View
225
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PENGARUH MEDIA TANAM DAN FREKUENSI PENYIRAMAN
TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI TANAMAN KAYU PUTIH
(Melaleucacajuputi)
SKRIPSI
OLEH :
HAULANI AFIFAH
C1L 011 021
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
UNIVERSITAS MATARAM
2016
i
PENGARUH MEDIA TANAM DAN FREKUENSI PENYIRAMAN TERHADAP
PERTUMBUHAN SEMAI TANAMAN KAYU PUTIH
(Melaleuca cajuputi)
HAULANI AFIFAH
C1L 011 021
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Program Studi Kehutanan Universitas Mataram
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
UNIVERSITAS MATARAM
2016
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : Pengaruh Media Tanam dan Frekuensi Penyiraman Terhadap
Pertumbuhan Semai Tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi).
Nama Mahasiswa : Haulani Afifah
Nomor Mahasiswa : C1L011021
Program Studi : Kehutanan
Disetujui oleh, Dosen Pembimbing Utama/Penguji,
Ir. Raden Sutriono, MP NIP. 19590421 198603 1 002
Pembimbing Pendamping/Penguji,
Irwan Mahakam Lesmono Aji, S.Hut.,M.For.Sc NIP.19791119 200312 1 001
Dosen Penguji,
Budhy Setiawan, S.Hut.,M.Si NIP. 19770313 200501 1 001
Disahkan, Ketua Program Studi Kehutanan
Dr. Sitti Latifah, S.Hut., M.Sc.F NIP. 19720923 199512 2 001
Tanggal Penyetujuan :
iii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, atas limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Media Tanam dan Frekuensi Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Semai Tanaman
Kayu Putih (Melaleuca cajuputi)”.
Di samping itu, tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih yang
tulus penulis haturkan kepada :
1. Ayah dan Ibu tercinta
2. Bapak Ir. Raden Sutriono,MP selaku Pembimbing Utama
3. Bapak Irwan Mahakam Lesmono Aji, S.Hut., M.For.Sc selaku Pembimbing Pendamping.
4. Bapak Budhy Setiawan, S.Hut., M.Si selaku Dosen Penguji.
5. Ibu Dr. Sitti Latifah, S.Hut., M.Sc.F selaku ketua Program Studi Kehutanan.
6. Surya, Arinja, Olyn, Zelly, dan saudara saudariforester ’11 Program Studi Kehutanan
Universitas Mataram.
7. Saudara saudari terkasih yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan pada skripsiini, untuk itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi. Semoga
skripsiini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Mataram, 2016
Penulis
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Pengaruh Media Tanam dan
Frekuensi Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Semai Tanaman Kayu Putih (Melaleuca
cajuputi)” adalah karya saya sendiri, dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah
digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
© Haulani Afifah
v
PENGARUH MEDIA TANAM DAN FREKUENSI PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI TANAMAN KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi)
Haulani Afifah 1), Ir. Raden Sutriono, MP 2), dan Irwan Mahakam Lesmono Aji, S.Hut.,
M.For., Sc 3) 1) Mahasiswa, 2) Dosen Pembimbing Utama, dan 3) Dosen Pembimbing Pendamping
Program Studi Kehutanan Universitas Mataram
RANGKUMAN
Melaleuca cajuputi atau yang lebih dikenal dengan nama kayu putih merupakan
jenis dari famili Myrtaceae dengan habitus pohon yang mencapai tinggi ± 10 meter,
dimana tanaman ini termasuk dalam tanaman fast growing. Pada umumnya, kayu
putih dimanfaatkan oleh industri minyak atsiri baik dalam skala rumah tangga maupun
skala besar. Tanaman ini kaya akan minyak atsiri yang sangat penting untuk
farmakologi atau obat-obatan karena mengandung senyawa pokok berupa 1,8 cineol
yang tinggi. Selain itu, tanaman ini cukup potensial digunakan untuk kegiatan
rehabilitasi lahan. Tujuan dari penelitian ini yaitu : 1) mengetahui pengaruh media
tanam terhadap pertumbuhan semai tanaman kayu putih, 2) mengetahui pengaruh
frekuensi penyiraman terhadap pertumbuhan semai tanaman kayu putih, dan 3)
mengetahui pengaruh kombinasi antara media tanam dan frekuensi penyiraman
terhadap pertumbuhan semai tanaman kayu putih.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode eksperimental
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial, yang terdiri dari 2 faktor
perlakuan. Perlakuan pertama yaitu media tanam (M) yang terdiri dari 4 aras dan
perlakuan kedua yaitu frekuensi penyiraman (P) yang terdiri dari 3 aras. Dimana dari
hasil kombinasi keduanya dihasilkan 12 kombinasi, yang selanjutnya diulang masing-
masing sebanyak 3 kali, sehingga total pot percobaan berjumlah 36. Adapun parameter
pertumbuhan tanaman yang diamati berupa tinggi tanaman, jumlah daun, diameter
batang, kekokohan batang, dan berat berangkasan kering tanaman. Selanjutnya,
dilakukan analisis terhadap tiap parameter menggunakan analisis sidik ragam (anova)
pada taraf uji 5%. Jika terdapat perbedaan yang nyata, maka dilakukan uji lanjutan
Duncan pada taraf uji 5%.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu media tanam memberikan
pengaruh nyata kepada seluruh parameter pertumbuhan, frekuensi penyiraman tidak
vi
memberikan pengaruh beda nyata terhadap seluruh parameter pertumbuhan, dan
kombinasi antara media tanam dan frekuensi penyiraman hanya berpengaruh nyata
pada paremeter kekokohan batang.
Kata kunci : Kayu putih (Melaleuca cajuputi), media tanam, dan frekuensi
penyiraman.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ............................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ iv
RANGKUMAN .......................................................................................... v
DAFTAR ISI ............................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 5
1.5 Hipotesa Penelitian ................................................................................ 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 7
2.1Deskripsi Tanaman Kayu Putih ............................................................... 7
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Kayu Putih ................................................... 7
2.1.2 Karakteristik Tanaman Kayu Putih................................................ 7
2.1.3 Syarat Tumbuh Tanaman Kayu Putih ............................................ 8
2.1.4 Sebaran Tumbuh Tanaman Kayu Putih ......................................... 10
2.2 Teknik Perbanyakan Tanaman Kayu Putih .............................................. 10
2.2.1 Perbanyakan Tanaman Secara Generatif ....................................... 10
viii
2.2.2 Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif ........................................ 11
2.3 Hama dan Penyakit Pada Tanaman Kayu Putih ....................................... 12
2.3.1 Hama ............................................................................................ 12
2.3.2 Penyakit Dumping Off .................................................................. 12
2.4 Manfaat Tanaman Kayu Putih ................................................................ 14
2.5 Media Tumbuh ....................................................................................... 15
2.5.1 Media Pasir ................................................................................... 16
2.5.2 Media Tanah ................................................................................. 16
2.5.3 Media Kompos ............................................................................. 18
2.5.4 Media Pupuk Kandang .................................................................. 19
2.6 Penyiraman ............................................................................................. 20
BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................... 21
3.1 Metode Penelitian ................................................................................... 21
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 21
3.3 Alat dan Bahan Penelitian ....................................................................... 21
3.3.1 Alat ............................................................................................... 21
3.3.2 Bahan ........................................................................................... 22
3.4 Rancangan Penelitian.............................................................................. 22
3.5 Prosedur Kerja ........................................................................................ 24
3.5.1 Persiapan ...................................................................................... 24
3.5.2 Pelaksanaan .................................................................................. 26
3.6 Parameter Pengamatan Penelitian ........................................................... 27
3.7 Analisis Data .......................................................................................... 28
ix
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 29
4.1 Hasil Analisis Tanah ................................................................................ 29
4.2 Analisis Pertumbuhan Tanaman ............................................................... 29
4.2.1 Tinggi Tanaman ............................................................................. 34
4.2.2 Jumlah Daun .................................................................................. 38
4.2.3 Diameter Batang ............................................................................ 42
4.2.4 Kekokohan Batang ......................................................................... 45
4.2.5 Berat Berangkasan Kering ............................................................. 49
BAB V. PENUTUP ..................................................................................... 53
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 53
5.2 Saran ...................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
Tabel 3.1Faktor-Faktor Dalam Penelitian .......................................................... 23
Tabel 3.2 Kombinasi Perlakuan ......................................................................... 23
Tabel 4.1 Data Hasil Analisis Tanah ............................................................. 29
Tabel 4.2 Hasil Analisis Pertumbuhan Tanaman ........................................... 33
Tabel 4.3 Hasil Uji Duncan Taraf 5% Terhadap Perlakuan Media Tanam
Pada Parameter Tinggi Tanaman .................................................. 34
Tabel 4.4 Hasil Uji Duncan Taraf 5% Terhadap PerlakuanMedia Tanam
Pada Parameter Jumlah Daun ....................................................... 38
Tabel 4.5 Hasil Uji Duncan Taraf 5% Terhadap Perlakuan Media Tanam
Pada Parameter Diameter Batang .................................................. 42
Tabel 4.6 Hasil Uji Duncn Taraf 5% Terhadap Perlakuan Media Tanam
Pada Parameter Kekokohan Batang .............................................. 45
Tabel 4.7 Hasil Uji Duncn Taraf 5% Terhadap Perlakuan Media Tanam
Pada Parameter Berat Berangkasan Kering ................................... 49
xi
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
Gambar 2.1 Struktur Kimia 1,8 cineol ...................................................................... 15
Gambar 3.1Desain Penempatan Pot Percobaan ......................................................... 24
Gambar 4.1 Rata-Rata Pertumbuhan Tinggi Tanaman Pada Tiap Perlakuan
Media Tanam ........................................................................................ 35
Gambar 4.2 Rata-Rata Pertumbuhan Tinggi Tanaman Pada Tiap Perlakuan
Frekuensi Penyiraman........................................................................... 37
Gambar 4.3 Rata-Rata Pertumbuhan Jumlah Daun Pada Tiap Perlakuan
Media Tanam ....................................................................................... 39
Gambar 4.4 Rata-Rata Pertumbuhan Jumlah Daun Pada Tiap Perlakuan
Frekuensi Penyiraman .......................................................................... 41
Gambar 4.5 Rata-Rata Pertumbuhan Diameter Batang Pada Tiap Perlakuan
Media Tanam ........................................................................................ 42
Gambar4.6 Rata-rata Pertumbuhan Diameter Batang Pada Tiap Perlakuan
Frekuensi Penyiraman .......................................................................... 44
Gambar 4.7 Rata-Rata Kekokohan Batang Pada Tiap Perlakuan Media Tanam ........ 46
Gambar 4.8 Rata-rata Kekokohan Batang Pada Tiap Perlakuan Frekuensi
Penyiraman ........................................................................................... 47
Gambar 4.9 Rata-rata Berat Berangkasan Kering Pada Tiap Perlakuan
Media Tanam ..................................................................................... 49
Gambar 4.10 Rata-Rata Berat Berangkasan Kering Pada Tiap Perlakuan
Frekuensi Penyiraman ......................................................................... 51
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
Lampiran 1 Hasil Analisis Sidik Ragam (Anova) ..................................................... 60
Lampiran 2 Hasil Analisis Tanah .............................................................................. 62
Lampiran 3 Pertumbuhan Tinggi Batang Tanaman Kayu Putih
(Melaleuca cajuputi) .............................................................................. 63
Lampiran 4 Pertumbuhan Jumlah Daun Tanaman Kayu Putih
(Melaleuca cajuputi) .............................................................................. 64
Lampiran 5 Pertumbuhan Diameter Batang Tanaman Kayu Putih
(Melaleuca cajuputi) .............................................................................. 65
Lampiran 6 Nilai Kekokohan Batang Tanaman Kayu Putih
(Melaleuca cajuputi) .............................................................................. 66
Lampiran 7 Berat Berangkasan Kering Tanaman Kayu Putih
(Melaleuca cajuputi) ............................................................................. 67
Lampiran 8 Foto Kegiatan Penelitian ........................................................................ 68
Lampiran 9 Hasil Anova dan Uji Lanjut Pada Semua Parameter Pengamatan ........... 70
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Melaleuca cajuputi atau yang lebih dikenal dengan nama kayu putih
merupakan jenis dari famili Myrtaceae dengan habitus berupa pohon yang
mencapai tinggi ± 10 m (Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS)
Pemali Jratun, 2010). Sementara itu, Doran et al. (1998, dalam Kartikawati et
al., 2014) menyebutkan bahwa, kayu putih sebagai pohon dengan tinggi
mencapai ± 30 meter. Tanaman ini dapat tumbuh secara alami di Kepulauan
Maluku, Pulau Timor, serta Australia bagian Barat Daya dan Utara.
Sementara di Pulau Jawa, tanaman ini tumbuh sebagai hutan tanaman yang
dikelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
(Susanto, 1998).
Di Indonesia, tanaman kayu putih telah banyak dimanfaatkan oleh
industri minyak atsiri baik dalam skala rumah tangga maupun skala besar.
Tanaman ini kaya akan minyak atsiri yang sangat penting untuk farmakologi
atau obat-obatan karena mengandung senyawa pokok berupa 1,8 cineol yang
tinggi (Doran et al., 1997 dalam Kartikawati et al., 2014). Menurut Winara et
al. (2012), diketahui bahwa kadar cineol dari kandungan minyak atsiri
tanaman kayu putih dari jenis yang berada di Taman Nasional Wasur Papua
mencapai 80 %. Hal ini menunjukkan kelas mutu minyak kayu putih tersebut
termasuk dalam kelas mutu U (utama), sesuai ketetapan Standar Nasional
Indonesia (SNI).
2
Selain itu, tanaman ini cukup potensial untuk upaya rehabilitasi lahan,
seperti menunjang usaha konservasi lahan dan pemanfaatan lahan marginal
menjadi lahan produktif. Upaya pendayagunaan lahan marginal memiliki arti
yang penting dalam usaha memperbaiki lahan yang rusak, sebagai akibat
pembangunan atau kerusakan oleh alam (Kartikawati et al. , 2014). Tanaman
kayu putih dapat digunakan untuk rehabilitasi lahan dikarenakan tanaman ini
termasuk dalam jenis tanaman intoleran, yang artinya tanaman ini tidak tahan
terhadap naungan. Dengan kata lain, tanaman kayu putih sangat
membutuhkan cahaya matahari. Selain itu, tanaman kayu putih merupakan
tanaman cepat tumbuh (fast growing), dimana waktu berkecambahnya
berkisar antara 5-28 hari. Menurut Rimbawanto et al. (2014), tanaman kayu
putih dapat tumbuh baik pada lahan tandus maupun lahan yang kurang subur.
Sampai saat ini, produksi minyak kayu putih di dalam negeri masih
belum memenuhi kebutuhan akibat banyaknya permintaan. Kebutuhan
minyak kayu putih untuk menunjang berbagai kepentingan semakin
meningkat, khususnya pada industri-industri minyak atsiri. Hingga kini, luas
lahan tanaman kayu putih di Indonesia telah mencapai lebih dari 248.756 ha,
yang sebagian besar berada di wilayah Perum Perhutani di Jawa. Menurut
data dari Balai Pengelolaan Hasil Hutan dan Perkebunan Dinas Kehutanan
dan Perkebunan (Dishutbun) Yogyakarta (2005, dalam Kartikawati et al.,
2014), diketahui bahwa sejak tahun 2002 Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Daerah Istimewa Yogyakarta memasok ± 40.000 liter, atau setara dengan 36
ton minyak kayu putih setiap tahun dari luas lahan ± 4.000 ha. Selanjutnya
3
Sunanto (2003) menyebutkan bahwa, produksi tahunan minyak kayu putih
Perum Perhutani di Jawa sebesar 300 ton. Sementara itu, di Kepulauan
Ambon, produksi tahunan minyak kayu putih mencapai 90 ton/tahun, dengan
bahan baku yang berasal dari hutan alam (Gunn et al., 1997 dalam
Kartikawati et al., 2014). Adapun menurut informasi dari industri pengepakan
minyak kayu putih/industri farmasi, kebutuhan minyak kayu putih dalam
negeri mencapai 1.500 ton/tahun, sementara suplai tahunannya hanya sebesar
≥ 400 ton/tahun. Maka dari itu, untuk memenuhi kebutuhannya, industri
farmasi mengimpor produk komplementer berupa minyak eucalyptus dari
Negara Cina (Kartikawati dan Rimbawanto, 2014). Sementara itu, harga
minyak kayu putih pada tahun 2014 mencapai Rp 211.000/liter. Jadi jika
Indonesia mampu memproduksi minyak kayu putih sebesar 1.500 ton/tahun,
maka potensi nilai produksi dari minyak kayu putih yang didapatkan
mencapai ±Rp 351 milyar. Selain di Indonesia, minyak kayu putih juga
diproduksi oleh negara Vietnam dengan jumlah produksi hanya 100
ton/tahun.
Sejalan dengan hal tersebut, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)
sebagai poros pengelolaan hutan sekarang ini khususnya di Nusa Tenggara
Barat telah banyak memanfaatkan tanaman kayu putih. Tanaman ini dipilih
dengan harapan mampu memperbaiki lahan-lahan kritis, meningkatkan
perekonomian masyarakat khususnya masyarakat sekitar hutan yang
kemudian secara tidak langsung mampu mengurangi laju deforestasi dan
degradasi lahan. Selain itu, dalam rangka pembangunan KPH, budidaya
4
tanaman kayu putih mampu menjadi bisnis mandiri KPH sehingga nantinya
diharapkan selain tercapainya KPH mandiri juga pemenuhan kebutuhan
minyak kayu putih dalam negeri dapat tercapai.
Dari uraian tersebut di atas, terdapat peluang yang besar dalam
melakukan pengembangan tanaman kayu putih. Terlepas dari peluang
tersebut, terdapat berbagai kendala khususnya kendala teknis dalam
melakukan pembudidayaan tanaman kayu putih. Dalam melakukan kegiatan
persemaian tanaman kayu putih, dibutuhkan kehati-hatian yang tinggi, mulai
dari fase penyemaian, penyapihan, hingga pemindahan ke lapangan.
Selanjutnya, dari beberapa literatur, pembahasan mengenai pembudidayaan
tanaman kayu putih belum diulas secara komperhensif.Selain itu, penelitian
tentang tanaman kayu putih yang lebih fokus membahas teknik budidaya
masih belum banyak dilakukan.
Bertolak dari uaraian di atas dan dalam rangka memperkaya informasi
mengenai budidaya tanaman kayu putih, maka penting untuk dilakukan
penelitian tentang budidaya tanaman kayu putih yang berjudul “Pengaruh
Media Tanam dan Frekuensi Penyiraman Terhadap Pertumbuhan
Semai Tanaman Kayu Putih”.
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang di angkat
dalam penelitian ini adalah :
a. Apakah terdapat pengaruh media tanam terhadap pertumbuhan semai
tanaman kayu putih?
b. Apakah terdapat pengaruh frekuensi penyiraman terhadap pertumbuhan
semai tanaman kayu putih?
c. Apakah terdapat interaksi antara jenis media tanam dan frekuensi
penyiraman terhadap pertumbuhan semai tanaman kayu putih?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a. Mengetahui pengaruh media tanam terhadap pertumbuhan semai tanaman
kayu putih.
b. Mengetahui pengaruh frekuensi penyiraman terhadap pertumbuhan semai
tanaman kayu putih.
c. Mengetahui jenis interaksi antara media tanam dan frekuensi penyiraman
terhadap pertumbuhan semai tanaman kayu putih.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapaun manfaat penelitian ini adalah :
1. Memperkaya khasanah informasi mengenai budidaya tanaman kayu putih.
2. Bermanfaat bagi petani, instansi ataupun pihak-pihak yang sedang ataupun
merencanakan pembangunan persemaian kayu putih.
6
1.5 Hipotesa
Adapun hipotesa yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah :
1. H0= Media tanam tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan semai
tanaman kayu putih.
2. H1= Media tanam berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan semai
tanaman kayu putih.
3. H0= Frekuensi penyiraman tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
semai tanaman kayu putih.
4. H1= Frekuensi penyiraman berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
semai tanaman kayu putih.
5. H0= Tidak terdapat interaksi antara media tanam dan frekuensi penyiraman
yang berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan semai tanaman kayu putih.
6. H1= Terdapat interaksi antara media tanam dan frekuensi penyiraman yang
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan semai tanaman kayu putih.
7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Tanaman Kayu Putih
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Kayu Putih
Menurut Craven dan Barlow (1997, dalam Kartikawati et al., 2014),
klasifikasi tumbuhan kayu putih adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Melaleuca
Spesies : Melaleuca cajuputi
2.1.2 Karakteristik Tanaman Kayu Putih
Tanaman kayu putih merupakan jenih tanaman dengan habitus pohon, yang
mencapai tinggi ± 10 m. Batang berkayu, berbentuk bulat, kulit batang mudah
mengelupas, serta warna batang kuning kecokelatan. Sementara itu, daun kayu
putih merupakan daun tunggal, berbentuk lanset (lancip), ujung dan pangkal daun
meruncing, tepi daun rata, permukaan daun berbulu, pertulangan daun sejajar serta
warna daun hijau. Tanaman kayu putih memiliki bunga majemuk, berbentuk bulir
dengan panjang 7 - 8 cm, mahkota bunga terdiri 5 helai, dan memiliki bunga
berwarna putih (BPDAS Pemali Jratun, 2010).
8
Doran et al. (1998, dalam Kartikawati et al., 2014) mendeskripsikan, kayu
putih sebagai pohon dengan tinggi ± 30 m. Dalam keadaan tertentu
pertumbuhannya dapat berkurang sehingga pohon ini tumbuh menjadi belukar
dengan cabang yang banyak. Di wilayah Australia, kayu putih dapat mencapai
tinggi lebih dari 40 m dan diameter batang 1,2 m. Batang kayu putih berwarna
abu-abu sampai putih seperti kertas, dengan pucuk pohon berwarna agak
keperakan. Sementara itu, daun kayu putih berwarna hijau, tidak mengkilap, tepi
daun rata, umumnya panjang daun antara 5-10 cm dan lebar 1-4 cm serta daunnya
berbulu. Pada tiap helaian daun terdapat 5–7 tulang daun dengan panjang 3–11
mm. Perbungaan tanaman kayu putih berbentuk bulir dan banyak terdapat pada
ujung ranting maupun ketiak daunnya. Bunga pohon kayu putih bersifat biseksual,
serta kelopak dan mahkota bunganya kecil. Buah kayu putih berbentuk kapsul dan
bertipe dehiscent, yaitu mempunyai kulit buah yang kering dan akan terbuka
ketika mencapai kemasakan untuk melepaskan biji-biji yang ada di dalamnya.
2.1.3 Syarat Tumbuh Kayu Putih
Syarat tumbuh tanaman kayu putih yang meliputi faktor lokasi, faktor tanah
dan faktor iklim adalah sebagai berikut (Sunanto, 2003) :
a. Faktor Lokasi
Tanaman kayu putih dapat tumbuh dengan baik hampir diseluruh
wilayah Asia Tenggara, yakni di daerah dataran rendah dan rawa-rawa yang
mempunyai ketinggian tempat kurang dari 400 m di atas permukaan laut (dpl).
Sementara itu, di daerah pegunungan tanaman ini jarang ditemukan.
9
b. Faktor Tanah
Tanaman kayu putih tidak membutuhkan kondisi tanah yang khusus.
Tanaman ini dapat tumbuh pada tanah-tanah liat ataupun berpasir, bahkan di
tanah yang berkapur. Tanaman kayu putih dapat tumbuh dengan baik pada
tanah yang kering, bahkan merupakan salah satu tanaman yang dapat tumbuh
baik pada tanah yang terlalu jelek untuk tanaman jati. Pada tanah yang sering
tergenang air, tanaman ini dapat bertahan hidup, namun tidak tahan pada tanah
yang bereaksi sangat asam. Tanaman kayu putih tahan terhadap panas atau
kebakaran, dan dapat berkembang biak dengan tunas akar, sehingga memiliki
daya hidup yang tinggi.
c. Faktor Iklim
Tanaman kayu putih membutuhkan temperatur atau suhu udara yang
panas, sehingga dibutuhkan cahaya matahari penuh pada siang hari. Oleh
karena itu, tanaman ini dapat tumbuh dengan baik jika tidak ternaungi oleh
pohon-pohon lainnya. Hardjowigeno (2007) menyebutkan, suhu udara yang
sesuai utuk tanaman kayu putih yaitu antara 21–35°C. Sementara itu, curah
hujan tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan tanaman kayu putih. Tanaman
ini dapat tumbuh di daerah yang memiliki curah hujan tinggi maupun daerah
dengan curah hujan rendah.
Sementara itu, Rimbawanto et al. (2014) menyebutkan tanaman kayu
putih tidak mempunyai syarat tumbuh yang spesifik. Tanaman ini dapat tumbuh
baik pada ketinggian 5-400 m dpl, dengan curah hujan 1.300 – 1.750 mm/tahun.
Selanjutnya, peneliti menyebutkan bahwa, tanaman kayu putih merupakan
10
tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada lahan tandus maupun lahan yang
kurang subur.
2.1.4 Sebaran Tumbuh Tanaman Kayu Putih
Sebaran alami tanaman kayu putih berkisar di 12° 00' 00'' LU - 18° 00' 00''
LS, dengan daerah sebaran di Kepulauan Maluku, Pulau Timor, Semenanjung
Malaya, serta Australia bagian Utara dan Barat Daya. Di Indonesia, tanaman kayu
putih tumbuh secara alami di daerah Maluku (Pulau Buru, Pulau Seram, Pulau
Ambon dan Pulau Nusa Laut), Sumatera Selatan (sepanjang Sungai Musi dan
Palembang), Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Bali dan Irian Jaya.
Sedangkan di Jawa Tengah (Solo dan Yogyakarta), Jawa Barat (Banten, Bogor,
Sukabumi, Purwakarta, Indramayu, Kuningan, Garut, Tasikmalaya, Ciamis dan
Majalengka), dan Jawa Timur (Ponorogo, Madiun dan Kediri) dikembangkan
sebagai hutan usaha (Maarthen, 1998 dalam Napirah dan Irmayani, 2012).
2.2 Teknik Perbanyakan Tanaman Kayu Putih
2.2.1 Perbanyakan Tanaman Secara Generatif
Teknik perbanyakan tanaman kayu putih dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu secara generatif dan vegetatif. Secara generatif, perbanyakan dilakukan
dengan biji. Biji yang dipanen sebaiknya berasal dari pohon induk yang bagus dan
dipanen ketika masa puncak pembuahan. Musim berbunga dan berbuah sangat
bervariasi antar lokasi dan waktu. Di Gunungkidul, Yogyakarta, puncak
pembungaan dan pembuahan terjadi pada bulan Februari (Kartikawati et al.,
2014). Selanjutnya, dari penelitian yang dilakukan Baskorowati et al. (2008)
11
menyebutkan bahwa, waktu perbungaan tanaman kayu putih pada kebun benih
Paliyan Gunungkidul, yaitu pada bulan Februari-Mei dengan puncak perbungaan
terjadi pada bulan Maret, serta pemanenan buah yang tepat dilakukan pada bulan
Juli - Agustus. Biji kayu putih terbungkus dalam kapsul-kapsul, dimana dalam
setiap kapsul terdapat kurang lebih 10 - 30 biji. Dikarenakan benih kayu putih
berukuran sangat kecil dan halus, maka dalam proses penaburannya perlu
dilakukan perlakuan khusus, yaitu mencampur biji dengan pasir yang telah
disterilkan (disangrai) terlebih dahulu agar benih tidak mudah terbang apabila
tertiup angin (Kartikawati et al., 2014).
2.2.2 Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif
Perbanyakan tanaman kayu putih secara vegetatif dapat dilakukan dengan
cara stek pucuk. Teknik perbanyakan dengan stek pucuk pada kayu putih
dilakukan dengan memanfaatkan tunas-tunas muda. Tanaman kayu putih
memiliki kemampuan bertunas yang bagus, sehingga untuk menumbuhkan tunas-
tunas muda dapat dilakukan dengan mudah. Tunas yang masih muda dipotong
kurang lebih sepanjang 10 cm, kemudian diberi hormon IBA (Indole Butyric
Acid) pada bagian pangkal tunas untuk merangsang terbentuknya akar pada stek.
Selanjutnya ditanam pada bak plastik dengan media tanam berupa pasir halus dan
ditutup dengan sungkup. Stek pucuk yang berhasil tumbuh akan menampakkan
kondisi stek yang masih segar (tidak layu) dan muncul tunas baru (Kartikawati et
al., 2014).
Sementara itu, menurut Sunanto (2003), pengembangan tanaman kayu
putih secara vegetatif dapat dilakukan dengan tunas akar. Salah satu karakteristik
12
perakaran tanaman kayu putih adalah dapat menumbuhkan tunas-tunas akar yang
dapat digunakan sebagai bibit tanaman. tunas akar dapat diambil dengan cara
memotong akar yang ditumbuhi tunas di dua tempat, masing-masing sekitar 10
cm dari pangkal tunas akar. Untuk sementara, tunas akar tersebut ditanam pada
polibag yang berukuran agak besar yang telah diisi dengan media tanam berupa
campuran tanah gembur dan pupuk kandang, disiram dengan air secukupnya, dan
disimpan di tempat yang teduh. Sekitar dua bulan kemudian, jika bibit tanaman
kayu putih menampakkan tanda-tanda dapat hidup (batang dan daun tampak
segar, bahkan sudah mulai ditumbuhi daun-daun muda), bibit siap dipindahkan ke
lapangan.
2.3 Hama dan Penyakit Pada Tanaman Kayu Putih
2.3.1 Hama
Hama yang sering menyerang tanaman kayu putih yaitu rayap
(Macrotermes gilvus). Hama ini hanya menyerang tanaman kayu putih yang
masih muda (umur tanaman kurang dari 10 bulan). Pada umumnya, rayap
menyerang bahan-bahan mati dan tanaman-tanaman muda yang mengalami
kerusakan atau tidak sehat, bahkan seringkali menyerang tanaman yang sehat jika
tidak ada pilihan bahan makanan lainnya. Rayap menyerang tanaman kayu putih
pada bagian perakaran sehingga tanaman mati (Sunanto, 2003).
2.3.2 Penyakit Dumping Off
Benih yang telah berhasil berkecambah seringkali tidak dapat berkembang
menjadi bibit karena serangan busuk atau lodoh batang yang disebabkan oleh
13
berbagai jamur yang berkembang dalam tanah. Setelah semai berkembang
menjadi bibit, berbagai macam penyakit juga dapat menyerang akar, batang atau
daun. Dengan demikian, sebagian semai yang berhasil muncul di atas tanah dan
bibit yang dihasilkan tidak selalu dapat dipakai sebagai bahan tanaman, karena
kondisinya tidak menguntungkan untuk ditanam di lapangan. Gangguan penyakit
yang disebabkan oleh faktor biotik yang umumnya terjadi di persemaian adalah
rebah semai (dumping off) (Siregar, 2005).
Penyakit semai (dumping off) atau rebah semai sering timbul pada
tanaman-tanaman yang masih muda, pangkal batang belum berkayu serta tanaman
masih dalam fase semai. Gejala yang dapat dilihat berupa munculnya bercak hijau
dan daun-daun layu dengan segera. Sering pula batang semai yang terserang akan
menjadi patah. Jika keadaan membantu pertumbuhan jamur, maka jamur akan
berkembang di permukaan tanah, membentuk suatu lapisan yang sangat tipis
menyerupai sarang laba-laba dan dapat meluas dengan cepat. Penyebab penyakit
ini adalah jamur Rhizoctonia solani. Untuk meminimalkan terjadinya penyakit ini,
penanganan pada persemaian perlu dilakukan dengan cara mengurangi
kelembaban persemaian dan melakukan penyemprotan fungisida (Semangun
2008).
Siregar (2005) menyebutkan bahwa dumping off umumnya terjadi pada
bibit yang baru saja berkecambah. Penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan
yang hebat, pembusukan, dan bahkan kematian bibit. Gejala serangan penyakit
dumping off dapat dibagi menjadi dua, yaitu kematian yang terjadi sebelum benih
berkecambah dan muncul di permukaan tanah dan kematian yang terjadi setelah
14
benih berkecambah dan muncul di atas permukaan tanah. Penyebab penyakit ini
yaitu beberapa jenis jamur penghuni tanah seperti Phytium sp, Phytopthora sp,
Diplodia sp, Rhizoctonia sp, dan Fusarium sp.
Sejalan dengan hal di atas, Semangun (2006) menyatakan bahwa, dalam
keadaan yang lembab, tumbuhan yang baru saja tumbuh dapat diserang oleh
beberapa macam jamur (misalnya Rhizoctonia sp, Sclerotium sp, Fusarium sp,
Phytium sp, dan Phytopthora sp), menyebabkan pangkal batang busuk dan
tumbuhan akan rebah. Gejala ini disebut sebagai penyakit semai pascatumbuh.
Sementara itu, gejala penyakit semai pratumbuh sering terjadi pada biji yang baru
tumbuh dan belum muncul dari permukaan tanah serta mengalami pembusukan
dengan cepat.
2.4 Manfaat Tanaman Kayu Putih
Menurut Permenhut No. 35 tahun 2007, tanaman kayu putih merupakan
salah satu tanaman hasil hutan bukan kayu (HHBK) dari golongan minyak atsiri.
HHBK merupakan hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk
turunannya dan budidaya yang diberasal dari hutan kecuali kayu (Permenhut No.
35 Tahun 2007).
Di Indonesia, tanaman kayu putih telah banyak dimanfaatkan. Minyak
atsiri sebagai produk dari tanaman kayu putih banyak dimanfaatkan dalam bidang
pharmakologi atau obat-obatan karena mengandung senyawa pokok berupa 1,8
cineol yang tinggi (Doran et al., 1997 dalam Kartikawati et al., 2014). Irvan,
Manday, dan Sasmitra (2015) menyebutkan bahwa, cineol merupakan eter siklik
dengan rumus empiris C10H18O, yang termasuk ke dalam kelompok oksigenasi
15
monoterpen. Dari penelitian yang dilakukan Winara et al. (2012), diketahui
bahwa kadar cineol dari kandungan minyak atsiri tanaman kayu putih dari jenis
yang berada di TN Wasur Papua mencapai 80 %. Hal ini menunjukkan kelas mutu
minyak kayu putih tersebut termasuk dalam kelas mutu U (utama), sesuai
ketetapan Standar Nasional Indonesia (SNI). Selanjutnya, struktur kimia dari 1,8
cineol dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1 Struktur Kimia 1,8 Cineol
Manfaat lain dari tanaman kayu putih yaitu berpotensi untuk upaya
rehabilitasi hutan dan lahan, seperti menunjang usaha konservasi lahan dan
pemanfaatan lahan marginal menjadi lahan produktif. Upaya pendayagunaan
lahan marginal memiliki arti yang penting dalam usaha memperbaiki lahan yang
rusak, sebagai akibat pembangunan atau kerusakan oleh alam (Kartikawati et al. ,
2014).
2.5 Media Tumbuh
Media tumbuh merupakan komponen utama untuk bercocok tanam. Media
tumbuh yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang ingin
ditanam. Secara umum, media tumbuh harus dapat menjaga kelembaban daerah
sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menjamin ketersediaan unsur
hara (Anisa, 2011).
16
Media tumbuh yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, salah
satunya tidak terlalu padat, sehingga dapat membantu pembentukan dan
perkembangan akar tanaman. Selain itu, juga mampu menyimpan air dan unsur
hara secara baik, mempunyai aerase yang baik, tidak menjadi sumber penyakit
serta mudah didapat dengan harga yang relatif murah (Anisa, 2011).
2.5.1 Media Pasir
Pasir merupakan bagian tanah dengan ukuran antara 2-0,2 mm. Pada
umumnya pasir digunakan untuk media campuran karena mudah didapat dan
murah. Pasir ditambahkan ke dalam media tanam untuk meningkatkan porositas
(Harjadi, 1989 dalam Poerwanto, 2003 dalam Hanum, 2010).
Tanah pasir bertekstur kasar, dicirikan adanya ruang pori besar diantara
butir-butirnya. Kondisi ini menyebabkan tanah menjadi berstruktur lepas
(Buckman dan Brody, 1982 dalam Sinulingga dan Darmanti, 2007). Penggunaan
pasir yang dicampur dengan bahan lain bertujuan agar media tersebut mempunyai
aerasi yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Soepardi, 1983
dalam Hanum, 2010). Pasir memiliki kapasitas menahan kelembaban yang sangat
rendah dan kandungan hara rendah. Pasir sangat penting karena dapat
meningkatkan ruang pori dan memperbaiki aerasi tanah (Yushanita, 2007 dalam
Hanum, 2010).
2.5.2 Media Tanah
Tanah merupakan media tanam yang paling umum digunakan sebagai
media tanam, namun masih diperlukan bahan organik sebagai campuran medianya
17
agar tanaman dapat tumbuh dengan baik (Darajat, 2003 dalam Yushanita, 2007
dalam Hanum, 2010).
Hanum (2010) menyebutkan bahwa, jenis tanah dibedakan menjadi dua,
yaitu tanah mineral dan tanah organik. Tanah mineral adalah tanah yang
merupakan hasil pelapukan dari bahan-bahan mineral, sedangkan tanah organik
adalah tanah yang berasal dari hasil pelapukan bahan-bahan organik. Tanah
organik memiliki bahan organik dalam jumlah yang tinggi, misalnya tanah
gambut.
Hardjowigeno (1995, dalam Anisa, 2010) menyatakan, tanah mempunyai
ciri khas dan sifat-sifat yang berbeda-beda antara tanah di suatu tempat dengan
tempat yang lain. Sifat-sifat tanah itu meliputi sifat fisika dan sifat kimia.
Beberapa sifat fisika tanah antara lain tekstur, struktur dan kadar lengas tanah.
Untuk sifat kimia menunjukkan sifat yang dipengaruhi oleh adanya unsur maupun
senyawa yang terdapat di dalam tanah tersebut. Beberapa contoh sifat kimia yaitu
reaksi tanah (pH), kadar bahan organik dan Kapasitas Tukar Kation (KTK).
Tekstur tanah yang baik sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Tanah dengan aerasi, drainase, serta kemampuan menyimpan air maupun unsur
hara, harus memiliki komponen pasir, debu, dan liat yang seimbang. Sehingga
tanaman mampu tumbuh dalam keadaan yang optimal. Faktor lain yang memiliki
kaitan yang erat dengan pertumbuhan tanaman adalah struktur tanah. Pada
struktur tanah terdapat berbagai macam komponen yang dapat mempengaruhi
tumbuhnya suatu tanaman. Tanah mengandung berbagai macam unsur-unsur
makro maupun mikro yang berguna bagi tanaman. Dengan struktur tanah yang
18
mantap (terdapat bahan organik yang cukup, mikroorganisme yang
menguntungkan satu sama lain, dan pori-pori tanah cukup baik), maka aerasi
(pertukaran O2, CO2, maupun gas-gas lainnya di dalam tanah) akan mampu
mencukupi kebutuhan tanaman terhadap unsur-unsur tersebut. Sehingga, tanaman
mampu melakukan proses metabolisme dengan baik. Pertumbuhan tanaman juga
dipengaruhi oleh agregat tanah (daya ikat antara partikel-partikel dalam tanah)
(Daniel et al., 1992 dalam Kurniawan, Bintoro, dan Riniarti, 2014).
2.5.3 Media Kompos
Kompos merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikroba.
Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikrobia
agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Tujuan pemberian
pupuk kompos pada lahan ataupun tanaman adalah untuk : (a) memperbaiki
struktur tanah, (b) meningkatkan kemampuan penampungan air, sehingga tanah
dapat lebih banyak menyediakan air bagi tanaman, (c) memperbaiki drainase dan
tata udara tanah agar suhu tanah dapat lebih stabil, dan (d) meningkatkan daya
ikat tanah terhadap zat hara sehingga tidak mudah tercuci oleh air pengairan
maupun air hujan (Noverita, 2005).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Noverita (2005), pemberian pupuk
kompos berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dan berpengaruh sangat nyata
terhadap diameter batang tanaman. Hal ini disebabkan karena pemberian pupuk
kompos dapat memperbaiki sifat fisik tanah, dimana tanah menjadi gembur serta
aerasi dan drainase tanah menjadi lebih baik. Perbaikan sifat fisik tanah akan
semakin meningkatkan pertumbuhan akar tanaman. Meningkatnya pertumbuhan
19
akar tanaman akan diikuti oleh peningkatan tinggi tanaman, pembentukan jumlah
daun yang semakin banyak, dan pertambahan diameter batang.
2.5.4 Media Pupuk Kandang
Pupuk kandang merupakan campuran dari kotoran padat, air seni, amparan,
dan sisa makanan. Susunan kimia dari pupuk kandang tersebut berbeda dari tiap
tempat tergantung dari macam ternak, umur dan keadaan hewan, sifat dan jumlah
amparan, cara mengurus, dan menyimpan pupuk sebelum dipakai. Jenis kotoran
hewan yang umum digunakan adalah kotoran sapi, kerbau, kelinci, ayam, dan
kuda (Marsono dan Sigit, 2002 dalam Rahadi, 2008). Pupuk kandang yang
digunakan hendaklah dalam keadaan terdekomposisi sempurna agar tidak
mengganggu pertumbuan tanaman. Salah satu cirri pupuk kandang yang telah
terdekomposisi sempurna yaitu hilangnya bau dari kotoran (soepardi, 1983 dalam
Sadikin, 2004).
Selanjutnya, Soepardi (1983, dalam Tampubolon, 2000) menyatakan
bahwa, terdapat beberapa manfaat dari pupuk kandang, diantaranya: (1)
memperbaiki struktur tanah, (2) sebagai sumber hara bagi tanaman, (3)
meningkatkan daya menahan air, (4) meningkatkan kapasitas tukar kation dalam
tanah. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Sutedjo (1994, dalam Rahadi,
2008) yang menyebutkan bahwa, selain sebagai penyedia unsur hara bagi
tanaman, pupuk kandang berfungsi untuk memperbaiki struktur tanah sebagai
media tumbuh, meningkatkan kapasitas tukar kation, dan mendorong kehidupan
jasad renik dalam tanah. Dengan kata lain pupuk kandang mempunyai
20
kemampuan mengubah berbagai faktor dalam tanah, sehingga menjadi faktor-
faktor yang menjamin kesuburan tanah.
2.6 Penyiraman
Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh
tanaman untuk tumbuh, berkembang dan bereproduksi. Air yang dapat diserap
tanaman adalah air yang berada dalam pori-pori tanah di lapisan perakaran.
Penyerapan air oleh tanaman dikendalikan oleh beberapa hal sebagai berikut :
kebutuhan untuk transpirasi, kerapatan serta total panjang akar dan kandungan air
tanah di lapisan jelajah akar tanaman (Sinulingga dan Darmanti, 2007).
Air memiliki peran yang sangat penting bagi tanaman. Air berpengaruh
langsung dalam penyusunan tubuh tanaman dan proses fotosintesis. Air juga
diperlukan untuk menggerakkan unsur hara seperti ion K+, Mg2+, dan NO3- ke
akar tanaman yang berguna bagi proses pertumbuhan tanaman (Siahaya, 2007).
Siahaya (2007) menyebutkan, agar pertumbuhan tanaman dapat
berlangsung dengan baik, maka pengaturan tata air harus diperhatikan, dengan
jalan mengatur drainase dan aerasi media tumbuh, serta frekuensi pemberian air
sehingga kelembaban dalam media tumbuh dapat terkontrol.
21
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimental. Metode eksperimental merupakan metode penelitian yang
digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain
dalam kondisi yang terkendali (Sugiyono, 2011).
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian
Universitas Mataram. Adapun waktu penelitian yaitu pada bulan Mei - Juli
2015.
3.3 Alat dan Bahan Penelitian
3.3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Alat tulis
2. Tallysheet
3. Kamera
4. Caliper
5. Penggaris
6. Suntikan
7. Ayakan berukuran 2mm
8. Timbangan
9. Oven
22
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Benih kayu putih
2. Air
3. polibag
4. Pasir
5. Tanah
6. Pupuk kandang
7. Kompos
8. Paranet
9. Plastik transparan
3.4 Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL), dengan uji faktorial yang terdiri atas dua faktor, yaitu
faktor media (M) yang terdiri atas 4 aras, dan faktor intensitas penyiraman (A)
yang terdiri atas 3 aras. Dari kedua faktor tersebut, diperoleh 12 perlakuan
yang diulang sebanyak 3 kali, sehingga total sampel penelitian berjumlah 36
pot percobaan. Faktor-faktor yang digunakan dalam penelitian, kombinasi
perlakuan dari kedua faktor, serta desain penempatan sampel penelitian dapat
dilihat secara rinci pada Tabel 3.1, Tabel 3.2, dan Gambar 3.1 pada halaman
selanjutnya.
23
Tabel 3.1 Faktor-Faktor Dalam Penelitian
Faktor Media Faktor Penyiraman
M0 = Tanah
M1 = Tanah +Pasir (1:1)
M2 = Tanah + Kompos (1:1)
M3 = Tanah + Pupuk kandang (1:1)
P1 = 1 kali pada pagi hari dengan jumlah
sesuai evapotranspirasi perhari
P2 = 2 kali pada pagi dan sore hari
dengan jumlah sesuai
evapotranspirasi perhari
P3 = 1 kali pada sore hari dengan jumlah
sesuai evapotranspirasi perhari
Tabel 3.2 Kombinasi Perlakuan
Perlakuan Ulangan
Media Penyiraman 1 2 3
M0 P1
M0P1 M0P1 M0P1 M0P2 M0P2 M0P2 M0P3 M0P3 M0P3
M1 M1P1 M1P1 M1P1
P2
M1P2 M1P2 M1P2 M1P3 M1P3 M1P3
M2 M2P1 M2P1 M2P1 M2P2 M2P2 M2P2
P3
M2P3 M2P3 M2P3
M3 M3P1 M3P1 M3P1 M3P2 M3P2 M3P2 M3P3 M3P3 M3P3
Keterangan :
M0P1
M0P2
M0P3
M1P1
M1P2
M1P3
M2P1
M2P2
= = = = = = = =
Media tanah dengan 1 kali penyiraman pada pagi hari. Media tanah dengan 2 kali penyiraman pada pagi dan sore hari. Media tanah dengan 1 kali penyiraman pada sore hari. Media tanah+pasir dengan 1 kali penyiraman pada pagi hari. Media tanah+pasir dengan 2 kali penyiraman pada pagi dan sore hari. Media tanah+pasir dengan 1 kali penyiraman pada sore hari. Media tanah+kompos dengan 1 kali penyiraman pada pagi hari. Media tanah+kompos dengan 2 kali penyiraman pada pagi dan sore
24
M2P3
M3P1
M3P2
M3P3
= = = =
hari. Media tanah+kompos dengan 1 kali penyiraman pada sore hari. Media tanah+pupuk kandang dengan 1 kali penyiraman pada pagi hari. Media tanah+pupuk kandang dengan 2 kali penyiraman pada pagi dan sore hari. Media tanah+pupuk kandang dengan 1 kali penyiraman pada sore hari.
Selanjutnya, dilakukan penempatan pot percobaan seperti yang
tertera pada Gambar 3.1 berikut :
M2P1-U3 M2P1-U2 M0P3-U3 M0P2-U1 M1P1-U3 M2P2-U2 M3P3-U3 M3P1-U3 M0P1-U1
M2P3-U1 M0P1-U3 M2P2-U3 M3P2-U1 M3P3-U1 M2P1-U1 M1P2-U2 M2P2-U1 M3P3-U2
M1P1-U1 M1P3-U1 M2P3-U3 M3P2-U3 M1P2-U3 M2P3-U2 M0P2-U2 M1P2-U1 M1P3-U2
M3P1-U1 M0P2-U3 M1P1-U2 M3P2-U2 M0P3-U1 M1P3-U3 M0P3-U2 M3P1-U2 M0P1-U2
Gambar 3.1 Denah Penempatan Pot Percobaan
3.5 Prosedur Kerja
3.5.1 Persiapan
a. Benih Kayu Putih
Benih kayu putih dicampur dengan pasir yang telah disterilkan terlebih
dahulu (disangrai). Untuk bak tabur yang berukuran 20 x 30x 5 cm ,
disemaikan benih kayu putih sebanyak 1 g, dan dicampurkan dengan pasir
secukupnya. Benih kayu putih yang digunakan diperoleh dari KPHP
25
Batulanteh Sumbawa, dimana KPHP Batulanteh itu sendiri mendapatkan benih
dari Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
(BBPBPTH) Yogyakarta.
b. Media Tanam
1. Tanah yang digunakan terlebih dahulu dikering anginkan dan dibersihkan
dari gulma. Selanjutnya tanah diayak menggunakan ayakan berukuran 2
mm.
2. Pasir diayak menggunakan ayakan berukuran 2 mm, selanjutnya disangrai
selama 30 menit dengan tetap di aduk agar pasir tersangrai merata. Pasir
dan tanah dicampurkan dengan perbandingan 1:1.
3. Kompos dikering anginkan, selanjutnya diayak menggunakan ayakan
berukuran 2 mm. Kompos dan tanah dicampurkan dengan perbandingan
1:1.
4. Pupuk kandang diayak menggunakan ayakan berukuran 2 mm, selanjutnya
pupuk kandang dan tanah dicampurkan dengan perbandingan 1:1.
c. Persiapan Bak Tabur
1. Bak tabur yang digunakan berukuran 20 x 30 x 5 cm.
2. Membuat drainase pada bak tabor dengan cara melubangi bagian bawah
bak tabur menggunakan paku. Jarak antar lubang yaitu 5 cm.
d. Penyemaian Benih Kayu Putih Pada Bak Tabur
1. Bak tabur yang telah terisi media pasir, dibasahi dengan menyemprotkan
air hingga media basah merata.
26
2. Benih yang telah tercampur pasir, ditaburi di atas media secara perlahan
dan merata.
3. Setelah benih ditabur, selanjutnya menaburkan pasir di atas benih secara
tipis dan merata.
4. Dilakukan penyemprotan pada bak tabur menggunakan sprayer hingga
basah merata.
5. Bak tabur ditutup menggunakan plastik transparan (sungkup).
e. Persiapan Polibag
Ukuran polibag yang digunakan yaitu 10 x 15 cm. Selanjutnya polibag
diisi dengan media tanam berupa tanah, tanah + pasir, tanah + kompos, dan
tanah+pupuk kandang masing-masing sebanyak 3 ulangan.
3.5.2 Pelaksanaan
a. Pemindahan Semai ke Polibag
1. Setelah semai berusia antara 30 - 40 hari pada bak tabur, semai
dipindahkan ke polibag yang telah terisi media tanam.
2. Sebelum semai dicabut, terlebih dahulu bak tabur disiram agar
memudahkan saat pencabutan.
3. Untuk memudahkan saat menanan semai di polibag, terlebih dahulu
polibag disiram.
4. Adapun cara penanaman semai pada polibag yaitu pegang bagian daun,
kemudian buatlah lubang sedalam 1 – 3 cm. Letakkan benih pada lubang,
kemudian lubang di tutup kembali.
27
5. Setelah semai di tanam, kemudian semai disiram agar tetap segar.
b. Penyiraman
Penyiraman dilakukan dengan metode yang telah ditentukan yaitu
penyiraman dengan menyeimbangkan evapotranspirasi.
c. Pemeliharaan
Salah satu faktor penghambat pertumbuhan tanaman yaitu munculnya
gulma. Untuk itu, pemeliharaan dilakukan dengan cara penyiangan. Selain itu
dilakukan pemeliharaan untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman.
3.5 Parameter Pengamatan Penelitian
Pengamatan terhadap pertumbuhan semai dilakukan tiap 1 minggu sekali
meliputi pengambilan data pada parameter yang diamati yakni sebagai berikut :
a. Tinggi Tanaman (cm).
Pengukuran dilakukan dari pangkal batang hingga titik tumbuh tertinggi
menggunakan penggaris. Pengukuran dilakukan selama tiap 1 pekan.
b. Diameter Batang (mm)
Pengukuran diameter batang diukur menggunakan caliper. Pengukuran
dilakukan tiap 1 pekan.
c. Jumlah Daun (helai)
Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah daun per
tanaman tiap 1 pekan.
28
d. Kekokohan Batang
Perhitungan kekokohan batang dilakukan dengan menghitung
perbandingan antara tinggi batang (cm) dan diameter batang (mm)
(Yudohartono dan Fambayun, 2012)
e. Berat Berangkasan Kering (g)
Kegiatan pengukuran berat berangkasan kering dilakukan pada akhir
penelitian. Tanaman ditimbang berat keringnya (setelah dioven selama 24
jam pada suhu 60°C).
3.6 Analisis Data
Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis sidik ragam pada
taraf uji 5 %. Jika terdapat beda nyata antar perlakuan, maka dilakukan uji
lanjutan menggunakan uji Duncan pada taraf uji 5%.
29
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Analisis Tanah
Hasil analisis tanah yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada
Tabel 4.1 berikut :
Tabel 4.1 Data Hasil Analisis Tanah
No Parameter Hasil Uji* Harkat**
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kadar air pH (H2O) N-Total P- Tersedia K-Tersedia Terkstur Tanah Pasir : Debu : Liat
4,29% 5,6
0,38% 16,28 mg/100g 1,014 me/100g
88% : 10% : 2%
- Agak masam Sedang Rendah Sangat tinggi Pasir Berlempung
Keteranga : * Hasil Analisis Tanah oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) NTB ** Hardjowigeno (2007)
Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa, nilai kadar air yang diperoleh
sebesar 4,29%. Pertumbuhan sebagian besar tanaman, berkaitan erat dengan
penyediaan kadar air tanah. Air dibutuhkan tanaman untuk sintesa karbohidrat
dan sebagai sarana pengangkut hara yang dibutuhkan tanaman. Kekurangan air
dalam jaringan tanaman mengakibatkan berkurangnya pembelahan sel dan
perkembangan sel, yang pada akhirnya dapat menurunkan pertumbuhan tanaman
(Ma’shum, 2005). Sementara itu, jika suplai air berlebihan (tanah menjadi
tergenang) pada waktu yang lama, akan berdampak buruk terhadap aerasi tanah,
sehingga respirasi akar dan aktifitas mikrobia aerobik seperti bakteri amonifikasi
dan nitrifikasi akan terhenti sama sekali (Hanafiah, 2010).
30
Dari hasil analisis tanah, diketahui bahwa, tanah yang digunakan pada
penelitian ini memiliki harkat agak masam (pH 5,6). Meskipun pH tanah
bereaksi agak masam, tetapi kondisi ini masih tergolong baik untuk
membudidayakan tanaman kayu putih. Menurut Pusat Penelitian Tanah (2003,
dalam Hardjowigeno, 2007), tanaman kayu putih dapat tumbuh pada tanah yang
memiliki pH sebesar 5 - 8,5. pH (potential of hydrogen) menggambarkan
banyaknya ion hidrogen yang terdapat di dalam tanah. Semakin tinggi kadarnya,
maka tanah dikatakan asam. Sebaliknya, jika kadar hidrogen di dalamnya
rendah, maka tanah dikatakan basa (Agromedia, 2010). pH tanah dapat
mempengaruhi ketersediaan hara tanah dan bisa menjadi faktor yang
berhubungan dengan kualitas tanah. Kondisi keasaman tanah sangat
mempengaruhi kesuburan tanah. Pada kondisi netral (pH 7), reaksi kimia tanah
akan berlangsung baik, sehingga hara yang bermanfaat dapat tersedia.
Sebenarnya, keasaman tanah yang baik untuk tanaman tidaklah harus tepat
benilai 7, tetapi dalam kisaran pH 5,5 - 7,5. Hal ini juga tergantung dari jenis
tanaman yang dibudidayakan (Agromedia, 2010).
Kandungan nilai N (nitrogen) total yang diperoleh dari hasil analisis
tanah, yaitu 0,38%. Menurut Pusat Penelitian Tanah (1983, dalam
Hardjowigeno, 2007), nilai tersebut termasuk dalam harkat sedang (N = 0,21 -
0,50%). Hardjowigeno (2007), menyebutkan bahwa, tanaman yang diusahakan
(diambil) daunnya, memerlukan hara N yang lebih banyak, agar daun dapat
berkembang dengan baik. Misalnya pada sayur-sayuran dan teh. Unsur hara N
memiliki peran penting bagi tanaman karena berperan dalam pertumbuhan
31
vegetative tanaman. Tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N, berwarna
lebih hijau. Tanaman yang kurang memperoleh nitrogen memiliki gejala seperti
klorosis, tanaman tumbuh kerdil, dan daun cenderung cepat rontok. Sementara
itu, kerugian yang ditimbulkan akibat kelebihan N yaitu: (1) menurunkan
kualitas hasil khususnya untuk buah-buahan, (2) memperlambat pematangan
buah dengan merangsang pertumbuhan vegetatif, (3) meningkatkan kepekaan
tanaman terhadap serangan hama dan penyebab penyakit.
Hasil analisis tanah yang digunakan dalam penelitian terhadap hara P
(fosfor) tersedia, adalah sebesar 16,28 mg/100g. Menurut Pusat Penelitian Tanah
(1983, dalam Hardjowigeno, 2007) nilai tersebut termasuk dalam harkat rendah.
Menurut Hardjowigeno (2007), faktor terpenting yang mempengaruhi
tersedianya hara P untuk tanaman yaitu pH tanah. Hara P paling mudah diserap
oleh tanaman pada pH sekitar netral hingga nertal (6,0 - 7,0). Unsure hara P
berperan dalam pembelahan sel, perkembangan akar, mempercepat pematangan
buah, memperkokoh batang agar tidak mudah roboh, serta membuat tanaman
tahan terhadap penyakit. Hanum (2008) menyatakan, gejala kekurangan hara P
tampak pada warna daun yang menguning (terutama pada daun tua),
pertumbuhan lambat, dan kualitas serta kuantitas buah juga akan menurun.
Berdasarkan hasil analisis tanah, diketahui bahwa nilai K (kalium)
tersedia yang diperoleh yaitu sebesar 1,014 me/100g. Menurut Pusat Penelitian
Tanah (1983, dalam Hardjowigeno, 2007) nilai tersebut termasuk dalam harkat
sangat tinggi. Unsur hara K berperan dalam pembentukan pati, pembukaan
stomata , serta mempertinggi daya tahan terhadap kekeringan dan penyakit.
32
Kekurangan dan kelebihan K sama-sama berpengaruh kurang baik bagi
pertumbuhan tanaman. Gejala kekurangan K pada tanaman dapat dilihat pada
kondisi daun, dimana daun akan mengalami gejala klorosis yang mengakibatkan
gangguan fotosintesis. Sementara itu, kelebihan K di dalam tanah menghambat
penyerapan kation-kation lain, seperti magnesium (Mg) yang dapat
mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis (Ma’shum, 2005).
Tekstur merupakan perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu, dan
liat. Dari tabel 4.1 diketahui bahwa, tanah yang digunakan pada penelitian ini
bertekstur pasir berlempung, dimana persentase fraksi pasir lebih tinggi dari
fraksi debu dan liat, dengan nilai persentase bertutur-turut sebesar 88%, 10%,
dan 2%. Tanah dengan tekstur ini cukup sesuai digunakan untuk budidaya
tanaman kayu putih (Pusat Penelitian Tanah, 2003 dalam Hardjowigeno, 2007).
Dariah et al. (2003, dalam Manfarizah, Syamaun, dan Nurhalizah, 2011),
menjelaskan bahwa, tanah-tanah yang didominasi fraksi pasir, mampu
mengalirkan air lebih cepat dibandingkan dengan tanah-tanah yang didominasi
oleh fraksi debu dan liat. Hal ini dikarenakan tanah yang didominasi pasir
memiliki pori-pori makro (besar), sehingga air akan lebih mudah mengalir.
sementara tanah yang didomonasi oleh debu dan liat memiliki pori-pori meso
(sedang) dan mikro (kecil), yang menyebabkan air tidak mudah mengalir.
4.2 Analisis Pertumbuhan Tanaman
Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pada perlakuan media
tanam, frekuensi penyiraman, maupun kombinasi antara keduanya terhadap
parameter pertumbuhan tanaman, maka dilakukan pengolahan data dari hasil
33
pengukuran menggunakan analisis sidik ragam (Anova) pada taraf uji 5%.
Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini:
Tabel 4.2 Hasil Analisis Pertumbuhan Tanaman
No Parameter Pertumbuhan Media Tanam
Frekuensi Penyiraman
Media Tanam*Frekuensi
Penyiraman 1 2 3 4 5
Tinggi Tanaman Jumlah Daun Diameter Batang Kekokohan Batang Berat Berangkasan Kering
s s s s s
ns ns ns ns ns
ns ns ns ns ns
Keterangan : s = signifikan, ns = non signifikan
Berdasarkan Tabel 4.2, diketahui bahwa media tanam memberikan
pengaruh signifikan pada seluruh parameter pertumbuhan, meliputi tinggi
tanaman, jumlah daun, diameter batang, kekokohan batang, dan berat
berangkasan kering. Hal ini dikarenakan media yang digunakan memiliki
kandungan hara yang dapat terpenuhi bagi tanaman. Selain itu, dengan
penambahan bahan organik pada tanah seperti pupuk kandang maupun
kompos, selain dapat meningkatkan jumlah hara, bahan organik tersebut juga
mampu memperbaiki sifat fisik tanah. Sesuai dengan pernyataan dari Soepardi
(1983, dalam Tampubolon, 2000) menyatakan bahwa, terdapat beberapa
manfaat dari pupuk kandang, diantaranya memperbaiki struktur tanah dan
sebagai sumber hara bagi tanaman. Selanjutnya, Noverita (2005) menyatakan,
pemberian kompos dapat memperbaiki sifat fisik tanah, dimana tanah menjadi
gembur serta aerasi dan drainase tanah menjadi lebih baik.
34
Frekuensi penyiraman memberikan pengaruh non signifikan terhadap
seluruh parameter pertumbuhan. Hal ini diduga karena kondisi lingkungan
yang homogen, sehingga jumlah air yang hilang akibat evapotranspirasi tidak
jauh berbeda pada semua tanaman kayu putih. Maka dapat dikatakan bahwa
tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap frekuensi penyiraman, baik pagi
hari maupun sore hari. Begitu pula halnya dengan kombinasi antara media
tanam dan frekuensi penyiraman, dimana tidak terdapat perbedaan yang
signifikan pada semua parameter pertumbuhan.
Selanjutnya, untuk dapat mengetahui beda nyata dari tiap perlakuan
yang signifikan, dilakukan uji menggunakan uji lanjut Duncan pada taraf uji
5%.
4.2.1 Tinggi Tanaman
Hasil analisis uji lanjut Duncan terhadap perlakuan media tanam pada
parameter tinggi tanaman adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3 Hasil Uji Duncan Taraf 5% Terhadap Perlakuan Media Tanam Pada Parameter Tinggi Tanaman
Ranking Perlakuan Rata-rata
1 2 3 4
M3 M2 M0 M1
5,64 a
4,17 b
3,49 b
2,67 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%.
35
Selanjutnya, nilai rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman pada tiap
perlakuan media tanam dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini:
Gambar 4.1 Rata-Rata Pertumbuhan Tinggi Pada Tiap Perlakuan Media
Tanam
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Anova), diketahui bahwa media
tanam berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan tinggi tanaman kayu
putih. Dari hasil uji Duncan pada Tabel 4.3 dan rata-rata pertumbuhan tinggi
pada Gambar 4.1 menunjukkan bahwa, pertumbuhan tinggi tanaman yang
paling besar yaitu pada media tanah + pupuk kandang (M3), dengan nilai rata-
rata sebesar 5,64 cm. Sementara itu, media tanah + kompos (M2), media tanah
(M0), dan media tanah + pasir (M1) menunjukkan rata-rata pertumbuhan tinggi
tanaman berturut-turut sebesar 4,17 cm, 3,49 cm, dan 2,67 cm. Setelah
dilakukan uji lanjut Duncan pada taraf uji 5%, media tanam M3 berbeda nyata
terhadap media tanam M2, M0, dan M1. Sementara itu, media tanam M2 tidak
3.49
2.67
4.17
5.64
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
M0 M1 M2 M3
Tin
ggi (
cm)
Media Tanam
Rata-Rata Pertumbuhan Tinggi Pada Tiap Perlakuan Media Tanam
Rata-rata tinggi
36
berbeda nyata terhadap media tanam M0, namun kedua jenis media tersebut
berbeda nyata terhadap media tanam M1.
Media tanah + pupuk kandang (M3) memberikan nilai tertinggi terhadap
rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman, dikarenakan penambahan pupuk
kandang dapat meningkatkan ketersediaan hara yang dibutuhkan tanaman.
Agromedia (2010), menunjukkan kandungan hara pupuk kandang sapi yaitu:
N (0,97%), P (0,69%), dan K (1,66%). Dari hasil penelitian yang dilakukan
oleh Sriyanto, Astuti, dan Sujalu (2015), menyatakan bahwa, penambahan
pupuk kandang dapat meningkatkan tinggi tanaman terung, dibandingkan
dengan tanpa pemberian pupuk kandang. Hal ini dikarenakan, dengan
bertambahnya umur suatu tanaman, maka kebutuhan terhadap hara, terutama
nitrogen (N) tidak dapat dipenuhi seluruhnya oleh tanah tempat tumbuhnya.
Maka dari itu, perlu ditambahkan pupuk kandang untuk meningkatkan
kandungan hara nitrogen (N) yang dibutuhkan dalam pertumbuhan vegetatif
tanaman seperti batang, akar, daun, dan cabang.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, frekuensi penyiraman tidak
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan tinggi tanaman. Namun dari
Gambar 4.2, terlihat bahwa terdapat perbedaan rata-rata pertumbuhan tinggi
tanaman pada tiap perlakuan frekuensi penyiraman, sebagaimana tertera pada
gambar di halaman selanjutnya:
37
Gambar 4.2 Rata-Rata Pertumbuhan Tinggi Tanaman Pada Tiap Perlakuan Frekuensi Penyiraman
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa, rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman
yang paling besar diperoleh dari frekuensi penyiraman pada sore hari (P3),
dengan nilai rata-rata sebesar 4,39 cm. Frekuensi penyiraman pada pagi dan
sore hari (P2) menunjukkan rata-rata pertumbuhan tinggi sebesar 4,17 cm.
Sementara itu, pertumbuhan tinggi terkecil diperoleh dari frekuensi
penyiraman pada pagi hari (P1), dengan nilai rata-rata sebesar 3,82 cm.
Besarnya nilai rata-rata tinggi tanaman pada perlakuan frekuensi penyiraman
pada sore hari diduga karena, air yang hilang akibat penguapan tidak terlalu
besar. Pembukaan stomata lebih lama terjadi pada sore hari, akibat temperatur
yang rendah serta kelembaban udara yang tinggi, sehingga tanaman dapat
menyerap air lebih optimal. Sejalan dengan hal tersebut, Fatonah et al., (2013)
menyatakan pembukaan stomata pada tanaman Piper hispidium dipengaruhi
oleh perubahan kelembaban harian. Pada pagi hari pembukaan stomata paling
besar terjadi pada pukul 09.00 dengan tingkat kelembaban yang tinggi. Setelah
3.82
4.17
4.39
3.503.603.703.803.904.004.104.204.304.404.50
P1 P2 P3
Tin
ggi (
cm)
Frekuensi penyiraman
Rata-Rata Pertumbuhan Tinggi Pada Tiap Perlakuan Frekuensi Penyiraman
Rata-rata Tinggi
38
itu, terjadi penurunan pembukaan stomata hingga pukul 13.00, kemudian
pembukaan kembali meningkat pada sore hari. selanjutnya, Hopkins (2004
dalam Fatonah et al., 2013) menyatakan pembukaan stomata sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, antara lain intensitas cahaya matahari,
temperatur, dan air. Faktor-faktor lingkungan tersebut mengalami perubahan
harian seiring dengan bergantinya waktu pagi, siang dan sore hari. Pada pagi
hari stomata mulai membuka lebar karena intensitas cahaya dan temperatur
yang tidak terlalu tinggi, sehingga menyebabkan turgor sel penjaga yang
mengapit stomata meningkat. Namun pada siang hari, stomata menutup karena
tingginya intensitas cahaya dan temperatur, serta penguapan yang berlebihan.
Harjadi (1979, dalam Sukarman et al., 2012) menyatakan, ketersediaan air
sangat mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman dan perkembangan
jaringan meristem (jaringan yang aktif membelah).
4.2.2 Jumlah Daun
Hasil analisis uji lanjut Duncan terhadap perlakuan media tanam pada
paremeter jumlah daun adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4 Hasil Uji Duncan Pada Taraf 5% Terhadap Perlakuan Media
Tanam Ranking Perlakuan Rata-rata
1 2 3 4
M3 M2 M0 M1
34,39a
12,92b
7,79b
4,26 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%.
39
Selanjutnya, nilai rata-rata pertumbuhan jumlah daun pada tiap perlakuan
media tanam dapat dilihat pada Gambar 4.3 di bawah ini:
Gambar 4.3 Rata-Rata Pertumbuhan Jumlah Daun Pada Tiap Perlakuan Media Tanam
Pengaruh media tanam terhadap pertumbuhan jumlah daun tanaman
kayu putih menunjukkan pengaruh yang nyata pada taraf uji 5%. Hasil uji
Duncan pada Tabel 4.3 diketahui bahwa media tanam tanah + pupuk kandang
(M3) berbeda nyata terhadap tiga media lainnya, yaitu media tanah + kompos
(M2), media tanah (M0), dan tanah + pasir (M1). Sementara itu, media tanah +
kompos (M2), media tanah (M0), dan media tanah + pasir (M1) tidak berbeda
nyata satu dan lainnya. Artinya, penggunaan ketiga jenis media tersebut
memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan jumlah daun tanaman
kayu putih. Dari hasil perhitungan rata-rata pertumbuhan jumlah daun yang
tertera pada Gambar 4.3, rata-rata jumlah daun terbesar diperoleh pada media
M3 dengan nilai sebesar 34,39 helai (34 helai), diikuti oleh media M0 dengan
nilai rata-rata sebesar 12,92 helai (12 helai), media M1 dengan rata-rata sebesar
7.794.26
12.92
34.39
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
M0 M1 M2 M3
jum
lah
Dau
n (
he
lai)
Media Tanam
Rata-Rata Petumbuhan Jumlah Daun PadaTiap Perlakuan Media Tanam
Rata-rata Jumlah Daun
40
7,79 helai (7 helai), dan nilai rata-rata terkecil diperoleh pada media M1 dengan
rata-rata sebesar 4,26 helai (4 helai).
Seperti halnya tinggi tanaman, pertumbuhan jumlah daun tertinggi,
diperoleh dari media tanah + pupuk kandang (M3). Hal ini dikerenakan hara
dalam bahan organik seperti N, P, dan K tentunya akan bertambah setelah
penambahan pupuk kandang pada media tanam. Dimana, hara tersebut sangat
berperan dalam pertumbuhan vegetatif tanaman. Hal ini sebagaimana
dijelaskan oleh Safir (1986, dalam Sriyanto, Astuti, dan Sujalu, 2015) yang
meyatakan bahwa, hara nitrogen (N) sangat dibutuhkan tanaman untuk
merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman, seperti batang, akar, daun, dan
cabang. Selanjutnya, Hardjowigeno (2007), menyebutkan bahwa, tanaman
yang diusahakan (diambil) daunnya, memerlukan hara N yang lebih banyak,
agar daun dapat berkembang dengan baik. Misalnya pada sayur-sayuran, teh,
maupun tanaman kayu putih.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap frekuensi penyiraman,
tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun
tanaman kayu putih. Namun demikian, terdapat perbedaan rata-rata jumlah
daun pada tiap frekuensi penyiraman, yang dapat dilihat pada Gambar 4.4 di
halaman selanjutnya:
41
Gambar 4.4 Rata-Rata Pertumbuhan Jumlah Daun Pada Tiap Frekuensi Penyiraman
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa, frekuensi penyiraman pada pagi hari
(P1) menunjukkan nilai rata-rata tertinggi terhadap pertumbuhan jumlah daun
tanaman kayu putih, yaitu sebesar 16,20 (16 helai), diikuti oleh frekuensi
penyiraman pada sore hari (P3) dengan nilai rata-rata jumlah daun sebesar
15,65 (15 helai). Adapun nilai rata-rata terendah untuk jumlah daun tanaman
kayu, diperoleh pada frekuensi penyiraman pagi dan sore hari (P2) yaitu
sebesar 12,67 (12 helai). Hal ini dikarenakan penyiraman pagi hari dapat
memenuhi kebutuhan air dalam melakukan proses fotosintesis. Sebagaimana
dinyatakan oleh Soemartono (1990, dalam Sukarman et al., 2012) menyatakan
bahwa, air sangat dibutuhkan oleh tanaman dalam semua proses fisiologis
tanaman termasuk pembelahan sel dan proses pembentukan daun.
Mengingat bahwa bagian dari tanaman kayu putih yang paling banyak
dimanfaatkan yaitu daunnya, maka jika dilihat dari data tersebut penyiraman
cukup dilakukan 1 kali pada pagi hari, dikarenakan penyiraman 1 kali pada
16.20
12.67
15.65
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
P1 P2 P3
Jum
lah
Dau
n (
he
lai)
Frekuensi Penyiraman
Rata-Rata Jumlah Daun Pada Tiap Frekuensi Penyiraman
Rata-rata Jumlah Daun
42
pagi hari menunjukkan perolehan jumlah daun tertinggi dibandingkan dengan
penyiraman pagi dan sore hari.
4.2.3 Diameter Batang
Hasil Uji lanjut Duncan terhadap perlakuan media tanam pada parameter
diameter batang adalah sebagai berikut :
Tabel 4.5 Hasil Uji Duncan Pada Taraf Uji 5% Terhadap Perlakuan Media Tanam
Ranking Perlakuan Rata-Rata
1 2 3 4
M3 M2 M1 M0
0,36a
0,27b
0,21c
0,21c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak
berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%.
Nilai rata-rata pertumbuhan diameter batang pada tiap perlakuan media
tanam, dapat dilihat pada Gambar 4.5 di bawah ini:
Gambar 4.5 Rata-Rata Pertumbuhan Diameter Batang Pada Tiap Perlakuan Media Tanam
0.21 0.21
0.27
0.36
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
M0 M1 M2 M3
Dia
me
ter
Bat
ang
(mm
)
Media Tanam
Rata-Rata Pertumbuhan Diameter Batang pada Tiap Perlakuan Media Tanam
diameter batang
43
Dari hasil uji Duncan Pada Tabel 4.5, media tanah + pupuk kandang
(M3) berbeda nyata terhadap ketiga jenis media lainnya, yaitu media tanah +
kompos (M2), media tanah (M0) dan media tanah + pasir (M1). Sementara itu,
media tanah (M0) dan media tanah + pasir (M1) tidak berbeda nyata antara satu
dan lainnya. Jika dilihat dari rata-rata pertumbuhan diameter batang pada
Gambar 4.5 diketahui bahwa, media tanam tanah+pupuk kandang (M3)
menunjukkan nilai rata-rata tertinggi yakni sebesar 0,36 mm. Media
tanah+kompos (M2) menunjukkan nilai rata-rata sebesar 0,27 mm. Untuk
media tanah (M0) dan media tanah+pasir (M1), diperoleh nilai rata-rata yang
sama yaitu sebesar 0,21 mm, dimana nilai tersebut merupakan nilai terendah
untuk nilai rata-rata pertumbuhan diameter batang tanaman kayu putih.
Rendahnya nilai rata-rata yang diperoleh pada media tanah (M0) dan media
tanah+pasir (M1), diduga karena kondisi tekstur tanah yang kurang baik. Tanah
yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tekstur yang didominasi oleh
fraksi pasir. Begitu pula pada media M1, dimana persentase pasir menjadi lebih
tinggi dikarenakan penambahan pasir pada media tersebut. Menurut Tambunan
(2008), tanah yang bertekstur kasar memiliki kemampuan yang lebih kecil
dalam menyimpan serta menyediakan hara dan air. Hardjowigeno (2007)
menambahkan, dikarena butiran-butiran pasir berukuran lebih besar
dibandingkan tanah yang bertekstur liat, maka tanah bertekstur pasir
mempunyai luas permukaan yang lebih kecil, sehingga kemampuan menahan
air dan menyediakan hara pun kecil. Selain itu, hasil analisis tanah
menunjukkan bahwa kandungan unsur hara K sangat tinggi. Hal ini dapat
44
mempengaruhi rendahnya penyerapan unsur hara oleh tanaman. Hal ini sejalan
dengan pendapat Ma’shum (2005) yang menyatakan bahwa, kelebihan K di
dalam tanah akan menghambat penyerapan kation-kation seperti Mg, yang
dapat mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis.
Adapun perlakuan frekuensi penyiraman tidak menunjukkan pengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan diameter batang tanaman kayu putih.
walaupun demikian pada Gambar 4.6 dapat dilihat perbedaan rata-rata
pertumbuhan diameter batang pada perlakuan frekuensi penyiraman.
Gambar 4.6 Rata-Rata Pertumbuhan Diameter Batang Pada Tiap Perlakuan Frekuensi Penyiraman
Perlakuan frekuensi penyiraman terhadap pertumbuhan diameter batang
tanaman kayu putih menunjukkan pengaruh yang tidak nyata. Gambar 4.6,
menunjukkan nilai rata-rata tertinggi diperoleh dari penyiraman pada sore hari
(P3) dengan nilai sebesar 0,28 mm. Sementara itu, penyiraman pada pagi dan
sore hari (P2) menunjukkan nilai rata-rata sebesar 0,26 mm, dan terakhir yaitu
0.24
0.26
0.28
0.022
0.023
0.024
0.025
0.026
0.027
0.028
0.029
P1 P2 P3
Dia
me
ter
Bat
ang
(mm
)
Frekuensi Penyiraman
Rata-Rata Pertumbuhan Diameter BatangPada Tiap Perlakuan Frekuensi Penyiraman
Rata-rata Diameter
45
penyiraman pada pagi hari (P1) dengan nilai rata-rata sebesar 0,24 mm. hal ini
diduga karena pada penyiraman sore hari, tanaman menyerap air lebih optimal,
sehingga aktifitas jaringan meristem sekunder khususnya dalam pembesaran
diameter batang dapat menjadi lebih baik. Pada pertumbuhan vegetatif, air
digunakan oleh tanaman untuk pembelahan dan pembesaran sel yang terwujud
dalam pertambahan tinggi, diameter, perbanyakan daun, dan pertumbuhan akar
(Kremer, 1969 dalam Sukarman et al., 2012).
4.2.4 Kekokohan Batang
Hasil analisis uji lanjut Duncan terhadap perlakuan media tanam pada
paremeter kekokohan batang adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6 Hasil Uji Duncan Pada Taraf Uji 5% Terhadap perlakuan Media
Tanam Ranking Perlakuan Rata-rata
1 2 3 4
M3 M2 M0 M1
12,86a
11,55a
7,11b
6,12b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%.
Nilai rata-rata kekokohan semai pada tiap perlakuan media tanam dapat
dilihat pada Gambar 4.7 di halaman selanjutnya:
46
Gambar 4.7 Rata-Rata Kekokohan Batang Pada Tiap Perlakuan
Media Tanam
Dari hasil perhitungan rata-rata kekokohan batang pada Gambar 4.7,
diketahui bahwa, media tanah + pupuk kandang (M3) menunjukkan nilai rata-
rata tertinggi, yakni sebesar 12,86, diikuti oleh media tanah + kompos (M2)
dengan nilai rata-rata sebesar 11,55, media tanah (M0) sebesar 7,11, dan
terakhir yaitu media tanah + pasir (M1) dengan nilai rata-rata sebesar 6,12. Jika
dilihat dari hasil uji Duncan pada Tabel 4.6, media tanah + pupuk kandang
(M3) dan media tanah + kompos (M2) tidak berbeda nyata antara satu dan
lainnya, namun kedua media tersebut berbeda nyata terhadap media tanah
(M0) dan media tanah + pasir (M1). Sementara itu, media tanah (M0) tidak
berbeda nyata dengan media tanah + pasir (M1).
Adinugraha (2012), menyebutkan bahwa, nilai kekokohan yang tinggi
menunjukkan kemampuan hidup yang rendah, dikarena tidak seimbangnya
perbandingan antara tinggi batang dan diameternya. Nilai kekokohan yang
baik/optimum adalah mendekati nilai 4 - 5. Namun demikian, SNI (1999,
7.116.12
11.5512.86
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
M0 M1 M2 M3
Ke
koko
ha
n b
ata
ng
Media Tanam
Rata-Rata Kekokohan Batang Pada Tiap Perlakuan Media Tanam
kekokohan batang
47
dalam Adinugraha, 2012), menyebutkan bahwa, berdasarkan standar mutu
bibit pada beberapa jenis tanaman hutan yang lain, menunjukkan kisaran nilai
kekokohan bibit 7 - 8, dimana nilai tersebut cukup optimal untuk
menggambarkan pertumbuhan bibit yang baik. Pada penelitian ini, nilai
kekokohan batang kayu putih pada perlakuan media tanam menunjukkan rata-
rata antara 6 - 12. Pada penelitian ini, media tanah + pasir (M1) dan media
tanah (M0) menunjukkan nilai rata-rata kekokohan yang optimal, dengan nilai
masing-masing sebesar 6,12 dan 7,11.
Dari hasil analisis sidik ragam, diketahui bahwa perlakuan frekuensi
penyiraman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekokohan
batang bibit kayu putih. Namun terdapat perbedaan nilai rata-rata kekokohan
batang, yang tertera pada Gambar 4.8 berikut:
Gambar 4.8 Rata-rata Kekokohan Batang Pada Tiap Perlakuan
Frekuensi Penyiraman
9.01
9.32
9.90
8.40
8.60
8.80
9.00
9.20
9.40
9.60
9.80
10.00
P1 P2 P3
Kek
oko
han
Bat
ang
Frekuensi Penyiraman
Rata-Rata Kekokohan Batang Pada Tiap Perlakuan Frekuensi Penyiraman
kekokohan batang
48
Hasil perhitungan rata-rata kekokohan batang pada Gambar 4.8,
menunjukkan bahwa, penyiraman yang dilakukan pada sore hari (P3)
menunjukkan nilai rata-rata tertinggi yakni sebesar 9,90. Selanjutnya, diikuti
oleh penyiraman pada pagi dan sore hari (P2) dengan nilai rata-rata sebesar
9,32, dan terkahir yaitu penyiraman pada pagi hari (P1) dengan nilai rata-rata
sebesar 9,0. Dari gambar tersebut, dapat dikatakan bahwa, semua nilai rata-rata
yang diperoleh tidak masuk dalam kisaran kekokohan batang yang optimal,
dimana nilai yang diperoleh lebih besar dari nilai optimalnya. Sesuai pendapt
dari Adinugraha (2012) menyebutkan bahwa nilai kekokohan yang
baik/optimum adalah mendekati nilai 4-5, dan menurut SNI (1999 dalam
Adinugraha, 2012) yang menyatakan bahwa kisaran nilai kekokohan 7 - 8
merupakan nilai yang cukup optimal untuk menggambarkan pertumbuhan bibit
yang baik, pada beberapa jenis tanaman hutan. Selanjutnya, Yudohartono dan
Fambayun (2012) menyebutkan bahwa, kekokohan semai dapat diartikan
sebagai ketahanan semai dalam menerima tekanan angin atau kemampuan
semai dalam menahan biomassa bagian atas. Dermayanto (1994 dalam
Yudohartono dan Fambayun, 2012) menambahkan, ukuran kekokohan semai
yang baik adalah yang seimbang antara tinggi dengan diameternya. Nilai
kekokohan semai yang kecil menunjukkan bahwa tanaman memiliki harapan
yang lebih tinggi untuk bertahan hidup, terlebih pada terpaan angin dan lahan
kering.
49
4.2.5 Berat Berangkasan Kering
Hasil uji Duncan terhadap perlakuan media tanam pada parameter berat
berangkasan kering adalah sebagai berikut:
Tabel 4.7 Hasil Uji Duncan Pada Taraf 5% Terhadap Perlakuan Media Tanam
Ranking Perlakuan Rata-rata
1 2 3 4
M3 M2 M0 M1
4,48a
1,72b
1,07b
0,67b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%.
Nilai rata-rata berat berangkasan kering pada tiap perlakuan media
tanam dapat dilihat pada Gambar 4.9 berikut ini:
Gambar 4.9 Rata-rata Berat Berangkasan Kering Pada Tiap Perlakuan Media Tanam.
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa media tanah + pupuk kandang
(M3) berbeda nyata terhadap semua media yaitu media tanah + kompos (M2),
1.070.67
1.72
4.48
0.000.501.001.502.002.503.003.504.004.505.00
M0 M1 M2 M3
Be
rat
Ber
angk
asan
Ke
rin
g (g
)
Media Tanam
Rata-Rata Berat Berangkasan KeringPada Tiap Perlakuan Media Tanam
Rata-rata Berat Berangkasan Kering
50
media tanah (M0), dan media tanah + pasir (M1). Sementara itu, M2, M0, dan
M1 tidak berbeda nyata antara satu dan lainnya. Jika dilihat dari nilai rata-rata
berat berangkasan kering tanaman kayu putih, menunjukkan bahwa M3
memberikan nilai rata-rata tertinggi yaitu sebesar 4,48 g. Selanjutnya, diikuti
M2 dengan nilai rata-rata sebesar 1,72 g, M0 dengan nilai rata-rata sebesar 1,07
g, dan nilai rata-rata terendah ditunjukkan oleh M1 sebesar 0,67 g. Besarnya
nilai berat berangkasan kering yang diperoleh dari M3, tidak terlepas dari peran
pupuk kandang yang sangat baik untuk memperbaiki struktur maupun tekstur
tanah. Sehingga pertumbuhan akar tanaman kayu putih menjadi lebih baik.
Pertumbuhan akar yang baik akan berdampak pada kemampuan tanaman
menyerap air dan hara yang baik pula, dimana air dibutuhkan tanaman untuk
melakukan fotosintesis. Pangaribuan (2008, dalam Zulyana, 2011) menyatakan
bahwa, berat kering tanaman akan meningkat jika fotosintesis meningkat,
sehingga biomassa akan terserap seiring dengan berjalannya proses
fotosintesis. Jumlah biomassa yang terserap akan berpengaruh terhadap tinggi
rendahnya berat kering tanaman. Ma’shum (2005), menyebutkan bahwa,
pertumbuhan dapat diartikan sebagai perkembangan yang progresif dari suatu
mahluk hidup. Perkembangan suatu tanaman dapat ditunjukkan salah satunya
melalui berat kering tanaman. Semakin besar nilai berat kering tanaman, maka
pertumbuhan tanaman semakin baik. Sebaliknya, jika nilai berat kering
tanaman rendah, maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan tanaman yang
kurang baik. Sukarman et al. (2012) menyebutkan, berat kering tanaman
menyatakan besarnya akumulasi bahan organik yang terkandung dalam
51
tanaman tanpa kadar air. Apabila pertumbuhan relatifnya lebih cepat, maka
hasil fotosintesis lebih baik, yang akhirnya berpengaruh pada peningkatan berat
kering tanaman.
Selanjutnya, nilai rata-rata berat berangkasan kering tanaman kayu putih
pada perlakuan frekuensi penyiraman dapat dilihat pada Gambar 4.10 berikut:
Gambar 4.10 Rata-Rata Berat Berangkasan Kering Pada Tiap Perlakuan Frekuensi Penyiraman
Dari hasil analisis sidik ragam, diketahui bahwa perlakuan frekuensi
penyiraman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering
tanaman kayu putih. Namun, hasil perhitungan rata-rata berat kering pada
Gambar 4.10 menunjukkan bahwa, penyiraman yang dilakukan 1 kali pada
pagi hari (P1) menunjukkan nilai rata-rata tertinggi yakni sebesar 4,47 g.
Selanjutnya, penyiraman 1 kali pada sore hari (P3) dengan nilai rata-rata
sebesar 2,26 g, dan terkahir yaitu penyiraman 2 kali pada pagi dan sore hari
(P2) dengan nilai rata-rata sebesar 1,96 g. Hal ini diduga karena frekuensi
4.47
1.942.26
0.000.501.001.502.002.503.003.504.004.505.00
P1 P2 P3
Ber
at B
era
ngk
asan
Ke
rin
g (g
)
Frekuensi Penyiraman
Rata-Rata Berat Berangkasan KeringPada Tiap Perlakuan Frekuensi Penyiraman
Rata-rat Berat Berangkasan Kering
52
penyiraman 1 kali mampu mencukupi kebutuhan air dalam proses fotosintesis.
Apabila fotosintesi baik, maka pertumbuhan tanaman juga menjadi lebih cepat,
yang akhirnya berpengaruh pada peningkatan berat kering tanaman. Dimana air
sangat berpengaruh terhadap turgiditas sel yang mengendalikan membuka dan
menutupnya stomata. Apabila kekurangan air, maka turgiditas sel akan
menurun dan akan menyebabkan menutupnya stomata. Penutupan stomata
akan menghambat penyerapan CO2 yang dibutuhkan untuk pembentukan
karbohidrat (Laktan, 2011 dalam Sukarman et al., 2012).
53
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa
1. Media tanam memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter
pertumbuhan semai tanaman kayu putih, dimana media tanam M3
memeberikan nilai rata-rata tertinggi pada semua parameter pengamatan,
meliputi tinggi tanaman (5,64 cm), jumlah daun (34 helai), diameter
batang (0,36 mm), kekokohan batang (12,86), dan berat berangkasan
kering (4,48 g).
2. Frekuensi penyiraman tidak memberikan pengaruh nyata terhadap semua
parameter pertumbuhan semai tanaman kayu putih.
3. Tidak terdapat interaksi antara media tanam dan frekuensi penyiraman
yang memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter pertumbuhan
semai tanaman kayu putih.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan faktor frekuensi
penyiraman yang berbeda, serta dapat pula dilakukan penelitian dengan faktor
yang berbeda, seperti faktor interval penyiraman.
54
DAFTAR PUSTAKA
Adinugraha, H. A. 2012. Pengaruh Cara Penyiraman dan Pemupukan NPK
Terhadap Pertumbuhan Bibit Mahoni Daun Lebar di Persemaian. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Diakses pada tanggal 3 September 2015. Dari <https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwim1avu2JHKAhVScI4KHeHwAjYQFggbMAA&url=http%3A%2F%2Fwww.biotifor.or.id%2F2013%2Flb.file%2Fgambar%2FFile%2FJurnal%25202012%2FJURNAL%2520Vol.6%2520No.1%2C%2520Juli%25202012%2520Hamdan.pdf&usg=AFQjCNEFwlGNWB1OVf8Ia2BewD7pgVgkaw&sig2=3PBcRCLWfY8k7iwk39GSfg&bvm=bv.110151844,d.c2E>
Agromedia. 2010. Petunjuk Pemupukan. Jakarta : Agromedia Pustaka.
Anisa, S. 2011. Pengaruh Komposisi Media Tumbuh Terhadap Perkecambahan Benih dan Pertumbuhan Bibit Andalas (Morus macroura Miq.). Skripsi. Universitas Andalas Padang.
BPDAS Pemali Jratun. 2010. Kayu Putih. BPDAS. Diakses pada tanggal 15
Januari 2015. Dari <http://www.bpdas-pemalijratun.net >.
Fatonah, S., Asih, D., Mulyanti, D. dan Iriani, D. 2013. Penentuan Waktu
Pembukaan Stomata Pada Gulma Melastoma malabathricum L. di Perkebunan Gambir Kampar, Riau. Jurnal Biospecies Volume 6 Nomor 2 Halaman 16-17. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau dan Fakultas Tarbiyah, Institut Agama Islam Negeri Raden Intan, Bandar Lampung.
Hanafiah, K. A. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta : PT Rajagrafindo
Persada.
Hanum, C. 2008. Teknik Budidaya Tanaman. Jilid 1. Jakarta : Sumber Bahagia
Concern.
Hanum, M. 2010. Pengaruh Jenis Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Bibit
Tanaman Asparagus (Asparagus officinalis L.). Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
55
Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta : Akademia Pressindo.
Irvan, Manday, P.B., dan Sasmitra, J. 2015. Ekstraksi 1,8 Cineol Dari Minyak Daun Eucalyptus urophylla Dengan Metode Soxhletasi. Jurnal Teknik Kimia Volume 4 Nomor 3 Halaman 53. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Kartikawati, N.K. dan Rimbawanto, A. 2014. Potensi Pengembangan Industri Minyak Kayu Putih. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Departemen Kehutanan.
Kartikawati, N.K., Rimbawanto, A., Susanto, M., Baskorowati, L., dan Prastyono.
2014. Budidaya dan Prospek Pengembangan Kayu Putih (Melaleuca cajuputi). Jakarta : IPB Press.
Kurniawan, S., Bintoro, A., dan Riniarti, M. 2014. Pengaruh Beberapa Dosis
Pupuk dan Beberapa Media Tumbuh Terrhadap Pertumbuhan Bibit Jabon (Anthocepalus cadamba). Jurnal Sylva Lestari Volume II Nomor 1 Halaman 37. Universitas Lampung.
Manfarizah, Syamaun, dan Nurhalizah. 2011. Karakteristik Sifat fisika Tanah di
University Farm Stasiun Bener Meriah. Jurnal Agrista Volume 15 Nomor 1 Halaman 4. Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Ma’shum, M. 2005. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. Mataram : Mataram
University Press.
Napirah, K., dan Irmayani. 2012. Dampak Pemberdayaan Masyarakat Terhadap
Pengembangan Agribisnis Minyak Kayu Putih Studi Kasus Di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (Pkbm) Sari Arum Kecamatan Waeapo Kabupaten Buru. Universitas Muhammadiyah Parepare. Diakses pada tanggal 10 Agustus 2015. Dari <https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiNt8Ky0fDJAhWOVI4KHcDqAGUQFggwMAQ&url=http%3A%2F%2Fwww.pdii.lipi.go.id%2Fread%2Fdata%2F2015%2F06%2FSeminar-Hasil-hasil-Penelitian-sebagai-Aktualisasi-PelaksanaanTriDharmaPerguruanTinggi.pdf&usg=AFQjCNH7A2RFrkPlsjFQa4jXfvOaEi_fQ&sig2=DGWuT1v8ekTHtGo5KBMbkg&bvm=bv.110151844,d.c2E>.
56
Noverita, S.V. 2005. Pengaruh Pemberian Nitrogen dan Kompos Terhadap
Komponen Pertumbuhan Tanaman Lidah Buaya (Aloe vera). Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian Volume 3 Nomor 3 Halaman 58 dan 65. Universitas Sisingamangaraja Medan.
Peraturan Menteri Kehutanan No. 35 Tahun 2007 Tentang Hasil Hutan Bukan Kayu.
Rahadi, V. P. 2008. Pengaruh Pupuk Kandang Sapi Dan Pupuk Guano Terhadap Produksi Kedelai (Glycine Max (L.) Merr) Organik Panen Muda. Skripsi. Fakultas Pertanian, Intitut Pertanian Bogor.
Rimbawanto, A., Susanto, M., Khosmah, M.K., Adinugraha, H.A., dan Utomo, P.M. 2014. Buku Seri Iptek V Kehutanan Topik 1 Kayu Putih. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.
Sadikin, S. 2004. Pengaruh Dosis Pupuk N dan Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth.). Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Semangun, H. 2006. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Semangun, H. 2008. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Siahaya, L. 2007. Pengaruh Media Tumbuh dan Frekwensi Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Awal Semai Salimuli (Cordia subcordata, Lamk.). Jurnal Agroforestri Volume II Nomor 1 Halaman 21 dan 24. Universitas Unpati Ambon.
Sinulingga, M. dan Darmanti, S. 2007. Kemampuan Mengikat Air Oleh Tanah Pasir yang Diperlakukan Dengan Tepung Rumput Laut (Gracilaria verrucosa). FMIPA Universitas Dipenogoro. Diakses pada tanggal 3 September 2015. Dari <https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjI4efi4JHKAhULA44KHQrFAx4QFggcMAA&url=http%3A%2F%2Fejournal.undip.ac.id%2Findex.php%2Fjanafis%2Farticle%2Fdownload%2F2570%2F2278&usg=AFQjCN
57
Ee6mN55pSu26xu81dl9e8m6h2UYw&sig2=DEH0MzW8A1Eh79ZvQanp3A>.
Siregar, E. B. M. 2005. Penyakit Tanaman Pinus. E- USU Repository. Program Studi Kehutanan, Universitas Sumatera Utara. Diakses Pada Tanggal 12 Juni 2015. Dari <https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwirmfOezvDJAhUNGo4KHTdOABIQFggeMAE&url=http%3A%2F%2Flibrary.usu.ac.id%2Fdownload%2Ffp%2Fhutanedi%2520batara14.pdf&usg=AFQjCNFlL4zEABmM3uZq07MnyKoDiO62Kg&sig2=51fvELnMcGiqIcfMzBS3qA>.
Sriyanto, Astuti, dan Sujalu. 2015. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Sapi
Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Terung Ungu Dan Terung Hijau (Solanum melongena L .). Jurnal Agrifor Volume XIV Nomor 1 Halaman 42. Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda.
Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukarman, J. Hi., Thomas, A., Kalangi, J. I., dan Lasut, M. T. 2012. Pengaruh Frekuensi Pemberian Air Terhadap Pertumbuhan Bibit Jabon Merah (Anthocephalus macrophyllus (Roxb.)). Universitas Sam Ratulangi Manado. Diakses pada tanggal 10 Agustus 2015. Dari <http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/cocos/article/view/1469/1169>.
Sunanto, H. 2003. Budidaya dan Penyulingan Kayu Putih. Yogyakarta : Kanisius.
Susanto, M. 1998. Koleksi Benih Kayu Putih Di Sebaran Alam Kepulauan
Maluku. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta. Diakses pada tanggal 13 Februari 2015. Dari <https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjo89Tx45HKAhXOBY4KHez0CxQQFggbMAA&url=http%3A%2F%2Ffordamof.org%2Ffiles%2FMudji%2520Susanto.pdf&usg=AFQjCNEV9SEHoxkde47MMQ_tQWiEjbDprA&sig2=8UytG63RpFVAgLZQvtMQ&bvm=bv.110151844,d.c2E>.
Tambunan. 2008. Kajian Sifat Fisik dan Kimia Tanah Hubungannya Dengan Produksi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis, Jacq) di Kebun Kelapa Sawit PTPN II. Tesis. Universitas Sumatera Utara.
58
Tampubolon, H. 2000. Pengaruh Pemupukan Terhadap Pertumbuhan Bibit Karet (Hevea brasiliensis, Muell. Arg.). Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Winara, A., Siarudin, M., Juniadi, E., Indrajaya, Y., dan Widiyanto, A. 2012.
Kajian Potensi Minyak Kayu Putih Di Taman Nasional Wasur Papua. Laporan Penelitian. Kementerian Riset dan Teknologi.
Yudohartono, T.P dan Fambayun, R.A. 2012. Karakteristik Pertumbuhan Semai Binuang Asal Provenan Pamasan Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Tanaman Hutan Volume 6 Nomor 3, Halaman 153-154. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.
Zulyana, U. 2011. Respon Ketimun (Cucumis sativus) Terhadap Pemberian Kombinasi Dosis dan Macam Bentuk Pupuk Kotoran Sapi di Getasan. Skripsi. Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
59
LAMPIRAN
60
Lampiran 1. Hasil Analisis Sidk Ragam (Anova)
1.1 Tinggi Tanaman
Sumber Keragaman
(Source of Variation)
Derajat
Bebas
(df)
Jumlah
Kuadrat
(SS)
Kuadrat
Tengah
(MS)
F
Nilai P
(P-
Value)
Media
Penyiraman
Interaksi Media*Penyiraman
Error
3
2
6
24
42,78
0,74
6,70
15,71
14,26
0,37
1,11
0,65
21,77
0,56
1,70
0,00 s
0,57 ns
0,16 ns
Total 35 65,95
Keterangan : s = signifikan pada taraf kepercayaan 95%
ns = non significant (tidak signifikan)
1.2 Jumlah Daun
Sumber Keragaman
(Source of Variation)
Derajat
Bebas
(df)
Jumlah
Kuadrat
(SS)
Kuadrat
Tengah
(MS)
F Nilai P
(P-
Value)
Media
Penyiraman
Interaksi Media*Penyiraman
Error
3
2
6
24
4927,75
86,66
93,01
2349,50
1642,58
43,33
15,50
97,89
16,77
0,44
0,15
0.00
0,64 ns
0,98ns
Total 35 65,95
Keterangan : s = signifikan pada taraf kepercayaan 95%
ns = non significant (tidak signifikan)
1.3 Diameter Batang
Sumber Keragaman
(Source of Variation)
Derajat
Bebas
(df)
Jumlah
Kuadrat
(SS)
Kuadrat
Tengah
(MS)
F Nilai P
(P-Value)
Media
Penyiraman
Interaksi Media*Penyiraman
Error
3
2
6
24
0,13
0,01
0,002
0,04
0,04
0,004
4,22
0,001
24,67
2,37
0,22
0.00 s
0,11ns
0,96 ns
Total 35 0,19
Keterangan : s = signifikan pada taraf kepercayaan 95%
ns = non significant (tidak signifikan)
61
1.4 Kekokohan Batang
Sumber Keragaman
(Source of Variation)
Derajat
Bebas
(df)
Jumlah
Kuadrat
(SS)
Kuadrat
Tengah
(MS)
F
Nilai P
(P-
Value)
Media tanam
Penyiraman
Interaksi Media*Penyiraman
Error
3
2
6
24
293,24
4,82
58,18
387,34
97,75
2,41
9,70
16,14
6,06
0,15
0,60
0,00 s
0,86 ns
0,73 ns
Total 35 265,54
Keterangan : s = signifikan pada taraf kepercayaan 95%
ns = non significant (tidak signifikan)
1.5 Berat Berangkasan Kering
Sumber Keragaman
(Source of Variation)
Derajat
Bebas
(df)
Jumlah
Kuadrat
(SS)
Kuadrat
Tengah
(MS)
F Nilai P
(P-
Value)
Media
Penyiraman
Interaksi Media*Penyiraman
Error
3
2
6
24
79,574
1,512
0,793
27,251
26,524
0,756
0,132
1,135
23,359
0,665
0,116
0.00 s
0,52 ns
0,99 ns
Total 35 109,131
Keterangan : s = signifikan pada taraf kepercayaan 95%
ns = non significant (tidak signifikan)
62
Lampiran 2. Hasil Analisis Tanah
No Perlakuan M0 M1 X1 M2 X2 M3 X3 M4 X4 M5 X5 M6 X6 M7 X7 M8 X8 M9 X9 M10 X10 M11 X11 M12 X12 Rata-Rata
1 M0P1-U1 0,9 0,9 0 1,1 0,2 1,3 0,2 1,9 0,6 2,4 0,5 4,8 2,4 6,8 2 11,1 4,3 18 6,9 26 8 36 10 46,3 10,3 3,78
2 M0P1-U2 1 1,2 0,2 1,8 0,6 1,8 0 1,8 0 2 0,2 2,4 0,4 2,8 0,4 3,5 0,7 6 2,5 10,8 4,8 13,3 2,5 17 3,7 1,33
3 M0P1-U3 0,9 0,9 0 0,9 0 1,2 0,3 1,6 0,4 3 1,4 5,5 2,5 9 3,5 16,5 7,5 29,3 12,8 38,5 9,2 50,8 12,3 64 13,2 5,26
4 M0P2-U1 1 1 0 1 0 1,7 0,7 2 0,3 2,8 0,8 4,6 1,8 6,5 1,9 12,4 5,9 20,5 8,1 30 9,5 42 12 53,1 11,1 4,34
5 M0P2-U2 0,9 0,9 0 1 0,1 1,4 0,4 1,6 0,2 2,5 0,9 4,7 2,2 6 1,3 10,8 4,8 17,4 6,6 26 8,6 34,2 8,2 46 11,8 3,76
6 M0P2-U3 1,2 1,2 0 1,5 0,3 1,7 0,2 2,5 0,8 5,3 2,8 10,6 5,3 15 4,4 25 10 32 7 41 9 49 8 58,2 9,2 4,75
7 M0P3-U1 0,8 1 0,2 1,2 0,2 2,2 1 3,5 1,3 6,5 3 10,5 4 14 3,5 18,7 4,7 23,5 4,8 28 4,5 33 5 39,5 6,5 3,23
8 M0P3-U2 1 1 0 1,1 0,1 1,4 0,3 1,7 0,3 2,4 0,7 3 0,6 4,8 1,8 9,2 4,4 17,5 8,3 24 6,5 28,2 4,2 35,4 7,2 2,87
9 M0P3-U3 1,2 1,2 0 1,2 0 1,2 0 1,5 0,3 1,9 0,4 3 1,1 3,9 0,9 7,5 3,6 12 4,5 16,5 4,5 21 4,5 26 5 2,07
10 M1P1-U1 0,9 1,1 0,2 1,1 0 1,1 0 1,1 0 1,3 0,2 1,5 0,2 1,7 0,2 2,8 1,1 6,5 3,7 11,6 5,1 16 4,4 20,6 4,6 1,64
11 M1P1-U2 1,2 1,2 0 1,2 0 1,3 0,1 1,5 0,2 2,5 1 3,7 1,2 5 1,3 8,2 3,2 11,2 3 14 2,8 17,1 3,1 21 3,9 1,65
12 M1P1-U3 0,8 0,8 0 1,1 0,3 1,7 0,6 1,9 0,2 2,4 0,5 4,2 1,8 5,4 1,2 10,9 5,5 16 5,1 20,4 4,4 26 5,6 30 4 2,43
13 M1P2-U1 0,7 1,5 0,8 1,6 0,1 1,9 0,3 2,1 0,2 3,2 1,1 5 1,8 6,5 1,5 11 4,5 18,4 7,4 27,2 8,8 35 7,8 44 9 3,61
14 M1P2-U2 1 1 0 1,3 0,3 1,4 0,1 2,3 0,9 4 1,7 6 2 7 1 12 5 16 4 20,4 4,4 27 6,6 34 7 2,75
15 M1P2-U3 0,9 1,1 0,2 1,6 0,5 2 0,4 3,2 1,2 6,2 3 11,5 5,3 14 2,5 18 4 20 2 24 4 28 4 34,2 6,2 2,78
16 M1P3-U1 1 1,1 0,1 1,3 0,2 1,6 0,3 2,1 0,5 3,5 1,4 6 2,5 8,4 2,4 16,4 8 25,7 9,3 36 10,3 44 8 52,6 8,6 4,30
17 M1P3-U2 0,7 1 0,3 1,1 0,1 1,2 0,1 1,2 0 1,5 0,3 2 0,5 2 0 4,6 2,6 8 3,4 12 4 18,1 6,1 27 8,9 2,19
18 M1P3-U3 1,2 1,2 0 1,2 0 1,2 0 1,5 0,3 2 0,5 3,6 1,6 5 1,4 10,3 5,3 17,2 6,9 22,4 5,2 28 5,6 33 5 2,65
19 M2P1-U1 1 1,1 0,1 1,4 0,3 1,6 0,2 2,4 0,8 4,2 1,8 6,7 2,5 8,5 1,8 13,5 5 20 6,5 28,8 8,8 39 10,2 50 11 4,08
20 M2P1-U2 0,7 0,7 0 1,1 0,4 1,4 0,3 1,8 0,4 3 1,2 4,6 1,6 6,5 1,9 13 6,5 23 10 29,4 6,4 40 10,6 48,8 8,8 4,01
21 M2P1-U3 1 1 0 1,3 0,3 1,6 0,3 1,9 0,3 3,3 1,4 6,1 2,8 8,3 2,2 12,2 3,9 20 7,8 27 7 37 10 46,7 9,7 3,81
22 M2P2-U1 1 1 0 1,3 0,3 1,6 0,3 1,9 0,3 3,3 1,4 6,1 2,8 8,3 2,2 12,2 3,9 20 7,8 29 9 38 9 50,3 12,3 4,11
23 M2P2-U2 0,7 0,7 0 1 0,3 1,2 0,2 1,6 0,4 2,8 1,2 5 2,2 7,2 2,2 14 6,8 24 10 31 7 40 9 51 11 4,19
24 M2P2-U3 1,2 1,2 0 1,5 0,3 1,9 0,4 2,9 1 4,8 1,9 7,7 2,9 11,7 4 17 5,3 21,9 4,9 27 5,1 34 7 45 11 3,65
25 M2P3-U1 0,8 0,8 0 1,5 0,7 2,4 0,9 2,9 0,5 6 3,1 11 5 13 2 16,6 3,6 27 10,4 38 11 47,8 9,8 56 8,2 4,60
26 M2P3-U2 1 1,2 0,2 1,4 0,2 2 0,6 2,8 0,8 5,9 3,1 8,5 2,6 12 3,5 20 8 28 8 38 10 46 8 55,3 9,3 4,53
27 M2P3-U3 0,9 1,1 0,2 1,3 0,2 2,2 0,9 3,1 0,9 7,3 4,2 14,1 6,8 18 3,9 27 9 33,6 6,6 41 7,4 47,3 6,3 55,3 8 4,53
28 M3P1-U1 1 1 0 1,1 0,1 1,8 0,7 2,5 0,7 5,5 3 11 5,5 15,2 4,2 24 8,8 32,3 8,3 43 10,7 55,4 12,4 69,4 14 5,70
29 M3P1-U2 1 1 0 1,6 0,6 2,3 0,7 3,7 1,4 9,2 5,5 16 6,8 20,5 4,5 30 9,5 40,6 10,6 53 12,4 65,8 12,8 79 13,2 6,50
30 M3P1-U3 0,6 0,8 0,2 1,2 0,4 1,5 0,3 2,5 1 5 2,5 10,6 5,6 15 4,4 26 11 39 13 48 9 60 12 68,8 8,8 5,68
31 M3P2-U1 1,3 1,3 0 1,9 0,6 3,5 1,6 6 2,5 14,2 8,2 22,2 8 27 4,8 36,5 9,5 45,7 9,2 54 8,3 64 10 77,1 13,1 6,32
32 M3P2-U2 1 1 0 1,3 0,3 1,6 0,3 2,1 0,5 4,4 2,3 6,7 2,3 8,5 1,8 17,5 9 24,5 7 33 8,5 41,5 8,5 56,7 15,2 4,64
33 M3P2-U3 0,9 0,9 0 1,1 0,2 1,8 0,7 2,6 0,8 5,9 3,3 11 5,1 16 5 27,2 11,2 35 7,8 46 11 54 8 63 9 5,18
34 M3P3-U1 1,1 1,3 0,2 1,9 0,6 2,8 0,9 4,3 1,5 7,2 2,9 12,5 5,3 14,3 1,8 20 5,7 24,9 4,9 33 8,1 44 11 58 14 4,74
35 M3P3-U2 1,1 1,1 0 1,9 0,8 3,3 1,4 6,5 3,2 12,2 5,7 18 5,8 22,5 4,5 32 9,5 41 9 52 11 62 10 76 14 6,24
36 M3P3-U3 1,2 1,4 0,2 1,9 0,5 3,1 1,2 4,5 1,4 8,6 4,1 15,8 7,2 20 4,2 29,8 9,8 35 5,2 41 6 51 10 70,2 19,2 5,75
M0 - M12 = tinggi tanaman pada tiap pekanX1 - X12 = pertumbuhan tinggi tanaman pada tiap pekan
Keterangan :
Lampiran 3. Pertumbuhan Tinggi Batang Tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi )
Lampiran 4. Pertumbuhan Jumlah Daun Tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi )
No Perlakuan M0 M1 X1 M2 X2 M3 X3 M4 X4 M5 X5 M6 X6 M7 X7 M8 X8 M9 X9 M10 X10 M11 X11 M12 X12 Rata-rata
1 M0P1-U1 6 7 1 8 2 10 2 11 1 13 2 15 2 27 12 32 5 49 17 59 10 68 9 79 11 6,17
2 M0P1-U2 8 11 3 11 0 11 0 13 2 14 1 17 3 18 1 22 4 30 8 83 53 93 10 107 14 8,25
3 M0P1-U3 6 8 2 8 0 10 2 11 1 13 2 21 8 41 20 64 23 113 49 159 46 179 20 218 39 17,67
4 M0P2-U1 6 8 2 9 1 12 3 12 0 14 2 15 1 20 5 23 3 31 8 31 0 32 1 36 4 2,50
5 M0P2-U2 8 8 0 10 2 14 4 16 2 18 2 23 5 52 29 56 4 79 23 87 8 93 6 101 8 7,75
6 M0P2-U3 8 10 2 12 2 15 3 16 1 20 4 25 5 35 10 37 2 40 3 43 3 49 6 54 5 3,83
7 M0P3-U1 7 10 3 12 2 15 3 20 5 23 3 31 8 46 15 53 7 55 2 72 17 75 3 81 6 6,17
8 M0P3-U2 6 8 2 9 1 10 1 13 3 15 2 16 1 17 1 24 7 34 10 54 20 68 14 84 16 6,50
9 M0P3-U3 6 8 2 8 0 8 0 10 2 11 1 16 5 29 13 30 1 67 37 98 31 126 28 141 15 11,25
10 M1P1-U1 7 8 1 8 0 8 0 9 1 10 1 11 1 11 0 13 2 19 6 21 2 22 1 26 4 1,58
11 M1P1-U2 7 9 2 10 1 11 1 14 3 16 2 23 7 60 37 78 18 82 4 97 15 108 11 118 10 9,25
12 M1P1-U3 8 8 0 11 3 13 3 14 1 16 2 18 2 23 5 23 0 25 2 29 4 31 2 34 3 2,25
13 M1P2-U1 8 10 2 12 2 13 1 14 1 16 2 19 3 25 6 28 3 31 3 34 3 46 12 55 9 3,92
14 M1P2-U2 7 8 1 10 2 12 2 14 2 16 2 18 2 37 19 50 13 57 7 60 3 68 8 81 13 6,17
15 M1P2-U3 6 8 2 10 2 12 2 15 3 16 1 20 4 26 6 26 0 28 2 33 5 39 6 45 6 3,25
16 M1P3-U1 7 9 2 10 1 14 4 17 3 23 6 25 2 31 6 35 4 42 7 44 2 46 2 51 5 3,67
17 M1P3-U2 6 6 0 7 1 11 4 11 0 12 1 14 2 28 14 40 12 45 5 50 5 54 4 60 6 4,50
18 M1P3-U3 6 8 2 10 2 11 1 15 4 17 2 19 2 23 4 27 4 31 4 37 6 44 7 51 7 3,75
19 M2P1-U1 7 9 2 12 3 14 2 18 4 33 15 44 11 80 36 102 22 160 58 194 34 237 43 278 41 22,58
20 M2P1-U2 6 9 3 12 3 14 2 19 5 28 9 38 10 74 36 102 28 183 81 219 36 263 44 294 31 24,00
21 M2P1-U3 8 10 2 11 1 11 0 14 3 16 2 19 3 23 4 25 2 29 4 31 2 35 4 42 7 2,83
22 M2P2-U1 8 11 3 12 1 15 3 18 3 21 3 36 15 65 29 69 4 119 50 135 16 151 16 177 26 14,08
23 M2P2-U2 6 7 1 9 2 12 3 14 2 16 2 19 3 27 8 30 3 33 3 37 4 45 8 54 9 4,00
24 M2P2-U3 4 8 4 10 2 13 3 15 2 16 1 21 5 51 30 63 12 74 11 80 6 86 6 99 13 7,92
25 M2P3-U1 5 7 2 10 3 14 4 18 4 24 6 27 3 40 13 42 2 48 6 53 5 55 2 64 9 4,92
26 M2P3-U2 7 10 3 13 3 15 2 20 5 27 7 29 2 38 9 44 6 44 0 45 1 48 3 54 6 3,92
27 M2P3-U3 7 9 2 12 3 14 2 14 0 21 7 64 43 142 78 197 55 273 76 314 41 355 41 391 36 32,00
28 M3P1-U1 4 7 3 10 3 13 3 18 5 22 4 26 4 62 36 115 53 204 89 299 95 373 74 452 79 37,33
29 M3P1-U2 7 10 3 14 4 15 1 25 10 55 30 109 54 183 74 317 134 417 100 498 81 541 43 591 50 48,67
30 M3P1-U3 6 8 2 11 3 14 3 19 5 24 5 29 5 40 11 56 16 77 21 124 47 151 27 172 21 13,83
31 M3P2-U1 8 10 2 13 3 20 7 36 16 94 58 152 58 232 80 354 122 413 59 507 94 562 55 643 81 52,92
32 M3P2-U2 6 7 1 9 2 11 2 13 2 18 5 20 2 61 41 87 26 154 67 181 27 217 36 252 35 20,50
33 M3P2-U3 6 7 1 10 3 12 2 14 2 20 6 25 5 91 66 153 62 229 76 251 22 274 23 308 34 25,17
34 M3P3-U1 6 7 1 12 5 15 3 22 7 29 7 71 42 127 56 156 29 187 31 246 59 299 53 351 52 28,75
35 M3P3-U2 7 9 2 12 3 15 3 19 4 25 6 48 23 168 120 228 60 298 70 347 49 403 56 469 66 38,50
36 M3P3-U3 7 10 3 11 1 15 4 21 6 47 26 90 43 167 77 234 67 317 83 382 65 452 70 533 81 43,83
M0 - M12 = tinggi tanaman pada tiap pekanX1 - X12 = pertumbuhan tinggi tanaman pada tiap pekan
Keterangan :
Lampiran 5. Pertumbuhan Diameter Batang Tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi )
No perlakuan M0 M1 X1 M2 X2 M3 X3 M4 X4 M5 X5 M6 X6 M7 X7 M8 X8 M9 X9 M10 X10 M11 X11 M12 X12Rata-rata
Pertumbahan Diameter
1 M0P1-U1 0,3 0,3 0 0,3 0 0,3 0 0,3 0 0,45 0,15 0,5 0,05 0,6 0,1 0,9 0,3 1,5 0,6 1,75 0,25 2,1 0,35 2,7 0,6 0,20
2 M0P1-U2 0,3 0,3 0 0,3 0 0,03 -0,27 0,3 0,27 0,4 0,1 0,4 0 0,5 0,1 0,7 0,2 0,9 0,2 1,3 0,4 1,7 0,4 2,1 0,4 0,15
3 M0P1-U3 0,3 0,3 0 0,3 0 0,3 0 0,4 0,1 0,5 0,1 0,8 0,3 1,2 0,4 1,45 0,25 1,7 0,25 2,1 0,4 2,7 0,6 3,1 0,4 0,23
4 M0P2-U1 0,3 0,3 0 0,3 0 0,45 0,15 0,5 0,05 0,5 0 0,65 0,15 1 0,35 1,3 0,3 1,5 0,2 2,1 0,6 2,7 0,6 3,2 0,5 0,24
5 M0P2-U2 0,3 0,3 0 0,3 0 0,3 0 0,4 0,1 0,5 0,1 0,6 0,1 0,9 0,3 1 0,1 1,3 0,3 1,6 0,3 2 0,4 2,5 0,5 0,18
6 M0P2-U3 0,3 0,3 0 0,3 0 0,3 0 0,4 0,1 0,5 0,1 0,9 0,4 1 0,1 1,5 0,5 1,7 0,2 2 0,3 2,4 0,4 2,8 0,4 0,21
7 M0P3-U1 0,3 0,3 0 0,3 0 0,3 0 0,4 0,1 0,5 0,1 0,9 0,4 1,3 0,4 1,6 0,3 1,8 0,2 2,2 0,4 2,7 0,5 3,2 0,5 0,24
8 M0P3-U2 0,3 0,3 0 0,3 0 0,3 0 0,3 0 0,4 0,1 0,5 0,1 0,8 0,3 1 0,2 1,4 0,4 2,05 0,65 2,5 0,45 3 0,5 0,23
9 M0P3-U3 0,3 0,3 0 0,3 0 0,3 0 0,4 0,1 0,5 0,1 0,6 0,1 0,9 0,3 1,05 0,15 1,4 0,35 1,6 0,2 2 0,4 2,5 0,5 0,18
10 M1P1-U1 0,3 0,3 0 0,3 0 0,5 0,2 0,5 0 0,6 0,1 0,6 0 0,7 0,1 0,8 0,1 1 0,2 1,45 0,45 2 0,55 2,4 0,4 0,18
11 M1P1-U2 0,3 0,3 0 0,3 0 0,3 0 0,4 0,1 0,5 0,1 0,6 0,1 0,9 0,3 1 0,1 1,2 0,2 1,5 0,3 1,9 0,4 2,5 0,6 0,18
12 M1P1-U3 0,2 0,3 0,1 0,3 0 0,35 0,05 0,4 0,05 0,5 0,1 0,8 0,3 1 0,2 1,2 0,2 1,6 0,4 1,9 0,3 2 0,1 3,1 1,1 0,24
13 M1P2-U1 0,2 0,3 0,1 0,3 0 0,4 0,1 0,4 0 0,5 0,1 0,7 0,2 0,9 0,2 1 0,1 1,4 0,4 1,6 0,2 2 0,4 2,5 0,5 0,19
14 M1P2-U2 0,3 0,3 0 0,3 0 0,4 0,1 0,5 0,1 0,6 0,1 0,8 0,2 1,05 0,25 1,4 0,35 1,6 0,2 1,85 0,25 2,4 0,55 2,9 0,5 0,22
15 M1P2-U3 0,3 0,3 0 0,3 0 0,4 0,1 0,4 0 0,5 0,1 0,7 0,2 1 0,3 1,3 0,3 1,5 0,2 1,85 0,35 2,2 0,35 2,6 0,4 0,19
16 M1P3-U1 0,3 0,3 0 0,3 0 0,3 0 0,4 0,1 0,4 0 0,5 0,1 0,9 0,4 1,2 0,3 1,7 0,5 2,3 0,6 2,9 0,6 3,4 0,5 0,26
17 M1P3-U2 0,3 0,3 0 0,3 0 0,3 0 0,3 0 0,3 0 0,4 0,1 0,5 0,1 0,6 0,1 0,9 0,3 1,3 0,4 2 0,7 2,6 0,6 0,19
18 M1P3-U3 0,3 0,3 0 0,3 0 0,3 0 0,4 0,1 0,4 0 0,6 0,2 0,9 0,3 1 0,1 1,25 0,25 1,75 0,5 2,4 0,65 2,9 0,5 0,22
19 M2P1-U1 0,3 0,3 0 0,3 0 0,3 0 0,3 0 0,5 0,2 0,8 0,3 1 0,2 1,4 0,4 1,9 0,5 2,1 0,2 2,8 0,7 3,4 0,6 0,26
20 M2P1-U2 0,2 0,3 0,1 0,3 0 0,45 0,15 0,5 0,05 0,5 0 0,75 0,25 1,1 0,35 1,3 0,2 1,6 0,3 2 0,4 2,7 0,7 3,3 0,6 0,26
21 M2P1-U3 0,3 0,3 0 0,3 0 0,5 0,2 0,5 0 0,5 0 0,7 0,2 1 0,3 1,3 0,3 1,6 0,3 2 0,4 2,7 0,7 3,2 0,5 0,24
22 M2P2-U1 0,3 0,4 0,1 0,5 0,1 0,7 0,2 1,1 0,4 1,4 0,3 1,8 0,4 2,2 0,4 2,4 0,2 2,6 0,2 3 0,4 3,6 0,6 4 0,4 0,31
23 M2P2-U2 0,2 0,3 0,1 0,3 0 0,35 0,05 0,5 0,15 0,6 0,1 1 0,4 1,3 0,3 1,6 0,3 1,9 0,3 2,3 0,4 2,8 0,5 3,2 0,4 0,25
24 M2P2-U3 0,3 0,3 0 0,3 0 0,4 0,1 0,4 0 0,5 0,1 0,9 0,4 1,3 0,4 1,7 0,4 2 0,3 2,3 0,3 2,7 0,4 3 0,3 0,23
25 M2P3-U1 0,2 0,3 0,1 0,3 0 0,3 0 0,5 0,2 0,7 0,2 1 0,3 1,5 0,5 1,9 0,4 2 0,1 2,3 0,3 2,8 0,5 3,2 0,4 0,25
26 M2P3-U2 0,3 0,3 0 0,3 0 0,4 0,1 0,5 0,1 0,5 0 0,9 0,4 1,3 0,4 1,7 0,4 2 0,3 2,5 0,5 3,1 0,6 3,7 0,6 0,28
27 M2P3-U3 0,3 0,3 0 0,4 0,1 0,4 0 0,5 0,1 0,9 0,4 1,5 0,6 1,9 0,4 2,3 0,4 3 0,7 3,7 0,7 4,4 0,7 5 0,6 0,39
28 M3P1-U1 0,3 0,3 0 0,4 0,1 0,5 0,1 0,5 0 0,6 0,1 0,9 0,3 1,1 0,2 1,5 0,4 1,95 0,45 2,45 0,5 3,3 0,85 4 0,7 0,31
29 M3P1-U2 0,3 0,3 0 0,4 0,1 0,5 0,1 0,5 0 0,7 0,2 1,1 0,4 1,5 0,4 2 0,5 3 1 3,6 0,6 4,3 0,7 5 0,7 0,39
30 M3P1-U3 0,2 0,2 0 0,2 0 0,3 0,1 0,45 0,15 0,6 0,15 0,9 0,3 1,3 0,4 1,8 0,5 2,2 0,4 2,6 0,4 3,2 0,6 3,6 0,4 0,28
31 M3P2-U1 0,3 0,4 0,1 0,5 0,1 0,9 0,4 1,3 0,4 1,9 0,6 2,3 0,4 2,7 0,4 3,1 0,4 3,5 0,4 3,9 0,4 4,6 0,7 5 0,4 0,39
32 M3P2-U2 0,3 0,3 0 0,3 0 0,4 0,1 0,4 0 0,6 0,2 1 0,4 1,2 0,2 1,6 0,4 1,8 0,2 2,4 0,6 3,4 1 4 0,6 0,31
33 M3P2-U3 0,3 0,3 0 0,4 0,1 0,5 0,1 0,55 0,05 1 0,45 1,6 0,6 2 0,4 2,7 0,7 3 0,3 3,7 0,7 4,5 0,8 5,1 0,6 0,40
34 M3P3-U1 0,3 0,3 0 0,5 0,2 0,5 0 0,6 0,1 1 0,4 1,5 0,5 1,8 0,3 2,2 0,4 2,7 0,5 2,95 0,25 3,5 0,55 4,15 0,65 0,32
35 M3P3-U2 0,3 0,4 0,1 0,5 0,1 0,7 0,2 1,1 0,4 1,5 0,4 2,2 0,7 2,9 0,7 3,6 0,7 3,9 0,3 4,45 0,55 5,1 0,65 5,5 0,4 0,43
36 M3P3-U3 0,3 0,3 0 0,45 0,15 0,5 0,05 0,6 0,1 1 0,4 1,6 0,6 2 0,4 2,45 0,45 3 0,55 3,6 0,6 4,4 0,8 5 0,6 0,39
M0 - M12 = tinggi tanaman pada tiap pekanX1 - X12 = pertumbuhan tinggi tanaman pada tiap pekan
Keterangan :
Lampiran 6. Nilai Kekokohan Batang Tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi )
No perlakuan M0 M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 M11 M12 Rata-rata
1 M0P1-U1 3 3 3,67 4,33 4,75 4,8 8 7,56 10,57 12,86 16,25 18 18,12 8,84
2 M0P1-U2 3,33 4 4 3,6 3 2 1,5 1,4 1,43 2 3 3,02 3,4 2,74
3 M0P1-U3 3 3 3 4 4 6 9,17 10 16,5 24,42 25,67 26,74 24,8 12,33
4 M0P2-U1 3,33 3,33 3,33 3,78 4 5,6 7,08 6,5 9,54 13,67 14,29 15,56 15,63 8,13
5 M0P2-U2 3 3 3,33 4,67 3,2 3,57 4,7 4 5,68 8,7 11,3 12,21 14,38 6,29
6 M0P2-U3 4 4 3,75 3,4 5 7,57 9,64 10 12,5 10,67 11,39 11,4 11,64 8,07
7 M0P3-U1 2,67 3,33 4 5,5 8,75 10,83 10,5 11,67 11,69 13,06 11,67 9,71 9,88 8,71
8 M0P3-U2 3,33 3,33 2,2 2,8 2,83 2,4 2 2,67 4,18 6,48 8,14 8,06 8,53 4,38
9 M0P3-U3 4 4 4 4 3,75 3,8 3,75 3,25 5,17 7,06 7,86 7,78 8,39 5,14
10 M1P1-U1 3 3,67 3,67 3,67 3,67 2,6 1,88 1,7 2 3,42 5,52 5,71 6,06 3,58
11 M1P1-U2 6 3 6 4,33 3,33 4,17 4,11 3,85 4,56 5,09 5,38 5,34 5,83 4,92
12 M1P1-U3 2,67 2,67 3,67 5,67 4,75 4,8 7 6 10,9 12,31 12,75 13 12 7,55
13 M1P2-U1 2,33 5 5,33 4,75 4,2 6,4 5,56 5 6,47 9,2 10,88 11,29 11,89 6,79
14 M1P2-U2 3,33 3,33 4,33 4,67 5,75 10 12 7,78 10 9,41 8,87 9,31 10 7,6
15 M1P2-U3 4,5 3,67 5,33 5,71 6,4 10,33 11,5 10,77 11,25 10,53 10,43 10 10,69 8,55
16 M1P3-U1 5 3,67 4,33 3,56 4,2 7 8 7,64 12,62 16,06 18 16,3 15,94 9,41
17 M1P3-U2 2,33 3,33 2,75 3 2,4 1,67 1,33 1,05 2 2,67 3,24 4,11 5,4 2,71
18 M1P3-U3 4 4 3 2,4 2,73 2 2,25 2,5 3,81 5,73 6,05 6,22 6,47 3,94
19 M2P1-U1 3,33 3,67 3,5 4 6 8,4 9,57 8,5 10,38 13,33 15,57 17,73 19,23 9,48
20 M2P1-U2 2,33 2,33 3,67 4,67 6 7,5 11,5 13 18,57 25,56 22,62 23,53 23,24 12,65
21 M2P1-U3 3,33 3,33 4,33 5,33 6,33 7,33 12,2 13,83 13,56 13,33 15,43 17,62 17,3 10,25
22 M2P2-U1 3,33 3,33 4,33 5,33 6,33 11 15,25 16,6 20,33 22,22 22,31 19 19,35 12,98
23 M2P2-U2 2,33 2,33 3,33 4 4 5,6 5,56 7,2 9,33 14,12 15,5 16,67 18,21 8,32
24 M2P2-U3 6 4 5 5,43 7,25 9,6 9,63 11,7 14,17 13,69 13,5 13,08 14,52 9,81
25 M2P3-U1 2,67 2,67 5 4,8 5,8 10 18,33 18,57 20,75 27 26,21 23,9 23,33 14,54
26 M2P3-U2 3,33 4 4,67 5 7 11,8 9,44 9,23 11,76 14 16,52 17,04 18,43 10,17
27 M2P3-U3 3 3,67 4,33 4,4 6,2 14,6 20,14 18 20,77 21 20,5 17,52 17,28 13,19
28 M3P1-U1 3,33 3,33 2,75 3,6 5 9,17 12,22 13,82 16 16,56 17,55 16,79 17,35 10,58
29 M3P1-U2 3,33 2,5 3,2 3,29 3,36 6,13 7,27 7,07 8,33 10,41 11,91 12,9 14,36 7,24
30 M3P1-U3 2 2,67 4 5 8,33 12,5 21,2 18,75 26 27,86 23,41 24 24,73 15,42
31 M3P2-U1 6,5 4,33 6,33 8,75 15 28,4 31,71 30 36,5 32,64 33,75 32 30,84 22,83
32 M3P2-U2 3,33 2,5 2,6 1,78 1,62 2,32 2,91 3,15 5,65 7 8,46 9,02 11,34 4,74
33 M3P2-U3 3 2,25 2,2 2,57 2,36 4,21 6,11 7,27 11,33 13,46 15,33 15 15,75 7,76
34 M3P3-U1 3,67 4,33 6,33 7 8,6 12 15,63 13,62 14,29 15,56 17,84 18,33 20 12,09
35 M3P3-U2 3,67 3,67 6,33 11 16,25 30,5 30 25 32 32,8 29,71 25,83 26,21 21
36 M3P3-U3 4 4,67 6,33 10,3 11,25 17,2 17,56 15,38 18,63 19,44 18,64 18,89 20,44 14,06
20 M2P1-U2 2,33 2,33 3,67 4,67 6 7,5 11,5 13 18,57 25,56 22,62 23,53 23,24 12,65
21 M2P1-U3 3,33 3,33 4,33 5,33 6,33 7,33 12,2 13,83 13,56 13,33 15,43 17,62 17,3 10,25
22 M2P2-U1 3,33 3,33 4,33 5,33 6,33 11 15,25 16,6 20,33 22,22 22,31 19 19,35 12,98
23 M2P2-U2 2,33 2,33 3,33 4 4 5,6 5,56 7,2 9,33 14,12 15,5 16,67 18,21 8,32
24 M2P2-U3 6 4 5 5,43 7,25 9,6 9,63 11,7 14,17 13,69 13,5 13,08 14,52 9,81
25 M2P3-U1 2,67 2,67 5 4,8 5,8 10 18,33 18,57 20,75 27 26,21 23,9 23,33 14,54
26 M2P3-U2 3,33 4 4,67 5 7 11,8 9,44 9,23 11,76 14 16,52 17,04 18,43 10,17
27 M2P3-U3 3 3,67 4,33 4,4 6,2 14,6 20,14 18 20,77 21 20,5 17,52 17,28 13,19
28 M3P1-U1 3,33 3,33 2,75 3,6 5 9,17 12,22 13,82 16 16,56 17,55 16,79 17,35 10,58
29 M3P1-U2 3,33 2,5 3,2 3,29 3,36 6,13 7,27 7,07 8,33 10,41 11,91 12,9 14,36 7,24
30 M3P1-U3 2 2,67 4 5 8,33 12,5 21,2 18,75 26 27,86 23,41 24 24,73 15,42
31 M3P2-U1 6,5 4,33 6,33 8,75 15 28,4 31,71 30 36,5 32,64 33,75 32 30,84 22,83
32 M3P2-U2 3,33 2,5 2,6 1,78 1,62 2,32 2,91 3,15 5,65 7 8,46 9,02 11,34 4,74
33 M3P2-U3 3 2,25 2,2 2,57 2,36 4,21 6,11 7,27 11,33 13,46 15,33 15 15,75 7,76
34 M3P3-U1 3,67 4,33 6,33 7 8,6 12 15,63 13,62 14,29 15,56 17,84 18,33 20 12,09
35 M3P3-U2 3,67 3,67 6,33 11 16,25 30,5 30 25 32 32,8 29,71 25,83 26,21 21
36 M3P3-U3 4 4,67 6,33 10,3 11,25 17,2 17,56 15,38 18,63 19,44 18,64 18,89 20,44 14,06
Keterangan : M0-M12 = nilai kekokohan batang pada tiap pekan
No PerlakuanBerat
Basah (BB)
Berat
Kering (BK)
1 M0P1-U1 2,56 0,92
2 M0P1-U2 1,38 0,4
3 M0P1-U3 4,16 1,64
4 M0P2-U1 2,67 0,76
5 M0P2-U2 2,5 0,81
6 M0P2-U3 3,73 1,36
7 M0P3-U1 2,57 0,88
8 M0P3-U2 4,18 1,79
9 M0P3-U3 3,03 1,03
10 M1P1-U1 0,83 0,2
11 M1P1-U2 1,83 0,5
12 M1P1-U3 2,28 0,66
13 M1P2-U1 2,24 0,74
14 M1P2-U2 2,5 0,81
15 M1P2-U3 2,64 0,87
16 M1P3-U1 3,51 1,17
17 M1P3-U2 1,17 0,34
18 M1P3-U3 2,44 0,78
19 M2P1-U1 4,49 1,34
20 M2P1-U2 5,73 1,72
21 M2P1-U3 3,58 1,11
22 M2P2-U1 6,23 2,3
23 M2P2-U2 4,31 1,36
24 M2P2-U3 5,22 1,67
25 M2P3-U1 4,85 1,56
26 M2P3-U2 4,35 1,5
27 M2P3-U3 7,69 2,92
28 M3P1-U1 10,78 3,71
29 M3P1-U2 16,94 6,47
30 M3P1-U3 7,75 2,46
31 M3P2-U1 17,12 6,96
32 M3P2-U2 6,44 2,23
33 M3P2-U3 10,79 3,36
34 M3P3-U1 9,43 3,74
35 M3P3-U2 16,83 6,03
36 M3P3-U3 15,08 5,33
Lampiran 7. Berat Berangkasan Kering Tanaman Kayu Putih(Melaleuca cajuputi )
63
Lampiran 8. Foto Kegiatan Penelitian
Pengeringan tanah Pengayakan
Pencampuran media Pengisisan polybag
64
Penyiraman Pengukuran diameter tanaman
Perhitungan jumlah daun Penimbangan berat awal sebelum dioven
Pengovenan Penimbangan setelah dioven
Lampiran 9. Hasil Anova dan Uji Lanjut Pada Semua Parameter Pengamatan
HOMOGENEITY OF VARIANCES - RAW DATA
2015-10-19 00:49:29
Using: D:\clipboard.dt
Data Column: 4) tinggi tanaman
Broken Down By:
1) media
2) penyiraman
Keep If:
Bartlett's Test tests the homogeneity of variances, an assumption of
ANOVA. Bartlett's Test is known to be overly sensitive to non-normal data.
A resulting probability of P<=0.05 indicates the variances may be not
homogeneous and you may wish to transform the data before doing an ANOVA.
For ANOVA designs without replicates (notably most Randomized Blocks
and Latin Square designs), there is not enough data to do this test.
Bartlett's X2 (corrected) = 23.677291
Degrees of Freedom (nValues-1) = 11
P = .0142 *
ANOVA
2015-10-19 00:49:29
Using: D:\clipboard.dt
.AOV Filename: 2WCR.AOV - 2 Way Completely Randomized
Y Column: 4) tinggi tanaman
1st Factor: 1) media
2nd Factor: 2) penyiraman
Keep If:
Rows of data with missing values removed: 0
Rows which remain: 36
Source df Type II SS MS F P
------------------------- -------- ----------- --------- --------- ----- ---
Main Effects
media 3 42.78489722 14.261632 21.773669 .0000 ***
penyiraman 2 0.742705556 0.3713528 0.5669556 .5747 ns
Interaction
media * penyiraman 6 6.702627778 1.1171046 1.7055177 .1629 ns
Error 24 15.71986667 0.6549944<-
------------------------- -------- ----------- --------- --------- ----- ---
Total 35 65.95009722
Model 11 50.23023056 4.5663846 6.9716387 .0000 ***
R^2 = SSmodel/SStotal = 0.76163997737
Root MSerror = sqrt(MSerror) = 0.80931727057
Mean Y = 3.99027777778
Coefficient of Variation = (Root MSerror) / abs(Mean Y) * 100% = 20.282229%
Compare Means
Factor: 1) media
Test: Duncan's
Significance Level: 0.01
Variance: 0.65499444444
Degrees of Freedom: 24
Keep If:
n Means = 4
LSD 0.01 = 1.06707666894
Rank Mean Name Mean n Non-significant ranges
----- --------- ------------- ------- ----------------------------------------
1 m3 5.63888888889 9 a
2 m2 4.16777777778 9 b
3 m0 3.48777777778 9 bc
4 m1 2.66666666667 9 c
Compare Means
Factor: 2) penyiraman
Test: Duncan's
Significance Level: 0.01
Variance: 0.65499444444
Degrees of Freedom: 24
Keep If:
n Means = 3
LSD 0.01 = 0.92411550309
Rank Mean Name Mean n Non-significant ranges
----- ---------- ------------- ------- ----------------------------------------
1 p2 4.17333333333 12 a
2 p3 3.975 12 a
3 p1 3.8225 12 a
HOMOGENEITY OF VARIANCES - RAW DATA
2015-10-19 00:50:23
Using: D:\clipboard.dt
Data Column: 5) jumlah daun
Broken Down By:
1) media
2) penyiraman
Keep If:
Bartlett's Test tests the homogeneity of variances, an assumption of
ANOVA. Bartlett's Test is known to be overly sensitive to non-normal data.
A resulting probability of P<=0.05 indicates the variances may be not
homogeneous and you may wish to transform the data before doing an ANOVA.
For ANOVA designs without replicates (notably most Randomized Blocks
and Latin Square designs), there is not enough data to do this test.
Bartlett's X2 (corrected) = 26.804997
Degrees of Freedom (nValues-1) = 11
P = .0049 **
ANOVA
2015-10-19 00:50:23
Using: D:\clipboard.dt
.AOV Filename: 2WCR.AOV - 2 Way Completely Randomized
Y Column: 5) jumlah daun
1st Factor: 1) media
2nd Factor: 2) penyiraman
Keep If:
Rows of data with missing values removed: 0
Rows which remain: 36
Source df Type II SS MS F P
------------------------- -------- ----------- --------- --------- ----- ---
Main Effects
media 3 4927.756456 1642.5855 16.778869 .0000 ***
penyiraman 2 86.66791667 43.333958 0.4426527 .6475 ns
Interaction
media * penyiraman 6 93.01686111 15.50281 0.1583599 .9853 ns
Error 24 2349.505867 97.896078<-
------------------------- -------- ----------- --------- --------- ----- ---
Total 35 7456.9471
Model 11 5107.441233 464.31284 4.7429157 .0007 ***
R^2 = SSmodel/SStotal = 0.68492389242
Root MSerror = sqrt(MSerror) = 9.8942446795
Mean Y = 14.8383333333
Coefficient of Variation = (Root MSerror) / abs(Mean Y) * 100% = 66.680297%
Compare Means
Factor: 1) media
Test: Duncan's
Significance Level: 0.01
Variance: 97.8960777778
Degrees of Freedom: 24
Keep If:
n Means = 4
LSD 0.01 = 13.0454619445
Rank Mean Name Mean n Non-significant ranges
----- --------- ------------- ------- ----------------------------------------
1 m3 34.3888888889 9 a
2 m2 12.9166666667 9 b
3 m0 7.78777777778 9 b
4 m1 4.26 9 b
Compare Means
Factor: 2) penyiraman
Test: Duncan's
Significance Level: 0.01
Variance: 97.8960777778
Degrees of Freedom: 24
Keep If:
n Means = 3
LSD 0.01 = 11.297701448
Rank Mean Name Mean n Non-significant ranges
----- ---------- ------------- ------- ----------------------------------------
1 p1 16.2008333333 12 a
2 p3 15.6466666667 12 a
3 p2 12.6675 12 a
HOMOGENEITY OF VARIANCES - RAW DATA
2015-12-17 00:12:24
Using: C:\Program Files\cohort6\untitled.dt
Data Column: 7) Diameter Batang
Broken Down By:
1) media
2) penyiraman
Keep If:
Bartlett's Test tests the homogeneity of variances, an assumption of
ANOVA. Bartlett's Test is known to be overly sensitive to non-normal data.
A resulting probability of P<=0.05 indicates the variances may be not
homogeneous and you may wish to transform the data before doing an ANOVA.
For ANOVA designs without replicates (notably most Randomized Blocks
and Latin Square designs), there is not enough data to do this test.
Bartlett's X2 (corrected) = 16.582596
Degrees of Freedom (nValues-1) = 11
P = .1208 ns
ANOVA
2015-12-17 00:12:25
Using: C:\Program Files\cohort6\untitled.dt
.AOV Filename: 2WCR.AOV - 2 Way Completely Randomized
Y Column: 7) Diameter Batang
1st Factor: 1) media
2nd Factor: 2) penyiraman
Keep If:
Rows of data with missing values removed: 0
Rows which remain: 36
Source df Type II SS MS F P
------------------------- -------- ----------- --------- --------- ----- ---
Main Effects
media 3 0.040830556 0.0136102 2.8889544 .0564 ns
penyiraman 2 0.003172222 0.0015861 0.3366745 .7175 ns
Interaction
media * penyiraman 6 0.037361111 0.0062269 1.3217374 .2859 ns
Error 24 0.113066667 0.0047111<-
------------------------- -------- ----------- --------- --------- ----- ---
Total 35 0.194430556
Model 11 0.081363889 0.0073967 1.5700579 .1715 ns
R^2 = SSmodel/SStotal = 0.41847274805
Root MSerror = sqrt(MSerror) = 0.06863753427
Mean Y = 0.26138888889
Coefficient of Variation = (Root MSerror) / abs(Mean Y) * 100% = 26.25878%
Compare Means
Factor: 1) media
Test: Duncan's
Significance Level: 0.05
Variance: 0.00471111111
Degrees of Freedom: 24
Keep If:
n Means = 4
LSD 0.05 = 0.06677959257
Rank Mean Name Mean n Non-significant ranges
----- --------- ------------- ------- ----------------------------------------
1 m1 0.28444444444 9 a
2 m3 0.28222222222 9 a
3 m0 0.27555555556 9 a
4 m2 0.20333333333 9 b
Compare Means
Factor: 2) penyiraman
Test: Duncan's
Significance Level: 0.05
Variance: 0.00471111111
Degrees of Freedom: 24
Keep If:
n Means = 3
LSD 0.05 = 0.05783282362
Rank Mean Name Mean n Non-significant ranges
----- ---------- ------------- ------- ----------------------------------------
1 p3 0.27 12 a
2 p2 0.26583333333 12 a
3 p1 0.24833333333 12 a
HOMOGENEITY OF VARIANCES - RAW DATA
2015-12-16 15:37:42
Using: C:\Program Files\cohort6\untitled.dt
Data Column: 8) kekokohan batang
Broken Down By:
1) media
2) penyiraman
Keep If:
Bartlett's Test tests the homogeneity of variances, an assumption of
ANOVA. Bartlett's Test is known to be overly sensitive to non-normal data.
A resulting probability of P<=0.05 indicates the variances may be not
homogeneous and you may wish to transform the data before doing an ANOVA.
For ANOVA designs without replicates (notably most Randomized Blocks
and Latin Square designs), there is not enough data to do this test.
Bartlett's X2 (corrected) = 17.479196
Degrees of Freedom (nValues-1) = 11
P = .0945 ns
ANOVA
2015-12-16 15:37:42
Using: C:\Program Files\cohort6\untitled.dt
.AOV Filename: 2WCR.AOV - 2 Way Completely Randomized
Y Column: 8) kekokohan batang
1st Factor: 1) media
2nd Factor: 2) penyiraman
Keep If:
Rows of data with missing values removed: 0
Rows which remain: 36
Source df Type II SS MS F P
------------------------- -------- ----------- --------- --------- ----- ---
Main Effects
media 3 293.2415194 97.747173 6.0564734 .0032 **
penyiraman 2 4.818605556 2.4093028 0.1492818 .8621 ns
Interaction
media * penyiraman 6 58.17963889 9.6966065 0.6008075 .7269 ns
Error 24 387.3429333 16.139289<-
------------------------- -------- ----------- --------- --------- ----- ---
Total 35 743.5826972
Model 11 356.2397639 32.385433 2.0066208 .0745 ns
R^2 = SSmodel/SStotal = 0.47908560167
Root MSerror = sqrt(MSerror) = 4.01737338181
Mean Y = 9.40972222222
Coefficient of Variation = (Root MSerror) / abs(Mean Y) * 100% = 42.693857%
Compare Means
Factor: 1) media
Test: Duncan's
Significance Level: 0.05
Variance: 16.1392888889
Degrees of Freedom: 24
Keep If:
n Means = 4
LSD 0.05 = 3.90862755331
Rank Mean Name Mean n Non-significant ranges
----- --------- ------------- ------- ----------------------------------------
1 m3 12.8577777778 9 a
2 m2 11.55 9 a
3 m0 7.11444444444 9 b
4 m1 6.11666666667 9 b
Compare Means
Factor: 2) penyiraman
Test: Duncan's
Significance Level: 0.05
Variance: 16.1392888889
Degrees of Freedom: 24
Keep If:
n Means = 3
LSD 0.05 = 3.3849707551
Rank Mean Name Mean n Non-significant ranges
----- ---------- ------------- ------- ----------------------------------------
1 p3 9.895 12 a
2 p2 9.3225 12 a
3 p1 9.01166666667 12 a
HOMOGENEITY OF VARIANCES - RAW DATA
2015-10-19 00:50:52
Using: D:\clipboard.dt
Data Column: 6) berat berangkasan kering
Broken Down By:
1) media
2) penyiraman
Keep If:
Bartlett's Test tests the homogeneity of variances, an assumption of
ANOVA. Bartlett's Test is known to be overly sensitive to non-normal data.
A resulting probability of P<=0.05 indicates the variances may be not
homogeneous and you may wish to transform the data before doing an ANOVA.
For ANOVA designs without replicates (notably most Randomized Blocks
and Latin Square designs), there is not enough data to do this test.
Bartlett's X2 (corrected) = 28.695572
Degrees of Freedom (nValues-1) = 11
P = .0025 **
ANOVA
2015-10-19 00:50:52
Using: D:\clipboard.dt
.AOV Filename: 2WCR.AOV - 2 Way Completely Randomized
Y Column: 6) berat berangkasan kering
1st Factor: 1) media
2nd Factor: 2) penyiraman
Keep If:
Rows of data with missing values removed: 0
Rows which remain: 36
Source df Type II SS MS F P
------------------------- -------- ----------- --------- --------- ----- ---
Main Effects
media 3 79.57403056 26.524677 23.359869 .0000 ***
penyiraman 2 1.5122 0.7561 0.6658855 .5231 ns
Interaction
media * penyiraman 6 0.793711111 0.1322852 0.1165015 .9935 ns
Error 24 27.25153333 1.1354806<-
------------------------- -------- ----------- --------- --------- ----- ---
Total 35 109.131475
Model 11 81.87994167 7.4436311 6.5554897 .0001 ***
R^2 = SSmodel/SStotal = 0.75028713455
Root MSerror = sqrt(MSerror) = 1.06558929966
Mean Y = 1.98416666667
Coefficient of Variation = (Root MSerror) / abs(Mean Y) * 100% = 53.704627%
Compare Means
Factor: 1) media
Test: Duncan's
Significance Level: 0.01
Variance: 1.13548055556
Degrees of Freedom: 24
Keep If:
n Means = 4
LSD 0.01 = 1.40496875785
Rank Mean Name Mean n Non-significant ranges
----- --------- ------------- ------- ----------------------------------------
1 m3 4.47666666667 9 a
2 m2 1.72 9 b
3 m0 1.06555555556 9 b
4 m1 0.67444444444 9 b
Compare Means
Factor: 2) penyiraman
Test: Duncan's
Significance Level: 0.01
Variance: 1.13548055556
Degrees of Freedom: 24
Keep If:
n Means = 3
LSD 0.01 = 1.21673863582
Rank Mean Name Mean n Non-significant ranges
----- ---------- ------------- ------- ----------------------------------------
1 p3 2.25583333333 12 a
2 p2 1.93583333333 12 a
3 p1 1.76083333333 12 a
Recommended