View
14
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PENGARUH PEMAHAMAN HADIS GRATIFIKASI
TERHADAP PERILAKU ANTI GRATIFIKASI
KASUS: PEGAWAI KUA DI KABUPATEN BOGOR DAN BONE
Tesis
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Magister Agama (M.Ag)
Oleh:
Untung Afandi
NIM: 2113034000003
PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2018 M
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Tesis ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata dua (S2) di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sangsi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENGARUH PEMAHAMAN HADIS GRATIFIKASI
TERHADAP PERILAKU ANTI GRATIFIKASI
KASUS: PEGAWAI KUA KABUPATEN BOGOR DAN BONE
Tesis
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Magister Agama (M.Ag)
Oleh
Untung Afandi
NIM: 2113034000003
Pembimbing I, Pembimbing II,
PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2018 M
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Tesis berjudul Pengaruh Pemahaman Hadis Gratifikasi Terhadap
Perilaku Anti Gratifikasi. Kasus: Pegawai KUA Kabupaten Bogor dan Bone,
telah diajukan dalam sidang Munaqasyah Program Magister Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 7 Maret 2018. Tesis ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Agama (M.Ag) pada Program
Studi Tafsir Hadis dengan Konsentrasi Hadis.
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI
Arab Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
b be ب
t te ت
ts te dan es ث
j je ج
h ha dengan garis bawah ح
kh ka dan ha خ
d De د
dz De dan zet ذ
r Er ر
z Zet ز
s Es س
sy Es dan ye ش
s es dengan garis bawah ص
d de dengan garis bawah ض
t te dengan garis bawah ط
z zet dengan garis bawah ظ
Apostrof (dari kiri naik ke kanan) ˊ ع
gh Ge dan ha غ
f Ef ف
q Ki ق
k Ka ك
l El ل
m Em م
n En ن
w We و
h Ha ه
Apostrof (dari kiri turun ke ˋ ء
kanan)
y Ye ي
Vokal Tunggal
Arab Latin Keterangan
‾ ----- a fathah
₋ ----- i kasrah
᾽ ----- u dommah
v
Vokal Rangkap
Arab Latin Keterangan
ai a dan i ----- ‾ ي
au a dan u ----- ‾ و
Vokal Panjang
Arab Latin Keterangan
â a dengan topi di atas ---ا
î i dengan topi di atas ---ي
û u dengan topi di atas ---و
vi
ABSTRAK
Untung Afandi
Pengaruh Pemahaman Hadis Nabi Tentang Gratifikasi Terhadap Perilaku Anti
Gratifikasi. Kasus: Pegawai KUA Kabupaten Bogor dan Bone.
Salah satu masalah yang dihadapi Bangsa Indonesia saat ini adalah masalah
korupsi yang diantaranya dalam bentuk gratifikasi. Pada sisi lain, ajaran moral yang
melarang korupsi ataupun gratifikasi dinyatakan dengan jelas dalam pedoman umat
Islam, sebagai mayoritas bangsa ini, yaitu Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad
SAW.
Berkaitan dengan itu, penelitian ini akan berfokus pada analisis hubungan
kausalitas antara pemahaman ajaran Islam, dalam hal ini adalah Hadis Nabi tentang
Gratifikasi, dengan Perilaku Anti Gratifikasi. Pemahaman Hadis Nabi tentang
Gratifikasi (PHN) sebagai variabel independen dan Perilaku Anti Gratifikasi (PAG)
sebagai variabel dependen. Untuk mengurangi bias perhitungan, ditambahkan
variabel independen lainnya, yaitu Good Governance (GG), Orientasi Keagamaan
Internal (OKI), Orientasi Keagamaan Eksternal (OKE), dan Budaya Masyarakat
(BM).
Unit analisis penelitian ini adalah para pegawai Kantor Urusan Agama
(KUA). Sedangkan, lokus penelitian ini adalah KUA di Kabupaten Bogor dan
Bone. Alasan pemilihan ini karena para pegawai KUA banyak yang memiliki latar
belakang pendidikan keagamaan disamping pendidikan non keagamaan, sehingga
ada keragaman pemahaman terhadap Hadis Nabi Muhammad SAW.
Penelitian ini memiliki tiga tujuan, yaitu: pertama, analisis kondisi
pemahaman pegawai KUA terhadap Hadis Nabi tentang gratifikasi dan variabel
vii
independen lainnya. Kedua, analisis pengaruh pemahaman Hadis Nabi tentang
Gratifikasi dan variabel independen lainnya terhadap Perilaku Anti Gratifikasi.
Ketiga, analisis indikator yang paling berpengaruh terhadap Perilaku Anti
Gratifikasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif. Teknik yang digunakan adalah survey dengan instrumen kuesioner.
Penentuan ukuran sampel menggunakan rumus slovin, sedangkan cara
pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling. Sementara
itu, model yang digunakan untuk analisis kausalitas ini adalah model Structural
Equation Model, jenis Partial Least Square (SEM-PLS).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Pertama, kondisi pemahaman para
pegawai KUA di Kabupaten Bogor dan Bone terhadap Hadis Nabi tentang
gratifikasi dan variabel independen lainnya, rata-rata masuk kategori baik.
Kedua, tingkat Pemahaman Hadis Nabi tentang gratifikasi (PHN)
berpengaruh secara signifikan terhadap Perilaku Anti Gratifikasi (PAG) dengan
tingkat keyakinan 95% atau tingkat kesalahan (alpha) 5%, baik di Kabupaten Bogor
maupun Bone. Variabel independen lainnya yang berpengaruh secara signifikan
adalah Good Governance (GG) untuk Kabupaten Bogor dan Budaya Masyarakat
(BM) untuk Kabupaten Bone.
Ketiga, indikator yang paling berpengaruh terhadap Perilaku Anti
Gratifikasi pegawai KUA di Kabupaten Bogor adalah Pemahaman Hadis Nabi
tentang larangan gratifikasi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Sedangkan pada
pegawai KUA di Kabupaten Bone, indikator yang paling berpengaruh adalah
Budaya Masyarakat yang mengajarkan kejujuran.
viii
ABSTRACT
Untung Afandi
The Influence of Understanding of Prophet Hadith About Gratification Against
Anti Gratification Behavior. Case: Employees of KUA in Bogor and Bone Districts.
One of the problems faced by the Indonesian today is gratification as one
kind of corruption. On the other hand, the moral teachings that prohibit corruption
or gratification are clearly stated in the guidelines of Muslims, as the majority of
these nations, namely Al-Qur’an and Hadith of Prophet Muhammad SAW.
In this regard, this study will focus on analyzing the causal relationship
between the understanding of Islamic teachings, in this case is the Prophet's Hadith
on Gratification, with Anti-Gratification Behavior. Understanding of the Prophet's
Hadith on Gratification (PHN) is an independent variable and Anti-Gratification
Behavior (PAG) is a dependent variable. To reduce the calculation bias, added other
independent variables, namely Good Governance (GG), Internal Religious
Orientation (OKI), External Religious Orientation (OKE), and Community Culture
(BM).
The unit of analysis of this research is the employees of the Office of
Religious Affairs (KUA). Meanwhile, this research locus is KUA in Bogor and
Bone districts. The reason for this election is because many KUA employees have
religious education backgrounds besides non-religious education, so there is a
diversity of understanding on the Hadith of Prophet Muhammad SAW.
This study has three objectives, namely: first, the analysis of understanding
condition of KUA employee to Hadith of Prophet about gratification and other
independent variables. Second, the analysis of the influence of the understanding
of the Prophet's Hadith on Gratification and other independent variables on Anti-
Gratification Behavior. Third, the analysis of the most influential indicators on Anti
Gratification Behavior.
To achieve these goals, this research uses quantitative method. The
technique used is survey with questionnaire instrument. Determination of sample
size using slovin formula, while the sampling method using simple random
ix
sampling method. Meanwhile, the model used for causality analysis is the
Structural Equation Model, type of Partial Least Square (SEM-PLS).
The results of this study indicate that: First, the conditions of understanding
of KUA employees in Bogor and Bone districts against the Prophet's Hadith about
gratification and other independent variables are good. Secondly, the level of
understanding of the Prophet's Hadith on gratification (PHN) significantly
influences the Anti-Gratification Behavior (PAG) with 95% confidence level or 5%
alpha rate, both in Bogor and Bone. Other independent variables that significantly
influence the Anti Gratification Behavior, with the same level of confidence, are
Good Governance (GG) for Bogor District and Community Culture (BM) for Bone
District.
Third, the most influential indicator of the Gratification Behavior of KUA
employees in Bogor Regency is the Understanding of the Prophet Muhammad's
Hadith about the prohibition of gratification narrated by Imam Muslim. Whereas in
KUA officers in Kabupaten Bone, the most influential indicator is the Community
Culture that teaches honesty.
x
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas
segala karunia dan ridho-NYA, sehingga tesis dengan judul “Pengaruh Pemahaman
Hadis Gratifikasi Terhadap Perilaku Anti Gratifikasi. Kasus: Pegawai KUA
Kabupaten Bogor dan Bone”, dapat penulis selesaikan.
Solawat dan salam, penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW,
sebagai teladan perilaku umat manusia dan rahmat bagi semesta alam. Keselamatan
juga penulis panjatkan untuk keluarga Nabi, Sahabat, dan semua umatnya.
Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar
Magister Agama (M.Ag.) pada Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir Hadis,
Konsentrasi Hadis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih, kepada:
1. Dekan Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof.
Dr. Masri Mansoor, MA.
2. Ketua Program Magister Fakultas Ushuluddin. Ibu Dr. Atiyatul Ulya, M.Ag
3. Dosen Pembimbing Tesis, Bapak Prof. Dr. Masri Mansoor, MA dan Bapak
Dr. Bustamin, SE, M.Si., atas bimbingan, arahan dan waktu yang telah
diluangkan kepada penulis selama proses penulisan tesis.
4. Bapak dan Ibu para dosen Program Magister Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah, yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat
bagi penulis.
xi
5. Kepala Kantor Kementerian Agama, Kepala KUA dan Pegawai KUA di
Kabupaten Bogor dan Bone yang telah memberi izin dan menjadi responden
pada penelitian ini.
6. Teman-teman di Program Magister Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu
persatu, yang telah memberikan masukan terhadap tesis ini.
7. Istri tercinta dan anak-anak tersayang, yang telah memberikan dukungan
dan motivasi yang luar biasa kepada penulis, selama mengikuti perkuliahan
dan penulisan tesis.
Harapan penulis semoga hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi
positif bagi penguatan perilaku anti korupsi di Indonesia, dan semoga para
akademisi/peneliti yang berminat, dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai
dasar untuk melakukan penelitian yang lebih baik lagi.
Ciputat, 7 Maret 2018
Untung Afandi
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ....................................................................... iii
PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................ iv
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .............................................................................................x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
A. Latar Belakang ...................................................................................1
B. Tinjauan Literatur.............................................................................13
C. Batasan dan Rumusan Masalah ........................................................17
D. TujuanPenelitian ..............................................................................20
E. Manfaat Penelitian ...........................................................................20
F. Sistematika Penulisan.......................................................................21
BAB II LANDASAN TEORI ...............................................................................23
A. Pengertian Korupsi ...........................................................................23
B. Korupsi dalam Al-Qur’an dan Hadis ...............................................24
C. Jenis-Jenis Korupsi...........................................................................28
D. Gratifikasi .........................................................................................30
1. Gratifikasi Menurut Undang-Undang RI .............................31
2. Gratifikasi Menurut Ajaran Islam ........................................33
3. Hukuman Pelaku Gratifikasi Menurut Hukum Positif. ........37
4. Hukuman Pelaku Gratifikasi (Korupsi) menurut Hadis .......38
E. Faktor-Faktor Penyebab Korupsi (Gratifikasi) ................................39
F. Perumusan Kerangka Penelitian ......................................................44
G. Perumusan Metode Analisis .............................................................47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................................54
xiii
A. Paradigma Penelitian .........................................................................54
B. Metode Takhrij Hadis Gratifikasi .....................................................55
C. Teknik Pengumpulan Data ................................................................57
1. Populasi ................................................................................57
2. Ukuran Sampel .....................................................................60
3. Cara Pengumpulan Data Sampel ..........................................61
4. Instrumen Penelitian .............................................................62
D. Sumber Data .....................................................................................64
E. Model, Definisi Variabel dan Hipotesis ...........................................65
1. Model Kausalitas ..................................................................65
2. Definisi Variabel ..................................................................66
3. Hipotesis ...............................................................................67
F. Waktu dan Tempat Penelitian ..........................................................68
G. Metode Pengolahan Data .................................................................68
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................70
A. Pengantar Pembahasan Hasil Penelitian ..........................................70
B. Analisis Sekilas Kualitas Hadis Nabi Tentang Gratifikasi ..............71
C. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ..........................................87
D. Sampel dan Karakteristik Responden ..............................................93
1. Sampel dan Karakteristik Responden di Kabupaten Bogor .93
2. Sebaran dan karakteristik Responden di Kabupaten Bone ...97
E. Kondisi Tingkat Pemahaman Hadis Nabi dan Variabel Independen
Lainnya. ..........................................................................................101
1. Kondisi Pemahaman Hadis Nabi tentang Gratifikasi dan
Variabel Lainnya di Kabupaten Bogor. ..............................101
2. Kondisi Pemahaman Hadis Nabi tentang Gratifikasi dan
Variabel Lainnya di KUA Kabupaten Bone.......................107
F. Proses dan Hasil Pengolahan Data dengan SEM-PLS ...................115
1. Proses dan Hasil Pengolahan Data Kabupaten Bogor dengan
SEM-PLS............................................................................116
2. Proses dan Hasil Pengolahan Data Kabupaten Bone dengan
SEM-PLS............................................................................124
G. Analisis Pengaruh Pemahaman Hadis Nabi dan Variabel Independen
Lainnya terhadap Perilaku Anti Gratifikasi ...................................132
xiv
1. Analisis Pengaruh Pemahaman Hadis Nabi tentang
Gratifikasi Terhadap Perilaku Anti Gratifikasi di Kabupaten
Bogor dan Bone. .................................................................132
2. Analisis Variabel Selain Hadis Nabi yang Mempengaruhi
Perilaku Anti Gratifikasi di Kabupaten Bogor dan Bone. ..135
H. Analisis Indikator Paling Berpengaruh Terhadap Perilaku anti
Gratifikasi .......................................................................................140
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................146
A. Kesimpulan ....................................................................................146
B. Saran ...............................................................................................148
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................150
LAMPIRAN-1 Hadis-Hadis Setema dengan Hadis Imam al-Bukhâri (HN2) ....154
LAMPIRAN-2 Ringkasan Analisis Kualitas Hadis Gratifikasi ...........................166
LAMPIRAN-3 Surat Ijin Penelitian dari Kantor Kemenag Kabupaten Bogor ...172
LAMPIRAN-4 Kuesioner ....................................................................................173
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Populasi Pegawai KUA Bogor ..............................................................58
Tabel 3.2 Populasi Pegawai KUA Kabupaten Bone ..............................................59
Tabel 3.3 Variabel Laten dan Indikator Sebelum Kuesioner Diuji........................62
Tabel 4.1 Jumlah Kuesioner Uji Coba per KUA ...................................................87
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ......89
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ......................................90
Tabel 4.4 Indikator-Indikator Setelah Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ..92
Tabel 4.5 Sebaran Sampel di Kabupaten Bogor ....................................................93
Tabel 4.6 Sebaran Sampel di Kabupaten Bone ......................................................97
Tabel 4.7 Kondisi Pemahaman Hadis Nabi di KUA Kab Bogor (%) ..................101
Tabel 4.8 Kondisi Good Governance di KUA Kab Bogor (%) ...........................103
Tabel 4.9 Kondisi Orientasi Keagamaan Eksternal di KUA Kab Bogor (%) .....105
Tabel 4.10 Kondisi Orientasi Keagamaan Internal di KUA Kab Bogor (%) .....106
Tabel 4.11 Kondisi Budaya Masyarakat di KUA Kab Bogor (%).......................107
Tabel 4.12 Kondisi Pemahaman Hadis di Kab Bone (%) ....................................108
Tabel 4.13 Kondisi Good governance di KUA Kab Bone ...................................110
Tabel 4.14 Kondisi Orientasi Keagamaan Eksternal di KUA Kab Bone (%) ....112
Tabel 4.15 Kondisi Orientasi Keagamaan Internal di KUA Kab Bone (%) .......113
Tabel 4.16 Kondisi Budaya Masyarakat di KUA Kab Bone (%) ........................114
Tabel 4.17 Nilai Validitas dan Reliabilitas Konstruk ..........................................117
Tabel 4.18 Indikator yang dihilangkan pada Tahap 2 ..........................................118
Tabel 4.19 Nilai Validitas dan Reliabilitas Konstruk tahap 2..............................119
Tabel 4.20 Indikator yang dihilangkan pada Tahap 2 ..........................................119
Tabel 4.21 Nilai Validitas dan Reliabilitas Konstruk tahap 3..............................121
Tabel 4.22 Validitas Discriminant (Metode Cross Loading) ...............................122
Tabel 4.23 Nilai Koefisien Jalur Pada Variabel Laten.........................................123
Tabel 4.24 Construct Validity and Reliability .....................................................126
Tabel 4.25 Indikator yang hilang pada tahap-1 di Kab Bone ..............................127
Tabel 4.26 Validitas dan Reliabilitas Konstruk ...................................................129
Tabel 4.27 Discriminant Validity.........................................................................130
Tabel 4.28 Nilai t statistik dan P values. ..............................................................131
Tabel 4.29 Pengaruh Pemahaman Hadis Nabi terhadap Perilaku Anti Gratifikasi
..............................................................................................................................132
Tabel 4.30 Pengaruh Good Governance dan Budaya Masyarakat Terhadap
Perilaku Anti Gratifikasi ......................................................................................136
Tabel 4.31 Indikator Paling Berpengaruh ............................................................140
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Perumusan Kerangka Penelitian ........................................................46
Gambar 2.2 Outer Model .......................................................................................49
Gambar 2.3 Bentuk Reflektif .................................................................................49
Gambar 2.4 Bentuk Formatif .................................................................................50
Gambar 2.5 Inner Model ........................................................................................52
Gambar 3.1 Model Kausalitas Antar Variabel .......................................................66
Gambar 4.1 Skema Sanad Hadis 1 .........................................................................73
Gambar 4.2 Skema Sanad Hadis-2 ........................................................................76
Gambar 4.3 Skema Sanad Hadis-3 ........................................................................78
Gambar 4.4 Skema Sanad Hadis-4 ........................................................................80
Gambar 4.5 Skema Sanad Hadis-5 ........................................................................86
Gambar 4.6 Komposisi Responden KUA Kab Bogor Berdasarkan Jenis Kelamin
................................................................................................................................94
Gambar 4.7 Komposisi Responden KUA Kab Bogor Berdasarkan Usia ..............95
Gambar 4.8 Komposisi Responden KUA Kab Bogor Berdasarkan Lama Kerja ..95
Gambar 4.9 Komposisi Responden KUA Kab Bogor Berdasarkan Pendidikan ...96
Gambar 4.10 Komposisi Responden KUA Kab Bogor Berdasarkan Jurusan
Pendidikan ..............................................................................................................97
Gambar 4.11 Komposisi Responden KUA Kab Bone Berdasarkan Jenis Kelamin
................................................................................................................................98
Gambar 4.12 Komposisi Responden KUA Kab Bone Berdasarkan Usia..............99
Gambar 4.13 Komposisi Responden KUA Kab Bone Berdasarkan Lama Kerja ..99
Gambar 4.14 Komposisi Responden KUA Kab Bone Berdasarkan Pendidikan .100
Gambar 4.15 Komposisi Responden KUA Kab Bone Berdasarkan Jurusan
Pendidikan ............................................................................................................100
Gambar 4.16 Hasil Outer Model tahap 1 (Bogor) ...............................................116
Gambar 4.17 Hasil Outer Model Tahap 2 (Bogor) ..............................................118
Gambar 4.18 Hasil Outer Model Tahap 3 (Bogor) ..............................................120
Gambar 4.19 Hasil Outer Model Tahap 1 (Bone) ................................................126
Gambar 4.20 Hasil Outer Model Tahap 2 (Bone) ................................................128
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu permasalahan besar yang dihadapi Bangsa Indonesia dan
sebagian besar bangsa-bangsa lain di dunia adalah masalah korupsi. Peristiwa
korupsi diduga hadir ketika manusia mulai bermasyarakat dan berorganisasi, yang
kemudian berkembang mengikuti zamannya. Catatan kuno menyatakan bahwa
Hammurabi, Raja Babilonia yang naik tahta tahun 1200 Sebelum Masehi (SM),
memerintahkan gubernur suatu provinsi untuk memeriksa kasus penyuapan.1
Demikian juga di India, China, dan Yunani, permasalahan korupsi sudah muncul
sejak 1000 SM.2
Ternyata saat ini, 3000 tahun sejak zaman kuno, masalah korupsi dan
kejahatan keuangan lainnya masih terjadi, bahkan dengan bentuk dan modus yang
lebih canggih. Nabi Muhammad SAW sejak 1400 tahun yang lalu sudah
memprediksi kondisi ini, sebagaimana diungkapkan dalam hadisnya:
الناسعلىي تقال:وسلمليهعهللاصلىالنبعن،عن هاللرضي،هري رةأبعن
اللأمنمن هأخذماال مر ءي باللزمان راممنأم ال 3ال
Dari Abû Hurairah RA., Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Akan datang kepada manusia suatu zaman, seseorang tidak peduli
lagi dari mana ia mendapatkan hartanya, apakah dari jalan yang
halal atau haram."
1 Syed Hussain Alatas, Corruption, its Nature, causes, and Functions, Diterjemahkan oleh
Nirwono, dengan judul: Korupsi, Sebab dan Fungsi, (Jakarta: LPE3S,1987), h. 1. 2 Syed Hussain Alatas, Korupsi, Sifat, Sebab dan Fungsi. h. 1. 3 Abû ‘Abdullah Muhammad bin Ismâ’il al-Bukhârị, Ṣahih al-Bukhâri, Kitâb al-Ahkâm, bâb
Hadâyâ al-‘Ummâl, No. 2059, (Kairo: Dâr Ibnu Jauzi, 2010), h. 497.
2
Hadis ini memperingatkan akan adanya masalah moral manusia dalam
pencarian harta yang sudah tidak mengindahkan halal dan haram. Secara implisit
hadis ini juga menyiratkan adanya sikap permisif dalam masyarakat terhadap
perilaku korupsi.
Secara bahasa, kata korupsi memiliki padanan kata dalam bahasa Inggris
corrupt yang berarti korup, jahat, buruk, rusak (kata sifat), menyuap, merusak,
mengubah (kata kerja).4 Secara terminologis, korupsi dapat diartikan sebagai
penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya)
untuk kepentingan pribadi atau orang lain.5 Sedangkan World Bank mendefinisikan
korupsi sebagai “an abuse of public power for private gains”. Korupsi adalah
penyalahgunakan kekuasaan untuk keuntungan pribadi (privat).6
Sementara, Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi, menyatakan
bahwa yang termasuk pelaku tindak pidana korupsi adalah:
Setiap orang yang secara melawan hukum, melakukan perbuatan
memperkaya dir sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi, yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara...7
Bila dilihat dari sisi agama Islam, istilah korupsi sendiri tidak dinyatakan
secara eksplisit, namun tertera secara implisit pada beberapa ayat Al-Quran yang
bercerita tentang larangan memakan harta dengan jalan batil, khianat, dan suap
menyuap. Diantaranya adalah pada Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 188:
4 Jhon M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Cet XXIII, (Jakarta: PT
Gramedia, 1996), h. 149. 5 Tim Penyusun KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia versi Daring, Diakses pada 18 Oktober
2017, pukul 20.00, dari https://kbbi.kemdikbud.go.id. 6 World Bank, World Development Report, The State in Changing World, (Washington DC:
WB, 1997). 7 Republik Indonesia, UU No 31 tahun 1999 juncto UU No 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bab II pasal 2.
3
والكم ت كلواول نكم أم لوابل باطلب ي كامإلباوتد من فريقالتأ كلواال
وال 8ت ع لمونوأن تم بإلث الناسأم
"Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang
lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui."
Walaupun definisi korupsi dinyatakan secara berbeda, namun intinya sama,
yaitu bahwa korupsi merupakan tindakan kejahatan. Bukan hanya karena korupsi
melanggar moral ataupun etika, namun juga karena dampaknya yang besar terhadap
kehidupan sosial dan ekonomi umat manusia.
Dampak korupsi sering tidak terlihat secara langsung, namun sebenarnya
dampak korupsi diduga berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Lembaga Internasional untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD)
menggambarkan korupsi sebagai kejahatan sistematis dan menyebar9. Korupsi
menyebabkan biaya produksi dan harga barang melambung dan manipulasi
pengambilan keputusan. Ia menghambat pertumbuhan ekonomi dan menguburkan
kepercayaan terhadap lembaga-lembaga dan jabatan publik.10
Dampak korupsi paling serius sering dialami oleh masyarakat miskin, yang
tampak dalam fenomena ambruknya gedung sekolah, kurangnya ketersediaan buku,
kurangnya jumlah bantuan dari semestinya diterima, dan kualitas infrastruktur yang
buruk di beberapa wilayah.
8 Kementerian Agama, Al-Quran al-Karim, Cet 1, (Bandung: Syaamil Al Qur’an, 2007),
h.69. 9 Organization for Economic Co-operation and Development, Finghting Corruption and
Promoting Integrity in Public Procurement, (Paris: OECD Publishing, 2005), h. 9. 10 Organization for Economic Co-operation and Development, Fighting Corruption and
Promoting Integrity in Public Procurement, h. 9.
4
Besarnya dampak korupsi terhadap masyarakat, mendorong berdirinya
lembaga-lembaga anti korupsi yang bertujuan untuk mencegah dan memberantas
korupsi, baik pada level regional, nasional, maupun internasional. Beberapa contoh
diantaranya adalah Transparency International (TI), Transparency International
Indonesia, Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Yang pertama adalah lembaga internasional dan yang lainnya adalah
lembaga anti korupsi pada tingkat nasional.
Berbagai cara dilakukan oleh lembaga-lembaga antikorupsi tersebut untuk
mencegah korupsi. Salah satu kegiatan mereka adalah melakukan survey ke
masyarakat untuk mengetahui tingkat kebersihan suatu negara atau daerah.
Transparency International (TI) setiap tahunnya mengeluarkan indeks korupsi suatu
negara yang dikenal dengan Corruption Perception Index (CPI).11 Sementara
Trancpareny International Indonesia mengeluarkan CPI pada level daerah.12 Nilai
CPI berkisar antara nilai 0 yang berarti tingkat korupsi sangat tinggi dan nilai 100
yang berarti negara tersebut sangat bersih.
Walaupun angka indeks tersebut adalah angka persepsi, bukan hasil laporan
terjadinya korupsi, namun angka indeks tersebut mendekati kenyataan yang ada
karena respondennya berasal dari pelaku usaha dan masyarakat yang menghadapi
langsung perilaku korupsi dari pejabat publik.
Pada tahun 2016, negara terbersih diraih oleh New Zealand dan Denmark,
dengan nilai CPI masing-masing 90. Disusul oleh Finlandia dengan nilai CPI 89
11 Tim Penyusun TI, Laporan Survey TI 2017, “Corruption Perception Index 2016”, Laporan
diakses pada 17 april 2017 pukul 20.00 dari www.transparency.org 12 Tim Penyusun TII. Laporan Survey TII 2017, “Corruption Perception Index 2016”. Laporan
diakses pada 17 april 2017 pukul 20.00 dari www.transparency.org
5
dan Swedia dengan nilai CPI 88. Nilai CPI Indonesia tahun 2016 adalah 37 dan
menempati ranking 90 dari 177 negara yang disurvey.13
Pada kelompok negara ASEAN, posisi Indonesia, di bawah Singapura
dengan nilai CPI 84, Brunei 58, Malaysia 48. Namun, Indonesia masih diatas
Filipina dengan CPI 35, Thailand 35, Timor Leste 35, dan Vietnam 33.14
Sisi lain yang menjadi perhatian penulis terhadap penilaian CPI tersebut
adalah pada kelompok negara-negara muslim yang memiliki nilai CPI di atas 50
hanya 3 negara saja, yaitu Uni Emirat Arab dengan CPI 66, Qatar dengan CPI 61,
dan Brunei Darussalam dengan CPI 58. Sedangkan, negara-negara muslim lainya
memiliki tingkat persepsi korupsi yang buruk yaitu nilai CPI di bawah 50.15
Sementara itu, Transparency International cabang Indonesia (TII), sejak
tahun 2004 juga melakukan survey di beberapa daerah di Indonesia. Pada tahun
2010, TII melakukan survey di 50 Kota di Indonesia. Survey ini menempatkan Kota
Denpasar sebagai Kota terbersih dengan nilai CPI 6.71, disusul oleh Tegal dengan
nilai CPI 6.26, dan Surakarta dengan CPI 6.0.
Pada tahun 2015 lembaga TII melakukan survey di 11 Kota yang memiliki
PDRB besar. Survey ini menempatkan Kota Banjarmasin sebagai daerah paling
bersih (CPI 58), sedangkan Kota Bandung memiliki tingkat persepsi korupsi
terburuk (CPI 39).
Bila diperhatikan angka nilai CPI tahun 2010 berada di bawah 10,
sedangkan tahun 2015 berada di bawah 100. Hal ini dikarenakan TII telah
mengubah kisaran angka penilaian persepsi korupsi. Pada tahun 2010 nilai CPI
13 Tim Penyusun TII, Laporan Survey TII 2017, “Corruption Perception Index 2016”, Laporan
diakses pada 17 april 2017 pukul 20.30 dari www.transparency.org 14 Tim Penyusun TII. Laporan Survey TII 2017, ”Corruption Perception Index 2016”. 15 Tim penyusun TII. Laporan Survey TII 2017, “Corruption Perception Index 2016”.
6
antara 0 sampai dengan 10, dimana nilai 10 menunjukkan bahwa daerah tersebut
paling bersih dari korupsi. Sedangkan pada tahun 2015 nilai CPI berkisar antara 0
sampai dengan 100, dimana nilai 100 menunjukkan bahwa daerah tersebut paling
bersih dari korupsi.
Sementara itu berdasarkan fakta korupsi yang terungkap, sejak tahun 2004
hingga 2016, KPK telah menangani 206 kasus korupsi, dimana 48 kasus bermodus
pengadaan barang dan jasa, 20 kasus perizinan, 17 kasus pencucian uang, dan 21
kasus pungutan16. Pelaku korupsi terbanyak yang ditangani KPK adalah anggota
DPR/DPRD sebanyak 124 kasus dan Kepala Daerah sebanyak 75 kasus17.
Khusus pada tahun 2016, jenis perkara terbanyak yang ditangani KPK
adalah penyuapan sebanyak 79 perkara, pengadaan barang dan jasa 14 perkara, dan
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebanyak 3 perkara. Dana yang
diselamatkan sebanyak Rp.148 Milyar18.
Berdasarkan jenis pekerjaan, ada 26 perkara yang melibatkan swasta, 23
perkara melibatkan anggota DPR/DPRD, dan sepuluh (10) perkara melibatkan
pejabat PNS (ASN) eselon I, II dan III.19
Sepanjang Tahun 2016 ada sepuluh (10) Kepala Daerah yang ditangkap
KPK karena kasus Korupsi, yaitu Bupati Subang, Bupati Rokan Hulu, Gubernur
Sulawesi Tengah, Bupati Banyuasin, Wali Kota Madiun, Bupati Tanggamus,
Bupati Sabu Raijua, Bupati Buton, Wali Kota Cimahi, dan Bupati Nganjuk20.
16 Tim Penyusun KPK, Laporan Tahunan KPK 2016, ( Jakarta: KPK, 2017), h. 43. 17 Tim Penyusun KPK, Laporan Tahunan KPK 2016, h. 45 18 Tim Penyusun KPK, Laporan Tahunan KPK 2016, h.70 19 Tim Penyusun KPK, Laporan Tahunan KPK 2016, h. 70 20 Kaledioskop 2016: 10 Kepala Daerah Tersangka Korupsi, artikel diakses pada 17 april
2017, Pukul 21.00 dari www. nasional.kompas.com.
7
Sedangkan sepanjang tahun 2017, KPK telah menetapkan tujuh (7) Kepala
Daerah sebagai tersangka korupsi, yaitu Bupati Kutai Kartanegara, Wali Kota
Cilegon, Wali Kota Batu, Bupati Batu Bara, Wali Kota Tegal, Bupati Pamekasan,
dan Bupati Klaten.21
Bila dilihat dari jenis perkara, tindak pidana korupsi yang paling banyak
terjadi adalah penyuapan dengan 93 perkara, diikuti pengadaan barang/jasa
sebanyak 15 perkara, serta TPPU sebanyak lima perkara. Sementara, data
penanganan perkara berdasarkan tingkat jabatan, mengungkapkan ada 43 perkara
yang melibatkan pejabat eselon I hingga IV dan 27 perkara melibatkan swasta serta
20 perkara melibatkan anggota DPR/DPRD. Selain itu, terdapat 12 perkara lainnya
yang melibatkan bupati/walikota dan wakilnya.22
Selain indeks persepsi korupsi (CPI), ada pula indeks yang berkaitan dengan
perilaku anti korupsi yang disebut dengan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK).
IPAK disusun berdasarkan dua dimensi yakni persepsi dan pengalaman
masyarakat.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil penelitiannya pada bulan Juni
2017, bahwa IPAK Indonesia tahun 2017 sebesar 3,71. Angka ini lebih tinggi
dibandingkan capaian tahun 2015 sebesar 3,59. Nilai indeks semakin mendekati
lima (5) menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin anti korupsi,
21 7 Kepala Daerah Tersangka Korupsi 2017, Informasi diakses 28 Desember 2017, pukul
21.00 dari http://news.liputan6.com/read/3110149/7-kepala-daerah-tersangka-korupsi-2017 22 Ini daftar Lengkap 19 OTT KPK Sepanjang 2017, Informasi ini diakses pada tanggal 5
januari 2018, dari: http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/18/01/01/p1vv1h409-ini-
daftar-lengkap-19-ott-kpk-sepanjang-2017
8
sebaliknya nilai IPAK yang semakin mendekati nol (0), menunjukkan bahwa
masyarakat berperilaku semakin permisif terhadap korupsi23.
Hasil kajian itu juga menunjukkan bahwa IPAK masyarakat perkotaan lebih
tinggi (3,86) dibanding masyarakat perdesaan (3,53). IPAK penduduk
berpendidikan SLTP ke bawah sebesar 3,58; SLTA sebesar 3,99; dan di atas SLTA
sebesar 4,09. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan, seseorang
akan semakin anti korupsi.
Pada instansi Pemerintah Pusat, isu korupsi terjadi pada berbagai
kementerian, diantaranya adalah Kementerian Agama. Kementerian Agama
(Kemenag) merupakan kementerian yang sangat strategis dalam menjaga moral
masyarakat. Hal ini tercermin pada salah satu fungsinya, yaitu melakukan
perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang bimbingan masyarakat
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu, penyelenggaraan haji dan
umrah, dan pendidikan agama dan keagamaan.24
Sumber daya aparatur Kemenag banyak yang memiliki latar belakang
pendidikan keagamaan. Dengan demikian, para pegawai di Kementerian Agama
memiliki kompetensi untuk mensosialisasikan ajaran Agama Islam dan sekaligus
menjadi teladan bagi pegawai di institusi pemerintah lainnya.
Salah satu isu yang berkembang beberapa tahun belakangan ini pada
instansi Kementerian Agama, terutama di Kantor Urusan Agama di berbagai daerah
adalah masalah gratifikasi.
23 Indeks Perilaku Korupsi Indonesia Tahun 2017, Informasi diakses 3 Juli 2017. Pukul 20.00
https://www.bps.go.id/pressrelease/2017/06/15/1313/indeks-perilaku-anti-korupsi-indonesia-pada-
tahun-2017-sebesar-3-71.html 24 Kementerian Agama, “Tugas dan Fungsi Kementerian Agama”, Informasi diakses 3 juli
2017 pukul 21.00, dari https://kemenag.go.id/home/artikel/42941
9
Pengertian Gratifikasi menurut Undang Undang 31 Tahun 1999 junto UU
No 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi adalah sebagai berikut:
Gratifikasi adalah Pemberian dalam arti luas, yakni
meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi,
pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan,
perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya. Termasuk gratifikasi adalah segala yang diterima di dalam
negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan
menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik25.
Al-Qur’an berbicara gratifikasi secara umum yaitu bagian dari apa yang
disebut khianat (ghulul), misalnya Qur’an Surat al-Baqarah ayat 188 sebagaimana
disebutkan di atas. Namun hadis Nabi Muhammad SAW berbicara gratifikasi
dengan cukup jelas, diantaranya adalah hadis berikut ini:
كري بممدب نال عالءحدث ناأبوأسامةحدث ناهشام عن يأ حدث ناأبو يه ب
ت ع ملرسولاللصلىاللعلي هوسلمرجال قالاس أبحي دالساعدي عن
ز دعلىصدقاتبن ال ت بيةف لماجاءحامن عىاب نال سبهسلي ميد
ف قالرسولاللصلىاللعلي هوسلمف هالهذا مالكم وهذا هدية قال جلس
كحتت تيك كن صاهديتكفب ي أبيكوأم خطب إن مداللدقاث ناف
ت ع ملالرجلمن كم علىال عملماولنا أس قالأماب ع دفإن للوأث نعلي هث
لأفالجلسفب دي هحتي ف يأ تف ي قولهذامالكم وهذاهدية أه أبيهوأم
ئابغي حقهإل من هاشي كانصادقاوالللي خذأحد من كم لقيت تيههدي تهإن
لقياللي اللت عالي ملهي و مال قيامةفلع رفنأحدامن كم ملبعيالهراء أو
25 Republik Indonesia, UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tidak Pidana korupsi, Penjelasan Pasal 12B
10
قالالل عرثرفعيدي هحترئيب ياضإب طي هث شاةت ي أو همهل ب قرةلاخوار
ب لغ بصرعي نوسعأذن26
Telah menceritakan kepada kami Abû Kuraib, Muhammad
bin Al-'Ala' telah menceritakan kepada kami Abû Usamah telah
menceritakan kepada kami Hisyam dari ayahnya dari Abû Humaid
al-Sa'idi dia berkata, "Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam pernah
mengangkat seorang laki-laki dari suku Azdi yang bernama Ibnu al-
Utbiyah untuk memungut zakat Banî Sulaim, ketika sekretarisnya
datang dia berkata, "Ini adalah harta kalian sedangkan ini adalah
hadiah untukku." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Tidakkah kamu duduk-duduk saja di rumah ibu atau
bapakmu sehingga datang orang yang memberi hadiah
kepadamu, jika kamu benar demikian." Setelah itu beliau
berkhutbah, setelah beliau memuji dan menyanjung Allah, beliau
sampaikan: "Amma ba'du. Sesungguhnya saya telah meemngangkat
seseorang dari kalian sebagai pegawai untuk suatu pekerjaan yang
Allah bebankan kepadaku, kemudian dia datang seraya berkata, 'Ini
adalah hartamu, sedangkan yang ini adalah hadiah yang diberikan
kepadaku, tidakkah dia duduk-duduk saja di rumah ayah atau ibunya
menunggu sampai ada orang yang memberi hadiah kepadanya, jika
dia orang yang benar. Demi Allah, tidaklah salah seorang dari kalian
mengambil sesuatu dari tanpa hak, kecuali ia akan bertemu Allah
Ta'ala pada hari Kiamat dengan membawa (harta tersebut). Dan
sungguh saya akan mengenal salah seorang dari kalian saat ia datang
menemui Allah dengan membawa unta atau sapi yang melenguh-
lenguh, atau kambing yang mengembek-embek." Setelah itu beliau
mengangkat kedua tangannya hingga terlihat putih kedua ketiaknya,
kemudian beliau mengucapkan: "Ya Allah, telah saya sampaikan.
Mataku telah melihatnya dan kedua telingaku telah mendengarnya."
(Sahih Muslim)
Hadis ini menyatakan bahwa seorang pejabat atau petugas dilarang
mengambil harta atau pun hadiah yang tidak sesuai dengan peraturan yang telah
ditetapkan. Peraturan terkait hadiah berbentuk gratifikasi ini, selain UU No 20
26 Abû al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Sahih Muslim, (Riyad: Bait
al-Afkar al-Daulah, 1420H/1999M).
11
Tahun 2001 dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No 48 Tahun 2014
yang mengubah PP NO 47 tahun 2001 Tentang Tarif atas Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Agama. Kemudian, PNBP
yang khusus berasal dari biaya nikah dan rujuk, diatur lebih detail dalam Peraturan
Menteri Agama (PMA) No 24 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan PNBP atas biaya
nikah dan rujuk yang dilakukan di luar KUA.
Peraturan Pemerintah No 48 Tahun 2014 mengubah Peraturan Pemerintah
No 47 Tahun 2004 diantaranya Pasal I PP 48 tahun 2014 yang menyatakan:
(1) Setiap warga negara yang melaksanakan nikah atau rujuk di
Kantor Urusan Agama Kecamatan atau di luar Kantor Urusan
Agama Kecamatan tidak dikenakan biaya pencatatan nikah atau
rujuk.
(2) Dalam hal nikah atau rujuk dilaksanakan di luar Kantor Urusan
Agama Kecamatan dikenakan biaya transportasi dan jasa profesi
sebagai penerimaan dari Kantor Urusan Agama Kecamatan;
(3) Terhadap warga negara yang tidak mampu secara ekonomi
dan/atau korban bencana yang melaksanakan nikah atau rujuk di
luar Kantor Urusan Agama Kecamatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat dikenakan tarif Rp 0,00 (nol rupiah);
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara untuk dapat
dikenakan tarif Rp0,00 (nol rupiah) kepada warga negara yang tidak
mampu secara ekonomi dan/atau korban bencana yang
melaksanakan nikah atau rujuk di luar Kantor Urusan Agama
Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
Peraturan Menteri Agama setelah berkoordinasi dengan Menteri
Keuangan.27
Selanjutnya pasal I ini juga telah mengubah ketentuan dalam Lampiran
angka II pada PP 47 Tahun 2001, mengenai Penerimaan Kantor Urusan Agama
Kecamatan yang awalnya sebesar Rp.30.000 menjadi Rp. 600.000.28 Biaya ini
27 Republik Indonesia, PP No 48 Tahun 2014 Tentang Tarif atas Penerimaan Negara Bukan
Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Agama, Pasal 1 28 Republik Indonesia, PP No 48 Tahun 2014 Tentang Tarif atas Penerimaan Negara Bukan
Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Agama, Pasal 1
12
harus disetorkan oleh calon pengantin ke rekening Bendahara Penerimaan
Kemenag Pusat secara langsung.
Selanjutnya pengelolaan biaya nikah rujuk (PNBP) ini dijelaskan dalam
PMA Nomor 24 Tahun 2014 pasal 11 ayat (1) bahwa PNBP Biaya Nikah Rujuk
digunakan untuk membiayai pelayanan pencatatan nikah dan rujuk yang meliputi:
a. Transport dan jasa profesi penghulu;
b. Pembantu Pegawai Pencatat Nikah;
c. Pengelola PNBP Biaya Nikah Rujuk;
d. Kursus pra nikah; dan
e. Supervisi administrasi nikah dan rujuk.29
Walaupun peraturan mengenai biaya nikah rujuk sudah jelas besaran
rupiahnya dan penggunaan biaya tersebut, namun implementasi penegakan peraturan
ini tidak sedikit menghadapi kendala. Pada prakteknya para pengantin atau
keluarganya masih memberikan hadiah kepada para penghulu, karena banyak
masyarakat Indonesia masih mengangap bahwa memberi hadiah merupakan hal
yang lumrah.30 Secara sosiologis, hadiah adalah sesuatu yang bukan saja lumrah
tetapi juga berperan sangat penting dalam merekatkan individu dalam suatu
masyarakat, merekatkan antar masyarakat bahkan antar bangsa. Artinya di level
masyarakat umum pengertian hadiah yang masuk kategori gratifikasi masih
diperdebatkan.
Beberapa kasus korupsi termasuk gratifikasi di Kementerian Agama
menjadi perhatian publik, karena Kementerian Agama dianggap sebaga salah satu
29 Kementerian Agama, Peraturan Menteri Agama No 24 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan
PNBP atas biaya Nikah dan Rujuk di luar KUA Kecamatan, Pasal 11 ayat 1. 30 Tim Penyusun KPK, Buku Saku Memahami Gratifikasi, (Jakarta:. KPK, 2010), h. 1.
13
institusi penjaga moral di Indonesia. Pegawai kementerian Agama banyak yang
memiliki latar belakang pendidikan keagamaan, terutama pendidikan Islam, dimana
pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW relatif lebih
baik dibanding pegawai di institusi lainnya.
Berkaitan dengan itu, penulis mencoba meneliti apakah ada pengaruh dari
pemahaman ajaran Islam terutama hadis Nabi tentang gratifikasi dari para pegawai
di Kantor Urusan Agama, Kementerian Agama, terhadap perilaku anti gratifikasi.
B. Tinjauan Literatur
Kajian tentang korupsi sudah dilakukan para akademisi maupun peneliti,
baik dari perspektif hukum, sosial, ekonomi, maupun agama. Berikut adalah
beberapa penelitian tentang korupsi dalam perspektif Islam baik berupa tesis,
skripsi, ataupun jurnal:
Mahfuz menulis skripsi pada tahun 2006 yang berjudul “Takhrij Hadis
tentang laknat Allah bagi Pelaku Suap menyuap”. Skripsi mahasiswa Fakultas
Ushuludin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah ini fokus pada hukum
(laknat) bagi pelaku suap menyuap (Risywah). Metode yang digunakan adalah
metode literatur (library research). Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa hadis
yang menyatakan bahwa Allah melaknat orang yang melakukan suap maupun yang
menerima suap adalah sahih.
Penulis selanjutnya adalah Abdul Kholiq, yang menulis skripsi pada tahun
2010 tentang “Hadis-Hadis Tentang Laknat Bagi Pelaku Suap (Risywah) dalam Al-
Kutub Al-Tis’ah (Studi Ma’anil Hadis)”. Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin ini juga membahas tentang
hukum laknat bagi pelaku Risywah dari literatur sembilan kitab hadis.
14
Syaikhudin pada tahun 2010, menulis skripsi yang berjudul. “Korupsi Dan
Pemberantasannya Pada Masa Nabi Muhammad (Studi Maanil Hadits Tentang
Hadits Hadits Ghulul)”. Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Jurusan Tafsir Hadis,
Fakultas Ushuluddin ini lebih memfokuskan pada ghulul atau penggelapan sebagai
bagian dari korupsi yang terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini
menggunakan library research atau studi literatur.
Selanjutnya Jajat Hidayat menulis skripsi yang berjudul “Tindak Pidana
Korupsi pada grativikasi Sex”. Sarjana Fakultas Syariah, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta ini meneliti tentang sex sebagai alat untuk korupsi dilihat dari perspektif
hukum pidana Nasional dan Hukum Islam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
gratifikasi sex masuk dalam tindak pidana korupsi dalam hukum nasional dan
jarimah risywah dalam hukum Islam.
Kholil Said Nasihin, menulis tentang Analisis Keputusan Munas ‘Alim
Ulama NU No 001/Munas/2002 Tentang Masail Maudhuiyah Shiyasiyah, Tentang
sangsi bagi Koruptor.
Hasil penelitian Kholil menunjukkan Pertama, Korupsi bukanlah pencurian
biasa dengan dampaknya yang bersifat personal-individual, melainkan ia
merupakan bentuk kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) dan pencurian besar
dengan dampaknya yang bersifat massal komunal. Bahkan ketika korupsi sudah
merajalela dalam suatu negara sehingga negara itu nyaris bangkrut dan tak berdaya
dalam menyejahterakan kehidupan rakyatnya, tidak mampu menyelamatkan
mereka dari ancaman gizi buruk dan busung lapar yang mendera, maka korupsi
lebih jauh dapat dianggap sebagai ancaman bagi tujuan syari’at dalam melindungi
jiwa manusia (hifzh al-nafs).
15
Kedua, Korupsi dikategorikan dalam bentuk ghulul dan suap, maka dapat
disimpulkan bahwa Islam telah melarang tindakan korupsi baik berbentuk ghulul
maupun suap. Walaupun tidak terdapat sangsi dalam bentuk nash qat’i mengenai
hukuman bagi koruptor, bukan berarti tidak adanya sanksi bagi pelaku korupsi.
Adapun pelaku yang melakukan korupsi dapat dihukum ta’zir sesuai dengan tingkat
kejahatannya.
Pada level Internasional, Leila Shadabi menulis artikel berjudul The Impact
of Religion on Corruption. Dia meneliti 174 negara pada tahun 2010 dengan
menggunakan data cross-sectional. Prosentase umat Islam, prosentase umat
Kristen, dan jumlah umat Islam dan umat Kristen dijadikan indeks religiositas suatu
negara31.
Kesimpulan penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara
prosentase umat Islam dengan indeks CPI, yang berarti semakin besar umat Islam
semakin koruptif. Sebaliknya ada hubungan positif antara umat Kristen dan index
CPI yang berarti semakin banyak umat Kristen maka semakin bersih negara itu dari
korupsi. Namun secara total umat Islam dan Kristen tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap tingkat korupsi. Agama atau religiositas tidak berdampak pada
tingkat korupsi.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Lipset dan Lenz (2000), yang
menunjukkan bahwa nilai-nilai tradisional tertentu seperti “familiism” dapat
mendorong perilaku korupsi. Menurut Lenz dan Lipset, Perilaku nepotisme
berhubungan positif dengan korupsi.32 Nepotisme atau ‘familiism’ adalah sikap
31 Leila Shadabi, “ Impact of Religion on Corruption”, Journal of Business Inqury, 2013. 32 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across
section of Countries”, Dalam International Handbook on economics of corruption, Editor:
Ackerman, Ros,. (Cheltenham: Edward Elgar Publishing. 2006), h. 59.
16
yang mendahulukan keluarga untuk menduduki posisi tertentu dalam suatu
institusi, bukan kinerja atau kemampuan seseorang.
Sementara itu Sullivan, Wilson dan Anna dalam artikelnya yang berjudul
The role of Corporate Governance to Fighting Corruption, menyatakan bahwa
good corporate governance dapat mengurangi tingkat korupsi.33 Prinsip good
corporate governance dalam pemerintahan lebih dikenal dengan good government
governance atau good governance. Prinsip good governance diantaranya adalah
taat pada peraturan, transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan tidak diskriminasi.
Zulfa, Yufi dan Zahrotun (2015), dalam artikelnya berjudul: The
Relationship between Religious Orientation, Moral Integrity, Personality,
Organizational Climate, and Anti Corruption Intension, menemukan bahwa ada
hubungan kausalitas yang signifikan antara orientasi keagamaan dan perilaku anti
korupsi.34
Lamsdorf, menulis artikel yang merangkum penelitian para ahli tentang
faktor-faktor penyebab korupsi dalam artikelnya yang berjudul: Causes and
Consequences of Corruption: what We Do know from across section of Countries.
Menurutnya, setidaknya ada sebelas penyebab korupsi yaitu ukuran sektor publik
(Size of Public Sector), Kualitas peraturan (Regulatory Quality), Kurangnya tingkat
kompetisi dalam ekonomi (Lack Of Economic Competition), struktur pemerintahan
(Government Structure), Bentuk Demokrasi (Forms of Democracy), Sistem
Pemilihan (Voting System), Desentralisasi (Decentralization), Budaya (Culture),
33 Sullivan, Wilson dan Anna, “The Role of Corporate Governance to Fighting Corruption”,
di download pada 17 Januari 2018 dari www. Deloite.com. 34 Zulfa, Yufi, dan Zahrotun. “The Relationship between Religious Orientation, Moral
Integrity, Personality, Organizational Climate and Anti Corruption Intentions in Indonesia”.
International Journal of Social Science and Humanity. Vol. 5. No. 10. October 2015
17
Nilai-nilai (Values), Jender (Gender), Geografi dan sejarah (Geography and
History).
C. Batasan dan Rumusan Masalah
Peneliti memfokuskan penelitian ini pada masalah hubungan kausalitas
antara pemahaman hadis Nabi Muhammad SAW tentang gratifikasi dengan
Perilaku Anti Gratifikasi.
Berdasarkan paparan sebelumnya, nampak bahwa belum ada penelitian
pada level S1/S2/S3 yang membahas hal ini. Dengan demikian, menurut penulis,
penelitian ini memiliki sifat kebaruan.
Alasan dipilihnya topik ini adalah karena hadis Nabu Muhammad SAW
merupakan salah satu pedoman hidup umat Islam yang berfungsi menjelaskan Al-
Qur’an yang global. Hadis berbicara cukup rinci, sehingga dapat langsung
dihubungkan dengan topik atau masalah tertentu, yang dalam kasus ini adalah
masalah gratifikasi.
Alasan dipilihnya gratifikasi adalah karena istilah gratifikasi merupakan
istilah yang paling baru yang dimasukan ke dalam peraturan formal, yaitu Undang
Undang No 31 Tahun 1999 junto Undang-Undang No 20 tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penelitian ini lebih membahas perilaku anti gratifikasi bukan fakta
gratifikasi yang terjadi di lapangan. Sikap atau perilaku anti gratifikasi menjadi
relevan, karena perilaku anti gratifikasi berada pada sisi kesadaran individu atau
masyarakat atas buruknya korupsi atau gratifikasi. Sikap atau perilaku yang tidak
setuju atas tindakan gratifikasi menjadi penting bagi upaya pencegahan tindakan
gratifikasi (korupsi).
18
Selain tingkat pemahaman hadis, penelitian ini juga memasukkan variabel
good governance, Budaya Masyarakat, Orientasi Keagamaan Internal dan Orientasi
Keagamaan Eksternal sebagai variabel independen lainnya. Variabel independen
tambahan ini berfungsi mengurangi bias pengukuran yang terjadi bila hanya
menjadikan variabel Pemahaman Hadis Nabi sebagai satu-satunya variabel
independen.
Pemilihan empat variabel independen ini, didasari oleh penelitian
sebelumnya sebagaimana dipaparkan di atas, bahwa variabel-variabel ini memiliki
hubungan kausalitas dengan perilaku anti korupsi.
Selain itu, keempat variabel ini merupakan variabel yang relevan, bila
dikaitkan dengan unit analisis penelitian ini, yaitu para pegawai KUA. Faktor good
governance, orientasi keagamaan (Internal dan eksternal), dan budaya masyarakat
berkaitan langsung dengan perilaku pegawai KUA. Faktor lainnya yang dianggap
mempengaruhi korupsi, seperti ukuran organisasi pemerintah, demokrasi, sistem
pemilihan umum, desentralisasi, dan pasar (market) lebih cocok bila digunakan
pada level internasional (antar negara), nsional (pemerintah pusat), dan daerah
(pemerintah daerah).
Lokus penelitian dibatasi pada pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) di
Kabupaten Bogor Jawa Barat dan Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Pemilihan
pegawai KUA dikarenakan para pegawai KUA menjadi ujung tombak Kementerian
Agama dalam melayani masyarakat muslim terkait masalah keagamaan, seperti
pernikahan, penyuluhan, dan pengawasan pendidikan agama. Hal ini menjadi
menarik, karena pada satu sisi pegawai KUA memiliki pemahaman yang cukup
terhadap agama Islam, termasuk hadis Nabi, dan di sisi lain pegawai KUA
19
dipandang memiliki kerentanan dalam masalah gratifikasi, karena berhubungan
langsung dengan masyarakat. Apakah pemahaman ajaran Islam yang dimiliki oleh
pegawai KUA itu mampu melahirkan perilaku anti gratifikasi?
Pemilihan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bone didasari oleh alasan
bahwa: Pertama, kedua kabupaten tersebut merupakan kabupaten yang wilayahnya
relatif luas dengan KUA Kecamatan yang relatif lebih banyak dibanding
Kabupaten/Kota di wilayah provinsi masing-masing, sehingga sangat mungkin ada
keragaman perilaku pegawai di setiap KUA di wilayah tersebut.
Kedua, Kabupaten Bogor dan Bone merupakan daerah yang relatif lebih
maju dibanding kabupaten yang ada di wilayah provinsi masing-masing.
Indikasinya adalah bahwa kedua daerah itu mendapatkan penghargaan sebagai
kabupaten terbaik per region berdasarkan Indonesia Attractive Award tahun 2017.
Kabupaten Bogor sebagai Kabupaten terbaik di Pulau Jawa dan bahkan Indonesia
Bagian Barat. Sedangkan Kabupaten Bone merupakan kabupaten terbaik di
Sulawesi bahkan di Indonesia Bagian Timur.35 Karena kedua alasan itulah maka
Kabupaten Bogor cocok untuk mewakili Indonesia bagian barat, dan Kabupaten
Bone mewakili Indonesia bagian timur.
Berkaitan dengan itu, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kondisi tingkat Pemahaman Hadis Nabi tentang gratifikasi dan
variabel independen lainnya (good governance, orientasi keagamaan internal
35 Indonesia Attractive Award, Daftar Pemenang Tahun 2017, Informasi diakses 1 Februari
2018 dari http://www.indonesiaattractiveness-award.com/the_winner.html.
20
dan eksternal, budaya masyarakat) pada pegawai KUA Kabupaten Bogor dan
Bone?
2. Seberapa besar pengaruh Pemahaman Hadis Nabi tentang gratifikasi dan
variabel independen lainnya (good governance, orientasi keagamaan internal
dan eksternal, budaya masyarakat) terhadap Perilaku Anti Gratifikasi?
3. Indikator-indikator apa saja pada variabel laten tersebut yang paling dominan
mempengaruhi Perilaku Anti Gratifikasi?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah:
1. Menganalisis bagaimana kondisi pemahaman para pegawai KUA terhadap
Hadis Nabi, implementasi good governance, orientasi keagamaan pegawai
(internal dan eksternal), dan budaya masyarakat.
2. Menganalisis pengaruh pemahaman hadis tentang gratifikasi oleh pegawai
KUA, good governance, orientasi keagamaan, dan budaya masyarakat di
Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bone terhadap Perilaku Anti Gratifikasi.
3. Menganalisis indikator-indikator pada variabel laten yang paling dominan
mempengaruhi Perilaku Anti Gratifikasi.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Kantor Kementerian Agama baik pusat maupun daerah, penelitian ini
dapat menjadi salah satu dasar dalam menentukan kebijakan tentang upaya
meningkatkan perilaku anti gratifikasi ataupun korupsi di kalangan para
pegawai KUA ataupun Kementerian Agama pada umumnya.
21
2. Bagi para akademisi, penelitian ini dapat menjadi salah satu referensi dalam
mengkaji pemahaman hadis Nabi dan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi
perilaku anti korupsi, sekaligus sebagai dasar untuk melakukan penelitian
penerapan hadis Nabi yang lebih luas dan dalam.
3. Bagi masyarakat umum, penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan
masyarakat terhadap hadis Nabi Muhammad SAW terkait gratifikasi dan
mendorong masyarakat untuk berperilaku anti gratifikasi.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tesis ini disusun sebagai berikut:
Bab I menguraikan tentang latar belakang masalah yang ada di dunia dan di
Indonesia yaitu korupsi, termasuk gratifikasi. Selanjutnya, dijelaskan tentang
tinjauan literatur sebagai upaya penelusuran penelitian yang telah dilakukan selama
ini. Kemudian dijelaskan batasan dan perumusan masalah agar penelitian ini lebih
fokus dan jelas lokusnya. Berdasarkan permasalahan tersebut kemudian dijelaskan
tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Pada bagian akhir Bab ini disajikan
Sistematika Penulisan Tesis agar dapat diketahui alur penulisan tesis ini.
Bab II berisi tentang tinjauan umum mengenai konsep atau teori korupsi
khususnya gratifikasi, gratifikasi menurut Undang-Undang No 31 Tahun 1999
Junto Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, serta gratifikasi menurut ajaran Islam yaitu Al Qur’an dan hadis nabi
Muhammad SAW. Pada bagian ini juga dikemukakan sangsi bagi pelaku gratifikasi
menurut hukum positif dan ajaran Islam. Selanjutnya akan dibahas faktor-faktor
penyebab gratifikasi atau korupsi. Pada bagian akhir bab ini akan dibahas
perumusan kerangka penelitian dan perumusan metode penelitian, termasuk di
22
dalamnya metode pengolahan data yang digunakan yaitu Structural Equation
Model (SEM) jenis Partial Least Square (PLS).
Selanjutnya pada Bab III akan dijelaskan metode penelitian, yaitu tentang
bagaimana penelitian ini dilakukan. Penjelasan dimulai dari paradigma penelitian,
jenis penelitian, teknik pengumpulan hadis dan data, serta metode pengolahan data.
Bab IV akan membahas hasil pengolahan data berdasarkan hasil kusioner
yang disebar ke responden baik secara deskriptif maupun inferensial berdasarkan
model Structural Equation Model – Partial Least Sqare (PLS). Pembahasan juga
menyertakan hadis-hadis tentang gratifikasi beserta analisis umum tentang kualitas
hadis tersebut.
Penulisan tesis ini kemudian akan ditutup dengan Bab 5 yang berisi
simpulan dari hasil permbahasan dan saran-saran penulis terkait hasil pembahasan
tersebut.
23
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Korupsi
Secara bahasa, kata korupsi berasal dari bahasa Inggris corrupt yang berarti
korup, jahat, buruk, rusak (kata sifat), menyuap, merusak, mengubah (kata kerja).1
Secara terminologis, korupsi dapat diartikan sebagai penyelewengan atau
penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk kepentingan
pribadi atau orang lain.2 Sedangkan, World Bank mendefinisikan korupsi sebagai
“an abuse of public power for private gains”. Korupsi adalah penyalahgunakan
kekuasaan untuk keuntungan pribadi (privat).3 Definisi dari World Bank ini
merupakan definisi paling sederhana dan paling populer.4
Sementara, Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi, menyatakan
bahwa yang termasuk pelaku tindak pidana korupsi adalah:
Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan
perbuatan memperkaya diri, menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara.5
1 Jhon M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Cet 23, (Jakarta: PT
Gramedia, 1996), h. 149. 2 Kamus Besar Bahasa Indonesia versi Daring, Diakses 18 Oktober 2017, pukul 20.00, dari
https://kbbi.kemdikbud.go.id. 3 World Bank, World Development Report: The State in Changing World, (Washington DC:
WB Publishing,1997). 4 IMF, Corruption around the World, (Washington DC: IMF Publishing, 1998), h. 8. 5 Republik Indonesia, UU No 31 tahun 1999 juncto UU No 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 2 ayat (1).
24
Undang undang ini menambahkan kata keuangan negara atau perekonomian
negara pada pengertian korupsi. Yang dimaksud dengan keuangan negara adalah:
Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang,
serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat
dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban tersebut.6
Sementara itu, penjelasan umum UU No 31 Tahun 1999 jo UU no 20 Tahun
2001 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan keuangan negara adalah:
Seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, baik kekayaan
negara yang dipisahkan atau tidak dipisahkan termasuk didalamnya
segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang
timbul karena berada dalam penguasaan, pengurusan, dan
pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik tingkat pusat
maupun daerah. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan
pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha
Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang
menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan
modal pihak ketiga bedasarkan perjanjian dengan negara.7
B. Korupsi dalam Al-Qur’an dan Hadis
Dalam perspektif Islam, istilah korupsi tidak dinyatakan secara eksplisit di
dalam Al-Qur’an dan Sunnah, namun beberapa istilah dalam Al Qur’an dan hadis
Nabi Muhammad SAW sudah mengindikasikan adanya larangan korupsi. Diantara
ayat larangan itu ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus jenis korupsi
tertentu. Ayat yang bersifat umum diantaranya adalah Quran Surat Al-Baqarah ayat
188:
والكم ت كلواول نكم أم لوابل باطلب ي كامإلباوتد من فريقالتأ كلواال
وال .8ت ع لمونوأن تم بإلث الناسأم
6 Republik Indonesia, UU No No 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Pasal 1 ayat (1). 7 Republik Indonesia, Penjelasan UU No 31 tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001, Bagian
Umum. 8 Kementerian Agama, Al-Quran Al-Karim, Cet.1, (Bandung: Syaamil Al-Quran, 2007), h. 69
25
"Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang
lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui."
Ayat ini menurut Ibnu abbas berkenaan dengan seseorang yang memiliki
tanggungan harta (hutang) namun tidak ada saksi, lalu ia mengingkari harta itu dan
mempersengketakannya kepada penguasa, sementara ia mengetahui bahwa harta
itu bukan haknya dan juga mengetahui bahwa dia berdosa karena makan barang
haram.9 Secara umum ayat ini menyatakan bahwa memakan harta yang bukan
haknya adalah haram, yang tentu saja korupsi menjadi bagian dari barang yang
diharamkan.
Nabi Muhammad SAW sudah memprediksi bahwa masalah pengambilan
harta yang haram akan terus ada hingga masa yang akan datang. Hal ini tercermin
dari sabda Beliau:
الناسعلىي تقال:وسلمليهعهللاصلىالنبعن،عن هاللرضي،هري رةأبعن
اللأمنمن هأخذماال مر ءي باللزمان راممنأم ال 10ال
Dari Abu Hurairah RA., Rasulullah saw bersabda, "Akan datang
kepada manusia suatu zaman, seseorang tidak peduli lagi dari mana
ia mendapatkan hartanya, apakah dari jalan yang halal atau haram."
Secara khusus, korupsi dalam Islam didekati dengan beberapa istilah,
diantaranya adalah ghulul dan risywah. Menurut Al-Mu’jam al-Wasit, ghulul
berarti berkhianat dalam harta rampasan perang atau dalam harta-harta lain.11
9 Tim Ahli Tafsir, Al Misbâhul Munîr Fi tahdzibi Tafsiri Ibni Katsir, Diterjemahkan oleh Abû
Ihsan al-Atsari, dengan judul : Sahih Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2006), h. 611. 10 Abû ‘Abdullah Muhammad bin Ismâ’il al-Bukhâri, Ṣahih al-Bukhâri, kitâb al-Ahkâm, bâb
Hadâyâ al-‘Ummâl, No. 2059, (Kairo: Dârul Ibnul Jauzi, 1431 H/2010 M), h. 497. 11 Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Cet 1, (Jakarta: Amzah, 2011), h. 79.
26
Pengertian ghulul sebagai berkhianat terhadap harta rampasan perang dijumpai
dalam firman Allah surat Ali ‘Imran [3] ayat 161:
ومني أني غل كانلنب ثت غللوما لي ومٱلقيمة تباسي ن كل و ما
. وهمليظلمونكسب
Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta
rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan
rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang
membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri
akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan
(pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya (QS Ali
‘Imron: 161)
Makna ghulul dari ayat di atas pada awalnya hanya berkaitan dengan harta
rampasan perang. Namun pada pemikiran berikutnya berkembang menjadi
perbuatan curang atau khianat terhadap harta lainya, seperti tindakan penggelapan
terhadap harta negara.12
Ada beberapa hadis berkaitan dengan ghulul, diantaranya adalah:
ي ي رب نال مضلحدثهم عن حدث نامسدد أني يب نسعيدوبش ب نسعيدعن زي د رةعن أبعم هنب نخالدممدب ني يب نحبانعن ا
ب رف ي و مخي صلىاللعلي هوسلمت وف ابالنب ذلكلرسولأنرجالمن أص ذكرواوجوه ف ت غي رت علىصاحبكم ف قالصل وا وسلم صلىاللعلي ه ناسلذلكالالل
نخرزامن نامتاعهف وجد تش لفسبيلاللف خرزي هودلف قالإنصاحبكم 13يساويدر هي
Telah menceritakan kepada kami Musaddad bahwa Yahya bin Sa'id,
dan Bisyr bin Al Mufaddal telah menceritakan kepada mereka dari
Yahya bin Sa'id dari Muhammad bin Yahya bin Hibban dari Abû
‘Amrah dari Zaid bin Khalid Al-Juhani bahwa seorang sahabat Nabi
sallallahu 'alaihi wasallam meninggal pada saat perang Khaibar.
12 Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, h. 81 13 Abû Dâwud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi Al-Sijistani, Sunan Abû Dâwud, No 2335,
(Beirut: Darul Risalah al Alamiyah, 1430H/2009M).
27
Kemudian para sahabat menceritakan hal tersebut kepada
Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam. Lalu beliau berkata:
"Salatkan sahabat kalian!" kemudian roman wajah orang-orang
berubah karena hal tersebut. Lalu Beliau berkata: "Sesungguhnya
sahabat kalian telah berbuat khianat di jalan Allah." Kemudian kami
memeriksa barangnya, dan kami dapati butiran mutiara Yahudi yang
tidak sampai senilai dua dirham.
Sedangkan Risywah (penyuapan), diartikan sebagai sesuatu yang diberikan
dalam rangka mewujudkan kemaslahatan atau sesuatu yang diberikan dalam rangka
membesarkan yang batil atau menyalahkan yang benar.14
Diantara hadis Nabi Muhammad SAW yang berbicara tentang penyuapan
adalah sebagai berikut:
أبسلم ارثب نعب دالرح نعن خالهال ةحدث ناوكيع حدث نااب نأبذئ بعن روقاللعنرسولاللصلىاللعلي هوسلم عب داللب نعم ب نعب دالرح نعن
الراشيوال مر تشي15Telah menceritakan kepada kami Waki' telah menceritakan kepada
kami Ibnu Abû Dzi`b dari pamannya Al-Hârits bin Abdirrahman
dari Abû Salamah bin ‘Abdirrahman dari ‘Abdullah bin ‘Amr, dia
berkata, Rasulullah SAW melaknat orang yang menyuap dan yang
menerima suap.
Definisi-definisi di atas, walaupun berbeda dalam penyampaiannya, namun
paling tidak memiliki 5 komponen, yaitu (1) korupsi adalah suatu perilaku, (2)
perilaku itu terkait dengan penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan, (3)
dilakukan untuk keuntungan pribadi atau kelompok, (4) melanggar hukum atau
menyimpang dari norma atau moral, (5) terjadi atau dilakukan dalam lembaga
pemerintahan ataupun swasta.16
14 Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, h. 89. 15 Ahmad Bin Hambal, Musnad Ahmad, No 6246, (Riyad: Baitul Afkar al-Dauliyah,
1419H/1998M). 16 Zainal Abidin dan AGP Siswadi, Psikologi Korupsi, (Bandung: Rosdakarya, 2015),
h.12-13.
28
C. Jenis-Jenis Korupsi
Saat ini pengertian korupsi sebenarnya sudah semakin luas. Beberapa ahli
ataupun institusi telah mengkaji tindakan yang masuk dalam cakupan korupsi.
Diantaranya adalah Syed Hussain Alatas yang membagi tujuh tipologi korupsi,
yaitu sebagai berikut17:
a. Transactive Corruption, yakni korupsi yang menunjukkan adanya
kesepakatan timbal-balik antara pihak penyuap dan penerima suap demi
keuntungan kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya
keuntungan ini oleh kedua-duanya. Tipologi ini umumnya melibatkan dunia
usaha dan pemerintah atau masyarakat dan pemerintah.
b. Extortive Corruption (korupsi yang memeras), yakni pihak pemberi dipaksa
untuk menyuap agar mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya,
kepentingannya, dan hal-hal yang dihargainya.
c. Investive Corruption, yakni korupsi dalam bentuk pemberian barang atau
jasa dengan harapan mendapat keuntungan di masa yang akan datang.
d. Supportive Corruption, korupsi berupa uang atau lainnya yang secara tidak
langsung melindungi dan memperkuat korupsi yang sudah ada.
e. Nepostistic Corruption, yakni korupsi yang menunjuk teman atau sanak
famili untuk memegang jabatan dalam pemerintahan secara tidak sah atau
memberi uang atau lainnya kepada teman atau sanak famili yang bertentangan
dengan norma dan aturan yang berlaku.
f. Defensive Corruption, yakni perilaku korupsi untuk mempertahankan
diri dari pemerasan. Tipe ini bukan pelaku korupsi, karena perbuatan orang
17 Syed Hussain Alatas, Corruption, its Nature, causes, and Functions, Diterjemahkan oleh
Nirwono, dengan judul: Korupsi, Sebab dan Fungsi, (Jakarta: LPE3S,1987), h. ix.
29
yang diperas bukanlah korupsi. Hanya perbuatan pelaku yang memeras
sajalah yang disebut korupsi.
g. Autogenic Corruption, adalah korupsi yang pelakunya hanya seorang diri,
tidak melibatkan orang lain.
Sementara itu, UU No 31 tahun 1999 Jo UU No 20 tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana korupsi membagi korupsi menjadi 30 jenis yang
tercermin dalam jumlah pasal-pasal tersebut. Namun secara ringkas dapat
dikelompokan menjadi 7 kelompok besar, yaitu kerugian keuangan negara, suap
menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan
kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.18
Yang dimaksud dengan kerugian keuangan negara adalah perbuatan
melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.19
Suap Menyuap adalah memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara agar mendapat kemudahan atau fasilitas yang
menguntungkan.20
Penggelapan dalam jabatan, yaitu melakukan pemalsuan buku-buku atau
daftar-daftar untuk pemeriksaan administrasi pegawai negri atau penyelenggara
negara. Termasuk di dalamnya adalah pemalsuan laporan keuangan untuk
kepentingan pribadi atau kelompok.
18 Tim Penyusun KPK, Buku Saku Memahami Gratifikasi. (Jakarta: Penerbit KPK, 2010),
h. iii. 19 CD Rosikah dan DM Listianingsih, Pendidikan Anti Korupsi, Cet1, (Jakarta: Sinar Grafika,
2016), h. 17. 20 CD Rosikah dan DM Listianingsih, Pendidikan Anti Korupsi, h. 20.
30
Pemerasan, yaitu memaksa atau meminta seseorang memberikan sesuatu,
membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, sehingga orang tersebut
merasa terancam dengan pemaksaan itu.21
Perbuatan curang, yaitu melaporkan pembayaran atau pengeluaran suatu
proyek tidak secara sebenarnya, tapi dilebih lebihkan untuk kepentingan pribadi
atau kelompok.22
Benturan kepentingan dalam pengadaan, yaitu turut serta dalam
pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan sedang
memegang jabatan. Misal penunjukkan perusahaan milik sendiri, keluarga atau
teman yang tidak didasarkan atas lelang terbuka.23
Gratifikasi, yaitu Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian
uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya.24
D. Gratifikasi
Diantara jenis korupsi, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,
gratifikasi secara eksplisit baru dimasukan dalam peraturan perundang undangan,
yaitu dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun secara
implisit, makna gratifikasi sebenarnya sudah ada dalam peraturan sebelumnya.
21 Zainal abidin dan AGP Siswadi, Psikologi Korupsi, hal. 16. 22 Zainal abidin dan AGP Siswadi, Psikologi Korupsi, hal. 16. 23 Zainal abidin dan AGP Siswadi, Psikologi Korupsi, hal. 16-17. 24 Zainal abidin dan AGP Siswadi, Psikologi Korupsi, hal. 17.
31
Secara bahasa, kata gratifikasi berasal dari bahasa Inggris yaitu gratification
yang berarti kepuasan atau kegembiraan.25 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
gratifikasi diartikan sebagai pemberian yang diberikan karena layanan atau manfaat
yang diperoleh.26
1. Gratifikasi Menurut Undang-Undang RI
Secara lengkap, yang dimaksud dengan gratifikasi menurut Undang-
Undang No 20 tahun 2001 adalah:
Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang,
rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan
fasilitas lainnya. Termasuk gratifikasi adalah segala yang diterima
di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan
menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.27
Apabila dicermati definisi di atas, kalimat yang termasuk pengertian
gratifikasi adalah sebatas kalimat: pemberian dalam arti luas, sedangkan kalimat
setelah itu merupakan bentuk-bentuk gratifikasi. Dari kalimat itu juga jelas bahwa
pengertian gratifikasi mempunyai makna yang netral, artinya tidak terdapat makna
tercela atau negatif dari arti kata gratifikasi tersebut.28
Netralitas gratifikasi kemudian berubah menjadi tercela bila memenuhi
pasal 12B UU No 20 tahun 2001, yaitu sebagai berikut:
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya
dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,…29
25 John M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia,
1996), h.278 26 Kementian Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, Diakses
tanggal 19 Januari 2018 dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/gratifikasi 27 Republik Indonesia. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penjelasan Pasal 12B. 28 Tim Penyusun KPK, Buku Saku Gratifikasi, h. 3. 29 Republik Indonesia, UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penjelasan Pasal 12B.
32
Dengan demikian, tidak semua gratifikasi itu bertentangan dengan hukum,
melainkan hanya gratifikasi yang memenuhi kriteria dalam unsur pasal 12B saja
yang terkena tindak pidana, yaitu tindak pidana suap.
Salah satu kajian yang dilakukan oleh Direktorat Penelitian dan
Pengembangan KPK (2009) mengungkapkan bahwa pemberian hadiah atau
gratifikasi yang diterima oleh penyelenggara negara adalah salah satu sumber
penyebab timbulnya konflik kepentingan. Konflik kepentingan ini berpotensi
mendorong terjadinya tindak pidana korupsi.30
Beberapa bentuk konflik kepentingan yang dapat timbul dari pemberian
gratifikasi ini antara lain adalah sebagai berikut: Penerimaan gratifikasi dapat
membawa vested interest dan kewajiban timbal balik atas sebuah pemberian
sehingga independensi penyelenggara negara dapat terganggu. Penerimaan
gratifikasi dapat mempengaruhi objektivitas dan penilaian profesional
penyelenggara negara. Penerimaan gratifikasi dapat digunakan sedemikian rupa
untuk mengaburkan terjadinya tindak pidana korupsi. 31
Untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan yang timbul karena
gratifikasi tersebut, penyelenggara negara atau pegawai negeri harus membuat
suatu declaration of interest untuk memutus kepentingan pribadi yang timbul dalam
hal penerimaan gratifikasi. Hal ini diatur dalam pasal 12C Undang- Undang Nomor
20 Tahun 2001, sebagai berikut:
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1)
tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang
diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
30 Tim Penyusun KPK, Buku saku Gratifikasi, h. 13. 31 Tim Penyusun KPK, Buku saku Gratifikasi, h. 13.
33
(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga
puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut
diterima.
(3) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima
laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima
atau milik negara.
(4) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan penentuan status
gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam
Undang Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.32
2. Gratifikasi Menurut Ajaran Islam
Hadiah dalam Islam dibedakan atas 2 kategori, yaitu hadiah yang
dibolehkan bahkan dianjurkan dan hadiah yang dilarang oleh Nabi Muhammad
SAW. Hadiah tipe kedua inilah yang di masyarakat saat ini dikenal dengan
gratifikasi.
Menurut Quraish Shihab, dalam tafsirnya Al-Misbah, kata hadiah ( ه دي ية)
terambil dari kata ha ( ه ), dal (د), dan ya (ي ). Maknanya berkisar pada dua hal, yaitu
tampil ke depan memberi petunjuk, serta menyampaikan dengan lemah lembut.
Dari kedua kata ini lahir kata hadiah yang berarti penyampaian sesuatu dengan
lemah lembut guna menunjukkan simpati terhadap yang diberi.33 Definisi ini sesuai
dengan makna hadiah dalam arti positif, yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW.
Diantara hadis Nabi yang membolehkan hadiah adalah sebagai berikut:
قال راسان لمعب داللال عطاءب نأبمس مالكعن مدثنعن
32 Republik Indonesia, UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 12C. 33 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Cet 2, Jilid 9, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 442
34
هب ال غل وت هادو اتاب واوتذ وايذ هب قالرسولاللصلىاللعلي هوسلمتصافناء34 الش
Telah menceritakan kepadaku Malik dari 'Ata bin Abû Muslim
‘Abdullah al-Khurasani berkata, "Rasulullah sallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Hendaklah kalian saling berjabat tangan,
niscay akan hilanglah kedengkian. Hendaklah kalian saling memberi
hadiah, niscaya akan saling mencintai dan menghilanglah
permusuhan." (HR Malik 1413)
Berdasarkan hadis Nabi di atas, hadiah yang dianjurkan oleh Rasulullah
SAW adalah hadiah yang didasari oleh cinta dan ketulusan, untuk menumbuhkan
rasa saling mencintai dan rasa saling menghargai. Contoh hadiah jenis ini
diantaranya adalah hadiah kepada istri atau suami, anak, kerabat, dan orang-orang
miskin. Termasuk hadiah jenis ini adalah hadiah kepada orang-orang yang
berprestasi di bidang tertentu, seperti hadiah bagi olahragawan berprestasi, hadiah
bagi juara Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ), juara hâfidz Al-Qur’an, dan
sejenisnya.
Jenis hadiah seperti ini di dasari oleh ketulusan tanpa keinginan mendapat
balasan dari orang yang diberi hadiah. Berkaitan dengan hadiah yang positif ini,
walaupun pemberi tidak mengharapkan balasan, namun pihak yang diberi hadiah
dianjurkan oleh Rasulullah SAW untuk membalas hadiah yang didapat dengan
hadiah yang lebih baik lagi. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi Muhammad SAW
yang diriwayatkan oleh Imam Abû Dâwud sebagai berikut:
34 Abû ‘Abdillah Mâlik ibn Anas al-Asybahi, Al-Muwatta’, Juz. II, (Mesir: Dâr Ihya’ al-Turas
al-‘Arabi, 1434H/2013M ), h. 908.
35
قالحدث ناعيسىوهوا ب نب روعب دالرحيمب نمطرفالر ؤاسي ب نحدث ناعلي عائشةرضيالل أبيهعن هشامب نعر وةعن عن قالسبيعي يونسب نأبإس
ديةويثيبعلي ها35 بلال كاني ق عن هاأنالنبصلىاللعلي هوسلمTelah menceritakan kepada kami ‘Ali bin Bahr dan ‘Abdurrahim bin
Mutarrif al- Ruasi mereka berkata, telah menceritakan kepada kami
‘Isa bin Yunus bin Abî Ishaq al-Sabi'i dari Hisyam bin 'Urwah dari
Ayahnya dari Aisyah radiallahu 'anha, bahwa Nabi sallallallahu
'alaihi wasallam menerima hadiah, dan beliau membalas orang yang
memberi hadiah dengan lebih baik. (HR Abû Dâwud No 3069).
Sementara itu, hadiah dalam arti gratifikasi adalah pemberian hadiah yang
tidak didasari oleh cinta dan ketulusan, seperti memberi hadiah kepada pejabat
untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Pemberian hadiah seperti ini dilarang oleh
ajaran Islam.
Hadiah dalam arti gratifikasi diabadikan oleh Al-Qur’an dalam peristiwa
Ratu Balqis yang memberi hadiah kepada Nabi Sulaiman. Hal ini disebutkan dalam
Al-Quran al-Karim, Surat An-Naml [27]: 35-36:36
مرسلة إليهم بديةوإن ٱلمرسلون ي رجع بسلي ٥٣ف ناظرة جاء قالف لما ن م
أتد وننبال خيٱللءاتىنۦفما ا ربديتكممأنتبلءاتىكمم حونت 35. Dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka
dengan (membawa) hadiah, dan (aku akan) menunggu apa yang
akan dibawa kembali oleh utusan-utusan itu"
36. Maka tatkala utusan itu sampai kepada Sulaiman, Sulaiman
berkata: "Apakah (patut) kamu menolong aku dengan harta? maka
apa yang diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang
diberikan-Nya kepadamu; tetapi kamu merasa bangga dengan
hadiahmu.
Menurut Quraish Shihab, ayat di atas menjelaskan bahwa Nabi Sulaiman
menolak hadiah yang diberikan oleh Ratu Balqis, karena pemberian itu
35 Abû Dâwud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi al-Sijistani, Sunan Abû Dâwud, No 3069.
(Beirut: Dârul Risalah al-‘Alamiyah, 1430H/2009M). 36 Kemenag, Al-Qur’an Al Karim, h. 379-380.
36
mengandung unsur sogokan yang bertujuan menghalangi Nabi Sulaiman dalam
menjalankan kewajiban.37 Pemberian hadiah oleh Ratu Balqis ini masuk dalam
kategori gratifikasi, sehingga Nabi Sulaiman menolaknya.
Nabi Muhammad SAW juga dalam beberapa kesempatan melarang
memberi atau menerima hadiah yang berbentuk gratifikasi. Diantaranya terekam
dalam hadis sebagai berikut:
يانعن ريحدث ناعب داللب نممدحدث ناس عر وةالز ه أبعن ب نالز ب ي عن ت ع ملالنب صلىاللعلي هوسلمرجال قالاس رضياللعن ه حي دالساعدي من
ز دي ق ت بيةعلىالصدقةف لماقدمقالهذالكم وهذاال أ اللهاب نال لهد سي دىلهأم لوالذين هف ي ن ظري ه ب ي أم قالف هالجلسفب ي أبيهأو
ئاإلجاءبهي و مال قيامةي ملهعلىرق بتشمن كم بيدهلي خذأحد كاني هإن رة عرثرفعبيدهحترأي ناع شاةت ي أو ب قرةلاخوار إب طي هبعيالهراء أو
اللهمهل ب لغ اللهمهل ب لغ ثالث38Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Muhammad telah
menceritakan kepada kami Sufyan dari al-Zuhrî dari 'Urwah bin al-
Zubair dari Abû Humaid as-Sa'idî radiallahu 'anhu berkata, Nabi
sallallahu 'alaihi wasallam memperkerjakan seorang laki-laki dari
suku al-Azdî sebagai pemungut zakat. Ketika datang dari tugasnya,
dia berkata: "Ini untuk kalian sebagai zakat dan ini dihadiahkan
untukku". Beliau berkata: "Biarkanlah dia tinggal di rumah ayahnya
atau ibunya lalu dia lihat apakah benar itu dihadiahkan untuknya
atau tidak. Dan demi Dzat yag jiwaku di tangan-Nya, tidak
seorangpun dari pada kalian mengambil sesuatu (yang bukan
haknya), kecuali dia akan datang pada hari qiyamat dengan
dipikulkan di atas lehernya berupa unta yang berteriak, atau sapi
yang melenguh atau kambing yang mengembik". Kemudian Beliau
mengangkat tangan Beliau sehingga terlihat oleh kami ketiak Beliau
yang putih dan (berkata,): "Ya Allah bukankah aku sudah
sampaikan, bukankah aku sudah sampaikan"…. sebanyak tiga kali."
(HR al-Bukhâri No 2597).
37 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid.9, h. 442. 38 Abû ‘Abdullah Muhammad bin Ismâ’il al-Bukhârị, Ṣahih al-Bukhâri, kitâb al-Hibah, bâb
Man lam yaqbal al Hadiyata li’illah. No. 2597, (Kairo: Dâr Ibnul Jauzi, 1431 H/2010 M), h. 304.
37
Ibnu Hajar al-’Asqalâni menyatakan bahwa Rasulullah mencela Ibnu
Lutbiyah yang telah menerima hadiah yang diberikan kepadanya, karena dia adalah
seorang petugas zakat. Sabda Nabi, “Seandainya dia duduk di rumah ibunya…”
menginformasikan bahwa seandainya Lutbiyah menerima hadiah ketika sedang
duduk di rumah, maka itu tidak dilarang, karena pemberian hadiah tersebut tanpa
motif yang meragukan.39
Ibnu Battal sebagaimana dikutip oleh Ibnu Hajar al-’Asqalâni mengatakan
bahwa hadiah yang diberikan kepada para pejabat harus diserahkan kepada Baitul
Mal, dan pejabat tidak dapat memilikinya kecuali jika pemimpin memintanya.40
Dengan demikian, para ‘ulama terdahulu seperti Ibnu Hajar al-‘Asqalâni
dan Ibnu Battal, menafsirkan hadis riwayat Imam al-Bukhâri tersebut, sebagai
larangan bagi para pejabat untuk mengambil hadiah yang terkait dengan tugas yang
diembannya. Pemberian hadiah seperti ini, bagi si pemberi hadiah dimaksudkan
untuk mendapatkan keuntungan pribadi, dan bagi pejabat tersebut dapat
menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest).
3. Hukuman Pelaku Gratifikasi Menurut Hukum Positif.
Pelaku gratifikasi yang bermakna suap diancam oleh hukum positif maupun
hukum Islam. Hukuman para pelaku gratifikasi dijelaskan dalam Undang-Undang
No 20 tahun 2001 sebagai berikut:41
1. Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan
39 Ibnu Hajar al-‘Asqalâni, Fathul Bâri, Diterjemahkan oleh Abû Ihsan al-Atsari, dengan judul:
Fathul Bâri, Syarah Sahih al-Bukhâri, Jilid 20, (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 1436H/2015M),
h.640. 40 Ibnu Hajar al-‘Asqalâni, Syarah Sahih Al-Bukhâri, Jilid 20, h. 640. 41 Republik Indonesia, UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 12C.
38
yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan
sebagai berikut: a. yang nilainya Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih,
pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap
dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. yang nilainya kurang dari Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah),
pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut
umum. 2. Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana
dimaksud dalam Ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Bahkan dalam pasal 2 ayat (2) UU 31 tahun 1999, dalam keadaan tertentu,
dapat diberi hukuman mati. Makna “Keadaan tertentu” dalam kalimat ini adalah
keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana tersebut dilakukan
terhadap dana yang diperuntukan untuk keadaan bahaya, bencana alam nasional,
akibat kerusuhan sosial yang meluas, krisis ekonomi dan moneter, serta
penanggulangan tindak pidana korupsi.42
4. Hukuman Pelaku Gratifikasi (Korupsi) menurut Hadis
Dalam Islam, hukuman bagi pelaku gratifikasi sama dengan pelaku korupsi,
karena gratifikasi merupakan bagian dari korupsi. Hal ini sebagaimana
dikemukakan dalam al- Qur’an Surat Ali ‘Imron [3] ayat 161 di atas, bahwa pada
hari kiamat, koruptor termasuk gratifikator, akan datang membawa apa yang
dikorupsinya, dan akan diberi pembalasan yang setimpal. Sedangkan Rasulullah
42 Catrina DR dan Dessy ML, Pendidikan Anti Korupsi, Cet.1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016),
h. 5.
39
SAW sebagaimana dikemukakan dalam hadis sebelumnya, memberi laknat kepada
para pelaku korupsi baik yang menerima maupun yang memberi.
Menurut para ‘ulama, karena hukuman pelaku koruptor (gratifikator) di
dunia ini tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur’an maupun Hadis, maka
berlaku hukum takzir. Hukumannya tidak masuk dalam ranah qisas maupun hudud,
namun diserahkan kepada hakim yang mengadili perkara ini.43
Bila melihat ancaman Allah dan Rasul-Nya terhadap pelaku
korupsi/gratifikasi, maka perkara korupsi/gratifikasi masuk dalam dosa besar. Hal
dipertegas dengan dimasukannya korupsi (Risywah) sebagai dosa besar ke 32
dalam kitab Al- Kabâir oleh Imam al-Dzahabi.44
E. Faktor-Faktor Penyebab Korupsi (Gratifikasi)
Faktor penyebab gratifikasi pada hakekatnya sama dengan penyebab
korupsi secara umum. Para ahli korupsi banyak memaparkan tentang apa penyebab
dari terjadinya korupsi itu. Klitgaard, menyatakan bahwa monopoli kekuasaan,
ditambah keleluasaan kekuasaan, dan tiadanya pengawasan terhadap pemerintah,
akan mendorong terjadinya korupsi.45 Formula Klitgaard adalah sebagai berikut:
C = M + D – A.
C = Corruption,
M = Monopoly of Power,
D = Discretion of official, dan
A = Accountability.
43 Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, h. 103. 44 Al-Dzahabi, Al Kabair, diterjemahkan oleh Mukrima Azzahra, Ensiklopedia Dosa Dosa
Besar, Cet1, (Jakarta: Zaman, 2016), h. 284. 45 Bambang Waluyo, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Sinar grafika, 2016),
h. 21.
40
Sementara itu, Ramirez Torres, menyatakan bahwa seseorang akan korupsi
jika hasil yang didapat dari korupsi lebih besar dari hukuman yang didapat, serta
kemungkinan tertangkapnya kecil. Formulanya adalah:
Reward > Penalty x Probability.46
Jack bologne mengungkapkan teori GONE, yaitu bahwa akar penyebab
korupsi adalah greedy, opportunity, need, dan exposures. Greedy merupakan
perilaku serakah yang secara potensial ada pada diri setiap orang. Opportunity,
berkaitan dengan keadaan organisasi atau masyarakat yang sedemikian rupa
sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Need,
berkaitan dengan faktor-faktor yang dibutuhkan individu untuk menunjang
hidupnya. Exposures berkaitan dengan tindakan atau hukuman yang tidak
menimbulkan efek jera.47
Lamsdorff mengungkapkan teorinya berdasarkan rangkumannya atas hasil
penelitian para ahli terhadap korupsi. Kajiannya merumuskan 10 faktor yang
dianggap menyebabkan korupsi.
1. Size of Public Sector (Ukuran Organisasi Pemerintah).
Banyaknya departemen dan lembaga pemerintah menyebabkan inefisiensi
dan pembengkakan jumlah pegawai. Besarnya jumlah pegawai menyebabkan gaji
pegawai kecil yang pada akhirnya membuka peluang korupsi. Penelitian Elliot
(2005) terhadap 83 negara menunjukkan bahwa ukuran anggaran pemerintah
berkurang ketika korupsi meningkat.48 Penelitian Go Kotera, Okada, dan Samreth
46 Bambang Waluyo, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, h. 22. 47 Bambang Waluyo, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, h. 22. 48 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section
of Countries, dalam International Handbook on economics of corruption, Editor: Rose Ackerman,
(Cheltenham: Edward Elgar Publishing, 2006), h. 44
41
menunjukkan bahwa hubungan antara ukuran pemerintah dan korupsi bersifat
ambigu. Untuk negara-negara yang demokratis, semakin besar ukuran pemerintah
semakin rendah korupsi. Namun, untuk negara-negara yang demokrasinya rendah,
semakin besar ukuran pemerintah semakin tinggi korupsi.49
2. Regulatory Quality (Kualitas Peraturan)
Peraturan Pemerintah yang buruk dapat membuka peluang terjadinya
korupsi. Seperti kebijakan membolehkan monopoli akan mendorong distorsi pasar
dan akan membuat peluang korupsi bagi pegawai publik dan swasta. Penelitian
Treisman (2000) menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara jumlah
intervensi pemerintah dengan korupsi.50 Sementara itu, penelitian Clark
menunjukkan bahwa semakin banyak peraturan pemerintah pada perekonomian
semakin tinggi tingkat korupsi.51
3. Lack of Economic Competition (Kurangnya Kompetisi Ekonomi)
Kompetisi diantara perusahaan swasta akan mendorong terjadinya layanan
publik yang baik, sedangkan kompetisi yang buruk mendorong terjadinya korupsi.
Persaingan akan menyebabkan harga menjadi lebih rendah, profit normal, dan akan
mengurangi pegawai dan politikus melakukan korupsi. Penelitian Henderson
(1999) mengklaim bahwa korupsi berkorelasi negatif dengan kebebasan ekonomi.52
Artinya persaingan ekonomi yang rendah akan meningkatkan korupsi.
49 Go Kotera, Okada, dan Samreth, “Study on Relationship between corruption and
Government Size: The Role of Democracy”, Jurnal MPRA No 20515, 2010, h. 9. 50 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section
of Countries.”, Dalam International Handbook on economics of corruption, h. 46. 51 George RG Clark, “Does Over Regulation led to Corruption?.”, Texas A&M International
University, LV14025, Tanpa Penerbit dan Tahun. 52 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section
of Countries”, Dalam International Handbook on economics of corruption, h. 47.
42
4. Government Structure (Struktur Pemerintah)
Struktur pemerintah yang demokratis menjadi salah satu syarat untuk
meminimalkan korupsi dibanding struktur pemerintah yang tidak demokratis.
Namun pengaruh demokrasi terhadap korupsi bersifat jangka panjang. Penelitian
Adsera, dkk (2000) menemukan bahwa semakin tinggi peserta pemilu, semakin
rendah tingkat korupsi.53
5. Forms of Democracy (Bentuk Demokrasi)
Penelitian Gerring and Thacker (2004) menunjukkan bahwa negara dengan
bentuk parlementer lebih rendah tingkat korupsinya dibanding bentuk
presidensial.54
6. Voting System (Sistem Pemungutan Suara)
Persaingan diantara para politisi untuk merebut kekuasaan akan mendorong
mereka lebih berkualitas. Namun sistem voting tidak otomatis menjamin
berkurangnya korupsi. Keadilan dan Kejujuran dalam Pemilu berpengaruh terhadap
tingkat korupsi.55 Namun, penelitian Albornoz dan Cabrales (2013) menunjukkan
bahwa tingkat persaingan politik yang tinggi, akan mengurangi korupsi. Sebaliknya
pada negara dengan tingkat persaingan politik yang rendah, tingkat korupsi lebih
tinggi.56
53Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section
of Countries”, Dalam International Handbook on economics of corruption, h. 50 54 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section
of Countries”, Dalam International Handbook on economics of corruption, h. 50 55 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section
of Countries”, Dalam International Handbook on economics of corruption, h. 50. 56 Facundo albarnoz dan Antonio Cabrales. “Decentralization, Political Competition, and
Corruption.” Paper diakses pada 29 oktober pukul 21.00 dari
www.ucl.ac.uk/~uctpcab/research/AC-2013.pdf 2017.
43
7. Decentralization (Desentralisasi)
Pada umumnya desentralisasi dapat mendorong pengurangan korupsi,
karena desentralisasi mendekatkan pemerintah ke masyarakat. Sehingga
masyarakat dapat mengontrol pemerintah dengan lebih mudah.57 Penelitian
Albornoz dan Cabrales (2013) menunjukkan bahwa pada tingkat persaingan politik
yang tinggi, desentralisasi berhubungan negatif dengan korupsi dan pada
persaingan politik yang rendah, desentralisasi meningkatkan korupsi.58
8. Culture (Budaya)
Para ahli sosiologi mengemukakan pengaruh kultur terhadap korupsi.
Kepercayaan (trust), agama, dan penerimaan terhadap hierarchy dalam masyarakat
memainkan peranan terjadinya korupsi. Penelitian menunjukkan bahwa semakin
tinggi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan semakin rendah tingkat
korupsi.59 Sedangkan, tingkat penerimaan terhadap hierarki, yaitu sikap meyakini
bahwa orang atau kelompok tertentu lebih pantas menjadi pemimpin berhubungan
positif dengan korupsi. Sementara itu, kajian tentang agama memberikan hasil yang
tidak konsisten. Ada hasil yang menunjukkan hubungan negatif antara agama dan
tingkat korupsi dan ada pula yang menunjukkan hubungan positif.60
57 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section
of Countries”, Dalam International Handbook on economics of corruption. h. 54 58 Facundo albarnoz dan Antonio Cabrales. “Decentralization, Political Competition, and
Corruption.” Paper diakses pada 29 Oktober 2017 pukul 21.00 dari
www.ucl.ac.uk/~uctpcab/research/AC-2013.pdf 59 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section
of Countries,” Dalam International Handbook on economics of corruption, h 54 60 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section
of Countries”, dalam International Handbook on economics of corruption, h. 56-58
44
9. Values (Nilai-Nilai di Masyarakat)
Penelitian Lipset dan Lenz (2000) menunjukkan bahwa nilai-nilai
tradisional tertentu seperti “familiism” dapat mendorong perilaku korupsi. Perilaku
nepotisme berhubungan positif dengan korupsi.61
10. Gender (Jender)
Penelitian Swami dkk (2001) menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan
dalam parlemen, mengurangi tingkat korupsi.62
11. Geography and History.
Melimpahnya sumber daya alam (SDA) memiliki pengaruh terhadap
korupsi. Ades dan De Litella (1999) berargumentasi bahwa melimpahnya SDA
meningkatkan rent seeking, yang kemudian mendorong korupsi.63
F. Perumusan Kerangka Penelitian
Berdasarkan pembahasan sebelumnya terkait konsep dan teori korupsi
(gratifikasi), serta penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka penulis
memandang ada tiga hal yang mempengaruhi perilaku korupsi, dalam hal ini adalah
perilaku gratifikasi, yaitu faktor Individu, faktor masyarakat (budaya), dan faktor
organisasi (institusi).
Faktor Individu merupakan faktor yang berasal dari karakter individu itu
sendiri. Penulis memasukkan dua variabel yaitu. Pertama: pemahaman seseorang
terhadap ajaran Islam, yang difokuskan pada pemahaman individu terhadap ajaran
61 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section
of Countries”, Dalam International Handbook on economics of corruption. h. 59. 62 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section
of Countries”, Dalam International Handbook on Economics of Corruption, h. 50. 63 Lamsdorf, “Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across section
of Countries”, Dalam International Handbook on economics of corruption, h. 60.
45
agama (Islam) dalam hal ini adalah hadis-hadis Nabi tentang gratifikasi. Kedua,
adalah orientasi keagamaan individu.
Pemahaman Hadis Nabi tentang Gratifikasi adalah tingkat pemahaman
responden terhadap isi hadis gratifikasi. Pemahaman para responden dibedakan atas
paham dan tidak paham. Kemudian, paham dibedakan atas cukup paham, paham,
dan sangat paham. Sementara itu, kategori tidak paham, dibedakan atas sangat tidak
paham, tidak paham, dan kurang paham.
Sementara itu, Orientasi Keagamaan adalah perspektif individu terhadap
posisi agama dalam kehidupannya, yang menentukan pola hubungan antara
individu dengan agamanya. Variabel ini dibedakan atas dua variabel, yaitu orientasi
keagamaa eksternal dan internal. Orientasi Keagamaan Eksternal adalah orientasi
keagamaan dari orang yang menjadikan agama sebagai sarana untuk memenuhi
kebutuhan lain diluar agama tersebut. Sedangkan, Orientasi Keagamaan Internal
adalah orientasi keagamaan seseorang yang menjadikan agama sebagai tujuan
hidupnya.
Variabel ketiga adalah Persepsi Budaya Masyarakat, yaitu cara pandang
seseorang terhadap budaya masyarakat sekitar. Budaya adalah suatu set dari sikap,
perilaku, dan simbol-simbol yang dimiliki bersama oleh kelompok orang dan
biasanya dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya.64 Budaya
diyakini mempengaruhi perilaku orang yang ada dalam masyarakat itu, termasuk
tentunya perilaku anti gratifikasi.
Variabel ke empat adalah Good Governance, yaitu suatu sistem yang
transparan, akuntabel, adil, demokratis, partisipatif dan responsif terhadap
64 Sarlito W Sarwono, Psikologi Lintas Budaya, Cet 3, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2016),
h. 3.
46
kebutuhan masyarakat.65 Bahasan sebelumnya menunjukkan bahwa prinsip-prinsip
good governance mempengaruhi tingkat korupsi.
Variabel ke lima yang merupakan variabel dependen adalah variabel
Perilaku Anti Gratifikasi, yaitu tindakan yang tidak menyetujui terhadap berbagai
gratifikasi yang diberikan oleh setiap orang yang bertujuan menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Berdasarkan variabel-variabel tersebut maka dapat dirumuskan kerangka
penelitian melalui gambar 2.1, yang memperlihatkan hubungan kausalitas antara
Pemahaman Hadis Nabi, Orientasi Keagamaan Internal, Orientasi Keagamaan
Eksternal, Budaya Masyarakat, dan Good Governance terhadap Perilaku Anti
Gratifikasi.
Gambar 2.1
Perumusan Kerangka Penelitian
65 Prijono Tjiptoherijanto dan Mandala Manurung, Paradigma Administrasi Publik dan
Perkembangannya, Cet.1, (Jakarta: Penerbit UI, 2010), h. 173.
Perilaku Anti
Gratifikasi
Pemahaman Hadis Nabi
Good Governance
Budaya Masyarakat
Orientasi Keagamaan
Internal
Orientasi Keagamaan
Eksternal
47
G. Perumusan Metode Analisis
Variabel-variabel penelitian sebagaimana disebutkan di atas adalah
variabel-variabel yang tidak bisa diukur secara langsung, oleh karena itu
diperlukan suatu metode yang cocok untuk menganalisisnya. Metode analisis yang
cocok untuk mengatasi masalah kausalitas antara variabel yang tidak teramati
secara langsung adalah Model Structural Equation Model (SEM).
SEM dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu SEM yang berdasarkan
covariance (Covariance Based – SEM) dan SEM yang berdasarkan variance
(Variance Based-SEM). Salah satu bentuk SEM berbasis variance adalah metode
Partial Least Square (PLS).
Partial Least Square (PLS) adalah suatu metode statistika multivariat
berbasis varian yang didesain untuk menyelesaikan regresi berganda ketika terjadi
permasalahan spesifik pada data, seperti ukuran sampel kecil, adanya data yang
hilang, dan multikoliniearitas.66
Metode ini dikembangkan oleh Herman O.A. Wold pada akhir tahun
1960an, yang sebelumnya telah digunakan pada bidang Kimia analitikal, serta
Fisika dan Kimia klinikal. Tujuan PLS adalah memprediksi pengaruh variabel X
terhadap Y dan menjelaskan hubungan teoritis antara kedua variabel tersebut.67
Keunggulan PLS dibanding regresi biasa adalah PLS tidak mengasumsikan
distribusi tertentu untuk mengestimasi parameter dan memprediksi hubungan
66 Jogiyanto HM, Konsep dan Aplikasi Structural Equation Modelling Berbasis Varian dalam
Penelitian Bisnis, (Yogyakarta: STIM YKPN, 2011), h.55. 67 Jogiyanto, HM, Konsep dan Aplikasi Structural Equation Modelling Berbasis Varian dalam
Penelitian Bisnis, h. 56.
48
kausalitas.68 Artinya, data penelitian tidak mengacu pada salah satu distribusi
tertentu, misalnya distribusi normal.
Keunggulan lain PLS dibanding metode lain adalah PLS dapat menangani
semua data baik non metrik maupun metrik.69 Selain itu, PLS juga dapat digunakan
untuk mengatasi permasalahan hubungan antar variabel yang kompleks namun
ukuran sampel datanya kecil (30 observasi atau kurang).70
PLS juga mampu mengatasi multikolinieritas antara variabel independen.
Multokolinieritas adalah adanya hubungan saling pengaruh antara variabel
independen. Pada regresi biasa, hal ini akan membuat hasil regresi menjadi bias.
Analisis model PLS dilakukan dengan mengevaluasi outer model, inner
model dan analisis hipotesis.71 Analisis Outer model menentukan spesifikasi
hubungan antara konstruk dan indikator-indikatornya. Istilah konstruk atau variabel
laten merujuk pada variabel yang sulit diukur secara langsung, seperti kepuasan
masyarakat dan loyalitas karyawan. Sedangkan variabel yang bisa diukur disebut
dengan indikator. Misal frekuensi pembelian, banyaknya komplain, dan harga
barang.
Berikut adalah gambar ilustrasi hubungan antara indikator dengan konstruk
atau yang dikenal dengan outer model atau measuring model. Lambang indikator
umumnya adalah sebuah segi empat (kotak).
68 Jogiyanto, HM, Konsep dan Aplikasi Structural Equation Modelling Berbasis Varian dalam
Penelitian Bisnis, h. 69. 69 Joseph F. Hair, et all, Multivariate Analysis, Ed 7, ( Edinburgh: Pearson Education Limited,
2010), h. 755. 70 Hair, et all, Multivariate Analysis, h. 756 71 Jogiyanto, HM, Konsep dan Aplikasi Structural Equation Modelling Berbasis Varian dalam
Penelitian Bisnis, h. 69
49
Variabel X1, X2, X3, dan X4 adalah indikator atau variabel teramati
(observe variable). Lambang λ (lamda) menunjukkan koefisien hubungan antara
indikator dan konstruk. Lambang δ (delta) menunjukkan error (kesalahan) dari
pengukuran.
Hubungan antara konstruk dan indikator dapat bersifat reflektif dan
formatif. Model Indikator Reflektif sering disebut juga principal factor model,
dimana indikator merefleksikan konstruk laten. Model Reflektif digambarkan
dengan anak panah dari konstruk ke indikator. Contoh dari model ini adalah sebagai
berikut: seseorang yang sakit dapat dilihat dari cirinya yaitu suhu tinggi, pucat,
lemas, dan sebaginya. Sakit adalah konstruk atau variabel laten. Sedangkan suhu
tinggi, pucat, dan lemas adalah indikator-indikatornya. Model ini menghipotesiskan
bahwa perubahan pada konstruk laten akan mempengaruhi perubahan pada
indikator. Berikut adalah gambar bentuk reflektif:
X1
1
X2
X4
X3 Konstruk
λ11
λ21
λ31
λ41
δ1
delta
δ2
delt
δ3
delt
δ4
delt
X111
X2
X3
X4
K
Gambar 2.2
Outer Model
Gambar 2.3
Bentuk Reflektif
50
Model Formatif mengasumsikan bahwa semua indikator mempengaruhi
konstruk. Arah hubungan kausalitas mengalir dari indikator ke konstruk. Indikator
sebagai grup secara bersama-sama menentukan konsep atau makna empiris dari
konstruk laten. Contoh model formatif adalah seseorang yang sakit karena sering
begadang, minum alkohol, dan merokok. Maka sakit adalah variabel laten dan
begadang, minum alkohol, dan merokok adalah indikator penyebab sakit.
Berikut adalah bentuk model formatif:
Gambar 2. 4
Bentuk Formatif
Analisis Outer Model diawali dengan menilai loading factor antara variabel
laten dengan indikator. Beberapa ahli berbeda dalam hal menentukan kriteria cut
off point nilai loading factor ini. Menurut Comrey dan Lee, cut off point 0.32 adalah
buruk, 0.45 adalah fair, 0.55 adalah good, 0.63 adalah very good dan 0.71 adalah
excellent.72
Langkah selanjutnya adalah mencai validitas dan reliabilitas konstruk, yaitu
nilai Average Variance Extracted (AVE) yang menunjukkan validitas konvergen,
Cronbach’s alpha yang menunjukkan reliabilitas konstruk, dan Composite
Realiability yang juga menunjukkan reliabilitas konstruk. Menurut rule of thumb
72 Comrey AL and Lee HB, A first course in factor analysis, Ed. 2 (NJ: Lawrence Erlbaum
Associates, 1992).
X1
X2
X3
X4
K
51
nilai AVE harus di atas 0.5, nilai cronbach’s alpha di atas 0.6, dan composite
reliability di atas 0.7.73 Menurut Chin, composite reliability (CR) lebih baik
dibandingkan cronbach’s alpha karena CR mengukur nilai sesungguhnya suatu
konstruk, sedangkan conbach’s alpha mengukur batas bawah reliabilitas.74
Selain analisis convergent validity, perlu dilakukan analisis discriminant
validity. Salah satu caranya adalah dengan melihat nilai cross loading, yaitu dengan
cara melihat apakah nilai loading factor anrtara indikator-indikator dengan variabel
laten yang berhubungan secara langsung lebih besar dari loading factor indikator-
indikator dengan variabel laten lainnya yang tidak berhubungan langsung. Bila
lebih besar maka dikatakan memenuhi validitas diskriminan, dan bila tidak maka
model tersebut tidak menuhi validitas diskriminan.
Setelah analisis outer model dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan analisis Inner model, yaitu model struktural untuk menilai hubungan
atau pengaruh antara konstruk dengan konstruk lainnya.
Gambar 2.5 adalah ilustrasi yang menunjukkan hubungan antara konstruk
dengan konstruk lainnya. Variabel KE, K1, K2, K3, dan K4 adalah sebuah
konstruk. Konstruk biasanya digambarkan dengan lingkaran atau elips. KE adalah
konstruk eksogen karena mempengaruhi konstruk lainya. Sedangkan K1, K2, K3,
dan K4 adalah konstruk endogen, yaitu konstruk yang dipengaruhi oleh konstruk
lainnya. Hubungan antara variabel laten dengan variabel laten lainnya ini disebut
dengan inner model.
73 Jogiyanto, dan Willy Abdillah, Partial Least Square (PLS) dalam Penelitian Bisnis,
(Yogyakarta: CV Andi Offset, 2015), h. 196. 74 Jogiyanto HM, dan Willy Abdillah, PLS dalam Penelitian Bisnis, h. 196.
52
Pada analisis Inner Model, yang dilakukan adalah menganalisis nilai
koefisien determinasi R2 , nilai Q square predictive (Q2), dan Goodness of Fit (GoF).
Nilai R2 menunjukkan berapa besar variasi dari variabel endogen yang dapat
dijelaskan oleh variabel eksogen (independen) secara serentak. Makna dari Q2 sama
dengan R2, sedangkan makna GoF adalah seberapa sesuai model yang dibentuk
dengan data yang sesungguhnya.
Nilai R2 langsung didapat dari output software PLS (Misal Smart-PLS).
Nilai Q2 predictive relevance tidak terdapat pada software Smart-PLS, sehingga
harus dihitung secara manual, yaitu: Q2 = 1 – (1-R12) (1- R2
2)… (1-Rn2).
Sedangkan nilai Goodness of Fit (GoF) didapat dari rumus: GoF = (Rata-
rata AVE * rata-rata R2)1/2. AVE adalah Average Variable Extracted yang
menunjukkan tingkat validitas konstruk.
Langkah terakhir adalah melakukan uji hipotesis (uji parsial), yaitu untuk
mengetahui apakah masing-masing variabel eksogen (independen) berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel endogennya (dependen). Nilai yang menjadi
ukuran adalah nilai “t statistik” hitung dibandingkan dengan nilai “t statistik” tabel
KE
1K1
ET
K4
ET
K3
ET
K2
ET
Gambar 2.5
Inner Model
53
atau nilai “P values” dibandingkan dengan nilai tingkat kesalahan (alpha) yang
ditetapkan peneliti (misal 1%, 5%, atau 10%).
Bila nilai “t statistik” hitung lebih besar dari nilai “t statistik” tabel atau
nilai “P values” lebih kecil dari nilai alpha, maka pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen signifikan pada tingkat kesalahan alpha atau tingkat
keyakinan (1-alpha). Namun bila sebaliknya, maka variabel independen tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen.
Secara teknis, dikatakan bahwa Ho diterima bila “t” hitung lebih kecil dari
“t” tabel atau P value lebih besar dari alpha. Ho ditolak bila “t” hitung lebih besar
dari “t” tabel dan P values lebih kecil dari alpha.
54
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Paradigma Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pemahaman
hadis Nabi Muhammad SAW tentang gratifikasi terhadap perilaku anti gratifikasi
di kalangan pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) di Kabupaten Bogor Jawa Barat
dan Kabupaten Bone Sulawesi Selatan.
Untuk mencapai tujuan itu, penelitian ini mendasarkan diri pada filsafat
post-positivism, yaitu paradigma yang meyakini bahwa sebab-sebab (faktor-faktor
kausatif) sangat mungkin menentukan akibat atau hasil akhir.1
Oleh karena itu, asumsi yang melandasi penelitian ini juga mengacu pada
asumsi paradigma post positivism, yaitu: Pertama, bahwa pengetahuan hasil
penelitian ini bersifat conjectural yaitu kebenarannya tidak bersifat absolut. Kedua,
penelitian merupakan proses membuat klaim dan menyaring klaim-klaim, sehingga
menghasilkan klaim yang lebih kuat. Ketiga, Pengetahuan dibentuk oleh data,
bukti, dan pertimbangan logis. Keempat, penelitian harus dapat menjelaskan relasi
kausalitas dari suatu persoalan. Kelima, penelitian bersifat objektif, dimana
validitas dan reliabilitas menjadi aspek penting di dalamnya.
Sementara itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kuantitatif, yaitu metode untuk mengkaji teori-teori tertentu dengan cara meneliti
hubungan antar variabel.2 Variabel dependen penelitian ini adalah Perilaku Anti
1 John W Cressel, Research Desaign, 2nd , (California: Sage publication, 2003), h. 7. 2 John W Cresswel, Research Design, h. 18.
55
Gratifikasi dan variabel indepennya adalah Pemahaman Hadis Nabi tentang
gratifikasi. Namun untuk mengurangi bias penghitungan, maka ditambahkan
beberapa variabel independen lain yang berdasarkan teori dan penelitian
sebelumnya (empiris) diduga mempengaruhi perilaku anti korupsi yaitu, tata kelola
yang baik (good governance), budaya masyarakat, orientasi keagamaan internal,
dan orientasi keagamaan eksternal.
Berdasarkan karakteristiknya, penelitian ini masuk dalam kategori field
research (penelitian lapangan), dengan menggunakan istrumen kuesioner.
Penelitian lapangan (survey) digunakan untuk mendapatkan data kuantitatif tentang
kecenderungan, sikap atau opini dari para pegawai KUA di Kabupaten Bogor dan
Bone tentang variabel independen dan dependen sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya.
Namun, untuk mendukung analisis, digunakan pula library research (studi
literatur) yaitu ketika men-takhrij hadis Nabi Muhammad SAW yang berkaitan
dengan gratifikasi, serta analisis sekilas tentang kualitas hadis-hadis tersebut.
Kajian kualitas hadis hanya sebagai pendukung kajian utama yaitu menganalisis
pengaruh pemahaman hadis Nabi tentang gratifikasi dengan perilaku anti
gratifikasi.
B. Metode Takhrij Hadis Gratifikasi
Sebelum melakukan survey, langkah awal adalah mencari hadis-hadis tentang
gratifikasi. Untuk itu diperlukan metode takhrij hadis, dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Mencari padanan kata “hadiah” dalam bahasa Indonesia ke dalam bahasa arab:
الهدايا :dengan jamak ه دي ية
56
2. Mencari akar kata ه دي ية , yaitu: هدى , karena yang dimaksud adalah hadiah yang
berkaitan dengan tugas/pekerjaan/jabatan, maka dicari pula padanan kata
“pekerja” dalam bahasa arab, yaitu: عا مل jamak: العمال
3. Mencari akar kata عا مل, yaitu عمل
4. Mencari kata هدى dan عمل dalam Mu’jam al Mufahrasy, kemudian mencari kata
berkaitan dengan العمال ,عامل ,ه د اي ا , ه دي ية.
5. Ditemukan hadis-hadis bertema hadiah beserta mukharij, kitab, bab, juz, atau
nomor urut hadis.3
6. Mencari hadis pada kitab-kitab hadis berdasarkan petunjuk yang diberikan kitab
mu’jam tersebut.
7. Memastikan bahwa hadis yang didapat tersebut sesuai dengan tema gratifikasi.
Berdasarkan langkah takhrij hadis tersebut, hadis-hadis gratifikasi yang
didapat, kemudian dikelompokan berdasarkan perbedaan isi hadis, yaitu sebagai
berikut:
1. Hadis terkait gratifikasi bagi petugas zakat.
2. Hadis terkait gratifikasi karena pertolongan yang diberikan
3. Hadis tentang hadiah bagi pejabat adalah ghulul
4. Hadis tentang hakim yang menerima hadiah (gratifikasi).
5. Hadis tentang gratifikasi bagi pejabat secara umum.
Berdasarkan pengelompokan ini, kemudian dari masing-masing kelompok
diambil satu hadis, dimana hadis yang dipilih diusahakan berbeda mukharij.
Hasilnya adalah hadis pertama diriwayatkan oleh Imam al-Bukhâri, hadis ke dua
3 Arentjan Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras lil alfadz al-Hadits al-Nabawî diterjemahkan
oleh Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqiy dengan judul, al-Mu’jam al-Mufahras lil alfadz al-Hadits al-
Nabawî, (Leiden: E.J. Brill, 1943), h. 78-80.
57
oleh Imam Abû Dâwud, hadis ke tiga oleh Imam Ahmad, hadis ke empat oleh Imam
al-Nasâ’i, dan hadis ke lima oleh Imam Muslim. Lima hadis terpilih ini kemudian
menjadi indikator dari variabel laten Pemahaman Hadis Nabi, dan dimasukan
dalam kuesioner. Kuesioner lengkap dapat dilihat pada lampiran-3.
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Populasi
Penelitian ini memiliki dua (2) populasi, yaitu pegawai Kantor Urusan
Agama (KUA) di Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan pegawai KUA di Kabupaten
Bone, Sulawesi Selatan. Kabupaten Bogor mewakili wilayah Indonesia Bagian
Barat dan Kabupaten Bone mewakili Indonesia Bagian Timur.
Sebagaimana disebutkan pada Bab1 bahwa dipilihnya pegawai KUA
sebagai objek penelitian karena, Pertama: para pegawai KUA menjadi ujung
tombak Kementerian Agama dalam melayani masyarakat muslim terkait masalah
keagamaan, seperti pernikahan, penyuluhan, dan pengawasan pendidikan agama.
Kedua, para pegawai KUA banyak yang berlatar pendidikan keagamaan dan ada
pula yang berasal dari pendidikan non-agama, sehingga diharapkan ada keragaman
tingkat pemahaman hadis Nabi Muhammad SAW. Ketiga, pegawai KUA dalam
tugas sehari-harinya banyak berhubungan dengan masyarakat, sehingga cukup
rentan terhadap masalah gratifikasi.
Sementara itu, Pemilihan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bone didasari
oleh alasan bahwa: Pertama, kedua kabupaten tersebut merupakan kabupaten yang
wilayahnya relatif luas dengan KUA Kecamatan yang relatif lebih banyak
dibanding Kabupaten/Kota di wilayah provinsi masing-masing, sehingga sangat
mungkin ada keragaman perilaku pegawai di setiap KUA di wilayah tersebut.
58
Kedua, Kabupaten Bogor dan Bone merupakan daerah yang relatif lebih
maju dibanding kabupaten yang ada di wilayah provinsi masing-masing.
Indikasinya adalah bahwa kedua daerah itu mendapatkan penghargaan sebagai
kabupaten terbaik per region berdasarkan Indonesia Attractive Award tahun 2017.
Kabupaten Bogor sebagai Kabupaten terbaik di Pulau Jawa dan bahkan Indonesia
Bagian Barat. Sedangkan Kabupaten Bone merupakan kabupaten terbaik di
Sulawesi bahkan di Indonesia Bagian Timur.4 Karena kedua alasan itulah maka
Kabupaten Bogor cocok untuk mewakili Indonesia bagian barat, dan Kabupaten
Bone mewakili Indonesia bagian timur.
a. Kabupaten Bogor
Pegawai KUA Kabupaten Bogor, menurut data Kemenag Bogor, pada tahun
2017 berjumlah 307 pegawai di luar pengawas sekolah dan tersebar pada 40 KUA
Kecamatan. Berikut adalah data jumlah pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) se
Kabupaten Bogor.
Tabel 3.1
Populasi Pegawai KUA Bogor
KUA Jumlah
Pegawai*
1. Kecamatan Gunung Putri 9 2. Kecamatan Cileungsi 7 3. Kecamatan Klapanunggal 7 4. Kecamatan Jonggol 8 5. Kecamatan Sukamakmur 5 6. Kecamatan Cariu 9 7. Kecamatan Tanjungsari 4 8. Kecamatan Gunung Sindur 10 9. Kecamatan Parung 8 10. Kecamatan Ciseeng 9 11. Kecamatan Kemang 10 12. Kecamatan Rancabungur 8
4 Indonesia Attractive Award, Daftar Pemenang Tahun 2017, Informasi diakses 1 Februari
2018 dari http://www.indonesiaattractiveness-award.com/the_winner.html.
59
13. Kecamatan Bojonggede 11 14. Kecamatan Tajur Halang 10 15. Kecamatan Cibinong 12 16. Kecamatan Sukaraja 11 17. Kecamatan Dramaga 10 18. Kecamatan Cijeruk 10 19. Kecamatan Cigombong 9 20. Kecamatan Caringin 7 21. Kecamatan Ciawi 7 22. Kecamatan Megamendung 6 23. Kecamatan Cisarua 5 24. Kecamatan Citeureup 9 25. Kecamatan Babakan Madang 10 26. Kecamatan Ciomas 10 27. Kecamatan Tamansari 9 28. Kecamatan Jasinga 4 29. Kecamatan Parung Panjang 5 30. Kecamatan Tenjo 4 31. Kecamatan Cigudeg 6 32. Kecamatan Sukajaya 3 33. Kecamatan Nanggung 6 34. Kecamatan Leuwiliang 7 35. Kecamatan Leuwisadeng 5 36. Kecamatan Cibungbulang 8 37. Kecamatan Ciampea 8 38. Kecamatan Pamijahan 8 39. Kecamatan Rumpin 7 40. Kecamatan Tenjolaya 6
307 *Di luar Pengawas
Sumber: Kantor Kemenag Kabupaten Bogor
b. Kabupaten Bone
Populasi pegawai Kantor Urusan Agama Kabupaten Bone pada tahun 2017
berjumlah 199 pegawai (diluar pengawas) yang tersebar pada 27 KUA, dengan
rincian sebagai berikut:
Tabel 3.2
Populasi Pegawai KUA Kabupaten Bone
KUA Jumlah Pegawai
1. Kecamatan Ajangale 10
2.Kecamatan Amali 7
3.Kecamatan Awangpone 9
4.Kecamatan Barebbo 11
60
5.Kecamatan Bengo 4
6.Kecamatan Bonto Cani 4
7.Kecamatan Cenrana 9
8.Kecamatan Cina 8
9.Kecamatan Dua Boccoe 6
10.Kecamatan Kahu 8
11.Kecamatan Kajuara 9
12.Kecamatan Lamuru 5
13.Kecamatan Lappariaja 4
14.Kecamatan Libureng 6
15.Kecamatan Mare 6
16.Kecamatan Palakka 9
17.Kecamatan Ponre 4
18.Kecamatan Patimpeng 8
19.Kecamatan Salomekko 7
20.Kecamatan Sibulue 11
21.Kecamatan Tanete Riattang 13
22.Kecamatan Tanete Riattang Barat 10
23.Kecamatan Tanete Riattang Timur 9
24.Kecamatan Tellu Limpoe 3
25.Kecamatan Tellu Siattinge 3
26.Kecamatan Tonra 5
27.Kecamatan Ulaweng 11
Total 199 *Di luar Pengawas
Sumber: Kantor Kemenag Kabupaten Bone
2. Ukuran Sampel
Ukuran sampel pada penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus Slovin:
N= N/ (1+ N α2).
Dimana: N: Ukuran Populasi dan α (alpha) adalah tingkat kesalahan maksimum
yang diinginkan.
Penelitian ini memiliki jumlah populasi sebanyak dua (2) populasi, yaitu
populasi pegawai KUA di Kabupaten Bogor dan populasi pegawai KUA di
Kabupaten Bone. Mengingat tujuan penelitian ini untuk melihat pengaruh dari
pemahaman hadis Nabi terhadap perilaku gratifikasi di masing-masing daerah
61
tersebut, maka masing-masing populasi (daerah) tersebut memiliki sampelnya
sendiri-sendiri, sehingga penetapan sampelnya dilakukan secara terpisah
Pemilihan sampel penelitian ini menggunakan tingkat kesalahan maksimum
atau α (alpha) 8% untuk Kabupaten bogor dan 14% untuk Kabupaten Bone.
Perbedaan ini disebabkan letak Kabupaten Bone yang sangat jauh dari kediaman
penulis, besarnya biaya dan terbatasnya waktu penelitian.
a. Kabupaten Bogor memiliki 307 orang pegawai, yang terdiri atas pegawai
struktural dan pegawai fungsional Penghulu dan penyuluh (Pengawas tidak
diperhitungkan). Untuk uji validitas dan reliabilitas kuesioner sebanyak 32
orang, sehingga populasi menjadi 275 orang. Dengan tingkat kesalahan 8%,
maka sampel yang diambil adalah:
N = 275 / (1 + 275 * (8%)2) = 99,64 atau dibulatkan 100 orang.
b. Kabupaten Bone, sulawesi Selatan, memiliki jumlah pegawai 199 orang.
Dengan tingkat kesalahan maksimum (alpha) 14%, maka sampel yang diambil
sebanyak: N = 119 / (1 + 199 * (14%)2) = 41 orang.
3. Cara Pengumpulan Data Sampel
Penelitian ini menggunakan metode simple random sampling, dimana
pengumpulan data dilakukan secara acak sederhana, yaitu dengan cara mengocok
nama-nama KUA di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bone. Nama-nama KUA
yang terpilih kemudian dijadikan tempat bagi pegawai yang dijadikan sampel.
Ukuran sampel per KUA didasarkan atas proporsionalitas jumlah pegawai
masing-masing KUA terhadap total pegawai KUA se-Kabupaten. Namun pada
kenyataannya, proporsionalitas tersebut bisa saja tidak terlalu tepat mengingat
jumlah kuesioner yang dikembalikan kadang tidak sesuai dengan yang
62
direncanakan atau kuesioner yang dikembalikan tidak bisa diproses karena
sebagian pernyataan kuesioner tidak terisi.
4. Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner yang berisi
pertanyaan yang dikelompokkan dalam 5 bagian, sesuai variabel eksogen
(independen) dan endogen (dependen) dalam penelitian, yaitu: Perilaku Anti
Gratifikasi, Pemahaman tentang hadis hadiah (hadiah yang termasuk gratifikasi),
Orientasi Keagamaan (religius) Eksternal, Orientasi Keagamaan Internal, Persepsi
Terhadap Budaya Masyarakat Setempat, dan Tata Kelola yang Baik (Good
Governance).
Setiap variabel (konstruk) tersebut terdiri atas beberapa indikator yang
disusun dalam kalimat pernyataan. Setiap indikator yang sudah berupa kalimat
pernyataan ini kemudian menjadi unsur kuesioner yang disebarkan kepada para
responden untuk diberi penilaian.
Komponen kuesioner yang berisi variabel laten dan indikator, tercantum
pada tabel 3.3 berikut ini.
Tabel 3.3
Variabel Laten dan Indikator Sebelum Kuesioner Diuji
VARIABEL LATEN INDIKATOR LAMBANG
Pemahaman Hadis Nabi PHN
(Variabel
Eksogen/Independen)
Pemahaman secara umum tentang adanya
larangan korupsi dalam hadis
HN1
Keharusan menyampaikan semua yang didapat
kepada pemberi tugas
HN2
Larangan menerima hadiah dari orang yang
dibantu (dalam satu urusan)
HN3
Hadiah bagi para pekerja (di luar aturan) adalah
ghulul
HN4
Larangan Hakim menerima hadiah (dari kasus
yang ditangani)
HN5
Larangan mengambil sesuatu yang dilarang dari
tugas yang diemban
HN6
63
Good Governance GG
(Variabel
Eksogen/Independen)
Adanya peraturan tentang profesionalisme dalam
pelayanan publik
GG1
Adanya visi yang jelas dari pimpinan GG2
Adanya akuntabilitas GG3
Adanya akses informasi bagi masyarakat
(Transparansi)
GG4
Berorientasi Kinerja GG5
Pelayanan Tidak Diskriminatif GG6
Mekanisme partisipasi masyarakat GG7
Budaya Masyarakat BM
(Variabel
Eksogen/Independen)
Adanya budaya memberi sebagai ucapan
terimakasih
BM1
Adanya budaya memberi petugas pernikahan BM2
Adanya pandangan Menolak hadiah adalah sikap
tidak menghargai
BM3
Adanya budaya dalam masyarakat yang
mengajarkan kejujuran
BM4
Adanya budaya dalam masyarakat yang
mengajarkan rasa malu
BM5
Orientasi Keagamaan
Eksternal
OKE
(Variabel
Eksogen/Independen)
Sikap ada faktor lain yang lebih penting dari
agama
OK1
Sikap yang menganggap keyakinan tidak penting,
yang penting menjunjung moralitas dan tidak
mengganggu orang lain.
OK2
Sikap menolak agama dijadikan pedoman dalam
kehidupan sehari-hari
OK3
Orientasi Keagamaan
Internal
OKI
(Variabel
Eksogen/Independen)
Sikap dan upaya memasukkan agama dalam
kehidupan sehari-hari
OK4
Melakukan ibadah, perenungan dan pemikiran
keagamaan
OK5
Membaca literatur keagamaan OK6
Perilaku Anti
Gratifikasi
PAG
(Variabel
Endogen/Dependen)
Tidak pernah berfikir untuk menerima hadiah dari
pekerjaan diluar aturan
PH1
Tidak menerima hadiah dari orang yang ingin
dimudahkan urusannya
PH2
Tidak menerima hadiah berkaitan tugas walaupun
sekedar ucapan terimakasih
PH3
Tidak memberikan hadiah kepada pejabat yang
lebih tinggi untuk memudahkan urusan
PH4
Tidak memberikan hadiah kepada pejabat yang
lebih tinggi walau untuk ucapan terimakasih
PH5
64
Responden diminta untuk menilai pernyataan Indikator dalam kuesioner
dengan menggunakan skala 1 sampai 6 (modifikasi skala likert), yaitu:
- Angka 1 menunjukkan sangat tidak setuju atau sangat tidak paham,
- Angka 2 menunjukkan tidak setuju atau tidak paham,
- Angka 3 menunjukkan setuju atau paham,
- Angka 4 menunjukkan cukup setuju atau cukup paham,
- Angka 5 menunjukkan setuju atau paham,
- Angka 6 menunjukkan sangat setuju atau sangat paham.
Sebelum melakukan survey lapangan yang sebenarnya, terlebih dahulu
dilakukan uji validitas dan reliabilitas dari kuesioner tersebut. Hal ini dilakukan
untuk memastikan bahwa kuesioner tersebut memenuhi persyaratan validitas dan
reliabilitas sehingga hasilnya layak untuk dianalisis lebih lanjut.
Pengujian dilakukan dengan menyebar kuesioner sebanyak 32 kuesioner
pada beberapa KUA di Kabupaten Bogor. Jumlah 32 kuesioner ini ditetapkan untuk
memenuhi syarat minimal pengujian yang disarankan para ahli, yaitu 30 data.
Kuesioner sebelum dan sesudah uji validitas dan reliabilitas bisa saja
berbeda jumlah indikatornya, tergantung hasil uji validitas dan reliabilitas
kuesioner tersebut. Hanya indikator yang memenuhi validitas dan reliabilitas
kuesioner saja yang akan digunakan pada kuesioner penelitian yang siap untuk
disebarkan kepada para responden.
D. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Sumber Primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat, terdiri dari:
Hasil Kuesioner Penelitian
65
Kitab-Kitab Hadis, seperti: Sahih al-Bukhâri, Sahih Muslim, Sunan Abû
Dȃwud, Sunan Al-Tirmidzi, Sunan Al-Nasa’i, Musnad Ahmad bin Hambal
Al-Muwatta’ Imam Mȃlik, dan Sunan Al-Darimi.
b. Sumber Sekunder, yaitu bahan atau data yang memberikan penjelasan
mengenai sumber primer. Sumber data ini berupa:
Kitab suci Al-Qur’an al-Karim.
Hasil penelitian sebelumnya.
Kitab-kitab Mustalah Hadis.
Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 Junto Undang-undang Nomor 21
Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Laporan Survey Indeks Persepsi Korupsi oleh Tranparency International
Indonesia.
Buku-buku tentang korupsi di Indonesia
Buku-buku Korupsi dalam perspektif Islam.
Jurnal dan artikel tentang korupsi dalam Islam.
Media Sosial: internet, majalah dan koran.
Kamus: Kamus Hadis, Kamus Arab- Indonesia dan Inggris-Indonesia.
E. Model, Definisi Variabel dan Hipotesis
1. Model Kausalitas
Hubungan kausalitas antara variabel-variabel eksogen (independen) dengan
variabel endogen (dependen) dalam penelitian ini dapat dimodelkan sebagai
berikut:
PAG = ɣ1 PHN + ɣ2 GG + ɣ3 BM + ɣ4 OKE + ɣ5 OKI + Ϛ
Dimana:
66
Variabel Dependen (Endogen) Perilaku Anti Gratifikasi (PAG)
Variabel Independen (Exogen) Pemahaman Pegawai KUA terhadap Hadis
Gratifikasi (PHN)
Variabel Independen lainnya
(Exogen)
- Good Governance (GG)
- Persepsi Budaya Masyarakat (BM
- Orientasi Keagamaan Internal (OKI)
- Orientasi Keagamaan Eksternal (OKE)
Koefisien dan Error - Koefisien Jalur (ɣ)
- Error (Ϛ)
Secara visual model dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1
Model Kausalitas Antar Variabel
Dalam penelitian ini, hubungan kausalitas akan lebih banyak ditampilkan
dalam bentuk gambar dibanding dalam bentuk persamaan matematika.
2. Definisi Variabel
Perilaku Anti Gratifikasi adalah tindakan yang tidak menyetujui terhadap
berbagai hadiah yang diberikan oleh setiap orang yang bertujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara.
Perilaku Anti
Gratifikasi
Pemahaman Hadis Nabi
Orientasi Keagamaan
internal
Orientasi Keagamaan Eksternal
Good Governance
Budaya Masyarakat
67
Pemahaman Hadis Gratifikasi adalah tingkat pemahaman responden terhadap
isi hadis tentang gratifikasi.
Orientasi Keagamaan adalah perspektif individu terhadap posisi agama dalam
kehidupannya, yang menentukan pola hubungan antara individu dengan
agamanya.
Orientasi Keagamaan Eksternal adalah orientasi keagamaan dari orang yang
menjadikan agama sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan lain diluar
agama tersebut.
Orientasi Keagamaan Internal adalah orientasi keagamaan seseorang yang
menjadikan agama sebagai tujuan hidupnya.
Persepsi Budaya Masyarakat adalah cara pandang pegawai KUA terhadap
Budaya Masyarakat lokal/daerah dimana KUA tersebut berada (Kabupaten
Bogor dan Bone).
Good Governance adalah prinsip-prinsip penyelenggaraan kekuasaan negara,
dalam hal ini adalah KUA, dalam melaksanakan pelayanan publik, seperti
transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi.
3. Hipotesis
Berdasarkan model persamaan di atas, maka disusun hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis-1: Ada hubungan kausalitas positif antara Tingkat Pemahaman Hadis
Nabi tentang gratifikasi dengan Perilaku Anti Gratifikasi
Hipotesis-2: Ada hubungan kausalitas positif antara Persepsi Budaya Lokal
dengan Perilaku Anti Gratifikasi
Hipotesis-3: Ada hubungan kausalitas positif antara Good Governance dengan
Perilaku Anti Gratifikasi.
68
Hipotesis-4: Ada hubungan kausalitas positif antara Orientasi Keagamaan
Internal dengan Perilaku Anti Gratifikasi.
Hipotesis-5: Ada hubungan kausalitas negatif antara Orientasi Keagamaan
Ekternal dengan Perilaku Anti Gratifikasi.
F. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus 2017 hingga Januari 2018,
melalui tiga tahapan. Tahap pertama adalah tahap persiapan, yaitu pembacaan
literatur, pengembangan proposal menjadi Bab 1, 2, dan 3, serta penyusunan
kuesioner. Tahap kedua, melakukan uji coba kuesioner dan penelitian lapangan
(survey) dengan menyebarkan kuesioner yang telah diuji validitas dan
reliabilitasnya kepada sejumlah pegawai KUA terpilih di Kabupaten Bogor dan
Bone. Tahap ketiga, adalah melakukan pengolahan data dan penulisan bab 4 dan 5
serta kelengkapan tesis lainnya.
G. Metode Pengolahan Data
Pengolahan data kuesioner dilakukan dengan metode Structural Equation
Model (SEM) jenis Partial Least Square (PLS). Metode ini digunakan untuk
menganalisis hubungan antara variabel yang abstrak dan sulit diukur, atau yang
dikenal dengan variabel laten.
Perilaku anti gratifikasi, Pemahaman Hadis Nabi, Orientasi Kegamaan
Internal dan Eksternal, Persepsi Budaya Masyarakat Lokal, dan Good Governance
adalah variabel-variabel abstrak yang sulit diukur. Sehingga metode SEM cocok
digunakan dalam penelitian ini.
Mengingat sampel data yang diambil dari survey pada KUA Kecamatan di
Kabupaten Bogor dan Bone berjumlah kecil (100 dan 41 responden), jenis data
69
yang didapat berskala ordinal, dan distribusi data dikhawatirkan tidak normal,
maka metode SEM yang digunakan adalah SEM-Partial Least square (PLS).
Keunggulan Metode PLS, sebagaimana telah disebutkan pada Bab II, adalah tidak
mensyaratkan kondisi data seperti metode SEM lainnya.
Adapun software yang digunakan dalam pengolahan data hasil survey
(kuesioner) adalah Smart PLS 3 versi student. Software ini merupakan software
terbaru yang membantu pengolahan data model SEM-PLS.
Secara ringkas, langkah pengolahan data kuesioner dengan Smart-PLS
dilakukan dalam tiga (3) tahap, yaitu analisis outer model, analisis inner model, dan
analisis hipotesis. Analisis outer model adalah analisis kelayakan (validitas dan
reliabilitas) suatu indikator merefleksikan variabel latennya. Analisis inner model
adalah analisis sejauh mana variabel independen mempengaruhi variabel dependen.
Sedangkan uji hipotesis adalah analisis tingkat signifikansi suatu variabel
independen mempengaruhi variabel dependennya.
70
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengantar Pembahasan Hasil Penelitian
Sebelum melakukan analisis bagaimana pengaruh pemahaman hadis Nabi
Muhammad SAW tentang larangan menerima gratifikasi, akan disampaikan
terlebih dahulu analisis secara sekilas tentang kualitas hadis-hadis yang dimasukan
dalam kuesioner penelitian. Hal ini diperlukan untuk mendukung kebijakan yang
tepat terhadap implikasi dari hasil analisis kuantitatif, terutama terkait pertanyaan
penelitian ke dua dan tiga.
Selanjutnya akan dilakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner yang
digunakan dalam penelitian. Hal ini diperlukan agar data yang dikumpulkan dari
kuesioner tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
Kemudian akan dipaparkan sebaran sampel dan analisis karakteristik dari
responden. Hal ini diperlukan agar dapat diketahui di KUA mana saja penelitian ini
dilakukan dan apa latar belakang responden yang mengisi kuesioner, seperti usia,
lama kerja, tingkat pendidikan, dan jurusan pendidikan.
Setelah itu, akan dilakukan pembahasan atau analisis sesuai dengan
pertanyaan penelitian ini, yaitu: Pertama, kondisi pemahaman hadis Nabi tentang
gratifikasi dan variabel independen lainnya. Kedua, pengaruh pemahaman hadis
Nabi tentang gratifikasi dan variabel independen lainnya terhadap perilaku anti
gratifikasi. Ketiga, menenentukan indikator apa yang paling berpengaruh terhadap
perilaku anti gratifikasi.
71
B. Analisis Sekilas Kualitas Hadis Nabi Tentang Gratifikasi
Hadis-hadis Nabi tentang gratifikasi yang menjadi fokus penelitian ini, akan
dianalisis secara sekilas, apakah hadis-hadis tersebut termasuk sahih, hasan atau
da’îf.
1. Hadis-1 (lambang HN2): HR Imam al-Bukhâri
Hadis-1 yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhâri menurut
pengamatan peneliti memiliki banyak hadis yang setema. Setidaknya ada 14 hadis
yang setema dengan hadis Imam al-Bukhâri ini, yaitu riwayat Imam al-Bukhâri
sendiri ada empat, riwayat Imam Muslim ada lima, riwayat Imam al-Darimi ada
dua, riwayat Imam Ahmad ada satu, dan riwayat Imam Abû Dâwud ada dua.
Mengingat setidaknya ada 14 hadis yang setema, maka disini hanya akan dituliskan
hadis utama yang menjadi fokus penelitian saja, sedangkan hadis-hadis yang
setema diletakan dalam lampiran-1. Hadis itu adalah sebagai berikut:
يانعن ريحدث ناعب داللب نممدحدث ناس عر وةالز ه أبعن ب نالز ب ي عن ت ع ملالنب صلىاللعلي هوسلمرجال قالاس رضياللعن ه حي دالساعدي من
ز دي ق ت بيةعلىالصدقةف لماقدمقالهذالكم وهذاال أ اللهاب نال لهد سي دىلهأم لوالذين هف ي ن ظري ه ب ي أم قالف هالجلسفب ي أبيهأو
ئاإلجاءبهي و مال قيامةي ملهعلىرق بتشمن كم بيدهلي خذأحد كاني هإن رة عرثرفعبيدهحترأي ناع شاةت ي أو ب قرةلاخوار إب طي هبعيالهراء أو
اللهمهل ب لغ اللهمهل ب لغ ثالث1Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Muhammad telah
menceritakan kepada kami Sufyan dari al-Zuhrî dari 'Urwah bin al-
Zubair dari Abî Humaidi as-Sa'idî radiallahu 'anhu berkata, Nabi
sallallahu 'alaihi wasallam menugaskan seorang laki-laki dari suku
al-Azdî sebagai pemungut zakat. Ketika datang dari tugasnya, dia
1 Abû ‘Abdullah Muhammad bin ‘Ismâ’il al-Bukhâri, Ṣahih al-Bukhâri, kitâb al Hibah, bâb
Man lam yaqbal al-Hadiyata li’illah, No. 2597, (Kairo: Dâr Ibnul Jauzi, 1431 H/2010 M), h. 304.
72
berkata: "Ini untuk kalian sebagai zakat dan ini dihadiahkan
untukku". Beliau berkata: "Biarkanlah dia tinggal di rumah ayahnya
atau ibunya, lalu dia lihat apakah benar itu dihadiahkan untuknya
atau tidak. Dan demi Dzat yag jiwaku di tangan-Nya, tidak
seorangpun dari pada kalian mengambil sesuatu (yang bukan
haknya), kecuali dia akan datang pada hari qiyamat dengan
dipikulkan di atas lehernya berupa unta yang berteriak, atau sapi
yang melenguh atau kambing yang mengembik". Kemudian Beliau
mengangkat tangan Beliau sehingga terlihat oleh kami ketiak Beliau
yang putih dan (berkata,): "Ya Allah, bukankah aku sudah
sampaikan, bukankah aku sudah sampaikan"…. sebanyak tiga kali ".
(HR al-Bukhâri No 2597).
Skema sanad dari hadis Imam al-Bukhâri dan hadis setema dapat dilihat
pada gambar 4.1. Skema hadis ini menunjukkan bahwa hanya ada satu sahabat Nabi
yang meriwayatkan hadis ini, yaitu Abû Humaidi Assa’idi dan ada dua Tabi’in yang
meriwayatkan, yaitu al-Zuhrî dan Hisyam. Sehingga, hadis ini tidak punya
syawâhid dan hanya punya satu tabi’. Hadis ini termasuk hadis ahad, karena tidak
memenuhi syarat mutawâtir.
Dari sisi mata rantai sanad, hadis ini memiliki sanad yang bersambung
hingga ke Rasulullah SAW (muttasil). Sedikit catatan, tahun wafat Sufyan bin
‘Uyainah bin Abî ‘Imran Maimun dengan al-Zuhrî atau Muhammad bin Muslim
bin ‘Ubaidillah bin ‘Abdullah bin Syihab berjarak 74 tahun. Namun bila dilihat usia
Sufyan yang mencapai 91 tahun, maka ketika al-Zuhrî wafat, Sufyan sudah berusia
17 tahun, sehingga ada kemungkinan kedua orang tersebut bertemu.
Dari sisi perawi, semua perawi tsiqah, hanya perawi ‘Abdullah bin
Muhammad bin ‘Abdullah bin Ja’far bin al-Yaman yang dianggap sadûq oleh Abû
Hâtim.2 Namun, Ibnu Hajar al-‘Asqalâni menyatakan beliau tsiqah hâfidz.3
2 Abû al-Hajjaj Jamaluddin Yusuf bin ‘Abdurrahman al-Mizzi, Tahdzibul Kamal Fi Asma’i
Rijal, Jilid 16, (Beirut: Muasasah Ar Risalah, 1403H/1983M), h. 59. 3 Ibnu Hajar al-Asqalâni, Taqribut Tahdzib, Cet 2, (Riyad: Dârul Asimah, 1423H/2003M),
h.542.
73
Gambar 4.1
Skema Sanad Hadis 1
و ع مر
w232 H
ر ابنأ بييعم
w 243 H
ميد بن عبد ح
w 245 H
ق إيسح
w 238
H
س لم و ي ل ه ع لىالل ص النبيي
w 11 H
ي ي دي هدالساعي أ بييحم w 60 H
ب هري الز بني ة عرو
w 93 H
ي ي هري الز
w 124 H
ام ش هي
w 145 H
سفه ان
w 198 H
شع هب
w 162 H
بد ة ع w 187 H
ة ام أ بوأس
w 201 H
ل ف ابنأ بييخ
w 236 H
أ بوب كري
w 235H
ابنالسرحي
w 250 H
يع بد الل
w 229 H
اني أ بواله م
w 222 H
عب هد
250 H
م د مح
w 224 H
يبي أ بوكر
w 248 H
ي الل بنع بدي ع ليي
w 234 H
د أ حم w 241 H
البخاري
w 256 H
الدارمي
w 255 H
أبيداوود
w 275 H مسلم
w 261 H
74
Matan hadis ini tidak bertentangan dengan Al-Qur’an, hadis lain yang kuat,
dan akal sehat. Selain itu kalimat dalam hadis ini tidak ada yang aneh yang
menyalahi kata-kata seorang Nabi. Dengan demikian, matan hadis ini tidak
bermasalah.
Berdasarkan hal tersebut maka hadis ini berderajat saẖiẖ. Hal ini sejalan
dengan Ijma’ Ulama bahwa hadis riwayat Imam al-Bukhâri dalam Kitab Sahih al-Bukhâri
berderajat Sahih.1
2. Hadis ke-2 (HN3): HR Abû Dâwud
Hadis riwayat Abû Dâwud ini berbicara tentang larangan menerima hadiah
bagi orang yang telah melakukan pertolongan kepada orang lain (berdasarkan
jabatan yang disandangnya). Matan hadis ini adalah sebagai berikut:
عمرب نمالك روب نالسر ححدث نااب نوه بعن حدث ناأح دب نعم ال قاسمعن رانعن خالدب نأبعم رعن عب ي داللب نأبجع عن
صلىاللعلي هوس النب علخيهبأبأمامةعن ش اعةلمقالمن ش أب وابالرب2 أتىببعظيمامن هدية علي هاف قبلهاف قد دىله فأه
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin 'Amru bin al-Sarh telah
menceritakan kepada kami Ibnu Wahb dari ‘Umar bin Mâlik dari
'Ubaidullah bin Abî Ja'far dari Khâlid bin Abî ‘Imrân dari al-Qâsim
dari Abî Umamah dari Nabi sallallahu 'alaihi wasallam, beliau
bersabda: " Barangsiapa menolong saudaranya, kemudian dia diberi
hadiah, lalu dia menerimanya, maka dia telah mendatangi pintu
besar riba." (Sunan Abû Dâwud, No.3541).
1 Imam Nawawi, Sahih Muslim bi Syarhin Nawawi, Diterjemahkan oleh Wawan Djunaedi
Soffandi dengan judul: Syarah Imam Muslim, Cet1, Jilid1, (Jakarta: Mustaqiim, 1423H/2003M),
h. 53. 2 Abû Dâwud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi al-Sijistani, Sunan Abû Dâwud, No 3541,
(Beirut: Dârul Risalah al-‘Alamiyah, 1430H/2009M), h. 399.
75
Menurut pengamatan peneliti, hadis ini memiliki satu hadis setema yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal, yaitu sebagai berikut:
خالدب نأ رعن بحدث ناحسن حدث نااب نليعةحدث ناعب ي داللب نأبجع أبأمامةقالقالرسولاللصلىاللعلي هوسلم رانعنال قاسمعن عم
اعة علحدش ش دىلهمن أتىببعظيهدية فأه الربف قبلهاف قد مامن Telah bercerita kepada kami Hasan telah bercerita kepada kami
Ibnu Lahi'ah telah bercerita kepada kami 'Ubaidullah bin Abî Ja'far
dari Khâlid bin Abî 'Imrân dari al-Qâsim dari Abî Umamah
berkata; Rasulullah Sallallahu 'alaihi Wasallam bersabda;
"Barangsiapa menolong saudaranya, kemudian dia diberi hadiah,
lalu dia menerimanya, maka dia telah mendatangi pintu besar riba."
(Musnad Ahmad: 21221)
Skema sanad dari kedua hadis tersebut tertera pada gambar 4.2. Pada skema
tersebut nampak bahwa sanad ke dua hadis tersebut bertemu pada rawi ‘Abdullah
bin Abî Ja’far, dan seterusnya hingga ke Rasulullah SAW melalui jalur tunggal.
Dengan demikian hadis ini adalah hadis ahad, karena tidak memenuhi kriteria
mutawâtir.
Kualitas rawi sebagian besar tsiqah baik dari jalur Abû Dâwud maupun
Ahmad, hanya Khâlid bin Abî ‘Imrân yang menurut Ibnu Hajar al-‘Asqalâni
berpredikat faqîh sadûq.3 Sementara itu, al-Qasim bin ‘Abdul Rahman, menurut
Ibnu Hajar al-‘Asqalâni, sadûq dan banyak di-gharib-kan.4 Sadûq artinya adalah
bahwa perawi ini adil namun kurang kuat hafalannya.
Matan hadis ini tidak bertentangan dengan Al-Qur’an, hadis lain yang lebih
kuat, dan akal sehat. Selain itu kalimat dalam hadis ini tidak ada yang aneh yang
3 Ibnu Hajar al-Asqalâni, Taqribut Tahdzib, h. 289. 4 Ibnu Hajar al-Asqalâni, Taqribut Tahdzib, h. 793.
76
menyalahi kata-kata seorang Nabi. Dengan demikian, matan hadis ini tidak
bermasalah.
Kesimpulannya adalah karena ada perawi yang dianggap sadûq, maka hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Abû Dâwud dan Imam Ahmad ini berderajat hasan
lidzatihi.
ة ام أ بييأم w 86 H
مي الق اسيw 112 H
ان مر أ بييعي بني اليدي خ
w 129 H
س لم و ي ل ه ع لىالل ص النبييw 11 H
عف ر أ بييج يبني الل عب هدي
w 135 H
هع ة ابنل هي
w 174 H
اليك م بني ر عم
w - H
هب ابنو w 197 H
س ن ح w 209 H
و دبنع مري أ حم
w 250 H
أبيداوود
w 275 H
د أ حم w 241 H
Gambar 4.2
Skema Sanad Hadis-2
77
3. Hadis ke-3 (HN4): HR Ahmad
Hadis Imam Ahmad berbicara tentang hadiah yang diterima oleh para
pejabat (diluar ketentuan yang berlaku) adalah ghulul. Hadis ini menurut
pengamatan peneliti, sejauh ini, tidak memiliki hadis lain yang setema, sehingga
hadis ini berdiri sendiri. Matan hadis ini adalah sebagai berikut:
عر وة ي يب نسعيدعن اعيلب نعياشعن اقب نعيسىحدث ناإس حدث ناإس أبحي د أنرسولاللصلىاللعلي هوسلب نالز ب ي عن هداي مقالالساعدي
العمال غلول 5Telah menceritakan kepada kami Ishâq bin ‘Isa telah
menceritakan kepada kami Ismâ'îl bin Ayyasy dari Yahya bin
Sa'id dari Urwah bin al-Zubair dari Abû Humaid Al-Sa'idi
bahwasanya Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"hadiah bagi para pejabat adalah ghulul. (HR Ahmad:
22495)
Skema sanad dari hadis ini nampak pada gambar 4.3. Berdasarkan skema
sanad hadis, nampak bahwa hadis ini hanya diriwayatkan dalam satu jalur melalui
sahabat Abû Humaidi al-Sa’idi. Hadis ini adalah hadis ahad, karena tidak
memenuhi kriteria mutawâtir. Kualitas dari perawinya tsiqah, kecuali Ishaq bin
‘Isa, yang menurut Ibnu Hajar Al ‘Asqalâni, ia sadûq.6
Berdasarkan tahun wafatnya, semua rawi memiliki kemungkinan bertemu
atau setidaknya sezaman. Sehingga dapat dikatakan hadis ini muttasil.
5 Ahmad Bin Hambal, Musnad Ahmad, No 22495, (Riyad: Baitul Afkar Ad-Dauliyah.
1419H/1998M). 6 Ibnu Hajar al-‘Asqalâni, Taqribut Tahdzib, h. 131
78
Matan hadis ini tidak bertentangan dengan Al-Qur’an, hadis lain yang lebih
kuat, dan akal sehat. Selain itu kalimat dalam hadis ini tidak ada yang aneh yang
menyalahi kata-kata seorang Nabi. Dengan demikian, matan hadis ini tidak
bermasalah.
Kesimpulannya adalah karena ada perawi yang dianggap sadûq, maka hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad ini berderajat hasan lidzatihi.
4. Hadis ke-4 (HN5): HR al-Nasa’i
Hadis riwayat al-Nasa’i ini berbicara tentang larangan bagi seorang hakim
menerima hadiah terkait dengan tugasnya (gratifikasi). Menurut pengamatan
penulis, hadis ini tidak memiliki hadis setema. Matan hadis ini adalah sebagai
berikut:
س لم و ي ل ه ع لىالل ص النبييw 11 H
ي ي دي هدالساعي أ بييحم w - H
ب هري الز بني ة عرو w 93 H
هد عي س ي حه ىبنيw 144 H
هلبنع هاش اعي إيسم w 181 H
هس ى اقبنعي إيسح w 215 H
د أ حم w 241 H
Gambar 4.3
Skema Sanad Hadis-3
79
من صورب ةعن ي ع ناب نخلي رقالحدث ناخلف ب نحج بةوعلي ب رنق ت ي نأخ روققالال قاضيإ مس أبوائلعن بةعن كمب نعت ي ال ذ زاذانعن الدية ا أ
السحت شربوف قد أ من روق روقالمس بهال ك وةب لغ إذاقبلالرش لي سلهصالة 7 رهأن روك ك رف قد م ال
Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah dan ‘Ali bin Hujr
keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Khalaf -
yaitu Ibnu Khalîfah- dari Mansûr bin Zadzan dari al-Hakam bin
‘Utaibah dari Abî Wail dari Masrûq, ia berkata, "Seorang hakim,
jika ia memakan hadiah, maka sungguh ia telah makan
kemurkaan, dan jika ia menerima suap, maka itu akan
menariknya kepada kekufuran." Masrûq menyebutkan,
"Barangsiapa minum khamer maka ia telah kafir, dan
kekafirannya adalah tidak diterimanya ibadah salatnya.
(Sunan al-Nasa'i 5676).
Hadis ini hanya diriwayatkan oleh satu (1) jalur melalui Masrûq bin al-Ajda
bin Mâlik bin ‘Umayyah, seorang generasi tabi’in tua. Dari sisi sanad, hadis ini
terputus hanya sampai Masrûq, tidak sampai Nabi Muhammad SAW. Redaksi dari
hadis ini memperlihatkan bahwa pernyataan itu berasal dari Masrûq, sehingga hadis
ini digolongkan hadis maqtu’.
Dari sisi perawi, semua perawi tsiqah kecuali Khâlaf ibnu Khalîfah, yang
dianggap oleh Ibnu Hajar al–‘Asqalâni sebagai sadûq dan hafalannya bercampur di
akhir hidupnya.8
Secara matan, hadis ini tidak bertentaangan dengan Al Qur’an, Hadis Nabi
yang lebih kuat, dan akal sehat. Matan hadis ini juga tidak terindikasi adanya
7 Abû ‘Abdurrahman Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali al-Kharasani al-Nasâi, Sunan al-Nasâi,
No 5676, (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah. 1434H/2013M), h. 894. 8 Ibnu Hajar al-‘Asqalâni, Taqribut Tahdzib, h. 299.
80
keganjilan yang tidak sesuai dengan perkataan seorang Nabi. Sehingga secara
matan hadis ini tidak bermasalah.
Walaupun para perawi tsiqah dan sadûq serta matannya dapat diterima,
namun karena hadis ini maqtu’, maka hadis ini berderajat da’îf.
5. Hadis ke-5 (HN6): HR Imam Muslim
Hadis riwayat Imam Muslim ini, berbicara tentang larangan
mengambil sesuatu yang tidak sesuai dengan ketentuan atau peraturan.
Redaksi hadis ini adalah sebagai berikut:
راححدث ناإس عيلب نأب بةحدث ناوكيعب نا رب نأبشي خالدحدث ناأبوبك قالسع رسولاللصلى ب نعميةال كن دي عدي ق ي سب نأبحازمعن عن
ائيل أ بييو
w 82 H
عت هب ة بني مي ك الح
w 113 H
سروق م
w 63 H
اذ ان ز بني نصوري م
w 129 H
ليهف ة خ ي عنييابن ل ف خ
w 181 H
بنحجر ع ليي
w 244 H
قت هب ة
w 240 H
النسائي
w 303 H
Gambar 4.4
Skema Sanad Hadis-4
81
فكتمنا ميطا اللعلي هوسلمي قولمن عملناه منكم على عم فما ف وقه است ان غلول أ كأن ن صار ال ودمن ن ظري تبهي و مال قيامةقالف قامإلي هرجل أس كذاوإلي هف قال ع تكت قول عملكقالومالكقالس كذايرسولاللاق بل عن
بقليلهوكثيهفم ت ع مل ناهمن كم علىعملف ل يجئ اس نمن اأوتقالوأنأقولهال .من هأخذومانيعن هان ت هى9
Telah menceritakan kepada kami Abû Bakar bin Abî Syaibah telah
menceritakan kepada kami Waki' bin Jarrah telah menceritakan
kepada kami Ismâ'îl bin Abî Khâlid dari Qais bin Abî Hâzim dari
'Adi bin ‘Amîrah al-Kindi, dia berkata, "Saya mendengar Rasulullah
sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa dari kalian yang
aku beri suatu tugas, kemudian dia menyembunyikan dari kami
(meskipun) sebuah jarum, atau sesuatu yang lebih kecil dari itu,
maka itu adalah ghulul (pengkhianatan) yang pada hari kiamat akan
ia bawa." 'Adi bin 'Amîrah berkata, "Kemudian seorang laki-laki
hitam dari Anshar-sepertinya saya pernah melihatnya- berdiri
sambil berkata, "Wahai Rasulullah, kalau begitu saya akan tarik
kembali tugas yang pernah anda bebankan kepada saya!" Beliau
balik bertanya: "Ada apa denganmu?" dia menjawab, "Saya telah
mendengar bahwa Anda pernah bersabda seperti ini dan seperti ini."
Beliau bersabda: "Sekarang saya sampaikan, bahwa barangsiapa
dari kalian yang aku beri suatu tugas, hendaklah ia datang baik
dengan sedikit atau banyak, apa yang memang diberikan untuknya
ia boleh mengambilnya, dan apa yang memang dilarang baginya,
maka ia harus dapat menahan diri." " (HR. Muslim No 3415)
Menurut pengamatan penulis, hadis ini memiliki delapan (8) hadis
setema, yaitu empat (4) riwayat Imam Muslim sendiri, dua (2) hadis riwayat
Abû Dâwud, dan dua (2) hadis riwayat Imam Ahmad bin Hambal.
Semua hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim beredaksi sama.
Sehingga hadis yang dituliskan disini hanyalah hadis riwayat Imam Abû
Dâwud dan Imam Ahmad bin Hambal, yaitu sebagai berikut:
9 Abû al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisyâbûri, Sahih Muslim, No. 3415,
(Riyad: Bait al-Afkar al-Dauliyah, 1420H/1999M).
82
Hadis Setema-1: Sunan Abû Dâwud 2554
عب دال وارثب نسعيدعن زمأبوطالبحدث ناأبوعاصمعن حدث نازي دب نأخ
أبيه عب داللب نب ري دةعن ال معلمعن صلحسي النب ىاللعلي هوسلمعن
ت ع مل ن اس رز قاقالمن لول فما أخذ ب عد ذلك ف هو غ اهعلىعملف رزق ناه
Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Akhzam Abu Talib, telah
menceritakan kepada kami Abû 'Asim dari Abdul Warits bin Sa'id
dari Husain al-Mu'allim dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya,
dari Nabi sallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Barangsiapa
yang kami beri jabatan untuk mengurusi suatu pekerjaan kemudian
kami berikan kepadanya suatu pemberian (gaji), maka apa yang ia
ambil setelah itu (selain gaji) adalah suatu bentuk pengkhianatan."
(Sunan Abû Dâwud:2554)
Hadis Setema-2: Sunan Abû Dâwud 3110
قالحدثن إس عيلب نأبخالدحدثنق ي س حدث نامسدد حدث ناي يعن أنرسولاللصلىاللعلي هوسلم ب نعمي رةال كن دي اليأي هاالناسقعدي
لمن كم عم ي تبهي و م غ لناعلىعملفكتمنامن هم يطافماف و قهف هومن أن ظرإلي هف قاليرسولاللاق بل عن كأن ود ن صارأس ال ال قيامةف قامرجل من
عملكقالوماذاكقالس كذاوكذاقالوأنأقولذلكمن ع تكت قولت ع مل ناهعلىعملف ل يأ تبقليلهوكثيهفماأوتمن هأخذهومانيعن ان ت هىاس ه
Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan
kepada kami Yahya dari Isma'il bin Abû Khâlid telah menceritakan
kepadaku Qais ia berkata; telah menceritakan kepadaku ‘Adi bin
'Umairah al-Kindi bahwa Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Wahai para manusia, barangsiapa yang di antara kalian
diserahi jabatan untuk mengurus pekerjaan, kemudian
menyembunyikan sebuah jarum atau lebih dari itu dari kami, maka
hal itu adalah sebuah pengkhianatan yang akan ia bawa pada Hari
Kiamat." Kemudian seorang laki-laki ansar berkulit hitam berdiri
seakan aku pernah melihatnya, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah,
terimalah dariku pekerjaan anda! Beliau bersabda: "Apakah itu?"
laki-laki itu menjawab, "Saya mendengar anda mengatakan
demikian dan demikian." Beliau bersabda: "Dan aku katakan:
Barangsiapa yang kami beri jabatan untuk melakukan suatu
pekerjaan maka hendaknya ia melakukan yang sedikit dan yang
banyak! Lalu apa yang diberikan kepadanya boleh ia
83
mengambilnya, dan apa yang dilarang darinya maka ia tinggalkan."
(Sunan Abû Dâwud: 3110)
Hadis Setema-3: Musnad Ahmad 17056
عن اعيلب نأبخالدقالحدثنق ي س إس حدث ناي يب نسعيدعن مرت ي قال اب نعميةال كن دي ي هاالناسقالرسولاللصلىاللعلي هوسلميأعدي
عملمن ك لي تبهمن لناعلىعملفكتمنامن هميطافماف و قهف هو ي و مم أن ظر كأن هوسع دب نعبادة ودقالمالد ن صارأس ال ال قيامةقالف قامرجل من
كإلي هقاليرسولاللا ع تكت قول عملكف قالوماذاكقالس ذاوكذاق بل عنبقليلهوكثيهفماأو ت ع مل ناهعلىعملف ل يجئ اس نمن تقالوأنأقولذلكال
ب رنإس حدث نامن هأخذهومانيعن هان ت هى يزيدب نهارونقالأخ اعيلعن ديثحدث ناق ي س حدث ناوكيع قالحدثنعدي اب نعميةفذكرال
قال اب نعميةال كن دي عدي ق ي سب نأبحازمعن ع ساب نأبخالدعن علىعملفذكرمع ناه ت ع مل ناه اس رسولاللصلىاللعلي هوسلمي قولمن
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari Ismâ'il bin
Abî Khâlid ia berkata; telah menceritakan kepadaku Qais dari ‘Adi
bin ‘Amîrah al-Kindi ia berkata, "Rasulullah sallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Wahai sekalian manusia, siapa di antara kalian
yang bekerja untuk kami, lalu ia menyembunyikan sesuatu darinya
meskipun hanya benang jahit atau lebih rendah dari itu, maka hal itu
adalah pengkhianatan yang akan dibawanya kelak pada hari
kiamat." ‘Adi bin ‘Amîrah al-Kindi berkata, "Seorang laki-laki
hitam dari kalangan Ansar kemudian berdiri, Mujalid berkata, 'Laki-
laki itu adalah Sa'd bin ‘Ubâdah, ' seolah-olah saya melihatnya, ia
berkata, "Wahai Rasulullah, saya tidak mau menangani
pekerjaanmu." Beliau bertanya: "Kenapa begitu?" laki-laki itu
menjawab, "Saya telah mendengarmu berkata begini dan begini."
Beliau bersabda: "Dan saya mengatakannya sekarang, siapa yang
kami beri tugas untuk melaksanakan suatu pekerjaan, hendaklah ia
membawanya baik sedikit maupun banyak. Apa yang diberikan
hendaklah ia mengambilnya dan apa yang dilarang hendaklah ia
meninggalkannya." Telah menceritakan kepada kami Yazid bin
Harun ia berkata, telah mengabarkan kepada kami Isma'il dari Qais
ia berkata, telah menceritakan kepadaku ‘Adi bin ‘Amîrah lalu ia
menyebutkan hadis tersebut." Telah menceritakan kepada kami
Waki' Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abû Khâlid dari Qais
bin Abû Hazim dari ‘Adi bin ‘Amîrah al-Kindi ia berkata, "Saya
mendengar Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa
yang kami beri tugas untuk melaksanakan suatu pekerjaan.... lalu ia
menyebutkan makna hadis tersebut." (Musnad Ahmad 17056)
84
Hadis Setema-4: Musnad Imam Ahmad 17059
رب نممدحدث نا:٩٥٠٣١أحدمسند قالاعيلإس عن شع بةحدث ناقالجع وسلمعلي هاللصلىالنبعن عميةاب نعديعن يدثق ي ساسع ت ع مل ناهمن قالأنه ال قيامةي و مبهي تلف هوميطافكتمناعملعلىم من كاس ن صارمن طوال آدمال قو ممن رجل ف قام لهف قالملكعفلحاجةلف قالال قاللوسلمعلي هاللصلىاللرسول اسع تكإن نأقولفأنقالقولت آن ال ت ع مل ناهمن ءتأفإن وكثيهبقليلهف ل يأ تعملعلىمن كم اس نيوإن أخذهبشي ان ت هىعن ه
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far ia berkata,
Telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Ismâ'îl ia berkata,
saya mendengar Qais menceritakan dari ‘Adi bin Ibnu ‘Amîrah dari
Nabi sallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Siapa pun dari
kalian yang kami beri tugas untuk melakukan pekerjaan, kemudian
ia menyembunyikan sesuatu meskipun seutas benang, maka itu
merupakan pengkhianatan yang akan dibawanya kelak pada hari
kiamat." Seorang laki-laki Ansar berkulit sawo matang dengan
postur tubuh yang tinggi berdiri seraya berkata, "Saya tidak
berminat sedikit pun terhadap tawaran pekerjaanmu." Maka
Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya:
"Kenapa?" laki-laki itu menjawab, "Saya telah mendengar apa yang
tuan katakan." Beliau berkata: "Jika demikian maka saya katakan,
bahwa barang siapa dari kalian yang kami beri tugas untuk
melakukan pekerjaan, hendaklah ia datang dengan hasilnya, baik
sedikit atau banyak. Jika diberi sesuatu hendaklah ia ambil, jika
dilarang dari sesuatu maka hendaklah ia tinggalkan." (HR Ahmad:
17059)
Skema sanad pada gambar 4.5 memperlihatkan bahwa hadis-hadis tersebut
diriwayatkan melalui dua (2) orang sahabat, yaitu ‘Adî bin ‘Amîrah dan Buraidah
bin al-Hasib bin ‘Abdullah bin al-Harits. Imam Muslim dan Imam Ahmad
meriwayatkan dari satu jalur sahabat yaitu ‘Adî bin ‘Amîrah, sedangkan Imam Abû
Dâwud meriwayatkan dari kedua jalur sahabat tersebut. Hadis-hadis ini adalah
hadis ahad, karena tidak memenuhi kriteria mutawâtir.
85
Dari sisi mata rantai sanad, Riwayat Imam Muslim, Imam Ahmad dan satu
riwayat dari Imam Abû Dâwud bertemu pada rawi Ismȃ’îl bin Abî Khâlid,
kemudian ke Qais, lalu ke ‘Adi bin ‘Amîrah. Sedangkan satu riwayat dari Abû
Dâwud berbeda jalur periwayatan, yaitu dari Husain, ke ‘Abdillah, lalu ke
Buraidah. Semua jalur periwayatan tersebut menunjukkan ketersambungan sanad.
Semua rawi pada semua jalur dapat diterima (tsiqah), hanya dari riwayat
Imam Muslim ada rawi bernama Abû Bakar bin Abû Syaibah atau ‘Abdullah bin
Muhammad bin Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman dinilai berbeda, yaitu sadûq menurut
Imam Ahmad bin Hambal, namun tsiqah hâfidz menurut Ibnu Hajar al-‘Asqalâni.10
Matan hadis ini tidak bertentangan dengan Al Qur’an, hadis lain yang lebih
kuat, dan akal sehat. Selain itu kalimat dalam hadis ini tidak ada yang aneh yang
menyalahi kata-kata seorang Nabi. Dengan demikian, matan hadis ini tidak
bermasalah.
Hadis riwayat Imam Muslim ini berderajat sahih. Hal ini sesuai dengan
ijma’ ‘ulama yang menyatakan bahwa hadis dalam Sahih Muslim berderajat
sahih.11 Sedangkan riwayat Imam Abû Dâwud dan Imam Ahmad, karena tidak ada
perbedaan pandangan terhadap para perawinya, yaitu tsiqah, maka hadis-hadis
tersebut berderajat sahih.
10 Ibnu Hajar Al-Asqalâni, Taqribut Tahdzib, h. 540 11 Imam Nawawi, Syarah Imam Muslim, Jilid 1, h 53
86
م يدبنأ خز ز
w 257 H
ة هر ع مي بني ي ي ع ديw 40 H
ق هسيw 97 H
اليد هلبنأ بييخ عي إيسم
w 146
هع كي و
w 196 H
ي الل ع بدي
هر نم بني
w 199 H
أ بو
ة أس ام
w 201 H
س لم و ي ع ل ه لىالل ص النبيي
w 11 H
دبن م مح
بيشر
w 203 H
الف ضلبن
موس ىw 192 H
يد ة بر
w 63 H
ي الل بدي ع
w 115 H
مي هنالمع ل ي حس
w 145 H
ع بدي
ثي اري الو
w 180 H
ي حه ى
w 198 H
ي حه ى
w 198 H
شعب ة
w 160 H
أ بوب كر
w 235 H
دبن م مح
ي الل بدي ع
w 234 H
دبن م مح
ي الل بدي ع
w 234 H
دبن م مح افيع ر
w 245 H
قبن إيسح
هم اهي إيبر
w 245 H
م أ بوع اصي
w 212 H
مس دد
w 228 H
دبن م مح عف ر ج
w 193 H
أبيداوود
w 275 H
مسلم
w 261 H
د أ حم
w 241 H
Gambar 4.5
Skema Sanad Hadis-5
87
C. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Sebelum melakukan survey sesungguhnya, langkah yang dilakukan adalah
melakukan uji coba kuesioner untuk menentukan apakah kuesioner yang akan
digunakan dalam penelitian ini sudah memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas.
Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah kuesioner tersebut sudah
mengukur apa yang akan diukur. Sedangkan uji reliabilitas digunakan untuk
mengetahui apakah kuesioner ini akan memberikan hasil yang sama bila dilakukan
berulang kali.
Jumlah kuesioner yang disebar pada tahap uji coba ini berjumlah 45
kuesioner yang disebar pada lima (5) Kantor Urusan Agama di Kabupaten Bogor.
Kuesioner yang kembali berjumlah 32 kuesioner. Angka ini sudah memenuhi
anjuran para ahli yang menyarankan bahwa pada uji coba kuesioner, minimal ada
30 data (responden). Rincian jumlah data pada masing-masing KUA adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.1
Jumlah Kuesioner Uji Coba per KUA
No. KUA
Jumlah
Kuesioner
yang disebar
Jumlah
Kuesioner
yang kembali
1 KUA Kecamatan Citeureup 9 8
2 KUA Kecamatan Ciawi 7 4
3 KUA Kecamatan Caringin 9 9
4 KUA Kecamatan Cijeruk 10 7
5 KUA Kecamatan Ciomas 10 4
45 32
Kuesioner yang diberikan kepada responden terdiri atas 29 pertanyaan yang
merefleksikan 5 variabel konstruk, yaitu Pemahaman Hadis Nabi tentang hadiah
(PHN), Good Governance (GG), Persepsi terhadap Budaya Masyarakat (BM),
88
Orientasi Keagamaan Eksernal (OKE), Orientasi Keagamaan Internal (OKI), dan
Perilaku Anti Gratifikasi (PAG). Adapun variabel teramati (indikator) yang
ditanyakan dalam kuesioner serta kriteria penilaiannya dapat dilihat pada lampiran.
A. Karakteristik Responden
1. Jenis Kelamin:
Berdasarkan jenis kelaminnya, responden laki-laki berjumlah 18 orang,
responden wanita 8 orang, dan yang tidak mengisi jenis kelaminnya sebanyak 6
orang.
2. Usia
Berdasarkan usia, responden yang berumur 45 – 55 tahun merupakan
responden terbanyak yaitu 15 orang, disusul oleh responden berusia 35-45 tahun
sebanyak 11 orang, responden berusia di atas 55 tahun sebanyak 4 orang dan
terakhir responden berusia 20-35 tahun sebanyak 2 orang.
3. Lama Kerja
Berdasarkan lama kerja, responden terbanyak berasal dari pegawai yang
telah bekerja di atas 10 tahun yaitu 24 orang, kemudian disusul oleh pegawai junior
yang baru bekerja 1 – 5 tahun sebanyak 4 orang, selanjutnya pegawai baru 1 tahun
sebanyak 2 orang dan pegawai yang tidak mengisi sebanyak 2 orang.
4. Pendidikan
Berdasarkan tingkat pendidikannya, sebagian besar responden berlatar
belakang strata 1 (S1) yaitu sebanyak 26 orang, sedangkan S2 sebanyak 2 orang,
dan SLTA sebanyak 2 orang.
89
5. Jurusan Pendidikan
Umumnya para responden berasal dari jurusan keagamaan yaitu sebanyak
26 orang, dari jurusan umum sebanyak 3 orang, responden yang tidak mengisi
sebanyak 3 orang.
Secara lebih detail, karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2
Karakteristik Responden
Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Karakteristik Jumlah
Responden %
Jenis Kelamin
Laki-Laki 18 56
Wanita 8 25
Tidak Mengisi 6 19
32 100
Usia
20 – 35 Tahun 2 6
35 – 45 Tahun 11 34
45 – 55 Tahun 15 47
> 55 Tahun 4 13
32 100
Lama Bekerja
< 1 Tahun 1 3
1-5 tahun 3 9
6-10 tahun 2 6
> 10 tahun 24 75
Tidak Mengisi 2 6
32 100
Pendidikan
SLTA 3 9
S1 26 81
S2 3 9
32 100
Jurusan
Keagamaan 26 81
Umum/Non
Keagamaan 3 9
Tidak Mengisi 3 9
32 100
90
B. Hasil Pengolahan Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Pengolahan data kuesioner untuk mengetahui validitas dan reliabilitas
kuesioner dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (software) SPSS versi
23. Hasil pengolahan data adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Indikator
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha
GG1 0.374 0.675
GG2 0.285 0.683
GG3 0.238 0.685
GG4 0.203 0.685
GG5 0.048* 0.693
GG6 0.219 0.685
GG7 0.048* 0.698
OK1 0.008* 0.711
OK2 0.120 0.719
OK3 0.142 0.710
OK4 0.103 0.692
OK5 0.450 0.662
OK6 0.422 0.676
BM1 0.000* 0.707
BM2 0.031* 0.704
BM3 0.050* 0.698
BM4 0.014* 0.700
BM5 0.331 0.675
PH1 0.275 0.681
PH2 0.499 0.659
PH3 0.274 0.680
PH4 0.185 0.687
PH5 0.178 0.688
HN1 0.459 0.672
HN2 0.493 0.665
HN3 0.687 0.647
HN4 0.635 0.653
HN5 0.477 0.666
HN6 0.605 0.657
91
Validitas kuesioner ditunjukan oleh nilai product moment pearson,
sedangkan tingkat reliabilitas ditunjukan oleh nilai Cronbach’s Alpha. Hasil
pengolahan data dengan menggunakan software SPSS, menunjukkan bahwa semua
variabel memiliki nilai reliabilitas yang baik yaitu di atas 0.6, namun nilai validitas
beberapa variabel tidak valid karena berada di bawah 0.3.
Peneliti menganggap bahwa karena kuesioner tersebut reliabel, maka
peneliti hanya menghilangkan beberapa variabel dengan validitas yang sangat
buruk yaitu variabel yang memiliki nilai korelasi di bawah 0.1, yaitu GG5, GG7,
OK1, BM1, BM2, BM3, dan BM4.
Penghilangan indikator tersebut, menyebabkan variabel konstruk persepsi
terhadap Budaya Masyarakat (BM) tinggal memiliki 1 variabel teramati, padahal
setidaknya setiap variabel konstruk memiliki 2 buah indikator, maka peneliti
memasukkan kembali variabel teramati yang dianggap kuat secara teori atau konsep
yaitu BM4 (sifat kejujuran).
Kuesioner yang telah diuji coba tersebut kemudian diperbaiki. Kuesioner
baru hanya berisi variabel teramati atau indikator yang memenuhi uji validitas dan
reliabilitas saja. Kuesioner siap survey ini terdiri atas 6 variabel laten dan 23 buah
variabel teramati (indikator). Daftar variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.4.
92
Tabel 4.4
Indikator-Indikator Setelah Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
VARIABEL LATEN INDIKATOR LAMBANG
Pemahaman Hadis Nabi PHN
(Variabel Eksogen/Independen) Pemahaman secara umum tentang adanya larangan korupsi dalam hadis HN1
Keharusan menyampaikan semua yang didapat kepada pemberi tugas HN2
Larangan menerima hadiah dari orang yang dibantu (dalam satu urusan) HN3
Hadiah bagi para pekerja (di luar aturan) adalah ghulul HN4
Larangan Hakim menerima hadiah (dari kasus yang ditangani) HN5
Larangan mengambil sesuatu yang dilarang dari tugas yang diemban HN6
Good Governance GG
(Variabel Eksogen/Independen) Adanya peraturan tentang profesionalisme dalam pelayanan publik GG1
Adanya visi yang jelas dari pimpinan GG2
Adanya akuntabilitas GG3
Adanya akses informasi bagi masyarakat (Transparansi) GG4
Pelayanan Tidak Diskriminatif GG6
Budaya Masyarakat BM
(Variabel Eksogen/Independen) Adanya budaya dalam masyarakat yang mengajarkan kejujuran BM4
Adanya budaya dalam masyarakat yang mengajarkan rasa malu BM5
Orientasi Keagamaan Eksternal OKE
(Variabel Eksogen/Independen) Sikap yang menganggap keyakinan tidak penting, yang penting menjunjung
moralitas dan tidak mengganggu orang lain. OK2
Sikap menolak agama dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari OK3
Orientasi Keagamaan Internal OKI
(Variabel Eksogen/Independen) Sikap dan upaya memasukkan agama dalam kehidupan sehari-hari OK4
Melakukan ibadah, perenungan dan pemikiran keagamaan OK5
Membaca literatur keagamaan OK6
Perilaku Anti Gratifikasi PAG
(Variabel Endogen/Dependen) Tidak pernah berfikir untuk menerima hadiah dari pekerjaan diluar aturan PH1
Tidak menerima hadiah dari orang yang ingin dimudahkan urusannya PH2
Tidak menerima hadiah berkaitan tugas walaupun sekedar ucapan terimakasih PH3
Tidak memberikan hadiah kepada pejabat yang lebih tinggi untuk memudahkan
urusan PH4
Tidak memberikan hadiah kepada pejabat yang lebih tinggi walau untuk ucapan
terimakasih PH5
93
D. Sampel dan Karakteristik Responden
1. Sampel dan Karakteristik Responden di Kabupaten Bogor
Kuesioner yang telah direvisi, kemudian disebar ke berbagai KUA di
Kabupaten Bogor, dengan ukuran sampel sesuai perhitungan di Bab 3, yaitu 100
responden di KUA Kabupaten Bogor.
a. Sebaran Sampel di Kabupaten Bogor
Sebaran sampel yang di dapat dari metode simple random sampling di
berbagai KUA di Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5
Sebaran Sampel di Kabupaten Bogor
KUA Sebaran
Sampel
1. KUA Kecamatan Gunung Putri 6
2. KUA Kecamatan Klapanunggal 5
3. KUA Kecamatan Gunung Sindur 7
4. KUA Kecamatan Parung 10
5. KUA Kecamatan Ciseeng 5
6. KUA Kecamatan Kemang 7
7. KUA Kecamatan Rancabungur 6
8. KUA Kecamatan Bojong Gede 5
9. KUA Kecamatan Tajur Halang 6
10. KUA Kecamatan Cibinong 9
11. KUA Kecamatan Sukaraja 8
12. KUA Kecamatan Dramaga 8
13. KUA Kecamatan Mega Mendung 4
14. KUA Kecamatan Leuwiliang 4
15. KUA Kecamatan Cibungbulang 5
16. KUA Kecamatan Ciampea 5
Total Sampel 100
94
b. Karakteristik Responden di Kabupaten Bogor
Berdasarkan data yang terkumpul dari penyebaran kuesioner kepada 100
pegawai di 16 KUA Kabupaten Bogor tersebut, maka dapat diidentifikasi
karakteristik responden, yaitu sebagai berikut.
1. Jenis Kelamin:
Berdasarkan jenis kelaminnya, responden laki-laki berjumlah 69 orang,
responden wanita 29 orang, dan yang tidak mengisi jenis kelaminnya sebanyak 2
orang. Secara prosentasi, komposisis responden dapat dilihat pada gambar berikut
ini
Gambar 4.6
Komposisi Responden KUA Kab Bogor Berdasarkan Jenis Kelamin
2. Usia
Berdasarkan usia, responden yang berumur 46 – 55 tahun merupakan
responden terbanyak yaitu 55 orang, disusul oleh responden berusia 36-45 tahun
sebanyak 25 orang, responden berusia di atas 55 tahun sebanyak 15 orang dan
terakhir responden berusia 20-35 tahun sebanyak 5 orang. Secara prosentase,
komposisi respon dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Laki-Laki69%
Wanita29%
Tidak Mengisi2%
95
Gambar 4.7
Komposisi Responden KUA Kab Bogor Berdasarkan Usia
3. Lama Kerja
Berdasarkan lama kerja, responden terbanyak berasal dari pegawai yang
telah bekerja di atas 10 tahun yaitu 78 orang, kemudian disusul oleh pegawai yang
telah bekerja 6-10 Tahun sebanyak 15 orang, pegawai junior yang baru bekerja
1 – 5 tahun sebanyak 5 orang. Responden dengan masa kerja 1 tahun tidak ada dan
pegawai yang tidak mengisi sebanyak 2 orang. Secara prosentase komposisi
responden dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4.8
Komposisi Responden KUA Kab Bogor Berdasarkan Lama Kerja
20-35 Tahun5%
36-45 Tahun25%
46-55 Tahun55%
> 55 Tahun15%
< 1 Tahun0%
1-5 tahun5%
6-10 tahun15%
> 10 tahun78%
Tidak Mengisi2%
96
4. Pendidikan
Berdasarkan tingkat pendidikannya, sebagian besar responden berlatar
belakang strata 1 (S1) yaitu sebanyak 56 orang, sedangkan S2 sebanyak 18 orang,
SLTA sebanyak 13 orang dan Diploma sebanyak 4 orang. Responden yang tidak
mengisi pendidikannya sebanyak 9 orang. Komposisi responden berdasarkan
tingkat pendidikan dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4.9
Komposisi Responden KUA Kab Bogor Berdasarkan Pendidikan
5. Jurusan Pendidikan
Umumnya para responden berasal dari jurusan keagamaan yaitu sebanyak
64 orang, dari jurusan umum sebanyak 26 orang, responden yang tidak mengisi
sebanyak 10 orang. Secara prosentase, komposisi responden dapat dilihat pada
gambar berikut ini.
SLTA13%
Diploma4%
S156%
S218%
S30%
Tidak Mengisi9%
97
Gambar 4.10
Komposisi Responden KUA Kab Bogor Berdasarkan Jurusan Pendidikan
2. Sebaran dan karakteristik Responden di Kabupaten Bone
a. Sebaran Responden Kabupaten Bone
Ukuran sampel di Kabupaten Bone sebagaimana telah ditentukan pada Bab
III, berjumlah 41 responden. Sampel ini kemudian dipilih secara acak sederhana
(simple random sampling) dengan cara mengundinya. Sebaran sampel yang di
dapat adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6
Sebaran Sampel di Kabupaten Bone
KUA Sebaran
Sampel
1.Kecamatan Barebbo 5
2.Kecamatan Bengo 4
3.Kecamatan Kahu 5
4.Kecamatan Lamuru 4
5.Kecamatan Lappariaja 4
6.Kecamatan Libureng 5
7.Kecamatan Salomekko 5
8.Kecamatan Tanete Riattang 6
9.Kecamatan Tellu Siattinge 3
41
Keagamaan64%
Umum/Non Keagamaan
26%
Tidak Mengisi10%
98
b. Karakteristik Responden Kabupaten Bone
Berdasarkan 41 data yang terkumpul dari penyebaran kuesioner kepada
pegawai di sembilan (9) KUA Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, maka dapat
diidentifikasi karakteristik responden, yaitu sebagai berikut.
1. Jenis Kelamin:
Berdasarkan jenis kelaminnya, responden laki-laki berjumlah 23 orang,
responden wanita 17 orang, dan yang tidak mengisi jenis kelaminnya sebanyak
1 orang. Secara prosentasi, komposisis responden dapat dilihat pada gambar berikut
ini:
Gambar 4.11
Komposisi Responden KUA Kab Bone Berdasarkan Jenis Kelamin
2. Usia
Berdasarkan usia, responden yang berumur 46 – 55 tahun merupakan
responden terbanyak yaitu 14 orang, disusul oleh responden berusia 36-45 tahun
sebanyak 11 orang, responden berusia di atas 55 tahun sebanyak 4 orang dan
terakhir responden berusia 20-35 tahun sebanyak 2 orang. Secara prosentase,
komposisi respon dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Laki-Laki56%
Wanita42%
Tidak Mengisi2%
99
Gambar 4.12
Komposisi Responden KUA Kab Bone Berdasarkan Usia
3. Lama Kerja
Berdasarkan lama kerja, responden terbanyak berasal dari pegawai yang
telah bekerja 6-10 tahun yaitu 17 orang, kemudian disusul oleh pegawai yang telah
bekerja lebih dari 10 Tahun sebanyak 11 orang, pegawai junior yang baru bekerja
1 – 5 tahun sebanyak 10 orang. Responden dengan masa kerja kurang dari 1 tahun
sebanyak 4 orang dan pegawai yang tidak mengisi sebanyak 3 orang. Secara
prosentase komposisi responden dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4.13
Komposisi Responden KUA Kab Bone Berdasarkan Lama Kerja
20 – 35 Tahun34%
36 – 45 Tahun29%
46 – 55 Tahun34%
> 55 Tahun0%
Tidak Mengisi3%
< 1 Tahun9%
1-5 tahun22%
6-10 tahun38%
> 10 tahun24%
Tidak Mengisi7%
100
4. Pendidikan
Berdasarkan tingkat pendidikannya, sebagian besar responden berlatar
belakang strata 1 (S1) yaitu sebanyak 29 orang, disusul Diploma sebanyak 9 orang,
S2 sebanyak 2 orang, dan tidak mengisi 1 orang. Komposisi responden berdasarkan
tingkat pendidikan dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4.14
Komposisi Responden KUA Kab Bone Berdasarkan Pendidikan
5. Jurusan Pendidikan
Umumnya para responden berasal dari jurusan keagamaan yaitu sebanyak
27 orang, sedangkan dari jurusan umum (non keagamaan) sebanyak 14 orang.
Secara prosentase, komposisi responden dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4.15
Komposisi Responden KUA Kab Bone Berdasarkan Jurusan Pendidikan
SLTA0%
Diploma22%
S171%
S25%
S30%
Tidak Mengisi2%
Keagamaan66%
Umum/Non Keagamaan
34%
101
E. Kondisi Tingkat Pemahaman Hadis Nabi dan Variabel Independen
Lainnya.
1. Kondisi Pemahaman Hadis Nabi tentang Gratifikasi dan Variabel Lainnya
di Kabupaten Bogor.
a. Kondisi Pemahaman Hadis Nabi tentang Gratifikasi di Kabupaten Bogor
Kondisi pemahaman hadis Nabi Muhammad SAW tentang gratifikasi oleh
para pegawai KUA Kabupaten Bogor dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.7
Kondisi Pemahaman Hadis Nabi di KUA Kab Bogor (%)
Jawaban HN1 HN2 HN3 HN4 HN5 HN6
6 (sangat paham) 37 14 10 10 13 13
5 (paham) 51 34 42 46 46 40
4 (cukup paham) 10 30 31 27 31 24
3 (kurang paham) 0 12 12 10 7 14
2 (tidak paham) 1 10 5 5 3 9
1 (sangat tidak paham) 1 0 0 2 0 0
100 100 100 100 100 100
Tabel 4.7 memperlihatkan bahwa pemahaman responden terhadap adanya
ajaran Islam yang melarang gratifikasi sangat baik, hal ini ditandai dengan besarnya
prosentase pegawai yang masuk area paham yaitu 98%, hanya 2 % yang
menyatakan sangat tidak paham. Kategori paham ini dibedakan atas 37%
menyatakan sangat paham, 51% menyatakan paham, dan 10% menyatakan cukup
paham. Sedangkan kategori tidak paham terdiri atas 1% menyatakan tidak paham
dan 1% menyatakan sangat tidak paham.
Sementara itu, pemahaman responden terhadap hadis yang melarang
mengambil hadiah bagi petugas zakat (HN2) juga masuk kategori baik, yaitu 78%
berada pada area paham. Sebanyak 14% menyatakan sangat paham, 34%
menyatakan paham, dan 10% menyatakan cukup paham. Sedangkan yang masuk
102
kategori tidak paham hanya 2% dari responden, yaitu 1% menyatakan tidak paham
dan 1% menyatakan sangat tidak paham.
Tingkat pemahaman para responden terhadap hadis bahwa hadiah bagi para
pekerja adalah ghulul (HN3) masuk kategori baik, yaitu 78% masuk kategori
paham. Rinciannya adalah 10% menyatakan sangat paham, 42% paham, 32%
cukup paham. Sedangkan yang tidak pahan sebanyak 22%, yaitu 12% menyatakan
kurang paham dan 10% menyatakan sangat tidak paham.
Pemahaman pegawai KUA terhadap hadis Nabi tentang hadiah dari suatu tugas
sebagai ghulul (HN4) sudah relatif baik karena 83% responden berada pada kategori
paham, yaitu 10% menyatakan sangat paham, 46% menyatakan paham, dan 27%
menyatakan cukup paham. Sementara itu, hanya 17% responden masuk kategori tidak
paham, yaitu 10% menyatakan kurang paham, 5% menyatakan tidak paham, dan 2%
menyatakan sangat tidak paham.
Pemahaman pegawai KUA terhadap hadis tentang larangan hakim
menerima hadiah (HN5) juga masuk kategori baik, yaitu sekitar 90% responden
menyatakan paham, yaitu 13% responden menyatakan sangat paham, 46%
menyatakan paham, dan 31% menyatakan cukup paham. Hanya ada 10% responden
berada pada area tidak paham, yaitu 7% responden menyatakan kurang paham dan
3% responden menyatakan tidak paham.
Pemahaman pegawai KUA terhadap hadis tentang larangan mengambil
sesuatu yang bukan haknya dari suatu tugas (HN6) masuk kategori baik, yaitu 87%
responden berada pada kategori paham. Dengan rincian, 13% menyatakan sangat
paham, 40% responden menyatakan paham, dan 24% menyatakan cukup paham.
Ada sekitar 13% responden masuk kategori tidak paham, yaitu 14% menyatakan
kurang paham, 9% menyatakan tidak paham.
103
Nilai modus dari semua indikator Pemahaman Hadis Nabi berada pada
penilaian paham (rata-rata 43.13%), sehingga dapat dikatakan secara umum
pegawai KUA di Kabupaten Bogor memahami hadis Nabi tentang gratifikasi
dengan baik
b. Kondisi Good Governance di Kabupaten Bogor
Kondisi implementasi prinsip-prinsip good governance di KUA kabupaten
Bogor menurut para responden adalah sebagai berikut:
Tabel 4.8
Kondisi Good Governance di KUA Kab Bogor (%)
Kondisi GG1 GG2 GG3 GG4 GG6
6 (sangat baik) 43 38 36 28 60
5 (baik) 49 42 45 52 33
4 (cukup baik) 6 16 17 16 5
3 (kurang baik) 1 4 2 3 0
2 (tidak baik) 1 0 0 0 0
1 (sangat tidak baik) 0 0 0 1 2
Total (%) 100 100 100 100 100
Tersedianya peraturan tentang anti gratifikasi di KUA Kabupaten Bogor
(GG1) menurut pegawainya sudah sangat baik. Hal ini ditandai dengan besarnya
responden (98%) yang menyatakan adanya peraturan terkait gratifikasi. Hanya 2%
dari responden menyatakan bahwa tidak tersedia peraturan terkait gratifikasi.
Sebanyak 96% responden menyatakan bahwa Visi pemimpin KUA masuk
kategori baik., yaitu sebanyak 43% menyatakan sangat baik, 49% menyatakan baik,
dan 6% menyatakan cukup baik. Hanya 1% responden menyatakan kurang baik dan
1% menyatakan tidak baik.
Menurut sebagian besar responden (98%), pelaksanaan Akuntabilitas di
KUA Bogor masuk kategori baik. Hal ini ditandai dari 36% responden menyatakan
104
sangat baik, 45% menyatakan baik, dan 17% menyatakan cukup baik. Hanya 2%
responden menyatakan akuntabilitas di KUA kurang baik.
Prinsip transparansi atau tersedianya akses bagi masyarakat di KUA
Kabupaten Bogor dianggap oleh 96% responden sudah masuk kategori baik, hanya
4% menganggap masih tidak baik. Secara rinci, 28% responden menyatakan bahwa
akses bagi masyarakat sudah sangat baik, 52% menyatakan baik, dan 16%
menyatakan cukup baik. Sebanyak 3% responden menyatakan kurang baik dan 1%
menyatakan sangat tidak baik.
Prinsip tidak diskriminatif, menurut 98% pegawai KUA sudah sangat baik.
Hanya 2% responden menyatakan prinsip ini tidak berjalan dengan baik. Secara
rinci, 60% responden menyatakan sudah sangat baik, 33% menyatakan baik, 5%
responden menyatakan cukup baik.
Nilai rata-rata modus dari semua indikator good governance sebesar 44.2%
terletak pada setuju, sehingga dapat dikatakan secara umum pegawai KUA di
Kabupaten Bogor memanndang bahwa good governance sudah dilaksanakan
dengan baik.
c. Kondisi Orientasi Keagamaan Eksternal di Kabupaten Bogor
Kondisi orientasi keagamaan eksternal adalah kondisi pandangan para
responden yang menjadikan agamanya sebagai sarana mencapai tujuan di luar
agama tersebut. Kondisi ini dapat dilihat pada tabel 4.9.
Orientasi keagamaan eksternal dari pegawai KUA Kabupaten Bogor relatif
hampir merata antara yang setuju dengan yang tidak setuju. Untuk variabel OK2
(sikap yang menganggap keyakinan tidak penting, yang penting menjunjung moralitas dan
105
tidak mengganggu orang lain), yang masuk kategori tidak setuju (55%), sedikit lebih
banyak dari yang setuju (45%).
Tabel 4.9
Kondisi Orientasi Keagamaan Eksternal
di KUA Kab Bogor (%)
Jawaban OK2 OK3
6 (sangat setuju) 11 4
5 (setuju) 19 3
4 (cukup setuju) 15 8
3 (kurang setuju) 9 1
2 (tidak setuju) 26 22
1 (sangat tidak setuju) 20 62
100 100
Sedangkan untuk OK3 (Sikap menolak agama dijadikan pedoman dalam
kehidupan sehari-hari), 85% menyatakan tidak setuju dan 15 % menyatakan setuju.
Hal ini menunjukkan bahwa para pegawai KUA Kabupaten Bogor cukup relijius.
Secara umum, modus dari dua indikator OKE berada pada sangat tidak
setuju dengan nilai rata-rata 41%. Sehingga dapat dikatakan bahwa umumnya para
pegawai KUA di Kabupaten Bogor sangat tidak setuju dengan indikator pada
variabel Orientasi Keagamaan Eksternal.
d. Kondisi Orientasi Keagamaan Internal di Kabupaten Bogor
Kondisi orientasi keagamaan internal adalah kondisi pandangan para
responden yang menjadikan agamanya sebagai tujuan hidupnya. Kondisi ini dapat
dilihat pada tabel 4.10.
Pada Orientasi Keagamaan Internal (OKI), pegawai KUA Kabupaten Bogor
yang menyatakan sangat setuju dengan sikap dan upaya memasukkan agama dalam
kehidupan sehari-hari (OK4) sebanyak 54%, setuju 30%, dan cukup setuju 5%.
Sedangkan yang kurang setuju ada 2%, tidak setuju 2%, dan sangat tidak setuju 7%.
106
Tabel 4.10
Kondisi Orientasi Keagamaan Internal
di KUA Kab Bogor (%)
Jawaban OK4 OK5 OK6
6 (sangat setuju) 54 20 48
5 (setuju) 30 42 47
4 (cukup setuju) 5 8 3
3 (kurang setuju) 2 20 0
2 (tidak setuju) 2 8 1
1 (sangat tidak setuju) 7 2 1
100 100 100
Pada variabel OK5, yaitu melakukan ibadah, perenungan, dan pemikiran
keagamaan, yang menyatakan sangat setuju 20%, setuju 42%, dan cukup setuju 8%.
Sedangkan yang menyatakan kurang setuju 20%, tidak setuju 8%, dan sangat tidak
setuju 2%.
Sementara itu, pegawai KUA yang menyatakan sangat setuju bahwa mereka
membaca literatur keagamaan sebanyak 48%, setuju 47%, cukup setuju 3%.
Sedangkan yang tidak membaca literatur sebanyak 1% dan yang sangat tidak
membaca literatur keagamaan 1%.
Secara umum, para pegawai KUA di Kabupaten Bogor menyatakan sangat
setuju dengan indikator-indikator pada variabel Orientasi Keagamaan Internal. Hal
ini diindikasikan dengan nilai rata-rata sangat setuju sebanyak 41%.
e. Kondisi Persepsi Pegawai KUA terhadap Budaya Masyarakat
Kondisi persepsi pegawai KUA terhadap Budaya Masyarakat adalah
pandangan para responden terhadap budaya masyarakat sekitar saat survey
dilakukan. Kondisi ini dapat dilihat pada tabel 4.11.
Berkaitan dengan budaya masyarakat di Kabupaten Bogor, sebanyak 41%
pegawai menyatakan sangat setuju bahwa ada budaya yang mengajarkan kejujuran
107
(BM4), 46% menyatakan setuju, dan 9% menyatakan cukup setuju. Hanya
sebanyak 4% saja yang menyatakan kurang setuju.
Tabel 4.11
Kondisi Budaya Masyarakat di KUA Kab Bogor (%)
Jawaban BM4 BM5
6 (sangat setuju) 41 34
5 (setuju) 46 48
4 (cukup setuju) 9 18
3 (kurang setuju) 4 0
2 (tidak setuju) 0 0
1 (sangat tidak setuju) 0 0
100 100
Sedangkan yang menyatakan adanya budaya yang mengajarkan rasa malu
sebanyak 34% menyatakan sangat setuju, 48% menyatakan setuju, dan 18%
menyatakan cukup setuju. Tidak ada yang menyatakan cukup/tidak/sangat tidak
setuju terhadap variabel ini.
Nilai rata-rata terbesar pada indikator-indikator variabel Budaya
Masyarakat ada pada pandangat setuju yaitu 47%, sehingga dapat dikatakan, para
pegawai KUA Kabupaten Bogor setuju terhadap adanya budaya jujur dan malu
berbuat buruk sebagai bagian dari Budaya Masyarakat setempat.
2. Kondisi Pemahaman Hadis Nabi tentang Gratifikasi dan Variabel Lainnya
di KUA Kabupaten Bone
a. Kondisi Pemahaman Hadis Nabi tentang gratifikasi di KUA
Kabupaten Bone
Tingkat pemahaman para pegawai KUA di Kabupaten Bone terhadap Hadis
Nabi Muhammad SAW tentang gratifikasi ketika survey dilakukan dapat dilihat
pada tabel 4.12.
108
Tabel 4.12
Kondisi Pemahaman Hadis di Kab Bone (%)
Jawaban HN1 HN2 HN3 HN4 HN5 HN6
6 (sangat paham) 26.83 9.76 7.32 7.32 12.20 4.88
5 (paham) 53.66 29.27 31.71 29.27 24.39 34.15
4 (cukup paham) 19.51 46.34 41.46 39.02 34.15 43.90
3 (kurang paham) 0.00 14.63 17.07 17.07 24.39 12.20
2 (tidak paham) 0.00 0.00 2.44 7.32 4.88 2.44
1 (sangat tidak paham) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.44
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Secara umum para pegawai KUA paham bahwa ada hadis Nabi yang
berbicara tentang larangan korupsi atau gratifikasi (HN1). Hal ini terlihat bahwa
semua pegawai (100%) menyatakan berada di wilayah paham, yaitu 19.51%
menyatakan cukup paham, 53.66% menyatakan paham, dan 26.83% menyatakan
sangat paham. Tidak ada yang menyatakan tidak paham tentang adanya larangan
korupsi dalam Islam.
Untuk Hadis Nabi tentang larangan mengambil hadiah (gratifikasi) bagi
petugas zakat (HN2), responden yang menyatakan sangat paham berjumlah sedikit
yaitu 9.76% atau sekitar 10 orang, sedangkan yang menyatakan paham sebanyak
29.27% atau sekitar 29 orang. Responden yang menyatakan cukup paham sebanyak
46.34% atau 46 orang. Hanya sekitar 15 orang atau 14.63% responden yang
menyatakan bahwa mereka kurang paham dengan hadis yang diriwayatkan oleh
Imam al-Bukhâri ini.
Pemahaman responden terhadap hadis Nabi untuk tidak mengambil hadiah
(gratifikasi) atas orang yang ditolong (HN3) juga cukup tinggi, hal ini terlihat
bahwa sebanyak 7.32% atau 7 orang menyatakan sangat paham. Sebanyak 31.7%
atau sekitar 32 orang menyatakan paham, dan 41.46% atau sekitar 41 orang
109
menyatakan cukup paham. Namun, ada sekitar 17.07% atau 17 orang menyatakan
kurang paham dan ada 2.44% atau 2 orang menyatakan sangat tidak memahami
hadis tersebut.
Pemahaman pegawai KUA terhadap hadis yang menyatakan bahwa
pengambilan hadiah dari suatu tugas adalah ghulul, masuk kategori baik, sebab 75%
responden berada di daerah paham, yaitu 7.32% menyatakan sangat paham, 29.27%
menyatakan paham, dan 39.02% menyatakan cukup paham. Ada sekitar 24.39%
yang berada di area tidak paham, yaitu 17.07% menyatakan kurang paham dan
7.32% menyatakan tidak paham.
Pemahaman pegawai KUA terhadap hadis tentang larangan hakim
menerima gratifikasi juga masuk kategori baik, yaitu sekitar 75% responden
menyatakan paham, yaitu 12.20% responden menyatakan sangat paham, 24.39%
atau 24 orang menyatakan paham, dan 34.15% atau 34 orang menyatakan cukup
paham. Ada sekitar 29. 7% responden berada pada area tidak paham, yaitu 24.39%
atau sekitar 24 orang menyatakan kurang paham dan 4.88% atau sekitar 5 orang
menyatakan tidak paham.
Pemahaman pegawai KUA terhadap hadis tentang larangan mengambil
hadiah dari suatu tugas (gratifikasi) masuk kategori baik, yaitu 81.02% responden
menyatakan paham. Dengan rincian 4.88% menyatakan sangat paham, 34.15%
responden menyatakan paham, dan 43.90% menyatakan cukup paham. Ada sekitar
19.64% responden masuk kategori tidak paham, yaitu 12.20% menyatakan kurang
paham, 2.22% menyatakan tidak paham, dan 2.22% menyatakan sangat tidak
paham.
110
Nilai modus dari semua indikator Pemahaman Hadis Nabi berada pada
penilaian cukup paham (rata-rata 37.4%), sehingga dapat dikatakan secara umum
bahwa pegawai KUA di Kabupaten Bone memahami hadis Nabi dengan cukup baik
b. Kondisi Good Governance di Kabupaten Bone
Kondisi implementasi prinsip-prinsip good governance di KUA kabupaten
Bone menurut para responden pada saat survey dilakukan, dapat dilihat pada
Tabel.4.13.
Tabel 4.13
Kondisi Good governance di KUA Kab Bone
Jawaban GG1 GG2 GG3 GG4 GG6
6 (sangat setuju) 48.78 36.59 21.95 14.63 29.27
5 (setuju) 43.90 43.90 56.10 43.90 58.54
4 (cukup setuju) 4.88 17.07 17.07 14.63 7.32
3 (kurang setuju) 2.44 2.44 4.88 14.63 4.88
2 (tidak setuju) 0.00 0.00 0.00 12.20 0.00
1 (sangat tidak setuju) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Tersedianya peraturan tentang anti gratifikasi di KUA Kabupaten Bone
(GG1) menurut pegawainya sudah sangat baik. Hal ini ditandai dengan besarnya
responden (97.56%) yang menyatakan adanya peraturan terkait gratifikasi. Hanya
2.44% dari responden menyatakan bahwa tidak tersedia peraturan terkait
gratifikasi.
Sebanyak 97.56% responden menyatakan bahwa Visi pemimpin KUA
masuk kategori baik., yaitu sebanyak 36.59% menyatakan sangat baik, 43.90%
menyatakan baik, dan 17.07% menyatakan cukup baik. Hanya 2.44 % responden
menyatakan kurang baik.
Menurut sebagian besar responden (95.12%), pelaksanaan Akuntabilitas di
KUA Bone masuk kategori baik. Hal ini ditandai dari 21.95% responden
111
menyatakan sangat baik, 56.10% menyatakan baik, dan 17.07% menyatakan cukup
baik. Hanya 4.88% responden menyatakan akuntabilitas di KUA Bone kurang baik.
Prinsip transparansi atau tersedianya akses bagi masyarakat di KUA
Kabupaten Bone dianggap oleh 73.17% responden sudah masuk kategori baik,
sebesar 26.83% menganggap masih tidak baik. Secara rinci, 14.63% responden
menyatakan bahwa akses bagi masyarakat sudah sangat baik, 43.90% menyatakan
baik, dan 14.63% menyatakan cukup baik. Sebanyak 14.63% responden
menyatakan kurang baik dan 12.20% menyatakan idak baik.
Prinsip tidak diskriminatif, menurut 95.12% pegawai KUA menyatakan
masuk kategori baik. Hanya 4.88% responden menyatakan prinsip ini tidak berjalan
dengan baik. Secara rinci, 29.27% responden menyatakan sudah sangat baik,
58.54% menyatakan baik, 7.32% responden menyatakan cukup baik. Sisanya
sebanyak 4.88% menyatakan kurang baik.
Nilai rata-rata modus dari semua indikator good governance sebesar 49.3%
terletak pada setuju, sehingga dapat dikatakan secara umum pegawai KUA di
Kabupaten Bone memandang bahwa good governance sudah dilaksanakan dengan
baik.
c. Kondisi Orientasi Keagamaan Eksternal di Kabupaten Bone
Kondisi orientasi keagamaan eksternal adalah pandangan para responden yang
menggunakan agamanya untuk tujuan di luar agamnya itu. Kondisi ini dapat dilihat pada
tabel 4.14.
Orientasi keagamaan eksternal dari pegawai KUA Kabupaten Bone relatif
hampir merata antara yang setuju dengan yang tidak setuju. Untuk variabel OK2
(sikap yang menganggap keyakinan tidak penting, yang penting menjunjung
moralitas dan tidak mengganggu orang lain), yang masuk kategori tidak setuju
112
(60.97%), lebih banyak dari yang setuju (39.03%). Dengan rincian, 4.88%
menyatakan sangat setuju, 21.95% setuju, 12.20% cukup setuju. Dari sisi yang tidak
setuju, 14.63% kurang setuju, 14.63% tidak setuju, dan 31.71% sangat tidak setuju.
Tabel 4.14
Kondisi Orientasi Keagamaan Eksternal
di KUA Kab Bone (%)
Jawaban OK2 OK3
6 (sangat setuju) 4.88 0.00
5 (setuju) 21.95 12.20
4 (cukup setuju) 12.20 2.44
3 (kurang setuju) 14.63 14.63
2 (tidak setuju) 14.63 26.83
1 (sangat tidak setuju) 31.71 43.90
100.00 100.00
Sedangkan untuk OK3 (Sikap menolak agama dijadikan pedoman dalam
kehidupan sehari-hari), 84.36% masuk kategori tidak setuju dan 14.64 % masuk
kategori setuju. Secara rinci, 12.20% menyatakan setuju, 2.44% cukup setuju.
Sedangkan 14.63% menyatakan kurang setuju, 26.83% tidak detuju, dan 43.9%
sangat tidak setuju.
Nilai rata-rata modus dari semua indikator Orientasi Keagamaan Eksternal
sebesar 37.8% terletak pada sangat tidak setuju, sehingga dapat dikatakan secara
umum bahwa pegawai KUA di Kabupaten Bone memandang sangat tidak setuju
terhadap indikator pada variabel OKE.
d. Kondisi Orientasi Keagamaan Internal di Kabupaten Bone
Kondisi orientasi keagamaan internal adalah pandangan para responden
yang menjadikan agama sebagai tujuannya. Kondisi OKI saat survey dilakukan
dapat dilihat pada tabel 4.15.
113
Tabel 4.15
Kondisi Orientasi Keagamaan Internal
di KUA Kab Bone (%)
Jawaban OK4 OK5 OK6
6 (sangat setuju) 31.71 41.46 39.02
5 (setuju) 51.22 41.46 58.54
4 (cukup setuju) 4.88 14.63 2.44
3 (kurang setuju) 4.88 2.44 0.00
2 (tidak setuju) 4.88 0.00 0.00
1 (sangat tidak setuju) 2.44 0.00 0.00
100.00 100.00 100.00
Tabel 4.15 di atas memperlihatkan bahwa pandangan pegawai KUA
Kabupaten Bone yang menyatakan sangat setuju dengan sikap dan upaya
memasukkan agama dalam kehidupan sehari-hari (OK4) sebanyak 31.71%, setuju
51.22%, dan cukup setuju 4.88%. Sedangkan yang kurang setuju ada 4.88%, tidak
setuju 4.88%, dan sangat tidak setuju 2.44%. Dengan demikian yang masuk
kategori setuju sebanyak 87.81% dan masuk kategori tidak setuju 12.19%.
Pada variabel OK5, yaitu melakukan ibadah, perenungan, dan pemikiran
keagamaan, yang masuk kategori setuju 97.55% dan masuk kategori tidak setuju
hanya 12.45%. Rinciannya adalah sebagai berikut, yang menyatakan sangat setuju
41.46%, setuju 41.46%, dan cukup setuju 14.63%. Sedangkan yang menyatakan
kurang setuju 2.4%.
Sementara itu, pegawai KUA yang menyatakan sangat setuju bahwa mereka
membaca literatur keagamaan (OK6) sebanyak 39.02%, setuju 58.54%, cukup
setuju 2.44%. Sehingga 100% pandangan pegawai KUA Kabupaten Bone masuk
kategori setuju bahwa mereka membaca literatur keagamaan.
114
Secara umum, para pegawai KUA di Kabupaten Bone menyatakan setuju
dengan indikator-indikator pada variabel Orientasi Keagamaan Internal. Hal ini
diindikasikan dengan nilai rata-rata sangat setuju sebanyak 50.4%.
e. Kondisi Persepsi Terhadap Budaya Masyarakat di Kabupaten Bone
Kondisi persepsi pegawai KUA terhadap Budaya Masyarakat adalah
pandangan para responden terhadap budaya masyarakat sekitar, saat survey
dilakukan. Kondisi ini dapat dilihat pada tabel 4.16.
Tabel 4.16
Kondisi Budaya Masyarakat di KUA Kab Bone (%)
Jawaban BM4 BM5
6 (sangat setuju) 31.71 29.27
5 (setuju) 58.54 63.41
4 (cukup setuju) 2.44 7.32
3 (kurang setuju) 2.44 0.00
2 (tidak setuju) 4.88 0.00
1 (sangat tidak setuju) 0.00 0.00
100.00 100.00
Taberl 4.16 tersebut menunjukkan bahwa di KUA Kabupaten Bone,
sebanyak 31.71% pegawai menyatakan sangat setuju bahwa budaya lokal
mengajarkan kejujuran (BM4), 58.54% menyatakan setuju, dan 2.44% menyatakan
cukup setuju. Ada sebanyak 2.44% yang menyatakan kurang setuju dan 4.88%
menyatakan tidak setuju. Dengan demikian yang masuk kategori setuju ada 92.69%
dan yang masuk kategori tidak setuju 7.31%.
Sedangkan yang menyatakan bahwa budaya lokal mengajarkan rasa malu
sebanyak 29.27% menyatakan sangat setuju, 63.41% menyatakan setuju, dan
7.32% menyatakan cukup setuju. Tidak ada yang menyatakan cukup/tidak/sangat
115
tidak setuju terhadap variabel ini. Sehingga pandangan responden 100% masuk
kategori setuju bahwa budaya lokal mengajarkan rasa malu (berbuat buruk).
Nilai rata-rata terbesar pada indikator-indikator variabel Budaya
Masyarakat ada pada pandangat setuju yaitu 61%, sehingga dapat dikatakan, para
pegawai KUA Kabupaten Bone setuju terhadap adanya budaya jujur dan malu
berbuat buruk sebagai bagian dari Budaya Masyarakat setempat.
F. Proses dan Hasil Pengolahan Data dengan SEM-PLS
Sebagaimana telah disebutkan pada Bab 3 bahwa untuk menganalisis
pengaruh Pemahaman Hadis terhadap Perilaku Anti Gratifikasi, penelitian ini
menggunakan metode Structural Equation Modelling - Partial Least Square (SEM-
PLS). Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan bantuan software Smart
PLS versi 3.
Pemrosesan data dilakukan dengan 3 tahap: Tahap pertama adalah analisis
outer model, tahap dua adalah analisis Inner Model, dan Tahap 3 adalah analisis uji
hipotesis.
Analisis outer model juga dilakukan bertahap: tahap pertama memproses
semua data indikator yang tersedia dari hasil survey, tahap dua menghilangkan
indikator-indikator yang memiliki loading factor di bawah 0.6 dan variabel
konstruk memiliki validitas rendah (AVE di bawah 0.5) dan reliabilitas rendah
(composite reliability di bawah 0.7). Proses ini berlanjut hingga semua indikator
memiliki loading factor di atas 0.6 dan memiliki validitas dan reliabilitas konstruk
yang tinggi, yaitu AVE di atas 0.5 dan Composite Reliability di atas 0.7.
116
Analisis Inner Model atau structural model dilakukan dengan melihat nilai
koefisien determinasi R2, Q2, dan Goodness of Fit (GoF) dari model yang
terbentuk.
Tahap terakhir dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan nilai ‘t student’
dan ‘P values’. Uji ini untuk mengetahui apakah variabel eksogen (independen)
secara signifikan mempengaruhi variabel endogen (dependen).
1. Proses dan Hasil Pengolahan Data Kabupaten Bogor dengan SEM-PLS
a. Analisis Outer Model
i. Outer Model Tahap Pertama
Analisa outer model dilakukan untuk memastikan bahwa pengukuran
yang dilakukan itu absah (valid dan reliabel). Hasil dari pengolahan data survey
dengan menggunakan Smart PLS 3 adalah sebagai berikut:
Gambar 4.16
Hasil Outer Model tahap 1 (Bogor)
117
Hasil pada tahap pertama ini menunjukkan bahwa loading factor pada
indikator-indikator tersebut bervariasi antara -0.072 hingga 0.930. Sehingga
sebagian indikator-indikator tersebut berpotensi dihilangkan dari model, yaitu
indikator yang memiliki faktor loading di bawah 0.6. Untuk indikator yang
memiliki loading factor antara 0.6 – 0.7, akan dilihat nilai validitas dan reliabilitas
konstruknya. Bila AVE di bawah 0.5 dan Composite Reliability di bawah 0.7, maka
indikator yang memiliki faktor loading antara 0.6 – 0.7 akan dihilangkan dari
model, namun bila nilai AVE di atas 0.5 dan CR di atas 0.7, maka indikator dengan
loading factor 0.6 - 0.7 akan dipertahankan. Berikut adalah nilai validitas dan
reliabilitas hasil proses tahap pertama.
Tabel 4.17
Nilai Validitas dan Reliabilitas Konstruk
Cronbach's
Alpha rho_A
Composite
Reliability
Average
Variance
Extracted
(AVE)
BM 0.810 0.826 0.913 0.84
GG 0.630 0.571 0.734 0.364
OKE 0.481 0.485 0.793 0.658
OKI 0.541 -1.622 0.380 0.303
PAG 0.701 0.716 0.809 0.467
PHN 0.763 0.765 0.803 0.411
Tabel 4.17 di atas menunjukkan bahwa nilai AVE dari variabel konstruk
PHN, PAG, OKI, dan GG masih di bawah 0.5, sehingga indikator-indikator pada
variabel-variabel laten tersebut harus dihilangkan. Daftar indikator yang
dihilangkan dapat dilihat pada tabel 4.18 berikut ini:
118
Tabel 4.18
Indikator yang dihilangkan pada Tahap 2
INDIKATOR LAMBANG
Keharusan menyampaikan semua yang didapat kepada
pemberi tugas HN2
Hadiah bagi para pekerja (di luar aturan) adalah ghulul HN4
Adanya visi yang jelas dari pimpinan GG2
Adanya akses informasi bagi masyarakat (Transparansi) GG4
Pelayanan Tidak Diskriminatif GG6
Sikap dan upaya memasukkan agama dalam kehidupan
sehari-hari OK4
Membaca literatur keagamaan OK6
Tidak pernah berfikir untuk menerima hadiah dari
pekerjaan (diluar aturan) PH1
ii. Analisis Outer Model Tahap Kedua
Hasil pemrosesan tahap 2 pada outer model adalah sebagai berikut:
Gambar 4.17
Hasil Outer Model Tahap 2 (Bogor)
119
Hasil pemrosesan tahap 2 menunjukkan bahwa nilai loading factor
bervariasi antara 0.495 sampai dengan 1.0, sehingga ada potensi beberapa indikator
akan dihilangkan dari model. Untuk memastikan hal ini, maka perlu dilihat nilai
validitas dan reliabilitas konstruk tahap 2 ini.
Tabel 4.19 menunjukkan bahwa nilai composite reliability di atas 0.7 dan
nilai AVE di atas 0.5, sehingga variabel-variabel tersebut valid dan reliabel. Namun
karena penelitian ini menggunakan cut off 0.6, maka indikator yang memiliki nilai
loading factor di bawah 0.6 tetap dihilangkan.
Tabel 4.19
Nilai Validitas dan Reliabilitas Konstruk tahap 2
Cronbach'
s Alpha
Composite
Reliability
Average
Variance
Extracted
(AVE)
BM 0.81 0.912 0.838
GG 0.312 0.741 0.590
OKE 0.481 0.792 0.656
OKI 1.000 1.000 1.000
PAG 0.735 0.836 0.565
PHN 0.701 0.803 0.507
Indikator-indikator yang dihilangkan tersebut adalah HN1 dan PH2,
sebagaimana dituliskan pada tabel 4.20 berikut ini.
Tabel 4.20
Indikator yang dihilangkan pada Tahap 2
INDIKATOR LAMBANG
Pemahaman secara umum tentang adanya larangan korupsi dalam
hadis HN1
Tidak menerima hadiah dari orang yang ingin dimudahkan
urusannya PH2
120
iii. Analisis Outer Model tahap 3
Setelah dua indikator kembali dihilangkan dari model, maka proses
pengolahan data dilakukan kembali. Pengolahan data tahap 3 ini menghasilkan
model sebagaimana pada gambar 4.18.
Pada tahap 3 ini, semua indikator sudah memiliki nilai loading factor di atas
0.6, artinya sudah di atas cut off point yang dijadikan pedoman pada penelitian ini.
Nilai loading factor antara 0.6 – 0.7 masuk kategori very good dan di atas 7 masuk
kategori excellent.
Gambar 4.18
Hasil Outer Model Tahap 3 (Bogor)
Hal ini juga didukung oleh nilai AVE semua variabel yang bernilai di atas
0.5 (lihat tabel 4.21), artinya semua indikator sudah memenuhi validitas konvergen.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa indikato-indikator tersebut valid
merefleksikan variabel-variabel konstruknya.
121
Sementara itu, nilai reliabilitas konstruk dapat dilihat dari nilai Cronbach’s
Alpha, dan Composite Reliability (CR). Suatu konstruk dikatakan reliabel bila nilai
cronbach’s alpha di atas 0.6 atau nilai composite reliability di atas 0.7.
Tabel 4.21
Nilai Validitas dan Reliabilitas Konstruk tahap 3
Cronbach's
Alpha
Composite
Reliability
Average
Variance
Extracted
(AVE)
BM 0.810 0.913 0.84
GG 0.312 0.739 0.589
OKE 0.481 0.787 0.651
OKI 1.000 1.000 1.000
PAG 0.762 0.864 0.681
PHN 0.857 0.912 0.775
Pada tabel 4.21 nampak bahwa konstruk BM, GG, OKI, PAG, dan PHN
memiliki nilai Cronbach’s Alpha 0.6, dan CR di atas 0.7, sehingga konstruk-
konstruk ini reliabel.
Sementara itu, variabel OKE memiliki nilai cronbach’s alpha di bawah 0,6.
Namun nilai ini ditutupi oleh nilai CR di atas 0,7, sehingga konstruk OKE juga
dapat dikatakan reliabel, karena Composite Reliability lebih kuat dibanding
Cronbach’s Alpha.12
Ukuran validitas selanjutnya adalah validitas diskriminan (Discriminant
Validity). Suatu indikator dikatakan valid bila nilai loading factor terhadap
konstruk yang ditujunya lebih besar dari nilai loading factor terhadap variabel
konstruk yang lainnya (yang tidak berhubungan langsung). Sebaliknya bila lebih
12Menurut Chin, nilai Composite Reliability lebih baik dibanding nilai Conbach alpha, karena
CR mengukur nilai sesungguhnya suatu konstruk sedangkan conbach alpha mengukur batas bawah
reliabilitas. Hal ini diungkapkan oleh Jogiyanto HM dan Willy Abdillah, pada buku: PLS dalam
Penelitian Bisnis, (Yogyakarta: CV Andi Offset,2015), h. 196.
122
kecil maka dikatakan bahwa indikator tersebut tidak valid. Berikut adalah nilai
cross loading dari setiap indikator terhadap variabel konstruknya.
Tabel 4.22
Validitas Discriminant (Metode Cross Loading)
BM GG OKE OKI PAG PHN
BM4 0.904 0.441 -0.205 -0.142 0.218 -0.034
BM5 0.929 0.393 -0.039 -0.187 0.251 0.201
GG1 0.203 0.848 -0.380 0.086 0.31 0.133
GG3 0.558 0.677 -0.153 -0.197 0.224 -0.039
HN3 0.057 0.05 -0.026 0.137 0.167 0.835
HN5 0.123 0.121 0.229 0.095 0.222 0.933
HN6 0.069 0.004 0.100 0.049 0.123 0.870
OK2 -0.138 -0.351 0.717 0.243 -0.123 0.186
OK3 -0.081 -0.267 0.889 0.134 -0.187 0.054
OK5 -0.181 -0.042 0.216 1.000 -0.19 0.110
PH3 0.198 0.363 -0.128 -0.113 0.748 0.125
PH4 0.287 0.281 -0.250 -0.227 0.888 0.058
PH5 0.149 0.228 -0.110 -0.130 0.834 0.318
Tabel 4.22 memperlihatkan bahwa nilai loading dari semua indikator
terhadap variabel konstruk yang dituju lebih besar dari nilai loading indikator
terhadap variabel konstruk lainnya. Sehingga semua indikator dan variabel
konstruknya memiliki validitas diskriminan.
b. Analisis Inner Model
Evaluasi inner model (struktural) dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
melihat nilai R2 dan nilai signifikansi dari path coefficientnya. Nilai R2 pada model
tersebut adalah 0.203. Makna dari nilai ini adalah bahwa variasi dari variabel
dependen Perilaku Anti Gratifikasi (PAG) dapat dijelaskan oleh variabel
independen Good Governance (GG), Budaya Masyarakat (BM), Orientasi
Keagamaan Eksternal (OKE), Orientasi Keagamaan Internal (OKI), dan
123
pemahaman Hadis Nabi (PHN) sebesar 20.3%. Nilai ini di atas 10%, sehingga
masuk kategori baik.13
Nilai Q square predictive relevance di dapat dari Q2 = 1 – (1-R2) = R2. Pada
kasus ini, nilai predictive relevance sama dengan nilai R2 yaitu sebesar 20.3%. Arti
Q2 sama dengan R2 yaitu variasi dari PAG dapat dijelaskan oleh variabel
independen sebesar 20.3%.
Nilai Goodnes of Fit (GoF) didapat dengan rumus (rata-rata AVE * rata-
rata R2)1/2 atau (0.660*0.203)^1/2, yaitu sebesar 0.392. Nilai ini berada di atas
kriteria GoF yaitu 0.36 (large), 0.25 (medium), dan 0.10 (small). Dengan demikian
model yang dihasilkan memiliki goodness of fit yang sangat baik.
c. Uji Hipotesis (Analisis Signifikansi)
Langkah selanjutnya adalah melakukan uji hipotesis, yaitu dengan cara
menguji signifikansi koefisien jalur (path coefficient) dari variabel konstruk
tersebut. Nilai koefisien jalur dari variabel laten beserta tingkat signifikansinya
dapat dilihat pada Tabel 4.23 berikut ini:
Tabel 4.23
Nilai Koefisien Jalur Pada Variabel Laten
Coef.Path T statistics P Values
BM --> PAG 0.075 0.626 0.531
GG --> PAG 0.267 2.283* 0.023*
OKE -->PAG -0.080 0.634 0.527
OKI--> PAG -0.171 1.937 0.053
PHN-->PAG 0.204 2.169* 0.031*
Ket: * signifikan pada α = 5%
Tabel 4.23 di atas menunjukkan bahwa nilai ‘P Value’ yang lebih kecil dari
alpha 0.05 atau 5% adalah pengaruh Pemahaman Hadis Nabi (PHN) terhadap
13 Jogiyanto HM dan Willy Abdillah, Partial Least Square dalam Penelitian Bisnis, h. 185.
124
Perilaku Anti Gratifikasi dan Pengaruh Good Governance terhadap Perilaku Anti
Gratifikasi, yaitu masing masing sebesar 0.031 dan 0.023.
Hal ini berarti bahwa pada tingkat keyakinan 95%, pemahaman pegawai
KUA di Kabupaten Bogor tehadap hadis Nabi tentang gratifikasi dan implementasi
Good Governance di KUA Kabupaten Bogor berpengaruh secara signifikan
terhadap Perilaku Anti Gratifikasi pegawai KUA.
Sementara itu, variabel laten lainnya, seperti Budaya Masyarakat, Orientasi
Keagamaan Eksternal dan Orientasi Keagamaan Internal, pada tingkat keyakinan
95% tidak berpengaruh terhadap Perilaku Anti Gratifikasi para pegawai KUA. Hal
ini tergambarkan pada nilai ‘P value’ dari variabel-variabel laten tersebut lebih
besar dari 0.05, yaitu masing-masing sebesar 0.531 (BMPAG), 0.527
(OKEPAG), dan 0.053 (OKIPAG).
2. Proses dan Hasil Pengolahan Data Kabupaten Bone dengan SEM-PLS
Sebagaimana pengolahan data pada Kabupaten Bogor, pemrosesan data
pada Kabupaten Bone dilakukan dengan beberapa tahap pemrosesan. Tahap
pertama menggunakan semua data indikator yang didapat dari survey. Keluaran
(output) dari tahap pertama dievaluasi model pengukurannya (measurement
model/outer model) berdasarkan kriteria validitas konvergenitas, yaitu nilai factor
loading dari indikator memiliki cut off point 0.6. 14 Kecuali bila factor loading 0.6-
0.7 (very good) memiliki nilai validitas dan reliabilitas yang buruk yaitu bila nilai
14 Comrey and Lee menyarankan menggunakan cut-off dari 0.32 (poor), 0.45 (fair), 0.55
(good), 0.63 (very good) or 0.71 (excellent) dalam: Comrey AL and Lee HB. A first course in factor
analysis, Ed. 2, (NJ: Lawrence Erlbaum Associates. 1992).
125
Average Variance Extracted (AVE) di bawah 0.5 dan Composite Reliability (CR)
di bawah 0.7, maka indikator tersebut akan dihilangkan juga. Demikian seterusnya
hingga semua Indikator-indikator layak untuk dipertahankan dalam model.
Setelah out put dari outer model (measuring model) menghasilkan nilai
factor loading, validitas dan reliabilitas yang sesuai dengan kriteria di atas, maka
analisis dilanjutkan dengan analisis inner model (structural model).
Analisis Inner Model (model structural) dilakukan dengan menguji apakah
model yang dibangun sudah fit (sesuai) dengan fakta yang ada. Penilaian ini
dilakukan dengan menganalisis koefisien determinasi (R2), GoF, f2, dan Q2.
Tahap akhir adalah menguji hipotesis, dengan menganalisis tingkat
signifikansi dari pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen. Tahap ini
menggunakan nilai ‘P Value”, dimana bila nilai ‘p value’ kurang dari 5%, maka
dikatakan variabel endogen tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel endogen (dependen).
a. Analisis Outer Model (Bone)
i. Outer Model Tahap Pertama
Analisa outer model dilakukan untuk memastikan bahwa measurement yang
digunakan layak untuk dijadikan pengukuran (valid dan reliabel). Hasil dari
pengolahan data pada tahap pertama dapat dilihat pada gambar 4.19.
126
Gambar 4.19
Hasil Outer Model Tahap 1 (Bone)
Hasil pada tahap pertama ini menunjukkan bahwa loading factor pada
indikator-indikator tersebut bervariasi antara -0.295 sampai dengan 0.962. Oleh
karena itu, ada indikator yang memiliki potensi untuk dihilangkan dari model.
Nilai ini kemudian dipadukan dengan nilai validitas dan reliabilitas
konstruk, terutama composite reliability dan nilai Average Variance Extracted
(AVE), yang dapat dilihat pada Tabel 4.24.
Tabel 4.24
Construct Validity and Reliability
Cronbach's
Alpha
Composite
Reliability
Average
Variance
Extracted
(AVE)
BM 0.497 0.785 0.651
GG 0.720 0.396 0.273
OKE 0.860 0.932 0.872
OKI 0.679 0.806 0.588
PAG 0.790 0.856 0.544
PHN 0.579 0.684 0.294
127
Nilai CR dan AVE pada tabel 4.24 selaras dengan nilai loading factor, yaitu
variabel yang memiliki indikator dengan faktor loading rendah ternyata memiliki
nilai AVE dan CR rendah pula, yaitu variabel laten Pemahaman Hadis Nabi (PHN)
dan Good Governance (GG). Sehingga, indikator yang memiliki faktor loading di
bawah 0.6, pada PHN dan GG harus dihilangkan dari model. Indikator-indikator
tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 4.25
Indikator yang hilang pada tahap-1 di Kab Bone
Indikator Lambang
Keharusan menyampaikan semua yang didapat kepada
pemberi tugas HN2
Hadiah bagi para pekerja (di luar aturan) adalah ghulul HN4
Larangan mengambil sesuatu yang dilarang dari tugas yang
diemban HN6
Adanya akuntabilitas GG3
Adanya akses informasi bagi masyarakat (Transparansi) GG4
Pelayanan Tidak Diskriminatif GG6
ii. Analisis Outer Model Tahap 2
Setelah 6 indikator yang memiliki faktor loading di bawah 0.6 dihilangkan,
maka dilakukan proses penghitungan kembali, dan hasilnya dapat dilihat pada
gambar 4.20.
128
Gambar 4.20
Hasil Outer Model Tahap 2 (Bone)
Pada tahap 2 ini, loading factor berada pada kisaran nilai 0.659 sampai
dengan 0.962. Nilai ini masuk dalam kisaran very good (0.6 – 0.7) dan Excellent
(>0.7). Namun demikian akan dikaji terlebih dahulu nilai validitas dan reliabiltas
indikator-indikator tersebut, terutama indikator yang memiliki loading factor antara
0.6-0.7. Bila tidak valid dan tidak reliabel maka indikator tersebut akan dihilangkan,
namun bila valid, indikator tersebut akan dipertahankan.
Berdasarkan tabel 4.26, ternyata nilai AVE berada di atas 0.5. Artinya
semua indikator-indikator tersebut memiliki validitas konvergen yang baik.
Walaupun beberapa variabel memiliki nilai Cronbach’s alpha di bawah 0.6, yaitu
Budaya Masyarakat, Orientasi Keagamaan, dan Pemahaman Hadis Nabi. Namun
semua nilai composite reliability dari semua variabel berada di atas 0.7, artinya
129
semua variabel memiliki reliabilitas yang baik dan dapat diterima. Nilai Composite
Reliability dianggap lebih baik dari cronbach’s alpha, karena CR menilai
reliabilitas yang sesungguhnya, sedangkan cronbach’s alpha menilai reliabilitas
minimal.
Tabel 4.26
Validitas dan Reliabilitas Konstruk
Cronbach'
s Alpha
Composite
Reliability
Average
Variance
Extracted
(AVE)
BM 0.497 0.785 0.651
GG 0.760 0.882 0.791
OKE 0.860 0.932 0.872
OKI 0.679 0.806 0.587
PAG 0.790 0.856 0.544
PHN 0.529 0.758 0.513
Nilai validitas ini juga didukung oleh adanya validitas diskriminan
(discriminant validity) pada semua indikator. Validitas ini menguji apakah nilai
korelasi antara indikator dengan variabel konstruknya lebih tinggi dibandingkan
nilai korelasi antara indikator dengan variabel konstruk lainnya. Hal ini dapat
dilihat pada table 4.27
Tabel 4.27 itu menunjukkan bahwa nilai korelasi antara indikator-indikator
dengan variable latennya lebih besar dibanding nilai korelasi indikator-indikator
tersebut terhadap variable laten lain yang tidak berhubungan secara langsung.
Misal: nilai korelasi antara indikator HN1 dengan PHN adalah 0.804. Nilai ini lebih
besar daripada nilai hubungan antara HN1 dengan variable laten BM (-0.004), GG
(0.052), OKE (0.328), OKI (0.113) dan PAG (0.462). Maka dikatakan variabel
HN1 memiliki validitas diskriminan yang baik.
130
Tabel 4. 27
Discriminant Validity
BM GG OKE OKI PAG PHN
BM4 0.918 0.416 0.047 0.566 0.492 -0.019
BM5 0.679 0.457 0.100 0.254 0.266 0.028
GG1 0.503 0.957 0.068 0.419 0.251 0.112
GG2 0.403 0.815 -0.245 0.512 0.125 -0.036
HN1 -0.004 -0.052 0.328 0.113 0.462 0.804
HN3 -0.179 -0.025 -0.013 0.106 0.324 0.664
HN5 0.161 0.265 0.507 0.103 0.333 0.671
OK2 0.135 -0.021 0.962 -0.108 0.195 0.375
OK3 -0.021 -0.063 0.904 -0.070 0.124 0.353
OK4 0.429 0.365 0.087 0.659 0.136 -0.015
OK5 0.514 0.498 -0.164 0.938 0.388 0.158
OK6 0.302 0.208 -0.021 0.669 0.152 0.153
PH1 0.445 0.284 0.197 0.463 0.661 0.297
PH2 0.489 0.299 0.034 0.316 0.716 0.177
PH3 0.181 -0.027 0.234 -0.003 0.716 0.547
PH4 0.390 0.176 -0.007 0.234 0.747 0.230
PH5 0.359 0.155 0.162 0.285 0.836 0.595
b. Analisis Inner Model (Structural Model)
Analisis inner model melihat besaran pengaruh dari variable laten eksogen
terhadap variabel laten Endogen. Dalam hal ini variabel dependen atau endogen
adalah Perilaku Anti Gratifikasi (PAG), dan variable independen adalah
Pemahaman Hadis Nabi (PHN), Budaya Masyarakat (BM), Good Governance
(GG), Orientasi Keagamaan Eksternal (OKE), dan Orientasi Keagamaan Internal
(OKI).
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari variable-variabel
independen terhadap variable dependennya adalah dengan melihat nilai determinan
atau R2. Nilai R2 model tersebut adalah 54.0 %, artinya bahwa variable-variabel
PHN, BM, OKE, dan OKI mempengaruhi variable PAG sebesar 54%. Sisanya
dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar variabel independen tersebut. Menurut Chin
131
Nilai 63% adalah kuat, 33% adalah moderat, dan 19% adalah lemah. Dengan
demikian, nilai ini termasuk kategori moderat dan kuat.
Nilai Q square predictive relevance di dapat dari Q2 = 1 – (1-R2) = R2. Pada
kasus ini, nilai predictive relevance sama dengan nilai R2 yaitu sebesar 54%. Arti
Q2 sama dengan R2 yaitu variasi dari PAG dapat dijelaskan oleh variabel
independen sebesar 54%.
Nilai Goodnes of Fit (GoF), yaitu (rata-rata AVE * rata-rata R2 )1/2 atau
(0.660*0.54)^1/2, sebesar 0.597. Nilai ini jauh di atas kriteria GoF yaitu 0.36 (large),
0.25 (medium), dan 0.10 (small). Dengan demikian model yang dihasilkan
memiliki goodness of fit yang sangat baik.
c. Uji Hipotesis (Analisis Signifikansi)
Nilai koefisien jalur (path coefficient) pada variabel eksogen dan endogen
pada model tersebut di atas belum diuji tingkat signifikansinya, apakah variabel-
variabel eksogen (GG, BM, OKE, OKI, dan PHN) tersebut benar berpengaruh
terhadap variabel endogen (PAG) atau tidak.
Berikut adalah nilai koefisien jalur, ‘t statistik’, dan ‘p values’ dari pengaruh
variabel laten eksogen (PHN, BM, GG, OKE dan OKI) terhadap variabel endogen
(PAG).
Tabel 4. 28
Nilai t statistik dan P values.
Path
Coefficient
T
Statistics P Values
BM --> PAG 0.558 3.225 0.001*
GG --> PAG -0.099 0.557 0.577
OKE -->PAG -0.096 0.764 0.445
OKI--> PAG -0.006 0.034 0.973
PHN-->PAG 0.577 4.289 0.000* Ket. *Signifikan pada alpha 1%
132
Tabel 4.28 menunjukkan bahwa pada tingkat keyakinan 95%, bahkan 99 %,
variabel Pemahaman Hadis Nabi (PHN) tentang gratifikasi dan Budaya Masyarakat
(BM) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Perilaku Anti Gratifikasi (PAG)
para pegawai KUA di Kabupaten Bone. Hal ini ditandai dengan nilai P value dari
PHN dan BM sebesar 0.000 dan 0.001 yang jauh lebih kecil dari alpha 1%.
Variabel laten Good Governance (GG), Orientasi Keagamaan Eksternal
(OKE), dan Orientasi Keagamaan Internal (OKI) tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap Perilaku Anti Gratifikasi (PAG), karena nilai ‘P value’ dari GG
0.577, ‘P value’ dari OKE adalah 0.445, dan ‘P value’ dari OKI sebesar 0.973.
Semuanya jauh di atas alpha 1%, 5%, ataupun 10%.
G. Analisis Pengaruh Pemahaman Hadis Nabi dan Variabel Independen
Lainnya terhadap Perilaku Anti Gratifikasi
1. Analisis Pengaruh Pemahaman Hadis Nabi tentang Gratifikasi
Terhadap Perilaku Anti Gratifikasi di Kabupaten Bogor dan Bone.
Berdasarkan hasil pengolahan data survey yang telah dipaparkan di atas,
diketahui bahwa variabel Pemahaman Hadis Nabi berpengaruh secara signifikan
terhadap Perilaku Anti Gratifikasi. Berikut ringkasan hasil olah data tersebut.
Tabel 4.29
Pengaruh Pemahaman Hadis Nabi terhadap Perilaku Anti Gratifikasi
KUA VARIABEL
LATEN
PATH
COEFFICIENT
P
VALUES INDIKATOR
BOGOR PHN --> PAG
0.031
HN3
0.204 HN5
HN6
BONE PHN --> PAG
0.000
HN1
0.577 HN3
HN5
133
Tabel 4.29 menunjukkan bahwa baik di Kabupaten Bogor (Jawa Barat)
maupun Kabupaten Bone (Sulawesi Selatan), nilai ‘P values’ (0.031 dan 0.000)
lebih kecil dari nilai alpha yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu 5% (0.05).
Hal ini membuktikan bahwa tingkat pemahaman para pegawai Kantor Urusan
Agama (KUA) terhadap hadis Nabi Muhammad SAW tentang larangan melakukan
gratifikasi berpengaruh secara signifikan terhadap Perilaku Anti Gratifikasi para
pegawai KUA.
Koefisien jalur (coefficient path) antara variabel Pemahaman Hadis Nabi
terhadap Perilaku Anti Gratifikasi bernilai positip, yaitu 0.204 di Kabupaten Bogor
dan 0.577 di Kabupaten Bone. Hal ini berarti bahwa semakin paham seorang
pegawai KUA terhadap Hadis Nabi Muhammad SAW tentang gratifikasi, maka
semakin kuat pegawai tersebut berperilaku anti gratifikasi. Sebaliknya semakin
kurang paham seorang pegawai KUA terhadap Hadis Nabi tentang gratifikasi,
maka semakin lemah pula perilaku anti gratifikasi pegawai tersebut.
Besaran koefisien jalur juga menunjukkan bahwa di Kabupaten Bogor,
Pemahaman Hadis Nabi tentang gratifikasi berpengaruh sebesar 20.4% terhadap
Perilaku Anti Gratifikasi. Sedangkan di Kabupaten Bone, Pemahaman Hadis Nabi
tentang gratifikasi berpengaruh sebesar 57.7% terhadap Perilaku Anti Gratifikasi.
Bila diperhatikan tabel di atas dari 5 hadis Nabi yang ditanyakan kepada
responden, ternyata tidak semua hadis Nabi yang ditanyakan dalam kuesioner,
dipahami oleh pegawai KUA di Kabupaten Bogor dan Bone.
Hadis Nabi yang merefleksikan dengan kuat variabel Pemahaman Hadis
Nabi (PHN), baik oleh pegawai KUA di Bogor maupun di Bone, adalah hadis Nabi
134
Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abû Dâwud (HN3) dan Imam al-Nasa’i
(HN5).
Sedangkan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (HN6),
merefleksikan dengan kuat variabel Pemahaman Hadis Nabi di Kabupaten Bogor,
namun lemah di Kabupaten Bone.
Sebaliknya, variabel pengetahuan umum responden tentang adanya
larangan gratifikasi (korupsi) dalam ajaran Islam yang tertulis dalam hadis (HN1)
terefleksikan dengan kuat di KUA Kabupaten Bone, namun lemah di KUA
Kabupaten Bogor.
Hadis Nabi yang sama sekali tidak terefleksikan pada variabel Pemahaman
Hadis Nabi, baik di KUA Kabupaten Bogor maupun KUA Kabupaten Bone, adalah
hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhâri (HN2) dan Imam Ahmad
(HN4). Namun hal ini bukan berarti bahwa kedua hadis Nabi tersebut tidak penting.
Hal ini hanya menunjukan bahwa para responden lebih memahami hadis Nabi
tentang gratifikasi yang diriwayatkan oleh Imam Abû Dâwud, Imam an- Nasa’i dan
Imam Muslim dibanding hadis riwayat Imam al-Bukhâri dan Imam Ahmad.
Ibn Hajar Al-‘Asqalâni dalam kitab Fathul Bâri, terkait dengan hadis
larangan gratifikasi ini menyatakan bahwa larangan mengambil hadiah dari suatu
tugas (gratifikasi) adalah karena ada kekhawatiran berdampak negatif. Para salaf
al-salih juga tidak mau menerima gratifikasi agar tidak terjerumus dalam
kemaksiatan. Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz pernah menolak hadiah dari
seseorang, dan si pemberi hadiah bertanya: “kenapa tuan tidak mau menerima
hadiah padahal Nabi dan para penggantinya (Khulafâ’ al-Râsyidịn) mereka
menerima hadiah?” kemudian ‘Umar menjawab: “benar, hadiah di zaman Nabi
135
tetap sebagai hadiah, tapi (hadiah) sekarang adalah risywah (suap)”. Dalam riwayat
lain dikatakan: “sungguh bagi Nabi dan sahabat adalah hadiah, tapi bagi pejabat
sesudah mereka adalah risywah).15
Bahkan, Imam Nawawi tidak hanya mengatakan bahwa hadiah
(gratifikasi) itu haram tapi juga sebuah penghianatan terhadap amanah dan
jabatan.16
Berdasarkan tafsir para ‘ulama terhadap hadis gratifikasi tersebut, maka
sudah sepantasnya para pejabat atau pegawai di KUA khususnya dan Kemenag
pada umumnya lebih memahami hadis Nabi Muhammad SAW terkait larangan
gratifikasi, sehingga pegawai KUA semakin bersih, terpercaya, dan profesional
dalam melayani masyarakat.
2. Analisis Variabel Selain Hadis Nabi yang Mempengaruhi Perilaku Anti
Gratifikasi di Kabupaten Bogor dan Bone.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa, selain pemahaman terhadap
hadis Nabi tentang gratifikasi, ada faktor-faktor lain yang berpengaruh secara
signifikan terhadap perilaku anti gratifikasi dari para pegawai KUA di Kabupaten
Bogor dan Bone, yaitu Good Governance dan Budaya Masyarakat.
Tabel 4.30 berikut ini adalah ringkasan hasil olah data tersebut:
15 Ibnu Hajar al-‘Asqalâni, Fathul Bâri Syarh Ṣahih al-Bukhâri, cet. 1, Jilid VI, (Riyad: Dâr
Thoyibah, 1426H/2005), h. 450. 16 Abû Zakaria Yahya bin Syarf bin Muri Al-Nawawi, Al-Minhaj Syarh Sahih Muslim bin al-
Hajjaj, Kitab al-Imarah, Bab Tahrim Hadayal ‘Umal, (Riyad: Baitul afkar Al-Dauliyah.
1421H/2000M), h. 1188.
136
Tabel 4.30
Pengaruh Good Governance dan Budaya Masyarakat
Terhadap Perilaku Anti Gratifikasi
KUA VARIABEL
LATEN
PATH
COEFFICIENT
P
VALUES INDIKATOR
BOGOR GG --> PAG 0.267 0.023 GG1
GG3
BONE BM --> PAG 0.558 0.001 BM4
BM5
a. Good Governance
Tabel 4.30 menunjukkan bahwa nilai ‘P Value’ dari pengaruh Good
Governance terhadap Perilaku Anti Korupsi (PAG) di Kabupaten Bogor (Jawa
Barat) adalah 0.023, lebih kecil dari nilai alpha yang ditetapkan dalam penelitian
ini yaitu 5% (0.05). Hal ini membuktikan bahwa implementasi prinsip Good
Governance di Kantor Urusan Agama (KUA) Kabupaten Bogor berpengaruh
secara signifikan terhadap Perilaku Anti Gratifikasi para pegawai KUA.
Nilai koefisien jalur antara variabel Good Governance dengan Perilaku Anti
Gratifikasi bernilai positif (0.267). Ini berarti bahwa semakin kuat prinsip Good
Governance dilaksanakan di KUA, maka perilaku anti gratifikasi dari para pegawai
KUA akan semakin kuat pula. Sebaliknya bila, prinsip-prinsip Good Governance
tidak atau kurang diterapkan di KUA, maka perilaku anti gratifikasi dari para
pegawai KUA akan melemah.
Besaran koefisien jalur juga menunjukkan bahwa di Kabupaten Bogor,
variabel good governance berpengaruh sebesar 26.7% terhadap Perilaku Anti
Gratifikasi. Sedangkan di Kabupaten Bone, Budaya Masyarakat berpengaruh
sebesar 55.8 % terhadap Perilaku Anti Gratifikasi.
137
Nilai koefisien jalur dari Good Governance (GG) dengan Perilaku Anti
Gratifikasi (PAG) adalah yang paling besar diantara nilai koefisien jalur dari
variabel konstruk lainya, sehingga dapat dikatakan bahwa pengaruh Good
Governance terhadap Perilaku Anti Gratifikasi adalah yang paling besar diantara
variabel independen lainnya.
Bila diteliti lebih dalam, indikator yang merefleksikan Good Governance
pada KUA di Kabupaten Bogor adalah adanya peraturan yang mengatur tentang
gratifikasi (GG1) serta adanya akuntabilitas yang dilaksanakan di KUA (GG3).
Dibanding indikator-indikator lainnya dalam good governance, seperti Visi
Pemimpin (GG2), Transparansi (GG4), dan Tidak diskriminatif (GG6), maka faktor
adanya peraturan tentang gratifikasi dan akuntabilitas dianggap oleh pegawai KUA
di Kabupaten Bogor paling merefleksikan implementasi Good Governance di
KUA.
Pada kenyataanya peraturan terkait gratifikasi memang sudah dinyatakan
secara eksplisit dalam UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan UU 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Gratifikasi menurut UU
tersebut adalah:
Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang,
barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket
perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan
cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Termasuk gratifikasi adalah
segala yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang
dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana
elektronik.17
17 Republik Indonesia.UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penjelasan Pasal 12B.
138
Sangsi atas pelanggaran dalam melakukan gratifikasi juga sudah dinyatakan
dalam pasal 12, yaitu bahwa pelaku PNS yang melakukam gratifikasi dapat
dihukum pidana 4–20 tahun penjara atau denda Rp. 200 Juta–Rp.1 milyar.
Terkait penerimaan negara di Kementerian Agama, ada Peraturan
Pemerintah No 48 Tahun 2014 yang mengubah PP NO 47 tahun 2001 Tentang Tarif
atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian
Agama. Kemudian terkait KUA, PNBP yang khusus berasal dari biaya nikah dan
rujuk, diatur lebih detail dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No 24 Tahun
2014 Tentang Pengelolaan PNBP atas biaya nikah dan rujuk yang dilakukan di luar
KUA.
Berdasarkan hasil penelitian ini, ternyata peraturan yang jelas disertai sangsi
yang berat dan tegas akan mempengaruhi perilaku para pegawai KUA. Peraturan
yang jelas dan rasa takut atas sangsi yang berat mendukung secara signifikan
menguatnya perilaku anti korupsi di kalangan pegawai KUA.
Berkaitan dengan akuntabilitas, hasil penilaian responden mengindikasikan
bahwa Kantor Urusan Agama di Kabupaten Bogor dianggap telah melaksanakan
akuntabilitas yang baik. Responden beranggapan bahwa KUA telah menjalankan
pertanggungjawaban yang salah satunya adalah memberikan laporan kepada yang
memberikan amanah, dalam hal ini adalah Kementerian Agama Tingkat
Kabupaten. Kondisi ini menggembirakan sebab akuntabilitas akan membawa KUA
ke arah pelaksanaan pelayanan yang bersih, prima, dan terpercaya.
Dengan demikian, faktor akuntabilitas dan faktor adanya peraturan yang
tegas dan bersangsi berat, harus diperkuat terus agar pelaksanaan good governance
semakin baik, dan pada akhirnya perilaku anti gratifikasi akan semakin kuat.
139
b. Budaya Masyarakat
Tabel 4.30 menunjukkan bahwa nilai ‘P Value’ dari pengaruh Budaya
Masyarakat terhadap Perilaku Anti Korupsi (PAG) di Kabupaten Bone (Sulawesi
Selatan) adalah 0.001, lebih kecil dari nilai alpha yang ditetapkan dalam penelitian
ini yaitu 5% (0.05). Hal ini membuktikan bahwa budaya masyarakat setempat
dimana Kantor Urusan Agama (KUA) berada, berpengaruh secara signifikan
terhadap Perilaku Anti Gratifikasi para pegawai KUA di Kabupaten Bone.
Nilai koefisien jalur antara variabel Budaya Masyarakat dengan Perilaku
Anti Gratifikasi bernilai positif (0.558). Ini berarti bahwa semakin kuat pegawai
KUA melaksanakan budaya lokal, maka perilaku anti gratifikasi dari para pegawai
KUA akan semakin kuat pula. Sebaliknya bila, ajaran budaya lokal tidak atau
kurang diterapkan di KUA, maka perilaku anti gratifikasi dari para pegawai KUA
akan melemah.
Hasil kajian ini menyiratkan bahwa budaya masih cukup kuat dipegang oleh
masyarakat Kabupaten Bone. Hal ini didukung oleh kondisi masyarakat Bone yang
dapat dikatakan relatif homogen, dan secara umum masih berpegang kuat pada
budaya Bugis dan Islam.
Salah satu budaya Bugis yang dipegang masyarakat Bone, yaitu budaya
yang disebut pappasang. Budaya pappasang atau pesan leluhur yang tertulis dalam
aksara lontar ditemukan banyak kearifan lokal di masyarakat Bugis. Orangtua yang
hendak melepas anaknya merantau, berpesan agar sang anak berpegang teguh pada
dua kuala sappo (dua yang saya ambil sebagai pagar): unganna panasae–lempu
(tunas nangka yang disebut lempu), belona kanukue–pacce (hiasan pewarna kuku
yang disebut pacce). Kata lempu metafor untuk hidup lurus dan jujur, sedangkan
140
pacce metafor hidup bersih. Kejujuran dan kebersihan adalah pagar yang selalu
harus dibangun masyarakat Bugis mengelilingi dirinya di mana pun ia bekerja.
Kuatnya kearifan lokal pada masyarakat Bone, membuat variabel Budaya
Masyarakat mempengaruhi Perilaku Anti Gratifikasi secara signifikan (bahkan
pada tingkat keyakinan 99%).
H. Analisis Indikator Paling Berpengaruh Terhadap Perilaku anti
Gratifikasi
Variabel laten yang berpengaruh terhadap perilaku anti gratifikasi
sebagaimana telah dibahas sebelumnya, memiliki indikator-indikator yang
merefleksikan variabel laten tersebut. Sehingga indikator-indikator ini juga
berpengaruh terhadap perilaku anti gratifikasi. Tabel 4.31 menunjukkan pengaruh
dari indikator-indikator terhadap perilaku anti gratifikasi.
Tabel 4.31
Indikator Paling Berpengaruh
KUA
Variabel
Laten
Berpengaruh
Indikator
Valid dan
Reliabel
Loading
Factor
(LF)
Bogor
PHN
HN3 0.835
HN5 0.933
HN6 0.870
GG GG1 0.848
GG3 0.677
Bone
PHN
HN1 0.804
HN3 0.664
HN5 0.671
BM BM4 0.918
BM5 0.679
Berdasarkan tabel 4.31 di atas, diantara indikator-indikator yang valid dan
reliabel, ternyata indikator yang memiliki loading factor terbesar di Kabupaten
Bogor adalah HN5 (Hadis Riwayat Imam Nasa’i). Dengan demikian, faktor atau
141
indikator yang paling menentukan Perilaku Anti Gratifikasi di Kabupaten Bogor
adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i (HN5).
Namun karena berdasarkan hasil kajian kualitas hadis pada awal Bab 4 ini,
ditemukan bahwa hadis Imam Nasa’i ini berkualitas da’îf, maka hadis ini tidak
dapat digunakan. Sehingga, dipilih indikator dengan nilai loading factor terbesar
kedua, yaitu hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (HN6). Dengan
demikian, hadis Nabi Muhammad SAW yang menjadi penentu Perilaku Anti
Gratifikasi adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (HN6), yang artinya
sebagai berikut:
Telah menceritakan kepada kami Abû Bakar bin Abî Syaibah telah
menceritakan kepada kami Waki' bin Jarrah telah menceritakan
kepada kami Ismâ'îl bin Abî Khâlid dari Qais bin Abî Hâzim dari
'Adi bin ‘Amîrah al-Kindi, dia berkata, "Saya mendengar Rasulullah
sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa dari kalian yang
aku beri suatu tugas, kemudian dia menyembunyikan dari kami
(meskipun) sebuah jarum, atau sesuatu yang lebih kecil dari itu,
maka itu adalah ghulul (pengkhianatan) yang pada hari kiamat akan
ia bawa." 'Adi bin 'Amîrah berkata, "Kemudian seorang laki-laki
hitam dari Anshar-sepertinya saya pernah melihatnya- berdiri
sambil berkata, "Wahai Rasulullah, kalau begitu saya akan tarik
kembali tugas yang pernah anda bebankan kepada saya!" Beliau
balik bertanya: "Ada apa denganmu?" dia menjawab, "Saya telah
mendengar bahwa Anda pernah bersabda seperti ini dan seperti ini."
Beliau bersabda: "Sekarang saya sampaikan, bahwa barangsiapa
dari kalian yang aku beri suatu tugas, hendaklah ia datang baik
dengan sedikit atau banyak, apa yang memang diberikan untuknya
ia boleh mengambilnya, dan apa yang memang dilarang baginya,
maka ia harus dapat menahan diri." " (HR. Muslim No 3415)
Sementara itu di KUA Kabupaten Bone, faktor yang paling berpengaruh
terhadap perilaku anti gratifikasi adalah budaya yang mengajarkan kejujuran
(BM4), karena loading factor indikator ini adalah yang paling besar diantara
indikator-indikator lainnya.
142
Hasil penelitian di KUA Kabupaten Bogor maupun di KUA Kabupaten
Bone ini sejalan dengan focus norm theory, yaitu teori yang menyatakan bahwa
norma atau konteks dapat mempengaruhi perilaku individu. Teori ini pertama kali
disampaikan oleh Robert R. Cialdini pada tahun 1900.18
Cialdini, Reno dan Kallgren (1990), membagi norma sosial ke dalam dua
tipe, yaitu norma deskriptif (descriptive norm) dan norma injungtif (injunctive
norm). Norma deskriptif merujuk pada informasi mengenai apa yang dilakukan
oleh kebanyakan orang. Norma ini dapat memotivasi individu untuk ikut serta
dalam perilaku serupa dengan cara memberikan bukti bahwa karena kebanyakan
orang melakukan suatu perilaku tertentu, maka pasti perilaku inilah yang tepat
untuk dilakukan. Sementara norma injungtif merujuk pada aturan atau keyakinan
yang secara moral menerima atau menolak perilaku tertentu. Norma ini
mempersuasi individu untuk berperilaku tertentu melalui penggunaan sangsi
sosial.19
Berdasarkan teori ini, maka ajaran agama atau dalam hal ini hadis Nabi
Muhammad SAW dan budaya masyarakat dapat dikategorikan sebagai norma
injungtif, karena sifatnya yang tegas dan ada sangsi sosial bagi yang melanggarnya.
Namun, kenyataannya ada orang yang mengikuti dan ada orang yang tidak
mengikuti norma tersebut. Menurut focus norm theory, hal ini tergantung pada
norma apa yang menjadi fokus individu pada situasi tertentu.20
Berdasarkan teori ini, maka perilaku anti korupsi yang baik pada pegawai
KUA Kabupaten Bogor, disebabkan karena para pegawai lebih fokus pada norma
18 Whinda Yustisia, Focus Norm Theory, dalam: Teori Psikologi Sosial Kontemporer, Cet 1,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2017), h. 60. 19 Whinda Yusticia, Focus Norm Theory, dalam: Teori Psikologi Sosial Kontemporer, hal 61. 20 Whinda Yusticia, Focus Norm theory dalam: Teori Psikologi Sosial Kontemporer, hal 61
143
atau ajaran agama dalam hal ini hadis Nabi Muhammad SAW yang melarang
gratifikasi. Tingkat pemahaman mereka yang baik terhadap hadis Nabi tentang
larangan gratifikasi telah mempengaruhi perilaku mereka.
Demikian juga dengan perilaku pegawai KUA di Kabupaten Bone yang
memiliki perilaku anti korupsi yang baik. Hal ini dipengaruhi oleh budaya se
tempat, yaitu ajaran untuk berperilaku jujur.
Ajaran berperilaku jujur ini sejalan dengan budaya pappasang,
sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Budaya pappasang atau pesan leluhur
yang tertulis dalam aksara lontar ini mengajarkan kejujuran dan kebersihan di mana
pun mereka bekerja.
Selain focus norm theory, hasil penelitian ini juga dapat dijelaskan dengan
teori identitas sosial (social identification). Teori ini menyatakan bahwa norma
diartikan sebagai sesuatu yang merefleksikan kelompok atau yang dikenal dengan
group prototypicality. Konsep group prototypacality, menjelaskan bahwa norma
kelompok merupakan ciri sebuah kelompok. Individu yang ingin menunjukkan
dirinya sebagai bagian dari kelompok tersebut, akan berperilaku sesuai dengan
norma yang ada.21
Dalam kasus pegawai KUA Kabupaten Bogor, mereka memiliki perilaku
anti gratifikasi yang baik, karena mereka ingin mengidentifikasikan diri sebagai
kelompok umat Islam yang menjunjung tinggi ajaran Islam, dalam hal ini adalah
hadis Nabi Muhammad SAW yang melarang gratifikasi.
Dalam kasus pegawai KUA Kabupaten Bone, mereka hidup dalam
masyarakat yang relatif homogen. Pengaruh budaya luar belum terlalu banyak
21 Whinda Yusticia, Focus Norm Theory, dalam: Teori Psikologi Sosial Kontemporer, h. 67
144
mempengaruhi masyarakat. Sehingga masyarakat masih memiliki identifikasi kuat
dengan kelompok masyarakat setempat. Dengan demikian, pegawai KUA
Kabupaten Bone juga berupaya mengidentifikasikan dirinya sebagai masyarakat
Bone. Sehingga dapat dimengerti bahwa budaya jujur yang diajarkan budaya lokal
mempengaruhi secara signifikan terhadap perilaku anti gratifikasi dari para
pegawai KUA di Kabupaten Bone.
Hal ini berbeda dengan Kabupaten Bogor yang masyarakatnya sangat
heterogen, sehingga identifikasi terhadap kelompok budaya lokal tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku anti gratifikasi dari pegawai KUA
Kabupaten Bogor. Mereka lebih taat pada aturan formal, seperti undang-undang
atau peraturan pemerintah pada setiap levelnya. Sehingga, peraturan tentang
gratifikasi (GG1) dan akuntabilitas (GG3), berpengaruh secara signifikan terhadap
perilaku anti gratifikasi, walaupun bukan faktor yang paling berpengaruh.
Cottam, dkk (2010), menegaskan bahwa pada dasarnya perilaku merupakan
fungsi atau hasil interaksi antara individu dan lingkungan.22 Dengan demikian,
peneliti menganggap bahwa untuk mengurangi korupsi atau meningkatkan perilaku
anti gratifikasi adalah dengan memadukan strategi pengembangan individu dan
masyarakat (lingkungan) sekaligus.
Sejalan dengan itu, maka kebijakan atau strategi yang dapat dilakukan
pemerintah dalam meningkatkan perilaku anti gratifikasi/korupsi di Indonesia,
khususnya di KUA ataupun Kementerian Agama, adalah dengan mensosialisasikan
dan menginternalisasikan ajaran agama, khususnya hadis Nabi Muhammad SAW
22 Pitaloka Ardiningtiyas, Social Dominance Theory, dalam: Teori Psikologi Sosial
Kontemporer, Cet 1, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2017), h. 105
145
tentang larangan gratifikasi, mengimplementasikan tata kelola yang baik (good
governance), dan memperkuat budaya lokal yang positif.
Secara praktis, strategi tersebut dapat diwujudkan melalui kegiatan
pendidikan dan pelatihan (diklat) yang mengajarkan hadis Nabi tentang gratifikasi,
Good Governance dan Budaya Masyarakat. Selain itu, dapat juga melalui
sosialisasi di berbagai media seperti website, stiker dan standing banner yang
dipasang disetiap KUA. Dan yang tak kalah penting adalah melakukan pengawasan
yang efektif dan penerapan sangsi yang tegas terhadap siapa saja yang melanggar
peraturan.
146
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Kondisi Tingkat Pemahaman Pegawai KUA terhadap Hadis Nabi
a. Kondisi tingkat pemahaman para pegawai KUA Kabupaten Bogor terhadap
Hadis Nabi Muhammad SAW tentang gratifikasi rata-rata baik (43.17%).
Sedangkan tingkat implementasi prinsip-prinsip Good Governance rata-rata
baik (44.2%), Orientasi Keagamaan Eksternal rata-rata rendah (41%),
Orientasi Keagamaan Internal sangat baik (40.67%), Budaya Masyarakat
rata-rata baik (47%), dan Perilaku Anti Gratifikasi rata-rata baik (39.6%).
b. Kondisi tingkat pemahaman para pegawai KUA Kabupaten Bone terhadap
Hadis Nabi Muhammad SAW tentang gratifikasi rata-rata cukup baik
(37.4%). Sedangkan tingkat implementasi prinsip-prinsip Good
Governance rata-rata baik (49.27%), Orientasi Keagamaan Eksternal rata-
rata sangat rendah (37.40%), Orientasi Keagamaan Internal rata-rata sangat
baik (50.41%), Budaya Masyarakat rata-rata baik (60.98%), dan Perilaku
Anti Gratifikasi rata-rata baik (40.98%).
2. Pengaruh Pemahaman Hadis Nabi terhadap Perilaku Anti gratifikasi
a. Pemahaman para pegawai KUA di Kabupaten Bogor dan Bone, terhadap
Hadis Nabi Muhammad SAW, terbukti berpengaruh secara signifikan
(alpha 5%) terhadap Perilaku Anti Gratifikasi para pegawai KUA di kedua
147
daerah tersebut. Hubungan kausalitas tersebut bernilai positif, yang berarti
semakin kuat pemahaman para pegawai KUA terhadap hadis Nabi
Muhammad SAW, semakin besar perilaku anti gratifikasi para pegawai
KUA.
b. Implementasi Good Governance di KUA Kabupaten Bogor berpengaruh
secara signifikan (alpha 5%) terhadap Perilaku Anti Gratifikasi para
pegawai KUA Kabupaten Bogor. Hubungan kausalitas kedua variabel
tersebut bernilai positif, artinya semakin baik pelaksanaan prinsip-prinsip
good governance, maka semakin tinggi perilaku anti korupsi para pegawai
KUA Kabupaten Bogor.
c. Budaya Masyarakat di Kabupaten Bone berpengaruh secara signifikan
(alpha 1%) terhadap Perilaku Anti Gratifikasi para pegarai KUA di
Kabupaten Bone. Hubungan kausalitas kedua variabel tersebut bernilai
positif, artinya bahwa semakin ditanamkan budaya masyarakat, maka
semakin kuat perilaku anti gratifikasi para pegawai KUA Kabupaten Bone.
3. Indikator yang paling berpengaruh terhadap Perilaku Anti Gratifikasi
a. Faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku anti gratifikasi para
pegawai KUA di Kabupaten Bogor adalah Hadis Nabi Muhammad SAW
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim tentang larangan bagi pejabat untuk
melakukan gratifikasi.
b. Sedangkan di KUA Kabupaten Bone, faktor yang paling berpengaruh
terhadap Perilaku Anti Gratifikasi adalah Budaya Masyarakat yang
mengajarkan kejujuran.
148
B. Saran
2. Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Agama, hendaknya
memperkuat pemahaman para pegawai KUA terhadap Hadis Nabi
Muhammad SAW yang berbicara tentang gratifikasi untuk meningkatkan
perilaku anti gratifikasi para pegawai KUA.
3. Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Agama, hendaknya
memelihara dan memperkuat budaya masyarakat lokal terutama budaya
jujur, untuk meningkatkan perilaku anti gratifikasi para pegawai KUA.
4. Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Agama, hendaknya
meningkatkan pelaksanaan Good Governance di KUA, seperti penegakan
peraturan dan akuntabilitas, sehingga diharapkan dapat meningkatkan
perilaku anti gratifikasi para pegawai KUA.
5. Wujud program atau kegiatan yang dapat dilakukan untuk implementasi
saran poin 1, 2 dan 3 di atas, adalah Kementerian Agama dapat
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi para pegawai KUA yang
di dalamnya terdapat materi Hadis Nabi Muhammad SAW tentang
gratifikasi, Budaya Masyarakat, dan Good Governance. Selain itu,
Kementerian Agama dapat mengadakan sosialisasi bentuk lainya, seperti
meletakan stiker dan standing banner di kantor KUA yang bertuliskan hadis
Nabi Muhammad SAW tentang gratifikasi, prinsip-prinsip Good
Governance, dan Budaya Masyarakat.
6. Para akademisi atau peneliti yang berminat terhadap tema ini, hendaknya
dapat lebih menyempurnakan penelitian ini, seperti meningkatkan jumlah
149
responden dan jumlah daerah yang diteliti, serta memperdalam analisis
kualitatif disamping analisis kuantitatif.
150
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal dan Siswadi, AGP. Psikologi Korupsi. Cet 1. Jakarta: Rosdakarya.
Jakarta. 2015
Albarnoz, Facundo dan Cabrales, Antonio. Decentralization, Political Competition,
and Corruption. Paper diambil dari www.ucl.ac.uk/~uctpcab/research/AC-
2013.pdf pada 29 oktober 2017. Pukul 21.00
Al-Adabi, Salahudin Ibn Ahmad. Manhaj Naqd al Matn ind Ulama’ al Hadist an
Nabawi. Diterjemahkan oleh Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq dengan
judul: Metodologi Kritik Matan Hadis. Cet 1. Jakarta: Gaya Media Pratama.
2004.
Abû Zahw, Muhammad. The History of Hadith. Penerjemah Abdi Pemi Karyanto
dan Mukhlis Yusuf Arbi. Cet 1. Depok-Jawa barat: Keira Publishing. 2015.
Al ‘Asqalȃni, Ibnu Hajar. Fath al-Bâri Syarh Sahih al-Bukhârî. Jilid 5. cet. 1.
Riyad: Dār al-Salām. 1421H/2000M.
_____________________.Taqribut Tahdzib. Cet 2. Riyad: Dȃrul Asimah.
1423H/2002M.
Alatas, Syed Hussain. Korupsi, sifat, sebab dan fungsi. Penejemah Nirwono.
Jakarta: LP3ES. 1987.
Arsyianti, Laily dwi dan Beik, Irfan Syauqi. Ekonomi Pembangunan Syariah.
Jakarta: Raja Grafindo. 2016.
Badru Salam, Abu Yahya. Kunci Memahami Hadis. Cet 1. Jakarta: Nashirussunnah.
2014.
Baidan, N dan Aziz, Erwati. Metodologi Khusus Penelitian Tafsir. Cet 1.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2016.
Bin Hambal, Ahmad. Musnad Ahmad. Riyad: Baitul Afkar Ad Dauliyah.
1419H/1998M.
Al-Bukhârị, Abû ‘Abdullah Muhammad bin Ismȃ’il. Ṣahih al-Bukhâri. Kairo:
Dȃrul Ibnul Jauzi. 1431H/2010 M.
Bustamin dan Isa, Muhammad. Metodologi Kritik Hadis. Cet 1. Jakarta: Raja
Grafindo Persada. 2004
Cialdini, RB, dkk. “A Focus Theory of Normative Conduct: When Norms Do and
Do Not Affect Behavior.” Diakses dari psp.sagepub.com at Sage
Publication. 12 Februari 2018.
Clark, George RG. “Does Over Regulation led to Corruption?.” Texas A&M
International University. LV14025. Tidak diketahui penerbit dan Tahun.
Comrey AL, dan Lee HB. A first course in factor analysis. Edisi 2. Hillsdale, NJ:
Lawrence Erlbaum Associates. 1992.
151
Creswell, John W. Research Design, Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches. 2nd Edition. California: Sage Publication Inc. 2003.
Al-Dzahabi. Al Kabair. Riyad: Dȃr Ibnu Jauzi.2013. Diterjemahkan oleh Mukrima
Azzahra dengan judul: Ensiklopedia Dosa Dosa Besar. Cet1. Jakarta:
Zaman. 2016.
Farida, P dan Jurdi, F. Korupsi Kekuasaan: Dilema Penegakan Hukum di atas
Hegemoni Oligarki. Edisi 1. Jakarta: Rajawali Press. 2016.
Hair, Joseph, et all. Multivariate Analysis. Ed 7. Edinburgh: Pearson Education
Limited.2010.
Haryatmoko. Etika Politik dan Kekuasaan. Cet 3. Jakarta: Kompas. 2014.
Hudijana, Joevarian, dkk. Teori Psikologi Sosial Kontemporer. Cet.1. Jakarta:
Rajawali Pers.2017.
Irfan, Nurul. Korupsi dalam Hukum Pidana Islam. Ed 2. Jakarta: Amzah. 2014
Ismail, M. Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Cet 2. Jakarta: Bulan
Bintang. 2007.
_______________. Cara Praktis Mencari Hadis. Jakarta: Bulan Bintang. 1991.
Itr, Nuruddin. Manhaj an Naqd Fî ‘Ulûm al Hadits. Diterjemahkan oleh Mujiyo
dengan judul: Ulumul Hadis. Cet 2. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2012.
Jogiyanto, HM. Konsep dan Aplikasi Structural Equation Modelling Berbasis
Varian dalam Penelitian Bisnis. Yogyakarta: STIM YKPN. 2011
Jogiyanto, PhD dan Abdilah, Willy, DR. Partial Least Square (PLS) dalam
Penelitian Bisnis. Yogyakarta: CV Andi Offset. 2015.
Kementerian agama. Al-Qur’anul Karim. Cet.1. Bandung: Syamil Quran. 2007
Khon, Abd. Madjid. Takhrij dan Metode Memahami Hadis. Cet 1. Jakarta: Amzah.
2014.
_________________. Ulumul Hadis. Cet 1. Jakarta: Amzah. 2012.
Kotera Go, Okada, dan Samreth. Study on Relationship between corruption and
Government Size: The Role of Democrazy. Jurnal MPRA No 20515. 2010.
Lamsdorf. Causes and Consequences of Corruption: what We Do know from across
section of Countries. Dalam: International Handbook on economics of
corruption. Editor Susan-Eckerman. Cheltenham UK: Edward Elgard
Publishing. 2006.
Listianingsih, DM dan Rosikah, CD. Pendidikan Anti Korupsi. Jakarta: Sinar
Grafika. 2016.
Mila, Mirra Noor dan Yustisia, Whinda. Teori Identitas Sosial, dalam: Teori
Psikologi Sosial Kontemporer. Editor: Ardiningtyas pitaloka. Cet.1.
Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2017.
Al-Mizzi, Abu al-Hajjaj Jamaluddin Yusuf bin Abdurrahman. Tahdzibul Kamal Fi
Asmai Rijal. Beirut: Muasssasah ar Risalah. 1403H/1983M.
152
Nachrowi, D dan Usman, H. Ekonometri. Jakarta: LP FEUI. 2006.
Al-Naisaburi, Abû Al-Husain Muslim bi al-Hajjaj al-Qusyairi. Sahih Muslim.
Riyad: Bait al-Afkar al-Dauliyah. 1420H/1999M.
Al-Nasa’i, Abu A’bdurrahman Ahmad bin Syua’ib bin ‘Ali Al-Kharasani. Sunan
Nasa’i. Beirut: Dȃr Al-Kutub Al-Ilmiyah. 1434H/2013M.
Al-Nawawi, Abu Zakaria Yahya bin Syarf bin Muri. Sahih Muslim bi Syarhin
Nawawi. Diterjemahkan oleh Wawan Djunaedi Soffandi dengan judul:
Syarah Imam Muslim. Cet1. Jilid 1 dan 5. Jakarta: Penerbit Mustaqiim.
1423H/2002M.
Paldam, Martin. “Corruption and Religion”. Department of Economics. University
of Aarhus, Denmark.2001.
Pitaloka, Ardiningtiyas. Social Dominance Theory, dalam: Teori Psikologi Sosial
Kontemporer. Editor: Ardiningtyas pitaloka. Cet1. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. 2017.
Qardawi, Yusuf. Kaifa Nata’amal Ma’a As-Sunnah an Nabawiyah. Diterjemahkan
oleh Muhammad al Baqir berjudul: Bagaimana Memahami Sunah Nabi.
Bandung: Karisma. 1993.
Qudsy, SZ dan Imron, Ali. Model-Model Penelitian Hadis Kontemporer. Cet.1.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013.
Al-Rasyid, Harun. Fikih Korupsi: Analisis Politik Uang di Indonesia dalam
perspektif Maqoshid Syari’ah. Cet 1. Jakarta: Kencana. 2016.
Republik Indonesia. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Rose, Sussan dan Ackerman. Corruption and Government: Causes, Consequences,
and Reform. Cet 1. London: Cambridge University Press. 1999.
Sarwono, W Sarlito. Psikologi Lintas Budaya. Cet 3. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. 2016
Shadabi, Laila. The Impact of Religion on Corruption. The journal of business
Inquiry. 2013. h. 102-117.
Al-Sijistani, Abû Dȃwud Sulaiman bin Al Asy’ats Al azdi. Sunan Abû Dȃwud.
Beirut: Dȃrul Risalah Al Alamiyah. 1430H/2009M
Tajfel, Henry dan Turner, John C. The Social Identity Theory of Intergroup
Behavior, dalam J. T. Jost & J. Sidanius (Eds.), Key readings in social
psychology. Political psychology: Key readings (pp. 276-293). New York:
Psychology Perss. 2004
Tim Penyusun KPK. Buku Saku Memahami Gratifikasi. Cet 1. Jakarta: Penerbit
KPK. 2010.
Tjiptoherijanto, Prijono dan Manurung, Mandala. Paradigma Administrasi Publik
dan Perkembangannya. Cet.1. Jakarta: Penerbit UI. 2010.
Toegarisman M, Adi. Pemberantasan Korupsi dalam Paradigma Efisiensi. Cet 1.
Jakarta: Kompas. 2016.
153
Umar, Haryono. Corruption The Devil. Universitas Trisakti. Cet 1. Jakarta. 2016
Wahyuni, ZI, dkk. “The Relationship between Religious Orientation, Moral
Integrity, Personality, Organizational Climate, and Anti Corruptions in
Indonesia.” International Journal of social Science and Humanity. Vol V.
No 10 Oktober 2015.
Waluyo, Bambang. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Cet 1. Jakarta: Sinar
Grafika. 2016
Wensinck, Arentjan. al-Mu’jam al-Mufahras lil Alfadz al-Hadits al-Nabawî.
diterjemahkan oleh Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqiy dengan judul, al-
Mu’jam al-Mufahras lil Alfadz al-Hadits al-Nabawiy. Leiden: E.J. Brill.
1943.
Yustisia, Whinda. Focus Norm Theory, dalam: Teori Psikologi Sosial
Kontemporer. Editor: Ardiningtyas pitaloka. Cet1. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. 2017.
154
LAMPIRAN-1
Hadis-Hadis Setema dengan
Hadis Imam al-Bukhâri (HN2)
1. Sahih al-Bukhâri 6145
أبحي دالساعدي ب رنعر وةعن قالأخ ري الز ه عن ب رنشعي ب أنهحدث ناأبوال يمانأخ
ت ع ملعامالفجاءهال عاملحيف ر ب رهأنرسولاللصلىاللعلي هوسلماس عملهف قاليرسولاللهذاغمأخ ن
دىلكأم لث كف نظر تأي ه تفب ي أبيكوأم ديلف قاللهأفالق عد قامرسولاللصلىلكم وهذاأه
لهثقالأماب ع دفماباللعلي هوسلمعشيةب ع دالص ت ع ملهالةف تشهدوأث نعلىاللباهوأه لال عاملنس
هف نظرهل ي ديلأفالق عدفب ي أبيهوأم عملكم وهذاأه سه ف يأ تيناف ي قولهذامن دىلهأم لف والذين
ئاإلجاءبهي و مال قيامةي ملهعلىعنقهإن هاشي من انبعياجاءبهلهراء وإن كممدبيدهلي غل أحدكم
وإ ب قرةجاءبالاخوار ب لغ ف قالأبوحي دثرفعرسولكان عرف قد شاةجاءبات ي كان اللصلىاللن
عذلكمعي س رةإب طي هقالأبوحي دوقد صلىاللي دب زعلي هوسلميدهحتإنلن ن ظرإلع النب نثب من
علي هوسلمفسلوه
Sahih al-Bukhâri 6145: Telah menceritakan kepada kami Abû al-Yaman telah
memberitakan kepada kami Syu'aib dari Az-Zuhrî mengatakan; telah menceritakan
kepadaku ‘Urwah dari Abû Humaid As-Sa'idi bahwasanya ia mengabarkan
kepadanya, bahwa Rasulullah Sallallahu'alaihi wa sallam mempekerjakan
karyawan zakat ('amil). Setelah selesai dari kerjanya, 'amil tadi mendatangi Nabi
dan berujar; 'Wahai Rasulullah, ini untuk kalian dan ini dihadiahkan untukku'.
Lantas Nabi bersabda: "tidakkah kamu duduk-duduk saja di rumah ayahmu atau
ibumu kemudian kamu cermati, apakah kamu memperoleh hadiah ataukah tidak?"
Kemudian Rasulullah Sallallahu'alaihi wa sallam berdiri diwaktu sore setelah
berdoa, bersyahadat, dan memuji Allah dengan puji-pujian yang semestinya bagi-
Nya, kemudian beliau memulai: "Amma ba'du. Ada apa gerangan dengan 'amil
zakat yang kami pekerjakan, dia mendatangi kami dan berujar; 'Ini dari pekerjaan
kalian dan ini hadiah untukku, tidakkah ia duduk-duduk saja di rumah ayahnya atau
ibunya lantas ia cermati, apakah ia memperoleh hadiah ataukah tidak? Demi Dzat
yang jiwa Muhammad di Tangan-Nya, tidaklah seseorang diantara kalian
mengambil harta tanpa haknya, selain pada hari kiamat nanti harta itu ia pikul diatas
tengkuknya, dan jika unta, ia akan memikulnya dan mengeluarkan suara unta, dan
155
jika sapi, maka sapi itu dipikulnya dan melenguh, dan jika harta yang ia ambil
berupa kambing, maka kambing itu akan mengembik. Sungguh telah
kusampaikan." Kata Abû Humaid, kemudian Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam
mengangkat tangannya hingga kami melihat warna putih ketiaknya. Abu Humaid
berkata, dan telah mendengar hal itu bersamaku adalah Zaid bin Tsabit, dari Nabi
sallallahu 'alaihi wasallam, maka tanyailah dia.'
2. Sunan Ad-Darimi 1609
ب ن٩٠٠١سننالدارمي حدثنعر وة ري الز ه عن ب رنشعي ب كمب ننفعأخ ب رنأبوال يمانال :أخ
ب رهأ أنهأخ ثالساعدي ن صاري أبحي دال ت ع ملعامالنالنبصلىاللالز ب ي عن علي هوسلماس
عملهف قاليرسولاللهذاالذيلكم وهذاأ ال عاملحيف رغمن ديله علىالصدقةفجاءه
تفب ي أبيكوأمكف نظر تأي ه ف قالالنب صلىاللعلي هوسل دىلكأم لثقاممف هالق عد
قالالنب صلىاللعلي هوسلمعشيةب ع دالصالةعلىال من بف تشهدوأث نعلىالل لهث باهوأه
ديلف هال عملكم وهذاأه ت ع ملهف يأ تيناف ي قولهذامن عدفب ي ق أماب ع دمابلال عاملنس
سممدبيدهلي غل أحدك دىلهأم لوالذين هف ي ن ظرهل ي ه ئاإلجاءي و مم أبيهوأم من هاشي
ب قرةجاءبالا كان كانبعياجاءبهلهراء وإن خال قيامةي ملهعلىعنقهإن كان وإن وار
ب لغ قالأبوحي دث عرف قد ي هوسلميدي هحتإنرفعرسولاللصلىاللعلشاةجاءبات ي
صلىاللعلي ه النب عذلكمعيمن س رةإب طي هقالأبوحي دوقد سلمزي دب نثب ولن ن ظرإلع
فسلوه
Sunan ad-Darimi 1609: Telah mengabarkan kepada kami Abû Al Yaman Al
Hakam bin Nafi' telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri telah
menceritakan kepadaku 'Urwah bin Az Zubair dari Abû Humaid Al Ansari As
Sa'idi, bahwa ia mengabarkan kepadanya, bahwa Nabi sallallahu 'alaihi wasallam
menggunakan pekerja untuk mengurusi zakat. Kemudian pekerja tersebut datang
kepadanya saat pekerjaannya telah selesai. Ia berkata, "Wahai Rasulullah, ini yang
menjadi bagian anda dan yang ini dihadiahkan kepadaku." Lalu Nabi sallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Perhatikanlah, jika kamu duduk di rumah bapak dan
156
ibumu, apakah engkau akan mendapatkan hadiah atau tidak?" Kemudian setelah
shalat, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berdiri di atas mimbar seraya
mengucapkan syahadat dan memuji Allah dengan pujian yang menjadi milik-Nya.
Kemudian beliau bersabda: "Bagaimana dengan seorang pekerja yang kami
pekerjakan, kemudian datang kepada kami dan berkata, 'Ini hasil dari kerja anda
dan ini dihadiahkan kepadaku.' Lihatlah, jika engkau duduk di rumah bapak dan
ibumu, apakah engkau akan diberi hadiah atau tidak? Demi Dzat yang jiwa
Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah seseorang di antara kalian mengambil
sesuatupun darinya yang bukan haknya kecuali pada hari Kiamat ia datang dengan
membawanya pada lehernya, apabila sesuatu tersebut adalah unta maka ia datang
membawanya dengan bersuara unta, apabila sesuatu tersebut adalah sapi maka ia
datang membawanya dengan bersuara sapi, dan apabila sesuatu tersebut adalah
kambing maka ia datang membawanya dengan suara kambing, sungguh aku telah
menyampaikannya." Abû Humaid berkata, "Kemudian Rasulullah sallallahu 'alaihi
wasallam mengangkat kedua tangannya hingga kami melihat putihnya kedua ketiak
beliau." Abû Humaid berkata, "Sungguh, Zaid bin Tsabit bersamaku telah
mendengar hal itu tersebut dari Nabi sallallahu 'alaihi wasallam, maka tanyakanlah
kepada dia." (Ad Darimi 1609)
3. Sunan ad-Darimi 2382
ب نالز ب ي ع٢٥٣٢سننالدارمي ب رنعر وة أخ ري الز ه عن كمب ننفعحدث ناشعي ب ب رنال :أخ ن
ت ع ملعامالع ب رهأنالنبصلىاللعلي هوسلماس أنهأخ ىالصدقةفجاءهلأبحي دالساعدي
ديلف قالالنب عملهف قاليرسولاللهذاالذيلكم وهذاأه صلىاللال عاملحيف رغمن
دى كف نظر تأي ه تفب ي أبيكوأم امالنب صلىاللعلي هلكأم لثقعلي هوسلمف هالق عد
لهث مداللوأث نعلي هباهوأه قالأماب ع دفماوسلمعشيةب ع دالصالةعلىال من بف تشهدف
ت ع ملهف يأ ت ديلف هالق عدفب ي بلال عاملنس عملكم وهذاأه هيناف ي قولهذامن أبيهوأم
ئاإلجا من هاشي سممدبيدهلي غل أحد من كم دىلهأم لوالذين بهي و مال قيامةءف ي ن ظرأي ه
وإن ب قرةجاءبالاخوار كان كانبعياجاءبهلهراء وإن شاةي ملهعلىعنقهإن كان
رفعالنب صلىاللعلي هوسل ب لغ قالأبوحي دث يدي هحتإنلن ن ظرإلمجاءبات ي عرف قد
157
رسولاللصلىاللعلي هوسلمز عذلكمعيمن س رةإبطي هقالأبوحي دوقد دب نثب ي ع
فسلوه
Sunan Darimi 2382: Telah mengabarkan kepada kami Al Hakam bin Nafi' telah
menceritakan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhrî telah mengabarkan kepadaku
'Urwah bin Az Zubair dari Abû Humaid As Sa'idi bahwa ia telah mengabarkan
kepadanya, bahwa Nabi sallallahu 'alaihi wasallam pernah mengangkat seorang
sebagai amil zakat untuk mengambil harta sedekah, ketika amil zakat tersebut
selesai mengambil harta sedekah, ia datang kepada beliau seraya berkata; "Wahai
Rasulullah, ini bagian anda dan ini dihadiahkan kepadaku." Lalu Nabi sallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Tidakkah kamu duduk-duduk saja di rumah ayah dan
ibumu, kemudian kamu lihat, apakah kamu akan diberi hadiah ataukah tidak?"
Ketika sore hari, yaitu setelah salat (Ashar) Nabi sallallahu 'alaihi wasallam berdiri
di atas mimbar, setelah mengucapkan syahadat dan memuji Allah dengan pujian
milikNya, beliau bersabda: "Bagaimana dengan seorang amil zakat yang kami
pekerjakan, kemudian datang kepada kami sambil berkata; "ini adalah bagian anda
dan ini dihadiahkan kepadaku." Tidakkah ia duduk-duduk di rumah ayah dan
ibunya saja, kemudian melihat apakah ia akan diberi hadiah ataukah tidak? Demi
Dzat yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, tidaklah seseorang diantara kalian
mengambil sesuatupun yang bukan haknya, kecuali pada hari Kiamat ia akan
datang dengan memikulnya dilehernya, apabila sesuatu itu adalah unta, maka ia
datang memikulnya sambil melenguh, apabila sesuatu itu adalah sapi maka ia
memikulnya sambil mengemoh, dan apabila sesuatu itu adalah kambing, maka ia
datang memikulnya sambil mengembek, sungguh aku telah menyampaikannya."
Abû Humaid berkata; "Setelah itu Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam
mengangkat kedua tangannya hingga kami melihat putih ketiaknya. Abû Humaid
berkata; "Dan sungguh Zaid bin Tsabit telah mendengar hal itu bersamaku dari Nabi
sallallahu 'alaihi wasallam, (jika tidak percaya) tanyalah kepadanya. (Sunan al-
Darimi 2382)
4. Sahih al-Bukhâri 6464
أبحي دالساعدي أبيهعن هشامعن اعيلحدث ناأبوأسامةعن القحدث ناعب ي دب نإس عىاب نال لتب ت ع ملرسولاللصلىاللعلي هوسلمرجالعلىصدقاتبنسلي ميد ةف لماجاءحاسبهقالهذاياس
كحتت تيكهدي تكأمالكم وهذاهدية ف قالرسولاللصلىاللعلي هوسلمف هالجلس فب ي أبيكو م
مدالل كن صادقاثخطب ناف ت ع ملالرجلمن كم علىإن أس ال عملماولنوأث نعلي هثقالأماب ع دفإن
هحت لأفالجلسفب ي أبيهوأم دي يههدي تهوالللي خذت تاللف يأ تف ي قولهذامالكم وهذاهدية أه
158
ئابغي حقهإللقياللي ملهي و مال قيامةفلع رفنأحدامن كم ب قرةأحد من كم شي لقياللي ملبعيالهراء أو
شاةت ي أو رعي نوس عألاخوار ذنعرثرفعيدهحترئيب ياضإب طهي قولاللهمهل ب لغ بص
Sahih al-Bukhâri 6464: Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaid bin Ismȃ'il, telah
menceritakan kepada kami Abû ‘Usamah dari Hisyam dari ayahnya, dari Abû
Humaid al-Sa'idi mengatakan, Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam pernah
mempekerjakan seorang laki-laki untuk mengelola zakat bani Sulaim yang sering
dipanggil dengan nama Ibnu Al Lutbiyah, tatkala dia datang, dia menghitungnya
dan berkata; 'Ini adalah hartamu dan ini hadiah.' Spontan Rasulullah Sallallahu
'alaihi wasallam berujar: "kenapa kamu tidak duduk-duduk saja di rumah ayahmu
atau ibumu sampai hadiahmu datang kepadamu jika kamu jujur." Kemudian beliau
berpidato di hadapan kami, memuja dan memuji Allah terus bersabda: "Amma ba'd.
Sesungguhnya saya mempekerjakan salah seorang diantara kalian untuk
mengumpulkan zakat yang telah Allah kuasakan kepadaku, lantas ia datang dan
mengatakan; 'ini hartamu dan ini hadiah yang diberikan kepadaku, ' kenapa dia tidak
duduk-duduk saja di rumah ayahnya atau ibunya sampai hadiahnya datang
kepadanya? Demi Allah, tidaklah salah seorang diantara kalian mengambil sesuatu
yang bukan haknya, selain ia menjumpai Allah pada hari kiamat dengan memikul
hak itu, aku tahu salah seorang diantara kalian menjumpai Allah dengan memikul
unta yang mendengus, atau sapi yang melenguh, atau kambing yang mengembik."
Kemudian beliau mengangkat tangannya hingga terlihat putih ketiaknya seraya
mengatakan: "Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan apa yang kulihat
dengan mataku dan kudengar dengan dua telingaku?"
5. Sahih al-Bukhâri 6658
أبحي دالساعدي٠٠٣٣صيحالبخاري أبيهعن ب رنعب دةحدث ناهشامب نعر وةعن :حدث ناممد أخ
تبيةعلىصدقاتبنسلي م ت ع ملاب نال لماجاءإلرسولاللصلىاللعلي هف أنالنبصلىاللعلي هوسلماس
لف قالرسولاللصلىاللعل دي ي هوسلمف هالجلس فوسلموحاسبهقالهذاالذيلكم وهذههدية أه
ك كن صادقاثقامرسولاللصلىاللعلي هوسلب ي أبيكوب ي أم مفخطبالناسحتت تيكهدي تكإن
ت ع ملرجالمن كم علىأمورماو أس داللوأث نعلي هثقالأماب ع دفإن ف ي قولهذالنوح اللف يأ تأحدكم
هحتت تيههدي تهإ لف هالجلسفب ي أبيهوب ي أم دي كانصادقاف والللي خذن لكم وهذههدية أه
ئاقاله هاشي من بعيلهراء شام بغي حقهإلجاءاللي ملهي و مال قيامةألفلع رفنماجاءاللرجل بأحدكم
شاةت ي عرثرفعيدي هحترأي ب ياضإب طي هأل أو بب قرةلاخوار غ هل ب لأو
159
Sahih al-Bukhâri 6658: Telah menceritakan kepada kami Muhammad Telah
mengabarkan kepada kami 'Abdah telah menceritakan kepada kami Hisyam bin
‘Urwah dari ayahnya dari Abû Humaid as Sa'idi, bahwa Nabi sallallahu 'alaihi
wasallam pernah mempekerjakan Ibnu lutbiyah untuk menghimpun sedekah bani
Sulaim. Tatkala ia mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan
Rasulullah mengevaluasinya, ia mengatakan; 'Ini bagian untukmu dan ini hadiah
untukku.' Spontan Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "tidakkah jika
engkau duduk saja di rumah ayahmu dan rumah ibumu, maka apakah akan datang
hadiahmu kepadamu jika memang engkau jujur." kemudian Rasulullah
Shallallahu'alaihiwasallam berdiri dan berpidato kepada manusia, beliau memuja
dan memuji Allah, kemudian mengatakan: 'Amma ba'du. Sesungguhnya saya
mempekerjakan beberapa orang diantara kalian untuk urusan yang Allah
menguasakannya kepada saya, lantas salah seorang diantara kalian mengatakan ini
bagian untukmu dan ini hadiah untukku. tidakkah jika dia duduk saja di rumah
ayahnya dan rumah ibunya, maka apakah akan datang hadiahnya kepadanya jika
memang dia juju… Demi Allah, tidaklah salah seorang diantara kalian mengambil
sesuatu yang bukan haknya, melainkan ia menghadap Allah dengan memikul
barang yang diambilnya, ketahuilah, aku tahu ada seseorang yang menghadap Allah
dengan memikul untanya yang mendengus, ada yang memikul sapinya yang
melenguh, ada yang memikul kambingnya yang mengembik." kemudian beliau
mengangkat kedua tangannya sehingga terlihat putih kedua ketiaknya.
6. Sahih Muslim 3414
أبح٥٣٩٣صيحمسلم أبيهعن كري بممدب نال عالءحدث ناأبوأسامةحدث ناهشام عن ي د:حدث ناأبو
ز دعل ال ت ع ملرسولاللصلىاللعلي هوسلمرجالمن قالاس ت بيةىصدقاتبنالساعدي عىاب نال سلي ميد
الجلس فب ي أبيكهف لماجاءحاسبهقالهذامالكم وهذاهدية ف قالرسولاللصلىاللعلي هوسلمف
كحتت تيكهدي تك وأم مداللوأث نعلي هثقالأماب ع دفإن كن صادقاثخطب ناف ت ع ملالرجلإن أس
لأفال دي هحتمن كم علىال عملماولناللف يأ تف ي قولهذامالكم وهذاهدية أه جلسفب ي أبيهوأم
ئابغي حقهإللق هاشي من كانصادقاوالللي خذأحد من كم ياللت عالي ملهي و مال قيامةت تيههدي تهإن
عرثرفعيدي هحتفلع رفنأحدامن كم شاةت ي أو ب قرةلاخوار رئيب ياضإب طي هلقياللي ملبعيالهراء أو
ي ن ثقالاللهمهل ب لغ بصر
160
كري بحدث ن عأذنوحدث ناأبو رب نأبشوس بةحدث ناعب داعب دةواب نني وأبومعاويةحوحدث ناأبوبك ي
ناد س هشامبذااإل كل هم عن يان ب دةواب نوفحديثعالرحيمب نسلي مانحوحدث نااب نأبعمرحدث ناس
كماقالأبوأسامةوفحديثاب نني ت ع لمنواللوالذين ني ف لماجاءحاسبه سيبيدهلي خذأحدكم
ع يانقالبصرعي نوس ئاوزادفحديثس هاشي كانمن حاضرامعيوحدث ناهأذنيوسلوازي دب نثب فإنه
وانوهوأبوالزند عب داللب نذك عن بان الشي عن ب رنجرير قب نإب راهيمأخ أبإس عر وةب نالز ب ي عن عن
ت ع ملرجالعلىالصدقةفجاءبسح أنرسولاللصلىاللعلي هوسلماس كثيفجعلي قولهذاوي دالساعدي اد
ديإلفذكرن وهقالعر وةف قل لبحي دال رسولالللكم وهذاأه ع تهمن أس صلىاللعلي هوسلمساعدي
فيهإلأذن ف قالمن
Sahih Muslim 3414: Telah menceritakan kepada kami Abû Kuraib, Muhammad
bin al-'Ala' telah menceritakan kepada kami Abû ‘Usamah telah menceritakan
kepada kami Hisyam dari ayahnya dari Abû Humaid As Sa'idi dia berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mengangkat seorang laki-laki dari
Azdi yang bernama Ibnu Al Lutbiyah untuk memungut zakat Bani Sulaim, ketika
sekretarisnya datang dia berkata, "Ini adalah harta kalian sedangkan ini adalah
hadiah untukku." Maka Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidakkah
kamu duduk-duduk saja di rumah ibu atau bapakmu sehingga datang orang yang
memberi hadiah kepadamu, jika kamu benar demikian." Setelah itu beliau
berkhutbah, setelah beliau memuji dan menyanjung Allah, beliau sampaikan:
"Amma ba'du. Sesungguhnya saya telah meemngangkat seseorang dari kalian
sebagai pegawai untuk suatu pekerjaan yang Allah bebankan kepadaku, kemudian
dia datang seraya berkata, 'Ini adalah hartamu, sedangkan yang ini adalah hadiah
yang diberikan kepadaku, tidakkah dia duduk-duduk saja di rumah ayah atau ibunya
menunggu sampai ada orang yang memberi hadiah kepadanya, jika dia orang yang
benar. Demi Allah, tidaklah salah seorang dari kalian mengambil sesuatu darinta
tanpa hak, kecuali ia akan bertemu Allah Ta'ala pada hari Kiamat dengan membawa
(harta tersebut). Dan sungguh saya akan mengenal salah seorang dari kalian saat ia
datang menemui Allah dengan membawa unta atau sapi yang melenguh-lenguh,
atau kambing yang mengembek-embek." Setelah itu beliau mengangkat kedua
tangannya hingga terlihat putih kedua ketiaknya, kemudian beliau mengucapkan:
"Ya Allah, telah saya sampaikan. Mataku telah melihatnya dan kedua telingaku
telah mendengarnya." Dan telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib telah
menceritakan kepada kami 'Abdah dan Ibnu Numair serta Abû Mu'awiyah. (dalam
jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Abû Bakar bin Abû Syaibah
telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahim bin Sulaiman. (dalam jalur lain
161
disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abû 'Umar telah menceritakan
kepada kami Sufyan mereka semua dari Hisyam dengan isnad ini, dan dalam hadits
'Abdah dan Ibnu Numair disebutkan, 'Kemudian pencatatnya (sekretarisnya)
datang, ' seperti yang disebutkan oleh Abû ‘Usamah. Dan dalam hadits Ibnu Numair
disebutkan, 'Sungguh kalian telah mengetahuinya, demi Allah yang jiwaku berada
di tangan-Nya, tidaklah salah seorang dari kalian mengambil sesuatupun darinya
…', dan dalam hadis Sufyan ditambahkan, 'Beliau bersabda: "Mataku telah
melihatnya dan kedua telingaku juga telah mendengarnya." Kemudian mereka
bertanya kepada Zaid bin Tsabit yang saat itu dia menyaksikan peristiwa tersebut
bersamaku." Dan telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim telah
mengabarkan kepada kami Jarir dari Asy Syaibani dari ‘Abdullah bin Dzakwan -
yaitu Abû Az Zinnad- dari 'Urwah bin Zubair dari Abû Humaid As Sa'idi bahwa
Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam pernah mengangkat seorang laki-laki untuk
memungut zakat, tidak lama kemudian dia datang dengan membawa hasil yang
banyak, lalu dia berkata, 'Ini adalah harta anda sedangkan yang ini adalah hadiah
untukku…kemudian dia menyebutkan hadits seperti itu." 'Urwah berkata, "Lalu
saya bertanya kepada Abû Humaid As Sa'idi, "Apakah kamu mendengarnya dari
Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam?" dia menjawab, "Dari mulut beliau ke kedua
telingaku."
7. Sahih al-Bukhâri 6639
يان ب نعب داللحدث ناس ب رنأبوحي دالساعدي حدث ناعلي ععر وةأخ أنهس ري الز ه عن
تبيةع دي قاللهاب نال بنأس ت ع ملالنب صلىاللعلي هوسلمرجالمن م ىصدقةف لماقدمقالهذالكلقالاس
يانأي ضافصعد ديلف قامالنب صلىاللعلي هوسلمعلىال من بقالس مداللوأث نعلي هاوهذاأه ب رف ل من
عثهف يأ تي قولهذالكوهذا هف ثقالمابلال عاملن ب دىلهأم للف هالجلسفب ي أبيهوأم ي ن ظرأي ه
كان ءإلجاءبهي و مال قيامةي ملهعلىرق بتهإن سيبيدهلي تبشي ب قرةلاخوبوالذين عيالهراء أو ار
عرثرفع شاةت ي أو
رت إب طي هألهل ب لغ ثالث يدي هحترأي ناع
ري ي قل الز ه عهمعيول عأذنيوأب صرت هعي نوسلوازي دب نثب فإنهس عأذنقالس س
{ ت أرون }:كصو تال ب قرة ؤارمن وا صو ت { خوار }:
Sahih al-Bukhâri 6639: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah telah
menceritakan kepada kami Sufyan dari Al-Zuhrî, ia mendengar 'Urwah telah
162
mengabarkan kepada kami, Abû Humaid al-Sa'idi mengatakan, pernah Nabi
sallallahu 'alaihi wasallam mempekerjakan seseorang dari bani Asad yang namanya
Ibnul Utbiyah untuk menggalang dana sedekah. Orang itu datang sambil
mengatakan; "Ini bagimu, dan ini hadiah bagiku." Secara spontan Nabi shallallahu
'alaihi wasallam berdiri diatas minbar -sedang Sufyan mengatakan dengan redaksi;
'naik minbar-, beliau memuja dan memuji Allah kemudian bersabda; "ada apa
dengan seorang amil zakat yang kami utus, lalu ia datang dengan mengatakan; ini
untukmu dan ini hadiah untukku! Cabalah ia duduk saja di rumah ayahnya atau
rumah ibunya, dan cermatilah, apakah ia menerima hadiah ataukah tidak? Demi
Dzat yang jiwaku berada di tangan-NYA, tidaklah seorang amil zakat membawa
sesuatu dari harta zakat, selain ia memikulnya pada hari kiamat diatas tengkuknya,
jikalau unta, maka unta itu mendengus, dan jika sapi, ia melenguh, dan jika
kambing, ia mengembik, " kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga
kami melihat putih kedua ketiaknya seraya mengatakan: " ketahuilah, bukankah
telah kusampaikan?" (beliau mengulang-ulanginya tiga kali). Sedang Sufyan
mengatakan; Al-Zuhrî telah mengisahkannya kepada kami, dan Hisyam
menambahkan dari ayahnya dari Abû Humaid mengatakan; 'kedua telingaku
mendengar dan mataku melihatnya, ' dan mereka menanyakan kepada Zaid bin
Tsabit bahwasanya ia mendengarnya bersamaku, sedang Az Zuhrî tidak
mengatakan; 'telingaku mendengar lenguh'.
8. Musnad Ahmad 22492
ععر وةي قولأنأبوحي دالساعدي قال٢٢٣١٢مسندأحد س ري يانعنالز ه :حدث ناس
ز دي قاللهاب نالل ت بيةعلىصدق ال ت ع ملالنب صلىاللعلي هوسلمرجالمن ف قالهذالكم وهذاةفجاءاس
عث ديلف قامرسولاللصلىاللعلي هوسلمعلىال من بف قالمابلال عاملن ب هف يجيءف ي قولهذالكم أه
ه ديلأفالجلسفب ي أبيهوأم سممدبيدهوهذاأه دىإلي هأم لوالذين ف ي ن ظرأي ه لي تأحد من كم
ب قرةلا كانبعيالهراء أو ءإلجاءبهي و مال قيامةعلىرق بتهإن هابشي عرخمن شاةت ي أو ثرفعيدي هحتوار
رةيدي هثقال رأي ناع
عأذنوأب صرعي نوسلوازي دب نثب اللهمهل ب لغ ثالث وزادهشامب نعر وةقالأبوحي دس
Musnad Ahmad 22492: Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Az Zuhrî
dia mendengar Urwah berkata; bahwasanya Abû Humaid As Sa'idi berkata; Nabi
Sallallahu 'Alaihi wa Salam menugaskan seseorang dari Al Azdi bernama Ibnu Al
Lutbiyyah untuk mengurus zakat, ia datang lalu berkata: Ini untuk Tuan dan ini
hadiah yang diberikan padaku. Lalu Rasulullah Sallallahu 'Alaihi wa Salam berdiri
163
diatas mimbar dan bersabda: "Ada apa dengan seorang petugas yang kami utus lalu
datang dan berkata; Ini untuk Tuan dan ini hadiah yang diberikan padaku. Kenapa
ia tidak duduk saja dirumah ayahnya dan ibunya lalu menunggu apakah ada yang
memberinya hadiah atau tidak. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada
ditanganNya, tidaklah seorang dari kalian membawanya sedikit pun melaikan akan
membawanya pada hari kiamat dilehernya meski berupa unta yang berbusa, sapi
lemah atau kambing bercacat." Kemudian beliau mengangkat kedua tangan hingga
kami melihat kelabunya tangan beliau lalu beliau bersabda: "Ya Allah! Apakah
telah aku sampaikan?" beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Hisyam bin
'Urwah menambahkan: Berkata Abû Humaid: Telingaku mendengar dan mataku
melihat, tanyakan kepada Zaid bin Tsabit.
9. Sahih Muslim 3413
ر والناقدواب نأبعمروالل٥٣٩٥صيحمسلم بةوعم رب نأبشي ظلب:حدث ناأبوبك رقالواحدث نا بك
قال أبحي دالساعدي عر وةعن عن ري الز ه نةعن يانب نعي ي س
دي قاللهاب نالل ت بية س ال ت ع ملرسولاللصلىاللعلي هوسلمرجالمن ر وواب نأبعمرعلىالصدقةقااس لعم
ديلقالف قامرسولاللصلىاللعلي هوسلمع مداللوأث نف لماقدمقالهذالكم وهذالأه لىال من بف
هعلي هوقالمابلعامل فب ي أم ديلأفالق عدفب ي أبيهأو حتي ن ظرأب عثهف ي قولهذالكم وهذاأه
ئاإلجاءبه هاشي من سممدبيدهلي نالأحد من كم دىإلي هأم لوالذين مال قيامةي ملهعلىعنقهي و أي ه
رت إب ط شاة ت ي عرثرفعيدي هحترأي ناع أو ب قرة لاخوار ي بعي لهراء أو هثقالاللهمهل ب لغ مرت ي
قب نإب ر عر وةعن حدث ناإس عن ري الز ه عن ب رنعب دالرزاقحدث نامع مر أبحي داهيموعب دب نحي دقالأخ
ال ت ع ملالنب صلىاللعلي هوسلماب نالل ت بيةرجالمن قالاس ىالصدقةفجاءبل مالفدف عهإلز دعلالساعدي
لف قاللهالنب دي صلىاللعلي هوسلمف قالهذامالكم وهذههدية أه تالنب صلىاللعلي هوسلمأفالق عد
دىإلي كأم لثقامالنب صلىاللعلي هوسلمخطيباثذكفب ي أبيك كف ت ن ظرأي ه يانروأم ن وحديثس
Sahih Muslim 3413: Telah menceritakan kepada kami Abû Bakar bin Abi Syaibah
dan 'Amru An Naqid serta Ibnu Abî ‘Umar sedangkan lafadznya dari Abû Bakar,
mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Sufyan bin ‘Uyainah dari Az
Zuhrî dari 'Urwah dari Abû Humaid Al-Sa'idi dia berkata, "Rasulullah sallallahu
'alaihi wasallam memperkerjakan seorang laki-laki dari suku Al Asad bernama Ibnu
Luthbiyah -Amru dan Ibnu Abû 'Umar berkata- untuk mengumpulkan harta
164
sedekah (zakat). Ketika menyetorkan zakat yang dipungutnya, dia berkata, "Zakat
ini kuserahkan kepada anda, dan ini pemberian orang kepadaku." Abû Humaid
berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu berpidato di atas mimbar,
setelah beliau memuji dan menyanjung Allah, beliau sampaikan: "Ada seorang
petugas yang aku tugaskan memungut zakat, dia berkata, 'Zakat ini yang kuberikan
(setorkan) kepada anda, dan ini pemberian orang kepadaku.' Mengapa dia tidak
duduk saja di rumah ibu bapaknya menunggu orang mengantarkan hadiah
kepadanya? Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, tidak ada
seorangpun di antara kalian yang mengambil sesuatu (yang bukan haknya),
melainkan pada hari kiamat kelak dia akan memikul unta yang digelapkannya itu
melenguh-lenguh di lehernya, atau sapi (lembu) yang melenguh, atau kambing yang
mengembek-embek." Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga
kami melihat putih kedua ketiaknya, kemudian beliau bersabda: 'Ya Allah, telah
aku sampaikan.' Beliau mengatakannya dua kali." Telah menceritakan kepada kami
Ishaq bin Ibrahim dan ‘Abd bin Humaid keduanya berkata; telah mengabarkan
kepada kami ‘Abdurrazaq telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Az
Zuhrîdari 'Urwah dari Abû Humaid As Sa'idi dia berkata, "Nabi sallallahu 'alaihi
wasallam pernah mengangkat Ibnu Lutbiyah, yaitu seorang laki-laki dari Asd
(menjadi seorang pegawai), untuk memungut zakat, kemudian dia datang kepada
Nabi sallallahu 'alaihi wasallam dan menyerahkan zakat yang di pungutnya, lalu dia
berkata, "Ini adalah zakat yang aku setorkan kepada anda, dan ini adalah pemberian
orang kepadaku." Kemudian beliau bersabda: "Mengapa dia tidak duduk saja di
rumah ibu bapaknya sambil menunggu apakah ada orang yang hendak
mengantarkan hadiah kepadanya ataukah tidak." Setelah itu Nabi sallallahu 'alaihi
wasallam berdiri berkhutbah." Kemudian dia menyebutkan hadis seperti Sufyan."
10. Sunan Abû Dâwud 2557
أبحي دحدث نااب نا عر وةعن عن ري الز ه يانعن ظهقالحدث ناس لسر حواب نأبخلفل
ز دي قاللهاب نالل ت ال ت ع ملرجالمن أنالنبصلىاللعلي هوسلماس ت بيةبيةالساعدي قالاب نالسر حاب نال
ديلف قامالنب صلىاللعلي هوسلمعل مداللوأث نىعلىالصدقةفجاءف قالهذالكم وهذاأه ال من بف
عثه أبعلي هوقالمابلال عاملن ب هأو ديلألجلسفب ي أم يهف ي ن ظرف يجيءف ي قولهذالكم وهذاأه
كانبع ذلكإلجاءبهي و مال قيامةإن ءمن دىلهأم للي تأحد من كم بشي ب قرةف لهاف لهراء ياأي ه أو
رةإبطي هثقالاللهمهل ب لغ عرثرفعيدي هحترأي ناع شاةت ي أو للهمهل ب لغ اخوار
Sunan AbûDȃwud 2557: Telah menceritakan kepada kami Ibnu As Sarh, dan Ibnu
Abû Khalaf, dengan lafadznya, mereka berkata; telah menceritakan kepada kami
165
Sufyan dari Al-Zuhrî dari 'Urwah, dari Abû Humaid Al-Sa'idi, bahwa Nabi
sallallahu 'alaihi wasallam mengangkat seorang laki-laki dari Azd yang bernama
Ibnu Al Lutbiyyah sebagai pegawai. -Ibnu As Sarh berkata; Ibnu Al Utbiyyah-.
Untuk mengurusi zakat, kemudian ia datang dan berkata; ini yang menjadi untuk
anda dan yang ini dihadiahkan kepadaku. Kemudian Nabi sallallahu 'alaihi
wasallam berdiri di atas mimbar lalu memuji Allah dan bersabda: "Bagaimana
dengan seorang pekerja yang kami utus, kemudian datang dan berkata; ini untuk
anda dan ini dihadiahkan kepadaku. Tidakkah sekiranya ia duduk di rumah ayah
atau ibunya kemudian menunggu, apakah ia akan diberi hadiah atau tidak? Tidaklah
seseorang diantara kalian mengambil sesuatu (dari suatu tugas), kecuali pada Hari
Kiamat ia datang dengan membawa pada lehernya, apabila sesuatu tersebut adalah
unta maka unta tersebut bersuara unta, apabila atau sapi maka sapi tersebut bersuara
sapi, dan kambing yang mengembik." Kemudian Rasulullah sallallahu 'alaihi
wasallam mengangkat kedua tangannya hingga kami melihat putih kedua
ketiaknya. Kemudian beliau mengucapkan: "Ya Allah, bukankah aku telah
menyampaikan? Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan?"
166
LAMPIRAN-2
Ringkasan Analisis Kualitas Hadis Gratifikasi
A. Kelompok Hadis-1 (HN2): HR al-Bukhȃri
Perawi
Tahun
Wafat
Kritik Sanad Kritik Matan
Muttasil? Tsiqah? Keterangan Sesuai Al-
Qur’an, Hadis
Sahih, Akal
sehat?
Abû Humaid as-
Sa'idî
(‘Abdurrahman
bin Sa’ad)
60 H Muttasil Tsiqah Sahabat Sesuai dengan
Al-Qur’an.
Hadis Nabi
yang kuat, dan
akal sehat atau
empiris
(kenyataan di
Masyarakat).
'Urwah bin al-
Zubair (bin al-
‘Awwam bin
Khuwailid bin
asad bin ‘Abdul
Izzi)
94 H Muttasil Tsiqah
Faqih
Masyhur
IHA.Taqribut
Tahdzib.
h.674.
Al-Zuhrî
(Muhammad bin
Muslim bin
‘Ubaidillah bin
‘Abdullah bin
Syihab)
124 H Muttasil Faqih
Hȃfidz
Tsiqah
IHA.Taqribut
Tahdzib.
h.896.
Al-Mizzi.
Tahdzibul
Kamal.jilid26.
h. 433.
Sufyan (bin
‘Uyainah bin
Abî ‘Imrȃn
Maimun)
198 H Muttasil Tsiqah
Hȃfidz
Faqih
IHA. Taqribut
Tahdzib.
h.395
'Abdullah bin
Muhammad (bin
‘Abdullah bin
Ja’far)
229 H Muttasil Tsiqah
Hȃfidz
IHA. Taqribut
Tahdzib. h542
Al-Bukhâri (Abû
‘Abdullah
Muhammad bin
Ismȃ’îl)
256 H Muttasil Jabal
Hȃfidz
Imam
IHA. Taqribut
Tahdzib.
h.825.
Ket. IHA: Ibnu Hajar al-‘Asqalȃni
Derajat Hadis: Sahih
167
B. Kelompok Hadis-2 (HN3): HR Abû Dȃwud
Perawi
Tahun
Wafat
Kritik Sanad Kritik Matan
Muttasil? Tsiqah? Keterangan Sesuai Al-
Qur’an, Hadis
Sahih, Akal
sehat?
Abû Umamah
(Sadli bin Azlan) 86 H Muttasil Tsiqah Sahabat Sesuai dengan
Al-Qur’an.
Hadis Nabi
yang kuat, dan
akal sehat atau
empiris
(kenyataan di
Masyarakat).
Al Qȃsim (Al
Qȃsim bin
‘Abdur Rahman)
112H Muttasil Sadûq IHA. Taqribut
Tahdzib.
h.792
Khȃlid bin abî
‘Imrȃn 129 H Muttasil Faqih
Sadûq
IHA. Taqribut
Tahdzib.
h.289.
‘Abdullah Ibnu
Ja’far 135 H Muttasil Tsiqah IHA. Taqribut
Tahdzib.
h.497
‘Umar bin Mȃlik - Muttasil La Ba’sa
bihi
IHA. Taqribut
Tahdzib.
h.726
Ibnu wahab
(‘Abdullah bin
Wahab bin
Muslim)
197 H Muttasil Tsiqah
Hȃfidz
‘Abid
IHA. Taqribut
Tahdzib.
h.556
Ahmad bin
‘Amru (bin
abdullah bin
‘Amru al-Sarh)
250 H Muttasil Tsiqah IHA. Taqribut
Tahdzib. h.96
Abû Dȃwud
(Sulaiman bin
asy’at bin Ishaq
bin Basyir bin
Syaddad Al Azdi
as-Sijistani)
275 H Muttasil Tsiqah
Hȃfidz
IHA. Taqribut
Tahdzib.
h.404
Ket. IHA: Ibnu Hajar al-‘Asqalȃni
Catatan: * Tahun wafat ‘Umar bin Mȃlik tidak dijelaskan dalam kitab Tahdzibul
Kamal dan Taqribut Tahdzib. Namun dalam Tahdzibul Kamal hal 493, dijelaskan
bahwa salah seorang guru dari ‘Umar bin Mȃlik adalah ‘Ubaidullah bin Abî Ja’far
dan salah seorang murid beliau ‘Abdullah bin Wahab. Sehingga sanadnya muttasil.
Derajat Hadis: Hasan
168
C. Kelompok Hadis-3 (HN4): HR Ahmad
Perawi
Tahun
Wafat
Kritik Sanad Kritik Matan
Muttasil? Tsiqah? Keterangan Sesuai Al-
Qur’an, Hadis
Sahih, Akal
Sehat?
Abû Humaid al-
Sa'idî
60 H Muttasil Tsiqah Sahabat Sesuai dengan
Al-Qur’an.
Hadis Nabi
yang kuat,
dan akal sehat
atau empiris
(kenyataan di
Masyarakat).
'Urwah bin Al-
Zubair
93 H Muttasil Tsiqah
Faqih
Masyhur
IHA.Taqribut
Tahdzib. h.674.
Yahya bin Said
bin Qais
144 H Muttasil Tsiqah
Tsabat
IHA.Taqribut
Tahdzib. h.1056
Ismȃ’îl bin
Ayyasy bin
Sulaim
181 H Muttasil Sadûq IHA.Taqribut
Tahdzib. h.142
Ishaq bin ‘Isa
bin Najih
215 H Muttasil Sadûq
IHA.Taqribut
Tahdzib. h.131
Ahmad bin
Hanbal
241 H Muttasil Tsiqah
Hȃfidz
Imam
IHA.Taqribut
Tahdzib. h.88
Ket. IHA: Ibnu Hajar al-‘Asqalȃni
Derajat Hadis: Hasan
169
D. Kelompok Hadis-4 (HN5): HR Al-Nasa’i
1. Hadis al-Nasa’i dari ‘Ali bin Hijr
Perawi
Tahun
Wafat
Kritik Sanad Kritik Matan
Muttasil? Tsiqah? Keterangan Sesuai Al-
Qur’an,
Hadis Sahih,
Akal sehat ?
Masrûq bin al-
Ajda’ bin Mȃlik
bin ‘Umayyah
63 H Hanya
sampai
Tabiin
Tsiqah
Faqih
‘Abid
IHA.Taqribut
Tahdzib. h.935.
Sesuai
dengan Al-
Qur’an.
Hadis Nabi
yang kuat,
dan akal
sehat atau
empiris
(kenyataan di
Masyarakat).
Abû Wa’il
(Syaqiq bin
Salamah)
82 H Muttasil Tsiqah IHA.Taqribut
Tahdzib. h.439
Al-Hakam bin
Utaibah
113 H Muttasil Tsiqah
tsabat
Faqih
IHA.Taqribut
Tahdzib. h.263
Mansûr bin
Zadzan
129 H Muttasil Tsiqah
tsabat
‘Abid
IHA.Taqribut
Tahdzib. h.972
Ibnu khalîfah
(Khalaf bin
khalîfah bin
sha’id)
181 H Muttasil Sadûq,
Ikhtilat
di masa
tua.
IHA.Taqribut
Tahdzib. h.299
‘Ali bin Hijr bin
Iyasy
244 H Muttasil Tsiqah
Hȃfidz
IHA.Taqribut
Tahdzib. h.691.
Al-Nasa’i
(Ahmad bin
Syuaib bin ‘Ali
bin Sinan bin
Bahr)
303 H Muttasil Al hȃfidz
Sahibul
Sunan
IHA.Taqribut
Tahdzib. h.91
Ket. IHA: Ibnu Hajar al-‘Asqalȃni
Derajat Hadis: Da’îf ( Maqtu’)
170
2. Hadis al-Nasa’i Dari Qutaibah
Perawi
Tahun
Wafat
Kritik Sanad Kritik Matan
Muttasil? Tsiqah? Keterangan Sesuai Al-
Qur’an,
Hadis Sahih,
Akal sehat?
Masrûq 60 H Hanya
sampai
Tabiin
Tsiqah
Faqih
‘Abid
IHA.Taqribut
Tahdzib. h.935.
Sesuai
dengan Al-
Qur’an,
Hadis Nabi
yang kuat,
dan akal
sehat atau
empiris
(kenyataan di
Masyarakat).
Abû Wa’il
(Syaqiq bin
Salamah)
93 H Muttasil Tsiqah IHA.Taqribut
Tahdzib. h.439
Hakam bin
‘Utaibah
144 H Muttasil Tsiqah
tsabat
Faqih
IHA.Taqribut
Tahdzib. h.263
Mansûr bin
Zadzan
181 H Muttasil Tsiqah
tsabat
‘Abid
IHA.Taqribut
Tahdzib. h.972
Ibnu khalîfah
(Khalaf bin
khalîfah bin
sa’id)
215 H Muttasil Sadûq,
Ikhtilat
di masa
tua.
IHA.Taqribut
Tahdzib. h.299
Qutaibah bin
Sa’id
240 H Muttasil Tsiqah
Tsabat
IHA.Taqribut
Tahdzib. h.799
Al-Nasai
(Ahmad bin
Syuaib bin ‘Ali
bin Sinan bin
Bahr)
303 H Muttasil Al-
Hafidz
Sahibul
Sunan
IHA.Taqribut
Tahdzib. h.91
Ket. IHA: Ibnu Hajar al-‘Asqalȃni
Derajat Hadis: Da’îf (Maqtu’)
171
E. Kelompok Hadis-5 (HN6): HR Muslim
Perawi
Tahun
Wafat
Kritik Sanad Kritik Matan
Muttasil? Tsiqah? Keterangan Sesuai
Al-Qur’an,
hadis sahih,
akal sehat?
‘Adi bin
‘Amîrah al-
Kindi
58 H Muttasil Tsiqah Sahabat Sesuai
dengan Al-
Qur’an.
Hadis Nabi
yang kuat,
dan akal
sehat atau
empiris
(kenyataan di
Masyarakat).
Qais bin Abû
Hazim 97 H Muttasil Tsiqah IHA.Taqribut
Tahdzib. h.803
Ismȃ’îl bin Abî
Khȃlid
128 H Muttasil Tsiqah
Tsabat
IHA.Taqribut
Tahdzib. h.138
Waki’ bin al
Jarrah bin Malih 196 H Muttasil Tsiqah
Hȃfidz
‘Abid
IHA.Taqribut
Tahdzib. h.1037
Abû Bakar
(‘Abdullah bin
Muhammad bin
abi Syaibah
Ibrahim bin
‘Utsman)
235 H Muttasil Tsiqah
Hȃfidz
IHA.Taqribut
Tahdzib.h.540
Muslim (bin al-
Hajjaj bin
Muslim al-
Kusairi an-
Naisaburi)
261 H Muttasil Tsiqah
Hȃfidz
Imam
IHA.Taqribut
Tahdzib.h.938.
Ket. IHA: Ibnu Hajar al-‘Asqalȃni
Derajat Hadis: Sahih
172
LAMPIRAN-3
Surat Ijin Penelitian dari Kantor Kemenag Kabupaten Bogor
173
LAMPIRAN-4
Kuesioner
Pengaruh Pemahaman Hadis Tentang Gratifikasi
Terhadap Perilaku Anti Gratifikasi
Studi Kasus: Pegawai KUA Di Kabupaten Bogor Dan Bone
Kepada Yth:
Bapak/Ibu Pegawai KUA, Kementerian Agama
di Kabupaten Bogor/Bone
Dengan Hormat,
Saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk penyusunan Tesis, sabagai syarat
mendapatkan gelar Master Agama di Program Magister Fakultas Ushuluddin,
Jurusan Tafsir Hadis, Program Studi Hadis, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Judul penelitian ini adalah Pengaruh Pemahaman Hadis Tentang Gratifikasi
terhadap Perilaku Anti Gratifikasi. Studi kasus pegawai KUA di Kabupaten Bogor
dan Bone.
Saya memohon kesediaan bapak/ibu, untuk mengisi kuesioner di bawah ini.
Jawaban yang bapak/ibu berikan tidak dinilai dari benar atau salah, tetapi
berdasarkan penilaian objektif terhadap pernyataan yang tertulis di kuesioner ini.
Perlu saya jelaskan bahwa penelitian ini hanya digunakan untuk kepentingan
akademis semata. Outputnya diharapkan dapat bermanfaat bagi Pemerintah
khususnya Kementerian Agama dan KUA, masyarakat dan para akademisi.
Atas perhatian dan kesediaan bapak/ibu mengisi kuesioner ini, kami ucapkan
banyak terima kasih. Semoga Allah SWT membalas kebaikan bapak/ibu dengan
pahala yang besar. Aamiin.
Salam,
Untung Afandi
I. PERTANYAAN UMUM
1. KUA KECAMATAN:…………………………………………………
2. Jenis kelamin: a. Laki-laki b. Perempuan
3. Usia: a. 20-35 tahun b. 35-45 tahun
c. 45 tahun-55 tahun d. > 55 tahun
4. Lama Bekerja : a. < 1 Tahun b. 1 – 5 Tahun
c. 6 – 10 d. > 10 Tahun.
174
5. Pendidikan: a. SLTA/Aliyah b. Diploma c. S1
d. S2 e. S3
6. Jurusan Pendidikan (terkait no 6) :
a. Keagamaan (Usuluddin/Syariah, dsb)
b. Umum (FISIP/Ekonomi, dsb)
II. PERTANYAAN KHUSUS
PETUNJUK :
Untuk bagian A, B, C, D berilah tanda silang (X) pada kolom penilaian
sesuai pandangan saudara.
1 STS : Sangat Tidak setuju. Menunjukkan sikap saudara bahwa
pernyataan yang ada disebelah kiri salah sama sekali. Pernyataan
tersebut tidak ada kebenarannya.
2 TS : Tidak setuju. Menunjukkan sikap saudara bahwa pernyataan yang
ada disebelah kiri salah besar, hanya sedikit sekali kebenarannya.
3 KS : Kurang setuju. Menunjukkan sikap saudara bahwa pernyataan yang
ada disebelah kiri mengandung kesalahan sedikit lebih besar dibanding
kebenarannya.
4 CS : Cukup setuju. Menunjukkan sikap saudara bahwa pernyataan yang
ada disebelah kiri mengandung kebenarannya sedikit lebih besar
dibanding kesalahannya.
5 S : Setuju. Menunjukkan sikap saudara bahwa pernyataan yang ada
disebelah kiri sangat besar kebenarannya, hanya sedikit kesalahannya.
6 SS : Sangat Setuju. Menunjukkan sikap saudara bahwa pernyataan yang
ada disebelah kiri benar sama sekali. Pernyataan tersebut tidak ada
kesalahannya.
175
A. GOOD GOVERNANCE
PERNYATAAN STS TS KS CS S SS
1
Ada Peraturan khusus di KUA (tempat saya bekerja) tentang profesionalisme dalam memberikan pelayanan publik.
1
2
3
4
5 6
2
Pemimpin di lingkungan KUA (tempat saya bekerja) memiliki visi dan program yang jelas.
1
2
3
4
5
6
3
KUA (tempat saya bekerja) membuat dokumen perencanaan dan anggaran, laporan keuangan, serta laporan kinerja dengan baik.
1
2
3
4
5 6
4
Masyarakat mudah mendapatkan akses informasi KUA terkait mekanisme pelayanan, tarif pelayanan, pengadaan barang dan jasa, dan informasi lainnya baik melalui website maupun cara lainnya.
1
2
3
4
5 6
5
Pelayanan publik di KUA tempat saya bekerja tidak diskriminatif. Semua masyarakat diperlakukan sama.
1
2
3
4
5 6
B. PERSEPSI TERHADAP BUDAYA MASYARAKAT
PERNYATAAN STS TS KS CS S SS
1
Budaya, di daerah saya bekerja, menanamkan sifat kejujuran dalam bekerja dan kehidupan sehari hari.
1
2
3
4
5 6
2
Budaya, di daerah saya bekerja, menanamkan sifat malu bila melakukan pelanggaran terhadap peraturan.
1
2
3
4
5 6
C. ORIENTASI KEAGAMAAN (INTERNAL DAN EKSTERNAL)
PERNYATAAN STS TS KS CS S SS
1
Apa yang saya yakini tidaklah penting, yang penting saya menjunjung kehidupan yang bermoral dan tidak menganggu orang lain.
1
2
3
4
5 6
2
Walaupun saya seorang yang beragama, namun saya menolak agama dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari.
1
2
3
4
5 6
3
Saya berusaha keras untuk memasukkan agama dalam kehidupan sehari-hari. 1 2 3 4
5 6
4
Penting bagi saya untuk menghabiskan waktu untuk ibadah, perenungan dan pemikiran keagamaan
1
2
3
4
5 6
5
Saya membaca literatur tentang agama dan keyakinan saya untuk menambah ilmu dan keyakinan saya.
1
2
3
4
5 6
176
D. PERILAKU TERHADAP PEMBERIAN HADIAH
PERNYATAAN STS TS KS CS S SS
1
Dalam menjalankan tugas, saya tidak pernah berfikir untuk meminta hadiah atas pekerjaan yang saya lakukan, selain yang sudah ditetapkan dalam peraturan.
1
2
3
4
5 6
2
Bila seseorang memberi saya hadiah agar saya memudahkan urusannya, saya tidak akan menerimanya.
1
2
3
4
5 6
3
Saya tidak akan menerima hadiah atas pekerjaan saya, walaupun hanya sekedar ucapan terimakasih.
1
2
3
4
5 6
4
Saya biasa memberikan hadiah kepada pejabat publik yang lebih tinggi untuk memudahkan urusan saya.
1
2
3
4
5 6
5
Saya biasa memberikan hadiah kepada pejabat publik yang lebih tinggi hanya sebagai ucapan rasa terimakasih.
1
2
3
4
5 6
E. PEMAHAMAN HADIS
Untuk bagian E ini berilah silang (X) pada kolom penilaian sesuai pandangan saudara.
Keterangan Skala:
1 STP (Sangat tidak paham). Saudara sama sekali belum pernah tahu ajaran/hadis yang
tertulis di kolom sebelah kiri .
2 TP (Tidak Paham). Saudara pernah mendengar/membaca sekilas ajaran/hadis yang
tertulis di kolom sebelah kiri dan tidak tahu maksudnya.
3 KP (Kurang Paham). Saudara sudah mengetahui ajaran/hadis yang tertulis di kolom
sebelah kiri, tapi tidak paham maksudnya.
4 CP (Cukup Paham). Saudara sudah mengetahui ajaran/hadis yang tertulis di kolom
sebelah kiri, tapi hanya sedikit paham maksudnya.
5 P (Paham). Saudara sudah mengetahui ajaran/hadis yang tertulis di kolom sebelah kiri
dan paham maksudnya.
SP (Sangat Paham). Saudara sudah mengetahui ajaran/hadis yang tertulis di kolom
sebelah kiri dan sangat paham maksudnya.
177
AJARAN/HADIS NABI STP TP KP CP P SP
1
Secara umum, saya memahami bahwa
ajaran Islam, diantaranya tertulis pada
hadis Nabi Muhammad SAW,
melarang korupsi.
1
2
3
4
5
6
2
Telah menceritakan kepada kami
'Abdullah bin Muhammad telah
menceritakan kepada kami Sufyan
dari Az-Zuhrî dari 'Urwah bin Az
Zubair dari Abû Humaid as-Sa'idiy
radiallahu 'anhu berkata; Nabi
sallallahu 'alaihi wasallam
memperkerjakan seorang laki-laki dari
suku Al Azdî sebagai pemungut zakat.
Ketika datang dari tugasnya, dia
berkata: "Ini untuk kalian sebagai
zakat dan ini dihadiahkan
untukku". Beliau berkata:
"Biarkanlah dia tinggal di rumah
ayahnya atau ibunya lalu dia lihat
apakah benar itu dihadiahkan untuknya
atau tidak. Dan demi Dzat yag jiwaku
di tangan-Nya, tidak seoragpun yang
mengambil sesuatu (yang bukan
haknya), kecuali dia akan datang
pada hari qiyamat dengan
dipikulkan di atas lehernya berupa
unta yang berteriak, atau sapi yang
melenguh atau kambing yang
mengembik". Kemudian Beliau
mengangkat tangan Beliau sehingga
terlihat oleh kami ketiak Beliau yang
putih dan (berkata,): "Ya Allah
bukankah aku sudah sampaikan,
bukankah aku sudah sampaikan"….
sebanyak tiga kali." (HR al-Bukhâri).
1
2
3
4
5
6
3
Telah menceritakan kepada kami
Ahmad bin 'Amru bin As Sarh telah
menceritakan kepada kami Ibnu Wahb
dari ‘Umar bin Mȃlik dari 'Ubaidullah
bin Abû Ja'far dari Khȃlid bin Abû
‘Imran dari Al-Qȃsim dari Abû
1
2
3
4
5
6
178
Umamah dari Nabi sallallahu 'alaihi
wasallam, beliau bersabda: "
Barangsiapa memberi pertolongan
kepada seseorang, kemudian diberi
suatu hadiah dan diterima, maka ia
telah mendatangi pintu besar
riba".(HR Abû Dâwud)
4
Telah menceritakan kepada kami Ishaq
bin Isa telah menceritakan kepada kami
Ismȃ'îl bin Ayyasy dari Yahya bin Sa'id
dari ‘Urwah bin Az Zubair dari Abû
Humaid As Sa'idi bahwasanya
Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "hadiah bagi para pejabat
adalah ghulul”. (HR Imam Ahmad)
1
2
3
4
5
6
5
Telah mengabarkan kepada kami
Qutaibah dan ‘Ali bin Hujr keduanya
berkata; telah menceritakan kepada
kami Khalaf -yaitu Ibnu Khalifah- dari
Mansur bin Zadzan dari Al Hakam bin
‘Utaibah dari Abû Wail dari Masrûq ia
berkata, "Jika seorang hakim makan
barang yang dihadiahkan maka ia
telah makan kemurkaan, dan jika
menerima suap maka itu akan
menariknya kepada kekufuran."
(HR Imam Nasa’i)
1
2
3
4
5
6
6
Telah menceritakan kepada kami Abû
Bakar bin Abû Syaibah telah
menceritakan kepada kami Waki' bin
Jarrah telah menceritakan kepada kami
Ismȃ'îl bin Abî Khȃlid dari Qais bin
Abû Hazim dari 'Adi bin ‘Amîrah Al
Kindi dia berkata, "Saya mendengar
Rasulullah sallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Barangsiapa
dari kalian yang aku angkat atas
suatu pekerjaan, kemudian dia
menyembunyikan dari kami
(meskipun) sebuah jarum, atau
sesuatu yang lebih kecil dari itu,
1
2
3
4
5
6
179
maka itu adalah ghulul (pencurian)
yang pada hari kiamat akan ia
bawa." 'Adi bin 'Amirah berkata,
"Kemudian seorang laki-laki hitam
dari Anshar-sepertinya saya pernah
melihatnya- berdiri sambil berkata,
"Wahai Rasulullah, kalau begitu saya
akan tarik kembali tugas yang pernah
anda bebankan kepada saya!" Beliau
balik bertanya: "Ada apa denganmu?"
dia menjawab, "Saya telah mendengar
bahwa Anda pernah bersabda seperti
ini dan seperti ini." Beliau bersabda:
"Sekarang saya sampaikan, bahwa
barangsiapa dari kalian yang aku
tugasi atas suatu pekerjaan,
hendaklah ia datang baik dengan
sedikit atau banyak, apa yang
memang diberikan untuknya ia
boleh mengambilnya, dan apa yang
memang dilarang untuknya, maka
ia harus dapat menahan diri."
(HR. Muslim)
TERIMA KASIH
Recommended