuk merawat anak dengan baik
dan benar menjadi landasan utama penerimaan yang dilakukan oleh ketiga partisipan.
Dalam budaya jawa tanggung jawab itu disebut dengan nggulowentah anak, Sugiarto
(2014) menjelaskan bahwa nggulowentah hanya sebatas pendidikan yang diberikan
oleh orang tua untuk mensejahterakan anak, pada deskripsi ini konsep nggulowentah
9
memiliki tujuan untuk menuntaskan anak secara fisik saja untuk bisa menjadi lebih
mandiri, sehingga terasa menjadi lebih spesifik dan sempit, namun Court De La (1936)
menjelaskan lebih terperinci bahwa nggulowentah adalah sebuah konsep yang lebih
kompleks dari sekedar pendidikan, nggulowentah merupakan tugas orang tua untuk
menuntun anak baik secara fisik maupun batin, merawat anak, mensejahterakan anak,
memberikan contoh kepada anak, memenuhi kebutuhan anak dan juga menjadikan
anak supaya dapat dadi uong. , ketiga partisipan mengungkapkan bahwa mereka
memiliki harapan kelak penderita mampu untuk mandiri dan tidak menjadi
ketergantungan kepada orang lain atau juga dapat diistilahkan mampu hidup
bermasyarakat secara mandiri atau dalam bahasa Jawa disebut “wes dadi uong”. Ketiga
bentuk penerimaan yang telah sebutkan diatas adalah manifestasi dari nggulowentah
itu sendiri, dalam kebudayaan Jawa orang tua memang harus diwajibkan untuk dapat
secara sabar, terus merawat anak, bahkan berdasarkan data penelitian keharusan ini
tetap berjalan walaupun anak mengalami gangguan jiwa, bahkan dalam kebudayaan
jawa orang tua dituntut untuk bisa mengerti keadaan anak Court De La (1936)
menyebutkan dalam bukunya tijang sepah poeniko engkang nomer satoenggal kedah
ngertos, oetawi ngroemaosi yang artinya adalah hal utama yang harus dimiliki oleh
orang tua adalah mengerti atau memahami, dalam hal ini yang di mengerti atau
dipahami adalah keadaan anak, apabila partisipan sudah mampu untuk mengerti dan
memahami keadaan anak yang membutuhkan perlakuan khusus maka perilaku sabar
dan ngalah pasti akan muncul menyusul dari pengertian tersebut. Salah satu manifestasi
dari nggulowentah ini adalah pendidikan.
10
Dalam kebudayaan jawa orang tua memiliki tanggung jawab untuk menuntaskan
anak sampai dadi uwong yang artinya anak siap untuk bermasyarakat, tidak hanya
pendidikan secara moral, dalam Sugiarto (2014) juga dijelaskan tanggung jawab ini
juga dirasakan orang tua sampai tingkat mencarikan lahan pekerjaan untuk anak
apabila hal itu dirasa memang dibutuhkan. Hal tersebut juga dirasakan oleh ketiga
partisipan sehingga ketiga partisipan secara perlahan dan sabar juga memberikan
pendidikan untuk membantu anak mampu untuk bisa mandiri secara ekonomi, selain
pendidikan untuk membantu anak sejahtera secara ekonomi ada 3 hal lain yang harus
diajarkan oleh orang tua etnis jawa kepada anak, yaitu mendidik anak untuk sumerep
atau mengerti tentang hal yang benar, mendidik anak tentang rasa cinta, dan mendidik
anak untuk mencintai keindahan, sedangkan, Court De La (1936) juga menyebutkan
bahwa orang tua memiliki tugas untuk mendidik anak sampai anak bisa menjadi orang
yang sejahtera baik badan dan fikirannya, peranan ini juga dilaksanakan oleh ketiga
partisipan, dengan mendidik anak walaupun anak mengalami gangguan jiwa. Maka
dari itu partisipan juga memberikan pendidikan terkait dengan kemampuan merawat
diri sendiri, seperti mencuci baju, menyapu, mandi, mencuci piring dan lain-lain.
Karena keadaan anak yang membutuhakan perhatian khusus membuat partisipan harus
melaksanakan pendidikan ini sabar dan konsisten. Seperti pada P2 dimana pada
pengatan tanggal 3 Mei 2017 penderita sama sekali belum bersedia untuk bekerja
sampai pada akhirnya berdasar data pada 5 November 2017 penderita sudah mulai
bersedia untuk membantu partisipan untuk bekerja diladang, hal ini cukup disyukuri
oleh partisipan.
11
Kesabaran sangat dibutuhkan dalam merawat anak yang membutuhkan perlakuan
khusus ini. Sabar adalah perilaku penerimaan dimana orang tua dapat menahan diri
untuk tetap berperilaku baik walaupun anak mengalami gangguan jiwa, atau bahkan
ketika anak sedang tantrum dan mampu untuk mengesampingkan keinginan atau
perasaan pribadi guna menjaga perasaan anak dalam hal ini. Perilaku sabar ini
menunjukkan sebuah ekspresi emosi yang positif kepada anak, dimana penyampaian
ekspresi emosi yang demikian menurut Handayani (2013) dan Marchira, dkk (2008)
dapat menurunkan resiko penderita mengalami kekambuhan atau tantrum kembali, hal
ini juga tampak pada ketiga partisipan yang tidak menggunakan nada tinggi atau
bersifat marah kepada penderita bahkan ketika penderita melakukan hal yang kurang
tepat, ketiga partisipan tetap berusaha untuk menjadi sabar dan terus merawat anak,
walaupun kadang tersirat perasaan sedih dan lelah. Sugiarto (2014) menjelaskan bahwa
rasa cinta orang tua terhadap anak termanifestasikan ketika orang tua mampu untuk
mengendalikan hasrat-hasratnya untuk mengejar kepentingan pribadi dan
mengharapkan untuk dapat imbalan, perilaku ini sudah tampak pada ketiga partisipan,
dengan terus merawat anak dan mengesampingkan keinginan atau hasrat pribadi demi
menjaga perasaan anak yang mengalami gangguan jiwa dan membutuhkan perlakuan
khusus.
Ngalah adalah salah satu menifestasi dari perilaku sabar, menghadapi perilaku
anak yang kadang kurang tepat atau malah kadang mengalami tantrum dengan tidak
melawan bisa menjadi salah satu definisi dari ngalah, perilaku ngalah akan sangat
berkaitan dengan ekspresi emosi orang tua kepada anak, orang tua yang tidak dapat
mengalah kepada anak, terutama ketika anak mengalami tantrum akan cenderung
12
menunjukkan ekspresi emosi yang negative kepada anak, hal ini tentu akan berdampak
buruk kepada anak, dalam keadaan sadar ekspresi emosi yang negative dapat
kekambuhan dari penderita, dan apabila dalam keadaan tantrum ekspresi emosi yang
negative hanya akan memperburuk keadaan dari penderita Handayani (2013) dan
Marchira, dkk (2008). Dalam kebudayaan Jawa orang tua juga tidak sepantasnya
melampiaskan kemarahan atau kekesalan kepada anak, Sugiarto (2014), sehingga
mendorong partisipan untuk bisa mengalah terhadap anak. Ketiga partisipan memiliki
kesamaan dalam mewujudkan perilaku ngalah ini, yaitu ketika anak meminta sesuatu
orang tua akan cenderung mengikuti dan menyediakan apa yang menjadi keinginan,
selama hal itu memang masih dapat untuk diperjuangkan.
Sikap penerimaan orang tua Etnis Jawa pada penderita skizofrenia menumbukan
perilaku yang baik kepada anak dan dampak yang baik pula, berdasarkan penerimaan
tersebut poa asuh yang dilakukan oleh orang tua lebih bersifat memanjakan anak,
karena sikap anak yang tidak dapat diberikan batasan, hukuman dan tekanan sehingga
orang tua bersikap mengalah dan memanjakan anak, Baumrid (dalam Santrock, 2012)
menyebutkan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh ini berkeyakinan bahwa
perilaku menyayangi, kehangatan dan kedekatan anak dengan orang tua akan
menumbuhkan sikap kreatif dan kepercayaan diri bagi anak. Sikap orang tua yang
demikian memang lebih tepat dilakukan kepada anak dengan gangguan skizofrenia,
karena dengan sikap ini kemungkinan penderita untuk mendapatkan stressor yang
bersar akan semakin berkurang, dimikian juga dengan kemungkinan penderita
mengalami kekambuhan.
13
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan penjabaran data dalam bab-bab sebelum ini dapat
disimpulkan sebagai berikut : Penerimaan orang tua etnis Jawa pada penderita
skizofrenia terwujud dalam perilaku peduli, menyayangi, mendukung, merawat anak,
dan bersedia untuk berdekatan secara fisik dengan anak, dalam istilah Jawa perilaku
tersebut muncul dalam 3 hal yaitu mengalah, sabar, dan mendidik. Penerimaan orang
tua Etis Jawa pada penderita skizofrenia didasari oleh perasaan tanggung jawab untuk
menuntaskan anak sampai mampu untuk bermasyarakat.
B. SARAN
1. Bagi Orang Tua Etnis Jawa Yang Memiliki Anak Dengan Gangguan Skizofrenia
Penolakan bagi penderita skizofrenia akan memperburuk keadaan, dan
menghambat proses pengobatan dan juga kesembuhan dari penderita, dengan
adanya penelitian ini saya mengharapkan kepada orang tua Etnis Jawa yang
memiliki anak dengan gangguan skizofrenia untuk dapat mengingat dan memahami
kembali kebudayaan Jawa agar dapat lebih mudah dalam proses menerima keadaan
anak yang mengalami gangguan jiwa.
2. Bagi Praktisi Psikologi Klinis Yang Menangani Penderita Skizofrenia Dengan Latar
Belakang Etnis Jawa.
Melaksanakan sosialisasi kepada orang tua Etnis Jawa yang memiliki anak
dengan gangguan skizofrenia mengenai pentingnya penerimaan dan berperilaku
14
baik kepada anak, serta mengingatkan mengenai bagaimana Budaya Jawa
mengajarkan cara untuk merawat anak, dan besarnya pengaruh sifat nggulowentah.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang
penerimaan orang tua Etnis Jawa yang memiliki anak dengan gangguan skizofrenia,
agar supaya dapat memilih partisipan dengan anggota keluarga yang lengkap. Serta
dapat melakukan pengambilan data secara lebih mendalam.
4. Bagi Dinas Sosial
Bagi dinas sosial yang bekerja dalam ranah penuntasan pemasungan oleh orang
tua Etnis Jawa yang memiliki anak dengan gangguan skizofrenia dapat
menggunakan hasil penelitian untuk menyadaran orang tua akan bentuk dari
penerimaan dan dampaknya bagi anak.
DAFTAR RUJUKAN
Antarajatim. 2017. Mensos: Kasus Pemasungan Psikotik Terbanyak Di Jatim.
Online: :http://www.antarajatim.com/berita/188498/mensos-kasus-
pemasungan-psikotik-terbanyak-di-
jatim?utm_source=fly&utm_medium=related&utm_campaign=news diakses
pada tangaal 19 Februari 2017.
Alwisol. 2011. Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. Malang : UMM pres
Ambari, Prinda Kartika Mayang. 2014. Hubungan Antara Dukungan Keluarga
Dengan Keberfungsian Soial Pada Pasien Skizofrenia Pasca Perawatan Di
Rumah Sakit. Semarang : Universitas Negeri Diponegoro.
15
Bappeda. 2014. Data Orang Dipasung Harus Di Update. Online:
://bappeda.jatimprov.go.id/2014/04/02/data-orang-dipasung-harus-diupdate/
diakses pada tanggal 19 Februari 2017.
Budjianto, Didik. 2015. 400 Ribu Alami Gangguan Jiwa Berat (Schizophrenia), 10
Juta Alami Gangguan Mental Emosional (Gme). Online:
http://www.kompasiana.com/de-be/400-ribu-alami-gangguan-jiwa-berat-
schizophrenia-10-juta-alami-gangguan-mental-emosional-
gme_54f431267455137f2b6c887b diakses pada tanggal 1 Oktober 2016.
Court De La. 1936. Antje-Antjer Bab Anggulowentah Lare. Batavia-C : Bale Poestaka
Delisi, lynn E. 2011. 100 Question & Answer about Schizophrenia: Painful Minds
Second Edition. Canada: Jones and Bartlett Publisher.
Endaswara, Suwardi. 2015. Etnologi Jawa, Penelitian Pengabdian, Dan Pemaknaan
Budaya. Jakarta : Caps.
Handayani Lestari, Nuriwdawati. 2013. Hubungan Pola Asuh Dan Ekspresi Emosi
Keluarga Dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia Dirumah Sakit Jiwa
Menur Surabaya. Surabaya : Universitas Sebelas Maret. Online:
http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/character/article/view/7103/9669diakses
pada tanggal 4 oktober 2016.
Hanurawan Fatah, 2016, Metode Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu Psikologi. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Hawari, Dadang. 2014. Skizofrenia Pendekatan Holistik (BPSS) BIO-PSIKO-
SOSIAL-SPIRITUAL Edisi Ketiga. Jakarta : Universitas Indonesia.
Herdiansyah, Haris. 2015. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu Psikologi.
Jakarta : Salemba Humanika.
Kartono, Kartini. 2002. Patologi Sosial 3, Gangguan Kejiawaan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Kmendikbud. 2016. Seri Pendidikan Orang Tua : Pengasuhan Positif. Jakarta
Matsumoto, David. 2008. Pengatar Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
16
Marchira, Sumarni, Lusia. (2008). Hubungan Antara Ekspresi Emosi Keluarga
Pasien Dengan Kekambuhan Penderita Skizofrenia di RS DR. Sardjito
Yogyakarta. Yogyakarta : Berita Kedokteran Masyarakat.
Nevid, Jeffrey S, dkk. 2005. PSIKOLOGI ABNORMAL, EDISI KELIMA. JILID 2.
Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama.
Rohner P. Ronald.2008. Introduction: Parental Acceptance-Rejection Theory Studies
Of Intimate Adult Relationships.Connecticut: University of Connecticut.
Rohner Ronald P. 2005. Glossary Of Significant Concepts in Parental Accaptance-
Rejection Theory.
Rohner Ronald P, Khaleque Abdul, Cournoyer David E. 2012. Introduction To
Parentalacceptanc-Rejection Theory, Methode, Evidence, And Implication.
Connecticut: Universityof Connecticut.
Santrock, J. W. 2013. Life-span Devlopment Perkembangan Masa Hidup, Edisi ke 13
Jilid 1. Jakarta : PT. Penerbit Erlangga
Subandi, M A. 2011. Family Expresed Emotion In A Javanese Cultiral
Context.Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.
Sugiarto, Ryan. 2014. Psikologi Raos Saintifikasi Kaweruh Jiwa Ki Ageng
Suryomentaram. Yogyakarta : Pustaka.
Suharsaputra, Uhar. 2012. Metode Penelitian : Kuantitatif, Kualitatif, Dan Tindakan.
Bandung : Refika Aditama.
Wardhani, Rizka Stevi Putra. 2013. Penerimaan Keluarga Pasien Skizofrenia Yang
Menjalani Rawat Inap. Surakarta : Universitas Muhammadiah Surakarta
Wibowo, Suryo. 2016. Penderita Jiwa Di JawaTengah Terus Meningkat.Online:
https://m.tempo.co/read/news/2016/10/10/060811005/penderita-gangguan-
jiwa-di-Jawa-tengah-terus-meningkatdiakses pada tanggal 9 Oktober 2016.
Widyarini. Nilam. 2009. Seri Psikologi Populer : Gaya Hidup Sehat. Jakarta : Alex
Media Kompitundo.
Recommended