View
5
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PENGARUH KOHESIVITAS KELOMPOK, SELF
EFFICACY DAN JENIS KELAMIN TERHADAP
SOCIAL LOAFING PADA MAHASISWA UIN
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)
Oleh :
Raditio Andaru
NIM: 11150700000137
Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
1441 H / 2019
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“KESULITAN AKAN TUNDUK PADA ORANG YANG
BERJUANG”
“DON’T STOP UNTIL YOU’RE PROUD”
Skripsi ini dipersembahkan untuk kedua orang tua saya, Mama & Papa, serta
keluarga dan sahabat terdekat yang selalu mendoakan dan menyemangati di balik
layar perjuangan saya.
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
B) Juli 2019
C) Raditio Andaru
D) Pengaruh Kohesivitas Kelompok, Self Efficacy, dan Jenis Kelamin terhadap
Social Loafing pada Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
E) xii + 79 halaman + Lampiran
F) Social loafing merupakan pengurangan kinerja individu selama bekerjasama
dalam lingkup kelompok dibandingkan pada saat individu bekerja sendiri.
Pengurangan kinerja individu dalam kelompok akan berdampak negatif baik bagi
kelompok maupun individu yang melakukannya. Penelitian ini bertujuan untuk
menguji signifikansi pengaruh kohesivitas kelompok, self efficacy, dan jenis
kelamin secara bersama-sama terhadap social loafing.
Populasi dalam penelitian ini merupakan mahasiswa program studi strata
satu (S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pengambilan
sampel pada penelitian ini menggunakan teknik convenience non probability
sampling dengan sampel sebanyak 311 responden. Penelitian ini menggunakan
instrumen pengumpulan data dengan skala model Likert untuk mengukur
keseluruhan variabel. Kuesioner yang digunakan untuk mengukur variabel social
loafing menggunakan skala social loafing, variabel kohesivitas kelompok
menggunakan skala Group Environment Questionnaire (GEQ),variabel self
efficacy menggunakan skala self efficacy. Pengujian validitas tiap-tiap item
kuesioner menggunakan teknik CFA (Confirmatory Factor Analysis), sedangkan analisis data untuk uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik multiple
regression.
Hasil yang diperoleh menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan dari
variabel kohesivitas kelompok, self efficacy dan jenis kelamin terhadap social
loafing dengan sumbangan nilai sebesar 58.2%. Secara rinci dijelaskan bahwa
dimensi yang berpengaruh secara signifikan terhadap social loafing adalah
individual attraction to group task, individual attraction to group social, dan
generality, sedangkan dimensi lainnya tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap social loafing. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah menggunakan
independent variabel lain di luar penelitian ini yang didasarkan dengan penelitian
sebelumnya, seperti motivasi berprestasi. Pengambilan sampel juga disarankan
untuk meneliti sampel yang memiliki karakteristik yang berbeda seperti karyawan
perusahaan, dan tim olahraga. G) Daftar Bacaan: 51; buku: 16 + jurnal: 34 + internet: 1.
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology, Syarif Hidayatullah State Islamic University, Jakarta
B) July 2018
C) Raditio Andaru
D) The Effect of Group Cohesion, Self efficacy, and Gender on Social loafing on
Students of Syarif Hidayatulah State Islamic Univeristy Jakarta.
E) xii + 79 pages + Appendix
F) Social loafing is a reduction in individual performance during collaboration in
the scope of a group (collective) compared to when individuals work alone.
Reducing individual performance in groups will have a negative impact on both
groups and individuals who do it. This research aims to examine the significance
of the influence of group cohesion, self efficacy, and gender on social loafing of
students. The population in this study was a student of Syarif Hidayatullah State Islamic
University Jakarta. Sampling in this study used a convenience non-probability sampling
technique with a sample of 311 respondents. This study used a data collection instrument
with a Likert scale model to measure all variables. The questionnaire used to measure
social loafing variable used a social loafing scale, group cohesion variable used a Group
Environment Questionnaire (GEQ) scale, the self efficacy variable used the self efficacy
scale. The validity of each item questionnaire tested using the CFA (Confirmatory Factor
Analysis) technique, while the data analysis for testing the hypothesis in this study used
multiple regression techniques.
The result of this study show that there was a significant effect of group
cohesion, self efficacy and gender on social loafing with a contribution value of
58.2%. In detail, it is explained that the dimensions that significantly influence
social loafing are individual attraction to group task, individual attraction to
social groups, and generality, while other dimensions do not significantly
influence social loafing. The suggestion for further research is to use other
independent variables outside of this study which are based on previous research,
such as achievement motivation. Sampling is also recommended to examine
samples that have different characteristics such as company employees, and
sports teams.
G) Reading List: 52; books: 16 + journal: 34 + internet: 1.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
karunia, rahmat, hidayah dan kekuatan yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh Kohesivitas Kelompok, Self
Efficacy, dan Jenis Kelamin terhadap Social Loafing pada Mahasiswa UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.” Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan
kepada Rasulullah Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, dan seluruh umat
yang senantiasa mencintainya.
Proses yang telah penulis lalui untuk terwujudnya skripsi ini tidak lepas
dari bantuan, bimbingan, arahan, dukungan, dan doa yang diberikan kepada
penulis dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si selaku Dekan, dan Bambang Suryadi, Ph.D
selaku Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
2. Drs. Akhmad Baidun, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi, terima kasih
penulis ucapkan atas kesabaran, arahan, bimbingan, dan juga dukungan dari
segi waktu dan tenaga yang diberikan selama proses pembuatan skripsi ini.
Banyak hal yang penulis dapatkan selama proses bimbingan berlangsung
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
3. Dr. Achmad Syahid, M.Ag. selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih
atas bimbingan dan juga masukan yang telah diberikan kepada penulis
sehingga penulis terus termotivasi untuk meningkatkan nilai di setiap
semesternya selama perkuliahan.
4. Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak
memberikan ilmu dan pemahaman kepada penulis baik dalam bidang
akademis maupun non-akademis.
5. Responden yang turut berpartisipasi dalam penelitian ini, penulis ucapkan
terima kasih telah meluangkan waktu dan pikiran untuk mengisi kuesioner
sehingga penulis mendapat informasi dengan sangat baik.
6. Kedua orang tua yang sangat penulis banggakan, cintai, dan hormati teruntuk
mama dan papa. Terima kasih doa mama dan papa yang selama ini selalu
mendukung dengan banyak cara yang dilakukan agar penulis terus semangat
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih selalu mendukung di saat suka
maupun duka, di saat penulis lelah mama dan papa tidak pernah merasa lelah
untuk terus memberi semangat. Terima kasih telah menjadi kekuatan dan
inspirasi penulis untuk tetap semangat dan kuat menjalani kehidupan dan juga
menyelesaikan skripsi ini.
7. Keluarga penulis yang selalu mensupport dalam keadaan suka dan duka, saat
penulis merasa down keluarga selalu ada di belakang penulis untuk membantu
ix
bangkit kembali. Terimakasih untuk Yangkung, Yangti, dan Mbahti dan sanak
saudara lainnya yang telah memberi semangat serta memfasilitasi penulis
dengan kebahagiaan tidak terbatas.
8. Sahabat Cenil, untuk Michael, Windi, Yudhistira, Femmylia, Ken, Hany,
Putra, Raafi, dan Iqbal yang selalu memberikan keseruan selama ini.
9. Mahasiswa/i Psikologi UIN Jakarta yang selalu memberi semangat, motivasi,
dan inspirasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih
untuk Dwi, Soffa, Ryan, Nadiva, Nadia, Metsa, Niki, Tirta, Kindy, Indira, Kak
Ibnu, Kak Khansa, Kak Tina dan teman-teman lainnya yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu. Terimakasih telah membantu penulis dalam
banyak hal untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Seluruh pihak yang tidak dapat dituliskan satu per satu, terima kasih atas
bantuan, kebaikan, dan doa yang telah diberikan kepada penulis. Semoga
selalu dalam lindungan dan rahmat Allah, dan kebaikan yang telah diberikan
dibalas dengan kebaikan yang akan Allah SWT berikan dengan sebaik-
baiknya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan
keterbatasan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat
dibutuhkan sangat diharapkan demi perbaikan dalam penelitian di masa
mendatang. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua kalangan baik orang tua,
mahasiswa/i, pekerja, maupun masyarakat umum.
Jakarta, 29 Juli 2019
Penulis
x
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v ABSTRAK ............................................................................................................ vi ABSTRACT .......................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii DAFTAR ISI ........................................................................................................... x DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
BAB 1 ...................................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1 1.2 Pembatasan dan Rumusan Masalah ....................................................................... 8
1.2.1 Pembatasan masalah ......................................................................................... 8 1.2.2 Rumusan masalah ............................................................................................. 9
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................................. 10 1.3.1 Tujuan penelitian ............................................................................................ 10 1.3.2 Manfaat penelitian .......................................................................................... 10
BAB 2 .................................................................................................................... 11 2.1 Social loafing ............................................................................................................ 11
2.1.1 Definisi social loafing ..................................................................................... 11 2.1.2 Dimensi social loafing .................................................................................... 12 2.1.3 Faktor yang mempengaruhi social loafing ...................................................... 13 2.1.4 Pengukuran social loafing ............................................................................... 16
2.2 Kohesivitas Kelompok ............................................................................................ 18 2.2.1 Definisi kohesivitas kelompok ........................................................................ 18 2.2.2 Dimensi kohesivitas kelompok ....................................................................... 19 2.2.3 Pengukuran kohesivitas kelompok.................................................................. 20
2.3 Self Efficacy .............................................................................................................. 22 2.3.1 Definisi self efficacy ........................................................................................ 22 2.3.2 Dimensi self efficacy ...................................................................................... 24 2.3.3 Pengukuran self efficacy ................................................................................. 25
2.4 Jenis Kelamin .......................................................................................................... 26 2.4.1 Definisi jenis kelamin ..................................................................................... 26 2.4.2 Skoring variabel jenis kelamin ........................................................................ 28
2.5 Kerangka Berpikir .................................................................................................. 28 2.6 Hipotesis Penelitian ................................................................................................. 33
BAB 3 .................................................................................................................... 35 3.1 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel .......................................................... 35 3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional....................................................... 35 3.3 Instrumen Pengumpulan Data ............................................................................... 37 3.4 Uji Validitas Konstruk ............................................................................................ 39
3.4.1. Uji validitas konstruk social loafing ............................................................... 42
xi
3.4.2. Uji validitas konstruk kohesivitas kelompok .................................................. 43 3.4.3. Uji validitas konstruk self efficacy ................................................................. 48
3.5 Teknik Analisis Data ............................................................................................... 51 3.6 Prosedur Penelitian ................................................................................................. 52
BAB 4 .................................................................................................................... 55 4.1 Gambaran Subjek Penelitian ................................................................................. 55 4.2 Hasil Analisis Deskriptif ......................................................................................... 56 4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian .................................................................. 57 4.4 Uji Hipotesis Penelitian ........................................................................................... 59
4.4.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian............................................................... 59 4.5 Proporsi Varian ....................................................................................................... 64
BAB 5 .................................................................................................................... 68 5.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 68 5.2 Diskusi ...................................................................................................................... 68 5.3 Saran......................................................................................................................... 73
5.3.1 Saran Teoritis .................................................................................................. 73 5.3.2 Saran Praktis ................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 76 LAMPIRAN .......................................................................................................... 81
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blueprint Skala Social loafing …………………………….….… 38
Tabel 3.2 Blueprint Skala Kohesivitas Kelompok ..………………..……… 38
Tabel 3.3 Blueprint Skala Self Efficacy …...……………………….……… 39
Tabel 3.4 Coding Variabel Jenis kelamin …………………………………. 39
Tabel 3.5 Muatan faktor item Social loafing ………………………....…… 43
Tabel 3.6 Muatan faktor item group integration task ……………...……… 44
Tabel 3.7 Muatan faktor group integration social …………….……..…… 45
Tabel 3.8 Muatan faktor item individual attraction to group task ….…..… 46
Tabel 3.9 Muatan faktor item individual attraction to group social.….……. 47
Tabel 3.10 Muatan faktor item magnitude ..………………………...……. 49
Tabel 3.11 Muatan faktor item generality ………………………………… 50
Tabel 3.12 Muatan faktor item strength..……………….……………….… 51
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek……...…………….……………….…..55
Tabel 4.2 Tabel Analisis Deskirptif……….…………….……………….… 56
Tabel 4.3 Norma Kategorisasi Skor Variabel Penelitian..……………….… 57
Tabel 4.4 Persentase Kategori Skor Tiap Variabel..…….……………….… 58
Tabel 4.5 Model Summary Analisis Regresi…………….……………….… 60
Tabel 4.6 ANOVA Pengaruh Keseluruhan IV Terhadap DV…………….… 61
Tabel 4.7 Koefisien Regresi…………………………….……………….…. 62
Tabel 4.8 Model Summary Proporsi Varians IV Terhadap DV………….… 65
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian ……………………………….... 33
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Social loafing merupakan suatu fenomena yang seringkali terjadi pada mahasiswa
dalam dunia perguruan tinggi. Partisipasi aktif mahasiswa dalam kegiatan belajar
mengajar dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab yang diemban sebagai
konsekuensinya menjadi tingkatan pelajar tertinggi. Bentuk dari partisipasi aktif
mahasiswa yang dimaksud ialah dengan mengerjakan tugas perkuliahan. Tugas
dapat dibagi menjadi dua, diantaranya yaitu tugas individu dan tugas kelompok
(Sutanto & Simanjuntak, 2015). Tugas individu dalam pelaksanaannya hanya
mengandalkan usaha individu sendiri, sedangkan tugas kelompok dilakukan
dengan menggabungkan usaha dari setiap individu dalam kelompok demi
tercapainya kemudahan dalam menyelesaikan tugas.
Baron dan Byrne (2005) mengungkapkan bahwa tugas kelompok
merupakan tugas yang dikerjakan oleh dua orang atau lebih yang di dalamnya
terdapat interaksi satu sama lain untuk mencapai tujuan yang sama. Individu yang
kurang dapat bekerjasama dengan baik atau mengandalkan orang lain dalam
pengerjaan tugas kelompok, tentunya akan membuat individu menjadi bergantung
pada orang lain sehingga menimbulkan kecemasan ketika tidak dapat mengatasi
masalah yang timbul dalam penugasan kelompok dan merasa kurang percaya diri.
Selain itu, mengandalkan pengerjaan tugas kelompok pada orang lain juga
menunjukkan individu kurang mampu untuk memecahkan masalah sendiri
2
(problem solving), kurang mampu berpikir kritis, dan kurang mampu bertanggung
jawab atas pekerjaannya.
Pada umumnya, bekerja dalam ruang lingkup kelompok sering dikaitkan
dengan dampak positif mengenai upaya dan kinerja individu (Hoigaard,
Safvenbom & Tonnessen, 2006). Menurut Santrock (2009), manfaat dari tugas
kelompok ialah terciptanya interaksi dan interdependensi antar siswa yang
semakin baik, motivasi untuk belajar yang meningkat dan pembelajaran yang
lebih baik melalui pengajaran materi kepada sesama anggota kelompok. Dalam
mengerjakan tugas kelompok setiap individu dituntut untuk berpartisipasi aktif
dan dapat bekerja sama dengan teman sekelompoknya demi terciptanya
kemudahan dalam proses mengerjakan tugas. Namun, pada kenyataannya tidak
semua pengerjaan tugas kelompok berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan,
seringkali dalam kelompok terdapat individu yang mengurangi usahanya dalam
bekerja dan mengalami penurunan motivasi ketika mengerjakan tugas kelompok
dibandingkan ketika bekerja secara individu, fenomena ini dikenal degan istilah
social loafing (Williams, Harkin, & Latane, 1981).
Menurut Ying, Jiang, Peng & Lin (2014), bekerja secara berkelompok
kenyataannya dapat menurunkan motivasi dan usaha pada individu. Sangatlah
mungkin individu mengurangi motivasi dan usahanya ketika mengerjakan tugas
secara kelompok, karena individu dapat mengandalkan individu lain dalam
kelompok untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan. Dampak yang
ditimbulkan dari mengurangnya motivasi dan usaha individu ini dapat membuat
3
kinerja kelompok menjadi tidak efektif, seperti menurunnya produktivitas dan
buruknya kinerja anggota kelompok.
Secara individual, mahasiswa pelaku social loafing akan mengurangi
kesempatan bagi dirinya sendiri untuk mengembangkan kemampuan serta
pengetahuan yang dimilikinya terkait tugas yang seharusnya dikerjakan (Welter,
Canale, Fiola, Sweeney, & Larmand, 2002). Social loafing yang terjadi secara
berkepanjangan dapat menghilangkan fungsi kelompok sebagai wadah kinerja
yang efektif dan efisien (Anggraeni dan Alfian, 2015). Oleh karena itu, social
loafing penting untuk diteliti karena permasalahan ini menimbulkan kerugian bagi
individu, institusi sosial, dan masyarakat (Karau dan Williams, 1993).
Studi terdahulu mengenai fenomena social loafing pertama kali dilakukan
oleh Ringelmann (dalam Latane, Williams, & Harkins 1980) dalam
eksperimennya pada kegiatan tarik tambang, menemukan bahwa individu yang
berada dalam kelompok mengeluarkan usahanya 50% lebih sedikit dibandingkan
dengan total usaha yang dikeluarkannya saat bekerja sendirian. Sedangkan dalam
studi lain Latane, Williams, & Harkins (1979), menemukan bahwa pada kegiatan
bertepuk tangan dalam kelompok, individu mengurangi 65% usahanya, dan pada
kegiatan berteriak dalam kelompok diketahui terdapat individu mengurangi
usahanya sebanyak 82% dibandingkan ketika melakukannya sendirian. Selain itu,
social loafing tidak terbatas hanya pada kegiatan secara fisik tetapi juga
ditemukan pada kegiatan kolektif yang membutuhkan kemampuan berpikir atau
kognitif (Latane, Williams, & Harkins 1980).
4
Data mengenai social loafing dalam penelitian yang dilakukan oleh Piezon
dan Ferree (2008), ditemukan bahwa dari 227 siswa yang menjadi responden
penelitian, 35.7% diantaranya melaporkan diri mengalami social loafing dalam
kelompok. Sebanyak 8% mahasiswa Navy War College (Akademi Angkatan
Laut) melaporkan diri melakukan social loafing dan 77.4% dari mahasiswa
perguruan tinggi lainnya melaporkan diri melakukan social loafing. Laporan diri
terkait social loafing ini menunjukkan adanya pengakuan secara pribadi dari siswa
yang terlibat dalam social loafing.
Berdasarkan wawancara pada 16 mahasiswa yang dilakukan pada tanggal
21 Desember 2018 di kampus satu dan dua UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
terdiri dari delapan orang laki-laki dan delapan orang perempuan, diperoleh hasil
bahwa 12 orang diantaranya menyatakan pernah melakukan tindakan social
loafing ketika mengerjakan tugas kelompok yang telah diberikan dosen. Ketika
diwawancarai lebih lanjut, ke-12 orang interviewee mengatakan lebih nyaman
mengerjakan tugas secara individu. Terdapat beberapa alasan yang interviewee
ungkapkan, antara lain karena pembagian tugas dalam kelompok tidak begitu
jelas, tanggung jawab milik bersama, dan kurang dekat dengan anggota
kelompoknya. Hal ini dapat membuktikan bahwa social loafing memang benar
terjadi di lingkungan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Berdasarkan beberapa penelitian terkait social loafing yang telah
dilakukan sebelumnya, ditemukan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya social loafing antara lain hilangnya motivasi dalam mengerjakan tugas
(Kerr, 1983), rendahnya tingkat self esteem seseorang (Nursalim, 2014),
5
Kepribadian (Ulke dan Bilgic, 2011), tidak adanya evaluasi kinerja dalam
kelompok (Harkins & Szymanski, 1989), ketidakjelasan tugas (George, 1992),
ukuran kelompok (Latane, Williams, & Harkins, 1979), kohesivitas kelompok
(Karau & Williams, 1997; Anggareini & Alfian, 2015), self efficacy (Aulia, H., &
Saloom, G., 2013), dan jenis kelamin (Kugihara, 1999; Kerr, 1983).
Salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi social loafing antara
lain ialah kohesivitas kelompok. Menurut Carron dan Brawley (2012), kohesivitas
kelompok merupakan proses dinamis yang tercermin dalam kelompok untuk tetap
bersama dan menjaga kebersamaan dalam mengejar tujuan dasar kelompok
dan/atau untuk pemenuhan kebutuhan afektif anggota kelompok. Forsyth (2009)
berpendapat bahwa kohesivitas kelompok dapat terbentuk dari ikatan di antara
anggota kelompok. Tingkat kohesivitas yang tinggi akan bermanfaat bagi
kelompok dalam melaksanakan fungsi dan tujuannya, karena kohesivitas
kelompok juga diartikan sebagai kekuatan, baik positif maupun negatif, yang
menjadi penyebab anggota tetap bertahan dalam kelompoknya (Taylor, Peplau, &
Sears, 2009).
Menurut teori model konseptual yang dikemukakan oleh Carron,
Widmeyer, & Brawley (1985), terdapat empat dimensi utama yang meliputi
kohesivitas kelompok, yaitu group integration task (GI-T), group integration
social (GI-S), individual attraction to group task (ATG-T), individual attraction
to group social (ATG-S). Kohesivitas kelompok telah lama diketahui sebagai
variabel penting yang berpengaruh terhadap social loafing (Mudrack, 1989).
Penelitian berbasis eksperimen yang dilakukan oleh Karau dan Williams (1997)
6
mengenai pengaruh dari kohesivitas kelompok terhadap social loafing dan
kompensasi sosial, menunjukkan bahwa ketika seseorang mengerjakan tugas
kelompok yang memiliki tingkat kohesivitas tinggi maka terjadinya social loafing
dapat dikurangi maupun dihilangkan.
Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh Anggraeni dan Alfian (2015),
menunjukkan adanya nilai korelasi antara kohesivitas kelompok dan social
loafing sebesar -0,724 dengan p sebesar 0,000. Hal ini dapat menunjukkan adanya
hubungan negatif yang signifikan antara kohesivitas kelompok dan social loafing.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Lam (2015), menunjukkan komunikasi dan
kohesi dalam tugas kelompok secara signifikan mengurangi social loafing sebesar
53%. Sedangkan Hoigaard, Safvenbom, & Tonnessen (2006), lebih spesifik
mengungkapkan bahwa hanya ada satu dimensi dari keempat dimensi kohesivitas
kelompok yang secara signifikan mempengaruhi terjadinya social loafing, yaitu
dimensi ketertarikan individu pada tugas kelompok (individual attraction to group
task/ ATG-T). Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriana &
Saloom (2018) yang menunjukkan bahwa seluruh dimensi kohesivitas kelompok
tidak berpengaruh signifikan terhadap social loafing.
Penelitian terdahulu mengenai pengaruh kohesivitas kelompok terhadap
social loafing dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental (Karau,
Williams, & Harkins, 1997; Hoigaard, Savenbom, & Tonnesen, 2006). Selain itu,
responden penelitian yang digunakan penelitian terdahulu juga merupakan tim
olahraga. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu ialah pada metode
penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, sedangkan pada responden yang
7
digunakan dalam penelitian ini merupakan kelompok tugas mahasiswa yang
memiliki perbedaan karakteristik mengenai tugas dan kinerjanya jika
dibandingkan dengan tim olahraga.
Selain kohesivitas kelompok yang berfungsi sebagai faktor eksternal yang
dapat mempengaruhi social loafing, faktor internal dalam diri individu juga
merupakan hal penting yang tidak boleh diabaikan, yaitu self efficacy. Self efficacy
dapat menjadi pertimbangan bagi individu untuk menentukan tingkah lakunya
dalam kelompok. Menurut Bandura (1995), self efficacy merupakan keyakinan
seseorang/ ekspektasi mengenai kemampuan diri untuk `menyusun tindakan yang
dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas khusus yang `dihadapi sehingga dapat
mempengaruhi cara berpikir, perasaan, motivasi, terhadap diri dan tindakan yang
dilakukan. Self efficacy memiliki tiga dimensi yaitu, magnitude, generality, dan
strength (Bandura, 1997).
Penelitian yang dilakukan oleh Susman dan Sanna (1992) menghasilkan
bahwa individu yang memiliki tingkat self efficacy tinggi pada setiap kondisi
evaluasi akan bekerja lebih baik dalam kelompok. Sedangkan individu dengan
tingkat self efficacy rendah akan tampil lebih buruk dalam kelompok. Hasil
penelitian terebut dapat mempengaruhi seseorang dalam melakukan tindakan
social loafing pada kelompok.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Aulia & Saloom (2013) pada anggota
organisasi kedaerahan menunjukkan bahwa self efficacy diketahui memiliki
pengaruh signifikan terhadap social loafing. Selain itu, hanya ada satu dimensi
saja yang terbukti secara signifikan mempengaruhi social loafing, yaitu dimensi
8
generality. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Auliya dengan penelitian ini
berada pada objek dan responden penelitian, dimana penelitian ini menggunakan
tugas kelompok mahasiswa.
Selain dua faktor di atas, faktor lain yang memiliki peranan yang cukup
penting pada social loafing ialah jenis kelamin. Menurut Hegelson (2012) jenis
kelamin mengacu pada kategori biologis laki-laki dan perempuan, yang dibedakan
berdasarkan gen, kromosom, dan hormon seseorang. Penelitian berbasis
eksperimen yang dilakukan oleh Kugihara (1999) menyatakan bahwa laki-laki
memiliki potensi yang lebih besar untuk melakukan social loafing dibandingkan
perempuan. Penelitian Kerr (1983) menemukan bahwa jenis kelamin laki-laki
lebih cenderung melakukan social loafing dari perempuan. Hal ini dikarenakan
pada umumnya perempuan berorientasi pada pemeliharaan dan koordinasi
‘kelompok. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Auliya & Saloom
(2013) yang menghasilkan bahwa jenis kelamin terbukti tidak berpengaruh
signifikan terhadap social loafing.
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan, penelitian ini tertarik
untuk meneliti masalah yang terjadi, sehingga penelitian ini diberi judul
“Pengaruh kohesivitas kelompok, self efficacy dan jenis kelamin terhadap social
loafing pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.”
1.2 Pembatasan dan Rumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan masalah
Masalah yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah pengaruh kohesivitas
kelompok, self efficacy dan jenis kelamin terhadap social loafing pada mahasiswa
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk menghindari ketidakjelasan dan
melebarnya masalah penelitian, maka pada penelitian ini perlu memberikan
penjelasan mengenai batasan penelitian yaitu sebagai berikut :
1. Social loafing dalam penelitian ini adalah pengurangan kinerja individu selama
bekerjasama dengan kelompok dibandingkan pada saat individu bekerja sendiri
(Latane, Williams, dan Harkins, 1979).
2. Kohesivitas kelompok dalam penelitian ini adalah proses dinamis yang
tercemin dalam kecenderungan kelompok untuk tetap bersama dan menjaga
kebersamaan dalam mengejar tujuan dasar kelompok dan/atau untuk
pemenuhan kebutuhan afektif anggota kelompok (Carron dan Brawley, 2012).
3. Self efficacy dalam penelitian ini adalah keyakinan atau ekspektasi mengenai
kemampuan diri untuk menyusun tindakan yang dibutuhkan dalam
menyelesaikan tugas khusus yang dihadapi sehingga dapat mempengaruhi cara
berpikir, perasaan, motivasi, terhadap diri dan tindakan yang dilakukan
(Bandura, 1995).
4. Jenis kelamin dalam penelitian ini adalah kategori biologis yang membedakan
laki-laki dan perempuan berdasarkan gen, kromosom, dan hormon seseorang
(Hegelson, 2012).
5. Populasi dan sampel yang diteliti ialah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
1.2.2 Rumusan masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi :
10
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan kohesivitas kelompok, self efficacy,
dan jenis kelamin terhadap social loafing?
2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan kohesivitas kelompok terhadap
social loafing?
3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan self efficacy terhadap social loafing?
4. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan jenis kelamin terhadap social
loafing?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menguji signifikansi pengaruh
kohesivitas kelompok, self efficacy, dan jenis kelamin secara bersama-sama
terhadap social loafing.
1.3.2 Manfaat penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritik bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan untuk memperkaya khasanah ilmu psikologi khususnya
psikologi sosial karena hasil penelitian ini memberi penjelasan lebih lanjut
mengenai social loafing.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada mahasiswa
mengenai social loafing sehingga bisa mencegah atau mengurangi dampak
negatifnya
11
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Social loafing
2.1.1 Definisi social loafing
Latane, Williams, dan Harkins (1979) mengartikan social loafing sebagai
pengurangan kinerja individu selama bekerjasama dalam lingkup kelompok
dibandingkan pada saat individu bekerja sendiri. Social loafing merupakan salah
satu variabel penting yang dapat dipengaruhi oleh perbedaan individual dalam
kelompok. Latane juga berpendapat bahwa social loafing merupakan satu bentuk
penyakit sosial, yang memiliki konsekuensi negatif baik terhadap individu,
maupun institusi sosial dan masyarakat.
Secara umum definisi social loafing menurut Karau dan Williams (1993)
merupakan pengurangan motivasi `dan usaha yang terjadi ketika individu bekerja
dalam lingkup kelompok dibandingkan ketika individu bekerja dalam lingkup
individu/mandiri. Ketika bekerja secara berkelompok, individu cenderung untuk
mengurangi motivasinya yang dapat menurunkan kinerjanya dalam mengerjakan
tugas. Oleh karena itu, Social loafing dapat dikenal sebagai fenomena `hilangnya
produktifitas baik dari individu maupun kelompok.
Myers (2008) berpendapat bahwa social loafing merupakan
kecenderungan bagi individu untuk mengeluarkan usaha yang lebih sedikit ketika
individu mengumpulkan usaha demi mencapai suatu tujuan bersama (kelompok),
dibandingkan jika individu meraih tujuannya sendiri. Hal ini dikarenakan individu
akan lebih cenderung melakukan usaha seperlunya saja hanya untuk menunjukkan
12
kinerja yang baik atau dibandingkan dengan tidak bekerja sama sekali. Secara
tidak langsung, individu yang melakukan tindakan social loafing tidak bekerja
sesuai dengan potensi yang dimiliki (Baron dan Byrne, 2005).
Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini
menggunakan teori social loafing yang dikemukakan oleh Latane, Williams, dan
Harkins (1979), sehingga pengertian social loafing ialah pengurangan kinerja
individu selama bekerjasama dengan kelompok dibandingkan pada saat individu
bekerja sendiri.
2.1.2 Dimensi social loafing
Dimensi social loafing yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan teori
dampak sosial yang dikemukakan oleh Latane (dalam Chidambaram dan Tung,
2005). Latane mempercayai bahwa teori dampak sosial dapat membantu dalam
menjelaskan mengapa kehadiran orang lain terkadang menimbulkan social
facilitation ataupun social loafing. Menurut teori dampak sosial yang
dikemukakan oleh Latane, social loafing dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu :
1. Dilution effect
Semakin besar jumlah individu dalam suatu kelompok, semakin menurun
motivasi individu untuk berkontribusi pada usaha kelompok. Menurunnya
motivasi individu dalam kelompok disebabkan karena merasa kontribusinya tidak
berarti pada kelompoknya, dan menyadari penghargaan yang diberikan kepada
setiap anggota dalam kelompok kurang besar dibandingkan dengan usaha dan
kontribusi yang telah individu berikan.
13
2. Immediacy gap
Adanya kesenjangan jarak (fisik maupun psikologis) diantara individu yang saling
berhubungan. Individu akan menjadi sangat terisolasi dan karena kurang dekat
dengan anggota lain, partisipasi dan kontribusi individu pada aktivitas kelompok
menjadi berkurang. Ini menyebabkan adanya jarak atau merasa semakin jauhnya
individu dengan individu lain dalam kelompok, dan juga kontribusi terhadap tugas
kelompok menurun.
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi social loafing
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi terjadinya social loafing, yaitu sebagai berikut:
1. Motivasi
Kehilangan motivasi dalam mengerjakan tugas kelompok merupakan salah satu
penyebab terjadinya tindakan social loafing (Kerr, 1983). Selain itu, Individu
yang memiliki tingkat motivasi berprestasi yang rendah juga cenderung akan
melakukan social loafing. Hal ini dikarenakan motivasi untuk berprestasi pada
individu rendah sehingga menimbulkan penurunan upaya dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
2. Self Esteem
Penelitian berbasis eksperimen yang dilakukan oleh Nursalim (2014) pada
responden mahasiswa, menghasilkan bahwa responden dangan tingkat self esteem
yang tinggi cenderung akan mengeluarkan usaha yang lebih besar dalam group
kolektif, sehingga akan meminimalisir atau menghilangkan tindakan social
loafing.
14
3. Kepribadian
Faktor prediktif yang dapat mempengaruhi terjadinya social loafing adalah dengan
mempertimbangkan kepribadian individu. Ulke dan Bilgic (2011) dalam
penelitiannya menghasilkan bahwa individu yang memiliki kepribadian
neuroticism lebih mungkin untuk melakukan tindakan social loafing dibandingkan
dengan individu yang memiliki kepribadian conscientiousness.
4. Tidak adanya evaluasi kinerja
Seseorang akan lebih cenderung untuk melakukan social loafing apabila
kinerjanya tidak dievaluasi oleh kelompoknya, baik itu dari orang yang
memberikan tugas maupun dari rekan kerjanya (Harkins & Szymanski, 1989).
Tugas yang tidak dievaluasi akan memunculkan perasaan dalam diri individu,
yaitu berupa kurangnya mendapatkan penghargaan walaupun telah berusaha
dalam mengerjakan tugas, sebaliknya individu juga tidak akan mendapatkan
hukuman ketika individu sama sekali tidak mengerjakan tugas.
5. Ketidakjelasan tugas
Ketidakjelasan tugas dapat mempengaruhi social loafing (George, 1992). Hal ini
dapat terjadi karena jika tugas yang diberikan kepada individu tidak jelas
pembagiannya atau instruksinya maka individu akan cenderung mengalami
penurunan motivasi dan semangat dalam mengerjakan tugas. Penurunan motivasi
dalam mengerjakan tugas akan menurunkan usaha individu yang berakibat pada
timbulnya social loafing.
15
6. Ukuran kelompok
Jumlah anggota kelompok yang semakin banyak dan besar akan menyebabkan
tingginya social loafing pada individu. Hal ini juga akan mempersulit penilaian
kontribusi pada tiap individu. Latane, Williams dan Harkins (1979) menjelaskan
kemungkinan seseorang melakukan social loafing ini dikarenakan individu
merasa tugas akan tetap selesai, karena terdapat terdapat anggota lain yang
mampu dan akan mengerjakan tugas kelompok yang telah diberikan.
7. Kohesivitas kelompok
Kohesivitas kelompok merupakan keterikatan serta kedekatan anggota di dalam
kelompok. Kurangnya tingkat kohesivitas antar anggota kelompok dapat
mempengaruhi social loafing (Karau & Williams, 1997). Ketika anggota
kelompok saling tidak menyukai dan tidak memiliki keterikatan antar satu orang
dengan yang lainnya, maka akan terdapat kecenderungan untuk melakukan
tindakan social loafing.
8. Self efficacy
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aulia dan Saloom (2013), menunjukkan
bahwa self efficacy dapat berpengaruh signifikan terhadap social loafing. Tidak
hanya itu, dimensi magnitude pada self efficacy memiliki pengaruh dengan arah
positif pada social loafing. Selain itu, dimensi strength dan generality pada self
efficacy memiliki pengaruh dangan arah yang negatif pada social loafing.
9. Jenis kelamin
Jenis kelamin laki-laki memiliki potensi yang lebih besar untuk melakukan social
loafing dibandingkan perempuan (Kugihara, 1999). Hal ini dapat terjadi karena
16
perempuan umumnya berorientasi pada pemeliharaan koordinasi kelompok
sedangakan laki-laki tidak. Penelitian lain yang dilakukan oleh Kerr (1983) juga
menemukan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih cenderung melakukan social
loafing dari perempuan.
Berdasarkan beberapa faktor penyebab terjadinya social loafing yang telah
dipaparkan di atas, penelitian ini lebih memfokuskan pada faktor kohesivitas
kelompok, self efficacy, dan jenis kelamin sebagai penyebab terjadinya social
loafing.
2.1.4 Pengukuran social loafing
Berdasarkan penelitian terdahulu, terdapat beberapa instrumen untuk mengukur
variabel social loafing, yaitu :
1. PSLQ (Perceived social loafing questionnaire), merupakan alat ukur yang
dikembangkan oleh Hoigaard (2006) untuk memungkinkan para atlet
mengukur persepsi tentang social loafing dalam rekan satu tim. Kuesioner
menggunakan skala model Likert yang terdiri dari lima item total. Nilai
koefisien alpha Cronbach pada alat ukur ini sebesar 0,74.
2. George (1992) mengembangkan alat ukur social loafing untuk mengukur
sejauh mana karyawan mengeluarkan usaha berjualan lebih sedikit
dibandingkan saat ada karyawan lain yang ikut berjualan. Kuesioner
menggunakan skala model Likert yang terdiri dari 10 item total. Nilai koefisien
alpha Cronbach pada alat ukur ini sebesar 0,89.
3. Mulvey (1998) mengembangkan alat ukur social loafing untuk mengukur
pengaruh social loafing kelompok mengenai motivasi personal anggota
17
kelompok. Kuesioner menggunakan skala model Likert yang terdiri dari 13
item total. Nilai koefisien alpha Cronbach pada alat ukur ini sebesar 0,89.
4. Jassawalla (2009) mengembangkan alat ukur social loafing untuk mengukur
perspektif social loafing dari mahasiswa. Kuesioner terdiri dari 22 item total
dengan nilai koefisien alpha cronbach pada alat ukur ini sebesar 0,87.
Pengukuran social loafing seharusnya diukur secara spesifik berdasarkan
kelompok kerja tertentu. Pengukuran social loafing yang diukur secara umum
dapat menjelaskan dan dapat memprediksi tingkat social loafing seseorang,
namun tetap memiliki tingkat kompetensi yang berbeda. Oleh karena itu,
pengukuran social loafing harus disesuaikan dengan fungsi dan mempresentasikan
gradasi dari karakteristik kelompok kerja tertentu, yang dalam penelitian ini yaitu
kelompok tugas mahasiswa.
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur social loafing dalam penelitian
ini yaitu dengan menggunakan kuesioner dibuat sendiri dengan bentuk skala
model Likert. Alat ukur disusun berdasarkan indikator variabel social loafing
berisikan 20 item pernyataan yang merupakan karakteristik perilaku yang akan
diteliti. Hasil uji realibilitas alat ukur ini memperoleh nilai alpha cronbach
sebesar 0.831. Indikator perilaku social loafing dibuat sesuai dengan dua dimensi
social loafing yang diambil berdasarkan teori dampak sosial Latane (dalam
Chidambaram dan Tung, 2005).
18
2.2 Kohesivitas Kelompok
2.2.1 Definisi kohesivitas kelompok
Kohesivitas kelompok menurut Baron dan Byrne (2005) merupakan suatu
ketertarikan yang dirasakan `oleh individu terhadap kelompok yang diikutinya.
Kohesivitas kelompok dapat ditunjukkan melalui kekuatan dari ikatan yang
menghubungkan anggota kelompok secara keseluruhan, perasaan saling memiliki
dan perasaan ketertarikan yang dimiliki setiap anggota kelompok. Dalam banyak
kasus, semakin tinggi tingkat kohesivitas, semakin tinggi pula motivasi anggota
untuk mengejar tujuan kelompok yang telah direncanakan.
Carron dan Brawley (2012), mendefinisikan kohesivitas kelompok sebagai
`proses dinamis yang tercermin dalam kecenderungan kelompok untuk tetap
bersama `dan menjaga kebersamaan dalam mengejar tujuan dasar kelompok
dan/atau untuk pemenuhan `kebutuhan afektif anggota kelompok. Tiap anggota
kelompok memiliki dinamika yang berbeda dalam memenuhi tujuan kelompok.
Meskipun tiap anggota kelompok memiliki perbedaan dalam dinamikanya, tiap
anggota harus tetap memikul tanggung jawab dalam menciptakan kebersamaan
yang akan membantu dalam proses pencapaian tujuan kelompok.
Berdasarkan perspektif social cognition, kohesivitas kelompok
didefinisikan sebagai besarnya kekuatan yang berada pada setiap anggota
kelompok, bersumber dari daya tarik kelompok dalam mencapai tujuan bersama
(Hogg, 1998). Anggota kelompok menjalankan segala konsekuensi yang
diperlukan untuk mengerjakan tugas. Konsekuensi tersebut dipikul secara bersama
sehingga tercapai apa yang ditujukan dalam kelompok.
19
Sedangkan menurut Myers (2008), kohesivitas kelompok merupakan suatu
perasaan, tingkat di mana anggota dari `suatu kelompok terikat `satu sama lain.
Anggota saling terikat satu sama lain untuk menunjang terciptanya tujuan
kelompok. Lalu, definisi lain juga mengartikan kohesivitas kelompok sebagai
daya tarik baik positif maupun `negatif yang menyebabkan anggota `tetap bertahan
dalam kelompok (Taylor, Peplau, dan Sears, 2009). Daya tarik antar anggota
kelompok merefleksikan keinginan tiap anggota untuk tetap bersama dalam
kelompok, yang merupakan salah satu faktor penting untuk menunjang
keberhasilan kelompok.
Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini
menggunakan teori kohesivitas kelompok yang dikemukakan oleh Carron dan
Brawley (2012), sehingga pengertian kohesivitas kelompok ialah proses dinamis
yang tercemin dalam kecenderungan kelompok untuk tetap bersama dan menjaga
kebersamaan dalam mengejar tujuan dasar kelompok dan/atau untuk pemenuhan
kebutuhan afektif anggota kelompok.
2.2.2 Dimensi kohesivitas kelompok
Menurut Carron et al. (1985) terdapat dua perspektif utama dari kohesivitas
kelompok, pertama integrasi kelompok (group integration) mencerminkan
persepsi individu tentang kedekatan, kesamaan dan ikatan dalam kelompok secara
keseluruhan, serta tingkat penyatuan kelompok. Sedangkan yang kedua ialah
ketertarikan individu terhadap kelompoknya (individual attractions to the group)
merupakan ketertarikan personal masing-masing `anggota pada kelompok yang
diikutinya. Ketertarikan individu terhadap kelompok merepresentasikan interaksi
20
dari perasaan masing-masing anggota kelompok terhadap kelompoknya,
keterlibatan peran pribadi anggota kelompok, dan keterlibatan dengan anggota
kelompok lain.
Selanjutnya, dari dua kategori (Group integration & individual attractions
to the group) dijabarkan lagi kedalam dua orientasi mendasar yang berbeda, yaitu
orientasi tugas dan orientasi sosial. Orientasi pada tugas merupakan sejauh mana
setiap indivudu tertarik dan saling bekerjasama untuk mencapai tujuan kelompok
yang telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan orientasi pada sosial merupakan
dorongan untuk mengembangkan dan memelihara hubungan sosial dan kegiatan
dalam kelompok, dan ini lebih bersifat ketertarikan interpersonal, sehingga
terdapat empat dimensi terkait kohesivitas kelompok, antara lain:
1. Group integration task (GI-T); merupakan refleksi ketertarikan anggota
kelompok terhadap persamaan dan kedekatan kelompok dalam menyelesaikan
tugas.
2. Group integration social (GI-S); merupakan refleksi ketertarikan anggota
kelompok terhadap kedekatan dan keakraban kelompok dalam aktivitas sosial.
3. Individual attraction to group task (ATG-T); merupakan refleksi ketertarikan
anggota kelompok terhadap keterlibatan diri pada tugas kelompok.
4. `Individual attraction to group social (ATG-S); merupakan refleksi ketertarikan
anggota kelompok terhadap keterlibatan interaksi sosial dalam kelompok.
2.2.3 Pengukuran kohesivitas kelompok
Berdasarkan penelitian terdahulu, terdapat beberapa instrumen untuk mengukur
variabel kohesivitas kelompok, yaitu :
21
1. GEQ (Group Environment Questionnaire), merupakan alat ukur yang
dikembangkan oleh Carron et al. (1985) untuk mengukur kohesivitas kelompok
olahraga GEQ terdiri dari 18 item yang mengukur empat aspek, meliputi
group integration task/ GI-T (5 item), group integration social/ GI-S (4 item),
individual attraction to group task/ ATG-T (4 item) dan individual attraction
to group social/ ATG-S (5 item). Alat ukur ini menggunakan skala model likert
untuk memperoleh hasil responnya. Nilai koefisien alpha cronbach pada setiap
aspek yaitu, GI-T sebesar 0.70, GI-S sebesar 0.76, ATG-T sebesar 0.75, dan
ATG-S sebesar 0.64.
2. GCS-R (Group Cohesion Scale-Revised), merupakan alat ukur yang
dikembangkan oleh Treadwell (2001) untuk mengukur kohesivitas pada
mahasiswa. Alat ukur ini terdiri dari 25 item total yang mengukur 5 aspek yaitu
komunikasi dan interaksi antar anggota kelompok, vulnerability antar anggota
kelompok, member retention, decision making, dan konsistensi antara tujuan
individu dan kelompok. Nilai koefisien alpha cronbach pada alat ukur ini
berkisar dari 0,49 sampai 0,89 dalam pre-test dan 0,77 sampai 0.90 dalam post-
test.
3. MSCI (Multidimensional Sport Cohesion Instrument) merupakan alat ukur
yang dikembangkan oleh Yukelson et al. (1984) untuk mengukur kohesivitas
pada pemain basket Amerika. Versi akhir pada alat ukur ini memiliki 22 item
total yang diukur dengan menggunakan 11 poin skala model Likert. Nilai
koefisien alpha cronbach pada alat ukur ini sebesar 0,93.
22
Alat ukur yang akan digunakan untuk mengukur kohesivitas kelompok
pada penelitian ini ialah dengan mengadaptasi Group Environment Questionnaire
(GEQ) yang dikembangkan oleh Carron et al. (1985). GEQ merupakan alat ukur
berbentuk kuesioner berisikan 18 item pernyataan yang mengungkapkan perasaan
dan pendapat seseorang dalam kaitannya dengan kelompok tempat seseorang
bergabung. GEQ pada awalnya didesain untuk mengukur variabel kohesivitas
pada kelompok olahraga, tetapi sejumlah penelitian telah mengadaptasinya `untuk
mengukur kohesivitas pada berbagai jenis kelompok. Oleh karena itu, penelitian
ini mengadaptasi kuesioner GEQ dan mengubah kata demi kata pada setiap item
agar merefleksikan lingkungan kelompok mahasiswa. Hasil uji realibilitas alat
ukur ini memperoleh nilai alpha cronbach sebesar 0.823.
2.3 Self Efficacy
2.3.1 Definisi self efficacy
Self efficacy merupakan konstruk yang dikemukakan oleh Bandura berdasarkan
teori sosial kognitif. Dalam teorinya, Bandura (1995) berpendapat bahwa tindakan
yang dilakukan oleh seseorang merupakan suatu hubungan timbal balik antara
individu, lingkungan dan perilaku. Self efficacy dapat `mempengaruhi bagaimana
individu berpikir, merasa, memotivasi diri dan perilakunya. Bandura (1995)
mendefinisikan self efficacy sebagai keyakinan seseorang/ ekspektasi mengenai
kemampuan diri untuk menyusun tindakan yang dibutuhkan dalam melaksanakan
tugas khusus yang dihadapi.
Alwisol (2009), menyebutkan bahwa self efficacy merupakan penilaian
diri, apakah dapat melakukan `tindakan baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau
23
tidak bisa mengerjakan sesuai `dengan yang dipersyaratkan. Menurut Alwisol, self
efficacy dapat diperoleh, ditingkatkan, diubah, atau diturunkan, melalui kombinasi
atau salah satu dari empat sumber, yaitu pengalaman performansi (performance
accomplishment) yang diperoleh dari prestasi masa lalu, persuasi sosial (social
persuation) yang merupakan rasa percaya kepada pemberi persuasi, pengalaman
vikarius (vicarious experiences) yang diperoleh melalui model sosial, dan
pembangkitan emosi (emotional/ psychological states).
Bosscher & Smit (1998) self efficacy adalah keyakinan seseorang dalam
memahami kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan perilaku tertentu
yang diperlukan untuk menghasilkan pencapaian dari tugas yang dimiliki. Sejalan
dengan definisi yang diungkapkan oleh Ormrod (2008) yang mendefinisikan self
efficacy sebagai keyakinan seseorang untuk mampu menjalankan perilaku `tertentu
atau mencapai tujuan tertentu. Dalam situasi yang sulit, individu dengan tingkat
self efficacy rendah cenderung mudah menyerah, sedangkan individu dengan self
efficacy tinggi akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengatasi tantangan
yang ada.
Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini
menggunakan teori self efficacy yang dikemukakan oleh Bandura (1995),
sehingga pengertian self efficacy ialah keyakinan seseorang/ ekspektasi mengenai
kemampuan diri untuk `menyusun tindakan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan
tugas khusus yang `dihadapi sehingga dapat mempengaruhi cara berpikir,
perasaan, motivasi, terhadap diri dan tindakan yang dilakukan.
24
2.3.2 Dimensi self efficacy
Dalam penelitian ini dimensi Self efficacy yang digunakan dikemukakan oleh
Bandura (1997) yang berjumlah tiga dimensi, yaitu:
1. Magnitude
Merupakan dimensi yang mengacu pada tingkat/ taraf kesulitan tugas yang
diyakini individu akan mampu untuk melaksanakannya. Setiap individu memiliki
pandangan yang berbeda mengenai tingkat kesulitan tugas yang diberikan.
Tingkatan kesulitan tugas yang sulit atau mudah akan menentukan self efficacy
seseorang. Terdapat individu yang memiliki tingkat self efficacy tinggi hanya
pada tugas yang dirasakan mudah dan sederhana, dan ada pula individu yang
memiliki tingkat self efficacy tinggi pada tugas yang dirasakan sulit dan rumit.
Selain itu, individu yang memiliki self efficacy tinggi cenderung akan
berpandangan optimis dalam mengerjakan tugas, dan merasa yakin dapat
menyelesaikan tugas, terlepas apakah tugas yang akan dilakukan mudah, sedang,
ataupun sulit.
2. Generality
Berkaitan dengan keyakinan seseorang akan kemampuannya terhadap berbagai
kondisi. Individu dapat menilai dirinya apakah individu memiliki self efficacy
pada banyak `aktivitas atau pada aktivitas tertentu saja. Semakin banyak `self
efficacy yang dapat diterapkan pada `berbagai kondisi, seperti mencoba tantangan
baru, dan mampu mengatasi segala situasi dengan efektif, maka akan semakin
tinggi self efficacy seseorang.
25
3. Strength
Dimensi ini berkaitan dengan `tingkat kekuatan dari keyakinan yang dimiliki
`individu mengenai kemampuannya, tercermin melalui besarnya daya tahan dalam
menghadapi hambatan saat melaksanakan tugas. Individu dengan strength self
efficacy yang tinggi akan memiliki `keyakinan kuat yang akan membuat individu
memiliki komitmen dan memiliki kegigihan dalam menyelesaikan tugas meskipun
menjumpai beberapa pengalaman yang dapat memperlemah nya. Sedangkan
individu `dengan strength self efficacy yang rendah akan mudah `digoyahkan oleh
beberapa pengalaman yang dapat memperlemah nya.
2.3.3 Pengukuran self efficacy
Berdasarkan penelitian terdahulu, terdapat beberapa instrumen untuk mengukur
variabel self efficacy, yaitu :
1. GSE (General Self Efficacy Scale), merupakan alat ukur yang dikembangkan
oleh Schwarzer (1995). Alat ukur ini terdiri dari 10 item total dengan format
respon menggunakan skala model Likert. Skala ini dapat digunakan untuk
seseorang yang berus diatas 12 tahun. Nilai koefisien alpha cronbach pada alat
ukur ini berkisar dari 0,71 sampai 0,91.
2. Computer Self Efficacy Measure, merupakan alat ukur yang dikembangkan
oleh Compeau dan Higgins (1995). Skala ini terdiri dari 10 item total dengan
respon jawaban merangking skor dari 1 sampai 7 dan juga melingkari pilihan
jawaban yes atau no. Nilai koefisien alpha Cronbach sebesar 0.80.
3. Social Self Efficacy Scale, merupakan alat ukur yang dikembangkan oleh
Sherer et al. (1982). Alat ukur ini terdiri dari 17 item total yang mengukur
26
keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk mengatasi hambatan. Nilai
koefisien alpha cronbach pada alat ukur ini sebesar 0.71.
Pengukuran self efficacy seharusnya diukur secara spesifik berdasarkan
bidang tertentu. Pengukuran self efficacy yang diukur secara umum dapat
menjelaskan dan dapat memprediksi tingkat self efficacy seseorang, namun tetap
memiliki tingkat kompetensi yang berbeda. Oleh karena itu, pengukuran self
efficacy harus disesuaikan dengan fungsi dan mempresentasikan gradasi dari
tuntutan tugas di dalam bidang tersebut. Alat ukur yang digunakan untuk
mengukur self efficacy dalam penelitian ini ialah dengan menggunakan kuesioner
yang dikembangkan sendiri dengan bentuk skala model likert. Alat ukur disusun
berdasarkan indikator variabel self efficacy yang merupakan karakteristik perilaku
yang akan diteliti, berisikan 24 item pernyataan yang akan dijawab oleh
responden penelitian sesuai dengan individu yang bersangkutan. Hasil uji
realibilitas alat ukur ini memperoleh nilai alpha cronbach sebesar 0.923.
Indikator perilaku self efficacy dibuat sesuai dengan tiga dimensi self efficacy
yang dikemukakan oleh Bandura (1997).
2.4 Jenis Kelamin
2.4.1 Definisi jenis kelamin
Hegelson (2012) mengemukakan bahwa jenis kelamin mengacu pada kategori
biologis perempuan dan laki-laki, kategori ini dibedakan berdasarkan gen,
kromosom, dan hormon seseorang. Budaya tidak memiliki pengaruh pada jenis
kelamin seseorang. Jenis kelamin merupakan kategori yang relatif stabil, tidak
mudah diubah, meskipun teknologi terbaru telah memungkinkan orang untuk
27
mengubah jenis kelamin biologis mereka. Jenis kelamin juga dapat dibedakan
satu sama lain oleh serangkaian fitur psikologis dan atribut peran yang telah
ditetapkan masyarakat pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Beckwith (dalam Baron 2004) mendefinisikan jenis kelamin sebagai istilah
biologis berdasarkan perbedaan anatomi dan fisik antara laki-laki dan perempuan.
Jenis kelamin berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki
memproduksi sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara
biologis mampu menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi
biologis dari setiap jenis kelamin tidak dapat dipertukarkan diantara laki-laki dan
perempuan.
Jenis kelamin menurut Baron, et al (2005) merujuk pada aspek biologis
dasar kelaki-lakian atau keperempuanan yang telah ditentukan pada saat konsepsi,
dan jenis kelamin merujuk pada semua atribut, karakteristik kepribadian, tingkah
laku, dan harapan yang dihubungkan dengan jenis kelamin dalam sebuah budaya
yang ada. Sedangkan Jamil (2003) berpendapat bahwa jenis kelamin merupakan
pensifatan atau pembagian laki-laki dan perempuan yang ditentukan secara
biologis, secara permanen tidak berubah atau sering dikatakan sebagai kodrat atau
ketentuan tuhan.
Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini
menggunakan teori jenis kelamin yang dikemukakan oleh Hegelson (2012),
sehingga pengertian jenis kelamin mengacu pada kategori biologis perempuan dan
laki-laki, yang dibedakan berdasarkan gen, kromosom, dan hormon seseorang.
28
2.4.2 Skoring variabel jenis kelamin
Pengukuran variabel jenis kelamin pada penelitian ini terdapat pada identitas
dalam kuesioner penelitian. Responden diwajibkan mengisi identitas jenis
kelamin dalam kuesioner yang diberikan. Jenis kelamin dalam penelitian ini
termasuk dalam independent variable, sehingga perlu diikutsertakan dalam
analisis data yang menggunakan software SPSS. Caranya dengan menggunakan
dummy coding. Jenis kelamin laki-laki dibuat menjadi angka 1 dan perempuan
menjadi angka 0.
2.5 Kerangka Berpikir
Dalam dunia perkuliahan, terdapat beberapa tugas yang merupakan tanggung
jawab yang harus diemban oleh mahasiswa. Tugas perkuliahan yang ada
diantaranya ialah tugas kelompok. Dalam mengerjakan tugas kelompok masing-
masing individu menggabungkan setiap kemampuan yang dimiliki demi
tercapainya tujuan yang telah direncanakan. Secara tersirat tugas kelompok
seharusnya akan lebih cepat selesai dan juga mendapatkan hasil yang memuaskan
jika setiap anggota melakukannya bersama-sama. Akan tetapi, ada pula individu
yang malah memberikan usaha yang lebih sedikit dan kurang dapat bekerjasama
ketika melakukan pekerjaan tugas dalam lingkup kelompok, fenomena ini disebut
dengan social loafing.
Individu yang kurang dapat bekerjasama dengan baik atau mengandalkan
orang lain dalam pengerjaan tugas kelompok, tentunya akan membuat individu
menjadi bergantung pada orang lain sehingga menimbulkan kecemasan ketika
tidak dapat mengatasi masalah yang timbul dalam penugasan kelompok dan
29
merasa kurang percaya diri. Selain itu, mengandalkan pengerjaan tugas kelompok
pada orang lain juga menunjukkan individu kurang mampu untuk memecahkan
masalah sendiri (problem solving), kurang mampu berpikir kritis, dan kurang
mampu bertanggung jawab atas pekerjaannya.
Menurut teori social loafing, individu cenderung akan memberikan usaha
yang lebih sedikit dari kemampuan yang sebenarnya dimiliki ketika bekerja dalam
lingkup kelompok, karena individu merasa kurang termotivasi, dan merasa bahwa
kontribusi yang telah diberikan tidak akan dinilai ataupun tidak sesuai dengan
apresiasi yang diharapkannya. Social loafing yang terjadi pada mahasiswa ketika
mengerjakan tugas kelompok, cenderung akan memperburuk kinerja pada
kelompoknya, yaitu dapat mengurangi produktivitas, keefektifan dan kualitas
tugas yang dihasilkan kelompok. Oleh karena itu, social loafing berperan penting
dalam kinerja kelompok. Selain itu, individu yang melakukan tindakan social
loafing akan mengurangi potensi perkembangan dirinya terkait tugas yang
seharusnya ia kerjakan. Dalam penelitian ini ada beberapa faktor yang
mempengaruhi social loafing yaitu kohesivitas kelompok, self efficacy dan jenis
kelamin.
Kohesvitas kelompok merupakan salah salah satu hal penting yang
mempengaruhi keberhasilan tujuan kelompok. Apabila setiap anggota saling aktif
berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik, maka akan lebih mudah dalam
melaksanakan tugas kelompok yang telah direncanakan agar memperoleh hasil
yang memuaskan. Jika sudah seperti itu, maka kelompok dapat dikatakan kohesif,
Dalam kohesivitas kelompok terdapat empat dimensi yaitu group integration task
30
(GI-T), group integration social (GI-S), individual attraction to group task
(ATG-T) dan individual attraction to group social (ATG-S). Apabila seseorang
berada dalam kelompok yang kohesif, maka seharusnya terjadinya social loafing
ialah sangat kecil, karena masing-masing anggota memiliki semangat
kebersamaan, rasa saling menghargai dan juga memiliki kepentingan bersama
yang menyebabkan individu termotivasi sehingga mengerahkan kemampuan yang
dimilikinya secara maksimal.
Dimensi group integration task (GI-T) pada variabel kohesivitas
kelompok dapat diukur melalui indikator kedekatan kelompok dalam
menyelesaikan tugas kelompok. Kelompok yang memiliki kedekatan yang tinggi
dalam menyelesaikan tugas kelompok akan secara bersama memikul beban dan
tanggung jawab tugas, yang akan meminimalisir tindakan social loafing. Dimensi
group integration social (GI-S) pada variabel kohesivitas kelompok dapat diukur
melalui indikator kedekatan kelompok terhadap aktivitas sosial dalam kelompok.
Kelompok yang memiliki kedekatan yang tinggi mengenai aktivitas sosial dalam
kelompoknya akan membuat suatu kelompok semakin solid dan utuh, yang akan
mengurangi tindakan social loafing.
Dimensi individual attraction to group task (ATG-T) pada variabel
kohesivitas kelompok dapat diukur melalui indikator ketertarikan individu
terhadap tugas kelompok. Individu yang memiliki ketertarikan terhadap tugas
kelompok yang tinggi akan mempunyai semangat motivasi untuk dapat
menyelesaikan tugas kelompok, sehingga dapat mengurangi atau menghilangkan
tindakan social loafing. Dimensi individual attraction to group social (ATG-S)
31
pada variabel kohesivitas kelompok dapat diukur melalui indikator ketertarikan
individu terhadap aktivitas sosial dalam kelompok. Individu yang memiliki
ketertarikan terhadap aktivitas sosial dalam kelompok yang tinggi akan membuat
kelompok semakin dekat dan solid, sehingga dapat mengurangi atau
menghilangkan tindakan social loafing.
Selain itu, terdapat faktor internal dalam diri individu yang diketahui
dapat menyebabkan terjadinya social loafing, yaitu self efficacy. Self efficacy
merupakan keyakinan/ ekspektasi mengenai kemampuan diri untuk melakukan
tugas tertentu dan dalam situasi apapun. Apabila seseorang memiliki keyakinan
yang rendah mengenai kemampuan dirinya, maka akan sangat sulit ataupun tidak
mau mengerjakan tugas yang menurutnya sulit ataupun tidak memungkinkan
untuk dilakukannya, sehingga seseorang yang memiliki self efficacy rendah
cenderung akan melakukan social loafing. Hal ini dapat terjadi karena selain
sudah menganggap dirinya tidak akan bisa melakukannya, tugas kelompok akan
tetap selesai walaupun individu tidak berkontribusi dalam penyelesaiannya,
karena adanya kehadiran individu lain yang akan mengerjakan tugas kelompok.
Self efficacy memiliki tiga dimensi yaitu magnitude, strength, dan
generality. Dimensi magnitude dapat diukur melalui indikator optimis dalam
mengerjakan tugas dan merasa yakin dapat menyelesaikan tugas. Individu yang
optimis dan merasa yakin dapat menyelesaikan tugas akan membuatnya berusaha
semaksimal mungkin untuk mengerjakan tugas yang diberikan sampai selesai,
sehingga tindakan social loafing dapat dihindari.
32
Dimensi generality dapat diukur melalui indikator mencoba tantangan
baru dan mampu mengatasi segala situasi dengan efektif. Individu yang memiliki
keberanian untuk mencoba tantangan baru dan mampu mengatasi segala situasi
dengan efektif akan berupaya untuk dapat menyelesaikan tugas baik itu mudah
maupun sulit dengan efektif, sehingga tindakan social loafing dapat dihindari.
Dimensi strength dapat diukur melalui indikator komitmen dalam menyelesaikan
tugas dan gigih dalam menyelesaikan tugas. Individu yang berkomitmen dan gigih
untuk dapat menyelesaikan tugas akan memiliki tanggung jawab yang tinggi
untuk menyelesaikan tugas baik itu mudah maupun sulit, sehingga dapat
mengurangi kecenderungan untuk melakukan tindakan social loafing.
Dalam hal lain, perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan
juga diketahui dapat mempengaruhi terjadinya social loafing. Dari beberapa
penelitian terdahulu ditemukan bahawa jenis kelamin laki-laki cenderung
melakukan social loafing dibandingkan perempuan. Hal ini dapat terjadi karena
perempuan cenderung memiliki orientasi pada pemeliharaan koordinasi kelompok
yang membuatnya tetap berusaha melakukan kinerja dengan baik pada situasi
apapun.
Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini bertujuan untuk melihat
pengaruh kohesivitas kelompok, self efficacy dan jenis kelamin terhadap social
loafing. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, maka dalam penelitian ini
perlu membuat kerangka pemikiran guna mengetahui variabel yang berpengaruh
serta hubungan dari masing-masing variabel. Di samping itu dapat digunakan
33
untuk mengetahui arah penelitian ini. Secara singkat kerangka berpikir penelitian
ini dapat diilustrasikan pada gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.1 Kerangka berpikir penelitian
2.6 Hipotesis Penelitian
Penelitian ini dibuat untuk melihat pengaruh independent variable yang
ditentukan terhadap dependent variabel. Adapun independent variable dalam
penelitian ini adalah kohesivitas kelompok (group integration task, group
integration social, individual attraction to task, dan individual attraction to
group), Self efficacy (magnitude, generality, strength), dan jenis kelamin.
Sedangkan dependent variable pada penelitian ini ialah social loafing.
34
Hipotesis Mayor
H1: Terdapat pengaruh yang signifikan kohesivitas kelompok (group
integration task, group integration social, individual attraction to group
task, dan individual attraction to group social), Self efficacy (magnitude,
generality, dan strength), dan jenis kelamin secara bersama-sama terhadap
social loafing.
Hipotesis Minor
H2: Terdapat pengaruh yang signifikan group integration task pada variabel
kohesivitas kelompok terhadap social loafing.
H3: Terdapat pengaruh yang signifikan group integration social pada variabel
kohesivitas kelompok terhadap social loafing.
H4: Terdapat pengaruh yang signifikan individual attraction to group task
pada variabel kohesivitas kelompok terhadap social loafing.
H5: Terdapat pengaruh yang signifikan individual attraction to group social
pada variabel kohesivitas kelompok terhadap social loafing.
H6: Terdapat pengaruh yang signifikan magnitude pada variabel self efficacy
terhadap social loafing.
H7: Terdapat pengaruh yang signifikan generality pada variabel self efficacy
terhadap social loafing.
H8: Terdapat pengaruh yang signifikan strength pada variabel self efficacy
terhadap social loafing.
H9: Terdapat pengaruh yang signifikan jenis kelamin terhadap social loafing.
35
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari seluruh mahasiswa
program studi strata satu (S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta yang berdasarkan data PDDIKTI (2019) tahun 2018/2019 berjumlah
33.291 orang. Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
mahasiswa yang masih aktif kuliah dan mengerjakan tugas akademik (semester 2-
8), semester sepuluh dan seterusnya tidak termasuk populasi karena sudah tidak
aktif kuliah dan hanya mengerjakan tugas akhir. Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini sebanyak 311 orang, jumlah tersebut diperoleh untuk melengkapi
ketersebaran data penelitian dari setiap fakultas.
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik convenience
non probability sampling, yaitu teknik pemilihan partisipan penelitian
berdasarkan kemudahan perekrutan partisipan pada saat pelaksanaan penelitian
(Howitt & Cramer, 2011). Pengambilan data dalam penelitian ini dengan cara
mendatangi masing-masing kelas saat sebelum atau sesudah melakukan sesi
pembelajaran mata kuliah, serta mendatangi mahasiswa yang berada di
lingkungan kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel penelitian yang terdapat pada penelitian ini yaitu:
1. Dependent Variable: Social loafing
2. Independent Variable: Kohesivitas kelompok (group integration task, group
36
integration social, individual attraction to group task,
dan individual attraction to group social), Self efficacy
(magnitude, generality, dan strength), dan Jenis
kelamin
Setelah menentukan variabel mana yang menjadi dependent variable dan
independent variable, selanjutnya dinentukan definisi operasional dari variabel
penelitian yang kemudian akan digunakan dalam penelitian ini. Penjelasan
definisi operasional variabel adalah sebagai berikut:
1. Social loafing
Social loafing merupakan pengurangan kinerja individu selama bekerjasama
dalam lingkup kelompok dibandingkan pada saat bekerja sendiri. Konsep social
loafing dapat diukur melalui komponen dilution effect dan immediacy gap. Data
social loafing diperoleh melalui alat ukur social loafing berdasarkan dimensi yang
dikemukakan oleh Latane (dalam Chidambaram dan Tung, 2005).
2. Kohesivitas Kelompok
Kohesivitas kelompok merupakan keterikatan serta kedekatan anggota di dalam
kelompok. Konsep tersebut digunakan untuk mengukur empat komponen yaitu
group integration task, group integration social, individual attraction to group
task, dan individual attraction to group social. Data (skor) kohesivitas kelompok
diperoleh dari alat ukur Group Environment Questionnaire (GEQ) yang
dikembangkan oleh Carron et al. (1985).
37
3. Self efficacy
Self efficacy merupakan keyakinan seseorang/ ekspektasi mengenai kemampuan
diri untuk menyusun tindakan yang dilakukan. Konsep tersebut digunakan untuk
mengukur tiga komponen yaitu magnitude, generality, dan strength. Data (skor)
self efficacy diperoleh dari alat ukur Self efficacy berdasarkan dimensi yang
dikemukakan oleh bandura (1997).
4. Jenis kelamin
Jenis kelamin yang dimaksud dalam penelitian ini adalah status yang
membedakan antara laki-laki dengan perempuan secara biologis berdasarkan gen,
kromosom dan hormon. Data (skor) jenis kelamin diukur dengan menggunakan
dummy coding pada saat analisis menggunakan software SPSS.
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa
kuesioner. Kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian ini berbentuk skala
model Likert, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat
tidak setuju (STS). Subjek diminta untuk memilih salah satu dari pernyataan yang
masing-masing pernyataan yang diberikan menujukkan kesesuaian dengan
keadaan yang dirasakan oleh subjek. Skala model Likert ini terdiri dari pernyataan
positif dan pernyataan negatif. Perhitungan skor tiap pilihan jawaban dengan
rentangan 1 sampai 4. Adapun instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini
terdiri dari empat alat ukur, yaitu alat ukur social loafing, kohesivitas kelompok,
dan self efficacy. Keempat alat ukur dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
38
1. Skala Social loafing
Skala social loafing didapat dari alat ukur yang dibuat berdasarkan dimensi yang
dikemukakan oleh Latane (dalam Chidambaram dan Tung, 2005). Blueprint skala
ini sebagai berikut:
Tabel 3.1
Blueprint skala social loafing
Dimensi Indikator No. item Jml
Dilution effect - Merasa kontribusinya tidak berarti 1, *5, 9, 13, *17 5
- Merasa kurang dihargai *2, 4, 12, *14,
*20
5
Immediacy gap
- Kontribusi terhadap tugas kelompok
menurun
*3, 7, *8, *11, 15,
*16
6
- Adanya jarak dengan anggota lain 6, 10, 18, *19 4
Total 20
Keterangan : (*) merupakan item negatif (reverse item)
2. Skala Kohesivitas Kelompok
Kohesivitas kelompok diadaptasi dari alat ukur yang dibuat oleh Carron et al.
(1985). Kohesivitas kelompok diukur dengan Group Environment Questionnaire
(GEQ) berdasarkan empat dimensi kohesivitas kelompok. Blueprint skala ini
sebagai berikut:
Tabel 3.2
Blueprint skala kohesivitas kelompok
Dimensi Indikator No. item Jml
Group integration
task
- Bekerjasama menyelesaikan
masalah tugas.
1, *5, 9, 13,
*17
5
Group integration
social
- Kelompok sering menghabiskan
waktu bersama.
*4, *7, 12, *16 4
Individual attraction
to group task
- Berkontribusi mengerjakan tugas
kelompok.
*3, *8, *11, 15 4
Individual attraction
to group social
- Tertarik terhadap aktivitas sosial
dalam kelompok.
*2, 6, *10,
*14, 18
5
Total 18
Keterangan : (*) merupakan item negatif (reverse item)
39
3. Skala Self efficacy
Skala self efficacy didapat dari alat ukur yang dibuat berdasarkan dimensi yang
dikemukakan oleh Bandura (1997). Adapun Blueprint skala ini sebagai berikut:
Tabel 3.3
Blueprint skala Self efficacy
Dimensi Indikator No. item Jml
Magnitude - Optimis dalam mengerjakan
tugas
1, *7, *19, 13 4
- Merasa yakin dapat
menyelesaikan tugas
4, *10, 16, *22 4
Generality - Mencoba tantangan baru 2, *8, 14, *20 4
- Mampu mengatasi segala situasi
dengan efektif
5, *11, 17, *23 4
Strength - Komitmen dalam menyelesaikan
tugas
3, *9, 15, *21 4
- Gigih dalam menyelesaikan
tugas
6, *12, 18, *24 4
Total 24
Keterangan : (*) merupakan item negatif (reverse item)
4. Pengukuran Jenis Kelamin
Jenis kelamin dalam penelitian ini termasuk dalam independent variable, sehingga
perlu diikutsertakan dalam analisis data yang menggunakan software SPSS.
Caranya dengan menggunakan dummy coding yang dapat dilihat dalam tabel 3.4.
Tabel 3.4
Coding Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Coding
Laki-laki 1
Perempuan 0
3.4 Uji Validitas Konstruk
Sebelum melakukan analisis data, penelitian ini melakukan pengujian terhadap
validitas konstruk dari ketiga instrumen yang digunakan, yaitu social loafing,
kohesivitas kelompok, dan self efficacy. Pengujian validitas konstruk instrumen
40
pengukuran dalam penelitian ini menggunakan pendekatan analisis faktor berupa
confirmatory factor analysis (CFA). Pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan
dengan bantuan software LISREL 8.70. Suryadi, et al. (2014) menjelaskan
langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut:
1. Melakukan pengujian model satu faktor (unidimensional) dengan melihat
nilai Chi-Square yang dihasilkan. Pengujian ini dilakukan untuk melihat
apakah hanya satu faktor saja yang menyebabkan item-item saling berkorelasi
(hipotesis unidimensional item). Jika hasil Chi-Square tidak signifikan (P-
value > 0.05), menunjukkan item yang diuji mengukur satu faktor saja
(unidimensional). Sedangkan, jika nilai Chi-Square signifikan (P-value <
0.05) menunjukkan item-item yang diuji mengukur lebih dari satu faktor
(multidimensional).
2. Jika nilai Chi-Square signifikan (P-value < 0.05), maka dilakukan modifikasi
model pengukuran dengan cara membebaskan parameter. Dalam keadaan
demikian maka peneliti melakukan modifikasi terhadap model dengan cara
memperbolehkan kesalahan pengukuran pada item-item saling berkorelasi
tetapi dengan tetap menjaga bahwa item hanya mengukur satu faktor
(unidimensional).
3. Setelah diperoleh model pengukuran yang fit (unidimensional) maka dilihat
apakah ada item yang muatan faktornya negatif. Jika ada, item tersebut harus
dieliminasi atau tidak diikutsertakan dalam analisis perhitungan factor score.
Kriteria item yang baik pada CFA adalah:
41
1. Melihat signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktornya dengan melihat
nilai t bagi koefisien muatan faktor item. Perbandingannya adalah t > 1,96
maka item tersebut signifikan dan sebaliknya, apabila item tersebut tidak
signifikan (t < 1,96) maka item akan dieliminasi.
2. Melihat koefisien muatan faktor dari item. Jika item tersebut sudah diskoring
dengan favorable (pada skala likert 1-4), maka nilai koefisien muatan faktor
pada item harus bermuatan positif, dan sebaliknya. Apabila item tersebut
favorable, namun koefisien muatan faktor item bernilai negatif maka item
tersebut dieliminasi dan sebaliknya.
3. Sebagai kriteria tambahan (optional) dapat dilihat juga banyaknya korelasi
partial antar kesalahan pengukuran, yaitu kesalahan pengukuran pada suatu
item yang berkorelasi dengan kesalahan pengukuran pada item lain. Jika pada
suatu item terdapat terlalu banyak korelasi seperti ini (misalnya lebih dari
tiga), maka item tersebut juga akan dieliminasi. Alasannya adalah karena item
yang demikian selain mengukur apa yang ingin diukur juga mengukur hal lain
(multidimensional item).
Dapat disimpulkan, dalam penelitian ini terdapat 3 syarat untuk melihat
validitas konstruk alat ukur:
1. Root Mean Square Error of Approximation (RMESEA). RMSEA adalah
ukuran kesalahan yang dipakai oleh SEM untuk mengukur tingkat kesalahan
model terhadap data. Model konstruk dapat dinyatakan fit apabila RMSEA <
0.05 (Browne & Cudeck, 1992).
42
2. P- value. P- value adalah nilai kesalahan yang didapat dalam konstruk alat
ukur. Dengan nilai a (alpha) yaitu batas kesalahan maksimal sebesar 0.05.
Sehingga model konstruk dapat dikatakan fit (unidimensional) apabila p-
value > 0.05 (Browne & Cudeck, 1992).
3. T- value. T- value adalah nilai yang diperoleh melalui uji t, yang bertujuan
untuk mnguji signifikansi terhadap koefisien faktor dari masing-masing item.
Item dapat dikatakan valid apabila T- value > 1.96 dan memiliki arah faktor
loading yaitu positive (+) (Hair et.al, 2014).
3.4.1. Uji validitas konstruk social loafing
Pada uji validitas social loafing, dilakukan pengujian dengan melihat apakah 20
item dari skala social loafing bersifat unidimensional, artinya seluruh item benar-
benar hanya mengukur social loafing. Dari hasil awal analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =
1164.33, df = 170, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.137. Setelah dilakukan
modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran di beberapa item dibebaskan
berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square =
128.75, df = 105, P-value = 0.05766, dan RMSEA = 0.027. Artinya model satu
faktor dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu
social loafing.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya dalam
mengukur apa yang hendak diukur dan menentukan apakah item tesebut perlu
dieliminasi atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
muatan faktor, jika nilai t > 1.96, maka item tersebut signifikan dan begitu
43
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item social loafing dapat dilihat dalam
tabel 3.5 sebagai berikut:
Tabel 3.5
Muatan faktor item social loafing
No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
Item 1 0.68 0.02 33.15 √
Item 2 0.26 0.02 10.50 √
Item 3 0.46 0.02 18.74 √
Item 4 0.66 0.02 29.66 √
Item 5 0.19 0.02 7.70 √
Item 6 0.49 0.02 21.99 √
Item 7 0.54 0.02 24.91 √
Item 8 0.24 0.02 10.51 √
Item 9 0.87 0.02 36.44 √
Item 10 0.64 0.02 26.59 √
Item 11 0.12 0.02 4.64 √
Item 12 0.35 0.02 14.36 √
Item 13 0.66 0.02 29.96 √
Item 14 0.62 0.02 27.03 √
Item 15 0.59 0.02 24.25 √
Item 16 0.46 0.03 17.65 √
Item 17 0.43 0.02 20.00 √
Item 18 0.18 0.03 7.14 √
Item 19 0.64 0.04 15.31 √
Item 20 0.65 0.03 21.06 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.5, nilai t untuk koefisien seluruh item memenuhi
signifikansi t > 1.96. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh item dapat disertakan
dalam pengolahan selanjutnya.
3.4.2. Uji validitas konstruk kohesivitas kelompok
1. Group Integration Task (GI-T)
Pada uji validitas group integration task, dilakukan pengujian dengan melihat
apakah 5 item dari skala group integration task bersifat unidimensional, artinya
seluruh item benar-benar hanya mengukur group integration task. Dari hasil awal
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan
44
Chi-Square = 9.65, df = 5, P-value = 0.08570, RMSEA = 0.055. Setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran di beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square = 6.05, df = 4, P-value = 0.19547, dan RMSEA = 0.041. Artinya model
satu faktor dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja
yaitu group integration task.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya dalam
mengukur apa yang hendak diukur dan menentukan apakah item tesebut perlu
dieliminasi atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
muatan faktor, jika nilai t > 1.96, maka item tersebut signifikan dan begitu
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item group integration task dapat
dilihat dalam tabel 3.6 sebagai berikut:
Tabel 3.6
Muatan faktor item group integration task
No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
Item 1 0.71 0.06 12.22 √
Item 5 0.29 0.05 6.15 √
Item 9 0.54 0.05 10.76 √
Item 13 0.66 0.05 12.53 √
Item 17 0.60 0.05 11.73 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.6, nilai t untuk koefisien seluruh item memenuhi
signifikansi t > 1.96. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh item dapat disertakan
dalam pengolahan selanjutnya.
2. Group Integration Social (GI-S)
Pada uji validitas group integration social, dilakukan pengujian dengan melihat
apakah 4 item dari skala group integration social bersifat unidimensional, artinya
seluruh item benar-benar hanya mengukur group integration social. Dari hasil
45
awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit
dengan Chi-Square = 8.10, df = 2, P-value = 0.01745, RMSEA = 0.099. Setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran di beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square = 1.75, df = 1, P-value = 0.18542, dan RMSEA = 0.049. Artinya model
satu faktor dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja
yaitu group integration social.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya dalam
mengukur apa yang hendak diukur dan menentukan apakah item tesebut perlu
dieliminasi atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
muatan faktor, jika nilai t > 1.96, maka item tersebut signifikan dan begitu
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item group integration social dapat
dilihat dalam tabel 3.7 sebagai berikut:
Tabel 3.7
Muatan faktor item group integration social
No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
Item 4 0.61 0.06 10.64 √
Item 7 0.64 0.07 8.72 √
Item 12 0.74 0.07 10.62 √
Item 16 0.60 0.07 8.36 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.7, nilai t untuk koefisien seluruh item memenuhi
signifikansi t > 1.96. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh item dapat disertakan
dalam pengolahan selanjutnya.
3. Individual Attraction to Group Task (ATG-T)
Pada uji validitas individual attraction to group task, dilakukan pengujian dengan
melihat apakah 4 item dari skala individual attraction to group task bersifat
46
unidimensional, artinya seluruh item benar-benar hanya mengukur individual
attraction to group task. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 10.38, df = 2, P-value =
0.00557, RMSEA = 0.116. Setelah dilakukan modifikasi terhadap model,
kesalahan pengukuran di beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya,
maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 1.02, df = 1, P-value = 0.31143,
dan RMSEA = 0.009. Artinya model satu faktor dapat diterima, bahwa seluruh
item hanya mengukur satu faktor saja yaitu individual attraction to group task.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya dalam
mengukur apa yang hendak diukur dan menentukan apakah item tesebut perlu
dieliminasi atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
muatan faktor, jika nilai t > 1.96, maka item tersebut signifikan dan begitu
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item individual attraction to group task
dapat dilihat dalam tabel 3.8 sebagai berikut:
Tabel 3.8
Muatan faktor item individual attraction to group task
No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
Item 3 0.76 0.07 11.58 √
Item 8 0.68 0.05 12.91 √
Item 11 0.77 0.06 12.89 √
Item 15 0.65 0.06 11.02 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.8, nilai t untuk koefisien seluruh item memenuhi
signifikansi t > 1.96. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh item dapat disertakan
dalam pengolahan selanjutnya.
47
4. Individual Attraction to Group Social (ATG-S)
Pada uji validitas individual attraction to group social, dilakukan pengujian
dengan melihat apakah 5 item dari skala individual attraction to group social
bersifat unidimensional, artinya seluruh item benar-benar hanya mengukur
individual attraction to group social. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 69.71, df = 5,
P-value = 0.00000, RMSEA = 0.204. Setelah dilakukan modifikasi terhadap
model, kesalahan pengukuran di beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 2.20, df = 3, P-value =
0.53186, dan RMSEA = 0.000. Artinya model satu faktor dapat diterima, bahwa
seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu individual attraction to group
social.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya dalam
mengukur apa yang hendak diukur dan menentukan apakah item tesebut perlu
dieliminasi atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
muatan faktor, jika nilai t > 1.96, maka item tersebut signifikan dan begitu
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item individual attraction to group
social dapat dilihat dalam tabel 3.9 sebagai berikut:
Tabel 3.9
Muatan faktor item individual attraction to group social
No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
Item 2 0.70 0.05 12.83 √
Item 10 0.97 0.08 12.71 √
Item 6 0.22 0.05 4.22 √
Item 14 0.55 0.04 12.67 √
Item 18 0.43 0.04 9.84 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
48
Berdasarkan tabel 3.9, nilai t untuk koefisien seluruh item memenuhi
signifikansi t > 1.96. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh item dapat disertakan
dalam pengolahan selanjutnya.
3.4.3. Uji validitas konstruk self efficacy
1. Magnitude
Pada uji validitas magnitude, dilakukan pengujian dengan melihat apakah 8 item
dari skala magnitude bersifat unidimensional, artinya seluruh item benar-benar
hanya mengukur magnitude. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 257.12, df = 20, P-
value = 0.00000, RMSEA = 0.196. Setelah dilakukan modifikasi terhadap model,
kesalahan pengukuran di beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya,
maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 20.01, df = 12, P-value =
0.06690, dan RMSEA = 0.046. Artinya model satu faktor dapat diterima, bahwa
seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu magnitude.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya dalam
mengukur apa yang hendak diukur dan menentukan apakah item tesebut perlu
dieliminasi atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
muatan faktor, jika nilai t > 1.96, maka item tersebut signifikan dan begitu
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item magnitude dapat dilihat dalam
tabel 3.10 sebagai berikut:
49
Tabel 3.10
Muatan faktor item magnitude
No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
Item 1 0.72 0.03 20.72 √
Item 4 0.85 0.03 26.52 √
Item 7 0.30 0.04 8.53 √
Item 10 0.63 0.04 15.28 √
Item 13 0.79 0.03 22.52 √
Item 16 0.77 0.04 21.24 √
Item 19 0.47 0.03 15.03 √
Item 22 0.68 0.03 21.10 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.10, nilai t untuk koefisien seluruh item memenuhi
signifikansi t > 1.96. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh item dapat disertakan
dalam pengolahan selanjutnya.
2. Generality
Pada uji validitas generality, dilakukan pengujian dengan melihat apakah 8 item
dari skala generality bersifat unidimensional, artinya seluruh item benar-benar
hanya mengukur generality. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 239.11, df = 20, P-
value = 0.00000, RMSEA = 0.188. Setelah dilakukan modifikasi terhadap model,
kesalahan pengukuran di beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya,
maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 14.46, df = 12, P-value =
0.27221, dan RMSEA = 0.026. Artinya model satu faktor dapat diterima, bahwa
seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu generality.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya dalam
mengukur apa yang hendak diukur dan menentukan apakah item tesebut perlu
dieliminasi atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
muatan faktor, jika nilai t > 1.96, maka item tersebut signifikan dan begitu
50
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item generality dapat dilihat dalam
tabel 3.11 sebagai berikut:
Tabel 3.11
Muatan faktor item generality
No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
Item 2 0.81 0.06 13.28 √
Item 5 0.60 0.03 17.68 √
Item 8 0.66 0.04 15.63 √
Item 11 0.56 0.03 16.33 √
Item 14 0.54 0.04 15.37 √
Item 17 0.59 0.04 14.34 √
Item 20 0.67 0.04 18.81 √
Item 23 0.78 0.05 17.21 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.11, nilai t untuk koefisien seluruh item memenuhi
signifikansi t > 1.96. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh item dapat disertakan
dalam pengolahan selanjutnya.
3. Strength
Pada uji validitas strength, dilakukan pengujian dengan melihat apakah 8 item
dari skala strength bersifat unidimensional, artinya seluruh item benar-benar
hanya mengukur strength. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 154.49, df = 20, P-
value = 0.00000, RMSEA = 0.147. Setelah dilakukan modifikasi terhadap model,
kesalahan pengukuran di beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya,
maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 18.32, df = 12, P-value =
0.10625, dan RMSEA = 0.041. Artinya model satu faktor dapat diterima, bahwa
seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu strength.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya dalam
mengukur apa yang hendak diukur dan menentukan apakah item tesebut perlu
51
dieliminasi atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
muatan faktor, jika nilai t > 1.96, maka item tersebut signifikan dan begitu
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item strength dapat dilihat dalam tabel
3.12 sebagai berikut:
Tabel 3.12
Muatan faktor item strength
No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
Item 3 0.65 0.04 16.70 √
Item 6 0.56 0.04 15.92 √
Item 9 0.63 0.04 17.75 √
Item 12 0.49 0.04 13.39 √
Item 15 0.73 0.05 14.73 √
Item 18 0.45 0.04 10.11 √
Item 21 0.80 0.04 20.82 √
Item 24 0.76 0.04 20.48 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.12, nilai t untuk koefisien seluruh item memenuhi
signifikansi t > 1.96. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh item dapat disertakan
dalam pengolahan selanjutnya.
3.5 Teknik Analisis Data
Sebelum melakukan analisis data, penelitian ini melakukan uji Confirmatory
Factor Analysis (CFA) untuk melihat validitas konstruk setiap item serta menguji
struktur faktor yang diturunkan secara teoritis. Analisis faktor merupakan metode
analisis statistik yang digunakan untuk mengukur faktor yang mempengaruhi
suatu variabel menjadi beberapa set indikator saja tanpa mengurang informasi
yang berarti. Jika ada item yang tidak valid, maka akan disingkirkan dan yang
valid akan dihitung dan digunakan dalam penelitian. Uji CFA dilakukan dengan
menggunakan bantuan software Lisrel 8.70.
52
Sedangkan teknik analisis yang digunakan untuk menganalisis data
penelitian dalam rangka menguji kebenaran hipotesis ialah dengan menggunakan
metode multiple regression analysis sebab penelitian ini menggunakan lebih dari
satu independent variable untuk mengetahui pengaruhnya terhadap dependent
variable. Pada penelitian ini terdapat delapan independent variable dan satu
dependent variable. Dengan menggunakan rumus persamaan garis regresi, yaitu:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + e
Keterangan:
Y = Social loafing
a = Konstan
b = Koefisien regresi untuk masing-masing X
X1 = Group Integration Task/ GI-T
X2 = Group Integration Social/ GI-S
X3 = Individual Attraction to Group Task/ ATG-T
X4 = Individual Attraction to Group Social/ ATG-S
X5 = Magnitude
X6 = Generality
X7 = Strength
X8 = Jenis Kelamin
e = Residual
3.6 Prosedur Penelitian
Dalam proses pengumpulan data, penelitian ini dilakukan melalui beberapa
tahapan, yaitu sebagai berikut:
1. Persiapan
Dimulai dengan perumusan masalah, menentukan variabel yang akan diteliti,
melakukan kajian teori untuk mendapatkan gambaran dan penjelasan yang tepat
tentang variabel penelitian. Kemudian menentukan, menyusun, dan menyiapkan
alat ukur yang akan digunakan. Setelah alat ukur siap, penelitian ini lanjut ke
tahap selanjutnya, yaitu tahap Pelaksanaan Penelitian
53
2. Pelaksanaan Penelitian
Skala social loafing, skala kohesivitas kelompok, dan skala self efficacy yang
telah disusun dengan jumlah total 62 item pernyataan ini diberikan kepada 311
orang mahasiswa aktif yang mengikuti program studi strata satu (S1) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Tahap pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan membuat
surat izin penelitian pada tanggal 16 Mei 2019. Setelah itu penelitian ini
melakukan pengambilan data penelitian selama tiga hari dimulai dari tanggal 23
Mei – 25 Mei 2019.
Pengambilan data penelitian hari pertama (23 Mei 2019) dimulai dengan
menyebarkan kuesioner fisik di area kampus satu UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, yaitu di Perpustakaan Utama, FSH, dan FITK. Selanjutnya, pada hari
kedua (24 Mei 2019) penelitian ini melanjutkan penyebaran kuesioner di luar area
kampus satu yaitu di FKIK, gedung baru FEB, gedung baru FAH, FISIP dan
FPSI. Setelah itu karena pada hari ketiga (25 Mei 2019) sudah memasuki jadwal
libur hari raya Idul Fitri, pengambilan data pada penelitian ini dilanjutkan dengan
menyebarkan kuesioner secara online melalui Google forms. Total jumlah
responden pada penelitian ini ialah 311 orang, dengan rincian sebanyak 160
responden mengisi kuesioner fisik secara offline, dan 151 responden mengisi
kuesioner online.
Pengambilan data penelitian secara langsung dilakukan dengan
memberikan kuesioner fisik, disertai dengan menanyakan perihal apakah
mahasiswa tersebut mahasiswa semester dua sampai delapan atau bukan, selain itu
juga meminta bantuan teman agar teman yang lain mau mengisi kuesioner fisik
54
yang saya berikan. Kuesioner fisik ini penulis berikan reward berupa pulpen
sebagai tanda terima kasih penulis karena sudah membantu dalam mengisi
kuesioner penelitian penulis.
3. Pengolahan Data
Setelah data 311 responden terpenuhi, penelitian ini kemudian memulai tahap
pengolahan data. Untuk setiap variabel penelitian, pertama dilauan menghitung
true score (faktor skor) dengan menggunakan CFA (confirmatory factor analysis).
Dalam hal ini hanya item yang tidak didrop yang akan dianalisis dalam
perhitungan faktor skor pada SPSS. Selajutnya, penelitian ini menganalisis data
dengan menggunakan metode statistik dan menguji hipotesis yang telah
dijabarkan dalam bab dua.
55
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah mahasiswa program studi
strata satu (S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Subjek
dalam penelitian ini berjumlah 311 orang. Gambaran umum subjek penelitian
berdasarkan demografi meliputi jenis kelamin, usia, dan semester. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Gambaran Umum Subjek (N=311)
No. Karakteristik Subjek Jumlah Persentase
1. Jenis Kelamin
Laki-laki 91 29.3%
Perempuan 220 70.7%
2. Fakultas
FSH 24 7.71%
FITK 21 6.75%
FKIK 47 15.11%
FIDKOM 7 2.25%
FU 9 2.89%
FST 13 4.18%
FISIP 31 9.96%
FPSI 66 21.22%
FEB 38 12.21%
FAH 55 17.68%
2. Usia
18 48 15.43%
19 80 25.72%
20 83 26.68%
21 63 20.25%
22 28 9%
23 9 2.89%
3. Semester
2 111 35.69%
4 80 25.72%
6 69 22.18%
8 51 16.39%
Berdasarkan data pada tabel 4.1, dapat diketahui bahwa responden dalam
penelitian ini didominasi oleh jenis kelamin perempuan sebesar 70.7%, sedangkan
56
laki-laki dalam penelitian ini berjumlah 29.3%. Berdasarkan usia, responden
terbanyak berada pada usia 20 tahun sebanyak 83 (26.68%). Berdasarkan fakultas,
responden terbanyak berada pada FPSI yaitu sebanyak 66 (21.22%). Responden
pada penelitian ini sebagian besar terdiri dari mahasiswa semester dua yang
berjumlah 111 (35.69%).
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Hasil analisis deskriptif meliputi jumlah sampel, nilai minimum, nilai maksimum,
mean (rata-rata), dan standar deviasi dari masing-masing variabel. Selanjutnya
nilai mean akan digunakan untuk menentukan kategorisasi skor variabel
penelitian. Untuk lebih jelasnya nilai tersebut disajikan dalam tabel 4.2.
Tabel 4.2
Tabel Analisis Deskriptif
Variabel N Min. Max. Mean Std.
Deviasi
Social loafing 311 28.23 94.48 50.00 10.000
Group Integration Task 311 17.98 75.33 50.00 10.000
Group Integration Social 311 25.08 75.63 50.00 10.000
Individual attraction to group task 311 11.45 66.88 50.00 10.000
Individual attraction to group
social
311 12.13 76.49 50.00 10.000
Magnitude 311 4.58 69.62 50.00 10.000
Generality 311 10.41 73.44 50.00 10.000
Strength 311 7.42 71.01 50.00 10.000
Valid N (listwise) 311
Berdasarkan data pada tabel 4.2, dapat dilihat bahwa jumlah subjek
penelitian sebanyak 311. Mean pada penelitian ini dibuat konstan yakni 50 dengan
tujuan menghilangkan skor negatif pada data penelitian. Variabel social loafing
memiliki skor terendah sebesar 28.23, skor tertinggi sebesar 94.48. Variabel
group integration task (GIT) memiliki skor terendah sebesar 17.98, skor tertinggi
sebesar 75.33. Variabel group integration social (GIS) memiliki skor terendah
57
sebesar 25.08, skor tertinggi sebesar 75.63. Variabel individual attraction to
group task (ATGT) memiliki skor terendah sebesar 11.45, skor tertinggi sebesar
66.88.
Variabel individual attraction to group social (ATGS) memiliki skor
terendah sebesar 12.13, skor tertinggi sebesar 76.49. Variabel magnitude memiliki
skor terendah sebesar 4.58, skor tertinggi sebesar 69.62. Variabel generality
memiliki skor terendah sebesar 10.41, skor tertinggi sebesar 73.44. Variabel
strength memiliki skor terendah sebesar 7.42, skor tertinggi sebesar 71.01.
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Kategorisasi skor variabel penelitian memiliki tujuan untuk menempatkan atau
mengelompokkan individu ke dalam kelompok-kelompok terpisah secara
berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur. Kontinum
jenjang yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari rendah sampai dengan
tinggi. Jenjang kontinum ini akan digunakan dalam kategorisasi skor variabel
penelitian. Norma kategorisasi skor dapat dilihat dalam tabel 4.3 sebagai berikut:
Tabel 4.3
Norma Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Kategorisasi Norma
Rendah X < Mean
Tinggi X > Mean
Setelah norma kategorisasi didapatkan, selanjutnya akan dijelaskan
perolehan nilai persentase kategorisasi untuk variabel social loafing, group
integration task, group integration social, individual attraction to group task,
individual attraction to group social, magnitude, generality, dan strength
(sebagaimana tabel 4.4 terlampir).
58
Tabel 4.4
Persentase Ketegori Skor Tiap Variabel
Variabel Frekuensi Persentasi
Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Social loafing 145 166 46.6% 53.4%
Group Integration Task 135 176 43.4% 56.6%
Group Integration Social 160 151 51.4% 48.6%
Individual attraction to group task 169 142 54.3% 45.7%
Individual attraction to group
social
174 137 55.9% 44.1%
Magnitude 184 127 59.2% 40.8%
Generality 150 161 48.2% 51.6%
Strength 176 135 56.6% 43.4%
Berdasarkan data pada tabel 4.4, dapat diketahui bahwa variabel social
loafing memiliki nilai yang besar pada kategorisasi tinggi yaitu 166 (53.4%), yang
berarti tingkat social loafing responden cenderung tinggi. Pada variabel group
integration task memiliki nilai yang besar pada kategorisasi tinggi yaitu 176
(56.6%), yang berarti group integration task responden cenderung tinggi. Pada
variabel group integration social memiliki nilai yang besar pada kategorisasi
rendah yaitu 160 (51.4%), yang berarti group integration social responden
cenderung rendah. Pada variabel individual attraction to group task memiliki nilai
yang besar pada kategorisasi rendah yaitu 169 (54.3%), yang berarti individual
attraction to group task responden cenderung rendah.
Pada variabel individual attraction to group social memiliki nilai yang
besar pada kategorisasi rendah yaitu 174 (55.9%), yang berarti individual
attraction to group social responden cenderung rendah. Pada variabel magnitude
memiliki nilai yang besar pada kategorisasi rendah yaitu 184 (59.2%), yang
berarti magnitude responden cenderung rendah. Pada variabel generality memiliki
nilai yang besar pada kategorisasi tinggi yaitu 161 (51.6%), yang berarti
generality responden cenderung tinggi. Pada variabel strength memiliki nilai yang
59
besar pada kategorisasi rendah yaitu 176 (56.6%), yang berarti strength responden
cenderung rendah.
4.4 Uji Hipotesis Penelitian
4.4.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian
Pada tahap ini, dijelaskan tahapan pengujian hipotesis penelitian dengan
menggunakan teknik analisis regresi berganda (multiple regression analysis).
Pengujian analisis regresi berganda dilakukan dengan software SPSS versi 17.
Pada analisis regresi berganda, terdapat tiga hal yang akan dilihat. Hal pertama
yang dilihat adalah nilai koefisien determinasi atau R Square (R2) untuk
mengetahui persentase (%) pengaruh independent variable (IV) terhadap
dependent variable (DV). Hal kedua yakni nilai signifikansi (Sig.), yaitu nilai
yang menunjukkan bahwa keseluruhan independent variable (IV) mempengaruhi
dependent variable (DV) secara signifikan atau tidak. Hal ketiga yakni koefisien
regresi, yaitu nilai dan signifikansi dari masing-masing independent variable (IV)
beserta arah pengaruhnya terhadap dependent variable (DV). Adapun independent
variable dalam penelitian ini yaitu pengaruh yang ada signifikan. Artinya,
independent variable dalam penelitian ini yaitu kohesivitas kelompok (group
integration task, group integration social, individual attraction to group task, dan
individual attraction to group social), self efficacy (magnitude, generality, dan
strength), dan jenis kelamin, sedangkan dependent variable yaitu social loafing
Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah melihat nilai koefisien
determinasi atau R Square (R2) untuk mengetahui besar proporsi pengaruh
independent variable (IV) yaitu group integration task, group integration social,
60
individual attraction to group task, individual attraction to group social,
magnitude, generality, strength, dan jenis kelamin terhadap dependent variable
(DV) yaitu social loafing. Nilai R Square dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5
Model Summary Analisis Regresi
Model R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .763a .582 .571 6.54719 .582 52.649 8 302 .000
a. Predictors: (Constant), group integration task, group integration social, individual
attraction to group task, individual attraction to group social, magnitude, generality, strength, jenis kelamin
Pada tabel 4.5. dapat dilihat bahwa nilai R Square yang diperoleh dalam
penelitian ini sebesar .582 atau 58,2%. Artinya, proporsi pengaruh independent
variable pada penelitian ini yaitu kohesivitas kelompok (group integration task,
group integration social, individual attraction to group task, individual attraction
to group social), self efficacy (magnitude, generality, strength) dan jenis kelamin
terhadap dependent variable yaitu social loafing sebesar 58.2%. Sisanya yakni
41.8% dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
Langkah kedua yang dilakukan peneliti adalah melihat hasil dari uji F
untuk mengetahui pengaruh independent variable dalam penelitian ini yaitu
kohesivitas kelompok (group integration task, group integration social, individual
attraction to group task, dan individual attraction to group social), self efficacy
(magnitude, generality, dan strength), dan jenis kelamin terhadap dependent
variable yaitu social loafing signifikan atau tidak. Adapun hasil dari uji F terdapat
pada tabel 4.6 berikut:
61
Tabel 4.6
ANOVA Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 18054.543 8 2256.818 52.649 .000b
Residual 12945.457 302 42.866
Total 31000.000 310
a. Dependent Variable: Social loafing
b. Predictors: (Constant), group integration task, group integration social, individual
attraction to group task, individual attraction to group social, magnitude, generality,
strength, jenis kelamin
Pada tabel 4.6, terdapat nilai signifikansi dari keseluruhan independent
variable terhadap dependent variable. Nilai signifikansi dilihat dari kolom Sig.
sebesar 0.000. Nilai Sig. < 0.05 menunjukkan bahwa pengaruh yang ada
signifikan. Artinya, independent variable dalam penelitian ini yaitu kohesivitas
kelompok (group integration task, group integration social, individual attraction
to group task, dan individual attraction to group social), self efficacy (magnitude,
generality, dan strength), dan jenis kelamin berpengaruh signifikan terhadap
dependent variable yaitu social loafing. Dengan demikian, hipotesis mayor dalam
penelitian ini yang menyatakan bahwa “Terdapat pengaruh yang signifikan
kohesivitas kelompok (group integration task, group integration social, individual
attraction to group task, dan individual attraction to group social), Self efficacy
(magnitude, generality, dan strength), dan jenis kelamin secara bersama-sama
terhadap social loafing” dapat diterima.
Langkah ketiga yang dilakukan peneliti adalah melihat nilai koefisien
regresi masing-masing independent variable. Adapun nilai koefisien regresi pada
tiap-tiap variabel penelitian dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut:
62
Tabel 4.7
Koefisien Regresi
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
(Constant) 96.440 2.588 37.258 .000
Group Integration Task -.099 .051 -.099 -1.950 .052
Group Integration Social .019 .049 .019 .385 .701
Individual Attraction to Group Task -.437 .056 -.437 -7.820 .000*
Individual Attraction to Group Social -.127 .052 -.127 -2.461 .014*
Magnitude .031 .069 .031 .456 .649
Generality -.202 .062 -.202 -3.271 .001*
Strength -.116 .075 -.116 -1.556 .121
Jenis Kelamin .404 .833 .018 .485 .628
a. Dependent Variable: Social loafing
Keterangan : (*) signifikan (< 0.05)
Berdasarkan data pada tabel 4.7, persamaan regresi dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Social loafing = 96.440 – 0.099 (group integration task) + 0.019 (group
integration social) – 0.437 (individual attraction to group
task*) – 0.127 (individual attraction to group social*) + 0.031
(magnitude) – 0.202 (generality*) – 0.116 (strength) + 0.404
(jenis kelamin).
Berdasarkan tabel 4.7, signifikansi masing-masing independent variable
dilihat dari nilai Sig. Apabila nilai Sig. < 0.05 menunjukkan bahwa koefisien
regresi yang dihasilkan signifikan. Hasil yang terdapat dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat tiga variabel memiliki koefisien regresi yang
signifikan, yaitu variabel individual attraction to group task, individual attraction
to group social, dan generality. Sedangkan lima variabel lainnya yaitu group
integration task, group integration social, magnitude, strength, dan jenis kelamin
tidak menunjukkan nilai koefisien regresi yang signifikan. Adapun penjelasan dari
63
nilai koefisien regresi yang diperoleh masing-masing independent variable adalah
sebagai berikut:
1. Variabel Group Integration Task
Nilai koefisien regresi group Integration Task sebesar – 0.099 dengan nilai
signifikansi 0.052 (sig. > 0.05). Artinya, variabel group integration task
pengaruhnya terhadap social loafing tidak signifikan.
2. Variabel Group Integration Social
Nilai koefisien regresi group integration social sebesar 0.019 dengan nilai
signifikansi 0.701 (sig. > 0.05). Artinya, variabel group integration social
pengaruhnya terhadap social loafing tidak signifikan.
3. Variabel Individual Attraction to Group Task
Nilai koefisien regresi individual attraction to group task sebesar – 0.437
dengan nilai signifikansi 0.000 (sig. < 0.05). Artinya, variabel individual
attraction to group task berpengaruh secara signifikan dengan arah negatif
terhadap social loafing. Hal ini berarti semakin tinggi individual attraction to
group task, maka semakin rendah social loafing. Sebaliknya, semakin rendah
individual attraction to group task, maka semakin tinggi social loafing.
4. Variabel Individual Attraction to Group Social
Nilai koefisien regresi individual attraction to group social sebesar – 0.127
dengan nilai signifikansi 0.014 (sig. < 0.05). Artinya, variabel individual
attraction to group social berpengaruh secara signifikan dengan arah negatif
terhadap social loafing. Hal ini berarti semakin tinggi individual attraction to
64
group social, maka semakin rendah social loafing. Sebaliknya, semakin rendah
individual attraction to group social, maka semakin tinggi social loafing.
5. Variabel Magnitude
Nilai koefisien regresi magnitude sebesar 0.031 dengan nilai signifikansi 0.649
(sig. > 0.05). Artinya, variabel magnitude pengaruhnya terhadap social loafing
tidak signifikan.
6. Variabel Generality
Nilai koefisien regresi generality sebesar – 0.202 dengan nilai signifikansi
0.001 (sig. < 0.05). Artinya, variabel generality berpengaruh secara signifikan
dengan arah negatif terhadap social loafing. Hal ini berarti semakin tinggi
generality, maka semakin rendah social loafing. Sebaliknya, semakin rendah
generality, maka semakin tinggi social loafing.
7. Variabel Strength
Nilai koefisien regresi strength sebesar – 0.116 dengan nilai signifikansi 0.121
(sig. > 0.05). Artinya, variabel strength pengaruhnya terhadap social loafing
tidak signifikan.
8. Variabel Jenis Kelamin
Nilai koefisien regresi Jenis kelamin sebesar 0.404 dengan nilai signifikansi
0.628 (sig. > 0.05). Artinya, variabel jenis kelamin pengaruhnya terhadap
social loafing tidak signifikan.
4.5 Proporsi Varian
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana proporsi varian dari masing-masing
independent variabel (IV) yang berpengaruh secara signifikan atau tidak terhadap
65
dependent variabel (DV) yiaitu social loafing. Besarnya proporsi varian pada
pengaruh terhadap partisipasi politik dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut:
Tabel 4.8
Model Summary Proporsi Varians Setiap IV terhadap DV
Model R R Square Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .481a .232 .229 8.77863 .232 93.261 1 309 .000*
2 .491b .241 .236 8.74214 .009 3.585 1 308 .059
3 .724c .524 .519 6.93379 .283 182.604 1 307 .000*
4 .729d .531 .525 6.89442 .007 4.516 1 306 .034*
5 .744e .554 .547 6.73110 .023 16.030 1 305 .000*
6 .761f .579 .570 6.55438 .024 17.668 1 304 .000*
7 .763g .582 .572 6.53892 .003 2.439 1 303 .119
8 .763h .582 .571 6.54719 .000 .235 1 302 .628
Predictors: (Constant), group integration task, group integration social, individual attraction to
group task, individual attraction to group social, magnitude, generality, strength, jenis kelamin
Keterangan: (*) signifikan (< 0.05)
Berdasarkan tabel 4.8, proporsi varians masing-masing independent
variable dan signifikansinya dijelaskan sebagai berikut:
1. Variabel group integration task memberikan sumbangan varians sebesar 0.232
atau 23.2% dengan Sig. F Change = 0.000 (sig. < 0.05). Sumbangan varians
group integration task signifikan.
2. Variabel group integration social memberikan sumbangan varians sebesar
0.009 atau 0.9% dengan Sig. F Change = 0.059 (sig. > 0.05). Sumbangan
varians group integration social tidak signifikan.
3. Variabel individual attraction to group task memberikan sumbangan varians
sebesar 0.283 atau 28.3% dengan Sig. F Change = 0.000 (sig. < 0.05).
Sumbangan varians individual attraction to group task signifikan.
66
4. Variabel individual attraction to group social memberikan sumbangan varians
sebesar 0.007 atau 0.7% dengan Sig. F Change = 0.034 (sig. < 0.05).
Sumbangan varians individual attraction to group social signifikan.
5. Variabel magnitude memberikan sumbangan varians sebesar 0.023 atau 2.3%
dengan Sig. F Change = 0.000 (sig. < 0.05). Sumbangan varians magnitude
signifikan.
6. Variabel generality memberikan sumbangan varians sebesar 0.024 atau 2.4%
dengan Sig. F Change = 0.000 (sig. < 0.05). Sumbangan varians generality
signifikan.
7. Variabel strength memberikan sumbangan varians sebesar 0.003 atau 0.3%
dengan Sig. F Change = 0.119 (sig. > 0.05). Sumbangan varians strength tidak
signifikan.
8. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan varians sebesar 0.00 atau 0%
dengan Sig. F Change = 0.628 (sig. > 0.05). Sumbangan varians jenis kelamin
tidak signifikan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dari masing-masing
independent variable yang memiliki proporsi varian signifikan pengaruhnya
terhadap social loafing sebagai dependent variable yaitu pada variabel group
integration task, individual attraction to group task, individual attraction to group
social, magnitude, dan generality. Sumbangan varians terbesar adalah variabel
individual attraction to group task yakni 28.3%, sedangkan variabel yang
memberikan sumbangan terkecil yakni variabel jenis kelamin sebesar 0%. Jumlah
67
keseluruhan R Square Change yakni sebesar 58.2% sesuai dengan nilai R Square
yang didapatkan.
68
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan pada bab 4, diperoleh hasil
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan independent variable (IV) pada
penelitian ini yaitu kohesivitas kelompok (group integration task, group
integration social, individual attraction to group task, dan individual attraction to
group social), Self efficacy (magnitude, generality, dan strength), dan jenis
kelamin terhadap dependent variable (DV) yaitu social loafing. Nilai signifikansi
yang diperoleh sebesar 0.000 dan nilai kontribusi pengaruh IV terhadap DV
sebesar 0.582 atau 58.2%. Artinya, kohesivitas kelompok, self efficacy, dan jenis
kelamin berpengaruh terhadap social loafing sebesar 58.2% dan sisanya yakni
41.8% dipengaruhi oleh variabel lain. Berdasarkan hasil uji hipotesis minor dari
signifikansi masing-masing koefisien regresi terhadap dependent variable (DV),
terdapat tiga independent variable (IV) yang nilai koefisien regresinya signifikan,
yaitu individual attraction to group task, individual attraction to group social, dan
generality. Sedangkan IV yang koefisien regresinya tidak signifikan yaitu gorup
integration task, group integration social, magnitude, strength dan jenis kelamin.
5.2 Diskusi
Pada bagian ini akan dibahas diskusi mengenai pengaruh independent variable
(IV) terhadap dependent variable (DV). Berdasarkan hasil uji hipotesis mayor
yang telah dilakukan pada bab sebelumnya dapat ditemukan independent variable
(IV) dalam penelitian ini yaitu kohesivitas kelompok, self efficacy,dan jenis
69
kelamin secara bersama-sama berpengaruh yang signifikan terhadap dependent
variable (DV) yaitu social loafing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi
individual attraction to group task, individual attraction to group social, dan
generality memberikan pengaruh yang signifikan terhadap social loafing.
Hasil penelitian ini melengkapi beberapa penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya oleh Sanna (1992) dan Hoigard, dkk. (2006) bahwa semakin
tingginya kohesivitas kelompok dan self efficacy maka semakin rendah
kemungkinan individu untuk melakukan tindakan social loafing. Hal ini dapat
terjadi karena keberadaan individu dalam kelompok yang kohesif menjadikan
setiap anggota kelompok untuk lebih banyak mengemban tanggung jawab untuk
mencapai hasil yang maksimal dan bersedia berkorban demi kepentingan
kelompok. Selain itu, individu yang memiliki keyakinan bahwa dirinya dapat
melakukan tugas kelompok dalam situasi apapun, baik itu sulit maupun mudah
akan cenderung mengurangi tindakan social loafing.
Dimensi group integration task pada variabel kohesivitas kelompok dalam
penelitian ini terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap social loafing. Hasil
yang serupa juga ditemukan dalam penelitian terdahulu (Hoigard, dkk., 2006)
yang berjudul “The Relationship Between Group Cohesion, Group Norms, and
Perceived Social loafing in Soccer Teams”. Artinya, ketertarikan dan kedekatan
kelompok dalam menyelesaikan tugas bukan merupakan penyebab yang dapat
mempengaruhi terjadinya social loafing. Hal ini dapat terjadi karena responden
dalam penelitian ini merupakan kelompok tugas mahasiswa yang kurang memiliki
70
pembagian tugas dengan spesifikasi yang jelas, sehingga menyebabkan tidak
signifikanya pengaruh group integration task terhadap social loafing.
Dimensi group integration social pada variabel kohesivitas kelompok dalam
penelitian ini terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap social loafing. Hasil
yang serupa juga ditemukan dalam penelitian terdahulu (Hoigard, dkk., 2006)
yang berjudul “The Relationship Between Group Cohesion, Group Norms, and
Perceived Social loafing in Soccer Teams”. Artinya, ketertarikan dan kedekatan
kelompok mengenai aktivitas sosial dalam kelompok bukan merupakan penyebab
yang dapat mempengaruhi terjadinya social loafing. Hal ini dapat terjadi karena
responden dalam penelitian ini merupakan kelompok tugas mahasiswa yang lebih
sering mengerjakan tugas kelompok secara individual, sehingga menyebabkan
tidak signifikannya pengaruh group integration social terhadap social loafing.
Dimensi individual attraction to group task pada variabel kohesivitas
kelompok terbukti berpengaruh yang signifikan dengan arah negatif terhadap
social loafing. Artinya, semakin tinggi tingkat ketertarikan individu mengenai
keterlibatannya dalam mengerjakan tugas kelompok maka semakin rendah
individu untuk melakukan social loafing. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hoigard, dkk. (2006) yang menyatakan
bahwa individual attraction to group task merupakan variabel yang secara
signifikan mempengaruhi social loafing. Hal ini disebabkan oleh adanya
peningkatan motivasi intrinsik dari para anggota kelompok yang kohesiv sehingga
dapat mengurangi anggapan bahwa rekan kelompoknya akan melakukan tindakan
social loafing ketika mengerjakan tugas kelompok.
71
Dimensi individual attraction to group social pada variabel kohesivitas
kelompok terbukti berpengaruh yang signifikan dengan arah negatif terhadap
social loafing. Artinya, semakin tinggi tingkat ketertarikan individu mengenai
keterlibatannya dalam aktivitas sosial kelompok maka semakin rendah individu
untuk melakukan social loafing. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Hoigard, dkk. (2006) yang menyatakan bahwa
individual attraction to group social merupakan variabel yang tidak berpengaruh
signifikan terhadap social loafing. Pengaruh ini disebabkan karena dampak dari
kedekatan setiap anggota satu sama lain/ interaksi sosial yang terjalin dengan baik
akan menjadikan kekuatan untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih baik,
sehingga dapat mengurangi atau menghilangkan tindakan social loafing.
Dimensi magnitude pada variabel self efficacy dalam penelitian ini terbukti
tidak berpengaruh signifikan terhadap social loafing. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Aulia, dkk. (2013) yang
menyatakan dimensi magnitude tidak berpengaruh signifikan terhadap social
loafing Artinya, keyakinan individu atas kemampuannya mengerjakan berbagai
tingkat kesulitan tugas baik itu mudah maupun sulit bukan merupakan penyebab
yang dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan tindakan social loafing.
Hal ini dapat disebabkan karena tugas kelompok mahasiswa cenderung memiliki
tingkat kesulitan yang mudah, sehingga individu dapat dengan mudah
mengerjakan tugas kelompok yang membuat tidak signifikannya pengaruh
magnitude terhadap social loafing.
72
Dimensi generality pada variabel self efficacy terbukti berpengaruh yang
signifikan dengan arah negatif terhadap social loafing. Artinya, semakin tinggi
tingkat keyakinan individu mengenai kemampuannya dalam mengerjakan tugas
pada berbagai aktivitas atau dalam situasi apapun, maka semakin rendah individu
untuk melakukan social loafing. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Holladay,
dkk. (2003) menyatakan bahwa generality terbukti dapat mempengaruhi kinerja
individu, sehingga anggota kelompok memiliki kemungkinan kecil untuk
melakukan tindakan social loafing. Hal ini dapat disebabkan karena tingkat
keyakinan tinggi yang dimiliki individu untuk mengerjakan tugas kelompok
dalam berbagai macam aktivitas dan situasi akan mengurangi individu untuk
melakukan tindakan social loafing.
Dimensi strength pada variabel self efficacy dalam penelitian ini terbukti
tidak berpengaruh signifikan terhadap social loafing. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Aulia, dkk. (2013) yang
menyatakan dimensi strength tidak berpengaruh yang signifikan terhadap social
loafing. Artinya, keyakinan individu mengenai kekuatannya dalam menghadapi
tugas bukanlah hal yang berpengaruh dalam menentukan kinerja seseorang untuk
dapat melakukan atau menghindari tindakan social loafing. Hal ini dapat terjadi
disebabkan karena tugas kelompok mahasiswa tergolong mudah dan kurang
menantang, sehingga individu dapat dengan mudah mengerjakan tugas kelompok
yang membuat tidak berpengaruhnya social loafing.
Variabel jenis kelamin dalam penelitian ini diketahui tidak berpengaruh
signifikan terhadap social loafing. Hal ini berarti baik individu yang memiliki
73
jenis kelamin laki-laki maupun perempuan tidak berpengaruh untuk melakukan
atau mengurangi tindakan social loafing. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kugihara (1999) yang menyatakan jenis
kelamin laki-laki lebih cenderung melakukan tindakan social loafing dibanding
dengan perempuan. Hal ini dapat terjadi karena subjek penelitian ini merupakan
tugas kelompok mahasiswa yang memiliki anggota sedikit, sehingga tugas
kelompok mudah dikerjakan secara bersama dan tidak menimbulkan social
loafing.
Secara keseluruhan, hasil penelitian ini perlu dikembangkan agar
mendapatkan hasil yang lebih komprehensif. Adapun keterbatasan yang dalam
penelitian ini yaitu menggunakan subjek penelitian yang merupakan mahasiswa
umum yang sering mendapatkan tugas kelompok dalam perkuliahan, pembagian
tugas dalam kelompok kurang spesifik, dan tergolang dalam tugas yang mudah
dikerjakan, sehingga memungkinkan dapat menyebabkan beberapa independent
variable dalam penelitian ini tidak berpengaruh signifikan.
5.3 Saran
Saran dalam penelitian ini terdiri dari saran teoritis dan saran praktis. Saran dalam
penelitian ini dapat dijadikan sebuah pertimbangan bagi penelitian selanjutnya
dalam melakukan proses penelitian yang terkait dengan variabel social loafing.
5.3.1 Saran Teoritis
Saran teoritis ditujukan untuk penelitian selanjutnya agar dapat menutupi
kekurangan dalam penelitian ini, diantaranya:
74
1. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kohesivitas kelompok, self efficacy,
dan jenis kelamin berpengaruh terhadap social loafing dengan kontribusi
sebesar 58.2% dan sisanya yakni 41.8% dipengaruhi oleh variabel lain. Oleh
karena itu, penelitian selanjutnya disarankan agar meneliti variabel lainnya
yang diduga berpengaruh terhadap social loafing, seperti motivasi berprestasi,
self esteem, kepribadian, evaluasi kinerja, dan ukuran kelompok.
2. Populasi dan subjek pada penelitian ini merupakan mahasiswa yang sering
mengerjakan tugas kelompok. Penelitian selanjutnya disarankan untuk
meneliti social loafing dengan menggunakan responden yang berbeda seperti
karyawan perusahaan yang memang memiliki pembagian tugas yang jelas
dan spesifik.
3. Penelitian ini hanya menggunakan metode kuantitatif, apabila memungkinkan
perlu adanya penelitian yang lebih komprehensif dengan mengkombinasikan
metode kuantitatif dan eksperimen secara bersamaan sehingga mendapatkan
hasil yang lebih representatif.
5.3.2 Saran Praktis
Berdasarkan proses dan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran praktis
ditujukan diantaranya:
1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel individual attraction to
group task dalam variabel kohesivitas kelompok memberikan sumbangan
pengaruh sebesar 28.3% terhadap social loafing dengan arah yang negatif.
Saran praktisnya ialah diharapkan tiap kelompok memiliki pembagian tugas
yang jelas kepada setiap anggotanya demi meningkatkan ketertarikan dan
75
motivasi individu terhadap tugas kelompok. Hal ini akan meningkatkan
kinerja individu dalam kelompok yang akan menurunkan bahkan
menghilangkan tindakan social loafing.
2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel individual attraction to
group social dalam variabel kohesivitas kelompok memberikan sumbangan
pengaruh sebesar 0.7% terhadap social loafing dengan arah yang negatif.
Saran praktisnya ialah diharapkan tiap kelompok mengerjakan tugas secara
langsung (bertemu tatap muka) demi meningkatkan ketertarikan dan motivasi
individu terhadap aktivitas sosial dalam kelompok. yang akan menurunkan
bahkan menghilangkan tindakan social loafing. Hal ini akan meningkatkan
kelekatan antar individu dalam kelompok yang akan menurunkan bahkan
menghilangkan tindakan social loafing.
3. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel generality dalam variabel
kohesivitas kelompok memberikan sumbangan pengaruh sebesar 2.4%
terhadap social loafing dengan arah yang negatif. Saran praktisnya ialah
diharapkan individu dapat memotivasi diri untuk meyakinkan dirinya
mengenai kemampuan dalam mengerjakan tugas pada berbagai aktivitas atau
dalam situasi apapun. Hal ini dapat meningkatkan keyakinan individu untuk
dapat menyelesaikan setiap tugas kelompok yang diberikan yang akan
menurunkan bahkan menghilangkan tindakan social loafing.
76
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. (2009). Psikologi kepribadian edisi revisi. Malang UMM Press
Anggraeni, F., & Alfian, I. N. (2015). Hubungan kohesivitas dan social loafing
dalam pengerjaan tugas berkelompok pada mahasiswa psikologi universitas
airlangga. Jurnal Psikologi Kepribadian Dan Sosial, 4(2), 81–87.
Aulia, H., & Saloom, G. (2013). Pengaruh kohesivitas kelompok dan self efficacy
terhadap social loafing pada anggota organisasi kedaerahan di lingkungan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Journal of Psychology, 18(1), 79–88.
Bandura, A. (1995). Self efficacy in changing societies. USA: Cambridge
University Press.
Bandura, A. (1997). Self-efficacy, the exercise of control. New York: W.H.
Freeman and Company
Baron, R. A. & Byrne, D. (2004). Psikologi sosial (edisi kesepuluh: jilid 1).
Jakarta: Erlangga.
Baron, R.A. dan Byrne, D. (2005). Psikologi sosial. Edisi kesepuluh: jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Bosscher, R. J., & Smit, J. H. (1998). Confirmatory factor analysis of the general
self efficacy scale. Behaviour Research and Therapy, 36, 339-343.
Browne, M. W., Cudeck, R. (1992). Alternative ways of assesing model fit.
Sociological Methods & Research, vol. 21, No.2, 230-258.
Carron, A. V., & Brawley, L. R. (2012). Cohesion: Conceptual and Measurement
Issues. Small Group Research.
Carron, A. V., Widmeyer, W. N., & Brawley, L. R. (1985). The development of
an instrument to assess cohesion in sport teams: the group environment
questionnaire. Journal of Sport Psychology. DOI: 10.1123/jsp.7.3.244
Chidambaram, L & Tung, L.L. (2005). Is out of sight, out of mind? An empirical
study of Social loafing in technology supported groups. Journal Information
System Research, 16(2), 149-168, DOI:10.1287/isre1050.0051.
Compeau, D.R., & Higgins, C. A. (1995). Computer self-efficacy: development of
a measure and initial test. MIS Quarterly, 19 (2), 189-211.
Ferree.,W, Piezon., S. (2008). Perceptions of social loafing in online learning
groups: a study of public University and U.S. Naval War College students.
77
International Review of Research in Open and Distance Learning (Vol 9),
112126
Fitriana, H. Saloom, G. (2018). Prediktor social loafing dalam konteks pengerjaan
tugas kelompok pada mahasiswa. Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental,
Vol. 3(1), 13-22
Forsyth, D.R. 2009. Group Dynamics 4th Edition. United State of America:
Wadsworth Cengage Learning.
George, J.M. (1992). Extrinsic and intrinsic origins of perceived social loafing in
organizations. Academy of Management Journal, 35(1), 191-202.
Hair, J.F., Black, W.C., Babin, J.B., Anderson, E.R. (2014). Multivariate Data
Analysis. London: Pearson Education Limited.
Harkins, S. G., & Szymanski, K. (1989). Social loafing and group evaluation.
Journal of Personality and Social Psychology. DOI: 10.1037/0022-
3514.56.6.934
Hegelson, S. V. (2012). The Psychology of Gender (fourth edition). USA: Pearson
Education, Inc.
Hogg, M. A., & Abrams, D. (1998). Social identifications: A social psychology of
intergroup relations and group processes. Florence, KY, US: Taylor &
Frances/Routledge.
Hoigaard, R., Safvenbom, R., & Tønnessen, F. E. (2006). The relationship
between group cohesion, group norms, and perceived social loafing in
soccer teams. Small Group Research. 37(3), 217-232.
Holladay, C. L., & Quiñones, M. A. (2003). Practice variability and transfer of
training: the role of self-efficacy generality. Journal of Applied Psychology,
88(6), 1094-1103.
Howitt, D., & Cramer, D. (2011). Introduction to Research Methods in
Psychology. U.K: Pearson Education Limited.
Jamil, A., & Lubis, A. (2003). Pengantar Kajian Gender. Pusat Studi Wanita UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jassawalla, A., Sashittal, H., & Sashittal, A. (2009). Students’ perceptions of
social loafing: its antecedents and consequences in undergraduate business
classroom teams. Academy of Management Learning & Education, 8(1),
42–54.
78
Karau, S.J & Williams, K. D. (1993). Social loafing: a meta-analytic review and
theoretical integration. Journal of Personality and Social Psychology, 65,
681-706.
Karau, S.J., & Williams, K.D. (1997). The effects of group cohesiveness on social
loafing and social compensation. Group Dynamics: Theory, Research, and
Practice, 1(2), 156-168.
Kerr, N.L. (1983). Motivation losses in small groups: A social dilemma analysis.
Journal of Personality and Social Psychology, 45(4), 819-828.
Kugihara, N. (1999). Gender and social loafing in Japan. The Journal of social
psychology, 139(4), 516- 526
Latane, B., Williams, K., & Harkins, S. (1979). Many hands make light the work:
The causes and conse quences of social loafing. Journal of Personality and
Social Psychology, 37, 823-832.
Latane, B., Williams, K., & Harkins, S. (1980). Social loafing: Allocating effort
or taking it easy?. Journal of Experimental Social Psychology, 16, 457-465.
Mudrack, P. E. (1989). Group cohesiveness and productivity: A closer look.
Human Relations, 42: 771–785.
Mulvey, P. W., Bowes-Sperry, L., & Klein, H. J. (1998). The effects of perceived
loafing and defensive impression management on group effectiveness. Small
Group Research, 29(3), 394–415
Myers, D. G. (2008). Social Psychology (9th Edition). New York: Mc Grawhill.
Nursalim, M. T. (2014). Dampak Self Esteem Terhadap Perilaku Kemalasan
Sosial. Depok: FPsi UI.
Ormrod, Jeanne Ellis. (2008). Psikologi Pendidikan (edisi keenam). Jilid-2
Jakarta: ERLANGGA.
PDDIKTI. (2019). Pangkalan Data Pendidikan Tinggi Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Diakses pada tanggal 10 Januari 2019
dari
https://forlap.ristekdikti.go.id/perguruantinggi/detail/NEEwMTc4NTgtMD
U5RS00NkY1LUI3QzEtMzY5NjUwMURGQTA0
Sabin, S. I. Marcel, P. (2014). Group cohesion important factor in sport
performance. European Scientific Journal.
Sanna, L. J. (1992). Self efficacy theory: Implication for social facilitation and
social loafing. Journal of personality and social psychology, 62, 149- 168.
79
Santrock, J. W. (2009). Psikologi Pendidikan (Edisi ke-3), Buku ke-2. Jakarta:
Salemba Humanika.
Schwarzer, R., & Jerusalem, M. (1995). General Self Efficacy scale. Diunduh
pada tanggal 13 Februari 2019 dari http://userpage.fu-
berlin.de/health/selfscal.htm
Sherer, M., Maddux, J. E., Mercandante, B., Prentice-Dunn, S., Jacobs, S. &
Rogers, R. W. (1982). The self-efficacy scale: construction and validation.
Psychological reports. 20(10), 1-24.
Suryadi, B., Diana, M., Miftahuddin., Mulia., S. D., Desi, Y. M., & Nia., T.
(2014). Metodologi penelitian. Jakarta: Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2014.
Susman, E. B., & Sanna, L. J. (1992). Self efficacy, self-evaluation and social
loafing. Paper presented at the annual convention of the American
Psychological Association.
Sutanto, S., & Simanjuntak, E. (2015). Intensi social loafing pada tugas kelompok
ditinjau dari adversity quotient pada mahasiswa. Jurnal Experientia.
Volume 3, nomor 1.
Taylor, S.E., Peplau, L.A., & Sears, D.O. (2009). Psikologi Sosial Edisi Kedua
Belas. Jakarta: Prenada Media Group
Treadwell, T., Lavertue, N., Kumar, V. K., & Veeraraghavan, V. (2001). The
group cohesion scale-revised: reliability and validity. International Journal
of Action Methods: Psychodrama, Skill Training, and Role Playing, 54(1),
3-12.
Ulke. H. E., & Bilgic, R. (2011). Investigating the role of the big five on the social
loafing of information technology workers.International Journal of
Selection and Assessment. 19 (3), 301-312.
Welter, W., Canale, S., Fiola, C., Sweeney, K., & L’Armand, K. (2002). Effects
of social loafing on individual satisfaction and individual productivity. Psi
Chi Journal of Undergraduate Research, 7, 142-144.
Williams, K., Harkin, S., & Latané, B. (1981). Identifiability as deterrent to social
loafing: Two cheering experiments. Journal of Personality and Social
Psychology, 40, 303-311.
Ying, X., Li, H., Jiang, S., Peng, F., & Lin, Z. (2014). Group Laziness: The Effect
of Social loafing on Group Performance. Social Behavior and Personality:
An International Journal, 42(3), 465–471.
80
Yukelson, D., Weingberg, R., & Jackson, A. (1984). A multidimensional group
cohesion instrument for intercollegiate basketball teams. Journal of Sport
Psychology, 6(1), 103-117.
81
LAMPIRAN
1. Lampiran Skala
KUESIONER PENELITIAN
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Saya adalah mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, saat ini sedang melakukan penelitian mengenai Social loafing pada
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam rangka memenuhi persyaratan
untuk menyelesaikan pendidikan sarjana psikologi, saya membutuhkan sejumlah
data yang hanya akan dapat saya peroleh dengan adanya kerjasama dari Anda
dalam mengisi kuesioner ini.
Anda diminta untuk memilih jawaban yang paling sesuai dengan diri Anda
dan jawaban yang diberikan adalah jawaban yang sejujurnya dan paling
menggambarkan diri Anda. Tidak ada jawaban yang salah atau benar dan
setiap jawaban yang Anda berikan akan dijaga kerahasiaannya dan hanya
dipergunakan untuk keperluan penelitian ini.
Bacalah petunjuk pengisian terlebih dahulu. Setelah selesai mengisi
kuesioner ini mohon diteliti kembali jawaban Anda agar tidak ada pernyataan
yang tidak terjawab atau terlewati. Bantuan Anda dalam menjawab pertanyaan
pada kuesioner ini merupakan bantuan yang amat besar dan berarti bagi
keberhasilan penelitian ini. Saya mengucapkan terima kasih atas kerjasama Anda.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Hormat Saya,
Raditio Andaru
82
DATA RESPONDEN
Nama/ Inisial :
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan
Usia :
Fakultas :
Jurusan :
Semester :
Isilah pertanyaan berikut ini!
1) Apakah anda pernah mendapatkan tugas kelompok dalam kegiatan
perkuliahan?
a) Sering
b) Kadang
c) Tidak pernah
2) Apakah anda pernah mengalami penurunan motivasi dalam mengerjakan tugas
kelompok dibandingkan ketika mengerjakan tugas secara individu?
a) Sering
b) Kadang
c) Tidak pernah
3) Apakah anda lebih sering mengandalkan teman/anggota kelompok lain dalam
mengerjakan tugas kelompok?
a) Sering
b) Kadang
c) Tidak pernah
Tanda tangan
( )
83
PETUNJUK PENGISIAN
Berikut ini terdapat beberapa pernyataan. Anda diminta untuk mengemukakan
apakah pernyataan-pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda dengan memberi
tanda checklist (√) pada kotak yang memiliki makna sebagai berikut:
STS : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
Contoh
No Pernyataan STS TS S SS
1 Saya bersemangat mengerjakan tugas perkuliahan.
√
Dengan pengisian seperti contoh di atas, artinya Anda setuju bahwa Anda
bersemangat mengerjakan tugas perkuliahan.
SKALA 1
No Pernyataan STS TS S SS
1 Saya cenderung lebih memilih diam ketika diminta
pendapat saat kerja kelompok.
2 Apresiasi kelompok pada saya melebihi perkiraan.
3 Tugas kelompok dapat saya kerjakan dengan baik.
4 Keberadaan saya kurang diakui padahal saya telah
berkontribusi dalam tugas kelompok.
5 Saya bersemangat saat bekerja kelompok bahkan bila
perlu dikerjakan sendiri.
6 Saat bertemu dengan anggota kelompok, saya enggan
bertegur sapa.
7 Saya kurang termotivasi untuk mengerjakan tugas
kelompok.
8 Saya lebih bersemangat saat diberi tugas baru.
9 Saya enggan menghadiri pertemuan dalam kerja
kelompok, karena kehadiran saya kurang berarti.
10 Hubungan saya dengan anggota kelompok kurang
baik.
11 Motivasi saya semakin meningkat untuk mengerjakan
tugas kelompok yang baru.
12 Apresiasi atas hasil kerja saya belum sesuai harapan.
13 Kehadiran saya kurang dibutuhkan dalam kelompok
karena ada anggota lain lebih rajin.
14 Saya diikutsertakan dalam setiap pengambilan
keputusan kelompok.
15 Saya enggan menyelesaikan tugas kelompok.
84
16 Saya bersemangat mengerjakan tugas kelompok.
17 Kehadiran saya dibutuhkan dalam kelompok, bila
saya belum hadir diskusi belum dimulai.
18 Saya berbeda pendapat dengan anggota kelompok.
19 Saya selalu bersama anggota kelompok.
20 Keberadaan saya diakui anggota kelompok karena
kontribusi yang telah saya berikan.
SKALA 2
No Pernyataan STS TS S SS
1 Anggota kelompok kompak mengerjakan tugas.
2 Saya kurang tertarik ngobrol bareng anggota
kelompok.
3 Saya kurang tertarik berkontribusi dalam tugas
kelompok.
4 Setelah mengerjakan tugas anggota kelompok sibuk
dengan urusan masing-masing.
5 Saya berbeda pendapat dengan anggota lain dalam
mengerjakan tugas.
6 Saya enggan berpisah dengan semua anggota
kelompok.
7 Kelompok kami jarang menghabiskan waktu bersama.
8 Tugas kelompok sering saya abaikan.
9 Saya selalu bersama kelompok dalam menghadapi
setiap masalah.
10 Saya kurang tertarik berbicara dengan anggota
kelompok.
11 Saya kurang tertarik mengerjakan tugas kelompok.
12 Kelompok kami sering menghabiskan waktu bersama.
13 Jika ada anggota kelompok yang mengalami masalah,
semua siap membantu.
14 Berkumpul bersama kelompok kurang membuat saya
nyaman.
15 Saya semangat dalam menyelesaikan tugas kelompok.
16 Di luar sesi diskusi tugas, kelompok kami kurang
menyatu.
17 Kelompok kami kurang berkomunikasi saat
mengerjakan tugas.
18 Anggota kelompok segalanya bagi saya.
85
SKALA 3
No Pernyataan STS TS S SS
1 Saya optimis mampu mengerjakan tugas kelompok.
2 Saya menyukai hal-hal baru yang menantang.
3 Saya akan menyelesaikan tugas kelompok tepat waktu.
4 Saat ada tugas kelompok, insyaallah saya dapat
menyelesaikannya.
5 Saya mampu mengatasi setiap kesulitan saat
mengerjakan tugas kelompok.
6 Saya tetap semangat dalam menyelesaikan tugas
kelompok meskipun sulit.
7 Ketika saya diberikan amanah saya ragu untuk
mengerjakannya.
8 Saya kurang menyukai hal-hal yang menantang.
9 Saya melimpahkan tugas kelompok pada anggota lain.
10 Saya ragu dapat menyelesaikan setiap tugas yang
diberikan kelompok.
11 Saya lambat menyelesaikan tugas kelompok.
12 Saya mengutamakan kegiatan lain dibanding tugas
kelompok.
13 Saya yakin dapat mengerjakan tugas kelompok dengan
baik
14 Saya mencoba mengerjakan tugas kelompok yang
sulit.
15 Saya bertanggung jawab menyelesaikan tugas
kelompok.
16 Saya merasa yakin dapat menyelesaikan setiap tugas
dalam kelompok.
17 Saya sigap mengatasi setiap kesulitan saat
mengerjakan tugas kelompok.
18 Saya mampu menyelesaikan tugas kelompok dalam
waktu yang singkat.
19 Saya enggan mengerjakan tugas yang diberikan karena
saya kurang mengerti.
20 Saya enggan mengerjakan tugas kelompok yang
menantang.
21 Saya enggan menyelesaikan tugas kelompok.
22 Saya ragu untuk menyelesaikan tugas dari dosen.
23 Saya sulit mengatasi kesulitan saat mengerjakan tugas
kelompok
24 Saya mudah menyerah saat menghadapi kesulitan
menyelesaikan tugas kelompok.
86
2. Lampiran Surat Izin Penelitian
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
3. Lampiran Hasil Uji Realibilitas SPSS
Social loafing
Kohesivitas Kelompok
Self Efficacy
99
4. Lampiran Syntax dan Path Diagram Lisrel
Social loafing
100
Group Integration Task
101
Group Integration Social
102
Individual Attraction to Group Task
103
Individual Attraction to Group Social
104
Magnitude
105
Generality
106
Strength
107
5. Lampiran Hasil Uji Hipotesis
108
Recommended