View
19
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PENGARUH MADU TERHADAP BAKTERI
PADA SUSU PASTEURISASI
LAPORAN PENELITIAN
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Oleh:
Nama : MERI NOVITA
NIM : 107103001735
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil
jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 3 Oktober 2010
Meri Novita
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
hidayah-Nya, limpahan rizki, nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat
melaksanakan dan menyelesaikan hasil penelitian dengan judul PENGARUH MADU
TERHADAP BAKTERI PADA SUSU PASTEURISASI sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Jakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan hasil penelitian ini tidak
terlepas karena adanya bantuan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan kali ini penulis menyampaikan penghargaan, rasa hormat dan terimakasih
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. DR (Hc). dr. MK. Tadjudin, Sp.And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. drg. Laifa sebagai penanggung jawab riset, yang telah banyak memberikan arahan dan
bimbingan kepada penulis.
3. Dr. dr. Syarif Hasan Lutfie, Sp.RM, selaku ketua Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Zeti Herriyati, M.Biomed sebagai Pembimbing I, dan Ibu Yuli, M.Biomed
sebagai pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis serta kesabaran dalam menunggu selesainya penelitian ini.
5. Seluruh laboran dan staf gedung laboratorium Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syari Hidayatullah Jakarta.
6. Ayahanda Mayyunar, Ibunda Erna, kakanda Zamardi dan Yuhendrizal yang selalu
memberikan dukungan moril dan materil, spiritual serta kasih sayang yang tak
terbatas dan tiada hentinya, serta adik-adik saya (Ari, Aidil, Meli dan Aldi) untuk
kesabaran dan perhatian yang telah diberikan.
7. Kakanda Syahrial, Rini seta keluarga besar Alm. ST. Kayo, atas perhatian, dukungan
serta kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.
8. Hady, Almh. Neni, Desi dan Liza, atas bantuannya dalam menyelesaikan penelitian
ini. Bang Dodo, da Dayat dan seluruh teman sejawat PSPD 2007 atas dukungan serta
rasa kekeluargaan yang kalian berikan selama ini.
vi
9. Seluruh teman-teman Keluarga Mahasiswa Minang yang telah berbagi suka dan duka,
serta kebersamaan selama di Jakarta.
10. Seluruh pihak yang telah membantu proses penyelesaian penelitian ini, (mba Novi
dan mas Dani) serta pihak yang namanya tidak dapat disebutkan diatas yang telah
membantu penyelesaian penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna dan memiliki kelemahan
serta keterbatasan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-
besarnya atas kekurangan penelitian ini. Kritik dan saran yang membangun dalam rangka
penyempurnaan penelitian ini dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.
Penulis juga sangat berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis
sendiri dan juga bagi kita semua. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan
Hidayat-Nya kepada kita semua, Amin ya Rabbal ‘Alamin.
Jakarta, 03 Oktober 2010
Penulis
vii
ABSTRAK
Nama : Meri Novita
Program Studi : Pendidikan Dokter
Judul : Pengaruh Madu Terhadap Bakteri Pada Susu
Pasteurisasi
Telah dilakukan penelitian dengan menggunakan bakteri Klebsiella
pneumonia yang diisolasi dari dua jenis susu pasteurisasi yang berbeda, serta
larutan madu Sumbawa dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%, 100%, dan aquades
sebagai kontrol.
Penelitian dengan metode eksperimental ini menggunakan sumuran agar
(whole methode) dan akan dilihat zona bening pada cakram yang ditanam pada
media MHA, sebagai zona hambatan pertumbuhan bakteri. Penelitian ini dimulai
dari pengisolasian bakteri dari sampel susu untuk mendapatkan jenis bakteri, serta
uji lainnya untuk mengidentifikasi jenis bakteri.
Jenis bakteri tersering yang didapat dari pengisolasian susu pasteurisasi
adalah Klebsiella pneumonia.
Hasil penelitian, menunjukkan bahwa madu dapat menghambat
pertumbuhan bakteri. Efek antibakteri paling rendah dapat dilihat pada
penghambatan pertumbuhan klebsiella pneumonia, dengan konsentrasi madu
25%, hingga paling besar pada konsentrasi 100%.
Kata kunci : Susu Pasteurisasi, Madu, Antibakteri, Bakteri Perusak Susu
Pasteurisasi.
viii
ABSTRACT
Name : Meri Novita
Major : Faculty of Medicine
Title : honey affectation to bacteries in Pasteurized Milk
This study use Klebsiella pneumonia bacteries, which is isolated from two
kind of different pasteurized milk, sumbawa honey with different concentration
(25%, 50%, 75%, 100%), and aquades, as a control. This experimental study use
whole method to indentify clear zone in MHA media as suppressed bacteries
growth-zone. This study starts from isolating bacteries from pasteurized milk and
identifying major bacteries. Results show that honey could suppress bacteries
growth. The lowest suppressor was the 25% concentration of honey and the
highest suppressor was the 100% concentration of honey.
Keywords : pasteurized milk, honey, antibacteria, bacteries in pasteurized milk.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
LEMBAR KEASLIAN KARYA ...................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 2
1.3 Hipotesis ............................................................................. 2
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP
2.1. Madu .................................................................................. 4
2.1.1. Tinjauan Kimiawi Madu ........................................ 4
2.1.2. Khasiat madu berdasarkan penelitian ilmiah
sebagai anti infeksi ................................................ 5
2.2. Susu Pasteurisasi ............................................................... 9
2.2.1. Bakteri Perusak Susu Pasteurisasi .......................... 12
2.3. Kerangka Konsep .............................................................. 18
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian ............................................................... 19
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................ 19
3.2.1 Waktu Penelitian ................................................... 19
3.2.2 Tempat Penelitian .................................................. 19
3.3. Alat dan Bahan ................................................................... 19
3.3.1 Alat Penelitian ....................................................... 19
x
3.3.2 Bahan Penelitian..................................................... 19
3.4. Prosedur Penelitian ............................................................ 20
3.5. Cara Kerja .......................................................................... 20
3.5.1. Sterilisasi Alat penelitian ....................................... 20
3.5.2. Persiapan pemindahan susu pasteurisasi ................ 20
3.5.3. Pembuatan Kaldu laktosa ....................................... 21
3.5.4. Pembuatan Larutan BGLB (Brilliant Green Bile
Lactose Borth) ........................................................ 21
3.5.5. Pembuatan larutan madu konsentrasi 25%, 50%,
75% dan 100%. ..................................................... 21
3.5.6. Aquades steril ......................................................... 21
3.6. Uji MPN (untuk mengetahui jumlah koliform bakteri
pada susu) ........................................................................... 22
3.6.1. Tes Presumptive .................................................... 22
3.6.2. Tes konfirmasi (larutan BGLB suhu 450c) ............ 22
3.7. Pemeriksaan bakteri patogen pada susu ............................ 23
3.7.1. Isolasi agar darah.................................................... 23
3.7.2. Isolasi Endo Agar ................................................... 23
3.7.3. Isolasi Mac.Conkey ................................................ 23
3.7.4. Pemeriksaan pewarnaan Gram ............................... 23
3.7.5. Pemeriksaan uji biokimia bakteri. .......................... 23
3.8. Uji sensitivitas madu terhadap bakteri .............................. 24
3.8.1. Pengolesan Bakteri pada media MHA dengan
metode Kirby Bauer ............................................... 24
3.8.2. Penanaman cakram pada media MHA ................... 24
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian ................................................................. 25
4.1.1. Isolasi dan identifikasi koloni bakteri dari susu
pasteurisasi ............................................................. 25
4.1.2. Hasil Pemeriksaan susu pasteurisasi dengan uji
MPN ....................................................................... 25
4.1.3. Hasil pewarnaan Gram ........................................... 26
4.1.4. Uji Biokimia pada bakteri ...................................... 27
xi
4.1.5. Uji sensitivitas madu hutan Sumbawa terhadap
bakteri ..................................................................... 28
4.2. Pembahasan ....................................................................... 33
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ....................................................................... 37
5.2. Saran ................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 38
LAMPIRAN
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Morfologi dari bakteri pada susu pasteurisasi pertama ............... 26
Gambar 4.2. Morfologi dari bakteri pada susu pasteurisasi yang kedua........... 27
Gambar 4.3. Zona hambatan madu pada sampel susu pasteurisasi jenis
pertama.................................................................................................................. 29
Gambar 4.5. Zona hambatan madu pada sampel susu pasteurisasi jenis kedua 31
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Hasil pemeriksaan susu pasteurisasi dengan uji kaldu laktosa .... 25
Tabel 4.2. Hasil pemeriksaan susu pasteurisasi dengan uji larutan BGLB
(35 ± 0,50C) .............................................................................................. 25
Tabel 4.3. Hasil pemeriksaan susu pasteurisasi dengan uji larutan BGLB
(44,5 ± 0,20C) ................................................................................................ 25
Tabel 4.4. Hasil uji biokimia bakteri pada kedua jenis susu pasteurisasi ............ 28
Tabel 4.5. Hasil pegukuran diameter zona hambatan yang ditimbulkan oleh madu
hutan Sumbawa terhadap bakteri pada susu pasteurisasi jenis pertama ............... 29
Tabel 4.6. Uji Kruskal Wallis zona hambatan madu terhadap bakteri pada susu
pasteurisasi pertama ........................................................................................... 30
Tabel 4.7. Hasil pegukuran diameter zona hambatan madu terhadap bakteri pada
susu pasteurisasi jenis kedua ........................................................................... 31
Tabel 4.8. Uji Kruskal Wallis zona hambatan madu terhadap bakteri pada susu
pasteurisasi kedua ............................................................................................. 32
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Susu merupakan produk pangan yang terkait erat dengan kehidupan sehari-
hari masyarakat. Susu digolongkan kedalam kelompok minuman yang
mempunyai tingkat keasaman yang rendah (pH tinggi), sehingga pada keadaan
tertentu, susu dapat terkontaminasi oleh mikroorganisme sehingga menyebabkan
susu menjadi rusak (Roostita dkk.,2009).
Maraknya kasus keracunan makanan di tengah-tengah masyarakat salah
satunya diakibatkan oleh keracunan setelah mengkonsumsi susu, seperti yang
terjadi pada ratusan siswa SD di kota Bandung yang mengalami muntah dan
mencret setelah meminum susu yang kemudian diketahui bahwa susu tersebut
telah terkontaminasi (Arda dinarta, 2009).
Walaupun kandungan susu sangat bermanfaat bagi tubuh manusia, tetapi
bila dalam proses pengolahan, penyajian dan penyimpanannya kurang baik akan
memberikan efek bagi kesehatan tubuh manusia, hal ini dikarenakan susu mudah
rusak akibat aktivitas bakteri. Hal ini dikarenakan adanya pertumbuhan
mikroorganisme perusak susu.
Mikroorganisme yang sering merusak susu adalah dari golongan bakteri
baik dari golongan Gram negatif, maupun Gram positif. Beberapa penelitian
tentang manfaat madu yang dilakukan, memperlihatkan bahwa pemberian madu
dapat menghambat aktivitas bakteri, seperti penelitian yang dilakukan oleh Metty
Lasmayanty pada tahun 2007, yang menunjukkan hasil bahwa madu dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Streptokokus mutans.
Madu adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis, dan
mempunyai kadar saturasi gula yang tinggi, dihasilkan oleh lebah madu dari sari
bunga tanaman atau bagian lain dari tanaman atau ekskresi serangga (Badan
Standardisasi Nasional, 2000). Madu dikenal dari zaman dulu sebagai obat, dan
antiseptik pada pengobatan luka yang digunakan oleh bangsa Yunani, Romawi,
Assyria, dan Cina kuno. Pada Perang Dunia II, Bangsa Jerman pun menggunakan
madu sebagai obat luka (Sarwono, 2001).
2
Firman Allah dalam surat An Nahl ayat 68-69 yang berbunyi :
Artinya : “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah; “ buatlah sarang-sarang di
bukit-bukit dan ditempat-tempat yang dibuat manusia, kemudian makanlah dari
tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah
dimudahkan (bagimu)”. Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang
bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan
manusia. Sesungguhnya pada yang demikian terdapat tanda-tanda bagi orang
yang memikirkan”
Sebagaimana firman Allah di atas, maka banyak dilakukan penelitian dan
pengobatan dengan madu. Penelitian tentang madu mulai dilakukan sejak abad
ke-20 seperti melihat aktivitas madu sebagai antibakteri, antifungi, serta
kemampuan penyembuh bermacam-macam luka dan penyakit infeksi yang serius
(Danny, 2008).
Dari beberapa hasil penelitan yang dilakukan menunjukkan bahwa madu
dapat menghambat pertumbuhan bakteri, maka perlu dilakukan penelitian tentang
manfaat madu terhadap beberapa bakteri lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka akan dilakukan penelitian tentang
pengaruh pemberian madu terhadap bakteri yang diisolasi dari susu pasteurisasi.
Maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
Bagaimana pengaruh pemberian madu terhadap pertumbuhan bakteri
yang terdapat pada susu pasteurisasi?
1.3 Hipotesis
Madu dapat menghambat pertumbuhan bakteri perusak susu pasteurisasi.
3
1.4 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui jenis bakteri yang ditemukan pada susu pasteurisasi.
2. Mengetahui pengaruh pemberian madu terhadap pertumbuhan bakteri pada
susu pasteurisasi
1.5 Manfaat Penelitian
Memberikan Informasi pada masyarakat tentang jenis bakteri yang dapat
merusak susu pasteurisasi, serta mengetahui fungsi madu terhadap pertumbuhan
bakteri yang terdapat pada susu pasteurisasi.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP
2.1. Madu
Madu merupakan cairan alami yang mempunyai saturasi gula yang tinggi,
serta rasa manis yang dihasilkan oleh lebah. Madu telah dikenal sujak ribuan
tahun lalu sebagai salah satu bahan makanan atau minuman alami serta
mempunyai peranan penting dalam kehidupan dan kesehatan. Sebagai produk
alam yang dihasilkan oleh lebah, madu aman untuk dikonsumsi, karena
mengandung berbagai jenis gizi yang sangat essensial. Madu bukan hanya
merupakan bahan pemanis, atau penyedap makanan, tetapi sering pula digunakan
dalam pengobatan (Purbaya, 2002).
2.1.1. Tinjauan Kimiawi Madu
Dari beberapa penelitian, ditemukan beberapa kandungan kimiawi dalam
madu, diantaranya adalah :
1. Berbagai jenis gula
Kandungan utama madu adalah karbohidrat, khusus nya jenis-jenis
gula. Di dalam madu terkandung 38% fruktosa, 31% glukosa, 1% sukrosa,
gula lain seperti maltose dan melezitosa sekitar 9%. Di dalam 100 gr madu
terdapat karbohidrat sebesar 82,4 gr, tidak ditemukan lemak tetapi ada 0,3
gr protein, 0,2 gr serat, serta air 17,1 gr (Ika Puspitasari, 2007).
Kandungan gula yang berbeda mengindikasikan asal madu. Seperti
penelitian yang dilakukan di Spanyol menemukan adanya karakteristik
berbeda yang dikandung madu dari berbagai bunga. Gula yang terdapat di
dalam madu dianalisis dengan alat gas kromatografi. Kandungan fruktosa,
glukosa, sukrosa, dan maltose pada madu yang berasal dari bunga
matahari sebanyak 92,9% sementara yang berasal dari eukaliptus hanya
75% (Ika Puspitasari, 2007).
2. Kandungan lainnya
Selain kandungan gula di atas, di dalam madu juga ditemukan
adanya vitamin dan mineral, seperti vitamin B6, tiamin, niasin, riboflavin,
asam pantotenat, kalsium, tembaga, besi dan seng. Madu yang diproduksi
5
secara alami oleh lebah yang terdapat di gunung-gnung atau pohon yang
tinggi, menghasilkan jumlah zat besi yang jauh lebih besar dibandingkan
dengan madu yang diproduksi dari peternakan lebah atau peternak besar
(Ika Puspitasari, 2007).
Beberapa jenis asam amino juga teridentifikasi di dalam madu,
seperti fenilalanin, glutamin, tirosin, asam aspartat, dan asam glutamat.
Beberapa antioksidan juga ditemukan di dalam madu, seperti krisin,
pinobaksin, vitamin C, katalase, dan pinosembrin (5,7 – dihidroksi –
flavonon). Jenis bunga tertentu akan menghasilkan madu yang berbeda
baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Ika Puspitasari, 2007).
Madu yang berasal dari bunga jeruk akan menghasilkan flavonoid
hesperetin (hesperetin-7-rutinosida), sedangkan madu yang dihasilkan dari
bunga rosemary lavender, bunga matahari, almond, chesnut, eukaliptus,
dan calluna tidak mengandung flavonoid hesperitin (Ika Puspitasari,2007).
Madu Australia memiliki kandungan flavonoid yang berbeda
dengan madu eukaliptus dari eropa. Flavonoid yang jarang ditemukan
pada madu Australia adalah pinobaksin, pinocebrin, dan krisin. Miricetin,
quercetin, luteolin dan koamfenol umumnya banyak ditemukan dalam
madu eukaliptus (Ika Puspitasari, 2007).
2.1.2. Khasiat madu berdasarkan penelitian ilmiah sebagai anti infeksi
Madu merupakan larutan gula dengan saturasi tinggi, serta mengandung
enzim katalase, kandungan gula dan enzim tersebut membuat madu memiliki efek
antibakteri, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet tambahan pada
beberapa jenis makanan, salah satunya adalah susu yang telah dipasteurisasi.
Lebah madu (Apis melifera) mengumpulkan cairan dari sari bunga yang disebut
nektar dan dibawa ke sarang lebah. Di dalam sarang, lebah madu menambahkan
enzim ke nektar dan menempatkannya dalam wadah hexagonal yang
mematangkan menjadi madu. Selama pematangan enzim merubah sukrose
menjadi glukosa dan fruktosa (Ika Puspitasari, 2007).
Salah satu standar mutu madu ditentukan dengan kandungan kadar gula
pereduksi (glukosa dan fruktosa) yang dikandung, minimal memiliki kadar gula
6
pereduksi sebanyak 60 %. Jenis gula pereduksi yang terdapat pada madu tidak
hanya glukosa dan fruktosa, tetapi juga terdapat maltosa dan dekstrin. Proses
produksi madu oleh lebah merupakan proses yang kompleks, sehingga
menimbulkan perbedaan kadar dan komposisi gula pereduksi dari bermacam jenis
madu. Komposisi gula pereduksi tiap-tiap madu dapat mempengaruhi khasiat
madu (Purbaya, 2002).
Madu telah diteliti oleh beberapa ahli dalam mengobati infeksi yang
disebabkan oleh bakteri maupun jamur. Kemampuan madu sebagai antibakteri
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah:
1. Madu mempunyai daya osmolaritas yang tinggi
Menurut Molan PC (2001) dalam artikelnya yang berjudul “Honey
as a tropical antibacterial agent for treatment of infected wounds”
menguraikan kandungan madu, antara lain osmotic effect yaitu memiliki
osmolaritas yang cukup untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
Kandungan glukosa dengan saturasi yang tinggi mempunyai interaksi yang
kuat dengan molekul air sehingga dapat menghambat pertumbuhan
bakteri. Peneliti dari Departement of Biochemistry, Faculty of Medicine ,
University of Malaya di Malaysia, Kamaruddin (1997) juga menyebutkan
bahwa di dalam madu terkandung zat antibakteri, yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri.
Kandungan antibakterial madu pertama kali dikenalkan oleh Van
Ketel tahun 1982. Hal ini diasumsikan karena efek osmotik yang
dihasilkan oleh kandungan gula yang tinggi di dalam madu sehingga
memiliki osmolaritas yang cukup untuk menghambat bakteri (Ika Puspita
sari, 2007). Sebagaiman kita ketahui, osmosis adalah perpindahan zat atau
senyawa kimia dari konsentrasi rendah ke konsentrasi yang lebih tinggi.
Melalui osmosis, madu membuat kadar air di dalam koloni bakteri
menjadi berkurang dan terbatas.
Khususnya pada luka, jika madu diberikan pada daerah yang
terkena luka, maka madu akan menarik air dari luka tersebut karena
adanya kemampuan osmolaritas yang tinggi dari madu. Dengan tertariknya
air dari luka tersebut, maka luka akan mudah kering sehingga dapat
7
menurunkan angka pertumbuhan bakteri pada luka dan luka akan lebih
cepat sembuh (Molan, 1996).
2. PH yang rendah
Madu memiliki PH asam, yakni berkisar antara 3,6–4,5. Tingkat
keasaman yang tinggi merupakan penghambat yang efektif terhadap
pertumbuhan bakteri, baik dikulit maupun disaluran lain dalam tubuh, pH
asam dalam madu akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
aktifitas makrofag, suatu komponen sel imunitas yang berperan untuk
menangkap, memfagosit serta menghancurkan bakteri patogen. Asam
glukonat yang terdapat di dalam madu ini, merupakan hasil dari proses
oksidasi glukosa yang diubah menjadi asam glukonat dengan bantuan
enzym glukosa oksidase (Molan, 1996).
3. Aktivitas air yang rendah
Aktivitas air pada madu berkisar antara 0,562-0,62, secara umum
bakteri tidak akan tumbuh pada media yang memiliki aktivitas air yng
rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Molan menemukan bahwa pada
konsentrasi tertentu, madu dapat menekan pertumbuhan bakteri. Selain
adanya aktivitas air yang rendah, kemungkinan besar adanya kandungan
senyawa lain dalam madu ikut berperan dalam kemampuan madu sebagai
anti bakteri (Molan, 1996).
4. Kandungan hydrogen peroksida
Hydrogen peroksida dikenal sebagai sumber utama kemampuan
antibakteri dari madu seperti yang telah diteliti oleh White dkk (1963).
Hydrogen peroksida dihasilkan dari reaksi enzim glukosa oksidase
(glukosidase) dalam madu. Gula yang terdapat dalam madu khususnya
glukosa, dengan adanya enzim tersebut maka glukosa akan diubah menjadi
asam glukonat dan hydrogen peroksida dengan rumus kimia :
Glukosa + H2O + O2 → Asam Glukonat + H2O2.
Hydrogen peroksida yang dihasilkan dari hasil reaksi glukosa dalam madu
dengan air akan sangat rendah sekitar 1 mmol/liter madu sehingga tidak
dikhawatirkan merusak jaringan dalam tubuh akibat terlepasnya hydrogen
peroksida dari madu tersebut (Molan, 2001)
8
5. Kandungan senyawa lainnya
Selain adanya kandungan utama, dalam madu terdapat pula
senyawa-senyawa lain yang dapat dikatakan menjadi sumber munculnya
kemampuan anti bakteri madu. Berikut ini beberapa senyawa yang
terdapat dalam madu :
a. Asam Organik
Didalam madu terkandung asam-asam organik, seperti asam
siringat (asam 3,5-dimetoksi-4-hiroksibenzoat), metal siringat (asam
3,4,5-trimetoksibenzoat), serta asam 2-hidroksi-3-fenilpropionat,
asam-asam benzoat merupakan penghambat pertumbuhan bakteri dan
jamur yang efektif (Ika Puspita Sari, 2007).
b. Minyak Atsiri
Banyak minyak atsiri dikenal sebagai antibakteri. Wooton dkk
(1977) menemukan adanya minyak atsiri dalam madu (madu
Australia), seperti aseton, asam asetat, furfural, asam valerat, etil
salisilat, benzil alkohol, dan hidroksi metil furfural (Ika Puspitasari,
2007).
c. Senyawa Flavonoid
Pinocembrin adalah flavonoid yang terdapat dalam madu.
Pinocebrin juga menunjukkan aksi sebagai penghambat jamur, seperti
Candida albicans yang merupakan penyebab utama keputihan pada
wanita.
Kemampuan antibakteri madu juga diujikan pada bakteri
Helicobacter pylori yang merupakan penyebab utama ulkus pada saluran
pecernaan. Ali dkk (1991) menemukan madu mampu menghambat
pertumbuhan bakteri yaitu pada kadar 20%.
Madu di daerah Sudan diteliti oleh Fruok dkk (1988) yng diujikan
pada berbagai jenis bakteri, antara lain Bacillus subtilis, S.aureus, E.coli,
Klebsiella aerogenes dan P.aeruginosa. Kemampuan madu sebagai
antibakteri dalam penelitian Farouk dkk. tersebut dibandingkan dengan
antibiotik ampisilin, sefradin, kloramfenikol, gentamisin dan
oksitetrasiklin. Madu mampu menghambat pertumbuhan semua jenis
9
bakteri tersebut, tetapi kemampuan madu masih lebih rendah dibandingkan
dengan antibiotik-antibiotik di atas (Ika Puspitasari, 2007).
Di Nigeria, Obi dkk. (1994) melakukan penelitian khasiat madu
sebagai antibakteri, khususnya bakteri-bakteri penyebab diare pada
penduduk Nigeria, yaitu Salmonella typhi, Vibrio cholerae, dan Yersinia.
Metode yang digunakan adalah madu dengan berbagai konsentrasi
diteteskan pada kertas saring khusus yang diletakkan di atas media yang
ditumbuhi bakteri saluran pencernaan tersebut. Pada konsetrasi 40%,
barulah muncul aktivitas antibakteri madu (Ika puspita sari, 2007).
6. Efek Madu terhadap Peningkatan Aktivitas Sel Fagosit dan Limfosit
Terhentinya laju infeksi bakteri pasca pengggunaan topikal madu
pada luka terbuka ternyata tidak hanya diperoleh dari efek antibakteri saja,
salah satu penelitian menujukkan bahwa penggunaan topikal madu 0,1%
menstimulasi penambahan jumlah (proliferasi) sel-sel imunitas, yaitu sel
limfosit-B dan limfosit-T di dalam pembuluh darah (Molan, 2001).
Madu dengan konsentrasi 0,1% juga diketahui dapat menstimulasi
sel imunitas lainnya seperti monosit, yang akan melepaskan beberapa
mediator inflamasi seperti sitokin, Faktor Nekrosis Tumor atau Tumour
Necrosis Factor (TNF)-alpha, interlekin (IL)-1 dan IL-6, yang secara
keseluruhan membantu sistem imunitas tubuh mengeliminasi bakteri
penyebab infeksi (Molan, 2001).
2.2. Susu Pasteurisasi
Susu merupakan media pertumbuhan yang sangat baik bagi bakteri, dan
dapat menjadi sarana potensial bagi penyebaran bakteri patogen, susu mudah
tercemar kapan dan dimana saja, sepanjang penanganannya tidak memperhatikan
kebersihan. Pencemaran pada susu terjadi sejak proses pemerahan, dapat berasal
dari berbagai sumber seperti kulit sapi, kambing, air, tanah, debu,
manusia,peralatan dan udara (Rombaut, 2005).
Salah satu cara untuk memperpanjang masa penyimpanan pada susu segar
adalah dengan penanganan Pasteurisasi yaitu proses pemanasan setiap komponen
(partikel) dalam susu pada suhu 62oC selama 30 menit, atau pemanasan pada suhu
10
72oC selama 15 menit, yang segera diikuti dengan proses pendinginan
(Ambarwaty, 2004).
Nama pasteurisasi diambil dari nama ahli mikrobiologi terkenal, yaitu
Louis Pasteur, yang menemukan bahwa mikroorganisme penyebab kebusukan
pada minuman anggur dapat diinaktifasikan dengan memberikan perlakuan panas
pada suhu cukup tinggi tetapi masih di bawah titik didih air. Proses pemanasan
inilah yang kemudian dikenal dengan proses Pasteurisasi. Pasteurisasi kemudian
berkembang dan diaplikasikan secara luas pada susu dan sampai saat ini
merupakan proses yang paling populer di industri susu (Khusniati, 1998).
Secara umum proses Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang
bertujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk, proses
Pasteurisasi dilakukan pada suhu yang relatif cukup rendah (umumnya dilakukan
dibawah 100oC), sehingga bahan pangan yang dipasteurisasi tersebut akan
mengalami peningkatan daya awet beberapa hari untuk produk susu Pasteurisasi
(Khusniati, 1998).
Khususnya untuk susu, sampai saat ini terdapat tiga metode Pasteurisasi
yang umum dipakai di industri susu terutama pada kombinasi suhu dan waktu
tertentu yaitu :
1. Suhu 62.8-65.6oC selama 30 menit (long time pasteurization atau 'holder
process). Pasteurisasi dengan holder process ini populer sebagai proses
pasteurisasi susu secara batch yang saat ini mulai kurang dipakai; kecuali
untuk proses pasteurisasi susu yang akan diproses lebih lanjut menjadi
keju.
2. Suhu 73o – 75
0 C selama 15 detik (high temperature short time [HTST]
pasteurization).
3. Suhu 85-95oC selama 2-3 detik (flash pasteurization).
Pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme, tetapi hanya yang
bersifat patogen dan tidak membentuk spora. Oleh sebab itu, proses ini sering
diikuti dengan teknik lain misalnya pendinginan atau pemberian gula dengan
konsentrasi tinggi. Produk hasil pasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya
bertahan 1 sampai 2 hari, Pasteurisasi memiliki tujuan:
11
1. Untuk membunuh bakteri patogen, yaitu bakteri-bakteri yang berbahaya
karena dapat menimbulkan penyakit pada manusia, serta untuk
menyediakan susu dan produk susu yang aman untuk dikonsumsi manusia,
yaitu dengan cara menginaktifasikan semua bakteri patogen.
2. Untuk mengurangi populasi bakteri dalam bahan susu
Selain menginaktivasi bakteri patogen, Pasteurisasi juga dapat
menginaktifasikan beberapa enzim dan bakteri perusak atau pembusuk susu.
Dengan demikian daya simpan susu dapat ditingkatkan sampai 7, 10, 14 atau
bahkan sampai 16 hari, tergantung cara penyimpanannya dengan suhu yang telah
ditentukan (Khusniati, 1998).
Meskipun demikian susu pasteurisasi dapat rusak, akibat adanya aktivitas
bakteri pada suhu dingin. Oleh karena itu untuk membunuh bakteri pembusuk
pada susu dingin dapat ditambahkan madu murni dengan konsentrasi tertentu.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa susu pasteurisasi yang ditambahkan madu
mempunyai daya simpan lebih lama dibandingkan susu yang hanya dipasteurisasi
saja(Khusniati dan Huminata, 1998).
Jika bakteri telah mengkontaminasi susu maupun bahan pangan dalam
jumlah besar akan menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia. Standar
Nasional Indonesia (SNI) Tahun 2000 telah menetapkan Batas Maksimun
Cemaran Mikroba (BMCM) dalam susu segar dan susu pasteurisasi, untuk jumlah
bakteri total pada susu segar 1 x 106dan untuk susu pasteurisasi <3 x 10
4
(Ambarwaty, 2004).
Beberapa kerusakan pada susu yang disebabkan tumbuhnya
mikroorganisme antara lain adalah terjadinya pengasaman, penggumpalan, dan
berlendir seperti tali, yang disebabkan karena terjadinya pengentalan dan
pembentukan lendir oleh beberapa jenis bakteri (Titiek, 2007).
Mikroba patogen yang umum mencemari susu antara lain adalah E.coli.
E.coli merusak susu dengan cara mengeluarkan enterotoksin yang diproduksinya,
sehingga susu dapat rusak (Siagian Albiner, 2002). Standar Nasional Indonesia
tahun 2000 mensyaratkan bakteri E.coli tidak terdapat dalam susu dan
produk olahannya. Bakteri E.coli dalam air susu maupun produk olahannya
dapat menyebabkan diare pada manusia bila dikonsumsi.
12
2.2.1. Bakteri Perusak Susu Pasteurisasi
Jenis makanan yang sering terkontaminasi bakteri penyebab infeksi adalah
makanan dari kelompok berasam rendah, seperti susu dan produk olahannya.
Beberapa bakteri patogen yang umum mencemari susu adalah Salmonella sp
Shigella sp, Clostridium botulinum, Escherichia coli, Streptococcus pyogenes,
Staphylococcus aureus, dan Klebsiella pneumonia (Badan POM RI, 2008).
1. Salmonella sp.
Genus Salmonella meliputi lebih dari 1600 spesies, Salmonella
menjadi penyebab nomor satu dari semua infeksi makanan di Amerika
Serikat. Salmonella merupakan bakteri berbentuk batang tidak berspora,
dapat hidup pada lingkungan aerob maupun pada kondisi kurang oksigen,
serta tumbuh baik pada suhu kamar, dengan suhu optimum 370
C – 37,50C
dan pH pertumbuhan adalah 6-8. Pada umumnya isolat Salmonella dikenal
dengan sifat-sifat, gerak positif dan memberikan hasil negatif pada reaksi
indol, DNase, fenilalanin, urease, memfermentasi sukrosa, laktosa,
adonitol, serta tidak tumbuh dalam larutan KCN (Karsinah.,dkk 1994).
Sumber kontaminasi Salmonella adalah manusia dan hewan, yaitu
dari saluran pencernaannya. Salmonella pada makanan dapat berasal dari
kalkun, ayam, anjing, kucing, katak, tikus. Jenis makanan yang sering
dikaitkan dengan infeksi yang ditimbulkan, oleh Salmonella adalah
daging, telur, serta susu dan produk olahannya (Karsinah.,dkk 1994).
Ada dua jenis penyakit yang dapat ditimbulkan oleh Salmonella
yaitu salmonellosis dan demam enterik. Waktu inkubasi salmonellosis
adalah antara 5-72 jam biasanya 12-24 jam, dengan gejala sakit perut,
diare, demam, muntah, sakit kepala dan lemas (Brooks dkk., 2008).
Salmonella sp adalah bakteri yang tidak tahan panas, dengan
demikian infeksi Salmonella dapat dicegah dengan memanaskan makanan.
Pemanasan yang disarankan untuk mencegah salmonellosis adalah pada
suhu 660c, selama paling sedikit 20 menit (Brooks dkk., 2008).
2. Shigella sp
Shigella spesies adalah kuman patogen usus penyebab penyakit
disentri basiler. Kuman ini berbentuk batang, ukuran 0,5-0,7 µm, bersifat
13
Gram negatif dan tidak berflagel. Sifat pertumbuhannya adalah aerob dan
fakultatif anaerob, pH pertumbuhan 6,4-7,8, suhu pertumbuhan 370C. Sifat
biokim yang khas adalah negatif pada reaksi fermentasi adonitol, tidak
membentuk gas pada fermentasi glukosa, tidak membentuk H2S, negatif
terhadap sitrat, DNase, lisin, fenilalanin, sukrosa, urease, manitol, laktosa.
Sifat kuman adalah kecil, halus, tidak berwarna bila di tanam pada agar
SS, EMB, Endo, Mc Conkey (Jawetz, 2008)
Bakteri Shigella menyebabkan timbulnya penyakit shigellosis atau
disentri basiler, adapun gejala penyakit tersebut adalah sakit perut, diare,
demam sampai 400c, sakit kepala, darah pada feses. Waktu inkubasi
berkisar antara 1-7 hari, dan biasanya kurang dari 4 hari (Brooks dkk.,
2008).
Penyebaran Shigella adalah dari manusia ke manusia yang lain,
dimana karrier merupakan reservoir kuman. Dari karrier ini, Shigella
disebarkan juga oleh lalat melalui tangan yang kotor, makanan yang
terkontaminasi, tinja, serta barang-barang lain yang terkontaminasi ke
orang lain yang sehat (Karsinah.,dkk 1994).
3. Clostridium botulinum
Clostridium botulinum dapat menyebabkan timbulnya keracunan
makanan yang disebut botulism. Racun botulin yng dihasilkan sangat
berbahaya dan berakibat fatal bila dikonsumsi, dan dapat menyebabkan
kelumpuhan pada otot-otot tidak sadar. Gejalanya adalah gangguan
pencernaan akut dan fatigue. Gejala lanjutan adalah pandangan berubah
jadi dua dan sulit menelan. Waktu inkubasi antara 2 jam sampai 14 hari
(Brooks dkk., 2008).
Bakteri Clostridium adalah bakteri berbentuk batang yang dapat
membentuk spora. Dalam bentuk spora bakteri ini sangat tahan terhadap
panas. Bakteri ini tersebar luas ditanah dan air yang terkontaminasi.
Perkembangbiakan bakteri ini sangat pesat pada suhu sedang dan dalam
kondisi anaerob (Brooks dkk., 2008).
Makanan yang sering terkontaminasi oleh bakteri ini adalah dari
jenis makanan yang berbumbu, makanan yang di asap, makanan kalengan
14
yang dimakan tanpa dimasak terlebih dahulu. Kerja toksin adalah
memblokir pembentukan atau pelepasan acetyl cholin pada hubungan saraf
otot sehingga terjadi kelumpuhan otot (Abdul dkk., 1994).
Clostridium botolinum dapat menyebabkan timbulnya keracunan
makanan yang disebut botulism. Racun botulin yang dihasilkan sangat
berbahaya dan berakibat fatal bila dikonsumsi. Gejalanya adalah gangguan
pencernaan akut dan fatigue. Gejala lanjutan adalah pandangan berubah
jadi dua dan sulit menelan. Waktu inkubasi antara 2 jam sampai 14 hari
(Brooks dkk., 2008).
Pertumbuhan Clostridium botulinum dapat dihambat dengan
penambahan garam pada makanan atau penyimpanan makanan pada suhu
rendah. Produksi toksin dan pertumbuhan bakteri ini juga terhambat
apabila pH makanan lebih rendah dari 4,4. Meskipun bakteri ini tahan
panas, terutama apabila dalam bentuk spora, tetapi toksin yang
dihasilkannya rusak selama pemanasan. Dengan demikian pemanasan
makanan sebelum dikonsumsi merupakan tindakan utama dalam
pecegahan keracunan botulism yang disebabkan oleh Clostridium
botulinum (Brooks dkk., 2008).
4. Escherichia coli
Escherichia coli adalah kuman opurtunis yang banyak ditemukan
dalam usus besar manusia sebagai flora normal. E.coli secara khas
menunjukkan hasil positif pada tes indol, lisin derkaboksilase, fermentasi
manitol serta menghasilkan gas dari glukosa. Pada isolat dari urin, E.coli
dapat langsung teridentifikasi dengan melihat hemolisisnya pada agar
darah dan morfologi koloni yang khas dengan warna pelangi yang berkilau
pada medium diferensial seperti agar EMB. dan positif pada hasil tes indol
(Brooks dkk., 2008).
E.coli dapat menyebabkan infeksi primer pada usus seperti diare
pada anak, travelers diarrhea, dan dapat menimbulkan infeksi pada
jaringan tubuh lain di luar usus. Kuman ini berbentuk batang pendek
(kokobasil) Gram negatif. E. coli tumbuh pada hampir semua media yang
biasa dipakai untuk isolasi kuman enterik, sebagian besar strain E.coli
15
tumbuh sebagai koloni yang meragi laktosa. Beberapa strain bila ditanam
pada agar darah menunjukkan hemolisis tipe beta. E.coli mempunyai
antigen O,H dan K. Antigen K sering kali ditemukan pada E.coli yang
diisolasi dari pasien dengan bakteremia serta neonates yang menderita
meningitis (Karsinah.,dkk 1994).
5. Streptococcus pyogenes
Streptococcus pyogenes adalah bakteri Gram positif, bentuk bulat,
susunan rantai panjang. Organisme ini banyak terdapat di alam. Beberapa
kelompok Streptococcus merupakan flora normal manusia, kelompok
lainnya berhubungan dengan penyakit-penyakit penting yang disebabkan
oleh infeksi Streptococcus (Brooks dkk., 2008).
Streptococcus terdiri dari kokus yang berdiameter 0,5-1µm. dalam
susunan rantai yang khas, kokus agak memanjang pada arah sumbu rantai.
Streptococcus pyogenes mudah tumbuh dalam semua enriched media.
Untuk isolasi primer harus memakai media agar darah lengkap, serum atau
transudat. Dalam lempeng agar darah yang disimpan pada suhu 370C
selama 18-24 jam, akan membentuk koloni kecil keabu-abuan dan agak
opalesen, bentuknya bulat, pinggiran rata, pada permukaan media, koloni
tampak sebagai setitik cairan (Usman, 1994)
Berdasarkan sifat hemolitiknya pada lempeng agar darah, bakteri
ini dibagi dalam beberapa tipe, yaitu :
a. Hemolisis tipe Alfa, membentuk warna kehijauan dan hemolisis
sebagian ini disekeliling koloninya bila disimpan dalam peti es zona
yang paling luar akan berubah menjadi tidak berwarna.
b. Hemolisis tipe Beta, membentuk zona bening disekeliling koloninya,
tak ada sel darah merah yang masih utuh. Zona tidak bertambah besar
setelah disimpan dalam peti es.
c. Hemolisis tipe Gamma, tidak menyebabkaan hemolisis.
Penyakit yang terjadi akibat infeksi lokal Streptokokus beta
hemolitikus diantaranya adalah radang tenggorokan seperti faringitis,
radang pada kulit setempat atau impetigo, scarlet fever rash infeksi traktus
urinarius, glomerulonefritis akut (pasca infeksi streptokokus beta
16
hemolitikus). Endokarditis bakterialis subakut juga dapat ditimbulkan oleh
bakteri jenis ini, gejala klinis dapat ditemukan yaitu adanya demam,
anemia, kelemahan, bising jantung yang abnormal, kelainan ginjal,
pembesaran limpa dan emboli(Usman, 1994).
Streptococcus pyogenes mempunyai beberapa faktor virulensi yang
memungkinkannya berikatan dengan jaringan inang, dan menyebar dengan
melakukan penetrasi ke lapisan jaringan inang sehingga bakteri ini sulit
terdeteksi oleh system imun. Kapsul karbohidrat yang tersusun atas asam
hialuronat mengelilingi bakteri dan melindunginya dari fagositosis oleh
neutrofil. Disamping itu, kapsul dan beberapa faktor yang melekat di
dinding sel, termasuk protein M, asam lipoteikoat, dan protein F (SfbI)
yang memfasilitasi perekatan ke sejumlah sel inang. Protein M juga
menghambat opsonisasi oleh jalur komplemen alternatif dengan berikatan
pada regulator komplemen inang (Brooks dkk., 2008).
Protein M yang ditemukan dibeberapa serotipe juga bisa mencegah
opsonisasi dengan berikatan pada fibrinogen. Namun, protein M juga titik
terlemah dalam pertahanan patogen ini karena antibodi yang diproduksi
oleh sistem imun terhadap protein M sasarannya adalah bakteri untuk
ditelan fagosit. Protein M juga unik bagi tiap strain, dan identifikasi bisa
digunakan secara klinik untuk menegaskan strain yang menyebabkan
infeksi (Usman, 1994).
6. Staphylococcus aureus
Staphylococcus merupakan sel berbentuk sferis dengan sifat Gram
positif, tersusun dalam kelompok seperti anggur yang tidak teratur.
Staphylococcus tumbuh dengan baik di beberapa medium, dan aktif secara
metabolik, memfermentasi karbohidrat dan menghasilkan pigmen yang
bervariasi dari putih hingga kuning tua (Tortora, 2001).
Bakteri ini berbentuk bola dengan diameter 0,1 µm. Staphilococcus
tidak motil dan tidak membentuk spora. Staphylococcus tumbuh dengan
baik pada berbagai media bakteriologi di bawah suasana aerobik dan
mikroaerobik. Tumbuh dengan cepat pada temperatur 37°C, namun
17
pembentukan pigmen yang terbaik adalah pada temperatur kamar (20-
35°C), pH optimal untuk pertumbuhan yaitu 7,4 (Presscott, 2005).
Media untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus umumnya
mengandung asam amino dan vitamin-vitamin seperti thereonin, asam
nikotinat, dan biotin. Koloni pada media padat berbentuk bulat, lembut,
dan mengkilat sedangkan pada pembenihan kaldu ditemukan tersendiri
atau tersusun sebagai rantai pendek. Staphylococcus aureus biasanya
membentuk koloni abu-abu hingga kuning tua kecoklatan. (Presscott,
2005).
Staphylococcus merupakan sebagian flora normal pada kulit
manusia, saluran pernapasan dan saluran pencernaan manusia. Kuman ini
juga dapat ditemukan di udara dan lingkungan disekitar kita, dan dapat
menyebabkan terjadinya sistitis dan pielonefritis, bahkan sering terjadi
septikemia, endokarditis, meningitis, abses serebri, dan penumonia. Pada
umumnya penyakit-penyakit tersebut disebabkan oleh Staphylococcus
koagulasa positif (Usman, 1994).
7. Klebsiella penumoniae
Klebsiella adalah bakteri Gram negatif yang berbentuk batang
(basil). Klebsiella pneumoniae tergolong bakteri yang tidak dapat
melakukan pergerakan (non motil). Pertumbuhan spesies Klebsiella
menghasilkan pertumbuhan yang mukoid, kapsul polisakarida yang besar,
dan hasil positif untuk lisin dekarboksilase dan sitrat (Presscott, 2005).
Pada manusia, bakteri ini dapat menyebabkan pneumonia, yaitu
penyakit radang pada paru-paru akibat terinfeksi oleh bakteri Klebsiella
pneumoniae. Klebsiella pneumoniae kadang-kadang juga dapat
menyebabkan infeksi saluran kemih, dan bakteremia dengan lesi fokal
pada pasien yang lemah (Brooks dkk., 2008).
Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, Klebsiella merupakan
bakteri fakultatif anaerob. Klebsiella dapat memfermentasikan laktosa,
pada tes indol, Klebsiella pneumonia akan menunjukkan hasil negatif, dan
dapat mereduksi nitrat. Bakteri ini banyak ditemukan di mulut, kulit, dan
saluran usus, namun habitat alami dari Klebsiella pneumonia adalah di
tanah (Karsinah dkk., 1994)
18
2.3. Kerangka Konsep
Susu pasteurisasi memiliki daya tahan yang relatif singkat. Keadaan ini
disebabkan karena adanya aktivitas bakteri pada suhu dingin. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, pemberian madu yang bersifat antibakteri dapat
menghambat pertumbuhan bakteri perusak pada susu pasteurisasi.
19
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah studi eksperimen di laboratorium.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan
bulan Oktober tahun 2010
3.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium mikrobiologi Fakultas
Kedokteraan dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain labu
ukur, PH meter , pipet volumetrik, tabung reaksi (test tube), pipet tetes,
kaca objek, jarum ose steril, mikroskop, magnetic hot stirer, api
Bunsen, cawan petri, timbangan, stirometer, tabung durham, inkubator,
autoklaf, becker glass, parafilm, sendok kaca, absorben pads (kertas
cakram) diameter 10mm, jangka sorong, penggaris, korek, dan swab
steril.
3.3.2 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah larutan
madu hutan sumbawa DEPKES P-IRT No. 109317105064 dengan
masing-masing konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%, susu
pasteurisasi yang dijual di pasaran dengan NO. Registrasi BPOM RI
MD 205110003936 dan BPOM RI MD 20511000936, media
pertumbuhan bakteri seperti agar darah, MHA (Mueller Hinton Agar),
Mac Conkey agar, Endo agar, NaCl 0,95% steril, larutan kaldu laktosa,
larutan BGLB, aquades, KKU, safranin, alkohol, dan larutan lugol, 0,5
Mc FarlanD.
20
3.4 Prosedur Penelitian
3.5. Cara Kerja
3.5.1. Sterilisasi Alat penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini dicuci bersih dan
disterilkan dengan cara yang sesuai. Alat-alat seperti labu ukur, gelas ukur,
tabung reaksi (test tube), pipet tetes, tabung durham, sendok aduk, dan
kapas swab disterilkan dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 1210C
dengan tujuan mematikan semua bakteri atau mikroorganisme. Sedangkan
jarum ose, pinset dan object glass disterilkan dengan api Bunsen.
3.5.2. Persiapan pemindahan susu pasteurisasi
Susu pasteurisasi yang berasal dari dua jenis merek berbeda,
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah steril, lalu
ditutup dengan kapas steril dan alumunium foil, agar tidak terkontaminasi
oleh mikroorganisme lainnya.
21
3.5.3. Pembuatan Kaldu laktosa
Bubuk laktosa ditimbang sebanyak 2,6 gram dimasukkan ke dalam
labu ukur 300 ml, kedalam labu ukur ditambahkan sebanyak 200 ml
aquades, lalu dipanaskan dengan magnetic hot stirer hingga mendidih,
setelah itu dimasukkan ke dalam 9 tabung reaksi yang sudah diisi tabung
durham sebanyak 10 ml. Larutan laktosa dimasukkan kedalam autoklaf
pada suhu 1210C selama 15 menit untuk proses sterilisasi.
3.5.4. Pembuatan Larutan BGLB (Brilliant Green Bile Lactose Borth)
Bubuk BGLB.ditimbang sebanyak 8 gram dimasukkan ke dalam
labu ukur 300 ml, kedalam labu ukur ditambahkan sebanyak 200 ml
aquades, lalu dipanaskan dengan magnetic hot stirrer hingga mendidih,
setelah itu dimasukkan ke dalam 18 tabung reaksi yang sudah diisi tabung
durham sebanyak 10 ml. Setelah itu, larutan BGLB dimasukkan kedalam
autoklaf pada suhu 1210C Selama 15 menit untuk proses sterilisasi.
3.5.5. Pembuatan larutan madu konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100%.
Madu sebanyak 25 ml dilarutkan dengan aquades steril sebanyak
75ml dalam becker glass yang sudah disteril. Begitu juga untuk madu
dengan konsentrasi 50%, madu sebanyak 50 ml dilarutkan dengan aquades
steril sebanyak 50ml. Untuk madu konsentrasi 75%, madu 75ml dilarutkan
dengan aquades sebanyak 25ml, sedangkan untuk madu dengan
konsentrasi 100% tidak dilarutkan dengan aquades. Setelah itu masing-
masing becker glass yang berisi larutan madu dengan konsentrasi yang
berbeda diaduk dengan sendok kaca steril, setelah itu becker glass tersebut
ditutup dengan alumunium foil untuk menghindari kontaminasi dari
mikroorganisme lainnya.
3.5.6. Aquades steril
Aquades steril dimasukkan kedalam becker glass steril
secukupnya, tanpa penambahan apapun, setelah selesai tutup dengan
alumunium foil untuk menghindari kontaminasi dari mikroorganisme
lainnya.
22
3.6. Uji MPN (untuk mengetahui jumlah koliform bakteri pada susu):
3.6.1. Tes Presumptive
1. Uji Kaldu laktosa
Masing-masing tabung reaksi yang berisi tabung durham di isi
larutan kaldu laktosa sebanyak 10 ml, lalu ditetesi susu pasteurisasi
dengan rincian 3 tabung dengan konsentrasi 10-1
ml, 3 tabung dengan
konsentrasi 10-2
ml, 3 tabung dengan konsentrasi 10-3
ml diambil dengan
menggunakan mikro pipet. Setelah itu tabung reaksi ditutup dengan kapas
steril dan dimasukkan ke dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 350
C,
lalu diamati apakah terdapat gelembung gas atau tidak dalam tabung reaksi
untuk menilai ada atau tidak nya bakteri patogen di dalam susu tersebut.
2. Uji larutan BGLB (Brillian Green Bile Lactose Broth)
Masing-masing tabung reaksi yang sudah berisi tabung durham,
diisi larutan BGLB sebanyak 5 ml, lalu ditetesi susu pasteurisasi dengan
rincian 3 tabung dengan konsentrasi 10-1
ml, 3 tabung dengan konsentrasi
10-2
ml, 3 tabung dengan konsentrasi 10-3
ml, diambil dengan
menggunakan mikro pipet. Setelah itu tabung reaksi ditutup dengan kapas
dan dimasukkan ke dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 350
C,
setelah 24 jam lalu diamati apakah terdapat gelembung gas atau tidak
untuk menilai ada atau tidak nya bakteri patogen di dalam susu tersebut.
3.6.2. Tes konfirmasi (larutan BGLB suhu 450c)
Masing-masing tabung yang sudah berisi tabung durham, diisi
larutan BGLB sebanyak 5ml, ditetesi susu pasteurisasi dengan rincian 3
tabung dengan ukuran 10-1
ml, 3 tabung dengan ukuran 10-2
ml, 3 tabung
dengan ukuran 10-3
ml, diambil dengan menggunakan mikropipet. Setelah
itu tabung ditutup dengan kapas dan dimasukkan ke dalam inkubator
selama 24 jam pada suhu 450
C, setelah 24 jam, diamati apakah terdapat
gelembung gas atau tidak untuk menilai ada atau tidaknya bakteri patogen
di dalam susu tersebut dan untuk konfirmasi dari presumptive tes.
23
3.7. Pemeriksaan bakteri patogen pada susu
3.7.1. Isolasi agar darah
Susu pasteurisasi diambil dengan jarum ose steril dan dioleskan
diatas media agar darah. Setelah itu diinkubasi selama 24 jam pada suhu
370C, dan diamati apakah terdapat koloni bakteri atau tidak.
3.7.2. Isolasi Endo Agar
Susu pasteurisasi diambil dengan jarum ose steril, lalu dioleskan
diatas media endo agar. Setelah itu diinkubasi selama 24 jam pada suhu
370C, dan diamati koloni bakteri yang terbentuk.
3.7.3. Isolasi Mac.Conkey
Susu pasteurisasi diambil dengan jarum ose steril dan dioleskan
diatas Mac Conkey agar. setelah itu diinkubasi selama 24 jam pada suhu
270C, dan diamati apakah terdapat koloni bakteri atau tidak.
3.7.4. Pemeriksaan pewarnaan Gram
Bakteri yang dibiakkan di media agar, dioleskan di kaca objek
untuk dilakukan pewarnaan Gram dan dilihat dibawah mikroskop dengan
cara kaca objek dilewat kan diatas api Bunsen, lalu teteskan sedikit NaCl
selama 5 menit dengan ose steril, oleskan kuman di atas kaca, keringkan di
udara sampai terbentuk kerak putih, lalu difiksasi di atas api Bunsen
sebanyak 10 kali, dikeringkan di udara. Setelah kering dan dingin, teteskan
sedikit Gentian violet sebagai pewarna pertama dan diamkan selama 3
menit lalu dicuci, setelah itu teteskan lugol selama 1 menit lalu dicuci
dengan air, teteskan alkohol selama 30 detik, lalu dicuci. Setelah itu
teteskan Safranin sebagai pewana kedua dan didiamkan selama 3 menit
lalu dicuci, keringkan dengan tissue atau kertas saring. Setelah kering,
lihat dibawah mikroskop dengan pembesaran 100x, kaca objek harus
diteteskan minyak imersi terlebih dahulu agar lebih jelas, lalu amati
morfologi dari bakteri tersebut.
3.7.5. Pemeriksaan uji biokimia bakteri.
Uji biokimia ini bersifat uji kualitatif, cara melakukan pemeriksaan
ini yaitu bakteri yang telah diisolasi dari susu pasteurisasi pada media agar
darah dilarutkan dengan NaCl 0,95% steril, lalu diteteskan pada kit khusus
24
tes biokimiawi untuk identifikasi jenis bakteri dengan metode API, tunggu
selama 15 menit, kemudian baca hasil nya secara kualitatif yaitu dengan
hasil -/n dan +/p.
3.8. Uji sensitivitas madu terhadap bakteri
3.8.1. Pengolesan Bakteri pada media MHA dengan metode Kirby Bauer
Bakteri yang sudah diisolasi dari dua jenis susu pasteurisasi
diencerkan dengan NaCl0,95% steril, bandingkan dengan konsetrasi 0,5
standar MacFarland. Celupkan swab steril ke dalam bakteri yang telah
diencerkan, lalu tekan swab steril ke sisi tabung agar air tiris, lalu oleskan
pada media MHA (Mueller Hinton Agar) diamkan selama 15 menit.
3.8.2. Penanaman cakram pada media MHA
Absorben pads (cakram) kosong ukuran diameter 10mm,
dimasukkan ke dalam masing-masing becker glass yang berisi larutan
madu dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%, 100% dan aquades steril,
tunggu 20 menit agar menyerap. Ambil cakram yang telah berisi larutan
madu dan aquades menggunakan pinset steril. Letakkan masing-masing
cakram pada media agar MHA
Setelah semua cakram ditanam pada media MHA, lalu diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 370C, setelah 24 jam amati zona hambatan
berupa zona bening yang terbentuk dari masing-masing cakram dan diukur
dalam satuan mm menggunakan jangkar sorong atau penggaris.
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Penelitian ini merupakan uji pengaruh madu terhadap bakteri yang
terdapat dalam susu pasteurisasi dari jenis yang berbeda, dalam penelitian ini,
dilakukan beberapa tahapan untuk mendapatkan bakteri perusak susu pasteurisasi
yang selanjutnya akan dilakukan uji sensitivitas madu terhadap bakteri.
4.1.1. Isolasi dan identifikasi koloni bakteri dari susu pasteurisasi
Bakteri diisolasi dari dua jenis susu pasteurisasi yang berbeda. Isolasi ini
menggunakan agar darah yang dioles dengan susu pasteurisasi menggunakan
jarum ose steril dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Hasil dari isolasi
menunjukkan adanya pertumbuhan koloni bakteri.
4.1.2. Hasil Pemeriksaan susu pasteurisasi dengan uji MPN
1. Hasil Presumptive Test
Tabel 4.1. Hasil pemeriksaan susu pasteurisasi dengan uji kaldu laktosa
Kaldu Laktosa (350C ± 0,5
0C)
Susu konsentrasi 10-1
Susu konsentrasi 10-2
Susu konsentrasi 10-3
+3 +2 +3
2. Hasil Confirmed Test
Tabel 4.2. Hasil pemeriksaan susu pasteurisasi dengan uji larutan BGLB
BGLB (Brillian Green Bile Lactose Broth) (35 ± 0,50C)
Susu konsentrasi 10-1
Susu konsentrasi 10-2
Susu konsentrasi 10-3
+3 +3 +3
3. Complete Test
Tabel 4.3. Hasil pemeriksaan susu pasteurisasi dengan uji larutan BGLB
BGLB (Brillian Green Bile Lactose Broth) (44,5 ± 0,20C)
Susu konsentrasi 10-1
Susu konsentrasi 10-2
Susu konsentrasi 10-3
+3 +3 +3
26
Hasil dari pemeriksaan uji MPN menunjukkan nilai + pada tiap-tiap
tabung dari masing-masing tes, yang artinya terdapat gelembung gas dari setiap
botol percobaan, ini mengindikasikan bahwa terdapatnya bakteri patogen di dalam
susu tersebut.
Sedangkan, dari Keputusan MENTERI KESEHATAN RI NO.
907/MENKES/SK/VII/2002, tanggal 29 juli 2002, menyatakan bahawa susu yang
baik dan aman dikonsumsi apabila memenuhi syarat, yaitu pada uji MPN
menunjukkan hasil sebagai berikut:
a. Total Coliform = 0
b. Fecal Coliform = 0
c. Echerichia coli tidak ditemukan
Dari hasil percobaan dengan uji MPN di atas diketahui bahwa susu yang
telah dipasteurisasi juga dapat tercemar sehingga dapat menimbulkan gangguan
bagi kesehatan manusia.
4.1.3. Hasil pewarnaan Gram
Koloni yang terbentuk pada pengisolasian bakteri dari susu pasteurisasi
pada media agar, diperiksa di bawah mikroskop melalui proses pewarnaan Gram.
Morfologi bakteri yang didapat dari susu pasteurisasi jenis pertama, ditemukan
morfologi bakteri dengan bentuk batang panjang, susunan seperti rantai, berwarna
merah dan bersifat Gram negatif, seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 4.1. Morfologi dari bakteri pada susu pasteurisasi pertama
27
Dari hasil isolasi susu pasteurisasi kedua didapatkan jenis bakteri dengan
morfologi yang sama seperti pada isolasi susu pasteurisasi pertama, bentuk batang
panjang, susunan seperti rantai, berwarna merah, dan bersifat Gram negatif,
seperti yang terlihat pada gambar berkut ini :
Gambar 4.2. Morfologi dari bakteri pada susu pasteurisasi yang kedua
Dari hasil pewarnaan Gram kedua jenis susu pasturisasi, didapatkan
morfologi jenis bakteri yang sama, dari morfologi yang terlihat pada pewarnaan
Gram, maka dugaan jenis bakteri yang ditemukan adalah jenis Klebsiella
pneumonia, namun untuk memastikan lebih lanjut akan dilakukan Uji Biokimia
bakteri untuk identifikasi jenis bakteri.
4.1.4. Uji Biokimia pada bakteri
Setelah dilakukan uji biokimia bakteri, didapatkan hasil pada jenis bakteri
dari susu pasteurisasi yang pertama dan kedua seperti yang dicantumkan pada
tabel di bawah ini :
28
Tabel 4.4. Hasil uji biokimia bakteri pada kedua jenis susu pasteurisasi
Uji Biokimia Susu pasteurisasi
Jenis Percobaan Hasil
Susu pasteurisasi 1 Susu pasteurisasi 2
Tes lisin dekarboksilase + +
Ornitin + +
H2S - -
Glukosa + +
ONPG + +
Manitol + +
Xylos + +
Indol - -
Urease + +
VP + +
Citrate + +
TDA - -
Oksidase - -
Motilitas + +
Pigmen kuning - -
Perkiraan jenis bakteri Klebsiela
pneumonia
Klebsiela
pneumonia
4.1.5. Uji sensitivitas madu hutan Sumbawa terhadap bakteri
Setelah dilakukan beberapa tahapan untuk mendapatkan bakteri dari susu
pasteurisasi kemudian dilakukan uji sensitivitas madu terhadap bakteri dari susu
pasteurisasi untuk melihat apakah terdapat zona hambatan. Setiap satu media
MHA yang telah diolesi dengan bakteri yang sudah diencerkan dengan NaCl
0,95%, diisi dengan 3 jenis cakram, yaitu Kontrol (aquades), dan dua cakram
yang telah di masukkan kedalam larutan madu dengan konsentrasi berbeda. Media
MHA di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C sehingga terbentuk zona
29
hambatan dengan berbagai ukuran, dapat dilihat pada gambar dan tabel dibawah
ini :
Gamabar 4.3. Zona hambatan madu pada sampel susu pasteurisasi jenis pertama
Dari hasil zona hambatan yang telah terbentuk, maka akan diukur besar
diameter zona tersebut menggunakan penggaris atau jangka sorong, dan diukur
dalam satuan milimeter, hasil yang didapat adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5. Hasil pegukuran diameter zona hambatan yang ditimbulkan oleh madu
hutan Sumbawa terhadap bakteri pada susu pasteurisasi jenis pertama
Zona hambatan madu (dalam millimeter)
Percobaan Kontrol 25% 50% 75% 100%
1 0 8 9 10 11
2 0 8 9 10 11
Total 0 16 18 20 22
Mean 0 8 9 10 11
Zona hambatan yang terbentuk menunjukkan adanya aktivitas antimikroba
madu terhadap bakteri yang sering menyebabkan kerusakan pada susu
30
pasteurisasi. Tabel 4.5 menunjukkan hasil bahwa pada kelompok kontrol
(aquades) tidak membentuk zona hambatan, yang berarti pada kelompok tersebut
tidak memiliki efek antimikroba terhadap bakteri perusak susu pasteurisasi. Pada
bakteri dari susu pasteurisasi yang pertama, zona hambatan mulai terbentuk pada
larutan madu dengan konsentrasi 25% paling kecil, dengan rata-rata diameter
yang terbentuk adalah 8 mm, sedangkan pada larutan madu dengan kadar 50%
mengalami sedikit peningkatan yaitu dengan rata-rata ukuran zona 9 mm, pada
konsentrasi 75% juga terdapat peningkatan zona hambatan dengan ukuran rata-
rata 10 mm, dan zona hambatan paling besar yang di hasilkan madu pada
konsentrasi 100% adalah dengan rata-rata diameter 11 mm.
Data pada susu pasteurisasi yang pertama akan diuji menggunakan
statistik, karena sampel yang digunakan sangat sedikit, maka akan diuji dengan
menggunakan uji Kruskal Wallis.
Hipotesis dalam melakukan uji Kruskal Wallis adalah sebagai berikut :
H0 : Tidak terdapat perbedaan hasil perlakuan pemberian madu hutan Sumbawa
terhadap bakteri pada susu pasteurisasi pertama.
H1: Terdapat perbedaan hasil perlakuan pemberian madu hutan Sumbawa
terhadap bakteri pada susu pasteurisasi pertama.
Keputusannya adalah sebagai berikut :
H1 : diterima jika nilai signifikansinya < 0,05
H1 : ditolak jika nilai signifikansinya > 0,05
Tabel 4.6. Uji Kruskal Wallis zona hambatan madu terhadap bakteri pada susu
pasteurisasi pertama
Bakteri pada susu pasteurisasi pertama
Asymp. Sig.
Hasil percobaan 1 0,406
Hasil percobaan 2 0,406
Pada tabel 4.6 terlihat bahwa dari data hasil perlakuan madu terhadap
bakteri pada susu pasteuriasi yang pertama memiliki nilai signifikan yang lebih
besar dari 0,05 (alpha = 0,05) yaitu 0,406. Berdasarkan pada hasil statistik
tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil perlakuan terhadap
31
madu antara percobaan pertama dan percobaan kedua secara statistik. Hal ini
diperkirakan karena kurangnya jumlah sampel yang diteliti.
Dari hasil uji sensitivitas madu terhadap bakteri pada susu pasteurisasi
kedua dengan cara yang sama seperti percobaan susu pasteurisasi pertama,
didapatkan hasil zona hambatan seperti pada gambar dan tabel di bawah ini :
Gamabar 4.5. Zona hambatan madu pada sampel susu pasteurisasi jenis kedua
Dari hasil zona hambatan yang telah terbentuk, maka akan diukur besar
diameter zona tersebut menggunakan penggaris atau jangka sorong, dan diukur
dalam satuan milimeter, seperti yang dilakukan pada susu pasteurisasi yang
pertama, hasil yang didapat sebgai berikut:
Tabel 4.7. Hasil pegukuran diameter zona hambatan madu terhadap bakteri pada
susu pasteurisasi jenis kedua.
Zona hambatan madu (dalam millimeter)
Percobaan Kontrol 25% 50% 75% 100%
1 0 8 9 10 11
2 0 0 8 9 12
Total 0 8 17 19 23
Mean 0 4 8,5 9,5 11,5
32
Zona hambatan yang terbentuk pada percobaan dari susu pasteurisasi yang
kedua lebih besar dibandingkan dengan bakteri pada susu pertama, tetapi zona
hambatan yang terbentuk pada konsentrasi 25% didapatkan sedikit perbedaan,
pada pengujian kedua tidak terbentuk zona hambatan, sehingga rata-rata ukuran
diameter hanya 4 mm. Ini diduga akibat adanya kesalahan pada saat melakukan
percobaan. Pada madu dengan konsentrasi 50% rata-rata diameter zona hambatan
yang terbentuk adalah 8,5 mm, sedikit lebih besar dibandingkan dengan
pengukuran pada susu pasteurisasi pertama. Zona hambatan yang dihasilkan pada
madu dengan konsentrasi 75% adalah 9,5 mm, dan zona hambatan yang paling
besar terbentuk pada larutan madu dengan konentrasi 100% yaitu dengan rata rata
11,5 mm seperti yang tertera pada tabel 7 di atas.
Data pada susu pasteurisasi yang kedua akan diuji menggunakan statistik,
karena sampel yang digunakan sangat sedikit sama seperti pada percobaan susu
pasteurisasi pertama, maka akan diuji dengan menggunakan uji Kruskal Wallis.
Hipotesis dalam melakukan uji Kruskal Wallis adalah sebagai berikut :
H0 : Tidak terdapat perbedaan hasil perlakuan pemberian madu hutan Sumbawa
terhadap bakteri pada susu pasteurisasi pertama.
H1 : Terdapat perbedaan hasil perlakuan pemberian madu hutan Sumbawa
terhadap bakteri pada susu pasteurisasi pertama.
Keputusannya adalah sebagai berikut :
H1 : diterima jika nilai signifikansinya < 0,05
H1 : ditolak jika nilai signifikansinya > 0,05
Tabel 4.8. Uji Kruskal Wallis zona hambatan madu terhadap bakteri pada susu
pasteurisasi kedua
Bakteri pada susu pasteurisasi kedua
Asymp. Sig.
Hasil percobaan 1 0,406
Hasil percobaan 2 0,406
Pada tabel 8 terlihat bahwa dari data hasil perlakuan madu terhadap bakteri
pada susu pasteuriasi yang kedua memiliki nilai signifikan yang lebih besar dari
33
0,05 (alpha = 0,05) yaitu 0,406. Berdasarkan pada hasil statistik tersebut
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil perlakuan terhadap madu
antara percobaan pertama dan percobaan kedua secara statisik.
4.2. Pembahasan
Berdasarkan dari hasil analisis data menunjukkan bahwa percobaan pada
susu pasteurisasi pertama dan kedua, ditemukan bakteri Klebsiella pneumoniae
yang ditunjang dari hasil pewarnaan Gram dan uji biokimia bakteri yang khusus
untuk mengidentifikasi jenis bakteri.
Uji biokimia digunakan untuk mengidentifikasi bakteri golongan
Enterobacteriaceae, uji ini terdiri dari beberapa tes, diantaranya adalah: tes
fermentasi karbohidrat, pada tes ini Klebsiella memberikan hasil yang positif
karena bakteri ini mampu meragi glukosa dan laktosa dengan terbentuknya asam
atau gas. Pada tes sitrat Klebsiella akan memberika hasil positif, karena bakteri ini
menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon untuk metabolisme
dengan menghasilkan suasana basa (Karsinah dkk., 1994).
Uji biokimia seperti tes gerak juga digunakan untuk menentukan jenis
bakteri ini, pada umumnya Klebsiella tidak mempunyai kemampuan untuk
bergerak karena Klebsiella tidak mempunyai flagel, sehingga pada tes motilitas ini
akan didapatkan hasil negatif. Pada tes VP (Voges Proskauer) Klebssiella akan
menunjukkan hasil positif, karena bakteri ini mampu menghasilkan produk akhir
yang netral (asetil metilkarbinol) dari fermentasi glukosa (Karsinah dkk., 1994).
Selain itu, uji biokimia juga menggunakan tes urease, keaktifan enzim ini adalah
sifat khas dari semua proteus dari Enterobacteriaceae lainnya, pada Klebsiella
akan menunjukkan hasil yang positif, sehingga dapat dibeddakan dari Eschercia
yang menunjukkan hasil negatif (Karsinah dkk., 1994).
Selain itu tes TSIA (Triple Sugar Iron Agar) juga dilakukan pada uji
biokimia, tes ini spesifik untuk beberapa genus seperti Klebsiella. Klebsiella
merupakan salah satu organisme yang mempunyai kemampuan untuk menyerang
suatu karbohidrat yang tergabung dalam pemnbenihan basal, dengan atau tanpa
pembentukan gas, disertai terbentuknya H2S sehingga akan menunjukkan hasil tes
yang positif. Uji biokimia lainnya adalah tes dekarboksilase. Pada Klebsiella
34
pneumonia akan menunjukkan hasil yang negatif, karena ensim yang gterdapat
pada bekteri ini tidak mampu untuk mendekarboksilasi suatu asam amino dengan
membentuk amin yang bersifat alakali. Sedangkan pada tes pencarian gelatin
Klebsiella akan menunjukkan hasil yang negatif, tes ini berfungsi untuk melihat
kemampuan organisme membentuk ensim proteolitik (gelatinase) yang dapat
mencairkan gelatin, namun ensim proteolitik ini tidak dipunyai Klebsiella
pneumonia sehingga menunjukkan hasil negatif (Karsinah dkk., 1994).
Dari beberapa tes biokimiaei yang dilakukan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa bakteri yang ditemukan pada kedua jenis susu pasteurisasi
merupakan golongan dari Klebsiella pneumonia.
Klebsiella pneumonia pertama kali ditemukan oleh Carl Friedlander. Carl
Friedlander adalah patologis dan mikrobiologis dari Jerman yang membantu
penemuan bakteri penyebab pneumonia yaitu proses infeksi akut yang mengenai
jaringan paru-paru (alveoli) pada tahun 1882.
Klebsiella pneumonia adalah bakteri Gram negatif yang berbentuk batang
(basil). bakteri ini tidak dapat melakukan pergerakan (non motil). Berdasarkan
kebutuhannya akan oksigen, Klebsiella merupakan bakteri fakultatif anaerob.
Klebsiella pneumonia dapat memfermentasikan laktosa, tes indol negatif dan
dapat mereduksi nitrat. Klebsiella pneumonia banyak ditemukan di mulut, kulit,
dan saluran usus, namun habitat alami dari Klebsiella pneumonia adalah di tanah
(Jawetz, 2008).
Karena habitat alami dari Klebsiella banyak ditemukan ditanah, maka
sangat mungkin bakteri ini mengkontaminasi susu segar yang baru di perah,
sehingga menyebabkan susu segar sangat cepat mengalami kerusakan dan menjadi
basi, untuk mencegah hal tersebut maka harus diberikan perlakuan lebih lanjut
pada susu segar seperti perlakuan pemanasan ringan atau Pasteurisasi untuk
mematikan kuman yang bersifat patogen pada susu.
Ditemukannya bakteri Klebsiella pneumonia di dalam susu Pasteurisasi
diduga akibat pengaruh dari proses pasteurisasi yang hanya berlangsung 30 menit,
sedangkan Klebsiella pneumonia diketahui termasuk jenis bakteri yang
mempunyai kapsul besar mengandung polisakarida, disebut antigen K yang
menyelubungi atau menutup antigen somatic O atau H serta mempunyai flagel
35
sehingga menyebabkan bakteri ini mampu bertahan lebih lama dalam pemanasan,
untuk mematikan jenis bakteri Klebsiella dianjurkan melakukan pemanasan
selama 1 jam. Selain itu Klebsiella juga mampu hidup di lingkungan dingin dan
hidup berbulan bulan di dalam es, menyebabkan bakteri ini tetap ada dalam susu
pasteurisasi (Karsinah dkk., 1994)
Setelah dilakukan pengujian dengan cakram berisi larutan madu dengan
dua kali pengulangan pada media MHA, menunjukkan bahwa terdapat aktivitas
antibakteri dengan terbentuknya zona hambatan pertumbuhan bakteri di sekitar
cakram terhadap Klebsiella pneumonia, ini menunjukkan bahwa madu mampu
menghambat pertumbuhan bakteri yang terdapat pada susu pasteurisasi mulai dari
konsentrasi teredah 25% hingga terbesar 100%. Hal ini didukung dengan adanya
penelitian yang dilakukan Ambarwaty pada tahun 2004, menunjukkan hasil
bahwa madu memberikan efek antibakteri terhadap susu pasteurisasi pada
konsentrasi 30% ditunjukkan dengan berkurangnya total bakteri pada susu
pasteurisasi. Pada penelitian ini didapatkan juga hasil yang sama bahwa madu
mempunyai efek antibakteri pada madu dengan konsentrasi 25%.
Dari hasil uji statistik, didapatkan hasil signifikansi 0,406 nilai ini lebih
besar dari 0,05 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan dari hasil percobaan perlakuan pemberian madu hutan Sumbawa
terhadap kedua bakteri yang terdapat pada susu pasteurisasi pertama dan kedua.
Hal ini diasumsikan karena kurangnya jumlah sampel yang diteliti sehingga tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan dari masing-masing kelompok perlakuan
yang diuji dengan Kruskal Wallis.
Pada penelitian yang berbeda, yang dilakukan oleh oleh Suci Lucyana
pada tahun 2010, dan Nina Zabrina pada tahun 2009 memperlihatkan perbedaan
yang signifikan dengan pemberian madu pada bakteri golongan gram negatif
maupun Gram positif. Hal ini di buktikan dengan uji statistik Kruskal Wallis yang
memiliki bilai signifikan lebih kecil dari alpha (α = 0,05).
Pada penilitan yang dilakukan oleh Ratna Sulistiani pada tahun 2009
menunjukkan bahwa madu Sumbawa dapat menghambat pertumbuhan bakteri
P.aeruginosa yang merupakan bajteri Gram negatif dengan terbentuknya zona
bening disekitar cakram.
36
Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan, terlihat bahwa madu
mempunyai efek antibakteri sehingga pada saat ini dimasyarakat banyak
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai obat maupun sebagai
pengawet tambahan pada beberapa jenis makanan.
Aktivitas antibakteri ini dikarenakan madu memiliki kandungan berbagai
macam gula dengan kadar yang tinggi dan memiliki enzim katalase yang
merupakan penghambat pertumbuhan bakteri, selain itu dari artikel Molan PC
(2001) dengan judul “Honey Is A Tropical Antibacterial Agen For Treatment Of
Infected Wounds” bahwa madu mempunyai efek osmolaritas yang tinggi, efek ini
ditimbulkan oleh kadar gula yang tinggi yaitu 75% sehingga mampu menarik air
dari lingkungan sekitar keadaan yang kurang lembab dapat menghambat
pertumbuhan bakteri, karena bakteri lebih cepat tumbuh pada keadaan yang
lembab dan mengandung air.
Madu juga mempunyai pH rendah yaitu berkisar antara 3,6-4,5. Hal ini
dapat menghambat pertumbuhan bakteri karena pada umumnya bakteri tidak
mampu tumbuh pada tempat yang mempunyai tingkat keasaman yang tinggi.
Sangat berbeda dengan susu segar yang mempunyai pH yang lebih tinggi berkisar
antara 6,8-7, sehingga menyebabkan bakteri sangat mudah tumbuh dan
berkembang baik pada keadaan basa tersebut. Dengan pemberian penambahan
madu yang besifat asam pada konsentrasi tertentu kedalam susu pasteurisasi,
maka diasumsikan dapat menghambat pertumbuhan bahkan mematikan bakteri-
bakteri yang dapat mempercepat proses pembusukan pada susu tersebut dan
bersifat patogen yang dapat membahayakan kesehatan manusia jika dikonsumsi.
Penelitian Molan PC juga membuktikan bahwa madu mempunyai aktivitas
air yang rendah yaitu berkisar antara 0,56-0,62 yang menyebabkan bakteri tidak
dapat tumbuh jika diberikan larutan madu akibat adanya aktivitas air yang rendah
pada larutan madu. Untuk menghambat pertumbuhan bakteri Klebsiella
pneumonia yang lebih efektif dan memberikan hasil maksimal maka diberikan
madu dengan konsentrasi 100%.
37
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap penelitian pengaruh
madu terhadap bakteri pada susu pasteurisasi di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Hasil isolasi, pewarnaan Gram dan uji biokimia bakteri, ditemukan jenis
bakteri patogen pada kedua jenis susu pasteurisasi yaitu Klebsiella
pneumonia.
2. Efek madu terhadap Klebsiella pneumonia dengan terbentuknya zona
hambatan pertumbuhan disekitar cakram, mulai terlihat dari konsentrasi
terendah 25%, 50%, 75%, dan terbesar pada konsentrasi 100%.
3. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa, tidak terdapat hubungan yang
signifikan dari pemberian tiap-tiap konsentrasi madu, karena kurangnya
jumlah sampel yang diteliti.
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh madu terhadap
bakteri pada susu pasteurisasi dengan jumlah sampel yang lebih banyak.
38
DAFTAR PUSTAKA
Aldeberg E.A. Jawetz E. Melnick J.L. 1986. Mikrobiologi untuk Profesi
kesehatan Edisi 16. Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran.
Aldifet Chatim, Suharto. 1994. Sterilisasi dan Disinfeksi. Mikrobiologi
kedokteran Edisi Revisi. Jakarta : Binarupa Aksara.
Ambarwati, Yeni Kristanti. 2004. Pengaruh Penambahan Madu Dan Lama
Penyimpanan Terhadap Total Bakteri Dan Daya Terima Susu
Pasteurisasi. Undergraduate Thesis, Diponegoro University.
http://eprints.undip.ac.id/10356/. 12 Oktober 2010 pukul 17.15.
Anonimous. 2001. Materi Penyuluhan Bagi Perusahaan Makanan Industri
Rumah Tangga. Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Sleman. Sleman.
Badan POM RI, 2008. Pengujian Mikrobiologi Pangan. Vol. 9, No. 2.
http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Info%20POM/
0208.pdf. 12 Oktober 2010 pukul 16.38
Balia L. Roostita, Harlia Ellin, dkk., 2009. Jumlah Bakteri Total Dan Koliform
Pada Susu Segar Peternakan Sapi Perah Rakyat Dan Susu Pasteurisasi
Tanpa Kemasan Di Pedagang Kaki Lima. Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran.
http://etd.eprints.ums.ac.id/4277/2/A420050040.pdf. 12 Oktober 2010
pukul 16.55.
Bonang G. dan E.S. Koeswardono. 1982. Mikrobiologi Kedokteran untuk
Laboratorium dan Klinik. Jakarta : PT Gramedia.
Brooks G.F., Butel J.S., & Morse S.A.. 2007. Jawetz, Melnick & Adelberg’s
Medical Micobiology 24th edition. New York : The McGraw-Hill
companies,Inc.
Chatib W. Usman. 1994. Kokus Positif Gram. Mikrobiologi Kedokgteran Edisi
revisi. Jakarta : Binarupa Aksara.
Dinarta Adra, 2009. Sanitasi Penyehatan Makanan Sebagai Pengahalau
Keracunan Makanan. http://ardanews.blogspot.com/2009/01/sanitasi-
penyehatan-makanan-sebagai.html 01 November 2010 pukul 10.05
Dwi Prasetyo, Agung. 2007. Uji Most Probable Number (Mpn) Coliform Pada
Pengelolaan Air MPSDH “Tirto Darmo” di Desa Genilangit Poncol
Magetan. Akademi Analis Farmasi Dan Makanan (Akafarma) Sunan Giri
Ponorogo.
http://agunggenilangit.blogspot.com/2009/09/uji-most-probable-number-
mpn coliform.html. 12 oktober 2010 pukul 17.08
39
Hariyadi, P. (Ed),. 2000. Dasar-dasar Teori dan Praktek Proses Termal. Pusat
Studi Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Iswahanik. 2001. Pengaruh penambahan madu (honey bee) terhadap umur
simpan susu skim (skim milk) dan susu penuh (whole milk) pasteurisasi.
Institut Pertanian Bogor.
http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/17842/2/F01ISW_abstract.
pdf. 12 oktober 2010 pukul 16.35.
Jarvis M.D.D.C. 1995. Pengobatan Tradisional Dengan Madu dan Apel /
Folk Medicine, Pionir Jaya, Bandung.
Joso Suharno. 1994. Kokus Negatif Gram. Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi.
Jakarta : Binarupa Aksara.
Karsinah, Lucky H.M., dkk., 1994. Batang Negatif Gram. Mikrobiologi
kedokteran Edisi Revisi Jakarta : Binarupa Aksara.
Khusniati, T. 2000. Populasi dan Identifikasi Bakteri Perusak Susu Pasteurisasi
yang Disimpan. Prosiding Vol. II. Seminar Nasional Industri Pangan.
http://digilib.biologi.lipi.go.id/view.html?idm=33851. 12 oktober 2010
pukul 17.00
Kristanti Ambarwati, Yeni. 2004. Pengaruh Penambahan Madu Dan Lama
Penyimpanan Terhadap Total Bakteri Dan Daya Terima Susu
Pasteurisasi.
http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4&idx=2091. 12
oktober 2010 pukul 17.10
Molan PC. 1995. The Antibacterial Properties of honey. Chem in New Zealand.
Molan, PC. 1996. Honey for the treatment of Infections, university of Waikato,
New Zealand.
Molan, PC. 2001. Honey as a Tropical Antibacterial Ageny for Treatmant of
Infected Wound. Departement of Biological Sciences, University of
Waikato New Zealand.
Presscott, Lnsing M. 2005. Microbiology / Lansing M. Prescott Jhon P. Harley,
Donald a. klein. 6th
ed. Mc. Graw Hill Donation.
Purbaya, J. R.,. 2002. Mengenal dan Memanfaatkan Khasiat Madu Alami. Pionir
Jaya : Bandung.
Puspitasari, Ika. 2007. Rahasia sehat madu. Jogjakarta : B-First (PT. Bentang
Pustaka)
40
Rahim, A. Lintong M, dkk., 1994. Batang Positif Gram. Mikrobiologi
Keedokteran Edisi Revisi. Jakarta : Binarupa Aksara.
Rombaut, R. 2005. Dairy Microbiology and Starter Cultures. Laboratory of Food
Technology and Engineering. Gent University. Belgium.
Sarwono, B. 2001. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Lebah Madu,
Agromedia Pustaka, Tangerang.
Siagian, Albiner. 2002. Mikroba Patogen Pada Makanan Dan Sumber
Pencemarannya. FKM USU. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-
albiner3.pdf. 12 oktober 2010 pukul 16.38
Soekidjo, N. 2005. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : PT Rineka cipta.
Srikandi fardiaz. 1993. Mikrobioplogi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama
Jakarta.
Sulistiani Ratna. 2009. Pengaruh Madu Sumbawa terhadap pertumbuhan
Pseudomonas aeruginosa Seacar Invitro. 01.203.4654 (27/09).
Suranto, A. 2004. Khasiat dan Manfaat Madu Herbal. Agromedia Pustaka,
Tangerang.
Teguh Wiryawan, Danny. 2008. Efek Madu Sebagai Hepatoprotektor Terhadap
Kerusakan Struktur Histologis Hepar Mencit Yang Diinduksi
Parasetamol. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Tortora, Funke an Case. 2001. Microbiology seventh edition. USA : Addison
Wesley longmen.
Utomo, panji. 2006. Hubungan Lama Penyimpanan Denganjumlah Bakteri
Coliform Susu Sapi Siap Minum Berdasar Standar Nasional Indonesia.
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/21300/1/Panji.pdf 12 Oktober 2010 pukul 17.05.
Yuny Isnaeny, Fatma. 2009. Total Bakteri Dan Bakteri Coliform Pada Susu Segar
Dan Susu Pasteurisasi Hasil Peternakan Sapi Perah. Fakultas Keguruan
Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Zabirna Dwisaputri, Nina. 2009. Uji Potensi Antibakteri Madu dai Lebah Apis
mellifera terhadap Pseudomonas aeruginosa invitro. Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
41
LAMPIRAN 1
Gambar-gambar penelitian
Gambar 6. Tabung reaksi yang berisi larutan kaldu laktosa pada uji metode MPN
Gambar 7. Tabung reaksi yang berisi BGLB pada uji MPN (confirm test)
42
Gambar 6. Tabung reaksi yang berisi BGLB pada uji MPN (complete test)
Gambar 8. Sediaan larutan madu dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%, 100% dan
kontrol (aquades)
43
LAMPIRAN 2
Hasil Perhitungan Kruskal Wallis
Kruskal Wallis susu pasteruisasi pertama
Hasil percoban pertama
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
coba1 5 7.60 4.393 0 11
tindakan 5 3.00 1.581 1 5
Ranks
Tindakan N Mean Rank
coba1 Control 1 1.00
madu25% 1 2.00
madu50% 1 3.00
madu75% 1 4.00
madu100% 1 5.00
Total 5
Hasil percobaan kedua
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
coba2 5 7.60 4.393 0 11
Tindakan 5 3.00 1.581 1 5
Test Statisticsa,b
coba1
Chi-Square 4.000
df 4
Asymp. Sig. .406
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: tindakan
44
Ranks
Tindakan N Mean Rank
coba2 Control 1 1.00
madu25% 1 2.00
madu50% 1 3.00
madu75% 1 4.00
madu100% 1 5.00
Total 5
Kruskal Wallis susu pasteurisasi kedua
Hasil percobaan pertama
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
coba1 5 7.60 4.393 0 11
Tindakan 5 3.00 1.581 1 5
Ranks
tindakan N Mean Rank
coba1 kontrol 1 1.00
madu25% 1 2.00
madu50% 1 3.00
madu75% 1 4.00
madu100% 1 5.00
Total 5
Test Statisticsa,b
coba2
Chi-Square 4.000
df 4
Asymp. Sig. .406
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: tindakan
Test Statisticsa,b
coba1
Chi-Square 4.000
df 4
Asymp. Sig. .406
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: tindakan
45
Hasil percobaan kedua
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
coba2 5 5.80 5.495 0 12
tindakan 5 3.00 1.581 1 5
Ranks
tindakan N Mean Rank
coba2 kontrol 1 1.50
madu25% 1 1.50
madu50% 1 3.00
madu75% 1 4.00
madu100% 1 5.00
Total 5
Test Statisticsa,b
coba2
Chi-Square 4.000
Df 4
Asymp. Sig. .406
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: tindakan
Recommended