View
226
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CORETERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIS SISWA(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 10
Bandarlampung Tahun Pelajaran 2015/2016)
(Skripsi)
Oleh
ARUM DAHLIA MUFIDAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2016
ABSTRAK
PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CORETERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIS SISWA(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 10
Bandarlampung Tahun Pelajaran 2015/2016)
Oleh
Arum Dahlia Mufidah
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif tipe CORE terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa
kelas VIII SMP Negeri 10 Bandarlampung tahun pelajaran 2015/2016 sebanyak
392 siswa yang terdistribusi dalam sepuluh kelas. Sampel penelitian ini adalah
siswa kelas VIII C dan VIII D yang dipilih dengan teknik purposive random
sampling. Penelitian ini menggunakan desain pretest-posttest control group
design. Instrumen penelitian ini berupa tes kemampuan pemecahan masalah yang
berbentuk essay. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh
kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif tipe CORE tidak berpengaruh
terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
Kata kunci: CORE, pemecahan masalah matematis, pengaruh
PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CORETERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIS SISWA(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 10
Bandarlampung Tahun Pelajaran 2015/2016)
Oleh
Arum Dahlia Mufidah
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan MatematikaJurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Provinsi Lampung, pada tanggal 16 November 1994.
Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan dari Bapak Yamin,
S.Pd. dan Ibu Yuliyati, S.Pd. dan memiliki dua orang adik bernama Anna Fauziah
dan Amrina Naura Al-Haq.
Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK ABA
Nyukangharjo, Lampung Tengah pada tahun 2000, pendidikan dasar di SD Negeri
2 Nyukangharjo, Lampung Tengah pada tahun 2006, pendidikan menengah
pertama di SMP Negeri 2 Salaman, Magelang pada tahun 2009, dan pendidikan
menengah atas di SMA Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2012.
Melalui jalur SNMPTN Undangan pada tahun 2012, penulis diterima di
Universitas Lampung sebagai mahasiswa Program Studi Matematika, Jurusan
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa
Sidomulyo, Kecamatan Pagar Dewa, Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2015.
Selain itu, penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA
Negeri 1 Pagar Dewa, Kabupaten Lampung Barat yang terintegrasi dengan
program KKN tersebut. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam
organisasi yaitu HIMASAKTA pada periode 2012-2014.
MOTTO
Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan? (55:13)
Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabilakamu telah selesai dari sesuatu urusan kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain. (94: 6-7).
A miracle is another name of an effort andkeep your aim because Allah SWT
(Arum Dahlia Mufidah)
i
Persembahan
Segala puji bagi Allah SWT , Dzat Yang Maha SempurnaShalawat serta Salam Selalu Tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
Kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda cinta & kasihsayangku kepada:
Ibu dan Bapakku tercinta: Bu Yuliyati dan Pak Yamin, yang telah memberikankasih sayang, mendidik, selalu memberikan do’a, semangat, dan dukungan
sehingga anak mu ini yakin bahwa Allah SWT selalumemberikan yang terbaik untuk hamba-Nya.
Kedua adikku (Anna Fauziah dan Amrina Naura Al-Haq) sertaseluruh keluarga besar yang terus memberikan dukungan dan doanya kepadaku.
Para pendidik yang telah mengajar dengan penuh kesabaran.
Semua sahabat yang begitu tulus menyayangiku dengan segalakekuranganku, dari kalian aku belajar banyak hal dan memahami arti ukhuwah.
Almamater Universitas Lampung tercinta.
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran CORE terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester
Genap SMP Negeri 10 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2015/2016)”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang
tulus kepada:
1. Ibu (Bu Yuliyati, S.Pd) dan Bapak (Pak Yamin, S.Pd) tercinta, kedua adikku
(Anna Fauziah dan Amrina Naura Al-haq), serta seluruh keluarga besarku
yang selalu mendoakan yang terbaik, memberikan motivasi, semangat, dan
dukungan baik secara moril dan materil kepadaku.
2. Bapak Dr. Caswita, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik, Dosen
Pembimbing I, dan Ketua Jurusan PMIPA yang telah bersedia meluangkan
waktu untuk membimbing, memberi perhatian, motivasi, semangat, serta
kritik dan saran yang membangun kepada penulis selama menempuh
pendidikan di perguruan tinggi dan dalam penyusunan skripsi sehingga
skripsi ini menjadi lebih baik.
3. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd. , selaku Dosen Pembimbing II
yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan
sumbangan pemikiran, perhatian, motivasi, semangat, serta kritik dan saran
yang membangun kepada penulis selama selama selama menempuh
pendidikan di perguruan tinggi dan dalam penyusunan skripsi sehingga
skripsi ini menjadi lebih baik.
4. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd. , selaku pembahas yang telah memberikan
masukan, kritik, dan saran yang membangun kepada penulis sehingga skripsi
ini selesai dan menjadi lebih baik.
5. Bapak Dr. Muhammad Fuad, M.Hum. , selaku dekan FKIP Universitas
Lampung beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Dr. Hanindha Bharata, M.Pd. , selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Matematika.
7. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan serta nasehat
kepada penulis.
8. Ibu Eni Mutia, S.Pd. , selaku guru mitra yang telah banyak membantu dalam
penelitian.
9. Saudara terdekatku yang selalu kusayangi : Uthe (Umi Restu Suci Nyai Putri
S.E.) dan Wo Resti (Shuvia Zul’aida Nuresti, S.Ked.) yang selalu
memberikan doa, semangat, motivasi, dan nasehat selama ini.
10. Sahabat klasik yang ku sayangi: Adani Adila Rayani, S.Farm. , Lia
Febrialina, S.E. , Dian Oktasari, S.Ked. , Andini Windayati, S.Ked., Ria
Riski, Am. Keb., Yulita Hernayati, S.Kep. terima kasih selalu memberikan
dukungan.
11. Sahabat-sahabatku tercinta: Widi (Erma Widihastuti), Mbak Rita (Rita
Purnamasari), Jul (Zulfitriani), Lusi Armina, Muli (Tika Rahayu), Emak
(Aulia Eka Alzianina), Ella (Ela Ulfiana), Yuk Dp (Devi Putri Permatasari),
Cak Di (Dian Sastri Utami), tante (Titis Aiyudiya), Maya Andani, Icha
(Meliza Nopia), umi (Yuli Syartika), Rina Handayani, Yuni Purwanti yang
selama ini memberiku semangat dan selalu menemani saat suka dan duka.
12. Kakak kakakku yang ku banggakan: Mbak Marle (Lia Marliena, S.TP.),
Mbak Dedes (Desrina Hardiyati,S.Pd. ), Kak Agung Cahyono,S.Pd., Abi
David Iksanudin,S.Si. yang selalu memberikan motivasi, semangat dan
dukungan.
13. Pucha (Agata Intan Putri), Mbak Titi (Titi Andara), Suci Febrika teman
seperjuangan yang selalu memberi semangat, motivasi, dan selalu menemani
dalam penyelesaian skripsi ini hingga selesai dengan baik.
14. Keluarga Di Pondok Arbenta, Bapak Radi, Bu Prapti, Rizky Fitriyanti
terimakasih untuk doa, semangat dan motivasi yang diberikan kepadaku.
15. Siswa/siswi kelas VIII C dan VIII D SMP Negeri 10 Bandarlampung Tahun
Pelajaran 2015/2016 atas perhatian dan kerjasama yang telah terjalin.
16. Teman-teman seperjuangan, seluruh angkatan 2012 Pendidikan Matematika.
17. Kakak-kakakku angkatan 2009, 2010, 2011 serta adik-adikku angkatan 2013,
2014, 2015 terimakasih atas kebersamaannya.
18. Sahabat-sahabat KKN di Desa Sidomulyo, Kecamatan Pagar Dewa,
Kabupaten Lampung Barat dan PPL di SMA Negeri 1 Pagar Dewa: Wayan
Dewi, kiki (Rizki Suci Asih), Nui (Nurina Ulfa), Rismawati Silalahi, jiba
(Shefti Rholanjiba), uni (Indah Yuni), Luna (Lunetta Chairunnisa), Kipli
(Khabib Ali), Bagas Epafras Sudarno atas kebersamaannya selama kurang
lebih dua bulan penuh makna dan kenangan.
19. Pak Yaman, bapak fotokopian gedung G, serta Pak Mariman, dan Pak
Liyanto, penjaga gedung G, terima kasih atas bantuan dan perhatiannya
selama ini.
20. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan pada
penulis mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT dan semoga
skripsi ini bermanfaat.
Bandarlampung, April 2016Penulis
Arum Dahlia Mufidah
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian............................................................................. 8
D. Manfaat Penelitian........................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KajianTeori...................................................................................... 9
1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ................ 9
2. Pembelajaran koorperatif Tipe CORE....................................... 11
3. Pembelajaran konvensional ....................................................... 17
B. Kerangka Pikir................................................................................. 17
C. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................... 21
D. Anggapan Dasar .............................................................................. 22
E. Hipotesis Penelitian ......................................................................... 22
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel ....................................................................... 23
B. Desain Penelitian ............................................................................. 23
C. Prosedur Penelitian ......................................................................... 24
vii
D. Data Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data.............................. 25
E. Instrumen Penelitian........................................................................ 26
F. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ............................... 31
1. Uji Normalitas ........................................................................... 32
2. Uji Hipotesis.............................................................................. 34
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian................................................................................ 36
B. Pembahasan .................................................................................... 41
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ......................................................................................... 49
5.2 Saran ............................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Desain Penelitian ............................................................................. 24
Tabel 3.2 Kriteria Reliabilitas ......................................................................... 29
Tabel 3.3 Kriteria daya pembeda ..................................................................... 30
Tabel 3.4 Kriteria Tingkat Kesukaran.............................................................. 31
Tabel 3.5 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Indeks GainKemampuan Pemecahan Masalah Matematis.................................. 33
Tabel 4.1 Data Skor Awal Kemampuan Pemecahan MasalahMatematis ......................................................................................... 36
Tabel 4.2 Data Skor Akhir Kemampuan Pemecahan MasalahMatematis ......................................................................................... 37
Tabel 4.3 Data Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ................ 38
Tabel 4.4 Pencapaian Indikator Kemampuan Pemecahan MasalahMatematis ......................................................................................... 39
Tabel 4.5 Hasil Uji Non Parametrik Wilcoxon Rank Sum Test DataKemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ....................... 41
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
A. PERANGKAT PEMBELAJARAN
A.1 Silabus Pembelajaran ....................................................................... 57
A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) CORE .......................... 61
A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Konvensional .............. 80
A.4 Lembar Kerja Kelompok (LKK) ...................................................... 99
B. PERANGKAT TES
B.1 Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Pemecahan MasalahMatematis Siswa .............................................................................. 143
B.2 Soal Pretest dan Posttest ................................................................... 144
B.3 Panduan Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan MasalahMatematis Siswa .............................................................................. 146
B.4 Kunci Jawaban Soal Tes Kemampuan Pemecahan MasalahMatematis Siswa .............................................................................. 147
B.5 Form Penilaian Tes Kemampuan Pemecahan MasalahMatematis Siswa .............................................................................. 153
C. ANALISIS DATA
C.1 Analisis Realibilitas Tes Uji Coba .................................................... 156
C.2 Analisis Daya Pembeda Dan Taraf Kesukaran Tes .......................... 157
C.3 Data Perhitungan Indeks Gain Kemampuan PemecahanMasalah Matematis dengan Pembelajaran CORE ............................ 158
x
C.4 Data Perhitungan Indeks Gain Kemampuan PemecahanMasalah Matematis dengan Pembelajaran Konvensional ................ 160
C.5 Uji Normalitas .................................................................................. 162
C.6 Uji Non Parametrik Indeks Gain Kemampuan PemecahanMasalah Matematis Siswa................................................................. 170
C.7 Pencapaian Indikator Kemampuan Pemecahan MasalahMatematis Siswa .............................................................................. 175
D. LAIN-LAIN
D.1 Surat Izin Penelitian ......................................................................... 188
D.2 Surat Keterangan Penelitian ............................................................. 189
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sangat diperlukan selaras
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu upaya me-
ningkatkan SDM dapat ditempuh melalui pendidikan. Pendidikan yang diseleng-
garakan secara sangat baik akan menciptakan generasi-generasi berkualitas se-
hingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Hal
ini seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 2 bahwa:
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila danUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yangberakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dantanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Salah satu proses dalam pendidikan adalah pembelajaran. Pembelajaran dalam
hal ini dapat dilakukan pada pendidikan formal (di sekolah) atau pendidikan non-
formal (di luar sekolah). Salah satu pembelajaran yang sangat penting diberikan
di sekolah adalah pembelajaran matematika. Menurut Noer (2008: 267), melalui
pembelajaran matematika diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan
berpikir matematika tingkat tinggi, berpikir kritis logis, dan dapat memecahkan
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu pentingnya pembelajaran
matematika juga dikemukakan oleh Kline (1973) dalam Suherman (2003: 17)
2
bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna
karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu
manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam.
Adapun NCTM (2000: 4) merumuskan lima standar kemampuan matematika
yang harus dimiliki siswa, yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem
solving), kemampuan penalaran dan pembuktian (reasoning and proof),
kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connections),
dan kemampuan representasi (representations). Pengembangan Standar Isi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Depdiknas (2006) juga merumuskan
bahwa pembelajaran matematika yang dilaksanakan di sekolah salah satunya
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan memecahkan masalah yang
meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
Sabandar (2009: 3) menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah
kemampuan atau kompetensi esensial dalam mempelajari matematika yang dilatih
serta dimunculkan sejak anak belajar matematika dari Sekolah Dasar. Telah diru-
muskan juga pada Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 bahwa pembelajaran
matematika yang dilaksanakan di sekolah salah satunya bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan memecahkan masalah. Pentingnya kemampuan peme-
cahan masalah matematis siswa juga dipaparkan oleh NCTM dalam Richard
(2005: 1) bahwa: “problem solving is central to inquiry and application and
should be interwoven throughout the mathematics curriculum to provide a context
for learning and applying mathematical ideas”. Dari pernyataan tersebut dapat
3
disimpulkan bahwa pemecahan masalah sebagai pusat penyelidikan yang berguna
dan harus berhubungan di dalam kurikulum matematika untuk memberikan
suasana pembelajaran dan menggunakan ide-ide matematika.
Uraian yang telah dipaparkan di atas menunjukkan bahwa pentingnya kemampuan
pemecahan masalah matematis bagi siswa. Dalam mewujudkan hal tersebut se-
tiap siswa dari segala level atau jenjang pendidikan perlu memperoleh pengala-
man belajar untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. Dibutuh-
kan inovasi pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut dengan
menciptakan suatu pembelajaran bermakna bagi siswa. Adanya inovasi dari
metode dan cara menyajikan materi pelajaran diharapkan dapat berpengaruh
terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Dengan
kata lain, pembelajaran matematika di kelas perlu menyentuh aspek pemecahan
masalah dan dilakukan secara sengaja dan terencana. Adapun aspek-aspek peme-
cahan masalah matematis menurut Polya (1957: 6) adalah memberikan alternatif
cara memecahkan masalah yang ditempuh melalui empat langkah, yaitu
memahami masalah, merencanakan pemecahan, melaksanakan rencana, dan
memeriksa kembali.
Kenyataannya banyak permasalahan dalam pembelajaran matematika yang
menyebabkan belum tercapainya kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa. Dapat dilihat pada tahap memeriksa kembali (looking back) siswa
memperoleh kesempatan untuk berfikir reflektif secara sengaja belajar dari
pengalaman, yaitu apa yang sudah dilakukan dan apa yang masih dapat dilakukan
untuk meningkatkan kualitas pekerjaannya. Namun Mason (2002: 5) berpendapat
4
kegiatan berfikir reflektif ini sering tidak dilakukan secara efektif dan tersulit
diperkenalkan oleh orang. Hal ini dapat dimengerti, jika dipahami bahwa pada
kenyataannya dalam suatu tahap pemecahan masalah tidak semua siswa dapat
dengan cepat menemukan solusi, dan jika solusi tersebut ditemukan, siswa
cenderung puas dan mengakhiri proses belajarnya.
Berdasarkan hasil penelitian terbaru oleh Trends in International Mathematics
and Science Study (TIMSS) pada tahun 2011 diperoleh bahwa rerata skor
matematika siswa Indonesia masih dibawah rata-rata skor internasional yaitu 500.
Perolehan skor tersebut dibagi menjadi beberapa aspek, untuk aspek knowing 378,
appling 384, dan reasoning diperoleh 388. Selain itu juga pada hasil TIMSS
tersebut Indonesia mengalami penurunan skor dari 391 pada tahun 2007 menjadi
378 pada tahun 2011 (Mullis, dkk, 2012: 165-177). Laporan TIMSS (2011: 45-
46) juga menunjukkan bahwa Indonesia berada pada posisi 41 dari 45 negara
peserta dengan perolehan nilai 386 di bawah rata-rata skor internasional. Terlihat
dari hasil TIMSS tersebut, pada aspek knowing (pengetahuan), appling
(penerapan) dan reasoning (pemberian alasan) siswa masih di bawah rata-rata
skor. Hal ini yang menunjukkan belum terbiasanya siswa dalam mengerjakan
permasalahan yang mengasah kemampuan pemecahan masalah matematisnya.
Sejalan dengan laporan TIMSS dalam Kemendikbud (2011: 66) menyebutkan
bahwa kemungkinan penyebab rendahnya kemampuan Indonesia adalah kurang
terbiasanya melakukan proses pemecahan masalah dengan benar.
Hasil survey tersebut terlihat juga pada siswa kelas VIII SMP Negeri 10
Bandarlampung tahun pelajaran 2015/2016 yang mempunyai karakteristik sama
5
seperti sekolah di Indonesia pada umumnya yang dapat diketahui dari hasil
pengamatan bahwa kondisi dan situasi sekolah, usia siswa, dan proses
pembelajaran sama dengan sekolah setara pada umumnya. Berdasarkan hasil
wawancara dengan guru mitra diperoleh informasi bahwa siswa sering mengalami
kesulitan ketika mengerjakan soal cerita. Siswa cenderung menghafal rumus tanpa
memahami konsep terlebih dahulu dan sekedar meniru penyelesaian dari contoh
soal yang sudah diketahui sehingga ketika dihadapkan pada masalah yang
berbentuk cerita atau masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
mereka bingung dalam menyelesaikannya. Selain itu proses pembelajaran yang
digunakan masih menggunakan pembelajaran konvensional dimana siswa kurang
aktif dalam pembelajarannya sehingga kemampuan pemecahan masalah siswa
menjadi kurang berkembang. Hal tersebut terlihat dari banyaknya siswa yang
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Siswa sulit memahami, sulit
menganalisis soal, sehingga dalam merencanakan dan menerapkan
penyelesaiannya mendapat hasil yang kurang memuaskan.
Setiadi, dkk (2012: 19) menyebutkan bahwa: 1) pembelajaran matematika yang
selama ini dlakukan oleh guru adalah pembelajaran konvensional yakni tanya
jawab, ceramah dan pemberian tugas; 2) pengajaran matematika secara tradisional
mengakibatkan peserta didik hanya bekerja secara prosedural dan memahami
matematika tanpa penalaran; 3) kebanyakan guru mengajar dengan menggunakan
buku paket sebagai “resep”, mengajarkan halaman per halaman sesuai dengan apa
yang tertulis di buku paket; 4) strategi pembelajaran lebih didominasi sebagai
upaya untuk menyelesaikan materi pembelajaran dalam waktu yang tersedia, dan
6
kurang adanya upaya agar terjadi proses dalam diri siswa untuk mencerna materi
secara aktif dan konstruktif. Hal ini tidak memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengkontruksi pengetahuan matematikanya. Dari uraian yang telah
dipaparkan di atas, kemampuan pemecahan masalah matematis siswa menjadi
kurang berkembang. Padahal kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
merupakan kemampuan yang sangat penting bagi siswa.
Adapun penggunaan model pembelajaran yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yaitu model
pembelajaran kooperatif. Lie (2004: 8) dalam pembelajaran kooperatif, guru
menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan.
Hubungan ini dinamakan saling ketergantungan positif. Melalui pembelajaran
kooperatif ini diharapkan siswa mampu mengembangkan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa yang di dalamnya terdapat aktivitas-aktivitas supaya
melatih siswa untuk mampu : memahami masalah, merencanakan strategi dan
prosedur penyelesaian masalah, melakukan atau menerapkan strategi dari
penyelesaian masalah, dan memeriksa kembali atau menguji kebenaran jawaban
dari masalah. Aktivitas-aktivitas tersebut terdapat di connecting, organizing,
reflecting, dan extending (CORE).
Menurut Carr & Ogle (1987: 30) bahwa secara tidak langsung dalam
pembelajaran CORE siswa diajak untuk belajar mengingat pengetahuan yang
telah dimiliki, menumbuhkan rasa ingin tahunya, mencoba memotivasi apa yang
akan diperolehnya setelah belajar nanti. Selain itu, Miller & Calfee (2004: 11) di
dalam pembelajaran CORE, siswa belajar menghubungkan pengetahuan yang
7
diperoleh siswa untuk menyusun strategi dalam menemukan pengetahuan baru.
Setelah pengetahuan baru tersebut diperoleh, siswa belajar untuk memeriksa
kembali dari hasil temuan yang didapat sehingga siswa dapat mengaplikasikannya
dalam suatu permasalahan. Dalam pembelajaran ini guru lebih sebagai fasilitator.
Seperti aktivitas-aktivitas siswa yang telah dijelaskan bahwa pembelajaran CORE
berkaitan dengan indikator kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
Hal ini memberikan pengalaman yang berbeda sehingga diharapkan pembelajaran
kooperatif tipe CORE dapat melatih siswa dalam mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah.
Berdasarkan pemaparan tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
apakah pembelajaran CORE berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa, sehingga peneliti perlu melakukan penelitian yang
berjudul “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe CORE terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Siswa (Studi pada siswa kelas VIII Semester
Genap SMP Negeri 10 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2015/2016)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah
penelitian ini yaitu “Apakah pembelajaran kooperatif tipe CORE berpengaruh
terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII Semester
Genap SMP Negeri 10 Bandarlampung tahun pelajaran 2015/2016?”
Dari rumusan masalah di atas dapat dijabarkan pertanyaan penelitian yaitu
“Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
8
mengikuti pembelajaran CORE lebih tinggi daripada kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif tipe CORE terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
terhadap pembelajaran matematika, terkait pembelajaran kooperatif tipe
CORE serta hubungannya dengan kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
bagi guru dalam memilih pembelajaran yang dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Selain itu harapannya hasil
penelitian ini dapat digunakan untuk referensi bahan pertimbangan bagi
peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai pembelajaran
kooperatif tipe CORE serta kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Kemampuan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata “mampu”
yang berarti kuasa, dapat, dan sanggup melakukan sesuatu. Selain itu Endarmoko
(2007: 402) mengartikan kemampuan sebagai daya, kapabilitas, kapasitas, kebia-
saan, kecakapan, kompetensi, keahlian, kelebihan, kemahiran, keterampilan,
penguasaan.
Menurut NCTM (2000: 4) kemampuan yang harus dimiliki siswa yaitu kemam-
puan pemecahan masalah matematis siswa. Oleh karena itu, diberikan pengertian
terlebih dahulu tentang pemecahan masalah. Krulik dan Rudnik (1995: 4)
mendefinisikan bahwa masalah adalah suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang
atau kelompok yang memerlukan suatu pemecahan tetapi seseorang atau
kelompok tersebut tidak memiliki cara langsung untuk dapat menentukan
solusinya.
Polya (1985: 154-155) menyatakan bahwa terdapat dua macam masalah yaitu
sebagai berikut ini: (1) Masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis,
abstrak atau konkrit, termasuk teka-teki. Bagian utama dari suatu masalah adalah
10
apa yang dicari, bagaimana data yang diketahui, dan bagaimana syaratnya; (2)
Masalah untuk membuktikan adalah menunjukkan bahwa suatu pernyataaan itu
benar, salah, atau tidak kedua-duanya. Bagian utama dari masalah ini adalah
hipotesis dan konklusi dari suatu teorema yang harus dibuktikan kebenarannya.
Menurut Hudojo (2003: 148), pertanyaan akan menjadi masalah bagi peserta didik
jika: (1) pertanyaan yang diberikan pada seorang peserta didik harus dapat dime-
ngerti oleh peserta didik tersebut, namun pertanyaan tersebut harus merupakan
tantangan baginya untuk menjawab pertanyaan tersebut; (2) pertanyaan tersebut
tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui peserta didik.
Karena itu faktor waktu untuk menyelesaikan masalah janganlah dipandang
sebagai hal yang esensial.
Siswono (2008: 35) menjelaskan bahwa pemecahan masalah adalah suatu proses
atau upaya individu untuk merespon atau mengatasi halangan atau kendala ketika
suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas. Dalam pemecahan
masalah siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengeta-
huan dan keterampilan yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah yang
bersifat nonrutin. Melalui kegiatan pemecahan masalah, aspek-aspek yang pen-
ting dalam pembelajaran matematika seperti penerapan aturan pada masalah
nonrutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematik dan lain-lain
dapat dikembangkan dengan baik. Polya (1957: 8), indikator seorang siswa me-
miliki kemampuan pemecahan masalah yang baik yaitu apabila siswa dapat:
a. memahami masalah (understanding the problem)
b. merencanakan strategi dan prosedur pemecahan masalah (devising plan)
11
c. melakukan prosedur pemecahan masalah (carrying out the plan)
d. memeriksa kembali langkah-langkah yang dilakukan (looking back).
2. Pembelajaran Kooperatif Tipe CORE
Gagne, Briggs, dan Wager (1992: 189) mengartikan instruction atau pembelajaran
adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang
berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk
mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat
internal. Sedangkan dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2003 tentang
SISDIKNAS tercantum bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran merupakan proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru
dan siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan
menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan. Suatu peristiwa belajar disertai
dengan proses pembelajaran akan lebih terarah dari dan sistematik dari pada yang
hanya semata-mata dari pengalaman dalam kehidupan sosial masyarakat. Belajar
dengan proses pembelajaran ada peran guru, bahan belajar, dan lingkungan
kondusif yang sangat diciptakan. Dalam konteks ini peran guru sangat berperan
penting dalam keberhasilan suatu pembelajaran. Dari model pembelajaran yang
telah dipersiapkan matang-matang oleh guru diharapkan dapat merangsang
kemampuan siswa untuk berfikir secara mandiri dan berkelompok. Salah satu
model pembelajaran yang dapat mengkondisikan hal tersebut yaitu pembelajaran
kooperatif.
12
Menurut Jufri (2013: 112) bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu
model pembelajaran yang peserta didiknya diorganisasikan untuk bekerja dan
belajar dalam kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu. Pendapat lain
dikemukakan oleh Suherman, dkk (2003: 260) bahwa model pembelajaran
kooperatif adalah model pembelajaran yang mencakup suatu kelompok kecil
siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah,
menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan
bersama. mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Taniredja, dkk
(2014: 55) mengemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu model
pembelajaran yang menggunakan sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil (5-6 orang) secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa
lebih semangat dalam belajar.
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat berbagai macam tipe, salah satunya
pembelajaran kooperatif tipe CORE. Pembelajaran CORE merupakan singkatan
dari empat kata yang memiliki kesatuan fungsi dalam pembelajaran, yaitu
connecting, organizing, reflecting, dan extending. Pembelajaran kooperatif tipe
CORE terdiri dari empat langkah yang dimulai dengan connecting
(menghubungkan pengetahuan baru yang akan dipelajari dengan pengetahuan
terdahulu), organizing (mengorganisasikan pengetahuan yang telah diperoleh,
reflecting (menjelaskan kembali pengetahuan yang telah mereka peroleh),
extending (menggeneralisasikan pengetahuan yang telah diperoleh).
Calfee et al (2004: 222) mengungkapkan bahwa pembelajaran CORE adalah
model pembelajaran menggunakan metode diskusi yang dapat mempengaruhi
13
perkembangan pengetahuan dan berpikir reflektif dengan melibatkan siswa yang
memiliki empat tahapan pengajaran yaitu connecting, organizing, reflecting, dan
extending. Menurut Calfee et al melalui pembelajaran CORE diharapkan siswa
dapat mengkontruksi pengetahuannya sendiri dengan cara menghubungkan
(connecting) dan mengorganisasikan (organizing) pengetahuan baru dengan
pengetahuan lama kemudian memikirkan kembali konsep yang sedang dipelajari
(reflecting) serta diharapkan siswa dapat memperluas pengetahuan mereka selama
proses mengajar berlangsung (extending). Adapun langkah-langkah pembelajaran
kooperatif tipe CORE menurut Maulana (2012: 48) adalah: connecting, organi-
zing, reflecting,dan extending.
1. Connecting
Menurut Kamus Bahasa Inggris Indonesia (2014: 174) connecting berasal dari
kata dasar connect yang berarti menghubungkan atau menyambungkan. Menurut
Maulana (2012: 48) connecting merupakan kegiatan menghubungkan informasi
lama dengan informasi baru antar konsep. Katz dan Nirula dalam Khafidhoh
(2014: 14) juga memaparkan bahwa dengan connecting, sebuah konsep dapat
dihubungkan dengan konsep lain dalam sebuah diskusi kelas, dimana konsep yang
akan diajarkan dihubungkan dengan apa yang telah diketahui siswa. Agar dapat
berperan dalam diskusi, siswa harus mengingat dan menggunakan konsep yang
dimilikinya untuk menghubungkan dan menyusun ide-idenya.
Fitriyaningsih (2010: 41) connecting erat kaitannya dengan belajar bermakna.
Menurut Ausubel dalam Dahar (1989: 112), belajar bermakna merupakan proses
mengaitkan informasi atau materi baru dengan konsep-konsep yang telah ada
14
dalam struktur kognitif seseorang. Dengan belajar bermakna, ingatan siswa
menjadi kuat dan transfer belajar mudah dicapai.
Menurut NCTM (2000), apabila para siswa dapat menghubungkan gagasan-
gagasan matematis maka pemahaman mereka akan lebih mendalam dan bertahan
lama. Bruner dalam Khafidoh (2014: 15-16) juga mengemukakan bahwa agar sis-
wa dalam belajar matematika lebih berhasil, siswa harus lebih banyak diberi
kesempatan untuk melihat kaitan-kaitan, baik antara dalil dan dalil, teori dan teori,
topik dan topik, konsep dan konsep, maupun antar cabang matematika. Dengan
demikian, untuk mempelajari suatu konsep matematika yang baru, selain
dipengaruhi oleh konsep lama yang telah dimiliki siswa, pengalaman belajar yang
lalu dari siswa juga akan mempengaruhi terjadinya proses belajar konsep matema-
tika tersebut.
2. Organizing
Menurut Kamus Bahasa Inggris-Indonesia (2014: 510) organizing berasal dari
kata dasar organize yang berarti mengatur, mengorganisasikan, mengorganisir,
mengadakan. Maulana (2012: 48) bahwa organizing merupakan proses dimana
siswa mengorganisasikan ide-ide untuk memahami materi. Dalam membantu
mengorganisasikan informasi yang diperoleh siswa dapat dilakukan dengan cara
diskusi kelompok. Siswa juga dapat saling bertukar pendapat dalam kelompok
diskusinya dengan membuat peta konsep sehingga nantinya diharapkan dapat
membentuk pengetahuan baru (konsep baru) dan memperoleh pemahaman yang
baik. Tahapan pembelajaran ini memberikan peluang kepada siswa untuk dapat
mengorganisasikan informasi-informasi yang telah diperolehnya.
15
3. Reflecting
Reflecting menurut Kamus Bahasa Inggris-Indonesia (2014: 592) reflecting
berasal dari kata dasar reflect yang berarti menggambarkan, membayangkan,
mencerminkan, dan memantulkan. Pendapat Maulana (2012: 48) bahwa reflecting
merupakan kegiatan memikirkan kembali informasi yang sudah didapat. Sagala
(2007: 91) mengungkapkan bahwa refleksi adalah cara berpikir ke belakang
tentang apa yang sudah dilakukan dalam hal belajar di masa lalu. Tahapan pada
pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan
kembali apakah hasil diskusi/ hasil kerja kelompok pada tahap organizing sudah
benar atau terdapat kesalahan yang perlu diperbaiki. Dalam tahap ini siswa
mengedepankan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan baru,
yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Jadi siswa
menyimpulkan dengan bahasanya sendiri tentang apa yang mereka peroleh dari
pembelajaran. Proses ini akan memperlihatkan kemampuan siswa dalam
menjelaskan informasi yang telah mereka peroleh dan akan terlihat bahwa tidak
setiap siswa memiliki kemampuan yang sama.
4. Extending
Extending menurut Kamus Bahasa Inggris-Indonesia (2014: 284) extending
berasal dari kata extend yang berarti memperpanjang, menyampaikan, dan
memperluas. Sedangkan menurut Maulana (2012: 48) extending dimaksudkan
sebagai tahapan dimana siswa dapat memperluas pengetahuan mereka tentang apa
yang sudah diperoleh selama proses belajar mengajar berlangsung. Adapun
perluasan pengetahuan dapat dilakukan dengan cara menggunakan konsep yang
telah didapatkan ke dalam situasi baru atau konteks berbeda sebagai aplikasi
16
konsep yang dipelajari, baik dari suatu konsep ke konsep lain, bidang ilmu lain,
maupun ke dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kegiatan diskusi siswa
diharapkan mampu memperluas pengetahuan dengan cara mengerjakan soal-soal
yang berhubungan dengan konsep yang dipelajari tetapi dalam situasi baru dan
konteks yang berbeda secara berkelompok.
Setiap pembelajaran pasti memiliki keunggulan. Keunggulan-keunggulan tersebut
merupakan salah satu alasan digunakannya model pembelajaran tersebut. Menurut
Isum (2012: 35) CORE memiliki beberapa keunggulan, antara lain siswa aktif
dalam belajar, melatih daya ingat siswa tentang suatu konsep atau informasi,
melatih daya pikir kritis siswa terhadap suatu masalah, memberikan siswa
pembelajaran yang bermakna.
Berdasarkan beberapa pemaparan di atas, maka pembelajaran kooperatif tipe
CORE adalah suatu pembelajaran yang mencakup suatu kelompok kecil siswa
yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah,
menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan
bersama. Adapun fase pembelajaran kooperatif tipe CORE terdapat empat
langkah, yaitu: connecting (menghubungkan antara pengetahuan baru dengan
pengetahuan terdahulu), organizing (mengorganisasikan ide-ide untuk memahami
materi), reflecting (memikirkan kembali, mendalami dan menggali pengetahuan
yang telah diperoleh), extending (mengembangkan, memperluas pengetahuan
yang telah diperoleh ke dalam permasalahan matematika.
17
3. Pembelajaran Konvensional
Menurut Kholik (2011), pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang
ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan serta pembagian tugas
dan latihan. Selain itu menurut Ujang Sukandi (2003: 8) mendiskripsikan bahwa
pembelajaran konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak
mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya siswa
mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses
pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan.
B. Kerangka Pikir
Penelitian tentang pengaruh pembelajaran kooperatif tipe CORE terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa terdiri dari dua variabel, yaitu
satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah model pembelajaran kooperatif tipe CORE, sedangkan variabel terikatnya
adalah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa memiliki
kemampuan pemecahan masalah matematis. Kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa merupakan kemampuan yang sangat essensial dalam pembelajar-
an matematika, tanpa adanya kemampuan tersebut siswa akan kesulitan dalam
menyelesaikan soal matematika. Oleh karena itu, dibutuhkan pembelajaran yang
memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengasah kemampuan pemecahan
masalah matematisnya.
18
Pembelajaran kooperatif tipe CORE merupakan pembelajaran yang mengajak
siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran yang di dalamnya berisikan kelom-
pok kecil beranggotakan (5-6 orang) bekerja sama untuk menyelesaikan suatu
masalah untuk tujuan bersama. Pelaksanaan model kooperatif tipe CORE terda-
pat empat tahap. Tahapan tersebut antara lain connecting ( menghubungkan antara
pengetahuan baru dengan pengetahuan terdahulu), organizing (mengorganisasikan
ide-ide untuk memahami materi), reflecting (memikirkan kembali, mendalami dan
menggali pengetahuan yang telah diperoleh), extending (mengembangkan, mem-
perluas pengetahuan yang telah diperoleh kedalam permasalahan matematika).
Tahap pertama yaitu connecting. Pada tahap ini siswa berusaha memahami masa-
lah dengan membangun keterkaitan dari informasi yang terkandung dalam masa-
lah yang diberikan oleh guru. Guru memberikan contoh masalah secara berkaitan,
sehingga ketika siswa diberikan suatu masalah, siswa akan memiliki kemampuan
untuk mengingatkan kembali keterkaitan yang telah terbangun dalam ingatannya.
Siswa diminta untuk mengetahui data atau informasi apa saja yang diketahui,
mengetahui apa yang ditanyakan dalam suatu permasalahan yang diberikan.
Selain itu siswa mengelola informasi baru dan mengaitkannya dengan informasi
yang sudah diperoleh untuk mendapatkan apa saja yang diperlukan dalam meme-
cahkan suatu masalah. Oleh karena itu, siswa belajar untuk memahami suatu
permasalahan yang diberikan guru. Hal ini memberikan peluang bagi siswa untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis yaitu memahami
permasalahan. Dengan kata lain tahap ini siswa mengembangkan kemampuan pe-
mecahan masalah matematis siswa.
19
Tahap kedua yaitu organizing. Pada tahap ini siswa mengorganisasikan pengeta-
huan yang telah dimiliki dan mengaitkannya dengan masalah yang telah diberikan
untuk menyusun strategi pemecahan masalah yang diberikan. Siswa diajak untuk
mengingat kembali apakah pernah melihat permasalahan yang diberikan sebelum-
nya atau apakah siswa pernah mengalami masalah yang sama namun dengan ben-
tuk yang berbeda. Pada tahap ini siswa belajar untuk mengetahui permasalahan
lain yang terkait. Selanjutnya siswa belajar untuk mengorganisasikan pengetahu-
an tentang teorema atau definisi yang mungkin berguna dalam strategi pemecahan
masalah. Dengan demikian siswa dapat memilih strategi penyelesaian yang sesu-
ai dengan permasalahan. Oleh karena itu siswa belajar untuk merencanakan pe-
mecahan dan melaksanakan rencana permasalahan yang diberikan oleh guru. Hal
tersebut memberikan peluang bagi siswa untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematis. Sehingga pada tahap ini siswa mampu mengem-
bangkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
Tahap ketiga yaitu reflecting. Pada tahap ketiga ini siswa diberikan kesempatan
untuk memikirkan solusi pemecahan masalah yang sudah mereka dapatkan dari
diskusi kelompok. Siswa diajak untuk melaksanakan rencana yang sudah dipilih.
Dari rencana tersebut siswa mulai belajar apakah langkah yang telah digunakan
sudah benar. Siswa belajar untuk membuktikan atau menjelaskan bahwa langkah
yang dipilih merupakan langkah yang benar. Hal ini dapat dilihat dari cara pan-
dang ketika siswa mengembalikan pada pertanyaan yang dicari. Pada tahap ini
siswa melakukan crosscek dan mencari alternatif lain dalam menyelesaikan per-
masalahan yang diberikan. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa ju-
ga akan berkembang yaitu pada indikator memeriksa kembali penyelesaian yang
20
telah mereka lakukan. Hal ini memberikan peluang bagi peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa.
Tahap keempat dalam pembelajaran kooperatif tipe CORE adalah extending. Pada
tahap ini siswa diberikan kesempatan untuk memperluas pengetahuannya dan
mengaplikasikan pengetahuan (konsep) yang terbentuk ke dalam situasi baru atau
konteks berbeda. Sehingga dalam tahap ini guru dapat menilai siswa yang
mengikuti pembelajaran dengan benar dan siswa yang hanya mengikuti
pembelajaran tanpa memahami materi yang sedang dipelajari. Selain itu siswa di-
harapkan memperoleh penguatan ingatan yang terbentuk pada tahap sebelumnya.
Tahapan pembelajaran kooperatif tipe CORE yang telah dipaparkan di atas
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe CORE secara teoritis
berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa. Siswa akan memiliki peluang lebih dalam meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematisnya melalui pembelajaran tersebut. Peluang
tersebut tidak diperoleh pada model pembelajaran konvensional. Hal ini
dikarenakan pembelajaran konvensional tidak memiliki tahapan yang
memungkinkan siswa untuk dapat berperan aktif dalam proses pembelajarannya.
Dalam pembelajaran konvensional yang diterapkan guru di sekolah, tidak terdapat
tahapan untuk mengembangkan, memperluas dan mengaplikasikan pengetahuan
ke konteks baru atau permasalahan berbeda. Padahal pada tahap ini peluang siswa
untuk meningkatkan pemecahan masalah matematisnya sangat besar. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe CORE diduga dapat berpengaruh
terhadap peningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
21
dibandingkan model pembelajaran yang diterapkan guru di sekolah, yaitu
pembelajaran konvensional.
C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini antara lain:
1. Model pembelajaran kooperatif tipe CORE dilaksanakan pada kelas
eksperimen. Pembelajaran tersebut menggunakan metode diskusi, dengan
tahapan siswa saling menghubungkan informasi lama dan informasi baru,
siswa mengorganisasikan ide-ide untuk memahami masalah, memikirkan
kembali informasi yang sudah didapat dan siswa mengembangkan atau
memperluas pengetahuan mereka tentang apa yang sudah diperoleh.
2. Pembelajaran konvensional adalah suatu pembelajaran yang terpusat pada
guru (teacher centre). Dalam pembelajaran ini metode yang biasa digunakan
yaitu ceramah. Kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran konvensional
yaitu guru menjelaskan lalu memberikan contoh soal, dilanjutkan dengan
pemberian latihan soal serta pemberian tugas kepada siswa.
3. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan siswa dalam
menyelesaikan berbagai masalah matematis tidak rutin dengan menggunakan
strategi yang tepat meliputi kemampuan memahami masalah (understanding
the problem), merencanakan strategi pemecahan masalah (devising plan),
melakukan prosedur pemecahan masalah (carrying out the plan), memeriksa
kembali langkah-langkah yang dilakukan (looking back).
22
D. Anggapan Dasar
Penelitian ini mempunyai anggapan dasar bahwa semua siswa kelas VIII SMP
Negeri 10 Bandarlampung tahun pelajaran 2015-2016 memperoleh materi yang
sama dan sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pertanyaan dalam rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya,
maka hipotesis dari penelitian ini yaitu:
1. Hipotesis umum:
Pembelajaran kooperatif tipe CORE berpengaruh terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 10
Bandarlampung Tahun Pelajaran 2015/2016.
2. Hipotesis kerja
Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti
pembelajaran kooperatif tipe CORE lebih tinggi daripada peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti
pembelajaran konvensional.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 10 Bandarlampung yang berlokasi di
Jl. Panglima Polem No. 5 Segalamider, Kota Bandarlampung. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di SMP Negeri 10 Bandarlampung
tahun pelajaran 2015/2016 sebanyak 392 siswa yang terdistribusi dalam sepuluh
kelas yaitu kelas VIII A sampai kelas VIII J. Dari sepuluh kelas tersebut diambil
dua kelas sebagai sampel. Pengambilan sampel dengan teknik purposive random
sampling, yaitu teknik pengambilan sampel atas dasar pertimbangan bahwa kelas
yang dipilih adalah kelas yang diajar oleh guru yang sama. Karena terdapat enam
kelas yang diajar oleh guru yang sama, maka diambil secara acak dua kelas
diantara keenam kelas tersebut. Terpilihlah kelas VIII C yang terdiri dari 38 orang
sebagai kelas eksperimen, yaitu kelas yang menggunakan pembelajaran kooperatif
tipe CORE dan kelas VIII D yang terdiri dari 39 orang sebagai kelas kontrol, yaitu
kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment) yang
melibatkan satu variabel bebas yaitu pembelajaran kooperatif tipe CORE dan satu
variabel terikat yaitu kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
24
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest and posttest control
group design. Garis besar pelaksanaan penelitian disajikan dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Desain Penelitian
KelompokPerlakuan
Pretest Pembelajaran PosttestTreatment group O1 X1 O2
Control group O1 X2 O2
Diadaptasi dari Fraenkel dan Wallen (1993 : 268)
Keterangan:O1 = skor pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrolO2 = skor posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrolX1 = pembelajaran matematika menggunakan pembelajaran COREX2 = pembelajaran matematika menggunakan pembelajaran konvensional
C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Penelitian yang telah dilakukan ini meliputi beberapa tahapan. Urutan pelaksana-
an penelitian yaitu:
1. Tahap Persiapan
a. Melakukan observasi untuk melihat karekteristik populasi yang ada.
b. Menentukan sampel penelitian.
c. Menentukan materi yang akan digunakan dalam penelitian.
d. Menyusun proposal penelitian.
e. Membuat perangkat pembelajaran dan instrumen tes untuk kelas eksperimen
dan kelas kontrol.
f. Mengonsultasikan bahan ajar dan instrumen dengan dosen pembimbing dan
guru bidang studi matematika.
g. Melakukan uji coba instrumen penelitian.
25
2. Tahap Pelaksanaan
a. Memberikan pretest pada kelas kontrol dan eksperimen sebelum mendapatkan
perlakuan.
b. Melaksanakan pembelajaran matematika dengan pembelajaran kooperatif tipe
CORE pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas
kontrol
c. Memberikan posttest pada kelas kontrol dan kelas eksperimen setelah
mendapat perlakuan.
3. Tahap Akhir
a. Mengumpulkan data dari sampel terkait hasil tes kemampuan awal dan akhir
pemecahan masalah matematis siswa.
b. Mengolah dan menganalisis hasil data yang diperoleh dari masing-masing
kelas serta membuat kesimpulan.
c. Menyusun laporan penelitian.
D. Data Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yang diperoleh dari tes kemam-
puan pemecahan masalah matematis siswa. Data ini berupa skor pretest dan
posttest, serta peningkatan skor (gain). Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah teknik tes yang dilakukan sebelum pembelajaran dan sesudah diberikan
perlakuan. Pemberian tes berguna untuk mengukur kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa pada kelas yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe
CORE dan kelas yang mengikuti pembelajaran konvensional.
26
E. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen tes untuk mengukur kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa. Instrumen tes yang akan digunakan dalam
penelitian ini berupa soal uraian yang disusun berdasarkan indikator kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa. Tes yang diberikan pada setiap kelas yaitu
soal-soal pretest dan posttest. Materi yang diujikan adalah pokok bahasan
lingkaran. Selain itu untuk mendapatkan data yang akurat, tes yang digunakan
dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria tes yang baik. Instrumen tes yang
baik harus memenuhi kriteria valid, reliabiltas yang tinggi, serta untuk setiap butir
soal memiliki daya pembeda minimal cukup, dan tingkat kesukaran minimal
sedang.
a. Validitas Instrumen
Validitas pada penelitian ini didasarkan pada validitas isi. Validitas isi dari instru-
men tes kemampuan pemecahan masalah matematis ini dapat diketahui dengan
cara membandingkan isi yang terkandung dalam tes kemampuan pemecahan
masalah matematis dengan indikator pembelajaran yang telah ditentukan. Dalam
penelitian ini soal tes dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dosen pembimbing
dan guru mitra mata pelajaran matematika kelas VIII, dengan asumsi bahwa guru
mata pelajaran matematika kelas VIII SMP Negeri 10 Bandarlampung
mengetahui dengan benar kurikulum SMP, maka validitas instrumen tes ini
didasarkan pada penilaian guru mata pelajaran matematika.
27
Agar tes mewakili validitas isi maka dilakukan penyusunan instrumen tes dengan
langkah-langkah berikut:
1) melakukan pembatasan materi yang diujikan
2) menentukan tipe soal
3) menentukan jumlah butir soal
4) menentukan waktu mengerjakan soal dan menuliskan petunjuk mengerjakan
soal
5) membuat kisi-kisi soal berdasarkan indikator pembelajaran yang ingin dicapai
(dapat dilihat pada Lampiran B.1)
6) menuliskan butir soal (dapat dilihat pada Lampiran B.2)
7) menuliskan kunci jawaban dan pedoman penskoran (dapat dilihat pada
Lampiran B.3 )
8) menganalisis validitas isi
9) menguji cobakan instrumen
10) menganalisis reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran
11) memilih item soal yang sudah teruji berdasarkan analisis yang sudah dilaku-
kan.
Suatu tes yang dikategorikan valid jika butir-butir soal tes sesuai dengan standar
kompetensi, kompetensi dasar dan indikator kemampuan pemecahan masalah
matematis. Penilaian terhadap kesesuaian isi instrumen tes dengan kisi-kisi ins-
trumen tes yang diukur dan kesesuaian bahasa yang digunakan dalam instrumen
tes dengan bahasa siswa dilakukan dengan menggunakan daftar check list (√) oleh
guru mitra yang dapat dilihat pada Lampiran B.4
28
Setelah tes tersebut dinyatakan valid maka selanjutnya tes tersebut diujicobakan
kepada siswa di luar sampel penelitian yang telah menempuh materi lingkaran
yaitu siswa kelas IX. Uji coba soal tersebut dilaksanakan sebelum melakukan
penelitian. Data yang diperoleh dari hasil uji coba kemudian diolah dengan
bantuan Software Microsoft Excel 2007 untuk mengetahui reliabilitas tes, daya
pembeda, dan tingkat kesukaran.
b. Reliabilitas
Reliabilitas digunakan untuk menunjukkan sejauh mana instrumen dapat diper-
caya atau diandalkan dalam penelitian. Menurut Arikunto (2003: 122) untuk
mencari koefisien reliabilitas soal tes tipe uraian dapat digunakan rumus Alpha
sebagai berikut:
r11= 1 − ∑Keterangan:r 11 = Koefisien reliabilitas alat evaluasi
= Banyaknya item∑ = Jumlah varians skor tiap-tiap item= Varians skor total
Adapun koefisien reliabilitas yang telah dihitung memiliki interpretasi yang
berbeda-beda. Menurut Suherman (1990: 177), koefisien reliabilitas diinterpreta-
sikan seperti yang terlihat pada Tabel 3.2. Berdasarkan hasil perhitungan uji coba
instrumen tes, diperoleh bahwa nilai koefisien reliabilitas tes adalah 0,79 sehingga
dapat disimpulkan bahwa tes yang digunakan memiliki reliabilitas tinggi. Hasil
perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.1.
29
Tabel 3.2 Kriteria Reliabilitas
Koefisien reliabilitas (r11) Kriteria0,00 ≤ r11 ≤ 0,20 Sangat Rendah0,20 < r11 ≤ 0,40 Rendah0,40 < r11≤ 0,60 Sedang0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi0,80 < r11≤ 1,00 Sangat tinggi
c. Daya Pembeda
Daya pembeda dari sebuah butir soal menunjukkan seberapa jauh kemampuan
butir soal tersebut membedakan tingkat kemampuan siswa. Boleh dikatakan bah-
wa daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan antara siswa
yang memiliki kemampuan tinggi dengan siswa yang mempunyai kemampuan
rendah. Sampel penelitian ini berjumlah kurang dari 100 yang menunjukkan
masuk kategori kelompok kecil. Menurut Arikunto (2013: 227) seluruh kelompok
testee dibagi dua sama besar, 50% siswa yang memperoleh nilai tertinggi (kelom-
pok atas) dan 50% siswa yang memperoleh nilai terendah (kelompok bawah).
Untuk menghitung daya pembeda dapat ditentukan dengan rumus:
DP=
Keterangan:DP = indeks daya pembeda satu butir soal tertentuJA = jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diubahJB = jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diubahIA = jumlah skor ideal kelompok(atas/bawah)
Sedangkan pendapat Arikunto (2003: 232) untuk hasil perhitungan daya pembeda
diinterpretasikan berdasarkan klasifikasi yang tertera dalam Tabel 3.3. Soal yang
digunakan dalam penelitian ini adalah soal yang mempunyai daya beda minimal
30
cukup. Berdasarkan hasil perhitungan uji coba instrumen tes, diperoleh bahwa
koefisien daya pembeda tes tiga butir soal memiliki kriteria cukup dan satu butir
soal memiliki kriteria baik. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen tes yang di
ujicobakan memiliki daya pembeda sesuai dengan kriteria yang digunakan,
sehingga instrumen dapat digunakan dalam penelitian. Hasil perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.2.
Tabel 3.3 Kriteria Daya Pembeda
Koefisien Daya pembeda (DP) Kriteria-1,00 ≤DP<0,00 Buruk Sekali0,00 ≤DP ≤ 0,20 Jelek(poor)0,21≤DP ≤ 0,40 Cukup (satistifactory)0,41≤DP ≤ 0,70 Baik (good)0,71 ≤DP ≤ 1,00 Baik sekali (excellent)
d. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir
soal. Sudijono (2008: 372) mengungkapkan bahwa untuk menghitung tingkat
kesukaran suatu butir soal dapat digunakan rumus sebagai berikut:
TK = JIKeterangan:TK = koefisien tingkat kesukaran suatu butir soalJT = jumlah skor yang diperoleh siswa pada suatu butir soalIT = jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal.
Sedangkan untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal dari
koefisien kesukaran menurut Sudijono (2008: 372) disajikan pada Tabel 3.4.
Berdasarkan hasil perhitungan uji coba instrumen tes, diperoleh bahwa koefisien
tingkat kesukaran tes untuk tiga butir soal terletak pada kriteria sedang dan satu
31
butir soal termasuk sukar. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen tes yang
diujicobakan memiliki tingkat kesukaran sesuai dengan kriteria yang digunakan,
sehingga instrumen dapat digunakan dalam penelitian. Hasil perhitungan tingkat
kesukaran uji coba dapat dilihat pada Lampiran C.2.
Tabel 3.4 Kriteria Tingkat Kesukaran
Koefisien Tingkat Kesukaran Kriteria0,00 ≤ TK ≤ 0,15 Sangat Sukar0,16 ≤ TK ≤ 0,30 Sukar0,31 ≤ TK ≤ 0,70 Sedang0,71≤ TK ≤ 0,85 Mudah0,86 ≤ TK ≤ 1,00 Sangat Mudah
F. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Analisis data bertujuan untuk menguji kebenaran suatu hipotesis. Data yang
diperoleh setelah diberi pembelajaran CORE dan pembelajaran konvensional
adalah data kuantitatif yang terdiri dari hasil tes kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa. Dari tes kemampuan pemecahan masalah matematis diperoleh
skor pretest dan posttest, serta peningkatan skor (N-Gain). Data tersebut dianalisis
menggunakan uji statistik untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif
tipe CORE terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Sebelum
melakukan uji statistik perlu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan uji
homogenitas.
Menurut Hake (1999: 1) besarnya peningkatan dihitung dengan rumus gain
ternormalisasi (normalized gain) = g, yaitu:
g = –
32
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terhadap data skor kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa, maka dilakukan uji prasyarat terhadap data
kuantitatif dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengujian prasyarat ini
dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel berasal dari data populasi yang
berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Hasil perhitungan skor
gain kemampuan pemecahan masalah matematis siswa selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran C.3 dan C.4. Dalam penelitian ini analisis data mula-mula
dilakukan dengan cara uji normalitas dan uji homogenitas. Setelah itu barulah
dilakukan pengujian hipotesis.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas data dilakukan untuk melihat apakah populasi berdistribusi normal
atau tidak berdasarkan data skor rata-rata aktivitas sampel. Uji normalitas dalam
penelitian ini menggunakan uji chi-kuadrat. Uji chi-kuadrat menurut Sudjana
(2005: 273) adalah sebagai berikut:
a. Hipotesis
H0 : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
b. Taraf signifikan : α = 0,05
c. Statistik uji
ℎ2 = ( − )2=1Keterangan:
= frekuensi pengamatan
33
= frekuensi yang diharapkan= banyaknya kelas interval
d. Kriteria uji : Terima H0 jika ℎ2 < 2 dengan χ2 = χ2(1−∝)( −3)Rekapitulasi uji normalitas data gain kemampuan pemecahan masalah matematis
disajikan pada Tabel 3.5. Perhitungan selengkapnnya dapat dilihat pada Lampiran
C.5 dan C.6.
Tabel 3.5 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Gain Kemampuan PemecahanMasalah Matematis
Pembelajaran X2hitung X2
tabelKeputusan
H0Keputusan Uji
CORE 16,81102 9,49 ditolakSampel berasal daripopulasi yang tidakberdistribusi normal
konvensional 9,3773460 9,49 diterimaSampel berasal daripopulasi yangberdistribusi normal
Berdasarkan hasil uji normalitas, diketahui bahwa salah satu data gain
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa berasal dari populasi yang tidak
berdistribusi normal, sehingga langkah selanjutnya tidak perlu dilakukan uji
homogenitas karena data sampel tidak memenuhi asumsi normalitas.
2. Uji Hipotesis
Setelah melakukan uji normalitas, diperoleh bahwa salah satu data gain berasal
dari sampel yang populasinya tidak berdistribusi normal, maka uji hipotesis yang
digunakan adalah uji non parametrik. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini
dilakukan melalui uji Wilcoxon Rank Sum Test .
Uji Wilcoxon Rank Sum Test menurut Berenson (2012: 494) sebagai berikut:
34
a. HipotesisH : θ1 = θ2, (tidak ada perbedaan peringkat data peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan
pembelajaran CORE dengan peringkat data peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
menggunakan pembelajaran konvensional).H : θ1 > θ2, (peringkat data peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa yang menggunakan pembelajaran CORE lebih
tinggi daripada peringkat data peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan
pembelajaran konvensional).
b. Taraf signifikan : α = 0,05
c. Statistik uji :=Keterangan:T1 = jumlah peringkat yang diberikan pada n1 sampel yang lebih kecil
= rata-rata= standar deviasi
Dengan =( )
dan =( )
Keterangan:n1 dan n2 = banyak siswa, dengan n1 < n2
n = n1 + n2
d. Kriteria uji : terima H0 jika nilai Zhitung< Z0,5-α
Apabila H0 diterima, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan peringkat
data peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
35
menggunakan pembelajaran CORE dengan peringkat data peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan
pembelajaran konvensional. Sedangkan apabila H0 ditolak yang berarti peringkat
data peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
menggunakan pembelajaran CORE lebih tinggi daripada peringkat data
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
menggunakan pembelajaran konvensional.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan
pembelajaran CORE tidak berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 10 Bandarlampung tahun pelajaran
2015/2016.
B. Saran
Berdasarkan hasil dalam penelitian ini, penulis mengemukakan saran-saran
sebagai berikut:
1. Kepada guru yang ingin menggunakan pembelajaran CORE hendaknya
memperhatikan materi pembelajaran yang akan diajarkan kepada siswa, karena
tidak semua materi dalam pembelajaran matematika dapat menggunakan model
tersebut dan pembelajaran CORE lebih cocok digunakan untuk materi yang
memiliki materi prasyarat (pengulangan) .
2. Kepada peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan tentang
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa melalui model pembelajaran
CORE hendaknya melakukan pengkajian lebih mendalam, seperti pengelolahan
waktu sebaik mungkin, pengolahan kelas supaya tetap kondusif, dan
50
disarankan melakukan penelitian lebih lama, agar siswa dapat secara optimal
beradaptasi terlebih dahulu terhadap model pembelajaran CORE.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.Jakarta: PT Rineka Cipta
Aunurrahman. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-dasar evaluasi pendidikan edisi 2. Jakarta: Bu-mi Aksara
Berenson, Mark El, David M. Levine, Timotyhy C. Krehbiel. 2012. BasicBusiness Statistics Concept and Applications twelfth edition. Prencite Hall:Pearson
Calfee, Robert C. & Roxanne Greitz Miller. 2004. Making Thingking Visible.National Science Education Standards. Riverside: University of California
Carr, E. & Ogle, D. 1987. K-W-L Plus: A Strategy For Comphrehension AndSummarization. Journal of reading. 30. 626-631
Charles, Randall, Lester , Frank and O’Daffer, Phares. How to evaluate Progressin Problem Solving. Reston, VA: Nation Council of Theacher ofMathematics, 1987. In Stenmark, Jean, Mathematics Assesment: Myths,Models, Good Questions and Practical Suggestions. Reston, Va: NationalCouncil Of Theachers Of Mathematics, 1991. [online]. Tersedia:math_probsolv_chicago.pdf [20 Desember 2015]
Dahar, Ratna Wilis. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga
Endarmoko, Eko. 2007. Tesaurus Bahasa Indonesia. Jakarta: PT GramediaPustaka. [online]. Tersedia: books.google.co.id diakses pada tanggal 20Desember 2015
Fitriyaningsih, Sari. 2010. Pembelajaran IPA Terpadu Pola Connected KonsepCahaya Melalui Strategi Pembelajaran Generatif untuk MenciptakanPembelajaran Bermakna. Universitas Negeri Surabaya: Pensa
Fraenkel, Jack R dan Norman E Wallen. 1993. How to Design and EvaluateResearch in Education. Singapura: McGraw-Hill.
52
Gagne, R.M , Leslie J. Briggs, Walter W. Wager. 1992. Principles of InstructionalDesign Fourth Edition. United State of America: Harcourt BraceJovanovich College Publishers. [online]. Tersedia: file:///C:/Users/User/Downloads/Gagne%201992%20The%20Events%20of%20Instruction.pdf. [ 4 januari 2016]
Hake, R. Richard 1999. Analyzing Change/ Gain Score. [online]. Tersedia: :http://www.physics.indiana.edu/-sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf. [16 No-vember 2015]
Hamzah dan Masri Kuadrat. 2009. Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran.Jakarta: PT Bumi Aksara
Hudojo, Herman. 2003. Pengembangan Kurikulum dan PengembanganMatematika. Malang: Universitas Negeri Malang
Isum, Lala . 2012. Pembelajaran Matematika Dengan Model Core UntukMeningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Koneksi Matematis Siswa DiSekolah Menengah Kejuruan. S2 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia.[online]. Tersedia: http://repository.upi.edu/8549/t_mtk_1008966_chapter3.pdf [20 Desember 2015]
Jufri, A. Wahab. 2013. Belajar dan Pembelajaran Sains. Bandung : PustakaReka Cipta.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [online]. Tersedia: http://kbbi.web.id/pengaruh [20 desember 2015]
Khafidoh, Siti. 2014. Penerapan Model Connecting, Organizing, Reflecting,Extending (CORE) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalahmatematik siswa pada materi bangun ruang sisi lengkung kelas IX MTsNegeri Mojokerto.Skripsi: UIN Sunan Ampel Surabaya
Kholik. 2011. Metode Pembelajaran Konvensional. [online]. Tersedia:http://mu-hammadkholik.wordpress.com/2011/11/08/evaluasi-pembelajaran. [18 Ma-ret 2016]
Krulik, Stephen dan J.A. Rudnick. 1995. The New Sourcebook for TeachingReasoning and Problem Solving in Elementary School. Boston: TempleUniversity
Lie, Anita. 2004. Coorperative Learning. Jakarta:Grasindo
Mason, Jennifer. 2002. Qualitative Reaserching Second Edition. London: Sagepublications
Maulana, Dani. 2012. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Lampung:Widyaiswara LPMP
53
Miller, Roxane Greitz & Calfee Robert C. 2004. Building Better Reading-WritingAssesment: Bridging Cognitive Theory, Instruction, And Assesment. EnglishLeadership Quarterly, 26(3). 6-13
Mullis, I.V.S. , Martin, O.M. , Foy, P.,& Arora, A. 2012. TIMSS 2011International Result in Mathematics. Chestnut Hill, MA: TIMS &PIRLSInternational Study Center, Boston College. 506 hlm. [Online].Tersedia://timssandpirls.bc.edu [ 6 April 2016]
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). 2000. Executive SummaryPrinciples and Standards for School Mathematics. Reston, USA:NCTM,Inc. [online]. Tersedia: https://www.nctm.org/uploadedFiles/Standards_and_Positions/PSSM_ExecutiveSummary.pdf. [ 20 Desember 2015]
Noer, Sri Hastuti. 2008. Problem Based Learning Dan Kemampuan BerpikirReflektif Dalam Pembelajaran Matematika. Prosiding Seminar NasionalMatematika dan Pendidikan Matematika 2008. [online]. Tersedia:http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/6943 [ 20 Desember 2015]
Poyla, George. 1957. How to Solve it: A New Aapect of MathematicsMethod(second edition). Stanford university
Poyla, George. 1985. How To Solve It 2nd ed. New Jersey: Princeton University
Richard, Anthony. 2005. Evolution of a teacher’s problem solving instruction: acase study of aligning teaching practice with reform in middle schoolmathematics. Departement of Mathematical Sciences and School ofEducation: University of Alaska Fairbanks. Research in middle leveleducation. [online]. Tersedia: http://www.nmsa.org/publications/RMLEOnline/tabid/101/Default.aspx [ 20 Desember 2015]
Sabandar, J. 2009. Berfikir refletif dalam pembelajaran matematika. [online].Tersedia: http://file.upi.edu/direktori/fpmipa/jur._pend matematika/194705241981031- ozua_sabandar/kumpulan_makalah dan_ jurnal/berpikir_reflektif2. pdf [ 20 Desember 2015]
Setiadi, Hari, Mahdiansyah, Rosnawati, Fahmi, dan Erika Afiani. 2012. Kemam-puan Matematika Siswa SMP Indonesia Menurut Benchmark InternasionalTIMSS 2011. Jakarta: Puspendik Balitbang Kemendikbud. [online].Lit-bang.kemendikbud.go.id/data/puspendik/hasilriset/INAP/HasilpenelitianINAP2012.pdf [ 20 Desember 2015]
Shadiq, Fadjar. 2009. Model-Model Pembelajaran Matematika SMP. Sleman:PPPPTK Matematika
Siswono, Tatag Y.E. 2008. Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuandan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan BerpikirKreatif. Surabaya: Unesa University Press.
54
Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT Raja GrafindoPersada: Jakarta
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Tarsito: Bandung
Suherman, E. , Turmudi, Didi S, Tatang H, Suhendra, Sufyani, Nurjanah, & AdeRohayati. 2003. Common Text book (edisi revisi) StrategiPembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas PendidikanIndonesia
Suherman, E. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi PendidikanMatematika. Bandung: Wijayakusumah
Suherman, E. 2003. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: Jica.
Sukandi, Ujang. 2003. Pembelajaran Konvensional.[online]:http://sunar-tombs.wordpress.com/20009/03/02/pembelajaran-konvensional-banyak-dikritik-namun-paling-disukai/.Diakses Jum’at 18 Maret 2016
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia BuanaPustaka
Taniredja, Tukiran, Faridli, Efi Miftah, dan Harmianto, Sri. 2014. Model-ModelPembelajran Inovatif dan Efektif. Bandung : Alfabeta.
Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional). 2008. UU RI No. 20Th. 2003. Jakarta: Sinar Grafika
Widayaningsih. 2014. Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis danKemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) MelaluiModel CORE. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung. Volume 1
Recommended